PENGARUH FAKTOR MAKRO EKONOMI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM SEKTORAL DI BURSA EFEK INDONESIA (DATA BULANAN PERIODE 2007-2014)
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Lely Fitri Mardiana 125020401111017
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
Pengaruh Faktor Makro Ekonomi Terhadap Indeks Harga Saham Sektoral di Bursa Efek Indonesia (Data Bulanan Periode 2007-2014) Lely Fitri Mardiana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected]
ABSTRAK The purpose of this study is to investigate the relationship between macroeconomic factors and sectoral indices on Indonesia Stock Exchange. This study use monthly data of sectoral indices return using Seemingly Unrelated Regression analysis with multifactor model. The results showed that macroeconomic factors give different effect to sectoral indices. Because of the characteristics, each sector respond differently to macroeconomic conditions in Indonesia. Monetary macroeconomic factors (BI Rate, inflation, exchange rate) negatively effect basic industry and chemical, consumer goods, manufacture, mining, miscellaneous industry, and trade sector. Real macroeconomic factors (foreign exchange reserves, exports, Indonesia crude oil prices) negatively effect agriculture, infrastructure, manufacture, mining and miscellaneous industry sector. Economic crisis condition in 2008 negatively affect all sectors. Keywords: Macroeconomic, Sectoral Indices, Seemingly Unrelated Regresssion
A. LATAR BELAKANG Di tengah kondisi perekonomian yang tidak menentu, saat ini orang-orang cenderung untuk mengamankan potensi aset yang mereka miliki, dan berfikir bagaimana memanfaatkan aset yang dimiliki agar tetap bernilai tinggi dalam jangka waktu yang panjang. Salah satunya dengan cara berinvestasi. Salah satu cara investasi adalah dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan dalam pasar modal. Pasar modal mempunyai peran penting dalam perekonomian suatu negara karena pasar modal mempunyai dua fungsi yaitu pertama sebagai sarana pendanaan usaha, perusahaan mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor), kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen keuangan seperti saham, obligasi dan reksa dana. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko instrument yang berbeda-beda. Dengan memiliki saham suatu perusahaan maka seorang investor mempunyai hak terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan. Saham merupakan salah satu jenis sekuritas yang banyak diperjualbelikan di pasar modal, dan cukup popular di kalangan investor. Dengan konsep high risk, high return, yaitu investasi yang memiliki risiko yang cukup besar namun memiliki tingkat pengembalian (return) yang tinggi pula. Kondisi makro ekonomi dan kinerja pasar modal memiliki hubungan yang kuat. Pasar modal menggambarkan kondisi perekonomian makro karena nilai investasi dipengaruhi kondisi makro ekonomi. Pada tahun 2008 saat terjadi krisis global, kondisi ekonomi Indonesia melemah dengan tingkat inflasi yang tinggi yaitu 11% diikuti dengan kondisi pasar modal yang melemah digambarkan dengan nilai IHSG sebesar 1355 poin. Pada 2009 pasca krisis, kondisi ekonomi yang membaik, diikuti IHSG yang meningkat. Hal ini dapat menggambarkan hubungan antara kondisi makro ekonomi dan pasar modal. Selain analisis terhadap kondisi perekonomian, investor dapat melakukan analisis industri atau sektor. Dalam analisis sektor, investor dapat membandingkan kinerja berbagai sektor, sehingga dapat mengetahui sektor mana saja yang memiliki prospek baik untuk investasi saham. Dalam analisis industri, investor dapat membandingkan kinerja dari berbagai industri, sehingga investor dapat mengetahui jenis industri apa saja yang dapat memberikan prospek. Di pasar modal Indonesia terdapat 10 sektor yang dapat dijadikan pilihan investasi saham, yaitu: pertanian, pertambangan, industri dasar, aneka industri, barang konsumsi, properti, infrastruktur, keuangan, perdagangan & jasa, manufaktur. Setelah melakukan analisis industri, investor dapat menggunakan informasi tersebut sebagai strategi mempertimbangkan saham dari sektor mana saja yang akan
dimasukkan ke dalam portofolio yang akan dibentuk. Sama halnya dengan IHSG, kondisi makro ekonomi dapat mempengaruhi indeks saham sektoral, karena lingkup makro ekonomi yang dapat mempengaruhi kinerja sebuah perusahaan. Pada akhirnya kinerja perusahaan dapat mempengaruhi harga saham dan indeks sektoral. Analisis makro ekonomi dan analisis sektoral merupakan analisis yang bertahap dalam analisis top down. Namun pada dasarnya terdapat hubungan antara faktor makro ekonomi dan kondisi sektoral. Lingkup makro ekonomi dapat mempengaruhi kinerja perusahaan sehari hari. Jika kondisi makro ekonomi baik, maka akan berpengaruh baik juga terhadap kinerja perusahaan. Ketika terjadi inflasi harga barang akan mengalami kenaikan yang akan berpengaruh terhadap biaya produksi yang semakin meningkat. Biaya produksi dapat mempengaruhi laba perusahaan yang akan mempengaruhi harga saham dan indeks harga saham sektoral. Penelitian tentang pengaruh faktor makro ekonomi terhadap indeks sektoral telah diteliti sebelumnya oleh Hasan (2011) untuk melihat pengaruh pengaruh faktor makro ekonomi yang terdiri dari pertumbuhan GDP, pertumbuhan jumlah uang beredar, inflasi dan suku bunga terhadap return indeks sepuluh sektor di Bangladesh. Hasil penelitian ini adalah semua variabel makro ekonomi berpengaruh terhadap sektor keuangan. Semua variabel makro ekonomi tidak berpengaruh terhadap sektor investasi, teknik, garmen, kertas&produksi, jasa, asuransi dan aneka industri. Tingkat inflasi dan suku bunga berpengaruh terhadap sektor makanan dan sektor obatobatan dan kimia. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan karakteristik sektoral yang berbeda, maka respon yang ditunjukkan terhadap suatu kondisi makro ekonomi juga berbeda. Sebagaimana latar belakang yang dijelaskan di atas, didukung dengan penelitian terdahulu, penulis merasa perlu melakukan pengembangan penelitian mengenai pengaruh faktor makro ekonomi terhadap indeks harga saham sepuluh sektor, karena penelitian sebelumnya menghasilkan berbagai hasil mengenai faktor makro ekonomi terhadap indeks harga saham dan belum terdapat pembahasan pengaruh faktor makro ekonomi terhadap masing masing sektor di Indonesia. Pertimbangan kondisi makro ekonomi dan kondisi saham sektoral yang saling berhubungan akan membantu keputusan investasi yang akan dilakukan oleh investor, sehingga investor mendapat keuntungan yang tinggi dengan resiko yang rendah.
