Pengaruh Terapi Kasein Yogurt Susu Kambing Terhadap Kadar Malondialdehyde (MDA) dan Gambaran Histopatologi Ginjal Tikus (Rattus norvegicus) Model Hipertensi Induksi Deoxycorticosterone Acetate (DOCA)-Salt Effect of Goat Milk Yogurt Casein to Malondialdehyde (MDA) Levels and Kidney Histopathology of Hypertensive Rats (Rattus norvegicus) Model Induced by Deoxycorticosterone Acetate (DOCA)-Salt Baend Aprillidya S*., Masdiana C. Padaga, Dyah Ayu Oktavianie Program Studi Kedokteran Hewan, Program Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya
[email protected] ABSTRAK Hipertensi adalah suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah ≥140/90 mmHg. Induksi deoxycorticosterone acetate (DOCA)-salt merupakan cara untuk membuat hewan model hipertensi. Hipertensi dapat menyebabkan peningkatan reactive oxygen species (ROS) dan kerusakan ginjal. Peningkatan ROS akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid yang menghasilkan produk akhir yaitu malondialdehyde (MDA) yang merupakan senyawa toksik terhadap sel. Kasein yogurt susu kambing diketahui memiliki kandungan peptida bioaktif yang berguna sebagai antihipertensi dan antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi kasein yogurt susu kambing dalam menurunkan kadar MDA dan memperbaiki histopatologi ginjal pada hewan coba hasil induksi DOCA-salt. Penelitian ini menggunakan tikus (Rattus norvegicus) jantan strain Wistar yang dibagi dalam lima kelompok yaitu kelompok normal, kelompok hipertensi, kelompok hipertensi terapi kaptopril dosis 5 mg/kg BB, kelompok hipertensi terapi kasein yogurt susu kambing dosis 300 mg/kg BB dan kelompok hipertensi terapi kasein yogurt susu kambing dosis 600 mg/kg BB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian terapi kasein yogurt susu kambing dosis 300 mg/kg BB (0,463±0,024 µg/ml), dosis 600 mg/kg BB (0,409±0,049 µg/ml) dan terapi kaptopril dosis 5 mg/kg BB (0,528±0,075 µg/ml) memberikan pengaruh yang sama dalam menurunkan kadar MDA. Tetapi jika dibanding dengan kelompok normal (0,333±0,067 µg/ml), pemberian terapi kasein yogurt susu kambing lebih efektif menurunkan kadar MDA daripada terapi kaptopril. Hasil pengamatan histopatologi ginjal menunjukkan bahwa pemberian terapi kasein yogurt susu kambing dan kaptopril dapat memperbaiki kerusakan ginjal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian terapi kasein yogurt susu kambing dapat menurunkan kadar MDA dan memperbaiki histopatologi ginjal hewan model hipertensi induksi DOCA-salt. Kata kunci: Hipertensi, DOCA-salt, Kasein yogurt susu kambing, MDA, histopatologi ginjal ABSTRACT Hypertension is a condition signed with the increase of blood pressure ≥140/90 mmHg. Deoxycorticosterone acetate (DOCA)-salt induction is used to induce hypertension in animal model. Hypertension can cause the increasing of reactive oxygen species (ROS) and kidney damage. The increased of ROS cause lipid peroxidation which produced malondialdehyde (MDA) that have toxic effect to cells. Goat milk yogurt casein was known contain bioactive peptide that useful as antihypertensives and antioxidant. This research aimed to evaluate the potency of goat milk yogurt casein to decrease MDA levels and repair 1
kidney histopathology of animal model. Wistar strain male rats (Rattus norvegicus) were used and divided into five groups: normal group, hypertension group, hypertension with captopril therapy dose 5 mg/kg BW group, hypertension with goat milk yogurt casein therapy dose 300 mg/kg BW group and hypertension with goat milk yogurt casein therapy dose 600 mg/kg BW group. The results showed that goat milk yogurt casein therapy dose 300 mg/kg BW (0.463±0.024 µg/ml), dose 600 mg/kg BW (0.409±0.049 µg/ml) and captopril therapy dose 5 mg/kg BW (0.528±0.075 µg/ml) gave same effect to decrease MDA