Program
:
Judul RPI Koordinator Judul Kegiatan
: : :
Sub Judul Kegiatan
:
Pelaksana Kegiatan
:
Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Pengembangan Hutan Kota Dr.Ir. Ismayadi Samsoedin, M.Si. Hasil Kajian dan Rekomendasi tentang Aspek Biofisik Hutan Kota / Lansekap Kajian Pengembangan Zonasi Fungsi Hutan Kota Daerah Pantai dan Daratan Efendi Agus Waluyo, S.Hut., M.Ec.Dev.,MA. Edwin Martin, S.Hut., M.Si. Bondan Winarno, S.Hut., MT., MMG
ABSTRAK Wilayah perkotaan yang semakin berkembang menyebabkan berkurangnya ruang terbuka hijau. Kawasan ruang terbuka hijau banyak dialih fungsikan menjadi kawasan perdagangan, industri, pemukiman maupun sarana perkotaan yang lainnya. Fungsi lingkungan kota secara ekologis menurun karena kota hanya berkembang secara ekonomi. Pembangunan hutan kota perlu disesuaikan dengan kondisi biofisik mencangkup aspek teknis termasuk lahan, jenis tamanan, teknologi, aspek ekologis, aspek keserasian hubungan manusia dengan lingkungan alam kota, serta kondisi ekonomis yanng berkaitan dengan biaya, manfaat, dan kondisi sosial budaya setempat. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh data dan informasi mengenai zonasi fungsi hutan kota di daerah pantai (low laying coastal cities) dan daratan tertutup (landlocked). Hutan kota yang ada di kota pantai dan daratan tertutup di wilayah Sumatera Selatan dan Bengkulu masih bersifat top-down pada tahap awal pembangunannya dan hanya berdasarkan keputusan dari gubernur maupun walikota. Sehingga hutan kota yang ada saat ini hanya bertumpu pada ekosistem alam yang ada terutama di hutan kota yang berfungsi konservasi. Jenis-jenis tanaman yang dikembangkan sebagai pengisi hutan kota saat ini masih belum memperhatikan aspek-aspek biofisik hutan kota, dan hanya di dasarkan atas ketersediaan bibit saja. Kebijakan pengembangan hutan kota ke depan perlu pendekatan dari bawah agar tidak terjadi permasalahan serta perlu pelibatan parapihak yang lebih luas. Tumpang tindih dan peran fungsi antar SKPD masih di jumpai dalam pengembangan dan pengelolaan hutan kota sehingga diperlukan kajian lebih lanjut dalam membanggun sinergitas dalam pengembangan hutan kota ke depan. A.
Latar Belakang
Kota merupakan pusat pemukiman penduduk yang luas dan besar serta merupakan tempat kegiatan sosial dari banyak dimensi. Sebuah kota mempunyai fungsi yang majemuk, yaitu sebagai pusat populasi, pedagangan, pemerintahan, industry maupun pusat budaya (Irwan, 2008). Wilayah perkotaan Laporan Kegiatan Tahun 2014 - Buku II BPK Palembang
111
yang semakin berkembang menyebabkan berkurangnya ruang terbuka hijau. Kawasan ruang terbuka hijau banyak dialih fungsikan menjadi kawasan perdagangan, industri, pemukiman maupun sarana perkotaan yang lainnya. Fungsi lingkungan kota secara ekologis menurun karena kota hanya berkembang secara ekonomi. Dengan demikian, akan menyebabkan terganggunya kondisi perkotaan yang ditandai dengan meningkatnya suhu udara, pencemaran udara, banjir, intrusi alir laut, meningkatnya kandungan logam berat tanah, dan permukaan air tanah semakin menurun. Kondisi tersebut, mendesak pemerintah maupun masyarakat untuk segera mengembangan hutan kota yang merupakan salah satu kebutuhan mendasar. Kebutuhan hutan kota yang berfungsi sebagai sarana dalam mendukung hidup sehat yang ekonomis, aman, dan sekaligus memberikan pendidikan masyarakat dibidang pengelolaan lingkungan dan pelestarian sumber daya alam. Pembangunan dan pengembangan hutan kota juga diharapkan dapat mendukung terwujudnya suatu hamparan hijau di wilayah kota yang dapat membantu memperbaiki dan menjaga iklim mikro, meningkatkan nilai estetika dan menyuplai daerah resapan air serta menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota. Untuk membangun hutan kota yang ideal menurut fungsi zonasinya, maka perlu disesuaikan dengan kondisi biofisik yang mencangkup aspek teknis termasuk lahan, jenis tamanan, teknologi, aspek ekologis, aspek keserasian hubungan manusia dengan lingkungan alam kota, serta kondisi ekonomis yanng berkaitan dengan biaya, manfaat, dan kondisi sosial budaya setempat. B. Tujuan dan Sasaran Tujuan penelitian ini adalah memperoleh data dan informasi mengenai zonasi fungsi hutan kota di daerah pantai (low laying coastal cities) dan daratan tertutup (landlocked). Sasaran penelitian yang akan dicapai adalah tersedianya rekomendasi bentuk ideal mengembangan zonasi fungis hutan kota di daerah pantai dan daratan tertutup. C. Metodologi 1. Pengumpulan Data Pengumpulan data akan dilakukan survey primer maupun sekunder. Survey primer dilakukan dengan observasi lapangan dan pengamatan langsung mengenai kondisi biofisik kawasan hutan kota, pola penggunaan lahan, kondisi dan karakteristik sarana dan prasarana pendukungnya. Data sekunder akan dilakukan dengan studi literatur antara lain: 1. Peraturan perundang-undangan yang terkait dasar hukum yang melandasi pembangunan Kota dan peraturan mengenai pengelolaan hutan kota dan lingkungan.