B. TINJAUAN PUSTAKA Pasar Modal dan Investasi Pasar modal adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang atau modal sendiri (Husnan, 2003:3). Menurut Tandelilin (2001:3) investasi merupakan komitmen untuk mengorbankan konsumsi sekarang (sacrifice current consumption) dengan tujuan memperbesar konsumsi di masa depan. Investasi dapat berkaitan dengan penanaman sejumlah dana pada aset nyata seperti: tanah, emas, rumah dan asset nyata lainnya. Atau pada aset finansial seperti: deposito, saham, obligasi, dan surat berharga lainnya. Teori q Tobin Teori q Tobin dapat melihat hubungan antara investasi dan pasar modal. Teori ini dikembangkan oleh James Tobin. Inti teori ini adalah kebijakan moneter mempengaruhi perekonomian melalui pengaruhnya pada penilaian ekuitas. Teori investasi q Tobin menekankan bahwa keputusan investasi tidak hanya dipengaruhi kebijakan ekonomi yang berlaku saat ini, tetapi juga kebijakan yang diharapkan berlaku di masa depan. Analisis Fundamental Top Down Menurut Wira (2014:3) analisis fundamental adalah analisis saham yang memperhitungkan berbagai faktor seperti kinerja perusahaan, analisis persaingan usaha, analisis industri, analisis ekonomi dan pasar makro-mikro. Analisis kondisi makro ekonomi atau kondisi pasar. Pada tahap ini, investor melihat kondisi makro ekonomi dan kondisi pasar modal secara keseluruhan. Investor menganalisis berbagai alternatif keputusan mengenai alokasi investasi masyarakat. Pada analisis industri, berdasarkan analisis makro ekonomi dan pasar menentukan industri/ sektor apa saja yang dapat dijadikan pilihan investasi, tentu yang memiliki prospek baik kedepannya dan memberi keuntungan optimal bagi investor. Menurut Tandelilin (2001:209) prospek perusahaan sangat tergantung dari keadaan ekonomi secara keseluruhan, sehingga analisis penilaian saham yang dilakukan investor juga harus memperhatikan beberapa variabel makro yang
dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. pada dasarnya terdapat hubungan antara faktor makro ekonomi dan kondisi sektoral. Lingkup makro ekonomi dapat mempengaruhi kegiatan perusahaan sehari hari, yang dampaknya akan berpengaruh terhadap kinerja setiap perusahaan. Jika kondisi makro ekonomi baik, maka akan berpengaruh baik juga terhadap kinerja perusahaan. Pada akhirnya dapat mempengaruhi indeks harga saham sektoral dan indeks harga saham gabungan yang menggambarkan kondisi pasar modal Indonesia. Hubungan BI Rate dan Indeks Harga Saham Menurut Bodie (2014:241) suku bunga yang tinggi mengurangi nilai kini dari arus kas mendatang, sehingga daya tarik peluang investasi menjadi menurun. Tingkat suku bunga yang tinggi dalam hal ini BI rate sebagai suku bunga acuan dapat menyebabkan investor memindahkan dananya untuk diinvestasikan pada tabungan atau deposito. Kenaikan tingkat BI Rate menyebabkan kenaikan suku bunga perbankan khususnya simpanan juga meningkat. Hal ini menjadi daya tarik bagi investor. Hubungan Cadangan Devisa dan Indeks Harga Saham Cadangan devisa merupakan ukuran yang dapat dilihat untuk mengukur tingkat pendapatan suatu negara. Jika cadangan devisa suatu negara tinggi, pendapatan yang diterima negara tersebut juga tinggi. Cadangan devisa berkaitan erat dengan neraca pembayaran. Ketika neraca pembayaran surplus, hal ini merupakan sentimen positif bagi para investor. Investor tertarik untuk berinvestasi di pasar modal, karena kondisi perekonomian yang baik dan stabil. Hubungan Ekspor dan Indeks Harga Saham Menurut Hariyanto dalam Tandelilin (2001:214) neraca perdagangan berpengaruh terhadap pasar modal. Ketika neraca perdagangan mengalami defisit, hal ini menjadi sinyal negatif bagi investor. Salah satu komponen neraca perdagangan adalah ekspor. Ketika jumlah ekspor mengalami peningkatan hal ini merupakan sentimen positif bagi para investor. Jika neraca perdagangan surplus, investor akan memilih berinvestasi di pasar modal karena kondisi perekonomian yang baik dan stabil. Hubungan Harga Minyak Mentah Indonesia dan Indeks Harga Saham Ketika terjadi kenaikan harga minyak mentah maka akan menyebabkan kenaikan harga saham sektor pertambangan. Karena minyak mentah merupakan salah satu sub sektor pertambangan dan dapat mendorong kenaikan harga bahan tambang secara umum yang dampaknya adalah kenaikan harga saham pertambangan harga saham pertambangan meningkat dan menyebabkan kenaikan indeks harga saham. Kenaikan