ANALISIS AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH TERHADAP HOTEL NATAMA PADANGSIDIMPUAN
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE. Sy)
Oleh: IMAM ABDUL HADI NIM : 106046101638
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010
ANALISIS AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH TERHADAP HOTEL NATAMA PADANGSIDIMPUAN
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE. Sy)
Oleh: IMAM ABDUL HADI NIM : 106046101638
Di Bawah Bimbingan
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP : 195505051982031012
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul ANALISIS AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH TERHADAP HOTEL NATAMA PADANGSIDIMPUAN telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SE.Sy) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam). Jakarta 2 September 2010S Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof.DR.H.Muhammad Amin Suma,SH,MA,MM NIP.195505051982031012
PANITIA UJIAN 1. Ketua
: Euis Amalia,M.Ag NIP. 197107011998032002
(……………..)
2. Sekretaris
: Ah.Azharuddin Lathif,M.Ag NIP. 197407252001121001
(……..............)
3. Pembimbing I : Prof.DR.H.Muhammad Amin Suma,SH,MA,MM NIP. 195505051982031012
(……………..)
4. Penguji I
: Ah.Azharuddin Lathif,M.Ag NIP. 197407252001121001
(……………..)
5. Penguji II
: Wiwi Ma’sum,M.A
(……………..)
.
NIP. 196606161997031002
KATA PENGANTAR
ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, yang Maha Mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. Puji dan syukur hanya kepada-Mu ya Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat dan rahmat serta hidayah kepada hamba untuk menikmati indahnya ilmu dan pengetahuan yang Kau berikan. Dengan izin dan rahmat-Mu hamba dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat dan salam kepada Nabi besar Muhammad SAW yang membawa alQur’an dan hadis kepada ummatnya, untuk menjadi tuntunan hidup dalam mencapai kebaikan di dunia dan di akhirat. Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini, berkat masukan, bimbingan dan dorongan semangat kepada penulis, akhirnya penulis dapat menyelsaikan skripsi ini, diantaranya: 1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan serta nasihat kepada penulis. 2. Dr. Euis Amalia, M.Ag., Ketua Program Studi Muamalat dan H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag MH., Sekretaris Program Studi Muamalat.
i
3. Seluruh Dosen serta segenap Civitas Akademi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang semoga berguna dan bermafaat bagi penulis dan masyarakat. 4. Pimpinan serta staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak Ali Hasyim Siregar, SE sebagai manager hotel Natama Padangsidimpuan, Ibu Deliani, dan seluruh staf, karyawan Natama Hotel Padangsidimpuan yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini. 6. Kepada Ayahanda (Drs. H. Ahmad Syaukani) dan Ibunda (Hj. Farida Hanum Mtd) tercinta yang telah memberikan segala kasih dan sayang kepada penulis, memberikan dukungan moril maupun materil serta do’anya yang selalu mengiringi setiap langkah penulis, hingga dapat menyelesaikan skripsi ini, terimakasih Ayah, terimaksih Umak. 7. Untuk kakakku Sri Ramadhani, abangku Yasir Ahmadi, serta adik-adikku tersayang Nur Akmal Hayati dan Ati Naili Azmi. Terimakasih atas dukungan dan doanya selama ini. 8. Untuk dinda tersayang, terimakasih atas setiap dorongan semangat dan selalau mengingatkan penulis, hingga akhirnya skripsi ini dapat selesai. 9. Untuk Uak Basrah dan keluarga, Fuad, Fadli, nantulang dan nenek tersayang terimakasih atas segala doa, dukungan dan bantuannya.
ii
10. Untuk teman-teman di kos-kosan, Bang Dirman, Bang Rosyid, Bang Anwar, Cheppy, Lukman, Suharto, Fai, yang selalu memberi semangat. Dan teman-teman di IKA-DM Jakarta, Zul Hamdi, Rifai, dkk, tetap semangat dan kompak. 11. Untuk Korps tercinta Menwa Wira Dharma UIN Jakarta, para senior, temanteman satu Angkata Mahakam, Hafiz, Mahatir dan Tety yang sama-sama menajalani hari-hari indah di kesatrian. Serta adik-adik yang akan melanjutakan perjuangan korps kedepannya. 12. Untuk teman-teman di PS A 2005, Syarif, Erhans, Dadi, Keny, Ridho, Rizki, Armis,
Saumi,
Ishak,
dkk.
Terimakasih
atas
bantuan
dan
semangat
persaudaraannya selama ini. 13. Untuk teman-teman di Rental ex-tention, tetap semangat dan kompak, Lalith, Daus, Achong, Furqo, Irfan, ubay, didin, bu evha, febri, santi, dkk trimaksih teman.
Jakarta, Juli 2010
Imam Abdul Hadi
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................
i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iv
BAB I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah..............................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .........................................
4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................
4
D. Tinjauan Kajian Terdahulu ........................................................
5
E. Kerangka Teori dan Konseptual .................................................
7
F. Metode Penelitian .......................................................................
9
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 12
BAB II.
LANDASAN TEORI A. Akad Menurut Hukum Islam ...................................................... 14 B. al-Murabahah ............................................................................ 34 C. Dasar Hukum Murabahah Pada Perbankan Syariah ...................
BAB III.
GAMBARAN UMUM NATAMA HOTEL DAN PT. BANK SYARIAH MANDIRI. A. Gambaran Umum Natama Hotel Padangsidimpuan ................... 62 B. Gambaran Umum Bank Syariah Mandiri ...................................
iv
BAB IV.
ANALISIS MANDIRI
AKAD
MURABAHAH
DENGAN
BANK
HOTEL
SYARIAH NATAMA
PADANGSIDIMPUAN A. Bentuk Pembiayaan Murabahah terhadap Hotel Natama Padangsidimpuan ........................................................................ B. Isi Akad Murabahah.................................................................... C. Analisis Proses Pencapaian Akad Murabahah ........................... D. Analisi Isi Akad Murabaha ......................................................... BAB V.
PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. 96 B. Saran ........................................................................................... 97
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 99 LAMPIRAN
v
BAB II LANDASAN TEORI
A. Akad 1. Pengertian Akad Akad (al-‘aqd, jamaknya al-‘Uqud) secara bahasa berarti al- Rabth: “ikatan, mengikat ”
ﺣ ﱠﺘﻲ َ ﺧ ِﺮ َﻻ َ ﺣ ُﺪ ُه َﻤﺎ ِﺑﺎ َ ﺷ ﱠﺪ َا َ ﺣﺒَْﻠﻴﻦ َو َﻧﺤْﻮ ُه َﻤﺎ َو َ ﻃﺮ َﻓﻲ َ ﺟﻤ ُﻊ َ َو ُه َﻮ .ﺣ َﺪ ٍة ِ ﺤﺎ َآ ِﻘﻄْ ٍَﻌﺔ َوا َ ﻼ َﻓ َﻴﺼْ َﺒ َﺼ ِ َﻳ ﱠﺘ “al-Rabth, yaitu menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satu pada yang lainnya hingga keduanyan bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.” 1 Selain itu al-qur’an juga menggunakan kata ‘aqd (jamaknya al-uqud) dengan pengertian sumpah seperti terdapat pada surat al-Nisa ayat 33. Dalam terminologi Hukum Islam akad di defenisikan dengan:
ﺤّﻠﻪ َ ﺖ َا َﺛ َﺮ ُﻩ ِﻓﻲ َﻣ ُ ﻋَﻠﻲ َوﺟْ ِﻪ َﻣﺸْ ُﺮوع َﻳﺜْ ُﺒ َ ل ٍ ﺟﺎب ِﺑ َﻘ ُﺒﻮ َ ط ِا ُ ِارْ ِﺗ َﺒﺎ Artinya: “akad adalah pertalian antara ijab dengan qobul yang dibenarkan secara syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya” 2
1
Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstua (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 75 2
Mas’adi, Fiqih Muamalah, h. 76
14
15
Kemudian menurut istilah Fuqaha akad ialah:
ع َﻳﺜْ ُﺒﺖ اﻟ ﱠﺘﺮاض ِ ﻲ َوﺟْ ِﻪ َﻣﺸْ ُﺮو َ ﻋﻠ َ ل ٍ ب ِﺑ َﻘ ُﺒﻮ ِ ﺠﺎ َ ﻻﻳ ِ ِارْ ِﺗ َﺒﺎط ا Artinya: “Perikatan antara ijab dengan qabul yang dibenarkan secara syara’ yang menetapkan keridhoan kedua belah pihak.” 3 Pengertian akad juga dapat dijumpai dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/16/PBI/2008 Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. Dalam Ketentuan Pasal 1 ayat 7 dikemukakan bahwa akad adalah Kesepakatan tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) antara bank dengan pihak lain yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah. Terdapat pula pakar yang mendefenisikan akad sebagai suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang berdasarkan kesepakatan atau kerelaan bersama. 4 Dalam Hukum Islam istilah kontrak tidak dibedakan dengan perjanjian, keduanya identik disebut akad. Sehingga dalam hal ini penulis membuat kesimpulan bahwa akad merupakan kesepakatan bersama baik lisan, isyarat ataupun tulisan dua pihak atau lebih dengan kata lain mempertemukan antara ijab yang di nyatakan salah satu pihak dengan kabul dari pihak lainnya
3
Hasbi, Pengantar Fiqih Muamalah, h. 33
4
Ibid.,34
16
yang sesuai dengan syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. 2. Asas-asas Akad Asas berasal dari bahasa Arab “asasun” yang berarti dasar, basis, dan fondasi. Dalam kamus “al-Mawrid”, ususun diartikan dengan fundamentals, basic, 5 Secara terminologi, asas adalah dasar atau sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpedapat, 6 yaitu kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya. 7
Mohammad Daud Ali,
mengartikan asas apabila dihubungkan dengan kata hukum adalah kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan pendapat, terutama, dalam penegakan dan pelaksaan hukum. 8 Kaitannya dengan Hukum Perikatan Islam, dalam perjanjian ada beberapa asas yang melandasi akad, yaitu: a. Asas Ibahah (Mabda’ al-Ibahah) Asas ibahah adalah asas umum hukum Islam dalam bidang muamalat secara umum. Asas ini dirumuskan dalam kaidah fiqih dalam bidang muamalat
5
“Pada asasnya segala sesuatu itu boleh dilakukan
Rohi Baalbaki, al-Mawrid. (Lebanon: Dar El-ILM Lilmalayin, 1991) h.80
6
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus BesarBahasa Indonesia,ed. 3. (Jakarta: Balai Pustaka.2002) h. 70 7
Ibid., h. 896
8
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam. h. 30
17
sampai ada dalil yang melarangnya.” 9 Asas ini merupakan kebalikan dari asas yang berlaku dalam masalah ibadah. Dalam hukum Islam, untuk tindakan-tindakan ibadah berlaku asas bahwa bentuk-bentuk ibadah yang sah adalah bentuk-bentuk yang disebutkan dalam dalil-dalil Syariah. Bila kita kaitkan dengan tindakan hukum, khususnya perjajian, maka ini berarti bahwa tindakan hukum dan perjanjian apa pun dapat dibuat sejauh tidak ada larangan khusus mengenai perjajian itu. b. Asas Kebebasan Berakad (Mabda’ Hurriyah at-Ta’aqud) Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu suatu prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad jenis apapun, bentuk dan isi akad tersebut dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan dan kehendak pihak-pihak yang berakad. Apabila akad tersebut telah disepakati bentuk dan isinya maka perjanjian tersebut mengikat pihak-pihak yang telah bersepakat dan harus dilaksanakan segala hak dan kewajibannya. Namun kebebebasan ini tidak mutlak, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam, maka perjajian itu dapat dilaksanakan. Menurut Fathurrahman Djamil bahwa “Syariat Islam memberikan kebebasan pada setiap orang yang melakuakan akad sesuai dengan yang diinginkan, tetapi yang menentukan syarat sahnya adalah ajaran agama”. 10
9
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, h. 84
10
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam, h. 31
18
Asas kebebasan dalam berakad dalam hukum Islam antara lain barlandaskan pada QS: al-Maidah ayat 1
( :…)اﻟﻤﺎﺋﺪة Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu...” Kemudian pada Sabda Nabi Saw., “Orang-orang Muslim itu senantiasa setia kepada syarat-syarat (janji-janji) mereka.” 11 Hadis ini menunjukkan bahwa syarat-syarat atau janji-janji apa saja dapat dibuat dan wajib dipenuhi. Terhadap hadis ini al-Kasani (w. 587/1190) memberi penjelasan, zahir hadis ini menyatakan wajibnya memenuhi setiap perjanjian selain yang dikecualikan oleh suatu dalil, karena hadis ini menuntut setiap orang untuk setia kepada janjinya, dan kesetiaan kepada janji itu adalah dengan memenuhi janji tersebut. Asasnya adalah bahwa setiap tindakan hukum seseorang terjadi menurut yang ia kehendaki apabila ia adalah orang yang cakap untuk melakukan tindakan tersebut, objeknya dapat menerima tindakan dimaksud, dan orang bersangkutan mempunyai kewenangan dalam tindakan itu. c. Asas Konsensualisme (Mabda’ ar-Radhaiyyah) Asas Konsensualisme adalah asas yang menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus berdasarkan kerelaan antara masing11
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, h.85
19
masing pihak, tidak boleh ada tekanan, paksaan, penipuan, dan misstatement. Salah satu dasar hukum adanya asas Konsensualisme yaitu alQur’an Surat an-Nisa ayat 29:
(٢٩ : …)اﻟﻨﺴﺎء Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan rela sama rela di antara kamu...”
Kata “rela sama rela” menunjukkan bahwa dalam bertransaksi harus dilandasi dengan kerelaan dan kesepakatan. Selain itu dapat pula dilihat dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa salah sau syarat sahnya suatu perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. d. Asas Janji itu Mengikat Dalam al-Qur’an dan hadis terdapat banyak perintah agar memenuhi janji. Dalam kaidah usul fikih, “perintah itu pada asasnya menunjukkan wajib”. Ini berarti bahwa janji itu mengikat dan wajib dipenuhi. Di antara ayat dan hadis dimaksud adalah QS: al-Isra, ayat 34 , (“yang memerintahkan untuk memenuhi janji, dan menerangkan bahwa
20
janji itu akan dimintakan pertanggung jawabannya”). Begitu pula pada hadis Nabi Saw yang menegaskan bahwa (“seorang muslim itu terikat kepada janji-janjinya (klausul-klausulnya) kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”).
ﻞ ﺣﱠ َ ﻻ َأوْ َأ ًﻼ َﺣ َ ﺣ ﱠﺮ َم َ ﺤﺎ ً ْﺻﻠ ُ ﻻ ﻦ ِإ ﱠ َ ْﻦ اﻟ ُﻤﺴِْﻠ ِﻤﻴ َ ْﺟﺎ ِﺋﺰٌ َﺑﻴ َ ﺢ ُ ْﺼﻠ اﻟ ﱡ ْﻻ َأو ًﻼ َﺣ َ ﺣ ﱠﺮ َم َ ﻃﺎ ً ْﺷﺮ َ ﻻ ﻃ ِﻬﻢْ ِإ ﱠ ِ ﺷ ُﺮو ُ ﻲ َ ﻋﻠ َ ن َ ْﺣﺮَا ًﻣﺎ َواﻟ ُﻤﺴِْﻠ ُﻤﻮ َ .ﺣﺮَاﻣًﺎ َ ﻞ ﺣﱠ َ َأ ()رواﻩ اﻟﺘﺮﻣـﺬي ﻋﻦ ﻋﻤﺮو ﺑﻦ ﻋﻮف Artinya: “ Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” e. Asas Keseimbangan (Mabda’ at-Tawazun fi al-Mu’awadah) Meskipun secara faktual jarang terjadi keseimbangan antara para pihak dalam bertransaksi, namun hukum perjanjian Islam tetap menekankan perlunya keseimbangan itu, baik keseimbangan antara apa yang diberikan dengan apa yang diterima maupun keseimbangan dalam memikul resiko. f. Asas Kemaslahatan (Tidak Memberatkan) Pada dasarnya asas kemaslahatan dimaksudkan agar akad yang dibuat oleh para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian (mudharat) atau keadaan memberatkan (masyaqqah). Bila dalam pelaksanaan perjanjian tersebut
21
terjadi suatu perubahan keadaan yang tidak diketahui sebelumnya serta membawa kerugian yang fatal bagi pihak yang bersangkutan sehingga memberatkannya, maka kewajiban dapat diubah kepada batas yang masuk akal. 12 g. Asas Kejujuran dan Kebenaran (Ash-Shidq) Yang dimaksud dengan asas ini, ialah dimana setiap pihak memiliki iktikad baik dalam bertransaksi dengan pihak lainnya dan tidak dibenarkan salah satu pihak mengeksploitasi ketidak tahuan mitranya. Jika kejujuran ini tidak diterapkan dalam perikatan, maka akan rusak legalitas perikatan itu sediri. 13 Selain itu, bila ada ketidak jujuran dalam suatu perikatan maka dapat menimbulkan perselisahan diantara para pihak yang berakad. Berkaitan dengan kejujuran dan kebenaran Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ahzab (33): 70
(٧٠ : )اﻷﺣﺰاب Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar.” Ayat ini menjukkan perintah bagi kita untuk selalu menyampaikan perkataan yang benar, dan memberikan informasi dengan lengkap, tanpa ada hal yang ditutupi dalam bertransaksi untuk mengabil keuntungan sepihak, dengan memanfaatkan ketidak tahuan orang lain. 12
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, h. 90
13
Gemala Dewi, Hukum Perikatan, h. 37
22
h. Asas Tertulis (al-Kitabah) Asas ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2): 282-283 yang didalamnya menganjurakan, hendaknya suatu perikatan itu dilakukan dengan tertulis, disetai dengan para saksi, dan dengan tanggung jawab individu kepada para pihak yang melakukan perikatan dan para saksi. Selain itu dianjurakn pula bila ada transaksi yang dilakukan tidak tunai, maka suatu benda dapat dipegang untuk dijadikan sebagai jaminannya. 3. Unsur-unsur Akad Telah disebutkan sebelumya, bahwa defenisi akad adalah pertalian antara ijab dan kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. Dari defenisi diatas dapat kita ketahui 3 unsur yang terkandung dalam akad yaitu: a. Pertalian ijab dan kabul Menurut az-Zarqa, Ijab adalah pernyataan pertama yang dikemukakan oleh salah satu pihak, yang mengandung keinginan secara pasti untuk mengikatkan diri yang mana pelakunya disebut dengan (mujib). Sedangkan kabul adalah pernyataan pihak lain setelah ijab yang menunjukkan persetujuan untuk mengikatkan diri menerima atau
23
menyetujui kehendak mujib tersebut oleh pihak lain (qabil). 14 Ijab dan kabul ini harus saling berkaitan dan bertalian. b. Dibenarkan oleh syara’ Akad yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam, atau hal-hal yang telah diatur oleh Allah SWT dalam al-Qur’an dan Nabi Muhammad Saw dalam Hadis. Begitu pula dengan pelaksanaa akad, tujuan akad, maupun objek akad tidak boleh bertentangan dengan syariah. Jika terdapat hal yang bertentangan dengan syariah di dalam akad tersebut maka akan mengakibatkan akad tersebut tidak sah. c. Mempunyai akibat hukum terhadap objeknya Dalam sebuah akad akan menimbulkan akibat hukum terhadap objek hukum yang diperjanjikan oleh para pihak dan memberikan konsekwensi hak dan kewajiban yang mengikat para pihak. 15 4. Rukun dan Syarat Akad Dalam ajaran Islam untuk sahnya suatu akad (perjajian), maka syarat dan rukun akad tersebut harus dipenuhi. Secara bahasa, rukun adalah “yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan” 16 sedangkan syarat adalah “ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus di indahkan dan dilakukan.” 17 14 15
Nasrun Harun, fiqih Muamalah, h. 98 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam, h. 48
16
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 966
17
Ibid,. h.1114.
