Eka Wijayanti dan Yantos
Peran TAF (The Asia Foundation) dalam Proses Penyelesaian Konflik di Thailand Selatan
PERAN TAF (THE ASIA FOUNDATION) DALAM PROSES PENYELESAIAN KONFLIK DI THAILAND SELATAN EKA WIJAYANTI, S.IP AND YANTOS, M.Si
[email protected] and
[email protected] ABSTRACT This objective of the research is to obtain comprehensive insight about the conflict that happen in Southern Thailand, the effort of Thailand Government in settling conflict and the role of The Asia Foundation in settling conflict in Southern Thailand. The policy for mono-ethnic character of the state, political integration and political uniform by Thailand Goverment erasing the herritage of Pattani’s identity. This policy rises the violent and rebellion to the Government. Method being used in this research was qualitative.While data was collected through library research and data processing was based on descriptive analistyc model. The research show that The role of TAF is a Peacebuilder in three levels: (1) Government level (top leadership), (2) Level Non Goverment Organization and local leader (middle leadership), (3) people level (grassroots leadership). TAF succeeds to build peacefulness in Southern Thailand.
Keywords: Non Government Organization, Conflict, Peacebuilder
Pendahuluan Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana peran The Asia Foundation dalam membantu pemerintah Thailand menyelesaikan konflik di Thailand Selatan. Kebijakan asimilasi yang dilakukan pemerintah Thailand untuk mewujudkan apa yang disebut David Brown sebagai mono-ethnic character of the state etnis tunggal yang menjadi ciri khas dari negeri Thailand. Langkah kebijakan yang dilakukan Kerajaan Siam diantaranya: pertama, pemerintah Thailand melakukan pemusatan kekuasaan dengan jalan mereorganisasi 7 provinsi menjadi 4 provinsi: Pattani, Yala, Narathiwat dan Satun atau Songkhla. Kemudian pemerintah Thailand mengganti penguasa-penguasa lokal Pattani di masing-masing provinsi dengan gubernur Thai. Keempat provinsi tersebut menjadi salah satu bagian wilayah birokrasi pemerintah Thailand sebagaimana layaknya wilayah lainnya dengan kontrol yang sangat ketat dari pemerintah pusat. Perubahan ini telah menggeser kedudukan para elit tradisional yakni, kelompok aristokrat (keturunan raja Pattani) dan para ulama. 1 Penduduk di keempat provinsi Pattani sebagian besar beragama Islam. Muslim yang berada di provinsi-provinsi tersebut tergolong dalam rumpun Melayu. Ini bisa dilihat dari bahasa, adat istiadat dan identitas lainnya. Sebagai Melayu Muslim, kaum Pattani merupakan kelompok minoritas yang secara etnis, agama, adat-istiadat dan budaya berbeda dengan Thai-Buddhis yang merupakan kelompok mayoritas. Sejarah aneksasi yang kemudian ditindak lanjuti dengan integrasi politik dan asimilasi yang dipaksakan membuat wilayah Thailand bagian selatan ini lebih tepat bila disebut sebagai tributary territory atau wilayah jajahan.
Alumni Prodi Hubungan Internasional FISIPOL Univrab Pekanbaru Dosen Prodi Hubungan Internasional FISIPOL Univrab Pekanbaru 1 David Brown.1988.”from peripheral communities to ethnic nations”.; Syed Serajul Islam.1998. “the Islamic independence movements in Pattani of Thailand and Mindanao of philipine”. Dalam Erni Budiwanti. Minoritas Muslim di Filipina, Thailand danMyanmar:Masalah Represi Politik. Jurnal Problematika Minoritas Muslim di Asia Tenggara. h.123
32 International Society
Vol. 1 No. 1, Agustua 2014 Hubungan Internasional Univrab Pekanbaru
Eka Wijayanti dan Yantos
Peran TAF (The Asia Foundation) dalam Proses Penyelesaian Konflik di Thailand Selatan
Dengan adanya perbedaan identitas kultural antara Melayu Muslim Pattani dan Thai-Buddhis, pemerintah Thai berusaha menyatukan wilayah selatan melalui integrasi politik. Integrasi politik atau integrasi nasional merupakan sebuah proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial ke dalam kesatuan wilayah nasional yang membentuk suatu identitas nasional. Politik uniformasi bahasa dimata penguasa Thai ditujukan untuk mengembangkan national sense sebagai bangsa Thai yang berbahasa Thai. Namun dimata Pattani yang berbahasa Melayu, penggunaan bahasa Thai di sekolah-sekolah agama sama dengan penghapusan identitas turun-temurun, dan memaksa mereka melebur kedalam identitas dan entitas sosial (sosial identity and entity) yang lebih besar, yakni mayoritas ThaiBuddhis. Sebagai protes atas uniformisasi bahasa, banyak terjadi pembakaran sekolah pemerintah, pengeboman dan perusakan jembatan-jembatan. Guru-guru Thai Buddhis juga menjadi sasaran penculikan dan bahkan pembunuhan. Aksi ini bertujuan agar pemerintah Thai mengurungkan niatnya yang memaksakan pemakaian bahasa Thai dan memprogramkan pendidikan sekuler di wilayah Muslim Pattani. Terdapat sekitar 100 lebih pondok pesantren yang ditutup. Hal ini didasari kekhawatiran bahwa politik pendidikan dan uniformisasi bahasa akan mencabut akar-akar tradisi keagamaan dari Melayu Pattani dan menggeser kekuasaan ulama sebagai pengajar dan pemilik pondok. 