harga minyak mentah menjadi sentimen positif bagi seorang investor saham terutama saham pertambangan sebagai salah satu sektor yang mendominasi pasar modal di Indonesia. Investor cenderung membeli saham perusahaan pertambangan. Hubungan Inflasi dan Indeks Harga Saham Menurut Hariyanto dalam Tandelilin (2001:214) inflasi berpengaruh negatif terhadap harga saham. Inflasi menyebabkan investor pesimis terhadap kemampuan modal yang diinvestasikan dalam menghasilkan laba saat ini dan masa yang akan datang. Saat terjadi inflasi investor cenderung melepas kepemilikan saham, karena berisiko tinggi. Sehingga inflasi menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan, dampaknya demand saham dan harga saham akan menurun. Hubungan Kurs dan Indeks Harga Saham Menurut Hariyanto dalam Tandelilin (2001:214) menguatnya kurs rupiah terhadap US dollar adalah sinyal positif terhadap perekonomian khusunya pasar modal. Menurut Roisondo (2015) ketika kurs terus melemah maka akan menaikkan biaya produksi terutama biaya impor untuk bahan baku dan akan diikuti naiknya tingkat bunga yang berlaku dan berdampak pada biaya produksi dan keuntungan perusahaan. Hal ini menyebabkan dividen yang akan diterima investor menurun. Sehingga menjadi sentimen negatif bagi para investor sebelum melakukan investasi.
C. METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian ini adalah kuantitatif dengan analisis deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah variabel BI rate, cadangan devisa, ekspor, harga minyak mentah Indonesia, inflasi, kurs rupiah terhadap dollar serta return indeks 10 sektor saham yaitu: indeks sektor pertanian, pertambangan, industri dasar & kimia, aneka industri, barang konsumsi, properti, infrastruktur, keuangan, perdagangan, manufaktur pada periode Januari 2007 – Desember 2014. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi. Pengumpulan data bersumber dari website pemerintah yaitu Bank Indonesia, Bursa Efek Indonesia, Kementerian Perdagangan Indonesia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM). Berikut adalah definisi operasional variabel penelitian ini: Tabel 1. Definisi Operasional Variabel Dependen dan Independen Variabel Dependen Variabel Independen JK AGRI Return sektor pertanian BI Rate JKBASIC Return sektor industri dasar dan Cadangan devisa kimia Ekspor JKCONSUMER Return sektor barang konsumsi Harga Minyak Mentah Indonesia JKFINANCE Return sektor keuangan Inflasi JKINFRA Return sektor infrastruktur Kurs JKMANUF Return sektor manufaktur JKMINING Return sektor pertambangan JKMISC Return sektor aneka industri JKPROPERTI Return sektor properti JKTRADE Return sektor perdagangan Sumber: Data penulis (2016) Penelitian ini menggunakan metode SUR (Seemingly Unrelated Regression) dengan bentuk persamaan multifaktor. Seemingly Unrelated Regression (SUR) merupakan metode regresi yang terdiri dari beberapa persamaan regresi (sistem persamaan regresi) yang saling berkorelasi. Principal Component Analysis (PCA) Principal Component Analysis (PCA) atau biasa disebut analisis komponen utama adalah sebuah teknik untuk membangun variabel-variabel baru yang merupakan kombinasi linear dari variabel-variabel asli. Analisis ini digunakan untuk membuat sebuah set variabel baru, atau variabel komponen, atau variabel laten, atau faktor, menggantikan sejumlah variabel asal. Penelitian ini membentuk enam variabel independen (X) menjadi dua faktor dan sepuluh sektor menjadi satu faktor. X1, X2, …X6 → FX1, FX2 Y1, Y2,…Y10 → FY Selain membentuk faktor X sebagai variabel independen, penelitian ini juga membentuk faktor Y yang merupakan faktor bentukan dari return indeks sepuluh sektor. Faktor Y digunakan sebagai variabel independen yang dapat mempengaruhi return masing masing sektor. Penelitian ini menggunakan faktor Yt-1 untuk melihat apakah pergerakan return indeks sektoral di periode sebelumnya mempengaruhi return indeks sektoral di periode berikutnya. Setelah terbentuk faktor baru, berikut adalah fungsi baru yang dapat digunakan: Yi = f (FX1 , FX2 , FY t-1) Fungsi di atas dapat dikembangkan menjadi persamaan di bawah ini: Yi = α + βmFX1 + βmFX2 + βmFY t-1 + e Keterangan : Yi α FX1, FX2 FY βm t
= Return indeks harga saham sektoral (sepuluh sektor) = Konstanta = Faktor X yang mempengaruhi return indeks sektoral = Faktor Y yang mempengaruhi return indeks sektoral = parameter / koefisien faktor FX1, FX2, FYt-1 = trend waktu
