“Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Active Debate Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Geografi (Suatu Penelitian Pada Siswa Kelas XI Semester II Pokok Bahasan Lingkungan Hidup di SMA Negeri I Paguyaman)” Lismawati K. Abdjul, Muhammad Yusuf*, Ahmad Zainuri** Jurusan Fisika, Program Studi S1. Pend. Geografi F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo Email:
[email protected] ABSTRACT Lismawati K. Abdjul. The effect of cooperative learning model type Active Debate toward the students achievement in Geography (A Research Conducted to the Students of SMA Negeri I Paguyaman at XI semester 2). This research aims to know whether there are differences between the result study of class which is using cooperative learning model Active Debate type (experiment class) and the class which is using cooperative learning model Think Pair Share type (control class). The populations in this research are all of students XI class SMA 1 Paguyaman and the sample is XI class IPSA as the experiment class and XI class IPSB as control class. The design which is used in this research is Post Test – Only design. Collecting data is using instrument test. The result of the data research is tested its normality by using statistic test with the formula Chi Quadrate and got the result χ2count ≤χ2table is for experiment class amount 1,2889 ≤ 11,070 and control class 2,6092 ≤ 11,070. The data result showed that both of classes has been got normal distributed from the hypothesis result test got tcount > ttable is 8,15 > 2,001. So, by the result, it showed that there are the differences between the result study of class which is using cooperative learning model Active Debate type and the class which is using the cooperative learning Think Pair Share type. Keywords: active debate, the result of study, and environment I. PENDAHULUAN Pendidikan bagi sebagian orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Piaget (Sagala, 2010: 1) pendidikan berarti menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak, sekalipun suatu penciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan penciptaan yang lain. Pandangan tersebut memberi makna bahwa pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Dalam dunia pendidikan guru menduduki posisi tertinggi dalam hal penyampaian informasi dan pengembangan karakter mengingat guru melakukan interaksi langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Disinilah kualitas pendidikan terbentuk dimana kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru ditentukan oleh kualitas guru yang bersangkutan.
Guru yang sukses bukan guru yang sekedar menyajikan materi secara persuasif, namun guru yang sukses adalah guru yang melibatkan para siswa dalam tugas- tugas yang sarat muatan kognitif dan sosial, dan mengajari siswa bagaimana mengerjakan tugas- tugas tersebut secara produktif. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, terkadang guru keliru menggunakan metode pembelajaran sehingga seringkali hal ini membuat siswa kurang berminat mengikuti pelajaran yang disajikan. Untuk itu, perlu adanya penerapan model ataupun metode pembelajaran yang menyenangkan dan dapat menumbuhkan minat belajar siswa. Melihat kenyataan dalam proses pendidikan yang berlangsung selama ini, terdapat kesan kuat bahwa proses pembelajaran yang berlangsung kurang memperhatikan potensi individual dan potensi kinerja otak dan emosi.
