ABSTRAK Sunyaty Jusuf. 2013. Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kota Gorontalo. Skripsi. Program Studi S1 Akuntansi, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I Bapak Imran R Hambali, S. Pd, SE, MSA dan Pembimbing II Ibu Sitti Pratiwi Husain, SE, M.Si Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengelolaan keuangan daerah terhadap kualitas laporan keuangan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kota Gorontalo. Responden dalam penelitian ini adalah staf/pegawai yang terlibat dalam proses penyusunan laporan keuangan sebanyak 58 orang. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui kuesioner. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengelolaan keuangan daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kota Gorontalo. Koefisien determinasi menunjukan besarnya pengaruh pengelolaan keuangan daerah terhadap kualitas laporan keuangan Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kota Gorontalo sebesar 49,7%.
Kata Kunci: Pengelolaan keuangan daerah, kualitas laporan keuangan
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu di Indonesia telah
merambah hampir keseluruh aspek kehidupan.Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintah. Aspek pemerintah yang dimaksud adalah hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.Pada aspek ini, isu yang mencuat adalah adanya tuntutan otonomi yang lebih luas dan nyata yang diberikan kepada pemerintah daerah, khususnya pada tingkat kabupaten/kota. Reformasi pada aspek ini membuat masalah otonomi daerah menjadi komoditas yang laris manis dimasyarakat, (Halim, 2007: 45). Dalam otonomi daerah, pimpinan daerah memegang peran sangat srategis dalam mengelola dan memajukan daerah yang dipimpinnya. Perencanaan strategis sangat vital, karena disanalah akan terlihat dengan jelas peran kepala daerah dalam mengoordinasikan semua unit kerjanya. Betapapun
besarnya
pemanfaatannya
bila
potensi
suatu
bupati/walikota
daerah, tidak
tidak
akan
mengetahui
optimal
bagaimana
mengelolanya. Sebaliknya, meskipun potensi suatu daerah kurang, tetapi dengan strategis yang tepat untuk memanfaatkan bantuan dari pusat dalam memberdayakan
daerahnya,
maka
akan
semakin
meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia yang ada.Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 156 ayat 1 UU Nomor 32 Tahun 2004, kepala daerah adalah
3
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah. Untuk itulah, perlu kecakapan yang tinggi bagi pimpinan daerah agar pengelolaan dan terutama alokasi dari keuangan daerah dilakukan secara efektif dan efisien guna
mencapai
tujuan-tujuan
pembangunan
daerah,
(http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/02/) Adapun kekuasaan pengelolaan keuangan daerah menurut pasal 6 UU No. 17 Tahun 2003 merupakan bagian dari kekuasaan pengelolaan keuangan negara. Dalam hal ini presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan
kemudian
diserahkan
kepada
gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Selanjutnya, kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh masing-masing kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dan dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah. Pengelolaan keuangan daerah harus transparansi yang mulai dari proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran daerah. Selain itu, akuntabilitas dalam pertanggungjawaban publik juga diperlukan, dalam artii bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan
pelaksanaan
harus
benar-benar
dapat
dilaporkan
dan
dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Kemudian, value
4
for money yang berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Dengan adanya penerapan prinsip-prinsip tersebut, maka akan menghasilkan pengelolaan keuangan daerah (yang tertuang dalam APBD) yang benar-benar mencerminkan
kepentingan
dan
pengharapan
masyarakat
daerah
setempat secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab, (http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/02/) Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah (Halim, 2007). Mursyidi (2009) menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah mengikuti ketentuan undang-undang di bidang keuangan Negara. Siklus pengelolaah ini tidak terlepas dari siklus manajemen yang dikenal selama ini, pada pengelolaan keuangan Negara siklus tersebut terdiri dari perencanaan/penganggaran,
pelaksanaan
anggaran/perbendaharaan,
akuntansi dan pertanggung jawaban, dan pemeriksaan. Pengelolaan
keuangan
daerah
diwujudkan
dalam
Aggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan salah satu perencanaan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan penyelenggaran pemerintahan. Disisi lain, dalam rangka menilai efektivitas pelaksanaan perencanaan dimaksud, pemerintah daerah perlu membuat suatu laporan hasil pelaksanaan APBD untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan program-program pemerintah daerah, (Halim, 2007).
5
Pelaksanaan
anggaran dilakukakan dengan mengikuti suatu sisem dan prosedur akuntansi, sistem ini diperlukan untuk tujuan tiga hal, salah satunya yaitu untuk
menghasilkan
laporan
keuangan
sebagai
bentuk
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dimana jenis dan isi diatur oleh PP 24/2005 tentang SAP, (Mursydi, 2009). Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan pelaksanaan fiskal, tantangan yang dihadapi pemerintah adalah menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk memonitor akuntabilitas pemerintah, salah satu alat untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan adalah melalui laporan keuangan, (Mardiasmo, 2004). Mahsun
(2006)
laporan
keuangan
sebagai
bentuk
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang berisi informasi keuangan. Informsi keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, baik pihak internal maupun pihak eksternal. Dilihat dari sisi manajemen
suatu
oganisasi,
laporan
keuangan
merupakan
alat
pengendalian dan evaluasi kinerja manajerial dan organisasi. Sedangkan dari sisi pemakai eksternal, laporan keuangan merupakan salah satu pertanggungjawaban dan sebagai dasar untuk mengambil keputusan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai aloksi sumber
6
daya. Secara sepesifik tujuan pelaporan keuangan pemerintah daerah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumberdaya yang dipercayakan kepadanya, (Mursyidi, 2009). Pemerintah daerah wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBD, baik dalam bentuk laporan keuangan maupun laporan kinerja. Laporan keuangan harus disusun sesuai dengan peraturan pemerintah No. 24 tahun 2005 tentang standar akuntansi pemerintah dan laporan kinerja disusun sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang laporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah. Pertanggungjawaban atas pelaksanaan pengelolaan APBN/APBD berupa laporan keuangan. Dalam rangka pelaksanaan anggaran diperlukan pemeriksaan atas laporan keuangan yang disajikan baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah.Pemeriksaan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka pemberian pernyataan pendapat (opini) tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Hasil setiap pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK disusun dan disajikan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP). Berdasarkan hasil pemeriksaan oleh BPK bahwa laporan keuangan Kota Gorontalo tahun anggaran 2009 dan 2011, BPK memberikan opini “Wajar Dengan Pengecualian” atau Qualified Opinion, BPK berpendapat bahwa laporan keuangan Pemerintah Kota Gorontalo menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan SAP, namun terdapat
7
keadaan tertentu yang berkaitan dengan yang dikecualikan. Seperti yang terlihat Pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1 Tahun 2011 masih ada kelemahan
sistem
ketidakpatuhan
pengendalian
terhadap
akuntansi
peraturan
dan
pelaporan
perundang-undangan
dan yang
mengakibatkan kerugian daerah. (IHPS I Tahun 2011) yang terlihat pada tabel berikut: Tabel 1 Kasus Ketidakpatuhan terhadap Perundang-undangan Pemerintah Daerah Kota Gorontalo (Dalam Juta Rupiah) No. 1 2 3 5
Kelompok temuan
Jumlah kasus 1 kasus 1 kasus 5 kasus 3 kasus
Kerugian Daerah Kekurangan Penerimaan Administrasi Ketidakefektifan
Total nilai (dalam juta rupiah) 29,20 9,02 10,041,77
Sumber: IHPS smester I tahun 2011
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku yang mengakibatkan kerugian daerah kota Gorontalo dengan 1 kasus dengan nilai Rp. 29,20 (dalam juta rupiah), yang mengakibatkan kekurangan penerimaan 1 kasus dengan nilai 9,02 (dalam juta rupiah), kasus admisistrasi sebanyak 5 kasus dan ketidak efektifan sebanyak 3 kasus dengan nilai 10.041,77 (dalam juta rupiah). Dengan temuan kasus tersebut, pemerintah daerah Kota Gorontalo harus memberikan perhatian yang lebih terhadap penyajian laporan keuangan Pemerintah Daerah.Karena laporan keuangan merupakan alat pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pengelolaan keuangan daerah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya. Selain temuan-temuan dari BPK tersebut, Pautina (2011) menjelaskan dalam
8
penelitiannya upaya reformasi penyajian laporan keuangan daerah nampaknya belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah maupun di jajaran Satuan Kerja perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kota Gorontalo. Hal ini terjadi karena terbatasnya jumlah personel perangkat daerah di bagian keuangan yang berlatar belakang pendidikan akuntansi sehingga mereka kurang memahami permasalahan ini. Untuk itu, SKPD tersebut diberikan kesempatan untuk mengikuti bimbingan teknis tentang cara menyusun laporan keuangan SKPD dengan benar agar laporan keuangan yang disajikan dapat dipertanggungjawabkan
kepada
publik
demi
terwujudnya
tata
kepemerintahan yang baik (good governance). Penelitian
tentang
pengaruh
pengelolaan
keuangan
daerah
terhadap kualitas laporan keuangan pernah dilakukan sebelumnya oleh Dama (2012), hasil penelitian membuktikan bahwa pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan daerah pada BPKAD Kabupaten Boalemo. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hamdani (2011) dengan judul pengaruh sistem pengendalian intern dan penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah terhadap kualitas laporan keuangan daerah, hasil penelitiannya juga membuktikan bahwa sistem pengendalian intern dan penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) di Pemerintah Kota Bandung.
9
Berdasarkan uraian di atas peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap
Kualitas
Laporan
Keuangan
Pada
Dinas
Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD)Kota Gorontalo. 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan permasalahan di atas maka masala dalam penelitian
ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Pengelolaan keuangan daerah pemerintah kota Gorontalo belum dilaksanakan dengan maksimal hal ini tercermin dari laporan keuangannya yang masih ditemukan adanya kasus ketidakpatuhan terhadap
perundang-undangan.