levels. Meanwhile, if compared to the normal group (0.333±0.067 µg/ml), goat milk yogurt casein therapy was more effective to decrease MDA levels than captopril therapy. The kidney histopathology observation showed that goat milk yogurt casein therapy and captopril therapy could repair of kidney damage. The conclusion from this research was goat milk yogurt casein therapy could decrease MDA levels and repair kidney histopathology of hypertension animal model induced by DOCA-salt. Key words : Hypertension, DOCA-salt, Goat milk yogurt casein, MDA, kidney histopathology PENDAHULUAN Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan darah yang memberi gejala berlanjut pada target organ tubuh sehingga timbul kerusakan yang lebih berat seperti stroke, penyakit jantung koroner, penyempitan ventrikel kiri, gagal ginjal dan penyakit pembuluh lain (Syahrini dkk., 2012). Pada tahun 2000, hampir 1 miliar penduduk dunia menderita hipertensi dan jumlah ini diperkirakan akan melonjak menjadi 1,5 miliar pada tahun 2025. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7% dari total penduduk dewasa (Anonimous, 2008). Berdasarkan etiologinya, hipertensi pada hewan model terdiri dari hipertensi primer yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan dan hipertensi sekunder yang dipengaruhi oleh faktor ginjal dan hormon (endokrin). Induksi deoxycorticosterone acetate (DOCA)-salt merupakan salah satu metode untuk membuat hewan model hipertensi sekunder yang dipengaruhi oleh hormon. Pemaparan DOCA-salt lebih cepat meningkatkan tekanan darah yaitu setelah 1 bulan pemaparan atau pada minggu ke-8 terjadi kenaikan tekanan darah (Badyal et al., 2003; Sjakoer & Permatasari, 2011). Peningkatan tekanan darah menyebabkan
terjadinya stres oksidatif dengan adanya peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS) (Vaziri, 2008; Prahalathan et al., 2012). Peningkatan ROS menimbulkan terjadinya reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid. Akhir dari reaksi rantai tersebut mengakibatkan terputusnya rantai asam lemak menjadi berbagai senyawa yang toksik terhadap sel, antara lain malondialdehyde (MDA) yang dapat menyebabkan kerusakan seperti nekrosis sel tubulus dan kerusakan glomerulus ginjal (Manning et al., 2005; Siswonoto, 2008). Terapi hipertensi menjadi tujuan utama dalam menurunkan mortalitas dan morbiditas penyakit akibat hipertensi. Salah satu obat yang sering digunakan masyarakat dalam mengobati hipertensi adalah kaptopril. Konsumsi kaptopril menimbulkan berbagai efek samping seperti batuk kering, proteinuria, hiperkalemia sampai gagal ginjal akut sehingga penggunaan obat alternatif dapat menjadi pilihan lain untuk menurunkan tekanan darah tinggi (Nafrialdi, 2009). Salah satu pengobatan alternatif yang dapat digunakan adalah dengan mengkonsumsi kasein yogurt susu kambing. Susu kambing lebih mudah untuk dicerna dan memiliki sifat alergi yang lebih rendah dibandingkan susu sapi 2
(Aliaga et al., 2003). Kasein merupakan komponen protein utama dalam susu dan merupakan sumber peptida yang memiliki pengaruh kesehatan antara lain sebagai antihipertensi dan antioksidan (Kitts & Weiler, 2003; Silva & Malcata, 2005; Contreras et al., 2009; Contreras et al., 2011). Menurut Korhonen dan Pihlanto (2006), antihipertensi dan antioksidan terkandung dalam peptida kasein susu, namun peptida dalam kasein susu tersebut bersifat inaktif dan memerlukan enzim proteolitik untuk melepaskannya. Enzim proteolitik dapat diperoleh dari bakteri khususnya bakteri asam laktat dengan cara fermentasi menjadi yogurt (Miesel, 2005; Posecion et al., 2005; de Medina et al., 2010). Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah kasein yogurt susu kambing memiliki efek sebagai terapi hipertensi yang diamati dari kadar malondialdehyde (MDA) dan perbaikan kerusakan ginjal.
Pembuatan Yogurt Prosedur pembuatan yogurt menggunakan metode Posecion et al. (2005) yang dimodifikasi. Susu kambing dituang sebanyak 500 ml ke dalam botol schott 1000 ml, ditutup dengan aluminium foil untuk menghindari kontaminasi. Susu dalam botol schott dipasteurisasi pada suhu 72oC selama 5 menit. Susu didinginkan hingga suhu mencapai 40oC– 45oC dengan cara memasukan botol schott ke dalam wadah berisi air dingin. Starter yogurt dengan konsentrasi 3% diinokulasikan kedalam susu kambing 500 ml (v/v), lalu dihomogenkan. Diinkubasi pada suhu 40oC–45oC selama 4–8 jam sampai pH rata-rata yogurt mencapai 4,5. Pembuatan Kasein Yoghurt Susu Kambing Proses pembuatan kasein yogurt susu kambing menggunakan metode dari Contreras et al. (2011) dan Aloglu and Oner (2011) yang dimodifikasi. Yogurt yang telah dibuat disentrifus sebanyak 500 ml dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit pada suhu 5oC. Kasein yang berupa endapan dipisahkan untuk dilakukan Freeze Drying. Hasil Freeze Drying disimpan pada suhu −25°C.
MATERI DAN METODE Pembuatan Starter Yogurt Prosedur pembuatan starter yogurt menggunakan metode Posecion et al. (2005) yang dimodifikasi. Starter Yόgourmet ditimbang sebanyak 0,5 g dalam beaker glass 100 ml. Susu kambing dituang sebanyak 100 ml ke dalam erlenmeyer 250 ml, ditutup dengan aluminium foil untuk menghindari kontaminasi. Susu dalam tabung erlenmeyer dipasteurisasi pada suhu 72oC selama 5 menit. Susu didinginkan hingga suhu mencapai 40oC–45oC dengan cara memasukan tabung erlenmeyer kedalam wadah berisi air dingin. Starter Yόgourmet yang telah ditimbang diinokulasikan kedalam susu kambing 100 ml (w/v), lalu dihomogenkan dengan cara menggoyang secara perlahan. Diinkubasi pada suhu 40oC–45oC selama 4–8 jam sampai pH rata-rata yogurt mencapai 4,5.
Persiapan Hewan Coba Tikus sebanyak 20 ekor yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan telah mendapat keterangan kelaikan etik dari LPPT, UGM dengan nomor: 134/KECLPPT/II/2014 dibagi dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu kelompok normal (A), kelompok hipertensi (B), kelompok hipertensi dengan terapi kaptopril dosis 5 mg/kg BB (C), kelompok hipertensi dengan terapi kasein yogurt susu kambing dosis 300 mg/kg BB (D) dan kelompok hipertensi dengan terapi kasein yogurt susu kambing dosis 600 mg/kg BB (E). Sebelum mendapat perlakuan, semua tikus diadaptasikan dengan kondisi kandang selama 3 hari dan diberi pakan komersial berupa A.D. II. Air minum diberikan 3
secara ad libitum. Tikus dipelihara dalam kandang besi ukuran 41 cm x 31 cm x 27 cm dengan populasi 4 ekor/kandang dalam suatu ruang bersuhu 25-26 oC (Prahalathan et al., 2012).
ginjal diambil dan dipotong dengan menggunakan gunting bedah. Ginjal sebelah kiri disimpan dalam larutan PBS dan disimpan dalam refrigerator sebagai bahan untuk pemeriksaan MDA. Sedangkan ginjal sebelah kanan dimasukkan dalam larutan formaldehid 10% untuk pembuatan preparat (Wati dkk., 2013).
Induksi Tikus Hipertensi dengan DOCA Induksi hipertensi dengan DOCA menggunakan metode dari Badyal et al. (2003) dan Gadhvi et al. (2012) yang dimodifikasi. Tikus diberikan pakan komersial dan NaCl 2% sebagai air minum ad libitum. DOCA diinjeksi secara subkutan (SC) pada daerah cervical 2 kali seminggu dengan dosis 20 mg/kg BB sebanyak 5 kali injeksi pertama dilanjutkan dengan dosis 10 mg/kg BB sebanyak 5 kali injeksi berikutnya yang dilarutkan dengan minyak jagung 0,5 ml.
Pengukuran Kadar Malondialdehyde (MDA) dengan Uji TBA Organ ginjal ditimbang dengan berat 0,5 g, digerus dengan mortar hingga halus, ditambah 200 µl NaCl-fisiologis, dimasukkan dalam microtube lalu disentrifus 8000 rpm selama 20 menit. Supernatan sebanyak 100 µl ditambah aquades 550 µl, 100 µl TCA, 100 µl HCl 1N, 100 µl Na-Thio1%, dihomogenkan lalu disentrifus 500 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil, dipanaskan dalam waterbath suhu 100°C selama 30 menit, didinginkan pada suhu ruang lalu diukur absorbansinya pada λ=530 nm. Absorbansi yang diperoleh kemudian diplotkan pada kurva standar (Aulanni’am et al., 2012).
Pemberian Terapi Terapi kasein yogurt susu kambing diberikan selama 4 minggu dengan dosis 300 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB yang dilarutkan dengan air reverse osmosis (RO) sebanyak 1,5 ml dan diberikan secara oral dengan sonde lambung (Contreras et al., 2009). Terapi kaptopril diberikan selama 4 minggu dengan dosis 5 mg/kg BB yang dilarutkan dengan air RO sebanyak 1 ml dan diberikan secara oral dengan menggunakan sonde lambung (Contreras et al., 2009).
Pembuatan Preparat dan Pengamatan Histopatologi Ginjal Pembuatan preparat histopatologi ginjal menggunakan pewarnaan hematoxylin-eosin (HE). Pengamatan dilakukan pada bagian glomerulus dan tubulus ginjal menggunakan mikroskop cahaya Olympus BX51 dengan perbesaran 400x.
Pengukuran Tekanan Darah Hewan Coba Pengukuran tekanan darah dengan cara Tail Cuff method menggunakan alat blood pressure analyzer. Metode ini memungkinkan peneliti untuk mengetahui tekanan darah sistolik dan diastolik. Cara pengukuran ini sesuai dengan cara pengukuran tekanan darah menggunakan sphigmomanometer pada manusia (Prahalathan et al., 2012).
Analisis Statistik Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dimana hewan coba dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan dengan masing-masing perlakuan mendapat 4 kali ulangan. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan one way analysis of variance (ANOVA) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Jika antar perlakuan berpengaruh nyata, maka
Pengambilan Organ Ginjal Tikus dieuthanasi dengan pembiusan over dosis chloroform kemudian dilakukan pembedahan pada daerah abdomen. Organ 4
dilanjutkan dengan uji BNJ (Beda Nyata Jujur) menggunakan software SPSS 16.0 for Windows dengan nilai p-value (p < 0,05) (Kusriningrum, 2008). Sedangkan analisis data histopatologi ginjal dilakukan secara deskriptif.
menunjukkan perbedaan yang nyata jika dibandingkan dengan kelompok A. Hal ini sesuai dengan penelitian Prahalathan et al. (2012) yang menyatakan bahwa induksi hipertensi dengan DOCA-salt menyebabkan peningkatan Reactive oxygen species (ROS) yang ditandai dengan meningkatnya kadar MDA. Pemberian DOCA-salt meningkatkan konsentrasi aldosteron sehingga menyebabkan reabsorbsi Na dan air secara berlebih. Meningkatnya reabsobsi Na dan air tersebut menyebabkan peningkatan volume cairan sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah menyebabkan terjadinya stres oksidatif dengan peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS). Peningkatan ROS menimbulkan terjadinya reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid yang mengakibatkan terputusnya rantai asam lemak menjadi berbagai senyawa yang toksik terhadap sel, antara lain malondialdehyde (MDA) (Siswonoto, 2008; Prahalathan et al., 2012; Hemalatha et al., 2013).
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kasein Yogurt Susu Kambing Terhadap Kadar MDA Tikus (Rattus norvegicus) Model Hipertensi Induksi DOCA-Salt Analisis hasil pengukuran kadar malondialdehyde (MDA) pada ginjal tikus (Rattus norvegicus) model hipertensi induksi deoxycorticosterone acetate (DOCA)-salt menggunakaan one way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p < 0,05) (Tabel 1). Berdasarkan Tabel 1, nilai kadar MDA pada kelompok tikus normal (A) sebesar 0,333 ± 0,067 µg/ml. Nilai tersebut digunakan sebagai standar nilai kadar MDA tikus dalam keadaan normal. Nilai kadar MDA kelompok tikus hipertensi (B)
Tabel 1 Nilai kadar MDA ginjal tikus pada berbagai perlakuan Rata-rata kadar MDA ± SD (µg/ml) Tikus normal (A) 0,333 ± 0,067 a Tikus hipertensi (B) 0,695 ± 0,073 c 0,528 ± 0,075 b Tikus hipertensi terapi kaptopril dosis 5 mg/kg BB (C) Tikus hipertensi terapi kasein dosis 300 mg/kg BB (D) 0,463 ± 0,024 ab Tikus hipertensi terapi kasein dosis 600 mg/kg BB (E) 0,409 ± 0,049 ab Keterangan : - Notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05) Perlakuan
Berdasarkan hasil analisis statistika, diketahui bahwa pemberian terapi kaptopril (C) dan kasein yogurt susu kambing (D dan E) menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dalam menurunkan kadar MDA. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian terapi kaptopril dosis 5 mg/kg BB (0,52±0,075 µg/ml) dan kasein yogurt susu kambing dengan dosis 300 mg/kg BB (0,463±0,024 µg/ml) dan dosis 600 mg/kg BB (0,409±0,049 µg/ml) memiliki pengaruh yang sama dalam menurunkan kadar
MDA. Jika dibandingkan dengan kelompok A, kelompok C menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap kadar MDA. Hal ini mengartikan bahwa pemberian terapi kaptopril tidak mampu menurunkan kadar MDA mendekati nilai normal. Selain sebagai obat antihipertensi, kaptopril memiliki kandungan sebagai antioksidan sehingga dapat secara langsung menurunkan kadar MDA karena mampu menangkap radikal bebas. Hal ini sesuai dengan penelitian Gurer et al. 5
(1999) dan Noori et al. (2010) yang menyatakan bahwa kaptopril dapat menghambat produksi radikal bebas. Kaptopril mampu menangkap radikal bebas karena mengandung sulfhydryl group (Ovali et al., 2000). Berdasarkan penelitian Kojšová et al. (2006), pemberian terapi kaptopril dengan dosis rendah (10 mg/kg BB) tidak memberikan hasil yang efektif sebagai antioksidan dibandingkan dengan pemberian terapi kaptopril dengan dosis yang lebih tinggi (100 mg/kg BB4). Oleh karena itu, kadar MDA pada kelompok C yang diterapi kaptopril dosis 5 mg/kg BB lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok D dan E yang diterapi kasein yogurt susu kambing. Pada kelompok D dan E menunjukkan adanya perbedaan yang tidak nyata jika dibandingkan dengan kelompok A. Hal ini menjelaskan bahwa pemberian terapi kasein yogurt susu kambing mampu menurunkan kadar MDA mendekati nilai normal daripada terapi kaptopril (kelompok C). Pemberian terapi kasein yogurt susu kambing mampu menurunkan tekanan darah sehingga menurunkan kadar MDA yang disebabkan karena meningkatnya produksi ROS. Menurut Korhonen dan Pihlanto (2006), peptida dalam kasein tak hanya memiliki manfaat sebagai penurun tekanan darah, tetapi dapat pula sebagai antioksidan. Peptida dari αs-CN susu kambing, menunjukkan aktivitas free radical-scavenging (menangkap radikal bebas) dan mampu menghambat peroksidasi lipid secara enzimatik maupun non-enzimatik (Young, 2009; Korhonen & Pihlanto, 2006). Hal ini sesuai dengan penelitian Rival et al. (2001) yang menyatakan bahwa peptida dalam kasein mampu menangkap radikal bebas dan menghambat terjadinya peroksidasi lipid.
