JIK Vol. 1 No. 18 Mei 2015: 867 - 934 E-ISSN: 2527717006
ANALISIS CAPAIAN INDIKATOR PEMBINAAN GIZI MASYARAKAT PROPINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2014 Nurjaya1, Abd. Farid Lewa2, Subur Djati Prayugi3 Abstrak :Sasaran pembinaan gizi masyarakat tahun 2010 – 2014 adalah menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi 15% dan prevalensi stunting menjadi setinggi-tingginya 32%. Sasaran tersebut dijabarkan menjadi indikator kinerja perbaikan gizi dengan pentahapan pencapaian indikator sampai dengan tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi status gizi anak usia 0 – 59 bulan dan untuk mengetahui pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat di Propinsi Sulawesi Tengah tahun 2014. Jenis penelitian adalahdeskriptif. Sampel adalah RT yang terpilih dari keluarga yang mempunyai anak usia 0 – 59 bulan Sampel kabupaten yang terpilih adalah kabupaten Donggala, kabupaten Parigi Moutong dan kabupaten Luwuk Banggai. Data status gizi menunjukkan balita gizi buruk sebesar 8,6%, balita gizi kurang sebesar 19,6%, balita sangat pendek sebesar 11,1%, balita pendek sebesar 22,7%, balita sangat kurus sebesar 4% dan balita kurus sebesar 10,4%. Status gizi balita berdasarkan pengukuran status gizi menurut indeks gabungan menunjukkan bahwa prevalensi balita yang pendek-normal menempati urutan tertinggi yakni sebesar 27%. Sedang capaian indikator pembinaan gizi masyarakat tahun 2014 adalah sebagai berikut : persentase balita ditimbang berat badannya secara teratur sebesar 42,23%, persentase balita gizi buruk yang ditangani sebesar 100%, persentase anak 6 – 59 bulan dapat kapsul vitamin A sebesar 69,55%, persentase bayi usia 0 – 5 bulan mendapat ASI eksklusif sebesar 38,3%, persentase ibu hamil mendapat 90 tablet Fe sebesar 71,8%, dan RT yang mengonsumsi garam beryodium sebesar 99,2%. Kesimpulan yang diperoleh adalah umumnya indikator tidak memenuhi target pencapaian, kecuali untuk indikator cakupan RT yang mengonsumsi garam beryodium dan balita gizi buruk yang ditangani. Kata kunci :Analisis, Indikator,Pembinaan Gizi Masyarakat Abstract :The target of community nutrition development on 2010-2014 is to decrease the prevalence of under nutrition to 15% and stunting to highest at 32%. This target is translated to performance indicator of nutrition improvement with stepping of reaching the indicator by 2014. This study was aimed to investigate nutritional status of child 0-59 month old and to know the performance achievement of of community nutrition development in Central Sulawesi Province on 2014. This study was a descriptive study. Sample were selected household which had child 0-59 month old. The selected region were Donggala, Parigi Moutong, and Banggai District. Result showed 8.6% severe underweight, 19.6% underweight, 11.1% severe stunting, 22.7% stunting, 4% severe wasting, and 10.4% wasting. According to combination indicator, 27% of children were stuntednormal. Whereas, the target of community nutrition development on 2010-2014 as follow : 42.23 percentage of children visiting Posyandu regularly, 100% of severe underweight child were treated, 69.55% of child got vitamin A capsule, 38.3% of child 0-5 mo get exclusive breastfeeding, 71.8% of pregnant womens got 90 Fe tablets, and 99.2% of household consume iodized salt. In conclusion, the general indicator did not meet the achievement target, except for indicator of coverage of household that consume iodized salt and treated severe underweight child. Keywords : Analusis, Indicator, Community nutrition development.