Sehingga
dapat
diindikasikan
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan belum dilaksanakan secara maksimal. 2. BPK berpendapat bahwa laporan keuangan Pemerintah Kota Gorontalo menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan SAP, namun terdapat keadaan tertentu yang berkaitan dengan yang dikecualikan sehingga BPK memberikan opini “Wajar Dengan Pengecualian” atau Qualified Opinion atas laporan keuangan Kota Gorontalo.
10
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh pengelolaan keuangan daerah terhadap kualitas laporan keuangan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Gorontalo? 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan mengetahui pengaruh pengelolaan keuangan daerah terhadap kualitas laporan keuangan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Gorontalo. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini terdiri atas manfaat teoritis dan manfaat praktis yaitu: 1.5.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pengembangan literature akuntansi sektor publik di Indonesia terutama dalam hal pengelolaan keuangan daerah dan penyajilan laporan keuangan di sektor publik. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan mendorong dilakukannya penelitian-penelitian akuntansi sektor public. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi penelitian-penelitian berikutnya.
11
1.5.2 Manfaat praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah kota Gorontalo terkait dengan pengelolan keuangan daerah.
12
BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1
Pengelolaan Keuangan Daerah
2.1.1 Pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah Pengertian pengelolaan keuangan daerah terdapat dalam peraturan Mendagri yang tertuang dalam Kepmendagri No.13 Tahun 2006 bab 1 Pasal 1 ayat 8 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah menyatakan pengelolaan keuangan daerah pada hakekatnya adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Halim
(2007)
keseluruhan
menjelaskan kegiatan
yang
pengelolaan
keuangan
meliputi
perencanaan,
daeah
adalah
pelaksanaan,
penatauhsaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan daerah. Menurut Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah passal 1 ayat 5, keuanga daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam rangka anggaran pendapatan dan belanja daerah. Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 yang dikutip oleh HAW.Widjaja (2002) dalam Wardatina (2008) pengelolaan keuangan daerah adalah pengelolaan semua hak dan kewajiban daerah
13
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan lain yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka APBD. Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan pemda dalam mengelola keuangan dituangkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
maupun tidak langsung
(APBD) yang langsung
mencerminkan kemampuan pemda dalam
membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan sosial masyarakat. 2.1.2 Azas Umum Pengelolaan Keuangan Negara/daerah Dalam rangka pengelolan keuangan Negara/daerah dikenal adanya beberapa azas yang sudah lazim digunakan selama ini yaitu azas tahunan, universalitas, spesialitas, dan kesatuan. Mursyidi (2009) menjelaskan pengelolaan keuangan derah/Negara juga mengadopsi azas-azas yang berasal dari best practices yang telah diterapkan diberagai negara untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan keuangan negara/daerah secara akuntabel dan transparan. Azas-azas dimaksud terdiri dari: 1. Akuntabilitas
berorientasi
mempertanggungjawabkan pertanguggungjawaban
pada
hasil.
pengelolaan
keuangan
kinerja.
14
Pemerintah
keuangan
maupun
Negara,
wajib baik
pertanggungiawaban
2. Profesionalitas. Keuangan negara harus dikelola secara professional. oleh karena itu sumber daya manusia dibidang keuangan harus professional, baik dilingkungan bendahara umum negara/daerah maupun dilingkungan pengguna anggaran/barang. 3. Proporsiolitas.
Sumberdaya
yang
tersedia
dialokasikan
secara
proporsional terhadap hasil yang akan dicapai. Hal ini diakomodasikan dengan diterapkanya prinsip penganggaran berbasis kinerja. 4. Keterbukaan, pengelolaan keuangan dilaksanakan secara transparan, baik dalam perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan anggaran, pertanggung jawaban, mupun hasil pemeriksaaan. 5. Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang berbebas dan mandiri. Pemeriksaan atas tanggung jawab dan pengelolan keuangan Negara/daerah dilakukan oleh badan pemeriksaan yan independen, dalam hal ini adalah badan pemeriksa keuangan (BPK). Pemeriksaan oleh BPK dilaksanakan sesuai dengan amanat undang-undang dan hasil pemeriksaan disampaikan langsung kepada parlemen. Kedudukan BPK terhadap pemerintah adalah indepen, dengan kata lain BPK merupakan external auditor pemerintah.
2.1.3 Prinsip- prinsip pengelolaan keuangan daerah Perubahan dalam pengelolaan keuangan daerah harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah (anggaran) yang baik. Mardisamo (2004) menjelaskan Prinsip manajemen keuangan
15
daerah yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah tersebut meliputi: a) Akuntabilitas Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan
harus
benar-benar
dapat
dilaporkan
dan
dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambil keputusan berperilaku sesuai dengan mandat yang diterimanya. Untuk ini, perumusan kebijakan, bersamasama dengan cara dan hasil kebijakan tersebut harus dapat diakses dan dikomunikasikan secara vertikal maupun horizontal dengan baik. b) Value for Money Value for Money berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Ekonomi berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada harga yang paling murah. Efisiensi berarti bahwa penggunaan dana masyarakat (public money) tersebut dapat menghasilkan output yang maksimal (berdaya guna). Efektivitas berarti bahwa penggunaan anggaran tersebut harus mencapai targettarget atau tujuan kepentingan publik. Dalam konteks otonomi daerah, value for money merupakan jembatan untuk menghantarkan pemerintah daerah mencapai good governance. Value for money tersebut harus dioperasionalkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran
16
daerah. Untuk mendukung dilakukannya pengelolaan dana publik (public money) yang mendasarkan konsep value for money, maka diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah yang baik. Hal tersebut dapat tercapai apabila pemerintah daerah memiliki sistem akuntansi yang baik. c) Kejujuran dalam Pengelolaan Keuangan Publik (Probity) Pengelolaan keuangan daerah harus dipercayakan kepada staf yang memiliki integritas dan kejujuran yang tinggi, sehingga kesempatan untuk korupsi dapat diminimalkan. d) Transparansi Transparansi
adalah
keterbukaan
pemerintah
dalam
membuat
kebijakan-kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat. Transparansi pengelolaan keuangan daerah pada akhirnya akan menciptakan
horizontal
accountability antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya sehingga tercipta pemerintahan daerah yang bersih, efektif, efisien, akuntabel,
dan
responsif
terhadap
aspirasi
dan
kepentingan
masyarakat. e) Pengendalian Penerimaan dan pengeluaran daerah (APBD) harus selalu dimonitor, yaitu dibandingkan antara yang dianggarkan dengan yang dicapai. Untuk itu perlu dilakukan analisis varians (selisih) terhadap penerimaan
17
dan pengeluaran daerah agar dapat sesegera mungkin dicari penyebab timbulnya varians dan tindakan antisipasi ke depan.
2.1.4 Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah Pengelolaan keuangan daerah mengikuti ketentuan undang-undang dibidang keuangan Negara. Siklus pegelolaan ini tidak terlepas pada siklus manajemen yang dikenal selama ini. Perencanaan merupakan awal dari siklus yang diikuti dengan pelaksanaan dan pengawasan. Menurut Mursyidi (2009) pengelolaan keuangan negara, siklus tersebut terdiri dari perencanaan/penganggaran,
pelaksanaan
anggaran/perbendaharaan,
akuntansi dan pertanggung jawaban dan pemeriksaan. Perbaikan dalam pengelolaan keuangan daerah akan dibangun berdasarkan analisis setiap tahap dari siklus anggaran. Atas dasar keaadaan masa lalu dan ketentuan undang-undang yang baru maka akan dihasilkan usulan-usulan pengelolaan keuangan daerah yang lebih dapat dipertanggung jawabkan. Analisis dan usulan tersebut mungkain tumpang tindih pada tahap-tahap yang ada karena memang tahap-tahap tersebut tidak terlepas satu sama lain (saling berkaitan). Sebagai gambaran awal dari permasalahan dan usulan alternatif perbaikan untuk menciptakan mekanisme pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi pada kepentingan publik (Mardiasmo, 2004).
Menurut PP 58/2005, pasal 1
dalam Halim (2007) pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi proses perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
18
pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan. Adapun peenjelasan tentang siklus pengelolaan keuangan daerah adalah sevagai berikut: 1. Tahap perencanaan dalam pengelolaan keuangan Berdasarkan Permendagri No 13 Tahun 2006, tahap perencanaan merupakan proses penetapan tindakan pada masa depan yang berupa sasaran dan target sehingga mempunyai visi dan misi yang jelas untuk mencapai tujuannya.
Dalam tahap perencanaan harus menghasilkan
keefektifan dan juga efisiensi dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan: 1) penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai; 2) penetapan prioritas kegiatan dan perhitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional. Aspek perencanaan memiliki peranan yang penting bagi suatu daerah. Aktivitas pemerintah akan terlaksana dengan lebih baik jika seluruh tahapan
proses
perencanaan
dilaksanakan
secara
konsekuen.
Perencanaan strategis mendorong pemikiran ke depan dan menjelaskan arah yang dikehendaki di masa yang akan datang. Dalam rangka penyusunan anggaran, proses dipilih menjadi dua tahap yaitu tahap perencanaan
dan
tahap
penganggaran
(Mursyidi,
2009).
