TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEGIATAN SOCIAL FORESTRY DI KHDTK BORISALLO ( Community participation level in social forestry in KHDTK Barisallo ) Oleh : 1) 2) Abd. Kadir W. dan Yusran Jusuf ABSTRACT The purpose of this research was to reveal participation level and people perception on social forestry activities in Borrisallo KHDTK. The result study also was useful for the consideration input FRI Makasar to develop social forestry program in Borrisallo KHDTK. This research was conducted in Borisallo KHDTK at Bontoparang Sub District, Gowa District in June - August 2007. The result of the study should that people participation level in social forestry program in Borrisallo was low. Eventhough but the half of the people participation level has reached up to functional participation which the people has already enrolloed the farmer group think discussion on their activity. In order to carried out the social forestry successfully it were necessary to enpower intensively for increasing their motivation and participation in social forestry program. Enpowering program also was necessary for development of same activities were supported the people in high productivity for land use in Borrisallo KHDTK. Key Words: People participation, Social forestry, Borrisallo KHDTK. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi dan persepsi masyarakat terhadap kegiatan social forestry di KHDTK Borisallo. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan BPK Makassar dalam mengembangkan social forestry di KHDTK Borisallo. Penelitian ini dilaksanakan pada Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Borisallo yang terletak di Kelurahan Bontoparang, Kecamatan parangloe, Kabupaten Gowa pada bulan Juni Agustus 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan social forestry di KHDTK Borisallo masih rendah. Akan tetapi, tingkat partisipasi sebagian masyarakat sudah sampai pada partisipasi fungsional dimana mereka telah memfungsikan kelompok tani yang ada dalam membahas kegiatan yang dilaksanakan. Agar social forestry dapat dilaksanakan dengan baik dan mencapai sasaran, kegiatan pendampingan yang intensif sangat diperlukan untuk meningkatkan motivasi dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan social forestry. Kegiatan pendampingan juga dibutuhkan untuk memfasilitasi terbentuknya usaha-usaha
1, 2)
Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Makasar, Sulawesi Selatan
Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan ..... (Abd. Kadir W. dan Yusran Jusuf)
189
yang dapat mendukung aktivitas masyarakat dalam menggarap lahan di KHDTK Borisallo sehingga bisa lebih produktif. Kata kunci : Partisipasi masyarakat, social forestry, KHDTK Borisallo I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Balai Penelitian Kehutanan Makassar (BPK Makassar) berdasarkan SK Menhut No. 367/Menhut-II/2004 tanggal 5 Oktober 2004 mengelola tiga Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK). Salah satu diantaranya adalah KHDTK Borisallo yang terletak di Kelurahan Bontoparang, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa. KHDTK Borisallo sejak tahun 2003 diarahkan untuk pengembangan social forestry dan diharapkan menjadi show window pengembangan social forestry di Sulawesi Selatan. Departemen Kehutanan (2004) mendefenisikan social forestry sebagai sistem pengelolaan sumberdaya hutan pada kawasan hutan negara dan atau hutan hak, yang memberi kesempatan kepada masyarakat setempat sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan kelestarian hutan. Dalam rangka mengembangkan social forestry di KHDTK Borisallo, partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan sangat mempengaruhi hasil yang akan dicapai. Maksud dari partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan adalah untuk mendorong kemandirian masyarakat sehingga tercapai pembangunan berkelanjutan (sustainable development), efektivitas dan efisiensi dari program atau proyek pembangunan akan lebih mudah dicapai, dan efektif meminimalisir konflik horizontal serta mengantisipasi konflik vertikal yang seringkali menjadi penyebab konflik horizontal (Ointoe dkk 2005, Salman 2005, Sarjono 2004 ). Sehubungan dengan hal tersebut di atas, pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah seberapa besar tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengembangan social forestry di KHDTK Borisallo sehingga tujuan masyarakat sejahtera dan hutan lestari dapat tercapai. B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi dan persepsi masyarakat terhadap kegiatan social forestry di KHDTK Borisallo. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan kepada pihak pengelola KHDTK Borisallo dalam hal ini Balai Penelitian Kehutanan Makassar (BPK Makassar) dalam mengembangkan social forestry sehingga tujuan masyarakat sejahtera dan hutan lestari dapat terwujud.
