KARAKTERISTIK KEWIRAUSAHAAN DAN LINGKUNGAN BISNIS SEBAGAI FAKTOR PERTUMBUHAN USAHA (Studi Kasus IKM di Sentra Kerajinan Rotan Amuntai, Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan) Edwin Cahya Ningrum Setyawati1, Hari Susanta Nugraha2 & Wahyu Hidayat3 Abstract This research aims to categorizing the enterpreneurial characteristic of the small scale industries entrepreneurs especially the owners and to finding out the role of bussiness environment relating to the growth factor of the industries. The research scopes in descriptive analysis supported by qualitative data. The method of collecting data are through interview, observation, and documents within purposive sampling and snowball sampling techniques. The result of the research shows that in rattan twicker and furniture industries have a stagnation of growth appears along with the lack of the enterpreneurial characteristics. However, a stronger factor of enterpreneurial characteristics shown on rattan traditional plaited mat industries along with the sales and production growth. Meanwhile, the internal factor intends to be threat for rattan twicker and furniture industries but it shows an opposite influence for the rattan traditional plaited mat industries. Furthermore, the external factors is seen as threat as well for rattan twicker and furniture industries but it tends to have balance influence, the opportunities and threats, for the rattan traditional plaited mat industries. Keywords: Characteristics of entrepreneurship; Business Environment; Growth Enterprises
Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kewirausahaan perajin dalam pertumbuhan industri kerajinan mebel rotan, anyaman rotan dan lampit rotan serta mengetahui kondisi dan peran lingkungan bisnis. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan dukungan data kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumen dengan teknik Purposive Sampling dan Snowball Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IKM Mebel dan Anyaman rotan mengalami stagnansi pertumbuhan karena minimnya karakteristik kewirausahaan yang dimiliki oleh pelaku industri mebel dan anyaman rotan sedangkan industri lampit rotan cenderung mengalami pertumbuhan usaha disebabkan adanya karakteristik kewirausahaan yang lebih kuat. Lingkungan internal industri mebel dan anyaman rotan relatif besar menghambat pertumbuhan sedangkan lingkungan internal industri lampit relatif besar mendukung pertumbuhan industri. Kekuatan eksternal industri mebel dan anyaman rotan lebih besar memberikan ancam daripada peluang. Sedangkan kekuatan eksternal industri lampit rotan berada dalam posisi seimbang sebagai ancaman dan peluang. Kata Kunci: Karakteristik kewirausahaan; Lingkungan Bisnis; Pertumbuhan Usaha
1
Edwin Cahya Ningrum Setyawati, Jurusan Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro,
[email protected] 2 Hari Susanta Nugraha, Jurusan Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro 3 Wahyu Hidayat, Jurusan Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro
Pendahuluan Berdasarkan survei yang dilakukan oleh FT Link Consultant – SHK Kaltim pada bulai Mei 2005 dikatakan bahwa sentra kerajinan rotan terbesar di daerah Kalimantan terpusat di Provinsi Kalimantan Selatan. Dan pemasok bahan baku kerajinan rotan ini tidak lain provinsi tetangga daerah Kalimantan Selatan yaitu Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Sentra kerajinan rotan di Kalimantan Selatan terdapat pada beberapa daerah di Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). Komoditi rotan di Kabupaten Hulu Sungai Utara dapat dijadikan tiga jenis produk yaitu anyaman rotan, mebel rotan dan Lampit Rotan. Produk kerajinan rotan pun terus bersaing dengan produk-produk kerajinan lain dengan bahan baku seperti purun, bambu, enceng gondok sehingga produk yang dihasilkan oleh para perajin dibeberapa desa Amuntai bervariasi mulai dari yang bergaya tradisional sampai dengan bergaya modern. Industri rotan di Amuntai Kab. Hulu Sungai Utara sebagai UMKM sektor industri manufaktur kelompok industri kayu dan barang berperan sebagai pilar pertumbuhan perekonomian yang mendistribusikan pendapatan bagi masyarakat setempat. Permasalahan yang dihadapi adalah adanya penurunan nilai produksi pada industri mebel dan anyaman namun terdapat kenaikan nilai produksi pada industri lampit rotan. Harapannya sebuah industri dapat mencapai suatu pertumbuhan usaha dan semakin berkembang bukan sebaliknya akan lenyap dengan sendirinya secara bertahap (jangka panjang) mengikuti proses pembangunan ekonomi (Tulus Tambunan 2002:1). Bidang UKM Dikuperindag HSU tahun 2011 telah mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi oleh para perajin rotan di Amuntai seperti (1) lemahnya tingkat SDM para perajin serta kesatuan para perajin rotan sehingga terkesan berjalan sendiri-sendiri, (2) para perajin masih belum mampu memanfaatkan kemajuan informasi dan teknologi khususnya dalam hal penggunaan media teknologi untuk memasarkan produk yang mereka miliki serta teknologi dalam penggunaan peralatan produksi yang modern, (3) lemahnya daya saing produk yang dihasilkan oleh para perajin sehingga produk yang dihasilkan terkesan monoton (kurang kreatifitas atau diversifikasi produk), (4) kesulitan dalam mengakses kebutuhan bahan baku, (5) para perajin rotan mengeluhkan kurangnya modal yang mereka miliki, para perajin hanya tergantung pada modal internal bahkan kebanyakan dari perajin meminjam dana pada pengumpul (pembeli produk). Persoalan diatas dapat ditanggulangi dengan berfokus pada ketangguhan seorang pengusaha/pelaku bisnis, perajin rotan dalam mengelola industrinya. Menurut Robert Hisrich et al.(2008:9) konsep tentang pengusaha didefinisikan dengan sebuah bisnis, manajerial, dan perspektif pribadi. Perspektif pribadi secara khusus masuk pada konsep kewirausahaan. Jiwa kewirausahaan akan mendorong seseorang memanfaatkan peluang yang ada menjadi sesuatu yang menguntungkan. Dalam meningkatkan pertumbuhan usaha kecil, tidak hanya karakteristik kewirausahaan yang perlu dimiliki oleh pelaku bisnis namun dapat dilihat juga dari bagaimana kedudukan lingkungan bisnisnya. Lingkungan bisnis memiliki arti yang luas sebab menunjukkan pengaruh luar (eksternal) terhadap organisasi bisnis (Mudrajad Kuncoro,2005:21). Dalam penelitian ini lingkungan bisnis yang bersifat eksternal mencakup lingkungan industri yang berupa pesaing, pendatang baru, produk subsitusi, pemasok, pembeli, pemerintah dan lembaga keuangan dan memfokuskan pada lingkungan bisnis yang bersifat internal dalam ruang lingkup tenaga kerja, modal, bahan baku dan peralatan atau perlengkapan produksi. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui karakteristik kewirausahaan pemilik usaha dalam pertumbuhan industri kerajinan mebel rotan, anyaman rotan dan lampit rotan di Amuntai HSU, Kalimantan Selatan, (2) untuk mengetahui kondisi lingkungan bisnis di sentra kerajinan rotan di Amuntai HSU, Kalimantan Selatan; dan (3) untuk mengetahui peran lingkungan bisnis dalam sentra kerajinan rotan dalam pertumbuhan industri kerajinan mebel rotan, anyaman rotan dan lampit rotan di Amuntai HSU, Kalimantan Selatan.
Kajian Teori Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 tentang pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.” Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) definisi dan kriteria UKM adalah: (a) usaha Mikro dengan kriteria tenaga kerja < 5 orang termasuk tenaga keluarga yang tidak dibayar, (b) Usaha Kecil dengan kriteria tenaga kerja 5 – 19 Orang, (b) usaha menengah dengan kriteria tenaga kerja 20-99 orang. Menurut Bank Indonesia definisi dan kriteria UKM adalah: (a) usaha Mikro (SK Dir BI No. 31/24/KEP/DIR tgl 5 Mei 1998) dengan kriteria usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin, dimiliki oleh keluarga sumberdaya lokal dan teknologi sederhana serta lapangan usaha mudah untuk exit dan entry, (b) Usaha Kecil (UU No. 9/1995) dengan kriteria Aset < Rp. 200 juta diluar tanah dan bangunan dan Omzet tahunan < Rp. 1 Milyar, (b) Usaha menengah (SK Dir BI No. 30/45/Dir/UK tgl 5 Januari 1997) dengan kriteria Aset < Rp. 5 Milyar untuk sektor industri, Aset < Rp. 600 Juta diluar tanah dan bangunan dan Untuk sektor non industri manufacturing omzet tahunan < Rp. 3 Milyar. Menurut Tulus Tambunan (2002:19-21) pembangunan dan pertumbuhan UKM merupakan salah satu faktor penggerak yang krusial bagi pembangunan ekonomi di banyak negara di dunia. Di Indonesia, dilihat dari jumlah unit usahanya yang sangat banyak di semua sektor ekonomi dan kontribusinya yang sangat besar terhadap penciptaan kesempatan kerja dan sumber pendapatan, khususnya di daerah pedesaan dan bagi rumah tangga berpendapatan rendah, tidak dapat diingkari betapa pentingnya UKM. Kinerja UKM di indonesia dapat dilihat dari kontribusi UKM terhadap kesempatan kerja dan PDB serta kinerja ekspornya. Menurut Siswanto Sudomo (1989) dalam Pandji Anoraga (2004:41) kewirausahaan adalah segala sesuatu yang penting mengenai seseorang wirausaha dan oleh karena itu dapat diartikan sebagai; (1) Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh seorang wirausaha; (2) Kemampuan-kemampuan khusus yang dimiliki oleh seorang wirausaha; (3) Tindakan atau kegiatan yang dilakukan seorang wirausaha; dan(4) Hasil karya atau dampak tindakan yang dilakukan oleh seorang wirausaha.