2 Dengan meningkatnya jumlah insiden yang semakin parah, maka pihak kerajaan menyambung akta darurat militer setiap tiga bulan sekali di wilayah itu dengan melihat perkembangan situasi konflik. Seiring dengan terjadinya pergolakan politik yang melanda negara Thailand, dimana Perdana menteri Thailand banyak yang mengalami kudeta militer. Tentunya hal ini sangat berpengaruh terhadap wilayah Thailand selatan. Pada Agustus 2011 perdana menteri yang terpilih yaitu, Yingluck Sinawatra berupaya untuk meredam konflik di wilayah Thailand selatan dengan mengeluarkan kebijakannya yang ditetapkan dalam Rencana Aksi Nasional untuk tahun 2012-2015 yaitu, mendorong harmoni dan mengejar rekonsiliasi demi pembangunan negara, politik, ekonomi, dan sosial di wilayah Thailand Selatan. 3 Kebijakan ini diharapkan dapat menyelesaikan konflik secara damai antara pemerintah dan kelompok-kelompok pemberontak. Pemerintah tidak hanya bekerja sendiri dalam upaya ini, akan tetapi juga mendapat bantuan dari banyak lembaga yang berusaha untuk memberikan kontribusi terhadap pembangunan perdamaian di Thailand Selatan. Lembaga ini berkontribusi dalam rekonsiliasi konflik dengan memberikan fasilitas dan dukungan di Thailand selatan. Banyak aktor yang datang melalui organisasi-organisasi internasional secara bertahap membangun dan mencanangkan berbagai program untuk melakukan pembangunan yang spesifik misalnya, pembangunan infrastruktur, perdamaian dan pengentasan kemiskinan di Thailand. The Asia Foundation atau TAF4 merupakan salah satu aktor international non government organization yang berperan dalam pembangunan di Thailand. TAF berdiri pada tahun 1950, dan mulai berkantor di Thailand 4 tahun setelah pendiriannya yaitu tahun 1954. Pada tahun 1961 TAF fokus pada isu di Thailand Selatan mengenai reformasi pendidikan untuk meningkatkan kurikulum sekuler pada sekolah Islam (pondok). Organisasi ini mempunyai misi untuk pengembangan, perdamaian, keadilan dan kesejahteraan di wilayah Asia. 5
2 3
4 5
Erni Budiwanti.op.cit.h.126. Basic Government Information. Diakses dari http://www.Thailandtoday.org/politics/goverment-ofThailand.Pada tanggal 14 Maret 2013 The Asia Foundation untuk selanjutnya disebut TAF. Marika Stella Dora Shiga, “Peace Building in Southern Thailand: A Developmental Contribution By TAF To Conflict Transformation?”, dalam paper Peace & Conflict. h.2.
33 International Society
Vol. 1 No. 1, Agustua 2014 Hubungan Internasional Univrab Pekanbaru
Eka Wijayanti dan Yantos
Peran TAF (The Asia Foundation) dalam Proses Penyelesaian Konflik di Thailand Selatan
Di Thailand Selatan TAF memiliki beberapa program nasional yang mendukung partisipasi masyarakat dalam pemerintahan, membantu pemerintah untuk memperbaiki layanan kepada masyarakat, dan mengurangi kemiskinan. Perhatian mereka dan upaya untuk berkontribusi membangun perdamaian di Thailand Selatan adalah fokus utama. Hal ini dapat dilihat dari misi “damai” untuk Thailand dan mereka aktif terlibat dalam manajemen konflik serta upaya membangun perdamaian antara masyarakat Melayu Muslim dan pemerintah pusat.6 Selain itu, TAF juga melakukan serangkaian kegiatan seperti, pemeliharaan identitas budaya, mempromosikan budaya lokal, meningkatkan akses keadilan, dan memfasilitasi rencana perdamaian. TAF yang sudah lama berkantor di Thailand ini telah mempelajari pentingnya menciptakan ruang bagi masyarakat lokal untuk menyuarakan pendapat mereka. Islam adalah agama mayoritas di tiga provinsi Thailand Selatan, yaitu Pattani, Yala, dan Narathiwat. Pertimbangan agama memainkan peran penting dalam setiap melakukan proyek pembangunannya. Dengan mengumpulkan orang-orang yang berpengaruh di wilayah tersebut dan menyediakan ruang terbuka bagi mereka untuk mengekspresikan pendapat mereka tentang masalah yang terjadi, hal ini sangat diharapkan untuk dapat terciptanya landasan damai dalam proses pengembangan dimasa mendatang. Keberhasilan pembangunan tidak datang dari negara, melainkan dari orang-orang yang berpengaruh.
Fokus Penelitian Untuk penelitian ini, maka fokus penelitian adalah pada peran organisasi internasional (TAF) dalam proses penyelesaian konflik di Thailand selatan tahun 2008-2012. Agar fokus penelitian ini lebih operasional, ada tiga sub-fokus yang akan menjadi titik perhatian selama penelitian yakni: 1.
Konflik yang terjadi di Thailand Selatan
2.
Upaya pemerintah Thailand dalam menyelesaian konflik tersebut
3.
Peran TAF dalam penyelesaian konflik di Thailand Selatan.
Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran TAF (The Asian Foundation) sebagai International Non Government Organization (INGO) dalam membantu proses penyelesaian konflik di Thailand Selatan. KERANGKA TEORITIS Untuk dapat memahami peran TAF (The Asian Foundation) sebagai International Non Government Organization (INGO) dalam membantu proses penyelesaian konflik di Thailand Selatan yang menjadi objek penelitian ini, perlu digunakan kerangka teori dan konsep-konsep yang mendukung penelitian ini. International Non Government Organization (INGO) Menurut Clive Archer bahwa International Non-Governmental Organizations (INGOs) merupakan organisasi-organisasi swasta yang anggota-anggotanya bukan merupakan perwakilan dari negara-negara atau pemerintah-pemerintah, namun merupakan suatu kelompok-kelompok, asosiasi-asosiasi, organisasi-organisasi, 6
Marika, loc.cit.