dengan sasaran perbaikan gizi jangka menengah yang ingindicapai adalah menurunkan prevalensi balita gizi kurang menjadi 15% dan prevalensi balita pendek menjadi 32% pada tahun 2014. Indikator luaran kegiatan pembinaan gizi
PENDAHULUAN(Introduction) Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010– 2014 bidang Kesehatan tercantum bahwa salah satu prioritas pembangunan nasional adalah perbaikan status gizi masyarakat 1
Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palu Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palu 3 Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palu 2
914
JIK Vol. 1 No. 18 Mei 2015: 867 - 934
ISSN: 1907- 459X
masyarakatyang ditetapkan yaitu cakupan balita ditimbang berat badannya dan cakupanbalita gizi buruk yang mendapat perawatan.Selainitu terdapat 6 (enam) indikator penunjang yaitu cakupan balita mendapat kapsul vitamin A, cakupan bayi 0 – 5 bulan mendapat ASI eksklusif, cakupan ibu hamil mendapat tablet Fe 90 tablet, cakupan rumah tangga yang mengonsumsi garam beryodium, penyediaan buffer stock MP-ASI untuk gizi darurat dan cakupan kabupaten/kota melaksanakan surveillance gizi (Dirjen Bina Gizi dan KIA, 2014) Capaian indikator pembinaan gizi masyarakat secara nasional pada tahun 2013 yang masihbelum memenuhi target adalah indikator cakupan bayi usia 0 – 5 bulan yang mendapat ASI eksklusif dan indikator cakupan rumah tangga yang mengonsumsi garam beryodium, yakni secara berturutturut 54,3% dari target 75% dan 74,7% dari target 85%. Beberapa masalah gizi yang masih mengemuka adalah jumlah anak kurang gizi yang secara absolut masih relatif banyak meskipun telah terjadi penurunan prevalensi gizi kurang yang cukup berarti. Dengan prevalensi gizi buruk sebesar 5,7% (Riskesdas 2013), berarti ada lebih dari 1 juta anak yang menderita gizi buruk yang tersebar di seluruh Indonesia. Disamping itu, balita pendek, prevalensinya cukup tinggi dan keadaan ini dapat berdampak negatif terhadap kualitas pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain masalah balita gizi kurang dan pendek, proporsi anak gemuk sudah cukup tinggi, yaitu sebesar 14,2%, lebih tinggi dibanding balita kurus. Masalah Kurang Vitamin A (KVA) pada balita secara klinis sudah tidak
merupakan masalah kesehatan masyarakat (prevalensi xeropthalmia<0,5%). Namun demikian masih banyak terdapat Kurang Vitamin A Subklinis. Pemantauan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) sesuai dengan hasil studi Intensifikasi Penanggulangan GAKI tahun 2003 dan Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa rata-rata ekskresi iodium urine (EIU)< 100 ug/L sebesar 16,7% dan 12,9%. Adapun masalah anemia, berdasarkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalensi anemia pada ibu hamil masih cukup tinggi yaitu sebesar 40,1% (Dirjen Bina Gizi dan KIA, 2014) Propinsi Sulawesi Tengah ditetapkan sebagai Daerah Bermasalah Kesehatan bersama dengan Sembilan propinsi lainnya pada tahun 2008. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, bahwa ratarata Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) kabupaten/kota di Propinsi Sulawesi Tengah berada pada nilai 0,39 hingga 0,52 (Kemenkes, 2010). Salah satu indikator mutlak IPKM dengan bobot 5 adalah masalah gizi yang meliputiprevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang, prevalensi balita pendek dan sangat pendek, prevalensi balita kurus dan sangat kurus, dan proporsi balita yang ditimbang secara rutin (Kemenkes, 2010) Pemantauan Status Gizi (PSG) secara periodik dan berkesinambungan dimaksudkan untuk memperoleh informasi situasi status gizi dan capaian kegiatan pembinaan gizi di suatu wilayah khususnya di kabupaten/kota secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan.Data yang dihasilkan dapat digunakan untuk 915
JIK Vol. 1 No. 18 Mei 2015: 867 - 934
ISSN: 1907- 459X
mengevaluasi kegiatan pembinaan gizi di propinsi Sulawesi Tengah.Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis capaian indikator pembinaan gizi masyarakat propinsi Sulawesi Tengah tahun 2014
kab/kota dilakukan secara systematic random sampling); 3.Pemilihan sampel rumah tangga di setiap desa (10 rumah tangga per desa). Total sampel 900 rumah tangga. Data yang dikumpulkan meliputi: status gizi balita dan dewasa,balita menimbang berat badan secara teratur, Penderita Gizi Buruk yang mendapat perawatan, Konsumsi tablet Fe pada ibu hamil, Ibu nifas mendapat kapsul vitamin A, Balita 6 – 59 bulan mendapat kapsul vitamin A, ASI eksklusif dan konsumsi garam beriodium. Pengumpulan datamelalui wawancara dan pengukuran langsung.