Dalam konteks manajemen, pengertian entrepreneur adalah seorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan sumberdaya seperti financial (money), bahan mentah (matrials), dan tenaga kerja (labors), untuk menghasilkan suatu produk baru, bisnis baru atau pengembangan organisasi usaha. (Marzuki Usman, 1997:3 dalam Mudjiarto Wahid 2006:2). Karakteristik kewirausahaan menurut Gooffrey G. Meredith dalam Mudjiarto Wahid (2006:2) yaitu: percaya diri, berorientasi tugas dan hasil, pengambilan resiko, kepemimpinan, keorisininal, berorientasi ke masa depan, jujur dan tekun. Menurut M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993; 6-7) karakteristik kewirausahaan meliputi: memiliki rasa tanggung jawab atas usaha-usaha yang dilakukannya, lebih memilih risiko yang moderat, percaya akan kemampuan dirinya untuk berhasil, selalu menghendaki umpan balik yang segera, berorientasi ke masa depan, perspektif, dan berwawasan jauh ke depan, memiliki semangat kerja dan kerja keras untuk mewujudkan keinginannya demi masa depan yang lebih baik, memiliki ketrampilan dalam mengorganisasikan sumber daya untuk menciptakan nilai tambah dan selalu menilai prestasi dengan uang. Menurut Michael A. Hitt et al. (2001:50) melalui pemahaman yang integratif akan lingkungan eksternal dan internal, perusahaan mendapatkan informasi yang mereka perlukan untuk mengerti masa sekarang dan memprediksikan masa yang akan datang. Menurut T. Hani Handoko (1999:62-66) lingkungan eksternal dibagi menjadi lingkungan eksternal mikro dan lingkungan eksternal makro.Lingkungan eksternal mikro (unsur-unsur tindakan langsung) terdiri dari: pelanggan (customers), pesaing (competitors), pemasok (suppliers), perwakilan-perwakilan pemerintah dan
lembaga- Lembaga Keuangan. Lingkungan eksternal makro (unsur-unsur tindakan tak langsung) terdiri dari: ekonomi, teknologi, politik hukum dan sosial budaya. Menurut Michael A. Hitt et al. (2001;69) terdapat lingkungan industri memiliki pengaruh yang lebih langsung terhadap daya saing strategis dan laba di atas rata-rata. Intensitas persaingan industri dan potensi laba industri merupakan fungsi dari lima kekuatan kompetitif: Ancaman yang datang dari peserta bisnis baru, suplier, pembeli, produk substitusi dan intensitas persaingan para pesaing. Mudrajad Kuncoro (2005:38-39) menyebutkan model Resource Based View (RBV), aboveaverage returns bagi suatu perusahaan sangat ditentukan oleh karakteristik di dalam perusahaan. Model ini memfokuskan pada pengembangan atau perolehan sumber daya (resouces) dan kapabilitas (capabilities) yang berharga, yang sulit atau tidak mungkin ditiru oleh pesaing. Menurut pendekatan RBV, perhatian utama sebuah organisasi adalah sumber daya dan kapabilitas yang merupakan faktor internal organisasi perusahaan. Dalam penelitian ini lingkungan bisnis internal hanya membahas sumber daya yang berwujud atau terlihat yang dimiliki oleh suatu usaha karena disesuaikan dengan kondisi suatu usaha kecil dan menengah. Sumber daya atau aset yang terlihat (tangible asset) diantaranya adalah fasilitas produksi, bahan mentah, sumber daya finansial (keuangan dan modal), tenaga kerja. Salah satu indikator perkembangan IKM adalah dengan melihat pertumbuhan usaha. Pertumbuhan usaha sendiri dapat di lihat dari (Davidsson et al., 2002; Shanmugan and Bhaduri (2002) dalam Sri Susilo (2007:306): Pertumbuhan produksi, Pertumbuhan penjualan, Pertumbuhan pendapatan dan Pertumbuhan laba. Menurut Suprapto (2009) dalam penelitian Peter Setiawan (2010:11) pertumbuhan perusahaan adalah peningkatan ukuran usaha dan adanya ekspansi operasi perusahaan melalui pengelolaan kekuatan yang ada dalam perusahaan dalam kurun waktu tertentu. Misalnya dalam kurun waktu dua tahun, tiga tahun terdapat peningkatan ukuran usaha secara fisik atau adanya pangsa pasar yang lebih luas.
Kerangka Fikir Penelitian Berdasarkan kajian teori diatas maka dikemukakan kerangka fikir penelitian sebagai berikut: Gambar 1 Kerangka Fikir Penelitian Karakteristik Kewirausahaan a. Orientasi tugas dan hasil b. Pengambilan resiko c. Kepemimpinan d. Keorisinilan e. Orientasi tugas dan hasil Lingkungan Bisnis 1. Eksternal a. Pesaing b. Pendatang Baru c. Produk Substitusi d. Pemasok e. Pembeli f. Perwakilan Pemerintah g. Lembaga Keuangan 2. Internal a. Tenaga Kerja b. Modal c. Bahan Baku d. Fasilitas Produksi/peralatan
Pertumbuhan Usaha (Industri kecil dan Rumah tangga)
Sumber: Dikembangkan untuk keperluan penelitian, 2012
Metode Penelitian Desain penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif diskriptif. Dengan situs penelitian, (a) tempat di Sentra Kerajinan Rotan di Amuntai HSU Kalimantan Selatan, (b) Pelaku dalam penelitian diambil melalui pemilihan informan menggunakan teknik Purposive Sampling snowball sampling dengan dua informan perajin mebel rotan, tiga informan perajin anyaman rotan, satu informan perajin lampit rotan, satu orang pengumpul dan empat orang pegawai Dikuperindang Amuntai, dan (c) Aktivitas yang diamati “apa yang terjadi” ditempat penelitian. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi partisipatif moderat dan dokumen. Teknik analisis data menggunakan analisis sebelum memasuki lapangan, analisis selama di lapangan Model Miles dan Huberman dan matriks SWOT.
Hasil Penelitian Profil dan Sejarah Perkembangan Usaha Adapun profil dan sejarah perkembangan usaha dari dua informan perajin mebel rotan adalah; (a) industri mebel milik informan I masuk pada skala industri kecil dengan tenaga kerja lima orang. Produk yang dijual berupa mebel rotan (aneka kursi dan meja rotan) dengan harga jual berkisar Rp. 200.000 s/d Rp. 400.000. Area pemasaran meliputi lokal Amuntai & regional Kalimantan. Penjulan produk dilakukan sendiri maupun melalui pengumpul/pedagang. Pertumbuhan industri nya mulai berkembang sejak tahun 1992-1995, tahun 1995-1998 mulai mengalami krisis dan mengalami penurunan produksi dari 20 set/minggu saat ini hanya mencapai 7 set/minggu, (b) industri mebel milik informan II masuk pada skala industri mikro dengan jumlah tenaga kerja tiga orang termasuk pemilik. Produk yang dijual berupa mebel dan furniture Rotan lainnya dengan harga jual berkisar Rp 20.000 s/d Rp 30.000. Area pemasaran meliputi lokal Amuntai & regional Kalimantan. Penjulan produk melalui pengumpul/pedagang perantara. Pertumbuhan industrinya mulai berkembang sejak tahun 1986-1995, tahun 1995 mulai mengalami krisis dan mengalami penurunan produksi dari 10-15 set/minggu saat ini hanya mencapai 3-4 set/minggu. Profil dan sejarah perkembangan tiga informan perajin anyaman rotan adalah sebagai berikut, (a) industri anyaman milik informan I masuk pada industri mikro dengan satu tenaga kerja tetap. Produk yang dijual adalah aneka anyaman rotan dengan harga produk berkisar Rp.80.000 – Rp.200.000. Area pemasaran meliputi lokal Amuntai & regional Kalimantan yang dijual sendiri maupun melalui pengumpul/pedagang perantara. Informan I memulai usaha sejak tahun 1997, namun pertumbuhan positif terlihat sejak tahun 2010-2012 dengan produksi yang meningkat dari 3-5 kodi/minggu saat ini mampu menghasilkan +- 15 kodi / minggu, (b) industri anyaman milik informan II dan III masuk pada industri dengan skala mikro, dengan tenaga kerja 2-5 orang yang merupakan keluarga inti. Produk yang dijual sebatas keranjang parcel dengan kisaran harga Rp.45.000 – Rp. 80.000. Area pemasaran meliputi lokal Amuntai & regional Kalimantan melalui pengumpul/pedagang perantara. Informan II dan III masing-masing memulai usaha tahun 1995 dan 1998. Tidak ada pertumbuhan yang berarti, usaha ini hanya mampu untuk bertahan sebagai menyangga ekonomi keluarga. Tiap minggunya masing-masing IRT anyaman rotan milik informan II dan III mengahasilkan 2-4 kodi keranjang parcel dan 5-10 kodi. Profil dan sejarah perkembangan satu informan perajin lampit rotan adalah sebagai berikut: industri lampit rotan milik informan lampit rotan masuk pada skala kecil dengan tenaga kerja tujuh orang. Produk yang dijual adalah lampit rotan dengan kisaran harga Rp.100.000 s/d Rp. 250.000. Area pemasaran meliputi lokal Amuntai, regional Kalimantan dan Nasional. Dengan menjual sendiri maupun melalui pedagang perantara. Informan perajin lampit memulai usaha tahun 1993, terus mengalami pertumbuhan sehingga mampu menambah aset produksi seperti gudang dan peralatan dan menambah tenaga kerja. Saat ini mampu memproduksi 50-70 lampit dalam satu bulan.