Tahap
perencanaan dipemerintah pusat dikoordinir oleh Bappenas sedangkan
19
pada pemerintah daerah dikoordinir oleh satuan kerja perencanaan daerah. Tahap penganggaran dipimpin oleh kementrian keuangan pada pemerintah pusat dan dikelola oleh tim anggaran pemerintah daerah di pemerintah daerah. 2. Tahap Pelaksanaan dalam pengelolaan keuangan Pelaksanaan adalah suatu kegiatan dalam melakukan apa yang sudah direncanakan sebelumnya dengan menggunakan sumber daya yang tersedia. Dalam proses pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
diatur
mengenai
pelaksanaan
pemungutan,
penerimaan-
penerimaan daerah, serta pelaksanaan penyaluran pengeluaran daerah yang biasa disebut pengurusan APBD. Pelaksanaan APBD menganut sistem pengurusan yang dapat dibedakan atas dua bentuk pengurusan sebagai berikut: a. Pengurusan Administrasi yaitu wewenang untuk mengadakan tindakantindakan dalam rangka penyelenggaraan rumah tangga daerah yang membawa akibat pengeluaran-pengeluaran yang membebani anggaran daerah. b. Pengurusan Kebendaharawan, yaitu wewenang untuk menerima, menyimpan, membayar atau mengeluarkan uang dan barang serta berkewajiban mempertanggungjawabkan kepada Kepala Daerah. (Iman, 2009) dalam Saputri (2011) Beberapa aspek pelaksanaan yang diatur Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 2005 adalah memberikan peran dan tanggung jawab yang lebih
20
besar para pejabat pelaksana anggaran, sistem pengawasan pengeluaran dan sistem pembayaran, manajamen kas dan perencanaan keuangan, pengelolaan pituang dan utang, pengelolaan investasi, pengelolaan barang milik daerah, larangan penyitaan uang dan barang milik daerah dan/atau yang dikuasai negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBD, serta akuntansi dan pelaporan. Pelaksanaan pada pengelolaan keuangan daerah ini adalah pelaksanaan anggaran yang dialokasikan pada Pemerintah Daerah. Selanjutnya terkait dengan pelaksanaan anggaran oleh SKPD, Mursydi (2009) menjelaskan ada dua sistem terkait dengan pelaksanaan anggaran, yaitu sistem penerimaan dan sistem pembayaran. a) Sistem penerimaan Seluruh penerimaan negara/daerah harus disetor ke rekening kas umum Negara/Daerah dan tidak diperkenankan dipergunakan secara langsung oleh satuan kerja daerah yang melakukan pemungutan (azas bruto). Pendapatan diakui setelah uang disetor kerekening kas umum Negera/Daerah (basis kas). Oleh karena itu penerimaan wajib disetor kerekening kas umum Negara/Daerah selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Dalam rangka mempercepat penerimaan pendapatan, bendahara
umum
Negara/Daerah
dapat
membuka
rekening
penerimaan pada bank. Bank yang bersangkutan wajib meyetorkan penerimaan pendapatan setiap sore hari ke rekning kas umum Negara/daerah (Mursyidi, 2009).
21
b) Sistem pembayaran Belanja membebani anggara daerah setelah barang atau jasa diterima. Oleh karena itu terdapat pengaturan yang ketat tentang sistem pembayaran. Dalam sistem pembayaran terdapat dua pihak yang terkait, yaitu pengguna anggaran/barang dan bendahara umum daerah.Terdapat dua cara pembayaran, yaitu pembayaran yang dilakukan secara langsung oleh BUD kepada yang berhak menerima pembayaran atau lebih dikenal dengan sistem LS. Pembayaran dengan sistem LS dilakukan untuk belanja dengan nilai yang cukup besar atau di atas jumlah tertentu. Cara lainnya adalah dengan mengggunakan uang persediaan melalui bendahara pengeluaran. Pengeluaran dengan UP dilakukan untuk belanja yang nilainya kecil dibawah jumlah tertentu untuk membiayi keperluan sehari-hari perkantoran (Mursyidi, 2009). 3. Penatausahaan Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Penatausahaan keuangan adalah kegiatan yang mempunyai kepentingan pengendalian terhadap pelaksanaan anggaran dan belanja Daerah, mengingat adanya otorisasi yang telah diberikan melalui penetapan ke dalam peraturan daerah dan pengesahannya oleh pejabat yang
berwenang.
Anggaran,
sepanjang
yang
berkenaan
dengan
pelaksanaan anggaran. Proses pembayaran yang bernilai kecil dengan cepat harus dibentuk kas kecil untuk pengguna anggaran yaitu SKPD. Pemegang kas kecil harus bertanggungjawab mengelola dana yang
22
jumlahnya lebih dibatasi yang dalam Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 2005 dikenal sebagai bendahara. Azas
umum
penatausahaan
keuangan
daerah
berdasarkan
Permendagri No13 Tahun 2006 adalah sebagai berikut: a. Pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran, bendahara penerimaan/pengeluaran dan orang atau badan yang menerima atau menguasai uang/barang/kekayaan daerah wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. b. Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan/atau pengeluaran atas pelaksanaan APBD bertanggung jawab terhadap kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud. 4. Pelaporan Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Pengaturan bidang akuntansi dan pelaporan dilakukan dalam rangka untuk menguatkan pilar akuntabilitas dan transparansi. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan, pemerintah wajib menyampaikan laporan akhir dari setiap kegiatan yang telah dilaksanakan.
Kegiatan
pelaporan
dilakukan
untuk
memberikan
data/informasi yang cepat, tepat dan akurat kepada pemangku kepentingan sebagai bahan pengambilan keputusan. Pelaporan dalam pengelolaan keuangan daerah harus sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah hal ini juga dinyatakan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
23
58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 96 bagian Akuntansi Keuangan Daerah bahwa Kepala Daerah berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan menetapkan peraturan kepala daerah tentang kebijakan akuntansi.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah juga dinyatakan bahwa: 1) Pemerintah daerah menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada standar akuntansi pemerintahan. 2) Sistem akuntansi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah mengacu pada peraturan daerah tentang pengelolaan keuangan daerah. Kegiatan pelaporan pada pengelolaan keuangan daerah yang dinyatakan pada PP RI No 58 Tahun 2005 Pasal 100 adalah sebagai berikut: 1) PPKD menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya. 2) PPKD menyusun laporan keuangan pemerintah daerah terdiri dari: Laporan Realisasi Anggaran; Neraca; Laporan Arus Kas; dan CALK 3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
24
4) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan laporan ikhtisar realisasi kinerja dan laporan keuangan badan usaha milik daerah/perusahaan daerah. 5) Laporan keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan laporan keuangan SKPD. 6) Laporan keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada kepala daerah dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Laporan keuangan pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud di atas disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah daerah. Apabila sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) BPK belum menyampaikan laporan hasil pemeriksaan, rancangan peraturan daerah akan diajukan kepada DPRD. 5. Pertanggungjawaban Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Pertanggungjawaban berdasarkan Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah adalah perwujudan kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Pertanggungjawaban
tersebut
dilakukan
25
dengan
menyampaikan
perhitungan APBD kepada menteri dalam negeri untuk pemda tingkat I dan kepada gubernur untuk pemda tingkat II, jadi, pertanggungjawaban ini bersifat vertikal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah
pertanggungjawaban pada pengelolaan keuangan daerah meliputi: 1) Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana, yang berada dalam tanggung jawabnya. 2) Penyelenggaraan akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencatatan/penatausahaan atas transaksi keuangan di lingkungan SKPD dan menyiapkan laporan keuangan sehubungan dengan pelaksanaan anggaran dan barang yang dikelolanya. 3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan yang disampaikan kepada kepala daerah melalui PPKD selambatlambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. 4) Kepala
SKPD
selaku
pengguna
anggaran/pengguna
barang
memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBD yang menjadi tanggung
jawabnya
telah
diselenggarakan
berdasarkan
sistem
pengendalian intern yang memadai, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
26
5) Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. 6. Pengawasan Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Pengawasan merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan untuk memantau, mengukur, dan bila perlu melakukan perbaikan atas pelaksanaan kerja sehingga apa yang telah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Pengawasan anggaran meliputi seluruh siklus anggaran, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
maupun
pengawasan
anggaran
kesesuaian
pertanggungjawaban. merupakan
perencanaan
melaksanakan
anggaran
pembangunan
Secara
sederhana
proses
pengawasan
dan
pelaksanaannya
daerah.
Pengawasan
terhadap dalam terhadap
pelaksaanaan perlu dilakukan, hal ini bertujuan untuk memastikan seluruh kebijakan publik yang terkait dengan siklus anggaran dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berorientasi pada prioritas publik. Namun sebelum sampai pada tahap pengawasan, anggota dewan harus mempunyai bekal pengetahuan mengenai anggaran sehingga nanti ketika melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran, anggota dewan telah dapat mendeteksi apakah ada terjadi kebocoran atau penyimpangan alokasi anggaran, (Saputri, 2011).
27
Pengawasan terhadap pelaksanaan dalam pengelolaan keuangan daerah
wujudnya
adalah
melihat,
mendengar,
dan
mencermati
pelaksanaan APBD yang dilakukan oleh SKPD, baik secara langsung maupun tidak langsung berdasarkan informasi yang diberikan oleh konstituen, tanpa masuk ke ranah pengawasan yang bersifat teknis. Dalam rangka pelaksanaan anggaran diperlukan pemeriksaan atas laporan keuangan yang disajikan baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah. Pemeriksanaan ini dilakukan oleh BPKdalam rangak pemberian pernyataan pendapat (opini) tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Hasil setiap pemriksaan yang dilaksanakan oleh BPK disusun dan disajikan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP). Selanjutnya LHP dimaksud disampaikan kepada DPR/DPRD/DPD sesuai dengan kewenangannya, kecuali yang memuat rahasia Negara dan kepada pemerintah. LHP atas laporan keuangan selambat-lambatnya disampaikan kepada legislative 2 (dua) bulan setelah diterimanya lapaoran keuangan dari pemerintah (Mursydi, 2009). 2.2 Kualitas Laporan Keuangan Daerah 2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan daerah Laporan Keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas dan kinerja
28
keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik tujuan laporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Mardiasmo (2004) menjelaskan Laporan keuangan dibuat untuk memberikan informasi mengenai kondisi keuangan suatu entitas dalam suatu periode sebagai gambaran dari kinerja entitas yang bersangkutan. Laporan keuangan pemerintah daerah yang komprehensif dapat menjadi fasilitas dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas publik. Laporan keuangan pemerintah daerah setidaknya terdiri dari neraca, laporan realisasi anggaran, laporan arus kas, dan laporan surplus/defisit. Bagi pihak eksternal, laporan keuangan pemerintah daerah yang berisi informasi keuangan daerah akan digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik. Sedangkan bagi pihak intern, laporan keuangan digunakan untuk penilaian kinerja. Menurut Erlina (2008) dalam Abas (2011) laporan keuangan daerah adalah suatu hasil dari proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dari transaksi ekonomi (keuangan) dari entitas pemerintah daerah yang dijadikan
sebagai
informasi
dalam
rangka
pertanggungjawaban
pengelolaaan keuangan daerah dan pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak eksternal entitas pemerintah daerah yang memerlukannya.