Laporan Kegiatan Tahun 2014 - Buku II BPK Palembang
112
2. Master Plan atau segala dokumen perencanaan wilayah kota (RTRW, RPJM) 3. Data Umum Lingkungan Hidup Kota Data penelitian diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Tata Kota, BAPPEDA Kota, Badan Lingkungan Hidup Kota. Selain itu data juga diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan. Data yang diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian disajikan pada 2. Analisis Data Secara umum akan dilakukan analisis beberapa aspek, antara lain: 1. Kebijakan, mencakup review terhadap dokumen-dokumen perencanaan yang terkait dengan pengembangan hutan kota 2. Biofisik kawasan hutan kota, meliputi faktor jenis, sebaran, keindahan, pola penggunaan lahan, dan keberadaan sarana prasarana. 3. Kelembagaan, mencakup pengelolaan kawasan hutan kota saat ini, sehingga dapat ditentukan kelembagaan pengelolaan untuk masa depan D. Hasil Dan Pembahasan 1. Pengelolaan Hutan di Daerah Pantai Ruang terbuka hijau (RTH) menurut UU Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan Ruang adalah area memanjang atau jalur sebagai tempat tumbuh tanaman, Baik yang tumbuh secara alamiah ataupun sengaja ditanam. Ruang terbuka hijau merupakan kebutuhan mendasar dalam pengembangan kota yang berfungsi sebagai sarana dalam mendukung hidup sehat yang ekonomis, aman, dan sekaligus memberikan pendidikan masyarakat dibidang pengelolaan lingkungan dan pelestarian sumber daya alam. Kota Bengkulu terpilih menjadi lokasi penelitian dikarenakan memiliki taman wisata pantai panjang dengan garis pantai sepanjang 7 km dan merupakan pantai terpanjang di Indonesia, sehingga dengan demikian Kota Bengkulu dapat dikategorikan sebagai coastal city yaitu kawasan kota tepi pantai. Bengkulu memiliki ruang terbuka hijau (RTH) seluas 19,6% dari total wilayah kota dengan rincian 14% merupakan RTH Publik dan 5,6% merupakan RTH Privat. RTH Publik adalah ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum yang terdiri dari: 1. Taman kota dengan luas kurang lebih 24 hektar 2. Taman persimpangan jalan dengan luas kurang lebih 0,3 hektar 3. Taman lingkungan dengan luas kurang lebih 148 hektar 4. RTH sempadan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), sungai, pantai dan danau dengan luas kurang lebih 1.706 hektar 5. RTH pada jalur hijau jalan dengan luas kurang lebih 22 hektar 6. Hutan kota dengan luas kurang lebih 180 hektar, dan 7. Pemakaman umum dan swasta dengan luas kurang lebih 50 hektar Laporan Kegiatan Tahun 2014 - Buku II BPK Palembang
113
Sedangkan RTH Privat adalah ruang terbuka hijau milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. RTH privat di kota bengkulu terdiri dari : 1. RTH pekarangan rumah tinggal seluas kurang lebih 632 ha; 2. RTH kawasan peruntukan perdagangan dan jasa seluas kurang lebih 18 ha; 3. RTH kawasan peruntukan pariwisata seluas kurang lebih10 ha; 4. RTH kawasan peruntukan industri seluas kurang lebih 13 ha; 5. RTH kawasan peruntukan perkantoran seluas kurang lebih 42 ha; dan 6. RTH kawasan peruntukan lainnya seperti kawasan peruntukan pendidikan kesehatan, peribadatan, pelabuhan dan terminal, dan TPA seluas kurang lebih 131 ha. Berdasarkan bentuk dan fungsinya ada beberapa macam hutan kota, antara lain berupa: 1. Jalur Hijau merupakan hutan kota yang mempunyai fungsi pengamanan, berupa peneduh jalan raya yang ada di jalan-jalan utama kota Bengkulu 2. Taman Kota, tanaman yang ditanam adalah tanaman-tanaman yang ditata sedemikian rupa untuk menciptakan keindahan kota yang merupakan hutan kota fungsi wisata, seperti Taman Remaja, Taman Nusa Indah, Taman Tapak Paderi 3. Taman Kebun Binatang, Taman Satwa kota Bengkulu dimasukkan kedalam salah satu bentuk hutan kota karena disitu ditanam juga berbagia jenis tanaman peneduh. 