Pembentukan Variabel Dummy (Structural Break) Structural break adalah suatu konsep ekonometrika dimana terjadinya perubahan struktur kondisi makro ekonomi dalam suatu runtut waktu. Waktu terjadinya perubahan struktur (waktu break) tersebut ada yang diketahui dan ada yang tidak diketahui kapan terjadinya. Perubahan ini umumnya terjadi ketika terjadi ada perubahan ekonomi. Penelitian ini menggunakan periode 2007 hingga 2014 dimana pada periode 2008terjadi krisis ekonomi global yang mempengaruhi kondisi perekonomian di dunia dan di Indonesia Terdapat dua cara untuk mengatasi terjadinya perubahan struktur ini, salah satunya menggunakan variabel dummy untuk mengatasi terjadinya perubahan struktur. Dalam penelitian ini terdiri dari dua kriteria variabel dummy yaitu: 1 untuk menggambarkan adanya perubahan struktur ekonomi yang disebabkan krisis ekonomi dan 0 untuk menggambarkan tidak adanya perubahan struktur ekonomi yang disebabkan krisis ekonomi. Penelitian ini membentuk dua variabel dummy dengan kriteria: 1. Variabel dummy 1 (D1) menggambarkan kondisi perubahan struktur ekonomi dengan asumsi setelah terjadinya break, kondisi perekonomian kembali normal. 2. Variabel dummy 2 (D2) menggambarkan kondisi perubahan struktur ekonomi dengan asumsi setelah terjadinya break, kondisi perekonomian tidak kembali normal. Pembentukan Persamaan Baru Setelah membentuk variabel dummy yang menggambarkan kondisi perubahan struktur ekonomi maka dapat dibentuk fungsi baru: Yi = f (FX1 , FX2 , D1, D2, FY t-1) Fungsi di atas dapat dikembangkan menjadi persamaan di bawah ini: Yi = α + βmFX1 + βmFX2 + βmD1 + βmD2 + βmFY t-1 + e Dimana : Yi = Return indeks harga saham sektoral (sepuluh sektor) α = Konstanta FX1, FX2 = Faktor X yang mempengaruhi return indeks sektoral D 1, D 2 = Variabel dummy FY = Faktor Y yang mempengaruhi return indeks sektoral βm = parameter / koefisien faktor FX1, FX2, D1,D2,FY t-1 t = trend waktu Penelitian ini menggunakan sepuluh variabel dependen dan tiga faktor serta dua variabel dummy sebagai variabel independen, maka dapat dirumuskan matriks sebagai berikut: [
]
[
]
[
]+[
] +[
]+[
]+[
]+[
]
Dimana : Y1, Y2 … Y10 β0, β6, … β54 β1, β2,….β59 FX1, FX2 D 1, D 2 FY t
= Return indeks harga saham sektoral (sepuluh sektor) = Konstanta = Parameter / koefisien faktor FX1,FX2,D1,D2,FYt-1 = Faktor X yang mempengaruhi return indeks sektoral = Variabel dummy = Faktor Y yang mempengaruhi return indeks sektoral = Trend waktu
Seemingly Unrelated Regression (SUR) Seemingly Unrelated Regression (SUR). Metode Seemingly Unrelated Regression (SUR) merupakan regresi yang terdiri dari beberapa persamaan regresi (sistem persamaan regresi). Metode SUR digunakan apabila antar persamaan regresi terdapat korelasi contemporaneous. SUR dapat dilakukan jika error atau residual antara persamaan yang berbeda saling berkorelasi atau dengan kata lain terdapat korelasi kesebayaan (contemporaneous correlation) antara komponen. Penelitian ini mengasumsikan sepuluh sektor saling berhubungan, karena berdasarkan karakteristik dari sektor yang berbeda-beda dan dapat menjadi pelengkap maupun subtitusi bagi sektor satu dan
yang lain dalam berinvestasi saham menjadi alasan pemilihan metode SUR (Seemingly Unrelated Regression). Penggunaan metode SUR (Seemingly Unrelated Regression) tetap perlu memenuhi beberapa asumsi agar nilai dugaan bersifat Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Maka perlu dilakukan beberapa uji yang meliputi: uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, dan uji multikolinearitas. Uji asumsi klasik dilakukan terhadap sepuluh persamaan yang mewakili sepuluh sektor. Pengujian hipotesis menggunakan uji t untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Serta uji koefisien determinasi untuk melihat kemampuan variabel independen dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel dependen.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 2. Hasil Statistik Deskriptif N Maksimum Minimum Mean AGRI 96 36% -50,44% 1,31% BASIC IND 96 22.97% -31,14% 1,70% CONSUMER 96 19.25% -15,58% 1,95% FINANCE 96 24.91% -25,36% 1,59% INFRA 96 17,59% MANUFACTURE 96 19,75% MINING 96 43,64% MISC IND 96 21,23% PROPERTI 96 19,17% TRADE 96 19,63% BI RATE 96 9,50% CADANGAN 96 124.637,75 DEVISA EKSPOR 96 18.467,8 HARGA MINYAK 96 134,96 INDONESIA INFLASI 96 12,14% KURS 96 12440 Sumber: Data olahan penulis (2016)