190
Vol. 8 No. 3 September Th. 2008, 189 - 200
II. METODOLOGI PENELITIAN A.
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di KHDTK Borisallo Kelurahan Bontoparang, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa yang merupakan salah satu KHDTK yang dikelola oleh BPK Makassar. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dimulai pada bulan Juni sampai Agustus 2007. B. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait berupa informasi mengenai kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka pengembangan social forestry di KHDTK Borisallo. Sedangkan data primer diperoleh melalui wawancara dengan masyarakat di sekitar KHDTK baik yang terlibat maupun yang tidak terlibat dalam kegiatan social forestry berupa informasi keterlibatan dan persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan kegiatan social forestry. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik survei. Jumlah responden yang diwawancarai yaitu sebanyak 33 % dari total populasi masyarakat yang memiliki lahan garapan dalam KHDTK untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat dan 10 % dari total populasi masyarakat sekitar yang tidak memiliki lahan garapan dalam KHDTK Borisallo untuk mengetahui persepsi terhadap pelaksanaan kegiatan social forestry. Berdasarkan data yang ada, jumlah kepala keluarga yang menggarap lahan di KHDTK Borisallo sebanyak 83 KK dan jumlah kepala keluarga yang tidak memiliki lahan dalam KHDTK sebanyak 272 KK. Dengan demikian jumlah responden peserta social forestry adalah 28 orang dan jumlah responden bukan peserta social forestry sebanyak 27 orang. Responden dipilih secara acak. C. Metode Analisis Data Untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat, digunakan analisis statistik deskriptif sederhana terhadap jawaban responden dalam bentuk tabulasi. Untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat secara umum dalam kegiatan social forestry digunakan rumus sebagai berikut : UP =
å X ij ( ya )
x100%
NS
Dimana : UP = Ukuran Partisipasi Masyarakat Xij = Jumlah nilai yang menjawab ya pertanyaan ke-i dan responden ke-j NS = Nilai Sebenarnya/Seharusnya dari jawaban responden Selanjutnya nilai UP didefenisikan dengan menggunakan pendekatan kategori yang dikembangkan oleh Babbie (1991) dalam Fatoni (2004) yang telah dimodifikasi sebagai berikut : Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan ..... (Abd. Kadir W. dan Yusran Jusuf)
191
Nilai UP > 66,68 % : Partisipasi Tinggi Nilai UP 33,34 % - 66,67 % : Partisipasi Sedang Nilai UP < 33,33 % : Partisipasi Rendah Selain mengukur tingkat partisipasi masyarakat secara umum dalam kegiatan social forestry, juga dilakukan pengukuran tingkat partisipasi masyarakat mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Pretty (1995) dalam Salman (2005), yaitu mulai dari partisipasi manipulatif sampai pada mobilisasi diri. Tingkatan partisipasi manipulatif sampai pada partisipasi pasif dikategorikan sebagai tingkat partisipasi rendah. Tingkatan paritisipasi konsultatif sampai pada partisipasi fungsional dikategorikan sebagai tingkat partisipasi sedang/menengah. Sedangkan tingkatan partisipasi interaktif sampai pada mobilisasi diri dikategorikan sebagai tingkat partisipasi tinggi. Untuk memudahkan dalam menganalisis tingkat partisipasi masyarakat, terlebih dahulu dibuat kriteria pada setiap tingkatan partisipasi seperti yang tersaji pada Tabel 1 berikut : Tabel 1. Kriteria Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan Social Forestry di KHDTK Borisallo (Table 1. Criteria for level participation community in social forestry activity in KHDTK Borisallo) Tingkat Partisipasi Partisipasi Manipulatif Partisipasi Pasif
Partisipasi Konsultatif Partisipasi Material Partisipasi Fungsional Partisipasi Interaktif Mobilisasi diri