29
Laporan keuangan pemerintah daerah tersebut harus sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Laporan keuangan pemerintah daerah berdasarkan PP No.24 tahun 2005 tentang SAP adalah merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Menurut Renyowijoyo (2008) dalam Abas (2011) pengguna laporan keuangan pemerintah daerah adalah: a) masyarakat, b) para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa, c) pihak yang memberi donasi, investasi dan pinjaman, d) pemerintah.
2.2.2 Komponen laporan keuangan daerah Komponen laporan keuangan pemerintah menurut PP Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan adalah: a. Laporan Realisasi Anggaran Menurut Mursyidi (2009) laporan realisasi anggaran adalah laporan yang disusun secara sistematis tentang realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan selama suatu periode tertentu. LRA mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukan ketahaan terhadap APBN/APBD dengan menyajikan ikhtisar sumber alokasi dan penggunaan sumberdaya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah dalam suatu periode pelaporan. LRA menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya dalam suatu periode pelaporan.
30
b. Neraca Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Menurut Mursyidi (2009) neraca merupakan laporan yang disusun secara sistematis mengenai posisi asset, kewajiaban, dan ekuitas dana untuk suatu entitas pada saaat tertentu. Ini menunjukan neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai asset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. c. Laporan Arus Kas Laporan arus kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan transaksi non anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu. Laporan arus kas merupakan laporan yang disusun secara sistematis untuk menyajikan informasi mengenai penerimaan dan pengeluara kas melalui kas umum Negara/kas umum daerah (Mursyidi, 2009). d. Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rinci dari angka yang tertera dalam laporan realisasi anggaran, neraca, dan laporan arus kas. Catatan atas laporan keuangan juga memuat informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk
31
diungkapkan
di dalam
Standar
Akuntansi
Pemerintahan
serta
ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
2.2.3 Kualitas Laporan Keuangan Menurut Mursyidi (2009) karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki (SAP, 2010: 25): 1. Relevan Laporan keuangan bisa dikatakan relefan apabila informasi yang termuat didalamnya dapat memenuhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mareka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan
yang
relevan
dapat
dihubungkan
dengan
maksud
penggunaannya. Informasi dapat dikatakan relevan jika memiliki: a) Memiliki
manfaat
umpan
balik
(feedbak
value).
Informasi
memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi ekspektasi mereka dimasa lalu.
32
b) Memiliki manfaat prediktif (predctive value). Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini c) Tepat waktu. Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna dalam pengambilan keputusan. d) Lengkap. Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin, yaitu mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. 2. Andal Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalakan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi karakteristik sebagai berikut: a) Penyajian jujur. Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwalainnya yang seharusnya dasajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan, b) Dapat diverifikasi (verifiability). Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap menunjukan simpulan yang tidak berbeda jauh, dan
33
3. Dapat Dibandingkan Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya. Informasi laporan keuangan harus netral serta dapat di perbandingan dapat dilakukan secara internal dan eksternal. a) Netralitas. Informasi diarahkan pada kebutuhan pihak tertentu. b) Perbandingan secara internal yang dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun. c) Perbandingan secara ekternal dapat dilakukan bila entitas yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas pemerintah akan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan,
perubahan
tersebut
diungkapkan
pada
periode
terjadinya perubahan. 4. Dapat Dipahami Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi yang dimaksud.
34
2.3
Kajian Penelitian Yang Relevan Adapun penelitian terdahulu yang menjadi acuan dari peneliti untuk
melakukan penelitian ini yaitu: 1. Dama (2012) dengan judul Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah (Studi kasus pada Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah (BPKAD) Kab Boalemo). Hasil penelitian
membuktikan
bahwa
pengelolaan
keuangan
daerah
berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan daerah pada BPKAD Kabupaten Boalemo. 2. Sagita (2011) dengan judul Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Dan Penerapan Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah (pada Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Aset Daerah Di Pemerintah Kota Bandung). Hasil penelitian menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara
sistem pengendalian intern dan penerapan prinsip
pengelolaan keuangan daerah dengan kualitas laporan keuangan daerah. Sedangkan koefisien determinasi menunjukkan bahwa secara bersama-sama
sistem pengendalian intern dan
penerapan prinsip
pengelolaan keuangan daerah memberikan sumbangan terhadap variabel terikat (kualitas laporan keuangan sedangkan sisanya 26,7%
daerah) sebesar 73,3%
dipengaruhi faktor lain seperti
akuntansi dan Standar Akuntansi Pemerintahan.
35
sistem
3. Saputri, Amelia Dini (2011). Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah dan Penerapan Total Quality Management (TQM) Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintahan Kota Bandung: Studi pada SKPD yang telah mendapatkan sertifikasi ISO di Pemerintahan Kota Bandung. Hasil penelitiannya adalah pengelolaan keuangan daerah dan Total Quality Management (TQM) berpengaruh terhadap kinerja SKPD di lingkungan Pemerintahan Kota Bandung. Secara parsial pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD tapi secara parsial Total Quality Management (TQM) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja SKPD. Untuk lebih jelasnya tentang judul, varaiabel dan hasil penelitian dari berbagai penelitian terdahulu tersebut dapat dilihat pada pabel 2 berikut ini:
36
Tabel 2: Kajian Penelitian terdahulu N o 1.
Variabel Penelitian Pengelolaa n keuangan daerah, laporan keuangan daerah
Nama
Judul
Dama (2012)
Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah (Studi kasus pada Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah (BPKAD) Kab Boalemo).
2.
Sagita (2011)
Sistem Pengendalia n Intern, Pengelolaan Keungan Daerah, Kualitas Laporan Keuangan Daerah
3
Saputri, Amelia Dini (2011)
Pengaruh sistem pengendalian intern dan penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah terhadap kualitas laporan keuangan daerah (pada dinas pengelolaan keuangan daerah dan aset daerah di pemerintah kota bandung) Pengaruh pengelolaan keuangan daerah dan penerapan total quality management (tqm) terhadap kinerja satuan kerja perangkat daerah (skpd) di lingkungan pemerintahan kota bandung : studi pada skpd yang telah mendapatkan sertifikasi iso di pemerintahan kota bandung Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) terhadap kewajaran laporan keuangan (Survey pada BPKD Kabupaten Gorontalo)
Penerapan standar akuntansi pemerintaha n dan kewajran laporan keuangan
4
Abas (2011)
Pengelolaan keuangan daerah, Total Quality Managemen t. Dan Kinerja
Perbedaan
Hasil Penelitian Hasil penelitian membuktikan bahwa pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan daerah pada BPKAD Kabupaten Boalemo. Koefisien determinasi menunjukan bahwa pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kualitas lapran keuangan sebesar 33.2% dan sebesar 66.8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diuji dalam penelitian ini.
Pada tempat dan fokus Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sistem pengendalian intern dan penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah dengan kualitas laporan keuangan daerah. Sedangkan koefisien determinasi menunjukkan bahwa secara bersama-sama sistem pengendalian intern dan penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah memberikan sumbangan terhadap variabel terikat (kualitas laporan keuangan daerah) sebesar 73,3% sedangkan sisanya 26,7% dipengaruhi faktor lain seperti sistem akuntansi dan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Pada variabiabel, metode penelitian dan hasil penelitian
Hasil kesimpulan pengelolaan keuangan daerah dan
Hasil
Total
Variabel Penelitian
Quality
Management
(TQM)
berpengaruh
Penelitian
Dan
terhadap kinerja SKPD di lingkungan Pemerintahan Kota Bandung. Secara parsial pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD tapi secara parsial
Total
Quality
Management
(TQM)
tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja SKPD dapat dilihat dari t hitung (0.405) ≤ t tabel (0.683). besarnya pengaruh pengelolaan keuangan daerah dan TQM terhadap kinerja dapat dilihat dari koefisien . determinan sebesar 53,7% atau 0.537 Hasil penelitian hipotesis pertama menunjukan bahwa penerapan SAP yang terdiri dari penyajian laporan keuangan (X1), laporan realisasi anggaran (X2), laporan arus kas (X3), dan catatan atas laporan keuangan (X4), secara bersama-sama berpengaruh terhadap kewajaran laporan keuangan (Y). Hasil penelitian hipotesis kedua manunjukan bahwa penyajian laporan keuangan (X1), penyajian laporan realisasi anggaran (X2), laporan arus kas (X3), dan catatan atas laporan keuangan (X4), secara individu berpengaruh terhadap kewajaran laporan keuangan (Y). Survey pada BPKAD Kabupaten Gorontalo.
37
Variabel penelitian, alat analisis dan tempat penelitian serta hasil penelitian
5
Nune (2012)
Pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah terhadap kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo
Sistem Pengendalia n Intern Pemerintah, Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah Kab. Gorontalo. Koefisien determinasi atau angka Rsquare adalah sebesar 79%.