METODE PENELITIAN(Methods) Penelitian ini terintegrasi dengan kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG) Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014 yang dilaksanakan di tiga kabupaten sebagai sampel penelitian (Banggai, Donggala dan Parigi Moutong), yang dilaksanakan pada tanggal 17-29 Nopember 2015. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif.Populasi dalam penelitian ini adalah semua rumah tangga yang mempunyai anak balita usia 0 – 59 bulan. Sampel adalah rumah tangga yang terpilih dari populasi. Penentuan sampel (sampling) dilakukan dengan 3 (tiga) tahap , yakni : 1. Pemilihan sampel kabupaten/kota (30% dari jumlah kabupaten/kota); 2. Pemilihan klaster untuk setiap kabupaten/kota (30 desa per
30
24,7
20 10
HASIL PENELITIAN(Result) 1. Status Gizi Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014 a. Status gizi balita 0 – 59 bulan 1) Prevalensi status gizi anak balita berdasarkan indeks BB/U Gambar 4.1 Prevalensi status gizi anak balita berdasarkan indeks BB/U
8,7
11,3
20,7
9,7
7,3
19,6 6,7
8,6
2
1,7
1,4
0 Banggai
Donggala Gizi Buruk
Parimo
Gizi Kurang
Total
Gizi Lebih
Sumber : data primer terolah, 2014
Prevalensi balita gizi kurang Propinsi Sulawesi Tengah tahun 2014 sebesar 19,6 %, tertinggi di Kabupaten Donggala 24,7% dan terendah di Kabupaten Banggai 11,3%.
Prevalensi balita gizi buruk 8,6%, tertinggi di Kabupaten Donggala 9,7% dan terendah di Kabupaten Parigi Moutong 7,3%.
916
JIK Vol. 1 No. 18 Mei 2015: 867 - 934
Prevalensi
status
gizi
ISSN: 1907- 459X
anak
balita
berdasarkan indeks TB(PB)/U
Gambar 4.2 Prevalensi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Indeks TB(PB)/U 30
25
22,3
20 10
22,7
20,7 14,3
11,1
9,7
9,3 2
2
1,6
0,7
0 Banggai
Donggala Sangat Pendek
Parimo Pendek
Total
Tinggi
Sumber : data primer terolah, 2014
Prevalensi balita pendek masih cukup tinggi di Propinsi Sulawesi Tengah dan hampir sama pada semua kabupaten penelitian (ratarata 22,7%). Sedangkan balita sangat
pendek juga cukup tinggi dengan prevalensi rata-rata sebesar 11,1%.
2) Prevalensi status gizi anak balita berdasarkan indeks BB/TB(PB) Gambar 4.3 Prevalensi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Indeks BB/TB(PB) 12
10,7
10,7
10
10,4
10 8 6 4
5,3 3,7
5
3
5
4
3 1
2 0 Banggai
Donggala Sangat Kurus
Parimo Kurus
Total
Gemuk
Sumber : data primer terolah, 2014
Prevalensi balta balita kurus hampir sama di
10,4%.Sedangkan
semua
sebesar
kabupaten
dengan
rata-rata 917
balita
sangat
kurus 4%.