Kriteria - Masyarakat dipaksa ikut berpartisipasi dalam kegiatan social forestry - Masyarakat hanya datang, duduk dan diam pada setiap pertemuan/kegiatan yang dilaksanakan oleh BPK Makassar - Masyarakat hanya melaksanakan apa yang disampaikan oleh BPK Makassar - Masyarakat memberikan usul atas kegiatan yang akan dilaksanakan - Usul yang diberikan bisa diakomodir oleh BPK Makassar - Masyarakat ikut terlibat menyumbangkan tenaga dan atau dana dalam kegiatan social forestry - Masyarakat menfungsikan KTH yang telah ada untuk membahas kegiatan yang dilaksanakan oleh BPK Makassar - Masyarakat baik secara perwakilan dalam KTH atau keseluruhan bersama-sama dengan BPK Makassar merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan - Masyarakat mampu merencanakan sendiri kegiatan yang akan dilaksanakan melalui KTH yang ada - Mampu menjalin kontak dengan lembaga luar untuk dukungan sumberdaya dan bimbingan teknis - BPK Makassar hanya menyiapkan kerangka kegiatan secara umum
Sumber : Pretty (1995) dalam Salman (2005)
192
Vol. 8 No. 3 September Th. 2008, 189 - 200
Untuk mengetahui persepsi masyarakat sekitar terhadap pelaksanaan kegiatan social forestry digunakan analisis deskriptif terhadap jawaban responden yang meliputi pengetahuan terhadap kegiatan yang dilaksanakan, keterlibatan masyarakat, manfaat yang dirasakan dan harapan masyarakat. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kegiatan Social Forestry di KHDTK Borisallo Pengembangan social forestry pada KHDTK Borisallo dimulai sejak tahun 2002. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan dibagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu tahap kajian, tahap penelitian aksi, dan tahap pengembangan. Tabel 2 memperlihatkan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan dalam setiap tahapan. Hasil yang telah dicapai dari kegiatan pengembangan social forestry di KHDTK Borisallo sejak tahun 2002 sampai 2006 dapat di bagi dalam dua aspek yaitu aspek pemanfaatan lahan dan aspek kelembagaan masyarakat. Pola pemanfaatan lahan yang dikembangkan di KHDTK Borisallo adalah dalam bentuk agroforestry. Selama ini pola agroforestry yang dikembangkan oleh masyarakat adalah dengan mengkombinasikan tanaman kehutanan sebagai tanaman pokok dan tanaman perkebunan sebagai tanaman sela. Jenis tanaman kehutanan yang berfungsi sebagai tanaman pokok adalah tanaman eucalyptus (Eucalyptus deglupta), akasia (Acacia sp) dan tanaman gmelina (Gmelina arborea). Sedangkan tanaman perkebunan yang umumnya dikembangkan adalah kopi, coklat dan pisang. Pola agroforestry yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat di KHDTK Borisallo pada lahan yang masih kosong adalah kombinasi tanaman kehutanan dan Multi Purpose Tree Species (MPTS) sebagai tanaman pokok dengan perbandingan 60% tanaman kehutanan dan 40% tanaman MPTS. Jenis tanaman kehutanan yang diinginkan oleh masyarakat untuk dikembangkan adalah sengon dan mahoni sedangkan tanaman MPTS adalah petai. Tanaman sela dikembangkan tanaman kopi dan coklat dengan perbandingan 30% tanaman kopi dan 70% tanaman coklat. Dalam aspek kelembagaan masyarakat, di KHDTK Borisallo telah terbentuk 4 (empat) kelompok tani hutan (KTH) yang didasarkan pada kedekatan lahan garapan masyarakat. Setiap KTH yang ada di KHDTK Borisallo telah memiliki kelengkapan organisasi seperti susunan pengurus, aturan internal kelompok (AD/ART), dan peta areal pengelolaan yang dihasilkan dari kegiatan pemetaan partisipatif. KTH yang ada di KHDTK Borisallo dalam mengelola lahan garapannya terlebih dahulu harus menandatangani Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) Kemitraan yang telah disusun bersama antara BPK Makassar dengan KTH yang ada. Dalam SPK Kemitraan tersebut telah diatur mengenai pola pengelolaan lahan, masa pengelolaan, hak dan kewajiban, serta sanksi-sanksi. Beberapa sarana dan prasarana yang dapat dimanfaatkan petani dalam mengelola lahan di KHDTK Borisallo seperti persemaian semi permanen dan sarana produksi (parang, cangkul, spayer). Diharapkan dengan adanya sarana dan prasarana yang tersedia, KHT yang ada dapat lebih optimal dalam mengelola lahan garapannya.
Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan ..... (Abd. Kadir W. dan Yusran Jusuf)
193
Tabel 2. Kegiatan-Kegiatan yang Dilaksanakan dalam Rangka Pengembangan Social Forestry di KHDTK Borisallo Tahun 2002 sampai 2006 Table 2. Development social activities in KHDTK Borisallo in 2002 - 2006 Kegiatan dan Tahun Pelaksanaan Tujuan Kegiatan / Sasaran Kegiatan Tahap Kajian Analisis Sosial Ekonomi dan Kelembagaan v Indentifikasi kondisi sosial ekonomi dan Masyarakat Sekitar Daerah Tangkapan Air persepsi masyarakat Tahun 2002 Studi Diagnostik Pengembangan Social v Potensi sumberdaya alam dan, Forestry di Stasiun Penelitian Uji Coba v Bentuk kegiatan social forestry yang dapat (SPUC) Borisallo Tahun 2003 diterapkan sesuai kondisi biofisik dan sosek masyarakat Bentuk Agroforestry Adaptif pada Berbagai v Bentuk agroforestry yang memiliki Komposisi Tegakan di Areal HKm SPUC tingkat produktivitas tertinggi pada Borisallo Tahun 2004 berbagai jenis proporsi tegakan Tahap Penelitian Aksi Model Kelembagaan HKm di SPUC Borisallo v Model kelembagaan yang sesuai kondisi Tahun 2004 sosbud masyarakat setempat v Terbentuknya 4 Kelompok Tani Hutan (KTH) Pemetaan Partisipatif di KHDTK Borisallo v Tersedianya peta tata batas kapling, tata Tahun 2004 batas KTH, tata batas kawasan, dan tata guna lahan di KHDTK Borisallo Model Kelembagaan Kemitraan di KHDTK v Disepakatinya Surat Perjanjian Kerjasama Borisallo Tahun 2005 Kemitraan (SPK) dalam pengelolaan KHDTK Borisallo antara Balai Litbang Kehutanan Sulawesi (BP2KS) dan penggarap lahan (4 KTH yang ada) Bentuk Agroforestry Adaptif pada Berbagai v Bentuk agroforestry yang memiliki Komposisi Tegakan di KHDTK Borisallo tingkat produktivitas tertinggi pada Tahun 2005 berbagai jenis proporsi tegakan Teknologi dan Kelembagaan Social forestry di v Demplot agroforestry pada masingKHDTK Borisallo Tahun 2006 masing KTH seluas 0,25 ha v Penguatan kelembagaan masyarakat Gelar Teknologi Tahun 2004 v Transfer IPTEK - Pengetahuan teknis persemaian - Pengetahuan tentang tipologi Agroforestry - Pengetahuan tentang teknik konservasi tanah - Pengetehuan tentang lembaga pengelola HR/ HKm Pengembangan Kelompok Tani Hutan di v Terbangunnya persemaian semi KHDTK Borisallo Tahun 2006 permanen berbasiskan KTH v Meningkatkan keterampilan petani dalam seleksi benih dan pengelolaan persemaian Sumber : Laporan Kegiatan Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sulawesi (Tahun 2002 sampai 2006)
194
Vol. 8 No. 3 September Th. 2008, 189 - 200
B. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Social Forestry di KHDTK Borisallo Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan membutuhkan partisipasi masyarakat untuk keberhasilannya. Esensi pemerintah membutuhkan partisipasi masyarakat karena beberapa hal. Pertama, partisipasi masyarakat akan menjadi ”telinga” bagi pemerintah untuk memperoleh informasi mengenai kondisi, pemasalahan, dan kebutuhan masyarakat. Kedua, efektivitas dan efisiensi dari program atau proyek pembangunan akan lebih mudah dicapai. Ketiga partispasi secara etik-moral merupakan hak demokratis bagi rakyat, sehingga dapat meredam potensi resistensi dan protes sosial bagi efek-efek samping pembangunan (Conyers, 1991 dalam Salman, 2005) Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengembangan social forestry di KHDTK Borisallo masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil skoring tingkat partisipasi masyarakat dimana 78,57 % masyarakat yang memiliki tingkat partisipasi yang rendah dan 21,43 % berada pada tingkat partisipasi sedang. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan social forestry di KHDTK Borisallo dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi dalam Pelak-sanaan Kegiatan Pengembangan Social Forestry di KHDTK Borisallo Table 3. Respondent distribution based on participation level in development SF in KHDTK Borisallo Hasil Skoring