Mengingat begitu pentingnya peranan
pembelajaran geografi, maka perlu disajikan dalam bentuk imajinatif, menarik dan menyenangkan. Dengan mengamati kenyataan di lapangan tersebut, peneliti mencoba memikirkan satu inovasi yang dilakukan agar Geografi di kelas menjadi lebih menarik, menyenangkan, serta menstimulus kreativitas siswa. Peneliti mencoba menerapkan sebuah model pembelajaran yang bisa mengaktifkan siswa. Dalam pembelajaran aktif, terjadi perubahan peran guru yang tadinya sebagai penyampai atau pengalih pengetahuan dan keterampilan (transfer of knowledge) serta merupakan satu- satunya sumber belajar, berubah peran menjadi pembimbing, pembina, pengajar dan pelatih. Dalam kegiatan pembelajaran, guru bertindak sebagai fasilitator yang bersifat akrab dan penuh tanggung jawab serta memperlakukan siswa sebagai mitra dalam menggali dan mengelola informasi menuju tujuan belajar mengajar yang telah direncanakan. Salah satu model pembelajaran yang lebih menekankan pada keaktifan siswa adalah model pembelajaran kooperatif. Ada berbagai tipe dalam model pembelajaran kooperatif yang semuanya lebih menekankan pada keaktifan siswa salah satunya adalah active debate yang merupakan suatu perpaduan keterampilan menyimak dan berbicara yang dapat memberikan keleluasaan kepada seluruh siswa dalam mengemukakan pendapat dengan cara berpikir kritis tentang suatu masalah dari berbagai sisi, sesuai kemampuan dan pengetahuannya. Bagi pembelajaran Geografi, tipe pembelajaran ini berguna untuk menumbuhkan sifat kreatif pada diri anak. Dengan demikian, melalui model pembelajaran kooperatif dengan tipe active debate diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor sekaligus memotivasi siswa agar tidak merasa malu dan ragu untuk mengungkapkan pendapatnya
sehingga dengan diterapkannya model pembelajaran kooperati tipe active debate dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Menurut Suprijono (2011: 54) pembelajaran kooperatif adalah tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur- unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal- asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan: 1) memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep dan bagaimana hidup serasi dengan sesama 2) pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang berkompoten menilai. Sanjaya (Rusman, 2011: 205), pembelajaran kooperatif akan efektif apabila: (1) guru menekankan pentingnya usaha bersama disamping usaha secara individual, (2) guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar, (3) guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri, (4)guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa, (5) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan. Suatu perdebatan dapat menjadi sebuah metode berharga untuk mengembangkan pemikiran dan refleksi, khususnya jika para peserta didik diharapkan mengambil posisi yang bertentangan dengan pendapatnya. Ini adalah sebuah strategi untuk suatu perdebatan yang secara aktif melibatkan setiap peserta didik dalam kelas , bukan hanya orang- orang yang terlibat (Silberman, 2009:127). Pembelajaran dengan active debate merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif
yang digunakan guru untuk mengaktifkan peserta didik sehingga diharapkan
peserta didik mendapat pengalaman belajar yang berkesan atau permanen. Kegiatan pembelajaran aktif dibimbing oleh guru sebagai perencana dan fasilitator yang menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada peserta didik melalui pertanyaan-pertanyaan dan pernyataan-pernyataan pengarahan selama proses debat. Pembelajaran seperti ini, akan didapatkan simpulan yang benar dan sesuai kehendak guru. Dalam model pembelajaran debate siswa juga dilatih bagaimana mengeluarkan pendapat seperti dalam model pembelajaran think pair and share, perbedaannya adalah dalam debate situasi pembelajaran sengaja dibuat 2 kelompok yang berseberangan (pro dan kontra). Siswa dilatih mengutarakan pendapat/pemikirannya dan bagaimana mempertahankan pendapatnya dengan alasan-alasan yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan. Bukan
