MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 21/PUU-XIII/2015
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN DAN DPR (III)
JAKARTA SELASA, 17 MARET 2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 21/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun [Pasal 74 ayat (1), Pasal 75 ayat (1), dan Pasal 107] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kahar Winardi Wandy Gunawan Chuzairin Pasaribu Lanny Tjahjadi Henry Kurniawan Muktiwijaya Pan Esther Liana Atmadibrata
ACARA Mendengarkan Keterangan Presiden dan DPR (III) Selasa, 17 Maret 2015 Pukul 14.14 – 15.21 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Arief Hidayat Anwar Usman Muhammad Alim Patrialis Akbar Wahiduddin Adams Aswanto Suhartoyo I Dewa Gede Palguna
Wiwik Budi Wasito
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Kahar Winardi 2. Wandy Gunawan 3. Chuzairin Pasaribu 4. Lanny Tjahjadi 5. Henry Kurniawan Muktiwijaya 6. Pan Esther 7. Liana Atmadibrata B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Muhammad Imam Nasef 2. R.A. Shanti Dewi C. Pemerintah: 1. Nasrudin 2. Siti Martini 3. Taufik Widjoyono 4. Paul Marpaung 5. Maharani 6. Budijono D. DPR: 1. Didik Mukrianto 2. Dahlia Bahnan 3. Agus Tri
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.14 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmannirrahim. Sidang dalam Perkara Nomor 21/PUUXIII/2015 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya cek kehadirannya. Pemohon siapa yang hadir? Silakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: R. A. SHANTI DEWI Terima kasih, Yang Mulia. Saya Shanti Dewi Mulyaraharjani Kuasa Hukum, ini Muhammad Nasef, kami dari Kantor Dewi Mulyaraharjani and Partners Law Firm, sebelah kanan-kiri kami adalah Prinsipal Pemohon.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, Prinsipal. Baik. DPR hadir enggak? Silakan, Pak Didik.
4.
DPR: DIDIK MUKRIANTO Terima kasih, Yang Mulia. Dari DPR hadir saya sendiri Didik Mukrianto dan didampingi oleh Bagian Hukum Sekretariat Jendral yaitu Ibu Dahlia Bahnan dan Bapak Agus Tri yang ada di belakang kami. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Didik. Dari mewakili presiden.
6.
Pemerintah yang hadir yang
PEMERINTAH: NASRUDIN Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah hadir mewakili Presiden, saya Nasrudin dari Kementerian Hukum dan HAM, sebelah kanan saya Ibu Siti Martini (Kepala Biro Hukum Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), sebelah kiri saya Bapak Taufik Widjoyono (Sekretaris Jendral Kementerian PUPR) yang sekaligus akan membacakan keterangan Presiden, selanjutnya Pak Paul Marpaung, Ibu Maharani, dan Bapak Budijono. Terima kasih, Yang Mulia.
1
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Agenda pada siang hari ini adalah mendengarkan keterangan DPR dan Presiden, saya persilakan DPR Pak Didik Mukrianto untuk memberikan keterangannya terlebih dahulu, saya persilakan.
8.
DPR: DIDIK MUKRIANTO Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera buat kita semuanya. Bapak Ketua Mahkamah Konstitusi beserta seluruh Majelis Hakim yang kami muliakan, Wakil dari Pemerintah, dan Pemohon yang kami hormati. Perkenankanlah pada kesempatan hari ini kami dari DPR-RI ingin menyampaikan keterangan terkait dengan permohonan uji material atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015. Yang kami muliakan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia beserta seluruh Majelis Hakim yang kami muliakan. Berdasarkan keputusan DPR-RI, DPR-RI telah menugaskan kepada Para Pimpinan Komisi III dan saya Didik Mukrianto dalam hal ini bertindak secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama DPRRI yang selanjutnya disebut DPR. Sehubungan dengan Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun yang diajukan oleh R. A. Santi Dewi, S.H., M.H., dan M. Imam Nasef, S.H., selaku Kuasa Hukum dari Kahar Winardi, Wandy Gunawan, Drs. Chuzairin Pasaribu, Lanny Tjahjadi, Henry Kurniawan Muktiwijaya, Pan Esther, dan Liana Atmadibrata untuk selanjutnya disebut Pemohon. Pada kesempatan kali hari ini perkenankanlah kami DPR menyampaikan keterangan terhadap permohonan pengujian atas Undang-Undang Rumah Susun tersebut sebagai berikut. Tentang kedudukan hukum atau legal standing Para Pemohon, kami di DPR berpandangan bahwa menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua atau Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Para Pemohon tersebut memiliki kedudukan hukum atas legal standing sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi? Terhadap pengujian Undang-Undang Rumah Susun khususnya Pasal 75 ayat (1) dan Pasal 107 Undang-Undang Rumah Susun, DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut. 1. Bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukkan watak dan kepribadian bangsa, serta sebagai salah 2
2.
3.
4.
5.
