ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA16-AVHRR
Oleh : MIRA YUSNIATI C06498067
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA16-AVHRR Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini. Bogor, 01 Januari 2006
MIRA YUSNIATI C06498067
RINGKASAN MIRA YUSNIATI. Analisis Spasial Suhu Permukaan Laut di perairan Laut Jawa pada Musim Timur dengan menggunakan data digital satelit NOAA16-AVHRR. Dibimbing oleh Vincentius P. Siregar dan I Wayan Nurjaya. Penelitian dengan topik Analisis Spasial Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Laut Jawa pada Musim Timur dengan menggunakan data digital satelit NOAA16AVHRR, dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2005, di Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) Jakarta. Data digital NOAA16-AVHRR yang digunakan adalah data pada bulan Juli, Agustus dan September 2001. Pada ketiga bulan tersebut dipilih data yang bebas dari pengaruh awan. Algoritma yang digunakan dalam perhitungan SPL ini adalah SPL = {Tw4 + 2.702 (Tw4-Tw5) - 0.582} - 273°C, merupakan pengembangan metode hasil McMillin dan Crosby (1984). Pemilihan algoritma ini karena algoritma ini dianggap paling sesuai untuk perairan Indonesia dengan tingkat deviasi ± 0.8 °C untuk estimasi malam hari dan ± 1.5 °C untuk estimasi siang hari dari perairan sebenarnya. Perairan Laut Jawa yang menjadi pengamatan dalam penelitian ini adalah di bagian utara Laut Jawa dengan koordinat 107.04°-115.02°T dan 3.40°-5.51°U, bagian selatan pada koordinat 107.04°-112.75°T dan 5.34°-7.23°U, bagian barat pada koordinat 106.12°-107.65°T dan 3.40°-5.51°U dan bagian timur pada koordinat 113.63°-114.99°T dan 3.99°-7.23°U. SPL di perairan Laut Jawa bervariasi antara 22-31 °C, didominasi suhu antara 2426 °C pada bulan Juli dan Agustus, sedangkan pada bulan September didominasi suhu antara 23-26 °C. Bagian utara SPL bervariasi antara 25-31 °C, di bagian selatan Laut Jawa, SPL berkisar 27-31 °C, dan di bagian barat SPL bervariasi antara 23-29 °C serta di bagian timur, SPL berkisar 22-26 °C. SPL pada bulan Agustus tidak jauh berbeda dengan SPL bulan Juli, hal ini bisa di mengerti karena kedua bulan ini masih masuk dalam angin musim yang sama yaitu musim timur. Adanya proses upwelling di Laut Banda membawa massa air bersuhu dingin ke Laut Flores lalu masuk ke perairan Laut Jawa dari arah timur, menyebabkan massa air yang bersuhu hangat terdesak ke arah barat. Masukkan massa air yang bersuhu hangat dari Laut Cina Selatan melalui Selat Karimata dan Selat Makasar juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi daerah di bagian barat suhunya lebih tinggi dibandingkan suhu di bagian timur Laut Jawa. Dari tampilan citra suhu permukaan laut ketiga bulan diatas, terlihat terdapat kecenderungan, bahwa perairan di dekat pantai atau daratan suhunya lebih tinggi daripada suhu perairan lepas pantai. Hal ini di sebabkan oleh adanya pengaruh masukan air dari darat, baik dari sungai-sungai maupun dari pemukiman penduduk. Aktifitas penangkapan ikan atau perikanan di wilayah pesisir juga dapat menyebabkan suhu menjadi lebih panas, misalnya minyak buangan kapal, sampah-sampah, bahkan gerakan motor kapal menyebabkan pengadukan air laut atau turbulensi.
ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA16-AVHRR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh : MIRA YUSNIATI C06498067
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
SKRIPSI
Judul
:
ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA16-AVHRR
Nama Mahasiswa
:
Mira Yusniati
Nomor Pokok
:
C06498067
Disetujui : Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA NIP. 131 471 372
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc NIP. 131 859 209
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031
Tanggal Lulus : 22 Desember 2005
KATA PENGANTAR Dengan penuh kerendahan hati, Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas kasih dan tuntunan-Nya hingga skripsi ini yang berjudul “Analisis Spasial Suhu Permukaan Laut di perairan Laut Jawa pada Musim Timur dengan Menggunakan Data Digital NOAA16-AVHRR” dapat terselesaikan. Penelitian ini merupakan tugas akhir yang dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana. Dalam penyusunannya, Penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para Dosen, terutama Komisi Pembimbing Skripsi penulis, Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA dan Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc yang telah memberi bimbingan dan arahan hingga penyelesaian skripsi. Juga kepada LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) Divisi Penginderaan Jauh yang telah menyediakan data penelitian, keluarga serta teman-teman semua yang turut memberi sumbang saran terhadap penelitian ini. Penulis mengharapkan hasil penelitian nantinya dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri.
Bogor, 01 Januari 2006
Mira Yusniati
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL
…………………………………………………………… …
ix
................................................................................. …….
x
DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1.
............................................................................. ……
PENDAHULUAN
xii
………………………………………………………….
1 1.1. Latar Belakang ............................................................................... …… 1.2. Tujuan …………………………………………………………………..
1 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... …… 2.1. Kondisi Umum Perairan Laut Jawa ............................................... …… 2.2. Suhu Permukaan Laut .................................................................... …… 2.3. Deteksi Suhu Permukaan Laut ....................................................... …… 2.4. Aplikasi Suhu Permukaan Laut .………………………………………
3 3 6 8 14
3. BAHAN DAN METODA ..................................................................... …… 3.1. Waktu dan Tempat ......................................................................... …… 3.2. Bahan dan Alat .............................................................................. …… 3.3. Prosedur dan Metode Pengolahan Data ........................................ …… 3.3.1. Data Citra Satelit NOAA16-AVHRR ................................... …… 3.3.1.1. Import Data ………………………………………………….. 3.3.1.2. Koreksi Geometrik ………………………………………….. 3.3.1.3. Koreksi Radiometrik ………………………………………… 3.3.1.4. Koreksi Nilai Radian ………………………………………… 3.3.1.4.1. Kalibrasi Radian ………………………………………… 3.3.1.4.2. Komputasi Suhu Kecerahan …………………………….. 3.3.1.4.3. Komputasi Suhu Air ……………………………………. 3.3.1.4.4. Analisi Hasil Liputan Awan ……………………………. 3.3.2. Perhitungan Suhu Permukaan Laut ………………………….…. 3.4. Metoda Analisis Data ……………………………………………….. 3.4.1 Analisis Visual dan Spasial Data Suhu Permukaan Laut ………..
16 16 16 17 17 18 18 19 19 19 21 22 23 24 24 24
4. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………… 4.1. Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Laut Jawa Pada Bulan Juli ……………………………………………………….. 4.2. Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Laut Jawa Pada Bulan Agustus …………………………………………………… 4.3. Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Laut Jawa
26 26 31
Pada Bulan September 5.
…………………………………………………
35
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………… 5.1. Kesimpulan ………………………………………………………... 5.2. Saran ……………………………………………………………….. 46
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
45
................................................................................ …
…………………………………………………………………
49
45 47
DAFTAR TABEL Halaman 1. Nilai K onstantaá dan â padaKanal 4 dan Kanal 5 2. Nilai K onstantaãpadaK anal 4 dan K anal 5
………………………..
22
………………………………
3. SPL Minimum dan Maksimum pada bagian utara, selatan, timur dan barat Laut Jawa …………………………………. 4. SPL Minimun dan Maksimum pada bagian Barat dan Timur Laut Jawa ………….……………………………………
41 43
23
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Pola arus permukaan pada musim Barat di perairan Indonesia
……………
2.
Pola arus permukaan pada musim Timur di perairan Indonesia
…………..
3.
Pola arus permukaan pada musim Peralihan II bulan September di perairan Indonesia ………………………………………………………
4.
Sebaran Salinitas Rata-rata pada bulan Agustus……………………………...
5.
Tranpor air pada bulan Agustus
6.
Peta lokasi penelitian
7.
Bagan Alir Pengolahan Citra NOAA16-AVHRR
8.
Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 7 Juli 2001 ………………………………………………………..
27
9.
Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 8 Juli 2001 ………………………………………………………..
27
10a. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 10 Juli 2001 ……………………………………………………...
29
10b. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 17 Juli 2001 ………………………………………………………
29
10c. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 18 Juli 2001 ………………………………………………………
30
11. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 29 Juli 2001 ………………………………………………………
30
4
4 5
…………………………………………...
………………………………………………………
3
6 16
………………………….
17
12. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 5 Agustus 2001 ……………………………………………………
31
13a. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 6 Agustus 2001 …………………………………………………...
32
13b. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 8 Agustus 2001 ……………………………………………………
33
14a. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 13 Agustus 2001 ………………………………………………..
34
14b. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 14 Agustus 2001 ………………………………………………..
34
14c. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 27 Agustus 2001 ………………………………………………..
35
15. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 7 September 2001 ………………………………………………
36
16. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 14 September 2001 ……………………………………………
37
17. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 15 September 2001 …………………………………………….
37
18a. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 20 September 2001 …………………………………………….
38
18b. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 21 September 2001 …………………………………………….
39
18c. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR tanggal 27 September 2001 …………………………………………….
39
19.
SPL Maksimum dan Minimum di bagian Utara perairan Laut Jawa ……………………………………………….
20.
SPL Maksimum dan Minimum di bagian barat dan timur perairan Laut Jawa ……………………………………
42 44
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Nilai Slope dan Intercept Band 4 dan band 5
………………………………..
49
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam bidang kelautan, eksplorasi sumber daya hayati telah banyak dilakukan baik secara konvensional maupun dengan penginderaan jauh melalui satelit. Kegiatan eksplorasi tersebut dilakukan untuk memetakan lokasi sumberdaya perairan laut, agar dalam usaha eksploitasi menjadi efisien. Salah satu faktor penting dalam kegiatan eksplorasi sumberdaya laut yang harus diperhatikan adalah Suhu Permukaan Laut (SPL). SPL merupakan faktor yang mendapat perhatian khusus dalam pengkajianpengkajian kelautan. SPL sangat mempengaruhi kehidupan yang ada di dalam laut, contohnya fitoplankton, zooplankton, ikan kecil dan ikan besar. Mengingat besarnya pengaruh suhu terhadap sumberdaya perairan, hal ini mendorong diadakan berbagai penelitian tentang SPL. Penelitian tersebut pada umumnya menggunakan kapal penelitian atau secara konvensional banyak mengalami hambatan, yaitu waktu yang diperlukan dalam pengambilan data relatif lebih lama dibandingkan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh, faktor human error dalam pemasangan alat, faktor cuaca yang dapat menghambat pengambilan data, dan keterbatasan kapal dalam mencapai posisi yang sulit di laut serta biaya yang relatif besar. Penginderaan jauh melalui satelit dapat mengamati fenomena laut secara sinoptik yaitu pengamatan suatu wilayah yang luas secara menyeluruh dalam waktu yang bersamaan. Satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) merupakan salah satu jenis satelit lingkungan dan cuaca yang digunakan untuk mengobservasi
perairan laut. Dengan menggunakan sensor Advanced Very High Resolution Radiometric (AVHRR) satelit NOAA mampu mengukur SPL. Pengamatan terhadap fenomena yang terjadi di laut melalui penginderaan jauh satelit NOAA16-AVHRR diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk pengembangan bidang perikanan laut, khususnya pada perairan Laut Jawa, karena di perairan ini banyak dilakukan penangkapan ikan dan penambakan ikan oleh para nelayan dari Pulau Jawa. Kegiatan ini lebih sering dilakukan pada musim timur, beberapa faktor yang menjadi alasan dilakukan pada musim timur diantaranya adalah faktor cuaca, angin dan gelombang. Pada musim timur, angin dan gelombang relatif lebih tenang dibandingkan pada musim barat
1.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui sebaran SPL secara spasial dengan menggunakan data digital penginderaan jauh satelit NOAA16-AVHRR pada bulan Juli, Agustus dan September 2001.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi Umum Perairan Laut Jawa Laut Jawa dengan luas permukaan 467.000 km2 terletak dibagian tenggara paparan sunda. Kedalaman rata-rata adalah 40 meter dengan kedalaman maksimum dibagian utara Pulau Madura (Wrytki, 1961). Kondisi hidrologi Laut Jawa sangat dipengaruhi adanya dua jenis angin muson, yaitu angin muson barat (Gambar 1) dan angin muson timur (Gambar 2). Kedua pola angin tersebut menyebabkan timbulnya perubahan yang sangat nyata pada pola arus dan kecepatan arus, salinitas dan suhu di perairan ini.
Gambar 1. Pola arus permukaan pada musim barat di perairan Indonesia (Wyrtki, 1961)
Gambar 2. Pola arus permukaan pada musim timur di perairan Indonesia (Wyrtki, 1961)
Gambar 3. Pola arus permukaan pada musim peralihan II Bulan September di perairan Indonesia (Wyrtki, 1961) Puncak musim barat berlangsung sekitar bulan Desember sampai dengan bulan Februari, sedangkan puncak musim timur terjadi pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus. Keadaan Laut Jawa tersebut akan berganti pada bulan April atau Mei yaitu
angin muson peralihan I dan pada bulan September atau Oktober berganti dengan angin muson peralihan II (Gambar 3). Pada bulan Agustus, saat itu terjadi musim kemarau dibagian barat Indonesia sehingga pengenceran di paparan Sunda terjadi lebih sedikit dibandingkan musim barat (musim hujan). Air bersalinitas tinggi berbalik arah, kini mengalir dari arah timur mendorong air bersalinitas rendah kembali ke barat. Akibatnya isohalin 33 ‰ masuk sampai pertengahan Laut Jawa, kira-kira sampai Semarang. Sedangkan pada bagian timur Indonesia, mulai dari sebelah utara Jawa Timur, sebagian Selat Makasar, Selat Flores, Laut Banda dan Maluku salinitasnya tinggi, yaitu 34 ‰ (Gambar 4). Pada musim timur terjadi pula penaikan air (upwelling) di Laut Banda bagian timur yang mengangkat air dari lapisan dalam ke permukaan.
Gambar 4. Sebaran Salinitas rata-rata (‰) pada bulan Agustus (Wyrtki, 1961)
Menurut Boely dan Linting (1986), salinitas Laut Jawa bervariasi antara 33 ‰ – 34 ‰. Suhu permukaan di Laut Jawa antara 27 -31 °C. Masuknya massa air dingin ini berasal dari Samudera Pasifik karena arus berasal dari timur. Adapun salah satu jalur masuknya massa air dari Samudera Pasifik ke perairan Indonesia adalah melalui Utara Pulau Halmahera, Laut Maluku, Selat Lifomatola, Laut Buru, Laut Banda Selatan menuju Laut Flores dan Laut Jawa (Wyrtki, 1961) (Gambar 5).
Keterangan: + air naik (upwelling), • air tenggelam (sinking)
Gambar 5. Transpor air pada bulan Agustus (Wyrtki, 1961)
2.2. Suhu Permukaan Laut SPL biasanya berkisar antara 27 oC – 29 oC di daerah tropis dan 15 oC – 20 oC di daerah subtropik (King, 1963).
Menurut Wyrtki (1961), kondisi lapisan permukaan laut tropis adalah hangat dan variasi suhu tahunannya adalah kecil, tetapi variasi suhu hariannya tinggi. Variasi suhu rata-rata tahunannya lebih kecil dari 2 oC di daerah khatulistiwa, namun beberapa tempat seperti di Laut Banda, Laut Arafura, Laut Timor dan Selatan Jawa mempunyai variasi yang lebih besar yaitu 3 oC – 4 oC. SPL mempunyai hubungan dengan keadaan lapisan air laut yang terdapat di bawahnya, sehingga data SPL dapat dipergunakan sebagai indikator untuk mendeteksi fenomena yang terjadi di laut seperti front (pertemuan dua massa air), arus, pengangkatan massa air atau upwelling dan aktivitas biologis organisme (Robinson, 1985). Suhu air laut dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi di dalam laut itu sendiri seperti proses fisika dan kimia (Johnstone in Indrawati, 2000). Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi SPL adalah arus permukaan, keadaan awan, penguapan, gelombang, gerakan konveksi, upwelling, divergensi, pembekuan dan pencairan es di daerah kutub (Laevastu dan Hela, 1970). Lapisan air permukaan pada umumnya menyebar hingga kedalaman tertentu sebelum mencapai kedalaman yang lebih dingin di bawahnya. Pada permukaan air terjadi pencampuran massa air yang diakibatkan oleh adanya angin, arus dan pasut sehingga merupakan lapisan homogen (Wyrtki, 1961). SPL dapat dideteksi dengan alat pengindera suhu yaitu sensor infra merah termal. Lokasi upwelling dapat dideteksi oleh alat pengindera suhu karena massa air tersebut mempunyai suhu yang lebih dingin, sehingga suhu permukaan akan menjadi lebih dingin dibandingkan dengan suhu air di sekitarnya (Sumardjo, 1983).
SPL Indonesia secara umum berkisar antar 26 oC – 29 oC, karena perairan Indonesia dipengaruhi oleh angin musim, maka sebaran SPL-nya pun mengikuti perubahan musim. Pada musim Barat, SPL di Kawasan Barat Indonesia (KBI) pada umumnya relatif lebih rendah daripada musim timur. SPL di dekat Laut Cina Selatan pada waktu musim barat berkisar antara 26 oC – 28 oC sedangkan di kawasan timur Indonesia berkisar antara 28 oC – 29 oC, sebaliknya terjadi pada musim yang lainnya, yaitu SPL diperairan KTI berkisar antara 26 oC – 28 oC, sedangkan di perairan KBI antara 28 oC – 29 oC (Ilahude dan Birowo, 1987). Suhu di Laut Jawa hampir sama dengan Perairan Indonesia pada umumnya. Pada musim barat SPL di bagian barat Laut Jawa lebih rendah daripada musim timur, demikian pula dengan bagian timur, SPL pada musim barat relatif lebih tinggi daripada musim timur.
2.3. Deteksi Suhu Permukaan Laut Proses dan elemen yang terkait di dalam sistem penginderaan jauh untuk sumber daya alam meliputi dua proses utama yaitu pengumpulan data dan analisis data. Elemen dalam proses pengumpulan data meliputi : sumber energi, interaksi energi dengan atmosfer, interaksi antara energi dengan muka bumi, sensor wahana pesawat terbang atau satelit, dan hasil pembentukan data. Proses analisis data meliputi : pengujian informasi dalam bentuk peta, tabel atau tulisan, dan proses pengambilan keputusan. Sistem penginderaan yang paling sering digunakan bekerja pada satu atau beberapa spektrum sinar tampak, inframerah pantulan, inframerah thermal, atau spektrum gelombang mikro. Inframerah termal secara langsung berkaitan dengan penginderaan jauh mengenai panas.
Lillesand dan Kiefer (1990), menyatakan bahwa interaksi energi elektromagnetik dengan benda dijelaskan dengan teori partikel. Teori partikel menyatakan bahwa radiasi elektromagnetik terdiri dari beberapa bagian terpisah yang disebut foton atau quanta. Tenaga satu quanta dirumuskan sebagai berikut:
E = h⋅ f f =
c λ
E = h⋅
c λ
Dimana: E = Tenaga quanta (Joule) h
= Tetapan plank (6.626 x 10-34 Joule/s)
f
= Frekuensi gelombang elektromagnetik (S-1)
c
= Kecepatan gelombang elektromagnetik (ms-1)
ë = Panjang gelombang elektromagmentik (m) Dengan demikian dapat dilihat bahwa tenaga foton secara proposional berbanding terbalik dengan panjang gelombang, semakin besar panjang gelombang yang digunakan, maka semakin rendah tenaganya. Sifat ini mempunyai implikasi yang penting dalam penginderaan jauh, karena radiasi panjang gelombang yang besar dipancarkan secara alamiah seperti pancaran gelombang mikro oleh kenampakan medan, lebih sulit diindera dari pada radiasi dari panjang gelombang yang lebih pendek. Rendahnya tenaga radiasi panjang gelombang pada umumnya mempunyai arti bahwa sistem penginderaan yang
bekerja pada panjang gelombang yang besar harus mengamati daerah muka bumi yang luas pada waktu tertentu agar dapat memperoleh sinyal tenaga yang dapat dideteksi. Salah satu asumsi yang dipakai dalam penentuan SPL adalah radiasi benda hitam dengan menganggap bahwa bumi merupakan benda hitam yang akan memancarkan panas yang dimiliki atau menyerap seluruh energi panas yang datang secara sempurna. Salah satu formulasi yang digunakan sebagai pendekatan radiasi benda hitam adalah berdasarkan teori Plank yang dirumuskan sebagai berikut (Cracknell, 1981):
c 1 Wλ = 15 λ c2 exp λT − 1 Dimana : Wë= Distribusi spektral c1 = 2ð h c² (3.7405 x 10-16 Wm²) c2 = h.c / k (1,43879 x 10-2 m K-1) ð = 3.14 h = Konstanta Plank (6.626 x 10-31 J.s-1) k = Konstanta Boltzman (1,38005 x 10-27 J.K-1)
Pada persamaan tersebut di atas dapat dilihat hubungan antara gradien amittance dengan panjang gelombang dan suhu. Dengan mensubstitusikan rumus sebagai berikut (Cracknell, 1981):
t=
h⋅c K ⋅T ⋅ λ
h⋅c dt = − dλ K ⋅T ⋅ λ² K ⋅T ⋅ λ² dλ = − dt h⋅c
Kedalam persamaan diintegrasikan terhadap waktu akan diperoleh persamaan Stefan-Blotzman tentang energi total dari radiasi benda hitam, dapat dinyatakan dengan sebagai berikut (Hasyim, 1984):
2λ 5 ⋅ K 4 4 T Wt = 3 3 15 h ⋅ c Wt = σ ⋅ T 4 ó = Konstanta Stefan - Boltzman
Teori radiasi hitam dari Plank dan Stefan - Boltzman ini merupakan dasar penurunan persamaan spectral radiance yang terdeteksi oleh satelit. Bumi yang diasumsikan sebagai benda hitam sempurna ternyata dalam kenyataannya bukanlah penyerap yang sempurna, karena termal yang diterima selain diserap sebagian juga direfleksikan kembali ke atmosfer. Dengan demikian dapat diambil perbandingan antara radiasi di permukaan yang sebenarnya terhadap radiasi benda hitam pada suhu (T) yang dinyatakan sebagai berikut (Hasyim, 1984):
ε (λ , T ) =
E (λ ⋅ T ) W (λ ⋅ T )
Dimana: å(ë, T ) = Emisivitas E (ë, T ) = Radiasi termal yang diterima W (ë, T ) = Radiasi termal yang dipancarkan Persamaan di atas tersebut dikenal dengan persamaan radiasi Kirchoff dan untuk gelombang elektromagnetik pada daerah inframerah (8 - 12 ì m), harga å ( ë, T ) mendekati 1 (satu), spectral radiance I ( ë, Ö ) yang terdeteksi oleh radiometer satelit dalam keadaan atmosfer tak berawan dapat ditulis sebagai berikut: I (λ , Φ) = ε λ ⋅ Wλ ⋅ (T0 ) ⋅ τ ( P0 , Φ ) + ∫ E λ (T1 )δ ⋅ τ λ ( Dimana: Ö = Sudut zenith dari lokasi yang discan T1 = Suhu permukaan bumi To = Suhu atmosfer P0= Tekanan udara di permukaan bumi P = Tekanan udara di atmosfer ë= Panjang gelombang åë = Emisivitas permukaan bumi Wë (T0) = Energi radiasi permukaan bumi Ôë(P0, Ö) = Spektral transmittance permukaan bumi E (ë, T ) = Spektral emittance
P⋅Φ )dp dp
Ôë (P,Ö) = Spektral transmittance atmosfer Åë.Wë.(T0).ôë (P0,Ö) = Spektral radiance permukaan bumi P, Φ dp INT Eë(T) δ ⋅ τλ δp
= Spektral radiance atmosfer
Hubungan antara spectral radiance dengan suhu kecerahan Tb dinyatakan dengan : Tb = C2.ë-1 {In (C1.ë-5(Ië + 1)-1)}-1 Dimana: C1 = Konstanta (3.7405 x 10-16 Wm²) C2 = Konstanta (1,43879 x 10-2 m K-1) Ië = Spektral radiance Akibat pengaruh uap air dan partikel-partikel lain yang ada di atmosfer maka suhu permukaan yang terdeteksi oleh radiometer satelit lebih rendah dibandingkan dengan suhu permukaan yang sebenarnya. Dengan demikian diperlukan korelasi radiometik agar suhu yang dihasilkan sesuai dengan suhu yang diperoleh dengan pengamatan lokal (Hasyim, 1984). Koreksi radiometik ini berupa penambahan ÄT yang merupakan fungsi dari suhu kecerahan Tb dan suhu profile radiometer yang dapat dinyatakan dengan: ÄT = a0 + a1 . Tb + a2 . Tw Dimana: ÄT = Koreksi suhu a0 , a1 , a2 = Parameter koreksi
Tw = Suhu emisitas Sehingga suhu permukaan yang diperoleh adalah : T s = T b + ÄT Dimana: Ts = Suhu permukaan laut Tb = Suhu kecerahan
2.4. Aplikasi Suhu Permukaan Laut (SPL) Pendeteksian SPL dengan tehnik penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengamati pergerakan massa air. Sebagai contoh pergerakan massa air yang dapat dideteksi oleh satelit NOAA yaitu pergerakan massa air hangat Gulf Stream di Samudera Atlantik bagian barat laut (Thurman, 1988). Front ditandai dengan adanya gradient suhu permukaan laut yang tinggi antara kedua sisi front sehingga gejala ini pun dapat dideteksi dengan alat pengindera suhu (Sumardjo, 1983). Pendeteksian SPL juga dapat digunakan untuk mengamati terjadinya upwelling di laut (Hengky, 2002), dengan melihat adanya suhu rendah yang terjadi pada perairan. Data SPL dapat juga digunakan untuk mengetahui lokasi penangkapan ikan oleh para nelayan ( Indrawati, 2000). SPL dipengaruhi oleh aktivitas matahari tahunan, tetapi tidak begitu dominan. Faktor dominan yang mempengaruhi SPL adalah fenomena El Nino yang meningkatkan suhu muka laut serta La Nina yang menurunkan SPL dan suhu daratan yang relatif dekat
dengan letak SPL yang ditinjau, diduga berpuran pula dalam kenaikan SPL (Sinambela, 1998). Analisis distribusi SPL dan klorofil yang diperoleh dari satelit penginderaan jauh dapat memberikan indikasi daerah potensian penangkapan ikan. Lokasi-lokasi potensial untuk penangkapan ikan yang dapat diidentifikasi dari pola distribusi SPL adalah upwelling, front dan eddie. Sebaran klorofil menunjukkan tingkat kesuburan perairan yang mengindikasikan daerah potensial perikanan (ISDAL, 2000). Data yang diperoleh dari citra satelit yang diolah untuk mendapatkan nilai SPL dan kandungan klorofil, kemudian dianalisis berdasarkan fenomena dan kenampakan masing-masing parameter yang digabung dengan karakteristik ikan untuk memperoleh informasi tentang daerah potensi penangkapan ikan. Hasil analisa tersebut menjadi informasi dalam bentuk peta zona potensi ikan (ZPI) (PPRUK, 2004).
3. BAHAN DAN METODA
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan Juni 2005 hingga Juli 2005. Data di peroleh dari Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), Pekayon, Jakarta Timur, pada bulan Juli sampai dengan September 2001. Lokasi penelitian dapat dilihat dari Gambar 6.
Skala 1 : 1.000.000 Sumber : Citra Satelit NOAA16-AVHRR
Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Citra Satelit NOAA16-AVHRR,2001) 3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah data citra satelit NOAA16AVHRR. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah software ER Mapper ver. 5.5, Ms. Word ME 2000, Ms.Excel ME 2000, Paint Shop ME 2000, WordPad ME 2000, Paint Shop Pro 5, peta digital Ind.Pul.erv, dan peta jawavek.
3.3. Prosedur dan Metoda Pengolahan Data 3.3.1. Data Citra Satelit NOAA16-AVHRR Pengolahan data raster secara sistematis, dapat dilihat dalam Gambar 6. Bagan Alir Pengolahan Citra NOAA16-AVHRR MULAI Data Citra NOAA16/AVHRR Impor ke Hardisk Peta Digital Ind.Pul.erv Skala 1:1000000
Cropping Citra Citra Kanal 1, 2, 4, 5 Koreksi Geometrik
Citra Kanal 4
Citra Kanal 5
Koreksi nilai radian
Koreksi nilai radian
Temperatur Kecerahan
Temperatur Kecerahan
Temperatur air
Temperatur air Citra SPL Kanal 4 dan 5 Citra Suhu Permukaan Laut
Masking Darat dan Laut (Peta Jawavek) Skala 1 : 1.000.000
Pengkelasan Suhu Awan Peta Distribusi SPL Analisis Visual dan Spasial Pola Perubahannya SELESAI
Gambar 7. Bagan Alir Pengolahan Citra NOAA16-AVHRR
3.3.1.1. Import Data Data satelit yang masih berupa data mentah (raw data) harus diolah menjadi suatu bentuk data yang lebih informatif dan dapat diinterpretasikan dengan mudah. Kegiatan pengolahan data satelit dari awal hingga akhir terdiri dari pemasukan data (import data) dari CD-Rom ke komputer dalam bentuk ASCII Simple Binary 8-bit BIP grid. Pengolahan ini menggunakan perangkat lunak ER Mapper 5.5 dan akan menghasilkan keluaran berupa data pada media penyimpanan. 3.3.1.2. Koreksi Geometrik Data yang ditransmisikan dari satelit ke bumi akan mengalami distorsi geometrik dan radiometrik. Agar citra dapat dipergunakan perlu dilakukan koreksi atas distorsi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat energi objek, letak objek pada peta dan geometrik kenampakan objek citra itu nilai digitalnya dipengaruhi oleh atmosfer. Koreksi data berfungsi untuk menanggulangi dan mengurangi distorsi yang ada sehingga akan menciptakan data citra yang lebih teliti. Distorsi geometrik terjadi karena adanya pergeseran piksel dari letak yang sebenarnya. Distorsi ini dapat dikurangi dengan koreksi geometrik melalui dua tahap, yaitu coordinate transformation (transformasi geometrik) dan resampling. Transformasi geometrik dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan titik kontrol ikat (ground control point) pada hasil output citra yang baru. Ground Control Point (GCP) adalah suatu kenampakan geografis yang spesifik dan stabil sifat geometrik dan radimetriknya serta lokasinya dapat diketahui dengan tepat. Syarat ground control point antara lain harus tersebar merata di seluruh citra dan permanen dalam kurun waktu yang lama. Proses penerapan alih ragam geometrik
terhadap data asli disebut resampling. Resampling adalah penentuan titik keabuan piksel yang telah dikoreksi dengan harga keabuan piksel tetangganya pada citra semua. Proses tersebut untuk melakukan eliminasi koordinat GCP sampai menghasilkan nilai RMS (Root Mean Square Error) lebih kecil dari 0.5 sehingga data yang dihasilkan berada pada posis yang lebih sesuai dengan keadaan pada peta acuan. 3.3.1.3. Koreksi Radiometrik Pengaruh atmosfer (scattering dan absorpsi), noise pada waktu transmisi data, radiasi, dan perubahan cahaya dapat menyebabkan distorsi radiometrik. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan koreksi radiometrik yang mana koreksi ini sudah dilakukan oleh stasiun penerima. 3.3.1.4. Koreksi nilai radian 3.3.1.4.1. Kalibrasi radiansi Sebelum menghitung nilai SPL maka dilakukan pengolahan untuk mengkonversi nilai radiansi masing-masing piksel menjadi nilai suhu perairan. Untuk mendapatkan nilai radiansi (Li), harus diketahui nilai G (slope) dan I (intercept). Parameter input yang digunakan untuk perhitungan koefisien slope dan intercept adalah data telemetri, data `count` internal target dan data `count` angkasa yang terdapat dalam header citra. Sebagai acuan radiansi, dan PRT (Platinum Resistance Target) pada satelit yang berperan sebagai internal target, adalah radiansi dari objek dibumi yang terukur oleh sensor. Koreksi radiansi terdiri dari koreksi radiansi linier dan non-linier.
Untuk mendapatkan nilai radiansi linier (Li), harus diketahui nilai G (slope) dan I (intercept). Rumus perhitungan G (slope) dan I (intercept) dalam proses koreksi nilai radiansi adalah sebagai berikut : G=
Li, s − Li, t Ni, s − Ni, t
Ii = Li, s − Gi, t
Dimana: Li,s = Radiansi untuk kanal ke-i Li,t = Radiansi internal target untuk kanal ke-i Ni,s = Radiansi digital kanal ke-i Ni,t = Bilangan digital internal target kanal ke-i Gi = Nilai slope untuk kanal ke-i Ii= Nilai intercept untuk kanal ke-i Proses kalibrasi nilai digital (radiometer count) menjadi nilai radiansi dirumuskan sebagai berikut : Dimana:
Li = Gi x Ni.F + Ii
Li =Radiansi linier kanal ke-i Gi = Slope kanal ke-i Ni = Nilai digital (digital number) F = Konstanta kesetaraan data AVHRR F = 1 untuk data 10 bit; F = 4 untuk data 8 bit Ii = Intercept kanal ke-i Data masukan yang digunakan adalah data AVHRR 8 bit sehingga digunakan konstanta F sama dengan 4 sebagai koreksi dalam persamaan tersebut.
Pada kanal 4 dan 5, dilakukan koreksi radiansi non-linier terhadap nilai radiansi yang diperoleh berdasarkan nilai slope dan intercept, data slope dan intercept dalam dilihat dalam Lampiran 1. * Koreksi radiansi non-liner terhadap kanal 4 (i=4) L4 lin = G4 * N4.F + I4 L4 non-lin = 3.72-0.0763 * L4 lin + 0.0003833 * LA lin^2 L4 total = L4 + L4 non-lin * Koreksi radiansi non-linier terhadap kanal 5 (i=5) L5 lin = G5 * N5.F + 15 L5 non-lin = 2.00-0.381 * L5 lim + 0.0001742 * L5 lin^2 L5 total = L5 lin + L5 non-lin
3.3.1.4.2. Komputasi suhu kecerahan Suhu kecerahan (tb) diperoleh dari proses konversi nilai radiansi (Li), menggunakan algoritma multikanal yaitu kanal 4 dan kanal 5. Suhu kecerahan (brihtness temperature) diperoleh dengan menggunakan persamaan. Tb =
β {Ln(Li) − α }
Dimana: Tb = Suhu kecerahan Li = Radiansi kanal ke-i á,â = Konstanta
K onstantaá dan â untuk masing-masing kanal 4 dan kanal 5 AVHRR satelit NOAA ditabulasikan pada Tabel 1: T abel 1. Nilai K onstantaá dan â padakanal 4 dan kanal 5 Kanal K onstantaá K onstantaâ 4
9.2227
-1352.250
5
8.9824
-1244.250
Sumber : LAPAN, 2005 Lalu hasil dari perhitungan suhu kecerahan ini dikoreksi terhadap ketidak linieran sensor, dengan perhitungan sebagai berikut: Ttb = a2 + b2 Tb ë Dimana: Ttb
= Suhu kecerahan yang sudah dikoreksi
Tb
= Suhu kecerahan
a, b, ë = Parameter koreksi
3.3.1.4.3. Komputasi suhu air Suhu air untuk masing-masing kanal diperoleh dengan memasukan nilai koreksi emisivitas air (å) yang nilainya0.98. Persamaan yang digunakan untuk menghitung suhu air (Twn) adalah (Harsanugraha, 1992): TW =
C 2 ⋅ λn C ⋅γ ln 1 − ε + ε ⋅ exp 2 n Tb
Dimana: Tw = Suhu air C2 = Konstanta radiasi surya (1.438833 cmoK) ãn = Bilangan gelombang radiansi efektif untuk kanal tertentu Tb = Suhu kecerahan å=
Emisivitas air (0.98 yang digunakan oleh LAPAN)
K onstantaãuntuk masing-masing kanal 4 dan 5 AVHRR untuk satelit NOAA ditabulasikan pada Tabel 2 : T abel 2. Nilai K onstantaãpadakanal 4 dan kanal 5 Kanal K onstantaã 4
927.73
5
838.35
Sumber : LAPAN, 2005
3.3.1.4.4. Analisis hasil liputan awan Proses selanjutnya, yang akan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ER Mapper 5.5, adalah memisahkan antara daratan, laut dan awan sehingga awan dan darat mempunyai nilai yang sama, tetapi berbeda dengan nilai laut. Nilai suhu awan yang berasal dari tiga kelas kisaran suhu, yaitu <0 oC, 0 oC-22 oC, dan >31 oC. Kedua kelas pertama diberi nilai 0 ºC pada tampilan citra dan kelas ketiga diberi nilai 32 oC. Sedangkan yang termasuk dalam kelas suhu laut adalah 22 oC-31 oC. Untuk menentukan SPL dengan data satelit cuaca NOAA16-AVHRR diasumsikan bahwa atmosfer dalam keadaan cerah. Analisa liputan awan dilakukan dengan
menggunakan kanal 2. Penggunaan kanal 2 bertujuan untuk memeriksa wilayah yang diamati bebas dari awan sehingga nilai suhu yang diperoleh dari estimasi data digital mempunyai nilai bias yang kecil dari SPL yang sebenarnya.
3.3.2. Perhitungan SPL Algoritma yang digunakan untuk perhitungan SPL dalam penelitian ini adalah yang hanya menggunakan dua kanal yaitu metode dari hasil pengembangan McMillin dan Crosby. Pemilihan metode ini adalah karena metode ini dianggap paling sesuai untuk perairan Indonesia dengan tingkat deviasi ± 0.8 oC untuk estimasi malam hari dan ± 1.5 oC untuk estimasi siang hari dari perairan sebenarnya. Rumus perhitungan SPL berdasarkan McMillin & Crosby (1984) tersebut yaitu: SPL = {Tw4 + 2.702 (Tw4 - Tw5) - 0.582} - 273oC Dimana: Tw4 = Suhu emisivitas kanal 4 Tw5 = Suhu emisivitas kanal 5 Penentuan SPL dengan metode McMillin & Crosby (1984) menggunakan citra dari kanal 4 dan 5 yang digabung. Keluaran dari proses ini sudah merupakan nilai dari SPL. 3.4. Metoda Analisis Data 3.4.1. Analisis Spasial Data SPL Data digital satelit NOAA16-AVHRR diolah dengan mengubah nilai digital dari tingkat keabuan menjadi nilai suhu permukaan laut dalam derajat Celcius (oC). Pengolahan data digital ini dapat dilakukan dengan cepat karena mampu membedakan
nilai piksel sampai 255 tingkat keabuan. Analisa spasial dilakukan terhadap tampilan citra SPL hasil olahan dilakukan berdasarkan data harian tiap bulan yang dipilih berdasarkan data citra yang bebas dari awan. Hasil analisa ini dipergunakan untuk melihat distribusi sebaran SPL di Laut Jawa. Koordinat daerah yang dihitung, bagian utara pada koordinat 107.04°-115.02°T dan 3.40°-5.51°U, bagian selatan pada koordinat 107.04°-112.75°T dan 5.34°-7.23°U, bagian barat pada koordinat 106.12°-107.65°T dan 3.40°-5.51°U dan bagian timur pada koordinat 113.63°-114.99°T dan 3.99°-7.23°U.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sebaran SPL di Perairan Laut Jawa pada Bulan Juli SPL pada bulan Juli di perairan Laut Jawa berkisar antara 22-31 °C dan didominasi oleh suhu 24-26 °C (Gambar 8). Pada bagian selatan Laut Jawa SPL pada bulan Juli bervariasi antara 25-31 °C, sedangkan di bagian utara Laut Jawa SPL sekitar 25-27 °C. Suhu di bagian selatan lebih tinggi dibandingkan bagian utara, karena bulan Juli masuk dalam musim timur, dimana tekanan tinggi terjadi di Laut Banda, angin bertiup dari arah timur menuju kebarat, dengan begitu akan ada penaikan massa air (upwelling) di Laut Banda. Massa air bersuhu dingin yang naik akan bergerak kearah Laut Flores kemudian masuk ke perairan Laut Jawa, ini menyebabkan massa air yang bersuhu hangat akan terdesak kearah selatan Laut Jawa menuju arah barat (Gambar 9). Angin musim di wilayah perairan Indonesia terdiri dari empat musim yaitu angin musim barat (Desember, Januari, Februari), angin musim peralihan I (Maret, April, Mei), angin musim timur (Juni, Juli, Agustus), dan angin musim peralihan II (September, Oktober, November). Perairan Indonesia dipengaruhi oleh angin musim, maka karakteristik SPLnya pun mengikuti perubahan musim. Selama musim timur air dari Laut Flores memasuki Laut Jawa dari arah timur yang membawa massa air dingin, akibat adanya upwelling di Laut Banda.
Gambar 8. Sebaran Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOAA16-AVHR Tanggal 7 Juli 2001
Gambar 9. Sebaran Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOAA16-AVHRR Tanggal 8 Juli 2001
Keadaan perairan Laut Jawa sangat dipengaruhi oleh perubahan parameter oseanografis permukaan dan atmosfir dimana arus permukaan yang berasal dari timur mengikuti arah angin yang secara bertahap akan berubah sepanjang tahun. Perubahan arus oleh pengaruh angin menyebabkan proses pergerakan lapisan permukaan atau dekat permukaan hingga membangkitkan percampuran horizontal dan pada akhirnya arus tersebut mendorong terjadinya pergeseran massa air dari wilayah timur Laut Jawa dengan salinitas tinggi dan suhu rendah selama musim timur (Juni-Agustus) kemudian berbalik arah dari utara-barat selama musim barat (Desember-Februari) dengan salinitas rendah dan suhu tinggi akibat pengaruh asupan massa air tawar yang berasal dari aliran sungai dan berlangsungnya musim penghujan. Perubahan semi tahunan yang digambarkan melalui pergeseran massa air tersebut membuktikan adanya hubungan yang erat melalui pertukaran massa air yang berasal dari Laut Banda dan Laut Flores pada musim timur dan Laut Cina Selatan melalui Selat Karimata pada musim barat. Terjadinya upwelling di sekitar Laut Banda menyebabkan naiknya massa air yang bersuhu rendah kepermukaan laut, kemudian massanya air ini bergerak kearah timur melalui Laut Flores kemudian masuk ke Laut Jawa . Arus yang berasal dari timur membawa massa air yang bersuhu rendah keperairan Laut Jawa sehingga massa air yang lebih hangat menjadi terdesak ke barat, hal ini terlihat pada bagian timur Laut Jawa suhu berkisar 22-26 °C (Gambar 10). Dan di bagian barat Laut Jawa suhu lebih tinggi yaitu sekitar 23-27 °C (Gambar 11). Suhu lebih tinggi ini terjadi karena adanya masukan massa air yang bersuhu hangat dari Selat Karimata dan masukan massa air yang bersuhu hangat yang terdesak dari arah timur Laut Jawa.
Gambar 10a. Sebaran Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOOA16-AVHRR Tanggal 10 Juli 2001
Gambar 10b. Sebaran Suhu Permukaan Laut Citra Catelit NOAA16-AVHRR Tanggal 17 Juli 2001
Gambar 10c. Sebaran Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOAA16-AVHRR Tanggal 18 Juli 2001
Gambar 11. Sebaran Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOAA16-AVHRR Tanggal 29 Juli 2001
4.2. Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Laut Jawa pada Bulan Agustus Pada bulan Agustus Suhu Permukaan Laut (SPL) berkisar antara 22-31 °C, dan didominasi oleh suhu 24-26 °C (Gambar 12). Suhu di bagian selatan Laut Jawa yang berdekatan dengan Pulau Jawa tergolong lebih tinggi dibandingkan suhu di bagian lain, yaitu sekitar 27-31 °C. Masukan massa air bersuhu rendah dan bersalinitas tinggi dari arah timur Laut Jawa karena terjadinya upwelling disekitar Laut Banda yang kemudian bergerak ke arah barat melalui Laut Flores lalu ke perairan Laut Jawa. Faktor lainnya yang sedikit mempengaruhi adanya massa air bersuhu lebih hangat di pantai bagian selatan Laut Jawa adalah masuknya massa air dari aliran sungai-sungai yang ada di Pulau Jawa.
Gambar 12. Sebaran Suhu Permukan Laut Citra Satelit NOAA16-AVHRR Tanggal 5 Agustus 2001
Bagian utara Laut Jawa, tepat sekitar pinggir pantai dari Pulau Kalimantan suhu berkisar 22-26 °C (Gambar 13), ini menunjukkan bahwa masukkan massa air hangat dari arah Laut Cina Selatan, melalui Selat Karimata dan Selat Makasar, disamping adanya masukkan massa air dingin dari arah timur yang membuat massa air hangat terdesak kearah utara, yang merupakan faktor utama yang mempengaruhi SPL.
Gambar 13a. Sebaran Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOAA16-AVHRR Tanggal 6 Agustus 2001 Peristiwa ini tidak terlihat pada Gambar 13a, karena adanya penutupan awan pada bagian utara Laut Jawa, tetapi pada Gambar 13b, dapat terlihat adanya massa air hangat pada bagian utara Laut Jawa.
Gambar 13b. Sebaran Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOAA16-AVHRR Tanggal 8 Agustus 2001
Bagian barat Laut Jawa SPL berkisar antara 22-29 °C, sedangkan di bagian timur SPL bervariasi antara 22-26 °C. Variasi SPL ini terjadi karena adanya masukan massa air dengan suhu rendah dari Laut Banda dan Laut Flores yang menyebabkan SPL lebih rendah.pada bagian timur, sedangkan dengan adanya masukkan massa air yang bersuhu rendah ini menyebabkan massa air yang lebih hangat terdesak ke bagian barat Laut Jawa (Gambar 5). Masuknya massa air dingin ini berasal dari Samudera Pasifik karena arus berasal dari timur. Adapun salah satu jalur masuknya massa air dari Samudera Pasifik ke perairan Indonesia adalah melalui Utara Pulau Halmahera, Laut Maluku, Selat Lifomatola, Laut Buru, Laut Banda Selatan menuju Laut Flores dan Laut Jawa (Wyrtki, 1961) (Gambar 14).
Gambar 14a. Sebaran Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOAA16-AVHRR Tanggal 13 Agustus 2001
Gambar 14b. Sebaran Suhu Permukaan Laut Citra Sateli NOAA16-AVHRR Tanggal 14 Agustus 2001
Gambar 14c. Sebaran Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOAA16-AVHRR Tanggal 27 Agustus 2001 4.3. Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Laut Jawa Pada Bulan September Pada bulan September, yaitu pada musim Peralihan II, suhu perairan rata-rata berkisar antara 22-31 °C, dengan suhu yang mendominasi 23-26 °C. Pada musim Peralihan II, pola arus berubah lagi, arah arus sering tak menentu, arus menuju ke barat melemah dan arus ke timur mulai menguat (Gambar 3) Arah arus permukaan yang masuk ke perairan Laut Jawa dan Flores berasal dari Selat Makasar yang kemudian berpencar ke arah barat dan timur. Dari tampilan citra Gambar 15, terlihat adanya pergerakan suhu yang membentuk aliran menuju barat. Aliran ini membawa sedikit massa air hangat ke bagian barat Laut Jawa. Sedangkan aliran yang menuju timur, diperkirakan tidak membentuk suhu hangat di perairan timur Laut Jawa.
Gambar 15. Sebaran Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOAA16-AVHRR Tanggal 7 September 2001 Tidak terbentuknya suhu hangat di timur Laut Jawa karena pola arus yang tidak menentu pada musim peralihan. Hal ini juga dipengaruhi adanya upwelling yang terjadi pada bulan Agustus di perairan Laut Banda dan perairan di bawah Sulawesi Selatan. Massa air yang hangat yang berasal dari Selat Makasar bercampur dengan massa air dari upwelling, sehingga tidak terbentuk massa air hangat di bagian timur, seperti yang terjadi di bagian barat (Gambar 16).
Gambar 16. Sebaran Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOAA16-AVHRR Tanggal 14 September 2001 Pada bagian selatan Laut Jawa terlihat SPL berkisar antara 27-31 °C (Gambar 17).
Gambar 17. Sebaran Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOAA16-AVHRR Tanggal 15 September 2001
Pengaruh dari masukan massa air dingin hasil dari proses upwelling yang terjadi di Laut Banda, yang kemudian massa air tersebut bergerak kearah barat karena pengaruh angin musim timur, dimana arah angin bergerak dari timur ke barat. Massa air ini bergerak masuk ke perairan Laut Jawa melalui Laut Flores dan Selat Makasar di bagian timur Laut Jawa, dimana massa air ini berasal dari proses upwelling yang terjadi di Laut Banda, kejadian ini menyebabkan suhu perairan bersuhu hangat terdesak kearah barat dan selatan Laut Jawa, sehingga SPL berkisar 22-27 °C. Suhu permukaan laut didominasi oleh suhu 24-26 °C Bagian barat Laut Jawa mendapat masukkan massa air Selat Karimata dan Pulau Sumatera yang mengakibatkan suhu permukaan laut yang ada lebih tinggi (22-27 °C) dibandingkan bagian timur (22-25 °C) (Gambar 18).
Gambar 18a. Sebaran Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOAA16-AVHRR Tanggal 20 September 2001
Gambar 18b. Sebaran Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOAA16-AVHRR Tanggal 21 September 2001
Gambar 18c. Sebaran Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOAA16-AVHRR Tanggal 27 September 2001
Pada ketiga bulan diatas (Juli, Agustus dan September), SPL bervariasi antara 2231 °C, suhu yang mendominasi adalah antara 24-26 °C, karena posisi matahari ada di utara khatulistiwa tepatnya di 23.5°LU pada saat musim Timur sehingga bagian bumi selatan suhunya lebih rendah. Dari seluruh tampilan visual citra SPL, dapat terlihat suatu kecenderungan bahwa perairan di dekat pantai atau daratan suhunya lebih tinggi daripada suhu perairan lepas pantai. Hal ini di sebabkan oleh adanya pengaruh masukan air dari darat, baik dari sungai-sungai maupun dari pemukiman penduduk. Aktifitas penangkapan ikan atau perikanan di wilayah pesisir juga dapat menyebabkan suhu menjadi lebih panas, misalnya minyak buangan kapal, sampah-sampah, bahkan gerakan motor kapal menyebabkan pengadukan air laut atau turbulensi. Dari hasil ekstrak citra satelit NOAA16-AVHRR, diperoleh SPL minimum dan maksimum pada bagian utara, selatan, timur dan barat, dengan menggunakan software Er Mapper ver 5.5 dilakukan perhitungan statistik, disetiap bagian. Di bagian utara Laut Jawa,daerah yang dihitung pada koordinat 107.04°-115.02°T dan 3.40°-5.51°U, bagian selatan pada koordinat 107.04°-112.75°T dan 5.34°-7.23°U, bagian barat pada koordinat 106.12°-107.65°T dan 3.40°-5.51°U dan bagian timur pada koordinat 113.63°-114.99°T dan 3.99°-7.23°U. Hasil ekstrak ini dapat dilihat pada Tabel 3. Dari hasil Tabel 3, terlihat SPL maksimum tertinggi dibagian utara Laut Jawa terjadi pada tanggal 21 September 2001 yaitu 31 °C dan SPL minimum 22 °C. Di bagian selatan Laut Jawa, tertinggi 31 °C, sedangkan SPL minimum 22 °C terjadi di semua tanggal.
Tabel 3. SPL Minimum dan Maksimum pada bagian Utara dan Selatan Laut Jawa Utara
Selatan
Min (°C)
Maks Rata2 Standar Min (°C) (°C) deviasi (°C)
Maks (°C)
Rata2 (°C)
7 Juli ‘01
22
29
23.94 1.58
22
31
24.98 1.73
8 Juli ‘01
22
27
25.99 1.18
22
31
26.11 2.07
10 Juli ‘01
22
27
24.98 1.16
22
31
23.97 1.55
17 Juli ‘01
22
26
23.99 1.27
22
31
24.98 1.67
18 Juli ‘01
22
25
23.84 1.48
22
31
24.97 1.53
29 Juli ‘01
22
25
23.50 0.89
22
31
25.98 1.64
5 Agustus ‘01
22
28
24.37 1.21
22
31
24.94 1.89
6 Agustus ‘01
22
27
24.16 1.24
22
31
23.86 1.67
8 Agustus ‘01
22
28
23.98 1.34
22
31
23.95 1.55
13Agustus‘01
22
27
23.14 1.38
22
31
23.97 1.81
14Agustus’01
22
27
24.55 1.39
22
31
23.97 1.79
27Agustus’01
22
30
23.97 1.33
22
31
25.97 1.45
7September’01
22
29
23.94 1.58
22
31
24.98 1.73
14Septembr’01
22
27
24.45 1.45
22
31
24.98 1.58
15September’01 22
31
23.92 1.74
22
31
24.44 1.94
20September’01 22
29
23.40 1.26
22
31
24.99 1.73
21September’01 22
31
23.08 1.44
22
31
25.98 1.89
27September’01 22
30
23.41 1.64
22
31
24.88 1.67
Tanggal
Standar deviasi
SPL maksimum sebesar 31 °C yang terdapat di utara dan selatan Laut Jawa berada di sekitar pinggir pantai Pulau Jawa dan Kalimantan. Hal ini terjadi karena adanya masukkan dari aliran sungai dan aktivitas industri disekitar pantai. Dari Tabel 3 dapat dibuat grafik SPL maksimum dan minimum di bagian utara Laut Jawa , sehingga terlihat adanya kenaikan penurunan suhu dari SPL (Gambar 19)
31.5 30 28.5 27 25.5 24 22.5 21 19.5 18 ep
-S
ep
21
-S
ep
15
7-S
14
ag
us
tus
s
s
gu
8a
gu
5a
stu
i jul
stu
i
18
jul
10
7j
uli
Minimal Ma ks im a l
Gambar 19. SPL Maksimum dan Minimum di bagian Utara Laut Jawa Perubahan suhu di bagian selatan Laut Jawa dapat terlihat dengan dari Gambar 19, SPL mengalami penurunan pada saat memasuki bulan Agustus. SPL naik kembali di pertengahan bulan Agustus, suhu kembali mengalami penurunan tetapi tidak serendah bulan Juli. Di bagian Selatan Laut Jawa, tidak ada fluktuasi pada SPL, karena nilai SPLnya sama, suhu minimumnya adalah 22 °C dan suhu maksimumnya 31 °C. Nilai ini terjadi karena adanya pembatasan pada saat pengkelasan suhu, suhu terendah 22 °C dan suhu tertinggi 31 °C. SPL rendah yang sering terlihat di timur Laut Jawa adalah akibat adanya proses upwelling atau penaikan massa air dengan suhu rendah dari kolom air ke permukaan yang selalu terjadi di daerah perairan dibawah Sulawesi dan adanya masukkan massa air bersuhu rendah dari arah Laut Flores dan Laut Banda, dimana massa air ini berasal dari upwelling yang terjadi di Laut Banda.
Adanya upwelling di Laut Banda menyebabkan naiknya massa air bersuhu dingin ke permukaan laut, kemudian massa air ini bergerak ke arah barat menuju Laut Flores dan masuk ke perairan Laut Jawa, kejadian ini menyebabkan massa air bersuhu hangat pada Laut Jawa terdesak ke bagian barat. SPL minimum dan maksimum di bagian barat dan timur dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. SPL Minimum dan Maksimum pada bagian Barat dan Timur Laut Jawa Barat Tanggal
Timur 2
Min Maks Rata (°C) (°C) (°C)
Standar Min Maks Rata2 deviasi (°C) (°C) (°C)
Standar deviasi
7 Juli ‘01
22
29
24.83 1.23
22
26
24.72
1.10
8 Juli ‘01
22
28
24.99 1.60
22
27
24.824 0.93
10 Juli ‘01
22
25
23.59 0.88
22
28
25.09
0.96
17 Juli ‘01
22
30
24.97 1.80
22
26
23.99
0.89
18 Juli ‘01
22
27
23.73 1.80
22
26
23.76
0.93
29 Juli ‘01
22
24
23.15 1.00
22
26
23.48
1.28
5 Agustus ‘01
22
27
23.86 1.55
22
27
24.10
1.21
6 Agustus ‘01
22
28
23.67 0.95
22
26
23.57
1.09
8 Agustus ‘01
22
29
23.61 1.25
22
27
23.21
1.06
13Agustus‘01
22
31
25.07 1.67
22
25
22.25
0.59
14Agustus’01
22
30
24.97 1.39
22
25
23.31
0.98
27Agustus’01
22
29
23.35 1.52
22
29
23.02
0.99
7September’01
22
26
22.29 0.66
22
26
24.24
1.09
14Septembr’01
22
31
24.98 1.45
22
25
23.24
0.94
15September’01
22
31
23.99 1.96
22
31
23.08
1.96
20September’01
22
31
24.19 2.38
22
27
23.98
0.89
21September’01
22
31
24.98 2.42
22
25
23.35
1.06
27September’01
22
24
23.17 0.51
22
27
24.17
1.47
Bagian barat Laut Jawa terlihat lebih tinggi SPL-nya dibandingkan bagian timur (Gambar 20), hal ini karena adanya masukkan massa air dingin dari arah timur akibat adanya upwelling di Laut Banda yang menyebabkan massa air hangat yang ada di Laut Jawa terdesak ke barat.
32.5 30 27.5
Barat Timur
25 22.5 20
r be em pt se
li
s tu us ag
ju
Gambar 20. SPL Maksimum di bagian barat dan timur Laut Jawa
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan data citra NOAA16-AVHRR, SPL rata-rata pada bulan Juli, Agustus dan September adalah berkisar antara 22-31 °C, didominasi suhu
24-26 ° C pada
bulan Juli dan Agustus, sedangkan bulan September suhu yang mendominasi berkisar 2326 °C. Bagian utara SPL bervariasi antara 25-31 °C pada koordinat 107.04°-115.02°T dan 3.39° - 4.05°U. Di bagian selatan Laut Jawa, SPL berkisar 27-31 °C pada kordinat 107.04° - 112.75°T dan 5.34° – 7.23°U, dan di bagian barat SPL bervariasi antara 23-29 °C pada koordinat 106.12° - 107.65°T dan 3.40° - 5.51°U serta di bagian timur, SPL berkisar 22-26 °C pada koordinat 113.63°- 114.99°T dan 3.99°- 6.73°U. Pergerakan SPL pada musim timur sangat dipengaruhi oleh pola angin dan pola arus permukaan. Pada musim timur, SPL di perairan Laut Jawa cenderung lebih rendah, terutama di bagian barat. Adanya upwelling di Laut Banda, yang membawa massa air dingin kearah Laut Flores kemudian masuk kedalam perairan Laut Jawa. Sehingga massa air hangat yang ada di perairan Laut Jawa terdesak kearah barat. SPL bergerak dari arah timur Laut Jawa menuju barat Laut Jawa, sehingga dari visualisasi citra terlihat adanya pergerakan massa air hangat kearah barat Laut Jawa. SPL di sekitar pinggir pantai dari Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan sedikit lebih tinggi, karena adanya masukkan dari aliran sungai yang ada di daratan dan aktivitas industri yang ada di daratan.
5.2. Saran Perlu adanya data in situ sebagai bahan pembanding, sehingga dapat diperoleh perbedaan nilai SPL hasil pengolahan data digital satelit dan data insitu.
DAFTAR PUSTAKA Boely, T., dan Linting. 1986. Prelimenary Report on Phechindon Campaign. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No.35. Balitkanlut. Jakarta : hal 23-29 Cracknell, A.P, 1981. Remote Sensing in Meteorology, Oceanography and Hidrology. John Wiley and Sons Inc. Jacaranda-Wiley Ltd., Jacaranda Press, Australia. Harsanugraha, W. K. dan E. Parwati. 1992. Aplikasi Algoritma Multi Kanal Untuk Estimasi SST Menggunakan Data AVHRR/2 NOAA-11. LAPAN. Jakarta. Hasyim, B, 1984. Penentuan Temperatur Permukaan Laut Menggunakan Data Satelit Cuaca Dengan Analisa Komputer. LAPAN. Jakarta. Hal 31-39. Hasyim, B, 1986. Penentuan Temperatur Permukaan Laut Mempergunakan Data AVHRR Dengan Analisa Berbagai Saluran. LAPAN. Jakarta. Hengky. 2002. Studi Sebaran Suhu Permukaan Laut dari Citra Satelit NOAA/AVHRR Tahun 1997-2000 Di Laut Flores. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Indrawati, T. A, 2000. Studi Tentang Hubungan Suhu Permukaan Laut Hasil Pengukuran Satelit Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Lemuru (Sardenella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali. Tesis (tidak Dipublikasikan). Program Pasca Sarjana. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Illahude, A.G dan M, Fiex. M. 1990. Recueil des Donnes de la Campagne MD 62/JADE 1989. a Bord du “MARION DUFRESNE” 30 Juliet – September 1989. 66-103 P. ISDAL, 2000. Pola Distribusi Suhu Permukaan Laut (SPL) dan Klorofil untuk Penentuan Daerah Potensi Ikan Laut di Perairan Maluku. Laporan Akhir. LAPAN. Jakarta. Laevastu, T. And I. Hela, 1970. Fisheries Oseanography. Fishing News (Books) Ltd. 110 Fleet Street. London 238p. Lillesand, T. M dan F. W Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta Nontji, A. 1992. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia. Jakarta. 459 hal. PPRUK, 2004. Penerapan Informasi Harian Zona Potensi Penangkapan Ikan di Wilayah Bangkalan (Jawa Timur), Balikpapan (Kalimantan Timur) dan Batam (Riau). Laporan Akhir. LAPAN. Jakarta. Robinson, I.S. 1985. satellite Oceanography. Jhon Wiley and Son. New York. 455p. Sinambela, W dan Waluyo Eko Cahyono, 1998. Hubungan Antara Aktivitas Matahari dan Suhu Muka Laut (Sea Surface Temperature/SST) di Sekitar Indonesia. Majalah LAPAN. LAPAN. Jakarta. Sumardjo, 1983. Eksploitasi Citra Satelit Cuaca. LAPAN. Jakarta. Thurman, H.V. 1988. Introductiory Oceanography. Merrill Publishing Company. Colombus. Ohio 43216. 191-331p. Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of Saoutheast Asean Water. Naga Rep Vo. 2. The University of California L Jolla. California. 195p.
Lampiran 1. Nilai Slope dan Intercept Band 4 dan Band 5 Nilai Slope dan Intercept Band 4 dan Band 5 BAND BULAN 4 5 SLOPE INTERCEPT SLOPE INTERCEPT JULI -0.182469 178.422 -0.189413 186.377 AGUSTUS -0.178817 173.911 -0.198366 194.151 SEPTEMBER -0.178789 173.864 -0.198204 193.969
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas segala kasih dan anugerah-Nya yang melimpah serta kekuatan dan penyertaan-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang dalam kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. Selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu, mengarahkan dan memberikan masukan ilmu serta dorongan moril kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Johson L. Gaol, M.Si dan Ibu Ir. Yuli Naulita, M.Si. Selaku dosen penguji yang telah membuka wawasan dan memberikan masukan serta dorongan untuk perpaikan penulisan skripsi ini.
3. Ibu Ir. Indah Prasasti, M.Si. Peneliti Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), atas Data Citra Satelit NOAA16-AVHRR-nya. 4. Keluarga: Almarhum Bapak dan Emak tercinta, Jian Nurjaya (The Best Bro), sumber cinta, doa, semangat, dan dukungan yang indah dan ajaib, Nek’ Opeh, , Mpo Ulie (makasih atas dananya), Cing Bio, Cing Wiyah, Cing Wida. 5. Staf ITK : M’ Yant i, Rahma, M’ Denti, M’ Niar, M’ Dedeh, Pak Danu, Bibik. 6. Special thanks : Nona, Tiwul, Nito, M’ Risti, BJ -COM, D’ Haryo, ITK’35.