PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN Dalam pembahasan ini akan dijelaskan tentang proses interpretasi salah satu citra NOAA untuk mengetahui informasi temperatur permukaan laut atau SPL di wilayah Indonesia. Tahapan – tahapan dalam rangkaian proses ini adalah dengan melakukan : -
Konversi Format : data satelit NOAA diproses menggunakan perangkat lunak HRPT Reader dan ER Mapper dimana dalam prosesnya raw data satelit yang awalnya memiliki format noaa.L1b akan dikonversi menjadi format noaa.ers sehingga raw data dapat dibaca dan diolah oleh program ER Mapper. Konversi
data
tersebut
akan menghasilkan
data
satelit
dengan
lima
kanal/saluran/band. Dimana pada band 3, 4, &5 digunakan untuk memantau suhu permukaan laut. seperti dijelaskan di atas bahwa resolusi citera NOAA adalah sebesar 1,1 km atau setiap pixel pada citra mewakili data seluas 1.1 km 2 di permukaan bumi. -
Invert Value : raw data citra NOAA sebelum diolah lebih jauh harus diproses terlebih dahulu nilai pixelnya atau pixel value agar memiliki nilai yang sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan (saat perekaman data). Secara umum, nilai piksel pada raw asli data satelit memiliki nilai julat 0 – 255. Namun, harus dibalik menjado 255 – 0 yang artinya nilai pixel yang mewakili objek awan pada awalnya memiliki nilai 255 atau warna putih pada mode grayscale colour kemudian dirubah menjadi 0 atau hitam. Demikian juga dengan objek warna hitam yang dirubah menjadi warna putih. Begitu juga dengan nilai pixel 50 akan dirubah menjadi 205 dan seterusnya. Selain harus dikonversi dan di inverse, raw data juga harus di restifikasi. Pada raw data sebelumnya yang hanya memiliki informasi posisi secara matrik maka dengan melakukan restifikasi maka setiap pixel akan memiliki posisi geografis sebagaimana sebenarnya di permukaan bumi. Restifikasi ini dilakukan dengan menggunakan peta lain sebagai pedoman posisinya. Dengan memanfaatkan peta Indonesia sebagai pedoman maka data
satelit NOAA tersebut dapat diplotkan sesuai dengan geometri wilayah Indonesia. Namun, terdapat kendala yang umum dialami, yaitu banyaknya tutupan awan di atau pulau-pulau sehingga walaupun keseluruhan tutupan awan awalnya di bawah 20 % namun tetap akan sulit diproses karena tidak ada titik control pada saat dilakukan retifikasi. -
Perhitungan Suhu Permukaan Laut : dalam proses perhitungan suhu permukaan laut ini dilakukan dengan menggunakan algoritma suhu permukaan laut (using ER Mapper) yang diperkenalkan oleh Crosby dan Mc Millin dimana untuk mendapatkan informasi suhu permukaan laut digunakan band 4 dan band 5 sebagai saluran yang sensitive dengan perubahan suhu permukaan laut. Algoritma suhu Pemukaan Laut :
-
SST
: INPUT1 + 2.702 * (INPUT1 - INPUT2) - 0.582
Input1
: Value Band 4
Input2
: Value Band 5
Mozaicking : pada data yang telah direstifikasi kemudian diproses lagi dengan menggunakan algoritma untuk merubah menjadi value suhu dalam satuan °C. data yang diperoleh pada awalnya masih merupakan data tunggal untuk wilayah perekaman saja yang setidaknya berukuran kurang lebih sepertiga wilayah Indonesia dan belum bersih dari tutupan awan. Untuk mendapatkan data tutupan awan yang lebih baik serta sapuan wilayah yang cukup luas maka perlu dilakukan proses penggabungan atau mozaicking beberapa
data
tunggal
dengan
wilayah
liputan
yang
berbeda-beda.
Penggabungan tersebut dilakukan dengan disertai proses rata-rata nilai suhu permukaan laut agar tidak terjadi linement atau kelurusan semu akibat perbedaan suhu yang mencolok antara dua data tunggal atau lebih. Proses rerata ini dapat dijelaskan secara sederhana dengan menjumlahkan nilai suhu permukaan laut untuk semua data tunggal dan kemudian dibagi dengan jumlah data yang digunakan. Namun dengan cara sederhana tersebut ternyata akan menghasilkan data yang kurang akurat akibat adanya data tunggal yang mengandung tutupan awan dan daratan yang dijumlahkan dan dibagi sesuai dengan jumlah data yang tersedia.
Jika demikian maka hasil yang diperoleh tidak akan akurat karena tidak lagi murni sebagai rerata suhu permukaan laut karena mengandung unsur awan dan daratan. -
Pembuatan Value Indeks : untuk menghindari kesalahan nilai sebagai akibat adanya nilai awan dan daratan tadi maka diperlukan value indeks agar data yang memiliki nilai awan dan daratan akan diberi indeks 0 sedangkan untuk nilai suhu permukaan laut akan diberi indeks 1. Pada wilayah yang mengandung tutupan awan maka nilai indeksnya akan kecil sehingga faktor pembagi reratanya juga akan kecil. Dengan begitu nilai rerata yang dihasilkan tidak akan terpengaruh oleh adanya tutupan awan tersebut.
-
Penghitungan Rerata : setelah melakukan pembuatan value index kemudian data suhu permukaan laut dari beberapa data tunggal digabungkan dan kemudian dirata-rata sehingga menghasilkan data suhu permukaan laut harian dengan tampilan yang lebih halus dan mudah untuk diinterpretasikan. Perhitungan rerata tersebut dilakukan dengan menjumlahkan nilai suhu permukaan laut dengan dibagi dengan jumlah indeks. Nilai indeks tersebut diperoleh dari proses merubah nilai daratan dan awan menjadi null (0) dan nilai suhu permukaan laut menjadi satu (1). Dengan demikian akan didapatkan nilai murni dari suhu permukaan laut. Rata-rata suhu Permukaan laut : jumlah Total Value dibagi dengan jumlah Total Indek. Jumlah Total Value
: hasil penjumlahan value semua data suhu
permukaan laut yang di mosaic. Jumlah Total Indek
: hasil penjumlahan value indek data awan dan
daratan yang dimozaic. Metode Penelitian Dalam kasus ini, penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penginderaan jauh dengan cara pemrosesandata satelit untuk mendapatkan suhu permukaan laut dengan melalui tahapan, seperti : Konversi format data, inversi
value, restifikasi citra, perhitungan suhu permukaan laut, mozaicking, pembuatan value index, dan perhitungan rerata suhu permukaan laut. Data yang dipakai adalah data satelit yang diperoleh dari stasiun bumi NOAA-AVHRR yang terletak di Perancak-Bali yang dioperasikan oleh BROK-KKP. Sedangkan perangkat lunak yang digunakan adalah ER Mapper yang mempunyai kemampuan mengolah data citra satelit dengan aplikasi proses perhitungan piksel data satelit. Suhu permukaan laut atau SPL didapatkan dari pemrosesan data citra satelit NOAA-AVHRR yang memiliki 5 saluran atau band. Untuk memperoleh data suhu permukaan laut tersebut maka saluran yang digunakan adalah band 4 dan band 5. Dimana saluran tersebut merupakan saluran inframerah thermal. Perhitungan rerata dengan menggunakan value index sebagai faktor pembagi untuk mendapatkan suhu permukaan harian untuk seluruh wilayah Indonesia. Proses ini dilakukan untuk menghilangkan nilai awan yang menutupi permukaan laut agar dihasilkan nilai suhu permukaan laut yang halus dan menyeluruh. Data Penelitian Dalam penelitian tersebut data yang dimanfaatkan merupakaan data raw dari satelit NOAA-17 dan NOAA-18 dengan tanggal perekaman 1 Januari 2006. Perekaman pada tanggal tersebut menampilkan adanya objek pulau dan garis pantai yang bisa dimanfaatkan sebagai titik ikat pada saat melakukan pengolahan data. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa liputan wilayah Indonesia terbagi menjadi tiga data satelit. Dibawah ini merupakan rekaman satelit NOAA-18 untuk wilayah Indonesia bagian barat.
Gambar 9. Data satelit NOAA-18 tanggal 1 Januari 2006 pukul 14.26 WITA
Sementara itu, untuk wilayah Indonesia bagian tengah yang direkam oleh satelit NOAA-17 dengan sapuan meliputi wilayah Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara dapat diperhatikan pada gambar di bawah ini :
Gambar 10. Data satelit NOAA-17 tanggal 1 Januari 2006 pukul 10.12 WITA
Dan terakhir adalah pemandangan wilayah Indonesia bagian timur yang yang berhasil direkam oleh satelit NOAA-18 dengan sapuan meliputi Papua, Ambon, dan Nusa Tenggara Timur dapat dilihat seperti gambar di bawah ini :
Gambar 11. Data satelit NOAA-18 tanggal 1 Januari 2006 pukul 12.48 WITA
Hasil dan Pembahasan Gambar di bawah merupakan data citra satelit NOAA yang menunjukan suhu permukaan laut yang meliputi bagian timur Indonesia yang didapatkan melalui pemrosesan citra satelit NOAA-18. Pada gambar tersebut menunjukan nilai yang tinggi mendekati suhu 28°C yang ditunjukan dengan warna hijau hingga kuning, dengan distribusi yang tidak merata dimana suhu yang tinggi hanya tersebar di bagian atas dari Papua yang merupakan bagian dari wilayah Samudera Pasifik.
Gambar 12. Suhu permukaan laut dari citra satelit NOAA-18 tanggal 1 Januari 2006 pukul 12.48 WITA
Sedangkan pada pemrosesan citera satelit NOAA-17 menunjukan kondisi suhu permukaan laut yang tinggi dengan diwakili oleh warna kuning hingga merah yang terekam di wilayah Selat Makassar dan Laut Jawa dengan kisaran suhu mendekati 30°C, seperti terlihat pada gambar di bawah.
Gambar 13. Suhu permukaan laut dari citra satelit NOAA-17 tanggal 1 Januari 2006 pukul 10.12 WITA
Gambar 14. Suhu permukaan laut dari citra satelit NOAA-18 tanggal 1 Januari 2006 pukul 14.26 WITA
Untuk wilayah bagian barat Indonesia sendiri, hasil citra yang direkam oleh satelit NOAA-18 setelah diilakukan pengolahan diperoleh hasil suhu permukaan laut yang cukup tinggi di selatan Jawa hingga mencapai 29°C yang diwakili oleh warna kuning hingga kemerahan. Namun, kerena tingginya tutupan awan menyebabkan adanya data suhu permukaan laut yang tidak terekam atau tak terdeteksi. Dari ketiga citra tersebut terlihat adanya perbedaan arah kemiringan data, dimana pada gambar 9. dan gambar 11. memiliki tampilan yang miring ke kiri dan gambar 10. miring ke kanan. Hal ini disebabkan kerena arah lintasan satelit yang berbeda pada saat merekam wilayah-wilayah tersebut. Dimana pada gambar 9. dan gambar 11. (NOAA-18) melintas ke utara Indonesia. Dimana pada saat satelit melintas bumi bergerak ke arah kanan sehingga permukaan bumi yang terekam berada pada posisi miring ke kiri.
Sedangkan pada saat merekam citra pada
gambar 10. satelit NOAA-17 bergerak dari utara menuju selatan sehingga menghasilkan tampilan yang miring ke kanan. Perlu diperhatikan bahwa posisi rekaman citra yang miring tersebut tidak mempengaruhi nilai dari suhu permukaan laut yang dihasilkan dari analisis data citra
Gambar 15. Suhu permukaan laut rata-rata wilayah Indonesia pada 1 Januari 2006 tanpa menggunakan value index sebagai faktor pembagi
Gambar di atas menunjukan distribusi suhu permukaan laut yang seakanakan terdapat suhu permukaan yang tinggi di daerah bagian tengah, seperti Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi yang ditunjukan dengan warna merah dan kuning. Namun pada kenyataannya, suhu terukur di daerah tersebut tidaklah setinggi itu. Hal ini disebabkan oleh adanya overlay atau tumpang susun dari data citra yang diperoleh dari dua satelit tersebut. Selain itu, karena dari data citra tersebut belum dilakukan perhitungan rerata suhu permukaan laut maka pada batas antar kedua data tersebut masih terdapat garis semu yang pada akhirnya menghasilkan data yang sulit diinterpretasikan seperti gambar di atas. Hasil penelitian tersebut menunjukan rerata suhu permukaan laut harian pada tanggal 1 Januari 2006 beserta distribusinya seperti ditunjukan pada gambar dibawah. Data pada tanggal tersebut setelah dilakukan proses penggabungan dan perhitungan rerata menggunakan value index sebagai faktor pembagi menunjukan variasi suhu permukaan laut di wilayah Indonesia.
Gambar 16. Suhu permukaan laut rata-rata wilayah Indonesia pada 1 Januari 2006 dengan menggunakan value index sebagai faktor pembagi
Dengan demikian distribusi suhu permukaan laut pada gambar 16. menunjukan variasi suhu di wilayah Indonesia dengan kisaran suhu antara 20°C hingga 30°C yang ditunjukan dengan warna biru untuk suhu yang lebih rendah dan
warna merah untuk suhu yang lebih tinggi terlihat lebih baik dan halus. Hal ini dikarenakan dimasukannya value index sebagai faktor pembagi. Hasilnya adalah citra suhu permukaan laut rerata harian tersebut terlihat lebih akurat dimana nilai pada setiap titik tidak bias akibat faktor awan yang sebelumnya mempengaruhi nilai. Dengan demikian hasil dari pemrosesan citra NOAA-AVHRR ini dapat digunakan untuk analisis dan interpretasi lebih lanjut. Kesimpulan Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa data citra suhu prmukaan laut atau SPL rata-rata harian akan terlihat lebih halus dan lebih mudah diinterpretasi apabila menggunakan data dengan lingkup yang lebih luas. Dan untuk analisisnya perlu mempergunakan perhitungan rerata dengan memanfaatkan value index sebagai faktor pembaginya. Sehingga akan diperoleh data SPL dengan distribusi yang lebih jelas dan mendekati keadaan sebenarnya di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA Bambang, S. Pengolahan Data Satelit NOAA-AVHRR untuk Pengukuran Suhu Permukaan Laut Rata-rata Harian (NOAA-AVHRR Satellite Utilizing for Daily Average of Sea Surface Temperature Measurement ). Balai Riset dan Observasi Kelautan, Jakarta. Achmad, S. T. 2008. Karakteristik Citra Satelit., Universitas Sumatera Utara, Departemen Kehutanan, Sumatera Utara. Lili, S, 2009. Teknologi Penginderaan Jauh (Remote Sensing). UPI, Jurusan Pendidikan Geografi, Jakarta Neira, P. I. 2011. Dasar-dasar Penginderaan Jauh Kelautan ke-2. Satelit Sunberdaya Alam, Irfan, D. Imanda. 2001. Prosedur Standart Operasional NOAA. Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan. Sumatera Selatan.