JIK Vol. 1 No. 18 Mei 2015: 867 - 934 E-ISSN: 2527717006
3) Prevalensi status gizi anak balita berdasarkan indeks gabungan
Gambar 4.4 Prevalensi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Indeks Gabungan 40
30,7 25,3
30
27
25
20 6 7,3
10
7,3 7
0,3 2,7
7,3
3,7
5,3 8
0 1
6,2 7,4
0,6 2,4
0 Banggai
Donggala
Parimo
Pendek-Kurus
Normal-Kurus
Pendek-Gemuk
Normal-Gemuk
Total
Pendek-Normal
Sumber : data primer terolah, 2014
Prevalensi balita pendek – normal cukup
dan prevalensi balita pendek-gemuk sangat
tinggi dengan nilai rata-rata sebesar 27%
rendah sebesar 0,6%.
b. Status gizi orang dewasa Gambar 4.5 Prevalensi Status Gizi (IMT) Pada Orang Dewasa 23,6
25 20 15
23,1
16
15,9
15
13,2
11
8,6
10 5
23,2
22,4
3
5,7
5,3 1,9
1,5
1,4
0 Banggai
Donggala sangat Kurus
Kurus
Parimo Gemuk
Total Obesitas
Orang dewasa cenderung menderita
sebesar 23,1% dengan sebaran antar
Obesitas dengan prevalensi rata-rata
kabupaten yang tidak jauh berbeda.
918
JIK Vol. 1 No. 18 Mei 2015: 867 - 934
ISSN: 1907- 459X
2. Balita menimbang berat badan secara teratur di Propinsi Sulawesi Tengah
Tabel 4.1 Jumlah Balita Yang Datang Dan Ditimbang Di Posyandu Dalam 6 Bulan Terakhir Frekuensi datang dan ditimbang Tidak pernah Satu kali Dua kali Tiga kali Empat kali Lima kali Enam kali Total
n
%
169 48 50 69 67 117 380 900
18.8 5.3 5.6 7.7 7.4 13.0 42.2 100.0
Banggai (%) 24.0 8.3 7.7 8.3 6.0 13.0 32.7 100.0
Balita yang dinimbang berat badannya secara teratur dalam 6 bulan terakhir dengan frekuensi ≥ 4 kali sebesar 62,6% dan masih terdapat balita yang tidak
Donggal a (%) 12.7 4.0 3.0 4.3 8.3 15.3 52.3 100.0
Gizi
Buruk
yang
19.7 3.7 6.0 10.3 8.0 10.7 41.7 100.0
pernah ditimbang sama sekali dengan persentase yang lrelatif besar yakni 18,8%. dan
3. Balita
Parimo (%)
mendapat
seluruhnya
perawatan
perawatan
di
telah
Rumah
mendapat Sakit
dan
Puskesmas.
Terdapat 10 balita dari 93 balita yang menyandang status gizi sangat kurus
4. Konsumsi tablet Fe pada ibu hamil
Tabel 4.3 Jumlah tablet Fe yang diperoleh ibu hamil Jumlah tablet n % 30 butir 19 67.9 60 butir 6 21.4 90 butir 3 10.7 Total 38 100.0 Sumber : data primer terolah, 2014
Banggai 60.0 30.0 10.0 100.0
Donggala 63.6 18.2 18.2 100.0
Parimo 85.7 14.3 0.0 100.0
Cakupan ibu hamil yang mendapatkan
mendapat 30 butir tablet Fe sebesar
90 tablet Fe hanya 10,7% dan yang
67,9%.
919
JIK Vol. 1 No. 18 Mei 2015: 867 - 934
ISSN: 1907- 459X
5. Ibu nifas mendapat kapsul vitamin A Tabel 4.4 Persentase ibu nifas yang menerima kapsul vitamin A Konsumsi % Ya 60.0 Tidak 40.0 Total 100.0 Sumber : data primer terolah, 2014
Cakupan
Banggai 33.3 66.7 100.0
Donggala 90.9 9.1 100.0
Parimo 37.5 62.5 100.0
ibu nifas yang menerima
kapsul vitamin A sebesar 60% dengan kontributor terbesar ada pada kabupaten Donggala (90,9%). 6. Balita 6 – 59 bulan mendapat kapsul vitamin A Tabel 4.5 Persentase bayi 6 – 11 bulan yang mendapat kapsul vitamin A 6 bulan terakhir Konsumsi % Banggai Ya 68.2 63.6 Tidak 31.8 36.4 Total 100.0 100.0 Sumber : data primer terolah, 2014
Donggala 62.3 37.7 100.0
Cakupan balita 6 – 11 bulan yang mendapat kapsul vitamin A 6 bulan terakhir sebesar 68,2%, dengan
Parimo 74,1 25.9 100.0
cakupan tertinggi di Kabupaten Parigi Moutong sebesar 74,1%.