berarti siswa diajak saling bermusuhan, melainkan siswa belajar bagaimana menghargai adanya perbedaan. Menurut Mel Silberman (2009: 127), langkah-langkah pembelajaran active debate adalah sebagai berikut : 1. Kembangkanlah suatu pertanyaan yang berkaitan dengan sebuah isu kontroversial yang berkaitan dengan mata pelajaran anda (misalnya, “Media lebih membuat berita daripada melaporkannya.”) 2. Bagilah kelas menjadi dua tim debat. Tugaskan (secara acak) posisi “pro” pada satu kelompok dan posisi “kontra” pada kelompok lain. 3. Selanjutnya buatlah dua atau empat sub- kelompok di dalam masing- masing tim debat itu. Dalam sebuah kelas dengan 24 peserta didik, misalnya, mungkin anda buat tiga kelompok pro dan tiga kelompok kontra, masing- masing berisi empat anggota. Mintalah tiap- tiap sub- kelompok mengembangkan argumen- argumen untuk posisi yang ditentukannya, atau berikan sebuah daftar argumen yang lengkap yang mungkin mereka diskusikan atau pilih. Pada akhir diskusi mereka, suruhlah sub- kelompok tersebut memilih seorang juru bicara. 4. Aturlah dua sampai empat kursi (tergantung pada jumlah sub- sub kelompok yang dibuat untuk tiap sisi/ bagian) untuk para juru bicara kelompok pro, dan menghadap mereka, jumlah kursi yang sama untuk kelompok para juru bicara untuka kelompok kontra. Tempatkan peserta didik yang lain di belakang tim debat mereka. Mulailah perdebatan dengan menyuruh para juru bicara itu menyampaikan pandangan- pandangan mereka sebagai argumen- argumen pembuka. 5. Setelah setiap orang mendengar argumen- argumen pembuka, hentikan perdebatan itu dan gabungkan kembali sub- sub kelompok semula. Mintalah sub- sub kelompok itu membuat strategi bagaimana meng- counter argumen- argumen pembuka tersebut dari sisi yang berlawanan. Juga, suruhlah masing- masing sub- kelompok memilih seorang juru bicara, lebih disenangi seorang yang baru. 6. Mulailah „perdebatan” itu. Suruhlah juru- juru bicara itu, ditempatkan berhadapan satu sama lain, memberikan “counter argument”. Ketika perdebatan berlanjut (pastikan untuk menukar antara dua sisi tersebut), doronglah peserta didik lainnya mencatat juru- juru debat mereka dengan berbagai argumen atau bantahan yang disarankan. Juga, doronglah mereka menyambut dengan applaus terhadap argumenargumen dari para wakil tim debat mereka. 7. Ketika anda berpikir bahwa sudah cukup, akhiri perdebatan tersebut . Sebagai ganti menyatakan
pemenangnya, gabungkan kembali seluruh kelas dengan lingkaran
penuh. Pastikan memadukan kelas tersebut dengan menyuruh perserta didik duduk bersebelahan dengan kelompok yang berlawanan. Buatlah suatu diskusi seluruh kelas tentang persoalan dari pengalaman debat itu. Juga, mintalah peserta didik mengidentifikasi apa yang mereka pikirkan merupakan argumen- argumen terbaik yang dibuat oleh kedua kelompok debat tersebut. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe active debate dapat menumbuhkan peran siswa dalam menyampaikan pendapatnya. Hal ini jelas memberikan dampak positif dalam proses pembelajaran karena siswa bisa aktif mencari pemecahan masalah dari materi yang diperdebatkan. II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Paguyaman
pada Tahun Ajaran
2012/2013 di kelas XI IPS A sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPS B sebagai kelas kontrol. Tempat tersebut dipilih sebagai tempat penelitian karena belum pernah digunakan sebagai objek penelitian yang sejenis sehingga terhindar dari kemungkinan adanya penelitian ulang. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap atau semester genap tahun ajaran 2012/2013 dengan tahapan- tahapan seperti tampak pada tabel 1. Tabel 1. Tahap- tahap pelaksanaan penelitian Tahap persiapan
1. Melapor/ memohon izin kepada kepala sekolah dan guru mata pelajaran Geografi 2. Menyusun RPP dan perangkat pembelajaran lainnya. 3. Membuat tes evaluasi hasil belajar
Tahap pengumpulan data
1. melaksanakan pembelajaran di kelas sesuai dengan RPP 2. memberikan tes evaluasi hasil belajar pada akhir proses pembelajaran
Tahap analisis data
Kegiatan analisis data bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data penelitian dan menyusun konsep laporan serta mengadakan konsultasi dengan dosen pembimbing guna menyusun laporan akhir.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen untuk melihat perbedaan hasil belajar antara kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif active debate (kelas eksperimen) dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif think pair and share (kelas kontrol) dengan desain penelitian Post test-Only Design (Sugiyono, 2011: 76) sebagai berikut: Tabel 2. Desain Penelitian Kelompok Eksperimen