Variabel penelitian, alat analisis dan tempat penelitian serta hasil penelitian
Sumber: Data olahan 2013
2.4
Kerangka Pikir Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana
secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada undang-undang tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara pemerintah dan daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah. Didalam Undang-undang mengenai keuangan negara, terdapat penegasan dibidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara/daerah adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Ketentuan
tersebut
berimplikasi
38
pada
pengaturan
pengelolaan
keuangandaerah, yaitubahwa gubernur/bupati/walikota bertanggungjawab atas pengeloaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah (Darise, 2006). Pengelolaan keuangan daerah harus transparansi yang mulai dari proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran daerah. Selain itu, akuntabilitas dalam pertanggungjawaban publik juga diperlukan, dalam artii bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan
pelaksanaan
harus
benar-benar
dapat
dilaporkan
dan
dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Kemudian, Value for money yang berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Dengan adanya penerapan prinsip-prinsip tersebut, maka akan menghasilkan pengelolaan keuangan daerah (yang tertuang dalam APBD) yang benar-benar mencerminkan
kepentingan
dan
pengharapan
masyarakat
daerah
setempat secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Sehingga nantinya akan melahirkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat (Mardiasmo, 2004). Jadi
pengelolaan
keuangan
daerah
itu
supaya
berkualitas
tergantung pada setiap tahap pengeleloaannya salah satunya dilihat dari hasil tahap pelaporannya. Antara sistem akuntansi pemerintahan dengan standar akuntansi harus terdapat sinkronisasi dan harmonisasi. Sistem akuntansi merupakan alat untuk
menghasilkan laporan keuangan
pemerintah daerah, sedangkan standar akuntasi merupakan pedoman
39
yang mengatur bagaimanan laporan keuangan tersebut
seharusnya
disajikan. Mahmudi (2007: 4). Berdasarkan penjelaan terebut maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Dasar Teori: Mahmudi (2007) menyatakan bahwa Kualitas dari hasil (outcame) pengelolaan keuangan daerah sangat dipengaruhi oleh seberapa bagus pengelolaan pada setiap tahap, baik tahap perencanaan, implementasi maupun pelaporan
Pengaruh pengelolaan keuangan daerah terhadap kualitas laporan keuangan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) di pemerintah Kota Gorontalo?
Penelitian Terdahulu: 1. Dama (2012) Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah (Studi kasus pada Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah (BPKAD) Kab Boalemo) 2. Sagita (2011) pengaruh sistem pengendalian intern dan penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah terhadap kualitas laporan keuangan daerah (pada dinas pengelolaan keuangan daerah dan aset daerah di pemerintah kota bandung) 3. Saputri (2011) pengaruh pengelolaan keuangan daerah dan penerapan total quality management (tqm) terhadap kinerja satuan kerja perangkat daerah (skpd) di lingkungan pemerintahan kota bandung: studi pada SKPD yang telah mendapatkan sertifikasi iso di pemerintahan kota Bandung.
Pengelolaan Keuangan Daerah
Kualitas Laporan Keuangan Daerah
Gambar 1: Kerangka Pemikiran
40
2.5
Hipotesis Adapun hiporesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut: diduga terdapat pengaruh pengelolaan keuangan daerah terhadap kualitas laporan keuangan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan.
41
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Pemerintahan Kota Gorontalo pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Gorontalo. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2013 sampai dengan Juni 2013.
3.2 Desain penelitian Rancangan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah untuk menguji adanya pengaruh antara variabel X dengan variabel Y, dalam penelitian ini yaitu variabel X (pengelolaan keuangan daerah) dan variabel Y (kulaitas laporan keuangan daerah). Penelitian ini merupakan penelitian survai. Penelitian survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai dari suatu variabel, dalam hal ini variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independent) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu (Hasan, 2008). Sifat penelitian ini merupakan penelitian asosiatif kausal yaitu
42
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan yang bersifat sebab akibat (Hasan, 2008). Penelitian ini terdapat variabel independen dan variabel dependen. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh Pengelolaan keuangan daerah sebagai variabel independen terhadap akuntabilitas publik pada DPPKAD Kota Gorontalo sebagai variabel dependen. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka desain penelitian sederhana akan digambarkan seperti gambar 2 di bawah ini:
Pengelolaan keuangan daerah (X)
Kualitas laporan keuangan daerah (Y)
Gambar 2: Desain Penelitian
3.3
Populasi dan Sampel Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin hasil menghitung
atau pengukuran kuntitatif atau kualitatif dan karakteristik tertentu atau sekumpulan objek yang lengkap dan jelas sifatnya. Menurut Sugiono (2009) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Dengan demikian populasi merupakan sumber suatu penyimpulan atas suatu fenomena. Karena penelitian ini dilakukan pada DPPKAD Kota Gorontalo, maka populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai yang
43
ada pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo sebanyak 71 orang. Metode pengambilan sampel adalah purposive sampling, teknik penentuan sampel dengan pertimbangan/kriteria tertentu (Sugiyono, 2009:68). Adapun pertimbangan yang ditentukan oleh penulis dalam pengambilan sampel adalah sebagai staf yang terlibat dalam proses penyusunan angggaran dan penyajian laporan keuangan. Adapun yang terpilih menjadi sampel penelitian berdasarkan pertimbangan yang ditentukan oleh penulis adalah sebanyak pegawai/responden yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3: Populasi Dan sampel No 1. 2. 3. 4.
Pertimbangan Populasi/Sampel Bagian Anggaran Bagian Pendapatan Bagian Akuntansi Bagian Aset Jumlah Sumber: DPPKAD Kota Gorontalo. 3.4
Jumlah 23 Orang 14 Orang 13 Orang 8 Oranga 58 Orang
Definisi Operasional Variabel Variabel penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan
variabel terikat seperti dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengelolaan keuangan daerah (X), Halim (2007) Pengelolaan keuangan
daeah
perencanaan,
adalah
keseluruhan
pelaksanaan,
kegiatan
penatauhsaan,
pertanggungjawaban dan pengawasan daerah.
44
yang
meliputi
pelaporan,
2. Kualitas laporan kueangan daerah (Y) PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Kualitas laporan keuangan daerah adalah karakteristik kualitatif laporan keuangan yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki yaitu, relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami. Tabel 4: Definisi Operasional dan Indikator No 1
Jenis Variabel Pengelolaan Keugan aerah (X)
Definisi Operasional Pengelolaan keuangan daeah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatauhsaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan daerah
Dimensi
Indikator
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
1. 2.
3. 4.
3. Penatausahaan
5.
4. Pelaporan
6.
5. Pertanggung jawaban
7.
6. Pengawasan
8.
Sumber: Halim (2007)
2
Kualitas Laporan keugan daerah (Y)
Kualitas laporan keuangan daerah adalah karakteristik kualitatif laporan keuangan yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki yaitu, relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami. Sumber: SAP (2010)
Sumber: Permendagri 13 tahun 2006, Halim (2007) 1. Relevan
Berpedoman pada visi dan misi Penetapan secara jelas visi, misi, tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat serta indikator kinerja yang ingin dicapai. Penggunaan APBD sesuai dengan apa yang ditujukan dan ditargetkan Dalam penggunaan anggaran diupayakan agar tidak seluruhnya dihabiskan tanpa mengurangi pencapain target dan sasaran. Adanya buku-buku dokumen sebaga tanda pencatatan atas kegiatan pelaksanaan anggaran belanja Laporan yang diberikan dapat memuat informasi untuk perencanaan dan penganggaran serta dapat digunakan untuk evaluasi kinerja manajerian dan organisasional. Menyiapkan laporan keuangan sehubungan dengan pelaksnaan anggaran dan barang yang dikelolanya yaitu LRA, Neraca, CAL dan dikumpulkan sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Pelaksanaan APBD tekah dikelola secara transparan dan kuntabel
Skala
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Sumber: Permendagri 13 tahun 2006, Halim (2007) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Memiliki Manfaat umpan balik Memiliki manfaat prediktif Tepat waktu Lengakp Penyajian jujur Dapt diverifikasi
Ordinal
3. Dapat dibandingkan
7. 8. 9.
Memenuhu unsure netralitas Secara intrrnal Secara eksternal
Ordinal
4. Dapt dipahami
10.
Dapat dipahami penggunaanya
Ordinal
Sumber: (2010)
Sumber: SAP (2010)
2. Andal
SAP
Sumber: Olahan Data
45
Ordinal
Berdasarkan tabel 4 di atas, maka pengukuran dan ukuran skala yang digunakan untuk pembuatan item kuesioner adalah menggunakan skala likert dimana berisi pernyataan yang sistematis untuk menunjukan sikap seseorang terhadap peryataan itu. Sedangkan menurut Sugiyono (2011: 93) bahwa skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial yang ditetapkan oleh peneliti sebagai variabel penelitian. Adapun yang dipakai sebagai kuesioner data angket dengan menggunakan 5 (lima) pilihan yaitu sangat setuju (A), setuju (B), ragu-ragu (C), tidak setuju (D), dan sangat tidak setuju (E) setiap pilihan akan diberikan skor/bobot nilai yang berbeda seperti tampak pada tabel 5 sebagai berikut: Tabel 5: Peryataan dengan skala likert
3.5
No
Pilihan
Skor/Bobot
Keterangan
1 2 3 4 5
A B C D E
5 4 3 2 1
Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju
Tehnik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dari responden yang akan diteliti maka,
penulis menggunakan teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh penulis untuk mengumpulkan data (Arikunto, 2006). Untuk memperoleh data yang lengkap dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan data berupa daftar pertanyaan (questionaire) yang diberikan kepada seluruh responden yang ada DPPKAD Kota Gorontalo.
46
3.5.1 Sumber Data Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung yang bersumber dari jawaban kuesioner dari responden. Untuk memperoleh data/informasi yang akurat maka peneliti menggunakan pendekatan langsung kepada instansi yang bersangkutan serta para responden yang ada dalam instansi tersebut. 3.5.2 Instrumen Instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian (Sugiyono, 2011). Instrumen penelitian dalam penelitian ini berupa kuesioner yang berhubungan dengan indikator pengelolaan keuangan daerah dan kualitas laporan keuangan. 3.5.3 Prosedur Pengujian Instrumen Penelitian Menurut Arikunto (2006) bahwa instrumen adalah alat untuk memperoleh data pada waktu peneliti menggunakan suatu metode. Dengan
menggunakan
instrumen
yang valid
dan
reliabel dalam
pengumpulan, maka diharapkan hasil penelitian ini akan menjadi valid dan reliabel. Hal ini berarti bahwa dengan menggunakan yang telah teruji validitas dan realiabilitasnya, otomatis hasil (data) penelitian menjadi valid dan reliabel.