satu upaya untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya berjati diri, mandiri, dan produktif. Bahwa pemenuhan hak atas rumah merupakan masalah nasional yang dampaknya sangat dirasakan di seluruh wilayah tanah air. Pemenuhan kebutuhan perumahan tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui pembangunan rumah susun sebagai bagian dari pembangunan perumahan mengingat keterbatasan lahan di perkotaan di wilayah Negara Republik Indonesia ini. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun bertujuan untuk menciptakan dasar hukum yang tegas terkait dengan penyelenggaraan rumah susun dengan berdasarkan kepada asas kesejahteraan, keadilan dan pemerataan, kenasionalan, keterjangkauan dan kemudahan, keefisienan dan kemanfaatan, kemandirian dan kebersamaan, kemitraan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, kesehatan, kelestarian dan keberlanjutan, keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan, serta keamanan, ketertiban, dan keteraturan. Bahwa penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau, meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan ruang, mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh, mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan, memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi, memperdayakan para pemangku kepentingan, serta memberikan kepastian hukum dalam penyediaan kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun. Bahwa terhadap … mendapat Pemohon yang menyatakan bahwa pihak yang lebih tepat memfasilitasi pembentukan perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun adalah pemerintah. DPR menjelaskan bahwa terdapat pengklasifikasian rumah susun yang terdiri dari rumah susun umum, rumah susun khusus, rumah susun negara, dan rumah susun komersial. Berdasarkan Pasal 15 UndangUndang Rumah Susun, pemerintah berperan sebagai pelaku pembangunan secara penuh pada rumah susun negara. Sementara itu pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus dapat dilaksanakan oleh pemerintah, setiap orang, lembaga nirlaba, dan badan usaha. Sedangkan pembangunan rumah susun komersial hanya dapat dilakukan oleh swasta. Dengan demikian terkait dengan kewajiban pelaku pembangunan untuk memfasilitasi terbentuknya perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun perlu dilihat jenis rumah susun yang dimaksud dan dalam permohonan yang diajukan oleh Pemohon adalah dalam konteks rumah susun komersial yang dilaksanakan oleh pihak swasta. Oleh karena itu menurut pandangan DPR. Pemerintah hanya bisa memfasilitasi pembentukan
3
perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun terhadap rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara. 6. Terkait dengan rumah susun komersial, berdasarkan Pasal 70 ayat (5) huruf a Undang-Undang Rumah Susun, peran pemerintah terhadap pengelolaannya hanya sebatas sebagai fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun. 7. Bahwa terkait pendapat Pemohon yang menyatakan bahwa frasa
pelaku pembangunan wajib memfasilitasi terbentuknya perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Rumah Susun. Berpotensi menimbulkan konflik kepentingan atau conflict of interest. DPR menjelaskan bahwa perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun dalam pengambilan keputusan didasarkan kepada kepentingan penghuni rumah susun dan setiap anggota berhak memberikan satu suara sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 77 ayat (1) yaitu dalam hal perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun, memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kepemilikan dan pengelolaan rumah susun, setiap anggota mempunyai hak yang sama dengan nilai perbandingan proporsional. Dan ayat (2), “Dalam hal perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan penghunian rumah susun, setiap anggota berhak memberikan satu suara.” 8. Bahwa terkait dengan dalil Pemohon yang menyatakan bahwa Pasal 107 Undang-Undang Rumah Susun sepanjang frasa pemilik rumah
susun wajib membentuk perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-
Undang Dasar Tahun 1945. DPR menjelaskan bahwa Undang-Undang menetapkan para pemilik dan penghuni harus menghimpun diri dalam sebuah perhimpunan yang akan mengurus kepentingan bersama. Perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun dibentuk oleh pemilik dan penghuni rumah susun untuk mengurus kepentingan para pemilik dan penghuni yang berkaitan dengan pengelolaan kepentingan benda bersama, bagian bersama, tanah bersama, dan penghunian. Dengan demikian, perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun memiliki peran yang sangat vital dalam pengelolaan rumah susun, sehingga untuk memastikan terbentuknya PPPSRS perlu diatur adanya sanksi administratif, sebagaimana diatur dalam Pasal 107 Undang-Undang Rumah Susun. Sanksi administratif, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 Undang-Undang Rumah Susun sepanjang frasa pemilik satuan rumah
susun wajib membentuk perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun dikenakan kepada pemilik sarusun karena para pemilik sarusun dengan sendirinya akan terlibat di dalam masalah penggunaan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama 4
yang ada pada rumah susun yang bersangkutan. Sanksi administratif,
sebagaimana dimaksud Pasal 107 Undang-Undang Rumah Susun tersebut tidak dikenakan kepada pelaku pembangunan karena pelaku pembangunan hanya bertindak sebagai pengelola pada masa transisi sepanjang belum terbentuknya perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun. Terkait dengan pembentukan, perhimpunan, pemilik dan penghuni satuan rumah susun, pelaku pembangunan selaku pengelola pada masa transisi hanya memiliki kewenangan memfasilitasi para pemilik sarusun membentuk perhimpunan penghuni dimaksud. Dengan demikian, kewajiban pembentukan perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun tetap berada pada pemilik sarusun. Bahwa berdasarkan uraian-uraian di atas, DPR berpendapat bahwa argumentasi yang disampaikan oleh Para Pemohon sebenarnya bukanlah persoalan konstitusional norma, tetapi merupakan persoalan implementasi norma di dalam praktik penyelenggaraan pengelolaan rumah susun. Dengan demikian, ketentuan Pasal 75 ayat (1) dan ayat … dan Pasal 107 telah sejalan dengan asas keadilan dan kepastian hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) dan 28H ayat (4) UndangUndang Dasar Tahun 1945. Oleh karenanya ketentuan a quo tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Demikianlah keterangan DPR-RI kami sampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, memutus, dan mengadili perkara a quo. Demikian, terima kasih. 9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Didik Mukrianto. Berikutnya, keterangan Presiden. Saya persilakan, Pak Sekjen, untuk menyampaikan keterangan Pemerintah.
10.
PEMERINTAH: TAUFIK WIDJOYONO Assalamualaikum wr. wb.
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb.
12.
PEMERINTAH: TAUFIK WIDJOYONO Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, yang terhormat Teman-Teman dari jajaran Pemerintah, Yang Terhormat Para Pemohon. Kami atas nama Pemerintah ditugaskan untuk membacakan 5
keterangan Presiden atas permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta. Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini. 1. Nama, Yasonna H. Laoly (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia). 2. Nama, Muhammad Basuki Hadi Mulyono (Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat). Dalam hal ini, baik bersama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia, yang dalam hal ini disebut sebagai Pemerintah. Perkenankanlah kami menyampaikan keterangan Pemerintah, baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu-kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan atas permohonan pengujian atau constitutional review terhadap Pasal 75 ayat (1) dan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, yang selanjutnya disebut Undang-Undang Rumah Susun terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 yang dimohonkan oleh Kahar Winardi dan kawan-kawan yang memberikan kuasa kepada R. A. Santi Dewi, S.H., M.H., dan M. Imam Nasef, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus bertanggal 7 Januari 2015 untuk selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon sesuai regestrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XIII/2015 tanggal 15 Januari 2015 dengan perbaikan permohonan tanggal 2 Maret 2015. Selanjutnya perkenankanlah Pemerintah menyampaikan keterangan atas permohonan pengujian Pasal 75 ayat (1) dan Pasal 107 Undang-Undang Rumah Susun sebagai berikut. I. Pokok-Pokok Permohonan Para Pemohon. 1. Para Pemohon mengajukan uji materiil terhadap ketentuan Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Rumah Susun sepanjang frasa pelaku pembangunan wajib menfasilitasi terbentuknya PPPSRS didasari 2 alasan yaitu, pertama, PPPSRS atau Perhimbunan Pemilik dan Penghuni Rumah Sarusun … Penghuni Sarusun yang wajib difasilitasi oleh pelaku pembangunan tidak memberikan jaminan kepastian hukum yang adil. Kedua pembentukan PPPSRS yang difasilitasi oleh pelaku pembangunan melemahkan pemilik sarusun. 2. Terhadap dalil Para Pemohon mengenai inkonstitusionalitas Pasal 107 Undang-Undang Rumah Susun yang memberikan sanksi kepada pemilik sarusun yang tidak melakukan kewajibannya membentuk PPPSRS sebagaimana tercantum dalam Pasal 74 ayat (1) tidak memberikan kepastian hukum yang adil. Hal ini didasari alasan pemberian sanksi administatif lebih tepat dikenakan kepada pelaku pembangunan yang tidak memfasilitasi 6
pembentukan PPPSRS karena pembentukan PPPSRS sangat tergantung kepada pelaku pembangunan. 3. Bahwa menurut … menurut dalil Para Pemohon yang lebih tepat memfasilitasi pembentukan PPPSRS adalah pemerintah. Sebab, sesuai dengan Pasal 83 Undang-Undang Rumah Susun, pemerintah bertugas untuk melaksanakan pembinan penyelenggaraan rumah susun. Selain itu pemerintah lebih tepat berlaku fair dan adil serta terlepas dari conflict of interest dalam memfasilitasi pembentukan PPPSRS. II. Kedudukan Hukum atau Legal Standing Para Pemohon. Terhadap kedudukan hukum atau legal standing Para Pemohon, Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilainya, apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum atau legal standing atau tidak dalam permohonan pengujian undang-undang a quo, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun berdasarkan PutusanPutusan Mahkamah Konstitusi terdahulu vide Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 011/PUU-V/2007? III. Keterangan Pemerintah Atas Materi Permohonan Yang Dimohonkan Untuk Diuji. Bahwa Para Pemohon dalam permohonannya mengendalikan ketentuan a quo Undang-Undang Rumah Susun yang menyatakan, “Pasal 75 ayat (1) pelaku pembangunan wajib memfasilitasi terbentuknya PPPSRS paling lambat sebelum masa transisi sebagaimana dimaksud pada Pasal 59 ayat (2) berakhir.” Pasal 107, “Setiap orang yang menyelanggarakan rumah susun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Pasal 22 ayat (3), Pasal 25 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 30, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 ayat (1), Pasal 51 ayat (3), Pasal 52, Pasal 59 ayat (1), Pasal 61 ayat (1), Pasal 66, Pasal 74 ayat (1), dikenai sanksi administatif dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.” Sebelum Pemerintah menyampaikan keterangan terkait norma meteri muatan yang dimohonkan untuk diuji oleh Para Pemohon, Pemerintah terlebih dahulu menyampaikan landasasn filosofis UndangUndang Rumah Susun sebagai berikut. a. Landasan filosofis Undang-Undang Rumah Susun. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Amanat tersebut telah dikuatkan dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun yang dalam konsiderannya mencantumkan bahwa tempat tinggal merupakan 7
peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau. Pemenuhan kebutuhan perumahan tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui pembangunan rumah susun sebagai bagian dari pembangunan perumahan mengingat keterbatasan lahan di perkotaan. Pembangunan rumah susun diharapkan mampu mendorong pembangunan perkotaan yang sekaligus menjadi solusi kekurangan rumah dan peningkatan kualitas permukiman. Undang-undang ini menciptakan dasar hukum yang tegas berkaitan dengan penyelenggaraan rumah susun dengan berdasarkan asas kesejahteraan, keadilan dan pemerataan, kenasionalan, keterjangkauan dan kemudahan, keefisienan dan kemanfaatan, kemandirian dan kebesamaan, kemitraan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, kesehatan, kelestarian dan berkelanjutan, keselamatan, kenyamanan dan kemudahan, serta keamanan, ketertiban dan keteraturan. Dalam undang-undang ini, penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang, mengurangi luas dan mencegah timbulnya perumahan dan pemukiman kumuh, mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan, memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi, memberdayakan para pemangku kepentingan, serta memberikan kepastian hukum dalam penyediaan kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun. Pengaturan dalam undang-undang ini juga menunjukkan keperpihakan negara dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang terjangkau bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah atau MBR serta partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan rumah susun. Selanjutnya, dalam penyelenggaraan rumah susun berdasarkan pada prinsip koordinasi dan keterpaduan dengan mengurangi wewenang dan tanggung jawab instansi-instansi pemerintah atau pemerintah daerah yang bersangkutan. Selanjutnya, undang-undang mengatur jenis-jenis rumah susun yaitu rumah susun umum, rumah susun khusus, rumah susun negara, rumah susun komersial. Peran pemerintah dalam pengelolaan rumah susun terbatas pada rumah susun yang dibangun oleh pemerintah yaitu rumah susun negara, rumah susun khusus, dan rumah susun umum yang dibangun oleh pemerintah. Bahwa setiap orang dapat berpartisipasi dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal melalui pembangunan rumah susun yang layak, aman, harmonis, terjangkau, serta mandiri, dan berkelanjutan. 8
Oleh sebab itu, peran serta pelaku pembangunan dan dalam memenuhi kebutuhan rumah susun terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah atau MBR diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi asas-asas yang telah disebutkan di atas. b. Materi muatan yang dimohonkan untuk diuji oleh Para Pemohon sebagai berikut. 1. Bahwa Para Pemohon mengajukan uji materiil terhadap ketentuan Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Rusun sepanjang frasa pelaku pembangunan wajib menfasilitasi terbentuknya PPPSRS didasari dua alasan, yaitu. 1. PPPSRS yang wajib difasilitasi oleh pelaku pembangunan tidak memberikan jaminan kepastian hukum yang adil. 2. Pembentukkan PPPSRS yang difasilitasi oleh pelaku pembangunan melemahkan pemilik sarusun. Terhadap pendapat Para Pemohon tersebut, Pemerintah berpendapat sebagai berikut. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UndangUndang Rumah Susun, pengertian rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam satu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional baik dalam arah horizintal maupun arah vertikal dan merupakan satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Berdasarkan pengertian sebagaimana dimaksud, pada angka 1 Pasal 25 Undang-Undang Rumah Susun mengatur pelaku pembangunan di dalam … pelaku pembangunan dalam membangun rumah susun wajib memisahkan rumah susun atas sarusun bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Kewajiban pelaku pembangunan untuk memisahkan rumah susun dimaksud dalam dua … pada angka 2 karena pelaku pembangunan adalah pihak yang paling mengetahui mengenai perencanaan struktur dan konstruksi bangunan rumah susun dalam arah vertikal dan horizontal sebagai dasar untuk mengurus perizinan antara lain izin lokasi, izin mendirikan bangunan, sertifikat layak fungsi, pertelaan, serta seluruh sertifikat hak milik sarusun atau SKBG, atau sertifikat kepemilikan bangunan gedung sarusun atas nama pelaku pembangunan. Selama masa pembangunan dan masa transisi atau satu tahun sebelum diserahkan kepada PPPSRS pelaku pembangunan merupakan pihak yang paling mengetahui tentang sarana, prasarana, dan utilitas yang dikelola sebagai benda bersama, bagian bersama, dan tanah bersama, serta segala permasalahannya. Pelaku pembangunan merupakan pihak yang paling mengetahui tentang jumlah pemilik dan alamat unit-unit yang dimilikinya serta letak benda bersama, bagian bersama, dan tanah bersama yang nanti akan diserahkan dan dikelola oleh PPPSRS. Oleh karena pelaku pembangunan 9
yang melakukan pemisahan rumah susun dan yang melakukan pengelolaan rumah susun, maka diwajibkan oleh Undang-Undang Rumah Susun untuk memfasilitasi pembentukan PPPSRS. Bahwa ketentuan Pasal 75 ayat (1) mengatur pelaku pembangunan wajib memfasilitasi pembentukan PPPSRS, menurut pendapat Pemerintah sudah tepat. Pengaturan tersebut mengandung makna bahwa pelaku pembangunan sebagai pihak yang paling mengetahui tentang kondisi rumah susun yang dibangunya tersebut sehingga wajib menginformasikan secara transparan dan akuntabel kepada pembangunan dan penghunian rumah susun kepada seluruh pemilik sarusun dalam bentuk fasilitasi. Bentuk fasilitasi tersebut dimaknai sebagai penyediaan tempat dan sarana pendukung, penyediaan daftar pemilik sarusun, penyediaan dokumen perizinan, serta rencana gambar dan uraian pertelaan rumah susun. e. Bahwa pembebanan kewajiban pelaku pembangunan untuk memfasilitasi pembentukan PPPSRS justru untuk melindungi kepentingan pemilik terutama terkait bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. f. Berdasarkan hal tersebut di atas Pasal 75 ayat (1) yang mewajibkan pelaku pembangunan untuk memfasilitasi pembentukan PPPSRS rumusan tersebut sudah tepat karena pelaku pembangunan merupakan pihak yang paling mengetahui atas struktur konstruksi, prasarana, sarana, dan utilitas umum, letak kepemilikan bersama, serta dokumen perizinan, dan pemilikan rumah susun dimaksud. Pendapat bahwa Pemohon … pendapat Para Pemohon bahwa yang lebih tepat memfasilitasi pembentukan PPPSRS adalah pemerintah hal tersebut tidak tepat. Mengingat pemerintah bukan pihak yang mengetahui atas struktur, konstruksi, prasarana, sarana, dan utilitas umum, letak kepemilikan bersama, serta dokumen perizinan, dan pemilik satuan rumah susun. 2. Pendapat Pemohon bahwa Pasal 107 Undang-Undang Rumah Susun yang mengatur pengenaan sanksi administrasi kepada pemilik yang tidak membentuk PPPSRS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) adalah inkonstitusional dan tidak memberikan jaminan kepastian hukum dan tidak adil. Pemerintah berpendapat sebagai berikut. a. Bahwa fungsi hukum administrasi adalah pertama fungsi normatif yaitu menyangkut penormaan kekuasaan pemerintah. Kedua sebagai fungsi instrumental yaitu menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah. Ketiga sebagai fungsi jaminan adalah dari kedua fungsi tersebut yaitu norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan harus dapat digunakan sebagai alat untuk menjamin perlindungan hukum bagi rakyat. 10
b. Menurut J.B.J.M. Ten Berge, instrumen penegakkan hukum administrasi negara meliputi pengawasan dan penegakkan sanksi, pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan. c. Menurut L.J. Van Aberdon, tujuan hukum adalah mengatur masyarakat secara damai, hukum menghendaki perdamaian. Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia tertentu baik material maupun ideal, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta, benda, dan sebagainya terhadap yang merugikan. d. Berdasarkan buku hukum administrasi negara edisi revisi Dr. Ridwan H.R. Bahwa negara mengatur sanksi administrasi kepada pemilik yang tidak membentuk PPPSRS karena di dalam struktur kepemilikan satuan rumah susun terdapat kepemilikan bersama oleh karenanya diperlukan fasilitasi dalam bentuk informasi dari pelaku pembangunan kepada pemilik sebagai calon pengelola sarusun. Hal ini demi kepentingan para pemilik dan penghuni rumah susun yang nantinya akan mengelola rumah susun. e. Bahwa rumusan Pasal 74 ayat (1) tersebut sudah tepat karena apabila pemilik tidak membentuk PPPSRS tidak ada yang bertugas untuk mengurus kepentingan pemilik dan penghuni dalam memanfaatkan … dalam memanfaatkan pemilikan bersama serta dalam pengelolaan bangunan rumah susun, hal ini akan berakibat bangunan rumah susun serta pemilikan bersama atas tanah atau bagian dan benda tidak dapat difungsikan secara berkelanjutan, sehingga mengakibatkan dampak negatif bagi para pemilik. Terkait dengan Pasal 75 ayat (1) bahwa pelaku pembangunan adalah maaf ... bahwa pelaku pembangunan yang memfasilitasi pembentukan PPPSRS tidak dikenakan sanksi, hal ini karena pelaku pembangunan bukan sebagai pemilik sarusun, sedangkan PPPSRS adalah perhimpunan pemilik dan penghuni sarusun. Kewajiban berlaku hanya memfasilitasi dan ini penting untuk memberikan informasi pengelolaan kepemilikan bersama, mengingat pengelolaan tersebut akan dialihkan kepada PPPSRS, namun apabila para pemilik merasa sudah memahami sistem pengelolaan tersebut dan pemilik merasa tidak perlu difasilitasi oleh pelaku, maka pelaku juga tidak akan melakukan fasilitasi. Pertimbangan ini yang mendasari pelaku pembangunan yang tidak memfasilitasi pembentukan PPPSRS tidak dikenakan sanksi. Bahwa rumusan Pasal 107 jo Pasal 74 ayat (1) jo Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Rumah Susun, Undang-Undang Rumah Susun tersebut telah memberikan kepastian hukum yang adil antara pelaku pembangunan dan para pemilik sarusun. Kepastian hukum yang adil 11
dimaksud dapat dicermati dari sisi pemilik yang perlu dilindungi hak bersamanya. Undang-Undang mewajibakan pelaku pembangunan untuk memfasilitasi pembentukan PPPSRS karena pengelolaan kepemilikan bersama yang selama ini dilakukan oleh pelaku pembangunan harus diinformasikan secara transparan dan akuntabel kepada pemilik yang akan mengelola rumah susun setelah terbentuknya PPPSRS. Kemudian dari sisi pelaku pembangunan, undang-undang telah melindungi pelaku meskipun kegiatan fasilitasi ini penting tetapi karena kemungkinan pemiliki menolak, maka pelaku tidak dikenakan sanksi. Sehingga Pasal 107 jo Pasal 74 jo Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Rumah Susun sudah memberikan jaminan kepastian hukum yang adil dan menguatkan pemilik sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 28D Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Bahwa Pasal 107 jo Pasal 74 ayat (1) yang memberikan sanksi kepada pemilik sarusun yang tidak membentuk PPPSRS, rumusan tersebut sudah tepat dan tidak bertentangan dengan Pasal 28D UndangUndang Dasar Tahun 1945 karena telah memenuhi jaminan kepastian hukum yang adil antara pemilik dan pelaku, dimana pemilik diwajibkan membentuk PPPSRS karena mereka yang mempunyai hak kepemilikan bersama, sedangkan pelaku cukup memfasilitasi karena pelaku pembangunan bukan pemiliki sarusun. Dalam melaksanakan amanat Pasal 28H yaitu memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat, pelaku pembangunan telah berperan memisahkan rumah susun menjadi satuansatuan rumah susun yang akan dimiliki masyarakat. Bahwa menurut pendapat Para Pemohon, yang lebih tepat memfasilitasi pembentukan PPPSRS adalah pemerintah. Menurut pendapat Pemerintah, hal tersebut tidak tepat mengingat pemerintah bukan merupakan pihak yang mengetahui tentang struktur, konstruksi, prasarana, serta sarana, dan utilitas umum. Letak kepemilikan bersama, serta dokumen perizinan dan kepemilikan rumah susun. Dalam hal pemerintah, harus melakukan pembinaan sesuai dengan Pasal 83 Undang-Undang Rumah Susun, pelaksanaanya dilakukan secara berjenjang, antara menteri, gubernur, bupati, dan walikota, sebagaimana Pasal 5 Undang-Undang Rumah Susun. Sedangkan untuk jenis-jenis pembinaan telah diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Rumah Susun. Meliputi perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Terkait dengan fasilitasi pembentukan PPPSRS, pemerintah dan pemerintah daerah melakukan perumusuan kebijakan, pengendalian, dan pengawasan kepada pelaku pembangunan dan para pemilik sarusun agar hak dan kewajiban kedua belah pihak dapat dilaksanakan. Pengaturan pelaksanan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 12 Undang-Undang Rumah Susun, telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2014 tentang Pembinaan Penyelenggaran Perumahan dan Kawasan 12
Pemukiman, antara lain dilakukan dengan cara kordinasi, sosialisasi, sosialisasi peraturan perundang-undangan, memberikan bimbingan, supervisi, dan konsultasi pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan pendampingan, dan pemberdayaan dan/atau pengembangan sistem layanan informasi dan komunikasi. Hal tersebut tidak termasuk fasilitasi pembentukan PPPSRS. Bahwa pendapat Para Pemohon angka 24 halaman 13 permohonan atau perbaikan permohonan yang menyebutkan, “Adapun kewajiban yang diemban negara terdiri atas tiga bentuk, yaitu menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fullfill) bahwa rumah susun di dalamnya mengandung tiga bentuk kewajiban. Bahwa tiga bentuk kewajiban tersebut di atas, yaitu. A. Menghormati. Pada dasarnya hubungan antara pelaku pembangunan dan pemilik adalah hubungan keperdataan. Hubungan ini merupakan urusan individu-individu dengan pelaku pembangunan, sebagaimana pengertian dalam hukum perdata adalah hukum antarperorangan yang mengatur hak dan kewajiban perorangan yang satu terhadap yang lain. Di dalam hubungan keluarga dan di dalam pergaulan masyarakat (Sudikno Mertokusumo), dalam bukunya Mengenal Hukum Suatu Penghantar. Penerbit Liberty Yogyakarta tahun 2003, halaman 129 paragraf 5. Bahwa negara dalam hal ini Pemerintah, justru ingin menghormati hak keperdataan masing-masing individu, baik pemilik maupun pelaku pembangunan. B. Melindungi. Bahwa semangat pembentukan Undang-Undang Rumah Susun adalah untuk melindungi hak-hak atau individu dan hak bersama atas tanah, benda, dan bagian bersama dari pemilik, dari posisi tawar yang tidak berimbang dalam menyelenggaraan rumah susun. Pembentukan PPPSRS yang merupakan himpunan komunal yang mengadopsi hukum adat asli Indonesia justru untuk memperkuat posisi para pemilik. Negara mewajibkan terbentuknya PPPSRS ini agar hak individu dan hak bersama atas tanah, benda, dan bagian bersama dapat dilindungi, sehingga penyelenggaraan rumah susun dapat terlaksana secara adil. C. Memenuhi. Bahwa keberadaan rumah susun muncul pada saat kebutuhan akan rumah tinggal meningkat, terutama di daerah perkotaan. Bahwa harga tempat tinggal tapak atau rumah tapak di daerah perkotaan sangat tidak terjangkau oleh masyarakat pada umumnya, untuk itu alternatif strategis yang dapat dilakukan adalah dengan membangun bangunan tempat tinggal secara vertikal yang disebut sebagai rumah susun. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyediakan tempat tinggal yang layak, salah satu solusinya adalah penyediaan rumah susun. Tugas pemerintah sebagai pembina dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Rumah Susun bertujuan agar pemenuhan tempat tinggal berupa rumah susun dapat
13
terselenggara sekaligus peningkatan kualitas tempat tinggal masyarakat. IV. Petitum. Berdasarkan penjelasan dan argumen tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia, yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian atau constitutional review, ketentuan a quo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menerima keterangan Presiden secara keseluruhan. 2. Menolak permohonan pengujian Para Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian Para Pemohon tidak dapat diterima (niet onvankelijke verklaard). 3. Menyatakan ketentuan Pasal 75 ayat (1) dan Pasal 107 UndangUndang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Atas perkenaan dan perhatian, Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia, kami ucapkan terima kasih. Jakarta, 17 Maret 2015. Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Muhammad Basuki Hadi Mulyono. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly. Demikian telah kami bacakan, terima kasih atas perhatian Yang Mulia Majelis ... Ketua Majelis Mahkamah Konstitusi. Wasalamualaikum wr. wb. 13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. Terima kasih Pak Sekjen. Berikutnya sekarang ... apakah dari meja Hakim ada yang akan diperdalam? Sebelah kiri ada? Kiri sat ... kiri dulu, Pak Palguna. Kemudian nanti Pak Hartoyo dan Pak Patrialis. Saya persilakan, Yang Mulia.
14.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saya mau tanya kepada Pemerintah, ya. Ya, kalau mau dijawab sekarang boleh, nanti dijawab secara tertulis juga tidak … tidak masalah. Gini, ini yang menjadi … menjadi apa ... pertanyaan sebenarnya dan ini tampaknya yang menjadi persoalan besar di dalam praktik itu adalah ruang lingkup memfasilitasi itu. Apa sebenarnya yang tercakup dalam pengertian memfasilitasi itu? Nah, ini. Kenapa orang yang difasilitasi sampai marah, gitu kan. Justru ketika difasilitasi kok dia enggak mau, gitu kan, kok itu jadi marah lalu orangnya, padahal kan 14
mestinya senang, saya difasilitasi mau membentuk P3SRS, ya. Ini kok tapi kenyataannya Pemohon ini sampai mengajukan persoalan dan itu dianggap persoalan, sebenarnya apa yang dimaksud memfasilitasi itu? Dan tadi saya mendengar keterangan Pemerintah bahwa kalau pemilik atau penghuni itu tidak mau difasilitasi tidak apa-apa dan itulah sebabnya mengapa fasilitator ini dalam hal ini pelaku pembangunan tidak dikenakan sanksi, begitu kan tadi jawabannya. Itu yang di ... inikan ... nah, ini jadi saya mau menanyakan, apa ruang lingkup dari memfasilitasi itu? Itu. Sebab kalau pengertian yang umum kan orang diberikan, kalau saya menghadapi suatu masalah kemudian saya difasilitasi untuk menyelesaikan masalah itu mestinya saya senang, ini kok malah jadi bermasalah, begitu. Ini. Itu yang penting untuk dijelaskan. Ya, tadi sudah dijawab logikanya mengapa pelaku pembangungan itu ... apa namanya ... tidak dikenakan sanksi, sudah dijawab. Nah, yang berikutnya yang mau saya tanya itu begini, di ... dalam ketentuan ini dikatakan, salah satu yang menjadi objek dan yang dipersoalkan oleh Pemohon ini adalah ketentuan Pasal 1 ... Pasal 107, Pasal 107 terutama yang berkaitan dengan pengenaan sanksi administratif terhadap Pasal 74. Pasal 74 itu adalah yang mengatur tentang ... 74 ayat (1) mengatur tentang kewajiban pemilik sarusun untuk membentuk P3SRS. Nah, itu dikenakan salah satunya adalah kalau pemilik sarusun tidak membentuk P3SRS maka dia akan dikenakan sanksi administratif. Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah bahwa sanksi administratif itu bentuknya bermacam-macam, Pasal 108. Nah, ada peringatan tertulis, kemudian ... ini mungkin dikenakan untuk Pasal 74 ayat (1). Yang kedua, pembatasan kegiatan pembangunan dan atau kegiatan usaha, tidak mungkin. Yang ketiga, penghentian sementara pekerjaan pelaksanaan, tidak mungkin. Yang ke … berikutnya, pengenaan denda administratif, mungkin. Mungkin enggak ini? Jadi yang mau saya tanya itu sebenarnya begini, ini Pemohon ini mempertanyakan mengapa Pasal 74 ayat (1) itu kok masuk kepada pengenaan sanksi administratif? Jadi Pemohon ini mau bertanya, sebenarnya mau dilepaskan dari itu. Kalau Pemohon tidak melakukan itu, maka sanksi administratif apa yang akan dikenakan kepada Pemohon andai kata Pasal 74 ayat (1) itu tidak dilaksanakan? Wajib membentuk P3SRS. Sebab begini, ini menjadi penting pertanyaanya buat Pemerintah atau DPR mungkin juga, jadi bisa dua-duanya menjawab pertanyaan ini, bagi saya karena begini sesungguhnya adanya P3RSS itu ... P3SRS itu menurut saya itu kan kebutuhan penghuni atau kebutuhan pemilik. Nah, jadi secara logika sederhana ya kalau pemiliknya enggak mau ya dia yang rugi sendiri, nanti dia akan susah berurusan dengan pemerintah, susah akan berurusan memiliki KTP misalnya itu. Mengapa kok itu sampai dikenai sanksi administratif, begitu kan? Biarlah pemilik atau penghuni yang 15
susah payah nanti kalau dia enggak ini. Sudah diberikan fasilitas menurut undang-undang dia enggak mau, begitu misalnya. Tapi yang bagi kami yang penting karena didalilkan oleh Pemohon bahwa itu dianggap inkonstitusional, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, kami mau tahu sanksi adminsitratifnya itu yang mana yang dikenakan dan mengapa sampai dijatuhi sanksi administratif itu? Saya kira itu, Pak Ketua. Terima kasih. 15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Berikutnya Yang Mulia Dr. Suhartoyo.
16.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Bapak Ketua Yang Mulia. Ada beberapa hal yang ingin saya mintakan penjelasan lebih lanjut dari DPR maupun dari Pemerintah. Yang pertama, tadi dari penjelasan dari Dewan atau dari DPR ada mempertegas sedikit bahwa memang ada perlakuan yang berbeda antara rumah susun umum, khusus, negara, dan komersial. Tentunya Mahkamah ingin tahu filosofinya apa dibeda-bedakan itu sehingga pembentuk undang-undang kemudian membedakan dan kenyataan di lapangan, di empiris, memang untuk implementasi Pasal 75 ini sebenarnya tidak membeda-bedakan apakah itu berlaku untuk yang empat jenis tadi ataukah khusus untuk komersial? Artinya juga ada beberapa implementasi pun yang sumbernya dari norma juga akhirnya saling bertentangan kalau normanya juga tidak klir kan. Satu itu. Jadi filosofinya, filosofinya apa dibeda-bedakan? Dan memang faktanya ketika dulu saya masih di pengadilan umum, peradilan umum itu sering ada sengketa masalah ini, Bapak dari Dewan maupun dari … artinya bahwa ini di lantaran penerapan itu menimbulkan persoalan, banyak menimbulkan persoalan. Apakah kehadiran negara dalam hal ini juga akan diam saja? Artinya kalau toh yang tiga saja diperlakukan bisa, kenapa yang satu ini tidak? Toh ini kan juga sama-sama menyangkut hajat hidup orang banyak, hajat hidup rakyat kita juga. Artinya ada esensi yang mendasar juga di situ yang kenapa diperlakukan beda dan memang justru di … yang dikomersial … komersial ini kalau dilepas makin … semakin mereka masing-masing penghuni akan merasa menunjukkan saling berkuasa, saling mempunyai power, sehingga di situlah sebenarnya sumber persoalan-persoalan itu muncul. Sebenarnya kehadiran pemerintah sangat diperlukan juga di jenis yang komersial ini, tapi di Pasal 75 ingat, ya, Bapak-Bapak bahwa tidak ada pembedaan untuk itu lho, Pasal 75 itu seolah-olah universal, sama itu. Jadi, pelaku pembangunan … developer bisa juga untuk 4 jenis itu. Artinya, tidak ada halangan untuk yang komersial, khusus, umum, dan negara, artinya pelaku pembangunan terlibat di situ. Jadi, ada 16
pertentangan antara penjelasan-penjelasan Bapak tadi, baik Dewan dan Pemerintah … dan Pemerintah dengan Pasal 75 yang sebenarnya. Yang harus diterapkan itu sebenarnya tidak membedakan. Satu. Kemudian yang kedua, Pasal 59 sendiri yang ayat (2) yang transisi itu, Bapak, coba Bapak cermati. Ketika masa trasnsisi, pelaku pembangunan wajib memfasilitasi, tapi masa transisi itu yang seperti apa? Kalau kita perhatikan di penjelasannya, itu ada penjelasan di … di … di normanya 1 tahun, tapi di penjelasannya itu sampai unit habis, itu juga mengandung ketidakpastian, coba dicermati, nanti kita cermati bersama sambil Mahkamah juga akan mengkaji selama proses perkara ini berjalan. Mohon penjelasannya dari kedua Pihak, dari DPR maupun Pemerintah, bisa sekarang juga nanti bisa ditambahkan di waktu yang … kesempatan yang akan datang. Terima kasih, Yang Mulia. 17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia Dr. Suhartoyo. Berikutnya, Yang Mulia Dr. Patrialis Akbar, saya persilakan.
18.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Pak Ketua. Pertama saya mau klarifikasi dulu, ya, kepada Pemohon, ya. Halo Pemohon, ya, Kuasa Hukumnya, ya. Ini Para Pemohon ini kualifikasinya yang mana? Rumah susun mana? Umum, khusus, negara, atau komersial? Coba diklarifikasi dulu.
19.
KUASA HUKUM PEMOHON: R. A. SHANTI DEWI Kebanyakan adalah komersial, Yang Mulia.
20.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Kebanyakan komersial atau semuanya?
21.
KUASA HUKUM PEMOHON: R. A. SHANTI DEWI Semuanya komersial termasuk (…)
22.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Kebanyakan dengan semuanya beda, ya. Konkret aja.
17
23.
KUASA HUKUM PEMOHON: R. A. SHANTI DEWI Semuanya komersial.
24.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Oke, cukup.
25.
KUASA HUKUM PEMOHON: R. A. SHANTI DEWI Termasuk juga pemilik kaya … toko-toko di dalam mal itu.
26.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ya, ya, baik. Nah, saya juga ingin konfirmasi kepada Pemerintah dan DPR. Mungkin hampir sama, tapi ada sedikit penekanan yang agak berbeda dengan Majelis Hakim yang sudah menanyakan. Tadi DPR, Pak Didik sudah menyampaikan bahwa yang diajukan ini, Para Pemohon ini adalah yang komersial, yang sepenuhnya itu diurus oleh swasta, kan begitu, diurus oleh swasta. Pertanyaan saya adalah yang komersial ini, itu diatur di dalam undang-undang yang mana? Undang-undang ini yang dipersoalkan sekarang ini ditujukan untuk rumah susun yang mana? Kalau yang komersial tidak merupakan bagian dari pasal-pasal yang disampaikan tadi, lalu mereka di mana? Atau undang-undang ini ditujukan kepada yang mana? Ini DPR dan … DPR dan Pemerintah. Di dalam Pasal 108 ayat (1) ini juga tadi berkenaan dengan masalah sanksi. Pemerintah juga menyatakan bahwa sanksi itu tidak diberikan kepada pelaku pembangunan. Di sisi lain, tadi Pak Yang Terhormat Yang Mulia Pak Suhartoyo sudah menegaskan di dalam pasalnya dan juga dengan penjelasannya itu berbeda, ya, lalu kalau memang itu bukan ditujukan kepada pelaku pembangunan, saya ingin menegaskan yang ditanyakan oleh Pak Palguna tadi, bagaimana ini ada pencabutan IMB, pencabutan izin usaha, itu ke mana arahnya itu? Di sisi lain katanya pemilik difasilitasi oleh pelaku pembangunan, ya itu agak substantif isinya. Nah, yang terakhir … bukan yang terakhir, jadi di sini juga di dalam Pasal 107 Undang-Undang Rusun ini, ya bahwa ini ditujukan sebetulnya adalah penyelenggara rumah susun, Pasal 107. Kemudian, ini antara … antara undang-undang … isi undangundang Pasal 75 ayat (1) dan penjelasannya ini juga berbeda seperti Pak Suhartoyo tadi, ini maksudnya apa? Kok di satu sisi dalam masa transisi 1 tahun sejak penyerahan pertama kali kepada pemilik, di sisi lain adalah ketika sarusun seluruhnya terjual. Kalau ada yang sama, ya sarusun belum seluruhnya terjual. Jadi, kalau ada 1 saja yang belum terjual, ya belum boleh dong, ya kan? Nah, ini coba, nanti coba dijelaskan. Ya, terima kasih. 18
27.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia Dr. Patrialis. Yang Mulia, ada tambahan? Silakan.
28.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Maaf, saya ada tertinggal satu ini, maaf, nanti sekalian dijawab. Ini begini, di dalam ketentuan umum itu kan ada di angka 20, Pasal 1 angka 20, di situ disebutkan, “Pengelola adalah badan hukum yang bertugas untuk mengelola rumah susun.” Nah, sementara Pasal 75 ini yang menyangkut pembentukan PPPSRS, di situ dikatakan bahwa PPPSRS itu kewajibannya adalah untuk mengurus kepentingan para pemilik ya dan penghuni rumah susun. Dan itu dapat … apa namanya … PPPSRS itu dapat membentuk atau menunjuk pengelola. Pengelola ini adalah sebuah badan hukum. Bolehkah diartikan … jadi, di sini timbul 2 pertanyaan saya, yaitu yang pertama, apakah yang dimaksud memfasilitasi itu sampai kepada tingkat pembentukan pengelola ini? Terbentuknya pengelola ini atau sampai pembentukan PPPSRS saja? Lalu PPPSRS yang kemudian seterusnya, apakah dia mau mengelola sendiri atau mau menunjuk pengelola? Begitu, ya. Kemudian yang kedua, kalau menurut pengalaman ini yang saya mau tanya karena ini mungkin akan menimbulkan persoalan di … di lapangan karena sampai sekarang kita belum mempunyai undangundang tentang badan hukum yang baru kita punyai undang-undang spesiesnya, kan, undang-undang yayasan, undang-undang PT, baru itu yang kita punya, kan. Nah, dalam praktiknya kalau misalnya P3SRS ini … susah banget saya menyebutnya … P3SRS ini membentuk pengelola, menunjuk pengelola, itu badan hukumnya itu apa yang dalam praktik? Dia apakah berupa yayasan atau apa … atau apa ininya? Karena badan hukum itu kan jadi persoalan nanti. Ketika dia misalnya mau berhadapan sebagai pihak dalam perkara, nah dia harus menjelaskan saya badan hukum, badan hukum apa. Nah, itu legal persoon atau recht persoon ini bentuknya apa? Itu yang mau saya minta tambahan penjelasan dari Pemerintah ataukah dari DPR. Terima kasih, Yang Mulia.
29.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ada lagi? Saya persilakan, Prof. Aswanto.
30.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia. Saya ingin klarifikasi dari Pemerintah, pada keterangan Pemerintah tadi disampaikan bahwa salah satu yang menjadi kewajiban pemerintah dalam pemenuhan apa … kebutuhan 19
masyarakat akan rumah, ya, ada pemenuhan kemudian ada perlindungan. Nah, di dalam permohonan Para Pemohon, mereka mendalilkan bahwa dengan dimonopolinya pembentukan PPPSRS ini oleh para pengembang karena ternyata pengelolaan ini itu mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, sehingga ada kecenderungannya pengembang tidak mau melepaskan itu. Artinya, para penghuni di sini merasa tidak dilindungi, begitu. Ada kerugian yang para penghuni peroleh kalau kemudian pembentukannya itu mekanismenya itu diserahkan sepenuhnya kepada pengembang. Nah, yang saya ingin klarifikasi dari Pemerintah, kalau ternyata dalil seperti ini memang benar bahwa para penghuni rumah ini dirugikan, bagaimana dengan konsep yang disampaikan tadi bahwa pemerintah berkewajiban melindungi seluruh rakyat Indonesia terkait dengan soal pemenuhan dan perlindungan kebutuhan akan tempat tinggal. Bisa dijawab langsung, bisa juga dijawab kemudian secara tertulis. Terima kasih, Yang Mulia. 31.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih, Yang Mulia Prof. Aswanto. Saya persilakan pada DPR atau Pemerintah akan tertulis langsung atau dijawab lisan. Dari DPR dulu saya persilakan, Pak Didik, saya persilakan.
32.
DPR: DIDIK MUKRIANTO Mohon izin, Yang Mulia. Nanti DPR akan menyampaikan (…)
33.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Tambahan.
34.
DPR: DIDIK MUKRIANTO Tanggapan terkait dengan apa yang (…)
35.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Secara tertulis.
36.
DPR: DIDIK MUKRIANTO Disampaikan … dipertanyakan Majelis tadi secara tertulis saja karena ini pertanyaan juga cukup banyak, Yang Mulia.
20
37.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik.
38.
DPR: DIDIK MUKRIANTO Terima kasih.
39.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Didik. Dari Pemerintah?
40.
PEMERINTAH: NASRUDIN Baik. Izin, Yang Mulia. Karena ini pertanyaan cukup banyak dan perlu dijawab secara komprehensif, sehingga kami akan menjawab secara tertulis.
41.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik.
42.
PEMERINTAH: NASRUDIN Terima kasih, Yang Mulia.
43.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Baik, sidang sore hari ini … kalau dari Pemohon? Cukup, ya? Ada?
44.
KUASA HUKUM PEMOHON: R. A. SHANTI DEWI Cukup, Yang Mulia.
45.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, toh?
46.
KUASA HUKUM PEMOHON: R. A. SHANTI DEWI Cukup.
21
47.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Dari Pemohon sekarang saya tanya pada Pemohon, apakah Pemohon akan mengajukan ahli atau saksi?
48.
KUASA HUKUM PEMOHON: R. A. SHANTI DEWI Ya, Yang Mulia.
49.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Coba anu … saya (…)
50.
KUASA HUKUM PEMOHON: R. A. SHANTI DEWI Baik saksi fakta maupun ahli.
51.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, ahlinya berapa supaya bisa kita agendakan.
52.
KUASA HUKUM PEMOHON: R. A. SHANTI DEWI Kurang-lebih dua.
53.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dua ahli. Terus saksi faktanya?
54.
KUASA HUKUM PEMOHON: R. A. SHANTI DEWI Lima … kurang-lebih lima atau enam.
55.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Lima atau enam. Kalau begitu, begini dua ahli dan dua saksi dulu ya, besok untuk persidangan yang akan datang, ya. Sebelum nanti ahli dan saksi, tolong curriculum vitae ahlinya, dia ahli di bidang apa nanti disebutkan di situ, menerangkan akan apa … menerangkan apa disampaikan kepada Majelis. Kemudian juga saksinya nanti identitas saksinya yang jelas, ya.
56.
KUASA HUKUM PEMOHON: R. A. SHANTI DEWI Baik, Yang Mulia. 22
57.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, ya. Baik, kalau begitu sidang hari ini selesai, kemudian kita lanjutkan nanti pada hari Selasa, 7 April 2015, pada pukul 11.00 WIB, dengan agenda untuk mendengar keterangan ahli dan saksi. Dua orang ahli dari Pemohon dan dua orang saksi dari Pemohon. Baik. Cukup, Pemohon? Cukup, ya. Pemerintah juga kalau akan mengajukan ahli, tolong bisa disiapkan terlebih dahulu nanti pada agenda persidangan berikutnya. Baik. Cukup, ya? Baik, sidang selesai dan ditutup.
58.
KUASA HUKUM PEMOHON: R. A. SHANTI DEWI Maaf, Yang Mulia.
59.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Apa, sebelum ditutup?
60.
KUASA HUKUM PEMOHON: R. A. SHANTI DEWI DPR dan Pemerintah kapan memberikan jawabannya, Yang Mulia?
61.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Itu supaya bisa anu … segera pe … keterangan tertulis dan tambahan keterangan tertulisnya bisa segera disampaikan, ya. Begitu disampaikan, saya kira karena akan persidangannya 7 April, saya kira ya 10 hari sebelum sidang 7 April sudah bisa diserahkan pada Kepaniteraan, sehingga Pemohon juga sudah bisa mempelajari dengan seksama apa yang sudah disampaikan oleh DPR dan Pemerintah. Baik, sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.21 WIB Jakarta, 18 Maret 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
23