Tabel 4.6 Persentase bayi 12 – 59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A 6 bulan terakhir Konsumsi % Banggai Ya 70.9 69.3 Tidak 29.1 30.7 Total 100.0 100.0 Sumber : data primer terolah, 2014
Donggala 97.5 2.5 100.0
Parimo 44.3 55.7 100.0
Cakupan balita 12 – 59 bulan yang
69,55% dengan contributor terbesar ada
mendapat kapsul vitamin A sebesar
pada Kabupaten Donggala.
920
JIK Vol. 1 No. 18 Mei 2015: 867 - 934
ISSN: 1907- 459X
7. ASI eksklusif Gambar 4.6 Persentase bayi 0 – 5 bulan yang memperoleh ASI eksklusif 80 60
68
59,1
56,9 43,1
40,9
38,3
32
40
61,7
20 0 Banggai
Donggala ASI Eksklusif
Parimo
Total
ASI Non Eksklusif
Sumber : data primer terolah, 2014
Cakupan bayi yang memperoleh ASI
kabupaten
eksklusif
persentase yang tidak jauh berbeda.
hanya
38,3%,
dansemua
penelitian
memiliki
8. Konsumsi garam beriodium. Gambar 4.7 Persentase konsumsi garam beriodium di rumah tangga 150 100
99,7
98,7
99,3
99,2
50 1,3
0,8
0,7
0,3
0 Banggai
Donggala
Mengandung Iodium
Parimo
Total
Tidak Mengandung Iodium
Sumber : data primer terolah, 2014
Cakupan konsumsi garam beriodium cukup
Prevalensi balita gizi kurang dan pendek + sangat pendek di Propinsi Sulawesi Tengah masih cukup tinggi (19,6% dan 33,8%) atau belum bisa target tahun 2014. Prevalensi balita gizi buruk juga belum teratasi dengan rata-rata prevalensimasih sebesar
tinggi dengan rata-rata sebesar 99,2% PEMBAHASAN (Discuss) 1. Status Gizi a. Status Gizi Balita
921
JIK Vol. 1 No. 18 Mei 2015: 867 - 934
ISSN: 1907- 459X
8,6%.Tingginya prevalensi balita pendek di Sulawesi Tengah menunjukkan adanya ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu yang panjang Terdapat beberapa prediktor/penyebab meningkatnya prevalensi balita pendek diantaranya adalah pola pemberian ASI dan MP ASI yang tidak benar (penelitian Ramli, et.al, 2009; Sofyan, 2005), personal higiene yang rendah (penelitian Antwiiwa, et.al, 2008), pemberian makanan prelakteral (penelitianThesome, 2009). Prevalensi pertumbuhan balita pendek merefleksikan prevalensi BBLR dalam suatu populasi.Pertumbuhan pendek pada dua tahun pertama kehidupan berhubungan dengan BBLR yang juga berkaitan dengan defisiensi gizi pada ibu selama kehamilan. b. Status Gizi Orang Dewasa Berdasarkan data PSG 2014, rata-rata obesitas pada orang dewasa di Sulawesi Tengah mencapai 23,1%. Hal ini berarti bahwa beban gizi ganda telah terjadi Sulawesi Tengah.Peningkatan proporsi obese mengindikasikan perlunya perbaikan pola makan sejak dini dan olahraga yang teratur guna mempertahankan berat badan ideal hingga usia dewasa bahkan sampai usia lanjut. 2. Balita menimbang berat badan secara teratur Cakupan balita yang ditimbang secara teratur (D/S) hanya 62,2%, tidak mencapai target Nasional sebesar 85% .