Perlakuan X1
Posttest Y1
Kontrol
X2
Y2
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah skor kemajuan belajar siswa yang diperoleh melalui tes. Adapun tes yang digunakan yaitu tes uraian 10 item yang mewakili seluruh materi tentang lingkungan hidup. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Chi Kuadrat untuk menguji normalitas data. Berdasarkan hasil pengujian normalitas data pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe active debate diperoleh 𝜒 2 hitung= 1,2889 dan 𝜒 2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 11,070. Sedangkan hasil pengujian normalitas data pada kelas kontrol yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share diperoleh 𝜒 2 hitung= 2,6092 dan 𝜒 2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 11,070. Karena 𝜒 2 hitung ≤𝜒 2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yaitu 1,2889 ≤ 11,070 dan 2,6092 ≤ 11,070 , maka hipotesis Ho diterima yaitu data skor tes hasil belajar siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontro terdistribusi normal dan menolak hipotesis H1. III.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Hasil Penelitian Data dalam penelitian ini diperoleh dengan membandingkan hasil belajar siswa antara kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Active Debate dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair and Share. Hasil dalam penelitian ini diperoleh melalui hasil belajar siswa yang didapat dengan menggunakan evaluasi berbentuk test essay. Hasil belajar siswa untuk kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe active debate untuk skor capaian maksimum adalah 91,026 dan skor capaian minimum adalah 60,256 dengan jumlah skor rata- rata 60,8 dan persentase nilai rata- rata 77,95%. Dari 25 siswa pada kelas XI IPS A terdapat 20 siswa yang tuntas dan 5 siswa yang tidak tuntas seperti tampak pada lampiran 10. Untuk hasil belajar
siswa pada kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share, jumlah skor capaian maksimum yang diperoleh adalah 84,6 dan skor capaian minimum adalah 52,6 dengan jumlah skor rata- rata 54,12 dan persentase nilai rata- rata 69,38%. Dari 25 jumlah siswa pada kelas XI IPS B terdapat 14 siswa yang tuntas dan 11 siswa yang tidak tuntas seperti tampak pada lampiran 11. Dengan demikian kelas eksperimen lebih tinggi ketuntasannya dibandingkan dengan kelas kontrol. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu terdapat perbedaan antara hasil belajar siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe active debate dengan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share dalam proses pembelajaran. Perbedaan tersebut ditunjukan oleh % ketuntasan hasil belajar pada setiap butir soal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perbedaan ini dapat diketahui dengan membandingkan ratarata skor hasil belajar siswa pada kegiatan tes evaluasi pada setiap butir soal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dapat dideskripsikan pada Gambar 2. 120
Skor Capaian (%)
100
96 81
91 85
80
Eksperimen 80 75
75 69
87 81 73 68
89 83 76 70
Kontrol 75
62
60
70 57
40 20 1
2
3
4
5 6 Butir soal
7
8
9
10
Gambar 2. Hubungan antara ketuntasan tiap butir soal dengan skor capaian yang diperoleh pada kelas eksperimen dan kelas kontrol Berdasarkan gambar 1 di atas tampak bahwa skor ketuntasan hasil belajar siswa pada butir soal pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh, kedelapan, kesembilan dan kesepuluh terdapat perbedaan hasil belajar pada kelas eksperimen yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe active debate dan kelas kontrol yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share. Dimana pada ranah kognitif terdapat pengetahuan (C1) dan pemahaman (C2). Soal nomor 1 masuk kedalam (C2), dengan skor capaian kelas eksperimen mencapai 96% dan kelas kontrol 81%, nomor 2 masuk kedalam (C1), dengan skor capaian kelas eksperimen mencapai 91% dan kelas kontrol 85%, nomor 3 masuk kedalam (C1), dengan skor capaian kelas eksperimen mencapai 80% dan