Tingkat Partisipasi Masyarakat
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
0 – 33,33 %
Partisipasi rendah
22
78,57
33,34 – 66,67 %
Partisipasi sedang
6
21,43
Partisipasi tinggi
-
-
28
100,00
66,68 – 100 %
Rata–rata = 27,71 % Partisipasi Rendah Sumber : Data Primer Setelah diolah (2007)
Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat karena pada sebagian besar kegiatan yang dilaksanakan baik dalam bentuk pertemuan maupun dalam bentuk kegiatan fisik tidak semua masyarakat dilibatkan. Kegiatan pertemuan biasanya dilakukan dengan sistem perwakilan dimana setiap KTH diwakili oleh 5 orang yang terdiri dari pengurus dan anggota. Begitupun dalam kegiatan fisik, umumnya yang terlibat hanya sebatas kepada mereka yang lahannya masuk dalam lingkup kegiatan tersebut. Sistem perwakilan seperti ini dikeluhkan oleh sebagian masyarakat karena pada dasarnya mereka ingin terlibat tetapi tidak pernah diundang. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan social forestry di KHDTK Borisallo dapat menyebabkan proses belajar masyarakat dari pengalaman tidak akan berjalan dengan baik. Hal ini juga akan mempengaruhi hasil yang diharapkan dari program pengembangan social forestry ini. Menurut Cohen dan Uphoff (1977) dalam Salman (2005), partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan pembangunan akan mengkondisikan proses belajar bagi komunitas, dan menciptakan efek-efek spesifik bagi masyarakat. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan ..... (Abd. Kadir W. dan Yusran Jusuf)
195
Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan akan melahirkan sense of identification (kemampuan untuk mengidentifikasi) dalam tubuh masyarakat. Dengan partisipasi masyarakat dalam perencanaan yang berulang-ulang, kapasitas untuk mengidentifikasi kebutuhan, permasalahan, alternatif dan skenario pemenuhan kebutuhan dan pemecahan masalah akan dimiliki oleh masyarakat. Sense of identification dapat tumbuh pada sebagian masyarakat peserta kegiatan social forestry di KHDTK Borisallo. Hal ini terlihat dalam kegiatan pembuatan demplot agroforestry dan pemetaan partisipatif dimana mereka sudah dapat merencanakan jenis tanaman yang akan dikembangkan dan mampu menyusun teknis pelaksanaan kegiatan pemetaan partisipatif. Partisipasi masyarakat dalam implementasi pembangunan akan melahirkan sense of integrity (kepekaan integritas), yaitu rasa kesatuan, rasa kebersamaan, rasa kekeluargaan, dan rasa kegotongroyongan. Sence of integrity dapat dimiliki oleh sebagian masyarakat di KHDTK Borisallo karena sebagian dari mereka sudah ikut terlibat dalam setiap kegiatan pertemuan dan kegiatan fisik yang memerlukan kebersamaan dan kerjasama. Partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan hasil pembangunan akan melahirkan sense of belonging (rasa memiliki) hasil-hasil pembangunan, karena mereka sendiri yang merencanakan, melaksanakan dan menikmatinya. Pada saatnya masyarakat akan merasakan bahwa apa yang telah mereka hasilkan adalah miliknya sendiri. Partisipasi masyarakat dalam evaluasi dan monitoring akan melahirkan sense of responsibility (rasa bertanggung jawab), yaitu rasa ikut bertanggung jawab terhadap hasil pembangunan. Hal ini akan termanifestasi dalam bentuk pengawasan secara berlanjut terhadap setiap implementasi pembangunan. Sense of responsibility sudah mulai dimiliki oleh sebagian masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari adanya respon dari masyarakat terhadap oknum masyarkat yang ingin melakukan kegiatan pengembangan tanaman jarak di areal KHDTK tanpa sepengetahuan pihak BPK Makassar dan KTH yang ada. Apabila dihubungkan dengan tingkat partisipasi masyarakat seperti dikemukakan oleh Pretty (1995) dalam Salman (2005), tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan social forestry di KHDTK Borisallo secara umum berada dalam kategori sedang. Namun secara parsial dapat dikemukakan bahwa 14,29 % masyarakat tergolong dalam partisipasi pasif, 46,42 % tergolong dalam partisipasi material dan 25,00 % yang tergolong dalam partisipasi fungsional (Tabel 4). Masyarakat yang tergolong dalam partisipasi pasif umumnya dalam setiap pertemuan yang dilakukan hanya datang, diam, dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh fasilitator (peneliti BPK Makassar dan LSM setempat). Pada umumnya mereka malu/takut mengeluarkan pendapat, usulannya sudah disampaikan oleh peserta yang lain dan adanya dominasi orang tertentu dalam bertanya dan mengeluarkan usul/pendapat. Masyarakat yang tergolong dalam partisipasi material umumnya mereka yang terlibat dalam kegiatan fisik seperti pembuatan demplot agroforestry, pemeliharaan demplot agroforestry, persemaian (pengisian polybag). Masyarakat selama ini hanya dapat menyumbangkan tenaga, mereka belum mampu menyumbangkan dana dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Hal ini disebabkan karena kondisi ekonomi mereka belum memungkinkan untuk ikut menyumbangkan dana. 196
Vol. 8 No. 3 September Th. 2008, 189 - 200
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi dalam Pelak-sanaan Kegiatan Pengembangan Social Forestry di KHDTK Borisallo Table 4. Respondents distribution based on level participation in Social Forestry activities in KHDTK Borisallo Tingkat Partisipasi
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Tidak Berpartisipasi
4
14,29
Partisipasi Manipulatif
-
-
Partisipasi Pasif
4
14,29
Partisipasi Konsultatif
-
-
Partisipasi Material
13
46,42
Partisipasi Fungsional
7
25,00
Partisipasi Interaktif
-
-
Mobilisasi Diri
-
-
28
100,00
Jumlah
(%)
Kategori Partisipasi
28,57
Rendah
71,43
Sedang
-
Tinggi
100,00
Sumber (Source): Data Primer Setelah diolah (2007), Kategori menurut Pretty (1995) dalam Salman 2005)
Masyarakat yang tergolong dalam partisipasi fungsional umumnya terlibat dalam kegiatan penyusunan aturan internal KTH. Masyarakat mulai menfungsikan kelompoknya dalam penyusunan aturan internal tersebut. Pihak BPK Makassar dan LSM setempat hanya memfasilitasi dan mencatat semua proses yang terjadi dalam diskusi tersebut. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat yang memiliki lahan garapan di KHDTK Borisallo, kegiatan pendampingan perlu lebih diintesifkan lagi oleh BPK Makassar maupun LSM setempat yang menjadi mitra BPK Makassar dalam melaksanakan kegiatan tersebut. C. Persepsi Masyarakat yang Tidak Memiliki Lahan Garapan di KHDTK Borisallo Terhadap Kegiatan Social Forestry Kegiatan pengembangan social forestry di KHDTK Borisallo dimulai sejak tahun 2002. Dalam kurung waktu 4 (empat) tahun sejak mulai dilaksanakan, sebagian besar (55,56 %) masyarakat yang tidak memiliki lahan garapan di KHDTK Borisallo tidak mengetahui adanya kegiatan tersebut dan sebagian lagi (44,44 %)mengetahui adanya kegiatan pengembangan social forestry di KHDTK Borisallo. Besarnya persentase masyarakat yang tidak mengetahui adanya kegiatan social forestry di KHDTK Borisallo disebabkan karena umumnya masyarakat yang diundang dalam setiap kegiatan adalah mereka yang memiliki lahan garapan di KHDTK Borisallo. Masyarakat yang mengetahui adanya kegiatan pengembangan social forestry umumnya memperoleh informasi kegiatan tersebut dari sesama petani. Sebagian
Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan ..... (Abd. Kadir W. dan Yusran Jusuf)
197
masyarakat lainnya memperoleh informasi dari tokoh masyarakat, aparat kelurahan, staf BPK Makassar dan dari anggota LSM setempat. Masyarakat sekitar yang mengetahui adanya kegiatan social forestry di KHDTK Borisallo, hanya 16,67 % saja yang pernah terlibat dan selebihnya (83,33 %) tidak pernah terlibat kegiatan. Kegiatan yang diikuti oleh masyarakat sekitar yang terlibat kegiatan pengembangan social forestry hanya terbatas pada kegiatan gelar teknologi dan studi banding ke Jeneponto pada tahun 2004 dan diskusi-diskusi yang dilaksanakan di Kantor kelurahan dan di Mess KDHTK. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh masyarakat sehubungan dengan ketidakterlibatannya dalam kegiatan social forestry di KHDTK Borisallo diantaranya karena tidak pernah diundang, tidak punya lahan di KHDTK dan tidak punya waktu untuk ikut kegiatan. Tingkat pengetahuan masyarakat sekitar yang tidak memiliki lahan garapan di KHDTK Borisallo terhadap kegiatan social forestry dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Tingkat Pengetahuan Masyarakat Sekitar akan Kegiatan Social Forestry di KHDTK Borisallo Table 5. Level of community knowledge of SF participation KHDTK Borisallo Tingkat Pengetahuan Masyarakat akan kegiatan Social Forestry di KHDTK Borisallo Tahu
Jumlah Responden (Orang) 12
Terlibat Tidak Terlibat
Persentase (%)
44,44 2
16,67
10
83,33
Tidak Tahu
25
55,56
Jumlah
27
100,00
Sumber : Data Primer Setelah Diolah (2007)
Rendahnya keterlibatan masyarakat yang tidak memiliki lahan garapan di KHDTK Borisallo disebabkan karena adanya kebijakan dari BPK Makassar yang lebih mengutamakan masyarakat yang menggarap lahan di KHDTK Borisallo. Kebijakan ini diambil untuk mengamankan lahan KHDTK agar tidak mengalami kerusakan yang lebih parah karena pengolahan lahan yang tidak memperhatikan prinsip kelestarian lingkungan. Hasil penelitian yang dilakukan juga menunjukkan bahwa hanya 11,11 % masyarakat sekitar yang merasakan manfaat yang dari kegiatan social forestry di KHDTK Borisallo dan selebihnya 88,89 % masyarakat sekitar tidak merasakan adanya manfaat dari kegiatan tersebut. Manfaat yang diperoleh oleh masyarakat sekitar dari kegiatan social forestry di KHDTK Borisallo adalah adanya pengetahuan mengenai teknik bercocok tanam yang baik dalam kawasan hutan, pengetahuan tentang cara membuat aturan main dalam kelompok dan pengetahuan akan manfaat bekerja secara berkelompok. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa masyarakat sekitar yang tidak memiliki lahan garapan di KHDTK Borisallo menyarankan beberapa hal sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan social forestry. Beberapa saran yang mereka kemukakan antara lain agar mereka juga bisa diikutsertakan dalam setiap 198
Vol. 8 No. 3 September Th. 2008, 189 - 200