Std. Deviasi 10,61 8,08 5,57 7,38
-28,68% -27,55% -40,22% -38,68% -28,84% -39,24% 5,75% 43.266,3
0,62% 1,84% 1,06% 2,03% 1,93% 1,54% 7,16% 84.710,78
6,12 6,66 11,52 9,18 8,97 7,71 1.08 25.480,24
7.134,3 38,45
13.310,4 92,1
2.919,28 22,65
2,41% 8508
6,22% 9873
2,3 1129,19
Analisis Deskriptif Berdasar tabel di atas, saham pertambangan dan pertanian adalah sektor yang pergerakannya cukup besar, dimana mencapai return tertinggi hingga 40% dan return terendah hingga -40%. Hal ini menunjukkan kedua sektor tersebut cukup peka terhadap kondisi perekonomian maupun hal lain dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain. Untuk faktor makro ekonomi, terlihat pergerakannya dipengaruhi satu sama lain. Seperti BI Rate dan inflasi, serta cadangan devisa dan ekspor. Tabel 3. Hasil Estimasi Principal Component Analysis (PCA) FX1 BI Rate 0.385616* Inflasi 0.651343* Cadangan Devisa 0.228881 Ekspor 0.302312 Harga Minyak Mentah Indonesia 0.284948 Kurs 0.449532* Sumber: Hasil olahan data menggunakan Eviews (2016)
FX2 -0.456129 -0.263772 0.516909* 0.521277* 0.415563* -0.103699
Hasil dari analisis faktor menunjukkan bahwa yang tergolong ke dalam faktor X-1 (FX1) yang selanjutnya disebut dengan faktor moneter adalah sub variabel BI rate, inflasi, dan kurs. Sedangkan yang tergolong dalam faktor X-2 (FX2) yang selanjutnya disebut dengan faktor riil adalah variabel cadangan devisa, ekspor, harga minyak mentah Indonesia. Selain pembentukan faktor independen (FX), penelitian ini juga membentuk faktor dependen (FY). Pembentukan faktor Y (FY) mencakup return indeks sepuluh sektor, FY merupakan variabel bentukan baru yang dapat menggambarkan return sepuluh indeks sektoral. Uji Asumsi Klasik Penggunaan metode SUR (Seemingly Unrelated Regression) tetap perlu memenuhi beberapa asumsi agar nilai dugaan bersifat Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Maka perlu dilakukan beberapa uji yang meliputi: uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, dan uji multikolinearitas. Uji asumsi klasik dilakukan terhadap sepuluh persamaan yang mewakili sepuluh sektor. Berikut adalah ringkasan hasil pengujian asumsi klasik Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji Asumsi Klasik Autokorelasi Heterokedastisitas 0.1367 0.2161 AGRI
Normalitas 0.1018
BASIC
0.3322
0.0780
0.2511
CONSUMER
0.5148
0.2193
0.2718
FINANCE
0.5668
0.0898
0.7939
INFRA
0.0574
0.1022
0.6952
MANUF
0.4382
0.3406
0.9333
MINING
0.1538
0.0919
0.4460
MISC
0.3134
0.1099
0.8878
PROPERTI
0.5130
0.6042
0.3250
TRADE
0.6722
0.4829
0.7533
Penilaian
P-value obs*square > α (0,05)
P-value obs*square > α (0,05)
P-value obs*square > α (0,05)
Keterangan Tidak ada masalah autokorelasi, multikolinieritas, heterokedastisitas Tidak ada masalah autokorelasi, multikolinieritas, heterokedastisitas Tidak ada masalah autokorelasi, multikolinieritas, heterokedastisitas Tidak ada masalah autokorelasi, multikolinieritas, heterokedastisitas Tidak ada masalah autokorelasi, multikolinieritas, heterokedastisitas Tidak ada masalah autokorelasi, multikolinieritas, heterokedastisitas Tidak ada masalah autokorelasi, multikolinieritas, heterokedastisitas Tidak ada masalah autokorelasi, multikolinieritas, heterokedastisitas Tidak ada masalah autokorelasi, multikolinieritas, heterokedastisitas Tidak ada masalah autokorelasi, multikolinieritas, heterokedastisitas
Sumber: Hasil olahan data menggunakan Eviews (2016) Tabel 5. Hasil Uji Multikolinieritas Correlation FX1 FX2 D1 FX1 1.000000 0.045836 0.182225 FX2 0.045836 1.000000 -0.170980 D1 0.182225 -0.170980 1.000000 D2 -0.067181 0.557521 0.053262 FY(-1) -0.411433 0.054514 -0.236026 Sumber: Hasil olahan data menggunakan Eviews (2016)
D2 -0.067181 0.557521 0.053262 1.000000 0.029336
FY(-1) -0.411433 0.054514 -0.236026 0.029336 1.000000
Berdasarkan hasil uji multikolinieritas di atas menunjukkan tidak ada masalah multikolinieritas, karena besarnya koefisien korelasi masing-masing variabel <0.8. Seemingly Unrelated Regression (SUR) SUR dapat dilakukan jika error atau residual antara persamaan yang berbeda saling berkorelasi atau dengan kata lain terdapat korelasi kesebayaan (contemporaneous correlation) antara komponen 𝜺𝒊. Penelitian ini mengasumsikan sepuluh sektor saling berhubungan, karena berdasarkan karakteristik dari sektor yang berbeda-beda dan dapat menjadi pelengkap maupun subtitusi bagi sektor satu dan yang lain dalam berinvestasi saham. Hal ini menjadi alasan pemilihan metode SUR (Seemingly Unrelated Regression). Berikut adalah ringkasan hasil pengujian menggunakan Seemingly Unrelated Regression (SUR): Tabel 6. Hasil Estimasi SUR Kons FX1 FX2 -1.10 -0,67 -6.022 AGRI (-0,48) (-0.61) (-2.93)* -0.28 -1.94 -2.74 BASIC (-0.15) (-2.21)** (-1.65)*** -1.79 -1.55 CONSUMER -0.69 (-0.55) (-2.99)* (-1.36) -1.17 -1.06 -2.74 FINANCE (-0.68) (-1.27) (-1.75) -2.32 -80 -2.70 INFRA (-1.75)*** (-1.27) (-2.25)** -0.72 -2.02 -2.72 MANUF (-0.51) (-2.97)* (-2.11)** 1.41 -2.82 -5.66 MINING (0.55) (-2.30)** (-2.44)** -1.03 -2.17 -4.60 MISC (-0.51) (-2.27)** (-2.55)** 1.45 -1.82 -0.02 PROPERTI (0.67) (-1.76)*** (-0.014) -0.30 -2.09 -0.61 TRADE (-0.19) (-2.80)* (-0.43) *Signifikan pada titik kritis 1% **Signifikan pada titik kritis 5% ***Signifikan pada titik kritis 10% Sumber: Hasil olahan data menggunakan Eviews (2016)
D1 -54.38 (-5.88)* -33.12 (-4.42) -16.18 (-3.16)* -29.03 (-4.09)* -32.14 (-5.93)* -29.77 (-5.12)* -39.49 (-.3.77)* -43.54 (-5.34)* -27.94 (-3.16)* -36.96 (-5.80)*
D2 3.93 (1.46) 3.05 (1.40) 3.63 (2.45)** 4.00 (1.95) 4.32 (2.75) 3.75 (2.23)** 0.10 (0.03) 4.62 (1.95)*** 1.01 (0.39) 2.80 (1.52)
FY(-1) 3.52 (1.39) 0.09 (0.04) 0.91 (0.65) -0.13 (-0.07) -0.40 (-0.27) -0.38 (-0.02) 3.04 (1.06) -0.76 (-0.34) 0.50 (0.20) 2.20 (1.26)
R2 34,4% 25,9% 27,4% 20.47% 32.66% 34.36% 28.7% 31.77% 16.51% 41,28%
Berdasarkan hasil estimasi diperoleh bahwa indeks sektor pertanian dipengaruhi negatif signifikan oleh faktor makro ekonomi riil (cadangan devisa, ekspor, ICP) dan kondisi krisis ekonomi. Untuk sektor industri dasar dan kimia dipengaruhi negatif signifikan oleh faktor makro ekonomi moneter (BI Rate, inflasi, kurs) dan kondisi krisis ekonomi. Sektor barang konsumsi dipengaruhi negatif signifikan oleh faktor makro ekonomi moneter (BI Rate, inflasi, kurs) dan kondisi krisis ekonomi. Sektor keuangan dan sektor properti tidak dipengaruhi faktor makro ekonomi moneter maupun faktor makro ekonomi riil, karena sifat sektor tersebut yang sangat peka terhadap perubahan ekonomi, sedangkan penelitian ini menggunakan jangka waktu yang cukup panjang yaitu delapan tahun. Namun sektor keuangan dan properti dipengaruhi kondisi krisis ekonomi. Sektor infrastruktur dipengaruhi negatif signifikan oleh faktor makro ekonomi moneter (BI Rate, inflasi, kurs) dan kondisi krisis ekonomi. Sektor manufaktur dipengaruhi negatif signifikan oleh faktor makro ekonomi moneter (BI Rate, inflasi, kurs), faktor makro ekonomi riil (cadangan devisa, ekspor, ICP) dan kondisi krisis ekonomi. Sektor pertambangan dipengaruhi negatif signifikan oleh faktor makro ekonomi moneter (BI Rate, inflasi, kurs), faktor makro ekonomi riil (cadangan devisa, ekspor, ICP) dan kondisi
krisis ekonomi. Sektor aneka industri dipengaruhi negatif signifikan oleh faktor makro ekonomi moneter (BI Rate, inflasi, kurs), faktor makro ekonomi riil (cadangan devisa, ekspor, ICP) dan kondisi krisis ekonomi. Sektor perdagangan dipengaruhi negatif signifikan oleh faktor makro ekonomi moneter (BI Rate, inflasi, kurs) dan kondisi krisis ekonomi. Indeks harga saham sektoral di periode sebelumnya (FYt-1) tidak berpengaruh terhadap sepuluh sektor. Berdasar hasil penelitian, faktor makro ekonomi moneter (BI Rate, inflasi, kurs) lebih berpengaruh terhadap return sektoral. Koefisien determinasi sebesar 16%-40% menggambarkan terdapat faktor-faktor lain di luar model yang mempengaruhi pergerakan indeks sektoral di Bursa Efek Indonesia. Tabel 7. Pengaruh Variabel Makro Ekonomi terhadap Sektor Sektor Variabel Koefisien FX Loading Factor Cadangan devisa -6.022238 Ekspor -6.022238 ICP -6.022238 BI rate -1.947202 Industri Dasar Inflasi -1.947202 Kurs -1.947202 BI rate -1.796956 Barang Konsumsi Inflasi -1.796956 Kurs -1.796956 Cadangan devisa -2.705849 Infrastruktur Ekspor -2.705849 ICP -2.705849 BI Rate -2.023247 Manufaktur Inflasi -2.023247 Kurs -2.023247 Cadangan devisa -2.722670 Ekspor -2.722670 ICP -2.722670 BI Rate -2.829720 Pertambangan Inflasi -2.829720 Kurs -2.829720 Cadangan devisa -5.664728 Ekspor -5.664728 ICP -5.664728 BI Rate -2.173495 Aneka Industri Inflasi -2.173495 Kurs -2.173495 Cadangan devisa -4.608091 Ekspor -4.608091 ICP -4.608091 BI rate -2.091418 Perdagangan Inflasi -2.091418 Kurs -2.091418 Sumber: Hasil olahan data menggunakan Eviews (2016) Pertanian
0.516909 0.521277 0.415563 0.385616 0.651343 0.449532 0.385616 0.651343 0.449532 0.516909 0.521277 0.415563 0.385616 0.651343 0.449532 0.516909 0.521277 0.415563 0.385616 0.651343 0.449532 0.516909 0.521277 0.415563 0.385616 0.651343 0.449532 0.516909 0.521277 0.415563 0.385616 0.651343 0.449532
Koefisien variabel -3.11295 -3.13925 -2.50262 -0.75087 -1.2683 -0.87533 -0.692935 -1.170434 -0.807789 -1.3986777 -1.4104968 -1.1244507 -0.7801964 -1.3178278 -0.9095143 -1.4073726 -1.4192652 -1.1314409 -1.0911853 -1.8431183 -1.2720497 -2.9281489 -2.9528924 -2.3540514 -0.8381344 -1.4156908 -0.9770556 -2.3819637 -2.4020919 -1.9149521 -0.8064842 -1.3622305 -0.9401593
Tabel 7 di atas menunjukkan pengaruh dan koefisien masing-masing variabel makro ekonomi terhadap return indeks masing masing sektor. Koefisien masing-masing variabel diperoleh dari perkalian antara koefisien dari FX, hasil estimasi Seemingly Unrelated Regression pada tabel 6 dengan loading faktor masing-masing variabel pada tabel 5 yang menunjukkan hasil estimasi Principal Component Analysis. Pembahasan Faktor makro ekonomi segi moneter yang terdiri dari BI Rate, inflasi, kurs lebih dominan mempengaruhi indeks sektoral. BI Rate, inflasi, kurs berpengaruh negatif terhadap sektor pertanian, infrastruktur, manufaktur, pertambangan dan aneka industri. Hal ini mendukung
penelitian yang dilakukan Okky (2012) dan Kewal (2012) yang menyatakan kurs berpengaruh negatif terhadap indeks harga saham di Indonesia. Penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan Hsing (2011) yang menyatakan suku bunga, inflasi, kurs berpengaruh negatif terhadap indeks harga saham suatu negara. Penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi makro ekronomi segi moneter tidak berpengaruh terhadap sektor keuangan dan properti. Hal ini bertolak belakang dengan karakteristik dua sektor tersebut yang sensitif terhadap perubahan kondisi moneter. Hal tersebut dapat disebabkan karena sifat sektor keuangan dan properti yang langsung merespon perubahan moneter, dapat dikatakan berpengaruh dalam jangka pendek sedangkan penelitian ini menggunakan periode penelitian yang panjang yaitu delapan tahun. Faktor makro ekonomi segi riil yang terdiri dari cadangan devisa, ekspor, harga minyak mentah Indonesia berpengaruh negatif terhadap sektor pertanian, infrastruktur, manufaktur, pertambangan dan aneka industri. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan Ozcan (2012) dan Basci (2013) yang menyatakan ekspor berpengaruh terhadap indeks harga saham. Namun hal ini bertolak belakang dengan teori yang menyatakan bahwa cadangan devisa, ekspor, harga minyak mentah Indonesia berpengaruh positif terhadap indeks harga saham. Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi hal ini yaitu karakteristik sektor yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda terhadap kondisi ekonomi. Seperti sektor pertanian, manufaktur, aneka industri yang rentan terhadap gejolak harga dan biaya produksi. Ketika harga minyak mentah meningkat, maka biaya produksi akan meningkat dan menurunkan produksi, karena minyak mentah merupakan bahan baku untuk kegiatan operasional. Penurunan ini akan berpengaruh terhadap pendapatan perusahaan yang bergerak di sektor pertanian, yang akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan dan mempengaruhi harga saham. Penurunan harga minyak mentah diharapkan dapat mengurangi beban APBN dalam pembiayaan impor BBM bersubsidi, sehingga anggaran pemerintah dapat digunakan untuk proyek pembangunan lain. Sektor infrastruktur yang didominasi perusahaan perusahaan BUMN seperti menjadi pilihan investasi dan sentimen positif bagi investor. Hal ini dapat menyebabkan return dan harga saham infrastruktur meningkat. Sementara untuk sektor pertambangan Kementerian Energi dan Sumber Daya RI mengeluarkan peraturan yang tertuang dalam UU nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara kebijakan larangan ekspor raw mineral atau bahan mentah tambang ke luar negeri hal ini menjadi sentimen negatif bagi investor. Terjadinya structural break yang menggambarkan krisis perekonomian pada 2008 berpengaruh negatif terhadap return semua sektor. Selain itu, berdasar hasil penelitian return indeks sektoral di periode sebelumnya tidak berpengaruh terhadap sepuluh sektor. Hal ini disebabkan return indeks tidak hanya dipengaruhi pergerakan harga di masa lalu karena kondisi perekonomian yang lebih mendominasi dan berubah ubah setiap waktu.
E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kondisi makro ekonomi akan mempengaruhi kegiatan perusahaan sehari-hari yang akan berpengaruh pada harga saham dan kondisi sektoral di pasar modal. Karakteristik setiap sektor/ industri yang berbeda-beda akan memberikan respon yang berbeda pula terhadap kondisi perekonomian. Berdasarkan hasil penelitian, faktor makro ekonomi moneter (BI rate, inflasi, kurs) berpengaruh negatif terhadap sektor industri dasar dan kimia, barang konsumsi, manufaktur, pertambangan, aneka industri, perdagangan. Faktor makro ekonomi riil (cadangan devisa, ekspor, harga minyak mentah Indonesia) berpengaruh negatif terhadap sektor pertanian, infrastruktur, manufaktur, pertambangan dan aneka industri. Faktor makro ekonomi segi moneter lebih dominan dalam mempengaruhi indeks sektoral, Variabel-variabel moneter merupakan variabel makro yang mempengaruhi lingkungan dan kinerja perusahaan, yang nantinya berpengaruh terhadap masingmasing sektor. Terjadinya structural break yang menggambarkan krisis perekonomian pada periode 2007-2008 berpengaruh negatif terhadap semua sektor. Pergerakan indeks sektoral di masa lalu tidak berpengaruh terhadap sepuluh sektor karena kondisi perekonomian yang lebih mendominasi dan berubah ubah setiap waktu
Saran Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran yang diberikan yaitu: 1. Bagi investor, dapat menggunakan analisis fundamental makro ekonomi dan analisis sektoral sebelum melakukan investasi saham. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sektorsektor mana saja yang dapat dijadikan pilihan investasi. Sehingga dengan memecah investasi saham di beberapa sektor, dapat mengurangi risiko atau meminimalisir kerugian yang diterima oleh seorang investor dalam berinvestasi dalam pasar modal. 2. Pemerintah diharapkan dapat menjaga kondisi makro ekonomi terutama dari segi moneter yang langsung mempengaruhi kinerja perusahaan agar tetap stabil karena dapat mempengaruhi kinerja pasar modal terutama sektor-sektor saham. Pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan yang dapat mendorong kinerja pasar modal agar kondisi pasar modal di Indonesia stabil dan berkembang. 3. Bagi peneliti yang merasa tertarik untuk mengkaji bidang yang sama dengan penelitian ini disarankan untuk menggunakan variabel lain yang mempunyai pengaruh lebih besar terhadap pasar modal khususnya sektor-sektor dalam pasar modal, karena penelitian ini hanya mewakili sekitar 30% setiap sektornya.
DAFTAR PUSTAKA Basci, E. S., S. S. Karaca. 2013. The Determinants of Stock Market Index: VAR Approach to Turkish Stock Market. International Journal of Economics and Financial Issues 3 (1):163-171. Bodie, Z., A. Kane, dan A. J. Marcus. 2014. Manajemen Portofolio dan Investasi. Jakarta: Salemba Empat. Hasan, M. M. 2011. Sektor-Wise Stock Return Analysis: An Evidence from Dhaka Stock Exchange in Bangladesh. International Journal of Business and Management 6 (6):276285. Hsing, Y. 2011. The Stock Market and Macroeconomic Variabels in BRICS Country and Policy Implications. International Journal of Economics and Financial Issues 1 (1):12-18. Husnan, S. 2003. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN. Kewal, S., dan Suramaya. 2012. Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs dan Pertumbuhan PDB terhadap IHSG. Jurnal Ekonomika 8 (1). Okky, D., Setiawan. 2012. Permodelan Indeks Harga Saham, Kurs, Harga Minyak Dunia dengan Pendekatan Vector Autoregressive. Jurnal Sains dan Seni Institut Teknologi Sepuluh November 1 (1). Ozcan, A. 2012. The Relationship Between Macroeconomic Variabels and ISE Industri Index. International Journal of Economics and Financial Issues 2 (2):41-51. Roisondo, I. 2015. Analisis Pengaruh Indikator Makroekonomi dan Indeks Saham Regional ASEAN terhadap Pasar Saham Indonesia (IHSG). Skripsi. Universitas Brawijaya. Tandelilin, E. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Yogyakarta: BPFE. ——————. 2010. Portofolio dan Investasi. Yogyakarta: Kanisius. Wira. 2014. Analisis Fundamental Saham. Edisi Kedua. Jakarta: Exceed.