kelas kontrol 75%, nomor 4 masuk kedalam (C3), dengan skor capaian kelas eksperimen mencapai 75% dan kelas kontrol 69%, nomor 5 masuk kedalam (C3), dengan skor capaian kelas eksperimen mencapai 73% dan kelas kontrol 68%, nomor 6 masuk kedalam (C1), dengan skor capaian kelas eksperimen mencapai 87% dan kelas kontrol 81%, nomor 7 masuk kedalam (C3), dengan skor capaian kelas eksperimen mencapai 76% dan kelas kontrol 70%, nomor 8 masuk kedalam (C1), dengan skor capaian kelas eksperimen mencapai 89% dan kelas kontrol 83%, nomor 9 masuk kedalam (C2), dengan skor capaian kelas eksperimen mencapai 75% dan kelas kontrol 62%, nomor 10 masuk kedalam (C4), dengan skor capaian kelas eksperimen mencapai 70% dan kelas kontrol 57%. Rata-rata hasil belajar siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe active debate dan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share pada kegiatan tes evaluasi untuk setiap tingkatan kognitif dapat dilihat pada Gambar 3. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
86,7% 81,0% 85,67% 71,50% 74,6% 68,9% 69,9% 57,1%
Eksperimen Kontrol
Gambar 3. Perbandingan antara skor hasil belajar siswa (%) dan aspek kognitif pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe active debate dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share.
Dari gambar 3 di atas, dapat dilihat bahwa persentase rata- rata capaian hasil belajar pada kelas eksperimen untuk aspek pengetahuan 5,7% lebih tinggi daripada kelas kontrol. Pada aspek pemahaman persentase rata- rata capaian hasil belajar pada kelas eksperimen lebih tinggi 14,17% dari kelas kontrol. Untuk aspek aplikasi, kelas eksperimen persentase rata- rata capaian hasil belajar 6,6% lebih tinggi daripada kelas kontrol dan pada aspek analisis
persentase rata- rata capaian hasil belajar pada kelas eksperimen 12,8% lebih tinggi daripada kelas kontrol. Dengan demikian tampak bahwa pada kelas eksperimen dan kontrol terdapat perbedaan rata-rata capaian hasil belajar baik pada aspek pengetahuan, pemahaman, aplikasi maupun analisis. Hal ini berarti penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe active debate pada materi lingkungan hidup dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Rata-rata hasil belajar siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran active debate dan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran think pair and share.dapat dilihat pada Gambar 4. Hubungan Antara Rata-rata Skor Hasil Belajar Siswa (%) Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
60,80%
54,12% EKSPERIMEN KONTROL
EKSPERIMEN
KONTROL
Gambar 4. Perbandingan antara rata- rata hasil belajar siswa (%) pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe active debate dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Berdasarkan Gambar 4 di atas dapat dilihat bahwa skor rata- rata (%) pada kelas eksperimen mencapai 60,8% dan kelas kontrol 54,12% jadi perbedaan hasil belajar siswa antara kedua kelas sebesar 6,68%. Hal ini menunjukkan bahwa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe active debate lebih tinggi hasil belajar siswanya dibanding kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share. Pengujian hipotesis penelitian dilakukan setelah pengujian normalitas data penelitian. Rata-rata skor kemajuan belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol diuji dengan menggunakan uji statistik parametrik dengan statistik uji t seperti yang terdapat pada Bab III pada persamaan pengujian hipotesis, dengan kriteria pengujian adalah tolak 𝐻0 jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 untuk taraf nyata 𝛼 = 1- 1 2 (0,05). Untuk dk = (𝑛1 + 𝑛2 − 2) = 48. Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar siswa
antara kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe active debate dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share. Untuk dk = (𝑛1 + 𝑛2 − 2) = 48 dan taraf nyata 1-1/2(0,05) = 0,975 Berdasarkan kriteria pengujian diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 8,15 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 2,001. Apabila 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka terdapat perbedaan hasil belajar siswa, dengan kata lain 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 berada diluar penerimaan hipotesis 𝐻0 (𝐻0 ditolak) yang berarti menerima hipotesis alternatif (𝐻1 diterima), hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. b. Pembahasan Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe active debate dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share.. Waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk kedua kelas sama yaitu 2 x 45 menit. Dengan materi yang sama pula yaitu lingkungan hidup , dengan dua kali tatap