47
1. Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk mengukur pertanyaan atau persyaratan yang ada dalam kuesioner atau pernyataan dianggap valid jika pernyataan tersebut mampu mengungkap apa yang ingin diukur. Instrumen yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur (Sugiono, 2011: 121). Uji
validitas dilakukan dengan
mengkorelasikan masing-masing pertanyaan dengan skor untuk masingmasing variabel. Validitas menunjukan sejauh mana relevansi pertanyaan terhadap apa yang ditanyakan atau apa yang diukur dalam penelitian. Tingkat validitas kuesioner diukur berdasarkan koefisien validitas yang dalam hal ini menggunakan koefisien korelasi pearson. Proses perhitungan dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 16 dan Microsoft excel 2007. Pengujian validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan korelasi product moment (Sugiyono, 2011) yang dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan: x y n
: Skor item ke-1 : Skor total variabel : Jumlah responden
48
2. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas pada dasarnya untuk mengetahui apakah alat pengumpulan data pada dasarnyan menunjukan ketepatan, keakuratan, kestabilan, atau konsistensi alat tersebut dalam mengungkapkan gejala tertentu
dari
sekelompok
individu,
walaupun
dilakukan
terhadap
pernyataan-perrnyataan yang sudah valid, untuk mengetahui sejauhmana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran kembali terhadap gejala yang sama. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk menguji konsistensi kuisioner dalam mengukur suatu kontrak yang sama atau stabilitas kuisioner jika digunakan dari waktu
ke waktu). Reliabilitas
instrumen penelitian dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan koefisien cronbach’s alpha. Jika nilai koefisien alpha sama dengan atau lebih besar dari 0,6 maka disimpulkan bahwa instrument penelitian tersebut handal atau reliabel (Ghozali, 2005). Koefisien korelasi antara dua kelompok tersebut menunjukan kehandalan internal alat ukur yang digunakan. Proses perhitungan dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 16 dan Microsoft excel 2007. Untuk menguji reliabilitas dalam penelitian ini, penulis menggunakan koefisien reliabitas Alpha cronbach (Arikunto, 2006: 196) yaitu:
49
Keterangan: r11 k ∑σb2 σt2
: Reliabilitas instrumen : Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal : Jumlah varians butir : Varians total
Sekumpulan pertanyaan untuk mengukur suatu variabel dikatakan reliabel dan berhasil mengukur dimensi variabel yang kita ukur jika koefisien reliabilitasnya minimal 0,5 atau 0,6.
3. Transformasi Data Untuk
mengukur
variabel-variabel
tersebut
akan
dilakukan
penyebaran kuesioner kepada responden. Data yang terkumpul adalah adalah data yang berskala ordinal, sedangkan syarat data untuk dapat digunakannya statistik inferensial (analisa regresi) sebagai analisis utama dalam pengujian hipotesis pada penelitian ini adalah sekurang-kurangnya data yang berskala interval. Oleh karena itu seluruh variabel yang berskala ordinal terlebih dahulu dikonversi untuk selanjutnya dinaikkan ketinggian pengukuran interval. Teknik yang digunakan dalam konversi data ini adalah metode interval berurutan (method successive intervals) (Hays, 1976) dalam Dama (2012).
Keterangan: Density at lower limit Density at upper limit Area under upper limit Density under lower limi 50
: Kepadatan batas bawah : Kepadatan batas atas : Daerah dibawah atas : Daerah dibawah batas bawah
3.6
Tehnik analisis data Setelah data penelitian dinaikkan skala ukurannya menjadi skala
interval/ratio. Maka tahap selanjutnya adalah diolah dan dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji regresi dan uji korelasi linear sederhana. Sistematika dari pengolahan ini, maka langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan uji normalitas data untuk kedua variabel untuk mengetahui tes yang instrumen yang digunakan apakah berdistribusi normal atau tidak. Kemudian dalam uji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan rumus regresi dan korelasi. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data regresi linear sederhana. Penggunanaan teknik ini karena dalam penelitian ini hanya digunakan satu variabel terikat (Pengelolaan Keuangan Daerah) dan satu variabel independen (Kualitas Laporan Keuangan) model yang akan dibentuk sesuai dengan tujuan penelitian (Sugiyono, 2009: 261) adalah: Ŷ = a + bX Dimana:
Y X b a
: Variabel dependen (Pengelolaan keuangan daerah) : Variabel independen (kulaitas Laporan Keuangan) : Angka arah atau koefisien regresi : Intercept atau konstanta
Untuk kemudahan dalam perhitungan digunakan jasa komputer berupa software dengan program SPSS (Statistical Package for Social Science) for windows version 16 dan Microsoft excel 2007.
51
3.6.1 Uji asumsi Klasik Sebelum data dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis regresi sederhana, data tersebut harus sesuai dengan syarat-syarat yang dikehendaki dalam analisis regresi yaitu sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Uji normalitas berguna untuk mengetahui apakah variable dependen dan independen berdistribusi normal, mendekati normal atau tidak. Pengujian asumsi normalitas tersebut dengan melakukan pengujian terhadap hipotesis sebagai berikut: Ho: Data variabel dependen berdistribusi normal. Hi: Data variabel dependen tidak berdistribusi normal. α : 5% Kriteria uji: Tolak Ho jika nilai siknifikansi yang diperoleh kecil dari α, terima Hi dalam hal lainya. Untuk pengujian ini digunakan jasa komputer berupa software dengan program SPSS (Statistical Package for Social Science) for windows version 16 dan Microsoft excel 2007. 2. Uji Linieritas Uji linieritas dimaksudkan untuk mengetahui linieritas hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, selain itu pengujian ini diharapkan dapat mengetahui taraf signifikan penyimpangan dari linieritas hubungan tersebut.
52
3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamataan ke pengamatan yang lain. Jika variansnya berbeda maka dikatakan heteroskedastisitas, namun jika variansnya sama disebut homokedatisitas. Suatu model regresi yang baik adalah homokedatisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas, (Ghozali, 2005) dalam Dama (2012). 3.6.2 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis bertujuan menguji ada tidaknya pengaruh dari variabel independen yaitu Pengelolaan keuangan daerah terhadap kualitas laporan keuangan daerah sebagai variabel dependen. Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan analisa regresi linear sederhana (Uji t). Secara individual uji statistik yang digunakan adalah uji t. Uji t digunakan untuk
mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas
terhadap variabel terikat. Uji t dilakukan dengan membandingkan antara thitung dengan ttabel. Untuk menentukan nilai ttabel ditentukan dengan tingkat signifikasi 5% dengan derajat kebebasan df = (n-k-1) dimana n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel. Kriteria pengujian yang digunakan adalah: Jika t hitung > t tabel (n-k-1) maka Ho ditolak, Jika t hitung < t tabel (n-k-1) maka Ho diterima
53
3.6.3 Uji Koefisien Determinasi R2 Untuk mengukur besarnya proporsi atau presentasi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen maka dilakukan pengujian koefisien determinan. Koefisien determinan berkisar antara nol sampai dengan satu (0 ≤ R2 ≤ 1). Hal ini berarti R2 = 0 menunjukan tidak adanya pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen, bila R2 semakin besar mendekati 1, menunjukan semakin kuatnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dan bila R 2 semakin kecil mendekati nol maka dapat dikatakan semakin kecilnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
3.7
Hipotesis Statistik Secara parsial hipotesis Statistik yang akan diuji dirumuskan menjadi
hipotesis statistik sebagai berikut: H0
:
β= 0, Artinya tidak terdapat pengaruh antara pengelolaan
terhadap kualitas laporan keuangan daerah. Ha
:
β ≠ 0, artinya terdapat pengaruh antara pengelolaan keuangan
daerah terhadap kualitas laporan keuangan daerah.
54
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitan Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo secara resmi terbentuk tanggal 15 Januari 2001 yakni berdasarkan surat Keputusan Walikota Nomor 81 Tahun 2001 yang merupakan pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Teknis
Daerah Kota, yang merupakan implementasi Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Instansi ini pada awal terbentuknya bernama Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Gorontalo. Sesuai keputusan Walikota Gorontalo Nomor 81 Tahun 2001, Badan Pengelola Keuangan Daerah merupakan gabungan dari Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Pasar, dan Bagian Keuangan pada Sekretaris Daerah Kota dan merupakan unit pelaksanaan daerah yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah Kota Gorontalo. Badan Pengelola Keuangan Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang sehari-hari secara administratif dibawah koordinasi Sekretaris Daerah Kota Gorontalo yang memiliki tugas pokok melaksanakan sebagian
55
tugas pemerintahan di Badan Pengelola keuangan Daerah yang meliputi pendapatan, pengeluaran, pengelolaan kas daerah dan pengendalian, dan tugas-tugas pembantu serta tugas-tugas lain yang diserahkan oleh Pemerintah Kota. Pada tanggal 25 Agustus 2008 Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) secara resmi diubah menjadi Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan danAset Daerah (DPPKAD) sesuai keputusan Walikota tang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Gorontalo Nomor 3Tahun 2008. Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Gorontalo
terdiri
dari
4
bidang
dan
1
bagian
yaitu:
Bidang
Pendapatan,Bidang Anggaran, Bidang akuntansi dan 1 bagian yaitu: Sekretaris. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Gorontalo mempunyai fungsi: 1. Perumusan kebijakan pelaksanaan pengelola keuangan daerah, pengelola pendapatan, pengelola kas dan aset daerah. 2. Perumusan dan penyusunan program peningkatan hasil pendapatan daerah yang bersumber dari PAD. 3. Perumusan dan penyusunan evaluasi daerah sesuai perhitungan APBD. 4. Perumusan kebijakan teknis terhadappengelolaan kas daerah.