34 International Society
Vol. 1 No. 1, Agustua 2014 Hubungan Internasional Univrab Pekanbaru
Eka Wijayanti dan Yantos
Peran TAF (The Asia Foundation) dalam Proses Penyelesaian Konflik di Thailand Selatan
ataupun individu-individu dari suatu negara. Definisi tersebut lebih dikenal dengan aktor-aktor non-pemerintah (non-governmental actors) pada tingkat internasional dan aktivitas-aktivitas mereka membuat meningkatnya interaksi-interaksi transnasional.7 Sedangkan konsep International Non-Government Organization (INGO) yang dirumuskan oleh PBB, yaitu ”Those private organization which commonly gain financial support from international agencies and which devote themselves to the design, study, and execution of program and projects in developing countries”. 8 Menurut Kantaprawira peran International Non Government Organization yaitu: “Suatu organisasi internasional memiliki struktur organisasi untuk mencapai tujuannya. Masingmasing struktur memiliki fungsinya sendiri yang mengacu pada tujuan dari organisasi yang telah disepakati bersama. Apabila struktur-struktur tersebut telah menjalankan fungsi-fungsinya, maka organisasi itu telah menjalankan peranan tertentu. Dengan demikian, peranan dapat dianggap sebagai fungsi baru dalam rangka pengejaran tujuan-tujuan kemasyarakatan. Peranan dapat dikatakan juga sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan dari seseorang atau struktur tertentu yang menduduki suatu posisi dalam suatu sistem”. 9 Berangkat dari pemikiran diatas bahwa TAF yang merupakan sebuah INGO memiliki tujuan untuk meningkatkan kehidupan yang dinamis dan berkembang di Asia, salah satunya dengan berperan dalam menyelesaikan konflik di Thailand selatan sebagai peacebuilder. Seperti yang dikemukakan oleh Miall, H., O. Ramsbotham dalam bukunya Contemporary Conflict Resolution yaitu : “Peacebuilders, according to the logic of this school, are external diplomats from bilateral or multilateral organisations. This school aims to identify and bring to the negotiating table leaders of the conflict parties. Its main focus is the short-term management of the armed conflict.”10 Menurut Miall, peacebuilder merupakan pihak luar yang dapat mengidentifikasi dan bernegosiasi dengan pihak yang berkonflik, ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kekerasan. TAF adalah INGO yang berperan sebagai peacebuilder di Thailand Selatan dengan cara membangun kembali rasa ketidakpercayaan dan prasangka sosial yang telah akut di antara masyarakat Muslim dan pemerintah. TAF membantu masyarakat dan pemerintah untuk melakukan transformasi konflik sebagai langkah untuk mencapai peacebuilding. Sejalan dengan pendekatan transformasi konflik menurut John Paul Lederach yaitu : “Transformation at this initial level represents the change from one status to another. In the more specific terms of conflict progression, transformation is the movement from the latent stage to confrontation to negotiation to dynamic, peaceful relationships. Conflict transformation is to envision and respond to the ebb and flow of social conflict as life-giving opportunities for creating constructive change processes that reduce
7
Archer, 1983.h.40 Diakses dari http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=94621. Pada tanggal 9 Juni 2013 Kementrian Luar Negeri. 2011. “Direktori Organisasi Internasional Non-Pemerintah (ONIP) di Indonesia”. Direktorat Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang Direktorat Jenderal Multilateral : Jakarta. h.2 9 Kantaprawira, 1987. h32. Diakses dari http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=26193. Pada tanggal 9 Juni 2013 10 Thania Paffenholz, “Understanding Peacebuilding Theory: Management, Resolution and Transformation”. Dalam A Journal of Peace and Action. 2009. “Conflict Transformation: Three Lenses in One Frame”. Published by The Life & Peace Institute : Sweden. h. 3 8
35 International Society
Vol. 1 No. 1, Agustua 2014 Hubungan Internasional Univrab Pekanbaru
Eka Wijayanti dan Yantos
Peran TAF (The Asia Foundation) dalam Proses Penyelesaian Konflik di Thailand Selatan
violence, increase justice in direct interaction and social structures, and respond to real-life problems in human relationships”.11 Menurut John Paul Lederach bahwa dalam menyelesaikan konflik, transformasi konflik merupakan salah satu pendekatan untuk menjadikan konflik yang telah mengakar menjadi perdamaian dan akan lebih mudah untuk mencapai peacebuilding. Transformasi konflik yang dimaksud oleh Lederach adalah memberikan peluang kehidupan atas dampak konflik sosial yang terjadi untuk menciptakan perubahan yang konstruktif sebagai bentuk upaya mengurangi kekerasan, meningkatkan keadilan, memperbaharui struktur sosial dan menanggapi masalah-masalah dalam kehidupan manusia. Pendekatan ini menganjurkan merubah istilah “resolusi konflik” dengan istilah “transformasi konflik”. 12 Lederach juga memandang perlu untuk membangun infrastruktur jangka panjang dalam membangun perdamaian dengan mendukung rekonsiliasi untuk masyarakat. Pendekatan ini memiliki fokus utama pada konstituen (aktor-aktor yang terlibat) untuk perdamaian dengan mengidentifikasi pada top leaders level, middle leaders level dan grassroot level serta memberdayakan mereka untuk membangun perdamaian dan mendukung rekonsiliasi. Pemberdayaan tingkat menengah (Midle Leaders) diasumsikan kemudian mempengaruhi pembangunan perdamaian di tingkat makro maupun grassroot. (Step 1) Level top leadership terdiri dari pemimpin pemerintah, militer, dan pejabat tingkat atas lainnya. Pada tahap ini pihak ketiga menjadi mediator untuk melakukan negosiasi pada tingkat negara. (Step 2) Middle range leadership terdiri dari kelompok aristocrat, ulama, kepala suku, tokoh-tokoh masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pada tahap ini pihak ketiga melakukan pendekatan yang lebih berorientasi dengan melakukan lokakarya problem solving, dan membentuk komisi damai. (Step 3) Grassroots leadership terdiri dari lapisan masyarakat bawah yang mewakili mayoritas penduduk dan sekaligus masyarakat yang terkena dampak konflik. Pada tahap ini pihak ketiga melakukan berbagai pendekatan perdamaian, seperti membentuk komisi lokal perdamaian, proyek dialog masyarakat, penyembuhan trauma bagi wanita dan anakanak, dan membuka ruang media agar masyarakat dapat mengeluarkan pendapat mereka. Dalam konflik Thailand Selatan, pada (step 1) TAF melakukan pendekatan kepada pemerintah dengan membantu pemerintah dalam reformasi pemilu, amandemen konstitusi, menganjurkan kepada pemerintah untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengembangan kebijakan, mengurangi ambiguitas dan kesenjangan dalam undang-undang, membentuk National Reconciliation Council (NRC), supremasi hukum, transparansi, membuka akses terhadap keadilan, perbaikan layanan pemerintah, konsolidasi demokrasi pembangunan ekonomi, dan terlibat dalam pengambilan keputusan dalam pemerintahan. Pada (step 2) TAF melakukan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh dan LSM-LSM lokal dengan melakukan kerjasama seperti problem solving workshop, mempertemukan antara pemerintah dengan tokoh masyarakat dalam sebuah dialog, membentuk lokakarya internasional guna mempromosikan pendekatan multidisiplin menuju pemahaman masalah identitas nasional, membentuk festival perdamaian, mempromosikan hak-hak asasi manusia, mempromosikan budaya Melayu dengan membentuk festival budaya, dan pemberdayaan perempuan. Sedangkan pada (step 3) TAF melakukan pendekatan kepada 11
12
John Paul Lederach. Defining Conflict Transformation. Diakses dari http://www.restorativejustice.org/10fulltext/lederach. Pada tanggal 21 Mei 2013 Rupensinghe, 1995. Dalam A Journal of Peace and Action. 2009. “Conflict Transformation: Three Lenses in One Frame”. Published by The Life & Peace Institute : Sweden. h.4.
36 International Society
Vol. 1 No. 1, Agustua 2014 Hubungan Internasional Univrab Pekanbaru
Eka Wijayanti dan Yantos
Peran TAF (The Asia Foundation) dalam Proses Penyelesaian Konflik di Thailand Selatan
lapisan masyarakat bawah dengan melaksanakan lokakarya yang mendidik warga tentang hak-hak mereka dan bagaimana mengkomunikasikan kebutuhan mereka dan keinginan secara efektif kepada pejabat pemerintah, mendorong partisipasi aktif dalam penyelesaian masalah hukum yang dihadapi masyarakat, memberikan informasi penting tentang hak-hak mereka, akses layanan ke pemerintah, memberikan penasihat hukum, dan bantuan navigasi sistem peradilan, memperhatikan pengangguran dan pendidikan, menggunakan media seperti radio talk show dengan mengangkat tema “women & peace” yang ditujukan untuk wanita yang terkena dampak konflik. Konflik Menurut Mitchell, konflik dapat diartikan sebagai hubungan antar dua pihak atau lebih (individu maupun kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran tertentu, namun diliputi pemikiran, perasaan, atau perbuatan yang tidak sejalan. 13 Konflik bisa disebabkan oleh banyak hal seperti polarisasi yang terus menerus terjadi di masyarakat. Polarisasi sosial yang memisahkan masyarakat berdasarkan penggolonganpenggolongan tertentu dapat menyebabkan timbulnya ketidakpercayaan dan permusuhan antara kelompok yang berbeda dalam masyarakat yang dapat berujung pada munculnya kekerasan yang terbuka. Rekonsiliasi Reconciliation sejalan dengan asumsi John Paul Lederach bahwa rekonsiliasi relasional antar pihak berkonflik yang sifatnya berkesinambungan dalam konteks masyarakat yang sudah terpecah belah karena konflik atau pertikaian (divided society) adalah suatu keharusan yang mutlak untuk dilakukan, ketika suatu masyarakat ingin meninggalkan masa lampaunya, menuju masa depan yang damai. 14 Dalam melakukan rekonsiliasi sangat penting seperti yang dikatakan oleh Lederach, “In more specific terms, the framework suggests a comprehensive approach to the transformation of conflict that addresses structural issues, social dynamics of relationship building, and the development of a supportive infrastructure for peace”.15 Konflik yang terjadi di Thailand Selatan sudah cukup lama, konflik antara masyarakat Muslim dan pemerintah telah terjadi ratusan tahun. Rasa benci, marah dan ketidakpercayaan masyarakat Muslim terhadap pemerintah telah mengakar kuat. TAF sebagai organisasi yang memiliki misi peaceful, mencoba merekonstruksi kembali hubungan pemerintah dan masyarakat dengan menanamkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan memberikan informasi kepada pemerintah tentang apa yang dibutuhkan oleh masyarakat Muslim. Sejalan dengan pemikiran John Galtung yang mendefinisikan perdamaian sebagai tidak adanya kekerasan jenis apapun baik kekerasan fisik, struktur, atau budaya. Ia menekankan bahwa perdamaian adalah konteks (dalam dan luar) bagi cara yang konstruktif untuk mengatasi konflik. 16 Peacebuilding
13
14
15 16
Mitchell Chris. 1981. The Structure of International conflict. Macmillan : London. Dalam paper Suharno. Konflik, Etnisitas dan Integrasi Nasional. John Paul Lederach. op. cit. h.29. John Paul Lederach. op. cit .h.22 John Galtung. 1996. Cultural peace: some characteristics. Dalam: UNESCO, From a culture of Violence to a Culture of Peace,hlm.75-92. Paris. Dalam dewi fortuna Anwar,dkk.2005.Konflik Kekerasan Internal.Organisasi Obor Indonesia;LIPI:Jakarta. h.344
37 International Society
Vol. 1 No. 1, Agustua 2014 Hubungan Internasional Univrab Pekanbaru
Eka Wijayanti dan Yantos
Peran TAF (The Asia Foundation) dalam Proses Penyelesaian Konflik di Thailand Selatan
Thania dan Lederach mengemukakan bahwa peacebuilding merupakan sebuah proses yang meliputi tahapan-tahapan untuk mengubah konflik menuju damai yang berkelanjutan. Perdamaian selalu membutuhkan upaya-upaya yang kreatif dan inovatif dalam menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi, seiring dengan perkembangannya TAF sebagai peacebuilder mempunyai program-program untuk pengembangan, perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan di wilayah Asia termasuk di Thailand Selatan dengan membantu proses transformasi konflik dalam mencapai peacebuilding.
METODOLOGI PENELITIAN Untuk menjawab masalah dan mencapai tujuan penelitian sebagaimana telah dirumuskan, meetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yang bersifat deskritif – analitis, yaitu membuat gambaran secara sistematis guna memperoleh gambaran yang komprehensif tentang konflik di Thailand Selatan dan juga memberikan pemaparan terhadap suatu permasalahan, kondisi, gejala dan tindakan. Untuk pengumpulan data-data digunakan studi kepustakaan, (library research), dengan merujuk pada buku-buku, jurnal, artikel dan berita-berita media yang relevan. Dalam mengumpulkan data-data tersebut peneliti lebih banyak memanfaatkan media internet sebagai source of data. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Peran TAF di Thailand TAF mulai beroperasi di Thailand pada tahun 1961 dengan fokus kegiatan pada good governance, law and civil society, women’s empowerment, economic reform and development. Program utama TAF di Thailand adalah membantu pemerintah menuju proses demokrasi dan membantu proses penyelesaian konflik di Thailand Selatan, akan tetapi fokus penelitian ini adalah proses transformasi konflik yang dilakukan TAF dalam membangun kembali hubungan antara pemerintah dan masyarakat Muslim Thailand Selatan. TAF masuk ke Thailand melalui kerjasama dengan berbagai lembaga pemerintah, organisasi masyarakat sipil dan sektor swasta. Melalui kemitraan tersebut, sampai saat ini TAF terus mendukung prakarsa Thailand dalam melakukan konsolidasi demokrasi, perbaikan layanan pemerintah, meningkatkan akses keadilan, supremasi hukum, pemberdayaan perempuan dan hak asasi manusia (HAM) termasuk peacebuilding di Thailand Selatan. Selama lebih dari lima dekade TAF ikut berkontribusi memenuhi kebutuhan pemerintah Thailand melalui serangkaian program seperti, mempromosikan mitigasi konflik, mendukung keterlibatan warga dalam urusan publik, membantu pengelolaan tata pemerintahan yang responsif dan transparan yang didukung oleh survey persepsi warga terhadap pandangan dan harapan warga kepada para pemimpin politik dan anggotaanggota parlemen. TAF giat dalam membantu pemerintah Thailand untuk proses penyelesaian konflik di Thailand Selatan dengan mengurangi tingkat kekerasan dan menciptakan perdamaian (peacebuilding) melalui transformasi konflik. Cara-cara yang dilakukan TAF dalam mengurangi kekerasan yaitu, melakukan dialog deliberative, program talks show debuts tentang human rights, melakukan problem solving workshop seperti “Conflict Management Workshop Orientation on Radio”, membuka akses keadilan dengan cara memberikan pelatihan tentang advokasi, mempromosikan hak asasi manusia termasuk pemberdayaan perempuan melalui
38 International Society
Vol. 1 No. 1, Agustua 2014 Hubungan Internasional Univrab Pekanbaru
Eka Wijayanti dan Yantos
Peran TAF (The Asia Foundation) dalam Proses Penyelesaian Konflik di Thailand Selatan
program Women Peace di Radio, mempromosikan budaya Melayu, dan mendukung warga dalam partisipasi politik misalnya, pemilihan umum. TAF berupaya untuk berkontribusi dalam membangun kembali rasa kepercayaan masyarakat Muslim Thailand Selatan terhadap pemerintah dengan berbagai program seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. TAF Sebagai Peacebuilder Sebagai peacebuilder, TAF membantu pemerintah Thailand dan masyarakat Muslim di Thailand Selatan untuk melakukan negosiasi dan mempertemukan kedua belah pihak untuk melakukan dialog dengan tujuan mencari solusi dari konflik yang telah terjadi. TAF melakukan transformasi konflik untuk mencapai paecebuilding dengan mendukung rekonsiliasi. Upaya-upaya yang telah dilakukan TAF adalah untuk memperbaiki kembali hubungan antara masyarakat dan pemerintah Thailand dengan membantu keluhan dan kebutuhan masyarakat serta mendorong pemerintah untuk lebih transparansi dan membuka ruang aspirasi masyarakat. Dalam melakukan peacebuilding, TAF mendukung inisiatif untuk membuka ruang politik dalam dialog nasional antara pemerintah Thailand dan masyarakat Melayu Thailand Selatan untuk membicarakan akar konflik tersebut. Proses peacebuilding ini membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai perdamaian yang abadi. Program-program TAF mencoba untuk membahas isu-isu yang sensitif seperti, pemeliharaan identitas budaya Melayu, penggunaan bahasa daerah Melayu-Pattani di sekolah-sekolah, memahami sejarah lokal, dan mengalihkan kekuatan di tingkat lokal. Program-program TAF juga membantu melindungi hak-hak yang diatur dalam undang-undang melalui Muslim Attorney Center.17 TAF Melakukan Transformasi Konflik Pada Top Leadership Level Proses transformasi konflik yang dilakukan TAF pada level ini yaitu fokus kepada pemerintah. Pemerintah merupakan key actor yang terlibat sekaligus berperan penting dalam proses penyelesaian konflik di Thailand Selatan. Pendekatan yang dilakukan TAF kepada pemerintah adalah dengan melalui program-program mereka, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Selama bertahun-tahun TAF telah mendukung upaya pemerintah untuk memperkuat dan mempertahankan institusi pemerintahan yang demokratis. TAF mendukung pemimpin-pemimpin Thailand yang berpengaruh dan lembaga-lembaga pemerintahan untuk mengadvokasi perubahan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah di Thailand Selatan. TAF melakukan transformasi konflik terhadap pemerintah melalui programprogramnya seperti : a.
National Dialogues on Peace TAF memberikan dukungan kepada lembaga King Prajadhipok Institute (KPI), yang merupakan
sebuah organisasi di Thailand yang sangat berpengaruh, untuk mengadakan debat mengenai kebijakan damai yang komprehensif untuk Thailand Selatan dengan mengadakan serangkaian konsultasi publik dan lokakarya dengan para pejabat senior pemerintah, militer, dan masyarakat sipil. Untuk melengkapi inisiatif ini berdasarkan kebijakan dan membangun dukungan publik yang vital bagi proses perdamaian, TAF juga bekerjasama dengan media untuk memastikan perbaikan isu-isu lokal.18
17
18
TAF. 2009. Peacebuilding in Asia. Diakses dari http://www.asiafoundation.org/resources/pdfs/4Pager/PeacebuildingNov098.5x11.pdf Pada tanggal 25 Februari 2013 TAF. Program Addressing Violent Conflict. loc.cit
39 International Society
Vol. 1 No. 1, Agustua 2014 Hubungan Internasional Univrab Pekanbaru
Eka Wijayanti dan Yantos
Peran TAF (The Asia Foundation) dalam Proses Penyelesaian Konflik di Thailand Selatan
TAF juga mendukung lembaga King Prajadhipok Institute (KPI) untuk berafiliasi dengan pemerintah, mengorganisir 92 kelompok pemimpin yang berpengaruh dari layanan sipil, militer, polisi, masyarakat sipil, dan media untuk mengembangkan rekomendasi strategis dalam perdamaian di Thailand Selatan. Rekomendasi ini, dirilis pada konferensi tahun 2009 dalam pidato Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva. 19 Program TAF juga mempromosikan rekonsiliasi dan mengatasi penyebab kekerasan di provinsiprovinsi selatan yang berkonflik. Rekonsiliasi memberikan peluang yang besar bagi partisipasi masyarakat. Penggunaan budaya Melayu dalam program mempromosikan ruang budaya dimanfaatkan untuk membangun kembali rasa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. b. Reformasi Pemerintah Dalam perubahan lingungan politik, TAF membantu pemerintah melakukan proses transisi, konsilidasi dan reformasi. Dalam hal ini juga melibatkan masyarakat sipil untuk menginformasikan dalam diskusi mengenai reformasi konstitusi dan memperkuat mekanisme akuntabilitas dalam sistem peradilan formal.20 c. Meningkatkan akses terhadap keadilan dan administrasi peradilan pidana Melalui pelatihan teknis, advokasi reformasi hukum, pendidikan publik, dan mendukung penyelesaian kasus, TAF meningkatkan kapasitas polisi, jaksa, patolog forensik, organisasi pelayanan umum, dan media untuk berkolaborasi dalam penerapan teknik-teknik investigasi forensik. Inisiatif peradilan pidana menciptakan ruang bagi pemerintah, akademisi, masyarakat sipil, the criminal bar, media cetak dan elektronik untuk berkolaborasi dalam kegiatan yang meningkatkan kepercayaan publik terhadap polisi dan lembaga peradilan pidana lainnya melalui dialog dan kerjasama antara masyarakat dan polisi yang melayani mereka. 21 d. Meningkatkan Kapasitas Forensik untuk Mempromosikan HAM dan Supremasi Hukum di Thailand Meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum untuk mengadili pelanggar hak asasi manusia melalui, penerapan teknik investigasi forensik, mengurangi ambiguitas dan kesenjangan dalam undang-undang, peraturan dan prosedur yang menunjukkan bukti forensik dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang peran penyelidikan forensik dalam kasus-kasus hak asasi manusia. e. Mitigasi dan manajemen konflik di Thailand Selatan Dalam melaksanakan mitigasi dan manajemen konflik TAF melakukan penguatan pemimpin Thailand yang berpengaruh, menganjurkan pemerintah untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengembangan kebijakan dan implementasinya dalam lingkungan konflik Thailand Selatan, memajukan wacana kebijakan tentang pengakuan tata kelola alternatif dan pembangunan perdamaian di Thailand Selatan, membangun kapasitas masyarakat masyarakat Thai-Melayu dan mengajak organisasi masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam proses perdamaian. TAF Melakukan Transformasi Konflik Pada Middle Leadership Level Pada level ini, TAF bekerjasama dengan para pemimpin lokal yang berpengaruh seperti, pemimpin agama, kelompok aristokrat, pejabat pemerintah daerah, tokoh-tokoh masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat lokal (LSM), melalui program-programnya yaitu : a. Mempromosikan partisipasi warga dalam reformasi konstitusi
19 20 21
TAF. 2009. Peacebuilding in Asia. loc.cit TAF. Thailand. loc.cit TAF. Thailand. Ibid
40 International Society
Vol. 1 No. 1, Agustua 2014 Hubungan Internasional Univrab Pekanbaru
Eka Wijayanti dan Yantos
Peran TAF (The Asia Foundation) dalam Proses Penyelesaian Konflik di Thailand Selatan
TAF mendukung upaya masyarakat sipil dan lembaga-lembaga kebijakan publik untuk menginformasikan substansi dari proses reformasi konstitusi, meningkatkan kesadaran masyarakat, menguatkan pemahaman reformasi, dan pandangan publik. b.
Pemberdayaan masyarakat dan pemimpin lokal Untuk menciptakan perdamaian abadi di Thailand Selatan, TAF memperkuat kapasitas para
pemimpin masyarakat untuk memfasilitasi dialog dan inisiatif pembangunan perdamaian yang mencerminkan aspirasi warga. TAF bekerja dengan para pemimpin agama Muslim dan Buddha, aktor masyarakat sipil yang dinamis, pejabat pemerintah daerah, pemilik usaha, perempuan, dan anggota masyarakat terhormat lainnya, dengan tujuan memulihkan kepercayaan dan empati serta membangun tatanan sosial yang tangguh. Melihat dari pengalaman negara-negara Asia lainnya, TAF juga mendorong peningkatan keselamatan dan keamanan melalui pemahaman yang lebih besar, komunikasi, dan kerjasama antara anggota masyarakat dan aparat keamanan yang bekerja di Thailand Selatan.22 c. Pemberdayaan perempuan TAF bekerja sama dengan organisasi lokal untuk memberdayakan perempuan dalam mayoritas Muslim di Thailand Selatan. Salah satu upaya yang dilakukan TAF adalah mengangkat topik tentang “Women & Peace” dalam sebuah acara radio yang diproduksi oleh Women Network on Stopping Violence and Promoting Peace (WePeace) dalam bahasa Thai dan Melayu.23 TAF juga mendukung We Peace untuk melakukan pelatihan media khusus, sehingga para perempuan dapat lebih berkomunikasi mengenai kepedulian sosial, budaya dan politik mereka. Informasi melalui website, koran-koran, dan media lainnya untuk memastikan agar suara mereka dapat didengar. Sebagai bagian dari program untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada para korban pelanggaran hak asasi manusia di provinsi selatan, TAF menempatkan penekanan khusus pada perempuan melalui organisasiorganisasi seperti, We Peace dan The Deep South Woman Network for Peace (Deep Peace). TAF juga menjalankan lokakarya hukum yang memberikan pemahaman yang lebih baik pada wanita terhadap hak-hak dasar manusia, proses peradilan, dan hukum bela diri serta dekrit darurat yang digunakan di Thailand Selatan. Melalui lokakarya para perempuan juga memperoleh teknik pelaporan dan keterampilan konseling psikososial. 24 TAF juga membantu para perempuan yang ingin mendapatkan keahlian lebih dibidang hukum dengan memberikan beasiswa, misalnya salah satu organisasi lokal yaitu Muslim Attorney Center (MAC) beberapa staffnya mendapatkan beasiswa untuk menyelesaikan sarjana hukum mereka. 25 Semua kegiatan ini dilakukan untuk mengurangi konflik kekerasan di Thailand Selatan. TAF mengakui bahwa identitas, pendidikan, pembangunan ekonomi, partisipasi dalam pengambilan keputusan lokal dan akses terhadap keadilan merupakan langkah menuju perdamaian. d. Safeguarding Local Identity Sesuai dengan kebijakan pemerintah yang memperkenankan untuk membuka ruang budaya yang lebih besar, TAF bekerjasama dengan sekolah menengah untuk menciptakan kesempatan bagi siswa untuk membahas sejarah lokal dengan cara depolitisasi, sementara itu TAF juga mengekspos pejabat pemerintah dan tokoh masyarakat untuk menerapkan kerjasama pada pemerintah lokal dan minoritas, serta mempunyai 22
TAF. Thailand. Ibid TAF. Access to Justice in Thailand’s Troubled South: Empowering Women in the Conflict Zone. Ibid 24 Ibid 25 TAF. Access to Justice in Thailand’s Troubled South: Empowering Women in the Conflict Zone. Ibid 23
41 International Society
Vol. 1 No. 1, Agustua 2014 Hubungan Internasional Univrab Pekanbaru
Eka Wijayanti dan Yantos
Peran TAF (The Asia Foundation) dalam Proses Penyelesaian Konflik di Thailand Selatan
pendekatan alternatif untuk mempertahankan identitas tanpa menggunakan kekerasan atau mengancam persatuan nasional.26 e. Survey TAF melakukan survey kepada masyarakat Thailand Selatan dengan maksud untuk memajukan pengetahuan mereka tentang isu-isu yang relevan mengenai masalah yang dihadapi dalam partai politik, aparat keamanan, administrasi lokal, dan menyediakan bantuan pembangunan serta menangani kekerasan yang melanda provinsi-provinsi di Thailand Selatan sejak Januari 2004. Survey tersebut kemudian diberikan kepada anggota parlemen, pejabat pemerintah, akademisi, organisasi masyarakat sipil, masyarakat internasional, dan pemangku kepentingan lainnya dengan informasi tentang pendapat warga di Thailand Selatan. f. Mengatasi Hambatan Bahasa Mayoritas masyarakat Thailand Selatan berbicara menggunakan bahasa Pattani-Melayu sebagai bahasa ibu mereka, namun bahasa Thai adalah bahasa para pegawai negeri sipil. Untuk menjembatani perbedaan bahasa, TAF mendukung pengembangan pembelajaran bahasa Pattani-Melayu bagi polisi, pengadilan, dan pejabat pemerintah lainnya. TAF melalui kerjasama dengan lembaga pemerintah daerah dan Southern Border Province Administration Center (SBPAC) melatih orang Pattani Melayu asli bekerja sebagai penerjemah kepolisian dan penerjemah pengadilan, serta mendukung inisiatif lokal untuk mempromosikan penggunaan bilingual (dua bahasa) Thailand-Yawi (Melayu) dan pemulihan nama desa asal mereka, Melayu-Pattani.27 TAF Melakukan Transformasi Konflik Pada Grassroots Leadership Level Dalam melakukan transformasi konflik pada level ini, TAF memiliki beberapa program-program yang telah dijalankan kepada masyarakat sipil yang juga merupakan key actor dalam konflik di Thailand Selatan. Berikut program-program TAF di Thailand Selatan : a. Meningkatkan pendidikan Pendidikan mengenai konflik bagi masyarakat luas sangat dibutuhkan untuk masa mendatang. Kemampuan untuk mencari alternatif terbaik untuk pemecahan masalah, membangun kesadaran kritis untuk pencegahan konflik, serta keterampilan untuk melakukan negosiasi sebagai alternatif lain dari kekerasan dapat dibangun melalui pendidikan. TAF telah mendistribusikan 53,545 jilid buku dan jurnal untuk 410 sekolah, universitas, perpustakaan umum, dan lembaga lainnya di seluruh Thailand. 28 Buku untuk Thailand berkontribusi dengan buku pelajaran untuk melengkapi karya TAF untuk membantu reformasi kurikulum sekolah menengah Islam swasta (pondok). b. Akses Terhadap Keadilan bagi Masyarakat Mempromosikan warga untuk meningkatkan akses ke pengadilan dengan memberikan beasiswa bagi siswa Thai-Muslim dari provinsi Selatan untuk belajar hukum bersama mitra lokal Muslim Attorney Center (MAC). c. Mitigasi dan manajemen konflik di Thailand Selatan : Tanggapan survey dari masyarakat TAF melakukan survey mengenai tanggapan publik tentang demokrasi dan pemerintahan di wilayah Thailand Selatan dan implikasinya terhadap konflik. Program ini bekerjasama dengan MIAdvisory.
26
TAF. Thailand. loc.cit TAF. Thailand. loc.cit 28 TAF. 2011. Project List 2011. Diakses dari http://www.asiafoundation.org/resources/pdfs/ProjectList2011FINALWEB.pdf . Pada tanggal 20 Mei 2013 27
42 International Society
Vol. 1 No. 1, Agustua 2014 Hubungan Internasional Univrab Pekanbaru
Eka Wijayanti dan Yantos
Peran TAF (The Asia Foundation) dalam Proses Penyelesaian Konflik di Thailand Selatan
d. Negosiasi dalam ruang budaya : Melestarikan budaya Melayu-Pattani dan mempromosikan sejarah MelayuPattani di Thailand. Program ini diharapkan dapat meningkatkan hubungan baik antara pemerintah dan masyarakat Melayu-Muslim dengan mewujudkan bahwa ruang budaya dapat memberikan rasa hormat kepada masyarakat etnis yang berbeda dalam parameter negara Thailand. e. Melindungi dan mempromosikan Hak Asasi Manusia Penguatan kapasitas organisasi masyarakat sipil untuk berbagi pengalaman, memberikan pelajaran dan memperluas jaringan internasional dalam memerangi perdagangan manusia. f. Penguatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan Mempromosikan suara warga dan masukan dalam reformasi demokrasi, good governance dan pencegahan korupsi. g. Melakukan penelitian tentang keadaan pemuda yang terkena dampak konflik di Thailand Selatan Menerapkan alat kuanlitatif dan kuantitatif untuk memahami keadaan pemuda yang terkena dampak konflik di Thailand Selatan dengan fokus pada keamanan, efikasi politik, pendidikan, akses pada kesehatan masyarakat dan layanan dasar lainnya. h. Lingkungan Memberikan dukungan kepada korban bencana untuk pemulihan ekonomi, pelayanan bantuan hukum dan membantu dalam menyelesaikan sengketa tanah, meningkatkan kesiapan masyarakat untuk banjir dan keadaan darurat lainnya. Dalam menjalankan program-programnya di Thailand, TAF bekerjasama dengan organisasi-organisasi lokal di wilayah itu.
KESIMPULAN DAN SARAN Sasaran akhir suatu penelitian adalah ingin menjawab permasalahan penelitian dan membuktikan tujuan penelitian, sebagai berikut: Peran TAF sebagai peacebuilder di Thailand Selatan telah mampu berkontribusi dalam memulihkan hubungan masyarakat Muslim dan pemerintah. Dengan dilakukannya proses transformasi konflik melalui program-program yang dilakukan oleh TAF, sedikit demi sedikit telah dapat merubah persepsi antara pemerintah dan masyarakat Muslim menjadi positif. Upaya transformasi konflik yang dilakukan TAF pada 3 level, yaitu: (1) Level pemerintah (top leadership), (2) Level LSM lokal dan tokoh-tokoh masyarakat (middle leadership), (3) Level lapisan masyarakat (grassroots leadership). Saran Upaya TAF membangun perdamaian di Thailand dengan melaksanakan program-program yang bertujuan mentransformasikan konflik menjadi damai, untuk mewujudkan peacebuilding. Proses ini sangat membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga TAF perlu mencarikan beberapa bentuk solusi sebagai alternatif yang lebih cepat dalam menyelesaikan konflik di Thailand Selatan.
43 International Society
Vol. 1 No. 1, Agustua 2014 Hubungan Internasional Univrab Pekanbaru
Eka Wijayanti dan Yantos
Peran TAF (The Asia Foundation) dalam Proses Penyelesaian Konflik di Thailand Selatan
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Qisai, Boedhi Wijardjo, dkk. 2012.”Mengawal Integrasi Sosial:Konsepsi dan Kerangka Kerja Sistem Peringatan dan Respon Dini Terhadap Konflik di Wilayah Pascakonflik”. Kemitraan bagi pembaruan tata pemerintahan:Jakarta. Baiq L.S.W.Wardhani. 2007. Mengukur Probabilitas Keterlibatan Indonesia dalam Resolusi Konflik di Thailand Selatan. Dep.Hubungan Internasional.Universitas Airlangga:Surabaya. Burke, A. 2011. “Peripheral Conflicts and Limits to Peacebuilding: Foreign Aid and the Far South of Thailand‟, PhD thesis. University of London: England. David Corten. 1993. Tindakan Sukarela dan agenda global. Organisasi Obor Indonesia dan Pustaka Sinar Harapan:Jakarta. David Corten. 1993. Tindakan Sukarela dan agenda global . Organisasi Obor Indonesia Dan Pustaka Sinar Harapan:Jakarta. Dewi fortuna Anwar,dkk.2005.Konflik Kekerasan Internal.Organisasi Obor Indonesia;LIPI:Jakarta. Erni Budiwanti.2008.Minoritas Muslim di Filipina,Thailand,dan Myanmar:Masalah Represi Politik”. Dalam Jurnal Problematika Minoritas Muslim di Asia Tenggara. Lubis, Nur A Fadhil. 2003. From Armed Rebellion to Cultural Resistance. A Study of the Changing Identities of Malay-Muslims in Southern Thailand. Faculty of Syari’ah Institute of Islamic Studies North Sumatra : Medan. John Paul Lederach. 1997.“Building Peace: Sustainable Reconciliation in Divided Societies”. United States Institute of Peace Press:Washington, D.C. Maja Zehfuss. 2004. Constructivism in International Relations: The politics of reality. Cambridge University Press. Australia. Marika Stella Dora Shiga, “Peace Building in Southern Thailand: A Developmental Contribution By TAF To Conflict Transformation?”, dalam paper Peace & Conflict. McVey,R. 1984. Separatisme and the Paradoxes of the Nation-state in Perspective. In Joo-Jock, L & Vani S.(eds).Armed Separatism in southeast Asia.ISEAS:Singapore. Mitchell Chris. 1981. The Structure of International conflict. Macmillan : London Rupensinghe, 1995. Dalam A Journal of Peace and Action. 2009. “Conflict Transformation: Three Lenses in One Frame”. Published by The Life & Peace Institute : Sweden. Ryan Stephen, 1990. “Ethnic Conflict and International Relations”. Dartmouth : England. Sharon Siddique Ibrahim, Yasmin Hussain (Eds).1990. Reading on :Islam in Southeast Asia.ISEAS: Singapore.
44 International Society
Vol. 1 No. 1, Agustua 2014 Hubungan Internasional Univrab Pekanbaru
Eka Wijayanti dan Yantos
Peran TAF (The Asia Foundation) dalam Proses Penyelesaian Konflik di Thailand Selatan
Thania Paffenholz, “Understanding Peacebuilding Theory: Management, Resolution and Transformation”. Dalam A Journal of Peace and Action. 2009. “Conflict Transformation: Three Lenses in One Frame”. Published by The Life & Peace Institute : Sweden
45 International Society
Vol. 1 No. 1, Agustua 2014 Hubungan Internasional Univrab Pekanbaru