ANALISIS EMPIRICAL ORTHOGONAL FUNCTION (EOF) BERBASIS EIGEN VALUE PROBLEM (EVP) PADA DATASET SUHU PERMUKAAN LAUT INDONESIA
SITI MUAWANAH ROBIAL
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Empirical Orthogonal Function (EOF) Berbasis Eigen Value Problem (EVP) pada Dataset Suhu Permukaan Laut Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2016 Siti Muawanah Robial G551130081
RINGKASAN SITI MUAWANAH ROBIAL. Analisis Empirical Orthogonal Function (EOF) Berbasis Eigen Value Problem (EVP) pada Dataset Suhu Permukaan Laut Indonesia. Dibimbing oleh SRI NURDIATI dan ARDHASENA SOPAHELUWAKAN. Indonesia merupakan negara maritim yang sebagian besar wilayahnya adalah lautan sehingga daerahnya beriklim tropis. Daerah dengan iklim tropis memberi pengaruh kuat antara atmosfer dan lautan. Karena pengaruh kuat tersebut, laut mempunyai peranan penting dalam proses perubahan iklim maupun cuaca. Terdapat beberapa unsur penting di laut yang menjadi parameter kunci dalam memengaruhi proses perubahan tersebut. Salah satu yang menjadi parameter kunci adalah suhu permukaan laut (SPL). SPL merupakan parameter yang memberikan informasi keadaan air di permukaan laut. SPL di Indonesia mengalami variasi dari waktu ke waktu yang menyebabkan kondisi cuaca dan iklim berubah dalam rentang waktu tertentu. Oleh karena itu, perlu adanya pengamatan khusus atau penelitian terhadap data SPL di wilayah Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, masalah ini dianalisis menggunakan metode Empirical Orthogonal Function (EOF) berbasis Eigen Value Problem (EVP). Metode ini bertujuan untuk mendapatkan pola-pola dominan yang ditentukan oleh data dan berevolusi dalam ruang dan waktu. Cara kerja dari metode ini adalah mereduksi data yang berukuran besar menjadi beberapa mode EOF tanpa menghilangkan informasi dari data asli. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengkaji metode EOF berbasis EVP untuk mereduksi data SPL dalam rentang waktu 600 bulan. Selanjutnya, menganalisis pola dominan dari data secara temporal dan spasial serta menentukan nilai kesalahan untuk melihat kualitas dari hasil reduksi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data SPL. Data ini merupakan arsip data global bulanan yang telah direkonstruksi secara terus menerus. Rekonstruksi ini berawal dari bulan Januari 1854 sampai bulan Desember 2012, sehingga lebih dikenal dengan The Extended Reconstructed Sea Surface Temperature (ERSST). Data ERSST ini memiliki resolusi spasial 2 2 dan resolusi temporal bulanan. Analisis terhadap data SPL Indonesia selama 600 bulan menghasilkan komponen utama yang diinisialkan dengan mode EOF. Setiap mode EOF mengandung koefisien yang memuat variabel yaitu data grid dan vektor eigen. Data grid menggambarkan letak geografis dan vektor eigen menggambarkan dimensi waktu. Dasar pemilihan mode EOF ini bergantung pada persentase kontribusi dari nilai eigen. Persentase kontribusi lebih dari 80% akan memberikan aturan pemilihan mode EOF yang mempertahankan sebagian besar informasi dari data asli. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh empat mode EOF terbesar dengan 94.2% variasi total. Mode EOF pertama (EOF1) menjelaskan 51.4% dari variasi total. Mode EOF ini merupakan pola dominan yang dapat menjelaskan hampir seluruh data. Mode EOF2 menunjukkan 26.7% dari variasi total. Mode EOF3 dan EOF4 masing-masing menjelaskan 11.2% dan 4.9% dari variasi total. Efektifitas dari empat mode EOF tersebut diuji untuk dapat menghampiri data asli. Hampiran ini diperoleh dengan menentukan nilai norm error dari hasil
reduksi menggunakan teknik error norm matriks. Teknik ini menghasilkan pola hubungan antara tingkat kesalahan relatif (relative error) dan mode EOF. Pola hubungan tersebut memperlihatkan semakin banyak mode yang diambil maka kesalahan relatif akan semakin kecil. Hal ini berarti tingkat kesalahan menjelaskan representasi hampiran data hasil reduksi terhadap data asli.
Kata kunci: suhu permukaan laut, empirical orthogonal function (EOF), ERSST, nilai eigen dan vektor eigen.
SUMMARY SITI MUAWANAH ROBIAL. Empirical Orthogonal Function (EOF) Analysis of Indonesian Sea Surface Temperature Data Based on Eigen Value Problem (EVP). Supervised by SRI NURDIATI and ARDHASENA SOPAHELUWAKAN. Indonesia is a maritime country. Most of Indonesian territory was covered by sea, so Indonesia has a tropical climate. Therefore, an area with a tropical climate gives strong influence between the atmosphere and oceans. Because of its strong influence, sea plays important role in the process of climate change and weather. There are important elements in the sea which are become a key parameter in influencing the process. One of the key parameters is sea surface temperature (SST). SST is a parameter that gives information about the state of water at sea level. SST in Indonesia has changed by time and cause weather and climate change within a certain time. Therefore, it is necessary to conduct special observations of the SST data in Indonesian ocean. In this study, the analysis was performed using the method of Empirical Orthogonal Function (EOF) based on Eigen Value Problem (EVP). An EOF is used to obtain the dominant mode of the data and to evolve in time and space. It works by reducing the large number of variable from the original data to a few variable without substantially reducing the original data information. So the purpose of this study is to examine the method of EOF based on EVP for reducing SST data for 600 months. Subsequently, analyzing the dominant pattern of temporal and spatial data and determine the error value to see the quality of the result of the reduction. Data that will be used in this research is SST data. It is a monthly global data archive that has been reconstructed continuously. This reconstruction begins in January 1854 up to December 2012, so it was known as the Extended Reconstructed Sea Surface Temperature (ERSST). It has a spatial resolution 2 2 and monthly temporal resolution. The analysis which was conducted on Indonesian SST for 600 months produces several principle component that called as EOF mode. For each EOF, there is a variable which are contained by two coefficients the grid data and the eigenvector. The grid data describes the geographical location and the eigenvector presents the time series variability. Basic selection of EOF mode depends on the percentage of eigenvalues. The percentage contribution more than 80% will give the election rules EOF mode that retains most of the information from the original data. An analysis was performed on the Indonesian SST data for 600 months, resulting in several EOFs where we analyze the four dominant modes with the largest variances. The results show that the first mode explained 64.5% of the total variance, represents the majority data. The second mode explained 20.3% of the total variance, while the third and the fourth mode explain 7.3% and 3.7% of the total variance respectively. Effectiveness of the four EOF modes obtained was maintained to be able to approach the original data. This approximation was obtained by determining the error norm value of the reduction results using error matrix norm technique. It produces a pattern of relationships between the relative error (relative error) and EOF mode. The relationship pattern shows the relative error decreases to zero. Its
means is explaining approximation error rate data from the reduction of the original data. Keywords:
empirical orthogonal function, eigen value problem, sea surface temperature
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS EMPIRICAL ORTHOGONAL FUNCTION (EOF) BERBASIS EIGEN VALUE PROBLEM (EVP) PADA DATASET SUHU PERMUKAAN LAUT INDONESIA
SITI MUAWANAH ROBIAL
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Matematika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji pada Ujian Tesis: Dr Ir Fahren Bukhari, MSc
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah analisis EOF terhadap data suhu permukaan laut. Adapun judul penelitian ini adalah Analisis Empirical Orthogonal Function (EOF) Berbasis Eigen Value Problem (EVP) pada Dataset Suhu Permukaan Laut Indonesia. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Matematika Terapan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa telah memperoleh dorongan dan bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak untuk melengkapi keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki penulis. 1. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Bapak Itang W, SAg MM dan Ibu Ila Ruhilah serta Suami tersayang E Zaenal Ramadhan, SPd MM. 2. Ketua Komisi Pembimbing, Ibu Dr Ir Sri Nurdiati, MSc. 3. Anggota Komisi Pembimbing, Bapak Dr Ardhasena Sopaheluwakan, BSc MSc. 4. Ketua Program Studi Matematika Terapan, Bapak Dr Jaharuddin, MS. 5. Penguji Luar Komisi, Bapak Dr Ir Fahren Bukhari, MSc. 6. Seluruh dosen dan staf pegawai tata usaha Departemen Matematika. 7. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) sebagai sponsor Beasiswa Program Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN). 8. Seluruh keluarga yang selalu memberikan dorongan dan mendoakan untuk keberhasilan studi penulis. 9. Seluruh mahasiswa Departemen Matematika khususnya teman-teman angkatan tahun 2013 di Program Studi S2 Matematika Terapan. 10. Seluruh rekan-rekan Gugus Mahasiswa Pascasarjana Matematika (GUMAPASTIKA). 11. Sahabat-sahabat yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini. Semoga segala bantuan, bimbingan, dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis senantiasa mendapat balasan dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memperkaya wawasan bagi semua pembaca. Akhirnya, semoga penulisan tesis ini dapat memperkaya pengalaman belajar serta wawasan kita semua.
Bogor, Februari 2016 Siti Muawanah Robial
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Suhu Permukaan Laut Ruang Vektor Matriks Ortogonalitas Eigen Value Problem Error dan Norm Empirical Orthogonal Function 3 METODE Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data Langkah Penelitian Alat Uji Ektraksi Data SPL (ERSST V3B) Reduksi Data SPL Menggunakan Metode EOF Berbasis EVP 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Eksplorasi Data SPL Analisis Empirical Orthogonal Function Analisis Error Norm Matriks 5 SIMPULAN DAN SARAN
1 1 2 3 3 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 11 12 12 13 13 16 16 17 23 25
Simpulan Saran
25 25
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
27
RIWAYAT HIDUP
32
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Varians dari EOF dan persentase total varians Nilai komponen utama hasil analisis EOF Nilai komponen utama hasil analisis EOF dengan unsur NaN Nilai error norm relatif
18 19 20 24
DAFTAR GAMBAR 1 Suhu permukaan laut Indonesia pada bulan April 2014 (gambar diambil dari ketinggian 3000 meter, sumber: BMKG, 2014) 2 Ekstraksi data SPL (ERSST V3B) 3 Langkah analisis EOF berbasis EVP 4 Skema langkah Penelitian 5 Data global SPL 6 Data SPL Indonesia 7 Pola spasial mode EOF1 8 Pola spasial mode EOF2 9 Pola spasial mode EOF3 10 Pola spasial mode EOF4 11 Grafik temporal (time series) mode EOF 1 dan 2 12 Grafik temporal (time series) mode EOF 3 dan 4 13 Grafik error norm relatif
4 13 14 15 17 17 20 21 21 22 22 23 25
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Algoritme ekstraksi data suhu permukaan laut (SPL ERSST V3B) Algoritme reduksi data menggunakan EOF berbasis EVP Analisis pola dominan secara spasial Analisis pola dominan secara temporal Algoritme error norm matriks
27 28 29 30 31
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan dua pertiga wilayahnya adalah lautan. Jika dilihat dari posisi geografisnya, Indonesia berada pada garis khatulistiwa dan terletak di antara dua samudra yaitu samudra Pasifik dan samudra Hindia. Oleh karena itu, Indonesia beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Daerah-daerah tropis tersebut mempunyai pengaruh kuat dalam menentukan hubungan antara atmosfer dan lautan. Hubungan ini merupakan sebuah konsep dinamika iklim yang penting untuk memahami informasi perubahan cuaca. Laut mempunyai peranan penting dalam proses perubahan iklim baik di wilayah regional maupun global. Salah satu parameter yang memberikan pengaruh besar dalam proses perubahan tersebut adalah Suhu Permukaan Laut (SPL). Suhu merupakan besaran yang menyatakan banyaknya energi panas atau bahang (heat) yang terkandung dalam suatu benda (Setiawan 2010). Dengan demikian SPL merupakan parameter yang memberikan informasi keadaan air di permukaan laut. SPL di Indonesia mengalami variasi dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi alam yang memengaruhi perairannya. Perubahan tersebut terjadi secara harian, bulanan, tahunan maupun jangka panjang (puluhan tahun). Letak geografis Indonesia memengaruhi dinamika suhu perairan. Terlebih lagi pada beberapa waktu terakhir ini terjadi cuaca ekstrim yang menjadi penyebab utama terbentuknya variasi SPL. Oleh karena itu, pemantauan SPL di perairan Indonesia perlu dilakukan secara berkesinambungan, sehingga diperlukan analisis untuk data tersebut. Penelitian terkait data SPL pernah dilakukan sebelumnya dengan data, lokasi dan rentang waktu yang berbeda-beda. Nicholls (1984) dalam penelitiannya menyatakan bahwa hubungan antara laut dan udara di wilayah Indonesia bergantung pada anomali SPL. Anomali SPL ini mempunyai hubungan seasonal yang kuat dengan samudra Pasifik. Selanjutnya, Saji et al. (1999) menganalisis data SPL dan hasilnya menjelaskan bahwa anomali SPL di samudra Hindia mempunyai pengaruh yang kuat dengan hujan di Indonesia. Nezlin & Williams (2003) menganalisis anomali SPL dari data satelit dengan metode EOF untuk memeriksa fitur kejadian El Nino pada tahun 1997-1998. Hasil yang diperoleh dari penelitiannya adalah bagian tengah dan selatan California teleconnection terhadap kejadian El Nino. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut memberikan argumen yang jelas bahwa SPL merupakan parameter kunci yang digunakan untuk melihat kejadian anomali. Parameter kunci ini juga digunakan untuk menentukan pola spasial dan temporal sehingga dihasilkan pola-pola dominan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diberikan data SPL the Extended Reconstructed Sea Surface Temperature Version 3B (ERSST V3B) selama 600 bulan di wilayah Indonesia. Analisis dilakukan menggunakan metode Empirical Orthogonal Function (EOF) berbasis Eigen Value Problem (EVP). Metode EOF ini dikenal sebagai metode Principal Component Analysis (PCA). Storch & Zwiers (1999) mengatakan bahwa terdapat kesamaan definisi dan cara kerja antara metode EOF dan PCA.
2 Penelitian terbaru dari Storch & Zwiers (2004) menganalisis teknik multivariat yang menghasilkan variabilitas pola dominan pada bidang statistik (random vektor sebagai indeks yang menyatakan lokasi dalam ruang). Dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa analisis PCA atau EOF disebut sebagai earth science. Berdasarkan hal tersebut memberi argumen bahwa metode PCA dan EOF tersebut sama, sedangkan yang membedakannya terdapat pada penggunaan data. Metode PCA digunakan pada data-data bersifat kategorik yang menghasilkan peubah sebagai komponen-komponen utama. Adapun metode EOF digunakan pada datadata iklim yang menghasilkan mode sebagai skor EOF atau persamaan EOF baru. Data-data iklim ini memiliki level tiga dimensi dengan dua dimensi spasial dan satu dimensi waktu. Rasmusson et al. (1981) menyatakan vektor eigen yang mendefinisikan beberapa Principle Component (PCs) disebut sebagai variabel EOF dalam literatur meteorologi dan klimatologi, sedangkan nilai-nilai atau skor dari PC disebut sebagai time series atau amplitudo. Dengan demikian, pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode EOF karena data yang disajikan adalah salah satu data iklim yaitu SPL. Metode EOF bertujuan untuk mereduksi sekumpulan data SPL yang berukuran besar menjadi beberapa mode EOF tanpa menghilangkan varians dari data asli. Tujuan lain dari metode EOF ini adalah untuk memisahkan keterkaitan data spasial dan temporal, sehingga dapat dihasilkan sebuah kombinasi linear yang sesuai dengan ruang dan waktu. Hal ini dapat dicapai dengan membentuk satu set variabel baru. Variabel baru tersebut disusun dengan menggunakan prinsip komponen utama yang tidak berkorelasi, sehingga sebagian persamaan EOF menyimpan sebagian besar varians yang ada pada variabel asli. Secara umum metode EOF berbasis EVP bekerja sangat baik dengan menghasilkan beberapa varians yang menggambarkan seluruh data. Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa hasil reduksi dapat dijadikan sebagai suatu aproksimasi dalam menentukan nilai kesalahan atau norm error. Nilai kesalahan ini dihitung untuk mengetahui seberapa besar hampiran hasil reduksi (mode EOF) terhadap data asli. Hal ini dapat dianalisis dengan menggunakan teknik error norm matriks. Hasil yang diperoleh dari teknik ini adalah besar hampiran berupa nilai norm error. Hasil tersebut menggambarkan pola hubungan antara tingkat kesalahan relatif (relative error) dengan mode EOF. Pola ini memperlihatkan semakin banyak mode EOF yang diambil maka tingkat kesalahan relatif semakin kecil. Perumusan Masalah Perumusan masalah dibuat untuk memudahkan analisis sebagai tahap awal dalam melakukan penelitian. Perumusan masalah diuraikan sebagai berikut: 1. Bagaimana metode EOF berbasis EVP dapat mereduksi data SPL (ERSST V3B), sehingga diperoleh beberapa mode EOF. 2. Bagaimana analisis EOF untuk data SPL (ERSST V3B) dapat menghasilkan pola dominan secara temporal dan spasial. 3. Bagaimana efektivitas mode EOF sebagai hasil reduksi mampu menghampiri data SPL sebagai unit pengamatan dengan melihat tingkat kesalahan dari hasil reduksi data.
3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian sebelumnya, tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengkaji metode EOF berbasis EVP untuk mereduksi data SPL (ERSST V3B). 2. Menganalisis pola dominan dari data SPL (ERSST V3B) secara temporal dan spasial. 3. Menghitung error norm matriks untuk melihat tingkat kesalahan hasil reduksi menghampiri data SPL sebagai data asli. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Menghasilkan program ekstraksi data SPL (ERSST V3B) dan program metode EOF berbasis EVP menggunakan software Matlab. 2. Mengidentifikasi karakterisasi SPL yang dihasilkan dari pola dominan secara spasial dan temporal. 3. Analisis EOF berbasis EVP yang diaplikasikan pada data SPL (ERSST V3B) dapat dijadikan sebagai komponen yang penting dalam memprediksi keadaan cuaca dan iklim di masa mendatang.
2 TINJAUAN PUSTAKA Suhu Permukaan Laut Suhu permukaan laut (SPL) adalah salah satu data iklim yang menjadi parameter fisik oseanografi. Jika dilihat dari definisinya, SPL merupakan proses mendingin dan memanasnya air pada permukaan laut. SPL ini juga merupakan suatu temperatur yang sering diukur untuk mengetahui informasi terkait pengaruhnya sebagai indikator fenomena perubahan iklim. Kisaran suhu pada daerah tropis relatif stabil karena cahaya matahari lebih banyak mengenai daerah ekuator daripada daerah kutub. Hal ini disebabkan oleh cahaya matahari yang merambat melalui atmosfer banyak kehilangan panas sebelum cahaya tersebut mencapai kutub. Suhu di lautan berkisar antara 1.87 C (titik beku air laut) di daerah kutub dan suhu maksimum mencapai 42 C di daerah perairan dangkal (Hutabarat & Evans 1986). Berdasarkan berbagai penelitian dan pengamatan diketahui bahwa SPL di Indonesia sangat dinamis yaitu memiliki kisaran suhu 26 C sampai 31.5 C . SPL dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya radiasi matahari, posisi matahari, letak geografis, musim, kondisi awan, proses interaksi air dan udara, penguapan dan hembusan angin. Secara alamiah atau faktor terbesar yang memengaruhi naik turunnya suhu pada permukaan laut adalah panas matahari. Setiap detik matahari memancarkan bahang sebesar 1026 kalori dan setiap tempat di bumi yang tegak lurus ke matahari akan menerima bahang sebanyak 0.033 kalori. Pancaran energi matahari ini akan sampai ke batas atas atmosfer bumi ratarata 2 kalori per cm2 setiap menitnya. Pancaran energi ini juga sampai ke
4 permukaan laut dan diserap oleh massa air (Meadous & Campbell 1993). Sebagai contoh keadaan SPL di Indonesia ditunjukkan oleh Gambar 1.
Gambar 1. Suhu permukaan laut Indonesia pada bulan April 2014 (gambar diambil dari ketinggian 3000 meter, sumber: BMKG 2014). Ruang Vektor Definisi 2.1 (Ruang Vektor di R n ) Misalkan sebarang elemen V adalah himpunan tak kosong dengan didefinisikan dua operasi penjumlahan dan perkalian skalar. Penjumlahan merupakan aturan yang menghubungkan masing-masing u dan v di V yaitu u v disebut jumlah dari u dan v. Perkalian skalar merupakan aturan yang menghubungkan skalar k pada u di V yaitu ku disebut sebagai perkalian skalar vektor dari u dan k. V adalah ruang vektor di R n , jika aksioma berikut dipenuhi oleh setiap elemen u, v, dan w di V dan semua skalar k dan m di V, maka elemen di V disebut vektor dan himpunan V disebut ruang vektor. 1. u, v V maka u v V . 2.
u v v u , u , v V .
3.
u v w u v w,
4.
! 0 V , u 0 0 u u, u V .
5.
u u 0, u V terdapat u V .
6.
Jika k adalah skalar dan u V maka ku V .
7.
k u v ku kv, u , v V dan skalar k.
8.
k mu ku mu, u V dengan skalar k dan m. k mu kmu , u V dengan skalar k dan m.
9.
u, v, w V .
10. 1 u u, u V . (Anton & Rorres 2010) n
Definisi 2.2 (Ruang Bagian dari R ) Jika X adalah suatu ruang bagian tak kosong dari ruang vektor R n dan X memenuhi X X , x X , R dan x y X , x, y X , maka X dikatakan suatu ruang bagian dari R n . (Leon 2010)
5 Definisi 2.3 (Kombinasi Linear) Jika w adalah vektor R n , maka w adalah suatu kombinasi linear dari vektorvektor v1 , v 2 ,, v r di R n . Vektor w dapat dinyatakan dalam bentuk w k1v1 k 2 v2 k r vr dengan skalar k1 , k 2 ,, k r disebut koefisien dari kombinasi linear untuk v1 , v 2 ,, v r . (Anton & Rorres 2010) Definisi 2.4 (Bebas Linear dan Bergantung Linear) Suatu himpunan vektor s v1 , v2 ,, vr dikatakan bebas linear bila satusatunya solusi untuk skalar i dari persamaan homogen
1v1 2 v2 r vr 0 , (1) merupakan solusi trivial i 0, i 1, 2, , r. Bila ada solusi nontrivial untuk atau sedikitnya terdapat satu i 0 pada persamaan (1), maka himpunan s dikatakan bergantung linear. Dalam hal ini, himpunan bebas linear adalah yang tidak mengandung hubungan ketergantungan, dan himpunan bergantung linear adalah sedikitnya terdapat satu vektor yang merupakan kombinasi dari yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa himpunan kosong selalu bebas linear. (Meyer 2000) Matriks Definisi 2.5 (Definisi Matriks) Matriks adalah array yang disusun berupa bilangan dalam bentuk persegi panjang. Bilangan-bilangan dalam array disebut entri dalam matriks. (Anton & Rorres 2010) Definisi 2.6 (Identitas Matriks) Matriks persegi dengan elemen dagonal utama bernilai 1 sedangkan elemen lainnya bernilai 0 disebut sebagai matriks indentitas. Matriks identitas berukuran n n dilambangkan dengan I n . (Anton & Rorres 2010) Definisi 2.7 (Determinan Matriks)
Matriks A aij berorde n n. Determinan dari A didefinisikan sebagai skalar: (2) det A p a1 p1 a 2 p2 ....a npn , p
dengan penjumlahan diambil dari n! permutasi p p1 , p2 , ..., pn . Setiap notasi a1 p1 a2 p2 ....anpn di persamaan (2) berisi tepat satu entri dari setiap baris dan setiap kolom dari A. Determinan dari A dapat dinotasikan sebagai det A atau A . Determinan dari matriks nonpersegi tidak dapat didefinisikan. (Meyer 2000) Definisi 2.8 (Matriks Singular dan Nonsingular) Matriks A berukuran n n merupakan matriks singular jika dan hanya jika det A 0. Matriks A nonsingular jika dan hanya jika det A 0. (Meyer 2000)
6 Definisi 2.9 (Invers Matriks) Matriks identitas I n berorde n n didefinisikan sebagai partisi dari kolom
I n x1 , x2 , ..., xn . Jika A dan X yang berada di R nn dan memenuhi AX = I, maka X merupakan invers dari A dan dinotasikan sebagai A-1. Jika terdapat A-1 maka A merupakan matriks non singular dan jika sebaliknya maka A merupakan matriks singular. Beberapa sifat invers matriks mempunyai tugas penting untuk digunakan dalam komputasi matriks. Invers dari hasil kali adalah kebalikan dari invers: AB1 B 1 A1 . (3) Transpos dari invers adalah kebalikan dari transpos:
A A 1 T
T 1
A T ,
(4)
dengan identitas:
B 1 A 1 B 1 B A A1 .
(5) (Golub & Loan 1996)
Teorema 2.1 (Invers Matriks) Jika B dan C keduanya invers dari matriks A, maka B C. Bukti dapat dilihat pada Anton & Rorres (2010). Definisi 2.10 (Transpos Matriks) Jika A adalah suatu matriks m n, maka transpos dari A dilambangkan dengan AT yang didefinisikan sebagai matriks n m. AT dihasilkan oleh pertukaran baris dan kolom dari matriks A, yaitu kolom pertama dari AT adalah baris pertama dari A, kolom kedua dari AT adalah baris kedua dari A dan seterusnya. (Anton & Rorres 2010) Definisi 2.11 (Matriks Simetris) A merupakan matriks simetris A dikatakan simetris jika A AT . (Anton & Rorres 2010) Hasil kali matriks dari AAT dan AT A muncul dalam beberapa aplikasi. Jika A adalah matriks dengan ukuran m n, maka AT adalah matriks dengan n m, sehingga perkalian dari AAT dan AT A keduanya memiliki ukuran matriks persegi. Matriks AAT memiliki ukuran m m , sedangkan matriks AT A memiliki ukuran n n. Perkalian tersebut selalu simetris karena:
AA A T T
T T
AT AAT dan AT A
T
AT AT
T
AT A.
Definisi 2.12 (Pendiagonalan Matriks) Suatu matriks A berorde n n disebut dapat didiagonalisasi jika terdapat matriks P non singular dan matriks diagonal D sedemikian sehingga PAP 1 D. Matriks P mendiagonalisasi matriks A. (Anton & Rorres 2010)
7 Definisi 2.13 (Matriks Data) Data iklim biasanya disajikan dalam bentuk array, dalam hal ini data SPL yang tersedia berupa data digital Network Common Data Form (NetCDF). Data SPL memiliki level tiga dimensi dengan dua dimensi spasial yaitu bujur (x) (longitude) dan lintang (y) (latitude), dan satu dimensi variabel waktu (t). Dalam penyajiannya data ini disusun dalam bidang matriks data SPL X tiga dimensi menjadi bidang matriks R dua dimensi hasil rekonstruksi, karena untuk menganalisis bidang data dalam tiga dimensi dapat memakan waktu cukup lama dan memori yang sangat besar. Koordinat horizontal tersusun dari dua dimensi spasial yaitu bujur ai , i 1, , n1 dan lintang b j , j 1, , n2 yang digabungkan
dengan total grid data n n1 n 2 sehingga koordinat horizontal menjadi s ai , b j . Adapun untuk koordinat vertikal disusun berdasarkan variabel waktu t p , p 1, , k , maka untuk data SPL dalam satu bulan dapat dituliskan :
X ij p X ai , b j , t p ,
(6)
dengan grid data s i dan variabel waktu t j yang dinotasikan xij untuk dan i 1, , n n1 n 2 dan j 1, , k . Dengan demikian bidang data yang akan dianalisis dapat direpresentasikan dalam data matriks n p sebagai berikut :
x11 x 21 R s , t x n1
x12 x 22 xn 2
x1k x2 k . x nk
(7)
Jika x j dilambangkan sebagai waktu rata-rata untuk bidang data asli pada titik grid ke-j, yaitu: 1 n x j x kj . (8) n k 1 Dengan demikian, bidang data asli dari persamaan (8) dapat dibentuk sebagai berikut: x x1 , , x p , dengan bidang data SPL yang didefinisikan oleh s, t dalam bentuk matriks yaitu:
1 X R 1x I 11T X , n
(9)
dan diketahui bahwa 1 1, , 1T merupakan vektor kolom yang semua elemennya adalah 1, dan I merupakan matriks identitas n n. (Hannachi 2004) Ortogonalitas Definisi 2.14 (Hasil Kali Skalar) T T Misalkan x, y R n dengan x x1 , x 2 ,, x n dan y y1 , y 2 ,, y n maka hasil kali skalar dari x dan y adalah x T y x1 y1 x 2 y 2 x n y n . (Leon 2010)
8 Definisi 2.15 (Matriks Ortogonal) Matriks persegi A dikatakan ortogonal jika transposnya sama dengan inversnya A 1 AT atau ekuivalen jika AAT A T A I . (Anton & Rorres 2010) Definisi 2.16 (Vektor Ortogonal) Vektor-vektor taknol x dan y di R n dikatakan ortogonal jika x T y 0. Dalam hal ini vektor nol di R n ortogonal terhadap setiap vektor di R n . Satu himpunan tak kosong dari vektor di R n disebut himpunan ortogonal jika semua pasangan vektor berbeda di himpunan ortogonal. Suatu himpunan ortogonal dari vektor satuan disebut himpunan ortonormal. (Anton & Rorres 2010) Eigen Value Problem (EVP) Definisi 2.17 (Nilai Eigen dan Vektor Eigen) Misalkan matriks A berorde n n maka suatu vektor tak nol x di R n disebut vektor eigen dari A jika untuk suatu skalar berlaku : Ax x. (10) Skalar λ merupakan nilai eigen (nilai karakteristik) dari A. Dalam hal ini dikatakan x adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen λ. (Stewart & Thomas 2007). Definisi 2.18 (Polinomial Karakteristik) Polinomial karakteristik dari A berorde n n adalah polinomial p det A I . Persamaan karakteristik dari A adalah p 0 maka det A I 0, dengan p adalah polinomial karakteristiknya. (Stewart & Thomas 2007). Teorema 2.2 Jika A adalah sebuah matriks n n , maka pernyataan-pernyataan berikut ekuivalen satu sama lain:
adalah nilai eigen dari A, sistem persamaan I A x 0 mempunyai penyelesaian yang tak trivial, ada sebuah vektor tak nol x di dalam R n sehingga Ax x, adalah penyelesaian real dari persamaan karakteristik detI A 0. Bukti dapat dilihat pada Anton & Rorres (2010). 1. 2. 3. 4.
Teorema 2.3 Jika v1 , v 2 , , v k adalah vektor-vektor eigen dari A yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen yang berbeda 1 , 2 , , k , maka v1 , v 2 , , v k adalah sebuah himpunan yang bebas linier. Bukti dapat dilihat pada Anton & Rorres (2010).
9 Teorema 2.4 Suatu matriks A berorde n n, maka pernyataan berikut ekuivalen: 1. A dapat didiagonalisasi, 2. A mempunyai n vektor eigen yang bebas linear. Bukti dapat dilihat pada Anton & Rorres (2010). Pada dasarnya dekomposisi matriks secara umum bertujuan untuk menentukan basis dari matriks yaitu vektor eigen, secara analogi EVP sangatlah unik dalam menentukan vektor eigen terutama untuk matriks simetris. Pada kenyataannya terdapat matriks acak tak simetris dan bukan matriks persegi dengan m baris dan n kolom yang tidak secara mudah diselesaikan dengan EVP, sehingga dalam beberapa aplikasi digunakan Singular Value Decomposition (SVD) untuk menetukan basis dari matriks acak non simetris. Error dan Norm Definisi 2.19 (Vektor Norm ) Fungsi f : R n R disebut norm vektor (vector norm) di R n jika memenuhi ketiga aksioma berikut: 1) f x 0, x Rn, 2) f x y f x f y , x, y R n . 3) f x f x ,
( f ( x) 0, jika x 0 ).
R, x R n . (Golub & Loan 1996)
Definisi 2.20 (Error Absolut dan Relatif ) Misalkan xˆ R n merupakan aproksimasi untuk x R n . Diberikan norm vektor maka dapat dibentuk formula error absolut di xˆ yaitu:
eabs x xˆ . Jika x 0, maka formula error relatif di xˆ yaitu: x xˆ erel . x (Golub & Loan 1996) Definisi 2.21 (Norm Matriks) Fungsi f : R n p R disebut norm matriks (matrix norm) jika untuk setiap A, B R n p dan R memenuhi ketiga aksioma berikut: 4) f A 0 dan f A 0 A 0. 5) f A B f A f B . Matriks A dan B memiliki dimensi yang sama. 6)
f A f A, untuk semua skalar .
Dalam hal ini, untuk memudahkan penulisan, norm matriks A ditulis A sehingga A f A. (Golub & Loan 1996)
10 Definisi 2.22 (Error Norm Matriks) Teknik error norm matriks merupakan suatu teknik untuk melihat efektifitas atau kualitas dari hasil reduksi (mode EOF). Hal ini berarti, seberapa besar hampiran mode EOF mampu mewakili data sebenarnya. Hampiran tersebut dapat dilihat dari perolehan nilai norm error. Nilai error ini diperlihatkan dengan membentuk pola hubungan antara tingkat kesalahan dan mode EOF. Berdasarkan teknik tersebut error norm absolut akan dibentuk dengan formula berikut: 12
m n 2 (11) A Aˆ Tr A Aˆ A Aˆ Aij Aˆ ij , i 1 j 1 dari persamaan (11) dibentuk formula error norm relatif, yaitu: 2 A Aˆ erel . A (Golub & Loan 1996)
T
12
Empirical Orthogonal Function (EOF) EOF merupakan suatu metode untuk menentukan pola-pola dominan yang ditentukan oleh data dan berevolusi dalam ruang dan waktu. Jolliffe (2002) memaparkan tujuan utama dari analisis EOF adalah mereduksi sejumlah besar variabel data menjadi hanya beberapa variabel tanpa mengubah sebagian besar varians dari data asli. Adapun analisis EOF berbasis EVP bertujuan mengungkapkan data dalam bentuk vektor eigen a m x, y yang mewakili variabilitas temporal serta komponen utama u m t sebagai bagian spasial, matriks data X dapat ditulis sebagai berikut: M
X x, y , t u m t a m x, y .
(12)
m 1
Hannachi (2004) memulai analisis EOF dengan menentukan matriks kovarians dari matriks data X yang sudah tersusun, yaitu:
1 X T X. n 1
(13)
Matriks pada persamaan (13) memuat kovarians antar grid yang dapat menjelaskan varians maksimum. Hal itu digunakan untuk menentukan arah T a a1 , a 2 , , a p sehingga X ' a memiliki variabilitas maksimum dan kemudian varians dari time series X ' a adalah: 2 T 1 1 var X ' a X 'a X ' a X ' a a T a , (14) n 1 n 1 dari persamaan (14) diperlukan vektor a untuk menjadi suatu kesatuan yang hasilnya berupa: max a a T a , dengan a T a 1. (15) Matriks kovarians pada persamaan (13) merupakan matriks simetris real yang memiliki vektor eigen a m x , y dan nilai eigen positif m . Dengan menggunakan EVP diperoleh solusi untuk persamaan (15) yaitu: a m m a m . (16)
11 Dari persamaan (16) diperoleh nilai eigen dan vektor eigen a yang memenuhi persamaan det R I 0 dan R I a 0 . Vektor eigen a m x , y merupakan variabilitas temporal EOF yang ortogonal, sehingga memenuhi persamaan: N
a x , y a x , y 0, m n . m
i
i
n
i
i
(17)
x, y 1
Variabilitias temporal EOF pada persamaan (17) dibentuk untuk memperoleh persamaan baru. Persamaan baru tersebut merupakan variabilitas spasial u m t yang diperoleh dengan memproyeksikan data asli pada variabilitas temporal. Singleton (2008) mendefinisikannya sebagai perkalian antara vektor eigen a m x, y dengan matriks data awal X s, t yaitu:
u m t
N
X x, y, t a x, y . m
(17)
x, y 1
Varians yang dapat dijelaskan oleh variabel baru ke-m pada persamaan (17) bergantung pada persentase kontribusi pm dari masing-masing nilai eigen. Navarra & Simoncini (2010) menghitung varians tersebut dengan rumus: (18) pm N m . n n 1
3 METODE Pada bab ini akan dibahas tahapan analisis terhadap data SPL. Metode yang akan digunakan untuk mereduksi data SPL adalah metode EOF dan teknik yang digunakan untuk menentukan hampiran kesesuaian data SPL dari data reduksi adalah teknik error norm matriks. 3.1
Metode Penelitian
Tahapan ini diawali dengan studi literatur yang berkaitan dengan metode yang akan digunakan yaitu metode EOF berbasis EVP terhadap data SPL. Analisis EOF dengan metode EVP ini memiliki tujuan mengungkapkan sejumlah data SPL dalam bentuk eigen vector a m x, y yang mewakili variabilitas spasial serta komponen utama um t sebagai bagian temporal. Visualisasi metode EOF terhadap data SPL menggunakan program komputer dengan bantuan software Matlab. Berdasarkan visualisasi tersebut diperoleh nilai EOF terbesar sebagai pola dominan untuk spasial dan temporal yang mewakili data asli SPL sebagai data yang dianalisis. Selain itu, pada penelitian ini juga akan ditentukan seberapa besar kesalahan dari reduksi matriks data SPL menggunakan teknik error norm matriks. 3.2
Jenis dan Sumber Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data Suhu Permukaan Laut (SPL). Data ini merupakan data global bulanan yang telah direkonstruksi secara terus menerus sehingga lebih dikenal dengan The Extended Reconstructed Sea Surface Temperature Version 3B (ERSST V3B) . Data global
12 ERSST ini merupakan arsip data bulanan dengan rekonstruksinya berawal dari bulan Januari 1854 sampai Desember 2012. Data global ERSST V3B ini dapat diunduh dari situs (http://www1.ncdc.noaa.gov/pub/data/cmb/ersst/v3b/netcdf) dan hasilnya berupa data digital dengan format Network Common Data Form (NetCDF). NetCDF adalah suatu interface atau mesin format data independen yang mendukung penciptaan, akses, dan berbagi data ilmiah yang berorientasi pada array. Dalam format data ini terdapat komponen data SPL, data anomali, letak bujur (longitude) dan lintang (latitude) yang merupakan resolusi spasial serta variabel waktu per bulan yang meliputi seluruh dunia. Oeh sebab itu, data SPL maupun data anomali berukuran tiga dimensi yaitu bujur lintang waktu. Untuk setiap bujur memuat 180 1 dan lintang 1 89 . Dengan demikian, untuk satu data SPL atau satu data anomali dalam satu bulan memiliki dimensi 180 89 1 . Dalam penelitian ini akan dibatasi penggunaan data, wilayah data dan rentang waktu. Data yang akan digunakan adalah data SPL dan cakupan data hanya wilayah Indonesia. Adapun rentang waktu yang akan diteliti yaitu selama 600 bulan berawal dari bulan Januari 1963 sampai Desember 2012. 3.3
Langkah Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama adalah menyiapkan alat uji coba untuk menyusun suatu program menggunakan bahasa pemrograman Matlab. Tahap kedua adalah mendeskripsikan dan mengektraksikan data SPL (ERSST V3B) yang dibentuk dalam suatu matriks X menggunakan fungsi-fungsi yang tersedia dalam software Matlab. Adapun tahap ketiga adalah menganalisis EOF terhadap data SPL Indonesia menggunakan teknik EVP. Pada tahap analisis ini diuraikan teknik reduksi menggunakan metode EOF dan uji hasil reduksi menggunakan teknik error norm matriks. 3.3.1 Alat Uji 1.
2.
3.
Pada tahapan ini langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: Identifikasi masalah Pada penelitian ini masalah yang akan dikaji adalah bagaimana data SPL Indonesia dapat dianalisis menggunakan metode Empirical Orthogonal Function (EOF) secara spasial maupun temporal. Selanjutnya dikaji seberapa besar teknik error norm matriks dapat mengevaluasi hasil analisis EOF dari error yang dihasilkan. Penentuan tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mengkaji metode EOF terhadap data SPL Indonesia secara spasial dan temporal. Teknik error norm matriks dianalisis untuk mengevaluasi hasil aproksimasi. Studi literatur Dalam studi literatur ini dikaji karakteristik dari data SPL (ERSST V3B) dengan format digital NetCDF. Selanjutnya dikaji konsep dari metode Empirical Orthogonal Function (EOF) berbasis Eigen Value Problem (EVP) dan teknik error norm matriks.
13 4.
5.
Penyusunan algoritme Dalam tahapan ini dilakukan penyusunan algoritme untuk masing-masing tahapan, diantaranya algoritme ekstraksi data dan algoritme analisis EOF. Algoritme ekstraksi data dilakukan untuk menyeleksi dan memilih data yang akan digunakan dalam perhitungan. Algoritme analisis EOF dilakukan untuk melihat prosedur dari metode EOF sebagai alat untuk analisis data SPL secara spasial dan temporal. Penyusunan program komputer Alat uji selanjutnya yaitu penyusunan program komputer dengan bahasa pemrograman Matlab. Software Matlab ini dipilih sebagai alat uji dalam penelitian ini karena format data digital yang berkaitan dengan data SPL telah tersedia. Alasan lainnya software ini menyediakan fungsi-fungsi yang berkaitan dengan teknik EVP. Dalam prosesnya program ini menerima input berupa data SPL yang diproses menggunakan metode EOF berbasis EVP. Adapun output yang dihasilkan berupa pola-pola dominan secara spasial dan temporal. Script lain disusun secara terpisah dari program sebelumnya untuk memperoleh output berupa nilai-nilai error dari proses teknik error norm matriks.
3.3.2 Ekstraksi Data SPL (ERSST V3B) Data SPL (ERSST V3B) dideskripsikan dan diekstraksikan menggunakan software Matlab. Langkah deskripsi ini diterjemahkan melalui fungsi-fungsi yang tersedia dalam software Matlab tersebut. Adapun langkah ekstraksi dilakukan dengan menyusun suatu bahasa pemrograman yang ditulis pada m-file. Ekstraksi ini dimulai dengan membentuk data SPL ke dalam sebuah array berupa matriks data X. Hal ini perlu dilakukan untuk menyeleksi variabel yang akan digunakan dalam analisis dan simulasi. Proses penyeleksian data ini dilakukan dengan memisahkan unsur daratan yang didefinisikan sebagai NaN, sehingga hanya unsur lautan yang akan diikutsertakan dalam perhitungan. Langkah ekstraksi data dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.
Gambar 2. Ekstraksi data SPL (ERSST V3B) 3.3.3 Reduksi Data SPL Menggunakan Metode EOF Berbasis EVP Metode EOF berbasis EVP digunakan sebagai alat untuk mereduksi data SPL (ERSST V3B) yang telah diekstraksi menjadi matriks data (X). Konsepkonsep dasar yang diperlukan untuk memahami metode EOF berbasis EVP diantaranya ruang vektor, matriks, ortogonalitas serta permasalahan nilai eigen dan vektor eigen. Konsep dasar mengenai error absolut, error relatif, norm vektor
14
X x, y, t
M
u t a x, y m
m
m 1
1 XTX n 1
am
m
Ram m am
N
a x , y a x , y 0, m n m
i
i
n
i
i
x, y 1
N
u m t
m am
X x, y , t a x, y m
x, y 1
um X am
pm
m N
n
n 1
X Xˆ Tr X Xˆ
X Xˆ T
12
X Xˆ erel
m n X ij Xˆ ij i 1 j 1
12
2
2
X
Gambar 3. Langkah analisis EOF berbasis EVP dan norm matriks diperlukan untuk membentuk suatu teknik error norm matriks. Teknik ini digunakan untuk mengamati dan menguji hasil reduksi yang diperlihatkan melalui suatu hampiran berupa tingkat kesalahan. Berdasarkan
15 konsep-konsep dasar tersebut dibentuk implementasi algoritme dari metode EOF berbasis EVP dan teknik error norm matriks dengan menyusun program Matlab secara berurutan. Langkah analisis reduksi data menggunakan metode EOF berbasis EVP dan perhitungan teknik error norm matriks diuraikan pada Gambar 3. Berdasarkan langkah-langkah yang telah diuraikan, digambarkan skema penelitian secara umum. Skema penelitian tersebut ditunjukkan pada Gambar 4. Mulai
- Identifikasi masalah - Penentuan tujuan - Studi literatur dan pengumpulan data - Penyusunan algoritme - Penyusunan program Matlab Pereduksian data menggunakan analisis EOF berbasis EPV dan perhitungan persentase varians Visualisasi setiap mode EOF berupa plot data time series (temporal) dan mode spasial Penentuan hampiran hasil reduksi EOF terhadap data asli menggunakan analisis error norm matriks
Visualisasi error norm relatif
Selesai Gambar 4. Skema langkah-langkah penelitian
16
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dipaparkan hasil yang diperoleh melalui analisis dan simulasi numerik. Sebagian besar hasil penelitian ini diperoleh dari kontribusi dataset SPL. Oleh karena itu dilakukan pendeskripsian data yaitu berupa ekstraksi dan eksplorasi data sebelum dianalisis menggunakan metode EOF. Selain itu diberikan pula algoritme pereduksian data menggunakan metode EOF berbasis EVP. Selanjutnya, ditentukan nilai kesalahan dengan teknik error norm matriks untuk melihat kualitas dari hasil reduksi. Ekstraksi dan Eksplorasi Data SPL Pada proses ekstraksi data SPL diawali dengan pendeskripsian data yang tersedia berupa data digital NetCDF menjadi suatu matriks data X. Data digital ini akan dibentuk dalam sebuah matriks dua dimensi. Langkah-langkah ekstraksi data SPL secara khusus dijelaskan pada algortime di bawah ini. Algoritme 1 Ekstraksi data SPL 1. Penentuan domain wilayah Indonesia yaitu didasarkan pada koordinat 6 LU 11 LS dan 95 BT 141 BT. 2. Pemotongan data SPL (ERSST V3B) dari format NetCDF ke dalam grid matriks berukuran 180 89 menjadi 26 13 . Jumlah pixel semula dari 16020 menjadi 338 pixel. 3. Penentuan domain rentang waktu yaitu selama 600 bulan. 4. Reshaping data yang sudah dibatasi berdasarkan poin 1, 2 dan 3. 5. Masking darat laut untuk memisahkan unsur daratan dan lautan. 6. Penyusunan matriks data (X) berdasarkan poin-poin di atas. Dapat dilihat pada poin ke lima dalam Algortime 1 di atas, yaitu dilakukan masking darat laut yang merupakan bentuk pemisahan unsur daratan dan lautan, karena dalam data SPL (ERSST V3B) ini komponen yang akan dihitung hanya unsur lautan. Dalam hal ini, unsur lautan didefinisikan oleh angka berupa satuan suhu sedangkan unsur daratan didefinisikan oleh NaN (not a number). Unsur daratan ini akan dikembalikan pada persamaan baru setelah seluruh proses perhitungan dan analisis selesai yang selanjutnya digunakan untuk melihat pola dominan secara spasial. Eksplorasi data diawali dengan menyajikan pola data yang tersedia dalam bentuk visual berdasarkan grid data global dengan koordinat 180 BB- 180 BT dan 90 LU- 90 LS. Ukuran grid data dengan koordinat tersebut yaitu 190 80 pixel. Sebagai contoh pada Gambar 5 ditunjukkan ilustrasi visual data SPL secara global pada bulan Desember tahun 2012. Selanjutnya data dipangkas atau dipotong berdasarkan wilayah yang akan digunakan dalam penelitian. Proses pemotongan data dilakukan pada koordinat 11 LU- 11 LS dan 95 BT- 141 BT didasarkan pada letak geografis Indonesia yang berada pada koordinat 6 LU- 11 LS dan 95 BT- 141 BT.
17
Gambar 5. Data Global SPL Pemotongan data ini disesuaikan dengan melebihi titik koordinat yang sebenarnya karena variabel yang akan dianalisis adalah unsur lautan. Oleh karena itu dilakukan masking darat laut secara signifikan untuk mempermudah perhitungan.
Gambar 6. Data SPL Indonesia Dengan demikian, diperolah ukuran grid data setelah proses pemotongan yaitu 26 13 dengan jumlah pixel sebanyak 338. Hal ini berarti data SPL untuk satu bulan setelah dipangkas dan di-reshape telah tersusun dalam suatu matriks data X berukuran 338 1, sehingga data SPL selama 600 bulan dapat disusun dalam matriks data X berukuran 338 600 . Pada Gambar 6 ditunjukkan ilustrasi visual data SPL untuk wilayah Indonesia pada bulan dan tahun yang sama seperti pada Gambar 5. Analisis Empirical Orthogonal Function (EOF) Metode EOF ini bertujuan untuk menentukan suatu set variabel baru yang dapat mengungkapkan sebagian besar varians dari data yang diamati melalui penyusunan kombinasi linear dari variabel asal (Hannachi 2004). Berdasarkan hal
18 tersebut analisis EOF pada data SPL di wilayah Indonesia akan dilakukan dengan tahapan algoritme di bawah ini. Algoritme 2 Analisis metode EOF berbasis EVP 1. Ekstraksi matriks data R berukuran m n menjadi suatu matriks data X. 2. Pembentukan matriks kovarians . 3. Penentuan nilai eigen dan vektor eigen yang bersesuaian dari matriks kovarians dengan persamaan karakteristik I 0 . Penentuan mode U m (t ) dengan t 1, 2, ... , m berdasarkan persamaan (17). Penentuan proporsi varians dari m EOF berdasarkan persamaan (18). Analisis data secara spasial dan temporal. Perhitungan error norm matriks. Perlu diperhatikan bahwa pada poin 5 dalam Algoritme 2 di atas yaitu menentukan varians dari nilai eigen dan memilih komponen utama atau persamaan EOF baru yang dapat mewakili variasi dari matriks data X. Dalam penelitian ini banyaknya komponen utama yang diambil akan dilihat dari banyaknya persentase varians kumulatif. Jolliffe (2002) memaparkan beberapa aturan dalam menentukan banyaknya komponen utama pertama diantaranya yang mempunyai proporsi varians kumulatif lebih dari 80%. Tabel 1. Varians dari EOF dan persentase total varians 4. 5. 6. 7.
EOF
Nilai Eigen
1
Persentase Varians Individual
Kumulatif
308.454
51.409
51,409
2
160.363
26.727
78,136
3
67.132
11.188
89,325
4
29.226
4.871
94,196
5
10,086
1,681
95,877
6
4,890
0,815
96,692
7
4,406
0,734
97,426
8
3,935
0,656
98,082
9
2,047
0,341
98,423
10
1,634
0,272
98,696
...
...
...
...
600
-2.002
-3.336
100
Tabel 1 menunjukkan nilai eigen, varians dan total varians dari setiap komponen utama yang diperoleh dengan melakukan analisis EOF menggunakan EVP terhadap data SPL. Dalam hal ini diambil empat komponen utama terbesar dari 600 komponen utama yang diinisialkan dengan EOF pertama yaitu EOF1, EOF kedua yaitu EOF2, EOF ketiga yaitu EOF3 dan EOF keempat yaitu EOF4. Total varians dengan empat EOF tersebut sebesar 94.2%, angka ini lebih dari cukup untuk memuat informasi dari seluruh data SPL yang dianalisis pada wilayah Indonesia. Secara analogi aturan pengambilan banyaknya EOF bisa lebih dari empat EOF dengan total varians yang lebih besar sehingga diperoleh
19 kontribusi untuk data SPL semakin besar. Namun, dapat dilihat bahwa pada EOF5 dan seterusnya selisih nilai persentase variansnya relatif kecil dibandingkan empat EOF pertama. Oleh karena itu, yang menjadi alasan lain dalam pengambilan banyaknya EOF ini adalah dilihat dari efektifitas dan efisien hasil EOF tersebut. Dilihat dari efektifitasnya, jika diambil lebih banyak EOF sebagai contoh 10 EOF, maka total varians yang dihasilkan sebesar 98.7% akan tetapi cukup memakan memori yang sangat besar. Adapun dilihat dari efisiensinya, jika diambil lebih banyak EOF, maka dapat menghabiskan waktu yang cukup lama. Dengan demikian, kapasitas memori dan waktu yang lama tersebut tidak sebanding dengan hasil yang memperlihatkan angka varians yang sangat kecil untuk pengambilan EOF lebih dari empat skor EOF. Hal ini berarti, selain aturan yang diterapkan oleh Jolliffe (2002) yaitu berdasarkan total varians, efektifitas dan efisiensi dari setiap EOF dijadikan pertimbangan dalam pengambilan banyaknya EOF untuk mewakili variabilitas dari data SPL. Tabel 2. Nilai komponen utama hasil analisis EOF Grid
EOF1
EOF2
EOF3
EOF4
EOF5
EOF6
EOF600
2.900
... ... ...
1
25.354
-36.459
2.966
11.157
-4.398
4.207
2
23.442
-36.504
0.760
11.994
-4.629
0.000
0.000 0.000
3
22.277
-36.221
-1.442
11.996
-4.507
1.711
...
4
22.160
-35.400
-3.763
11.484
-4.098
0.828
...
0.000
0.262
...
0.000
-0.074
...
0.000
-0.097
...
0.000
0.208
...
0.000
0.850
...
0.000
5 6 7 8 9
22.949 24.031 25.147 26.325 27.545
-33.926 -32.155 -30.136 -27.627 -23.739
-5.878 -7.153 -7.313 -6.751 -6.151
10.676 9.242 7.149 4.876 2.840
-3.570 -2.966 -2.162 -1.263 -0.500
10 ...
28.728 ...
-18.811 ...
-5.252 ...
0.851 ...
0.128 ...
1.804 ...
... ...
0.000 ...
302
-13.418
-7.220
19.397
10.232
0.595
3.513
...
0.000
Pada Tabel 2 memperlihatkan hasil analisis EOF berbasis EVP terhadap data SPL. Hasil analisis ini adalah skor komponen utama yang berupa data bertipe numerik. Skor komponen utama ini adalah berupa nilai yang memberikan kontribusi negatif dan positif. Skor yang bernilai negatif memberikan kontribusi yang kecil dan memiliki pengaruh negatif terhadap data SPL sebagai data asli atau data yang diamati. Begitu pula sebaliknya skor bernilai positif berarti memberikan kontribusi besar dan pengaruh positif terhadap data asli. Hasil yang diperlihatkan di atas hanya sebagian kecil dari seluruh skornya karena ukuran matriks komponen utama yang diperoleh sama dengan ukuran matriks data awal. Tabel 3 memberikan informasi nilai komponen utama atau skor EOF yang sama dengan yang tertera pada Tabel 2, namun dengan urutan grid yang berbeda dan telah dikembalikan unsur NaN yang sebelumnya dihilangkan pada matriks data X. Dikembalikannya unsur NaN ini untuk memvisualisasikan skor EOF secara spasial, sehingga dapat dilihat pola dominan dari masing-masing skor EOF. Karena yang dipilih adalah empat EOF terbesar maka pola spasial yang dibentuk hanya empat EOF.
20 Tabel 3. Nilai komponen utama hasil analisis EOF dengan unsur NaN Grid
EOF1
EOF2
EOF3
EOF4
EOF5
EOF6
...
EOF600
...
...
...
...
...
...
...
...
...
185
-6.059
14.003
-14.171
7.527
0.088
1.639
...
-1.74E-11
186
-8.076
15.312
-14.070
7.365
-0.266
1.435
...
3.98E-11
187
NaN
NaN
NaN
NaN
NaN
NaN
...
NaN
188
-16.244
6.212
-8.154
-1.850
-0.141
-0.259
...
5.54E-11
189
-18.958
-1.907
-3.973
-5.854
0.518
-0.197
...
-5.86E-11
190
-19.928
-4.613
-2.315
-6.408
1.246
-0.172
...
2.35E-11
191
-19.695
-3.512
-1.998
-5.521
1.804
-0.410
...
2.67E-11
192
NaN
NaN
NaN
NaN
NaN
NaN
...
NaN
193
-20.647
3.778
-0.870
-2.619
2.105
-0.289
...
-5.25E-11
194
NaN
NaN
NaN
NaN
NaN
NaN
...
NaN
195
NaN
NaN
NaN
NaN
NaN
NaN
...
NaN
196
NaN
NaN
NaN
NaN
NaN
NaN
...
NaN
197
-10.748
10.017
2.133
1.944
0.422
2.296
...
6.90E-12
198
-10.465
10.275
3.001
2.520
0.416
1.728
...
-6.62E-12
199
-8.263
7.517
4.279
2.090
-0.159
0.088
...
5.12E-12
200
-6.041
4.762
5.505
0.950
-0.791
-1.696
...
-1.30E-11
...
...
...
...
...
...
...
...
...
338
-13.418
-7.220
19.397
10.232
0.595
3.513
...
-4.49E-11
Pola spasial tersebut dapat dibentuk setelah di-reshape kembali masingmasing dari skor EOF. Hasil visualisasi ini diinisialkan sebagai mode, yaitu mode EOF pertama atau mode EOF1 dan seterusnya. Hasil visualisasi pola dominan secara spasial ditunjukkan pada Gambar 7 untuk mode EOF1. Mode EOF2 ditunjukkan oleh Gambar 8, mode EOF3 ditunjukkan oleh Gambar 9 dan mode EOF4 diperlihatkan oleh Gambar 10.
Gambar 7. Pola Spasial mode EOF1
21
Gambar 8. Pola Spasial mode EOF2 Skor yang bernilai negatif pada mode EOF1 menunjukkan bahwa perairan tersebut memiliki variabilitas SPL yang berbanding terbalik dengan SPL yang bernilai positif. Pada mode ini hasil analisis memperlihatkan perbedaan variabilitas SPL yang mencolok di bagian utara dan selatan Indonesia. Perairan utara Indonesia memiliki variabilitas bernilai -20 sampai dengan 5, namun terlihat pada perairan selatan Indonesia atau sepanjang samudra Hindia memiliki variabilitas bernilai 20 sampai dengan 40. Mode EOF2 pada Gambar 8 menunjukkan perairan Indonesia didominasi oleh variabilitas positif yang bernilai 2 sampai dengan 20. Namun, terlihat skor minoritasnya terdapat pada selat Sunda berkisar antara -40 sampai dengan -20.
Gambar 9. Pola Spasial mode EOF3 Mode EOF3 pada Gambar 9 menunjukkan bagian barat perairan Indonesia memiliki skor negatif yaitu -15 sampai dengan 0 dan pada bagian timur memiliki skor positif yaitu dari 5 sampai dengan 20. Mode EOF4 pada Gambar 10 memiliki variabilitas negatif hampir seluruh wilayah Indonesia dengan skor dominan bernilai -10 sampai dengan -2 dan skor positif di samudra Pasifik dan samudra Hindia bernilai 2 sampai dengan 10. Berdasarkan empat varians tersebut menggambarkan laut Indonesia selama 600 bulan atau setara 50 tahun dapat dilihat dengan empat mode EOF terbesar. Secara berturut-turut varians pada mode EOF1 menunjukkan pola dominan yang mewakili seluruh data, varians yang tidak tersimpan pada mode EOF1 tersimpan
22 pada mode EOF2 dan seterusnya, sehingga terlihat variansnya semakin lama akan semakin kecil.
Gambar 10. Pola Spasial mode EOF4 EOF1 dengan varians terbesar menunjukkan siklus tahunan yang diperlihatkan oleh setiap titik puncaknya. Hal ini berarti dalam kurun waktu 50 tahun laut Indonesia digambarkan secara jelas oleh mode EOF1 sebesar 51.4% dan sisanya digambarkan oleh mode EOF2, EOF3 dan EOF4. Grafik temporal untuk empat mode EOF tersebut ditunjukkan pada Gambar 11 dan Gambar 12.
Gambar 11. Grafik temporal (time series) mode EOF1 dan EOF2 Grafik temporal yang diperoleh dari empat mode di atas secara umum menunjukkan nilai berkisar 0.1. Gambar 11(a) memperlihatkan mode temporal EOF1 dengan varians terbesar. Mode temporal ini memperlihatkan siklus dengan periode tahunan yang dominan berada di setiap titik puncaknya. Dengan demikian, dalam kurun waktu 600 bulan, laut Indonesia digambarkan secara jelas oleh temporal EOF1 sebesar 51.4%. Hal ini diduga pengaruh fenomena musiman yang terjadi setiap tahunnya. Pada mode temporal ini nilai tertinggi berada pada tahun 2003, artinya pada tahun tersebut SPL di Indonesia banyak bervariasi dengan perubahan variansnya cukup besar. Gambar 11(b) menunjukkan mode temporal EOF2 yang mewakili 26.7% dari total varians. Pada mode temporal ini hampir
23 seluruhnya mempunyai nilai positif dengan nilai tertinggi terjadi pada tahun 1993 dan 2005.
Gambar 12. Grafik temporal (time series) mode EOF3 dan EOF4 Gambar 12(a) dan 12(b) menunjukkan mode temporal EOF3 dan EOF4. Mode-mode temporal tersebut secara berturut-turut mewakili 11.2% dan 4.9% dari total varians. Pada mode temporal EOF3 nilai tertinggi berada di tahun 1986, sedangkan pada mode temporal EOF4 menggambarkan siklus dengan periode setengah tahunan dan nilai tertinggi berada pada tahun 1968 dan 2011. Analisis Error Norm Matriks Secara umum, pola yang terbentuk dari mode temporal ini menggambarkan siklus dari fenomena yang dijelaskan pada setiap mode EOF dengan informasi kuat lemahnya fenomena tersebut. Mode EOF dengan siklus fenomena yang kuat memberi kontribusi besar terhadap data SPL sebagai unit pengamatan demikian sebaliknya. Namun, untuk melihat kuat dan lemahnya suatu fenomena tersebut dapat diketahui dari seberapa besar nilai hampiran setiap mode terhadap data asli. Besar nilai hampiran ini dapat diketahui dengan menentukan tingkat kesalahan relatif yang disebut sebagai norm error. Dengan demikian, teknik error norm matriks digunakan untuk menentukan nilai kesalahan tersebut. Hasil yang diperoleh nilai norm error hampir mendekati nol, sehingga tingkat kesalahan relatif sangat kecil. Hal ini dapat terjadi jika mode EOF yang diambil lebih banyak. Misalkan suatu matriks data X merupakan kombinasi linear dari komponen M
utama
dan
vektor
eigen
yaitu
T
X s, t u m t a m x, y
maka
m 1
X u1 t a1 u 2 t a 2 u m t a m dengan t 1, 2, , 600. Matriks data X tersebut dibentuk dalam suatu matriks kovarians sehingga melalui EVP diperoleh ai i a i dengan i 1, 2, , 600 . i merupakan nilai eigen dan ai merupakan vektor eigen yang ortogonal, sehingga diperoleh persamaan EOF u X t a1 X t a 2 X t a3 X t a m . Berdasarkan hasil ini, T
T
T
24 perhitungan error norm matriks ditentukan dari matriks data X, misalkan T T T Xˆ u1 t a1 u 2 t a 2 u n t a n dan n m maka nilai error norm 302 600 matriks diperoleh dengan meminimumkan X Xˆ X ij Xˆ ij i 1 j 1 2 X Xˆ . dengan kesalahan relatif dapat ditentukan melalui erel X perhitungan error norm matriks dapat di lihat pada Tabel 4.
12
2
,
Hasil
Tabel 4. Nilai error norm relatif Mode EOF
Norm Error
Mode EOF
Norm Error
Mode EOF
Norm Error
1
0.933630522
21
0.13274357
...
...
2
0.304325156
22
0.132712404
591
0.01463064
3
0.229441753
23
0.125596399
592
0.014495806
4
0.190649709
24
0.125588224
593
0.012999694
5
0.181812922
25
0.12503242
594
0.012553632
6
0.176407976
26
0.124766529
595
0.011944322
7
0.175424693
27
0.123052062
596
0.009606016
8
0.167257855
28
0.121810368
597
0.009346386
9
0.166503989
29
0.120385489
598
0.008067084
10 ...
0.163698224 ...
30 ...
0.120385485 ...
599
0.001720719
600
1.80E-15
Tabel 4 memperlihatkan nilai norm error yang diperoleh dari hasil analisis berdasarkan teknik error norm matriks. Norm error tersebut merupakan suatu hampiran yang menyatakan tingkat kesalahan hasil reduksi (mode EOF) terhadap data SPL sebagai data pengamatan. Dapat dilihat bahwa nilai norm error cukup besar ketika hanya satu mode EOF yang diambil yaitu sebesar 0.93. Hal ini menyatakan bahwa mode EOF1 memiliki tingkat kesalahan 93% dalam menghampiri data asli. Akan tetapi, sangatlah tidak masuk akal dengan tingkat kesalahan tersebut karena mode EOF1 mewakili 51.4% dari data asli. Namun, sangatlah dimungkinkan dengan perolehan angka tersebut karena banyaknya data yang digunakan cukup besar. Gambar 13 menunjukkan pola hubungan antara tingkat kesalahan dan mode EOF sebagai hasil reduksi. Dapat dilihat dari pola tersebut semakin mengecil menuju nol dengan semakin banyak mode yang digunakan. Tingkat kesalahan yang semakin mendekati nol ini mempunyai arti bahwa penyelesaian hampiran yang dihasilkan semakin mendekati penyelesaian sebenarnya. Pola ini menurun dengan laju yang cepat ketika hanya empat mode yang digunakan. Setelah itu, laju penurunannya melambat seiring dengan semakin banyaknya mode yang digunakan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin banyak mode EOF yang digunakan maka tingkat kesalahannya semakin kecil.
25
Gambar 13. Grafik error norm relatif
5 SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Analisis EOF berbasis EVP terhadap dataset SPL Indonesia menghasilkan empat komponen utama (mode EOF) dengan total varians sebesar 94.2%. Dengan demikian, diperoleh empat pola dominan secara spasial dan temporal. Pola spasial dibentuk berdasarkan persamaan baru dari proyeksi vektor eigen terhadap asli, sedangkan pola temporal diperoleh berdasarkan vektor eigen hasil reduksi dari data asli. Adapun perolehan nilai eigen digunakan sebagai kontribusi persentase varians untuk setiap mode EOF. Empat mode EOF tersebut secara berturut-turut mewakili 51.4%, 26.7%, 11.2% dan 4.9% dari total varians. Berdasarkan hasil ini, setiap mode EOF diuji efektifitasnya dengan menentukan suatu hampiran berupa tingkat kesalahan menggunakan teknik error norm matriks. Hasil yang diperoleh dari teknik ini berupa nilai norm error yang memperlihatkan pola hubungan antara tingkat kesalahan dengan mode EOF. Dalam hal ini tingkat kesalahan menunjukkan suatu hampiran hasil reduksi terhadap data asli. SARAN Metode Empirical Orthogonal Function (EOF) merupakan suatu metode untuk mereduksi data dengan kapasitas yang besar. Dalam penelitian ini proses analisis metode EOF dilakukan dengan bantuan program yang disusun menggunakan software Matlab. Penelitian ini masih dapat dilanjutkan. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu menggunakan data yang bervariasi dari data iklim dengan metode EOF berbasis EVP. Selanjutnya dapat pula dipelajari metode-metode yang telah dikembangkan dari metode EOF. Selain itu metodemetode tersebut dapat pula dibandingkan, sehingga dapat lebih mudah dalam mengidentifikasi karakterisasi suhu permukaan laut maupun data iklim lainnya.
26
DAFTAR PUSTAKA Anton H, Rorres C. 2010. Elementary Linear Algebra. Ed ke-10. New Jersey: J Wiley. Golub GH, Loan V. 1996. Matrix Computation: Siam. Hannachi A. 2004. A primer for EOF analysis of climate data: Department of Meteorology, University of Reading, Reading RG6 6BB, UK. Hutabarat S, Sahala, Stewart ME. 1986. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Universitas Indonesia. Jolliffe IT. 2002. Principal Component Analysis. Ed ke-2. New York: SpringerVerlag. Leon SJ. 2010. Linear Algebra with Applications. Ed ke-8. New Jersey: Prentice Hall. Meadows PS, Campbell JI. 1993. An introduction to marine science. Ed ke-2. Halsted Press, USA Pp: 68 – 85, 165 – 175. Meyer CD. 2000. Matrix Analysis & Applied Linear Algebra: Siam. Navarra A, Simoncini V. 2010. A Guide to Empirical Orthogonal Function for Climate Data Analysis: Springer. Nezlin N, Williams JM. (2003). Satellite data empirical orthogonal functions and the 1997-1998 El Nino off California. Remote Sensing of Environment 84: 234-254. Nicholls N. 1984. The southern oscillation and indonesia sea surface temperature. Mon. Wea. Rev 112: 424-432. Rasmusson EM, Arkin PA, Chen WY, Jalickee JB. 1981. Biennial variations in surface temperature over the United States as revealed by singular decomposition. Mon. Weather Rev 109: 587-598. Saji NH, Goswami BN, Vinayachandran PN, Yamagata T. 1999. A dipole mode in the tropical indian ocean. Nature 401: 360-363. Setiawan A. 2010. Pengenalan Data Oseanografi: Pusat Teknologi Lingkungan BPPT. Singleton T. 2008. An empirical orthogonal function (EOF) analisys of sea surface temperature. University Of Maryland, College Park Department Of Mathematics Applied Mathematics And Scientific Computing Program. Journal Of Climate: AOSC 627. Stewart S, Thomas MOJ. 2007. Eigenvalues and Eigenvectors: Formal, Symbolic and Embodied Thinking. Dipresentasikan pada the 10th Conference of the Special Interest Group of the Mathematical Association of America on Research in Undergraduate Mathematics Education: San Diego, California, USA. Storch H, Zwiers FW. 1999. Statistical Analisys in Climate Research. Cambridge: Cambridge University Press. Storch H, Zwiers FW. 2004. On the role of statistics in climate research. International Journal of Climatology. Int. J. Climatol. 24: 665–680. Zwiers FW. 1999. The detection of climate change. In Anthropogenic Climate Change, eds. Storch H & Floser G. 161-206. Berlin: Springer.
27
LAMPIRAN Lampiran 1 Algoritme Ekstraksi Data Suhu Permukaan Laut (SPL ERSST V3B) function [x,PC,Bo,P,R] = ersst6(a,b) R=zeros(338,12*(b-a+1)); i=1; for iterTahun = a:b; tahun = iterTahun; strTahun = num2str(tahun,'%04.f'); for iterBulan = 1:12 bulan = iterBulan; strBulan = num2str(bulan,'%02.f'); namaFile = strcat('ersst.',strTahun,strBulan,'.nc'); %membaca file data = ncread(namaFile,'sst'); A=data(47:72,39:51); P = reshape(A,[],1); R(:,i)=P; i=i+1; end end for i2=1:12*(b-a+1) j=0; for i1=1:338 if isnan(R(i1,i2)) %menghilangkan NaN j=j; else j=j+1; x(j,i2)=R(i1,i2); Pos(j,1)=i1; end end end
for i2=1:12*(b-a+1) j=1; for i1=1:338 if Pos(j,1)== i1; %mengembalikan NaN Bo(i1,i2)= PC(j,i2); j=j+1; else Bo(i1,i2)=0/0; j=j; end end end end
28 Lampiran 2 Algoritme Reduksi data menggunakan EOF berbasis EVP function [X1,y,PC,Z,E,N,S,M,R] = ersst6(a,b) y = zscore(x); M = cov(y); %Menghitung rata-rata matriks kovarians [Z,E] = eig(M); %Menghitung nilai eigen dan vektor eigen E = fliplr(flipud(E));%Nilai eigen N = diag(E); %Diagonal nilai eigen Z = fliplr(Z); %Vektor eigen Y = diag(E.^2)/sum(diag(E.^2)); S = zeros(600,3); %Menuliskan nilai eigen, varians dan kumulatif varians dalam 3 kolom S(:,1)= N; %kolom pertama diagonal dari nilai eigen for i=1:600 S(i,2)=S(i,1)/sum(S(1:600,1))*100; %kolom kedua varians individu S(i,3)=sum(S(1:i,1))/sum(S(1:600,1))*100; %kolom ketiga kumulatif varians end PC = y*Z’; %nilai seluruh komponen utama end
Lampiran 3 Analisis pola dominan secara spasial %plot Spasial EOF Mode 1 figure;subplot(2,2,1) t1 = reshape(Bo(:,1),26,13); xlon = 92:2:142; ylat = -12:2:12;[XLON,YLAT]=meshgrid(xlon,ylat); surf(XLON,YLAT,t1'); view([0 90]); shading flat load coast hold on plot3(long,lat,10000*ones(size(long)),'k'); axis equal tight axis([92 142 -12 12]); title(['EOF Mode 1'],'FontWeight','bold','FontSize',12) xlabel('Longitude') ylabel('Latitude') h = subplot(2,2,1); set(h,'XGrid','on','YGrid','on','FontWeight','bold','FontSize',8,' XTickLabel',{'95E','100E','105E','110E','115E','120E','125E','130E ','135E','140E','145E'},'XTick',[95 100 105 110 115 120 125 130 135 140 145],'YTickLabel',{'10S','5S','EQ','5N','10N'},'YTick',[10 -5 0 5 10]); %plot Spasial EOF Mode 2 subplot(2,2,2) t2 = reshape(Bo(:,2),26,13); xlon = 92:2:142; ylat = -12:2:12;[XLON,YLAT]= meshgrid(xlon,ylat); surf(XLON,YLAT,t2'); view([0 90]); shading flat load coast hold on plot3(long,lat,10000*ones(size(long)),'k'); axis equal tight axis([92 142 -12 12]); title(['EOF Mode 2'],'FontWeight','bold','FontSize',12)
29 xlabel('Longitude') ylabel('Latitude') i = subplot(2,2,2); set(i,'XGrid','on','YGrid','on','FontWeight','bold','FontSize',8,' XTickLabel',{'95E','100E','105E','110E','115E','120E','125E','130E ','135E','140E','145E'},'XTick',[95 100 105 110 115 120 125 130 135 140 145],'YTickLabel',{'10S','5S','EQ','5N','10N'},'YTick',[10 -5 0 5 10]); hold on %plot Spasial EOF Mode 3 subplot(2,2,3) t3 = reshape(Bo(:,3),26,13); xlon = 92:2:142; ylat = -12:2:12;[XLON,YLAT]= meshgrid(xlon,ylat); surf(XLON,YLAT,t3'); view([0 90]); shading flat load coast hold on plot3(long,lat,10000*ones(size(long)),'k'); axis equal tight axis([92 142 -12 12]); title(['EOF Mode 3'],'FontWeight','bold','FontSize',12) xlabel('Longitude') ylabel('Latitude') j = subplot(2,2,3); set(j,'XGrid','on','YGrid','on','FontWeight','bold','FontSize',8,' XTickLabel',{'95E','100E','105E','110E','115E','120E','125E','130E ','135E','140E','145E'},'XTick',[95 100 105 110 115 120 125 130 135 140 145],'YTickLabel',{'10S','5S','EQ','5N','10N'},'YTick',[10 -5 0 5 10]); hold on %plot Spasial EOF Mode 4 subplot(2,2,4) t4 = reshape(Bo(:,4),26,13); xlon = 92:2:142; ylat = -12:2:12;[XLON,YLAT]= meshgrid(xlon,ylat); surf(XLON,YLAT,t4'); view([0 90]); shading flat load coast hold on plot3(long,lat,10000*ones(size(long)),'k'); axis equal tight axis([92 142 -12 12]); title(['EOF Mode 4'],'FontWeight','bold','FontSize',12) xlabel('Longitude') ylabel('Latitude') k = subplot(2,2,4); set(k,'XGrid','on','YGrid','on','FontWeight','bold','FontSize',8,' XTickLabel',{'95E','100E','105E','110E','115E','120E','125E','130E ','135E','140E','145E'},'XTick',[95 100 105 110 115 120 125 130 135 140 145],'YTickLabel',{'10S','5S','EQ','5N','10N'},'YTick',[10 -5 0 5 10]); hold on
30 Lampiran 4 Analisis pola dominan secara temporal %plot Temporal EOF Mode 1 figure;subplot(2,1,1) m1 = N(1)/sum(N)*100; plot(Z(:,1)) title(['EOF-1 (',num2str(m1,'%.1f'),' % Variance of SST)'],'FontWeight','bold','FontSize',14); h = subplot(2,1,1); set(h,'XGrid','on','YGrid','on','FontWeight','bold','FontSize',11, 'XTickLabel',{'Jan-1963','Jan-1968','Jan-1973','Jan-1978','Jan1983','Jan-1988','Jan-1993','Jan-1998','Jan-2003','Jan-2008','Jan2012'},'XTick',[0 60 120 180 240 300 360 420 480 540 600]); hold on %plot Temporal EOF Mode 2 subplot(2,1,2); m1 = N(2)/sum(N)*100; plot(Z(:,2)) title(['EOF-2 (',num2str(m1,'%.1f'),' % Variance of SST)'],'FontWeight','bold','FontSize',14); k = subplot(2,1,2); set(k,'XGrid','on','YGrid','on','FontWeight','bold','FontSize',11, 'XTickLabel',{'Jan-1963','Jan-1968','Jan-1973','Jan-1978','Jan1983','Jan-1988','Jan-1993','Jan-1998','Jan-2003','Jan-2008','Jan2012'},'XTick',[0 60 120 180 240 300 360 420 480 540 600]); hold on
%plot Temporal EOF Mode 3 figure;subplot(2,1,1) m1 = N(3)/sum(N)*100; plot(Z(:,3)); title(['EOF-3 (',num2str(m1,'%.1f'),' % Variance of SST)'],'FontWeight','bold','FontSize',14); h = subplot(2,1,1); set(h,'XGrid','on','YGrid','on','FontWeight','bold','FontSize',11, 'XTickLabel',{'Jan-1963','Jan-1968','Jan-1973','Jan-1978','Jan1983','Jan-1988','Jan-1993','Jan-1998','Jan-2003','Jan-2008','Jan2012'},'XTick',[0 60 120 180 240 300 360 420 480 540 600]); hold on %plot Temporal EOF Mode 4 subplot(2,1,2) m1 = N(4)/sum(N)*100; plot(Z(:,4)); title(['EOF-4 (',num2str(m1,'%.1f'),' % Variance of SST)'],'FontWeight','bold','FontSize',14); h = subplot(2,1,2); set(h,'XGrid','on','YGrid','on','FontWeight','bold','FontSize',11, 'XTickLabel',{'Jan-1963','Jan-1968','Jan-1973','Jan-1978','Jan1983','Jan-1988','Jan-1993','Jan-1998','Jan-2003','Jan-2008','Jan2012'},'XTick',[0 60 120 180 240 300 360 420 480 540 600]); hold on
31 Lampiran 5 Algoritme Error Norm Matriks function e1 = salah2(p, PC, Z, x) for i = 1:p U1 = PC(:,1:i); %D1 = S(1:i,1:i); P1 = Z(:,1:i); xp = U1*P1'; e1(i,1) =norm(x-xp)/(norm(x)); end a = 1:1:p; figure; plot(a,e1,'b-s') title(['Relative Error Norm'],'FontWeight','bold','FontSize',13) xlabel('EOF Mode') ylabel('Relative Error') end
32
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi pada tanggal 25 Oktober 1988, sebagai anak kedua dari 7 bersaudara, dari pasangan Itang W, SAg MM dan Ila Ruhilah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor, lulus pada tahun 2011. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada Program Studi Matematika Terapan IPB diperoleh pada tahun 2013 dengan sponsor beasiswa pascasarjana dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) melalui program BPPDN. Sebuah artikel akan diterbitkan pada bulan Juli 2016 dengan judul Analisis Empirical Ortogonal Function (EOF) Berbasis Eigen Value Problem (EVP) pada Dataset Suhu Permukaan Laut Indonesia pada Journal of Mathematical Application (JMA). Artikel tersebut merupakan bagian dari tesis penulis.