Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2015 1(3) 305-327 E – ISSN: 2477 – 328X
OSEANOLOGI DAN LIMNOLOGI DI INDONESIA
OSEANOLOGI DAN LIMNOLOGI DI INDONESIA
E – ISSN: 2477 – 328X Nomor Akreditasi: 712/AU3/P2MI – LIPI/10/2015 berlaku sampai dengan Oktober 2018 http://jurnal-oldi.or.id
PUSAT PENELITIAN OSEANOGRAFI PUSAT PENELITIAN LIMNOLOGI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
PENGUNGKAPAN KEJADIAN PEMUTIHAN KARANG TAHUN 2010 DI PERAIRAN INDONESIA MELALUI ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT CORAL BLEACHING INCIDENTS OF 2010 IN INDONESIAN WATERS REVEALED THROUGH ANALYSIS OF SEA SURFACE TEMPERATURE Sam Wouthuyzen1, Muhammad Abrar1, dan Jonas Lorwens2 1
UPT Loka Pengembangan Kompetensi Sumber Daya Manusia Oseanografi, Pulau Pari-LIPI UPT Loka Konservasi Biota Laut Biak-LIPI, Bosnik, Biak, Papua. Email:
[email protected], 2
Diterima 18 Mei 2015. Direvisi 13 Agustus 2015. Disetujui 26 November 2015. ABSTRAK Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem penting wilayah pesisir yang dapat memberikan produk dan jasa lingkungan berharga bagi kehidupan masyarakat pesisir. Belakangan ini, ekosistem ini mendapat berbagai tekanan berat yang menyebabkan fungsi dan peranannya berkurang. Salah satunya diakibatkan pemanasan global, yaitu naiknya suhu air laut, sehingga menyebabkan kerusakan atau kematian karang yang dikenal sebagai pemutihan karang. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan kejadian pemutihan karang tahun 2010 di hampir seluruh perairan Indonesia melalui analisis data suhu permukaan laut (SPL) yang diperoleh dari data satelit Terra dan Aqua MODIS. Analisis SPL dilakukan dengan memghitung selisih SPL anomali bulan Februari-Juli 2010 saat kejadian pemutihan karang terhadap SPL maksimum ratarata pada keadaan normal bulan Februari-Juli tahun 2002-2013, (Maximum Monthly Mean SST; MMM), dan lama selisih SPL tersebut (Hot Spot/HS) mendiami suatu perairan (Degree Heating Week, DHW; °C-week). Hasil analisis menunjukkan adanya peningkatan HS sebesar 1-2°C di sebagian besar perairan Indonesia dibandingkan SPL MMM (29,1°C). Pemetaan DHW secara efektif dan akurat mampu mengungkapkan kejadian pemutihan karang di perairan Indonesia berikut tingkat kerusakannya. Analisis sederhana ini dapat dipakai untuk memantau kondisi koral yang berkaitan dengan pemutihan karang dalam program Coremap LIPI. Beberapa variabel yang dapat mendukung pemahaman tentang bagaimana kejadian pemutihan karang timbul, berkembang, atau melemah, seperti pola arus, fenomena upwelling perlu diikutkan dalam analisis. Dampak ekologi dan sosial sebelum, pada saat, dan sesudah kejadian pemutihan karang juga perlu dipelajari secara lebih rinci. Kata kunci: SPL, Tera dan Aqua MODIS, pemutihan karang, tingkat kerusakan, perairan Indonesia. ABSTRACT Coral reefs are one of the important ecosystems in coastal zones which can provide valuable environmental products and services for the life of coastal communities. Recently, this ecosystem gets a variety of environmental pressures that reduce its function and role. One of them is global warming, which is the rising of sea temperatures causing damage or death of corals known as coral bleaching. The purpose of this study was to reveal the incidence of coral bleaching of 2010 in almost all Indonesian waters through analysis of sea surface temperature (SST) data obtained from Terra and Aqua MODIS satellites. Analysis was
305
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Vol. 1, No. 3, Desember 2015: 305-327 done by calculating the difference between SST anomaly from February to July 2010 during the incidence of bleaching and the normal maximum of SST mean from February to July in the year 2002 to 2013 (Maximum Monthly Mean of SST; MMM), as well as the duration of SST difference during anomaly and normal condition (Hot Spot/HS), occuring in an area (Degree Heating Week/DHW; °C-week). The results showed an increase of HS by 1-2°C in almost all Indonesian waters compared to MMM SST, (29.1°C). Mapping of DHW effectively and accurately revealed bleaching incidents including their level of damages. This simple analysis can be applied to monitor the coral reef conditions related to coral bleaching of the Coremap-LIPI programs. Some variables that supported the understandings on how bleaching had started, developed or weakened, such as current patterns, upwelling phenomenon should be included in the analysis, as well as the ecological and social impacts related to bleaching. Keywords: SST, Tera and Aqua-MODIS, coral bleaching, level of damages, Indonesian waters. PENDAHULUAN Terumbu karang hanya menutupi 1% dari permukaan bumi atau 0,2 % dari hamparan samudra. Namun, deposit kerangka kapurnya dapat menjadi rumah bagi 2 juta spesies biota laut (http://www.arkive.org/coral-reef-conservation/ diunduh, 30 November 2015; Odessey Expedition, Living Corals, http://www.marinebiology.org/ coralreefs.htm diunduh 2 Desember 2013). Produktivitas tinggi tersebut disebabkan adanya hubungan simbiotis antara hewan karang (polip) dengan algae mikroskopis bersel tunggal dari genus Symbiodinium yang disebut zooxanthela (zooxanthellae) yang hidup di jaringan koral (Douglas, 2003; Grimsditch & Salm, 2006; Eakin et al., 2008). Koral sangat tergantung pada simbionnya itu, karena simbion dapat menghasilkan lebih dari 90% energi yang dibutuhkan koral. Namun, dalam kondisi tertekan, hubungan antara simbion dan koral rusak, sehingga densitas zooxanthela menurun, lalu dilepas oleh koral (Douglas, 2003). Hal ini menyebabkan warna-warni koral yang sangat bervariasi dan indah berubah menjadi putih sesuai dengan warna kerangka koral, yaitu kapur (CaCO3) yang berwarna putih. Fenomena ini didefinisikan sebagai pemutihan karang atau coral bleaching (Brown, 1997; Fitt et al., 2001; Douglas, 2003; Marshall & Schuttenberg, 2006; Guest et al., 2010). Pada skala lokal, banyak faktor (stressor) yang menyebabkan pemutihan karang seperti penyakit, meledaknya populasi predator (bintang berduri, Acantasther planci, keong Drupella spp.) sedimentasi berat, penangkapan ikan memakai potassium sianida, herbisida, logam berat, dan perubahan drastis salinitas serta suhu laut (Brown, 1997; Hoegh-Guldberg, 1999). Pada skala regional, kejadian pemutiham karang disebabkan naiknya suhu laut akibat pemanasan global. Kenaikan suhu sebesar 1-2°C saja (suhu anomali)
306
selama 2-4 minggu di atas suhu maksimum ratarata jangka panjang (suhu normal) bisa menyebabkan pemutihan karang, dan dalam waktu yang lebih panjang akan menyebabkan koral mati. Selain itu, intensitas cahaya matahari yang terlalu kuat juga bisa menyebabkan pemutihan karang karena mengganggu sistem fotosintesis zooxanthela (Brown, 1997; Hoegh-Guldberg, 1999, Coles& Brown., 2003; Douglas, 2003; Donner et al., 2005; Hoegh-Guldbergat al., 2007; Eakin et al., 2008; Baron et al., 2010). Fenomena pemutihan karang pertama kali diketahui sekitar 75 tahun yang lalu, namun selama 20 tahun belakangan ini pemunculannya semakin sering dan sebarannya semakin luas, sehingga menghasilkan perubahan dramatis terhadap terumbu yang mengarah ke kepunahan koral (Hoegh-Guldberg, 1999). Hasil pemodelan terhadap pemutihan karang menunjukkan bahwa jika koral tidak bisa tahan terhadap kenaikan suhu laut 0,2-1,0°C/dekade, maka dalam 30-50 tahun ke depan, fenomena ini akan terjadi setiap dua tahun atau bahkan setiap tahun (Donner et al., 2005), namun Baker et al. (2008) menunjukkan bahwa fenomena pemutihan karang setiap dua tahunan sudah mulai terlihat sejak awal tahun 1980-an. Kejadian pemutihan karang dengan dampak terparah di hampir seluruh perairan tropis dunia terjadi bersamaan dengan fenomena ENSO (El Ninō-Southern Oscillation) yang pada tahun 1982-1983 mematikan 95% koral di Kepulauan Galapagos. Pada tahun 1997-1998 peningkatan suhu laut global sekitar 2°C menghapus 16% koral dunia (Hoegh-Guldbergat al., 2007; Baker et al., 2008). Di perairan Indonesia fenomena pemutihan karang masih sangat jarang diteliti, walaupun sudah sering terjadi. Kejadian ini pertama kali tercatat di Pulau Pari, Kepulauan Seribu (Laut Jawa) tahun 1983 (Suharsono & Kiswara, 1984; Brown & Suharsono, 1990; Hoeksema, 1991). Tahun 1997-1998 kejadian besar pemutihan karang dilaporkan terjadi di Sumatra, Jawa, Bali,
Pengungkapan Kejadian Pemutihan Karang … (Sam Wouthuyzen, M. Abrar, & J. Lorwens) Lombok, Kalimantan Timur, Taman Nasional Bunaken, Sulawesi Utara dan perairan sekitarnya, (http://www.goblue.or.id /page/213 diunduh 30 Agustus 2015; UNEP-WCMC, 2013). Banyak websites melaporkan kejadian pemutihan karang tahun 2010 akibat suhu anomali di berbagai perairan dunia seperti Karibea, Panama, Puerto Rico, Florida Key, Pulau Guadeloupe, Maldive. Di Asia Tenggara, pemutihan karang dilaporkan terjadi di Myanmar, Srilangka, Thailand, Kepulauan Andaman dan Nikobar, Malaysia, dan Indonesia hingga Australia Barat. Di Indonesia, pemutihan karang tersebar luas dari wilayah barat hingga wilayah timur perairan Indonesia, yaitu di Sabang (Aceh), Padang, Kepulauan Seribu, Karimun Jawa, Situbondo, Bali, Pulau-pulau Gili (Lombok), Pulau Badi (Kepulauan Spermonde), Wakatobi, Parigi (Teluk Tomini), Morela dan Latuhalat (Ambon), Misol, Tubulolong, (Kupang, NTT) antara bulan Maret 2010 dan Juni 2014 (http://www.goblue. or.id/bleach-watch-indonesia-2010 diunduh 30 Agustus 2015) dan di lokasi pengamatan yang dilakukan oleh penulis (Pulau Bintan dan Natuna). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan kejadian pemutihan karang massal di perairan Indonesia pada tahun 2010 melalui analisis data suhu permukaan laut (SPL) yang diperoleh dari citra satelit Terra dan Aqua MODIS.
malam hari, agar efek silau matahari (sun glare) dapat ditiadakan dan variabilitas suhu akibat pemanasan di siang hari berkurang (INCOIS, 2011). Data tersebut berasal dari 2 radiometer/ sensor pada panjang gelombang TIR yang berbeda, yaitu 4 µm dan 11 µm, sehingga ada 4 set data SPL, yakni SPL Terra 4 µm, SPL Aqua 4 µm, SPL Terra 11 µm dan SPL Aqua 11 µm dengan resolusi 4 km yang mencakup seluruh perairan Indonesia dan sekitarnya pada koordinat 92°-142° Bujur Timur (BT) dan 8,0° Lintang Utara (LU) 12,0° Lintang Selatan (LS). Gambar 1 menunjukkan lokasi kejadian pemutihan karang massal di perairan Indonesia pada tahun 2010 (kotak merah), yaitu di 1. Aceh, 2. Padang, 3. Bintan, 4. Kepulauan Natuna, 5. Kepulauan Seribu, 6. Kepulauan Karimun Jawa, 7. Situbondo, 8. Bali, 9. Banyuwangi, 10. Gili Air, Meno dan Terawangan, Lombok, 11. Tabulolong, Kupang, 12. Kepulauan Spermonde, 13. Kepulauan Wakatobi, 14. Ambon, dan 15. Parigi, Teluk Tomini, yang dibandingkan dengan lokasilokasi yang tidak mengalami kejadian pemutihan karang (kotak biru) seperti 1. Bitung, Pulau Bunaken, dan Kepulauan Sangihe - Talaud, Sulawesi Utara, 2. Pulau Morotai, Maluku Utara, dan 3. Pulau Numfor, Biak, dan Kepulauan Padaido, Papua.
METODOLOGI
Prosedur Pengolahan Data Analisis pemutihan karang mengikuti prosedur penghitungan stres koral terhadap suhu dari NOAA coral reef watch (http://coralreef watch.noaa.gov diunduh 30 Agustus 2015) dan Indian National Centre for Ocean Information Services, INCOIS (2011) seperti terlihat pada Gambar 2. Pemutihan karang terjadi karena adanya peningkatan SPL yang tinggi (SPL anomali) di atas SPL maksimum dalam jangka waktu panjang (SPL normal). Oleh karena itu, langkah pertama adalah mendefinisikan terlebih dahulu SPL normal jangka panjang (minimal 7 tahun) perairan Indonesia. SPL normal adalah SPL rata-rata bulanan tertinggi (Maximum Mean Monthly SST; MMM). SPL MMM dihitung dengan merata-ratakan SPL Terra 4 µm, SPL Aqua 4 µm, SPL Terra 11 µm dan SPL Aqua 11 µm dari bulan Februari 2002 hingga Februari 2013 (12 tahun), dari bulan Maret 2002 hingga Maret 2013, dan seterusnya sampai dengan dari bulan Juli 2002 hingga Juli 2013. Nilai SPL rata-rata tertinggi bulan Februari-Juli tahun 2002-2013 merupakan SPL normal (MMM) perairan Indonesia.
Waktu dan Lokasi Kajian Analisis kejadian pemutihan karang massal didasarkan atas informasi dari situs http://www.goblue. or.id/bleach-watch-indonesia2010 diunduh 30 Agustus 2015) yang melaporkan kejadian pemutihan karang dengan sebaran yang luas dari wilayah barat sampai timur perairan Indonesia dari bulan Februari hingga Juni 2010, di samping hasil pengamatan lapangan yang dilakukan penulis di Pulau Bintan dan Kepulauan Natuna (Gambar 1). Sumber Data Analisis ini menggunakan data SPL intensif hasil pemindaian gelombang infra merah jauh atau infra merah termal (Thermal infrared/TIR) sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) pada satelit Terra dan Aqua. Data SPL tersebut diperoleh dari salah satu situs NASA Amerika, yaitu situs Giovanni (Geospatsial Interactive Online Visualization ANd aNalysis Infrastructure). Data SPL yang dipakai adalah data SPL
307
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Vol. 1, No. 3, Desember 2015: 305-327 Kejadian pemutihan karang dilaporkan berlangsung dari bulan Februari 2010 hingga Juni 2010. Nilai SPL pada bulan-bulan tersebut (SPL Anomali) lebih tinggi daripada nilai SPL normal atau SPL MMM. Selisih antara SPL anomali
terhadap SPL Normal (SPL MMM) disebut sebagai Hot Spot (HS) yang dipakai untuk menunjukkan kejadian pemutihan karang, jika HS ≥ 1°C. Jadi, HS bisa dinyatakan dalam persamaan:
HS = SPLanomali bulan ke-i tahun 2010 – SPLMMM bulan ke i HS bernilai positif saja yang dipakai untuk menggambarkan kejadian dan sebaran pemutihan karang. Nilai HS ≤ 0°C menunjukkan pemutihan karang tidak terjadi
1)
..........................
(kondisi aman). Nilai HS antara 0 dan 1°C menunjukkan kondisi hati-hati, dan HS ≥ 1°C menunjukkan kondisi siaga.
Gambar 1. Lokasi kejadian pemutihan karang massal di perairan Indonesia tahun 2010 (kotak merah) dibandingkan dengan lokasi yang tidak mengalami kejadian pemutihan karang (kotak biru). Figure 1. Locations of mass coral bleaching incident in Indonesian waters during 2010 (red box) compared to locations that were not experiencing coral bleaching incident (blue box).
Apabila HS > 1°C, maka langkah berikutnya adalah menghitung lama waktu (minggu) HS mendiami suatu perairan yang dinyatakan dengan
simbol DHW, Degree Heating Weeks dengan satuan °C-minggu. DHW di suatu titik (pixel) dihitung menggunakan persamaan berikut:
DHW Feb-Jul 2010 = ( HSFeb + HSMar + HSApr + HSMei + HSJun + HSJul ) x 4 ………… Angka 4 diperoleh dari 1 bulan = 4 minggu. DHW ≤ 4 menandakan koral mengalami akumulasi stres karena suhu laut naik 1°C selama 4 minggu. DHW berkisar 4-8 menandakan koral mengalami pemutihan karang yang cukup nyata, sedangkan
308
2)
DHW > 8 koral mengalami pemutihan dengan sebaran yang luas dan dapat mematikan koral. Nilai DHW bisa disebut juga sebagai indeks pemutihan karang dan digunakan untuk mengungkapkan kejadian tersebut di seluruh
Pengungkapan Kejadian Pemutihan Karang … (Sam Wouthuyzen, M. Abrar, & J. Lorwens) perairan Indonesia. Diagram alir metodologi dan kriteria penetapan status pemutihan karang ditampilkan dalam Gambar 2 dan Tabel 1.
HASIL Analisis Data SPL Tabel 2 memuat data SPL bulanan malam hari antara bulan Januari-Juli tahun 2002-2013 yang diperoleh dari satelit Terra dan Aqua-MODIS band inframerah termal (TIR) pada panjang gelombang 4 µm (Band 20) dan 11 µm (Band 21). Tabel ini dipakai untuk mendefinisikan nilai SPL normal (MMM) perairan Indonesia untuk periode tahun 2002-2013 (12 tahun) dan menghitung HS melalui persamaan 1. SPL malam rata-rata bulanan Terra 4 µm sedikit lebih tinggi (sekitar 0,15°C) daripada SPL rata-rata bulanan Aqua 4 µm. SPL rata-rata bulanan Terra 11 µm juga sedikit lebih tinggi (sekitar 0,13°C) daripada SPL rata-rata bulanan Aqua 11 µm. SPL rata-rata bulanan Terra 11 µm lebih tinggi daripada SPL rata-rata bulanan Terra 4 µm sebesar 0,37°C, sedangkan SPL rata-rata bulanan Aqua 11µm juga lebih tinggi daripada SPL rata-rata bulanan Aqua 4 µm sekitar 0,28°C. Secara umum, bisa disimpulkan bahwa radiometer pada satelit Terra dan Aqua dengan panjang gelombang berbeda (4 dan 11 µm) cukup stabil dalam mengukur SPL dengan selisih kurang dari 0,5°C. SPL rata-rata bulanan antara Terra 11 µm dan Aqua 11 µm, Terra 4 µm dan Aqua 4 µm, Terra 4 µm dan Terra 11 µm, Aqua 4 µm dan Aqua 11 µm menunjukkan hubungan erat (R2> 0,92) untuk tiga korelasi pertama, kecuali untuk korelasi terakhir yang sedikit lebih rendah (R2 =
0,85) (Gambar 3). Namun, semua persamaan korelasi pada Gambar 3 bisa dipakai untuk mengonversi SPL dari satelit Terra ke Aqua atau sebaliknya dan SPL dari radiometer 4 µm ke 11 µm atau sebaliknya atau kombinasi antara satelit dan radiometer. Selisih nilai SPL yang rendah dan hubungan sangat erat dari 4 set data SPL (SPL Terra 4 µm dan 11 µm, serta SPL Aqua 4 µm dan 11µm) menunjukkan bahwa semua data set SPL tersebut dapat dipakai dalam analisis pemutihan karang. Hasil penghitungan SPL rata-rata bulanan maksimum dari bulan Januari hingga Juli tahun 2002-2013 (12 tahun) yang dipakai sebagai penentu nilai MMM atau ambang batas atas SPL normal jatuh pada set data SPL Aqua 11 µm dengan nilai MMM 29,1°C, yaitu pada bulan April. Nilai MMM untuk set data SPL Terra 4 µm, SPL Aqua 4 µm dan SPL Terra 11 µm masing-masing adalah 28,7°C (April dan Mei), 28,6°C (Mei) dan 29,0°C (April dan Mei) (Tabel 2, baris paling bawah dari setiap set data). Oleh karena itu, data set SPL Aqua 11 µm selanjutnya dipakai pada kajian ini, karena memiliki nilai MMM tertinggi (29,1°C). Gambar 4 mengilustrasikan adanya perbedaan antara SPL Aqua dan Terra 11 µm bulan Januari-Juli tahun 2010 dan SPL rata-rata Aqua dan Terra 11 µm bulan Januari-Juli tahun 2002-2013. Nilai SPL tahun 2010 selalu lebih tinggi yang merupakan tahun dengan anomali suhu tinggi, kecuali untuk SPL bulan Januari yang relatif sama. Memasuki bulan Februari-Juli terlihat ada perbedaan suhu masing-masing sebesar 0,5°C (Februari), 0,6°C (Maret), 0,7°C (April), 0,7°C (Mei), 0,7°C (Juni), dan 0,6°C (Juli).
309
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Vol. 1, No. 3, Desember 2015: 305-327
Gambar 2. Metodologi dan kriteria penetapan status pemutihan karang (INCOIS, 2011). Figure 2.Methodology and criteria for coral bleaching status (INCOIS, 2011)
310
Pengungkapan Kejadian Pemutihan Karang … (Sam Wouthuyzen, M. Abrar, & J. Lorwens) Tabel 1 Kriteria dan status peringatan pemutihan karang (INCOIS, 2011). Table 1. Criteria of coral bleaching and alert status (INCOIS, 2011). Hot Spot (°C)
Degree of Heating Weeks/ DHW (°C-weeks)
HS: ≤ 0
---
No Stress No thermal stress on corals
HS: 0-1
---
Watch Low thermal stress on corals
HS:> 1
HS:> 1
Alert Status
DHW < 4
Warning Thermal stress accumulated on corals
DHW 4 - 8
Allert Level-1 Strong thermal stress on corals, which may result in partial bleaching
DHW > 8
Allert Level-2 Severe thermal stress on corals, which may result in widespread bleaching with likely corals mortality
HS:> 1
Gambar 3. Plot antara SPL Terra 11 µm terhadap SPL Aqua 11µm, SPL Terra 4 µm terhadap SPL Aqua 4 µm, SPL Terra 4 µm terhadap SPL Terra 11 µm, dan SPL Aqua 4 µm terhadap SPL Aqua 11µm. Figure 3.
Plot SST of Terra 11 µm vs SST of Aqua 11µm, SST of Terra 4 µm vs SST of Aqua 4 µm, SST of Terra 4 µm vs SST Terra 11 µm, and between SST of Aqua 4 µm vs SST of Aqua 11 µm.
311
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Vol. 1, No. 3, Desember 2015: 305-327 Tabel 2. SPL rata-rata malam hari bulanan (°C)selama tahun 2002-2013 yang diturunkan dari band inframerah termal 4 µm (tabel atas) dan 11 µm (tabel bawah) citra satelit Terra dan Aqua MODIS. (catatan: Pemutihan karang massal terjadi tahun 2010. Angka dicetak tebal adalah nilai MMM) Table 2. Monthly average of night time SST(°C) during 2002-2013 derived from thermal infrared 4 µm band (top table) and 11 µm band (bottom table) Terra and Aqua MODIS. (Remark: Massive coral bleaching occurred in 2010. Numbers in bold are the MMM values). Year 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Year 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Satellite Terra 4 µm Terra 4 µm Terra 4 µm Terra 4 µm Terra 4 µm Terra 4 µm Terra 4 µm Terra 4 µm Terra 4 µm Terra 4 µm Terra 4 µm Terra 4 µm Average
Jan 28.1 27.6 28.1 28.2 28.1 28.1 28.1 26.8 27.9 27.9 28.1 28.1 28.0
Feb 27.8 28.2 27.9 28.6 28.2 28.2 27.4 26.8 28.6 29.0 28.4 28.3 28.2
Satellite Terra 11 µm Terra 11 µm Terra 11 µm Terra 11 µm Terra 11 µm Terra 11 µm Terra 11 µm Terra 11 µm Terra 11 µm Terra 11 µm Terra 11 µm Terra 11 µm
Jan 28.2 28.3 28.4 28.5 28.1 28.3 28.4 27.7 28.2 28.3 28.5 28.4
Feb 28.2 28.5 28.3 28.8 28.5 28.7 27.9 27.8 28.9 28.4 28.7 28.9
Mar 28.8 28.9 29.0 29.1 28.9 28.6 28.5 28.5 29.4 28.5 28.7 29.3
Apr 29.0 29.0 29.1 29.1 28.9 29.0 29.0 29.1 29.7 28.9 29.0 29.2
28.3
28.4
28.8
29.0
Average
312
Mar 29.0 29.1 29.1 28.8 28.6 28.3 28.1 27.8 29.0 28.2 28.1 29.0 28.5
Apr 29.0 29.0 28.6 28.9 28.6 28.8 28.7 28.7 29.4 28.6 28.1 29.2 28.7
May 29.1 28.5 29.0 28.8 27.4 28.1 28.9 28.1 29.3 28.8 28.3 29.3 28.7
Jun 28.6 27.6 28.4 28.6 28.4 28.6 27.6 28.0 29.0 28.3 27.4 29.0 28.2
Jul 27.9 27.8 27.8 28.2 27.8 27.9 28.8 28.3 28.6 28.0 27.8 28.3 28.0
Satellite Aqua 4 µm Aqua 4 µm Aqua 4 µm Aqua 4 µm Aqua 4 µm Aqua 4 µm Aqua 4 µm Aqua 4 µm Aqua 4 µm Aqua 4 µm Aqua 4 µm Aqua 4 µm Average
May 29.5 29.0 29.4 29.0 27.7 29.3 28.9 29.0 29.7 29.1 28.7 29.6
Jun 29.0 28.1 28.7 28.9 28.7 28.9 28.2 28.9 29.4 28.6 28.6 29.3
Jul 28.4 28.2 28.1 28.5 28.1 28.2 29.1 28.9 29.0 28.2 28.2 28.2
Satellite Aqua 11 µm Aqua 11 µm Aqua 11 µm Aqua 11 µm Aqua 11 µm Aqua 11 µm Aqua 11 µm Aqua 11 µm Aqua 11 µm Aqua 11 µm Aqua 11 µm Aqua 11 µm
29.1
28.7
28.4
Average
Jan 28.0 28.5 28.0 28.1 28.0 28.0 28.0 27.7 27.8 27.7 27.9 27.9 27.9
Feb 27.8 28.0 27.7 28.5 28.1 28.2 27.1 27.3 28.5 28.9 28.2 28.3 28.1
Mar 28.8 28.9 29.0 28.7 28.5 28.2 27.9 28.6 28.9 28.0 27.9 28.7 28.4
Apr 28.8 28.9 28.4 28.8 28.5 28.7 28.5 29.0 29.2 28.4 27.7 29.0 28.5
May 28.9 28.3 28.9 28.7 27.3 28.9 28.5 28.9 29.2 28.7 28.0 29.0 28.6
Jun 28.4 28.5 28.2 28.4 28.2 28.5 27.6 28.6 28.9 28.1 27.1 28.7 28.1
Jul 27.9 27.8 27.6 28.1 27.7 27.8 28.6 28.1 28.4 27.8 27.6 28.0 27.9
Jan 28.1 28.2 28.3 28.3 28.0 28.2 28.3 28.0 28.1 28.1 28.5 28.2
Feb 28.0 28.1 28.1 28.7 28.4 28.5 27.3 27.8 28.8 28.1 28.5 28.7
Mar 28.6 28.7 28.8 29.0 28.9 28.6 28.4 29.0 29.3 28.3 28.5 29.1
Apr 29.2 29.2 29.2 29.0 28.9 28.9 28.9 29.4 29.6 28.8 28.9 29.4
May 29.5 29.2 29.2 28.8 27.5 29.1 28.6 29.2 29.5 28.9 28.5 29.4
Jun 28.8 28.2 28.6 28.7 28.5 28.7 28.0 29.0 29.3 28.4 29.2 29.1
Jul 28.2 28.0 27.8 28.4 28.0 28.0 28.9 28.5 28.8 28.0 28.0 28.0
27.9
28.2
28.3
29.1
29.0
28.9
28.7
Pengungkapan Kejadian Pemutihan Karang … (Sam Wouthuyzen, M. Abrar, & J. Lorwens)
Gambar 4. SPL Anomali (HS, Hot Spot) pada kejadian pemutihan karang masif tahun 2010 berdasarkan pengamatan satelit Terra dan Aqua MODIS 11 µm. Figure 4.
SST Anomaly (Hot Spot) on massive coral bleaching incident in 2010 based on 11µm of Terra and Aqua MODIS satellite observation.
Walaupun perbedaan suhu ini tampak kecil (< 1°C) dan seolah-olah tidak membangkitkan fenomena pemutihan karang, namun jika nilai Hot Spot (HS) atau selisih antara SPL anomali dari citra Aqua 11 µm bulan Februari-Juli 2010 terhadap nilai MMM bulan Februari-Juli 2002-2013 pixel per pixelnya dihitung berdasarkan persamaan 1, maka akan terlihat banyak pixel yang memiliki nilai HS ≥ 1°C yang menunjukkan fenomena pemutihan karang sedang terjadi di perairan Indonesia (Gambar 5). Kejadian Pemutihan Karang di Perairan Indonesia Tahun 2010 Gambar 5 menunjukkan kejadian pemutihan karang di perairan Indonesia dari bulan Februari hingga Juli 2010, sedangkan Tabel 3 memperlihatkan penghitungan luas kejadian pemutihan karang berdasarkan Gambar 5. Tingkat kekuatan pemutihan karang berdasarkan kriteria pada Gambar 2, yakni pemutihan karang tidak terjadi apabila HS ≤ 0°C, kondisi hati-hati apabila HS 0-1°C dan kondisi siaga apabila HS > 1°C. Dari Gambar 5 dan Tabel 3 terlihat bahwa pada bulan Februari 2010 pemutihan karang baru saja terbentuk (HS >1°C). Luas area pemutihan karang hanya 3.146 pixel yang merupakan luas terendah selama kejadian pemutihan karang tahun 2010. Sebaliknya, luas area yang tidak terkena pemutiham karang tertinggi (HS ≤ 0°C), yakni 338.371 pixel. Sebarannya juga sangat terbatas berupa titik-titik kecil di pesisir Aceh, Selat Malaka, dan di selatan NTT (Tabel 4). Intensitas kejadian pemutihan karang mulai meningkat pada bulan Maret dan April dengan luas masing-masing
32.343 dan 35.123 pixel. Perkembangan pemutiham karang mulai tampak jelas di sepanjang pantai Aceh, Selat Malaka, Situbondo, Bali, Lombok, Kepulauan Wakatobi, pulau-pulau di NTT Selatan, dan Teluk Tomini (Tabel 4). Pada bulan Mei 2010 luas pemutihan larang meningkat drastis, dibandingkan Maret dan April, menjadi 62.858 pixel dan tersebar di sebelah barat Sumatra (Aceh, Nias), Laut China Selatan dan Teluk Tomini. Pemutihan karang mencapai luas maksimum pada Juni 2010 sebesar 138.061 pixel atau 2.946.829 km2, namun banyak pixel yang menyebar di laut lepas (Perairan Papua dan Pasifik). Hal ini tidak membahayakan koral karena koral berada di perairan pesisir. Intensitas pemutihan karang melemah pada bulan Juli dengan luas hanya 26.730 pixel yang tersebar berupa spot-spot kecil (Tabel 4) dan diduga merupakan akhir kejadian pemutihan karang tahun 2010. Gambar 6 adalah peta Degree Heating Week (DHW) yang dibuat memakai persamaan 2. Peta ini dipakai untuk menentukan tingkat keparahan kejadian pemutihan karang (Tabel 1). Sebagai pembanding, peta potensi kejadian pemutihan karang di Samudra Hindia, sebagian Samudra Pasifik, dan perairan di wilayah Indonesia yang dibuat oleh NOAA (2010) ditampilkan pada Gambar 7. Kedua gambar ini menunjukkan pola tingkat keparahan pemutiham karang yang mirip, namun sebaran tingkat pemutiham karang yang parah di perairan Indonesia dari peta NOAA (2010) lebih homogen dibandingkan Gambar 6 yang lebih bervariasi.
313
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Vol. 1, No. 3, Desember 2015: 305-327
HS ≤ 0 ⁰C No stress HS 0-1 ⁰C Watch HS > 1 ⁰C Warning
314
Gambar 5. Perkembangan Hot Spot (HS) di perairan Indonesia dari bulan Februari hingga Juli 2010. Figure 5. Hot Spot (HS) development in Indonesian waters from February to July 2010.
Pengungkapan Kejadian Pemutihan Karang … (Sam Wouthuyzen, M. Abrar, & J. Lorwens) Tabel 3. Luas (pixel) kejadian pemutihan karang bulan Februari-Juli 2010 berdasarkan Gambar 5. Table 3. Areas (pixel) of coral bleaching incident from February to July 2010 based on Figure 5. Month Feb Mar Apr May Jun Jul
Land 110220 110220 110220 110220 110220 110220
HS ≤0°C 338371 249773 171964 186601 188666 270120
HS 0-1°C 125944 185345 260374 218002 140734 170611
HC >1°C 3146 32343 35123 62858 138061 26730 Remarks: 1 pixel is approximately 4.62 km by 4.62 km (21.3444 km2).
Total 577681 577681 577681 577681 577681 577681
Gambar 6. Sebaran derajat pemanasan mingguan (DHW) bulan Februari hingga Juli 2010 di perairan Indonesia selama kejadian pemutihan karang. FIigure 6. Distribution of Degree Heating Weeks (DHW) from February to July 2010 in Indonesian waters during coral bleaching incident.
Hubungan antara anomali suhu (HS), durasi (DHW), dan kaitannya terhadap tingkat keparahan pemutihan karang ditampilkan pada Gambar 8. Gambar 6 dan Gambar 7 memperlihatkan wilayah-wilayah pemutihan karang dengan tingkatan parah, sedang, dan rendah. Pada level kerusakan parah (DHW > 8°C-minggu), yang mengarah ke kematian karang (Gambar 8), sebarannya terlihat berada di Semenanjung Malaysia, Selat Malaka yang melebar mendekati pantai utara Pulau Sumatra (Aceh). Lokasi lain terlihat di Teluk Tomini dengan area cukup luas dan beberapa spot kecil di Teluk Saleh (NTB), Teluk Kao (Halmahera), dan pulau-pulau kecil di Kepulauan Spermonde dan Wakatobi. Level
kerusakan sedang (DHW 4-8°C-minggu) mencakup perairan Mentawai, Nias, Sibolga, Laut Cina Selatan (Natuna, Tambelan), dan Situbondo. Level kerusakan rendah (DHW <4°C-minggu) meliputi perairan pantai barat Sumatra Barat (Padang, Pulau Enggano, Pulau Bintan, Laut Jawa (Kepulauan Seribu dan Karimun Jawa), Pulau Bali dan Lombok, pulau-pulau di Laut Banda dan Laut Halmahera, serta di selatan Pulau Jawa, Pulau Sumba, dan Pulau Timor. Tabel 5 merangkum secara rinci kejadian pemutihan karang dan tingkat keparahannya dari laporan sekitar 50 organisasi baik perorangan, maupun lembaga penelitian/ akademi.
315
Pengungkapan Kejadian Pemutihan Karang … (Sam Wouthuyzen, M. Abrar, & J. Lorwens) Tabel 4. Perkembangan pemutihan karang di perairan Indonesia pada Februari-Juli 2010. Table 4. Development of coral bleaching in Indonesian waters in February-July 2010. Month
HS
Condition
Feb. Feb.
≤ 0 °C 0-1 °C
No bleaching Watch
Feb. Mar.
> 1 °C ≤ 0 °C
Warning No bleaching
Mar.
0-1 °C
Watch
Mar.
> 1 °C
Warning
Apr.
≤ 0 °C
No bleaching
Apr.
0-1 °C
Watch
Apr.
> 1 °C
Warning
May
≤ 0 °C
No bleaching
May
0-1 °C
Watch
May
> 1 °C
Warning
Jun.
≤ 0 °C
No bleaching
Jun.
0-1 °C
Watch
Jun.
> 1 °C
Warning > 1 °C
Jul.
≤ 0 °C
No bleaching
Jul.
0-1 °C
Watch
Jul.
> 1 °C
Warning
Impacted areas Almost of all Indonesian waters. Coasts of west of Sumatera, Malacca Strait, Island in the South of NTB, NTT, Maluku, and Tomini Bay. Aceh, Malacca Strait, Wakatobi, and South of NTT Islands. South of west Sumatra, north of Java, South China, Sulawesi, Halmahera, Seram Seas, Makassar Strait, Cendrawasih Bay Aceh, Malacca Strait, Islands in the Flores, Banda, and Arafura Seas, South coast of NTTIslands, and Tomini Bay. Coasts of Aceh, North Sumatera, Nias, Malacca Strait, Situ-bondo, North of Bali, NTB and NTT Islands, Wakatobi Islands coast of south of NTT islands, Kupang and Tomini Bay. Coastsalong South of Java, Makassar Strait,and North Sulawesi and islands in the Halmahera Sea. West costs of Sumatra, Islands in the Maluku, Halmahera and Banda Seas, North Papua waters, Cendrawasih Bay Aceh, Nias, Padang, Malacca Strait, Bintan and Bangka Islands, Seribu & Karimun Jawa Islands, Bali and Lombok Islands, Wakatobi Islands, islands in the Banda Sea, and south coast of NTB, NTT Islands, Kupang) and in the Tomini Bay. Coast of No North bleac Sulawesi, ing south coasts of Java, NTB and NTT and Islands in the Arafura Sea. Mostly in the east Indonesia waters (Halmahera, Maluku, Banda and Flores Seas). Most of all Indonesian waters, west side of Sumatra (Padang, Mentawai, Aceh), Strait of Malacca, South China Sea, (Bintan, Anambas, Natuna and their vicinity islands), Bangka & Belitung Islands, All Java Sea, a small part of north of Bali and Lombok, Makassar Strait (south and east Kalimantan waters). Offshore of Papua waters and in Tomini Bay. South of Java, Bali, NTB and NTT Islands, Banda Sea, Wakatobi, part of Maluku Sea, coast of North Sulawesi. Java to Flores Seas (north Bali NTB, NTT Islands), parts of Makassar Strauit, Sulawesi, Halmahera and Seran Seas. West of Sumatra, Malacca Strait, East China Sea, small spots in Spermonde and Derawan Islands, Tomini Bay and in the off shore of Papua that entered to Cendrawasih Bay. South of west Sumatra, Seas of Java, Flores (Bali, NTB, NTT Islands), Banda, Arafura and Maluku. Almost of all west part Sumatra, Java Sea, Makassar Strait, and some part of Maluku and Halmahera Seas. Small spots in (Aceh and Mentawai), Malacca Strait and East China Warning Sea, offshore of Sulawesi Seas, Papua waters, but its seem moved to the open sea (Pacific ocean), and Tomini Bay.
316
Pengungkapan Kejadian Pemutihan Karang … (Sam Wouthuyzen, M. Abrar, & J. Lorwens)
Gambar 7. Peta potensi pemutihan karang tahun 2010 versi NOAA (NOAA, 2010). Figure 7. NOAA 2010 version of potential coral bleaching map 2010 (NOAA, 2010).
Gambar 8. Hubungan antara anomali suhu (HS) dan lama HS mendiami suatu perairan serta kaitannya dengan tingkat keparahan pemutihan karang (Marshall & Schuttenberg, 2006). Figure 8. The relationship between temperature anomaly (HS) and duration of heat stress related to the severity of mass bleaching (Marshall & Schuttenberg, 2006).
PEMBAHASAN Pemanasan global berupa naiknya suhu laut merupakan faktor utama penyebab pemutihan karang seperti yang diungkapkan dalam penelitian ini. Algoritma sederhana yang dikembangkan oleh NOAA Coral Reef Watch (CRW) Program untuk meramal pemutihan karang menggunakan SPL malam hari dari data satelit Aqua 11 µm (Gambar 1 dan Tabel 1) dipakai dalam penelitian ini. Pemutihan karang akan terjadi jika HS > 1°C dan DHW di suatu perairan lebih dari 4 minggu (DHW
> 4°C-minggu). Menurut Gambar 8 dari Marshall & Schuttenberg (2006), Logan et al. (2012) dan Yara et al. (2014), pemutihan karang berkembang ke arah lebih parah dan bisa menyebabkan kematian massal koral jika HS dan/atau durasi DHW meningkat (HS 2°C dan/atau DHW > 8°Cminggu). Meskipun sederhana, algoritma ini terbukti efektif dan akurat dalam mengungkapkan kejadian pemutihan karang berikut tingkat keparahannya, baik dari sisi waktu dan lokasi kejadian di seluruh perairan Indonesia (Gambar 5
317
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Vol. 41, No. 3, Desember 2015: 305-326 dan Tabel 4, Gambar 6 dan Tabel 5). Di luar perairan Indonesia, peta pada Gambar 6 yang dihasilkan dari algoritma pada Gambar 2 bisa mengungkapkan secara akurat kejadian pemutihan karang dengan SPL dan DHW tinggi (> 8°Cminggu) di sisi timur Semenanjung Malaysia, yaitu di PulauTioman, Pulau Redang, dan Pulau Perhentian yang merusak 50% karang keras di tiga pulau itu, yang 2/3 bagiannya menjadi putih hingga kedalaman 20 m (Tan & Heron, 2011). Malaysia belum pernah mengamati kejadian pemutihan karang seperti tahun 2010. Kejadian pemutihan karang global tahun 1997/1998 memiliki tingkat kerusakan ringan dan terpusat pada lokasi tertentu saja (GCRMN, 2010; Tan & Heron, 2011). Peta pada Gambar 6 juga dapat menjelaskan kejadian pemutihan karang di perairan Singapura secara akurat dan cocok, sesuai dengan kondisi lapangan yang melaporkan adanya peningkatan suhu yang mencapai 32°C pada pertengahan April 2010 di atas SPL normal atau MMM perairan Singapura, yaitu 29,9°C dengan DHW 12°C-minggu (Guest et al., 2012) Pada bulan Juni 2010, terjadi pemutihan karang kuat yang merusak 50% koloni koral di Pulau Satumu, Singapura (Guest et al., 2014). Logan et al. (2012) menyarankan perlu memodifikasi metode peramalan pemutihan karang yang dipakai saat ini (program algoritma baku NOAA(CRW), Gambar2), agar daya prediksi pemutihan karang menjadi lebih baik, yaitu dengan cara menentukan nilai ambang (threshold value) SPL yang menyebabkan koral mengalami tekanan saat terpapar suhu panas (thermal stress). Nilai Ambang SPL dari NOAA adalah MMM, yaitu nilai rata-rata SPL bulanan jangka panjang (minimal 7 tahun) tertinggi atau maksimum (Maximum Mean Monthly SST). Hasil penelitian Logan et al. (2012) menunjukkan bahwa dari 4 metode penghitungan nilai ambang SPL, metode "MMMmax" secara konsisten memberikan kekuatan peramalan pemutihan karang tertinggi untuk berbagai resolusi spasial (4 km x 4 km, 0,5° x 0,5° dan 1° x 1°), maupun temporal (tahun 19852005) dari data citra satelit yang dipakai dalam pengujian. Menurutnya, nilai ambang MMMmax adalah SPL rata-rata bulan terpanas/maksimum di suatu tahun (misal MMMmax 2002-2013 adalah Apr 2001, Mei 2002, Mar 2003, hingga Mei 2013). MMMmax mencirikan secara lebih baik SPL ekstrem di suatu perairan yang puncak SPL musimannya bervariasi dari tahun ke tahun. MMMmax juga memberikan peramalan riwayat suhu yang lebih baik dengan asumsi bahwa koral yang hidup pada lingkungan dengan suhu yang
318
bervariasi/berfluktuasi akan lebih tahan/kuat terhadap pemutihan karang daripada koral yang hidup di lingkungan yang bersuhu musiman relatif tidak berubah banyak/stabil. Penghitungan nilai ambang (MMM) SPL normal atau SPL “thermal stress” bulan JanuariJuli berdasarkan program NOAA CRW untuk perairan Indonesia yang diperoleh dari satelit Aqua 11 µm selama 11 tahun (2002-2013) adalah 29,1°C (Tabel 2), sedangkan hasil penghitungan nilai ambang MMMmax seperti yang disarankan Logan et al. (2012) dengan menggunakan data yang sama di Tabel 2 adalah 29,2°C. Hasil penghitungan nilai ambang SPL MMM dan SPL MMMmax hanya berselisih 0,1°C yang mengindikasikan tidak ada perbedaaan yang nyata. Oleh karena itu, kedua cara penghitungan ambang batas SPL normal utuk perairan Indonesia dapat dipakai dalam meramal kejadian pemutihan karang. McClanahan et al. (2007) menyatakan bahwa DHM (Degree Heating Month) yang merupakan modifikasi dari DHW merupakan variabel yang juga baik untuk meramal kejadian pemutihan karang, karena data SPL bulanan lebih banyak tersedia daripada data SPL mingguan (Yara et al., 2014). Kejadian pemutihan karang akan berlangsung jika DHM > 1°C selama 1 bulan (DHM 1°C-bulan) yang sama dengan DHW 4°Cminggu). Wu et al. (2008) juga menyatakan bahwa DHW merupakan indikator yang bagus untuk melihat kejadian pemutihan karang di Taiwan dan mereka menggunakan variabel DHW untuk mengevaluasi risiko pemutihan karang hingga puluhan tahun ke depan (tahun 2100) melalui suatu pemodelan. Pendapat yang berbeda dari Logan et al. (2012), McClanahan et al. (2007), dan Wu et al. (2008) dikemukakan oleh Berkelmans et al. (2004) berdasarkan hasil penelitian mereka di Great Barrier Reef yang menyatakan bahwa SPL maksimum selama 3 hari berturut-turut pada musim pemutihan karang dapat meramal kejadian tersebut lebih baik daripada variabel yang didasarkan pada ambang thermal stress (MMM), karena SPL tinggi dalam periode pendek (3-6 hari) dapat mengilustrasikan kondisi koral yang tertekan, sehingga peramalan pola pemutihan karang menjadi lebih akurat. Meskipun kejadian pemutihan karang tahun 2010 meliputi hampir seluruh perairan Indonesia, namun di beberapa perairan, kejadian pemutihan karang tidak berlangsung (Gambar 1), seperti di sepanjang pantai utara Pulau Sulawesi dan pulau-pulau di Laut Sulawesi, yakni gugusan Pulau Bunaken, Menado Tua dan sekitarnya,
Pengungkapan Kejadian Pemutihan Karang … (Sam Wouthuyzen, M. Abrar, & J. Lorwens) Tabel 5. Kejadian pemutihan karang dari berbagai perairan Indonesia (http://www.goblue.or.id/). Table 5. Coral bleaching incidents from various areas of Indonesian waters (http://www.goblue.or.id). Bleaching area
Report date
Source
Morela, Ambon
Mid May-Jun
Mad Korebima
Latuhalat, Ambon
May 28, 2010
A. Siahainenia
Padang
Jun 5, 2010
Yasser Arafat
Sabang, Aceh
Jun 4, 2010
Edi Rudi, Rudi et al. (2012)
West of Aceh Gili Air
Mar 31, 2010 Apr 09, 2010
Gili Air
Apr 09, 2010
Gilis, Lombok
Early May 2010
Joni/Ibnu Azam-FFI and Jeri Simone/Ocean 5 Naneng Setiasih/Reef Check Foundation Indonesia Ibnu Sabil
All Gilis,
Jun 1, 2010
Sander Buis/Ocean5
Badi Is.Spermonde Wakatobi Parigi, Tomini Bay Lypah, Amed, Bali Pemuteran, Bali Situbondo, Java Tabulolong, Kupang Misool, Raja 4 Kofiau, Raja 4
May 31. 2010 May 23, 2010 May 27, 2010 May 13, 2010 May 12, 2010 May 11, 2010 Mid April, 2010 May 11, 2010 Mar & Jun 2010
Ondo/TNC Muchtar YayasanPalu Hijau Vicky Kleyer/Euro Dive E. Elvan Ampou Dian Saptarani/ITS Anton Wijonarno Sangeeta/TNC Sangeeta/TNC
Remarks Observation and photo: Probably medium bleaching. Bleached species Seriotopora, Acropora branching and plate, Montipora encrusting, Mycedium., no resistant species identifed from photo. Observation: severe bleaching (include soft coral) Observation: snorkeling/photos: several at reef flat. Extensive Acropora bleaching. Bleaching also affected resistant genera (Psammacora) 80% hard coral bleached, susceptible group: Acropora, Montipora, Pocillopora and Seriatophora; Intermediate group: Favia, Favites, Goniastrea, Fungia, Platygira, Hydnopora, Galaxea, Diploastrea and Lobophyllia; Resistant group: Porites (massive) and Pavona. Anecdotal Coral needle white, coral table pale and white, few life form: white or pale. Using reefbase protocol: <10% hard coral bleached: Acropora table, Pocillipora, Acropora branching, Favia, Seriotopora hystrix ??? No bleaching in April, but severe bleaching (20%) for all Gilis in early May; but 50% in front of Villa Ombak Terawangan and north of Hans Reef Gili. by photos from local newspaper 80-100 % Pocilopora bleached visible from land 40-60% hard coral, especially Acropora and Porites ??? Observation, mild bleaching Observation, mild bleaching Observation, mild bleaching
319
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Vol. 41, No. 3, Desember 2015: 305-326 Tabel 5. Lanjutan Table 5. Continued Bleaching area
Report date
Source
Remarks
Apr 11, 2010
Joanne Wilson/TNC, Wilson et al., 2012
60-65% of corals surveyed showed some signs of bleaching with 10-17% of colonies recorded as fully bleached (white). Almost all colonies of Seriatopora were white and other taxa with high percentage of white moderate colonies include Goniopora, Stylopora and encrusting forms of Montipora. In addition, 20-30% of colonies of Pocillopora, non-AcroporaAcropora palifera were also classified as moderate to white. Least affected taxa included branching forms (Acropora branching) and massive species.
Tambelan Island
Nov 2010
Rudi (2012)
Coral bleaching occurred in May-June 2010. DHW 4- 8°C –week. (mild bleaching); Bleached taxa mostly dominated by Accropora
Badi Is., Spermonde
May-Jun 2010 ?
Jusuf & Jompa (2012),
60% of coral bleached, 12.5% coral coverage decreased
Badi Is., Spermonde
Jun 19, 2010
Wakatobi Islands
Jun 25, 2010
This study
Bleaching occurred in Mar-May (Figure 5). Pictures were taken in Jun. DHW >8°C–week. (severe bleaching, Figure 6). Bleached taxa, mostly nonAcropora, while branching Acropora seems more resistant
Sibolga, West Sumatra
Jun.12, 2010
This study
Bleaching occurred in Mar-May (Figure 5). Pictures were taken in Jun. DHW 4- 8°C –week. (mild bleaching) Bleached taxa both Acropora and nonAcropora
This Study
Bleaching occurred in Apr-Jun (Figure 5). Pictures were taken in Jun. DHW 4- 8°C –week. (mild bleaching, Figure 6). Bleached taxa dominated by Acropora.
Wakatobi Islands
Nias Island
Jun 16, 2010
This study,
Bleaching occurred in Apr-Jun (Figure 5). Pictures were taken in Jun. DHW> 8°C –week. (severe bleaching, Figure 6). Bleached taxa: Acropora, nonAcropora, soft corals, and even sea anemone (Figure 12).
Bintan Island
Sep 2010
This study
Bleaching occurred in May-Jun 2010 (Figure 5) Picture taken in Sep 2010. DHW < 4°C –week. (weak bleaching, Figure. 6). Bleached taxa mostly nonAcropora/ massive species and soft corals, while branching Acropora seems more resistant
Natuna Island
Apr l, 2011
This study
Bleaching occurred on May-Jun 2010 (fig. 5) Picture taken on Apr 2011. DHW >8°C –week. (severe bleaching; Fig. 6). Bleached taxa: mostly Acropora, while non-Acropora/massive species were not affected (Figure 12)
320
Pengungkapan Kejadian Pemutihan Karang … (Sam Wouthuyzen, M. Abrar, & J. Lorwens) gugusan pulau-pulau di sekitar Bitung hingga jauh ke pulau-pulau kecil di Kepulauan Sangihe dan Talaud (Souhoka, komunikasi pribadi). Padahal, saat kejadian pemutihan karangg global pada tahun 1997/1998, Taman Nasional Bunaken terkena pemutihan karang parah (UNEP-WCMC, 2013). Pemutihan karang juga tidak terjadi di Pulau Morotai (Maluku Utara) dan pulau-pulau kecil di sekitarnya (Dr. Nur Holis; komunikasi pribadi). Demikian pula pulau-pulau yang terletak di Teluk Cendrawasih, Papua, seperti Pulau Numfor, Biak, Supiori, dan Kepulauan Padaido (Lorwens, komunikasi pribadi). Hal ini bisa dibuktikan dari Gambar 9 yang memperlihatkan bahwa SPL ratarata bulanan pada puncak pemutihan karang (April-Juni 2010) di sepanjang pantai utara Pulau Sulawesi dan Laut Sulawesi berkisar hanya 29°C, di bawah nilai ambang thermal stress (MMM). Demikian pula di Pulau Morotai dan pulau-pulau di sekitarnya, sedangkan di Pulau Numfor, Supiori, Biak, dan Kepulauan Padaido SPL ratarata bulan April-Juni 2010 lebih bervariasi, yaitu 29,2-29,6°C, namun kisaran SPL tersebut tidak cukup kuat untuk membangkitkan kejadian pemutihan karang. Hal ini membuktikan bahwa peta DHW (Gambar 6) yang dibuat berdasarkan algoritma yang dikembangkan NOAA CRW yang pada penelitian ini diadopsi dari INCOIS (2011) (Gambar 2 dan Tabel 1) bisa mengungkapkan kejadian pemutihan karang di perairan Indonesia tahun 2010 dengan akurasi cukup tinggi.
Jika perairan Indonesia (92-142° BT; 8° LU-12° LS) dibagi menjadi 2 wilayah berdasarkan garis 115° BT sebagai batas, yaitu (1) 92-115°BT (meliputi wilayah Indonesia Barat, disebut wilayah barat) dan (2) 115-142° BT (meliputi wilayah Indonesia Tengah dan Timur, disebut wilayah timur), maka terlihat jelas ada 2 pola SPL rata-rata yang berbeda (Gambar 10). Wilayah barat yang berada di bawah pengaruh massa air Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan memiliki pola SPL rata-rata lebih tinggi, yakni 0,8-0,9°C (Apr-Mei 2010) di atas SPL MMM dibandingkan seluruh wilayah perairan Indonesia, maupun wilayah timur (115-142°). Wilayah timur yang berada di bawah pengaruh massa air Samudra Pasifik di bagian utara dan juga massa air Samudra Hindia di bagian selatan memiliki SPL rata-rata lebih rendah daripada wilayah barat yang berkisar 0,4-0,5°C (Apr-Mei 2010) di atas SPL MMM, kecuali Teluk Tomini. Massa air Samudra Pasifik dengan SPL rendah (± 29,0°C) selama periode pemutihan karang yang lebih rendah daripada nilai ambang MMM untuk perairan Indonesia (29,1°C) memasuki sebagian Laut Halmahera, Laut Sulawesi hingga jauh ke bagian tengah Selat Makassar (Gambar 9). Hal ini mengungkapkan mengapa pemutihan karang tidak terjadi di perairan Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Teluk Cendrawasih, Papua.
Gambar 9. SPL rata-rata pada puncak pemutihan karang (Maret-Juni 2010). Elips 1, 2, dan 3 menunjukkan lokasi dengan SPL di bawah atau di sekitar SPL MMM yang mengindikasikan pemutihan karang tidak terjadi. Figure 9.
Mean of SST during bleaching peak (March-June 2010). Ellipses 1, 2, and 3 showed the locations with SST bellow or around MMM SST, which indicated the coral bleaching incidents were not occurred.
321
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Vol. 41, No. 3, Desember 2015: 305-326
Gambar 10. SPL di wilayah barat, timur dan seluruh perairan Indonesia pada kejadian pemutihan karang tahun 2010. Figure 10. SST in the west, east and whole Indonesian waters during coral bleaching incident in 2010. Durasi pemutihan karang juga berbeda, wilayah barat memiliki durasi relatif lebih panjang, yaitu 3 bulan (April, Mei, Juni), sedangkan wilayah timur hanya 2 bulan (April dan Mei), kecuali Teluk Tomini. Khusus Teluk Tomini, teluk ini terpapar suhu tinggi (HS) terlama, yaitu 5 bulan (Mar-Jul) dan cukup luas dibandingkan seluruh lokasi kejadian pemutihan karang di perairan Indonesia (Gambar 5, Tabel 5). Teluk Tomini merupakan perairan tertutup yang menyebabkan pertukaran massa air dengan laut lepas (Laut Maluku) tidak berjalan baik, sehingga massa air panas tampaknya terperangkap di teluk ini. Data dan informasi tentang pemutihan karang di Teluk Tomini sangat terbatas, hanya tercatat di lokasi Perigi (Tabel 5) dan tidak ada data dan informasi dari lokasi lainnya, seperti dari pulaupulau kecil di Kepulauan Togian yang tampak jelas pada Gambar 5 terpapar suhu tinggi. SPL rata-rata pada bulan Juli 2010 mirip seperti SPL rata-rata bulan Februari ketika pemutihan karang baru muncul dengan nilai di seluruh perairan Indonesia berkisar atau di bawah SPL MMM perairan Indonesia (29,1°C) (Gambar 11), walaupun spot-spot kecil kejadian pemutihan karang masih terlihat (Gambar 5). Kondisi SPL pada bulan Juli menunjukkan akhir/penutup dari kejadian pemutihan karang di perairan Indonesia untuk tahun 2010, khususnya di wilayah timur dan bagian selatan Indonesia (Pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT bagian selatan). Hal ini disebabkan adanya fenomena yang sangat terkenal, yaitu
322
upwelling pesisir tahunan yang dibangkitkan oleh angin Timur-Tenggara yang berembus pada musim Timur (wind induced coastal upwelling) dari bulan Mei hingga Agustus (Siswanto & Suratno, 2008). Fenomena upwelling ini ditandai dengan rendahnya SPL (< 28°C) dan tingginya konsentrasi klorofil-a (0,5-10 mg/m3) (Gambar 11). Di wilayah timur bagian selatan, upwelling bergerak jauh memasuki perairan Laut Banda hingga Laut Sulawesi. Oleh karena itu, kejadian pemutihan karang di di wilayah timur kurang begitu berkembang karena di samping upwelling, pemutihan karang di wilayah ini dipengaruhi pula oleh massa air Samudra Pasifik dengan SPL yang relatif rendah, sehingga dapat meredam kejadian pemutihan karang di wilayah ini. Fenomena upwelling sangat memberikan keuntungan pada kejadian pemutihan karang. Pada skala lokal, upwelling berukuran kecil (beberapa puluh hingga beberapa ratus meter persegi) sudah dapat meredam kejadian pemutihan karang melalui penurunan suhu atau membuat suhu lingkungan berfluktuasi, sehingga seiring dengan waktu, koral menjadi lebih resistan terhadap suhu (Grimsditch et al., 2006). Bayraktarov et al. (2012) menunjukkan hal yang sama terhadap kejadian pemutihan karang di taman nasional Tayrona, Colombia pada bulan Nov-Des 2010. Upwelling telah meredam kejadian pemutihan karang dengan menurunkan SPL dari 28°C menjadi 21°C antara bulan Des 2010 dan Feb 2011.
Pengungkapan Kejadian Pemutihan Karang … (Sam Wouthuyzen, M. Abrar, & J. Lorwens)
Gambar 11. Perkembangan upwelling perairan Indonesia pada Mei-Agustus 2010 (Sumber: Giovanni). Figure 11. Development of upwelling in Indonesian waters in May-August 2010 (Source: Giovanni).
Kejadian pemutihan karang baik secara parsial ataupun menyeluruh dapat menyebabkan kematian koral (Gambar 12), yang dalam waktu lama berdampak terhadap ekosistem terumbu karang berupa berkurangnya tutupan dan keanekaragaman jenis koral (Tabel 5), perubahan habitat bentik dan biota yang berasosiasi dengan karang, seperti ikan karang serta biota bentik lainnya (Rudi et al., 2012; Yusuf & Jompa, 2012; Kumar & Balasubramanian, 2012), serta dampak sosial. Dibutuhkan waktu lama bagi koral yang terkena pemutihan karang dengan tingkat parah agar dapat kembali pulih (INCOIS, 2011). Dampak sosial ekonomi kejadian pemutihan karang sangat terasa di sektor pariwisata bahari, terutama bagi negara-negara kecil yang perekonomiannya sangat tergantung dari industri tersebut, karena nilai ekonomi tinggi dari estetika yang ditawarkan ekositem terumbu karang hilang (Brown, 1997; Hoegh-Guldberg, 1999; Eakin et al., 2008).
KESIMPULAN Pemanasan global berupa kenaikan suhu laut merupakan faktor utama penyebab pemutihan karang di perairan Indonesia tahun 2010 seperti yang terungkap dalam penelitian ini melalui analisis data SPL malam hari jangka panjang bulanan tahun 2002-2013 (11 tahun) dari citra satelit Terra- dan AquaMODIS. Hasil analisis ini secara efektif dan akurat dapat mengungkapkan kejadian pemutihan karang berikut tingkat keparahannya di seluruh perairan Indonesia, demikian pula lokasi-lokasi yang tidak mengalami kejadian ini. Metode ini sangat efektif untuk diaplikasikan dalam memantau kondisi dan kerusakan karang yang berkaitan dengan kejadian pemutihan karang dalam program Coremap LIPI. Beberapa variabel yang dapat mendukung pemahaman tentang bagaimana kejadian tersebut timbul,
323
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Vol. 41, No. 3, Desember 2015: 305-326
Gambar 12. Pemutihan karang dengan tingkat parah di Kepulauan Spermonde (gambar atas) dan Pulau Natuna (gambar bawah). Foto: Nurul Dhewani M.S dan M. Abrar. Figure 12. Severe coral bleaching in Spermonde (top) and Natuna Islands (bottom), Photos by Nurul Dhewani M.S and M, Abrar.
berkembang, dan/atau melemah, seperti pola arus, fenomena upwelling dan lain-lain perlu diikutkan dalam analisis. Dampak ekologi dan sosial sebelum, pada saat, dan sesudah kejadian pemutihan karang perlu dipelajari secara lebih rinci.
324
PERSANTUNAN Analisis dan visualisasi data SPL yang digunakan dalam tulisan ini diperoleh dari sistem data online Giovanni (Geospatsial Interactive Online Visualization and Analysis Infra-structure)
yang dikembangkan dan dipelihara oleh GES DISC.(Goddard Earth Sciences Data and Information Services Center), NASA. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih atas penyediaan data tersebut. Terima kasih yang sama kami sampaikan kepada program COREMAPLIPI melalui Sdr. Nurul Dhewani M. S. yang telah mengizinkan kami untuk menggunakan foto-foto peemutihan karang dari Kepulauan Spermonde. Terima kasih dan penghargaan tinggi kami sampaikan kepada Mitra Bestari yang telah meluangkan waktu berharganya untuk membaca, memberikan kritik, saran/masukan berharga sehingga tulisan ini menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Baker, A. C., P. W. Glynn, and B. Riegl. 2008. Climate change and coral reef bleaching: An ecological assessment of long-term impacts, recovery trends and future outlook. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 80: 435–471. Barron, M. G., C. J. McGill, L. A. Courtney, and D. T. Marcovich. 2010. Experimental Bleaching of a Reef-Building Coral Using a Simplified Recirculating Lab. Exposure System. Journal of Marine Biology, Vol. 2010, Article ID 415167. Bayraktaro, E., V. Pizarro, C. Eidens, T. Wilke, and C. Wild. 2012. Upwelling mitigates coral bleaching in the Colombian Caribbean. Proceedings of the 12th International Coral Reef Symposium, Cairns, Australia, 9-13 July 2012. 9A Coral bleaching and climate change. 5 pp. Berkelmans, R., G. De’ath, S. Kininmonth, and W. J. Skirving. 2004. Comparison of the 1998 and 2002 coral bleaching events on the Great Barrier Reef: spatial correlation, patterns, and predictions. Coral Reefs, 23: 74–83. Bridge, T. C. L., A. S. Hoey, S. J. Campbell, E. Muttaqin, E. Rudi, N. Fadli, and A. H. Baird. 2014. Depth-dependent mortality of reef corals following a severe bleaching event: implications for thermal refuges and population recovery [v3; ref status: indexed, http://f1000r.es/2zg]. F1000Research 2014, 2:187: 1-15. Last updated: 05 MAR 2015. Brown, B. E. and Suharsono, 1990. Damage and recovery of coral reefs affected by El Nino related seawater warming in the Thousand Islands, Indonesia. Coral Reefs, 8: 163-1 Brown, B. E. 1997. Coral bleaching: causes and consequences. Coral Reefs, 16: S129–S138.
Burke, L., E. Selig, and M. Spalding. 2002. Reefs at risk in Southeast Asia. World Resource Institute, 76 pp. CRC Reef Research Centre Ltd. 2005. Coral bleaching and global climate changes. 6 pp. Ding, X., F. Bassinot, F. Guichard, and N. Q. Fang. 2013. Indonesian Throughflow and monsoon activity records in the Timor Sea since the last glacial maximum. Marine Micropaleontology, 101: 115-126. Donner, S. D., W. J. Skirving, C. M. Little, M. Oppenheimer, and O. Hoegh-Gulber. 2005. Global assessment of coral bleaching and required rates of adaptation under climate change. Global Change Biology, 11: 2251– 2265. Douglas, A. E. 2003. Coral bleaching––how and why? Marine Pollution Bulletin, 46: 385-392. Eakin, C. M., J. Kleypas, and E. Hoegh-Guldberg. 2008. Global climate changes and coral reefs: Rising temperature acidification and the need for resilient reefs. In Wilkinson, C. (ed.) Status of Coral Reefs of the World. Global Coral Reef Monitoring Network and Reef and Rainforest Research Center, Townsville, Australia. 296 pp. Fitt, W. K., B. E., Brown, M. E. Warner, and R. P. Dunne. 2001. Coral bleaching: Interpretation of thermal tolerance and thermal thresholds in tropical corals. Coral reefs, 20: 51-65. Global Coral Reef Monitoring Network (GCRM). 2010. Status of Coral Reefs in East Asian Region Seas. Ministry of Environmennt, Japan. 121 pp. Goreau, T. J. and R. L. Hayes. 1994. Coral bleaching and ocean ‘‘hot spots’’. Ambio, 23: 176-180. Grimsditch, G. D. and R. V. Salm. 2006. Coral Reef Resilience and Resistance to Bleaching. IUCN, Gland, Switzerland. 52 pp. Guest, J. R, A. H. Baird, J. A. Maynard, E. Muttaqin, A. J. Edwards, S. J. Campbell, K. Yewdall, Y. A. Affendi, and L. M. Chou. 2012. Contrasting Patterns of Coral bleaching Susceptibility in 2010 Suggest an Adaptive Response to Thermal Stress. PLoS ONE, 7(3): 1-8. Guest Jr., J. R., J. Low, K. Tun, J. I. Tanzil, P. A. Todd, T. C. Toh, L. M. Chou, and P. D. Steinberg. 2014. Coral community bleaching response on a highly urbanised reef. Peer J PrePrints, http://dx.doi.org/10.7287/peerj. preprints. 760v1, CC-BY 4.0 Open Access. rec: 25 Dec 2014, publ: 25 Dec 2014. Hoegh-Guldberg, O. 1999. Climate change, coral bleaching and the future of the world's coral
325
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Vol. 41, No. 3, Desember 2015: 305-326 reefs. Marine and Freshwater Research, 50: 839-866. Hoegh-Guldberg, O., P. J. Mumby, A. J. Hooten, R. S. Steneck, P. Greenfield, E. Gomez, C. D. Harvell, P. F. Sale, A. J. Edwards, K. Caldeira, N. Knowlton, C. M. Eakin, R. Iglesias-Prieto, N. Muthiga, R. H. Bradbury, A. Dubi, and M. E. Hatziolos. 2007. Coral Reefs under Rapid Climate Change and Ocean Acidification. Science, 318: 17371742. Hoeksema, B. W. 1991. Control of bleaching in mushroom coral populations (Scleractinia: Fungiidae) in the Java Sea: stress tolerance and interference by life history strategy. Mar. Ecol. Prog. Ser. 74: 225-237. Hoeksema, B. W. and J. L. Matthews. 2011. Contrasting bleaching patterns in mushroom coral assemblages at Koh Tao, Gulf of Thailand. Coral Reefs, 30: 95. Hoeksema, B. W., J. L. Matthews, and T. Yeemin. 2012. The 2010 Coral bleaching event and its impact to mushroom coral fauna of Koh Tao, Western Gulf of Thailand, Phuket. Mar.Biol. Cent. Res. Bull., 71: 71-81. Hughes, T. P., A. H. Baird, D. R. Bellwood, M. Card, S. R. Connolly, C. Folke, R. Grosberg, O. Hoegh-Guldberg, J. B. C. Jackson, J. Kleypas, J. M. Lough, P. Marshall, M. Nystro, S. R. Palumbi, J. M. Pandolfi, B. Rosen, and J. Roughgarden. 2003. Climate change, human impacts, and the resilience of coral reefs. Science, 301: 929-933. Indian National Centre for Ocean Information Services (INCOIS). 2011. Coral bleaching Alert System. Technical Documentation, INCOIS, Hyderabad, 8 pp. Krishnan, P., S. D. Roy, G. George, R. C. Srivastava, A. Anand, S. Murugesan, M. Kaliyamoorthy, N. Vikas, and R. Soundararajan. 2011. Elevated sea surface temperature during May 2010 induces mass bleaching of corals in the Andaman. Current Science, 100: 111-117. Kumar, T.T.A, & T. Balasubramanian, 2012. Bleaching of Corals in Agatti-Lakshadweep, India: A window view Proceedings of the 12th International Coral Reef Symposium, Cairns, Australia, 9-13 July 2012, 9A. Coral bleaching and Climate change, 5 pp. Logan, C.A., J.P. Dunne, C.M. Eakin & S.D. Donne, 2012.A framework for comparing coral bleaching thresholds. Proceedings of the 12th International Coral Reef Symposium, Cairns, Australia, 9-13 July 2012. 10A Modelling reef future. 5 pp.
326
Marimuthu, N., J. J. Wilson, N. V. Vinithkumar, and R. Kirubagaran. 2012. Coral reef recovery status in south Andaman Islands after the bleaching event 2010. Journal of Ocean University of China, 12(1): 91-96 Marshall, P. & Schuttenberg, H., 2006.A reef manager’s guide to coral bleaching.166 pp. McClanahan, T.R., M. Ateweberhan, C.A. Muhando, J. Maina, & M.S. Mohamed, 2007.Effects of climate and seawater temperature variation on coral bleaching and mortality. Ecological Monographs, 77(4), 2007, pp. 503–525 Maynard J, Wilson J, Campbell S, Mangubhai S, Setiasih N, Sartin J, Ardiwijaya R, Obura D, Marshall P, Salm R, Heron S, & Goldberg J. 2012. Assessing coral resilience and bleaching impacts in the Indonesian archipelago. Technical Report to The Nature Conservancy with contributions from Wildlife Conservation Society and Reef Check Foundation Indonesia.62 pp. NOAA. 2010. Predicted bleaching in 2010. http://coralreefwatch.noaa.gov/satellite/ index. html Reaser, J. K., R. Pomarence, and P. O. Thomas. 2000. Global Bleaching and global climate change: Scientific findings and policy recomendatioans. Conservation Biology, 14(5): 1500-1511. Rudi, E. 2012. Pemutihan Karang di Perairan Laut Natuna Bagian Selatan tahun 2010 (Coral bleaching at Southern Natuna Sea in 2010). Biospecies, 5(1); 1-7. Rudi, E., T. Iskandar, N. Fadli, dan H. Hidayati. 2012. Effects of Coral Bleaching on Reef Fish Fisheries at Sabang. Proceedings of the 12th International Coral Reef Symposium, Cairns, Australia, 9-13 July 2012. 13E Fisheries. 4 p. Suharsono dan W. Kiswara. 1984. Natural death of corals in the Java Sea. Oseana, 9: 31-40. (in Indonesian). Suharsono. 2007. Pengelolaan terumbu karang di Indonesia. Orasi pengukuhan Profesorr Riset, Bidang Ilmu Biologi Laut-LIPI. 112 pp. Suharsono. 2009. Overview of the Successful of Coral Reef Management and Coral Reef Condition in Indonesia. Paper Presented at International Symposium on Ocean Science, Technology and Policy, May 12-14, 2009, Manado, North Sulawesi, Indonesia. World Ocean Conference Side Event. Siswanto and Suratno. 2008. Seasonal pattern of wind induced upwelling over Java-Bali Sea Waters and surrounding area. International Journal of Remote Sensing and Earth Sciences, 5: 46-56.
Tan, C. H. and S. F. Heron. 2011. First observed severe mass bleaching in Malaysia, Greater Coral Triangle. Galaxea, Journal of Coral Reef Studies, 13: 27-28. UNEP-WCMC. 2013. Review of corals subject to long-standing positive opinions. UNEPWCMC, Cambridge. 138 p. Wilson, J. R., R. L. Ardiwijaya, and R. Prasetia. 2012. A Study of the Impact of the 2010 Coral bleaching Event on Coral Communities in Wakatobi National Park. The Nature Conservancy. 29 pp. Wu, T. Y., S. Horng, and C. F. Dai. 2008. Using the concept of Degree Heating Weeks and the
threshold of coral bleaching temperature to assess the risk of coral bleaching in Taiwan. Mini-Symposium 25: Predicting Reef Futures in the Context of Climate Change: Is 500 ppm CO2 and 2°C of warming the tipping point for coral reefs? 11th International Coral Reefs Symposium 2008, Fort Lauderdale. Florida, USA. Yusuf, S. and J. Jompa. 2012. First Quantitative Assessment of Coral bleaching on Indonesian Reefs. Proceedings of the 12th International Coral Reef Symposium, Cairns, Australia, 913 July 2012 17D Managing bleached coral reefs.
327