muka. Pertemuan pertama yaitu tentang Pengertian lingkungan hidup, kualitas lingkungan hidup berdasarkan kriteria tertentu, manfaat lingkungan hidup sebagai sumber daya, dan bentuk- bentuk kerusakan lingkungan hidup. Sedangkan pada pertemuan kedua yaitu materi Pembangunan berwawasan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, konservasi alam, pengawetan tanah dan pengawetan hutan. Jadi perlakuan yang berbeda hanya terletak pada penggunaan tipe model pembelajaran kooperatif dimana pada kelas eksperimen menggunakan tipe active debate sedangkan pada kelas kontrol menggunakan tipe think pair and share. Pembelajaran pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran tipe active debate yaitu guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menjelaskan pokok- pokok materi lingkungan hidup selama kurang lebih 25 menit. Setelah itu, guru mengajukan satu topik masalah yang berkaitan dengan materi pada pertemuan tersebut untuk diperdebatkan. Langkah selanjutnya, guru membagi siswa menjadi dua tim debat (pro dan kontra) dimana masing- masing tim tersebut dibagi lagi menjadi 3 sub kelompok. masing- masing sub kelompok baik dari tim pro maupun tim kontra diminta untuk memberikan argumen sesuai dengan posisinya dalam tim debat. Tahap ini adalah tahap mengemukakan argumen- argumen pembuka. Setelah itu, guru meminta siswa dari masing- masing tim debat untuk memilih juru bicara dan juru bicara tersebut diatur tempat duduknya (saling berhadapan) antara tim pro dan tim kontra. Sementara itu siswa lain ditempatkan di belakang tim debat mereka. Adapun
topik yang diperdebatkan pada pertemuan pertama adalah ““ Lingkungan hidup adalah semua kondisi yang mempengaruhi kehidupan manusia dan penyebab utama kerusakan lingkungan hidup adalah karena ulah manusia sendiri”. Dari topik tersebut, sangat jelas terlihat peran aktif siswa dalam mengemukakan argumen- argumennya.
Setelah setiap siswa
mendengarbargumen- argumen pembuka, perdebatan dihentikan dan menggabungkan siswa dalam sub- sub kelompoknya. Kemudian guru meminta sub- sub kelompok tersebut membuat strategi bagaiman menanggapi argumen pembuka dari pihak lawan. Setelah itu perdebatan dilanjutkan kembali dengan memilih juru bicara yang baru. Dengan demikian, semua siswa dapat berperan aktif mengemukakan pendapatnya. Selama perdebatan berlangsung, guru memberikan motivasi kepada siswa lain untuk menanggapi argumen yang berlawanan dengan tim debat mereka. Guru juga menulis pokok- pokok argumen yang dikemukakan oleh masing- masing kelompok. Setelah perdebatan dirasa cukup, maka perdebatan tersebut diakhiri dan guru bersama siswa membuat kesimpulan yang mengacu pada topik materi pada pertemuan tersebut. suatu perdebatan dapat menjadi sebuah metode yang baik untuk mengembangkan pemikiran dan refleksi, khususnya jika peserta didik mengambil posisi yang berlawanan dengan pendapatnya. Berbeda dengan model pembelajaran yang diterapkan pada kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran Think pair and Share,
siswa kurang aktif
mengemukakan pendapatnya. Berdasarkan nilai post test, pencapaian rata-rata nilai kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe active debate
lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata nilai post test pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share. Hal ini dikarenakan, penerapan active debate memberikan pemahaman konsep materi pembelajaran melalui penemuan-penemuan yang dilakukan peserta didik dengan bimbingan guru. Peserta didik dapat topik masalah yang diperdebatkan. Analisis ini menghasilkan pemahaman yang berkesan dari suatu konsep materi yang akan dicapai peserta didik. Peserta didik menemukan sendiri konsep materi sehingga tidak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal karena peserta didik telah mempunyai pemahaman konsep sendiri yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan soal. Sedangkan pada proses pembelajaran think pair and share peserta didik kurang mendapatkan pemahaman konsep yang berkesan karena semua penjelasan materi diperoleh hampir sama dengan apa yang dijelaskan guru maupun dari buku sumber, sehingga dalam mengerjakan latihan soal siswa masih kebingungan apabila diberi soal yang berbeda. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share, peserta didik hanya memperoleh pemahaman konsep sesuai apa yang didiskusikan dalam memecahkan masalah.
Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini, untuk kelas eksperimen berjumlah 25 siswa dengan dibelajarkan menggunakan model pembelajaran tipe debate active dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, dimana terdapat 20 siswa yang tuntas dan 5 siswa yang tidak tuntas. Sedangkan kelas kontrol dengan jumlah 25 siswa dengan dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share , terdapat 14 siswa yang tuntas dan 11 siswa yang tidak tuntas. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa hipotesis yang telah dirumuskan “terdapat perbedaan antara hasil belajar siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe active debate dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share“ dapat diterima. Hasil pengujian di atas memberikan gambaran bahwa pembelajaran yang menggunakan model yang sesuai dengan karakteristik materi pelajaran akan mempengaruhi hasil belajar siswa, selain itu dalam penggunaan model pembelajaran didalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar siswa. IV. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini maka dapat disimpukan bahwa, terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe active debate dengan hasil belajar siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari hipotesis penelitian ini dimana berdasarkan kriteria pengujian diperoleh thitung ≥ ttabel atau 8,15≥2,001 dengan kata lain thitung berada diluar penerimaan hipotesis H0 (H0 ditolak ) yang berarti menerima hipotesis H1. Demikian pula hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe active debate lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share. Hal ini dapat dilihat dari skor rata- rata hasil belajar siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe active debate dan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share.Dimana pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe active debate skor ratarata hasil belajar mencapai 60,8% dan pada kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share skor rata- rata hasil belajar mencapai 54,2%. 2. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengajukan saran sebagai berikut:
1. Dalam proses pembelajaran perlu diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe active debate karena ,model pembelajaran ini dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam mengemukakan pendapatnya sehingga seorang guru dapat menjadikan siswa terlibat dalam proses pembelajaran dan guru tidak harus menghabiskan waktu dalam menjelaskan materi. 2. Diharapkan bagi para guru agar dapat memilih metode maupun model pembelajaran yang cocok dengan materi pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan siswa tidak merasa jenuh dan bosan dalam belajar khususnya pelajaran geografi. 3. Hasil penelitian ini akan menjadi informasi bagi mahasiswa dan guru dalam meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Darmadi, Hamid. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Departemen Pendidikan Nasional UNG. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Gorontalo: UNG Press Kurniawan, Deni. 2011. Pembelajaran Terpadu. Bandung: Pustaka Cendekia Utama. Lihawa, Fitryane. 2009. Ekologi Dan Ilmu Lingkungan. Bahan Ajar Mata Kuliah Ekologi Dan Ilmu Lingkungan Program Studi Pendidikan Geografi. Fakultas Matematika Dan IPA. Universitas Negeri Gorontalo. Meurah, Cut. Wangsa Jaya dan Yuli Katarina. 2006. Geografi Untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Phibeta Mulyo, Bambang dan Purwadi Suhandini. 2007. Kompetensi Dasar Geografi. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Rusman. 2011. Model- Model Pembelajaran. Rajawali Pers : Jakarta Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta Silberman, Mel. 2009. Active Learning. Yogyakarta: Insan Madani Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAKEM. Trianto. 2011. Model- Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher