Acrylic on Canvas Andrie Grade 12 IB
Acrylic on Canvas with Thumbtacks Vidia Grade 12 IB
Galvanized Wire Sculpture Vidia Grade 12 IB
Galvanized Wire Sculpture Vidia Grade 12 IB
Photoprint on Canvas Andri Grade 12 IB
One Less Arm In the distance I see A child full of glee, The sparkle in her eyes, Her hair she ties, Her bright red shirt caught my sight, Yet her one empty sleeve dangles in the light, With the bicycle underneath her, She greets and says, ‘Hello, Sir!’ I ponder and stare at this girl, Wonder how she can still twirl, When she knows in the end of the day, She will always have one less arm.
One Less Arm Vidia Chandrawati Grade 12 IB
I Hear an Army I hear an army charging upon the land, And the thunder of horses plunging; foam about their knees: Arrogant, in black armour, behind them stand, Disdaining the reins, with fluttering whips, the Charioteers.
They cry into the night their battle name: I moan in sleep when I hear afar their whirling laughter. They cleave the gloom of dreams, a blinding flame, Clanging, clanging upon the heart as upon an anvil.
They come shaking in triumph their long grey hair: They come out of the sea and run shouting by the shore. My heart, have you no wisdom thus to despair? My love, my love, my love, why have you left me alone?
I Hear my Mom
I hear my mom yelling upon the land, And the thunder of her fierceness; foam about her knees; Angry, in black house dress, behind her stand, Disdaining the cuisines, with chopping knifes, the kitchen
She cries into the night my name: I moan in sleep when i hear afar enraged shout She cuts my pocket money, a blinding flame, Slapping, slapping upon my heart as upon my face
She comes shaking in triumph her long black hair: She comes out of the kitchen and runs shouting to my room, My heart, have you done something wrong thus to despair? My mom, my mom, my mom, why have you cut my pocket money?
I Hear My Mom Faisal Grade 12 IB
“Exotic”
“Ironic”
by John Canaday from The Invisible World
by Joshua Ega Yuspratama, Grade 12IB
Amman sprawls, sun-struck, on seven
Arman sprawls, bun-buck, at Seven
hills, like a latter-day Rome, only
Eleven, like a latter-day Dome Café, only
less so. It was, in fact, once Roman,
mess so. It was, in fact, once Bakso Cak Man,
as the ruined theatre downtown attests,
as the ruined ‘warung’ downtown manifests,
but today the grown children of sheikhs
but today the grown children of freaks
drive herds of camel-coloured
hive nerds with white enamel
Mercedes down the steep wadis.
Ladies down doing the thesis.
These castoffs of the rich Gulf nations
These castoffs the bitch populations
bellow in the narrow streets of the souk,
fellow folks from the protocol streets
where the voices of gold and silver
where the noises of Gold’s Gym and Quiksilver
merchants buzz in their beehive shops. The cries of muezzins from a dozen mosques
merchants buzz in their beehive shops. The fries and muffins from a dozen stalls
buzz likewise on the outer hills,
buzz likewise on the outer malls,
blunting their stings against the double-
blunting their stings against the triple-
glazing of the wealthy. A water peddler
lazing of the poverty. A water peddler
hawks the sweat of his brow in a neighbourhood
hawks the sweets of his plough in a neighbourhood
frosted with roses. How wild, how strange
frosted with doses. How wild, how strange
it all seems, as exotic as a rose
it all seems, as ironic as a prose
thrown in the face of a thirsty man.
shown in the face of a pity man.
Poem Parody
Joshua Grade 12
SPRING
IB
By Gerard Manley Hopkins
By Desy Kristianti, Grade 12IB
Nothing is so beautiful as Spring –
Nothing is so painful as IB –
When weeds, in wheels, shoot long and lovely and lush;
When homework, in heaps, piles up long and lovely and lush;
Thrush’s eggs look little low heavens, and thrush
Hatred’s eggs grow hellishly, and hatred
Through the echoing timber does so rinse and wring The ear, it strikes like lightings to hear him sing;
Through the echoing teachers’ voice does so screw and kill The ear, it strikes the students to hear him scream; The glassy classroom shuts and dies, they brush
The glassy peartree leaves and blooms, they brush
The descending blue; that blue is all in a rush
The descending blue; that blue is all in a rush
With sadness; the racing deadlines too have fair their fling.
With richness; the racing lambs too have fair their fling. What is all this suffering and all this hatred? What is all this juice and all this joy?
A strain of the earth’s worst soreness in the beginning
A strain of the earth’s sweet being in the beginning
In STB-ACS. – Have, get, before the exams,
In Eden garden. – Have, get, before it cloy, Before it cloud, Christ, lord, and sour with sinning, Innocent mind and Mayday in girl and boy,
Before you die, Christ, lord, and sour with sinning, Innocent exams in May for girl and boy, Most, O IB examiners, thy choice and worthy the hatred.
Most, O maid’s child, thy choice and worthy the winning.
Poem Parody Desy Kristianti Grade 12 IB
Ekstrak ini berasal dari sebuah puisi yang berjudul “Surat Seorang Suami kepada Istrinya yang Mandul” yang merupakan bagian dari kumpulan puisi Biarkan Angin itu karya Piek Ardijanto Soeprijadi. Secara garis besar, ekstrak puisi ini merupakan sebuah surat dari seorang suami untuk istrinya. Sang suami di dalam suratnya hendak menginformasikan kepda istrinya perihal itikad sang suami untuk mempersunting perempuan lain bernama Narsih. Hal ini didasari oleh keinginan sang suami untuk memiliki anak. Dapat kita cermati bahwa fokus dalam ekstrak ini adalah permasalahan di dalam rumah tangga. Piranti-piranti sastra yang digunakan oleh penyair dalam menampilkan fokus ekstrak adalah diksi, bunyi, dan citraan. Pertama-tama, ekstrak puisi ini terdiri atas 5 bait dan tiap-tiap bait terdiri atas 4 baris. Selain itu, rima akhir yang ditampilkan pengarang dalam tiap-tiap bait secara keseluruhan menunjukkan suatu keteraturan dengan pola a-a-b-b yang konsisten dari bait ke-2 hingga bait ke-5. Oleh karena itu, dari segi struktur ekstrak puisi ini memiliki unsur keteraturan yang tinggi. Ekstrak ini diawali dengan bait pertama yang mengandung rima akhir a-a-a-a. Pengguaan huruf ‘k’ dan ‘t’ yang dominan di dalam bait ini seperti yang dapat disimak di kata ‘kota’, ‘dik’ (baris ke-1) ‘laku’ (baris ke-2) dan ‘kucing’ (baris ke-3) menimbulkan bunyi tidak merdu atau kakofoni yang diasosiasikan dengan suasana yang serius dan tidak menyenangkan. Hal ini didukung oleh dominasi huruf ‘a’, ‘u’, ‘b’, dan ‘d’ di dalam bait yang merupakan suatu lambing rasa dengan fungsi menampilkan suasana yang berat. Suasana berat yang tergambar melalui bunyi dapat dikorelasikan dengan diksi serta citraan di dalam bait. Pada baris ke-1, dapat kita lihat bahwa pembicara memberikan pernyataan kepada ‘dik’. Kata ‘dik’ merupakan kependekan dari kata ‘adik’ yang mengacu kepada orang yang lebih muda. Dalam konteks ini, kata tersebut mengacu kepada istri dari pembicara. Penggunaan diksi ‘masih’ mengartikan bahwa ‘aku’ telah berada di ‘ibu kota’ yang mengacu kepada kota Jakarta dan tetap berada di sana dalam jangka waktu ‘seminggu’. Alasan dari pernyataan di baris ke-1 ditampilkan di baris ke-2 dengan keberadaan kata ‘sebab’ yang mengindikasikan suatu alasan. Selain itu, dapat juga dicermati di baris ke-2 bahwa ‘aku’ adalah bermata pencaharian sebagai pedagang sebab ‘belum semua dagangan laku’ atau habis terjual. Beralih ke baris ke-3, ‘aku’ menunjukkan perhatian layaknya suami yang baik dengan menunjukkan perhatian kepada istrinya melalui pertanyaan perihal kabar istrinya di rumah. Diksi ‘kesayanganmu’ yang dapat diasosiasikan dengan barang-barang yang bernilai tinggi bagi sang istri mengacu kepada barang-barang yang disebutkan di baris ke-4 yang antara lain adalah ‘perhiasan’, ‘kucing’, dan ‘bunga arumdalu’. Oleh karena itu, bunyi yang menampilkan suasana tidak menyenangkan di bait ini dapat dihubungkan dengan kabar sang suami yang belum dapat pulang dan akan membentuk focus utama kestrak di bait-bait selanjutnya. Ekstrak dilanjutkan dengan bait ke-2 yang memiliki rima akhir a-a-b-b. Seperti dapat kita perhatikan di bait ke-1, bait ke-2 didominasi oleh huruf ‘k’ dan ‘p’ di dalam kata ‘pagi’, ‘pasar’ (baris ke-5) dan ‘kolera’ (baris ke-7) yang menciptakan bunyi kakofoni. Kemunculan huruf ‘a’, ‘u’, ‘b’, dan ‘d’ yang merupakan lambing rasa yang menampilkan perasaan tidak menyenangkan melemngkapi kehadiran bunyi kakofoni yang dominan di dalam ekstrak ini. Baris ke-5 merupakan awal dari kisah pengalaman ‘aku’ yang ingin disampaikan kepada istrinya. Diksi ‘pagi’ menggambarkan awal baru di suatu hari dan dengan didukung oleh diksi ‘pasar baru’ yang merupakan sebuah area pasar di Jakarta, dapat kita cermati bahwa ‘aku’ tengah melaksanakan aktivitas sebagai pedagang di pasar. Terdapat citraan penglihatan di baris ke-5 dan 6, yang seolah-olah menampilkan gambaran ‘aku’ dan ‘Narsih’ yang bertemu di Pasar Baru. Seperti yang dapat kita cermati di baris ke-6, Narsih merupakan teman sang istri semasa sekolah dulu yang menandakan bahwa sang istri pernah menjalin hubungan baik dengan Narsih. Baris ke-7 dan ke-8 mendedahkan kondisi keluarga Narsih. Penggunaan diksi ‘digilas’ pada baris ke-7 menekankan bahwa suami Narsih telah meninggal akibat penyakit kolera. Selanjutnya di baris ke-8, diksi ‘mati bayi’ dapat diartikan sebagai keadaan ketika anak Narsih meninggal sewaktu dia masih bayi. Kata ‘gila’ merupakan hiperbola yang menekankan beban mental berupa kesedihan yang dialami oleh Narsih. Berlanjut ke bait ke-3 yang mengandung rima akhir a-a-b-b, kisah ‘aku’ kepada istrinya di bait ke-2 dilanjutkan dengan kejadian pada malam harinya. Kata ‘kami’ di baris ke-9 mengacu kepada ‘aku’ dan Marsih. Oleh karena itu, mereka berdua mengunjungi ‘bina ria’ atau taman hiburan. Aktivitas yang mereka lakukan di bina ria ditampilkan di dalam baris ke-10 hingga baris ke -12. Kata ‘rundingan masak’ mengarah kepada diskusi serius yang mencapai suatu keputusan. Lokasi ‘semak gulita’ yang ditampilkan di baris ke-10 mengandung kesan rahasia, sebab kata ‘gulita’ mengarah kepada tempat remang-remang dan ‘semak’ dapat diartikan sebagai tempat yang terpencil atau terpisah dari keramaian taman hiburan. Isi pembicaraan di baris ke-11 dan ke-12 merupakan suatu permasalahan yang timbul di dalam keluarga ‘aku’. Kata’ia’ merupakan kata ganti yang ditujukan kepada Narsih dan diksi ‘madumu’ secara umum merupakan suatu kiasan yang mengacu kepada istri yang kedua. Oleh
karena itu, dapat diteliti bahwa ‘aku’ berkeinginan untuk menikahi narsih sebagai istri kedua. Walaupun demikian, di baris ke-12, diksi ‘melanjutkan keakraban’ mengacu kepada hubungan baik antara Narsih dan sang istri ketika sekolah yang tetap ingin dijaga. Oleh karena itu, keinginan Narsih untuk dinikahi ‘aku’ tidak ditujukan untuk merusak hubungan baik antara Narsih dan sang istri. Berlanjut ke bait ke-4, baris ke-13 hingga 16 merupakan permasalahan rumah tangga lain yang menimbulkan niat ‘aku’ untuk menikah kembali. Personifikasi di baris ke-13 seolah-olah ranjang pengantin layaknya seorang saksi dapat hidup dan menyaksikan kejadian tertentu menandakan bahwa ‘aku’ dan sang istri belum dikaruniai anak yang mereka dambakan seperti yang tergambar di baris ke-14. Baris ke-15 merupakan sisi baik yang ditampilkan ‘aku’ apabila dia menikahi Narsih sebab mereka pada akhirnya akan memiliki anak. Hal ini ditekankan di baris ke-16 dengan kata ‘mengganti kucing’. Kucing yang dimaksud merupakan bentuk keinginan sang istri untuk mengurus, merawat, dan membesarkan anak sekaligus luapan kasih saying kepada anak yang tidak tersalurkan dan pada akhirnya dialokasikan kepada kucing itu. Hal ini merupakan masalah yang sudah ada di dalam keluarga ‘aku’ Bait ke-5 yang merupakan bait terakhir di dalam ekstrak ini merupakan dorongan suami agar sang istri mengambil keputusan. Hal ini ditekankan melalui diksi ‘balaslah’ di baris ke-18 meskipun sang istri ‘terperanjat’ yang berarti sangat terkejut. Dorongan ini dimaksudkan agar permasalahan di dalam keluarga ini dapat diselesaikan. Terakhir, di baris ke-19 dan ke-20, pembicara tetap memberikan rasa cintanya kepada istrinya walaupun dia hendka menikahi Narsih dengan penggunaan diksi’peluk cium’ di baris ke-19. Melalui pembahasan di atas dapat kita perhatikan bahwa ekstrak puisi yang berjudul “Surat Seorang Suami kepada Istrinya yang Mandul” karya Piek Ardijanto Soepardji memiliki focus permasalahan di dalam rumah tangga. Hal ini dapat dicermati melalui diksi, bunyi, dan citraan dalam ekstrak.
Mengomentari Ekstrak Puisi Faisal Irsyad Grade 12 IB
Untuk:
[email protected]
Subjek:
Memilih Mata Pelajaran
Dengan hormat, Nama saya adalah Andri Wardhani dari sekolah ACS (International) Jakarta, dan saya menulis surel ini dengan maksud untuk memberikan masukan informasi untuk artikel tentang cara memilih mata pelajaran yang mendukung bidang studi pilihan di universitas. Memilih mata pelajaran yang tepat memang susah, terutama jika siswa tersebut mengambil International Baccalaureate (IB) Diploma karena mereka harus memilih dari 6 kategori pelajaran dan mungkin tidak semua kategori tersebut cocok dengan bidang studi yang mau diambil nanti. Maka dari itu, siswa pun harus betul–betul memikirkan hal tersebut. Hal paling penting yang harus diketahui siswa untuk memilih pelajaran yang tepat adalah bidang studi yang mau diambil nanti. Tanpa itu, mereka tidak akan mempunyai panduan untuk memilih mata pelajaran di SMA. Saya telah memilih jurusan Hukum untuk saya ambil di universitas nanti, dan mata pelajaran yang harus saya ambil itu harus berdasarkan kemampuan yang nanti diperlukan dalam mengambil jurusan tersebut. Di dalam hukum, saya butuh kemampuan untuk mengutarakan dan menganjurkan argumen saya, namun saya pun memerlukan kemampuan untuk menyelesaikan masalah secara logis. Maka dari itu, saya perlu menyeimbangkan antara mata pelajaran ilmu sosial dengan mata pelajaran yang berlatar belakang logika, seperti ilmu alam dan matematika. Seperti contohnya, saya mengambil pelajaran Fisika dan juga Ekonomi. Masalah yang sulit itu terjadi pada kategori ke 6 di IB Diploma, yaitu ‘Kesenian’, karena lebih jarang siswa yang mau mengambil pelajaran kesenian di universitas. Hal ini pun sering dialami oleh para siswa yang memiliki pelajaran wajib. Ini adalah salah satu permasalahan yang saya alami, karena saya mengambil pelajaran ‘Seni Visual’ dan pelajaran itu memang kurang saya kuasai dan kurang cocok dengan bidang studi yang mau saya ambil. Untungnya, jika hanya satu pelajaran saja yang kurang cocok, masalah tersebut masih bisa teratasi jika pelajaran yang lain itu sesuai. Bahkan, di sekolah lain banyak yang diberikan pilihan pelajaran yang lebih banyak, jadi hal ini belum tentu menjadi masalah bagi semua kandidat IB Diploma. Untuk memilih pelajaran yang betul, siswa harus mengetahui bidang studi yang mau diambil tersebut, dan juga berhati-hati dalam memilih pelajaran yang mau diambil. Walaupun beberapa sekolah mempunyai sebuah pelajaran wajib, siswa tidak perlu takut karena asalkan majoritas pelajaran lainnya itu cocok, hal ini bukanlah masalah. Sampai disini saja surel saya mengenai pemilihan mata pelajaran yang cocok. Mohon maaf jika ada perkataan saya yang kurang berkenan. Hormat saya, Andri Wardhani
Menulis Email Kartini Andri Wardhani Grade 12 IB