Pengaruh Kasein Yogurt Susu Kambing Terhadap Histopatologi Ginjal Tikus (Rattus norvegicus) Model Hipertensi Induksi DOCA-Salt Hasil pengamatan preparat organ ginjal tikus (Gambar 1) menunjukkan histopatologi adanya perbedaan glomerulus dan tubulus ginjal antar perlakuan. Histopatologi kelompok tikus normal (A) menunjukkan histologi ginjal normal (Gambar 1.A). Pada gambar tersebut, glomerulus dan tubulus tampak normal. Struktur glomerulus ginjal yang meliputi kapsula bowman dan capsular space masih terlihat jelas. Tubulus ginjal masih memiliki inti sel yang berada di dalam sitoplasma dengan epitel berbentuk kubus selapis. Pada kelompok tikus hipertensi (B) (Gambar 1.B) terlihat adanya kerusakan pada glomerulus dan tubulus. Struktur glomerulus terlihat tidak beraturan dimana capsular space tampak menyempit. Penyempitan capsular space diduga karena terjadi hipertrofi glomerulus. Hal ini sesuai dengan penelitian Jin et al. (2006) yang menyatakan bahwa peningkatan produksi ROS menyebabkan terjadinya hipertrofi glomerulus. Pada tubulus terlihat adanya nekrosis. Nekrosis pada sel tubulus ditandai dengan adanya inti sel piknotik dengan ciri-ciri inti sel mengecil dan tampak lebih padat serta berwarna hitam gelap. Nekrosis merupakan kematian sel akibat kerusakan berat yang ditandai oleh kerusakan struktural seluler secara menyeluruh yang diikuti dengan lisisnya sel dan peradangan jaringan. Kematian sel umumnya paling jelas ditunjukkan pada perubahan inti sel. Inti sel yang mati akan menyusut, batasnya tidak teratur, dan berwarna lebih gelap yang disebut inti sel piknotik, selain itu ada kemungkinan inti hancur dan meninggalkan pecahanpecahan zat kromatin yang tersebar dalam sel yang disebut dengan karioreksis. Hal ini menyebabkan kehilangan kemampuan untuk diwarnai. Proses ini dikenal dengan kariolisis (Puspawati, 2009). 6
Gambar 1. Histopatologi organ ginjal tikus (HE, 400x). Tikus normal (A); tikus hipertensi (B); tikus hipertensi terapi kaptopril dosis 5 mg/kg BB (C); tikus hipertensi terapi kasein dosis 300 mg / kg BB (D); tikus hipertensi terapi kasein dosis 600 mg / kg BB (E). Keterangan : (G) glomerulus; (Ga) glomerulus yang mengalami kerusakan; (T) tubulus; (Ta) tubulus yang mengalami nekrosis; (N) inti sel normal; (Na) inti sel piknotik; (CS) capsular space. Gambar insert : (A) inti sel normal; (B) inti sel piknotik; (C) inti sel piknotik; (D) inti sel piknotik; (E) inti sel piknotik. Insert merupakan hasil dari perbesaran gambar histopatologi.
histopatologi organ ginjal. Pada Gambar 1.C tampak adanya pengurangan nekrosis sel tubulus dan perbaikan struktur glomerulus. Pada glomerulus, terlihat bentukan capsular space dengan jelas yang menunjukkan bahwa glomerulus mengalami perbaikan. Perbaikan histopatologi ginjal dikarenakan kaptoril memiliki kandungan antioksidan. Kerja dari antioksidan dapat menangkap radikal bebas dan menghambat terjadinya peroksidasi lipid. Pada kelompok tikus hipertensi terapi kasein dosis 300 mg/kg BB (D) (Gambar 1.D.) dan kelompok tikus hipertensi terapi kasein dosis 600 mg/kg BB (E) (Gambar 1.E) tampak pula perbaikan histopatologi organ ginjal seperti pada kelompok C. Pada Gambar 1.D tampak adanya pengurangan nekrosis sel tubulus dan perbaikan struktur glomerulus, dimana capsular space tampak dengan jelas. Jika dibandingkan dengan kelompok C (Gambar 1.C), nekrosis tubulus pada kelompok D lebih sedikit. Pada Gambar
Pemberian DOCA-salt menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga produksi ROS meningkat. Meningkatnya kadar ROS menginduksi terjadinya nekrosis sel. Hal ini sesuai dengan penelitian Cho et al. (1999) dan pendapat Pizzimenti et al. (2010) bahwa meningkatnya kadar ROS menyebabkan terjadinya nekrosis sel. Menurut Bandyopadhyay et al. (1999), reactive oxygen species (ROS) dapat menyerang komponen penting sel seperti DNA yang mengakibatkan DNA damage seperti terbentuknya single strand break DNA. Struktur ini akan mengaktivasi poli ADP ribose polimerase (PARP). Aktivasi PARP mengakibatkan berkurangnya adenin nukleotida yang akan menghambat fungsi mitokondria sehingga terjadi penurunan adenosine trifosfat (ATP) sel yang merupakan sumber energi sel dan mengakibatkan nekrosis (Siswonoto, 2008). Pada kelompok tikus hipertensi terapi kaptopril dosis 5 mg/kg BB (C) (Gambar 1.C) terlihat adanya perbaikan 7
Laboratorium Biosains UB, Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi FK UGM, Laboratorium Patologi Anatomi FK UGM, Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia Fakultas Farmasi UNAIR, tim penelitian serta semua pihak yang membantu terlaksananya penelitian ini.
