ADMINISTRASI PENDAPATAN RETRIBUSI PARKIR DI KOTA BOGOR Ahmad Fadillah dan Inayati Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Abstract This thesis discusses about Revenue Administration of Parking charges in Bogor using descriptive methods and quantitative positivist approach. This study describes about the implementation mechanism of the parking charges in the city of Bogor managed by the Office of Traffic and Transportation (Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Management of parking charges will be explained starting from the stage collection, fixing the charges stage and payment stage. Furthermore, this study also describes about any obstacles encountered during the process of collecting the parking fees. Keywords: Parking Charges, Quantitative Positivist, Revenue Administration 1. Pendahuluan Pesatnya perkembangan informasi, komunikasi, dan transportasi merupakan tanda-tanda semakin mengglobalnya dunia. Pemerintah Indonesia yang memahami hal tersebut telah mengambil keputusan untuk memberikan otonomi daerah, dimana pemerintah daerah dapat mengatur daerahnya masing-masing. Peran pemerintah daerah juga sangat diperlukan guna mengetahui dana yang diperlukan , karena pemerintah daerahlah yang mengetahui kondisi daerahnya, guna meningkatkan semua sektor pembangunan. Pemerintah Daerah diberikan kebebasan dalam merancang dan melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan juga untuk menggali sumber-sumber keuangan daerah berdasarkan Undang-Undang No. 28 tentang Pajak Daerah dan Retribui Daerah Tahun 2009. Salah satu sumber dana untuk pembiayaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat di derah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD adalah pendapatan daerah yang bersumber dari potensi penerimaan yang digali dari daerah yang bersangkutan. Komponen Pendapatan Asli Daerah terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Laba Usaha Daerah, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah. Pemerintah daerah akan berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan pendapatan daerahnya khususnya melalui optimalisasi penerimaan Pendapatan asli Daerah terutama dari pajak daerah maupun retribusi daerah. Salah satu jenis pajak daerah dan retribusi daerah adalah parkir. Arti dari parkir itu sendiri adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara karena ditinggal oleh pengemudinya. Semakin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kepemilikan atas kendaraan bermotor mempunyai implikasi tertentu terhadap sektor parkir. Parkir menjadi kebutuhan bagi pemilik kendaraan yang menginginkan kendaraanya parkir ditempat yang mudah ketika mereka sedang berada di dalam perjalanan. Semakin meningkatnya jumlah kepemilikan terhadap kendaraan bermotor semakin banyak pula kebutuhan terhadap parkir.
Administrasi Pendapatan ..., Ahmad Fadillah, FISIP UI, 2013
Kedudukan Kota Bogor yang terletak di tengah-tengah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang berdekatan dengan ibukota negara, membuatnya strategis untuk pertumbuhan dan perkembangan kegiatan ekonomi. Kota Bogor juga memiliki tempat wisata yang cukup ramai dikunjungi seperti Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor. Selain itu, letak Kota Bogor yang berada di jalur Puncak dan Ciawi menjadi jalur utama bagi para pengemudi yang menggunakan kendaraan bermotor. Maraknya aktivitas lalu lintas di Kota Bogor tidak hanya dilihat dari letak Kota Bogor yang berada di jalur Puncak, akan tetapi dapat dilihat dari kepemilikan kendaraan bermotor yang selalu bertambah tiap tahunnya. Makin bertambahnya kepemilikan terhadap kendaraan bermotor terjadi karena bertambahnya jumlah penduduk yang diimbangi dengan daya beli semakin meningkat, hal ini seperti diungkapkan oleh Kepala Satlantas Polresta Bogor, Ajun Komisaris Syarif Zaenal Abidin yang mengatakan bahwa jumlah kendaraan di Kota Bogor berdasarkan pengurusan kepemilikan kendaraan bermotor memang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Ada tren kenaikan setiap tahunnya, kepemilikan kendaraan bermotor di Bogor. Berdasarkan data dari Samsat jumlah kendaraan yang mengurus izin meningkat rata-rata sekitar 19 persen” (www.pikiran-rakyat.com diakses tanggal 9 februari 2012 pada pukul 12.30 WIB) Menurut data pada Kantor Samsat Kota Bogor, meningkatnya kepemilikan terhadap kendaraan bermotor dapat dilihat dari tabel di bawah ini : Tabel 1.1 Jumlah Kepemilikan Kendaraan Bermotor di Kota Bogor Jenis Tahun Tahun Kenaikan Kendaraan 2009 2010 Kendaraan 173.724 206.845 16 % Roda Dua Kendaraan 46.213 50.231 8.69 % Roda Empat Sumber : www.pikiran-rakyat.com diakses tanggal 9 Februari 2012 pada pukul 12.40 WIB Tabel tersebut menunjukkan bahwa Kota Bogor memiliki aktivitas lalu lintas yang cukup tinggi dan makin bertambah tiap tahunnya. Salah satu sarana penunjang aktivitas lalu lintas adalah parkir. Parkir memiliki potensi yang cukup tinggi di Kota Bogor karena memiliki sekitar 269 titik parkir yang dikelola oleh swasta sampai bulan Agustus 2011 (www.radar-bogor.co.id diakses tanggal 9 februari 2012 pada pukul 13.10 WIB). Jumlah tempat parkir pun terus bertambah seiring berjalannya waktu. Tingginya potensi terhadap parkir berarti tinggi pula potensi bagi Kota Bogor untuk mendapatkan penerimaan daerah dari retribusi parkir. Retribusi parkir di Kota Bogor diatur dalam Perda nomor 6 Tahun 2008 tentang Retribusi di Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di dalam perda tersebut, retribusi parkir dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu retribusi parkir di tepi jalan umum dan retribusi tempat khusus parkir. Namun perfa tersebut kemudian diperbaharui menjadi Perda Nomor 4 Tahun 2012 yang didalamnya mengatur tentang retribusi tepi jalan umum serta Perda Nomor 5 Tahun 2012 yang didalamnya mengatur tentang retribusi tempat khusus parkir. Potensi retribusi parkir di Kota Bogor yang cukup besar belum dapat digali secara maksimal. Jumlah parkiran di bahu jalan cukup menjamur dan tempat parkir itu banyak dikelola masyarakat. Selain itu, pelaksanaan retribusi parkir di Kota Bogor juga dihadapi masalah dengan adanya isu mengenai kebocoran kas, hal ini seperti diungkapkan oleh anggota Komisi B DPRD Kota Bogor, Suparman Supanji yang menyatakan bahwa potensi kebocoran retribusi parkir sangat besar. Oleh karena itu, pihak DPRD akan meminta penjelasan mengenai alur pemasukan dari retribusi parkir itu
Administrasi Pendapatan ..., Ahmad Fadillah, FISIP UI, 2013
sehingga jumlah dan laporannya lebih jelas. Jangan sampai pemasukan yang sangat besar ini menguap begitu saja. (www.radar-bogor.co.id diakses tanggal 6 Maret 2012 pada pukul 01.45 WIB Sejumlah lahan dan bahu jalan di berbagai sudut Kota Bogor kerap dijadikan sebagai lokasi parkir liar. Pemasukan dari sektor ini pun ditenggarai cukup besar. Kabid Penetapan pada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bogor, Ibrahim mengakui bahwa dari pajak parkir saja di luar retribusi bisa menambah PAD sekitar Rp. 3,25 milyar per tahun ( www.poskota.co.id diakses tanggal 7 Maret 2012 pada pukul 23.00 WIB). Dari pemasukan sebesar itu belum termasuk pemasukan dari retribusi parkir di Kota Bogor. Apabila ditambah dengan pemasukan dari retribusi parkir, maka Pendapatan Asli Daerah akan menerima pemasukan yang lebih besar dari sektor parkir. Di Kota Bogor sendiri, retribusi parkir diatur dalam Perda Nomor 4 Tahun 2012 dan Perda Nomor 5 Tahun 2012. Retribusi parkir di Kota Bogor dikelola langsung oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) . Pemasukan dari sektor retribusi parkir langsung disetorkan ke kas daerah oleh DLLAJ. Tetapi hal itu dikeluhkan oleh anggota Komisi B DPRD Kota Bogor, Suparman Supadji. Menurut Suparman Supanji, pihak DPRD Kota Bogor belum pernah mendapatkan data mengenai pemasukan retribusi parkir yang dikelola DLLAJ karena langsung disetorkan ke kas daerah (www.radar-bogor.co.id diakses tanggal 8 Maret 2012 pada pukul 03.15 WIB). Dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah dituntut untuk dapat memaksimalkan berbagai potensi yang ada agar dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna membiayai segala kebutuhan daerah itu sendiri. Tetapi di Kota Bogor mengalami kendala dalam meningkatkan PAD. Kendala itu terdapat pada sektor retribusi parkir dimana pada sektor ini Kota Bogor belum bisa menggali potensi yang ada seacara maksimal karena adanya kebocoran yang terjadi dalam pemasukan retribusi parkir (www.radar-bogor.co.id diakses tanggal 8 Maret 2012 pada pukul 17.00 WIB). 2. Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini diteliti dengan menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti ingin memusatkan pada konteks yang dapat menggambarkan dan membentuk pemahaman dari fenomena yang sedang diteliti serta mengembangkan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian kualitatif memberikan suatu pemahaman yang mendalam karena mempertanyakan makna suatu objek secara mendalam dan tuntas. Melalui pendekatan kualitatif, data-data yang terdapat di lapangan digunakan untuk menuntun peneliti menemukan masalah penelitian, menemukan hipotesis, menentukan konsep-konsep, menentukan metodologi, dan menemukan alat-alat analisis data (Cresswell, 1994, 1-2). Dalam penelitian kualitatif, teori bukanlah sebagai titik tolak utama karena semua kunci terletak pada data yang diperoleh di lapangan yang akan dibandingkan dengan teori untuk membangun suatu penafsiran yang comprehensive (inductive analysis). Peneliti mengumpulkan data sebanyak mungkin tentang sesuatu dan dari data tersebut mencari pola-pola, hukum, prinsip-prinsip, dan akhirnya peneliti menarik kesimpulan dari analisisnya tersebut (Irawan, 2006, 10). Pilihan pendekatan kualitatif ini dimaksudkan agar penelitian dapat memberikan pengertian dan pemahaman yang menyeluruh atas administrasi pendapatan retribusi parkir di Kota Bogor. Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah jenis penelitian deskriptif. Metode Deskriptif mempelajari norma-norma atau standar-standar, dan juga membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian serta menerangkan hubungan, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan. Menurut Kountur (2004) penelitian deskripstif adalah suatu jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih mngkin
Administrasi Pendapatan ..., Ahmad Fadillah, FISIP UI, 2013
tanpa ada perlakukan terhadap obyek yang diteliti. Selain itu, penelitian deskriptif tidak terbatas pada pengumpulan data dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang arti dari data itu, menjadi suatu wacana dan konklusi dalam berpikir logis, praktis dan teoritis (Surakhmad, 1982). Jadi tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki (Nazir. 1988). Pemilihan tipe ini didasarkan pada pertimbangan bahwa dalam pembahasan skripsi ini tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memberikan suatu gambaran mengenai keadaan di lapangan terkait proses, kendala serta upaya dalam pengadministrasian penerimaan retribusi parkir di Kota Bogor. Menurut Lofland dan Lofland sebagaimana dikutip oleh Moleong (2000) dalam bukunya, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sebagai upaya untuk mengumpulkan data primer, data sekunder, serta landasan teori yang diperlukan dalam analisis dan pembahasan masalah, peneliti menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan (library research), pengumpulan data lapangan (field research), dan observasi. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah anilsa data kualitatif. Tidak semua temuan data yang diperoleh di lapangan dan literatur secara makro berhubungan dengan tema ini akan digunakan untuk analisis hasil penelitian ini. Hanya data, gambaran, maupun analisis yang sesuai yang akan digunakan pada penelitian ini. Dalam penelitian ini, studi lapangan dilakukan dengan wawancara mendalam kepada pihakpihak yang berkompeten seperti Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, wajib retribusi, juru parkir, DPRD Kota Bogor . 3. Hasil dan Pembahasan Adiministrasi Pendapatan Retribusi Parkir di Kota Bogor Administrasi pendapatan retribusi mempunyai peranan penting agar penerimaan yang diperoleh dari pemasukan retribusi parkir menjadi optimal. Pengelolaan retribusi parkir di Kota Bogor dilakukan oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan 3 tahapan yaitu identifikasi, penetapan, dan pemungutan. Proses Identifikasi Wajib Retribusi Prosedur identifikasi wajib retribusi memiliki peranan penting agar pemungutan retribusi tepat sasaran sehingga prosedur indentifikasi harus terorganisir dengan baik, artinya menyulitkan wajib retribusi untuk menghindari kewajibannya dan mempermudah Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam proses pemungutan retribusi. Prosedur identifikasi wajib retribusi parkir kewenangan sepenuhnya berada di tangan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Berdasarkan Perda Kota Bogor No. 4 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Umum, wajib retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum. Hal tersebut sebagaimana dikatakan Acep Suwarna bahwa gampang saja untuk melakukan identifikasi yaitu dengan cara mengenali orang yang hendak menggunakan jasa parkir (Acep Suwarna, 20 Maret 2013, Pukul 15.20). Dari hasil wawancara tersebut, petugas juru parkir yang bertugas di parkir tepi jalan umum dapat mengidentifikasi wajib retribusi secara otomatis dengan cara mengenali wajib retribusi apabila mereka hendak menggunakan jasa berupa pelayanan parkir di tepi jalan umum. Melalui SK Walikota Bogor Nomor 551.145-147 Tahun 2008 tentang penetapan lokasi parkir di tepi jalan umum, sudah ditentukan titik-titik parkir yang menjadi lahan retribusi parkir. Bagi kendaraan roda dua maupun roda empat yang menggunakan lahan parkir yang sudah ditetapkan sebagai titik retribusi parkir, sudah pasti teridentifikasi sebagai wajib retribusi.
Administrasi Pendapatan ..., Ahmad Fadillah, FISIP UI, 2013
Prosedur identifikasi untuk objek pelayananan retribusi parkir di tepi jalan umum maupun tempat khusus parkir dilakukan dengan pemberian karcis retribusi parkir bagi pengguna kendaraan roda dua maupun roda empat atau lebih yang memarkirkan kendaraan mereka di tempat yang menjadi objek retribusi parkir. Menurut SOP (standard operasional procedure) mengenai retribusi parkir, prosedur pemberian karcis ini diberikan oleh juru parkir kepada subjek retribusi yang hendak masuk ke dalam tempat parkir untuk menikmati pelayanan jasa parkir di tepi jalan umum maupun tempat khusus. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Mochammad Yaffis yang mengatakan bahwa mekanisme pemungutan retribusi parkir itu ada di SOP (Standard operational procedure). Di dalam SOP tersebut ,dari petugas juru parkir memberikan karcis kepada pengendara atau pengguna parkir, lalu dari juru parkir menyetorkan ke petugas pengawas juru parkir. (Mochammad Yaffis, 12 Februari 2013 pukul 09.17 WIB). Karcis tersebut selain merupakan sarana pemungutan retribusi pelayanan parkir juga merupakan identitas bagi wajib retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum maupun tempat khusus parkir. Dengan diberikannya karcis tersebut, maka seseorang sudah dianggap sebagai wajib retribusi dan seorang wajib retribusi tersebut diharuskan memenuhi kewajibannya. Peneliti melakukan observasi dan melakukan wawancara mendalam kepada juru parkir yang terdapat di beberapa tempat seperti jalan Merdeka, jalan Pengadilan, dan jalan Dewi Sartika serta jalan Surya Kencana untuk parkir rawan kemacetan. Semua juru parkir yang ada tidak memberikan karcis parkir sebagaimana mestinya. Juru parkir tidak memberikan karcis tanda retribusi parkir kepada pengendara yang hendak memarkirkan kendaraan di pelataran parkir. Hal ini seperti yang dikatakan Dedi yang menyatakan bahwa petugas juru parkir tidak memberikan karcis padahal sebenarnya karcis tersedia ( Dedi, 20 Maret 2013, pukul 13.20). Berdasarkan kutipan wawancara tersebut, petugas juru parkir ridak menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Juru parkir yang berada di tepi jalan umum tidak memberikan bukti pembayaran retribusi parkir berupa karcis kepada wajib retribusi. Berbeda dengan pelayanan parkir tepi jalan umum, untuk retribusi tempat khusus parkir pemberian karcis dijalankan sesuai prosedur yang ada. Melalui observasi yang dilakukan peneliti, juru parkir yang berada di Taman Topi selalu memberikan karcis parkir ketika ada kendaraan yang hendak memasuki pelataran parkir lalu mencatat plat nomor kendaraan tersebut di karcis parkir. Hal ini seperti yang dikatakan Iip bahwa petugas juru parkir biasanya memberikan karcis kepada pengendara yang ingin memasuki pelataran parkir Taman Topi (Iip, 21 Mei 2013, Pukul 13.30). Dari hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa petugas juru parkir yang bertugas di tempat khusus parkir sudah menjalankan tugasnya untuk memberikan bukti pembayaran kepada wajib retribusi. Agar tujuan suatu organisasi dapat tercapai maka setiap pihak yang terlibat harus mengetahui hak dan kewajibannya. Berdasarkan Perda Nomor 4 tahun 2012 Kota Bogor, kewajiban wajib retribusi untuk objek retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum adalah melakukan pembayaran retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum. Begitu pula dengan retribusi tempat khusus parir. Berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2012, kewajiban wajib retribusi untuk objek retribusi tempat khusus parkir adalah melakukan pembayaran retribusi tempat khusus parkir. Dengan melakukan kewajiban tersebut, wajib retribusi berhak mendapatkan pelayanan berupa parkir di tepi jalan umum maupun pelataran tempat khusus parkir. Penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum ini bertujuan agar mengurangi titik-titik kemacetan yang muncul akibat parkir liar yang ada di tepi jalan. Bagi wajib retribusi yang tidak memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran retribusi dapat diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Yaffis bahwa kewajiban wajib retribusi adalah membayar retribusi parkir. Kalau dia bersedia untuk membayar bakal dikasih pelayanan parkir. Baiasanya wajib retribusi selalu bayar
Administrasi Pendapatan ..., Ahmad Fadillah, FISIP UI, 2013
dan jarang sekali yang tidak melakukan pembayaran. Kalau ada yang tidak membayar akan dikenakan sanksi atau ancaman pidana sesuai perda yang berlakuyaitu Perda Nomor 4 tahun 2012 (Mochammad Yaffis, 12 Februari 2013 pukul 09.17 WIB). Dari kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa kewajiban wajib retribusi sudah jelas yaitu untuk melakukan pembayaran retribusi. Apabila wajib retribusi tidak melakukan kewajibannya dengan baik, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku. Wajib retribusi hanya mengetahui harus membayar saja. Tidak semua wajib retribusi mengetahui berapa banyak mereka harus membayar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Terlebih lagi hal ini terjadi di kawasan parkir tepi jalan umum rawan kemacetan yang tarifnya cukup signifikan dalam meningkatkan Pemasukan Asli Daerah. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, tarif pada kawasan ini sudah naik menjadi tiga kali lipat dari tarif awal. Namun banyak wajib retribusi yang keberatan dengan mahalnya tarif yang berlaku sehingga mereka hanya membayar sesuai kebiasaan mereka membayar parkir. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh wajib retribusi yang keberatan sama tariff parkir yang ada dan biasanya tidak membayar sesuai dengan tariff yang ada karena cukup mahal yaitu Rp. 3.000. (Citra, 21 Mei 2013 Pukul 14.30). Dari wawancara tersebut, wajib retribusi sudah melakukan kewajibannya untuk melakukan pembayaran retribusi. Namun pembayaran yang dilakukan oleh wajib retribusi tersebut tidak sesuai dengan tarif yang berlaku. Tidak optimalnya pemasukan retribusi parkir karena pembayaran yang dilakukan oleh wajib retribusi tidak sesuai dengan peraturan yang ada juga ditambah lagi dengan petugas di lapangan yang tidak tegas dalam menjalankan tugasnya. Seharusnya petugas juru parkir memungut retribusi sesuai dengan tarif yang tercantum di dalam Perda Nomor 4 Tahun 2012. Akan tetapi juru parkir tersebut tidak menghiraukan peraturan yang ada ketika wajib retribusi membayar retribusi parkir tidak sesuai dengan tarif yang berlaku. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh purwolono bahwa juru parkir terima begitu saja apabila ada wajib retribusi yang tidak membayar sesuai dengan tariff yang berlaku. Selain itu, purwolono mengatakan bahwa juru parkir mengalami kesulitan kalau memungut parkir sesuai dengan tariff yang berlaku (Purwolono, 21 Mei 2013 Pukul 14.10). Berdasarkan wawancara tersebut, juru parkir tidak tegas dalam menjalankan tugasnya karena menerima begitu saja wajib retribusi yang masih kurang dalam melakukan pembayaran retribusi parkir. Ketidaktegasan juru parkir ini dapat merugikan Pendapatan Asli Daerah karena penerimaan yang masih belum optimal. Selain wajib retribusi, pihak-pihak yang bertugas dalam pemenuhan retribusi parkir juga seharusnya memiliki pemahaman yang baik mengenai peraturan yang berlaku. Tidak hanya petugas yang mempunyai tugas mengatur pengelolaan retribusi parkir secara keseluruhan, tetapi juga petugas yang bertugas mengawasi pemungutan retribusi bahkan petugas yang berada di lapangan yang memungut langsung retribusi sebaiknya mengetahui secara jelas peraturan yang berlaku agar pemungutan retribusi parkir ini dapat berjalan secara optimal. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap beberapa juru parkir, kebanyakan dari juru parkir tersebut tidak memahami mengenai peraturan yang berlaku. Terlebih lagi mereka tidak mengetahui juga jenis parkir yang mereka pungut itu apa. Hal ini seperti diungkapkan Acep Suwarna yang tidak mengetahui jenis parkir yang dipungut itu apa (Acep Suwarna, 20 Maret 2013, Pukul 15.20). Berdasarkan dari wawancara tersebut, juru parkir tidak mengetahui tentang peraturan yang berlaku di tempat juru parkir bekerja. Akan tetapi, walaupun beberapa dari juru parkir tidak mengetahui mengenai retribusi parkir serta peraturan yang berlaku, petugas juru parkir sadar akan kewajiban mereka sebagai juru parkir untuk memungut pembayaran dari wajib retribusi. Proses Penetapan (Assessment)
Administrasi Pendapatan ..., Ahmad Fadillah, FISIP UI, 2013
Setelah dilakukannya proses identifikasi maka tahap selanjutnya adalah proses penetapan. Penetapan hendaknya dapat membuat wajib retribusi sulit untuk menghindarkan diri dari seluruh kemampuannya dalam membayar wajib retribusi daerah secara penuh atau sesuai kemampuannya. Sesuai dengan prinsip kepastian hukum dalam pemungutan retribusi, yaitu terdapat peraturan atau standar baku dalam melakukan penetapan yang memuat dasar pengenaannya, tarif, serta wilayah pemungutannya. Standarisasi penetapan retribusi parkir tepi jalan umum dan retribusi tempat khusus parkir diatur dalam Perda Nomor 6 Tahun 2008 tentang Retribusi di Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan kemudian diperbaharui mengenai tarif retribusi parkir di tepi jalan umum melalui Perda Nomor 4 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Umum serta diperbaharui juga mengenai retribusi tempat khusus parkir melalui Perda Nomor 5 Tahun 2012 Kota Bogor tentang Retribusi Jasa Usaha. Retribusi parkir dipungut menjadi dua jenis, yaitu retribusi parkir tepi jalan umum serta lokasi tempat khusus parkir. Untuk jenis retribusi tepi jalan umum, dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu tepi jalan umum yang rawan macet dan yang tidak. Semua jenis parkir tersebut dipungut di wilayah Kota Bogor. Penetapan retribusi parkir diperoleh dari tarif tunggal yang sudah ditetapkan dalam perda yang berlaku. Berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 2012, prinsip penetapan tarif retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah untuk biaya administrasi, biaya penyediaan marka dan rambu parkir, biaya pengaturan parkir, biaya kebersihan, dan biaya pembinaan. Tingkat penggunan jasa retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum diukur berdasarkan jenis kendaraan dan intensitas penggunaan. Sedangkan berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2012, prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi tempat khusus parkir didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. Keuntungan yang layak tersebut diperoleh apabila pelayanan tempat khusus parkir dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Penetapan retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum serta tempat khusus parkir menggunakan sarana berupa SKRD (Surat Ketetapan Retribusi Daerah) atau dokumen lain yang dipersamakan yaitu berupa kuitansi atau dalam hal retribusi parkir digunakan karcis. Penetapan besarnya retribusi parkir yang terutang dengan menggunakan karcis ditetapkan oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan berdasarkan tarif sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 6 Tahun 2008 serta diperbaharui lagi melalui Perda Nomor 4 Tahun 2012 dan Perda Nomor 5 Tahun 2012. Karcis digunakan untuk pemungutan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum maupun tempat khusus parkir. Penetapan besarnya retribusi parkir yang terhutang dengan menggunakan karcis. Yang membedakan penetapan hanya dari tarif saja dimana untuk pelayanan parkir di tepi jalan umum rawan kemacetan sudah dinaikkan tarifnya sebesar 300 % dari tarif yang sebelumnya terdapat di Perda Nomor 6 Tahun 2008 menjadi Perda Nomor 4 Tahun 2012 yang sudah ditetapkan sejak Juli Tahun 2012. Untuk parkir di tepi jalan umum yang biasa juga mengalami kenaikan dua kali lipat di dalam perda ini. Sedangkan untuk tempat khusus parkir juga mengalami kenaikan yang tertera dalam Perda Nomor 5 Tahun 2012. Penetapan lokasi parkir tepi jalan umum, lokasi parkir rawan macet, serta lokasi tempat khusus parkir sudah ditetapkan oleh Keputusan Walikota Bogor melalui SK Walikota Bogor Nomor 551.145-147 Tahun 2008. Pada SK ini wilayah parkir tepi jalan umum ditetapkan sebanyak 56 jalan yang terbagi menjadi 107 titik pemungutan, rawan macet sebanyak 6 jalan yang terbagi menjadi 9 titik pemungutan, serta tempat khusus parkir sebanyak 6 jalan terbagi dalam 7 titik pemungutan. Namun sehubungan dengan diberlakukannya Perda Kota Bogor Nomor 4 Tahun 2009 tentang pendirian Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya, maka lokasi titik parkir yang tadinya lebih dari 100 titik parkir semakin berkurang. Dengan adanya 2 kali berita acara penyerahan titik lokasi parkir dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada PD Pasar Pakuan Jaya diserahkan beberapa titik lokasi parkir untuk dikelola oleh PD Pasar Pakuan Jaya. Hal ini menyebabkan berkurangnya lokasi parkir yang tersedia, dimana lokasi tersebut saat ini adalah lokasi parkir tepi jalan umum yang menjadi 44 jalan yang terbagi menjadi 77 titik pungutan, lokasi tepi jalan umum rawan macet
Administrasi Pendapatan ..., Ahmad Fadillah, FISIP UI, 2013
menjadi 4 jalan yang terbagi dalam 7 titik pungutan dan hanya satu lokasi tempat khusus parkir yaitu di Taman Topi. Berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 2012 serta Perda Nomor 5 Tahun 2012 disebutkan bahwa tata cara penetapan, pemungutan, dan pembayaran mengenai retribusi parkir baik yang di tepi jalan umum maupun tempat khusus parkir disusun oleh keputusan walikota. Saat ini sudah ada peraturan yang mengatur tentang cara penetapan, pemungutan, dan pembayaran yaitu berupa Standard Operasional Procedure (SOP). SOP ini dibuat dan diajukan oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan selanjutnya disahkan oleh walikota. Hal tersebut seperti yang dikatakan Yaffis bahwa SOP itu berisi peraturan kegiatan retribusi dari lapangan sampai disetorkan ke kas daerah selain itu terdapat juga alur dan rincian tugas dari setiap pihak yang berada dalam pemungutan retribusi parkir. SOP itu sendiri dibuat oleh DLLAJ dan disahkan oleh walikota (Mochammad Yaffis, 12 Februari 2013 pukul 09.17 WIB). SOP yang berisi tentang tata cara penetapan, pemungutan, dan pembayaran ini berfungsi sebagai acuan bagi petugas dalam melaksanakan pengelolaan retribusi parkir sehingga pemungutan retribusi dapat tertib dan terarah. Selain itu, SOP ini juga dapat memberikan kekuatan serta kepastian hukum penetapan retribusi pelayanan parkir tepi jalan umum maupun tempat khusus parkir. Di dalam SOP tersebut terdapat alur dari pemungutan, pembayaran hingga penyetoran pemasukan dari retribusi parkir baik dari retribusi parkir tepi jalan umum maupun retribusi tempat khusus parkir. Selain itu, di dalam SOP juga terdapat rincian tugas pokok para petugas seksi perparkiran dari bendahara, petugas pengawas, sampai juru parkir. Karcis parkir di dalam retribusi parkir ini sebenarnya digunakan sebagai penghitungan berapa banyak pemasukan yang di dapat. Berapa banyak keluarnya karcis parkir itu merupakan total dari pemasukan retribusi parkir. Dengan tidak diberikannya karcis parkir oleh petugas juru parkir kepada wajib retribusi, pemasukan dari satu lokasi parkir dihitung berdasarkan jumlah yang ditetapkan oleh DLLAJ. Besarnya jumlah setoran yang sudah ditetapkan di masing-masing titik parkir itu kemudian disetorkan setiap hari oleh petugas juru parkir kepada petugas danru untuk kemudian disetorkan ke kas DLLAJ. Setoran flat harian ini sebenarnya tidak relevan dengan kondisi retribusi parkir karena jumlah pemasukan dari retribusi parkir itu tidak sama setiap hari atau fluktuatif. Hal ini dikeluhkan oleh anggota DPRD yang mengatakan bahwa banyak parkir on street yg tidak tertib menggunakan tanda bayar yang sudah diperforasi. Sehingga bisa jadi masih ada potensi yg belum maksimal, karena penerapan sistim setoran flat harian. Sistim setoran flat harian ini yg tidak bisa menggambarkan kinerja yang baik karena jumlah pemasukan tergantung yang menggunakan jasa parkir dan sifatnya fluktuatif. Jadi dengan penggunaan flat setoran kinerja tidak bisa diukur dengan baik, karena setoran flat tidak menggambarkan perbandingan antara capaian target dan potensi sebenarnya (Muaz Junaidi, 30 April 2013 pukul 14.30). Digunakannya sistem setoran flat harian ini merupakan salah satu penyebab utama juru parkir tidak memberikan karcis kepada wajib retribusi selain karena kebiasaan mereka untuk tidak memberikan karcis kecuali wajib retribusi sendiri yang memintanya. Dengan digunakannya sistem flat harian berarti seberapa banyak karcis yang keluar tidak berpengaruh terhadap perhitungan pemasukan dari retribusi parkir setiap harinya karena sudah ada setoran yang ditetapkan setiap harinya di semua titik pemungutan parkir. Dengan begitu, karcis yang berfungsi sebagai SKRD (Surat Ketetapan Retribusi Daerah) untuk menghitung berapa banyak pemasukan yang didapat hanya menjadi formalitas saja dalam pemungutan retrbibusi parkir tepi jalan umum maupun tempat khusus parkir di Kota Bogor ini. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan melakukan konfirmasi silang penetapan retribusi dengan melakukan pengecekan karcis yang diterbitkan oleh petugas dengan yang diberikan kepada wajib retribusi. Konfirmasi silang ini dilakukan melalui diterbitkannya surat permintaan benda berharga
Administrasi Pendapatan ..., Ahmad Fadillah, FISIP UI, 2013
atau yang disebut dengan DPD II-57b yang diberikan oleh petugas pengawas juru parkir kepada bendahara benda berharga. Setelah diterimanya surat permintaan benda berharga, kemudian bendahara benda berharga mengeluarkan karcis sesuai permintaan petugas pengawas juru parkir yang dibarengi dengan diterbitkannya surat tanda bukti penerimaan/pengeluaran benda berharga atau disebut dengan DPD-57c. Namun masih terdapat kekurangan yaitu tidak adanya suatu survey tertentu untuk menentukan berapa banyak karcis yang seharusnya diajukan oleh petugas pengawas juru parkir untuk kemudian dibagikan kepada wajib retribusi. Jumlah karcis yang diajukan masih berdasarkan setoran flat harian yang harus disetorkan oleh petugas juru parkir. Dengan adanya sumber informasi pembanding penetapan retribusi, kecil kemungkinan bagi daerah mengalami kerugian yang disebabkan oleh jumlah uang yang masuk tidak sesuai dengan jumlah uang yang seharusnya masuk beradasarkan jumlah karcis yang keluar. Seharusnya, dengan tersedianya sumber informasi pembanding juga dapat dijadikan oleh DLLAJ dalam melakukan pengawasan apakah penetapan oleh petugas sudah sesuai dengan yang dilaporkan kepada DLLAJ. Tetapi hal tersebut tidak dapat menjadi suatu acuan karena terdapatnya diskresi berupa tidak diberikannya karcis oleh petugas juru parkir serta diberlakukannya sistem setoran flat harian sehingga jumlah uang setoran yang dilakukan oleh petugas pengawas juru parkir selalu sesuai dengan berapa banyak karcis yang keluar. Oleh karena itu, konfirmasi silang yang dilakukan oleh DLLAJ semata-mata hanya untuk pemenuhan kewajiban saja karena konfirmasi silang yang sebenarnya dibutuhkan untuk mengetahui apakah ada penghindaran pembayaran retribusi oleh wajib retribusi dari jumlah yang seharusnya dibayar, serta penghindaran tindakan sewenangwenang petugas tidak berfungsi dengan baik dengan adanya diskresi seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Proses Pemungutan Retribusi (Collection) Tahap terakhir dalam melakukan pengadministrasian retribusi daerah adalah melakukan pemungutan. Prosedur pemungutan yang baik pada awalnya dihasilkan dari penghitungan retribusi yang harus dibayar secara tepat sehingga tidak terdapat kekurangan atau kelebihan terhadap nilai yang dibayar. Idealnya proses pemungutan retribusi daerah diharapkan mampu memastikan bahwa pembayaran atas kewajiban yang dibebankan kepada orang atau badan dapat dilakukan dengan benar, dalam artian sesuai dengan ketentuan dan pelanggaran atas ketentuan yang berlaku dapat diganjar sesuai dengan sanksi yang ada. Pembayaran secara otomatis terkait dengan saat pembayaran retribusi dilakukan. Retribusi parkir terutang setelah pemberian jasa melalui penerbitan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan atau dalam hal ini digunakan karcis. Berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 2012 maupun Perda Nomor 5 Tahun 2012, pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai/lunas. Di dalam Perda juga dikatakan bahwa pembayaran retribusi dilakukan di kas umum daerah atau tempat lain yang ditunjuk dengan menggunakan karcis. Tempat lain yang dimaksud di dalam Perda ini untuk kebutuhan retribusi parkir adalah tempat dimana pemungutan retribusi parkir tersebut dilakukan. Apabila pembayaran retribusi tidak dilakukan di kas umum daerah dan menggunakan tempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan retribusi harus disetor ke kas umum daerah paling lambat 1 x 24 jam atau dalam waktu yang diatur oleh walikota. Hal ini sebagaimana diakatan oleh petugas Danru bahwa setelah sehari memungut parkir, kemudian hasil pemasukan akan disetorkan ke kantor DLLAJ keesokan harinya (Iip, 21 Mei 2013, Pukul 13.30). Dari wawancara tersebut diketahui bahwa penyetoran yang didapat dari pemungutan retribusi daerah dilakukan pada keesokan harinya. Hal tersebut sesuai dengan Perda Nomor 4 dan 5 Tahun 2012 untuk menyetor hasil penerimaan retribusi 1 x 24 jam setelah pembayaran dilakukan. Hasil penerimaan retribusi parkir yang ada di setiap titik lokasi parkir dikumpulkan oleh petugas pengawas retribusi parkir dan selanjutnya diserahkan kepada pembantu bendahara penerima untuk
Administrasi Pendapatan ..., Ahmad Fadillah, FISIP UI, 2013
kemudian disetorkan kepada bendahara penerima DLLAJ Kota Bogor. Penyerahan penerimaan rertibusi dari pihak juru parkir sampai pihak bendahara penerima DLLAJ Kota Bogor selalu dilampiri dan diterbitkan tanda penerimaan seperti yang sudah dipaparkan pada tahap penetapan. Dengan tersedianya bukti penerimaan retribusi parkir dari petugas juru parkir sampai dengan bendahara penerima DLLAJ Kota Bogor dapat memastikan apakah seluruh uang yang diserahkan ke kas daerah sesuai dengan uang yang diterima sebenarnya. Penerimaan retribusi yang telah diterima oleh bendahara penerima DLLAJ Kota Bogor kemudian disetorkan ke kas daerah atau dalam pemungutan retribusi parkir di Kota Bogor ini Bank Jabar Banten cabang Bogor dengan menggunakan Surat Tanda Setoran model Bend. 17. Prosedur penerimaan retribusi parkir sudah menyediakan atau memberikan alat bukti kepada pihak-pihak yang terlibat dalam setiap transaksi penerimaan retribusi parkir. Dengan tersedianya alat-alat bukti tersebut seharusnya dapat memastikan seluruh penerimaan retribusi masuk ke kas daerah serta dapat memudahkan melakukan pengawasan untuk mencegah terjadinya tindakan penyelewengan dana penerimaan retribusi. Hanya saja memang belum optimalnya pemasukan karena masih digunakan sistem setoran flat harian. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan melalui petugas juru parkirnya selaku pengelola retribusi parkir di Kota Bogor berwenang untuk melakukan tindakan memaksa wajib retribusi untuk memenuhi kewajibannnya sesuai dengan peraturan daerah. Pada umumnya upaya yang dilakukan agar wajib retribusi mau melakukan pembayaran adalah dengan melakukan pendekatan Pendekatan dilakukan dengan memberikan sosialisasi mengenai perda yang mengatur tentang retribusi parkir. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan melakukan sosialisasi tentang peraturan retribusi parkir yang tertuang dalam Perda Nomor 4 dan 5 Tahun 2012 melalui berbagai media diantaranya melalui surat kabar, radio, dan stasiun televisi lokal. Selain itu, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga melakukan sosialisasi dengan menempatkan banner di pinggir jalan Surya Kencana yang merupakan lokasi tempat pemungutan retribusi parkir tepi jalan umum rawan kemacetan. Tentu saja dengan adanya berbagai sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini diharapkan dapat membuat wajib retribusi sadar akan kewajibannya untuk membayar retribusi sesuai dengan tarif yang berlaku. Apabila wajib retribusi tidak memenuhi kewajibannya, maka akan ada sanksi yang dikenakan kepada wajib retribusi. Menurut perda yang berlaku, sanksi diberikan apabila pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat waktu 1 x 24 jam berupa sanksi administrasi sebesar 2 % dengan menerbitkan STDR (Surat Tagihan Retribusi Daerah). STRD ini digunakan sebagai penagihan retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar. Selain sanksi administratif, terdapat juga sanksi pidana apabila wajib retribusi tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah. Ancaman pidana ini berupa kurungan paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak 3 kali jumlah retribusi terutang atau kurang bayar. Penerapan sanksi akan menimbulkan efek jera apabila dapat diterapkan secara tegas sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk menakut-nakuti. Selain itu sanksi juga bisa digunakan sebagai alat untuk memaksa wajib retribusi untuk memenuhi kewajibannya. Namun dalam prakteknya di lapangan sanksi yang terdapat pada perda tidak pernah dijalankan apabila wajib retribusi tidak atau kurang dalam membayar kewajibannya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Yaffis bahwa DLLAJ tidak pernah memberikan snaksi kepada wajib retribusi karena tidak ada yang tidak membayar parkir (Mochammad Yaffis, 12 Februari 2013 pukul 09.17 WIB). Penerapan sanksi yang tegas belum sesuai dalam retribusi parkir di Kota Bogor ini karena kesadaran dari wajib retribusi dalam melakukan pembayaran retribusi sudah baik meskipun masih ada yang tidak melakukan kewajibannya sesuai dengan tarif yang berlaku. Selain itu, ketidaktahuan petugas mengenai sanksi yang berlaku dalam perda serta tidak tegasnya petugas apabila ada wajib retribusi yang tidak melakukan pembayaran sebagaimana mestinya turut menguatkan penerapan sanksi yang belum tegas.
Administrasi Pendapatan ..., Ahmad Fadillah, FISIP UI, 2013
Sebagai pengelola retribusi parkir di Kota Bogor, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memiliki pertanggung jawaban kepada pemerintah daerah atau dalam hal ini DPRD Kota Bogor untuk melaporkan kegiatan yang mereka lakukan terutama mengenai pemasukan yang didapat dari retribusi parkir. Pertanggung jawaban berupa laporan ini berfungsi agar dapat memastikan pemasukan ke kas daerah sesuai dengan penerimaan dari retribusi parkir. Selain itu hal ini juga berfungsi untuk mencegah tindakan penyelewengan yang dilakukan oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam mengelola retribusi parkir. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah melakukan tindakan pencegahan penyelewengan terhadap anggotanya berupa menerbitkan bukti-bukti penerimaan kepada pihak-pihak yang terkait dalam pemungutan retribusi parkir. Bukti-bukti penerimaan tersebut kemudian dikumpulkan untuk dilakukan pembukuan. Hal ini seperti yang dikatakan kepala seksi perparkiran bahwa terdapat pembukuan berdasarkan bukti-bukti pembayaran (Mochammad Yaffis, 12 Februari 2013 pukul 09.17 WIB). Selain itu, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga harus membuat laporan kepada pihak pemerintah daerah agar terlihat transparansi dari pemungutan retribusi parkir tersebut. Laporan yang dilakukan oleh DLLAJ berupa laporan tahunan atau Lakip yang kemudian diberikan kepada DPRD Kota Bogor sebagai bentuk pertanggungjawaban. Berdasarkan Perda Nomor 4 dan 5 Tahun 2012 pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai dan dilakukan di kas umum daerah atau tempat lain yang ditunjuk dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. Pembayaran retribusi parkir tepi jalan umum serta retribusi tempat khusus parkir dibayar secara langsung di tempat dimana kegiatan retribusi parkir dilakukan. Pembayaran langsung di tempat dilakukannya kegiatan parkir merupakan tempat lain yang ditunjuk seperti yang dimaksud dalam Perda Nomor 4 dan 5 Tahun 2012. Berdasarkan Perda Nomor 4 dan 5 Tahun 2012 tempat lain yang dimaskud ini ditunjuk oleh Pemerintah Daerah melalui keputusan walikota. Mekanisme pembayaran langsung di tempat dilakukannya kegiatan retribusi parkir selain memudahkan proses pemungutan retribusi oleh petugas, juga tidak menyulitkan wajib retribusi untuk memenuhi kewajiban retribusi. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan wajib retribusi serta petugas juru parkir, mekanisme pembayaran retribusi memudahkan mereka dalam melakukan kewajibannya masing-masing. Mekanisme pembayaran sudah dapat dilakukan dengan mudah. Pembayaran retribusi parkir tidak perlu ke kas umum daerah melainkan langsung dibayar di tempat dilakukanya kegiatan retribusi parkir. Hal tersebut memudahkan petugas juru parkir dan wajib retribusi dalam melakukan kewajibannya. Selain itu, dengan dilakukan pembayaran langsung di tempat juga bisa membuat pemungutan retribusi menjadi efektif dan efisien sehungga dapat memperlancar penerimaan yang didapat dari retribusi parkir unutk pemasukan ke keuangan daerah. Faktor-Faktor Penghambat dalam Pengelolaan Retribusi Parkir Kota Bogor Dalam pelaksanaan sebuah program, tak dapat dihindari akan timbulnya kendala-kendala atau hambatan-hambatan yang dapat mengganggu kelancaran dari berlangsungnya program-program yang sudah direncanakan. Begitu pula dalam proses pengelolaan retribusi parkir di Kota Bogor yang kewenangannya untuk mengelola berada di Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Berikut adalah kendala yang dihadapi Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor dalam pengelolaan retribusi parkir. • Sistem setoran flat harian pada retribusi parkir Pemungutan retribusi parkir bertujuan agar meningkatkan pendapatan keuangan daerah. Peningkatan keuangan daerah bisa didapat apabila pemungutan retribusi parkir dilakukan secara optimal. Dengan optimalnya pemasukan yang didapat dari retribusi parkir maka akan meningkatkan juga pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Administrasi Pendapatan ..., Ahmad Fadillah, FISIP UI, 2013
Pada prakteknya di lapangan, pemungutan retribusi parkir masih belum bisa optimal karena pemasukan yang didapat tidak berdasarkan berapa banyak wajib retribusi yang menggunakan jasa atau pelayanan dari retribusi parkir. Pemasukan yang ada didapat dari setoran yang sudah ditetapkan setiap harinya oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di setiap titik lokasi retribusi parkir. Hal tersebut tidak relevan dengan pemungutan retribusi parkir karena pemasukan yang didapat tidak bisa ditentukan berapa besarnya setiap hari atau bersifat fluktuatif. Fluktuatifnya pemasukan retribusi parkir dapat merugikan pemasukan keuangan daerah dan juga petugas juru parkir yang melakukan tugasnya di lapangan apabila digunakan sistem setoran flat harian. Pemasukan keuangan daerah akan mengalami kerugian apabila penerimaan pada satu titik lokasi parkir jauh melampaui dari target yang sudah ditetapkan oleh DLLAJ. Pada dasarnya target penerimaan yang ditetapkan oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor memang ditetapkan lebih rendah agar target pemasukan selalu tercapai setiap harinya. Namun hal tersebut menjadikan pemasukan retribusi parkir menjadi tidak optimal. Sebagai salah satu contoh, target yang ditetapkan di satu titik lokasi parkir di Jalan Pengadilan misalnya hanya Rp. 42.000 untuk sehari. Padahal penerimaan yang didapat doleh juru parkir disana jauh lebih banyak dari setoran tersebut. Hal ini seperti yang dikatakan juru parkir bahwa mereka mendapatkan pembayaran berdasarkan sisa dari setoran. Setiap harinya selalu ada kelebihan dari setoran dari Rp. 150.000 sampai Rp. 250.000 (Udin, 20 Maret 2013, pukul 14.15). Berdasarkan wawancara tersebut diketahui bahwa penerimaan yang didapat dari juru parkir jauh lebih banyak dari target yang ditetapkan setiap harinya dari DLLAJ. Bahkan kelebihan penerimaan bisa mencapai empat sampai lima kali lipat dari target yang ditetapkan. Hal tersebut sangat merugikan bagi keuangan daerah yang seharusnya bisa menerima pemasukan yang lebih banyak dari retribusi parkir. Berbeda dengan yang terjadi di Jalan Surya Kencana dimana lokasi ini merupakan retribusi parkir tepi jalan umum rawan kemacetan. Setoran yang harus dilakukan di satu lokasi titik parkir oleh petugas juru parkir mencapai Rp. 400.000 setiap harinya. setoran yang cukup besar tersebut cukup membebani petugas juru parkir karena penerimaan yang dia dapat seringkali tidak mencapai target setoran. Apabila pemasukan yang diterima oleh petugas juru parkir disana tidak memenuhi target yang harus dicapai, maka petugas juru parkir tersebut menanggung biaya yang kurang dengan dipotongnya gaji yang ia terima setiap bulannya. Kebetulan petugas juru parkir yang diwawancarai oleh peneliti sudah diangkat menjadi anggota DLLAJ sehingga sisa kurang dari setoran ditanggung melalui pemotongan gaji. Selain merugikan bagi penerimaan keuangan daerah dan petugas juru parkir, penggunaan sistem setoran flat harian ini juga dikeluhkan oleh ketua komisi B DPRD Kota Bogor. Ketua Komisi B DPRD Kota Bogor tersebut beranggapan bahwa sistem setoran flat harian ini menjadi kendala karena pemasukan yang didapat dari retribusi parkir menjadi tidak optimal. Kondisi pemungutan retribusi parkir yang fluktuatif selain karena wajib retribusi yang menggunakan jasa retribusi tidak tetap, juga karena kondisi cuaca yang tidak mendukung. Kegiatan pemungutan retribusi parkir merupakan kegiatan yang dilakukan di lapangan. Optimalnya pemungutan retribusi tergantung kondisi dan situasi yang terjadi di lapangan. Apabila cuaca mendukung untuk melakukan kegiatan retribusi parkir maka penerimaan yang didapat akan lebih optimal. Namun apabila cuaca sedang tidak bersahabat atau sedang terjadi hujan maka pemungutan retribusi menjadi terhambat karena banyak wajib retribusi terutama pengendara kendaraan bermotor roda dua enggan melakukan aktivitas ketika hujan sedang turun. Terlebih lagi Kota Bogor yang terkenal dengan julukan kota hujan karena tingkat curah hujan yang tinggi. Kendala yang diakibatkan oleh cuaca ini memang sangat mempengaruhi kegiatan retribusi parkir yang dilakukan di lapangan. Akibat cuaca yang tidak mendukung seperti ini maka pemasukan dari retribusi parkir pun akan berkurang karena sepinya kendaraan yang menggunakan
Administrasi Pendapatan ..., Ahmad Fadillah, FISIP UI, 2013
jasa parkir. Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh DLLAJ untuk melakukan upaya-upaya yang bisa mencegah kendala yang disebabkan oleh faktor alam ini. • Karcis yang diberikan kepada juru parkir oleh danru dalam jumlah yang sedikit Karcis yang dianggap sebagai SKRD berperan penting dalam pemungutan retribusi parkir sebagai alat untuk menghitung pemasukan dari retribusi parkir. Pemasukan yang didapat dari retribusi parkir dihitung berdasarkan berapa banyak karcis yang keluar. Namun apabila karcis yang diberikan kepada petugas juru parkir hanya dalam jumlah yang sedikit, maka pemasukan retribusi menjadi tidak optimal. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan didalam melakukan kegiatan retribusi parkir tidak memberikan jumlah karcis yang sesuai dengan jumlah kendaraan yang menggunakan jasa retribusi parkir kepada petugas juru parkir. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Dedi bahwa karcis yang diberikan hanya 20 buah sehari padahal yang menggunakan jasa parkir jauh lebh banyak dari itu ( Dedi, 20 Maret 2013, pukul 13.20). Berdasarkan pemaparan wawancara tersebut, diketahui bahwa jumlah karcis yang diberikan oleh danru kepada juru parkir dalam jumlah yang sedikit dan tidak sesuai dengan jumlah kendaraan yang menggunakan jasa retribusi parkir. Terlebih lagi untuk lokasi di tepi jalan umum rawan kemacetan yang pengguna jasa retribusi parkir cukup banyak dan selalu penuh. • Petugas juru parkir tidak memberikan bukti pembayaran berupa karcis kepada wajib retribusi Pada prakteknya di lapangan, pelaksanaan pemungutan retribusi parkir di Kota Bogor tidak sesuai dengan terdapat yang terdapat di dalam peraturan daerah yang berlaku dan juga tidak sesuai dengan SOP yang telah ada. Petugas juru parkir tidak memberikan bukti pembayaran berupa karcis retribusi parkir kepada wajib retribusi. Kebiasaan untuk tidak memberikan karcis kepada wajib retribusi merugikan penerimaan keuangan daerah karena uang yang masuk tidak berdasarakan jumlah karcis yang keluar. Tidak diberikannya karcis ini disebabkan juga karena dipakainya sistem setoran flat harian sehingga setoran yang harus diserahkan oleh juru parkir berdasarkan jumlah yang sudah ditetapkan oleh pighak DLLAJ, buka berdasarkan jumlah karcis yang keluar. • Wajib retribusi yang belum memenuhi kewajibannya secara penuh Secara keseluruhan wajib retribusi sudah sadar akan tanggung jawabnya untuk melakukan pembayaran retribusi. Akan tetapi, pada kenyataanya masih banyak wajib retribusi yang melakukan pembayaran kurang dari yang seharusnya mereka lakukan. 4. Saran Peneliti memberikan saran bagi Pemerintah Daerah Kota Bogor khususnya dan pemerintah daerah lainnya di Indonesia pada umunya. Saran tersebut yaitu : • Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor sebaiknya tidak menggunakan sistem setoran flat harian yang diterapkan di setiap titik lokasi retribusi parkir. Diterapkannya sistem setoran flat harian ini tidak menunjukkan potensi pemasukan yang ada sehingga penerimaan dari retribusi parkir ini menjadi tidak optimal. Seharusnya Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menghitung pemasukan dari retribusi parkir berdasarkan berapa banyak karcis yang terjual. Dengan menggunakan perhitungan berdasarkan karcis yang terjual, maka akan diketahui potensi jumlah pemasukan yang sebenarnya. • Petugas juru parkir sebaiknya menjalankan tugasnya dengan benar. Selama ini kebanyakan petugas juru parkir di tepi jalan umum tidak memberikan bukti pembayaran berupa karcis kepada wajib retribusi. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan Perda dan SOP yang berlaku. Bukti penerimaan berupa karcis tersebut merupakan sebuah alat untuk menghitung pemasukan yang didapat dari retribusi parkir. seharusnya jumlah pemasukan yang didapat dari retribusi berdasarkan berapa banyak karcis tersebut terjual.
Administrasi Pendapatan ..., Ahmad Fadillah, FISIP UI, 2013
•
•
•
Petugas pengawas juru parkir atau danru sebaiknya memberikan karcis dalam jumlah yang banyak. Sedikitnya karcis yang diberikan oleh danru mencerminkan tidak adanya acuan bagi DLLAJ untuk mengetahui seberapa banyak karcis yang harus DLLAJ keluarkan. Sebaiknya DLLAJ juga melakukan survey di setiap titik lokasi parkir guna mengetahui berapa besar potensi yang bisa didapat dari suatu titik lokasi parkir. Sedikitnya karcis yang diberikan kepada juru parkir serta tidak diberikannya karcis kepada wajib retribusi merupakan buntut dari permasalahan digunakannya system setoran flat harian. Jika permasalahan mengenai setoran flat harian tersebut belum diselesaikan, maka kedua permasalahan ini akan terus mengikuti. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan juga petugas juru parkir sebagai petugas yang berada di lapangan sebaiknya lebih tegas dalam menjalankan tugasnya. Masih terdapat kendala berupa wajib retribusi tidak menjalankan kewajibannya dengan benar untuk melakukan pembayaran retribusi parkir. Hal ini dapat dihindari apabila petugas juru parkir memungut retribusi dengan tegas. Jika ada wajib retribusi yang tidak sesuai dengan tarif yang ada sebaiknya petugas juru parkir menegur dan menagih kekurangan pembayaran tersebut. Akan lebih baik juga jika sanksi yang terdapat di Perda Nomor 4 dan 5 Tahun 2012 diterapkan kepada wajib retribusi. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebaiknya memberikan penyuluhan kepada juru parkir yang melakukan tugas di lapangan. Pada kenyataanya masih banyak juru parkir yang tidak mengetahui mengenai peraturan yang berlaku serta SOP yang sudah ditetapkan sehingga pemungutan retribusi yang dilakukan oleh juru parkir belum maksimal karena juru parkir tidak tegas dalam melakukan pemungutan serta tdak mengetahui fungsi dari karcis parkir yang sebenarnya penting untuk menghitung pemasukan retribusi parkir. Penyuluhan kepada juru parkir sebaiknya memberikan informasi tentang Perda Nomor 4 dan 5 Tahun 2012 serta mengarahkan mereka sesuai dengan SOP yang sudah ditetapkan.
5. Daftar Pustaka Creswell, John W. (1994). Research Design : Qualitativee and Quantitative Approach. SAGE Publication. Irawan, Prasetya. (2006). Penelitian Kualitatif dan Kuantitaif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Depok: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI. Kountur, Ronny. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: PPM. Moloeng, Lexy J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rosda Nazir, Mohammad. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Surakhmad, Winarno. (1982). Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Tekhnik. Bandung : Tarsico Pencarian & Publikasi Jurnal Internet: Shift angkot di Kota Bogor akan dikaji ulang, diunduh dari www.pikiran-rakyat.com tanggal 9 Februari 2012 pada pukul 12.40 WIB Pajak Parkir Naik 5 Persen diunduh dari www.radar-bogor.co.id tanggal 9 februari 2012 pada pukul 13.10 WIB
Administrasi Pendapatan ..., Ahmad Fadillah, FISIP UI, 2013
Retribusi Parkir Berpotensi Bocor diunduh dari www.radar-bogor.co.id tanggal 6 Maret 2012 pada pukul 01.45 WIB Penanganan Parkir oleh DLLAJ Kota Bogor Masih Rawan Kebocoran diunduh dari www.poskota.co.id tanggal 7 Maret 2012 pada pukul 23.00 Undang-Undang dan Peraturan: Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2015 Kota Bogor Peraturan Daerah Nomor 5 ahun 2012 Kota Bogor
Administrasi Pendapatan ..., Ahmad Fadillah, FISIP UI, 2013