BAB V ANALISIS Sebagaimana yang tertuang dalam berbagai peraturan, bahwa aspek-aspek komersial dalam kegiatan bisnis pelayaran sudah dikelompokan meskipun tidak menutup kemungkinan antara aspek satu dan aspek lainnya memiliki keterkaitan. Dalam penelitian ini, aspek yang akan dibahas adalah yang terkait dengan private maritime law yang ada dalam KUHD buku II dengan peraturan lain yang terkait dan sektor lain yang dianggap penting dalam berjalannya aktivitas bisnis pelayaran. Namun tidak menutup kemungkinan juga bahwa beberapa aspek publik juga akan menjadi topik bahasan. Aspekaspek bisnis pelayaran yang diatur dalam KUHD buku II secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m.
Kapal laut dan muatannya, Pengusaha kapal dan pengusaha pelayaran, Nakhoda, awak kapal dan pelayar Perjanjian kerja laut, Mencarterkan dan mencarter kapal Pengangkutan barang, Pengangkutan orang, Tubrukan kapal, Kapal karam, kandas dan penemuan barang di laut, Asuransi atau pertanggungan terhadap bahaya-bahaya di laut, Awar (kerugian di laut) Hapusnya perikatan-perikatan dalam perdagangan laut, Kapal dan alat pelayaran di sungai dan perairan pedalaman.
Menurut kondisi dan perkembangan mengenai peristilahan, penamaan dan peraturan-peraturan terkait serta kompleksitas bisnis pelayaran yang ada, dan untuk memudahkan penjelasan yang akan disampaikan, maka sektorsektor yang dinilai masih dijumpai beberapa permasalahan dan membutuhkan perbaikan pengaturan dapat diringkas dan diuraikan sebagai berikut : a. b. c. d. e.
Kegiatan Pengangkutan; Kegiatan Bongkar Muat; Asuransi; Ekspor-Impor; dan Penyelesaian Sengketa Bisnis.
Yang disebut dengan kegiatan bisnis pelayaran dalam penelitian ini di antaranya adalah pengangkutan, bongkar muat barang, asuransi atau tanggung kerugian dan kegiatan Ekspor-Impor. Empat aspek ini setidaknya memiliki keterkaitan mengenai hal-hal yang diatur. LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V-1
A. ASPEK-ASPEK COMMERCIAL PELAYARAN YANG DIKAJI.
CODE
DI
BIDANG
1. Kegiatan Pengangkutan. Bahwa dalam pengiriman barang melalui angkutan laut melibatkan banyak stakeholder yang mempunyai fungsi dan kepentingan masing-masing serta dinaungi oleh peraturan perundang-undangan yang berbeda-beda. Stakeholder tersebut adalah : a. Pengirim barang (shipper), yaitu orang atau badan hukum yang memiliki barang untuk dikirim dari satu pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan. b. Penerima barang (consignee), yaitu orang atau badan hukum yang akan menerima barang yang dikirim oleh shipper. c. Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) atau freight forwarder, yaitu perusahaan yang ditunjuk mengurus dan menyelesaikan dokumen angkutan laut, baik ekspor maupun impor, termasuk mengangkut barang dari gudang shipper ke gudang lini I atau mengangkut barang dari gudang lini I ke gudang consignee. EMKL bisa berfungsi sebagai wakil eksportir dan bisa berfungsi sebagai importir. d. Perusahaan Bongkar Muat (PBM), perusahaan yang khusus bergerak dalam kegiatan bongkar-muat dari dan ke kapal. e. Pengangkut barang (carrier), yaitu perusahaan pelayaran yang melaksanakan pengangkutan dari pelabuhan muat ke pelabuhan tujuan. f. PT (Persero) PELINDO, adalah BUMN yang menyediakan fasilitas pelabuhan, baik fasilitas untuk kapal maupun untuk barang. g. Bea dan Cukai, bertanggungjawab terhadap barang-barang yang dibongkar-muat dari dan ke kapal sehubungan dengan pungutan pajak ekspor-impor. h. Karantina Hewan/Tumbuhan, bertanggungjawab terhadap pengawasan kesehatan barang (hewan dan tumbuhan) yang dibongkar-muat dari dan ke kapal. Adapun tahapan alur barang dari shipper sampai consignee, di mana dalam hal ini dibatasi sampai barang di atas kapal di pelabuhan muat, secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut :
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V-2
Terjadinnya sales contract antara shipper dengan consignee. Dasar hukum : KUHD Sifat : Konsensuil
EMKL (PP 20/2010)
1.Trucking dari gudang shipper ke gudang Lini I atau dari gudang shipper ke CY (PP 20/2010) 2.Kepabeanan (UU 10/95)
Kesepakatan : 1. Syarat penyerahan barang (dasar hukum : Incoterm 2010) 2. Kapal pengangkut (KM 33/2001dan PP 20/2010) 3. Asuransi muatan (KUHD) 4. Cara pembayaran (KUHD)
BM General Cargo (KM 14/2002) : 1.Stevedoring, cargo doring, delivery 2.Tarip BM (Kesepakatan APBMI)
INVOICE
INVOICE
Gerakan Petikemas : stevedoring, haulage, lift on/off, stripping, stuffing, angsur, stacking Tarip : Kesepakatan PELINDO, INSA, INFA, APBMI
Pengapalan : Bukti muat /BL (KUHD) INVOICE
INVOICE Gambar 5.1 Tahapan Alur Barang
Bahwa alur pergerakan barang dari gudang shipper sampai di atas kapal mengalami berkali-kali (lebih dari 5 kali) pergerakan, di mana setiap pergerakan perlu biaya, kemudian setiap pengeluaran biaya dikenakan PPN 10 %. Dalam pengiriman barang ekspor terdapat biaya-biaya yang harus dibayarkan oleh shipper, yang harus dibayar di antaranya rate (tarif rute) misalkan rute Asia, Eropa, USA. Ini akan menjadi kendala apabila ratenya berubah karena bagian merketing harus pintar-pintar merayu costumer apabila ratenya berubah menjadi lebih tinggi dari yang sebelumnya. Rate Asia dan Eropa berubah setiap 1 bulan sekali dan rate USA berubah 6 bulan sekali. Umumnya pelaku ekspor/impor menggunakan jasa EMKL dan PPJK, pembebanan biaya jasa ini akan ditambahkan pada harga akhir barang, pada akhirnya akan
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V-3
dipikul oleh pembeli sehingga menjadi lebih mahal. Hal ini ditengarai membuat tingginya biaya (high cost economy) transportasi laut sebagai masalah yang harus diselesaikan. Secara umum pengaturan mengenai pengangkutan dalam aspek bisnis pelayaran di Indonesia diatur dalam KUHD Pasal 466 – 517 y. Permasalahan yang dinilai menjadi pekerjaan rumah bagi stakeholder adalah masih tercampurnya eksistensi perusahaan forwarding, pengangkut yang dapat memilih alat angkutnya, termasuk jika harus menggunakan angkutan darat. Pengertian pengangkut mencakup angkutan multimoda (pasal 467), padahal kondisi saat ini kesemuanya merupakan aspek bisnis yang berbeda. Sudah terdapat peraturan yang baru yang membedakan pengaturan dua aspek bisnis tersebut. Permasalahan lain yang juga ada adalah batas tanggungjawab pengangkut terhadap barang yang diangkutnya Rp 50 tiap meter kubik isi bersih kapal (pasal 474). Beberapa peraturan lain yang ikut mengatur mengenai pengangkutan di bidang pelayaran antara lain UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PP No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan dan PP No. 8 Tahun 2011 tentang Angkutan Multimoda. Peraturan-peraturan yang ada tersebut sudah memisahkan mengenai pengangkutan (pengangkutan di perairan) dengan angkutan multimoda dan kegiatan bongkar muat. Ketiganya adalah aspek bisnis yang berbeda. Namun pada praktiknya masih banyak perusahaan pelayaran yang juga berperan menangani bongkar muat. Pasal 467 menyebutkan bahwa pengangkut adalah perusahaan pelayaran dengan alat angkut kapal. Pasal 468 menyebut batas tanggungjawab pengangkut hanya pada saat barang diangkut dengan kapal. Sedangkan pengangkutan sebelum dan sesudah di atas kapal bukan tanggungjawab pengangkut. Selain perlu disesuaikannya nilai tanggungjawab dengan harga barang saat diterima sebelum dimuat. Sehingga penyesuaian yang harus dilakukan juga berkaitan dengan tanggungjawab pengangkut yang bersifat multimoda. Selain itu, optimalisasi peran Lembaga Pengawasan (Otoritas Pelabuhan) dalam melakukan fungsi kontrolnya (law enforcement). 2. Bongkar Muat Usaha Bongkar Muat Barang adalah kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan yang meliputi kegiatan stevedoring, cargodoring, dan receiving/delivery. Kegiatan usaha bongkar muat barang secara jelas telah diatur dalam Pasal 79 Bab VI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2010 jo. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2011 tentang
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V-4
angkutan di perairan serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 11 Tahun 2007 tentang pedoman penetapan tarip pelayanan jasa bongkar muat petikemas di dermaga konvensional di pelabuhan yang diselenggarakan oleh badan usaha pelabuhan. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan dijelaskan bahwa kegiatan usaha bongkar muat barang dilakukan oleh badan usaha yang didirikan khusus untuk bongkar muat barang di pelabuhan atau dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional yang di khususkan untuk kegiatan bongkar muat barang tertentu. Untuk kapal yang dioperasikannya (Pasal 80 ayat (2) dan (3), PP Nomor 20 Tahun 2010). a. Batas Tanggungjawab PBM. Berdasarkan Inpres No. 3 Tahun 1991, batas tanggung jawab PBM meliputi : (1) tercapainya kelancaran dan keselamatan kegiatan bongkar muat, berikut penyerahan dan penerimaan barang (2) terjaminnya keselamatan kerja TKBM selama melaksanakan kegiatan bongkar muat (3) tersedianya peralatan dan perlengkapan yang memadai untuk melaksanakan kegiatan bongkar muat (4) terselesaikannya kewajiban PBM terhadap PELINDO (5) terjaminnya kebenaran dari isi laporan kegiatan bongkat muat. Dengan dimungkinkannya pemisahan pelaku kegiatan bongkar muat stevedoring, cargodoring dan delivery, maka batas tanggung jawab kegiatan bongkar muat akan lebih sempit lagi mengikuti pemisahan kegiatan itu. Dari semua tanggung jawab kegiatan bongkar muat muaranya adalah keselamatan barang dengan tetap menjaga kelancaran kegiatan. Batas tanggung jawab kegiatan PBM dapat dilihat pada gambar di bawah.
Gambar 5.2
Batas Tanggungjawab PBM
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V-5
Melihat gambar di atas, tanggungjawab PBM meliputi titik B, C, dan E. Titik A merupakan tanggungjawab perusahaan pelayaran dan titik D merupakan tanggungjawab PELINDO. Terakhir titik F, merupakan tanggungjawab pemilik barang / EMKL. Dengan demikian kelancaran arus barang di pelabuhan meliputi semua titik itu. Kerusakan, kehilangan barang serta keterlambatan pengirimannya akan tergantung dari stakeholder yang memerankan fungsi-fungsi tersebut. Agar kapal dapat beroperasi dengan efisien, maka sebelum memuat barang perlu memperhatikan : (1) jenis muatan (2) jumlah pelabuhan yang akan disinggahi dan fasilitasnya (3) jenis kapal, bentuk ruangan muatan (4) opsi muatan yang mungkin didapat. Sesuai dengan sifat fisik muatan, dalam pemadatan muatan di kapal harus dipisah agar tidak berada dalam satu ruangan tertutup. Misalnya kopra, jenis muatan ini dapat berkeringat selama perjalanan dan mempunyai kutu yang dapat merusak muatan lainnya (misalnya tembakau), sehingga kopra dapat digolongkan sebagai jenis muatan yang kotor dan berbau. Demikian juga muatan semen, termasuk muatan kotor karena akan mencemarkan muatan lainnya. Sebaliknya televisi atau barang elektronik yang lain dalam kardus termasuk muatan bersih. Sedangkan bensin dan mesiu termasuk muatan berbahaya, karena mudah terbakar dan meledak. Jenis muatan akan menentukan jenis kapal yang akan mengangkut muatan itu. Jenis muatan digolongkan berdasarkan kategori-kategori tertentu sebagai berikut : 1) Berdasarkan kwantitas per unit pengapalan, terdiri dari : a) Muatan umum (general cargo), yaitu muatan yang terdiri dari berbagai jenis barang yang dikemas dan dikapalkan secara potongan (per stuk). Muatan ini umumnya terdiri dari unit-unit kecil, misalnya suku cadang mobil sebanyak 5 peti, minuman botol sebanyak 20 krat, makanan ternak sebanyak100 karung. b) Muatan curah (bulk cargo), yaitu muatan yang terdiri dari satu macam yang tidak dikemas dan dikapalkan dalam jumlah besar sekaligus dengan mencurahkan ke kapal. Di pelabuhan yang modern perlengkapan LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V-6
bongkar muat berupa silo yang bekerja dengan menghisapnya, atau elevator yang bekerja dengan ban berjalan. Bulk cargo bisa berupa dry bulk cargo, misalnya : beras, kedelai, pasir kwarsa, kopra, dan wet bulk cargo, misalnya : minyak sawit, bensin, oli. Kapal untuk mengangkut wet bulk cargo adalah dengan kapal tanker. c) Homogenous cargo, yaitu muatan yang terdiri dari satu macam barang yang dikapalkan sekaligus dalam jumlah besar dan dikemas, misalnya muatan semen yang dibungkus kertas / zak berisi 40 kg, pakan ternak dibungkus goni berisi 100 kg. 2) Berdasarkan ekonomi kapal, terdiri dari : a) Deadweight cargo, yaitu mutan yang ukurannya (volumenya) kurang dari 40 kaki kubik dalam tiap ton (long ton = 2.240 lbs.). Contohnya : bahan tambang bijih besi, mangaan juga muatan biji-bijian seperti kopi dan beras. Karena hanya memakan ruang yang kecil dan harga barang tersebut relatif lebih rendah dari pada barang lain maka biaya pengangkutannya ditetapkan berdasarkan berat barang. b) Measurement cargo, adalah muatan yang ukuran volumenya 40 kaki kubik atau lebih setiap ton. Biasanya berupa barang-barang pabrikasi yang harganya lebih mahal dari pada deadweight cargo, oleh karenanya biaya angkut juga lebih tinggi dari pada muatan yang volumenya lebih kecil. 3) Berdasarkan sifat alamiahnya, terdiri dari muatan padat, muatan cair dan muatan gas yang dicairkan. Muatan padat dan muatan cair cukup jelas sebagaimana uraian sebelumnya, sedangkan muatan gas yang dicairkan dengan pertimbangan pemadatan agar kapasitas angkut kapal lebih banyak. 4) Berdasarkan Perawatan dan Penanganan (custody and handling), terdiri dari : a) Muatan berbahaya (dengerous cargo), muatan yang sifatnya mudah terbakar dan meledak, contohnya mesiu dan bensin. b) Muatan yang memerlukan pendinginan (reefer cargo), muatan yang selama pengiriman memerlukan ruangan LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V-7
pendingin agar tidak rusak. Contohnya adalah daging, lobster dan buah-buahan. c) Muatan yang panjang dan beratnya melebihi ukuran tertentu, terdiri dari muatan yang ekstra panjang (long length cargo) muatan yang panjangnya tiap collo (satuan pengapalan, misalnya peti, krat, karung) melebihi tertentu. Kemudian muatan ekstra berat (heavy lift cargo), muatan tiap collo melebihi batas tertentu yang umumnya 2 ton. b. Penetapan Tarif Untuk Kegiatan Usaha Bongkar Muat Peti Kemas. Dalam hal ketentuan penetapan tarip untuk kegiatan usaha bongkar muat peti kemas, khusus untuk pelayanan jasa bongkar muat peti kemas di dermaga konvensional meliputi tarif stevedoring, tarif haulade, tarif trucking, tarif lift on/lift off, tarif angsur, tarif strifing, tarif stuffing, tarif shifting, tarif refer dan tarif lainnya. Penerapan tarif pelayanan jasa peti kemas dapat dikenakan berdasarkan tarif paket atau berdasarkan kegiatan. Adapun petikemas yang batal muat, maka akan dikenakan tarif sesuai dengan pelayanan yang telah diberikan dan ditambah biaya administratif. Peti kemas isi maupun kosong yang tidak diambil dari lapangan penumpukan petikemas dalam jangka 7 (tujuh) hari semenjak selesai dibongkar dapat dipindahkan ketempat lain di dalam ataupun di luar pelabuhan dan dikenakan tarif overbrengen yang dibebankan kepada pemilik/yang menguasai peti kemas. Hal tersebut sebagaimana yang diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 11 Tahun 2007 tentang pedoman penetapan tarip pelayanan jasa bongkar muat petikemas di dermaga konvensional di pelabuhan yang diselenggarakan oleh badan usaha pelabuhan. Kegiatan bongkar muat peti kemas di dermaga konvensional dilakukan dengan Derek kapal, tetapi apabila terjadi kerusakan derek kapal, maka dapat dilakukan dengan menggunakan derek darat. Terhadap petikemas yang memerlukan penanganan khusus seperti flattrack, opentop, openside, petikemas rusak dan lain-lain yang memerlukan penanganan khusus dikenakan biaya tambahan sesuai dengan tingkat kesulitan pelayanan yang diberikan. Petikemas yang memerlukan penanganan khusus berisi barang bahaya atau parang mengganggu sesuai dengan klasifikasinya juga dapat dikenakan tarif tambahan.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V-8
Untuk penetapan tarif pelayanan jasa bongkar muat petikemas di dermaga konvensional di pelabuhan yang diselenggarakan oleh BUP, dalam pasal 14 diatur bahwa kegiatan tersebut dilaksanakan berdasarkan mekanisme undang-undang. Di sisi lain, seperti yang disebutkan dalam aspek pengangkutan, bahwa aspek bongkar muat tidak diatur secara tegas dalam KUHD, bercampur dengan kegiatan pengangkutan. Hanya ada kata-kata pemuatan dan pembongkaran yang tidak tegas (pasal 517k). Padahal secara detil kegiatan pokok Bongkar Muat dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Stevedoring, adalah pekerjaan membongkar barang dari kapal ke dermaga/tongkang/truck atau memuat barang dari dermaga/tongkang/truck ke dalam kapal sampai dengan tersusun dalam palka kapal dengan menggunakan derek kapal atau derek darat. 2) Cargodoring, adalah pekerjan melepaskan barang dari tali/jala-jala (ex tackle) di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang/lapangan penumpukan selanjutnya menyusun di gudang/lapangan penumpukan atau sebaliknya. 3) Receiving/delivery, adalah pekerjaan memindahkan barang dan timbunan/tempat penumpukan di gudang/lapangan penumpukan dan menyerahkan sampai tersusun di atas kenderaan di pintu gudang/lapangan penumpukan atau sebaliknya. Seperti halnya aspek pengangkutan, beberapa peraturan yang secara spesifik mengatur mengenai kegiatan bongkar muat sudah ada. UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PP No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan dan KM Menhub No. 14 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahan Bongkar Muat barang dari dan ke Kapal adalah beberapa di antaranya. Sehingga dalam KUHD yang ada, kelemahan masih berkutat pada tidak dibedakan kegiatan bongkar muat general cargo dan kegiatan bongkar muat non general cargo, misalnya container. Padahal kegiatannya berbeda, termasuk alat, lembaga, SDM dan taripnya. Saran untuk masalah ini, jika dalam kegiatan pelayaran secara spesifik akan diatur maka agar dimunculkan pasal yang tegas tentang kegiatan bongkar muat, baik untuk general cargo maupun non general cargo.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V-9
3. Asuransi. Bisnis pelayaran sudah barang tentu memiliki resiko. Aspek asuransi merupakan aspek yang mengatur mengenai siapa yang harus menanggung kerugian setelah ada perjanjian asuransi. Hal ini penting untuk dikaji karena terkadang meskipun sudah ada perjanjian yang mengatur, para pihak tetap melempar tanggungjawab yang semestinya dilaksanakan. Persoalan ini juga perlu dikaji sebagai persoalan dalam aspek bisnis pelayaran. Pasal 469 dan 478 KUHD pada intinya membebaskan tanggungjawab pengangkut untuk memberi ganti rugi, jika pengirim barang (Shipper) tidak memberikan keterangan yang benar mengenai sifat dan nilai barang sebelumnya atau pada waktu dia menerimanya yang kemudian menimbulkan kerusakan pada barang. Bahkan pengangkut berhak untuk memperoleh ganti rugi yang dideritanya akibat pemberitahuan yang diberikan tidak benar atau tidak lengkap mengenai waktu dan sifat barang. Ketentuan tersebut perlu kajian lebih lanjut terkait dengan kehilangan atau kerusakan barang yang diangkut. Dalam KUHD, Tanggungjawab ganti rugi dalam pengangkutan diberi batasan. Pasal 470 KUHD menentukan bahwa pengangkut berwenang untuk mensyaratkan bahwa dia tidak akan bertanggungjawab tidak lebih dari suatu jumlah tertentu atas tiap barang yang diangkut, kecuali bila kepadanya diberitahukan tentang sifat dan nilai barangnya sebelum atau pada waktu penerimaan. Batas tersebut adalah tidak boleh lebih rendah dari Rp.600. (aslinya Nfl.600; enam ratus gulden). Jumlah tersebut sudah sangat tidak memadai. Ketentuan tersebut perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman dan perkembangan aturan-aturan konvensi internasional. Oleh karenanya, perlu kejelasan administratif dalam alur barang yang demikian. KUHD Pasal 506 dst. Memberi pengaturan mengenai Konosemen/BL. Meskipun pembuatan konosemen oleh pengangkut merupakan hal yang fakultatif namun mempunyai arti penting, terutama dari segi perdagangan maupun dari segi hukum. Konosemen mempunyai 3 fungsi pokok yaitu : a. Merupakan bukti penerimaan barang; b. Bukti adanya perjanjian pengangkutan; c. Dokumen yang dapat diperdagangkan. Ketentuan tersebut perlu kajian lebih lanjut dengan berkembangnya dunia perdagangan dan juga munculnya konvensi-konvensi internasional. Selain itu, hal yang juga semestinya menjadi kajian adalah mengenai tanggungjawab pengirim barang. Dalam pasal 468
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 10
ayat 2; Pasal 478 ayat 1 dan 479 KUHD masing-masing menyebut bahwa : “Pengangkut harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali bila Ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaannya atau suatu cacat barangnya sendiri atau akibat kesalahan pengirim.” (KUHD pasal 468 ayat 2). “Pengangkut mempunyai hak atas ganti rugi yang diderita karena tidak diserahkan kepadanya sebagaimana mestinya surat-surat yang menjadi syarat untuk mengangkut barang itu. Ia bertanggung jawab untuk mematuhi undang-undang dan peraturan pemerintah mengenai barang itu, bila surat-surat dan pemberitahuan yang diberikan kepadanya memungkinkannya untuk itu.” (Pasal 478 ayat 1) “Pengangkut mempunyai hak atas penggantian kerugian yang dideritanya akibat diberikan kepadanya pemberitahuan yang tidak betul atau tidak lengkap mengenai waktu dan sifat-sifat barang, kecuali bila ia telah mengenal atau seharusnya mengenal watak dan sifat-sifat itu. Pengangkut setiap waktu dapat melepaskan dirinya dari barang-barang yang menimbulkan bahaya bagi muatan atau kapalnya, juga dengan cara menghancurkannya tanpa diharuskan mengganti kerugian karena hal itu. Hal ini berlaku jika terhadap barang-barang yang dianggap sebagai barang selundupan, bila kepada pengangkut diberikan pemberitahuan yang tidak betul dan tidak lengkap mengenai barang-barang itu.” (KUHD Pasal 479) Meskipun KUHD lebih menekankan pada tanggungjawab pengangkut, namun perlu dikaji lebih lanjut terkait dengan tanggungjawab pengirim barang (Shipper) terutama atas kelalaian pengirim barang dalam mempersiapkan kondisi barang yang akan diangkut. Dalam pada 246 KUHD dijelaskan bahwa pengertian asuransi adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti. Pertanggungan itu antara lain dapat mengenai :