24
Dalam Syariah, rukun dan syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi. Secara defenisi, rukun adalah “suatu unsur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu”. Defenisi syarat adalah “sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’i dan ia berada di luar hukum itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada. 18 Menurut ulama Ushul Fiqih, perbedaan antara rukun dan syarat adalah dimana rukun termasuk didalam hukum itu sendiri, sedangkan syarat berada diluar hukum itu sendiri. Sebagai contoh rukuk dan sujud dalam shalat, ia merupakan rukun shalat dan merupakan bagian dari shalat itu sendir. Jika rukuk dan sujud tidak ada di dalam shalat tersebut, maka shalat itu batal, tidak sah. Syarat shalat salah satunya adalah wudu. Wudu merupakan bagian diluar shalat, tetapi dengan tidak adanaya wudhu, shalat menjadi tidak sah. a. Rukun Akad Dalam penentuan rukun akad terdapat perbedaan dikalangan ulama, Mazhab Hanafi berpendapat, bahwa rukun akad itu hanya satu yaitu sighah al-aqd, sedangkan pihak-pihak yang berakad dan objek akad,
18
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam, h. 50.
25
tidak termasuk rukun akad, tetapi syarat akad.19 Bagi mazhab Hanafi yang dimaksud rukun akad adalah unsur-unsur pokok yang membentuk akad. Akad sendiri adalah pertemuan kehendak para pihak dan kehendak itu diungkapkan melalui pernyataan kehendak yang berupa ucapan atau bentuk ungkapan lain dari masing-masing pihak. Oleh karena itu, unsur pokok yang membentuk akad itu hanyalah pernyataan kehendak masingmasing pihak berupa ijab dan kabul. Adapun para pihak dan objek akad adalah unsur luar, tidak merupakan esensi akad, dan karena itu bukan rukun akad. Namun mazhab ini mengakui bahwa unsur para pihak dan objek itu harus ada untuk terbentuknya akad. Tetapi unsur-unsur itu berada diluar akad, sehingga tidak dinamakan rukun. Menurut jumhur fukaha, rukun akad terdiri dari 3 yaitu: pernyataan untuk mengikatkan diri (sighah al-aqd), pihak-pihak yang berakad dan objek akad. Sedangkan menurut ahli-ahli hukum Islam kontemporer, rukun yang membentuk akad itu ada empat, yaitu: 1). Para pihak yang membuat akad (al-‘aqidan) 2). Pernyataan kehendak para pihak (shigatul-‘aqd) 3). Objek akad (mahallul-‘aqd), dan
19
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h.104.
26
4). Tujuan akad (maudhu’ al-aqd) 20 Untuk terbentuknya suatu akad, maka unsur-unsur yang disebutkan diatas harus terpenuhi. Sighah al-aqd merupakan rukun akad yang terpenting, karena melalui Sighah inilah diketahui maksud setiap pihak yang melakukan akad (transaksi). Sighah al-aqd dinyatakan melalui ijab dan kabul akad. 21 b. Syarat Akad Ulama fikih menetapkan beberapa syarat umum yang harus dipenuhi oleh suatu akad. Di samaping itu, setiap akad juga memiliki syarat-syarat khusus. Akad jual beli memiliki syarat-syarat tersendiri, begitu juga akad yang lainnya. Namun, penulis akan mengkaji syarat umum yang terdapat dalam akad. Dari masing-masing rukun akad diatas terdapat syarat-syarat yang harus terpenuhi sehingga rukun akad tersebut dapat berfungsi membentuk akad. Tanpa adanya syarat-syarat yang dimaksud maka rukun akan tidak dapat berfungsi dalam membentuk akad. Adapun syarat dari rukun-rukun tersebut adalah: 1) Syarat bagi para pihak (al-‘aqidain)
20
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, h.96.
21
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi, h. 104
27
Para pihak harus memenuhi syarat yaitu telah dipandang mampu bertindak menurut hukum (mukallaf) dan telah cakap hukum. 22 Para pihak (subjek hukum) dapat berupa individu atau berupa badan hukum. Sebagai Subjek hukum perorangan lebih rinci dapat kita kemukakan syarat-syarat berikut: a) Aqil (berakal) Orang yang bertransaksi haruslah berakal sehat, bukan orang gila, terganggu akalnya, ataupun kurang akalnya karena masih dibawah umur, sehingga dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. b) Tamyiz (dapat membedakan) Orang yang bertransaksi haruslah dalam keadaan dapat membedakan yang baik dan yang buruk, sebagai pertanda kesadarannya sewaktu bertransaksi. c) Mukhtar (bebas dari paksaan) Syarat ini didasakan pada QS. an-Nisaa : 29 dan hadis Nabi Muhammad SAW yang mengemukakan an-taradhin (rela-sama rela). Dengan demikian para pihak yang harus bebas dalam bertransaksi, lepas dari tekanan dan paksaan. 2) Syarat bagi pernyataan kehendak para pihak (shigatul-‘aqd)
22
h. 65.
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam jilid.1 (Jakarta:Ichtiar Baru van Hoeve,1996)
28
Para ulama fiqih mensyaratkan tiga hal dalam melakukan ijab dan kabul agar memiliki akibat hukum, yaitu sebagai berikut: 23 a) Jala’ul ma’na, yaitu tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu jelas, sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki; b) Tawaquf yaitu adanya kesesuaian antara ijab dan kabul; dan c) Jazmul iradatain, yaitu antara ijab dan kabul menunjukkan kehendak para pihak secara pasti, tidak ragu, dan tidak terpaksa. Ijab dan kabul dapat dalam bentuk perkataan, isyarat, perbuatan, dan tulisan. Semua bentuk ijab dan kabul tersebut memiliki kekuatan hukum yang sama. 3) Syarat bagi objek akad (mahallul-‘aqd) Mahallu-‘aqd adalah sesuatu yang dijadikan objek dari suatu akad, dan terhadap objek tersebut akan terkena akibat hukum yang ditimbulkan dari transaksi tersebut. Bentuk objek dapat berupa barang, seperti, mobil, rumah, maupun benda-benda yang tidak berwujud, sperti manfaat. Dalam hal ini terdapat pula syarat sehingga objek tersebut dianggap sah, yakni sebagai berikut: a) Objek perikatan telah ada ketika akad dilangsungkan, oleh karena itu perikatan yang objeknya tidak ada adalah batal, seperti menjual hewan yang masih di dalam perut induknya. Alasannya ialah, sebab hukum dan akibat akad tidak mungkin bergantung terhadap sesuatu yang 23
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam,h.63
29
belum ada. Namun hal ini terdapat pengecualian dalam akad tertentu, seperti salam, ishtisna, dan musyaqah. b) Objek perikatan harus dibenarkan oleh syariah. Pada dasarnya bendabenda yang menjadi objek akad haruslah memikili manfaat dan nilai bagi manusia, jika objek tersebut bertentangan dengan syariah maka akad tersebut batal, misalnya objek tersebut harus suci, atau meskipun terkena najis dapat dibersihkan kembali. Oleh sebab itu, akad tidak sah bila diberlakukan terhadap objek yang najis secara dzati. 24 c) Objek akad harus jelas dan dikenali. Suatu benda yang menjadi objek akad haruslah jelas segala sesuatunya, hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kesalah pahaman para pihak yang dapat menimbulkan sengketa. Jika objek tersebut berupa jasa maka harus jelas sejauh mana kemampuan, keterampilan dan kepandaian pihak yang memiliki keahlian tersebut. Agar masing-masing pihak memahaminya. 25 d) Objek dapat diserah terimakan. Benda yang menjadi objek perikatan harus dapat diserah terimakan pada saat akad terjadi atau pada waktu yang disepakati. Tidak sah menjual barang yang tidak ada, atau ada tetapi tidak bisa diserahterimakan. Karena yang demikian itu termasuk
24
Salah ash-Shawi dan Abdullah al-Mushlih, Fikih Ekonomi Keuangan Islam (Jakarta: Darul Haq, 2004), h.27-28. 25 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam, h.61.
30
gharar, dan itu dilarang. 26 Jika objek berupa manfaat, maka pihak yang memiliki kewajiban harus melaksanakan jasa yang manfaatnya dapat dirasakan oleh pihak yang lainnya, sesuai kesepakatan. 4) Syarat bagi tujuan akad (maudhu’ al-aqd) Maudhu’ al-Aqd adalah tujuan dan hukum suatu akad disyariatkan untuk tujuan tersebut. Dalam hukum Islam, tujuan akad ditentukan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW dalam Hadis. 27 Selama tujuan akad tersebut tidak bertentangan dengan syariah maka akad tersebut dianggap sah. Ahmad Azhar Basyir menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu tujuan akad dipandang sah dan mempunyai akibat hukum, yaitu sebagai berikut: 28 a) Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak yang bersangkutan tanpa akad yang diadakan, b) tujuan akad harus berlangsung adanya hingga berakhirnya pelaksanaan akad, dan c) tujuan akad harus dibenarkan syariah.
26
Salah as-Shawi, Fikih Ekonomi, h. 28.
27
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam, h.62
28
Ibid.,62-63.
31
5. Macam-macam Akad Ulama fikih mengemukakan bahwa akad dibagi dari berbagai segi. Apabila dilihat dari segi keabsahannya menurut syarak, maka akad terbagi dua. a. Akad sahih, yaitu akad yang telah memenuhi rukun dan syaratnya. 29 Hukum dari akad sahih ini adalah berlakunya seluruh akibat hukum yang ditimbulkan akad tersebut dan mengikat bagi para pihak yang berakad. Akad sahih ini dibagi lagi oleh ulama Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki menjadi dua macam, yaitu: 30 1) Akad yang nafiz (sempurna untuk dilaksanakan), yaitu akad yang dilangsungkan dengan memenuhi rukun dan syaratnya dan tidak ada penghalang untuk melaksanakannya. 2) Akad mauquf, yaitu akad yang dilakukan seseorang yang cakap bertindak hukum, tetapi ia tidak memilki kekuasaan untuk melangsungkan dan melaksanakan akad tersebut, seperti akad yang dilakukan oleh anak kecil yang telah mumayyiz. Dalam kasus seperti ini akad tersebut baru sah secara sempurna dan memiliki akibat hukum apabila jual beli itu diizinkan oleh wali anak kecil tersebut.
29
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi, h.110.
30
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, h. 67.
32
Lebih lanjut, jika dilihat dari sisi mengikat atau tidaknya akad sahih tersebut, ulama fikih membaginya kepada dua macam, yaitu: 31 1) Akad yang bersifat mengikat bagi pihak-pihak yang berakad, sehingga salah satu pihak tidak boleh membatalkan akad tersebut tanpa seizin pihak lain, seperti aka jual beli dan sewa-menyewa. 2) Akad yang tidak bersifat mengikat bagi pihak-pihak yang melakukan akad, seperti dalam akad al-wakalah, ariah, dan al-wadi’ah. b. Akad yang tidak sahih, yaitu akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau syaratnya, sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat para pihak yang berakad. Kemudian ulama Mazhab Hanafi membagi akad yang tidak sahih ini menjadi dua macam, yaitu akad yang batil dan akad yang fasid. 32 1) Akad batil. Suatu akad dikatakan batil apabila akad itu tidak memenuhi salah satu rukunnya atau larangan langsung dari syarak. Misalnya, terdapat unsur penipuan dll. 2) Akad fasid yaitu akad yang pada dasarnya disyariatkan, tetapi sifat yang diakadkan itu tidak jelas. Misalnya, menjual kenderaan dengan tidak menunjukkan tipe, jenis, dan merek kenderaan yang dijual, sehingga menimbulkan perselisihan antara penjual dan pembeli. Jual
31 32
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi, h.111. Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, h.68.
33
beli seperti ini dapat dianggap sah apa bila unsur-unsur yang menyebabkan fasidnya itu dihilangkan. 6. Berakhirnya Akad Ulama Fikih menyatakan bahwa suatu akad dapat berakhir apabila terjadi hal-hal berikut: 33 a. Berakhirnya masa berlaku akad itu, apabila akad itu memiliki tenggang waktu. b. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad itu sifatnya tidak mengikat. c. Dalam akad yang bersifat mengikat, suatu akad dapat diaggap berakhir jika: 1) akad itu fasid, seperti terdapat unsur-unsur tipuan salah satu rukun atau syaratnya tidak terpenuhi; 2) berlakunya khiar syarat, khiar aib, atau khiyar rukyah; 3) itu tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak; dan 4) tercapainya tujuan akad tesebut secara sempurna. d. Wafatnya salah satu pihak yang berakad. Tetapi ulama fikih menyatakan bahwa tidak semua akad otomatis berakhir dengan wafatnya salah satu pihak yang melaksanakan akad. Akad yang dapat berakhir dengan wafatnya salah satu pihak yang melaksanakan akad di antaranya adalah akad sewa-menyewa, rahn, kafalah, syirkah, dll.
33
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, h. 68
34
B. al-Murabahah 1. Pengertian Secara bahasa, murabahah adalah bentuk mutual (bermakna: saling) dari kata ribh yang artinya keuntungan. 34 Menurut terminologi, murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Dalam Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, Murabahah adalah “Jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati”. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required rate of profit-nya (keuntungan yang ingin diperoleh). 35 2. Rukun dan Syarat Murabahah Sebelumnya penulis telah menjelaskan rukun dan syarat akad secara umum, namun masing-masing akad memiliki syarat dan rukun yang khusus. Pada akad murabahah rukunnya adalah: a. Pelaku (penjual dan pembeli) b. Shigat (lafal ijab dan kabul) c. Objek akad (barang dan harga)
34
Shalah ash-Shawi dan Abdullah al-Muslih, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan keuangan, Ed. 3 (Jakata: PT Raja Grafindo Persada, 2007) h. 113. 35
35
Adapun syarat yang menyangkut dengan rukun murabahah diatas tidak jauh berbeda dengan syarat pada rukun akad secara umum, namun ada beberapa syarat khusus yang harus dipenuhi akad murabahah antara lain: a. Mengetahui Harga pokok Harga beli awal (harga pokok) harus diketahui oleh pembeli kedua, karena mengetahui harga merupakan salah satu syarat sahnya jual beli yang menggunakan prinsip murabahah. Mengetahui harga merupakan syarat sahnya akad jual beli. Bila harga pokok tidak diketahui oleh pembeli maka akad jual beli menjadi fasid (tidak sah). Pada praktek perbankan syariah, Bank dapat menunjukkan bukti pembelian obyek jual beli murabahah kepada nasabah, sehingga dengan bukti pembelian tersebut nasabah mengetahui harga pokok Bank. b. Mengetahui Keuntungan Keuntungan seharusnya juga diketahui karena ia merupakan bagian dari harga. Keuntungan atau dalam praktek perbankan syariah sering disebut dengan margin murabahah dapat dimusyawarahkan antara bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, sehingga kedua belah pihak, terutama nasabah dapat mengetahui keuntungan bank. c. Harga pokok dapat dihitung dan diukur Harga pokok harus dapat diukur, baik menggunakan takaran, timbangan ataupun hitungan. Ini merupakan syarat murabahah. Harga bisa
36
menggunakan ukuran awal, ataupun dengan ukuran yang berbeda, yang penting bisa diukur dan di ketahui. d. Jual beli murabahah tidak bercampur dengan transaksi yang mengandung riba. e. Akad jual beli pertama harus sah. Bila akad pertama tidak sah maka jual beli murabahah tidak boleh dilaksanakan. Karena murabahah adalah jual beli dengan harga pokok ditambah keuntungan, kalau jual beli pertama tidak sah maka jual beli murabahah selanjutnya juga tidak sah. C. Dasar Hukum Murabahah dalam Perbankan Syariah a. Fatwa Dewan Syariah Nasional Salah satu sumber rujukan hukum tentang Undang-undang dan Peraturan Perbankan Syariah adalah Fatwa DSN-MUI yang biasanya digodok dan dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional MUI (DSN MUI). Sebagai lembaga yang menghimpun semua organisasi Islam yang ada di Indonesia, Fatwa MUI dapat menjadi rujukan semua masyarakat muslim di Indonesia. Undang-undang Perbankan Syariah menentukan bahwa perincian mengenai perinsip syariah difatwakan oleh MUI, yang kemudian diupayakan menjadi PBI setelah melalui penggodokan di Komite Perbankan Syariah yang dibentuk oleh Bank Indonesia, seperti terlihat dalam pasal 26 UU Perbankan Syariah bahwa: (1) Kegiatan usaha Perbankan Syariah dan/atau produk dan jasa syariah, wajib tunduk kepada
37
Prinsip Syariah; (2) Prinsip Syariah itu difatwakan oleh MUI; (3) Fatwa MUI dituangkan dalam PBI; (4) Dalam rangka penyususnan PBI, Bank Indonesia membentuk Komite Perbankan Syariah. 36 Maka penulis menjadikan Fatwa DSN MUI sebagai salah satu dasar hukum berlakunya Pembiayaan Murabahah pada Perbankan Syariah Indonesia, antara lain: 1) Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah Ada beberapa pertimbangan yang mengharuskan DSN-MUI mengeluarkan fatwa tentang Murabahah, antara lain: a) Karena kebutuhan ummat akan penyaluran dana dari bank dengan prinsip jual beli. b) Bahwa dalam rangka membantu masyrakat guna melangsungkan dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syariah
perlu
memiliki
fasilitas
murabahah
bagi
yang
memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayaranya dengan harga yang lebih sebagai laba.
36
Zubairi Hasan, Undang-undang Perbankan Syariah (Titik Temu Hukum Islam dan Hukum Nasional), (Jakarta: Rajawali Pers, 2009) h. 26.
38
Berdasarkan alasan diatas DSN-MUI memandang perlu untuk mengeluarkan fatwa tentang murabahah untuk dijadikan pedoman oleh Bank Syariah. Adapun landasan yang dijadikan acuan fatwa ini adalah: a) Firman Allah SWT QS. al-Nisa ayat 29
(٢٩: )اﻟﻨﺴﺎء... Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu...” Firman Allah SWT QS. al-Baqarah ayat 275
...
(٢٧٥ : ) اﻟﺒﻘﺮة... Artinya: “...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..” b) Hadist Nabi Muhammad SAW:
ﷲ ِ لا َ ﺳﻮ ُ ن َر ﻋﻨْﻪ ََأ ﱠ َ ﻲ اﷲ َﺿ ِ ﺨﺪْ ري َر ُ ﺳﻌﻴْ ٍﺪ اﻟ َ ﻋﻦ َا ِﺑﻲ ض ٍ ﻋﻦْ َﺗ َﺮا َ ِإ ﱠﻧ َﻤﺎ اﻟ َﺒﻴْ ُﻊ: ل َ ﺳﱠﻠ َﻢ َﻗﺎ َ ﺻﱠﻠﻲ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ َو َ ()رواﻩ اﻟﺒﻴﻬﻘﻲ واﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ وﺻﺤﺤﻪ اﺑﻦ ﺣﺒﺎن Artinya: Dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
39
DSN-MUI menetapkan Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah: a) Bank dan Nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. b) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam. c) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. d) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. e) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. f) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pembelian)
dengan
harga
jual
senilai
harga
beli
plus
kuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. g) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
40
h) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. i) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank. Disamping itu DSN-MUI menetapkan ketentuan Murabahah kepada Nasabah: a) Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada bank. b) Jika Bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya asecara sah dengan pedagang. c) Bank kemudiaan menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerim (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat, kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli. d) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. e) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya rill bank harus dibayar dari uang muka.
41
f) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. g) Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternative dari uang muka, maka a) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. b) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangnnya. Hal-hal tersebut diatas dapat dijadikan sebagai dasar hukum dalam penerapan pembiayaan murabahah pada Lembaga Keuangan Syariah. 2) Fatwa DSN-MUI NO: 3/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka dalam Murabahah Untuk menunjukkan kesungguhan nasabah dalam meminta pembiayaan murabahah maka LKS dapat meminta uang muka kepada nasabah. Demi menjaga agar tidak ada pihak yang dirugikan dalam pembiayaan murabahah dengan uang muka, dan agar tetap sesuai
42
dengan ketentuan Syariah DSN-MUI mengeluarkan Fatwa tetang uang muka dalam murabahah. Terdapat 5 (lima) ketentuan umum tentang uang muka dalam murabahah: a) Dalam akad pembiayaan murabahah, Lembaga KeuanganSyari’ah (LKS) dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat. b) Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan. c) Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut. d) Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan kepada nasabah. e) Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus mengembalikan kelebihannya kepada nasabah. Dari fatwa tersebut diketahui bahwa dibolehkan adanya uang muka pada akad pembiayaan murabahah dengan syarat harus ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua beleh pihak. 3) Fatwa DSN No. 16/DSN-MUI/IX/200 Tentang Diskon dalam Murabahah Dalam prakek pembiayaan murabahah biasanya bank (penjual) biasanya
memperoleh
diskon
dari
supplier,
sehingga
timbul
permasalahan apakah diskon tersebut milik nasabah ataw milik bank.
43
Untuk memperoleh kepastian hukum DSN-MUI menetapkan fatwa tentang diskon tersebut. Terdapat lima ketentuan umum yang menyangkut diskon tersebut: a) Harga (tsaman) dalam jual beli adalah suatu jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qîmah) benda yang menjadi obyek jual beli, lebih tinggi maupun lebih rendah. b) Harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan. c) Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon; karena itu, diskon adalah hak nasabah. d) Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian (per-setujuan) yang dimuat dalam akad. e) Dalam
akad,
pembagian
diskon
setelah
akad
hendaklah
diperjanjikan dan ditandatangani.
Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa diskon merupakan hak nasabah dan jika pembagiannnya setelah akad, maka hendaklah dimuat dalam akad perjanjian tersebut. 4) Fatwa
DSN
No.
23/DSN-MUI/III/2002
Pelunasan Dalam Murabahah
tentang
Potongan
44
Dalam peraktik pembiayaan murabahah, biasanya pembayaran dilakukan dengan cicilan atau berdasarkan kurun waktu tertentu yang disepakati, maka nasabah yang melakukan pembayaran cicillan dengan tepat waktu dapat diberi penghargaan, sedangkan nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran cicilan dapat diberi keringanan. Dalam menanggapi hal ini, DSN-MUI menetapkan fatwa tetang potongan pelunasan cicilan murabahah, terdapat tiga ketentuan tentang hal tersebut: 1) LKS
boleh
memberikan
potongan
dari
total
kewajiban
pembayaran kepada nasabah dalam transaksi (akad) murabahah yang telah melakukan kewajiban pembayaran cicilan dengan tepat waktu dan nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran. 2) Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan kepada kebijakan LKS. 3) Pemberian potongan tidak boleh diperjajikan dalam akad. 5) Fatwa DSN NO. 17/DSN-MU/IX/2000 tetang Saksi Atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran Banyaknya kebutuhan masyarakat terhadap pembiayaan dari Lembaga Keuangan Syariah haruslah didukung dengan kedisipilnan
45
nasabah mampu dalam pembayaran cicilan dan tidak menunda-nunda pembayaran pada waktu yang telah ditentukan sesuai kesepakatan. Dalam menanggapi permintaan masyarkat dalam hal ini pihak LKS, DSN menentukan dan menetapkan fatwa tetang sanksi terhadap nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran sesuai dengan prinsip syariah. a) Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah saksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menundanunda pembayaran dengan sengaja. b) Nasabah yang tidak/ belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi. c) Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi. d) Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. e) Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. f) Dana yang berasal dari denda dperuntukkan sebagai dana sosial. 6) Fatwa DSN No. 47/DSN-MUI/II/2005 tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar.
46
Dalam menanggapi kasus cicilan yang tidak dapat dilunasi oleh nasabah
tidak
mampu,
maka
DSN-MUI
memandang
perlu
memberikan kepastian hukum tentang masalah tersebut sesuai dengan Syariat Islam. Diantara dasar Hukum yang dipakai DSN-MUI dalam menetapkan hal ini antara lain: a) Firman Allah SWT QS. Al-Baqarah ayat 280:
⌧
(٢٨٠ : )اﻟﺒﻘﺮة
☺
Artinya: “Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh samapai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” b) Hadis Nabi yang diriwatkan oleh Muslim:
ج َ َﻓ ﱠﺮ،ب اﻟ ُﺪ ﻧْﻴَﺎ ٍ ْﻋﻦْ ُﻣﺴِْﻠ ٍﻢ ُآﺮْ َﺑ ًﺔ ِﻣﻦْ ُآﺮ َ ج َ َﻣﻦْ َﻓ ﱠﺮ ن اﻟ َﻌﺒْ ِﺪ ِ ْﻋﻮ َ َواﷲ ُ ِﻓﻲ، ب َﻳﻮْ ِم اﻟ ِﻘﻴَﺎ َﻣ ِﺔ ِ ْﻋﻨْ ُﻪ ُآﺮْ َﺑ ًﺔ ِﻣﻦْ ُآﺮ َ ( ﺧﻴْ ِﻪ )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ ِ ن َأ ِ ْﻋﻮ َ َﻣﺎ َدا َم اﻟ َﻌﺒْ ُﺪ ِﻓﻲ
اﷲ
Artinya: “ Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya”. Dari ayat dan Hadis diatas menerangkan, bahwa betapa pentingnya
memberikan
kemudahan
bagi
orang
yang
dalam
47
kesempitan dan kesusahan, sehinga orang yang dalam kesulitan tadi terbantu. Dalam
Fatwa
ini,
DSN-MUI
menetapkan
Ketentuan
Penyelesaian yaitu; “LKS boleh melakukan Penyelesaian murabahah bagi
nasabah
yang
tidak
bias
menyelesaikan/
melunasi
pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan: a) Obyek murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau melalui LKS dengan harga pasar yang disepakati; b) Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada LKS dari hasil penjualan; c) Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka LKS mengembalikan sisanya kepada Nasbah; d) Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang maksa sisa hutang tetap menjadi hutang nasabah; e) Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa hutangnya, maka LKS dapat membebaskannya.” 7) Fatwa DSN No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah Penurunan kemampuan nasabah dalam pembayaran cicilan dapat saja terjadi, maka bank dapat memberikan keringan bagi nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
48
Keringan yang akan diberikan oleh bank, harus diwujudkan dengan cara yang sesuai dengan tuntuan dan prinsip-prinsip ajaran islam. Dewan Syariah Nasional menetapkan ketentuan tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah yaitu, “LKS boleh melakukan Penjadwalan kembali (rescheduling) tagihan murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan: a) Tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa; b) Pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya riil; c) Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.” Sebagai mana disebutkan diatas bahwa nasabah yang mengalami penurunan kemampuan dalam pembayaran cicilan, sebaiknya diberikan keringan dengan penjadwalan kembali tagihan yang harus dilunasinya. Bank tidak dapat menentukan biaya atau panjangan masa pembayaran secara sepihak, tetapi harus merupakan kesepakatan kedua belah pihak. 8) Fatwa DSN NO. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad Murabahah.
49
Dalam memberikan keringan bagi nasabah yang mengalami spenurunan kemampuan pembayaran cicilan dapat juga dilakukan dalam bentuk konversi dengan membuat akad baru dalam pembayaran kewajiban; DSN-MUI menetapkan bahwa “LKS boleh melakukan konversi dengan membuat akad (membuat akad baru) bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaan murabahahnya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, tetapi ia masih prospektif dengan ketentuan: a) Akad Murabahah dihentikan dengan cara: a.1. obyek murabahah dijual oleh nasabah kepada LKS dengan harga pasar; a.2. Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada LKS dari hasil penjualan; a.3. Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka kelebihan itu dapat dijadikan uang muka untuk akad ijarah atau bagian modal dari mudharabah dan musyarakah. a.4. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang maka sisa hutang
tetap
menjadi
hutang
nasabah
yang
cara
pelunasannya disepakati antara LKS dan Nasabah. b) LKS dan nasabah eks-murabahah tersebut dapat membuat akad baru dengan akad:
50
b.1. Ijarah Muntahiyah bit Tamlik atas barang tersebut di atas dengan
merujuk
kepada
fatwa
DSN
No.
27/DSN-
MUI/III/2002 tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik. b.2. Mudharabah dengan merujuk kepada fatwa DSN No. 07/DSNMUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh); atau b.3. Musyarakah dengan merujuk kepada fatwa DSN No. 08/DSNMUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah.” Pada setiap fatwa yang di keluarkan DSN-MUI, di akhiri dengan ketentuan penutup “ Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihakpihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.” Dari pernyataan ini dapat dilihat bahwa, bila terjadi perselisihan antara para pihak, terlebih dahulu diselesaikan dengan musyawarah. b. Peraturan Bank Indonesia Peraturan Bank Indonesia (PBI) adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia untuk mengawasi dan membina semua bank yang berbadan hukum Indonesia atau beroperasi di Indonesia. 37
37
Ibid, h. 22
51
Dalam pasal 7 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2004 ditegaskan bahwa peraturan yang dikeluarkan lembaga Negara lain, seperti Bank Indonesia, yang bersifat mengatur mempunyai kekuatan hukum selama diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini oleh UUD, UU, Perpu, PP, dan Perpres. Dengan begitu, maka peraturan lembaga Negara, seperti PBI, tidak boleh berdiri sendiri, melainkan harus merujuk atau melasanakan perintah dari salah satu hierarki di atas. Dengan Pengesahan UU Perbankan Syariah, maka keberadaan PBI yang mengatur Perbankan Syariah semakin kuat, karena diperintahkan oleh UU yang secara khusus mengatur Perbankan Syariah, bukan diperintahkan UU yang mengatur perbankan secara umum sebagaimana terjadi sebelumnya. Peraturan Bank Indonesia yang berkaitan dengan Pembiayaan Murabahah antara lain: 1) Peraturan
Bank
Indonesia
Nomor:
7/6/PBI/2005
Tentang
Transfaransi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah Segala bentuk informasi dari sebuah produk perbankan sangatlah penting untuk diketahui nasabah, karena dapat memberikan kejelasan kepada nasabah tetang manfaat dan resiko yang melekat pada produk bank tersebut.
52
Dalam
Peraturan
Bank
Indonesia
No.
7/6/PBI/2005
mengharuskan pihak Bank memberikan informasi yang selengkaplengkapnya kapada nasabah. Pada pasal 4 ayat 1 disebutkan “Bank wajib menyediakan informasi tertulis dalam bahasa Indonesia secara lengkap dan jelas mengenai karakteristik setiap Produk Bank.” Dengan demikian Bank wajib membuat informasi berupa, leaflet, brosur, atau bentuk tertulis lainnya, tetang produk-produk bank tersebut. Dipasal
4
ayat
2,
di
sebutkan
bahwa
bank
wajib
menyampaikan informasi secara tertulis dan atau lisan, yang mana pada ayat ke 3 ditegaskan bahwa “Dalam memberikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Bank dilarang memberikan informasi yang menyesatkan (mislead) dan atau tidak etis (misconduct).” Sebagai mana disebutkan dalam Pasal 5, bahwa Informasi mengenai karakteristik produk Bank sekurang-kurangnya meliputi: a) Nama Produk Bank. b) Jenis Produk Bank . Maksudnya adalah: Jenis Produk Bank mengacu kepada kegiatan usaha Bank sebagaimana tercantum dalam ketentuan perundang-
53
undangan yang berlaku seperti giro, tabungan, deposito, dan kredit/pembiayaan. c) Manfaat dan resiko yang melekat pada Produk Bank. Bank menjelaskan secara terinci setiap manfaat yang dapat diperoleh Nasabah dari suatu Produk Bank dan potensi risiko yang dihadapi oleh Nasabah dalam masa penggunaan Produk Bank. d) Persyaratan dan tata cara penggunaan Produk Bank. Persyaratan dan tata cara penggunaan Produk Bank mencakup antara lain dokumen yang diperlukan, mekanisme dan prosedur transaksi yang berkaitan dengan Produk Bank. e) Biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank. Biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank antara lain biaya administrasi, provisi, atau penalti. Perhitungan bunga atau bagi hasil dan margin keuntungan. Bagi Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,
informasi
yang
disampaikan
mencakup
metode
perhitungan bagi hasil untuk Produk Bank yang berupa penghimpunan dana, dan metode perhitungan margin keuntungan serta perhitungan bagi hasil untuk Produk Bank yang berupa penyaluran dana. f) Jangka waktu berlakunya Produk Bank.