1.E, menunjukkan histopatologi ginjal semakin mendekati normal. Nekrosis tubulus tampak berkurang dibandingkan histopatologi ginjal kelompok D. Terapi kasein yogurt susu kambing memberikan pengaruh yang baik terhadap gambaran histopatologi ginjal. Terlihat perbaikan struktur glomerulus dan berkurangnya nekrosis sel tubulus. Perbaikan histopatologi ginjal dikarenakan kasein yogurt susu kambing memiliki kemampuan sebagai antioksidan yang dapat menangkap radikal bebas dan mampu menghambat peroksidasi lipid. Menurut Prahalathan, et al. (2012), pemberian antioksidan akan mengurangi stres oksidatif dan meminimalkan kerusakan pada ginjal. Berdasarkan data kadar MDA dan histopatologi organ ginjal yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar MDA, maka semakin tinggi pula kerusakan pada histopatologi organ ginjal.
DAFTAR PUSTAKA Aliaga, I.L., M.J.M. Alferez., M. Barrionuevo., T. Nestares., M.R.S. Sampelayo and M.S. Campos. 2003. Study of Nutritive Utilization of Protein and Magnesium in Rats With Resection FF The Distal Small Intestine. Beneficial Effect of Goat Milk. J. Dairy Science 86: 2968-2966. Aloglu, H.S and Z. Oner. 2011. Determination of Antioxidant Activity of Bioactive Peptide Fractions Obtained From Yogurt. J. Dairy Sci 94: 5305–5314.
KESIMPULAN Pemberian terapi kasein yogurt susu kambing dapat menurunkan kadar MDA pada hewan model hipertensi yang diinduksi DOCA-salt. Pemberian terapi kasein yogurt susu kambing dosis 300 mg/kg BB dan dosis 600 mg/kg BB memiliki pengaruh yang sama dalam menurunkan kadar MDA dan lebih efektif dibandingkan terapi kaptopril dosis 5 mg/kg BB. Pemberian terapi kasein yogurt susu kambing dapat memperbaiki histopatologi organ ginjal tikus model hipertensi yang diinduksi DOCA-salt yang ditunjukkan dengan pemberian dosis 600 mg/kg BB lebih efektif mengurangi nekrosis sel tubulus dan memperbaiki kerusakan glomerulus dibandingkan dosis 300 mg/kg BB dan terapi kaptopril dosis 5 mg/kg BB.
Anonimous. 2008. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Jakarta. Aulanni’am., A. Roosdiana and N.L. Rahmah. 2012. The Potency of Sargassum Duplicatum Bory Extract on Inflammatory Bowel Disease Therapy in Rattus norvegicus. Journal of Life Sciences 6: 144-154. Badyal, D.K., H. Lata and A.P. Dadhich. 2003. Animal Models of Hypertension And Effect of Drugs. Indian Journal of Pharmacology 35: 349-362. Contreras, M.M., R. Carro´n., M.J., Montero., M. Ramos and I. Recio. 2009. Novel Casein-Derived Peptides With Antihypertensive Activity. International Dairy Journal 19: 566– 573.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner PKH UB, Laboratorium Biokimia FMIPA UB, 8
Kojšová, S., L. Jendeková., Z. Csizmadiová., R. Janíková., L. Paulis And O. Pecháňová. 2006. The Combine Effect of Indapamide and Captopril on Blood Pressure, Nitric Oxide Generation And Oxidant Status in Spontaneously Hypertensive Rats. J Hypertens 24(4): S340.
Contreras, M.M., M.A. Sevilla., J. Monroy-Ruiz., L. Amigo., B. GómezSala., E. Molina., M. Ramos and I. Recio. 2011. Food-Grade Production of An Antihypertensive Casein Hydrolysate and Resistance of Active Peptides to Drying and Storage. International Dairy Journal 21: 470476.
Korhonen, H and A. Pihlanto. 2006. Bioactive Peptides: Production and Functionality. International Dairy Journal 16: 945–960.
De Medina, F.S., A. Daddaoua., P. Requena., F. Capitan-Canadas., A. Zarzuelo., M.D. Suarez and O. Marti´Nez-Augustin. 2010. Food Ingredients, Immunity and Inflammation: Animal and in Vitro Models New Insights Into The Immunological Effects of Food Bioactive Peptides in Animal Models of Intestinal Inflammation. Proceedings of The Nutrition Society 69: 454–462.
Kusriningrum. 2008. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak Lengkap. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya Manning Jr, R.D., N. Tian and S. Meng. 2005. Oxidative Stress and Antioxidant Treatment in Hypertension and The Associated Renal Damage. Am J Nephrol 25: 311–317.
Gadhvi, R., G.J. Mishra., M.N. Reddy and M. Nivserkar. 2012. Antihypertensive Efficacy of Lippia Nodiflora – Whole Planton Uninephrectomized DOCASalt Hypertensive Rats. IOSR Journal of Pharmacy 2(6): 24-28.
Miesel, Hans. 2005. Biochemical Properties of Peptides Encrypted in Bovine Milk Proteins. Current Medicinal Chemistry 12: 1905-1919.
Gurer, Hande., R. Neal., P. Yang., S. Oztezcan and N. Ercal. 1999. Captopril as An Antioxidant in LeadExposed Fischer 344 Rats. Human & Experimental Toxicology 18: 27-32.
Nafrialdi. 2009. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Universitas Indonesia. Jakarta.
Hemalatha, G., K.V. Pugalendi and R. Saravanan. 2013. Modulatory Effect of Sesamol on DOCA-Salt-Induced Oxidative Stress in Uninephrectomized Hypertensive Rats. Mol Cell Biochem.
Noori, S., Q.A. Sikandar., R. Saleem and T.S. Mahboob. 2010. Biochemical Evaluation of Captopril on Oxidative Status, Membrane Electrolytes and Hemodynamics. Pak. J. Life Soc. Sci. 8(1): 59-62.
Kitts, D and K. Weiler. 2003. Bioactive Proteins and Peptides from Food Sources. Applications of Bioprocesses Used in Isolation and Recovery. Current Pharmaceutical Design 9: 1309-1323.
Ovali, E., M. Çetiner., S. Ratip., F. Aydin., Y.Tekelioglu., S.Karti., A.Örem., G. Harova., L.Albayrak And N. Agaoglu. 2000. Effects of Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors in Healthy Rats and in Rats With Carbon 9
Tetrachloride-Induced Toxic Hepatitis. Turk J Med Sci 30: 321-325.
Hewan Coba. El-Hayah 1(4): 199213.
Posecion, N.C., N.L. Crowe., A.R. Robinson and S.K. Asiedu. 2005. The Development of Goat's Milk Yogurt. Journal of Science of Food and Agriculture 85: 1909–1913.
Syahrini, E.N., H.S. Susanto dan A. Udiyono. 2012. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Primer di Puskesmas Tlogosari Kulon Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat 1(2): 315 - 325.
Prahalathan, P., S. Kumar and B. Raja. 2012. Effect of Morin, A Flavonoid Against Doca-Salt Hypertensive Rats: A Dose Dependent Study. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine: 443-448.
Vaziri, N.D. 2008. Causal Link Between Oxidative Stress, Inflammation and Hypertension. Iranian Journal of Kidney Diseases 2 (1): 1-10.
Silva, S.V and F.X. Malcata. 2005. Caseins as Source of Bioactive Peptides. Escola Superior de Biotecnologia, Universidade Cat! olica Portuguesa. Portugal.
Rival, S.G., Boeriu, C.G and Wichers, H.J. 2001. Caseins and Casein Hydrolysates. 2. Antioxidative Properties and Relevance to Lipoxygenase Inhibition. J Agr Food Chem 4: 295-302.
Siswonoto, S. 2008. Hubungan Kadar Malondialdehid Plasma Dengan Keluaran Klinis Stroke Iskemik Akut. [Tesis]. Program Pendidikan Dokter Spesialis I. Universitas Diponegoro. Semarang.
Wati, I.P., Aulanni’am dan C. Mahdi. 2013. Aktivitas Protease dan Gambaran Histologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) Pasca induksi Cyclosporine-A. Kimia Student Journal 1(2): 257-263.
Sjakoer, N.A.A dan N. Permatasari. 2011. Mekanisme Deoxycorticosterone Acetate (DOCA)-Garam Terhadap Peningkatan Tekanan Darah pada
Young, W.P. 2009. Bioactive Components in Milk and Dairy Products. WileyBlackwel. Iowa.
10