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 11
a. Bahaya kebakaran. b. Bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipanen. c. Jiwa satu orang atau lebih. d. Bahaya laut dan bahaya perbudakan. e. Bahaya pengangkutan di darat, di sungai, dan perairan pedalaman. f. Mengenai dua hal terakhir dibicarakan dalam buku berikutnya. Penanggung sama sekali tidak wajib menanggung untuk kerusakan atau kerugian yang langsung timbul karena cacat, kebusukan sendiri, atau karena sifat dan kodrat dari yang dipertanggungkan sendiri, kecuali jika dipertanggungkan untuk itu dengan tegas. Bila seseorang yang mempertanggungkan untuk dirinya sendiri, atau seseorang yang atas bebannya dipertanggungkan oleh pihak ketiga, pada waktu pertanggungan tidak mempunyai kepentingan dalam denda yang dipertanggungkan, maka penanggung tidak wajib mengganti kerugian. Pertanggungan yang melampaui jumlah harganya atau kepentingan yang sesungguhnya, hanyalah berlaku sampai jumlah nilainya. Bila nilai barang itu tidak dipertanggungkan sepenuhnya, maka penanggung, dalam hal kerugian, hanya terikat menurut perimbangan antara bagian yang dipertanggungkan dan bagi yang tidak dipertanggungkan. Akan tetapi bagi pihak yang berjanji bebas untuk mempersyaratkan dengan tegas, bahwa tanpa mengingat kelebihan nilai barang yang dipertanggungkan, kerugian yang diderita oleh barang itu akan diganti sampai jumlah penuh yang dipertanggungkan. Pertanggungan harus dilakukan secara tertulis dengan akta, yang diberi nama polis. Semua polis, terkecuali polis pertanggungan jiwa, harus menyatakan : a. Hari pengadaan pertanggungan itu; b. Nama orang yang mengadakan pertanggungan itu atas beban sendiri atau atas beban orang lain; c. Uraian yang cukup jelas tentang barang yang dipertanggungkan; d. Jumlah uang yang untuk itu dipertanggungkan; e. Bahaya yang diambil oleh penanggung atas bebannya; f. Waktu mulai dan berakhirnya bahaya yang mungkin terjadi atas beban penanggung; g. Premi pertanggungan dan pada umumnya, semua keadaan yang pengetahuannya tentang itu mungkin mutlak LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 12
Penting bagi penanggung, dan semua syarat yang diperjanjikan antara para pihak. Polis itu harus ditandatangani oleh setiap penanggung. Bila Pertanggungan langsung diadakan antara tertanggung, atau orang yang diamanatkan atau diberi wewenang untuk itu, dan penanggung, polis itu dalam 24 jam setelah pengajuan oleh penanggung harus ditandatangani dan diserahkan, kecuali bila ditentukan jangka waktu yang lebih panjang oleh ketentuan undang-undang, dalam sesuatu hal khusus. Bila pertanggungan diadakan dengan perantaraan seorang makelar asuransi, polisnya yang ditandatangani harus diserahkan dalam delapan hari setelah mengadakan perjanjian. Bila ada kelalaian dalam hal yang ditentukan dalam kedua pasal yang lalu, penanggung atau makelar untuk kepentingan tertanggung, wajib mengganti kerugian yang mungkin dapat timbul karena kelalaian itu. Pertanggungan dapat diadakan tidak hanya atas beban sendiri, akan tetapi juga atas beban pihak ketiga, baik berdasarkan amanat umum atau khusus, maupun di luar pengetahuan yang berkepentingan sekalipun, dan untuk hal itu harus diindahkan ketentuan-ketentuan berikut. Pertanggungan dapat menjadikan sebagai pokok yakni semua kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat terancam bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-undang. Semua pertanggungan yang diadakan atas suatu kepentingan apa pun, yang kerugiannya terhadap itu dipertanggungkan, telah ada pada saat mengadakan perjanjiannya, adalah batal, bila tertanggung atau orang yang dengan atau tanpa amanat telah menyuruh mempertanggungkan, telah mengetahui tentang adanya kerugian itu. Bila tertanggung membebaskan penanggung dari kewajibannya untuk waktu yang akan datang melalui pengadilan dia dapat mempertanggungkan lagi kepentingannya untuk bahaya itu juga. Dalam hal itu, dengan ancaman hukuman menjadi batal, harus disebutkan dalam polis yang baru, baik pertanggungan yang lama maupun pemutusan melalui pengadilan. Mengenai hak-hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung dalam asuransi pelayaran dapat diuraikan sebagai berikut : a. Apabila perjalanan dihentikan sebelum penanggung mulai menghadapi sesuatu bahaya, maka gugurlah pertanggungannya. Premi tidak usah dibayar oleh si tertanggung, ataupun harus dikembalikan oleh si tertanggung, ataupun harus dikembalikan oleh penanggung, dalam kedua-duanya hal dengan pemberian keuntungan bagi penanggung sejumlah setengah prosen dari pada jumlah uang yang ditanggung atau separuh dari pada uang premi, apabila ini kurang daripada satu prosen.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 13
b. Apabila perjalanan dihentikan setelah penanggung mulai menghadapi bahaya, tetapi sebelum kapalnya di tempat pembongkaran yang penghabisan melepaskan jangkar atau talitalinya, maka haruslah kepada penanggung dibayar satu prosen daripada jumlah uang yang ditanggung apabila preminya berjumlah satu prosen atau lebih, tetapi apabila premi itu berjumlah kurang daripada itu maka haruslah dia dibayar sepenuhnya kepada penanggung. c. Premi sepenuhnya selamanya harus dibayar apabila si tertanggung menuntut sesuatu gantiganti yang manapun juga. Adalah yang harus dipikul oleh penanggung yaitu segala kerugian dan kerusakan yang menimpa kepada barang-barang yang dipertanggungkan karena angin taufan, hujan lebat, pecahnya kapal, terdamparnya kapal, menggulingnya kapal, penubrukan, karena kapalnya dipaksa mengganti haluan atau perjalanannya, karena pembuangan barang-barang ke laut; karena kebakaran, paksaan, banjir perampasan, bajak laut atau perampok, penahanan atas perintah dari pihak atasan, pernyataan perang, tindakan-tindakan pembalasan; segala kerusakan yang disebabkan karena kelalaian, kealpaan atau kecurangan nakhoda atau anak buahnya, atau pada umumnya karena segala malapetaka yang datang dari luar, yang bagaimanapun juga, kecuali apabila oleh ketentuan undang-undang atau oleh sesuatu janji di dalam polisnya, penanggung dibebaskan dari pemikiran sesuatu dari berbagai bahaya tadi. d. Dalam hal pertanggungan atas sebuah kapal, maka kewajiban penanggung berhenti apabila haluan atau perjalanannya diubah tanpa adanya sesuatu hal yang memaksa, dan dalam halnya pertanggungan atas upah pengangkutan, berakhirlah kewajiban tadi, apabila haluan atau perjalanannya diubah tanpa adanya sesuatu hal yang memaksa atau apabila kapalnya diganti, dalam kedua-duanya hal apabila perubahan atau penggantian tadi dilakukan oleh nakhoda karena kemauannya sendiri atau atas perintah dari para pemilik kapal; kecuali mengenai nakhoda yang melakukannya atas kemauannya sendiri, apabila sebaliknya telah diperjanjikan di dalam polis. e. Dalam halnya suatu pertanggungan atas barang-barang berlakulah peraturan yang sama, apabila penggantian haluan, perjalanan, atau kapalnya, secara tidak terpaksa, telah terjadi atas perintah si tertanggung maupun dengan persetujuannya secara tegas atau secara diam-diam. f. Dalam halnya suatu pertanggungan atas sebuah kapal dan upah pengangkutan maka penanggung tidak perlu membayar kerugian yang disebabkan karena kecurangan nakhoda, kecuali apabila LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 14
diperjanjikan lain di dalam polisnya. Janji yang seperti itu adalah terlarang apabila nakhoda tadi adalah satu-satunya pemilik kapal ataupun apabila dia mempunyai bagian dari padanya. g. Dalam halnya suatu pertanggungan barang-barang yang menjadi kepunyaan para pemilik kapal dalam mana barang-barang itu dimuatnya, maka para penanggung juga tidak bertanggung jawab untuk kecurangan nakhoda, maupun untuk segala kerugian dan kerusakan yang disebabkan karena diubahnya haluan, perjalanan, atau digantinya kapal olehnya secara sewenang-wenang, meskipun yang demikian itu dilakukan di luar salahnya atau pengetahuan tertanggung; kecuali telah diperjanjikan lain di dalam polis. h. Dalam halnya suatu pertanggungan atas upah pengangkutan yang akan diperoleh, maka penanggung tidak bertanggung jawab untuk kerugian yang timbul sejak nakhoda, sedangkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melakukan perjalanan telah dilengkapi, tanpa sesuatu alasan yang sah untuk kepentingan kapal serta muatannya, telah melalaikan kesempatan untuk memulai perjalanannya; kecuali apabila penanggung dengan tegas telah menanggung untuk itu. i. Apabila barang-barang dari macam sebagaimana disebutkan dalam pasal yang lalu, di dalam polis disebutkan dengan namanya masing-masing, maka, dengan tidak adanya sesuatu janji yang khusus, penanggung tidak bertanggung jawab untuk sesuatu avary yang kurang daripada tiga prosen. j. Penanggung dibebaskan dari bahaya selanjutnya, dan berhak atas premi, bila tertanggung mengirimkan kapal ke tempat lebih jauh daripada yang disebut dalam polis. k. Pertanggungan mempunyai akibat sepenuhnya bila perjalanan diperpendek tertanggung wajib segera memberitahukan kepada penanggung, atau bila ada beberapa orang penanggung yang menandatangani suatu polis yang sama, kepada penanda tangan pertama, segala berita yang diterimanya mengenai bencana yang menimpa kapal atau barang, dan harus mengirimkan salinan atau petikan surat yang memuat berita itu, kepada siapa saja dari para penanggung, sekiranya dikehendakinya. Bila hal itu dilalaikan, tertanggung wajib mengganti semua biaya, kerugian dan bunganya. l. Dalam pertanggungan untuk perhitungan yang tak tertentu, yaitu bila dalam polis tidak dinyatakan kebangsaan pemilik barang yang dipertanggungkan, tertanggung ikut wajib melakukan
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 15
penuntutan kembali, bila penggiringan atau penahanannya melawan hukum, kecuali bila dia dibebaskan dalam polis. m. Bila untuk keadaan perang atau kejadian lain yang akan timbul, dipersyaratkan kenaikan premi, maka bila besarnya kenaikan premi tidak dinyatakan dalam polisnya, jika perlu, ditentukan oleh hakim, setelah mendengar para ahli, dengan mengindahkan bahaya, keadaan dan persyaratan yang dibuat dalam polisnya. Dari beberapa ulasan di atas, perlindungan terhadap konsumen dalam bisnis pelayaran masih membutuhkan kepastian hukum. Tidak diatur secara rinci karena setiap aspek dan subjek bisnis pelayaran memilik hubungan hukum masing-masing. Misalnya antara pengguna jasa seperti farwarder dengan pengangkut, farwarder dengan PBM dan consignee. Commercial code yang akan disusun hendaknya mengatur tentang bab perlindungan konsumen dalam aspek bisnis pelayaran secara terintegrasi. Selain itu, aspek yang diatur dalam asuransi seharusnya bukan hanya diperuntukan yang berkaitan dengan pengangkut atau pemilik kapal, namun meliputi seluruh subjek dalam bisnis pelayaran. Sehingga dalam hal ini masih terjadi kesenjangan antara praktik yang ada dan kebutuhan akan regulasi yang memadai mengenai asuransi atau tanggung kerugian. Maka harus ada peraturan yang mengatur secara rinci mengenai hubungan hukum antara masingmasing pelaku bisnis pelayaran dan tanggungjawab kerugian yang ditimbulkan di setiap masing-masing hubungan hukum tersebut. 4. Ekspor-Impor.
Menurut UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean, impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Pada langkah awal perdagangan dengan angkutan laut adalah terjadinya sales contract antara kedua pihak utama yaitu penjual atau shipper dengan pembeli atau consignee. Artinya bahwa bisnis pengangkutan barang tidak akan terjadi tanpa adanya peristiwa sales contract. Sales contract adalah suatu perjanjian timbal-balik antara penjual dan pembeli dengan mana pihak penjual mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu barang, sedangkan pembeli mengikatkan diri untuk membayar harga barang sebagaimana yang disepakati tersebut. Perjanjian jual-beli sebagai perbuatan perusahaan, yakni perbuatan perdagangan atau pengusaha lainnya yang berdasarkan perusahaannya atau
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 16
jabatannya melakukan jual-beli. Sifat hukum jual-beli perniagaan adalah konsensuil (pasal1458, pasal 1320, pasal 1457 KUHPdt), biasanya selalu diikuti dengan akta yang berwujud blangko (standar formulir). Syarat-syarat yang harus dipenuhi dan jelas dalam sales contact adalah masalah batas tanggungjawab terhadap penyerahan barang, yaitu : a. FAS (Free Alongside Ship). Artinya penjual menyerahkan barang di samping kapal, kapal disediakan pembeli di pelabuhan pemuatan, pembeli menanggung biaya bongkar-muat, premi asuransi, freight cost, dan biaya-biaya lain di gudang; b. FOB (Free On Board). Artinya penjual menyerahkan barang sampai di atas kapal yang disediakan oleh pembeli di pelabuhan pemuatan, freight cost dan ongkos lain sampai di atas kapal menjadi tanggungan penjual; c. CIF (Cost Insurance And Freight). Artinya penjual menanggung semua biaya sampai di pelabuhan tujuan/ negara pembeli; d. C & F (Cost And Freight). Artinya sama dengan CIF, hanya perbedaannya biaya asuransi menjadi tanggungan pembeli; e. FRANCO. Artinya bahwa penjual menyerahkan barang di gudang pembeli; f. LOCO. Artinya bahwa pembeli mengambil barang di gudang penjual.
Salah satu tugas perusahaan pelayaran adalah berkaitan dengan pengurusan dokumen, baik dokumen kapal maupun dokumen perdagangan. Dokumen-dokumen itu adalah : BL, manifest, D/O, Notice of Arrival (NOA).
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 17
a. Bill of Lading. Bill of lading (B/L) atau konosemen adalah dokumen utama pemuatan, dikeluarkan oleh perusahaan pelayaran atas nama principle yang mempunyai fungsi sebagai : 1) Bukti bahwa barang telah dimuat atau sebagai tanda terima barang (document of receipt). 2) Dokumen hak milik barang (document of title). 3) Bukti kontrak pengangkutan dan penyerahan barang-barang antara pihak pengangkut dengan pengiriman (contract of affreightment). 4) Dokumen jual/beli (transferable document). Isi BL meliputi: identitas Pengirim (shipper), nama kapal, nomor voyage, data muatan. Sedangkan perincian muatan meliputi : mark & numbers, nomor peti kemas, diskripsi barang, berat barang, pelabuhan muat, pelabuhan bongkar, cara pembayaran, nama penerima, pemberitahuan ke alamat (notice address) serta nomor original B/L. Ada 4 cara pembayaran yang dapat dilakukan untuk mendapatkan B/L antara lain : 1) Freight prepaid yaitu dengan cara pembayaran yang dilakukan pada saat di muat di pelabuhan muat. 2) Freight collect yaitu freight yang dibayar saat di pelabuhan bongkar. 3) Freight at …. (payable at ……) yaitu freight yang dibayar selain di pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar. 4) Tri Party yaitu freight yang dibayarkan di kantor-kantor cabang HMM. Pencantuman nama-nama pelabuhan tersebut harus seusai dengan yang dinyatakan pada L/C. Apabila L/C tidak menyatakan apa-apa transhipment berarti diizinkan. b. Manifes. Manifes merupakan dokumen yang berisi informasi tentang muatan (petikemas) di atas kapal. Manifes dibuat oleh pengangkut namun dapat juga dikerjakan oleh freight forwarder. Dalam manifes terdapat :
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 18
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Nama kapal, voyage dan kedatangan Pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar Nomor B/L Shipper Consignee Alamat shipper dan consignee Jenis, jumlah dan nomor petikemas Goods description
c. Delivery order (D/O) Delivery order (D/O) adalah sebuah dokumen yang dikeluarkan oleh pihak yang berkuasa menyimpan barang untuk diberikan kepada pihak lain yang akan memakai barang tersebut. D/O digunakan untuk mengambil petikemas kosong oleh shipper dan pengambilan peti kemas di CY oleh consignee. Namun dari sekian tatacara terutama dokumen yang dimanfaatkan sebagai penjamin kepastian hukumnya juga perlu disesuaikan dengan ketentuan yang mengatur mengenai kegiatan pengangkutan multimoda. Pada tahap awal kegiatan perdagangan dengan angkutan laut adalah terjadinya sales contract antara kedua pihak, yaitu penjual atau shipper dengan pembeli atau consignee. Ini berarti bahwa kegiatan pengangkutan barang dengan menggunakan kapal melalui pelabuhan tidak akan terjadi tanpa adanya peristiwa sales contract. Kinerja kegiatan ekspor dan impor melalui beberapa pelabuhan utama di Indonesia relatif konstan, bahkan kegiatan impor melalui pelabuhan Tanjung Perak ada kencenderungan menurun. Hal ini disebabkan oleh produktivitas pelabuhan yang relatif rendah, dan waktu tunggu kapal relatif lama sehingga menimbulkan high cost economy. Kegiatan aliran barang dari shipper sampai pemuatan memerlukan banyak sub-kegiatan, di mana setiap sub-kegiatan yang mengeluarkan biaya akan dikenakan PPN 10 %. Ini merupakan beban biaya yang harus ditanggung oleh pelaku bisnis. Selain itu dalam pengiriman barang ekspor terdapat biaya-biaya yang harus dibayarkan oleh shipper, di antaranya rate (tarif rute). Misalkan rute Asia, Eropa, USA. Dalam kenyataannya, rate ini selalu berubah dalam jangka waktu tertentu menjadi lebih tinggi dari yang sebelumnya. Misalnya untuk rate Asia dan Eropa berubah setiap 1 bulan sekali dan rate ke USA berubah 6 bulan sekali. Pada umumnya pelaku ekspor atau impor menggunakan jasa EMKL dan PPJK. Pembebanan biaya jasa ini akan ditambahkan pada harga akhir barang yang pada
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 19
akhirnya akan dipikul oleh pembeli sehingga menjadi lebih mahal. Dalam aspek ekspor-impor ada beberapa peraturan yang dapat dirujuk. UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, UU Nomor 17 Tahun 2008, PP. No. 10 Tahun 2012 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai Serta Tata Laksana Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Serta Berada di Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, Incoterm 2010 dan Inpres No. 3 Tahun 1991. Sedangkan di KUHD yang berlaku sekarang belum mengenal istilah ekspor-impor. Sehingga dalam commercial code bidang pelayaran yang akan disusun perlu diatur secara terintegrasi pula permasalahan yang berkaitan dengan ekspor-impor. Beberapa hal yang dinilai perlu menjadi masukan dalam aspek ini adalah perlunya upaya peningkatan layanan pelabuhan dalam rangka perwujudan dari integrasi ketiga komponen untuk mencapai optimalisasi pelayanan terhadap kegiatan perdagangan (ekspor-impor) di pelabuhan melalui regulasi yang berorientasi peningkatan efisiensi pelayanan. Selain itu perlu regulasi dalam meningkatkan pencapaian standar pelayanan di pelabuhan untuk meningkatkan mobilitas kegiatan perdagangan internasional. Perlu pula ada regulasi untuk menurunkan pungutan pajak bagi kegiatan yang berkaitan dengan ekspor-impor. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan regulasi tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas sebagaimana diberlakukan di Pelabuhan Sabang. Kebiajakan ini sudah dilakukan oleh banyak negara, yaitu Jepang, China, Korea Selatan, Panama, Nigeria, dan Malaysia. Sebagai tambahan masukan, KUHD yang tidak mengatur syarat penyerahan barang sebagaimana Incoterm 2010 harus segera mengalami penyesuaian. Incoterm 2010 merupakan regulasi internasional yang saat ini banyak dirujuk oleh pelaku bisnis internasional dalam hal syarat penyerahan barang dalam aspek kegiatan bisnis ekspor-impor di bidang pelayaran. 5. Penyelesaian Sengketa Bisnis Pelayaran. Suatu transaksi bisnis tidak selamanya berjalan dengan baik. Terkadang terjadi perselisihan di antara para pihak berkenaan dengan transaksi atau kerjasama bisnis yang mereka lakukan. Perselisihan tersebut kadangkala menimbulkan sengketa yang tentunya memerlukan penyelesaian hukum. Dalam tata hukum di negara Indonesia, proses penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui dua cara; yakni penyelesaian melalui pengadilan (litigasi)
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 20
dan di luar pengadilan (non litigasi). Pada umumnya, penyelesaian perkara dilakukan melalui litigasi dalam pengadilan yang di Indonesia dalam hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum. Tetapi dalam hal dagang cara ini kurang banyak diminati para pelaku dagang. Kebanyakan mereka lebih menyukai menyelesaikan perkara di luar pengadilan (non litigasi). Di antara cara penyelesaian sengketa yang sering dilakukan oleh para pihak dalam perdagangan di luar pengadilan adalah dengan melalui jalan arbitrase. Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa antara para pihak yang bersengketa melaui seorang hakim arbiter yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan keduanya untuk memutuskan sengketa yang dialami yang saat ini diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Menurut UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 1 ayat (1) “arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.” Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Adapun sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian. Jadi, selama terdapat unsur sengketa di bidang perdagangan dan terdapat klausul untuk diselesaikan melalui arbitrase, sengketa bisnis (dagang) yang terjadi di bidang pelayaran juga dapat diselesaikan melalui arbitrase. Namun dalam perkara bisnis pelayaran yang memiliki kompleksitas tersendiri, beberapa pandangan muncul terkait pembentukan badan yang memiliki kewenangan dalam memutus sengketa pelayaran terutama aspek bisnisnya. Dalam praktiknya sudah dibentuk mahkamah pelayaran. Namun kompetensi dan yurisdiksi yang dimiliki mahkamah tersebut belum dapat dikatakan sebagai badan peradilan untuk menyelesaikan sengketa bisnis khusus di bidang pelayaran. Mahkamah Pelayaran sudah ada di Indonesia sejak 27 April tahun 1934 ketika masih berada dalam masa pendudukan Belanda. Ketika Indonesia merdeka, Mahkamah Pelayaran tetap dipertahankan. Organisasi dan Tata kerja Mahkamah Pelayaran diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 15 Tahun 1999 sebagai pelaksana Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal. Berdasarkan PP. No. 1 Tahun 1998 pasal 20 Mahkamah Pelayaran merupakan lembaga yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perhubungan. LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 21
Mahkamah Pelayaran hanya bertugas terbatas pada menjatuhkan sanksi berupa hukuman administratif yang berkaitan dengan profesi kepelautan. Oleh karena itu dinilai perlu untuk melakukan solusi khusus, apakah selanjutnya Mahkamah Pelayaran ditambah yurisdiksinya untuk dapat menangani kasus-kasus bisnis pelayaran yang terjadi sengketa, dengan disesuaikan dengan peraturan yang berlaku lainnya. Rasionalisasi dari pengadaan lembaga peradilan khusus adalah terkait dengan kompleksitas aktivitas bisnis pelayaran yang berpotensi menimbulkan sengketa, peran lembaga peradilan dan arbitrase dirasa masih kurang berperan dalam penyelesaian kasuskasusnya. UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas UU Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum perlu menjadi bahan pertimbangan untuk wacana tersebut. Perlunya keberadaan lembaga peradilan khusus juga akibat dari terjadinya kesenjangan antara potensi sengketa akibat kompleksitas aktivitas bisnis yang ada dengan upaya menyiapkan lembaga peradilan khusus. B. BEBERAPA KETENTUAN KUHD TENTANG PENGANGKUTAN BARANG MELALUI LAUT YANG PERLU DITINJAU ULANG (REVIEW) Aspek Hukum Perdata (privat) tentang penyelenggaraan angkutan laut di Indonesia sumber utamanya terdapat dalam Buku II Kitab UndangUndang Hukum Dagang (KUHD). Muatan isi dalam Buku II tersebut mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari pelayaran. Cakupan meterinya cukup luas yang pada pokoknya mengatur hal-hal yang berhubungan dengan kapal laut dan muatannya, pemilik/pengusaha kapal, nakhoda dan awak kapal, pengangkutan barang dan orang, tubrukan kapal, bencana kapal, kerugin di laut (awar), asuransi laut, hapusnya perikatan-perikatan dalam perdagangan melalui laut dan juga mengenai kapal dan alat pelayaran sungai dan perairan pedalaman. Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Buku II KUHD tersebut merupakan produk hukum dari masa kolonial Belanda dan isinya praktis tidak mengalami perubahan hingga kini. Padahal dilihat dari perkembangan Hukum Maritim Internasional dan bahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sekalipun banyak dari ketentuanketentuan tersebut sudah tidak memadai untuk diterapkan. Pada saat ini, berbagai konvensi internasional telah lahir dan bahkan sebagian besar telah diterapkan dalam praktik angkutan laut dan palayaran internasional. Yang paling menonjol adalah Konvensi Brussel 1920 mengenai penyeragaman ketentuan tentang konosemen (B/L) yang terkenal dengan nama Haque Rules, yang kemudian mengalami perubahan dalam Protokol 1967 sehingga terkenal dengan nama LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 22
Haque/Visby Rules. Dalam pada itu telah lahir pula Konvensi Pengangkutan Melalui Laut 1982 yang dikenal dengan nama Hamburg Rules yang dimaksudkan untuk pada waktunya menggantikan Hague/Haque Visby Rules. Di samping itu terdapat pula Konvensi Mengenai Angkuan Barang Multimoda 1980 dan khusus mengenai angkutan penumpang dan barang bawaanya. Berbagai konvensikonvensi tersebut perlu mendapatkan perhatian untuk pengembangan hukum privat maritm di Indonesia. Berikut ini akan dianalisis beberapa ketentuan Buku II KUHD yang mengatur masalah pengangkutan barang melalui laut. Prihal materi yang diatur terdapat pada Pasal 466 sampai dengan 520 KUHD meliputi hal-hal berikut: (1) Pengertian pengangkutan dan pengangkut; (2) Kewajiban dan tanggungjawab pengangkut; (3) Pembatasan tanggungjawab pengangkut; (4) Perlindungan terhadap pengirim barang; (5) Cara menentukan ganti kerugian; (6) Pembatasan pemberian ganti rugi; (7) Hak pengangkut mendapatkan ganti rugi; (8) Barangbarang muatan yang tidak dapat sampai di tempat tujuan; (9) Menghitung, mengukur dan menimbang barang di tempat tujuan; (10) Menyelidiki keadaan barang-barang dan menaksir besarnya kerugian oleh tim ahli; (11) Kekurangan atau kerusakan yang tidak dapat dilihat dari luar; (12) Penerima atau pengirim Wajib Membayar Uang Angkutan; (13) Jika penerima tidak Datang Mengambil Barang Kiriman; (14) Keadaan barang yang Diserahkan Tidak Cocok dengan Konosemen; (15) Penerima Dilarang membebaskan Diri Dari kewajibannya membayar Uang Angkutan Dengan Cara Abandonemen; (16) Konosemen (Bill of Lading); (17) Yang Berhak Menerbitkan Konosemen (B/L); (18) Delivery Order (Penjulan barang-barang Angkutan); (19) Bentuk-Bentuk Konosemen (B/L); (20) Cara Menyerahkan Konosemen pada Orang lain; (21) Lembaran-Lembaran Konosemen; (22) Penyebutan Nama Kapal dalam Konosemen; (23) Penyerahan Barang sebelum Tiba di Tempat Tujuan; (24) Yang Berhak Menerima barang Muatan; (25) Hubungan konosemen dan CharterParty; (26) Ketentuan-ketentuan tentang pengembalian Konosemen; (27) Dua orang Pemegang Konosemen Menuntut Penyerahan Barang yang Sama: Siapa yang Berhak?; (28) Ketentuan-ketentuan Internasional. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang BAB V A sub 1 tentang pengangkutan pelayaran, pengangkutan dapat dikelompokkan kepada dua aspek, yaitu pengangkutan barang dan pengangkutan orang. Sedang dalam studi ini fokus kajian adalah aspek pengangkutan barang. Adapun yang dimaksud dengan pengangkutan adalah orang yang mengikat diri, baik dengan carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, maupun dengan suatu perjanjian lain, untuk menyelenggarakan pengangkutan barang seluruhnya atau sebagian melalui laut.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 23
Dalam hal tersebut hubungan perjanjian antara konsumen dan pengangkut berupa perjanjian pengangkutan yang menjanjikan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya sebagaimana diatur dalam pasal 468 Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Apabila pengangkut tidak menyerahkan seluruh atau sebagian barangnya atau karena ada kerusakan, maka pengangkut harus mengganti kerugian yang diderita konsumen tersebut, kecuali bila dia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaannya atau suatu cacat barangnya sendiri atau akibat kesalahan pengirim. Dia bertanggung jawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap benda yang digunakannya dalam pengangkutan itu. Pengaturan ini dapat dilihat dalam pasal 89, 91, 249, 342, 359, 371, 452, dan 469. Terkait dengan barang-barang mewah seperti hilangnya emas, perak, batu mulia dan barang berharga lainnya, uang dan surat-surat berharga, pengangkut hanya bertanggung jawab bila kepadanya diberitahukan tentang sifat dan nilai barang itu sebelum atau pada waktu dia menerimanya. 1. Tanggung Jawab pengangkut. Mengenai persyaratan untuk membatasi tanggung jawab pengangkut dalam hal apa pun tidak membebaskannya untuk membuktikan, bahwa untuk pemeliharaan, perlengkapan atau pemberian awak untuk alat pengangkutan yang diperjanjikan telah cukup diusahakan, bila ternyata, bahwa kerugian itu adalah akibat dari cacat alat pengangkutannya atau tatanannya. Dari hal ini tidak dapat diadakan penyimpangan dengan perjanjian. Ganti rugi yang harus dibayar oleh pengangkut karena tidak menyerahkan seluruhnya atau sebagian dari barang-barang, dihitung menurut nilai barang yang macam dan sifatnya sama di tempat tujuan, pada waktu barang itu seharusnya diserahkan, dikurangi dengan apa yang dihemat untuk bea, biaya dan biaya angkutan karena tidak adanya penyerahan. Bila muatan selebihnya dengan ketentuan tujuan yang sama, sebagai akibat suatu sebab untuk hal mana pengangkut tidak bertanggung jawab, tidak mencapai tujuannya, maka ganti ruginya dihitung menurut nilai barang yang macam dan sifatnya sama di tempat dan pada waktu barang itu didatangkan. Dalam hal adanya kerusakan, maka harus diganti jumlah uang yang diperoleh dengan mengurangi nilai barang yang telah ditentukan di atas dengan nilai barang yang rusak, dan selisih, hal tersebut dilakukan dengan melihat bea, biaya dan biaya angkutan karena adanya kerusakan.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 24
Bila pengangkut adalah pengusaha kapal, maka tanggung jawab atas kerusakan yang diderita barang yang diangkut dengan kapal, terbatas sampai jumlah f. 50,- setiap meter kubik isi bersih kapalnya, sepanjang mengenai kapal yang digerakkan secara mekanis, ditambah dengan apa yang untuk menentukan isinya dikurangkan dari isi kotor untuk ruangan yang ditempati oleh tenaga penggerak. Sedangkan bila pengangkut bukan pengusaha kapal kewajiban untuk ganti rugi yang mengenai pengangkutan melalui laut, terbatas sampai jumlah yang dalam urusan kerusakan yang diderita, berdasarkan ketentuan pasal yang lalu, dapat ditagih pada pengusaha kapal. Dalam hal adanya perselisihan, maka pengangkut harus menunjukkan sampai seberapa batas pertanggungjawabannya sebagaimana disebut Pasal 474-475 KUHD. Pengangkut juga bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan terlambatnya penyerahan barang, kecuali bila dia membuktikan, bahwa keterlambatan itu adalah akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya. Pengangkut wajib menyimpan barang-barang atas biaya dan bahaya kerugian pemilik dalam tempat yang sesuai untuk itu, bila pemegang berbagai konosemen atau berbagai lembar dari konosemen yang sama di tempat tujuan menuntut penyerahan dari barang-barang yang sama. Pengangkut harus menyerahkan barangbarang angkutannya di tempat tujuan, di kapal atau di darat. Dia wajib memberitahukan tentang datangnya barang-barang dan tentang cara penyerahannya kepada mereka yang telah melaporkan diri selaku penerima dan telah menunjukkan hak mereka. 2. Hak-hak Pengangkut. a. Pengangkut mempunyai hak atas ganti rugi yang diderita karena tidak diserahkan kepadanya sebagaimana mestinya surat-surat yang menjadi syarat untuk mengangkut barang itu. Dia bertanggung jawab untuk mematuhi Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah mengenai barang itu, bila surat-surat dan pemberitahuan yang diberikan kepadanya memungkinkannya untuk itu. b. Pengangkut mempunyai hak atas penggantian kerugian yang dideritanya akibat diberikan kepadanya pemberitahuan yang tidak betul atau tidak lengkap mengenai waktu dan sifat-sifat barang, kecuali bila dia telah mengenal atau seharusnya mengenal watak dan sifat-sifat itu (sifat membahayakan). c. Bila diperjanjikan, bahwa kapal tidak perlu pergi lebih jauh dari tempat yang dapat sampai dan berlabuh lancar dan aman, maka pengangkut berwenang untuk menyerahkan barangbarang itu di
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 25
tempat terdekat pada tempat tujuannya yang memenuhi syarat ini, kecuali bila halangan itu hanya bersifat sementara, sehingga hal itu hanya akan menyebabkan kelambatan sedikit. d. Baik pengangkut maupun penerima berwenang untuk minta agar diadakan pemeriksaan olah hakim tentang keadaan sewaktu barang diserahkan atau telah diserahkan, beserta anggaran penaksiran kerugian yang ditimbulkannya sebagaimana disebutkan dalam pasal 478-483 KUHD. 3. Hak-hak pengirim dan penerima barang (Konsumen). a. Penerima barang mempunyai hak didahulukan mengenai ganti rugi atas barang-barang angkutannya terhadap para kreditur, kecuali yang disebut dalam pasal 316, asalkan dia menyuruh menyita biaya angkutan dalam jangka waktu yang disebut dalam pasal yang lalu. b. Dengan penyitaan itu dianggap peraturan dalam pasal yang lalu telah terpenuhi. Bila tidak ada surat, penyitaan dapat dilakukan dengan izin ketua raad van justitie yang daerahnya barangbarang itu diserahkan pengadilan usaha memeriksa tuntutan pernyataan sahnya dan pencabutan penyitaan, beserta tuntutan untuk pemberian pernyataan kepada pihak ketiga yang barangnya disita. c. Di luar kabupaten yang ada raad van justitie-nya penyitaan dapat dilakukan atas izin residentierechter yang mempunyai wilayah penyerahan barang yang bersangkutan sebagaimana disebutkan dalam pasal 488 KUHD. d. Penerima barang yang menduga adanya kerusakan pada barangnya, berwenang untuk menyuruh mengadakan pemeriksaan oleh pengadilan sebelum atau pada waktu penyerahan, tentang cara memuat barang dalam kapal, dan tentang sebab kerusakannya. e. Penerima tidak berwenang untuk melepaskan hak atas barangbarangnya untuk seluruhnya atau sebagian untuk membayar biaya angkutannya. f.
Pengirim dapat meminta agar pengangkut mengeluarkan konosemen tentang barang yang diterimanya untuk diangkut, dengan menarik kembali tanda terima, sekiranya telah dikeluarkan olehnya.
g. Pengirim di lain pihak wajib memberikan pada waktu yang tepat bahan-bahan yang diperlukan guna pengisian konosemennya.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 26
h. Penerima bagaimanapun juga dapat memungut dari biaya angkutan yang harus dibayar olehnya, ganti rugi yang diderita pada barang-barang selama pengangkutan, untuk mana biaya angkutan harus dibayar. Pengangkut yang memungut atau telah memungut biaya angkutan usaha dapat dituntut untuk membayar kerugian itu. Sedangkan dalam hal pengangkutan peti kemas, khususnya mengenai tanggung jawab pengirim, pengangkut dan pemilik peti kemas Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2002 tentang perkapalan mengatur secara spesifik di dalam pasal 100, 101 dan 102, yang berbunyi : Pasal 100 “Pengirim maupun pengangkut peti kemas bertanggung jawab dan menjamin bahwa barang yang dikirim dalam peti kemas sesuai dengan ketentuan yang berlaku,dan tidak melebihi batas kemampuan peti kemas yang bersangkutan”. Pasal 101 (1) Pihak pengirim maupun pengangkut peti kemas harus bertanggung jawab dan menjamin bahwa peti kemas bersangkutan akan ditempatkan sedemikian rupa, sehingga peti kemas tersebut tidak memperoleh beban di luar kemampuannya. (2) Pengirim dan pengangkut peti kemas harus yang dinilai tidak laik, kecuali pada peti kemas tersebut terletak secara benar tanda persetujuan yang sah sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 97. (3) Pengangkut peti bertanggung jawab dan menjamin bahwa peti kemas yang dimuat dikapal telah memenuhi persyaratan pemuatan untuk terwujudnya kelaiklautan kapal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 102 “Pemilik peti kemas bertanggung jawab dan menjamin bahwa peti kemasnya dalam keadaan laik peti kemas, baik pada saat penyimpanan maupun pengunaan”. 4. Sengketa dan penyelesaiannya dalam pengangkutan barang. Pengangkutan tidak berwenang untuk menahan barang guna menjamin apa yang harus dibayar dalam urusan pengangkutannya dan sebagai sumbangan dalam kerugian (avarij) umum. Persyaratan perjanjian yang bertentangan dengan usaha adalah batal. Dia
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 27
berhak, sebelum penyerahan barangnya, untuk menuntut agar diadakan jaminan pembayaran yang oleh penerima harus dibayar dalam urusan pengangkutannya dan sebagai sumbangan dalam kerugian umum. Bila timbul sengketa mengenai jumlah atau sifat jaminan yang harus diadakan, diambil keputusan oleh Ketua raad van justitie, bila ada dalam wilayah tempat penyerahannya harus dilakukan, bila tidak ada, oleh residentierechter, atau jika dia tidak ada oleh Kepala Pemerintahan Daerah setempat, bagaimanapun juga atas permohonan pihak yang paling bersedia, setelah mendengar atau memanggil secukupnya pihak lawan atau wakilnya. Bila pada waktu perhitungan akhir timbul perselisihan tentang jumlah yang harus dibayar oleh penerima, apakah untuk menentukan itu tidak diperlukan perhitungan yang segera dilaksanakan, maka penerima wajib dengan seketika memenuhi bagian yang harus dibayarnya disetujui oleh pihak-pihaknya, dan mengadakan jaminan untuk pembayaran bagian yang diperselisihkan olehnya atau untuk bagian yang jumlahnya belum pasti. Bila timbul sengketa mengenai jumlah atau sifat jaminan yang harus diadakan, atau mengenai jumlah yang untuk itu jaminan yang harus diadakan harus diusahakan dalam keadaan tetap mencukupi, diambil keputusan oleh Ketua raad van justitie, bila ada dalam wilayah tempat penyerahannya harus dilakukan, dan bila tidak ada, oleh residentierechter, atau jika dia tidak ada oleh Kepala Pemerintahan Daerah setempat, dan bagaimanapun juga atas permohonan dari pihak yang paling bersedia, setelah mendengar atau memanggil secukupnya pihak lawan atau wakilnya. Bila penerima tidak datang, menolak untuk menerima barangnya, atau bila atas barang itu dilakukan penyitaan revindikatur (yang barangnya dapat dituntut kembali oleh yang berhak), pengangkut wajib menyimpan barang di tempat penyimpanan yang sesuai untuk itu atas beban dan kerugian dari yang mempunyai hak. Pengangkut dapat memutuskan untuk melakukan penyimpanan, bila penerima menolak untuk mengadakan jaminan sesuai dengan ketentuan pasal 493 atau timbul perselisihan tentang jumlah atau sifat jaminan yang harus diadakan. Bila di tempat tujuannya tidak ada tempat penyimpanan yang sesuai atau pengangkut tidak mempunyai wakil di sana, pengangkut dalam hal tersebut dalam alinea kedua pasal usaha, berwenang untuk mengangkut barang itu ke pelabuhan pertama yang berikut, di mana penyimpanan dapat dilakukan paling sesuai, dan dia mempunyai wakil dan menyimpannya di sana dalam tempat yang sesuai untuk itu, semuanya untuk beban dan kerugian dari yang mempunyai hak.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 28
5. Batalnya Perjanjian Pengangkutan. Perjanjian pengangkutan terhapus, bila sebelum keberangkatan kapal yang diperuntukkan bagi pengangkutannya : a. Peraturan penguasa menghalangi keluarnya kapal itu; b. Pengeluaran barang-barang dari tempat keberangkatan atau pemasukan di tempat tujuan dilarang; c. Pecah perang, sehingga kapal atau barang-barangnya menjadi tidak bebas; d. Pelabuhan keberangkatan atau tempat tujuan diblokir; e. Dilakukan embargo terhadap kapal atau oleh peraturan penguasa dicabut penguasaan pengangkut atas ruang kapal yang diperuntukkan bagi pengangkutan barang-barang itu. Bila dalam hal-hal yang disebut dalam nomor 2 dan nomor 3 untuk pembongkaran barang-barang itu diperlukan pengaturan kembali muatan lainnya untuk seluruhnya atau sebagian, biayanya dibebankan pada para pemuat barang-barang itu. Di samping itu mereka juga wajib mengganti kerusakan yang diderita pada muatan lainnya karena pengaturan kembali (Pasal 1253, 1263, 1265, 1338, KUHPdt). Sedangkan dalam hal hapusnya perikatan dalam perdagangan laut dikhususkan pada sifat kadaluarsa perikatan tersebut dengan mengacu kepada perhitungan berapa lama waktu tersebut. Adapun pembagiannya dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut :
No 1
2 3 4
PERHITUNGAN TUNTUTAN BERDASARKAN MASA KADALUARSANYA WAKTU Kadaluarsa 1 Tahun (Pasal 741 KUHD) untuk pembayaran apa yang harus dibayar oleh penerima dalam urusan pengangkutan. untuk pembayaran apa yang harus dibayar oleh para penumpang terhadap pengangkut karena urusan pengangkutan penumpang dan barangbarang untuk pelaksanaan tuntutan tersebut dalam alinea ketiga pasal 537. Daluwarsa usaha mulai berjalan sebagai berikut: nomor 11 dan nomor 21 setelah berakhirnya perjalanan; nomor 31 setelah tibanya kapal atau, bila kapalnya tidak tiba di tempat, di tempat penumpangpenumpang harus diturunkan atau barang-barang harus diserahkan, setahun setelah permulaan pengangkutannya; nomor 41 setelah pembayaran kerugiannya.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 29
No 1
2
Kadaluarsa 2 Tahun (Pasal 742 KUHD) Untuk penggantian kerugian yang ditimbulkan baik oleh tubrukan kapal, maupun dengan cara termaksud dalam pasal 544 dan pasal 544a alinea pertama. Untuk pembayaran upah penolongan, Daluwarsa usaha berlangsung sebagai berikut: 1. sejak hari tubrukan kapal atau timbuinya kerusakan; 2. sejak hari berakhirnya pemberian pertolongan. Bila kreditur atau perusahaannya bertempat tinggal di Indonesia, juga bila ia di sana diwakili dengan cukup dan mengenai semua yang disyaratkan untuk pemeliharaan, perlengkapan, dan penyediaan bahan makanan atau pemuatan kapalnya dilakukan di Indonesia, permulaan daluwarsanya ditangguhkan sampai terbuka kesempatan untuk melakukan penyitaan atas kapal itu di Indonesia untuk jaminan tuntutannya.
No 1
Kadaluarsa 3 Tahun (Pasal 743 KUHD) kedaluwarsa semua tuntutan hukum karena penyerahan dan pekerjaan untuk memperlengkapi penyediaan bahan makanan, pemeliharaan dan perbaikan kapal. Daluwarsanya mulai berlangsung sejak hari penyerahan dilakukan atau pekerjaannya selesai.
No 1
Kadaluarsa 5 Tahun (Pasal 744 KUHD) Dengan berlalunya waktu 5 tahun, kedaluwarsa semua tuntutan hukum yang timbul dari polis pertanggungan. Daluwarsa usaha mulai berjalan sejak hari piutangnya dapat ditagih. Gambar 5.3
Kadaluarsa Pertanggungan Kerugian
Dengan berlalunya 1 tahun, hapus semua tuntutan hukum : a. yang timbul dari perjanjian kepada nakhoda dan para anak buah kapal selama waktu mereka berdinas di kapal. b. untuk pembayaran upah pandu, upah rambu dan bea pelabuhan dan lain-lain bea pelayaran c. untuk perhitungan dan pembagian avarij umum d. untuk pembayaran avary umum. Jangka-jangka waktu yang ditetapkan tadi mulai berjalan: a. setelah berakhir dinas di kapal; b. bila kapal yang untuknya harus dibayar segala upah dan bea, adalah kapal Indonesia, sejak saat dapat ditagih; bila kapal itu kapal asing, sejak saat dapat dilakukan penyitaan atasnya di Indonesia; c. setelah berakhir perjalanan;
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 30
d. setelah laporan mengenai perhitungan dan pembagian avan umum oleh para ahli diserahkan kepada panitera raad van justitie atau telah diberitahukan kepada para pihak. Semua tuntutan terhadap para penanggung hapus, karena kerugian yang terjadi pada barang-barang yang dimuatkan, bila barang-barang itu diterima tanpa pemeriksaan dan perkiraan kerugiannya dengan cara yang diharuskan oleh undang-undang, atau dalam hal kerusakannya tidak ternyata dari luar, pemeriksaan dan perkiraan itu tidak dilakukan dalam waktu yang ditentukan oleh undang-undang. C.
STUDI KOMPARATIF DENGAN MALAYSIA PEMBERLAKUAN COMMERCIAL CODE PELAYARAN.
TERKAIT BIDANG
Sebagaimana telah disebutkan dalam bab data dan informasi, bahwa Portklang menempati urutan 13 pelabuhan terbaik dunia dalam hal jumlah arus barang. Selain Portklang pelabuhan Malaysia lainya yang masuk di jajaran 20 besar adalah pelabuhan Tanjung Pelepas. Dalam hal infrastruktur, pelabuhan-pelabuhan tersebut memang unggul dari beberapa pelabuhan yang ada di Indonesia, meskipun dalam hal regulasi yang diberlakukan belum cukup dianggap relevan. Dalam hal pelaksanaan hukum komersil di bidang pelayaran, Malaysia memberlakukan Malaysia Carriage of Goods by Sea Act atau disingkat Malaysia COGSA yang diberlakukan 1950 sejak pendudukan Inggris. Pasca kemerdekaanya, beberapa peraturan lain ditetapkan untuk diberlakukan di dua wilayah Malaysia yaitu, Convention Relating to the Carriage of Goods by Sea and to the Liability of Shipowners and Others yang diberlakukan tahun 1960 di Malaysia Timur (Sarawak), dan di wilayah Sabah peraturan turunan tahun 1961 yang mengadopsi Hague Rules. Namun saat ini Malaysia masih dalam proses upaya revisi peraturannya yaitu COGSA dengan disesuaikan peraturan internasional yang lebih relevan saat ini seperti Hague-Visby Rules 1968 terutama dalam hal tanggungjawab dan ganti kerugian. Jika didasarkan atas data yang ada, sesungguhnya Indonesia tidak tertinggal dalam hal pemberlakukan hukum yang berlaku. Beberapa data menyebutkan bahwa di Indonesia lebih dahulu memberlakukan Hageu-Visby Rules dalam praktik yang dilakukan pelaku bisninya. Namun setelah dilakukan beberapa ulasan dan survey lokasi pencapaian prestasi Portklang bukan hanya hukum yang diberlakukan secara konsisten, namun juga ketersediaan infrastruktur yang memadai. Untuk itu tidak mengherankan apabila dalam peringkat dunia prestasi Portklang di dunia menempati posisi yang cukup diperhitungkan. Jadi upaya yang harus dilakukan Indonesia kedepan selain memperbaiki aspek regulasinya adalah perbaikan terhadap infrastruktur.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 31
Tabel 5.1 Hasil Analisis Pasal 466-520 KUHD tentang Pengangkutan Barang Melalui Laut NO
1
PRIHAL
DASAR PENGAT URAN
MUATAN ISI
CATATAN HASIL REVIEW/PENINJAUAN
MASUKAN PERUBAHAN (KUHD)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pengertian perjanjian pengangkutan, pengangkut, pengirim barang, penerima barang dan barang. (Ketentuan Umum)
Pasal 466
Pada pasal 466 ditentukan bahwa Pengangkut adalah barang siapa yang baik dengan perjanjian carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, maupun dengan perjanjian jenis lain, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang, yang seluruhnya atau sebagian melalui lautan.
Pengertian “menyelenggarakan pengangkutan” seharusnya tidak hanya berarti melakukan sendiri perbuatan pengangkutan, tetapi juga dapat berarti “memerintahkan kepada orang lain untuk melakukan perbuatan pengangkutan”.
Pengertian “baik dengan perjanjian menurut waktu atau carter menurut perjalanan, maupun dengan perjanjian jenis lain” merupakan cara Pengangkut/Pengusaha kapal/Pengusaha Pelayaran mendapatkan kapalnya. Dia dapat menguasai kapal dengan cara: a. b. c.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
menutup perjanjian carter menurut waktu; menutup perjanjian carter menurut perjalanan; perjanjian jenis lain, seperti: menutup perjanjian pengangkutan dengan kapal jurusan tetap atau menutup perjanjian pengangkutan dengan kapal pengangkut barang potongan.
V - 32
Pengertian Perjanjian Pengangkutan Barang Melalui Laut (Contract of carriage of goods by sea) • Kontrak pengangkutan barang melalui laut adalah kontrak pengangkutan barang di mana pengangkut bersepakat pada pengguna jasa angkutan untuk membawa barang di atas kapal laut dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain dan meliputi kegiatan jemput hingga mengirim barang di wilayah laut yang disepakati dalam
Dalam ketentuan pasal 320 KUHD tidak mengharuskan Pengangkut/Pengusaha Kapal/Pelayaran memiliki kapalnya sendiri. Jadi ada kemungkinan dia tidak memiliki kapal.
Berdasarkan PP No. 2 Tahun 1969 yang pernah berlaku mengharuskan pengusaha kapal memiliki kapalnya sendiri paling sedikit berisi bruto 3000 M3.
Menurut ketentuan “The Hague Rule 1922” Pasal 1 huruf –a, “Pengangkut, adalah pemilik kapal atau pencarter kapal yang mengadakan perjanjian pengangkutan dengan pengirim barang. Di sini pemilik kapal termasuk dalam pengertian pengangkut. Ini sesuai dengan hukum di Indonesia di atas, yakni pengusaha kapal/perusahaan pelayaran diwajibkan memiliki satuan kapal dengan jumlah tonase tertentu.
perjanjian Pengertian Pengangkut (Carrier) • Pengangkut adalah setiap orang atau badan yang namanya tertuang dalam perjanjian pengangkutan barang melalui laut atau pihak yang melakukan perjanjian kepada perusahaan pelayaran berdasarkan perjanjian carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan
Pengertian Pengirim Barang (Shipper) • Shipper berarti setiap orang yang melakukan perjanjian pengangkutan barang melalui laut dengan pengangkut yang
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 33
memiliki nama atas barang tersebut yang diangkut oleh pengangkut. Pengertian Penerima Barang (Consignee) • Consignee berarti orang yang berhak untuk mengambil pengiriman barang. Pengertian Barang (Goods) • Barang “termasuk hewan hidup” di mana barang dikemas dalam wadah, paket barang yang dilakukan oleh pengirim atau Shipper. • Perngertian ini tidak berlaku pada perjanjian pengangkutan melalui jalur lain. Seperti pos atau layanan pos bawah perjanjian pos
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 34
Internasional. Perngertian barang di atas juga tidak berlaku untuk bagasi yang dilakukan di bawah perjanjian angkutan penumpang melalui laut. Kewajiban dan tanggungjawab Pengangkut, sudah terumuskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. •
2
Kewajiban dan tanggungjawab Pengangkut
Pasal 467, 468
Pasal 467 menentukan bahwa Kewajiban pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan barang dan menjaga keselamatan barang yang diangkut mulai diterimanya dari pengirim sampai diserahkannya kepada penerima.
Pasal 468 ayat (1) menentukan bahwa pengangkut bertanggungjawab atas barang yang diangkutnya sejak barang diterima olehnya sampai barang tersebut diserahkannya kepada penerima.
Dari kewajiban yang ditentukan oleh undang-undang tersebut melahirkan tanggungjawab pengangkut, yaitu karena kewajiban pengangkut adalah menjaga keselamatan barang yang diangkutnya, maka segala hal yang mengganggu keselamatan barang, yang merugikan pengirim atau penerima, menjadi tanggungjawab pengangkut. Tanggungjawab ini berarti pengangkut berkewajiban menangung segala kerugian yang timbul atas barang yang diangkutnya selama dalam jangka waktu pengangkutan. Karena pihak lawan dari pengangkut adalah pengirim, maka pengangkut harus bertanggungjawab kepada pengirim.
Dalam praktik, beberapa syarat yang juga biasa dipergunakan adalah sebagai berikut: a.
Pasal 468 ayat (2) menentukan bahwa pengangkut diwajibkan
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Menurut Pasal 468 tanggungjawab pengangkut dimulai pada saat penerimaan sampai pada saat penyerahan barang. Tanggungjawab pengangkut tidak hanya selama barang tersebut berada dalam kapal saja, tetapi juga sebelum dimuat dan V - 35
Kewajiban Pengangkut Pasal 38: 1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan. 2) Perjanjian pengangkutan sebagaimana
mengganti segala kerugian yang disebabkan karena barang tersebut seharusnya atau sebagain tidak dapat diserahkannya, atau karena terjadi kerusakan pada barang itu, kecuali apabila dapat dibuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan tadi disebabkan oleh suatu malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah maupun dihindarkannya atau cacat dari barang tersebut atau kesalahan dari yang mengirimkannya.
Pasal 468 ayat (3) menentukan bahwa Pengangkut juga bertanggungjawab terhadap segala perbuatan mereka yang dipekerjakan bagi kepentingan pengangangkutan dan segala barang (alat-lat) yang dipakainya untuk menyelenggarakan pengangkutan.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
b.
sesudah dibongkar dari kapal, selama barang itu masih ada dalam kekuasaan pengangkut, baik di lapangan terbuka maupun di dalam gudang, tetap menjadi tanggungjawab pengangkut. Berapa lamanya pengangkut menguasai barang itu merupakan persoalan penting bagi pengangkut. Pengangkut dapat menetapkan dalam perjanjian, saat kapan dianggap terjadinya penerimaan dan saat kapan terjadinya penyerahan barang. Jangka waktu antara kedua saat tersebut oleh pengangkut dibuat sependek mungkin, sedemikian rupa, sehingga jangka waktu tanggung jawab pengangkut menjadi lebih pendek, misalnya dengan menentukan bahwa penyerahan tidak terjadi di gudang, melainkan pada saat barang tersebut dibongkar dari kapal. Syarat yang demikian itu diperbolehkan, asal pengirim bersedia memelihara barang sampai pada saat diserahterimakan kepada pengangkut dan penerima bersedia memelihara barang mulai pada saat diserahkan kepadanya. Bilamana pengangkut mengambil alih tanggungjawab barang lebih dulu atau lebih lama daripada saat yang telah ditentukan dalam perjanjian, maka mulai dan berakhirnya tanggungjawab pengangkut juga berimbang lebih dulu atau lebih akhir. Suatu syarat tidak berlaku, bilamana syarat itu membebaskan pengangkut dari tanggungjawab terhadap pengangkutan dengan alat pengangkutan lain tidak sebagai yang biasa digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutannya. V - 36
dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan karcis penumpang dan dokumen muatan. 3) Dalam keadaan tertentu Pemerintah memobilisasi armada niaga nasional. Tanggungjawab Pengangkut Pasal 40: 1) Perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya. 2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang
c.
d.
Syarat semacam bebas dari kebocoran, bebas dari kerusakan, dll, hanya berlaku sejauh faktor-faktor kerugian selain yang disebut dalam Pasal 470 KUHD berperan juga. Syarat yang memperpanjang atau memperpendek saat daluwarsa diperbolehkan, bila jangka waktu yang diperpendek itu cukup lama untuk mempersiapkan pengajuan perkara di muka hakim.
Keadaan memaksa pada pasal 468 ayat (2) itu bersifat subyektif artinya jika orang yang tertimpa malapetaka itu telah berusaha sebaik-baiknya untuk mencegah, tetapi malapetaka itu toh tidak terhindar, maka keadaan itu termasuk keadaan memaksa.
Terhadap barang-barang yang bernilai misalnya: emas, perak, intan, berlian, surat-surat berharga dll, pengangkut hanya bertanggungjawab bila sifat dan harga barang-barang tersebut diberitahukan terlebih dahulu kepada pengangkut (pasal 469).
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 38 menentukan bahwa: 1)
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Perusahaan angkutan di perairan wajib V - 37
telah disepakati. Pasal 41: 1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa: a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut; b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut; c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau d. kerugian pihak ketiga. 2) Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat
2)
3)
mengangkut penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan. Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan karcis penumpang dan dokumen muatan. Dalam keadaan tertentu Pemerintah memobilisasi armada niaga nasional.
Penjelasan Pasal 38 Ayat (1) : Ketentuan ini dimaksudkan agar perusahaan angkutan tidak membedakan perlakuan terhadap pengguna jasa angkutan sepanjang yang bersangkutan telah memenuhi perjanjian pengangkutan yang disepakati. Perjanjian pengangkutan harus dilengkapi dengan dokumen pengangkutan sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian internasional maupun peraturan perundangundangan nasional. Ayat (2): Yang dimaksud dengan “dokumen muatan” adalah Bill of Lading atau Konosemen dan Manifest. Ayat (3): Yang dimaksud dalam “keadaan tertentu” adalah
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 38
(1) huruf b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya. 3) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melaksanakan asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 42: 1) Perusahaan angkutan di perairan wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di
seperti bencana alam, kecelakaan di laut, kerusuhan sosial yang berdampak nasional, dan negara dalam keadaan bahaya setelah dinyatakan resmi oleh Pemerintah.
Pasal 40 menentukan bahwa: 1) Perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya. 2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati. Pasal 41 menentukan bahwa: 1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa: a. b. c.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
kematian atau lukanya penumpang yang diangkut; musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut; keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau V - 39
bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia. 2) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan. Tambahan Rumusan Lain Kewajiban Pengangkut • Pengangkut harus membawa barangbarang ke tempat tujuan dan memberikan dalam keadaan sesuai dengan kondisi ketika mereka menerimanya. • Pengangkut juga harus membawa tanpa ada penundaan. Tanggungjawab Pengangkut
d. kerugian pihak ketiga. 2) Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya. 3) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melaksanakan asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan Pasal 41 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “kematian atau lukanya penumpang yang diangkut” adalah matinya atau lukanya penumpang yang diakibatkan oleh kecelakaan selama dalam pengangkutan dan terjadi di dalam kapal, dan/atau kecelakan pada saat naik ke atau turun dari kapal, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Huruf b Tanggung jawab tersebut sesuai dengan perjanjian
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 40
•
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh hilangnya atau kerusakan barang serta dari keterlambatan dalam pengiriman jika kejadian yang menyebabkan kehilangan, kerusakan atau penundaan yang terjadi kecuali pengangkut dapat membuktikan ada keadaan terpaksa sehingga dapat terhindar dari tanggungjawab tersebut.
pengangkutan dan peraturan perundang-undangan. Huruf c Tanggung jawab tersebut meliputi antara lain memberikan pelayanan kepada penumpang dalam batas kelayakan selama menunggu keberangkatan dalam hal terjadi keterlambatan pemberangkatan karena kelalaian perusahaan angkutan di perairan. Huruf d Yang dimaksud dengan “pihak ketiga” adalah orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum yang tidak ada kaitannya dengan pengoperasian kapal, tetapi meninggal atau luka atau menderita kerugian akibat pengoperasian kapal. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan “asuransi perlindungan dasar” adalah asuransi sebagaimana diatur di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 41
Pasal 42 menentukan bahwa: 1) Perusahaan angkutan di perairan wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia. 2) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan.
Penjelasan Pasal 42 Ayat (1) Pelayanan khusus bagi penumpang yang menyandang cacat wanita hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia dimaksudkan agar mereka juga dapat menikmati pelayanan angkutan dengan baik. Yang dimaksud dengan “fasilitas khusus” dapat berupa penyediaan jalan khusus di pelabuhan dan sarana khusus untuk naik ke atau turun dari kapal, atau penyediaan ruang yang disediakan khusus bagi penempatan kursi roda atau sarana bantu bagi orang sakit yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi tidur.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 42
Yang dimaksud dengan “cacat” misalnya penumpang yang menggunakan kursi roda karena lumpuh, cacat kaki, atau tuna netra dan sebagainya. Tidak termasuk dalam pengertian orang sakit dalam ketentuan ini adalah orang yang menderita penyakit menular sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan “orang lanjut usia” adalah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3
Pembatasan tanggung jawab pengangkut
Pasal 470
Pasal 470 ayat (1) menentukan bahwa larangan bagi pengangkut memperjanjikan tidak bertanggungjawab sama sekali atau hanya bertanggungjawab sampai suatu batas harga tertentu, bagi kerugian yang disebabkan: (1) kurang diusahakannya pemeliharaan, perlengkapan, dan peranakbuahan terhadap kapal; (2) kurang diusahakannya kemampuan kapal untuk menyelenggarakan pengangkutan sesuai
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Isi pasal 470 harus disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi terutama dengan “Harter Act” dan “The Hague Rules”. Perlu diingat bahwa nilai “gulden” itu tidak sama dengan rupiah, sehingga perlu disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan konvensi internasional. Menurut The Hague Rules Pasal IV ayat (5) ditetapkan sebanyak f. 100, dan menurut perusahaan lainnya ditetapkan sebanyak U$ 500. Per koli. Menurut Protokol The Hague Rules tanggal 23 Februari 1968, jumlah tersebut diubah menjadi 10.000 – franc per koli atau 30 franc perkilogram dari berat kotor barang yang rusak atau hilang. Menurut Konvensi PBB tentang pengangkutan Barang Melalui laut 1978, Pasal 6 dan, 26, adalah 835 satuan uang per koli atau 2,5 satuan uang perkilogram dari berat kotor barang yang rusak atau hilang. Satuan uang ini menurut Pasal 26 Konvensi tersebut adalah Special Drawing Rights (SDR) yang nilainya ditetapkan oleh International Monetory Fund. Tiap satuan SDR itu sama dengan US.$.1, dengn nilai 0.81 gram emas (kurs satu ons V - 43
Batas-batas Tanggungjawab Pengangkut • Kewajiban pengangkut pada terjadinya kehilangan atau kerusakan barang, terbatas pada jumlah per paket atau unit pengiriman lainnya atau per kilogram berat kotor barang yang hilang atau rusak, yang diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. • Kewajiban dari pengangkut atas keterlambatan dalam
dengan perjanjian; (3) salah memperlakukan atau penjagaan terhadap barang yang diangkut; (4) jika ada janji-janji yang bermaksud demikian adalah batal.
Pasal 470 ayat (2) menentukan bahwa memperkenankan pengangkut memperjanjikan bahwa dia tidak akan bertanggungjawab lebih dari suatu jumlah tertentu untuk sepotong barang yang diangkutnya, keculai kalau kepadanya telah diberitahukan tentang sifat dan harga barang tersebut, sebelum atau pada waktu barang itu diterimanya. Adapun jumlah tertentu tersebut tidak boleh kurang dari enam ratus “gulden”.
emas seharga US.$.35;)
Mengenai pengertian “perlakuan yang salah terhadap barang” sebagaimana dimaksud pada Pasal 470 ayat (1) harus dipertegas sebagai perlakuan yang salah atau keliru terhadap barang itu sendiri, misalnya: meletakkan atau menumpuk berjenis-jenis barang dalam satu tempat, yang menurut sifatnya tidak boleh dipersatukan. Misalnya barang-barang besi yang dicampur dengan barang pecah belah.
Ketentuan Pasal 470 ayat (2) tidak berlaku bagi muatan curah, misalnya: minyak bumi, terigu, semen, dll, yang dimuatkan di kapal tidak dalam unit yang kecil-kecil, seperti dalam kaleng minyak, karung, drum-drum dll, tetapi seluruh muatan dicurahkan dalam ruangan muatan kapal sehingga dapat menghemat tempat.
Ketentuan dalam pasal 470 ayat (3) ada hubungannya dengan asas “pendaftaran”. Asas ini berisi bahwa bila pengangkut telah diberitahukan sifat dan harga barang muatan, maka pengangkut menerima tanggungjawab yang lebih besar terhadap barang muatan tersebut, dan akibatnya dia berhak menuntut uang angkutan lebih
Pasal 470 ayat (3) menentukan
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 44
•
pengiriman diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Dalam kasus apapun, kewajiban pengangkut yang akan diatur dalam peraturan pemerintah harus disesuaikan dengan merujuk ketentuan yang ada pada peraturan internasional.
bahwa memperkenankan pengangkut memperjanjikan, bahwa dia tidak akan memberikan susuatu ganti rugi, apabila sifat dan harga barang dengan sengaja diberitahukan secara keliru.
tinggi.
Pada intinya pengangkut tidak dilarang untuk membuat perjanjian untuk membebaskan diri dari tanggungjawab terhadap: (1) cacat tersembunyi pada badan atau mesin kapal, asal terbukti bahwa pemeliharaan dan perawatannya cukup baik; (2) kesalahan navigasi yang dilakukan oleh nakhoda atau awak kapal; (3) kesalahan pengurusan dan perlakukan terhadap kapal, sebagaimana yang dimaksud dalam “negligence clause”. Jadi pengangkut dapat mempejanjikan bahwa dia tidak bertanggungjawab pada barang muatan terhadap: a. kesalahan mengenai navigasi dan manajemen; b. tubrukan kapal atau kecelakaan dalam dok.
4
Perlindungan terhadap Pengirim Barang
Pasal 470a; 471; 517b.
Pasal 470-a menentukan bahwa Bila kerugian yang timbul itu disebabkan karena suatu cacat daripada alat pengangkutan atau susunannya, maka pengangkut dilarang membebaskan beban
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Pada hakikatnya pasal 470 bertujuan untuk melindungi pihak Pengirim barang, yang kedudukan ekonominya relatif lemah jika dibandingkan dengan kedudukan ekonomi pengankut. Hal ini disadari oleh pembentuk undang-undang sehingga menetapkan pasal-pasal yang fungsinya menegakkan ketentuan dalam pasal 470 V - 45
Perlindungan Terhadap Pengirim Barang • Jika sebuah kontrak telah disepakati dan telah berjalan, maka tanggung jawab
untuk membuktikan: (1) bahwa dia telah cukup mengusahakannya mengenai pemeliharaan peralatan dan peranakbuahan kapal; (2) bahwa alat pengangkutan itu mempunyai cukup kesanggupan untuk melakukan pengangkutan sesuai dengan perjanjian yang sudah ditutup.
tersebut yaitu pasal 470-a; 471; dan 517-b.
Pasal 471 itu adalah peraturan pelengkap, artinya pengangkut dapat memperjanjikan menyimpang dari ketentuan-ktentuan tersebut dalam Pasal 471.
Pasal 517-b merupakan aturan pemaksa, sehingga jika dilanggar syarat perjanjian tersebut batal demi hukum (artinya dianggap tidak pernah ada perjanjian tersebut).
Pasal 471 menentukan bahwa bila ada kesalahan atau kelalaian dari pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, maka pengangkut tidak dapat membebaskan tanggungjawabnya, keculai bila secara tegas telah diperjanjikan sebaliknya.
Pasal 517-b menentukan bahwa konosemen-konosemen yang isinya bertentangan isi Pasal 470 KUHD, tidak boleh dikeluarkan untuk pengangkutanpengangkutan yang berasal dari
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 46
terkait dengan barang yang akan dikirim sepenuhnya berada ditangan pengangkut, apabila terjadi sebuah kelalaian atau kesalahan yang mengakibatkan hilang atau rusaknya barang yang dikirim tersebut, maka hal tersebut sepenuhya akan menjadi tanggung jawab pengangkut, kecuali terdapat suatu keadaan yang di luar kuasa pengangkut (keadaan memaksa) yang mengakibatkan rusak atau hilangnya barang yang akan dikirim. • Pengecualian tanggung jawab pengangkut atau orang yang diperkerjakan terhadap barang yang dikirim, yaitu : 1. Barang yang
pelabuhan-pelabuhan Indonesia.
2.
3.
dikirim tersebut berbeda atau tidak sesuai dengan barang yang telah disepakati dalam kontrak, baik berupa bentuk, nilai, sifat, karakter dan fungsinya. Ada perjanjian pengecualian yang secara tegas terdapat dalam kontrak tersebut dan telah disepakati dan diketahui oleh para pihak. Terkait dengan pengiriman barang berbahaya, maka pengirim harus memenuhi semua ketentuan yang telah diatur, yaitu :
Barang-barang berbahaya 1. Pengirim harus menandai atau
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 47
2.
3.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 48
label barang sebagai berbahaya. Pengirim harus memberitahukan kepadanya tentang karakter dari barang berbahaya dan jika perlu, tindakan pencegahan harus diambil. Jika pengirim tidak mampu menerangkanya kepada pengangkut yang sebenarnya tidak memiliki pengetahuan tentang karakter barang berbahaya tersebut, apabila barang tersebut hancur atau rusak, maka tidak terdapat pembayaran kompensasi atas hancur dan hilangnya barang
tersebut Jika pengirim tidak dapat mematuhi ketentuan yang telah disepakati, maka pengangkut tidak bertanggung jawab 5. Para pelayan atau agen pengirim tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan sebagaimana dimaksud dalam ayat di atas, kecuali kerugian atau kerusakan disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian yang mereka lakukan. Pemberitahuan tentang kehilangan dan kerusakan. 4.
5
Cara Menentukan Ganti Kerugian
Pasal 472477
Muatan isi pasal tersebut dapat diperinci sebagai berikut: a.
Bila suatu barang muatan tidak dapat diserahkan kepada penerimanya, maka pengangkut harus menggantinya dengan
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Pasal 472-477 sebenarnya terkait dengan Pasal 468 ayat (2) yang menentukan bahwa pengangkut diwajibkan mengganti segala kerugian yang disebabkan karena: a. b.
barang tersebut seharusnya atau sebagain tidak dapat diserahkannya, terjadi kerusakan pada barang itu, V - 49
•
Nota pemberitahuan tentang kehilangan dan kerusakan secara umum diberitahukan
b.
harga barang sejenis, senilai dan sekeadaan pada saat barang, yang tidak dapat diserahkan itu harus diserahkan pada penerimanya, dikurangi dengan ongkos-ongkos untuk membayar pajak, uang angkutan dan biayabiaya lain, yaitu biayabiaya yang harus dikeluarkan oleh penerima, seandainya barang-barangtersebut telah diterimanya degan baik (Pasal 472 ayat (1)) Bila tidak diserahkannya barang muatan itu karena suatu sebab, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pengangkut, maka jumlah ganti kerugian itu diukur dengan harga barang muatan yang sejenis, senilai dan sekeadaan pada saat barang-barang muatan itu diserahkan kepada pengangkut (pasal 472 ayat (2)
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
c. d. e.
malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicega cacat dari barang tersebut kesalahan dari yang mengirimkannya.
Sebenarnya Pasal 472 dan 473 itu merupakan pengkhususan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan pasal 1246, 1247, dan 1248 KUHPdt, bahwa yang harus diganti adalah: a. b.
Kekayaan yang menjadi berkurang (verlies) Tidak diterimanya keuntungan yang diharapkan, sebagai akibat langsung dari hal tidak terlaksananya suatu perjanjian yang dapat diperkirakan sebelumnya.
V - 50
•
secara tertulis oleh penerima barang kepada pengangkut sebelum barang berada ditangan penerima disertai dengan bukti dokumen yang menunjukan bawah kondisi barang sebelumnya tidak rusak dan dalam kondisi baik. Di mana kerugian atau kerusakan tidak jelas, ketentuan pasal di atas diterapkan sejalan jika pemberitahuan tertulis tidak diberikan dalam waktu 15 hari berturut-turut setelah hari pada saat barang diserahkan kepada penerima barang.
c.
6
Pembatasan Pemberian Ganti
Pasal 474, 475, 476
Bila barang muatan itu rusak, maka junlah ganti rugi itu seperti yang ditetapkan pada pasal 472, dikurangi dengan harga barang yang rusak itu, selanjutnya dikurangi lagi dengan biaya-biaya lain, yakni: pajak, uang angkutan dan ongkosongkos lain (Pasal 473) yang seharusnya dikeluarkan oleh penerima, seandainya barang-barang itu telah diterima dengan utuh; d. Bila pengangkut terlambat menyerahkan barang kepada pengirim, maka dia berkewajiban untuk memberi ganti rugi. Tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan itu tidak mungkin dihindarkan, maka dia bebas dari pembayaran ganti rugi itu (pasal 477). Ketentuan pembatasan jumlah ganti rugi dapat diperinci
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Bila jumlah ganti kerugian sebagai yang diharuskan oleh Pasal 468 itu tidak dibatasi, maka ada V - 51
Pembatasan Pemberian Ganti Rugi bagi
Rugi bagi Pengangkut
dan 477
sebagai berikut: 1.
2.
Bila pengangkut adalah juga pengusaha kapal, maka kewajiban pengangkut ini untuk mengganti kerugian terbatas pada jumlah maksimum 50 “gulden” pada tiap-tiap meter kubik isi bersih dari kapalnya, ditambah dengan isi ruangan mesin (pasal 474 KUHD). Dengan demikian pengangkut/pengusaha kapal sejak semula sudah dapat memperhitungkan risiko yang menjadi bebannya dan diasuransikan pada perusahaan asuransi yang bonafide. Bila pengangkut bukan pengusaha kapal, maka kewajiban pengangkut untuk membayar ganti kerugian terbatas pada jumlah seperti yang ditentukan oleh pasal 474 KUHD, sekedar yang dapat ditun-tutkan kepada pengusaha kapal. Ingat, bahwa pengangkut yang bu-
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
kemungkinan pengangkut akan menderita rugi dan mungkin jatuh pailit, akibatnya tidak ada orang yang sanggup untuk menjadi pengangkut. Agar hal yang terakhir ini tidak terjadi, maka pembentuk undangundang membatasi jumlah ganti kerugian tersebut. Jadi, pembatasan ganti kerugian dapat dilakukan oleh pengangkut sendiri dengan cara mengadakan klausula dalam perjanjian pengangkutan, konosemen atau charter-party, dan oleh pembentuk undang-undang dengan adanya pasal 474 yang isinya adalah sebagai berikut: apabila pengangkut itu adalah juga pengusaha kapal, maka jumlah ganti kerugian pada barang-barang yang diangkut dengan kapal yang bersangkutan, terbatas sejumlah 50 (gulden) per meter kubik isi bersih kapal tersebut ditambah dengan isi ruangan mesin.
Pembatasan jumlah ganti kerugian tersebut diatur dalam pasal 474, 475, 476 dan 477 tersebut mernbedakan antara pengangkut yang juga menjadi pengusaha kapal dan pengangkut yang bukan pengusaha kapal. Pengusaha kapal adalah selalu pengangkut dan dari sebab itu dia bertanggung jawab atas semua barang yang diangkutnya dengan kapal tersebut. Tetapi pengangkut yang bukan pengusaha kapal adalah pengangkut dari sebagian muatan kapal atau beberapa potong dari padanya. Oleh sebab itu pertanggung jawaban pengangkut yang bukan pengusaha kapal ini tidak digantungkan pada V - 52
Pengangkut •
kewajiban pengangkut kerugian sebagai akibat dari kehilangan atau kerusakan barang dibatasi sampai dengan jumlah yang setara dengan 835 unit akun per paket atau unit pengiriman lainnya atau 2,5 unit per kilogram berat kotor barang yang hilang atau rusak, mana yang lebih tinggi.
•
Tanggung jawab pengangkut atas keterlambatan dalam pengiriman dibatasi sampai dengan jumlah yang setara dengan dua setengah kali pengiriman yang dibayar dari barang tertunda, tetapi tidak melebihi barang total hutang di bawah
3.
4.
kan pengusaha kapal itu hanya bertanggung jawab atas sebagian dari barangbarang muatan yang diangkut dengan kapalnya pengusaha kapal. Kalau ada perselisihan antara pengangkut dengan pengirim, maka pengangkut harus membuktikan sampai jumlah maksimum mana dia berkewajiban membayar ganti kerugian (pasal 475 KUriD). Kalau kerugian itu disebabkan karena tindakan kesengajaan atau kesalahan pengangkut, maka penggantian kerugian itu tidak ada batasnya, artinya seluruh kerugian harus diganti. Segala janji yang bertentangan dengan ketentuan tersebut adalah batal (pasal 476 KUHD). Jadi, ketentuan dalam pasal tersebut bersifat memaksa. Bila pengangkut atau pengusaha kapal dalam
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
kemampuan kapal untuk memuat, tetapi dihubungkan dengan hak tuntutannya kepada pengusaha kapal.
Pembatasan jumlah kerugian ini tidak berlaku bagi tiap-tiap peristiwa, tetapi bertalian dengan semua barang-barang muatan yang diangkut bersama-sama dalam kapal yang bersangkutan. Hal ini menjadi penting, bila dalam pelayaran yang sama terjadi beberapa sebab yang menimbulkan kerugian, tetapi selalu barang lain yang tertimpa kerugian. Keseluruhan jumlah ganti kerugian yang harus dibayar oleh pengangkut inilah yang dibatasi oleh undang-undang. Dengan begini maka tercapailah tujuan dari ketentuan undang-undang, dengan mana pengangkut dapat memperhitungkan seluruh risiko yang menjadi bebannya
kontrak pengangkutan barang melalui laut. •
Kehilangan hak untuk membatasi tanggungjawab : •
V - 53
Dalam hal apapun kewajiban total pengangkut, di bawah kedua sub-ayat di atas dari ayat ini, melebihi batasan yang akan dibuat berdasarkan sub-ayat pertama untuk total kerugian dari barang-barang.
Pengangkut tidak berhak mendapat manfaat dari terbatasnya tanggungjawab jika terbukti bahwa kerugian, kerusakan atau keterlambatan pengiriman akibat perbuatan atau kelalaian pengangkut yang dilakukan
suatu perkara perdata di muka Hakim, ingin mempergunakan ketentuanketentuan dalarn pasal-pasal tersebut di atas, yakni pasalpasal 474, 475 dan 476 KUHD, maka pengangkut/pengusaha kapal harus menitipkan lebih dulu sejumlah uang sebanyak batas tanggung jawabnya itu kepada Kepaniteraan Pengadilan Negeri di tempat kapal itu didaftarkan, dengan permintaan agar Hakim Ketua mengangkat Hakim Komisaris bagi perkara perdata yang bersangkutan (pasal 316-a Reglement Burgerlijke Rechtsvordering).
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
dengan maksud untuk menimbulkan kerugian kerusakan, seperti atau menunda, atau sembarangan dan dengan pengetahuan bahwa kerugian, kerusakan atau keterlambatan mungkin akan terjadi. •
V - 54
Seorang pekerja atau agen dari pengangkut tidak berhak mendapat manfaat dari terbatasnya tanggung jawab jika terbukti bahwa kerugian, kerusakan atau keterlambatan pengiriman akibat perbuatan atau kelalaian dari pekerja atau agen, dilakukan dengan sengaja menyebabkan kerugian, kerusakan atau keterlambatan, atau sembarangan dan dengan mengetahui bahwa kerugian,
kerusakan atau keterlambatan mungkin akan terjadi.
7
Hak Pengangkut Mendapatkan Ganti Rugi
Pasal 478 dan 479
Dalam pasal-pasal tersebut ditentukan bahwa pengangkut berhak menuntut ganti kerugian kepada pengirim atau penerima, bila: 1. pengangkut menderita rugi karena surat-surat yang diperlukan untuk pengangkutan tidak diberikan secara lengkap oleh pengirim;
Pasal 472 sampai dengan 477 memberikan kemungkinan kepada pengirim atau penerima untuk menuntut ganti kerugian kepada pengangkut. Tetapi sebaliknya dalam beberapa hal, pengangkut diberi hak untuk menuntut ganti kerugian kepada pengirim atau penerima berdasarkan Pasal 478 dan 479. Ketentuan tersebut berdasarkan asas keseimbangan atau keadilan
Hak Pengangkut Mendapatkan Ganti Rugi •
Pengangkut mempunyai hak atas ganti rugi yang diderita karena tidak diserahkannya suratsurat sebagaimana mestinya yang menjadi syarat untuk mengangkut barang itu. Dia bertanggung jawab untuk mematuhi undangundang dan peraturan pemerintah mengenai barang itu, bila suratsurat dan pemberitahuan yang diberikan kepadanya memungkinkannya untuk itu.
•
Pengangkut
2. pengangkut menderita rugi karena sifat dan wujud barangnya tidak diberitahukan dengan sebenarnya; 3. Kalau barang-barang muatan itu ternyata membahayakan
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 55
muatan lain atau kapal, ataupun berwujud barang selundupan, maka pengangkut berhak untuk memusnahkan tanpa kewajiban untuk mengganti kerugian.
mempunyai hak atas penggantian kerugian yang dideritanya akibat diberikan kepadanya pemberitahuan yang tidak betul atau tidak lengkap mengenai waktu dan sifat-sifat barang, kecuali bila dia telah mengenal atau seharusnya mengenal watak dan sifat-sifat itu. •
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 56
Pengangkut setiap waktu dapat melepaskan dirinya dari barang-barang yang menimbulkan bahaya bagi muatan atau kapalnya, juga dengan cara menghancurkannya tanpa diharuskan mengganti kerugian karena hal itu. Hal ini berlaku jika terhadap barang-barang yang dianggap sebagai barang selundupan,
bila kepada pengangkut diberikan pemberitahuan yang tidak betul dan tidak lengkap mengenai barang-barang itu. Berdasarkan Pasal 478 dan 479, maka terdapat beberapa faktor yang melegalkan pengangkut mendapatkan ganti rugi dari konsumen, yaitu :
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 57
1.
Karena suratsurat yang diperlukan untuk pengangkutan tidak diberikan secara lengkap oleh pengirim
2.
Karena sifat dan wujud barangnya tidak diberitahukan dengan sebenarnya
3.
Barang muatan itu ternyata
membahayakan muatan lain atau kapal, ataupun berwujud barang selundupan. Apabila ditinjau dari sisi keadilan dan keseimbangan antara hak pengangkut dan konsumen dalam hak mendapatkan ganti rugi, maka pasal 478 dan 479 dirasa sudah relevan dan memenuhi dari sisi keadilan. Namun perlu ditambah masukan dari Pasal 3 ayat 5 International Convention For The Unification of certain rules of law Relating to bills of lading yang berbunyi : Pasal 3 ayat 5 •
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 58
Pengirim dianggap telah menjamin keakuratan berita barang pada saat
pengiriman, jumlah kuantitas tanda, dan berat, seperti yang diberikan pengirim, dan pengirim harus mengganti rugi pengangkut terhadap semua kerugian, kerusakan dan biaya yang timbul akibat atau ketidakakuratan dalam keterangan tersebut. Hak pengangkut atas ganti rugi tidak memiliki batasan tanggung jawab dan kewajiban sesuai dengan kontrak pengangkutan. 8
Barang-Barang Muatan yang Tidak Dapat Sampai di Tempat Tujuan
Pasal 480
Pasal ini pada pokoknya mengatur: 1. Kalau karena keadaan setempat, kapal tidak atau tidak dalam jangka waktu yang sepatutnya dapat mencapai tempat tujuan terakhir, maka wajiblah pengangkut atas biaya sendiri, mengusahakan
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Barang-barang muatan harus diserahkan kepada penerima di tempat tujuan terakhir. Tetapi karena adanya beberapa sebab, barang-barang muatan itu tidak dapat sampai di tempat tujuan terakhir. Jika demikian maka berlaku Pasal 480 tersebut. Untuk dapat memanfaatkan klausul tersebut, adalah penting bahwa tempat yang tidak aman itu ada hubungannya dengan situasi di pelabuhan tujuan, atau tempat yang tidak aman itu berdekatan secara langsung dengan pelabuhan tujuan, dalam arti: berlakunya V - 59
Hak untuk menuntut pengiriman • Dalam kasus di mana suatu bill of lading telah diterbitkan, hanya pemegang daripadanya yang tepat dapat menuntut pengiriman barang dari pengangkut sesuai dengan bill of
mem-bawa barang-barang yang diangkut itu ke tempat tujuan terakhir ' # dengan mempergunakan kapal-kapal kecil (lichters) atau dengan cara lain.
klausul itu tidak boleh diperluas sampai pada peristiwa bahwa tempat yang tidak aman itu terletak jauh dari pelabuhan tujuan dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan pelabuhan tujuan tersebut.
2. Bilamana telah diperjanjikan bahwa pengangkut tidak usah mengangkut lebih jauh daripada tempat yang dipandang aman untuk berlabuh, maka pengangkut berhak menyerahkan barangbarang muatan itu di tempat yang paling dekat daripada tempat tujuan, yang memenuhi syaratsyarat keamanan tersebut di atas, kecuali bila halangan itu bersifat sementara, sehingga halangan itu hanya mengakibatkan penghentian sebentar saja. Rumusan klausul perjanjian
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 60
lading, kecuali cara di mana dia telah menjadi pemegang bill of lading adalah melanggar hukum.
semacam ini lazim ditulis: “or so near thereunto as she may get and always lay afloat”, atau rumusan: “as far as the steamer can safely get” 9
Menghitung, Mengukur dan Menimbang barang di Tempat Tujuan
Pasal 481
Pasal ini mengatur bahwa bila barang-barang muatan sudah sampai di tempat tujuan terakhir, maka perlu dikontrol apakah barang-barang yang akan diserahkan kepada penerima itu jumlahnya, besarnya dan beratnya sesuai dengan yang disebut dalam surat angkutan atau konosemen. Bila di pelabuhan terakhir itu ada petugas-petugas yang berwenang untuk mengawasi penghitungan, pengukuran dan penimbangan barang, maka pengangkut atau penerima dapat minta supaya penghitungan, pengukuran dan penimbangan barang-barang yang akan diserahkan itu diawasi oleh petugas yang berwenang tersebut. Hasil penghitungan, pengukuran dan penimbangan
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Tugas pejabat yang berwenang tersebut di atas, bukanlah melakukan sendiri perbuatan penghitungan, pengukuran dan penimbangan sebagai seorang ahli, tetapi hanya mengawasi penghitungan, pengukuran dan penimbangan, yang dilakukan oleh salah satu pihak yang bersangkutan. Biaya tentang pengawasan itu dibebankan kepada kedua belah pihak, masing-masing separuh.
V - 61
Menghitung, Mengukur dan Menimbang barang di Tempat Tujuan • Penghitungan, pengukuran dan penimbangan dilakukan oleh organ pengawas yang ada sebagai tim ahli. • Hasil penghitungan, pengukuran dan penimbangan itu mengikat kedua belah pihak sebagaimana yang terdapat dalam perjanjian atau dokumen terkait, kecuali bila terbukti ada kekeliruan atau kesalahan.
itu mengikat kedua belah pihak, kecuali bila terbukti ada kekeliruan atau kesalahan. 10
Menyelidiki Keadaan BarangBarang dan Menaksir Besarnya Kerugian oleh Tim Ahli
Pasal 483, 484, 489, 490
Bila ada perselisihan sengketa antara pengangkut dengan penerima mengenai keadaan barang yang diserahkan atau mengenai taksiran besarnya kerugian, maka baik pengangkut maupun penerima berhak minta diadakan pemeriksaan oleh Hakim setempat. Kalau di tempat tidak ada pengadilan negeri, maka permintaan dapat diajukan kepada Kepala Pemerintahan Daerah di tempat, di mana dilakukan penyerahan barang-barang. Hakim atau Kepala Pemerintahan Daerah setempat mengangkat beberapa orang ahli (team ahli) yang bertugas untuk menyelidiki keadaan barang-barang atau menaksir besarnya kerugian (pasal 483). Hal ini semua dilakukan setelah pihak lawan atau wakilnya didengar atau dipanggil dengan sepatutnya. Pelaksanaan penyelidikan ini tidak boleh mengganggu rencana
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Apabila diklasifikasskan berdasarkan fungsi dan tugas para pihak/pejabat yang berwenang dalam hal terdapatya perselisihan antara pengangkut dengan penerima mengenai keadaan barang yang diserahkan atau mengenai taksiran besarnya kerugian, maka apabila diklasifikasikan berdasarkan kompetensinya masing-masing, yaitu : 1.
Tim Ahli bertugas sebagai badan/tim yang khusus untuk pemeriksaan dan penaksiran besarnya kerugian oleh tim ahli.
2.
Kepala Pengadilan Negeri atau Kepala Pemerintah Daerah setempat berfungsi: •
sebagai dewan pengawasan atau kontroler terhadap pemeriksaan dan penaksiran besarnya kerugian oleh tim ahli.
•
Sebagai pemutus dan eksikutor dalam menetukan pihak mana yang benar, apakah sipengangkut ataupun pihak penerima, yang hasil putusan tersebut berdasarkan pada investegasi para tim ahli.
V - 62
Pemberitahuan kerugian, kerusakan atau keterlambatan saat penyerahan barang. • Pemberitahuan kerugian atau kerusakan, menentukan sifat umum dari kerugian atau kerusakan, diberikan secara tertulis oleh penerima untuk pengangkut selambat-lambatnya pada hari kerja setelah hari pada saat barang diserahkan kepada penerima tersebut, selama ini prima facie bukti pengiriman oleh pembawa barang seperti yang dijelaskan dalam dokumen transportasi atau, jika tidak ada dokumen tersebut
perjalanan kapal yang sudah ditentukan. Hal ini mudah dilakukan bila pengangkut itu mempunyai wakil atau agen di tempat berperkara (pasal 484). Keputusan team ini mengikat kedua belah pihak.
•
Bila penerima menyangka bahwa barang-barangnya mendapat kerusakan pada waktu barang itu ada di kapal, maka dia dapat minta agar diadakan pemeriksaan Hakim, pada waktu atau sebelum barang-barang itu diterimanya, misalnya: bagaimana barang-barang itu ditempatkan di kapal dan tentang sebab-sebab timbulnya kerusakan itu. Pemeriksaan ini harus dijalankan oleh orangorang ahli (team ahli) yang diangkat oleh Kepala Pengadilan Negeri atau Kepala Pemerintah Daerah setempat, di mana penyerahan itu dilakukan. Tetapi pemeriksaan ini tidak diperbolehkan bila mengakibatkan terlambatnya
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
•
• V - 63
telah diterbitkan, dalam kondisi baik. Di mana kerugian atau kerusakan tidak jelas, ketentuan ayat di atas pasal ini berlaku Sejalan jika pemberitahuan tertulis tidak diberikan dalam waktu 15 hari berturut-turut setelah hari pada saat barang diserahkan kepada penerima barang. Jika keadaan barang pada saat mereka diserahkan kepada penerima barang telah menjadi subyek dari survei bersama atau pemeriksaan oleh pihak, pemberitahuan secara tertulis tidak perlu diberikan kehilangan atau kerusakan dipastikan selama survei atau inspeksi. Dalam kasus kerugian
perjalanan kapal (pasal 489). Hal ini dapat diatasi, bila team ahli yang me-meriksa keadaan cara penempatan barang di kapal itu, kalau perlu, turut serta dalam kapal, bilamana kapal itu terpaksa harus berangkat dari pelabuhan, dan pulang kembali kalau pemeriksaan dianggap sudah selesai.
•
Biaya-biaya pemeriksaan Hakim yang dimaksudkan dalam pasal 483 dan 489, seperti tersebut di atas, dibebankan kepada pemohonnya. Tetapi walaupun demikian, bila keputusan Hakim mewajibkan pengangkut mengganti kerugian yang telah dibuktikan itu, apabila ada alasan, maka Hakim boleh membebankan biaya-biaya pemeriksaan itu kepada pengangkut (pasal 490 KUHD). •
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 64
aktual atau ditangkap atau merusak pembawa dan penerima harus memberikan semua fasilitas yang wajar satu sama lain untuk memeriksa dan menghitung-hitung barang. Tidak ada kompensasi yang akan dibayarkan kerugian sebagai akibat dari keterlambatan dalam pengiriman kecuali pemberitahuan telah diberikan secara tertulis kepada pengangkut dalam waktu 60 hari berturut-turut setelah hari pada saat barang diserahkan kepada penerima barang. Jika barang telah disampaikan oleh pembawa yang sebenarnya, setiap
•
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 65
pemberitahuan yang diberikan akan memiliki efek yang sama seolah-olah itu telah diberikan kepada Pengangkut, dan pemberitahuan yang diberikan kepada Pengangkut akan berlaku seolaholah diberikan kepada aktual seperti Pengangkut. Kecuali pemberitahuan kerugian atau kerusakan, menentukan sifat umum dari kerugian atau kerusakan, diberikan secara tertulis oleh Pengangkut atau Pengangkut sebenarnya untuk pengirim tidak lebih dari 90 hari berturutturut setelah terjadinya kerugian atau kerusakan atau
setelah pengiriman barang sesuai dengan ayat di atas, mana yang lebih dulu, kegagalan untuk memberikan pemberitahuan tersebut adalah bukti prima facie bahwa pengangkut yang sebenarnya telah dipertahankan tidak ada kerugian atau kerusakan karena kesalahan atau kelalaian dari pengirim, atau pekerja agen. Dalam hal wilayah yurisdiksi jika terjadi sengketa, maka dapat mengacu pada : • Dalam proses pengadilan yang berkaitan dengan pengangkutan barang penggugat, untuk pemilihihan lembaga pengadilannya
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 66
mengacu pada negara tempat pengadilan itu bertempat, adapun kompeten dan wilayah yurisdiksi terletak pada tempattempat berikut: 1. tempat utama bisnis atau tempat tinggal tergugat, atau 2. tempat di mana kontrak dibuat ketentuan bahwa tergugat telah ada tempat usaha, cabang atau agen melalui kontrak yang telah dibuat, atau 3. pelabuhan muat atau pelabuhan pembongkaran; atau tempat tambahan yang ditunjuk untuk tujuan tersebut dalam kontrak pengangkutan melalui laut atau
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 67
4.
11
Kekurangan atau Kerusakan yang Tidak dapat Dilihat dari Luar
Pasal 483, 485, 485, 486, 487
Jika pada waktu barang-barang muatan itu diserahkan kepada penerima tidak diadakan pengawasan dan pemeriksaan seperti dimaksud pada pasal 481 dan 483 KUHD, maka harus dianggap bahwa barang-barang itu telah diserahkan kepada penerima dengan tidak ada kekurangan dan kerusakan. Kalau kekurangan atau kerusakan itu dapat dilihat dari luar,maka pada saat barangbarang itu diterimakan, penerima segera memberitahukan secara tertulis kepada pengangkut. Tetapi bila kekurangan atau kerusakan itu tidak dapat dilihat dari luar, maka penerima hanya mendapat
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
melalui arbitrase. baik yang tertuang dalam acta compromise maupun pactum de compromitendo.
Kerugian atau kerusakan tidak jelas • Di mana kerugian atau kerusakan tidak jelas, ketentuan yang diterapkan Sejalan jika pemberitahuan tertulis tidak diberikan dalam waktu 15 hari berturut-turut setelah hari pada saat barang diserahkan kepada penerima barang.
V - 68
waktu dua hari sejak hari diterimanya, untuk menyelidiki tentang kekurangan atau kerusakan itu. Kalau ternyata diketemukan kekurangan atau kerusakan dalam jangka waktu tersebut, maka penerima harus memberitahu pengangkut selambat-lambat-nya pada hari ketiga sesudah penerimaan barang-barang itu. Pada surat pemberitahuan itu harus diuraikan pada garis besarnya tentang kekurangan dan kerusakan itu. Dalam istilah kerusakan itu termasuk juga kehilangan isi seluruhnya atau sebagian (pasal 485 dan 486 KUHD). Sedangkan tuntutan hukum untuk mendapat ganti kerugian dari kekurangan atau kerugian itu harus diajukan sebelum lampau jangka waktu satu tahun semenjak barangbarang itu diserahkan atau semenjak barang-barang itu sedianya diserahkan kepada penerima (pasal 487 KUHD). 12
Penerima atau pengirim Wajib
Pasal 491,
Menurut Pasal 491, jika barangbarang muatan sudah diserah-
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Di Indonesia adalah merupakan suatu kebiasaan, bila pengirim menyerahkan barang-barang angkutan V - 69
Penerima atau pengirim Wajib Membayar Uang
Membayar Uang Angkutan
492
kan, maka penerima wajib membayar uang angkutan. Pengirim dan penerima, walaupun masing-masing bukan peserta debitur atas lainnya, toh keduanya berkewajiban untuk membayar uang angkutan, sedemikian rupa, bila salah seorang telah membayar, lainnya bebas dari kewajiban itu.
kepada pengangkut, maka dia harus membayar uang angkutan terlebih dulu, jadi, pengirim tidak diwajibkan membayar uang angkutan tersebut.
•
Penerima atau pengirim barang wajib membayar uang angkutan, baik dengan cara membayarnya lebih dahulu atau kemudian.
•
Pengangkut berhak minta pembayaran uang angkutan dan mempunyai hak retensi, artinya pengangkut berhak menahan barang sebagai jaminan dari pembayaran uang angkutan. Hal tersebut sebagai jaminan agar penerima atau pengirim mau Membayar Uang Angkutan.
•
Biaya-biaya untuk melakukan pengukuran,
Pengangkut berhak minta pembayaran uang angkutan dan mempunyai hak retensi, arti-nya pengangkut berhak menahan barang sebagai jaminan dari pembayaran uang angkutan. Hal tersebut sebagai jaminan agar penerima atau pengirim mau Membayar Uang Angkutan
Pengangkut berhak minta pembayaran uang angkutan (uang tambang), tetapi tidak mempunyai hak retensi (pasal 493 KUHD), arti-nya pengangkut tidak berhak menahan barang sebagai jaminan dari pembayaran uang angkutan, tetapi pengangkut dapat menuntut jaminan dari penerima bahwa uang angkutan pasti akan dibayar. Perselisihan mengenai besar kecilnya barang jaminan ini dapat diajukan kepada Hakim pada Pengadilan Negeri setempat. Juga bila ada perselisihan mengenai jumlah uang angkutan yang harus dibayar, harus diajukan kepada
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Angkutan
V - 70
Hakim Pengadilan Negeri setempat (Pasal 494), sedangkan biaya lainnya yang tidak menjadi perselisihan harus dibayar sekaligus oleh penerima.
penimbangan atau penghitungan pada waktu barang-barang itu diserahkan kepada penerima, kecuali apabila di pelabuhan yang bersangkutan berlaku suatu kebiasaan yang menyimpang
Bila uang angkutan itu digantungkan pada ukuran, berat atau jumlah barang yang harus diangkut, maka uang angkutan itu harus dihitung menurut ukuran, berat atau jumlah barang sewaktu diserahkan kepada penerima, kecuali jika temyata bahwa' ukuran, berat dan jumlah barang muatan menjadi lebih kecil, dalam hal mana perhitungan harus dilakukan menurut angka-angka yang lebih kecil tersebut (pasal 492 ayat(l) KUHD).
Tiga point di atas berdasarkan pengaturan Penyimpanan
Biaya-biaya untuk melakukan pengukuran, penimbangan atau penghitungan pada waktu barang-barang itu diserahkan kepada penerima, dibebankan kepada pengangkut, kecuali apabila di pelabuhan yang bersangkutan berlaku suatu kebiasaan yang menyimpang
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 71
•
Pengangkut memiliki hak retensi pada barang yang di tangannya sehubungan dengan pelaksanaan kontrak pengangkutan.
•
Pengangkut berhak menggunakan hak retensi terhadap siapapun yang menuntut pengiriman barang atau penyerahan dokumen.
(pasal 492 ayat (2) KUHD).
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 72
•
Namun,dia tidak memiliki hak retensi terhadap pihak ketiga jika, pada saat dia menerima barang untuk pengiriman, dia tahu atau seharusnya tahu bahwa pengirim tidak berhak vis-a-vis pihak ketiga untuk menempatkan barang bersangkutan di pembuangan pengangkut untuk pengangkutan.
•
Pengangkut dapat melaksanakan hak retensi untuk semua uang karena dia atau yang akan jatuh tempo kepadanya oleh penerima di bawah kontrak pengangkutan sebagai Weli seperti untuk pembayaran rata-rata umum yang akan disumbangkan oleh barang tersebut.
•
13
Jika penerima tidak Datang Mengambil Barang Kiriman
Pasal 495, 496, 497
Bila penerima tidak datang untuk mengambil barangbarangnya, atau tidak mau memberi jaminan bagi pembayaran uang angkutan atau karena sebab-sebab lain, maka pengangkut dapat menyimpan barang-barang yang bersangkutan dalam gudang pelabuhan atas tanggungan penerima atau pengirim (pasal 495).
Dari ketentuan ini dapat diambil kesimpulan bahwa pengirim juga masih dapat dipertanggungjawabkan mengenai uang angkutan, bilamana uang angkutan tidak dapat diselesaikan di tempat tujuan terakhir.
Kalau barang-barang itu tidak tahan lama (lekas busuk), maka
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 73
Hak retensi dapat dihilangkan segera setelah pembawa telah menerima pembayaran dari jumlah yang tidak dalam sengketa dan keamanan yang memadai telah diberikan untuk jumlah yang masih dalam sengketa atau belum dapat diperbaiki.
Ketidakmungkinan pengiriman • Jika orang yang berhak untuk pengiriman gagal untuk muncul, menolak untuk menerima barang atau Jika mereka telah terpasang, dan juga jika Pengangkut memiliki Hanya alasan untuk percaya bahwa pemegang bill of lading yang telah
pengangkut atau penyimpan, atas izin Hakim Pengadilan setempat, dapat menjual barangbarang tersebut, sedang hasilnya diambil sebagian untuk membayar uang angkutan (pasal 496). Apabila hasil-penjualan tersebut tidak mencukupi untuk membayar uang angkutan, maka pengangkut masih dapat menuntut sisa uang angkutan itu kepada pengirim barang (pasal 497).
•
Kalau barang-barang sudah terlanjur diserahkan kepada penerima tanpa jaminan atas uang angkutan, pengangkut masih diberi hak untuk minta pensitaan barang-barang yang sudah diserahkan itu kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat (pasal 500).
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
•
V - 74
menuntut pengiriman tidak berhak itu, Pengangkut dapat menyimpan barangbarang dengan orang ketiga di tempat yang cocok penyimpanan untuk account dan resiko orang yang berhak atas barang. dalam kasus sengketa pembawa dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan meminta penunjukan orang ketiga tersebut, atau meminta cuti untuk menjaga barang dalam kapal sendiri. Orang yang memiliki barang-barang di gudang dan orang yang berhak untuk pengiriman terikat satu sama lain seolaholah kontrak untuk penyimpanan telah disepakati juga di antara mereka, tetapi
14
Penerima Dilarang membebaskan Diri Dari kewajibannya membayar Uang Angkutan Dengan Cara Abandonemen
Pasal 502
Pasal ini mengatur bahwa penerima dilarang untuk membebaskan diri dari kewajibannya membayar uang angkutan dengan cara melepaskan haknya atas barangbarang yang sedianya akan diserahkan kepadanya (abandonne-ment).
Pasal 502 KUHD ini sesuai dengan Pasal 1389 KUHPdt, yang berbunyi: “Tiada seorang kreditur pun dapat dipaksa menerima sebagai pembayaran, suatu barang lain daripada barang yang terutang, meskipun barang yang ditawarkan itu sama nilai, bahkan mungkin harganya lebih.” Dalam soal ini pengangkut tidak boleh dipaksa untuk menerima barang-barang yang diangkut sebagai ganti dari uang angkutan, betapapun harga barang-barang itu lebih banyak daripada uang angkutan yang diharapkan.
•
15
Konosemen (Bill of Lading)
Pasal 504517
Mengenai konosemen itu diatur dalam pasal 504-517). Bila pengirim menyerahkan barangbarangnya kepada pengangkut untuk diangkut, maka pengirim mendapat tanda terima (ontvangbe-wijs). Bila pengirim menghendaki, tanda terima tersebut dapat ditukarkan dengan konosemen (cognossement)-(Pasal 504).
Rasio dari penukaran ini ialah karena surat tanda terima itu hanya merupakan surat tanda bukti penerimaan barang-barang angkutan dari pengangkut saja, sedangkan konosemen tidak hanya merupakan tanda bukti penerimaan barang-barang, tetapi juga merupakan surat berharga, yang dapat dijualbelikan dengan mudah. Bagi seorang pengusaha akan lebih menyukai konosemen daripada surat tanda terima.
•
Apa yang disebut konosemen itu
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Di Indonesia sekarang, bila seorang pengirim telah menyerahkan barang-barangnya kepada pengangkut di V - 75
dia mungkin tidak memberikan. Barang sebelum izin tertulis untuk melakukannya telah diberikan kepadanya oleh pengangkut. Pengaturan ini dirasa sudah relevan dan masih perlu dipertahankan keberadaanya sabagai salah satu bentuk hak pengangkut juga.
“Bill of lading” berarti sebuah dokumen yang bukti kontrak pengangkutan melalui laut dan mengambil alih atau pemuatan barang oleh Pengangkut, dan di mana Pengangkut menyanggupi untuk mengirimkan barangbarang terhadap
ditentukan dalam Pasal 506, yaitu akta bertanggal dalam mana pengangkut menerangkan, bahwa dia telah menerima barang-barang tertentu untuk diangkut ke suatu tempat tertentu dengan alamat tertentu pula, selanjutnya menyerahkan barang-barang tersebut kepada seorang tertentu (penerima), dengan disertai janji-janji (syarat-syarat) untuk penyerahan barang-barang itu.
kapal, dia menerima surat tanda terima yang disebut “Mate’s receipt” dari Mualim I, yang merupakan tanda bukti bagi pengirim bahwa barang-barangnya telah dimuat dalam kapal. Kalau pengirim menghendaki konosemen, dia dapat menukarkan surat “Mate's receipt” itu dengan konosemen di “Traffic Department” di kantor pengangkut yang bersangkutan. Konosemen itu juga disebut “Bill of Lading”, disingkat: B/L. • Akta ialah surat yang ditandatangani, sengaja dibuat untuk tanda bukti tentang adanya perbuatan tertentu.
Ini menandakan bahwa persoalan konosemen itu termasuk persoalan penting. Ternyata pada zaman sekarang, konosemen itu mempunyai kedudukan penting dalam dunia perdagangan. Ini disebabkan karena konosemen tidak hanya mempunyai sifat sebagai tanda bukti penerimaan barang-barang saja, tetapi juga merupakan surat berharga yang mudah dijualbelikan (pasal 507 ayat (1) dan 508). Konosemen juga mempunyai sifat kebendaan (Droit de Suite, — zaaksgevolg), di mana setiap pemegang
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
•
V - 76
penyerahan dokumen. Sebuah ketentuan dalam dokumen bahwa barang yang akan dikirimkan ke urutan seseorang bernama, atau untuk memesan, atau pembawa, merupakan seperti suatu usaha. Ketika pembawa atau pembawa yang sebenarnya mengambil barang dalam tanggung jawabnya, Pengangkut harus, atas permintaan dari masalah, pengirim ke pengirim bill of lading. Bill of lading dapat ditandatangani oleh orang yang memiliki otoritas dari Pengangkut. Sebuah bill of lading ditandatangani oleh nakhoda kapal yang membawa barang
konosemen berhak menuntut penyerahan barang yang tersebut dalam konosemen di kapal mana saja barang itu berada (pasal 510). Sedang pasal 517-a KUHD menentukan bahwa penyerahan konosemen, sebelum barang-barang yang tersebut di dalamnya diserahkan oleh pengangkut, dianggap sebagai suatu penyerahan barang-barang tersebut.
•
dianggap telah ditandatangani atas nama pengangkut. Tanda tangan pada bill of lading mungkin dalam tulisan tangan, dicetak dalam faksimili, berlubang, dicap, dalam simbolsimbol, atau dibuat oleh sarana mekanik atau elektronik lainnya, jika tidak konsisten dengan hukum negara di mana bill of lading diterbitkan.
Bill of lading • Bill of lading harus mencakup, antara lain, kekhususan sebagai berikut: 1. sifat umum barang, tanda terkemuka yang diperlukan untuk identifikasi barang,
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 77
2. 3.
4. 5.
6.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 78
pernyataan mengungkapkan, jika berlaku, untuk karakter barang berbahaya, jumlah paket atau potongan, dan berat barang atau kuantitas mereka sebaliknya menyatakan, semua keterangan seperti dilengkapi oleh pengirim; kondisi jelas barang; nama dan tempat utama bisnis dari pengangkut nama pengirim; penerima barang jika ditunjuk oleh pengirim; pelabuhan muat di bawah kontrak pengangkutan melalui laut dan tanggal barang diambil alih oleh Pengangkut di pelabuhan muat;
7.
8.
9. 10.
11.
12.
13.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 79
pelabuhan debit bawah kontrak pengangkutan melalui laut; jumlah asli bill of lading, jika lebih dari satu; tempat penerbitan bill of lading; tanda tangan dari carrier atau orang yang bertindak atas namanya; angkutan sejauh dibayar oleh penerima atau indikasi lainnya bahwa freight dibayarkan olehnya; pernyataan, jika berlaku, bahwa barang-barang tersebut atau dapat dilakukan di dek; tanggal atau periode pengiriman barang di pelabuhan debit
jika tegas disepakati antara pihak; dan 14. batas meningkat atau batas kewajiban mana yang disetujui. •
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 80
Setelah barang telah dimuat di atas kapal, jika pengirim sehingga tuntutan, Pengangkut harus mengeluarkan untuk pengirim yang “dikirim” bill of lading, Pengangkut harus menyatakan bahwa barang di atas kapal bernama atau kapal, dan tanggal atau tanggal pembebanan. Jika Pengangkut sebelumnya telah dikeluarkan untuk pengirim bill of lading atau dokumen lainnya dari judul dengan direseksi ke
•
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 81
salah satu dari barang-barang tersebut, atas permintaan dari Pengangkut, pengirim harus menyerahkan dokumen tersebut dalam pertukaran untuk bill “dikirim” dari lading. Pengangkut dapat mengubah dokumen diterbitkan sebelumnya dalam rangka untuk memenuhi permintaan pengirim untuk bill “dikirim” of lading jika, sebagaimana telah diubah, dokumen tersebut mencakup semua informasi yang diperlukan untuk dimuat dalam bill “dikirim” dari lading. Tidak adanya dalam bill of lading dari satu atau lebih keterangan sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini tidak mempengaruhi karakter hukum dari dokumen sebagai bill of lading asalkan tetap memenuhi persyaratan yang ditetapkan ketentuan di atas. 16
Yang Berhak Menerbitkan Konosemen (B/L)
Pasal 504,505
Menurut pasal 504, yang berhak menerbitkan konosemen adalah pengangkut, tetapi pasal 505 KUHD juga menentukan bahwa na-khoda berhak menerbitkan konosemen.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Ketentuan dalam pasal 505 KUHD itu dulu penting sewaktu perwakilan pengangkut tidak bisa ditemui di tiap-tiap pelabuhan. Tetapi sekarang perwakilan pengangkut itu sudah dapat ditemui di tiap-tiap pelabuhan yang disinggahi kapal. Pula perlu diingat bahwa pada zaman sekarang pengangkut perseorangan itu sudah hampir tidak ada lagi, sebab kebanyakan pengangkut merupakan suatu badan hukum. Terutama di Indonesia, hal ini juga didorong karena Pemerintah Indonesia menghendaki agar setiap pengangkut/pengusaha kapal/pengusaha pelayaran harus merupakan suatu badan hukum (Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1969, pasal 15 dan 21). Mengenai adanya perwakilan pengangkut laut/perusahaan pelayaran asing, diharuskan oleh pasal 26 PP No. 2/ 1969 tersebut. Jadi sekarang, praktis semua konosemen dikeluarkan/ diterbitkan oleh pengangkut/perusahaan pelayaran atau perwakilannya. Jadi pasal 505 KUHD sekarang berarti, bahwa V - 82
Yang menerbitkan/menandatang ani Bill of Lading 1.
2.
Sebuah bill of lading ditandatangani oleh nakhoda kapal yang membawa barang yang telah ditandatangani atas nama pengangkut. Jika bill of lading yang dikeluarkan, tidak ditandatangani nahkoda maka sebagai pengganti adalah foc bill of lading yang diterima
nakhoda diperbolehkan menerbitkan konosemen, bila ada barang yang harus diterima untuk diangkut, sedangkan pengangkut atau perwakilannya tidak ada di tempat itu. Hal nakhoda diberi tugas seperti dimaksud dalam pasal 505 KUHD adalah sesuai dengan kewajiban umum seorang nakhoda harus mewakili pengusaha kapal, bila pengusaha kapal atau perwakilannya tidak hadir di situ (pasal 359, 360 dan selanjutnya KUHD).
3.
4.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 83
oleh pengangkut. Jika bill of lading yang ditandatangani oleh master atau atas nama master dan kapal belum disewa, pemilik kapal serta orang yang bentuknya digunakan untuk bill of lading dianggap carrier Jika bill of lading yang ditandatangani oleh master atau atas nama master dan kapal telah waktu atau perjalanan charter tetapi tidak bareboat carteran, pihak yang menyewa waktu atau perjalanan di bawah kontrak pemborongan terakhir serta orang yang bentuknya digunakan untuk bill of lading akan dianggap sebagai carrier. 3. Jika bill of lading yang ditandatangani
17
Delivery Order (Penjulan barangbarang Angkutan)
Pasal 510
Pasal ini mengatur bahwa pada setiap konosemen melekat hakhak, yang dapat dimanfaatkan oleh pemegangnya. Setiap pemegang konosemen dapat menuntut penyerahan barangbarang yang disebut dalam konosemen kepada pengangkut (pasal 510 ayat (1)). Bila pemegang konosemen menjual sebagian dari barang-barang yang tersebut dalam konosemen
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Di Indonesia dikenal juga akta yang disebut “delivery order” itu, tetapi fungsinya lain, yakni sebagai pengganti konosemen, yang memberi hak kepada pemegangnya untuk menuntut penyerahan barangbarang yang tersebut dalam “delivery order” itu kepada pengusaha gudang pengangkut.
Untuk lebih jelasnya dapat dicontohkan sebagai berikut: Sebuah perusahaan pelayaran samodera, misalnya: V - 84
oleh master atau atas nama master dan kapal telah bareboat disewa serta waktu atau pelayaran carteran, pihak yang menyewa waktu atau perjalanan di bawah kontrak pemborongan terakhir serta jasa sewa kapal di bawah terakhir bareboat charter dan orang yang bentuknya digunakan untuk bill of lading akan dianggap sebagai carrier. Delivery Order •
B / L dalam bentuk negosiasi 1. Di mana bill of lading diterbitkan dalam bentuk dinegosiasikan: a. Ini harus dibuat untuk memesan atau pembawa; b. Jika dibuat untuk
itu kepada orang lain, maka penjualan ini dapat dilaksanakan dengan mempergunakan akta yang disebut “delivery order”. Akta “delivery order” ini tidak memberikan hak kepada pemegangnya untuk menuntut barang-barang yang disebut dalam akta tersebut langsung kepada pengangkut, tetapi harus melalui pemegang konosemen, yang menerbitkan “delivery order” tersebut (pasal 510 ayat (2)).
P.T. Gesuri Lloyd Jakarta, setelah salah satu kapalnya tiba di pelabuhan Tanjung Priok, maka lalu mengumumkan “berita kapal” di beberapa surat kabar yang besar di Jakarta, sebagai berikut: M.V. Gempita Voy. 5 EB, milik P.T. Gesuri Lloyd, Jakarta, telah tiba di pelabuhan Tanjung Priok pada tanggal ……?, dengan membawa muatan impor dari Eropa dan telah bertambat di muka gudang 209, Pelabuhan II. Para penerima muatan dapat mengambil D/O dengan menyerahkan kono-semen asli pada Kantor P.T. Gesuri Lloyd, Jalan Raya Pelabuhan No. 25, Tg. Priok, telepon: 691039 - 691705. Hari “claim” terakhir, 5 hari setelah tanggal selesai pembongkaran." Dari pengumuman P.T. Gesuri Lloyd tersebut di atas adalah jelas, bahwa “delivery order” diberikan oleh pengangkut kepada penerima barang muatan, sebagai pengganti konosemen asli (2 lembar), yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menuntut penyerahan barang-barangnya yang disimpan di gudang pengangkut. Berbeda dengan “delivery order”, sebagai yang dimaksud dalam pasal 510 ayat (2) KUHD, yang diterbitkan oleh pemegang konosemen untuk pembeli barang-barang tersebut dalam konosemen.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 85
•
itu akan ditransfer oleh dukungan, tanda tangan hanya cukup untuk pengesahan; c. Jika riade ke pembawa itu harus dialihkan tanpa persetujuan; d. Jika dikeluarkan dalam satu set lebih dari satu asli itu akan menunjukkan jumlah asli di set; e. Jika ada salinan yang dikeluarkan setiap salinan harus ditandai “nonnegotiable copy”. Pasal 11.9.10 B / L dalam bentuk non-negosiasi 1. Di mana bill of lading diterbitkan dalam dinegosiasikan dari itu akan menunjukkan penerima bernama. 2. Pengangkut akan habis kewajibannya untuk mengantarkan
18
Bentuk-Bentuk Konosemen (B/L)
Pasal 506
Seseorang, kepada siapa barangbarang yang disebut dalam konosemen itu harus diserahkan, dapat dengan beberapa cara dinyatakan dalam konosemen, yaitu dengan bentuk: a. atas nama (op naam), dengan mana nama penerima itu disebut dengan jelas dalam konosemen, misalnya: penerima (consignee): Tuan Abdullah, Direktur Utama P.T. Tunas Karya, Jl. Kramat Raya No. 67, Jakarta Pu'sat;
Vollmar mengatakan bahwa di Negeri Belanda sedikit ditemukan konosemen atas nama, dan yang terbanyak ialah konosemen kepada-pengganti. Dorhout Mees mengatakan bahwa dalam praktek, konosemen selalu dibuat atas nama atau kepada-pengganti, sedangkan konosemen kepada-pembawa tidak banyak terdapat. Di Indonesia sekarang, pada umumnya konosemem dibuat atas nama, sedangkan konosemen kepada-pengganti dan kepada-pembawa jarang terdapat. Hal ini disebabkan karena para pengusaha Indonesia lebih suka membeli barang daripada membeli kertas (konosemen). Dalam praktek, barang-barang yang diterima dari gudang itu kadang-kadang tidak cocok jumlahnya daripada yang di-sebut dalam konosemen.
b. kepada-pengganti atau atas
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
barang jika dia membuat penyerahannya kepada penerima yang disebutkan dalam RUU tersebut dinegosiasikan of lading atau kepada orang lain seperti dia mungkin sepatutnya diinstruksikan, sebagai suatu peraturan, secara tertulis. Bentuk-Bentuk Konosemen (B/L) •
B / L dalam bentuk negosiasi. 1.
2.
3. V - 86
Ini harus dibuat untuk memesan atau pembawa Jika dibuat untuk itu akan ditransfer oleh dukungan, tanda tangan hanya cukup untuk pengesahan. Jika riade ke
pengganti (aan order, to the order of), misalnya: penerima (consignee): Tuan Abdullah, Direktur Utama P.T. Tunas Karya, Jl. Kramat Raya No. 67, Jakarta Pusataraw pengganti. Kalau penerima hanya disebut “kepada-pengganti” saja, maka itu harus ditafsirkan: orang yang akan ditunjuk oleh pengirim (pasal 506 ayat (3) KUHD);
4.
5.
c. Kepada-pembawa atau atas pembawa (aan toonder, to bearer): Pada bentuk nama penerima tidak disebut dalam konosemen, atau meskipun disebut namanya, tetapi belakangnya ditambah dengan kata-kata: “atau pembawa”, misalnya: penerima (consignee): Sdr. Susanto 'atau pembawa (pasal 506 ayat (2).
2. Pengiriman barang dapat diminta dari carrier atau orang yang bertindak behaif nya hanya terhadap penyerahan bill dinegosiasikan of lading yang disahkan bila diperlukan. •
B / L dlam bentuk non – negosiasi 1.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
pembawa itu harus dialihkan tanpa persetujuan. Jika dikeluarkan dalam satu set lebih dari satu asli itu akan menunjukkan jumlah asli di set. Jika ada salinan yang dikeluarkan setiap salinan harus ditandai “non negotiable copy”.
V - 87
Di mana bill of
2.
.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 88
lading diterbitkan di non-negotiable dari itu akan menunjukkan penerima bernama. Pengangkut akan habis kewajibannya untuk mengantarkan barang jika dia membuat penyerahannya kepada penerima bernama sedemikian nonnegotiable bill of lading atau kepada orang lain seperti dia mungkin sepatutnya diinstruksikan, sebagai suatu peraturan, secara tertulis.
19
Cara Menyerahkan Konosemen pada Orang lain
Pasal 506, 508
Cara penyerahan konosemen kepada orang lain dapat dilaksanakan dengan beberapa cara, yaitu: a. sesi (cessie). Cara ini diatur dalam pasal 613 ayat (1) dan (2) KUHPdt. Cara ini dipakai untuk konosemen atas nama yang akan diserahkan kepada orang lain. Sesi ini dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak kebendaan itu diserahkan kepada orang lain. Akta itu ditandatangani oleh penyerah hak dan penerima hak, pula harus ditandatangani serta oleh debitur,
Undang-undang (pasal 506) tidak menentukan apakah pengirim, tanpa syarat yang tegas, dapat menghendaki agar konosemen itu dibuat atas nama, kepadapengganti atau kepada-pembawa. Berdasarkan pasal 504 ayat (2), dapatlah disimpulkan bahwa pemilihan atas salah satu dari ketiga bentuk konosemen tersebut diserahkan kepada pengirim. Juga bila soal ini ditinjau dari sudut ketentuan pasal 1339 KUHPdt, maka unsur keadilan dan kebiasaan ikut mendorong pada terbentuknya pendapat bahwa pengirim berhak memilih salah satu dari ketiga bentuk konosemen itu.
b. andosemen (endossement). Andosemen ialah cara penyerahan bagi konosemen kepada-
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 89
Cara Menyerahkan Konosemen pada Orang lain Pasal 11.9.17 Pembuktian efek B / L Kecuali untuk hal khusus dalam hal yang dan sejauh mana reservasi diizinkan berdasarkan pasal 11.9.15 telah dimasukkan: a. Bill of lading adalah facle bukti prima dari mengambil alih atau di mana “dikirim” bill of lading diterbitkan, pemuatan, oleh pembawa barang seperti yang dijelaskan dalam bill of lading, dan b. Bukti sebaliknya oleh Pengangkut Bukankah diterima jika bill of lading telah dialihkan kepada pihak ketiga, termasuk penerima, yang dengan itikad baik telah bertindak dalam ketergantungan
pengganti kepada orang lain. Adapun caranya ialah dengan menulis pada konosemen itu kata-kata yang berbunyi: “untuk saya kepada tuan Susanto atau pengganti” dan ditandatangani, sesudah mana konosemen itu diserahkan kepada tuan Susanto secara fisik. Jadi, andosemen itu dilakukan dengan dua macam perbuatan hukum, yaitu:
pada deskripsi barang di dalamnya.
1) menulis kata-kata seperti tersebut di atas pada lembaran konosemen; 2) menyerahkan secara fisik konosemen itu kepada lawan pihak. Dengan terlaksananya dua macam perbuatan hukum tersebut, maka hak milik atas konosemen pindah kepada lawan pihak. Penulisan kata “kepada-pengganti” saja pada lembaran konosemen yang bersangkutan sudah
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 90
dipandang cukup sebagai andosemen, yang harus diartikan bahwa pemilik baru ialah orang yang akan ditunjuk oleh pengirim (pasal 506 ayat (3). Ada jenis andosemen yang disebut andosemen blanko (kosong), yaitu dengan hanya membubuhkan tanda tangan di sebalik lembaran konosemen, tanpa kata-kata lain, sudah dianggap cukup (pasal 508). Dinamakan andosemen blanko, karena nama pemilik baru tidak disebut dalam andosemen itu, jadi, kosong (blanko). Konosemen ini sudah mendekati bentuk “kepadapembawa”. Perbedaan antara sesi dan andosemen ialah: (a) sesi dilakukan dengan membuat akta otentik atau di bawah tangan terpisah dari lembaran konosemen yang bersangkutan,
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 91
ditandatangani oleh penyerah hak dan penerima hak, serta ditandatangani pula oleh debitur, Sedangkan andosemen dilakukan dengan cara menulis kata-kata tertentu pada lembaran konosemen atau hanya membubuhkan tanda tangan penyerahan hak di sebalik lembaran konosemen; (b) sesi harus dilakukan dengan turutsertanya debitur, sedangkan andosemen dilakukan tanpa turutsertanya debitur: c. Penyerahan fisik (pasal 613 ayat (3) KUHPdt). Penyerahan konosemen kepada-pembawa cukup dilakukan dengan penyerahan fisik, yaitu tanpa menuliskan kata apaapa, konosemen itu
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 92
langsung diserahkan kepada pemilik baru oleh pemegangnya. Karena konosemen kepadapengganti dan kepadapembawa ini mudah diserahkan kepada orang lain, maka konosemen jenis ini mudah dijualbelikan. Hal tersebut terakhir ini merupakan unsur mutlak bagi surat berharga, dan dengan begitu konosemen jenis kepada-pengganti dan kepada-pembawa termasuk surat berharga (waardepapier). Jadi, konosemen kepada pengganti dan kepada pembawa mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai bukti penerimaan barang-barang muatan yang diberikan oleh pengangkut dan sebagai surat berharga. Sedangkan konosemen atas nama karena peralihan haknya harus dengan sesi, yang prosedur peralihannya harus melalui
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 93
jalan yang berliku-liku, maka konosemen jenis ini sukar dijual-belikan. Hal ini memang menjadi kehendak masing-masing pihak, yang menginginkan agar konosemen tersebut tidak diperjualbelikan, Konosemen jenis ini bukan surat berharga, tetapi surat yang berharga (papieren van waarde). 20
LembaranLembaran Konosemen
Pasal 507
Menurut pasal 507, konosemen diterbitkan dalam dua lembar, yang dapat diperdagangkan dan beberapa lembar untuk keperluan administrasi.
Rasio ketentuan pasal 507 tersebut adalah karena ada kemungkinan konosemen itu hilang, dan karenanya konosemen dapat diterbitkan dalam dua lembar atau lebih. Koriosemen jenis pertama, yaitu yang dapat diperdagangkan, kecuali ada janji khusus, pengangkut tidak berkewajiban untuk menerbitkan lebih dari dua lembar. Pada tiap-tiap lembar konosemen jenis pertama ini, pengangkut diwajibkan untuk menyebutkan berapa lembar seluruhnya konosemen jenis pertama ini telah diterbitkan, sehingga setiap pembeli konosemen dapat tahu, berapa lembar konosemen, yang dapat diperdagangkan, harus diserahkan kepadanya, sebelum dia membayar harga konosemen itu. Karena seluruh konosemen jenis pertama ini mengenai satu kelompok barang-barang muatan, maka berlaku ketentuan “semua untuk satu” (alien voor een)
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 94
Lembaran-Lembaran Konosemen A. Akurasi keterangan • Pengirim dianggap telah dijamin untuk pembawa keakuratan fakta yang berkaitan dengan sifat umum barang, tanda mereka, jumlah, berat dan kuantitas yang dilengkapi oleh dia untuk dimasukkan dalam bill of
artinya: untuk seluruh lembaran konosemen jenis ini, hanya satu kali saja dapat dimintakan penyerahan barang, dan ketentuan “satu untuk semuanya” (e'en voor alien), yang berarti: bila pengangkut atas dasar satu lembar konosemen telah menyerahkan barang, maka dia dianggap telah menunaikan kewajibannya (Inggris: one being accomplished the others to stand void). Dari itu, pembeli yang berhati-hati, dia harus minta seluruh lembaran konosemen jenis pertama yang telah diterbitkan kepada penjual. Konosemen jenis kedua, yakni konosemen yang diterhitkan untuk kepentingan administrasi. Jumlah lembaran konosemen jenis kedua ini tergantung pada kebutuhan kedua belah pihak. Misal konosemen jenis kedua ini ialah: kapiteinsexemplaar atau boordcognossementen, copy konosemen untuk administrasi pengirim, copy konosemen untuk pengangkut dan lain-lain. Konosemen jenis kedua ini pada masing-masing lembar harus ditulisi dengan jelas kata-kata yang berbunyi “copy not negotiable”, artinya: lembaran yang tidak diperdagangkan. Bila ada lembaran konosemen yang diterbitkan tanpa pernyataan berapa lembar jumlah yang diterbitkan dan tidak ada tulisan yang berbunyi “copy not negotiable”, maka pengangkut berkewajiban untuk menyerahkan barang muatan kepada pemegangnya, yang men-dapat haknya itu dengan iktikad baik (yakni, pemegang tidak tahu bahwa ada lembaran lain dari konosemen yang sama telah diperdagangkan) dan dengan beban (onder bezwarende titel)-(pasal 507 ayat (2). Orang yang
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 95
lading. Pengirim harus mengganti kerugian pengangkut terhadap kerugian akibat ketidakakuratan dalam keterangan tersebut. • Pengirim tetap bertanggung jawab meskipun jika bill of lading telah ditransfer oleh dia • Hak pembawa ganti rugi seperti sama sekali tidak membatasi kewajiban di bawah kontrak pengangkutan melalui laut ke orang lain selain pengirim B. Surat jaminan Setiap surat jaminan atau perjanjian di •
melihat konosemen macam ini, maka dia dapat menganggap bahwa konosemen termaksud adalah konosemen yang diperdagangkan, dan karena tidak ada pernyataan jumlah lembaran yang diterbitkan, maka dia dapat mengira bahwa lembaran konosemen itu adalah satu-satunya yang diterbitkan. Menurut pasal 507, konosemen dapat diterbitkan dalam dua lembar atau lebih, yang dapat diperdagangkan. Bagi lembaran konosemen jenis ini berlaku ketentuan “seluruhnya untuk satu dan satu untuk seluruhnya” (alien voor een en een voor alien). Oleh karena itu maka pemegang konosemen seluruhnya, misalnya dua lembaran konosemen, yang menjual konosemen itu kepada dua orang pembeli yang berlainan, adalah melakukan perbuatan pidana, sebab melanggar pasal 383 bis KUHP, yang berbunyi: “Pemegang konosemen, yang dengan sengaja mengadakan perjanjian timbal-balik tentang beberapa lembar konosemen kepada beberapa orang pembeli, dipidana dengan pidana penjara selamalamanya dua tahun delapan bulan”.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 96
mana shipper menyanggupi untuk mengganti rugi pengangkut terhadap kerugian akibat penerbitan bill of lading oleh pengangkut, atau oleh orang yang bertindak atas namanya, tanpa memasukkan reservasi berkaitan dengan fakta furnished oleh pengirim untuk dimasukkan dalam bill of lading, atau kondisi nyata barang, adalah batal dan tidak berlaku seperti terhadap pihak ketiga, termasuk penerima, kepada siapa bill of lading telah ditransfer. C. lntended penipuan 1. Surat seperti jaminan atau perjanjian berlaku sebagai melawan
21
Penyebutan Nama
Pasal 506
Berdasarkan Pasal 506 ayat (1)
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Penyebutan nama kapal yang mengangkut barang V - 97
pengirim kecuali pembawa atau orang yang bertindak atas namanya, yang bermaksud untuk menipu pihak ketiga, termasuk penerima seorang, yang bertindak dalam ketergantungan pada deskripsi barang dalam bill of lading. 2. Dalam kasus terakhir, jika pemesanan dihilangkan berkaitan dengan fakta furnished oleh shipper untuk dimasukkan dalam bill of lading, operator tidak memiliki hak ganti rugi dari pengirim. Penyebutan Nama Kapal
Kapal dalam Konosemen
Penyebutan nama kapal yang mengangkut barang tidak merupakan unsur mutlak dalam konosemen. Hal ini ternyata dalam definisi konosemen pasal 506 ayat (1), yang tidak menyangkutpautkan nama kapal dalam konosemen. Malah dalam praktek banyak konosemen tanpa penyebutan nama kapal yang bersangkutan, misalnya pada pengangkutan jurusan tetap. Tetapi walaupun demikian, seorang pengirim yang ingin membuktikan kepada penerima (pembeli) bahwa barangbarangnya sudah dikirimkan dengan kapal tertentu, sangat berkepentingan bahwa nama kapal yang mengangkut barang-barangnya disebutkan dalam konosemen. Dari itu pasal 506 ayat (4) KUHD memenuhi kebutuhan pengirim tesebut dengan cara:
tidak merupakan salah satu unsur yang seharusnya dipenuhi dalam konosemen meskipun dalam praktek banyak konosemen tanpa penyebutan nama kapal yang bersangkutan, hal tersebut sebagai pembuktian bagi pengangkut kepada penerima (pembeli) bahwa barang-barangnya sudah dikirimkan dengan kapal tertentu. Selain sebagai pembuktian, hal tersebut juga sebagai penjelasan kepastian, agar apabila terjadi perselisihan antara pihak penganngkut dan pihak penerima, “Penyebutan Nama Kapal dalam Konosemen” mampu menjadi salah satu bukti dalam penyelidikan oleh tim ahli.
a. Kalau konosemen itu diterbitkan sesudah barangbarang dimuat di kapal, pengirim dapat minta agar
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 98
dalam Konosemen 1. Pengangkut harus menyebutkan atau memuat nama kapal dalam konosemen. 2. Apabila tidak disebutkan, pengirim dapat minta agar nama kapal disebutkan dalam konosemen, baik di waktu/ di saat konosemen itu diterbitkan sebelum ataupun sesudah barang-barang dimuat di kapal.
22
Penyerahan Barang sebelum Tiba di Tempat Tujuan
Pasal 509
nama kapal disebutkan dalam konosemen; b. Kalau konosemen diterbitkan sebelum barang-barang dimuat-kan dalam kapal, maka pengirim dapat minta kepada pengangkut agar nama kapal, bila kapal yang memuatnya sudah jelas, disebutkan dalam konosemen. Begitu juga hari tanggal barang-barang itu dimuatkan dalam kapal dapat diminta untuk disebut dalam konosemen, bila pemuatan ini sudah dilakukan. Pasal 509 menentukan bahwa bila pengangkut terpaksa harus menyerahkan barang-barang sebelum sampai di tempat tujuan, di samping pemenuhan syarat-syarat sebagai yang ditentukan dalam pasal 493 ayat (2) KUHD dan kecuali apa yang ditetapkan dalam pasal 519-w ayat (2) dan 520-r KUHD, maka penerima harus menyerahkan semua lembaran konosemen yang dapat diperdagangkan. Kalau lembaran konosemen ini
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Pada prinsipnya, selama barang-barang belum sampai di tempat tujuan, pengangkut tidak berkewajiban dan tidak berwenang untuk menyerahkan barang. Seandainya pengangkut tanpa suatu syarat berwenang untuk itu, maka ada kemungkinan besar bagi timbulnya suatu kerugian, karena pemegang selembar konosemen dapat minta penyerahan barang-barang sebelum sampai di tempat tujuan, sedang dia mengerti bahwa pemegang konosemen yang kedua tidak akan dapat menerima barang-barang itu di tempat tujuan. Untuk suatu peristiwa khusus yang tidak pasti datangnya, di mana pengangkut harus menyerahkan barang-barang muatan kepada pemegang konosemen, maka penyerahan itu harus disertai dengan syarat-syarat keamanan. V - 99
Penyerahan Barang sebelum Tiba di Tempat Tujuan 1. Pengiriman sebelum kedatangan Jika tidak ada bill of lading atau laut waybill telah dikeluarkan, pengirim dapat meminta pengiriman barang sebelum kedatangan, di tempat tujuan, sejauh
tidak semuanya dapat diserahkan, maka penerima harus memberi jaminan terhadap kerugian yang mungkin timbul karenanya. Bila mengenai jumlah jaminan ini timbul perselisihan, maka Ketua Pengadilan Negeri setempat berwenang untuk memutuskannya. 2.
3.
4.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 100
pembawa cukup bisa memenuhi permintaan tersebut, dan di bawah kondisi yang pengirim akan mengganti kerugian Pengangkut dan pihak tertarik pada barang lain untuk semua kerusakan. Di mana bill of lading atau laut waybill telah ditempatkan pengiriman barang sebelum avrivai di tempat tujuan dapat dituntut hanya oleh pemegang yang tepat. Pengirim, pemegang bill of lading atau consignea laut waybill tidak dapat menggunakan hak ini dalam kasus pelayaran akan tertunda. Dalam hal pengiriman sebelum kedatangan di tempat tujuan shipper atau
pemegang bill of lading atau penerima laut waybill yang menuntut pengiriman akan memberikan kontribusi rata-rata secara umum jika ada memiliki. menjadi tindakan rata-rata umum karena keadaan yang sudah diketahui sebelum pengiriman. 23
Yang Berhak Menerima barang Muatan
Pasal 510
Pasal 510 ayat (1) KUHD menentukan bahwa, yang berhak menerima barang-barang muatan adalah “de regelmatige, formeel gelegitimeerde houder”, artinya ,bagi konosemen kepadapengganti: penerima (nemer) atau pemegang terakhir berdasarkan andosemen yang tertib teratur, dan bagi konosemen kepada-pembawa: pembawa atau-orang yang menunjukkan konosemen itu.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Di tempat tujuan terakhir, pengangkut berkewajiban dan berwenang untuk menyerahkan barang-barang muatan. Persoalan timbul, kepada siapakah barangbarang muatan itu diserahkan. Ketentuan tersebut berlaku demikian, kecuali bila konosemen itu didapatkan dengan melawan hukum. Konosemen yang didapat berdasarkan perbuatan yang melawan hukum, misalnya oleh seorang pencuri, penodong, perampok, penadah dan lain-lain, maka konosemen itu tidak sah. Tidak sahnya suatu konosemen itu sulit sekali dibuktikan, apalagi kalau kita menghadapi konosemen kepada-pembawa, artinya, siapa saja yang membawa atau menunjukkan konosemen itu adalah orang yang berhak. Adalah sulit sekali bagi debitur (pengangkut) untuk mengetahui apakah pembawa atau orang yang menunjukkan V - 101
Yang Berhak Menerima barang Muatan Pengirim dan penerima yang vis-a-vis pembawa dinyatakan dalam laut waybill berhak menuntut pengiriman barang ke penerima barang sesuai dengan kewajiban pengangkut. Penerima barang 1. Penerima dapat melaksanakan hak yang
konosemen adalah orang yang tidak berhak. Kesulitan debitur ini dipermudah pelaksanaannya oleh pasal 1386 KUHPdt, yang isi pokoknya: pembayaran yang dilakukan dengan iktikad, baik oleh seorang debitur kepada seorang pemegang surat piutang, adalah sah, walaupun surat piutang tersebut akhirnya oleh putusan Hakim dicabut dari kekuasaan pemiliknya untuk diserahkan kepada orang lain.
Dalam hal tersebut di atas, perlu diperhatikan, bahwa ketertiban yang sempurna mengenai proses terjadinya konosemen dan selanjutnya, tidak mesti sejalan dengan ketertiban yang berlaku terhadap barang yang disebut dalam konosemen itu, misalnya: barang curian, yang diangkut dengan kapal dan didukung oleh konosemen yang tertib sempurna. Dalam hal ini hak pemegang konosemen yang sah tersebut terpaksa hams menyingkir terhadap hak pemilik barang yang dicuri, tanpa suatu kepastian untuk dapat menuntut ganti kerugian (pasal 1977 jo. 582 KUHPdt).
24
Hubungan konosemen dan Charter- Party
Pasal 511
Pasal 511 ayat (1) menentukan bahwa pemegang konosemen tidak bisa mempergunakan charter-party untuk kepentingannya, kecuali bila: a. konosemen itu sendiri
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Pada prinsipnya konosemen itu merupakan suatu bukti tanda terima barang-barang muatan yang diberikan oleh pengangkut. Sebagai dokumen pengangkutan, konosemen juga memberikan bukti tentang apa yang sudah disepakati mengenai pengangkutan. Karena konosemen itu diterbitkan oleh pengangkut, maka itu merupakan suatu bukti bagi kepentingan pengirim V - 102
diberikan kepadanya dalam pasal 11.10.22 hanya setelah dia telah mengidentifikasi dirinya sebagai tersebut kepada pengangkut. 2. Jika pengirim dan pembawa setuju dalamnya dan laut waybill telah ditandai dengan indikasi yang berlaku, penerima dapat melaksanakan hak ini hanya berdasarkan pengesahan pihak ketiga bernama di laut waybill dan yang telah mengidentifikasi dirinya sebagai pembawa baik. 3. Hal ini diserahkan kepada kebijaksanaan dari pembawa apakah identifikasi atau otorisasi telah terjadi. Sebuah konosemen dengan jelas menunjuk pada sebuah charterparty tertentu, atau pemegang konosemen/orang yang bertanggungjawab atas
menunjuk pada charterparty yang bersangkutan; b. pemegang sendiri, atau orang yang bertanggungjawab, atas nama siapa pemegang konosemen itu bertindak, merupakan pihak dalam perjanjian pengangkutan (charter).
atau pemegang selanjutnya. Konosemen juga merupakan bukti adanya perjanjian pengangkutan antara pengangkut, yang menandatangani konosenten itu, dengan pengirim. Konosemen juga merupakan bukti adanya perikatan-perikatan yang telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian pengangkutan. Dengan terbuktinya perikatan-perikatan ini, maka adanya perjanjian pengangkutan, melalui pasal 1233 KUHPdt, juga terbukti adanya.
Charter-party adalah suatu akta yang membuktikan adanya perjanjian charter kapal (pasal 454 KUHD). Charter-party juga merupakan alat bukti adanya perjanjian pengangkutan, yang membutuhkan penyediaan ruangan kapal sebagaian atau seluruhnya ataupun beberapa kapal, untuk keperluan pengangkutan tersebut. Persoalan timbul, apakah charter-party ini bisa diajukan untuk kepentingan pemegang konosemen?
Jadi, kalau sebuah konosemen dengan jelas menunjuk pada sebuah charter-party tertentu, atau pemegang konosemen/orang yang bertanggungjawab atas nama siapa pemegang konosemen itu bertindak adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan, maka konosemen itu
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 103
nama siapa pemegang konosemen itu bertindak adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan, maka konosemen itu berhubungan dengan charter-party. Oleh karena itu, bila ada alasan untuk itu, pemegang konosemen dalam hal ini dapat mempergunakan charterparty untuk mengajukan keberatan kepada pengangkut terhadap kekurangan atau kerugian yang melekat pada konosemen. Sebaliknya bila hal yang tersebut dalam huruf ketentuan tidak ada, maka pemegang konosemen tidak boleh mempergunakan charter-party untuk memberi dasar atas keberatan yang diajukan kepada pengangkut. Bila sebuah konosemen tidak menunjuk pada charterparty, maka akibat sifat
berhubungan dengan charter-party. Oleh karena itu, bila ada alasan untuk itu, pemegang konosemen dalam hal ini dapat mempergunakan charter-party untuk mengajukan keberatan kepada pengangkut terhadap kekurangan atau kerugian yang melekat pada konosemen. Sebaliknya bila hal yang tersebut dalam huruf a dan b tidak ada, maka pemegang konosemen tidak boleh mempergunakan charterparty untuk memberi dasar atas keberatan yang diajukan kepada pengangkut. Bila sebuah konosemen tidak menunjuk pada charter-party, maka akibat sifat konosemen sebagai surat berharga, tidak hanya menjadikan pemegangnya sebagai pemilik yang sah, juga dia bisa menuntut kepada debitur untuk melaksanakan kewajibannya sebagai yang di-sebut dalam konosemen, dan dia pada dasarnya tidak mempunyai hubungan dengan perjanjian dasar, bilamana dia bukan pihak dalam perjanjian. Untuk konosemen kepada-pengganti ini berarti, bahwa pengangkut, yang menerbitkan konosemen, mengikatkan diri kepada pemegang yang akan datang untuk menyerahkan barang-barang muatan dengan syarat-syarat sebagai yang disebut dalam konosemen, walaupun kenyataannya menyimpang daripada perjanjian pengangkutan yang telah ditutup dengan pengirim. Hal ini akan menjadi lain, bila pengirim tetap menjadi pemegang, atau bila pemegang berbuat bagi kepentingan pengirim, dalam keadaan ini maka pemegang adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan dan pernyataan keberatan dapat diajukan
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 104
konosemen sebagai surat berharga, tidak hanya menjadikan pemegangnya sebagai pemilik yang sah, juga dia bisa menuntut kepada debitur untuk melaksanakan kewajibannya sebagai yang disebut dalam konosemen, dan dia pada dasarnya tidak mempunyai hubungan dengan perjanjian dasar, bilamana dia bukan pihak dalam perjanjian. Untuk konosemen kepadapengganti ini berarti, bahwa pengangkut, yang menerbitkan konosemen, mengikatkan diri kepada pemegang yang akan datang untuk menyerahkan barangbarang muatan dengan syarat-syarat sebagai yang disebut dalam konosemen, walaupun kenyataannya menyimpang daripada perjanjian pengangkutan yang telah ditutup dengan
terhadap pemegang (pasal 116 KUHD).
Dalam praktik, di mana perjanjian pengangkutan dibuat secara tertulis, pada umumnya penyimpangan dapat terjadi, bilamana perjanjian pengangkutan yang menjadi dasar adalah juga perjanjian charter, sehingga dan perjanjian yang sama, dibuat charter-party dan konosemen. Dengan begitu, maka keduanya, yaitu charter-party dan konosemen berlaku terhadap pengirim.
Bahwa, pemegang konosemen yang kemudian, terikat pada konosemen, bila konosemen itu menunjuk pada charter-party, itu adalah wajar, sebab di sini charterparty merupakan bagian dari konosemen.
Bila ketentuan dalam konosemen itu ada yang tidak cocok dengan ketentuan dalam charter-party, maka ketentuan-ketentuan dalam konosemenlah yang berlaku, dengan anggapan bahwa kedua belah pihak dalam charter-party sudah merubah ketentuan dalam charter-party menjadi ketentuan-ketentuan yang sekarang tercantum dalam konosemen, sebab konosemen dibuat lebih kemudian daripada charter-
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 105
pengirim. Bahwa, pemegang konosemen yang kemudian, terikat pada konosemen, bila konosemen itu menunjuk pada charter-party, itu adalah wajar, sebab di sini charter-party merupakan bagian dari konosemen. Dalam hal ini hubungan keduanya sudah cukup jelas
party.
Bila pemegang konosemen itu adalah juga pihak dalam charter-party, yaitu pengirim, maka ketentuan dalam charter-party harus dilaksanakan, kecuali bila ketentuan-ketentuan itu bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam konosemen. Bila pengangkut menderita rugi, misalnya pengangkut harus membayar overliggeld (biaya yang harus dibayar karena kapalnya lebih lama berlabuh daripada jangka waktu yang telah ditetapkan), karena kelambatan atau kelalaian pengirim dalam hal menyerahkan barang-barangnya kepada pengangkut, maka pengirimlah yang bertanggungjawab atas kerugian pengangkut itu. Jika hal itu terjadi, maka pemegang konosemen dapat diturutsertakan dalam tanggungjawab, bila: a. hal turut sertanya pemegang konosemen pertanggungjawab terhadap kelambatan atau kelalaian pengirim itu ditegaskan dalam konosemen; b. pemegang konosemen selayaknya harus tahu tentang tanggung jawab itu; c. konosemen menunjuk pada charter-party, dan charter-party ini memuat suatu “cesser-clause”, yaitu suatu klausul yang menetapkan bahwa tanggungjawab pengirim berhenti pada saat barang-
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 106
barangnya telah dimuat dalam kapal (pasal 511 ayat (2) KUHD). 25
Ketentuanketentuan tentang pengembalian Konosemen
Pasal 507, 515
Sesudah barang-barang muatan sampai di tempat tujuan, maka barang-barang itu harus diserahkan kepada penerima. Dan bila barang-barang itu telah diserahkan dengan baik kepada penerima, maka penerima wajib menyerahkan kembali konosemen yang dipegahgnya kepada pengangkut. Kalau pada saat menyerahkan barang-barang, pengangkut kurang percaya kepada penerima, maka dia dapat minta agar konosemen itu dititipkan kepada pihak ketiga. Bila ada perselisihan mengenai orang ketiga ini, maka Pengadilan Negeri/Kepala Pemerintah Daerah setempat dapat diminta untuk menunjuk orang ketiga tersebut (pasal 515).
Bila kepada pengangkut ditunjukkan lembaran
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Sesudah barang-barang muatan sampai di tempat tujuan, maka barang-barang itu harus diserahkan kepada penerima. Dan bila barang-barang itu telah diserahkan dengan baik kepada penerima, maka penerima wajib menyerahkan kembali konosemen yang dipegahgnya kepada pengangkut. Kalau pada saat menyerahkan barang-barang, pengangkut kurang percaya kepada penerima, maka dia dapat minta agar konosemen itu dititipkan kepada pihak ketiga.atau pengangkut dapat meminta bukti pada peerima untuk menunjukkan lembaran konosemen, di mana tidak disebut jumlah seluruh konosemen (negotiable) yang diterbitkan dan tidak ada tulisan “copy not negotiable”, dan pula konosemen itu didapat dengan iktikad baik atas beban (onder bezwa-rende titel, artinya tidak dengan cumacuma diberikan atau dihadiahkan), maka pengangkut wajib menyerahkan barang-barang yang disebut dalam konosemen. Apabila penerima tidak memberikan atau tidak mampu menunjukkan lembaran konosemen, maka sebagai jaminannya pengangkut mempunyai hak retensi pada barang yang di tangannya sehubungan dengan pelaksanaan kontrak pengangkutan. Pengangkut berhak menggunakan hak retensi terhadap V - 107
Ketentuan-ketentuan tentang pengembalian Konosemen A. Bila barang-barang itu telah diserahkan dengan baik kepada penerima, maka penerima wajib menyerahkan kembali konosemen yang dipegangnya kepada pengangkut. B. Kalau pada saat menyerahkan barangbarang, pengangkut kurang percaya kepada penerima, maka dia dapat minta agar konosemen itu dititipkan kepada pihak ketiga. C. pengangkut dapat meminta bukti pada peerima untuk menunjukkan lembaran konosemen,
konosemen, di mana tidak disebut jumlah seluruh konosemen (negotiable) yang diterbitkan dan tidak ada tulisan “copy not negotiable”, dan pula konosemen itu didapat dengan iktikad baik atas beban (onder bezwa-rende titel, artinya tidak dengan cuma-cuma diberikan atau dihadiahkan), maka pengangkut wajib menyerahkan barang-barang yang disebut dalam konosemen (pasal 507 ayat (2) KUHD).
siapapun yang menuntut pengiriman barang atau penyerahan dokumen
Bila konosemen telah diterbitkan oleh pengangkut, maka permintaan penyerahan barang hanya dapat diajukan di tempat tujuan. Tetapi meskipun begitu, permintaan penyerahan barang di tempat sebelum tempat tujuan dapat diperbolehkan, asal penerima menyerahkan seluruh lembaran konosemen (negotiable) yang telah diterbitkan. Jika penerima hanya dapat menyerahkan satu lembar konosemen yang bisa diperdagangkan, maka bagi lembaran konosemen yang
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
D. Apabila penerima tidak memberikan atau tidak mampu menunjukkan lembaran konosemen, maka sebagai jaminannya pengangkut mempunyai hak retensi pada barang yang di tangannya sehubungan dengan pelaksanaan kontrak pengangkutan. E. Bila ada perselisihan mengenai orang ketiga atau hal lain yang mengakibatkan tidak tercapainya serah terima barang tersebut, maka hal tersebut bisa diselesaikan dengan cara : • proses pengadilan yang berkaitan dengan pengangkutan barang penggugat, untuk
V - 108
belum diserahkan, penerima wajib memberikan jaminan terhadap kerugjan yang mungkin timbul karenanya. Dalam hal ada perselisihan mengenai jumlah atau sifat jaminan yang harus diberikan, Hakim Pengadilan Negeri setempatlah yang dapat memutuskannya (pasal 509 KUHD).
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
pemilihihan lembaga pengadilannya mengacu pada negara tempat pengadilan itu bertempat, adapun kompeten dan wilayah yurisdiksi terletak pada tempat-tempat berikut: a. tempat utama bisnis atau tempat tinggal tergugat, atau b. tempat di mana kontrak dibuat ketentuan bahwa tergugat telah ada tempat usaha, V - 109
•
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 110
cabang atau agen melalui kontrak yang telah dibuat, atau c. pelabuhan muat atau pelabuhan pembongk aran; atau tempat tambahan yang ditunjuk untuk tujuan tersebut dalam kontrak pengangku tan melalui laut atau Melalui arbitrase. baik yang tertuang dalam acta compromise maupun pactum
de compromitendo. 26
Keadaan barang yang Diserahkan Tidak Cocok dengan Konosemen
Pasal 512, 513, dan 514
Ada kalanya keadaan barang pada saat diterima oleh pemegang konosemen tidak cocok dengan yang tersebut dalam konosemen. Dalam hal ini ada beberpa penyelesaian:
Keadaan barang yang Diserahkan Tidak Cocok dengan Konosemen Pengaturan ini dirasa sudah relevan dan masih perlu dipertahankan keberadaanya sabagai salah satu bentuk hak pengangkut juga. Karena dengan adanya pasal tersebut sudah dapat memberikan pemisahan atau pembatasan tanggung jawab bagi pengangkut apabila terjadi hal yang mengakibatkan berubahnya fisik, sifat atau karakter barang yang diangkut. Yang diakibatkan oleh sifat atau karekteristik barang itu sendiri, kecuali apabila perubahan tersebut terjadi karena kelalaian atau kesalahan pengangkut dan orang yang dipekerjakannya.
a. Bila pemegang konosemen adalah pengirim sendiri, maka pengangkut dalam hal ini bebas, asal keadaan barang pada saat diserahkan kepada penerima/pemegang konosemen adalah sama dengan keadaan barang pada saat dimasukkan dalam kapal (pasal 512 KUHD); b. Bila dalam konosemen disebut satu klausul, yang menerangkan bahwa wujud, jumlah, berat atau ukuran dari barang yang diangkut tidak dikenal, maka pengangkut tidak terikat dengan penyebutan hal-hal itu di luar konosemen, kecuali bila pengangkut sendiri tahu atau
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 111
selayaknya harus tahu tentang wujud barang-barang itu (pasal 513 KUHD); c. Kalau dalam konosemen sama sekali tidak disebut tentang keadaan barang yang diangkut, maka pengangkut hanya bertanggung jawab atas tetap wujudnya barang-barang itu seperti keadaan pada waktu dimasukkan dalam kapal, sepanjang dapat dilihat dari luar (pasal 514 KUHD) 27
Dua orang Pemegang Konosemen Menuntut Penyerahan Barang yang Sama: Siapa yang Berhak?
Pasal 516, 517
Dalam Pasal 516 ditentukan bahwa: a. Bila tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat mengenai siapa pemegang konosemen yang lebih berhak untuk menerima penyerahan, maka pengangkut diwajibkan menyimpan barang-barang muatan itu dalam suatu gudang di pelabuhan tujuan atas beban yang berhak. Jika di pelabuhan tujuan tidak ada
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Meskipun pasal 507 KUHD memungkinkan penerbitan dua lembar atau lebih konosemen yang dapat diperdagangkan, tetapi bagi kedua lembar konosemen itu berlaku asas “seluruhnya untuk satu dan satu untuk seluruhnya”. Tetapi dalam praktek mungkin juga terjadi, dua orang pemegang konosemen yang sah sama-sama menuntut penyerahan barang-barang muatan yang sama kepada pengangkut. Hal ini terjadi misalnya, karena seorang pemegang konosemen dua-duanya, menjual masingmasing konosemennya kepada dua orang yang berlainan.
V - 112
Dua orang Pemegang Konosemen Menuntut Penyerahan Barang yang Sama: Siapa yang Berhak? B / L diterbitkan di lebih dari satu asli Pengangkut dibebaskan dari kewajibannya untuk mengantarkan barang jika, di mana tagihan dinegosiasikan of lading telah diterbitkan dalam satu set lebih dari satu
gudang penyimpanan, maka pengangkut dapat mengangkut barang-barang muatan itu terus ke pelabuhan terdekat yang ada gudang penyimpanannya (pasal 516 ayat (1), (2). b. Apabila barang-barang itu ada yang lekas rusak/busuk, maka atas permintaan setiap pemegang konosemen, barang-barang yang akan lekas rusak itu dapat dijual lelang (pasal 516 ayat (3). c. Siapa dari kedua orang pemegang konosemen yang lebih berhak daripada yang lain, ditentukan dalam pasal 517 KUHD, yang isi pokoknya adalah sebagai berikut: pemegang konosemen yang lang-sung menerima dari pemegang konosemen dua-duanya, yang tidak diserahkan dengan cuma-cuma (onder bezwarende titel) kepada
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Mengenai ini ada dua contoh: 1)
Pemegang konosemen dua-duanya menggadaikan lembar pertama kepada A, dan menjual lembar kedua kepada B. Kemudian B menjual konosemen lembar kedua kepada C, sedangkan A, karena pemegang konosemen kedua-duanya tidak dapat membayar utangnya, lalu menjual konosemen lembar pertama kepada D. Di sini, Dlah yang lebih berhak daripada C, meski-pun C lebih dulu mendapat lembar kedua daripada D mendapat lembar pertama.
2)
Pemegang konosemen kedua-duanya, mengirimkan konosemen lembar pertama kepada agennya (A), dan menjual lembar kedua kepada B. Kemudian A menjual lembar pertama kepada C. Dalam hal ini maka B-lah yang lebih berhak daripada C.
Penentuan pemegang konosemen yang lebih berhak daripada lainnya, seperti yang ditentukan dalam pasal 517 KURD, tidak berarti bahwa pemegang konosemen yang lebih berhak itu adalah yang benar-benar berhak atas barang-barang yang bersangkutan. Pasal 517 hanya bertujuan, bila barang-barang sudah diserahkan kepada pemegang konosemen yang lebih berhak, maka konosemen sebagai dokumen pengangkutan dan surat berharga sudah tidak berlaku lagi. Sesudah barangV - 113
asli, dia atau orang yang bertindak atas namanya memiliki itikad baik menyampaikan barang terhadap penyerahan salah satu dari dokumen asli tersebut.
seorang yang jujur (ter goeder trouw) adalah pemegang konosemen yang lebih berhak daripada lainnya.
barang yang bersangkutan diserahkan kepada pemegang konosemen yang lebih berhak, seperti yang ditentukan dalam pasal 517 KUHD, maka masih ada kemuhgkinan adanya perselisihan tentang siapayang benar-benar berhak atas barang-barang itu. Tentang siapa yang benar-benar berhak atas barangbarang yang bersangkutan, dapat diketemukan dalam pasal 517-a KUHD, yang menentukan bahwa penyerahan konosemen secara sah, berarti sama dengan penyerahan barang-barang itu sendiri. Hal ini dapat disamakan dengan penyerahan kunci atas rumah/gudang, di mana barang-barang yang akan diserahkan itu berada, itu berarti bahwa pemilik kunci rumah/gudang tersebut adalah juga pemilik barangbarang yang ada di dalamnya (pasal 612 ayat (1) KUHPdt). Dengan demikian ada kemungkinan, barang muatan dalam kapal, sebelum diserahkan ke pada pemegang konosemen yang lebih berhak (pasal 517 KUHD), disita lebih dulu atas permintaan pemegang konosemen yang lain, dengan alasan bahwa dialah yang berhak atas barang-barang itu. Kalau pensitaan itu terjadi, maka pengangkut tidak boleh menyerah-kan barang-barang itu kepada siapapun juga. Dalam hal ini kita ber-pedoman pada pasal 516 KUHD, dalam mana ditentukan barang-barang itu harus disimpan dalam gudang pelabuhan alamat. Sesudah mana perselisihan mengenai siapa yang benar-benar berhak atas barang-barang itu diajukan kepada Pengadilan Negeri setempat.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 114
28
Ketentuanketentuan Internasional
Dalam KUHD ada 3 buah pasal yang mengatur persoalan internasional tersebut. a. Pasal 517-b. Untuk menyelenggarakan pengangkutan dari pelabuhan Indonesia, tidak boleh dikeluarkan konosemen yang isinya bertentangan dengan pasal 470 KUHD, yakni pengangkut tidak boleh minta diperjanjikan bahwa dia sama sekali tidak bertanggung jawab atau hanya bertanggung jawab sampai pada jumlah uang tertentu, terhadap suatu kerugian yang disebabkan karena:
Mengenai pengangkutan laut, termasuk persoalan konosemen, adalah permasalahan yang bersifat internasional, sebab laut tidak hanya dilayari oleh kapal-kapal Indonesia saja, tetapi juga dilayari oleh kapal-kapal asing. Kapal asing itu masing-masing membawa hukumnya sendiri-sendiri. Untuk memberi pelayanan yang baik kepada kapal-kapal asing itu perlu juga Indonesia mengikuti ketentuan-ketentuan yang bersifat internasional.
1)kurang diusahakannya akan pemeliharaan, perlengkapan atau peranakbuahan alat pengangkutannya; 2) kurang diusahakan kesanggupan alat pengangkutan itu untuk dipakai menyelenggarakan
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Ketentuan-ketentuan Internasional Menyelenggarakan pengangkutan yang memiliki ruang hukum yang general atau global, maka ada beberapa syarat yang harus menjadi perhatian dalam membuat sebuah aturan dagang, yaitu : 1. Adanya jaminan kenyamanan dan keamanan dalam pelabuhan, baik dari sisi lingkungan pelabuhan (khususnya perhatian terhadap AMDAL untuk wilayah pelabuhan tersebut), dari sisi pelaksanaan bongkar muat sampai pada sisi penantaan administratifnya. 2.
V - 115
adanya jaminan pemeliharaan,keters ediaan
pengangkutan menurut perjanjian;
perlengkapan atau peranakbuahan alat pengangkutannya.
3) salah memperlakukan atau kurang penjagaannya terhadap barang yang diangkut.
3.
adanya jaminan ketersediaan alat pengangkutan itu untuk dipakai menyelenggarakan pengangkutan menurut perjanjian.
4.
adanya jaminan keamanan dan kenyamanan terhadap barang yang diangkut.
5.
Adanya jaminan keamanan dan kemudahan dalam pengurusan yang bersifat administratif, baik itu pengurusan dokumen, pengurusan B/L atau yang lainnya.
6.
Pemuatan, pembongkaran dan
b. Pasal 517-c. Ketentuan-ketentuan dalam pasal 468 sampai dengan pasal 480 KUHD berlaku bagi setiap pengangkutan di laut dari pelabuhan Indonesia. Pasal-pasal tersebut juga berlaku bagi pengangkutan dari luar Indonesia ke pelabuhan Indonesia, dengan catatan bahwa pasal 470 ayat (1) dan pasal 470-a ayat (2) tidak berlaku mutlak, artinya bila janji-janji yang dimasukkan dalam konosemen itu menurut hukum negara, di mana barang-barang tersebut dimuat dalam kapal, adalah sah, maka ketentuanketentuan dalam pasal 470-a ayat (1) dan pasal 470-a ayat
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 116
penyerahan barangbarang itu terjadi di pelabuhanpelabuhan Indonesia, maka berlakulah peraturan mengenai pemuatan, pembongkaran dan penyerahan dalam KUHD.
(2) KUHD, tidak berlaku. c. Pasal 517-d. Bila pemuatan, pembongkaran dan penyerahan barang-barang itu terjadi di pelabuhanpelabuhan Indonesia, maka berlakulah peraturan mengenai pemuatan, pembongkaran dan penyerahan dalam KUHD.
29
Pengaturan pemanfaatan kapal Ro-Ro untuk pengangkutan barang di Perairan
Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 20 Tahun 2010
Pasal 6 ayat (1) Kegiatan angkutan laut dalam negeri yang melayani trayek tetap dan teratur harus memenuhi kriteria: menyinggahi beberapa pelabuhan secara tetap dan teratur dengan berjadwal; dan Kapal yang dioperasikan merupakan kapal penumpang, kapal petikemas, kapal barang umum, atau kapal Ro-Ro dengan pola trayek untuk masing-masing jenis kapal.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
Maksud dari Angkutan Laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut. Adapun angkatan laut dalam negeri adalah kegiatan angkutan laut yang dilakukan di wilayah perairan Indonesia yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut nasional. Oleh karena Kapal Ro-Ro adalah salah satu moda transportasi yang masuk dalam kualifikasi kapal yang memiliki trayek tetap dan teratur maka kapal Ro Ro melakukan kegiatan angkutan laut dalam negeri untuk mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang antarpelabuhan laut serta kegiatan lainnya yang menggunakan kapal di wilayah perairan Indonesia.
V - 117
Pengaturan terhadap kapal Ro-Ro dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan jenis kapal SSS (short sea shipping) seperti: Pelayaran Rakyat (Pelra) atau Pelayaran Nusantara, General Cargo Ship, Large Ro-Ro, Small Ro-Ro, Containers on Barge, Ro-Ro Barge, dan Container Ship, kapal curah cair dan curah padat.
LAPORAN AKHIR - Studi Pengembangan Commercial Code di Bidang Pelayaran
V - 118