Karakteristik Kewirausahaan Karakteristik kewirausahaan informan perajin anyaman dan mebel rotan cenderung sama. Dari dua informan perajin mebel rotan dan tiga informan perajin anyaman rotan didapati belum memiliki sikap mengarah pada karakter yang berorientasi tugas dan hasil pada laba yang maksimal. Tujuan usaha sebatas alat untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Padahal dalam mencapai pertumbuhan usaha, diperlukan adanya sebuah karakter yang berorientasi pada maksimalisasi profit dalam diri perajin sebagai alat untuk menggerakkan perajin agar berusaha lebih kuat memaksimalkan keuntungan usaha. Perajin anyaman dan mebel rotan memiliki karakter keorisinilan yang mencakup inovasi dan kreasi yang tinggi. Dimana perajin mampu melakukan diversifikasi produk dan mampu
membuat produk menurut permintaan konsumen. Sehingga produk yang dihasilkan mulai beranjak dari produk tradisional seperti bakul, pemukul kasur, tudung nasi ke gaya modern seperti tas, vas bunga, kursi malas, dan lain sebagainya. Dalam hal pengambilan resiko para perajin mulai memiliki keberanian mengolah dan menjual produk bergaya modern dimana untuk beberapa waktu pembeli lokal Amuntai masih enggan membeli produk-produk bergaya modern tersebut. Namun perajin anyaman masih belum memiliki sikap pengambilan resiko dalam hal permodalan. Perajin mengaku enggan dan tidak berani untuk mengakses pinjaman UMKM melalui perbankan. Karakter kepemimpinan yang dimiliki perajin sebatas mampu membangun hubungan yang harmonis dengan pekerja namun belum pada taraf mampu menjadi memimpin yang visioner dan melibatkan karyawan untuk menungkan ide. Informan perajin mebel dan anyaman rotan masih cenderung memiliki sikap bertahan untuk mencukupi kebutuhan hari ini didalam menjalankan usahanya, belum masuk pada fase, mempersiapkan diri, mempersiapkan sumber daya usahanya, strategi dan perencanaan untuk masa depan usahanya. Karakteristik kewirausahaan informan pemilik lampit rotan cenderung mengarah pada orientasi tugas dan hasil pada laba yang maksimal dimana informan perajin lampit berusaha dengan gigih untuk memperbaiki setiap aspek dalam usaha untuk meningkatkan hasil seperti dalam hal permodalan, peralatan produksi. Walaupun demikian informan perajin lampit masih tetap enggan melakukan kredit usaha kecil yang ditawarkan oleh pemerintah setempat. Informan perajin lampit mampu membangun hubungan yang harmonis dengan para karyawannya namun belum masuk pada taraf merumuskan tujuan dan penjadualan dalam pencapaian tujuan. Terdapat inovasi dalam hal peralatan produksi, dan pembuatan ukuran lampit. Informan perajin lampit cenderung memiliki orientasi ke masa depan. Terlihat dari pertumbuhan usaha informan, sejal awal informan mulai merintis usaha hingga sekarang dan informan masih menginginkan usahanya berkembang. Informan perajin lampit mengantisipasi kejadian di masa depan dengan mencari cara untuk ketersediaan dana dalam menjalankan usaha dengan mengupayakan usaha-usaha sambilan seperti menjual potongan-potongan rotan yang tidak terpakai, membuat tambak ikan serta berternak itik. Dan juga merancang untuk melakukan perbaikan pada teknis produksi, menyisihkan sebagian keuntungan untuk membaut gudang dan membeli peralatan.
Lingkungan Bisnis Dalam lingkungan bisnis internal bahan baku industri mebel, anyaman dan mebel sangat tergantung pada rotan asalan di daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Terkadang
para pedagang rotan asalan di daerah asal tidak memiliki persediaan rotan karena para petani rotan tidak mencari rotan tetapi lebih memilih menyasah karet karena harga jual karet lebih tinggi dibanding rotan asalan. Dengan demikian tidak jarang jika harga bahan baku rotan menjadi mahal dan tidak ada persediaan rotan asalan. Berbeda dengan perajin lampit dan mebel, perajin anyaman masih mampu memanfaatkan bahan baku rotan rejected dari lampit dan mebel. Hanya saja jika persediaan bahan baku rotan menipis bahan baku rotan rejected akan terbatas dan cenderung mahal. Perajin mebel, anyaman dan lampit rotan mengakui mudah untuk mencari tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan keahlian dalam mengolah rotan menjadi produk jadi. Ditambah tenaga kerja dapat dibayar secara fleksibel dan tidak terlalu mahal. Dalam hal permodalan, para perajin menggunakan modal pribadi. Jika terdapat tambahan modal seperti informan lampit rotan, hal tersebut merupakan usaha perajin sendiri dalam mengelola usaha lain guna mendukung usaha kerajinan rotan yang dimilikinya. Peralatan produksi yang digunakan, terkhusus untuk perajin mebel dan anyaman rotan masih tradisional dan belum menggunakan teknologi tepat guna serta mesin-mesin modern yang mampu meningkatkan kualitas dari proses produksi dan kualitas produk. Sedangkan perajin lampit rotan sudah mulai menggunakan beberapa mesin seperti penghalus bilah rotan, sehingga menyebabkan hasil lampit lebih berkualitas.
Perajin mebel, anyaman rotan dan lampit rotan belum mampu mengidentifikasi keberadaan pesaing, pendatang baru yang menghasilkan produk yang sama dan produk substitusi sebagai pesaing. Dengan keberadaan pesaing dan pendatang baru menyebabkan perajin harus membagi pasar sedangkan pasar tidak semakin meluas. Keberadaan produk substitusi dengan bahan dasar yang mudah diperoleh pada dasarnya telah mengalihkan pembelian konsumen. Pemasok secara eksternal memberikan dampak yang besar bagi keberlangsungan usaha perajin mebel, anyaman dan lampit rotan. Hal ini disebabkan bahan baku rotan disupplay oleh pemasok di Kalimantan Timur dan Tengah. Dengan alur distribusi rotan asalan yang panjang menyebabkan harga rotan asalan yang sampai di tangan perajin menjadi semakin mahal. Belum lagi jika pemasok di daerah asal rotan asalan tidak mencari rotan maka pesediaan rotan menjadi semakin terbatas. Dalam hal pembeli, produk mebel dan anyaman rotan dikuasai oleh pembeli perantara. Pembeli perantara tersebut memberi andil besar sebagai distributor kepada konsumen akhir di regional Kalimantan. Ketidakmampuan perajin untuk menyalurkan produk secara langsung kepada konsmen akhir menyebabkan pembeli perantara mampu menaikkan harga jual mencapai 20% s/d 30%. Sedangkan untuk pembeli produk lampit rotan tidak seperti produk mebel dan anyaman rotan yang tergantung dengan pembeli perantara. Perajin lampit rotan mampu menjual produk langsung kepada pembeli akhir baik secara lokal Amuntai, regional Kalimantan sampai Nasional seperti daerah Bali, Yogjakarta dan Riau. Perwakilan pemerintah yang berhubungan langsung dengan perajin mebel, anyaman dan lampit rotan adalah Dikuperindag Amuntai. Sebagai perpanjangan tangan pemerintah daerah, provinsi bahkan pusat, Dikuperindag Amuntai memiliki program-program pelatihan meliputi pelatihan untuk meningkat kualitas SDM perajin, pelatihan diversifikasi produk, finishing produk dan program pameran lokal, regional maupun nasional untuk memasarkan produk kerajinan rotan. Harapannya Dikuperindang dan Pemerintah daerah setempat mampu mem- follow up setiap pelatihan yang diberikan dan melakukan pendampingan secara terus-menerus kepada perajin. Dikuperindag Amuntai menjalin kemitraan dengan lembaga perbankan untuk akses perkreditan usaha mikro berkenaan dengan permasalahan perajin yang kekurangan modal. Namun menurut data lapangan, sebagian besar perajin enggan melakukan perkreditan tersebut.
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari dua informan perajin mebel rotan, tiga informan perajin anyaman rotan dan satu informan perajin lampit rotan maka dinyatakan bahwa pertumbuhan industri mebel informan I dan II mengalami stagnansi selama beberapa tahun terakhir dan industri anyaman hanya milik informan I yang mengalami pertumbuhan dalam hal produksi dan tenaga kerja. Selanjutnya pertumbuhan industri milik informan lampit rotan mengalami pertumbuhan dalam hal tenaga kerja, aset peralatan/gudang dan produksi. Dengan kondisi yang demikian sikap kewirausahaan memberikan kontribusi bagaimana perajin menjalankan usahanya. Karakteristik kewirausahaan informan perajin lampit lebih menonjol/lebih kuat ada didalam diri informan perajin lampit. Dimana informan perajin lampit cenderung memiliki sikap orientasi tugas dan hasil pada laba yang maksimal, beberapa kegiatan usaha diarahkan untuk mencapai laba yang maksimal. Sedangkan informan perajin anyaman dan mebel belum pada taraf ini, informan perajin anyaman dan mebel masih pada orientasi bertahan hidup, mencukupi kebutuhan sehari. Selanjutnya sikap berorientasi pada masa depan yang dimiliki oleh perajin lampit rotan dan belum dimiliki perajin anyaman dan mebel rotan. Walaupun perajin mebel dan anyaman memiliki keorisinilan produk dan berani untuk melakukan diversifikasi produk namun hal ini harus diimbangi dengan perluasan pangsa pasar. Perajin mebel, anyaman dan lampit rotan masing-masing mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan karyawan namun belum masuk pada taraf menjadi pemimpin usaha yang mampu mendorong karyawan memberikan saran/ide demi kelangsungan usaha dan belum mampu mendiskripsikan tujuan dengan jelas dan penjadualan untuk mencapai tujuan tersebut. Lingkungan bisnis internal merupakan suatu lingkungan yang dapat dikelola langsung oleh perajin mebel, anyaman dan lampit rotan. Namun selama proses penelitian dilapangan ditemukan
bahwa lingkungan internal usaha kerajinan perajin menunjukkan permasalahan yang menghambat pertumbuhan usaha. Perajin mebel dan anyaman rotan masih terkendala dalam persediaan dan harga bahan baku, permodalan dan peralatan produksi. Sedangkan industri lampit rotan, terkendala dalam persediaan dan harga bahan baku. Lingkungan internal dalam hal ketenaga kerjaan, tidak menjadi suatu penghambat karena perajin mampu mendapatkan tenaga kerja yang murah dengan keahlian dan keterampilan untuk mengolah rotan menjadi kerajinan. Lingkungan bisnis eksternal merupakan suatu lingkungan yang berada diluar kontrol dari perajin. Lingkungan ini dapat menjadi ancaman bagi berlangsungnya usaha perajin atau menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan guna mendorong pertumbuhan usaha. Lingkungan bisnis eksternal industri mebal dan anyaman rotan yang memberikan ancaman bagi pertumbuhan usaha adalah pesaing, pendatang baru, produk substitusi, pemasok dan pembeli perantara sedangkan lingkungan eksternal yang memberikan peluang pada pertumbuhan usaha mebel dan anyaman rotan adalah perwakilan pemerintah serta lembaga keuangan. Lingkungan bisnis eksternal lampit rotan yang memberikan ancaman bagi pertumbuhan usahanya adalah pesaing, produk substitusi dan pemasok. Ditemukan dilapangan bahwa tidak terdapat pendatang baru untuk industri lampit rotan. Sedangkan lingkungan eksternal yang memberikan peluang bagi perajin lampit rotan adalah perwakilan pemerintah, lembaga keuangan dan pembeli akhir/pasar.
Kesimpulan Karakteristik kewirausahaan yang dimiliki oleh pelaku industri mebel, anyaman dan lampit rotan di Sentra kerajinan rotan Amuntai memiliki kecenderungan yang sama yakni mereka memiliki sikap keorisinilan dalam inovasi produk, pengambilan resiko untuk melakukan diversifikasi produk dan kepemimpinan dalam membangun hubungan yang harmonis dengan karyawan namun belum memiliki sikap orientasi tugas dan hasil terhadap profit yang maksimal hanya sebatas pemenuhan kebutuhan sehari-hari, pengambilan resiko, pandangan akan masa depan dan belum memiliki sikap kepemimpinan yang mengarah pada tujuan dan melibatkan karyawan untuk memberikan saran/ide pada usahanya. Karakteristik kewirausahaan perajin lampit yaitu memiliki sikap orientasi tugas dan hasil pada profit yang maksimal tidak hanya pada orientasi bertahan hidup serta pandangan ke masa depan. Namun belum memiliki sikap kepemimpinan yang mengarah pada tujuan dan melibatkan karyawan untuk memberikan saran/ide pada usahanya dan sikap pengambilan resiko dalam hal keuangan. Lingkungan internal menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan industri mebel dan anyaman rotan. Lingkungan internal bisnis yang menghambat pertumbuhan industri kerajinan rotan di Amuntai adalah (1) supplai bahan baku dan kestabilan harga bahan baku (2) modal, (3) penggunaan peralatan produksi. Kekuatan lingkungan bisnis eksternal yang mengancam pertumbuhan industri mebel dan anyaman rotan di Amuntai yaitu: (1) Pemasok, (2) Produk substitusi, (3) Pendatang baru, (4) Pesaing dan (5) Perantara. Sedangkan kekuatan lingkungan bisnis eksternal yang memberikan peluang pada pertumbuhan industri mebel dan anyaman rotan yaitu: (1) faktor Perwakilan pemerintah dan (2) lembaga keuangan 3. Pasar, pembeli atau konsumen akhir. Lingkungan eksternal bisnis lampit rotan yang mengancam pertumbuhan dalam industri lampit rotan di Amuntai yaitu: (1) pemasok, (2) pesaing (3) produk substitusi. Kekuatan lingkungan bisnis eksternal yang memberikan peluang pada pertumbuhan industri lampit rotan yaitu: (1) Pembeli (2) Peran pemerintah dan (3) lembaga keuangan. Perajin rotan masih belum dapat mengidentifikasi kekuatan ancaman dan peluang dari lingkungan eksternal bisnis. Sehingga masih belum mampu memanfaatkan beberapa peluang yang ada dan menghindari atau mengantisipasi ancaman yang datang dari lingkungan eksternal.
Saran Pemerintah daerah setempat/Dikuperindag Amuntai mampu mengindentifikasi karakter dari UMKM sentra kerajinan rotan untuk melihat permasalahan yang ada dan mencari solusi yang tepat. Seperti melakukan follow up dan pendampingan terhadap perlatihan pengembangan SDM yang sudah diberikan untuk meningkatkan karakteristik kewirausahaan perajin. Pemerintah daerah setempat/Dikuperindag Amuntai membantu perajin dalam mengatasi masalah internal dalam hal bahan baku dengan membangun jaringan pemasok langsung didaerah pemasok rotan sehingga memiliki pemasok lebih dari satu, membantu perajin dan membimbing perajin agar perajin dapat mengakses pemodalan dari perbankan, mengada teknologi tepat guna untuk memperbaiki fasilitas dan proses produksi perajin dan menggencarkan program pameran yang senantiasa melibatkan perajin. Dikuperindag Amuntai membantu perajin untuk dapat mengidentisikasi setiap ancaman yang datang dan peluang-pelung yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pertumbuhan usaha.
Daftar Referensi Anoraga, Pandji. (2004). Manajemen Bisnis. Jakarta; Rineka Cipta Handoko, T. Hani. (1999). Manajemen. BPFE-Yogyakarta Hisrich, Robert dan Michael P. Peters, Dean A. Shepherd. (2008). Entrepreneurship (Kewirausahaan). Jakarta: Salemba Empat. Hitt, Michael., Duane Ireland, Robert Hoskisson. (2001). Manajemen Strategis: Daya Saing Dan Globalisasi; Konsep). Jakarta: Salemba Empat Kuncoro, Mudrajad. (2005). STRATEGI Bagaimana Keunggulan Kompetitif. Jakarta: Erlangga Setiawan, Peter. (2010). Entrepreneurial Orientation pada Industri Kreatif di Jawa Timur dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Perusahaan. Skripsi. Universitas Kristen Petra. Dalam http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?submit.x=16&submit.y=7&submit=prev&page =7&qual=high&submitval=prev&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1%2Feman%2F2010% 2Fjiunkpe-ns-s1-2010-31404126-16862-industri_kreatif-chapter2.pdf. 13 Maret 2012 Tambunan, Tulus. (2002). Usaha Kecil dan Menengah Di Indonesia Beberapa Isu Penting. Jakarta: Salemba Empat Wahid, Mudjiarto Aliaras. (2006). Membangun Karakter dan Kepribadian Kewirausahaan. Jakarta: University Press Y. Sri Susilo. “Pertumbuhan Usaha Industri Kecil – Menengah (IKM) dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya”. Jurnal Eksekutif, volume 4, Nomor 2, Agustus 2007. Dalam http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4207306313.pdf. 28 Mei 2012
_______.2005. Laporan Akhir Survei Data Dasar Industri Rotan Nasional. FT Link Consultant – SHK Kalimantan Timur. Dalam http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0 CDoQFjAA&url=http%3A%2F%2Fkpshk.org%2Fwpcontent%2Fuploads%2F2010%2F02%2FLAPORAN-AKHIR-Survey-PerdaganganRotan-Nasional.rtf&ei=9iDFT4PNKYnxrQfUczRCQ&usg=AFQjCNETDBPSe1z_r9kDDA5W8vNo4pyUWw&sig2=TmL1RaKLzu b9s2FaODCk_A. 22 Januari 2012