4. Kebun dan Halaman, dimasukkan ke dalam hutan kota pemukiman karena berfungsi sebagai peneduh di daerah pemukiman yang padat. Jenis pohon yang ditanam terdiri atas pohon yang dapat menhasilkan buah. 5. Hutan Kota Konservasi yang berfungsi untuk pelestarian terhadap tanah dan air serta kenaekaragaman hayati teruatama di daerah pantai yang rawan abrasi air laut, antara lain, Taman Pantai Panjang, TWA Pantai Panjang dan CA Desa Dusun Besar. Jenis-jenis tanaman yang ditanam di sepanjang pesisir pantai antara lain cemara laut (Casuarina equisetifolia) dan ketapang (Terminalia catapa), sedangkan di jalur hijau jalan dan taman kota antara lain Angsana (Pterocarpus indicus), glodokan tiang (Polyanthia longifolia), Mahoni (Swietenia macrophylla), pucuk merah (Syzygium sp), Asam Keranji (Pithecellobium dulce) dan tanjung (Mimusops elengi). Secara legal sesuai dengan PP 63 tahun 2002, sebenarnya Kota Bengkulu belum memiliki hutan kota, hutan kota yang ada saat ini merupakan areal dari Universitas Bengkulu seluas 180 hektar. Belum adanya hutan kota dikarenakan adanya kendala dalam pembebasan tanah, sehingga areal yang sudah ditunjuk untuk dijadikan hutan kota berdasarkan Perwali tahun 2010 tentang penunjukkan hutan kota di Kota Bengkulu belum bisa dilaksanakan. Selain itu daerah sempadan sungai yang ada di dalam kota juga belum Laporan Kegiatan Tahun 2014 - Buku II BPK Palembang
114
dikembangkan dengan baik karena sempadan sungai sudah banyak pemukiman penduduk yang sulit untuk dipindahkan. Pengelolaan ruang terbuka hijau dilakukan dengan berkoordinasi antar SKPD baik dari pemerintahan kota maupun SKPD dari pemerintahan provinsi diantaranya Bappeda yang berwenang membuat perencanaan wilayah, Dinas Kehutanan bertugas untuk pemilihan jenis tanaman, terutama di hutan kota yang berfungsi konservasi dan Dinas Pertamanan dan Kebersihan yang bertugas untuk pengelolaan taman kota. Selain itu untuk beberapa tempat wisata, Dinas Pariwisata dan Perhubungan juga turut ikut berkontribusi dalam menyediakan fasilitas-fasilitas yang mendukung para wisatawan. 2. Pengelolaan Hutan Kota di Daratan Tertutup Kota Lubuklinggau terpilih menjadi salah satu lokasi penelitian karena kota lubuk linggau merupakan kota yang memiliki posisi geostrategis dengan menjadi Kota perlintasan jalur tengah Sumatera yang menghubungkan Provinsi Sumatera Selatan dengan Provinsi Bengkulu di sisi Barat, Provinsi Lampung di sisi Selatan dan wilayah lainnya di bagian utara Pulau Sumatera. Dengan bertemunya berbagai arus lalu lintas tersebut, Kota Lubuklinggau menjadi kota transit atau kota pertemuan berbagai kepentingan sosial, ekonomi dan budaya. Dengan kondisi tersebut, menjadikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan hal yang penting diperhatikan untuk dikembangkan dalam pengembangan kota. Ruang Terbuka Hijau terdiri dari RTH Publik dan RTH Privat. RTH publik merupakan ruang terbuka hijau yang pengelolaannya berada di pemerintah daerah dengan berkoordinasi dengan dinas-dinas terkait yang merupakan sarana yang dapat dinikmati masyarakat secara umum, sedangkan RTH Privat adalah ruang terbuka hijau yang berada di lahan milik masyarakat yang dikelola secara pribadi. Adapun RTH Publik di Kota Lubuklinggau terdiri dari (1) Taman kota sebanyak 32 taman dengan luas