Seminar Tugas Akhir – Juli 2011
Analisa Karakteristik Perubahan Garis Pantai Lebih Kabupaten Gianyar dan Kondisi Lingkungan Sekitar dengan Empirical Orthogonal Function (EOF) Ivanoviq A.(1), Suntoyo.(2), Kriyo S. (2) (1) (2)
Mahasiswa S1 Jurusan Teknik Kelautan FTK-ITS Dosen Jurusan Teknik Kelautan FTK-ITS
Abstrak Pantai Lebih di Kabupaten Gianyar merupakan pantai yang paling parah tingkat abrasinya. Abrasi disebabkan oleh adanya angkutan sedimen menyusur pantai sehingga mengakibatkan berpindahnya sedimen dari satu tempat ke tempat lainnya. Untuk mengetahui akibat abrasi tersebut terhadap perubahan garis Pantai Lebih maka diperlukan analisa untuk mengetahui perubahan garis Pantai Lebih secara temporal dan spasial dengan menggunakan metode Empirical Orthogonal Function (EOF). Data temporal garis pantai didapatkan dari peramalan garis pantai periode dua bulanan selama 10 tahun dengan menggunakan oneline model. Setiap set data dianalisis menggunakan metode EOF yang kemudian digunakan untuk mengidentifikasi pola-pola dominan variabilitas dalam kumpulan data. Perubahan garis pantai dapat dinyatakan dalam bentuk superposisi eigenfunction Y(x,t) = ∑C(t).e(x) sehingga diperoleh lima eigenvalue dengan variabilitas mencapai 98.88% dari total variabilitas. Sedangkan untuk validasi model EOF dan hasil oneline model tahun 2004 terhadap data peta batimetri 2004 menunjukkan bahwa hasil analisa EOF tahun 2004 sangat mendekati nilai ordinat peta tahun 2004 namun hasil oneline model tahun 2004 mempunyai hasil yang lebih fluktuatif. Sedangkan dari nilai-nilai temporal eigenfunction memiliki keterkaitan dengan kondisi lingkungan pantai Lebih. Semakin besar nilai temporal eigenfunction, semakin besar pula perubahan kondisi lingkungan di sekitar pantai.
Pendahuluan Garis pantai adalah batas antara darat dengan lautan yang posisinya berubah-ubah menurut waktu dan tempat saat terjadinya fluktuasi muka air laut yang terutama disebabkan oleh gerak pasang surut (CERC, 1984). Terjadinya perubahan garis pantai sangat dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi pada daerah sekitar pantai (nearshore process), dimana pantai selalu beradaptasi dengan berbagai kondisi yang terjadi (Munoz-Perez et al., 2001). Proses ini berlangsung sangat kompleks, dimana dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kombinasi gelombang dan arus, transport sedimen, dan konfigurasi pantai tersebut, yang saling mempengaruhi satu sama lain. Karakteristik perubahan masing-masing faktor tersebut bervariasi secara spasial dan temporal yang berlangsung dalam waktu yang lama (Horikawa, 1988). Salah satu metode yang berkembang dan digunakan untuk analisa perubahan garis pantai adalah dengan analisa spasial dan temporal menggunakan metode Empirical Orthogonal Function (EOF). Tujuan analisis
EOF ini adalah untuk memisahkan keterkaitan data temporal dan spasial sehingga dapat dihasilkan sebagai kombinasi linier fungsi yang sesuai dari waktu dan ruang. Fungsi tersebut secara objektif mewakili variasi konfigurasi pantai terkait perubahan terhadap jarak dan waktu pada garis pantai selama waktu studi (Ritphring dan Tanaka, 2007). Salah satu pantai yang mengalami tingkat abrasi yang tinggi adalah Pantai Lebih di Kabupaten Gianyar, Bali (Gede Yasada, 2010). Abrasi disebabkan oleh adanya angkutan sedimen menyusur pantai sehingga mengakibatkan berpindahnya sedimen dari satu tempat ke tempat lainnya. Angkutan sedimen menyusur pantai terjadi bila arah gelombang datang membentuk sudut dengan garis normal pantai. Angin di Pantai Lebih dominan bertiup dari arah selatan, demikian juga fetch efektif yang paling besar juga dari arah selatan sehingga gelombang dominan yang terjadi berasal dari arah selatan. Di Pantai Lebih Kabupaten Gianyar, terjadi angkutan sedimen sebesar 301.000 m3/tahun yang mengakibatkan mundurnya garis pantai. Angkutan sedimen menyusur pantai yang
Seminar Tugas Akhir – Juli 2011
terjadi bergerak dari arah selatan (Wayan Sutedja, 2007). Penanggulangan abrasi Pantai Lebih sudah pernah dilaksanakan oleh Pemerintah Propinsi Bali yaitu dengan membangun krib dari blok-blok beton. Akan tetapi krib yang dibangun hancur diterjang gelombang sehingga usaha penanggulangan abrasi yang terjadi belum berhasil. Untuk itu diperlukan analisa untuk mengetahui perubahan garis Pantai Lebih secara temporal dan spasial dengan menggunakan metode Empirical Orthogonal Function (EOF). Hasil ini penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi terhadap pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan untuk menanggulangi abrasi yang terjadi secara terpadu dan berkelanjutan.
Rumusan Masalah 1. Bagaimana karakteristik garis Pantai Lebih secara spasial dan temporal? 2. Bagaimana pola dominan dari variasi perubahan garis pantai berdasarkan analisa EOF? 3. Apakah fungsi temporal eigenfunction dari EOF bisa dianalogikan secara fisik ke dalam kondisi lokal tiap parameter yang umumnya digunakan untuk menggolongkan lingkungan di dekat pantai?
Tujuan 1. Meneliti dan mengkaji karakteristik temporal dan spasial perubahan garis Pantai Lebih. 2. Mendapatkan pola dominan perubahan garis pantai dengan EOF Pantai Lebih. 3. Untuk menghubungkan fungsi temporal eigenfunction dari EOF dengan analogi secara fisik kondisi lokal tiap parameter yang umumnya digunakan untuk menggolongkan lingkungan di sekitar pantai.
Oneline Model Untuk Perubahan Garis Pantai Model numerik untuk perubahan garis pantai sangat bermanfaat dalam memprediksi bentuk pantai berpasir. Pada kasus tertentu, model numerik digunakan untuk menghitung perubahan garis pantai akibat groin, jetty, breakwater, revetment, seawall dan rekayasa pantai seperti reklamasi dan penambangan pasir. Proses pantai yang sangat kompleks dapat diselesaikan dengan menggunakan model analitis maupun numerik. Model ini merupakan bagian dari model matematika. Persamaan proses pantai meliputi gelombang dekat pantai, sirkulasi gelombang dan perubahan garis pantai. Model matematik yang digunakan harus memperhatikan persamaan kedalaman gelombang dan periode gelombang. Model matematik yang telah dibuat diharapkan dapat mewakili keadaan yang sebenarnya. Model ini memperlihatkan transformasi gelombang di sekitar pantai. Gelombang badai yang terjadi dalam waktu singkat dapat menyebabkan terjadinya erosi pantai. Selanjutnya gelombang biasa yang terjadi sehari-hari akan membentuk kembali pantai yang tererosi. Dengan demikian dalam satu siklus yang tidak terlalu lama profil pantai kembali pada bentuk semula. Dalam penelitian ini model numerik perubahan garis pantai, profil pantai diasumsikan menjadi sejumlah sel (ruas). Asumsi ini digunakan apabila profil pantainya seimbang. Formula model oneline berdasarkan persamaan konservasi sedimen pada volume sedimen atau garis pantai yang dijangkau. Formula ini diasumsikan bahwa pada offshore clossure depth (DC) tidak terdapat perubahan profil pantai, dan pada bagian atas profil pada berm crest elevation (DB) terjadi perubahan profil pantai. Oneline model yang digunakan disini adalah model perubahan garis pantai metode Komar (1984) yang dikembangkan oleh Suntoyo (1995) yang kemudian diaplikasikan dalam Suntoyo (1998) dan kemudian dimodifikasi oleh Arif (2010) untuk memasukkan formula longshore sediment transport. Sedangkan untuk memasukkan Inman dan Bagnold (1963), CERC (USACE, 1984), dan Kamphuis (2002). Adapun model ini didasarkan pada persamaan berikut ini :
Seminar Tugas Akhir – Juli 2011
dimana; Y = jarak antara garis pantai dan garis referensi, db = kedalaman air saat gelombang pecah, Qlst = transportasi sedimen sepanjang pantai, t = waktu, x = absis searah panjang pantai. Sampai sekarang telah banyak rumus empiris atau formula transportasi sedimen sepanjang pantai yang diajukan. Formula laju transportasi sedimen sepanjang pantai (LST) itu antara lain, formula yang diajukan oleh Inman dan Bagnold (1963), persamaan CERC (USACE, 1984), dan formula dari Kamphuis (2002). Dalam praktek teknik pantai, persamaan laju total LST yang paling banyak digunakan adalah persamaan CERC (USACE, 1984). Formula ini didasarkan pada prinsip bahwa volume pasir dalam transportasi, Qlst sebanding dengan gaya gelombang sejajar pantai per satuan panjang pantai dan diberikan oleh persamaan berikut :
dimana, Qlst = laju LST dalam volume per satuan waktu, K = koefisien empiris (K = 0.39 atau K = 0.2), ρ = densitas air laut, ρs = densitas pasir, g = percepatan gravitasi, a = porositas index (≅ 0,4), Hs,b = tinggi gelombang pecah ketika pecah, γb = breaker indeks ( Hb / hb), θb = sudut datang gelombang pecah.
Inman dan Bagnold (1963) mengajukan sebuah teori di mana energi gelombang yang keluar dapat menahan dan mendorong pasir di atas dasar pantai, dan semua arus yang searah pada lapisan atas gerakan orbital gelombang dapat mengangkut pasir dan menghasilkan net drift searah dengan arus. Rumus transport pada teori mereka dapat dinyatakan sebagai berikut :
dimana Eb = energi gelombang pecah, Cgb = kecepatan gelombang pecah, V1 = kecepatan arus sejajar pantai (dalam praktek diukur pada pertengahan-surf zone), u0 = kecepatan dasar horisontal maksimum dari orbital gelombang di breakerzone. Koefisien Kb merupakan parameter non dimensional yang nilainya konstan, berdasarkan data lapangan yang dikumpulkan dari lokasi pantai yang berbeda di Amerika Serikat dan Jepang (Komar, 1998) nilai yang diberikan yaitu sebesar 0,25. Kamphuis (2002) mengembangkan suatu hubungan untuk memperkirakan laju LST terutama didasarkan pada percobaan model fisik. Formula yang ditemukan Kamphuis (2002) dapat diterapkan untuk data lapangan maupun data di laboratorium, formula tersebut yaitu sebagai berikut :
dimana Qlst,m = laju transportasi immersed mass per satuan waktu, Tp= puncak periode gelombang, mb= kemiringan pantai dekat gelombang pecah, dan D50 = median grain size. Sedangkan hubugan antara Qlst,m dan Qlst dapat dinyatakan sebagai berikut :
Gambar 2.1. Pembagian Garis Pantai dalam Beberapa Pias/Sel
Formula Kamphuis ini menarik karena mencakup periode gelombang dan kemiringan pantai, yang kedua hal tersebut berpengaruh signifikan terhadap gelombang pecah, serta ukuran butir, yang juga menjadi faktor penting dalam mobilisasi dan transportasi sedimen.
Seminar Tugas Akhir – Juli 2011
Metode Empirical Orthogonal Function (EOF) perubahan morfologi pantai pada dasarnya adalah untuk mendeskripsikan perubahan yang terjadi antara beberapa profil atau garis pantai yang berbeda melalui suatu fungsi terkecil, yang biasa disebut dengan eigenfunction. Keuntungan utama dari penggunaan metode EOF adalah eigenfunction pertama terpilih sebagai kemungkinan terbesar varians data. Urutan eigenfunction berikutnya dipilih dari salah satunya, yang mereprentasikan kemungkinan jumlah terbesar dari perbedaan tersebut (Dean dan Dalrymple, 2002). Selanjutnya Dean dan Dalrymple (2002) juga menyatakan bahwa untuk kondisi suatu profil yang stabil, dimana profil dimulai dari suatu ketinggian di pantai melintas batas air laut, kemudian menuju suatu kedalaman tertentu di dasar laut, merupakan hasil suatu survey k, dimana pada setiap survey, pengukuran dilakukan pada lokasi i yang sama sepanjang profil tersebut. Elevasi yang terjadi pada pengukuran tersebut dilambangkan dengan . Metode EOF ini didasarkan pada asumsi bahwa elevasi ini merupakan jumlah dari hasil kali antara eigenfunction dan konstanta pada posisi profil ke-i dan survey ke-k.
error pada oleh sebuah eigenfunction; faktor kesalahan (error) ∈ didefenisikan sebagai: Pengurangan tersebut diselesaikan dalam kuadrat terkecil dengan mengurangi jumlah pangkat dari tingkat kesalahan (error) pada profil tersebut. Meminimalkan ∈2 =1 dengan memperhatikan , atau : Dengan menggunakan hubungan orthogonal, diperoleh
Persamaan ini memungkin untuk menentukan dari setiap survey yang dilakukan setelah mengetahui eigenfunction-nya. Total perubahan mean-square dari data profil 2, yang didefenisikan sebagai :
Dimana setelah penggunaan properti ortogonal eigenfunction secara berulang dilakukan, 2 dapat ditulis :
[2.23] dimana menyatakan berbagai nilai eigenfunction ke-n di lokasi ke-i pada suatu profil. Sementara menyatakan koefisien dari survey ke-k dan eigenfunction ke-n. (pada posisi ini analogi persamaan tersebut mendekati analogi analisis Fourier, dimana eigenfunction adalah berbentuk sinus dan kosinus). Salah satu karakter dari eigenfunction adalah masing-masing berdiri sendiri dan tidak saling bergantung satu dengan yang lainnya (orthogonal), dimana :
dimana n≠m.
=1 jika n = m, dan
=0 jika
Untuk memperoleh nilai dari yang tidak diketahui, kita harus mengurangi mean square
Dimana jumlah pangkat dari koefisien C sama dengan jumlah pangkat dari perubahan (varian) h, atau dengan kata lain varian terdiri dari jumlah pangkat dari seluruh koefisien dari seluruh survey yang dilakukan. Untuk menemukan eigenfunction lain, maka kontribusinya terhadap varian harus ditingkatkan. Dalam hal ini digunakan pendekatan pengali Lagrange, fungsi yang diperbesar adalah
Dengan mempertimbangkan , dimana adalah pengali Langrange. Dengan menurunkan persamaan tersebut, diperoleh :
Akhirnya, jika diketahui bahwa
Seminar Tugas Akhir – Juli 2011
Maka diperoleh suatu persamaan matriks simetris
Persamaan ini adalah persamaan matriks nilai eigen dari matrik simetris koefisien real. Dimana seperti kebanyakan eigenfunction lainnya, terdapat titik I di profil, oleh karena itu, N = I , dan setiap eigenfunction dihubungkan dengan nilai eigen yang berbeda-beda. Hal ini dapat ditunjukkan dengan relatif lebih mudah bahwa nilai-nilai eigen tersebut berhubungan dengan total varian sebagai berikut :
Dengan mengaplikasikan metode pemisahan variabel, Shu et al. (1994) menyatakan elevasi dasar dapat ditulis sebagai
dimana ( ) adalah eigenfunction arah tegak lurus pantai (cross-shore), ( ) eigenfunction arah sepanjang pantai (longshore), dan adalah temporal eigenfunction. Persamaan tersebut mewakili variasi perubahan pantai pada arah tegak lurus pantai dan arah sepanjang pantai pada suatu waktu tertentu. Eigenfunction arah tegak lurus pantai (crossshore) pada persamaan di atas merupakan suatu set orthonormal
dimana adalah delta Kronecker. Untuk menghasilkan eigenfunction arah tegak lurus pantai dari data profil pantai, dibentuk matriks A dengan elemen aij didefenisikan sebagai
dimana adalah jumlah titik data per profil, adalah jumlah profil yang diukur sepanjang pantai, dan adalah jumlah waktu pengukuran. Persamaan di atas diintrepretasikan sebagai korelasi silang (cross-correlation) antara titik i dan j pada
arah tegak lurus pantai. Matriks A yang memiliki suatu eigenvalue dan eigenfunction ( ) didefenisikan oleh persamaan matriks sebagai
Sesuai dengan langkah-langkah tersebut di atas, maka dapat diperoleh matriks B sebagai berikut
eigenvalue dan eigenfunction longshore ( ) dievaluasi dengan
arah
Perkalian dan penggunaan orthonormality dari dan , masing-masing, menghasilkan eigenfunction temporal yang diberikan oleh
dibiarkan tetap menjadi eigenfunction orthonormal dengan
Dengan substitusi, maka diperoleh
Dalam rangka untuk menggambarkan variasi temporal untuk kedua komponen angkutan sedimen, kedua sisi persamaan di atas dikalikan dengan en(y) dan memanfaatkan orthonormality dari en(y) dan ek(y) untuk mendapatkan
Dengan cara yang sama, dengan mengalikan em(x), sehingga diperoleh
Persamaan tersebut yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi perubahan garis pantai arah tegak lurus pantai (cross-shore) dan arah sepanjang pantai (longshore).
Seminar Tugas Akhir – Juli 2011
Pembahasan Analisa Garis Pantai Temporal Data utama yang dibutuhkan untuk analisa perubahan garis pantai menggunakan metode EOF adalah data garis pantai temporal (timeseries). Pada penelitian ini, inputan data garis pantai diperoleh dari peta batimetri tahun 1994. Proses digitasi peta bathimetri tahun 1994 untuk menentukan ordinat garis pantai awal dilakukan dengan bantuan software Autodesk Map 2004, yang kemudian diolah dengan oneline shoreline change model yang diusulkan oleh Komar (1984) sebagaimana yang dikembangkan dan diaplikasikan oleh Suntoyo (1995). Propertis gelombang merupakan data penting untuk menjamin akurasi peramalan yang dihasilkan. Model ini hanya menekankan pengaruh gelombang terhadap perubahan garis pantai, dengan demikian maka gelombang merupakan data utama model tersebut. Data yang kedua adalah kemiringan pantai, yang didasarkan pada nilai rata-rata hasil pengukuran yang dilakukan di lokasi tersebut. Data ketiga adalah posisi awal garis pantai. Ketiga data inputan diatas menjadi kunci dari kualitas model yang dihasilkan. Perhitungan untuk peramalan garis pantai ini menggunakan pendekatan persamaan deferensial, dan diselesaikan dengan membagi pantai dalam sejumlah pias dengan jarak antar pias konstan. Persamaan yang digunakan adalah persamaan Kamphuis (2000) dengan memperhitungkan ukuran butiran sedimen. Dengan demikian diasumsikan bahwa ukuran partikel sedimen (d50) dianggap sama sepanjang garis pantai. Persamaan Kamphuis (2000) dinyatakan dalam bentuk
, dimana Hb adalah tinggi gelombang pecah, Tp adalah periode gelombang, mb adalah kemiringan slope dan D50 adalah ukuran butir sedimen.
Gambar 3.1. Skema Model Transport Sedimen (Kamphuis, 2002) Hasil peramalan garis pantai dua bulanan dari tahun 1994 sampai 2004 disusun dalam bentuk matriks, dimana baris menyatakan waktu (temporal) dan kolom menyatakan jarak (spasial). Dalam penelitian ini, data garis pantai yang diperoleh adalah 61 data temporal dan 250 data spasial. Analisa Empirical Orthogonal Function (EOF) Prinsip dasar dari penggunaan metode EOF adalah untuk memisahkan parameter spasial dan temporal dari perubahan garis pantai. Data time-series garis pantai periode dua bulanan hasil peramalan menggunakan oneline model disusun dalam suatu matriks, dengan susunan baris menyatakan data secara temporal, dan kolom menyatakan data secara spasial. Model numerik pertama yang digunakan adalah program MakeData, yang digunakan untuk menyusun data mentah di atas akan menjadi data posisi garis pantai dua bulanan pada setiap jarak spasial. Hasil program ini menjadi input data program MeanShore. Pada Model numerik MeanShore, posisi garis pantai dikurangi dengan nilai posisi rata-rata. Hasil disusun untuk setiap jarak spasial, yang menjadi input untuk model numerik EOF. Luaran dari model numerik EOF terdiri dari empat komponen yaitu nilai meanshore, eigenvalue, eigen-vector dan C-value. Variasi perubahan garis pantai hasil analisa EOF menunjukkan lima eigenfunction pertama yang mendominasi perubahan garis pantai di lokasi penelitian. Kelima eigenfunction tersebut mencapai 98.423% dari total variabilitas. Mode pertama dari eigenfunction e (x) mendominasi variabilitas 1 garis pantai. Prosentase setiap eigenvalue pada tabel tersebut menunjukkan besarnya dominasi perubahan yang terjadi pada setiap mode
Seminar Tugas Akhir – Juli 2011
terhadap perubahan garis pantai secara keseluruhan secara spasial maupun temporal. Tabel 4.1. Eigenvalue yang Menyatakan Prosentase Variabilitas Garis Pantai e1(x)
e2(x) e3(x) e4(x)
e5(x) Lainnya
98.42% 0.12% 0.12% 0.12% 0.12% 1.11% Eigen mode pertama adalah profil kesetimbangan garis pantai. Eigen mode kedua menunjukkan titik poros (pivot point) yang memisahkan perilaku yang berbeda, yang menunjukkan keseimbangan positif dalam garis pantai dari arah gelombang dominan. Hubungan Hasil EOF dengan Parameter Pantai Lebih, Gianyar - Bali Dari hasil perhitungan EOF didapatkan eigenvalue dengan 5 variabilitas dominan dengan nilai 98.88% dari total variabilitas. Dari fungsi temporal eigenfunction dianalogikan secara fisik ke dalam kondisi lokal tiap parameter yang umumnya digunakan untuk menggolongkan lingkungan di dekat pantai. Parameter yang digunakan dalam analisa ini antara lain: energi gelombang (E), wave stepness (Ho/Lo), fluks energi gelombang cross shore (Fx) ataupun longshore (Fy). Berdasarkan hasil analisa EOF untuk perubahan garis pantai secara temporal (temporal eigenfunction), maka dapat dihubungkan dengan parameter-parameter kondisi lingkungan antara lain energi gelombang (E), wave stepness (Ho/Lo), fluks energi gelombang cross shore (Fx) maupun longshore (Fy). Dari hasil perhitungan dapat dilihat hubungan antara temporal eigenfunction, eigen value dan kondisi lingkungan sekitar pantai. Semakin besar nilai eigenvalue dan temporal eigefunction, semakin besar juga perubahan kondsi lingkungan sekitar pantai yang terjadi.
dikembangkan oleh Suntoyo (1995) untuk memperoleh data garis pantai dua bulanan dari tahun 1994 sampai 2004. Hasil yang diperoleh dari peramalan garis pantai temporal adalah data garis pantai dua bulanan, yang disusun dalam bentuk matriks, dimana baris menyatakan data spasial dan kolom menyatakan data temporal. 2. Dengan analisa EOF diperoleh lima eigenvalue dengan variabilitas mencapai 98.88% dari total variabilitas. Mode pertama dari eigenfunction e (x) mendominasi variabilitas garis pantai. Prosentase setiap eigenvalue 1 pada tabel tersebut menunjukkan besarnya dominasi perubahan yang terjadi pada setiap mode terhadap perubahan garis pantai secara keseluruhan secara spasial maupun temporal. Kombinasi variabilitas secara temporal dan spasial pada setiap mode dapat menggambarkan perubahan maju mundur garis pantai, dimana dari hasil eksekusi model diindikasikan sebagian besar sel yang ditinjau cenderung stabil, hanya beberapa daerah terdeteksi model memiliki tingkat perubahan yang signifikan. 3. Validasi model EOF dan hasil oneline model tahun 2004 terhadap data peta batimetri 2004 menunjukkan bahwa hasil analisa EOF tahun 2004 sangat mendekati nilai ordinat peta tahun 2004 namun hasil oneline model tahun 2004 mempunyai hasil yang lebih fluktuatif. Sedangkan dari nilai-nilai temporal eigenfunction memiliki keterkaitan dengan karakteristik pantai Lebih. Semakin besar nilai temporal eigenfunction, semakin besar pula perubahan kondisi lingkungan di sekitar pantai.
Saran Kesimpulan 1. Mengatasi tidak tersedianya data lapangan garis pantai, maka data garis pantai yang digunakan dalam analisa EOF diperoleh dari peramalan menggunakan metode oneline model yang diusulkan oleh Komar (1984) dan
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan menggunakan sumber data pengamatan lapangan, baik itu menggunakan aerial photograph ataupun pengukuran posisi garis pantai pada diambil pada interval waktu tertentu secara konstan, sehingga hasil analisa
Seminar Tugas Akhir – Juli 2011
EOF benar-benar menggambarkan variasi perubahan yang nyata secara spasial dan temporal. Selain itu perlu pengkajian parameter-parameter yang lebih komplek dalam menganalogikan hubungan karakteristik temporal eigenfunction dengan kondisi lingkungan pantai sekitar.
Kamphuis, J.W,. 2000. Introduction to Coastal Engineering and Management. Word Scientific Publishing Co, Pte, Ltd, Singapore
Daftar Pustaka
Komar, P. D. 1984. CRC Handbook of Coastal Processes and Erosion. CRC Press, inc. Florida
Bird, F. C. E. 1984. Coast: An Introduction to Coastal Gemorfology, third edition. Basil Blackwell Inc. New York. 320 pp
Komar, P. D. 1998. Beach Processes and Sedimentation, New Jersey: PrenticeHall Inc, Englewood Cliffs
[CERC] Coastal Enginering Research Center 1984. Shore Protection Manual Volume I, Fourth Edition. Washington: U.S. Army Coastal Engineering Research Center
Liu, Zhou. 2001. Sediment Transport. Laboratoriet for Hydraulik og Havnebygning. Instituttet for Vand, Jord og Miljeteknik. Alborg Universitet
[CHL] Coastal Hydralic Laboratory 2008. Coastal Enginering Manual, Part I-VI (change 2). Washington DC: Department of Army. U.S. Army Corp of Engineers
Miller, J. K. dan Dean, R. G., 2007. Shoreline Variability Via Empirical Orthogonal Function Analysis: Part I Temporal and Spatial Characteristics. Jurnal Coastal Engineering. Vol. 54. 111-131p
Dyer KR. 1986. Coastal and Estuarine Sediment Dynamic. New York: John Wiley dan Sons Ltd Folk, R. L. 1974. Petrology of Sedimentary Rocks. Austin Texas: Hemphill Publishing Co Friedman, G. M. dan Sanders, J.E. 1978. Principle of Sedimentology. New York: John Wyley & Sons Ltd Friedman, G. M. dan Sanders, J.E. 1978. Principle of Sedimentology. New York: John Wyley & Sons Ltd Gross, M. G. 1973. Oceanography. Prentice Hall. New Jersey. 446 pp Horikawa, K. 1988. Nearshore Dynamics and Coastal Processes, University of Tokyo Press, 522 hal Hsu, T. W., Ou, S. H, dan Wang, S. K. 1994. On The Prediction of Beach Changes by A New 2-D Empirical Eigenfunction Model, Journal Coastal Engieering, Vol 23. Elsevier. 255-270p Inman, L. Douglas, Masters, P.M. 1991. Coastal Sediment Transpor Concepts and
Mechanisms. U.S. Army Corps of Engineers. Los Angeles District. USA
Miller, J. K. dan Dean, R. G., 2007. Shoreline Variability Via Empirical Orthogonal Function Analysis: Part II Relationship to Nearshore Conditions. Jurnal Coastal Engineering. Vol. 54. 133-150p Munoz-Perez, J. J., Medina, R., dan Tejedor, B., 2001. Evolution of Longshore Beach Contour Lines Determined by The E.O.F. Method. Jurnal Scientia Marina. Vol. 65. 393-402p Ritphring, S. dan Tanaka, H., 2007. Analysis of Topographic Change in The Vicinity of Coastal Structure Using Empirical Orthogonal Function. Asian Pacific Coasts, Nanjing, China. 1112-1126p Ritphring, S. dan Tanaka, H., 2007. Topographic Variability via Empirical Orthogonal Function Analysis in The Vicinity of Coastal Structure. Prosiding International Conference of Violent Flow, Kyushu University, Fukuoka Suntoyo, 1995. Kajian Pengamanan dan Perlindungan Pantai Candidasa Bali, Skripsi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Seminar Tugas Akhir – Juli 2011
Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta Winant, C. D., Inman, D. L., Nordstrom, C. E., 1975. Description of Seasonal Beach Change Using Empirical Eigenfunction. Jurnal Geophysical Research. Vol. 80 (15). 1979-1986p