56
5. Pengevaluasian dan pengendalian pengeluaran hasil pendapatan daerah melaui pengujian kebenaran dan pemeriksaan keuangan berdasarkanperbendaharaan. 6. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas-tugas pengelolaan keuangan daerah. 7. Pengevaluasian hasil PBB sekaligus PAD. Sesuai dengan Program Pemerintah, Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah menjalankan wewenang pemerintah daerah yang mempunyai urusan wajib dan harus dilaksanakan, urusan wajib tersebut meliputi merencanakan, mengorganisir serta mengendalikan pelaksanaan tugas dibidang Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah secara berkesinambungan untuk peningkatan pendapatan, keuangan dan kekayaan daerah. Visi dan Misi Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo yaitu: a. Visi Visi organsiasi mengacu pada Visi Kota Gorontalo yakni Kota Etrepreneur. Adapun visi Dinas, Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo adalah “Menjadi institusi pengelola keuangan yang inovatif” b. Misi Dalam mewujudkan visi tersebut, maka Badan Pengelola Keuangan Daerah menjabarkannya melalui misi sebagai berikut:
57
”Melaksanakan
pembaharuan
kelembagaan
dan
kebijakan
pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan berkelanjutan” c. Tujuan Visi dan misi organisasi akan dapat diwujudkan jika tujuan (goal) yang hendak dicapai konsisten dan jelas. Tujuan merupakan pernyataan luas tentang apa yang akan diwujudkan oleh organisasi. Dengan mengacu pada visi melalui pelaksanaan misi, maka tujuan organsiasi badan pengelola keuangan daerah sebagai berikut: 1. Meningkatkan pendapatan daerah. 2. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan disiplin aparatur dalam pelaksnaan tugas. 3. Meningkatkan koordinasi dengan mitra kerja, baik antar SKPD dan lembaga lain yang saling bekerjasama. 4. Memantapkan
pelaksanaan
anggaran
dan
pertanggunjawaban
keuangan daerah yang akuntabel dan transparan. 5. Meningkatkan pelayanan adminstrasi yang akuntabel guna mendukung pencapaian sasaran kinerja.
58
4.1.2 Struktur Organisasi
59 Gambar 3: Struktur Organisasi
4.1.3 Gambaran Umum Responden Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah diantar dan disebarkan langsung kepada responden pada Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Gorontalo. Jumlah responden yang dapat menjadi subyek penelitian berkaitan dengan partisipasinya dalam penelitian ini yaitu adalah sebanyak 58 Responden. Dari 58 kuesioner yang disebarkan, ada 51 kusioer yang kembali sedangakan sisanya 7 tidak kembali. Adapun data demografi responden dalam tabel di bawah ini menyajikan beberapa informasi umum mengenai kondisi responden yang ditemukan di lapangan. Tabel tersebut berisi informasi yang disajikan, antara lain usia, tingkat pendidikan, dan masa kerja. Tabel 5. Demografi Responden No
Keterangan
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 2 Usia < 30 tahun 30 – 40 tahun 40 – 50 tahun > 50 tahun 3 Pendidikan S2 S1 Diploma SMA/SLTA 4 Lama Kerja 1-2 tahun 3-4 tahun 5-6 Tahun 7-10 Tahun > 10 tahun Sumber: Hasil Sebaran Kusoner
Jmlah Responden
Persentase %
22 29
43,14% 56,86%
7 24 16 4
13,73% 47,06% 31,37% 7,84%
3 25 7 16
5,88% 49,02% 13,73% 31,37%
8 11 10 6 16
15,69% 21,57% 19,61% 11,76% 31,37%
1
60
Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa responden (aparat) yang paling banyak ikut berpartisipasi dalam penelitian ini adalah perempuan yaitu sebanyak 29 orang atau 56,89% sedangkan responden laki-laki yang hanya sebanyak 22 orang atau 43,14%. Selanjutnya responden dikelompokkan berdasarkan usia dan diketahui bahwa mayoritas responden yang ikut berpartisipasi dalam penelitian yaitu responden yang berusia 30 – 40 tahun yaitu sebanyak 24 orang atau 47,06%. Kemudian mereka yang berusia 40-50 tahun sebanyak 16 orang atau 31,37%, kurang dari 30 tahun sebanyak 7 orang atau 13,73%. Sedangkan mereka yang berusia >50 sebanyak 4 orang atau 7,84%. Berdasarkan tingkat pendidikannya, diketahui bahwa mayoritas responden adalah berpendidikan S1 yaitu sebanyak 25 orang atau 49,02%. Kemudian mereka yang berpendidikan SMA/SLTA sebanyak 16 orang atau 31,37%, Diploma sebanyak sebanyak 7 orang atau 13,73%, dan S2 sebanyak 3 orang atau 5,88%. Selanjutnya responden dikelompokkan berdasarkan masa kerja/lama kerja, diketahui bahwa masa kerja/lama kerja lebih dari 10 tahun adalah sebanyak 16 orang 31,37%, kemudian yang memiliki masa kerja 3-4 tahun sebanyak 11 orang atau 21,57% dan 5-6 tahun sebanyak 10 orang atau 19,61%, sedangkan responden yang memiliki masa kerja 1-2 sebanyak 8 orang atau 15,69% serta yang memiliki masa kerja 7-10 tahun masing-masing sebanyak 6 orang atau 11,76%.
61
4.1.4 Uji kualitas Instrumen Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner, untuk itu perlu dilakukan pengujian kualitas instrumen. Dalam pengujian kualitas instrumen ini terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas sebagai berikut: 4.1.4.1 Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk mengukur apakah pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang diukur. Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan nilai rtabel (tabel r product moment) dengan nilai rhitung, dengan taraf signifikan 5% dan jumlah responden sebanyak 51 orang, maka angka kritis dari r tabel (tabel r product moment) yang didapat adalah sebesar 0,276 jika koefisien korelasi yang diperoleh lebih besar dari r
tabel
maka pertanyaan tersebut valid, nilai r
tabel
dapat dilihat pada lampiran. Hasil pengujian validitas instrumen tersebut dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 6: Hasil Uji Validitas Variabel X (Pengelolaan Keuangan Daerah) Korelasi Antara Item 1
Nilai Korelasi (r) 0,795
Nilai r tabel (n=51,α=5%) 0.276
Item 2
0,697
0.276
VALID
Item 3
0,740
0.276
VALID
Item 4
0,743
0.276
VALID
penatausahaan
Item 5
0,888
0.276
VALID
Pelaporan
Item 6
0,903
0.276
VALID
Pertanggungjawaban
Item 7
0,902
0.276
VALID
Pengawasan
Item 8
0,912
0.276
VALID
Indikator Perencanaan
Pelaksanaan
Sumber : Hasil Olah Data 2013
62
Kesimpulan VALID
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa seluruh butir pernyataan diperoleh nilai koefisien korelasi lebih besar dari nilat rtabel yaitu 0.276. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh pertanyaan untuk variabel X (pengelolaan keuangan daerah) valid artinya bahwa semua item pertanyaan yang diajukan mampu mengukur variabel pengelolaan keuangan daerah sehinggga hasil dari data tersebut dapat digunakan untuk olah data selanjutnya. Tabel 7: Hasil Uji Validitas Variabel Y ( Kualitas laporan keuagan pemerintah daerah) Indikator
Relevan
Andal
Dapat dibandingkan Dapat Dipahami
Korelasi Antara Item 1
Nilai Korelasi (r) 0,394
Nilai r tabel (n=51,α=5%) 0.276
Item 2
0,537
0.276
VALID
Item 3
0,661
0.276
VALID
Item 4
0,561
0.276
VALID
Item 5
0,441
0.276
VALID
Item 6
0,487
0.276
VALID
Item 7
0,343
0.276
VALID
Item 8
0,618
0.276
VALID
Item 9
0,497
0,276
VALID
Kesimpulan VALID
Sumber : Hasil Olah Data 2013
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa seluruh butir pernyataan diperoleh nilai koefisien korelasi lebih besar dari nilat rtabel yaitu 0.276. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh pertanyaan untuk variabel Y (kualitas laporan keuangan pemerintah daerah) valid artinya bahwa semua item pertanyaan yang diajukan mampu mengukur variabel kualitas laporan keuangan sehingga hasil dari data tersebut dapat digunakan untuk olah data selanjutnya.