Kondisi yang memprihatinkan bahwa masih terdapat 18,8% balita yang tidak pernah ditimbang. Untuk mencapai target tersebut dibutuhkan kerja keras dari semua pihak yang terkait. Penimbangan berat badan pada balita umumnya dilakukan dalam kegiatan posyandu.Perkembangan dan peningkatan mutu pelayanan posyandu, termasuk peningkatan cakupan D/S di suatu wilayah, sangat dipengaruhi oleh peran serta masyarakat diantaranya adalah kader.Selain itu, kecenderungan dewasa ini adalah minimnya peran pemerintah ditingkat kecamatan/desa dalam pembinaan posyandu, dan segala aspek yang berkaitan dengan urusan posyandu lebih dibebankan pada petugas kesehatan di puskesmas. 3. Balita Gizi Buruk yang mendapat perawatan Data PSG 2014 menunjukkan bahwa balita yang sangat kurus pada daerah penelitian yang ditemukan sebanyak 10 orang, dan kesemuanya (100%) pernah mendapat perawatan di pelayanan kesehatan yakni di puskesmas dan rumah sakit. Namun penelitian initidak dapat mengungkapkan bahwa balita sangat kurus tersebut mendapat perawatan di fasilitas kesehatan karena menderita suatu penyakit tertentu atau karena semata-mata karena keadaan kurang gizi. 4. Konsumsi tablet Fe pada ibu hamil Cakupan konsumsi 90 tablet Fe pada ibu hamil hanya sebesar 10,7%, masih sangat jauh dari target Nasional sebesar 95, bahkan menuun bila dibandinghkan dengan data Riskesdas 2013 sebesar 922
JIK Vol. 1 No. 18 Mei 2015: 867 - 934
ISSN: 1907- 459X
20,4%. Rendahnya cakupan konsumsi 90 tablet Fe pada ibu hamil dapat dihubungkan dengan rendahnya cakupan ANC (K1 ideal) yakni sebesar 65,9% (Riskesdas 2013)dan golongan ibu hamil yang memiliki cakupan K1 ideal yang paling rendah berasal dari keluarga miskin (kuintil terbawah).Cakupan K4 juga sangat rendah (< 60%) dan propinsi Sulawesi Tengah menempati urutan ke-6 terendah cakupan K4 ibu hamil dari seluruh propinsi di Indonesia. Untuk meningkatkan cakupan konsumsi 90 tablet Fe pada ibu hamil, cakupan ANC dengan K1 ideal perlu ditingkatkan kualitasnya. Indikator yang digunakan untuk menggambarkan akses ibu hamil terhadap pelayanan antenatal adalah cakupan K1 : kontak pertama dan K4 ; kontak 4 kali dengan tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi sesuai dengan standar. Pelayanan antenatal di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta dan praktik perorangan/kelompok perlu dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu, mencakup upaya promotif, preventif sekaligus kuratif dan rehabilitatif, yang meliputi pelayanan KIA, gizi, pengendalian penyakit menular, penanganan penyakit kronis serta beberapa program lokal dan spesifik lainnya sesuai dengan kebutuhan program. 5. Ibu nifas mendapat kapsul vitamin A Cakupan ibu nifas yang mendapat kapsul vitamin A di Propinsi Sulawesi Tengah sebesar 60%. Cakupan tertinggi terdapat di kabupaten Donggala (90%), sedangkan kabupaten Parimo dan kabupaten Banggai hanya sekitar 30-an
persen. Nampak adanya fenomena yang menarik bahwa diantara tiga kabupaten yang menjadi daerah penelitian, kabupaten Donggala memiliki cakupan yang tinggi untuk beberapa indikator pembinaan gizi, misalnya cakupan ibu nifas yang memperoleh kapsul vitamin A (90%), cakupan balita 12 – 59 bulan yang memperoleh kapsul vitamin A 6 bulan terakhir (97,5%), cakupan konsumsi 90 tablet Fe pada ibu hamil (18,2%), cakupan balita yang menimbang berat badan secara teratur (52,3%). Namun nyatanyakontradiktif dengan data masalah gizi yang ada di kabupaten Donggala.Balita gizi kurang dan balita pendek persentase tertinggi terdapat di kabupaten Donggala, ibu hamil dan WUS KEK persentase tertinggi juga terdapat di kabupaten Donggala. Kenyataan demikian membuktikan bahwa efektifitas program terhadap peningkatan status gizi masyarakat masih