kegiatan yang dilaksanakan oleh BPK Makassar, sosialisasi kegiatan lebih sering dilakukan, instansi terkait juga dilibatkan, penyuluhan rutin bagi petani hutan, tanaman yang dikembangkan merupakan tanaman yang cepat menghasilkan, peralatan yang ada bisa juga dipinjamkan kepada masyarakat sekitar, dan masyarakat bisa lebih sejahtera dengan adanya kegiatan social forestry. Social forestry sebagai suatu kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan khususnya masyarakat yang memiliki lahan garapan di KHDTK Borisallo sedapat mungkin juga memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar yang tidak memiliki lahan garapan di KHDTK. Untuk itu perlu dipertimbangkan pelibatan masyarakat sekitar sehingga transfer ilmu pengetahuan dapat lebih merata kepada seluruh masyarakat di Kelurahan Bontoparang, Kec. Parangloe, Kab. Gowa. Dengan adanya keterlibatan masyarakat sekitar dalam kegiatan social forestry diharapkan kawasan hutan yang terdapat dalam wilayah Kelurahan Bontoparang dapat tetap terjaga dan kehidupan ekonomi masyarakat dapat lebih baik. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Tingkat partisipasi masyarakat secara umum tergolong rendah dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan social forestry di KHDTK Borisallo dimana sebanyak 78,57 % responden memiliki tingkat partisipasi yang rendah dan hanya 21,43 % yang memiliki tingkat partisipasi sedang. 2. Berdasarkan tangga partisipasi, sebanyak 46,42 % masyarakat berada pada tingkat partisipasi material dan sebanyak 25% masyarakat sudah sampai pada tingkat partisipasi fungsional. 3. Umumnya (55,56 %) masyarakat sekitar yang tidak memiliki lahan garapan di KHDTK Borisallo tidak mengetahui adanya kegiatan pengembangan social forestry dan hanya 44,44% masyarakat sekitar yang mengetahui adanya kegiatan pengembangan social forestry. 4. Sebagian kecil (11,11%) masyarakat sekitar yang merasakan manfaat dari kegiatan social forestry yang dilaksanakan di KHDTK Borisallo. B. Saran 1. Perlu mempertimbangkan sistem perwakilan yang selama ini diterapkan pada sebagian besar kegiatan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat sehingga setiap kegiatan yang dilaksanakan dapat diikuti dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh penggarap lahan di KHDTK Borisallo 2. Untuk meningkatkan partisipasi dan motivasi masyarakat dalam rangka mendukung kegiatan pengembangan social forestry di KHDTK Borisallo kegiatan pendampingan perlu lebih diintensifkan lagi. 3. Perlu pelibatan masyarakat sekitar yang tidak memiliki lahan garapan di KHDTK Borisallo sehingga transfer ilmu pengetahuan dapat lebih merata kepada seluruh masyarakat sehingga diharapkan kawasan hutan yang terdapat dalam wilayah Kelurahan Bontoparang dapat tetap terjaga dan kehidupan ekonomi masyarakat dapat lebih baik. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan ..... (Abd. Kadir W. dan Yusran Jusuf)
199
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan. 2004. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: PP.01/Menhut-11/2004 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat di Dalam dan atau di Sekitar Hutan dalam Rangka Social Forestry. Biro Hukum dan Organisasi Departemen Kehutanan. Jakarta. Fatoni. 2004. Tingkat dan manfaat partisipasi dalam program pengembangan kecamatan. Studi Kasus di Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala. Tesis (Tidak Dipublikasikan). Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin. Makassar. Ointoe, R.E, Basri A, Karyanto M, Hendah M, Said B, M. Rodli K, M. Isnaeni. 2005. Mencipta gagasan, mendorong gerakan. Pengalaman Mendorong Partisipasi Publik. Yayasan SERAT Manado. Salman, D. 2005. pembangunan partisipatoris. Modul Konsentrasi Manajemen Perencanaan. Program Studi Administrasi Pembangunan. Universitas Hasanuddin. Makassar. Sardjono, M.A. 2004. Mosaik sosiologis kehutanan: masyarakat lokal, politik dan kelestarian sumberdaya. DEBUT Press.
200
Vol. 8 No. 3 September Th. 2008, 189 - 200