54
Informasi mengenai jangka waktu mencakup perpanjangan dan penghentian jangka waktu dan atau manfaat Produk Bank sebelum jatuh tempo g) Penerbit (issuer/originator) Produk Bank. Informasi mengenai penerbit Produk Bank antara lain mencakup keterangan mengenai siapa penerbitnya (Bank atau lembaga keuangan bukan bank), hubungan hukum antara penerbit dengan Bank dan Nasabah, serta hak dan kewajiban masing-masing
pihak. Bank dilarang mencantumkan informasi dan atau karakteristik suatu produk bank pada posisi, bentuk yang sulit dilihat, dan sulit dimengerti. Hal ini sidebutkan dalam pasal 7.
Bank memberikan informasi yang akurat dan sebenarbenarnya mengenai Produk Bank yang akan dimanfaatkan Nasabah dengan memenuhi etika penyampaian informasi yang berlaku umum. Pemberian informasi dianggap menyesatkan (mislead) apabila Bank memberikan informasi yang tidak sesuai dengan fakta, misalnya menyebutkan produk reksadana sebagai deposito.
55
Pemberian informasi dianggap tidak etis (misconduct) antara lain apabila memberikan penilaian negatif terhadap Produk Bank lain. 2) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/16/PBI/2008 Perubahan PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpuanan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah Perkembangan yang pesat di dunia bisnis dan keuangan telah mendorong berkembangnya inovasi transaksi-transaksi keuangan syariah. Untuk mengantisipasi timbulnya risiko reputasi atas pesatnya perkembangan inovasi transaksi keuangan syariah tersebut diperlukan kesesuaian dengan prinsip syariah secara istiqomah sebagaimana difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. Untuk itu diperlukan adanya penyesuaian dan penyempurnaan pengaturan yang berlaku terhadap pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah dalam rangka memelihara kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah. Menyangkut
pelaksanaan
prinsip
syariah
pada
produk
penghimpunan, penyaluran dan pelayanan jasa bank syariah ditegaskan dalam Pasal 2 ayat 2 yang berbunyi “Dalam melaksanakan jasa perbankan melalui kegiatan penghimpunan dana, penyaluran
56
dana dan pelayanan jasa bank, Bank wajib memenuhi Prinsip Syariah” kemudian pada ayat 3 di sebutkan “Pemenuhan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan memenuhi ketentuan pokok hukum Islam antara lain prinsip keadilan dan keseimbangan (‘adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), dan universalisme (alamiyah) serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan objek haram.” Adapun bentuk-bentu produk yang ditawarkan bank syariah adalah: a) Dalam penghimpunan dana, dengan menggunakan antara lain akad wadiah dan mudharabah. b) Dalam kegiatan penyaluran dana, bank dapat menggunakan akad Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna’, Ijarah, Ijarah muntahiya bitamlik, dan qord c) Sedangkan dalam pelayanan jasa dengan menggunakan akad antara lain akad kafalah, hawalah, dan sharf. Berkaitan dengan penyelesaian sengketa antara Bank dan Nasabah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 10/16/PBI 2008 Pasal 4 “Dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana tertuang dalam Akad antara Bank dengan nasabah, atau jika terjadi sengketa antara Bank dengan nasabah, penyelesaian dilakukan melalui musyawarah.” Islam lebih mengedepankan
57
musyawarah dalam penyelesaian setiap perselisihan yang timbul dalam suatu transaksi. Namun tak jarang permasalahan tidak bisa selesai dengan musyawarah maka pada ayat 2 disebutkan “Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan antaralain melalui mediasi termasuk mediasi perbankan sesuai peraturanperundangundangan yang berlaku.” Dan ayat 3 ditetapkan bahwa “Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui mekanisme arbitrase syariah atau melalui lembaga peradilan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
BAB III GAMBARAN UMUM NATAMA HOTEL PADANGSIDIMPUAN DAN PT. BANK SYARIAH MANDIRI
A. GAMBARAN UMUM NATAMA HOTEL PADANGSIDIMPUAN 1. Sejarah Perkembangan Pada awal berdirinya, Hotel Natama hanyalah sebuah losmen dengan nama “Adian Natama” yang dimiliki oleh keluarga Almarhum M.F. Siregar. Sejalan dengan perjalanan waktu, dan seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat akan pelayanan jasa penginapan serta keinginan perusahaan untuk memberikan layanan kepada masayarakat luas akan jasa penginapan yang bersih, nyaman dan aman dengan lokasi yang sangat strategis, maka losmen berkembang dan tumbuh menjadi sebuah hotel dengan nama “Natama Hotel”. Kepemilikan hotel yang awalnya dimiliki oleh satu keluarga, berubah menjadi gabungan dari 3 (tiga) keluarga bersaudara, yaitu keluarga Almarhum. M. F. Siregar, Keluarga Ibu B.O Surjaatmadja, dan keluarga Bapak Amri Lubis. Hotel Natama membentuk sebuah Perseroan Terbatas (PT) dengan nama PT. Surya Natama yang berdiri pada tanggal 19 Agustus 2007 sesuai dengan Akte Notaris No.233 dihadapan kandidat noktariat Betty Supartini, S.H. sebagai pengganti dari Notaris Ny Pubaningsih Adi Warsito, S.H.
58
59
Pada tahun 2007 kepemilikan dan pengelolaan Hotel Natama beralih kepada keluarga Almarhum MF. Siregar dibawah naungan PT. Tuara Natama sesuai Akte Notaris No.3 Tanggal 16 Juli 2007 yang diterbitkan oleh Notaris Rumondu Kesuma Lubis, S.H. Semenjak berdirinya hotel ini, memang telah dikenal masyarakat sebagai hotel yang selalu menjaga nilai-nilai ke-Islaman, moral dan nilai kebudayaan masyarakat setempat, sehingga tidak banyak kendala dalam peralihan hotel ini menjadi hotel syariah. Semenjak tahun 2007, Natama Hotel dikelola secara syariah. Ada beberapa hal yang melatar belakangi dikonversinya hotel ini ke sistim syariah antara lain: a. Usaha menegakkan nilai-nilai syariah dalam aktifitas bisnis. b. Pangsa pasar syariah yang cukup besar. c. Bisnis syariah terasa lebih nyaman, adil dan tentram bagi mayoritas penduduk Indonesia. d. Aspek transparansi dalam bisnis syariah. 2. Visi dan Misi Natama Hotel Padangsidimpuan Natama Hotel Padangsidimpuan memiliki visi menjadi “Hotel Syariah terbaik di Tapanuli Selatan” Untuk mencapai misi tersebut, Natama Hotel Padangsidimpuan mencanangkan misi sebagai berikut:
60
a. Mengembangkan Manajemen Hotel dengan prinsip syariah. b. Meningkatkan pendapatan dengan memanfaatkan seoptimal mungkin asset yang ada, melakukan efisiensi dan menerapkan prinsip syariah dalam pengelolaan bisnisnya. c. Memberikan kepuasan dan pelayanan yang optimal terhadap tamu (dhuyuf) d. Menerima SDI yang terdidik secara Islami, menerapkan azas kejujuran, disiplin, berakhlak mulia, dan menciptakan iklim persaingan yang sehat serta saling menghormati. e. Meningkatkan kesejahteraan karyawan/ wati. f. Mensosialisasikan konsep dan sistem bisnis syariah kepada masyarakat. Diharapakan dengan misi yang telah disusun dapat memudahkan hotel ini mencapai misi yang akan dicapai. Serta diharapkan perkembangan hotel syariah akan menerima respon positif dari masyarakat luas.
61
3. Struktur Organisasi
RUPS
DPS
DEWAN
DEWAN DIREKSI: DIRUT DIR. KEUANGAN DIR. OPS & UMUM DIR. SDM DIR. RESEARCH & DEVELOPMENT
REPRESENTAT IVE JAKARTA
GENERAL
MANAGER OPS &
MANAGE R
DEP T FO
DEP T FB
DEP T HK
SPV
SPV
SPV
DEPT SECURI
DEPT. BO & ADM
Gambar 1
MANAGE R SDM
DEP T
62
1) Dewan Komisaris Komisaris Utama
: Ir. M. Zahir Siregar, MM
Komisaris
: Ir. Kesuma Machrita
2) Dewan Direksi Direktur Utama
: Hj. Bulang Amrita Lubis
Direktur
: Dra. Rizni Rosanna H
Direktur
: Ir. Yuni Saidah Siregar
Direktur
: Dra Hafni Hafsah Siregar
4. Jasa dan Pelayanan Sesuai dengan karakter bisnis hotel syariah yang melekat, maka hotel ini memiliki beberapa ciri-ciri khusus antara lain: a.
Semua makanan dan minumam yang di tawarkan halal, tidak menyediakan minuman keras (khamar), makanan yang mengandung serum babi (khinzir), bahkan hotel ini tidak menjual rokok.
b. Tidak menyuguhkan tayangan-tayangan berbau pornografi/aksi, dan pajangan yang ditata di lingkungan hotel hanya berupa pemandangan, tidak ada gambar hewan-hewan atau patung. c. Setiap kamar hotel disediakan kitab suci al-Qur’an, sejadah dan dilengkapi dengan alat pengeras suara yang akan mengumandangkan azan secara otomatis setiap memasuki waktu shalat. d. Seluruh pegawai hotel beragama Islam dan busana yang digunakan adalah busana yang sopan dan islami,
63
e. Adanya kajian rutin tentang akidah, tafsir dan fiqih ibadah yang diadakan setiap hari jum’at yang diperuntukkan kepada karyawan, tamu dan masyarakat, hal ini merupakan salah satu kebijakan pemilik dan pengelola hotel dalam mensyiarkan Islam dan meningkatkan SDI karyawan hotel tersebut. Ada juga program belajar membaca al-qur’an yang diwajibkan kepada seluruh karyawan hotel demi meningkatkan SDI hotel tersebut. Natama Hotel Padangsidimpuan ini memberikan berbagai macam produk yang ditawarkan kepada masyarakat, selain jasa penginapan yang ditawarkan hotel ini juga menawarkan jasa restaurant, coffeeshop, minishop, Bisnis center,dan penyewaan aula serba guna untuk berbagai macam acara. Seluruh penawaran yang diberikan Natama Hotel Padangsidimpuan terhadap masyarakat tetap menjaga nilai-nilai keislaman, dan Natama Hotel Padangsidimpuan ini merupakan satu-satunya hotel di Sumatera Utara yang telah memperoleh sertifikasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN MUI) sebagai hotel syariah. Posisi hotel yang strategis, berada di Jalur Lintas Sumatera dan dekat dengan pusat kota Padangsidimpuan menjadikan hotel ini cepat berkembang dan memiliki prospek yang bagus.
64
B. GAMBARAN UMUM BANK SYARIAH MANDIRI 1. Sejarah 1 Nilai-nilai perusahaan yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan integritas telah tertanam kuat pada segenap insan Bank Syariah Mandiri (BSM) sejak awal pendiriannya. Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis
multi-dimensi
termasuk
di
panggung
politik
nasional,
telah
menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia. Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing. 1
Diakses pada 27 Juli perusahaan/profil-perusahaan/Sejarah.
2010
dari
http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-
65
Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebagai pemilik mayoritas baru BSB. Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah. Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di
kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas
diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking system). Tim
Pengembangan
Perbankan
Syariah
memandang
bahwa
pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan Perbankan Syariah segera mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999.
66
Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999. PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilainilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan Indonesia. BSM hadir untuk bersama membangun Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik. 2. Visi dan Misi 2 Visi Menjadi Bank Syariah Terpercaya Pilihan Mitra Usaha Misi • 2
Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan yang berkesinambungan
Diakses pada perusahaan/visi-dan-misi/
27
Juli
2010
dari
http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-
67
•
Mengutamakan
penghimpunan
dana
konsumer
dan
penyaluran
pembiayaan pada segmen UMKM •
Merekrut dan mengembangkan pegawai profesional dalam lingkungan kerja yang sehat
•
Mengembangkan nilai-nilai syariah universal
•
Menyelenggarakan operasional bank sesuai standar perbankan yang sehat.
68
3. Struktur Organisas
BAB IV ANALISIS AKAD MURABAHAH BANK SYARIAH MANDIRI DENGAN HOTEL NATAMA PADANGSIDIMPUAN A. Bentuk Pembiayaan Murabahah Terhadap Hotel Natama Padangsidimpuan Natama Hotel Padangsidimpuan mengajukan pembiayaan produktif, yaitu untuk pembelian investasi Hotel Natama Padangsidimpuan kepada Bank Syariah Mandiri, menanggapi permohonan tersebut Bank Syariah Mandiri memberikan fasilitas pembiayaan dengan akad murabahah. 1 Natama Hotel merupakan hotel syariah yang dikelola secara Islami, dengan adanya pembiayaan yang diberikan Bank Syariah Mandiri, menunjukkan adanya peran aktif bank syariah dan pengusaha dalam meningkatkan dan memajukan usaha dan bisnis syariah yang lebih tentraman dan nyamanan bagi masyarakat. Dapat kita gambar sebuah skema kerjasama pembiayaan murabahah yang disepakati kedua belah pihak untuk Investasi Pembelian Hotel Natama Padangsidimpuan.
BANK
1.Negosiasi & persyaratan 2. Akad jual beli 6. Bayar
NASAB 5.Terima barang & dokumen
3.Beli barang
4. Pengiriman PEMASOK/ PUNJUAL
1
Wawancara pribadi dengan Ali Hasyim Sir, Padangsidimpuan, 22 September 2010
68
69
Dari skema diatas dapat kita lihat bahwa, pertama diadakan negosiasi yang menyangkut besar pembiayaan yang dibutuhkan Hotel Natama dan persyaratan yang akan disepakati selama berjalannya pembiayaan tersebut, hal ini sangat perlu dilakukan demi menjaga dan menciptakan keadilan bagi kedua belah pihak serta menghilangkan adanya ketidak jelasan (gharar) dan adanya saling rela (ridho) antara kedua belah pihak. Kedua, disepakati bahwa dalam pembiayaan ini menggunakan akad murabahah dimana bank menyediakan pembiaayaan dalam membeli barang yang dibutuhkan nasabah dengan harga barang dan margin yang telah disepakati. Ketiga, nasabah untuk dan atas nama bank membeli barang dari pemasok untuk memenuhi kepentingan nasabah, dan selanjutnya Bank menjual barang tersebut kepada Nasabah, sebagaimana nasabah membelinya dari bank, dengan harga yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Keempat, dokumen dan barang dikirim kepada nasabah oleh pemasok. Kelima, setelah nasabah menerima barang beserta dokumen yang menyangkut jual beli tersebut selanjutnya, Keenam nasabah menjalankan kewajibannya terhadap bank untuk membayar utangnya terhadap bank dengan jumlah yang telah disepakati nasabah dan bank. B. Isi Akad Murabahah Isi kontrak murabahah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Bagian Pendahuluan Pada pendahuluan terdapat beberapa hal yang dimuat, dimana kita dapat membaginya menjadi tiga sub bagian yang terdiri dari:
70
a. Sub bagian pembuka. Sub bagian ini memuat tiga hal, yaitu: 1) Judul akad yang disepakati, akad ini bernama “Akad Pembiayaan alMurabahah” 2) Tanggal disepakati akad murabahah, dimana akad ini ditandatangani pada tanggal 20 Desember 2004 (duapuluh Desember tahun dua ribu empat) 3) Lokasi/ tempat di tanda tanganinya akad murabahah, akad ini telah ditandatangani di kota Padangsidimpuan Sumatera Utara. b. Sub bagian pencantuman identitas para pihak Pada sub bagian ini dicantumkan identitas para pihak yang mengikat diri dalam akad dan siapa saja dari kedua belah pihak yang menandatanganni akad. Dalam kontrak murabahah ini, yang mengikatkan diri adalah: 1) Tuan M. Zahir Siregar, yang tiggal di Jalan Kemuning no. 21 Padangsidimpuan selatan, Padangsidimpuan. 2) Nyonya Bulang Amirta Lubis, yang bertempat tinggal di Kelurahan Wek IV Jl. Cut Nyak Dien No.4 Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kota Padangsidimpuan. Kedua orang ini bertindak dalam jabatannya masing-masing dan berturut-turut selaku Komisaris Utama dan Direktur Utama dari PT. Tuara Natama, sebagai pemilik Hotel Natama Padangsidimpuan selanjutnya kedua orang ini disebut sebagai “Pihak Kedua” atau NASABAH.
71
3) Tuan Rahmad Irmawa S.E, M.M, yang bertempat tinggal di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Losung Batu, Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Propinsi Sumatera Utara, menjabat sebagai Kepala Cabang Bank Syariah Mandiri Padangsidimpuan, selanjutnya disebut “Pihak Pertama” atau BANK. c. Sub bagian penjelasan Pada sub bagian ini dijelaskan ketentuan-ketentuan yang menyangkut mekanisme akad murabahah, yakni: 1) Bahwa NASABAH untuk dan Atas nama BANK membeli barang dari pemasok
untuk
memenuhi
kepentingan
NASABAH
dengan
pembiayaan yang disediakan oleh BANK, dan selanjutnya BANK menjual
barang
tersebut
kepada
NASABAH
sebagaimana
NASABAH membelinya dari BANK, dengan harga yang telah disepakati oleh NASABAH dan BANK tidak termasuk biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan akad ini. 2) Kemudian barang yang telah dibeli dari pemasok diserahkan kepada NASABAH, dimana penyerahan barang tersebut dilakukan oleh Pemasok kepada NASABAH dengan persetujuan dan sepengetahuan BANK. 3) Kemudian sesuai perjanjian NASABAH membayar harga produk ditambah margin keuntungan atas Akad Jual Beli ini kepada BANK dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh kedua belah pihak,
72
sehingga karenanya sebelum NASABAH membayar lunas harga Produk dan Margin Keuntungan kepada BANK, maka NASABAH berhutang kepada BANK. 2. Bagian isi Pada bagian isi, ada empat hal yang dicantumkan, yaitu: a. Klausul definisi Klausul ini berisi berbagai definisi untuk kepentingan akad murabahah yan akan disepakati. Klausul definisi ini bertujuan untuk mengefisienkan klausul selanjutnya karena tidak perlu diadakan pengulangan definisi, pada kontrak murabahah ini klausula definisi dicantumkan pada pasal 1 yang terdiri dari 13 ayat, yakni: 1) Murabahah: Akad jual beli antara BANK dan NASABAH, BANK membeli barang yang diperlukan NASABAH dan menjual kepada NASABAH yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan kuntungan yang disepakati. 2) Syariah adalah: Hukum Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan alHadist (sunnah) yang mengatur segala hal yang mencakup bidang Ibadah Madhah dan Ibadah Muamalah. 3) Barang adalah: Barang yang dihalalkan berdasarkan Syari’ah, baik materi maupun cara perolahannya, yang dibeli NASABAH dari Pemasok dengan Pendanaan yang berasal dari Pembiayaan yang disediakan leh BANK.
73
4) Pemasok adalah: Pihak ketiga yang ditunjuknya atau setidak-tidaknya disetujui dan dikuasakan oleh BANK untuk menyediakan barang yang dibeli oleh NASABAH untuk dan atas nama BANK. 5) Pembiayaan adalah: Pagu dan Plafond dan yang disediakan BANK yang digunakan untuk membeli barang dengan harga beli yang disepakati oleh BANK. 6) Harga Beli adalah: Sejumlah uang yang disediakan BANK kepada NASABAH untuk membeli barang dari Pemasok atas permintaan NASABAH yan disetujui BANK berdasarkan Surat Persetujuan Prinsip dari BANK kepada NASABAH. 7) Margin Keuntungan Utang adalah: Sejumlah uang sebagai kuntungan BANK atas terjadinya Jual Beli yang ditetapkan dalam akad ini, yang harus dibayar oleh NASABAH kepada BANK sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah disepakati NASABAH dan BANK. 8) Surat Pengakuan Utang adalah: Segala macam dan bentuk Surat Bukti tentang kepemilikan atau hak –hak lainnya atas barang yang dijadikan jaminan, guna menjamin terlaksananya kewajiban NASABAH terhadap BANK berdasarkan akad ini. 9) Dokumen Jaminan adalah: Segala macam dan bentuk surat bukti tentang kepemilikan atau hak-hak lainnya atas barang yang disediakan jaminan guna menjamin terlaksananya kewajiban NASABAH terhadap BANK berdasarkan akad ini.
74
10) Jangka Waktu Akad adalah: Masa berlaku akad ini sesuai yang ditentukan dalam Pasal 4 akad ini. 11) Hari Kerja BANK adalah: Hari Kerja Bank Indonesia. 12) Pembukuan pembiayaan adalah: Pembukuan atas nama NASABAH pada BANK yang khusus mencatat seluruh transaksi NASABAH sehubungan dengan pembiayaan yang merupakan bukti sah dan mengikat NASABAH atas segala kewajiban pembayaran, sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya dengan cara yang sah menurut hukum. 13) Cedera Janji adalah: Peristiwa atau peristiwa-peristiwa sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 8 akad ini yang menyebabkan BANK dapat menghentikan seluruh atau sebagian pembiayaan, dan menagih dengan seketika dan sekaligus jumlah kewajiban NASABAH kepada BANK sebelum jangka waktu akad ini. b. Klausul akad Klausul akad merupakan klausul-klausul yang berisi tentang segala hal yang mencakup akad yang akan dilakukan, klausul transaksi ini mencakup tentang pembiayaan dan penggunaan, penarikan pembiayaan, jangka waktu dan cara pembayaran, tempat pembayaran, biaya, potongan dan pajak, jaminan, cidera janji, akibat cidera janji, pengakuan dan jaminan, pembatasan terhadap tindakan nasabah, resiko, asuransi, pengawasan, penyelesaian perselisihan, lain-lain, dan pemberitahuan. c. Klausul spesifik
75
Klausul ini mengatur hal-hal yang spesifik dalam akad murabahah, antara lain adalah: 1) Harga barang Rp. 4.000.000.000,- (empat milyar rupiah) 2) Jangka waktu pembiayaan berlangsung selama 120 (seratus duapuluh) bulan 3) Dengan margin harga sebesar Rp. 3.500.000.000,- (tiga milyar limaratus juta rupiah) 4) Dengan demikian Harga jualnya sebesar Rp. 7.500.000.000,- (Tujuh milyar lima ratus juta rupiah). 5) Jaminan pada akad ini adalah: a) Sebidang tanah dan bangunan dari Sertipikat Hak Guna Bangunan nomor 45782TNH/Kelurahan Sitamiang, yang terletak di Sumatera Utara,
Kota
Padangsidimpuan,
Kecamatan
Padangsidimpuan
Selatan. b) Sebidang tanah dan bangunan dari Sertipikat Hak Guna Bangunan nomor 47890NH/Kelurahan Sitamiang, yang terletak di Sumatera Utara,
Kota
Padangsidimpuan,
Kecamatan
Padangsidimpuan
Selatan. Pada hakikatnya yang menjadi jaminan pada akad ini adalah, tanah hotel dan bangunan yang terdapat diatasnya yaitu hotel itu sendiri. 2 d. Klausul ketentuan umum 2
ibid
76
Klausul ini antara lain mengatur tentang penyelesaian sengketa, pemberitahuan dan lain-lain, klausula ini diatur di pasal 15 dan 17, yakni: 1) Penyelesaian sengketa dengan musyawarah untuk mufakat, apabila terjadi perbedaan pendapat dalam memahami atau menafsirkan bagian-bagian dari isi, atau terjadi perselisihan dalam pelaksanaan akad. 2) Apabila usaha penyelesaian tidak menghasilkan keputusan, maka proses penyelesaiannya
melalui
Badan
Arbitrase
Syariah
Nasional
(BASYARNAS) menurut prosedur beracara yang berlaku di dalam Badan Arbitrase tersebut. 3) Pemberitahuan yang dapat dilakukan kepada NASABAH yaitu, Nama
: Bulang Amirta Lubis
Alamat
: Jl. Cut Nyak Dien No. 4 Kelurahan Wek IV Kec. Padangsidimpuan Utara Kota Padangsidimpuan.
Dan pemberitahuan kepada BANK adalah: Bank
: PT. Bank Syariah Mandiri Padangsidimpuan
Alamat
: Jl. Merdeka No. 81-81A Padangsidimpuan Sumatera Utara.
3. Bagian Penutup Pada bagian penutup, ada dua hal yang dicantumkan dalam akad murabahah ini, yaitu: a.
Sub bagian kata penutup Pada bagian ini dituliskan bahwa apabila ada hal-hal yang belum diatur dalam atau belum cukup diatur dalam akad ini, maka NASABAH dan
77
BANK akan mengatur bersama secara musyawarah untuk mufakat dalam suatu addendum, dimana tiap addendum dari akad ini merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari akad ini. b.
Sub bagian kata penutup menerangkan bahwa kontrak murabahah ini dibuat dan ditandatangani oleh: 1. Pihak BANK, yang diwakili oleh Tuan Rahmad Darmawan, SE, MM Kepala Cabang Bank Syariah Mandiri Padangsidimpuan. 2. Pihak NASABAH, Tuan M. Zahir Siregar, yang tiggal di Jalan Kemuning no. 21 Padangsidimpuan selatan, Padangsidimpuan. Dan Nyonya Bulang Amirta Lubis, yang bertempat tinggal di Kelurahan keduanya selaku Direktur dan Direktur Utama dari PT. Tuara Natama. 3. Saksi-saksi, saksi pertama Parlindungan, bertempat tinggal di Kelurahan Wek V Padangsidimpuan Selatan. Saksi kedua Marwan Lubis,
bertempat
tinggal
di
Kelurahan
Sitamiang,
Padangsidimpuan Selatan, Padangsidimpuan. 4. Sub bagian ruang penempatan tanda tangan, Pada bagian ini, terdapat ruang penempatan tanda tangan para pihak yang terkait dalam kontrak murabahah, yaitu ruang tanda tangan untuk: 1) Bank, yang di wakili oleh Rahmad Irmawa S.E, M.M., 2) Nasabah, Nyonya Bulang Amirta Lubis, dan Tuan Yudi
78
Pratama 3) Saksi-saksi, Parlindungan Harahap, Marwan Lubis. 4) Notaris, Mirna Wati, S.H C. Analisis Proses Pencapaian Akad Murabahah Prosedur pembiayaan murabahah ini diawali dengan pengajuan proposal pembiayaan yang diajukan pihak Natama Hotel Padangsidimpuan kepada pihak Bank Syariah Mandiri, adanya tanggapan positif yang diberikan oleh pihak Bank memulai proses akad pembiayaan , proses akad pembiayaan murabahah Bank Syariah Mandiri terhadap Hotel Natama Padangsidimpuan secara lebih rinci antara lain: 1.
Adanya Waktu yang cukup untuk memahami isi akad. Dalam mengajukan kontrak yang akan disetujui oleh nasabah, pihak bank memberikan waktu yang cukup panjang untuk memahami segala isi akad yang ada, dimana pihak Bank telah memberikan waktu selama 3 bulan untuk memahami isi akad. 3 Adanya waktu yang cukup untuk membaca dan memahami klausul akad, telah memenuhi asas kebebasan, kejujuran dan kebenaran yang sesuai dengan asas perikatan Islam, dimana pihak nasabah dapat memperoleh segala informasi yang harus dia ketahui sebelum penandatanganan akad tersebut. Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
3
Wawancara pribadi dengan Ali Hasyim Sir
79
7/6/PBI/2005 tentang Transfaransi Infomasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, dimana Bank dengan tegas di haruskan memberikan seluruh informasi tetang suatu produk, baik secara tertulis ataupun lisa. Dan tidak diperbolehkan memberikan informasi di tempat yang sulit dilihat atau dengan bahasa yang sulit dipahami. 2. Bahasa Kontrak yang Cukup Dipahami oleh pihak Nasabah Pada Akad Murabahah ini, terlihat bahwa bahasa yang digunakan cukup mudah untuk dipahami dan dimengerti oleh pihak Nasabah 4 , dengan memberikan kejelasan dari istilah dan klausul yang termaktub di dalam akad tersebut dan memberikan seluruh informasi yang berkaitan dengan produk tersebut, tanpa ada informasi yang berbeda dengan fakta. Bagi Bank yang tidak memberikan informasi secara menyeluruh maka dapat dikenakan saknsi administrasi, ataw penurunan tingkat kesehatan bank, hal ini sesuai dengan PBI No. 7/6/PBI/2005. 3. Ada Tawar Menawar (Bergaining) Dalam Klausul yang Diajukan Pihak Bank Pada kontrak akad murabahah ini, Bank Syariah Mandiri telah memberikan sebuah kontrak baku, namun pihak bank masih memberikan kesempatan untuk bermusyawarah dengan nasabah dalam perubahan klausul akad tersebut. 5
4
Ibid
5
ibid
80
Akan tetapi pihak nasabah tidak banyak mengajukan perubahan dalam klausul akad tersebut, mengenai harga barang, margin (keuntungan), waktu pelunasan, karena menganggap klausul akad yang diberikan pihak bank cukup standar, sehingga pihak nasabah tidak mengajukan perubahan terhadap klausul tersebut. Hal ini menunjukkan adanya asas kerelaan masing-masing pihak, sehingga tidak ada pihak yang merasa tertekan atau terpaksa dalam akad tersebut. D. Analisis Isi Akad Murabahah Di bawah ini, penulis menguraikan hasil analisis penulis dari Akad Pembiayaan Murabahah Bank Syariah Mandiri yang merupakan faktor-faktor penting dalam suatu akad, baik yang sesuai dengan Hukum Islam dan Peraturan Bank Indonesaia maupun yang memberatkan salah satu pihak: 1. Pengakuan Para Pihak untuk Saling Mengikatkan Diri Terdapat pasal-pasal yang menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak seperti pada pasal 2, 3, 4 dst, yaitu adanya pernyataan "BANK berjanji dan dengan ini mengikatkan diri" begitu juga sebaliknya pengakuan dari Nasabah “NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri” adanya pernyataan dari para pihak yang melakukan perikatan merupakan ijab dan kabul yang harus ada dalam suatu akad, karena merupakan salah satu rukun terpenting dalam akad.
81
Sesuai dengan ketentuan hukum perikatan Islam, ijab kabul harus jelas dan dapat dipahami, bersesuaian antara keduanya, dan menunjukkan keridhoan masing-masing pihak. Dengan adanya pernyataan demikian dari kedua belah pihak menunjukkan adanya ijab dan kabul. 2. Tujuan Akad Suatu akad haruslah memilki tujuan yang jelas sebab tujuan akad merupakan salah satu rukun akad, tujuan akad tidak boleh bertentangan dengan Syariah. Pada perikatan ini tujuan dari akad tersebut adalah untuk Investasi Pembelian Hotel Natama Padangsidimpuan, sebagai mana disebutkan dalam akad Pasal 2 “Tujuan pembiayaan yang akan digunakan untuk Investasi Pembelian Hotel Natama Padangsidimpuan”. Tidak adanya dalil yang melarang tujuan akan akad ini pada hukum Islam, maupun pada undang-undang atau peraturan perbankan di Indonesia, sehingga tujuan akad ini sah secara hukum. 3. Prinsip Kehati-hatian Berkaitan dengan prinsip kehati-hatian pada Bank Syariah, maka dalam penyaluran dananya Bank Syariah Mandiri pada akad ini berupaya untuk tetap menjalankan prinsip kehati-hatian dengan penuh pertimbangan, terlihat pada pasal 3 (Penarikan Pembiayaan) yang berbunyi “ menyerahkan kepada BANK permohonan realisasi Pembiayaan yang berisi rincian barang yang akan dibiayai dengan fasilitas Pembiayaan, serta tanggal dan kepada
82
siapa Pembiayaan tersebut harus dilakukan. Surat Permohonan tersebut harus sudah diterima oleh BANK selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja BANK dari saat pembayaran harus dilakukan. Artinya bank melakukan pencairan dana dengan proses yang teliti dan benar, sehingga dapat menjaga sistim kehati-hatian yang telah diteteapkan. Kemudian masih pada Pasal 3 (penarikan pembiyaan) yang berbunyi “ Menyerahkan kepada BANK seluruh dokumen NASABAH termasuk dan tidak terbatas pada dokumen-dokumen jaminan yang berkaitan dengan akad ini” hal demikian menunjukkan bahwa prosedur yang digunakan Bank dalam pencairan dana sesuai dengan ketentuan yang telah ada, dengan memberikan seluruh dukumen yang berkaitan dengan akad tersebut, sehingga mengurangi resiko penyalah gunaan dana oleh nasabah. 4. Adanya Kemudahan dalam Pemenuhan Kewajiban Dalam suatu akad yanng disepakati, seharunya kedua belah pihak saling memberikan kemudahan untuk pelaksanaan hak dan kewajiban masingmasing sehingga salah satu pihak tidak merasa terbebani atau tertekan oleh pihak lain. Pada akad murabahah ini terlihat adanya kemudahan yang diberikan pihak Bank kepada Natama Hotel Padangsidimpuan yauitu pada Pasal 4 (Jangka Waktu dan Cara Pembayaran) yaitu klausul “ Untuk Angsuran Bulan 1 (pertama) sampai dengan angsuran bulan ke 3 (tiga) sebesar Rp. 50.000.0000,- (lima puluh juta rupiah), sedangkan untuk angsurannya bulan ke 4 (empat) sampai dengan angsuran ke 120 (seratus dua puluh) atau
83
terakhir akan dievaluasi kembali sesuai dengan “Jadwal Angsuran” yang ditetapkan dalam “Surat Sanggup” untuk membayar, dan lunas pada saat jatuh tempo”. Dengan tidak ditetapkannya jumlah dan tanggal brapa pihak hotel harus membayar pada bulan ke 4 (empat) dan seterusnya secara sepihak oleh bank, memberikan keringanan bagi pihak Natama Hotel untuk dapat menjalankan kewajibannya, hal ini dapat dilihat pada kalimat “untuk angsurannya bulan ke 4 (empat) sampai dengan angsuran ke 120 (seratus dua puluh) atau terakhir akan dievaluasi kembali sesuai dengan “Jadwal Angsuran” yang ditetapkan dalam “Surat Sanggup””. Dimana bank memberikan kemudahan bagi nasabah untuk mengajukan waktu yang ia sanggupi untuk membayar cicilannya kepada Bank di dalam sebuah ”surat sanggup” hal ini sesuai dengan asas maslahat yang ada pada Hukum perikatan Islam, dengan sama-sama membrikan iktikad baik dari kedua belah pihak. 5. Sanksi Tegas Terhadap Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran. Pada Pasal 4 (Jangka Waktu dan Cara Pembayara) terdapat sebuah klausul yang menyangkut sanksi atas keterlambatan pembayaran yang dilakukan oleh nasabah yang berbunyi “ Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran oleh NASABAH kepada BANK, maka NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membayar biaya administrasi pada BANK untuk Invesasi Pembelian Hotel Natama Padangsidimpuan sebesar (Rp. 23.350,45) dua puluh tiga ribu tiga ratus lima puluh koma empat puluh lima
84
rupiah untuk tiap-tiap keterlambatan, terhitung sejak saat kewajiban pembayaran tersebut jatuh tempo sampai dengan tanggal dilaksanakan pembayaran kembali.” Sesuai
dengan
Fatwa
Dewan
Syariah
Nasional
No.17/DSN-
MUI/XI/2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran, dimana dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa “Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/ atau tidak mempunyai kemauan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi”. Kemudian pada point berikutnya diterangkan bahwa saksi harus didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. Sanksi yang diberikan bisa berupa denda sejumlah uang yang berdasarkan kesepakatan bersama dan dibuat saat penandatanganan akad, serta dana dari denda diperuntukkan untuk dana sosial. Dari fatwa diatas, kita dapat mengetahui bahwa pembuatan kesepakatan tentang denda yang diberikan terhadap ketidak disiplinan nasabah adalah sah secara hukum, dengan syarat harus disepakatai bersama dan dibuat pada saat penanda tanganan akad, serta pihak Bank wajib menggunakan dana tersebut untuk dana sosial. 6. Pembebanan Biaya Transaksi kepada Nasabah Pembebanan biaya-biaya yang langsung terkait dengan transaksi jual beli dan biaya-biaya yang tidak langsung terkait dengan transaksi tersebut
85
namun memberikan nilai tambah pada barang yang diperjualbelikan dapat dibolehkan. Sesuai dengan Peratutan Bank Indonesia, Pihak BANK harus memberikan penjelasan atas segala keterangan yang menyangkut suatu produk bank, baik keuntungan, resiko, biaya, jangka waktu dan lain-lain. Yang dimaksud dengan biaya adalah segala biaya yang akan dikeluarkan oleh nasabah sepeti; administrasi, provisi, atau penalti, dan sebagainya. Semua hal itu harus diinformasikan pihak Bank kepada Nasabah sebelum tercapainya akad. Biaya yang dibebankan kepada NASABAH. Dalam pasal 6 pada akad perjanjian disebutkan “NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menanggung segala biaya yang diperlukan berkenaan dengan pelaksanaan Akad ini termasuk jasa Notaris dan jasa lainnya, sepanjang hal itu diberitahukan BANK kepada NASBAH sebelum ditandatangani Akad ini dan NASABAH menyatakan persetujuan. Dituliskan bahwa Nasabah berkewajiban menanggung beban biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan akad, namun perlu diketahui bahwa Nasabah tidak diperbolehkan menanggung biaya yang memang semestinya dikerjakan oleh si penjual dalam hal ini pihak Bank. Dalam pembebanan biaya-biaya yang timbul haruslah diberitahukan sebelum ditandatanganinya akad sehingga nasabah mengetahuinya dan pembebanan biaya itu harus memperoleh persetuan dan keridoan dari pihak
86
nasabah, dan telah disepakati kedua belah pihak. Hal ini dapat dilihat pada kalimat
“hal
itu
diberitahukan
BANK
kepada
NASBAH
sebelum
ditandatangani Akad ini dan NASABAH menyatakan persetujuan.” Sehingga Bank tidak dapat secara sepihak membebankan biaya-biaya yang tidak seharusnya di tanggung Nasabah. 7. Peyelesaian Perselisihan dengan Musyawarah Sesuai dengan Fatwa DSN-MUI bahwa bila terjadi perselisihan atau perbedaan pendapat maka diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat. Pada Pasal 15 disebutkan “Apabila terjadi perbedaan pendapat dalam memahami atau menafsirkan bagian-bagian dari isi, atau terjadi perselisihan dalam melaksanakan Akad ini, maka NASABAH dan BANK akan berusaha untuk menyelesaikan secara musyawarah dan mufakat.” Dan bila mana tidak tercapai kesepakatan dalam perselisihan tersebut maka dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah. “NASABAH dan BANK sepakat untuk menunjuk dan menetapkan serta memberi kuasa kepada BADAN
ARBITRASE
SYARIAH
NASIONAL
(BASYARNAS)
untuk
memberikan putusannya, menurut tatacara dan prosedur beratbitrase yang ditetapkan oleh dan berlaku di badan tersebut.” Penyelesaian yang ditempuh memalalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah penyelesaian yang bersifat final dan mengikat, sehingga perselisihan kedua belah pihak berakhir pada keputusan yang dikeluarkan BASYARNAS.
87
8. Pemberian Potongan oleh Pihak Bank kepada Nasabah. Dari hasil wawancara yang saya lakukan dengan Manager Hotel Natama Padangsidimpuan, beliau mengatakan “pihak bank memberikan kami bonus cicilan gratis selama enam bulan, namunhal ini tidaklah menjadi suatu kesepakatan yang dicantumkan di dalam akad, tetapi kewenangan pihak bank saja dalam memberikannya.” 6 Pemberian bonus/potongan tanpa dipersyaratkan dan dimasukan ke dalam akad adalah sesuai dengan ketetapan Fatwa DSN No. 23/DSN-MUI/III 2002 tentang Potongan Pelunasan dalam Murabahah, dimana disebutkan “Pemberian potongan sebagai mana dimaksud di atas diserahkan kepada kebijakan LKS”. Sebab apabila potongan telah dipersyaratkan dalam akad, akan merugikan salah satu pihak, karena dituntut untuk memberikan potongan dalam hal ini pihak Bank Syariah Mandiri, tetapi apabila itu diserahkan kepada kebijakan LKS maka tidak ada tuntutan yang mengharuskan Bank memberikan Bonus tersebut. 9. Cedera Janji (akibat keterlambatan membayar seharusnya tidak membatalkan akad, dengan Bank menuntut pembayaran dengan sekaligus atau seketika) Pada Pasal 8 disebutkan “ BANK berhak untuk menuntut/menagih pembayaran dari NASABAH atau siapapun juga yang memperoleh hak 6
ibid
88
darinya atas sebagian atau seluruh jumlah utang NASABAH kepada BANK berdasarkan Akad ini, untuk dibayar dengan seketika dan sekaligus, tanpa diperlukan adanya surat pemberitahuan, surat teguran atau surat lainnya apabila terjadi salah satu hal peristiwa tersebut dibawah ini:” Yang menjadi sorotan penulis disini adalah pada poin pertama yang menjadi salah satu peristiwa yang membuat Bank dapat menagih dengan seketika dan sekaligus yaitu “NASABAH tidak melaksanakan kewajiban pembayaran/pelunasan tepat waktu yang diperjanjikan sesuai dengan tanggal jatuh tempo surat sanggup membayar yang telah diserahkan NASABAH kepada BANK.” Menurut penulis hal ini tidaklah dapat dijadikan salah satu poin yang mengharuskan Bank untuk menuntut Nasabah membayar seluruh hutangnya dengan seketika dan sekaligus, apalagi tanpa adanya surat pemberitahuan atau surat teguran, karena Nasabah bisa saja mengalamai penurunan kemampuan dalam membayar cicilian kepada Bank. Pada Fatwa DSN-MUI No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah, disebutkan bahwa nasabah yang tidak bisa memenuhi kewajibannya sesuai dengan waktu yang disepakati maka dapat LKS dapat melakukan Penjadwalan kembali (rescheduling) tagihan murabahah, dan Fatwa DSN NO. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad Murabahah, nasabah bisa diberikan keringan dalam memenuhi kewajibannya dengan melakukan Konversi, yaitu pembuatan akad yang baru.
89
Sehingga memberikan keringan bagi nasabah yang mengalami penurunan kemampuan dalam membayar. Sebab Nasabah akan sangat merugi bila Bank secara seketika menagih pemabayaran dengan seketika dan sekaligus, tanpa ada surat pemberitahuan. Namun bila jelas terlihat tidak ada iktikad baik dari pihak Nasabah untuk memenuhi kewajibannya, maka demi keadilan dan kemaslahatan, Bank dapat menagih hutang tersebut secara seketika dan sekaligus. 10. Kewajiban Nasabah Untuk Menambah Jaminan yang Dinilai Kurang oleh Pihak Bank. Pada pasal 10 poin ke-5 "NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk dari waktu kewaktu menyerahkan kepada BANK jaminan tambahan yang dinilai cukup oleh BANK, selama kewajiban membayar utang atau sisa utang kepada BANK belum lunas" Pada kalimat "untuk dari waktu kewaktu menyerahkan kepada BANK jaminan tambahan yang dinilai cukup oleh BANK"
terlihat pihak bank sudah mengajukan
klausul yang membentengi pihak bank dari kerugian, baik itu timbul dari pihak bank sendiri, seperti kesalahan bank dalam menghitung agunan. Dalam Akad Pembiayaan Murabahah yang seluruh kewajiban pihak Nasabah telah diketahui dengan pasti pada awal akad, maka seharusnya bank telah memperoleh besaran nilai agunan atau jaminan yang harus diberikan oleh Nasabah kepada Bank sehingga nasabah tidak berkewajiban memberikan
90
aguanan tambahan yang sewaktu-waktu dapat diminta oleh pihak Bank karena pertimbangan sepihak oleh Bank. Hal ini akan sangat merugikan Nasabah karena bisa saja pada saat keterlambatan pembayaran bank menjual agunan yang telah diberikan. 11. Bank Berwenang Secara Sepihak Menentukan Harga Jual Dari Barang Jaminan dalam Hal Penjualan Barang Jaminan Karena Pembiayaan Nasabah Macet. Pada pasal 9 (akibat cidera janji) disebutkan bahwa “Apabila NASABAH tidak melaksanakan pembayaran seketika dan sekaligus karena suatu hal atau peristiwa tersebut pada Pasal 8 Akad ini, maka BANK berhak menjual barang jaminan” dimana salah satu adalah karena tidak melaksanakan kewajiban pembayaran tepat pada waktu yang diperjanjikan maka Nasabah akan mengalami kerugian, apalagi barang yang di jaminkan disini adalah Hotel itu sendiri. Belum lagi, apabila penjualannya dilakukan dibawah tangan, maka harga barang jaminan ditetapkan oleh Bank seperti tercantum dalam pasal 9 “Apabila penjualan barang jaminan dilakukan dibawah tangan, maka NASABAH dan BANK sepakat, harga penjualan barang jaminan ditetapkan oleh BANK dengan harga yang wajar menurut harga pasar ketika barang jaminan dijual." penetapan harga secara sepihak ini memberatkan nasabah, karena dengan klausula ini, pihak bank sudah keluar dari asas maslahah dan i'tikad baik dengan menentukan harga barang jaminan secara sepihak.
91
Nasabah tidak dapat berbuat banyak disaat ia mengalami kesulitan dalam pembayaran, sehingga barang jaminan tersebut bisa saja dijual oleh Bank dengan ketentuan harga yang ditetapkan oleh Bank. 12. Kurangnya Tanggung Jawab Bank dalam Menanggung Resiko Dalam suatu akad jual beli, seharusnya barang yang akan diperjual belikan merupakan milik si penjual terlebih dahulu, dan merupaka bagian dari tangggung jawab penjual untuk menjamin utuhnya suatu barang yang akan di perjual-belikan. Pada pasal 12 (Resiko) disebutka “NASABAH atas tanggung jawabnya, berkewajiban melakukan pemeriksaan, baik terhadap keadaan fisik barang maupun terhadap sahnya dokumen-dokumen atau surat-surat bukti kepemilikan atau hak atas barang yang bersangkutan, sehingga apabila terjadi suatu hal terhadap barang tersebut, sejak akad ini ditandatangani, seluruh resiko sepenuhnya menjadi tanggung jawab NASABAH, dan karena itu pula NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membebaskan BANK dari segala resiko tersebut” Terlihat jelas pada klausul diatas, bahwa seluruh resiko dan tanggung jawab pada barang yang akan diperjual belikan merupakan tanggung jawab Nasabah (pembeli) secara keseluruhan terlihat pada klausul “Nasbah berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membebaskan BANK dari segala resiko tersebut”. Pernyataan ini menimbulkan kesan “lepas tangan” dari pihak Banak atas barang yang akan diperjual belikan. Seharusnya peran bank dan
92
tanggung jawab sangatlah penting, karena Bank merupakan penjual, walaupun Bank telah mewakilkan pembelian barang tersebut kepada Nasabah atas nama Bank namun tidak berarti Bank tidak memiliki tanggung jawab atas barang yang diperjual belikan tersebut. Dengan memberikan tanggung jawab dalam memikul resiko, bank akan lebih dipercaya masyarakat.
BAB IV PENUTUP
Berdasarkan hasil analisa penulis terhadap pokok permasalahan, maka penulis menyimpulkan beberapa hal berikut serta memberikan saran. A. Kesimpulan 1. Menurut penulis proses dalam tercapaianya akad Pembiayaan Murabahah yang di berikan Bank Syariah kepada Hotel Natama Padangsidimpuan adalah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan Hukum Islam, Undang-undang dan Peraturan Bank Indonesia. Sebab tidak terlihat adanya pelanggaran hak-hak kedua belah pihak dan hal-hal yang melanggar peraturan dan undang-undang, seperti penipuan atau paksaan sejak proses pengajuan pembiayaan hingga tercapainya akad kesepakatan. 2. Akad Pembiayaan Murabahah yang diberikan Bank Syariah Mandiri terhadap Hotel Natama Padangsidimpuan secara garis besar telah memenuhi asas, rukun dan syarat Hukum Perikatan Islam, dengan terpenuhinya rukun-rukun murabahah dan syarat, serta tidak terdapatnya hal-hal yang melanggar asas perikatan dalam Islam atau dalil yang mengharamkan akad tersebut, begitu juga bila dilihat dengan Fatwa-Fatwa DSN MUI yang berkaitan
dengan
Murabahah, tidak terdapat pelanggaran yang fatal dalam akad tersebut. 3. Bila dilihat dari segi hukum positif yang dalam hal ini adalah Peraturan Bank Indonesia, penulis menilai bahwa secara keseluruhan bahwa Akad
93
94
Pembiayaan Bank Syariah Mandiri terhadap Hotel Natama Padangsidimpuan sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia, namun ada beberapa klausul yang kuran tepat menurut penulis, antara lain; penuntutan utang secara sekaligus dan seketika yang disebabkan keterlambatan Nasabah dalam membayar cicilan, kewajiban untuk menambah jaminan yang dianggap kurang oleh bank, kurangnya tanggung jawab Bank dalam menanggung resiko barang yang diperjual-belikan, serta penetapan harga barang jaminan secara sepihak oleh Bank.
B. Saran Dari hasil analisi yang dilakukan penulis, penulis mencoba memberikan saran yang semoga dapat membantu dalam permasalahan yang timbul pada akad Pembiayaan Bank Syariah terhadap Hotel Natama Padangsidimpuan: 1. Berdasarkan Pasal 12 Akad pembiayaan murabahah diatas penulis menyarankan kepada pihak Bank Syariah Mandiri dan Natama Hotel Padangsidimpuan agar tanggung jawab atas keadaan fisik serta dokumendokumen atau surat-surat bukti kepemilikikan atau hak atas barang yang bersangkutan menjadi tanggung jawab kedua belah pihak atas resiko yang ada sampai barang tersebut diserahkan kepada pembeli (Nasabah), sebab barang yang diperjual belikan seharusnya adalah milik penjual secara utuh terlebih dahulu yaitu Bank, lalu kemudian setelah penyerahan barang kepada nasabah,
95
secara otomatis menyerahkan tanggung jawab serta resiko barang tersebut kepada nasabah hingga berakirnya akad. Dengan adanya tanggung jawab Bank Syariah dalam hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan masyarakat/nasabah terhadap Bank Syariah. Sehingga Bank Syariah semakin terlihat perannya dalam meningkatkan perekonomian ummat dengan tetap menerapkan sistim kehati-hatian dalam memberikan fasilitas pembiayaan terhadap masyarakat. 2. Menurut penulis, perlu adanya kesepakatan yang mengatur tentang force majeure (kejadian yang diluar kemampuan atau kuasa para pihak), sebab keadaan seperti itu bisa saja terjadi. 3. Bagi pihak perbankan sebaiknya memberikan kebebasan bagi para Nasabah yang mengajukan pembiayaan dalam menentukan kalausul akad yang akan disepakati, sehingga memberikan keadilan bagi para pihak yang berakad. Dengan demikian diharapkan akan timbul keserasian antara pihak Bank dan Nasabah
dalam
memenuhi
kewajibannya
masing-masing
selama
berlangsungnya akad, seperti hal-hal yang mengatur tentang barang jaminan.
DAFTAR PUSTAKA
A. Mas’adi, Ghufron. Fiqih Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Ash-Shiddiqy, Hasbi. Pengantar Fiqih Muamalah, Jakarta : Bualan Bintang, 1974. Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007. ash-Shawi, Salah dan al-Mushlih, Abdullah. Jakarta: Darul Haq, 2004.
Fikih Ekonomi Keuangan Islam,
Arikunto, Suharsimin. Manajemen Penelitian, Cet.II, Bandung: PT. Rineka Cipta, 1993. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus BesarBahasa Indonesia, ed. 3, Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Dewan Syariah Nasional. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, ed. Revisi. Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006. Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 1984. Dahlan, Abdul Azis. Ensiklopedi Hukum Islam jilid.1, Jakarta:Ichtiar Baru van Hoeve, 1996. Dewi, Gemala, dkk. Hukum Perikatan Islam Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007. Firdaus NH, Muhammad, dkk. BriefcaseBook Edukasi Profesional Syariah Sistem dan Mekanisme Pengawasan Syariah, Jakarata: Renaisan, 2005. Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Hidayat Dani. Bulughul Maram Min Adillatil Ahkaam versi 2.0 © 1429 H, Tasikmalaya:Pustaka al-Hidayah, 2008 Harahap, M. Yahya. Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung: P.T Alumni, 1986. Hasan Zubairi. Undang-undang Perbankan Syariah (Titik Temu Hukum Islam dan Hukum Nasional). Jakarta: Rajawali Pers,2009.
96
97
Keegan, Warren J. Manajemen Pemasaran Globa, ed. Bahasa Indonesia jilid 2 Jakarta: Prenhallindo,1996. Karim, Adiwarman A. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan Ed.3. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Lathif Azharuddin. Fiqih Muamalat, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005. Muljani, Kartini dan Widjaja, Gunawan. Perikatan Pada Umumnya, cet.II. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004. Nasution Harun, dkk. Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Penerbit Djambatan, 1992. Rohi Baalbaki. al-Mawrid, Lebanon: Dar El-ILM Lilmalayin, 1991. Setiawan, R. Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung: Binacipta, 1977. Sevilla, Consuelo G, dkk. Pengantar Metode Penelitian. Penerjemah Alimuddin Tuwu, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1993. Sudarsono, Heri. Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar. Yogyakarta: Ekonisia, 2004. Subekti, R dan Tjitrosudibio, R. Kitab Undang-undang Hukum Perdata,ed. Revisi. Jakarta: PT Pradya Paramita, 1985. Suhendi Hendi. Fiqih Muamalat, ed. 1-3. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007. Tim Penulis Fakultas Syariah dan Hukum. Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2007. http://www.syariahmandiri.co.id http://www.mui.or.id http://www.bi.go.id/web/id/
---Bismillahirrohmanirrohim---“Akad Pembiayaan al-Murabahah” No:98/M/BSM/2004
“Dan
Allah
telah
menghalalkan
jual
beli
dan
mengharamkan riba” (al-Qur’an Surah al-Baqarah: 275)-“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta
sesamamu
dengan
jalan
yang
batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (QS. An-Nisa: ayat 29)---------------------------------------------------
Hari ini bertepatan pada tanggal 20 Desember 2004 di Kota Wati,
Padang S.H,
sidipuan, Notaris
datang
di
menghadap
Kota
saya,
Padangsidimpuan
Mirna dengan
dihadiri oleh para saksi yang saya, notaris kenal dan akan disebutkan pada bagian akhir Akta ini: 1. Tuan, Rahmad Darmawan, SE, lahir Jakarta Utara Bertempat
Tinggal
Padangsidimpuan Penduduk
di
Jl.
Selatan,
Pemerintah
Melati
No.34
Pemegang
Kota
Kecamatan
Kartu
Tanda
Padangsidimpuan
nomor
:92380905440001 -
Warga Negara Indonesia.
-
Menurut keterangannya dalam melakukan tindakan hukum
tersebut
berdasarkan
Surat
dibawah Kuasa
ini,
yang
bertindak
dibuat
dibawah
tangan, bermeterai cukup, tertanggal 15-04-2004 (lima belas april tahun duaribu empat) nomor 37, Tambahan nomor 122, anggaran dasar mana telah dirubah
secara
keseluruhan
dan
telah
diumumkan/dimuat berturut-turut dalam : -
Berita Negara Republik Indonesia tertanggal 29-10-1999 (duapuluh sembilan Oktober tahun 1
seribu sembilanratus sembilanpuluh sembilan) nomor 87, Tambahan nomor 300/1999; -
Berita Negara Republik Indonesia tertanggal 16-07-2002 (enambelas Juli tahun duaribu dua) Nomor 57, Tambahan nomor 486/2002;
-
Berita Negara Republik Indonesia tertanggal 23-08-2002 duaribu
(duapuluh
dua)
tiga
Nomor
68,
Agustus
tahun
Tambahan
nomor
606/2002;---untuk
selanjutnya
disebut
juga
“BANK”
atau
“Pemasok”. 2. Nyonya Bulang Amirta Lubis, -Warga Neagara Indonesia, dilahirkan di Kota Medan Suatera
Utara,
dengan
no
KTP.1023991306540001,
bertempat tinggal di Kelurahan Wek IV Jl. Cut Nyak Dien No.4 Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kota Padangsidimpuan. -Menurut dalam
keterangannya jabatannya
dalam
selaku
hal
ini
Direktur
bertindak perseroan,
dalam tindakan hukum dibawah ini telah mendapat persetujuan dari Komisaris perseroan yang turut hadir dan turut menandatangani akta ini sebagai tanda
persetujuannya
Siregar, bertempat
lahir
di
tiggal
Padangsidimpuan Neagara
yaitu
kota di
Indonesia
M.
Zahir
Padangsidimpuan,
Jalan
selatan,
Tuan
Kemuning
no.
yang 21
Padangsidimpuan.Warga dengan
no
KTP.
18783991306540001, dari dan oleh karena itu sah mewakili untuk dan atas nama Perseroan Terbatas berkedudukan
di
Padangsidimpuan,
yang
anggaran
dasarnya telah didirikan dengan akta tertanggal 2
19-08-2000 Ribu)
(Sembilan
nomor
Belas
339,
Agustus
dihadapan
tahun
Dua
Notaris
Betty
“NASABAH”
atau
Supartini S.H. -Untuk
Selanjutnya
disebut
“PEMBELI”.-------------------------------------Bahwa, berdasarkan ketentuan Syariah, Pembiayaan oleh Bank
kepada
Nasabah
diatur
dan
akan
berlangsung
menurut ketentuan-ketentuan sebagai berikut:----------
NASABAH untuk dan Atas nama BANK membeli barang dari pemasok untuk memenuhi kepentingan NASABAH dengan pembiayaan yang disediakan oleh BANK, dan selanjutnya BANK menjual barang tersebut kepada NASABAH sebagaimana NASABAH membelinya dari BANK, dengan harga yang telah disepakati oleh
NASABAH
dan
BANK
tidak
termasuk
biaya-
biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan akad ini. -
Penyerahan
barang
tersebut
dilakukan
oleh
Pemasok kepada NASABAH dengan persetujuan dan sepengetahuan BANK. -
NASABAH membayar harga produk ditambah margin keuntungan atas Akad Jual Beli ini kepada BANK dalam oleh
jangka kedua
waktu belah
tertentu pihak,
yang
sehingga
disepakati karenanya
sebelum NASABAH membayar lunas harga Produk dan Margin
Keuntungan
kepada
BANK,
maka
NASABAH
berhutang kepada BANK. Selanjutnya kedua belah pihak sepakat menuangkan akad
ini
dalam
Akad
Pembiayaan
al-
Murabahah
(selanjutnya disebut “Akad”) dengan syarat-syarat serta ketentuan berikut:-------------------------
3
-Pasal 1---Defenisi--1)
Murabahah:
Akad
jual
beli
antara
BANK
dan
NASABAH, BANK membeli barang yang diperlukan NASABAH
dan
menjual
kepada
NASABAH
yang
bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan kuntungan yang disepakati.-----------2)
Syariah dari
adalah:
Hukum
al-Qur’an
mengatur
dan
segala
Islam
yang
al-Hadist
hal
yang
bersumber
(sunnah)
mencakup
yang
bidang
Ibadah Madhah dan Ibadah Muamalah.----------3)
Barang
adalah:
Barang
yang
dihalalkan
berdasarkan Syari’ah, baik materi maupun cara perolahannya, Pemasok
yang
dengan
dibeli
Pendanaan
NASABAH
yang
berasal
dari dari
Pembiayaan yang disediakan leh BANK.--------4)
Pemasok adalah: Pihak ketiga yang ditunjuknya atau
setidak-tidaknya
disetujui
dan
dikuasakan oleh BANK untuk menyediakan barang yang dibeli oleh NASABAH untuk dan atas nama BANK.---------------------------------------5)
Pembiayaan adalah: Pagu dan Plafond dan yang disediakan BANK yang digunakan untuk membeli barang dengan harga beli yang disepakati oleh BANK.----------------------------------------
6)
Harga
Beli
adalah:
Sejumlah
uang
yang
disediakan BANK kepada NASABAH untuk membeli barang dari Pemasok atas permintaan NASABAH yan
disetujui
BANK
berdasarkan
Surat
Persetujuan Prinsip dari BANK kepada NASABAH.
4
7)
Margin Keuntungan Utang adalah: Sejumlah uang sebagai kuntungan BANK atas terjadinya Jual Beli
yang
ditetapkan
dalam
akad
ini,
yang
harus dibayar oleh NASABAH kepada BANK sesuai dengan
jadwal
pembayaran
yang
telah
disepakati NASABAH dan BANK.----------------8)
Surat dan atau
Pengakuan
bentuk
Utang
Surat
hak
–hak
dijadikan
adalah:
Segala
Bukti
tentang
lainnya
atas
jaminan,
macam
kepemilikan barang
guna
yang
menjamin
terlaksananya kewajiban NASABAH terhadap BANk berdasarkan akad ini.-----------------------9)
Dokumen
Jaminan
adalah:
Segala
macam
dan
bentuk surat bukti tentang kepemilikan atau hak-hak lainnya atas barang yang disediakan jaminan guna menjamin terlaksananya kewajiban NASABAH terhadap BANK berdasarkan akad ini.-10) Jangka Waktu Akad adalah: Masa berlaku akad ini
sesuai
yang
ditentukan
dalam
Pasal
IV
akad ini.-----------------------------------11) Hari
Kerja
BANK
adalah:
Hari
Kerja
Bank
Indonesia.----------------------------------12) Pembukuan
pembiayaan
adalah:
Pembukuan
atas
nama NASABAH pada BANK yang khusus mencatat seluruh
transaksi
pembiayaan mengikat
NASABAH
sehubungan
yang
merupakan
NASABAH
atas
bukti segala
dengan
sah
dan
kewajiban
pembayaran, sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya
dengan
cara
yang
sah
menurut
hukum.--------------------------------------13) Cedera Janji adalah: Peristiwa atau peristiwa-peristiwa sebagaimana yang tercantum dalam Pasal VIII akad ini yang 5
menyebabkan BANK dapat menghentikan seluruh atau sebagian pembiayaan, dan menagih dengan seketika dan sekaligus jumlah kewajiban NASABAH kepada BANK sebelum jangka waktu akad ini.-----------------------------------------
-Pasal 2---Pembiayaan dan Penggunaan--BANK
berjanji
untuk
dan
menyediakan
NASABAH
dan
mengikatkan
dengan
fasilitas
NASABAH diri
ini
mengikatkan Pembiayaan
berjanji untuk
serta
menerima
diri
kepada
dengan
ini
Pembiayaan
tersebut dari dan karenanya telah berutang kepada BANK, dengan syarat dan ketentuan berikut:------- Jenis fasilitas yang akan digunakan adalah alMurabahah.------------------------------------- Tujuan
pembiayaan
Investasi
yang
akan
Pembelian
digunkan Hotel
untuk Natama
Padangsidimpuan.-------------------------------- Limit Pembiayaan Rp.4.000.000.000,-(Empat Milyar Rupiah)----------------------------------------- Harga
Beli
Rp.
4.000.000.000,-(Empat
Milyar
Rupiah)----------------------------------------- Margin
Rp.
3.500.000.000,-
(Tiga
Milyar
Lima
Ratus Juta Rupiah)------------------------------ Harga Jual Rp. 7.500.000.000,-(Tujuh Milyar Lima Ratus Juta Rupiah)------------------------------ Angsuran yang ditangguhkan Rp. 7.500.000.000,(Tujuh Milyar Lima Ratus Juta Rupiah)-----------
6
-Pasal 3---Penarikan Pembiayaan--Dengan
memperhatikan
ketentuan
dan
pembatasan
mentaati
ketentuan-
penyediaan
dana
yang
ditetapkan oleh yang berwenang. BANK berjanji dan dengan NASABAH
ini
mengikatkan
menarik
diri
untuk
Pembiayaan,
mengizinkan
setelah
NASABAH
memenuhi seluruh prasyarat sebagai berikut:------
Menyerahkan
kepada
BANK
permohonan
realisasi
Pembiayaan yang berisi rincian barang yang akan dibiayai
dengan
fasilitas
Pembiayaan,
serta
tanggal dan kepada siapa Pembiayaan tersebut harus
dilakukan.
harus
sudah
lambatnya
Surat
diterima
5(lima)
hari
Permohonan oleh
BANK
kerja
BANK
tersebut selambatdari
saat
pembayaran harus dilakukan.--------------------
Menyerahkan kepada BANK seluruh dokumen NASABAH termasuk
dan
tidak
terbatas
pada
dokumen-
dokumen jaminan yang berkaitan dengan akad ini. -
Telah menanda tangani akad ini dan akad-akad jaminan yang disyaratkan.----------------------
-
Bukti-bukti tentang kepemilikan atau hak lain atas barang jaminan serta akta-akta pengikatan jaminannya.------------------------------------
-
Terhadap setiap penarikan sebagian atau seluruh Pembiayaan,
NASABAH
berkewajiban
membuat
dan
menanda tangani Tanda Bukti Penerimaan uangnya, dan menyerahkannya kepada BANK.----------------
Sebagai bukti telah disehkannya setiap surat dokumen, dan/atau
bukti akta
kepemilikan dimaksud
oleh
atas NASABAH
jaminan, kepada
BANK, BANK berkewajiban untuk menerbitkan dan
7
menyerahkan
Tanda
Bukti
Penerimaannya
kepada
NASABAH.---------------------------------------
Terhadap setiap penarikan sebagian atau seluruh Pembiayaan,
NASABAH
wajib
menyerahkan
“Surat
Sanggp” untuk membayar kepada BANK.------------Pasal 4---Jangka Waktu dan Cara Pembayaran--NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk
membayar
kepada
BANK
kembali
jumlah
sebagaimana
seluruh
tersebut
pada
utangnya Pasal
2
akad ini, yaitu:---------------------------------
Fasilitas yang akan digunakan untuk Investasi Pembelian jangka
Hotel
waktu
Natama
120
Padangsidimpuan
(seratus
dua
puluh)
dalam bulan,
terhitung dari tanggal akad ini ditandatangani, dengan cara mengangsur pada tiap-tiap bulan, yaitu setiap tanggal _______ setiap bulannya, yang pembayarannya dimulai tanggal ___________ dan berakhir pada tanggal ____________________. Untuk angsuran bulan 1(pertama) sampai dengan angsuran
bulan
ke
Rp.50.000.000,-
3
(tiga)
(Lima
sebesar
Puluh
Juta
Rupiah),sedangkan untuk angsurannya bulan ke 4 (empat) sampai dengan angsuran ke 120 (seratus dua
puluh)
atau
terakhir
akan
dievaluasi
kembali sesuai dengan “Jadwal Angsuran” yang ditetapkan
dalam
“Surat
Sangggu”
untuk
membayar, dan lunas pada saat jatuh tempo.-----
Setiap lebih
pembayaran dulu
oleh
digunakan
NASABAH untuk
kepada
melunasi
BANK biaya
administrasi dan biaya lainnya berdasarkan akad ini
dan
sisanya
baru 8
dihitung
sebagai
pembayaran angsuran/pelunasan atas harga pokok barang dan margin keuntungan BANK.-------------
Dalam
hal
jatuh
tempo
pembayaran
kembali
Pembiayaan jatuh bertepatan dengan bukan pada hari kerja BANK, maka NASABAH berjanji dengan ini mengikatkan diri utuk melakukan pembayaran pada hari pertama BANK bekerja.----------------
Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran oleh NASABAH kepada BANK, maka NASABAH berjanji dan dengan
ini
mengikatkan
diri
untuk
membayar
biaya administrasi pada BANK untuk Investasi Pembelian Hotel Natama Padangsidimpuan sebesar (Rp. 23.350,45) dua puluh tiga ribu tiga ratus lima puluh koma empat puluh lima rupiah untuk tiap-tiap keterlambatan, terhitung sejak saat kewajiban sampai
pembayaran dengan
tersebut
tanggal
jatuh
tempo
dilaksanakannya
pembayaran kembali.----------------------------Pasal 5---Tempat Pembayaran--Setiap
pembayaran
kembali/pelunasan
utang
oleh
NASABAH kepada BANK dilakukan di kantor BANK atau ditempat
lain
yang
ditunjuk
oleh
BANK,
atau
dilakukan melalui rekening yang dibuka oleh atas nama NASABAH di BANK.---------------------------Dalam hal pembayaran dilakukan melalui Rekening Nasabah di BANK, maka dengan ini NASABAH member kuasa yang tidak dapat beakhir karena sebab-sebab yang
ditentukan
dalam
Pasal
1813
Kiab
Undang-
undang Hukum Perdata kepada BANK, untuk mendebet rekening
NASABAH
guna
membayar/melunasi
utang
NASABAH.----------------------------------------9
-Pasal 6---Biaya, Potongan dan Pajak--Nasabah berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk
menanggung
segala
biaya
yang
diperlukan
berkenaan dengan pelaksanaan Akad ini, termasuk jasa Notaris dan jasa lainnya, sepanjang hal ini diberitahukan
BANK
kepada
NASABAH
sebelum
ditandatanganinya Akad ini dan NASABAH menyatakan persetujuan.------------------------------------Setiap
pembayaran
kembali/
pelunasan
utang
sehubungan dengan Akad ini dan Akad lainnya yang mengikat NASABAH dan BANK, dilakukan oleh NASABAH kepada BANK tanpa potongan, pungutan, bea, pajak, dan/atau
biaya-biaya
potongan
tersebut
lainnya,
kecuali
diharuskan
jika
berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, akan dilakukan
pembayarannya
oleh
NASABAH
melalui
BANK.--------------------------------------------Pasal 7---Jaminan--Untuk
menjamin
tertibnya
pembayaran
kembali/
pelunasan Pembiayaan dan Margin keuntungan tepat pada waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak berdasarkan Akad ini, maka NASABAH berjanji dan dengan jaminan
ini
mengikatkan
kepada
BANK
diri
untuk
sesuai
menyerahkan
dengan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari akad ini.----jenis agunan yang diserahkan adalah berupa : 1. Sebidang tanah dan bangunan dari Sertipikat Hak Milik
nomor
Propinsi Kecamatan
00985/987/BHK,
Sumatera
Utara,
Padangsidimpuan 10
yang Kota
terletak
di
Padagsidimpuan,
Selatan,
Kelurahan
Sitamiang.
Luasnya
tigapuluh
tujuh
1.537
M2
meter
(seribu
persegi),
limaratus sebagaimana
diuraikan dalam Surat Ukur tertanggal 10-06-2003 (sepuluh Jauni tahun duaribu tiga), nomor sertipikat
(tanda
bukti
hak)
yang
menurut
dikeluarkan
Kepala Kantor Pertanahan Kota Padangsidimpuan yang penerbitan
Sertipikatnya
(tigabelas
Juni
tahun
tertanggal
duaribu
13-06-2003
tiga),
terdaftar
atas nama Nyonya Kesuma Machrita tersebut diatas. 2. Sebidang tanah dan bangunan dari Sertipikat Hak Milik
nomor.098/987/BPN/Kelurahan
terletak
di
Propinsi
Sihitang,
yang
Utara,
Kota
Sumatera
Padangsidimpuan, Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kelurahan
Sihitang,luasnya
duapuluh
lima
meter
1.025
M2
persegi),
(seribu
sebagaimana
diuraikan dalam Surat Ukur tertanggal 22-08-2003 (duapuluh dua Agustus tahun duaribu tiga), nomor 00054/2007, menurut sertipikat (tanda bukti hak) yang
dikeluarkan
Kepala
Kantor
Pertanahan
Kota
Padangsidimpuan yang peralihan haknya tertanggal 11-09-2003 (sebelas September tahun duaribu tiga), terdaftar atas nama Tuan Zahir Siregar tersebut diatas.----------------------------------------Demikian
berikut
bangunan
yang
sekarang
ada
dan/atau dikemudian hari mungkin akan didirikan di atas
tanah
tersebut,
serta
segala
sesuatu
yang
terdapat dan/atau tertanam di atas tanah tersebut, yang
menurut
sifat,
peruntukan
ataupun
menurut
Undang-undang dapat dianggap sebagai barang yang tidak bergerak ;Yang telah dibebani Hak Tanggungan Peringkat Pertama sebesar Rp.1.343.100.000,- (satu milyar tigaratus empatpuluh tiga juta seratus ribu rupiah) sebagaimana ternyata dari Akta Surat Kuasa Membebankan nomor
Hak
Tanggungan
98/M/BSM/2004,yang
Notaris. 11
tertanggal
dibuat
hari
dihadapan
ini, saya,
3. Sebidang Guna
tanah
dan
Bangunan
bangunan
nomor
dari
Sertipikat
78/092/BPN/Kelurahan
Hak Sopo
ujung, yang terletak di Propinsi Sumatera Utara, Kota
Padangsidimpuan,
Barat,
Kelurahan
(seratus
Kecamatan
Sopo
tigabelas
Ujung,
meter
Padangsidimpuan luasnya
persegi),
113
M2
sebagaimana
diuraikan dalam Gambar Situasi tertanggal 04-051995
(empat
Mei
sembilanpuluh sertipikat
tahun
lima),
(tanda
seribu
nomor
bukti
sembilanratus
10659/1995,
hak)
yang
menurut
dikeluarkan
Kepala Kantor Pertanahan Kota Padangsidimpuan yang peralihan
haknya
tertanggal
27-06-1996
(duapuluh
tujuh Juni tahun seribu sembilanratus sembilanpuluh enam), terdaftar atas nama Nyonya Rizni Rosanna H. Demikian
berikut
bangunan
yang
sekarang
ada
dan/atau dikemudian hari mungkin akan didirikan di atas
tanah
tersebut,
serta
segala
sesuatu
yang
terdapat dan/atau tertanam di atas tanah tersebut, yang
menurut
sifat,
peruntukan
ataupun
menurut
Undang-undang dapat dianggap sebagai barang yang tidak bergerak ; Yang telah dibebani Hak Tanggungan Peringkat
Pertama
(tujuhpuluh
tiga
juta
sebesar
Rp.73.450.000,-
empatratus
limapuluh
ribu
rupiah) sebagaimana ternyata dari Akta Surat Kuasa Membebankan nomor
Hak
Tanggungan
98/M/BSM/2004,yang
tertanggal
dibuat
hari
dihadapan
ini, saya,
Notaris.
-Pasal 8---Cedera Janji--Menyimpang dari ketentuan dalam Pasal empat (4) akad
ini,
BANK
berhak
untuk
menuntut/menagih
pembayaran dari NASABAH atau siapapun juga yang memperoleh hak darinya atas sebagian atau seluruh jumlah utang NASABAH kepada BANK berdasarkan Akad ini, untuk dibayar dengan seketika dan sekaligus, 12
tanpa diperukan adanya surat pemberitahuan, surat teguran atau surat lainnya apabila terjadi salah satu hal atau peristiwa tersebut dibawah ini:----
NASABAH
tidak
melaksanakan
pembayaran/pelunasan
tepat
kewajiban
pada
waktu
yang
diperjanjikan sesuai dengan tanggal jatuh tempo surat sanggup membayar yang telah diserahkan NASABAH kepada BANK.---------------------------
Dokumen
atau
keterangan
diserahkan/diberikan sebagai
mana
yang
NASABAH disebutkan
yang
kepada pada
BANK
pasal
10,
palsu, tidak sah atau tidak benar.-------------
NASABAH
tidak
memenuhi
ketentuan-ketentuan
dan/
atau
tersebut
melanggar
dalam
Pasal
11
Akad ini.--------------------------------------
Apabila
berdasarkan
peraturan
perundangan-
undangan yang berlaku atau kemudian berlaku, NASABAH
tidak
dapat/
berhak
untuk
menjadi
NASABAH.---------------------------------------
NASABAH
dinyatakan
ditaruh
dalam
dibawah
keadaan
pengampuan,
pailit,
dibubarkan,
insolvensi dan atau likuidasi.-----------------
Nasabah atau pihak ketiga telah memohon kepada kepailitan terhadap NASABAH.-------------------
-
Apabila
karena
seluruh
Akta
berdasarkan
suatu
sebab,
Jaminan
Putusan
sebagian
dinyatakan
Pengadilan
atau batal
atau
Badan
Arbitrase.-------------------------------------
Apabila pihak yang mewakili NASABAH dalam akad ini
menjadi
pemboros,
pemabuk,
berdasarkan
peraturan
pengadilan
berkekuatan
tetap
pasti
geweijsde)
karena
dan
perbuatan 13
(in
atau
dihukum
yang
telah
krancht
kejahatan
van yang
dilakukannya,
yang
penjara
kurungan
atau
diancam 1
dengan
(satu)
hukuman
tahun
atau
lebih.-----------------------------------------
-Pasal 9---Akibat Cidera Janji--Apabila
Nasabah
seketika
dan
tidak
melaksanakan
sekaligus
karena
pembayaran
suatu
hak
atau
peristiwa tersebut dalam Pasal 8 Akad ini, maka BANK
berhak
menjual
barang
jaminan,
dan
uang
hasil penjualan barang jaminan tersebut digunakan BANK
untuk
membayar/
melunasi
utang
atau
sisa
utang NASABAH kepada BANK.----------------------Apabila penjualan barang jaminan dilakukan BANK melalui pelelangan dimuka umum, maka NASABAH dan BANK
berjanji
untuk
dan
menerima
dengan
harga
ini
mengikatkan
yang
terjadi
diri
setelah
dikurangi biaya-biaya sebagai harga jual barang jaminan.----------------------------------------Apabila dibawah harga
penjualan tangan
maka
penjualan
barang
jaminan
NASABAH
dan
barang
jaminan
dilakukan
BANK
sepakat,
ditetapkan
oleh
BANK dengan harga yang wajar menurut harga pasar ketika barang jaminan dijual.-------------------Jika
hasil
mencukupi BANK,
penjualan
untuk
maka
mengikatkan
membayar
NASABAH diri
barang utang
berjanji
untuk
tetap
jaminan
tidak
NASABAH
kepada
dan
dengan
bertanggung
ini jawab
melunasi sisa utangnya yang belum dibayar sampai dengan
lunas,
penjualan
barang
dan
sebaliknya
jaminan
apabila
melebihi
jumlah
hasil utang
atau sisa utang NASABAH kepada BANK, maka BANK
14
berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menyerahkan kelebihan tersebu kepada NASABAH.----
-Pasal 10---Pengakuan dan Jaminan-NASABAH BANK,
dengan
ini
menyatakan
sebagaimana
BANK
mengakui
menerima
kepada
pernyataan
pengakuan NASABAH tersebut, bahwa: -
NASABAH berhak dan berwenang sepenuhnya untuk menendatangani yang
Akad
menyertainya
ini
dan
serta
seluruh
untuk
dokumen
menjalankan
sahanya.---------------------------------------
NASABAH menjamin, bahwa segala dokumen dan akta yang
ditandatangani
oleh
NASABAH
berkaitan
dengan Akad ini, keberadaannya tidak melanggar atau bertentangan dengan peraturan perundangundangan, sehingga karenanya sah, berkekuatan hukum, serta mengikat NASABAH dalam menjalankan Akad ini, dan demikian pula tidak menghalanghalangi pelaksanaannya. -----------------------
NASABAH
menjamin,
bahwa
pada
saat
penandatanganan Akad ini telah mengetahui dan memberkan persetujuannya terhadap Akad ini, dan demikian pula NASABAH menjamin dan karenanya membebaskan
BANK
dari
segala
gugatan
atau
tuntutan yang diajukan pihak ketiga terhadap NASABAH.---------------------------------------
NASABAH pembelian tersebut tuntutan,
menjamin, barang bebas
bahwa dari
dari
gugatan
terhadap
pihak
ketiga,
penyitaan,
atau
hak
setiap barang
pembebasan,
untuk
menebus
kembali.---------------------------------------
15
-
NASABAH diri
berjanji
untuk
dari
dan
dengan
waktu
ini
mengikatkan
kewaktu
menyerahkan
kepada BANK jaminan tambahan yang dinilai cukup oleh BANK, selama kewajiban membayar utang atau sisa utang kepada BANK belum lunas.------------
-Pasal 11---Pembatasan Terhadap Tindakan Nasabah--NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri, bahwa selama masa berjalannya Akad ini, NASABAH, kecuali setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari
BANK,
tidak
seluruhnya
akan
dari
melakukan
sebagian
perbuatan-perbuatan
atau
sebagai
berikut:-----------------------------------------
Menjual
baik
kekayaan
sebagian
NASABAH
atau
yang
seluruh
nyata-nyatanya
harta akan
mempengaruhi kemampuan atau cara membayar atau melunasi utang atau sisa utang NASABAH kepada BANK,
kecuali
menjual
barang
dagangan
yang
menjadi kegiatan usaha NASABAH.----------------
Membuat utang lain kepada pihak ketiga.--------
-
Melakukan
Usaha
langsung
atau
baru,
tidak
baik
yang
langsung
berkaitan
dengan
tujuan
usaha NASABAH.---------------------------------
Memindahkan
kedudukan/
lokasi
barang
maupun
barang jaminan dari kedudukan/lokasi barang itu semula
atau
sepatutnya
berada
dan/atau
mengalihkan hak atas barang atau barang jaminan yang bersangkutan kepada pihak lain.-----------
Mengajukan
permohonan
kepada
yang
berwenang
untuk menunjuk eksekutor, kurator, likuiditor atau pengawas atas deluruh harta kekayaannya.
16
-Pasal 12---Resiko--NASABAH
atas
melakukan fisik
tanggung
jawabnya,
pemeriksaan,
barang
maupun
berkewajiban
baik
terhadap
terhadap
sahnya
keadaan dokumen-
dokumen atau surat-surat bukti kepemilikan atau hak
atas
apabila
barang terjadi
yang
bersangkutan,
suatu
hal
sehingga
terhadap
barang
tersebut, sejak akad ini ditandatangani, seluruh resiko sepenuhnya menjadi tanggung jawab NASABAH, dank arena itu pula NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membebaskan BANK dari segala resiko tersebut.--------------------------
-Pasal 13---Asuransi--NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menutup asuransi berdasarkan Syari’ah atas bebannya terhadap seluruh barang dan jaminan bagi pembiayaan berdasarkan Akad ini pada perusahaan Asuransi
yang
ditunjuknya
oleh
BANK,
dengan
menunjuk dan menetapkan BANK sebagai pihak yang berhak
menerima
pembayaran
claim
asuransi
tersebut (Banker’s Clause).----------------------
-Pasal 14---Pengawasan--NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk
memberikan
petugas
yang
pengawasan/
izin
kepada
ditunjuk,
pemeriksaan
BANK
guna
terhadap
atau
pihak/
melaksanakan barang
maupun
jaminan, serta pembukuan dan catatan pada setiap saat
selama
berlangsung 17
Akad
ini,
dan
kepada
wakil BANK tersebut diberi hak untuk membuat foto copi
dari
pembukuan
dan
catatan
yang
bersangkutan. -Pasal 15---Penyelesaian Perselisihan-Apabila terjadi perbedaan pendapat dalam memahami atau
menafsirkan
bagian-bagian
dari
isi,
atau
terjadi perselisihan dalam melaksanakan Akad ini, maka
NASABAH
dan
BANK
akan
berusaha
untuk
menyelesaikan secara musyawarah dan mufakat.----Apabila usaha menyelesaikan perdebatan pendapat atau
perselisihan
mufakat
tidak
melalui
musyawarah
menghasilkan
keputusan
untuk yang
disepakati oleh kedua belah pihak, maka dengan ini NASABAH dan BANK sepakat untuk menunjuk dan menetapkan ARBITRASE memberikan prosedur
serta
memberi
SYARIAH
kuasa
NASIONAL
putusannya, arbitrase
kepada
BADAN
(BASYARNAS)
untuk
menurut
yang
tatacara
ditetapkan
oleh
dan dan
berlaku di badan tersebut. ---------------------Putusan
BADAN
ARBITRASE
SYARIAH
NASIONAL
(BASYARNAS) bersifat final dan mengikat.
-Pasal 16---Lain-lain--__________
-Pasal 17---Pemberitahuan--Setiap
pemberitahuan
dan
komunikasi
sehubungan
dengan Akad ini telah disampaikan secara baik dan sah, apabila dikirim dengan surat tercatat atau disampaikan secara baik dan sah, apabila dikirim 18
dengan
surat
tercatat
atau
disampaikan
secara
pribadi, dengan tanda terima ke alamat dibawah ini: Nasabah
: Bulang Amrita Lubis
Alamat
: Jl. Cut Nyak Dien No. 4(empat) -Kelurahan Wek IV -Kec.
Padangsidimpuan
Utara
Kota
Padangsidimpuan. Bank
: PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Padangsidimpuan
Alamat
: Jl. Merdeka NO. 81 Padangsidimpuan
-Pasal 18---Penutup--Apabila ada hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Akad ini, maka NASABAH dan BANK
akan
mengatur
bersama
secara
musyawarah
untuk mufakat dalam suatu addendum. Tiap
addendum
dari
Akad
ini
merupakan
suatu
kesatuan yang tidak terpisahkan dari Akad ini.
DEMIKIAN AKAD INI : Dibuat dan diselesaikan di Padangsidimpuan, pada hari dan tanggal tersebut pada bagian awal Akta ini, dengan dihadiri oleh :---------------------1. Parlindungan,
dilahirkan
di
Padangsidimpuan,
Pemegang Kartu Tanda Penduduk Pemerintah Kota Padangsidimpuan nomor :09786057400909,-------Warga Negara Indonesia, bertempat tinggal di Kelurahan Wek V Padangsidimpuan Selatan. 2. Marwan Lubis, dilahirkan di Padangsidimpuan, pada tanggal 14 Oktober 1978, pemegang Kartu Tanda
Penduduk
Padangsidimpuan 19
Nomor:
7889141078998090,----------------------------Warga
Negara
Indonesia,bertempat
tinggal
di
Kelurahan Sitamiang, Padangsidimpuan Selatan. kedua-duanya pegawai Kantor Notaris dan sebagai saksi-saksi.------------------------------------Setelah Akta ini dibacakan oleh saya, notaris, kepada para penghadap dan para saksi, maka segera para
penghadap,
para
saksi
menandatangani Akta ini.
20
dan
saya,
notaris,