total 16.148 m2. (2) Taman Wisata Alam Bukit Sulap seluas 6.616 hektar. (3) Taman Wisata Alam Bukit Cogong 644,29 hektar. (4) Taman Pemakaman Umum dengan total luas148.471 m2. (5) Tempat Pembuangan Sampah dengan total luas 29,43 hektar. (6) Sempadan jalan seluas kurang lebih 40 hektar (7) Sempadan sungai tersebar di seluruh kecamatan seluas kurang lebih 6 hektar, dan (8) Sempadan rel seluas kurang lebih 14 hektar. Sedangkan RTH privat yang terdapat di Kota Lubuklinggau meliputi kawasan seluas kurang lebih 137 hektar atau 0,41% dari luas kota. Dalam PP No. 63 tahun 2002 tentang hutan kota, hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Lokasi hutan kota merupakan bagian dari RTH wilayah perkotaan. Berdasarkan hasil kajian, belum ada hutan kota yang sesui PP tersebut di kota Lubuklinggau. Hutan kota pernah dibangun tetapi kondisinya terbengkalai karena status lahan yang tidak jelas sehingga di klaim oleh pihak lain. Jenis-jenis tanaman yang direncanakan dikembangkan di Laporan Kegiatan Tahun 2014 - Buku II BPK Palembang
115
hutan kota tersebut yaitu 16 jenis buah-buahan dan kayu yang masih bersifat spesifik seperti petanang, meranti, bambang lanang dan merbau. Jenis-jenis tanaman yang telah dikembangkan sebagai tanaman pengisi hutan kota yang ada belum sepenuhnya disesuaikan dengan kondisi biofisik kota. Untuk jalur hijau di kiri kanan dan pembatas jalan jenis yang dikembangkan adalah jenis mahoni (Swietenia macrophylla), glodokan tiang (Polyanthia longifolia), Krey payung (Filicium desipiens) dan trembesi (Albizia saman). Untuk pengembangan hutan kota ke depan, pemerintah daerah saat ini tengah mempersiapkan Kota Lubuklinggau menjadi Kota Hijau (Green City) dimana pada tahun 2015 akan dibangun taman kota seluas 288 hektar lengkap dengan berbagai fasilitasnya dan hutan kota seluas 60 hektar di Kecamatan Lubuk Linggau 1 yang akan dipadukan dengan bumi perkemahan. Dalam pengelolaan hutan kota, koordinasi antar dinas telah dilakukan, antara lain Bappeda bertugas sebagai perencana tata ruang dimana dalam pekerjaannya juga berdasarkan masukan dari berbagai dinas, Dinas Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan sebagai penyedia bibit yang akan ditanam, dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan bertugas sebagai pengelola. Namun,untuk RTH dalam bentuk Taman Wisata Alam, pengelolaannya diserahkan pada Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) dikarenakan wilayahnya merupakan kawasan hutan. E. Kesimpulan dan Rekomendasi Hutan kota yang ada di kota pantai dan daratan tertutup di wilayah Sumatera Selatan dan Bengkulu masih bersifat top-down pada tahap awal pembangunannya dan hanya berdasarkan keputusan dari gubernur maupun walikota. Sehingga hutan kota yang ada saat ini hanya bertumpu pada ekosistem alam yang ada terutama di hutan kota yang berfungsi konservasi. Jenis-jenis tanaman yang dikembangkan sebagai pengisi hutan kota saat ini masih belum memperhatikan aspek-aspek biofisik hutan kota, dan hanya di dasarkan atas ketersediaan bibit saja. Kebijakan pengembangan hutan kota ke depan perlu pendekatan dari bawah agar tidak terjadi permasalahan serta perlu pelibatan parapihak yang lebih luas. Tumpang tindih peran dan fungsi antar SKPD masih di jumpai dalam pengembangan dan pengelolaan hutan kota sehingga diperlukan kajian lebih lanjut dalam membanggun sinergitas dalam pengembangan hutan kota ke depan.
Laporan Kegiatan Tahun 2014 - Buku II BPK Palembang
116
Foto Kegiatan:
Laporan Kegiatan Tahun 2014 - Buku II BPK Palembang
117