sangat rendah. Perlu kajian lebih lanjut guna mengungkap kesenjangan tersebut, disamping tentu saja diperlukan peningkatan evaluasi dan monitoring program gizi di tingkat kabupaten/kota. 6. Balita 6 – 59 bulan mendapat kapsul vitamin A Cakupan balita 6 – 59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A sebesar 69,55%. Pencapaian ini juga tidak mencapai target(85%). Data ini tidak jauh berbeda dengan hasil Riskesdas 2013 (69,3%). Jika dikaji lebih lanjut, cakupan balita 6 – 59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A cenderung akan sama dengan cakupan 923
JIK Vol. 1 No. 18 Mei 2015: 867 - 934
ISSN: 1907- 459X
penimbangan balita secara teratur (62,2%). Diperlukan upaya ekstra dari kader posyandu untuk melakukan “sweeping” pada anak balita yang belum mendapat kapsul vitamin A pada setiap bulan pemberian vitamin A. Peningkatan kinerja puskesmas juga perlu mendapat perhatian guna peningkatan cakupan pemberian kapsul vitamin A. 7. ASI ekslusif Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0 – 5 bulan hanya 38,3%. Pencapaian ini sangat jauh dari target (80%). Hal ini dapat dihubungkan dengan tingginya persentase pemberian makanan prelakteral pada bayi usia 0 – 5 bulan yakni 52,8% dimana jenis makanan prelakteral yang paling banyak diberikan adalah susu formula (65,2%), selanjutnya madu dan air (20%) dan air gula (18,3%) (Riskesdas Propinsi Sulawesi Tengah, 2013).Hal ini menunjukan bahwakebijakan dan program pemerintah terkait dengan pemberian ASI Ekslusif sebagaimana diatur dalam PP Nomor 33/2012 tentang Pemberian Asi Eksklusifdan Kepmenkes Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian ASI Eksklusif pada bayi di Indonesia ternyata belum diimplementasikan dengan baik di lapangan. 8. Konsumsi garam beriodium Salah satu indikator pembinaan gizi yang memenuhi target pencapaian adalah konsumsi garam beryodium (99,2%). Jenis garam yang paling banyak digunakan adalah garam halus (73,2%). Di daerah Sulawesi Tengah,
terdapat jenis garam berbentuk briket (balok) dan banyak dijual di pasar-pasar tradisional.Garam jenis tersebut umumnya belum difortifikasi dengan yodium dan banyak digunakan dalam pembuatan telur asin atau ikan asin karena bentuknya yang agak kasar. KESIMPULAN(Conclussion) 1. Prevalensi balita pendek dan sangat pendek masih cukup tinggi di propinsi Sulawesi Tengah sebesar 33,8%, prevalensi balita gizi kurang juga masih cukup sebesar 19,6%. Propinsi Sulawesi Tengah belum dapat bisa memberikan kontribusi dalam upaya mencapai target RPJMN 2010 - 2014 di bidang kesehatan dengan sasaran perbaikan status gizi masyarakat yaitu menurunkan prevalensi balita gizi kurang menjadi 15% dan balita pendek menjadi 32%. 2. Tingginyaprevalensi masalah gizi balita di Propinsi Sulawesi Tengah memiliki keterkaitan linier dengan rendahnyacapaian indikator pembinaan gizi masyarakat. Dari keenam indikator pembinaan gizi, hanya ada 2 (dua) indikator yang mencapai target nasional yang telah ditetapkan yakni cakupan RT yang mengonsumsi garam beryodium dan balita gizi buruk yang ditangani. 3. Indikator pembinaan gizi masyarakat yang masih jauh capaiannya dari target nasional adalah balita ditimbang berat badannya secara teratur (42,23%) dan bayi usia 0 – 5 bulan yang mendapat ASI eksklusif (38,3%). SARAN(Suggestion)
924
JIK Vol. 1 No. 18 Mei 2015: 867 - 934
ISSN: 1907- 459X
1. Diperlukan komitmen kerja sama lintas program dan lintas sektor yang cukup tinggi didalam penanggulangan masalah gizi pada balita di Propinsi Sulawesi Tengah 2. Perlunya ditingkatkan monitoring dan evaluasi di lapangan terhadap indikator pembinaan gizi masyarakat disertai dengan penetapan regulasi terhadap reward dan punishment yang diberikan kepada pelaksana di tingkat lapangan.