63
4.1.4.2
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas pada penelitian ini berdasarkan nilai alpha, jika nilai alpha sama dengan atau melebihi 0,60 maka pertanyaan variabel tersebut reliabel dan sebaliknya apabila nilai alpha kurang dari 0,60 pernyataan variabel tersebut tidak reliabel. Adapun hasil dari pengujian reliabilitas adalah sebagai berikut: Tabel 8: Hasil Uji Reliabilitas Variabel Pengelolaan keuangan daerah (X) Kualitas laporan keuangan pemerintah daerah(Y) Sumber : Hasil Olah Data 2013
Nilai Alpha
Keterangan
0.792
Reliabel
0.712
Reliabel
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa variabel pengelolaan keuangan daerah dan kualitas laporan keuagan pemerintah daerah memiliki status reliabel. Ini berarti instrument yang digunakan tersebut telah menunjukkan kekonsistenan pengukuran pada semua respondennya (semua responden telah menginterpretasikan pertanyaan instrumen dengan benar) 4.1.5 Transformasi Data Data mengenai variabel-variabel penelitian melalui kuesioner adalah data ordinal, sedangkan syarat untuk dapat digunakannya statistik sebagai alat analisis utama dalam pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah sekurang-kurangnya data yang berskala interval. Sebelum dianalisis lebih lanjut, data ordinal yang dikumpulkan melalui instrument kuesioner selanjutnya dijadikan data interval melalui
64
method successive interval (MSI). Hasil MSI untuk setiap item pertanyaan dalam setiap variabel dapat dilihat dalam lampiran 3. 4.1.6 Pengujian Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik dilakukan sebelum melakukan pengujian hipotesis. Adapun pengujian asumsi klasik meliputi: 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel independen dan variabel dependen berdistribusi normal. Uji normal data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kolmogorov-smirnov. Jika tingkat signifikasinya lebih besar dari 0,05 maka data itu terdistribusi normal. Sebaliknya jika nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 maka distribusi data adalah tidak normal. Dalam penelitian ini memperoleh tingkat signifikansi lebih dari 0,05, hal ini berarti data penelitian berdistribusi normal. Hasil pengujian ini dilakukan dengan bantuan Program SPSS versi 16. Berikut adalah tabel hasil uji normalitas Tabel 9: Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Pengelolaan Keuangan Daerah N Normal Parametersa
Kualitas Laporan Keuangan
51
51
Mean
25.7079
22.5077
Std. Deviation
6.10536
3.75287
Absolute
.085
.121
Positive
.082
.098
Negative
-.085
-.121
Kolmogorov-Smirnov Z
.607
.862
Asymp. Sig. (2-tailed)
.854
.447
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal. Sumber: Hasil Olah Data 2013
65
2. Uji Linearitas Uji linearitas digunakan untuk menguji linearitas hubungan variabel independen dan variabel dependen. Model regresi dikatakan linear jika tingkat signifikansinya lebih dari 0,05. Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa F sebesar 4,807 dengan signifikansi 0,900 (lebih dari 0,05) hal ini berarti model regresi linear. Hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini: Tabel 10: Hasil Uji Linieritas ANOVA Table Sum of Squares Kualitas Laporan Between (Combined) Keuangan * Groups Linearity Pengelolaan Deviation from Linearity Keuangan Within Groups Daerah Total
Mean Square
Df
F
666.010 349.790 316.220
32 1 31
20.813 349.790 10.201
38.193
18
2.122
704.203
50
Sig.
9.809 164.851 4.807
5.136E8 .016 .900
Sumber: Hasil Olah Data 2013
4.1.7 Pengujian Hipotesis Tahap selanjutnya dilakukan pemodelan data dengan menggunakan analisis regresi sederhana, analisis ini dilakukan dengan menggunakan SPSS, hasilnya adalah sebagai berikut: Tabel 11: Model Regresi Coefficientsa Unstandardized Coefficients B Std. Error
Model 1
(Constant) Pengelolaan Keuangan Daerah
11.371
1.645
.433
.062
a. Dependent Variable: Kualitas Laporan Keuangan Sumber: Hasil Olah Data 2013
66
Standardized Coefficients Beta
.705
t
Sig.
6.911
.000
6.954
.000
Berdasarkan tabel di atas, maka persamaan regresi yang terbentuk pada uji regresi ini adalah Y = 11,371 + 0.433X Koefisien regresi variabel X (pengelolaan keuangan daerah) diperoleh sebesar 0.433 dengan arah koefisien positif. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan daerah yang baik dapat meningkatkan kualitas laporan keuagan pemerintah daerah. Artinya apabila nilai variabel X (pengelolaan keuangan daerah) berubah/meningkat satu satuan maka variabel Y (kualitas laporan keuangan pemerintah daerah) akan berubah/meningkat sebesar 0.433 satuan. Tabel di atas menunjukkan bahwa pengaruh pengelolaan keuangan daerah terhadap kualitas laporan keuagan pemerintah daerah memiliki signifikan 0.000 (di bawah α = 0,05). Dengan membandingkan ttabel pada α = 0,05 yaitu sebesar 1,67655 dan thitung pada α = 0,05 yaitu sebesar 6,954 yang berarti bahwa thitung lebih besar dari ttabel, maka ini berarti terdapat pengaruh pengelolaan keuangan daerah terhadap
kualitas laporan
keuagan pemerintah Daerah pada Dinas Penapatan Pengelolaan keuangan dan Aset Daera Kota Gorontalo. 4.1.8 Koefisien Determinasi Koefisien determinasi untuk mengukur besarnya proporsi atau pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui besarnya koefisien koefisien determinasi (R2) dapat dilihat pada tabel 12 berikut:
67
Tabel 12: Hasil Uji Determinasi Model Summary Model
R .705a
1
Adjusted R Square
R Square .497
Std. Error of the Estimate
.486
2.68941
a. Predictors: (Constant), Pengelolaan Keuangan Daerah Sumber: Hasil olah data 2013
Tabel di atas menunjukkan bahwa besarnya koefisien determinasi atau angka R Square adalah sebesar 0,497. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh pengelolaan keuangan daerah terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo sebesar 49,7%. Sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain,variabel tersebut diataranya sistem akuntansi keuangan daerah dan standar akuntansi pemerintah.
4.2
Pembahasan Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi
perencanaan,
pelaksanaan,
penatausahaan,
pelaporan,
pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah harus transparansi yang mulai dari proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran daerah. Selain itu, akuntabilitas dalam pertanggungjawaban publik juga diperlukan, dalam artii bahwa proses pengelolaan
keuangan
daerah
yang
dimulai
dari
perencanaan,
penyusunan, dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Kemudian, value
68
for money yang berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Dengan adanya penerapan prinsip-prinsip tersebut, maka akan menghasilkan pengelolaan keuangan daerah (yang tertuang dalam APBD) yang benar-benar mencerminkan
kepentingan
dan
pengharapan
masyarakat
daerah
setempat secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Mahmudi (2007: 27) menyatakan bahwa kualitas dari hasil (outcame) pengelolaan keuangan daerah sangat dipengaruhi oleh seberapa bagus pengelolaan pada setiap tahap, baik tahap perencanaan, implementasi maupun pelaporan. Jadi pengelolaan keuangan daerah itu supaya berkualitas teragantung pada setiap tahap pengeleloaannya salah satunya dilihat dari hasil tahap pelaporannya. Mahsun (2006) laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang berisi informasi keuangan. Informsi keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, baik pihak internal maupun pihak eksternal. Dilihat dari sisi manajemen suatu oganisasi, laporan keuangan merupakan alat pengendalian dan evaluasi kinerja manajerial dan organisasi. Sedangkan dari sisi pemakai eksternal, laporan keuanga merupakan salah satu pertanggungjawaban dan sebagai dasar untuk mengambil keputusan.
69
Berdasarkan
hasil
analisis
dengan
menggunakan
regresi
sederhana diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari pengelolaan keuangan daerah terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo. Hasil koefisien regresi variabel X yaitu pengelolaan keuangan dalam penelitian ini diperoleh nilai dengan arah positif yang artinya bahwa dengan pengelolaan keuangan daerah yang baik maka akan meningkatkan kualitas laporan keuangan itu sendiri. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa
laporan
keuangan
daerah
merupakan
suatu
bentuk
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang berisi informasi keuangan, oleh karena itu baik buruknya kualitas laporan keuangan disuatu daerah tergantung dari bagaimana pengelolaan keuangan daerah dari pemerintah itu sendiri. Penelitian ini membuktikan teori yang diungkapkan oleh Mahmudi (2007) menyatakan bahwa kualitas dari hasil (outcame) pengelolaan keuangan daerah dalam hal ini laporan keuangan sangat dipengaruhi oleh seberapa bagus pengelolaan pada setiap tahap, baik tahap perencanaan, implementasi maupun pelaporan. Peneltian ini jugan membuktikan penelitian Dama (2012) yang melakukan penelitian pada Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah (BPKAD) Kab Boalemo. Hasil penelitian membuktikan bahwa pengelolaan keuangan daerah berpengaruh
70
terhadap kualitas laporan keuangan daerah pada BPKAD Kabupaten Boalemo. Penelitian ini juga mendukung penelitian Sagita (2011). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sistem pengendalian intern dan penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah dengan kualitas laporan keuangan daerah. Sedangkan koefisien determinasi
menunjukkan
bahwa
secara
bersama-sama
sistem
pengendalian intern dan penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah memberikan sumbangan terhadap variabel kualitas laporan keuangan daerah. Hal yang sama juga dibuktikan oleh Saputri, Amelia Dini (2011) yang melakukan studi penelitian pada skpd yang telah mendapatkan sertifikasi iso di pemerintahan kota bandung. Hasil dari kesimpulan penelitiannya bahwa pengelolaan keuangan daerah dan Total Quality Management (TQM) berpengaruh terhadap kinerja SKPD di lingkungan Pemerintahan Kota Bandung. Secara parsial pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD tapi secara parsial Total Quality Management (TQM) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja SKPD.
71
72
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah Daerah pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo. Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah, sebagaimana ditinjau dari hasil uji t dengan ttabel dimana nilai thitung lebih besar dari ttabel. Sedangkan koefisien regresi dalam penelitian ini diperoleh dengan arah postif sehingga dapat dikatakan bahwa semakin baik pengelolaan keuangan daerah pada Dinas Pendapatan Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Gorontalo maka akan semakin meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah pemerintah Kota Gorontalo. 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan penelitian ini, untuk itu disarankan
kepada
pemerintah
Kota
Gorontalo
khususnya
Dinas
Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan aset Daerah kota Gorontalo untuk lebih
mengoptimalkan
dan
meningkatkan
pengelolaan
keuangan
daerahnya mengingat berdasarkan permasalahan yang ditemukan bahwa pemerintah Kota Gorontalo dalam hal pengelolaan keuangannya masih ditemukan adanya kasus ketidak patihan terhadap perundang-undangan.
73
Karena ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tersebut yang mengakibatkan kerugian daerah, oleh karena itu diharapkan Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah di Pemerintah Kota Gorontalo harus melakukan peraturan perubahan-perubahan dan penyesuaianpenyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan yang terbaru dan proses sosialisasi yang berkelanjutan, sehingga tidak ada lagi praktekpraktek yang menyimpang dan tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan.