MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 12/PUU-XIII/2015 PERKARA NOMOR 13/PUU-XIII/2015
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN DAN DPR (III)
JAKARTA SELASA, 3 MARET 2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 12/PUU-XIII/2015 PERKARA NOMOR 13/PUU-XIII/2015 PERIHAL -Pengujian Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji [Pasal 5, Pasal 6 ayat (4) dan ayat (5), Pasal 7, Pasal 8 ayat (2), Pasal 10 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, Pasal 12 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 50] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 -Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji [Pasal 4 ayat (1), Pasal 5, Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 30 ayat (1)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
PEMOHON 1. Fathul Hadie Utsman 2. Sumilatun 3. JN Raisal Haq ACARA Mendengarkan Keterangan Presiden dan DPR (III) Selasa, 3 Maret 2015, Pukul 14.04 – 14.29 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat
SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Arief Hidayat Anwar Usman Aswanto Muhammad Alim I Dewa Gede Palguna Maria Farida Indrati Suhartoyo
Achmad Edi Subiyanto
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota)
Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Fathul Hadie Utsman B. Pemerintah: 1. Wicipto Setiadi 2. Budijono 3. Abdul Jamil 4. Ramadhan Harisman 5. Sri Ilham Lubis 6. Muhajirin Yanis 7. Anang
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.04 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 12/PUU-XII/2015 dan Nomor 13/PUU-XII/2015 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon yang hadir. Silakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: FATHUL HADIE UTSMAN Assalamualaikum wr. wb. Selamat sore dan om swastiastu om. Yang Mulia, kami sebagai Kuasa dari para Pemohon, nama Fathul Hadie Utsman.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Pak Fathul Hadie haji ini, ya karena ini mengajukan permohonan terhadap Undang-Undang Haji, maka menyesuaikan, ya. Jadi, Pemohon … biasanya kalau undang-undang yang lain enggak pakai peci, ini karena Undang-Undang Haji yang dipermasalahkan pakai peci. DPR tidak hadir? Pemerintah yang hadir siapa? Saya persilakan.
4.
PEMERINTAH: BUDIJONO Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah mewakili presiden yang hadir sebelah kiri saya, Bapak Dr. Wicipto Setiadi, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan. Selanjutnya, Bapak Ramadhan Harisman, Direktur Pengelolaan Haji. Ibu Sri Ilham Lubis, Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri. Bapak Muhajirin Yanis, Direktur Pembinaan Haji dan Umrah. Yang paling ujung Bapak Prof. Dr. H. Abdul Jamil, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang sekaligus akan membacakan keterangan presiden, Yang Mulia. Terima kasih, Yang Mulia.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Selamat datang di Mahkamah Konstitusi, Pak Jamil. Ini Prof. Jamil sahabat saya, waktu di Semarang beliau Rektor IAIN Semarang Walisongo, saya anak buah beliau ini.
1
Baik, agenda pada pagi … siang hari ini atau sore hari ini adalah mendengarkan keterangan DPR dan keterangan presiden, tapi karena DPR reses pada kesempatan ini belum bisa memberikan keterangan, saya persilakan Pemerintah yang mewakili presiden, Prof. Abdul Jamil, saya persilakan. 6.
PEMERINTAH: ABDUL JAMIL Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita sekalian, om swastiastu. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, izinkan kami membacakan keterangan presiden atas permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Haji terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini. Nama: 1. Yasona H. Laoly, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 2. Lukman Hakim Syaifuddin, Menteri Agama Republik Indonesia. Dalam hal ini baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia yang dalam hal ini disebut sebagai Pemerintah. Perkenankan kami menyampaikan keterangan presiden baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan atas permohonan pengujian constitutional review ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 33, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dan ketentuan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 23, dan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, selanjutnya disebut Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji terhadap Ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UndangUndang Dasar Tahun 1945 yang dimohonkan oleh Dra. Sumilatun, M.Pd. dan JN. Raisal Haq, S.Si. Dalam permohonan ini memberikan Kuasa kepada Fathul Hadie Utsman untuk selanjutnya disebut sebagai para Pemohon sesuai registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XIII/2015 tanggal 19 Januari 2015. Dengan perbaikan permohonan tanggal 9 Februari 2015 dan Nomor 13/PUU-XIII/2015 tanggal 19 Januari 2015 dengan perbaikan permohonan tanggal 9 Februari 2015. Selanjutnya, perkenankanlah Pemerintah menyampaikan keterangan atas permohonan pengujian Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji dan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagai berikut.
2
Yang pertama, Yang Mulia, terhadap pokok permohonan, mohon izin untuk tidak dibacakan seluruhnya karena sudah dipahami baik oleh pemerintah maupun para Pemohon sendiri. Terima kasih. Kemudian yang kedua, kami sampaikan tentang kedudukan atau legal standing para Pemohon. Terhadap kedudukan hukum atau legal standing para Pemohon, Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum atau legal standing atau tidak. Dalam permohonan pengujian undang-undang a quo sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun berdasarkan putusanputusan Mahkamah Konstitusi terdahulu vide Putusan Nomor 006/PUUIII/2005 dan Putusan Nomor 0011 … 011/PUU-V/2007. Selanjutnya, izinkan kami menyampaikan keterangan Pemerintah atas nama … atas materi permohonan yang dimohonkan untuk diuji. Sebelum Pemerintah menjawab dalil para Pemohon dalam permohonannya, Pemerintah menyampaikan keterangan terhadap materi pasal yang diuji tidak dengan pasal per pasal, baik dalam UndangUndang Penyelenggaraan Ibadah Haji maupun Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji secara runtun karena menurut pemerintah maksud dan tujuan dari para Pemohon adalah sama. Namun pemerintah menjawab secara garis besar dari kedua undang-undang tersebut … dari undang-undang tersebut sebagai berikut. Sehubungan dengan dalil para Pemohon terhadap ketentuan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji, pemerintah memberikan keterangannya sebagai berikut. 1. Terhadap ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dimaksudkan sebagai berikut. a. Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang Islam yang memenuhi syarat istita’ah, baik secara finansial, fisik, maupun mental, sekali seumur hidup. Di samping itu, kesempatan menunaikan ibadah haji sangat dipengaruhi oleh kebijakan kuota dari pemerintah kerajaan Saudi yang tidak sebanding dengan animo masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji. Oleh karena itu, penyelenggaraan ibadah haji harus didasarkan pada prinsip keadilan untuk memperoleh kesempatan yang sama bagi setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam. b. Bahwa penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menyangkut nama baik negara Indonesia di Arab Saudi, sehingga pemerintah sebagai penanggung jawab yang diamanatkan oleh konstitusi sebagai pembentuk undang-undang 3
mengatur tentang persyaratan bagi hak-hak setiap warga negaranya yang hendak menunaikan ibadah haji. c. Bahwa pemerintah sebagai pengemban tugas dari konstitusi harus melaksanakan dan mengatur warga negaranya dalam melaksanakan rukun Islam yang kelima. Apabila para Pemohon dalam permohonanya dianggap benar atau quad non, pemerintah akan dianggap melanggar HAM orang lain yang hendak menunaikan ibadah haji walaupun sudah pernah menunaikan ibadah haji. Jika pemerintah melarang umat Islam dalam menjalankan ibadahnya justru akan melanggar HAM bagi umat yang lain sebagaimana diamanatkan di dalam ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.” Meskipun demikian, dalam rangka untuk mempersingkat antrean yang panjang, diperlukan pengaturan bagi warga negara yang sudah pernah berhaji yang hendak menunaikan ibadah haji kembali. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji Pasal 4 ayat (2) yang berbunyi, “Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.” Hal ini juga sejalan dengan ketentuan Pasal 28J ayat (2) UndangUndang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan, “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral nilai-nilai agama, keamanan, ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.” Dengan demikian, terhadap dalil para Pemohon yang menganggap ketentuan a quo merugikan para Pemohon, menurut pemerintah tidak tepat karena jika pemerintah melarang orang yang sudah menunaikan ibadah haji untuk kembali menunaikannya, maka pemerintah tidak melaksanakan dan menjamin bagi umat Islam yang hendak menunaikan ibadah haji sesuai dengan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. 2. Terhadap ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Penyelenggaraan Haji yang mengatur tentang pembayaran BPIH pada saat mendaftar dimaksudkan pembentuk undang-undang sebagai persyaratan bagi warga negara yang hendak menunaikan ibadah haji dengan syarat mampu, sehat jasmani dan rohani, dan adanya jaminan keamanan. Lihat Alquran surat Al Imran ayat 97, wa lillahi 'alan nasi hijjul baiti 4
man istatho'a ilaihi sabila, yang artinya dan di antara kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Bahwa pengejawantahan mampu adalah memiliki bekal perjalanan berhaji dan memenuhi kebutuhan nafkah bagi keluarga yang ditinggalkan. Bahwa setoran BPIH merupakan salah satu indikator kesiapan dan komitmen calon jemaah haji untuk menunaikan ibadah haji yang dibayarkannya pada saat calon jemaah haji mendaftar. Bahwa fakta membuktikan dengan diadakannya setoran awal pembayaran BPIH sebagai salah satu ukuran kemampuan dari sisi bekal atau finansial, animo masyarakat untuk melaksanakan ibadah haji tetap tinggi atau waiting list sampai dengan tanggal 31 Desember 2014, untuk haji reguler mencapai 2.684.305 orang, haji khusus mencapai 95.000, sedangkan kemampuan kuota haji setiap tahun hanya 168.800 untuk tiga tahun terakhir ini. Perlu saya tambahkan kepada sidang yang terhormat ini bahwa antrean haji kita di Indonesia ini yang terpanjang ada di Sulawesi Selatan yaitu orang mendaftar haji pada tahun sekarang ini akan mengantre sampai selama 27 tahun. Bahwa apabila setoran awal dihilangkan, maka daftar tunggu jemaah haji akan meningkat secara signifikan. Tidak ada kepastian untuk persiapan pembiayaan operasional penyelenggaraan ibadah haji tahun berjalan. Sebagai catatan, bagi calon jemaah haji yang sudah mendaftar dan sudah membayar setoran awal pun seringkali membatalkan atau mengundurkan diri yang jumlahnya kurang lebih mencapai 6.000 orang per tahun. Oleh karena itu, ketentuan Pasal 5 undang-undang a quo yang mengatur tentang persyaratan bagi setiap orang untuk membayar setoran awal BPIH, justru memberikan kepastian bagi setiap calon jemaah haji untuk menunaikan ibadah haji, sehingga menurut Pemerintah ketentuan a quo telah memberikan kepastian hukum, keadilan hukum, dan keteraturan karena jika setiap warga negara yang beragama Islam berkeinginan untuk menunaikan ibadah haji tanpa adanya setoran awal BPIH, maka dapat menimbulkan kekacauan, kegaduhan, dan ketidakpastian hukum karena penyelengaraan ibadah haji memerlukan perencanaan, pengelolaan dan transparansi, serta akuntabilitas, dan profesionalitas dalam pengelolaan tata keuangannya. 3. Terhadap ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Penyelenggaran Haji dianggap merugikan Para Pemohon dan mengandung ketidakpastian hukum karena dapat ditafsirkan bahwa yang boleh digunakan untuk biaya operasional adalah nilai manfaat BPIH tahun berjalan dan nilai setoran awal BPIH calon jemaah haji 5
daftar tunggu. Seharusnya yang dapat digunakan untuk biaya operasional adalah nilai manfaat BPIH tahun berjalan. Pemerintah tidak sependapat dengan dalil Pemohon yang menyatakan, “Biaya operasional penyelenggaran haji dari nilai manfaat tahun berjalan jika hal demikian dilaksanakan, dapat dipastikan setiap calon jemaah haji akan membayar BPIH yang lebih tinggi lagi.” Sebagai ilustrasi BPIH pada tahun yang lalu, itu rata-rata sekitar US$3.200. Apabila tidak ada … apa namanya ... pemanfaatan dari setoran awal, maka BPIH atau ongkos naik haji itu akan melonjak kisarannya kira-kira sampai mencapai Rp50.000.000,00 dan RP60.000.000,00. Nilai manfaat dana setoran awal BPIH selama ini, telah dimanfaatkan untuk mengurangi besaran BPIH yang dibayar jemaah atau yang diistilahkan dengan sebutan direct cost, antara lain untuk membiayai sebagian besar, sebagian biaya pemondokan Mekah dan Madinah, sewa hotel di Jeddah, atau general service fee atau pelayanan umum di Arab Saudi, katering dan transportasi di Arab Saudi, penerbitan paspor, pelayanan di embarkasi, buku manasik, dan pelaksanaan manasik, asuransi jemaah, operasional haji dalam dan luar negeri. 4. Terhadap ketentuan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Penyelenggaran Ibadah Haji menimbulkan ketidakpastian hukum karena dalam praktiknya KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) masih memungut biaya tambahan kepada calon jemaah haji, padahal seharusnya pembinaan ibadah haji baik yang diselenggarakan Pemerintah maupun masyarakat seharusnya dibiayai oleh dana BPIH, dan tidak boleh memungut biaya tambahan kepada calon jemaah haji di luar BPIH. Pemerintah berpendapat bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) a quo, pembinaan haji pada dasarnya dilakukan oleh Pemerintah tanpa memungut biaya apa pun dari jemaah. Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 30 undang-undang a quo dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang menguasai pembinaan ibadah haji atau manasik haji, untuk memberikan bimbingan ibadah haji. Jemaah memiliki kebebasaan untuk ikut atau tidak ikut bimbingan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut. Oleh karena itu, jika timbul biaya tambahan dalam bimbingan biaya haji tersebut, menurut Pemerintah sangat terkait dengan kesepakatan antara kedua belah pihak, jemaah haji dan pihak pembimbing jemaah haji KBIH tersebut, sehingga menurut Pemerintah anggapan Para Pemohon yang menyatakan ketentuan a quo berdasarkan … bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah tidak tepat dengan berkata lain ... dengan perkataan lain, anggapan Pemohon tersebut tidak terkait dengan isu konstitusionalitas pemberlakuan norma a quo.
6
5. Terhadap ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji yang mengatur pengelolaan keuangan haji dilakukan oleh BPKH, menurut Pemerintah. A. Bahwa pengelolaan keuangan haji bertujuan meningkatkan: 1. Kualitas penyelenggaran haji. 2. Rasionalitas dan efisiensi penggunaan BPIH. Dan, 3. Manfaat bagi kemaslahatan umat Islam. Ini adalah amanat undang-undang. Oleh karena itu, pengelolaannya dibagi dengan dasar. Pertama, penerimaan. Kedua, pengeluaran. Dan tiga, kekayaan. B. Bahwa penerimaan keuangan haji terdiri dari setoran BPIH dan/atau BPIH khusus nilai manfaat ... nilai manfaat keuangan haji, dana efisiensi, penyelenggaraan ibadah haji, DAU, sumber lain yang sah dan tidak mengikat. C. Setoran BPIH dan/atau BPIH khusus diperoleh dari jamaah haji dan dibayarkan ke rekening atas nama BPKH, dalam kedudukannya sebagai wakil yang sah dari jamaah haji pada kas haji menurut ... melalui BPS BPIH. Saldo setoran BPIH dan/atau BPIH khusus terdiri atas setoran BPIH dan/atau BPIH khusus beserta nilai manfaatnya. D. Bahwa pengelolaan keuangan haji yang dibayarkan ke rekening atas nama BPKH karena kedudukannya sebagai wakil sah dari jamaah haji pada kas haji melalui BPS BPIH. Hal ini dilakukan semata-mata pengelolaan keuangan haji dapat dikelola dengan baik dengan rasionalitas dan efisiensi, serta bermanfaat bagi kemaslahatan umat Islam. 6. Terhadap ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji, Para Pemohon merasa dirugikan karena BPKH dalam pengelolaan ... dalam pengelolaan keuangan haji menggunakan satuan hitung mata uang rupiah. Menurut Pemerintah sebagai berikut jawabannya. a. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu negara yang merdeka dan berdaulat memiliki mata uang sebagai salah satu simbol kedaulatan negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara vide Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. b. Dalam Pasal 50, tidak mengandung pengertian bahwa setoran BPIH oleh jemaah haji harus dalam bentuk rupiah. Namun dalam pasal ini hanya mengatur bahwa proses administrasi, akuntansi, dan pelaporan keuangan haji digunakan satuan mata uang rupiah karena hal ini sesuai dengan prinsip akuntansi yang umum digunakan. Yang Mulia Majelis ... Yang Mulia Ketua Majelis yang saya hormati. Terakhir saya sampaikan petitum.
7
Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan Pengujian atau constitutional review ketentuan a quo Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menolak permohonan pengujian Para Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian Para Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). 2. Menerima keterangan Presiden secara keseluruhan. 3. Menyatakan ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dan ketentuan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 23, Pasal 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Atas perkenan dan perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia, kami ucapkan terima kasih. Jakarta, 3 Maret 2015. Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly. Terima kasih, assalamualaikum wr. wb. 7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Dirjen. Selanjutnya apakah ada yang perlu dimintakan klarifikasi atau penjelasan lebih lanjut dari Meja Hakim? Cukup? Cukup. Baik, kepada Pemerintah, keterangan tertulis dimohon bisa diserahkan pada Mahkamah. Kepada Pemohon, apakah akan mengajukan saksi atau ahli pada persidangan yang berikutnya? Saya persilakan.
8.
KUASA HUKUM PEMOHON: FATHUL HADIE UTSMAN Pemohon mengajukan dua ahli dan dua saksi.
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Dua ahli dan dua saksi, akan hadir di sini atau melalui video conference? Akan hadir? Baik. Persidangan yang berikutnya yang akan datang dengan agenda untuk mendengarkan keterangan DPR dan 8
mendengarkan keterangan dua ahli dan dua saksi dari Pemohon, akan diselenggarakan hari Selasa, 24 Maret 2015, pada pukul 11.00 WIB. Saya ulangi, sidang berikutnya, sidang yang akan datang akan diselenggarakan pada hari Selasa, 24 Maret 2015 pada pukul 11.00 WIB, dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan keterangan dua ahli dan dua saksi dari Pemohon. Baik, ada lagi Pemohon yang akan disampaikan? Cukup? 10.
KUASA HUKUM PEMOHON: FATHUL HADIE UTSMAN Kalau tidak ada klarifikasi, cukup, tapi kalau ada klarifikasi (...)
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Nanti di berikutnya, ya. Dari Pemerintah, cukup? Cukup. Baik, kalau begitu persidangan pada sore hari ini selesai dan dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.29 WIB Jakarta, 3 Maret 2015 Kepala Sub Bagian Risalah,
t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
9