Infection in U.S Children. Pediatrics; 117(2): 425 – 32 Dirjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Naskah Akademik Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta: Dirjen Bina Gizi dan KIA; 2013 Dirjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Rencana Aksi Akselerasi Pemberian ASI Eksklusif 2012 – 2014. Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan KIA; 2013 Dirjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat Tahun 2014. Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan KIA; 2014 Dirjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Pedoman Teknis Pemantauan Status Gizi Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan KIA; 2014 Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu.Jakarta : Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI; 2010 Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI. Pedoman Pelaksanaan Pemantauan Garam beryodium di tingkat Masyarakat. Jakarta: Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat; 2010 Fewtrell MS, Morgan JB, Duggan C, Gunnilaugson G, Hibberd PL, Lucas A, Kleinman RE . Optimal Duration of Exclusive Breastfeeding:What is the Evidence to Support Current Recommendation?. Am J Clin Nutr (suppl) 2007; 85 (2): 635s-638s Isaura.V. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Kader Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan Tahun
DAFTAR PUSTAKA Antwiwaa C, Lartey A. Influence of Care Practices on Nutritional Status of Ghanaian Children. Nutrition Research and Practices 2008; 2 (2): 93 – 99 Arifeen S, Black RE, Antelman G, Baqui A, Caulfield L, Becker S. Exclusive Breastfeeding Reduces Acute Respiratory Infection and Diarrhea Deaths among Infants in Dhaka Slums. Pediatrics 2001; 108 (4) : E67 Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Tengah.Sulawesi Tengah dalam Angka. BPS Sulteng; 2009 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.Riset Kesehatan Dasar dalam Angka Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2013. Jakarta: Lembaga Penerbitan Balitbangkes; 2013 Badham J, Sweet L. Stunting: An Overview. Sight and Life Magazine 2010; 3: 40 – 47 Chantry CJ, Howard CM, Auinger P. Full Breastfeeding Duration and Associated Risk of Respiratory Tract
925
JIK Vol. 1 No. 18 Mei 2015: 867 - 934
ISSN: 1907- 459X
2011.Skripsi : Universitas Andalas; 2011. Joko.HT. Cakupan Program Pemberian Kapsul Vitamin : Studi Kasus di Puskesmas Kampung Sawah Kota Bandar Lampung Tahun 2002. Skripsi : Universitas Indonesia; 2002. Kementerian Kesehatan RI. Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Balitbangkes; 2010 Kementerian Kesehatan RI-Pokjanal Posyandu. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. Jakarta : Kemenkes RI; 2011. Lewit EM, Kerrebrock N. Population-Based Growth Stunting. The Future of Children CHILDREN AND POVERTY 1997; 7 (2): 149 – 56 Ramli, Agho KE, Inder KJ, Bowe SJ, Jacobs J, Dibley MJ. Prevalence and Risk Factors for Stunting and Severe Stunting among Under Fives in North Maluku Province of Indonesia. BMC Pediatrics 2009; 9 (64): 1471 – 2431 Ridwan.E. Cakupan Suplementasi Vitamin A dalam Hubungannya dengan Karakteristik Rumah Tangga dan Akses Pelayanan Kesehatan pada Anak Balita di Indonesia : Analisis Data Riskesdas 2010. Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013: 16 (1) : 1 – 6 Salimah, Jahari AB, Mulyati S, Triwinarto A, Irawati A. Karakteristik Masalah Pendek (Stunting) pada Balita di seluruh Indonesia. Penel. Gizi Makan 2009; 32: 63 – 74 (suppl)
Sofyan S. Hubungan Sumber Daya dan Perilaku Pengasuhan dengan Kejadian Malnutrisi Kronik Anak Balita Umur 12 – 59 bulan di Propinsi Maluku Utara. Tesis: Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin; 2005 Teshome B, Kogi-makau W, Getahun Z, Taye G. Magnitude and Determinants of Stunting in Children Under Five Years of Age in Food Surplus Region of Ethiopia: the Case of West Gojam Zone. Ethiopia J Health Dev. 2009; 23(2): 98 – 106 Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
926