MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 89/PUU-XIII/2015
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN DAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI PIHAK TERKAIT (VII)
JAKARTA KAMIS, 22 OKTOBER 2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 89/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian [Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c] dan Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Agkutan Jalan [Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2) dan Pasal 88] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Alissa Q Munawaroh Rahman 2. Hari Kurniawan 3. Malang Corruption Watch (MCM), dkk ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli Pihak Terkait (VII) Kamis, 22 Oktober 2015, Pukul 11.12 – 13.14 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Arief Hidayat Anwar Usman Aswanto I Gede Dewa Palguna Manahan MP Sitompul Maria Farida Indrati Patrialis Akbar Wahiduddin Adams
Wiwik Budi Wasito
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Alvon Kurnia Palma 2. Dahnil Anzhar 3. Lutfi J. Kurniawan 4. Hari Kurniawan B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Almachi Ahmad 2. Erwin Natosmal Oemar 3. Wahyu Nandang C. Pemerintah: 1. Hary Kris 2. Beni Nurdin 3. Sulaksono 4. Rulita 5. Jaya 6. Heni Susila Wardoyo D. Pihak Terkait (Polri): 1. Muhammad Iriawan 2. Bambang Usadi 3. Condro Kirono 4. Sam Budi Gustian E. Ahli dari Pihak Terkait: 1. Yusril Ihza Mahendra 2. Marcus Priyo Gunarto 3. I Gede Pantja Astawa 4. Tri Tjahjono F. Saksi dari Pihak Terkait: 1. R. H. Kastanya
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.12 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismilahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 89/PUUXIII/2015 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X
Saya cek dulu kehadirannya. Pemohon yang hadir siapa? Saya persilakan. 2.
KUASA HUKUM PEMOHON: WAHYU NANDANG Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemohon yang hadir ada dari Alvon Kurnia Palma. Kemudian ada Dahnil, ada Pak Lutfi, dan ada Hari Kurniawan. Dan dari Kuasa Pemohon yang hadir ada Almachi, Erwin Natosmal, dan saya sendiri Wahyu Nandang Herawan.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Dari DPR tidak hadir. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden?
4.
PEMERINTAH: HENY SUSILO WARDOYO Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Dari Pemerintah hadir, kami perkenalkan di sebelah kiri Bapak Hary Kris (Setditjen Perhubungan Darat). Kemudian ada Bapak Beni Nurdin, ada Bapak Sulaksono, ada Ibu Rulita, Pak Jaya, saya sendiri Heni. Di belakang juga ada Bapak dari Kementerian Perhubungan. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Dari Pihak Terkait? Silakan.
6.
PIHAK TERKAIT: CONDRO KIRONO Mohon izin, Yang Mulia. Dari Pihak Terkait mewakili Bapak Kapolri, di sebelah kanan kami Kadiv Binkum Bapak Irjen Pol. Muhammad Iriawan. Kemudian Pak Bambang Usadi (Karo Benhatkum). Kemudian Waka Korlantas dan beberapa Tim yang dari Mabes Polri juga hadir.
1
Selanjutnya dari Pihak Terkait, dalam hal ini Polri, akan menghadirkan empat Ahli yang akan menyampaikan keterangan. Yang pertama, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Si., kemudian Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum., kemudian yang sebelah kanannya Prof. Marcus, Prof. Dr. I Gede Pantja Astawa, kemudian ada Ahli transportasi Ir. Tri Tjahjono, M.Sc., Ph.D., dan kami juga menghadirkan Saksi yang nanti akan memberikan kesaksian ada delapan Saksi yang datang dari Sleman, Bantul, Jakarta, Malang, namun nanti akan ... yang akan memberikan kesaksiannya adalah Bapak R. H. Kastanya, yang paling kanan. Selain itu Polri selaku Pihak Terkait akan menyampaikan keterangan ahli secara tertulis, ada enam keterangan ahli secara tertulis. Yang pertama, Prof. Dr. Nurhasan Ismail. Kemudian yang kedua Prof. Dr. Philipus M. Hardjon. Yang ketiga Prof. Dr. Muhammad Said Karim. Yang keempat Dr. Dian Puji Simatupang. Yang kelima Prof. Dr. Elin Indarti. Yang keenam dari transportasi Bapak Aditanwarto, M.Sc. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih. 7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Untuk keterangan ahli yang tertulis, bisa diserahkan terlebih dahulu, sudah siap. Baik. Petugas silakan. Sudah diterima? Baik, kalau begitu (...)
8.
KUASA HUKUM PEMOHON: WAHYU NANDANG Yang Mulia, saya mohon izin dari Pemohon.
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
10.
KUASA HUKUM PEMOHON: WAHYU NANDANG Ada beberapa hal yang ingin disampaikan sebetulnya, beberapa hal yang penting dan ini mengenai hak konstitusional dari Pemohon dan Kuasa Pemohon, mohon Yang Mulia bisa memperkenalkan untuk menyampaikan sebelum ada kegiatan lain atau persidangan lain terhadap persoalan ini.
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Apa itu?
2
12.
KUASA HUKUM PEMOHON: WAHYU NANDANG Terkait hak konstitusional yang nanti akan disampaikan oleh Pemohon karena Pemohon untuk hari ini ... sidang hari ini hadir. Mohon diberikan (...)
13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, Prinsipal, ya?
14.
KUASA HUKUM PEMOHON: WAHYU NANDANG Ya.
15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, silakan. Dalam waktu singkat.
16.
PEMOHON: DAHNIL ANZAR Bismilahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb.
17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Walaikumsalam wr. wb.
18.
PEMOHON: DAHNIL ANZAR Yang Mulia yang saya hormati. Beberapa hari yang lalu kami Pemohon itu menerima surat dari Kepolisian berkaitan dengan pemanggilan menjadi saksi. Pertama tentu sebagai Pemohon kami kaget karena ada pemanggilan berkaitan dengan status kami sebagai Pemohon. Ini yang ingin kami pertanyakan, jadi kami khawatir kok tibatiba kami Pemohon seolah menjadi pesakitan, begitu, seolah-olah ingin dikriminalisasi dan sebagainya. Kami ingat sekali enam tahun yang lalu justru kriminalisasi itu dibongkar di forum ini, tapi kemudian kami hampir semua dari kami itu dipanggil oleh Pihak Kepolisian. Kami ingin mendapat kejelasan kondisi ini. Saya pikir itu, terima kasih.
19.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, bisa saya jawab begini. Di dalam persidangan yang lalu itu salah seorang Hakim menemukan ada keragu-raguan mengenai tanda tangan antara permohonan awal dengan perbaikan permohonan, ya. 3
Karena ada keragu-raguan itu, maka kemudian kita meminta klarifikasi. Kemudian Hakim masih menemukan ada keragu-raguan, maka kita minta Polri sebagai penyidik yang sah untuk memeriksa keaslian dari tanda tangan itu. Nah, dalam hal ini kalau Prinsipal itu dipanggil sebagai saksi itu adalah hak penyidik untuk memanggil Prinsipal sebagai saksi. Saksi bukan pesakitan, ya, ini … Prinsipal menjadi saksi itu bukan pesakitan, dan saya tekankan pada Pihak Terkait pada waktu itu di dalam persidangan meskipun menjadi Pihak Terkait, waktu itu yang hadir kalau tidak salah Waka Korlantas, saya minta dalam menyidik dugaan adanya pemalsuan, Polri sebagai penyidik bisa melakukan secara independent, imparsial, tidak terkait dengan perkara yang diajukan di dalam forum di Mahkamah Konstitusi. Jadi itu sudah klir, tidak ada masalah, ya. Jadi bukan ... saksi bukan pesakitan, sekali lagi saya tekankan bahwa saksi bukan pesakitan. Kalau ternyata di dalam pemeriksaan nanti memang tidak ada keragu-raguan dan tanda tangan itu adalah tanda tangan yang sah, maka itu sudah tidak menjadi masalah, itu ya. Saya kira itu penjelasan saya, sudah cukup, sekali lagi saya mohon pada Polri (...) 20.
PEMOHON: ALVON KURNIA PALMA Yang Mulia?
21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sebentar. Saya harus bicara dulu, jangan menyela pembicaraan! Saya mohon pada penyidik untuk bisa berlaku objektif, independent, dan tidak melakukan hal-hal yang di luar sesuai dengan kewenangannya, ya. Itu saja. Ada lagi yang mau disampaikan? Silakan.
22.
PEMOHON: ALVON KURNIA PALMA Baik, terima kasih, Yang Mulia Hakim Mahkamah dan Ketua Mahkamah. Pada prinsipnya kami sangat mengapresiasi Mahkamah agar kemudian Pihak Terkait dan Termohon yang bisa hadir dan kemudian bisa berdiskusi bersama-sama terkait dengan pengujian dari SIM ini. Nah, kami dari Pemohon sebenarnya ingin bertanya kepada Mahkamah, terutama pada saat ini, ini ada persoalan hubungan kontraktual antara kami sebagai Pemohon dengan Kuasa Pemohon. Nah, yang menjadi pertanyaan kami itu, kenapa ini diserahkan kepada pihak lain untuk dimintakan pengujiannya? Sementara di dalam konteks hukum keperdataan, khususnya BW, ini dikatakan merupakan suatu hubungan perjanjian dan persetujuan antara kami sebagai Pemohon dengan Kuasa Pemohon, dan ini sebenarnya sudah ada 4
beberapa kali preseden di Mahkamah sendiri terkait permasalahan tanda tangan ini dan itu tidak pernah keluar. 23.
dengan
KETUA: ARIEF HIDAYAT Jadi begini, ya. Perlu saya sampaikan, setiap kali kita persidangan yang kemudian dilihat adalah keabsahan dari permohonan ini. Kita di dalam persidangan pendahuluan selalu menjelaskan bahwa ini ada yang belum ditandatangani, tolong ditandatangani secara lengkap. Dan baru terjadi ada keragu-raguan mengenai tanda tangan, baru kali ini, maka kita minta supaya itu bisa diklarifikasi dan divalidasi. Apakah itu tanda tangan yang betul atau tidak? Kalau di dalam perbaikan permohonan kemudian itu betul tanda tangan palsu, berarti itu adalah pelecahan terhadap Mahkamah karena permohonan ditandatangani oleh Kuasa dengan tanda tangan palsu, itu baru terjadi juga dalam sejarah Mahkamah Konstitusi baru terjadi sekarang ini, sehingga ada keraguraguan dari Hakim maka kemudian Hakim meminta untuk supaya dilihat betul, apakah ini adalah tanda tangan yang betul atau tidak? Kalau itu tanda tangan betul, maka itu tidak ada masalah. Tapi kalau palsu, itu ada konsekuensi bahwa Mahkamah ini dilecehkan, kan begitu. Tidak ada hal-hal yang ... ya, yang berhubungan dengan hal yang lain, tapi kita minta supaya ditegakkan betul bahwa di dalam sejarah Mahkamah Konstitusi itu tidak ada tanda tangan palsu karena kalau ada tanda tangan palsu itu berarti meruntuhkan kewibawaan dan melecehkan kewibawaan Mahkamah ini dan itu harus kita jaga. Itu, ya.
24.
PEMOHON: ALVON KURNIA PALMA Mohon izin sekali lagi?
25.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dan juga setelah itu kita minta KTP, KTP juga sampai hari ini tidak diserahkan oleh ini, ya … oleh Kuasa pada waktu itu. Ini yang jadi masalah, ya.
26.
PEMOHON: ALVON KURNIA PALMA Mohon izin lagi.
27.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
5
28.
PEMOHON: ALVON KURNIA PALMA Ketua Mahkamah, pada saat ini prinsipnya kami memang memberikan apresiasi karena memang ini kekuasaan dari Mahkamah untuk memastikan bahwa proses persidangan atau proses diskusi terkait dengan permohonan ini bisa berjalan secara maksimal dan kami sangat menghormati itu. Ketua Mahkamah dan Hakim Mahkamah yang lainnya yang saya hormati. Pada prinsipnya memang ada preseden ketika pemeriksaan hak uji terkait dengan Undang-Undang Migas dan juga Undang-Undang Sumber Daya Air yang sebenarnya juga ada preseden seperti itu. Nah, itu kami lihat sebagai suatu preseden yang sebenarnya bukanlah sesuatu hal yang prinsipil untuk dibawa kepada pihak (…)
29.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Enggak! Beginilah. Di dalam peradilan, sah tidaknya gugatan, sah tidaknya permohonan ditunjukkan dengan adanya keaslian tanda tangan, di mana pun peradilan itu secara universal adalah harus sah ditandatangani oleh yang berhak. Sehingga kita berkali-kali selalu mengecek ini tanda tangannya betul atau tidak? Malah kalau tidak ada tanda tangannya kita mengingatkan supaya tanda tangan dilengkapi. Kalau memang dia tidak menjadi Kuasa atau Prinsipal tidak memberikan kuasa, maka itu dibuang saja di dalam permohonan. Itu selalu kita tekankan, ya. Kemudian, begini, yang jadi masalah, kita melihat di dalam perkara ini, Prinsipal ternyata di dalam RPH kemudian kita temukan bahwa Prinsipalnya itu sah, maka kita melanjutkan persidangan ini. Ya, tidak ada masalah dalam persidangan ini. Tapi yang jadi masalah, apakah Kuasa itu menandatangani betul atau tidak? Ini adalah lain, hal lain, tapi menurut penilaian Mahkamah, Prinsipal mengajukan permohonan ini sah. Oleh karena itu, kemudian karena masih ada keragu-raguan mengenai Kuasa Hukum yang tanda tangan itu sah atau tidak? Maka pada persidangan yang lalu yang dipimpin oleh Yang Mulia Wakil Ketua, minta dihadirkan Prinsipal supaya hadir pada persidangan ini supaya persidangan ini berjalan sah, begitu ya. Saya kira cukup. Baik. Kita lanjutkan untuk Ahli dan Saksi sebelum memberikan keterangan saya mohon untuk maju ke depan untuk diambil sumpahnya terlebih dahulu. Prof. Yusril, Prof. Marcus, Prof. I Gede Pantja Astawa, dan Pak Ir. Tri Tjahjono, dan Saksi Bapak R. H. Kastanya. Saksi di sebelah kanan saya, kemudian Para Ahli, silakan. Prof. Yusril disumpah menurut Agama Islam, Prof. Markus secara Agama Katolik, Prof. Gede secara Hindu, maka kelompok yang muslim di sini, kelompok yang Katolik di tengah, kemudian kelompok yang Hindu di sini. Baik. Terlebih
6
dahulu yang muslim mohon berkenan Bapak Wahiduddin. Yang Mulia, silakan. Ahli dulu. 30.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Untuk Ahli, mohon untuk mengikuti lafal yang saya ucapkan. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.”
31.
AHLI YANG BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
32.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Kemudian, Prof. Marcus. Saya mohon berkenan Yang Mulia Prof. Maria.
33.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Mohon ikuti saya, Prof. “Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.”
34.
AHLI YANG BERAGAMA KRISTEN BERSUMPAH: Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.
35.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih.
36.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Prof. Kemudian, yang Hindu, Prof. Gede Pantja Astawa. Saya persilakan Yang Mulia Pak Palguna.
7
37.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Mohon ikuti saya, Prof. “Om attah paramawisesa. Saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya. Om santi santi santi om.”
38.
AHLI YANG BERAGAMA HINDU BERSUMPAH: Om attah paramawisesa. Saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya. Om santi santi santi om.
39.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia Pak Palguna. Sekarang untuk Saksi, Pak Kastanya. Saya persilakan, Yang Mulia Pak Wahiduddin secara Islam.
40.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Untuk Pak Kastanya, ikuti lafal yang saya ucapkan. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.”
41.
SAKSI YANG BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.
42.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, terima kasih. Mohon bisa kembali ke tempat. Terima kasih, Pak Kastanya, silakan kembali ke tempat. Pada Pihak Terkait, Saksi dulu atau Ahli dulu yang akan didengar keterangannya? Saya persilakan.
43.
PIHAK TERKAIT: CONDRO KIRONO Mohon izin, Yang Mulia. Diperkenankan untuk Ahli terlebih dahulu. Terima kasih.
8
44.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ahli terlebih dahulu. Dari urutan Prof. Yusril terlebih dahulu?
45.
PIHAK TERKAIT: CONDRO KIRONO Siap.
46.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, Prof. Yusril.
47.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT: YUSRIL IHZA MAHENDRA Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya muliakan. Para Pemohon, Kuasa Pemohon, Pemerintah, Pihak Terkait, Hadirin, dan Hadirat yang saya muliakan. Izinkan saya kepada Yang Mulia untuk memberikan keterangan Ahli sehubungan dengan perkara ini sebagai berikut. Maksud Para Pemohon dalam Perkara Pengujian UndangUndang Nomor 89/PUU-XIII/2015 adalah untuk menguji konstitusionalitas norma Pasal 15 ayat (2) huruf a dan b Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan norma-norma Pasal 64 sampai dengan Pasal … dan seterusnya, sampai dengan Pasal 87 dan Pasal 88 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sepanjang frasa Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan norma-norma dalam kedua undang-undang yang diuji bertentangan dengan norma Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan sekaligus menyatakan norma-norma tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Setelah membaca dengan seksama naskah permohonan pengujian undang-undang yang diajukan Para Pemohon, maka saya dapat memberikan pendapat sebagai berikut. Pertama. Para Pemohon tidaklah secara jelas dan argumentatif mengemukakan kedudukan hukum atau legal standing-nya dalam mengajukan permohonan pengujian undang-undang ini karena tidak mengemukakan secara terang, apakah sesungguhnya hak-hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh norma konstitusi yang dilanggar, dihilangkan, atau dilenyapkan dengan berlakunya norma undang-undang yang dimohonkan pengujiannya. Norma Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 secara spesifik bukanlah mengatur hak-hak konstitusional warga negara, melainkan berisi pengaturan tentang pertahanan negara dan keamanan 9
masyarakat sesuai bunyi Bab 12 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang di dalamnya memuat norma tentang tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi masyarakat, serta menegakkan hukum. Sedangkan hak-hak konstitusional setiap orang untuk memperoleh rasa aman, terlindungi, terayomi, terlayani dengan baik, serta memperoleh kepastian hukum yang adil dan seterusnya adalah norma-norma yang secara spesifik diatur di dalam bab 10 tentang warga negara dan penduduk, serta bab 10A tentang hak asasi manusia, dan bab-bab lain terkait dengan pendidikan dan kebudayaan, bab 13 serta perekonomian dan kesejahteraan sosial di dalam Bab 14 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Apa yang dimohonkan Para Pemohon dalam halaman 7 sampai dengan halaman 15 permohonannya setelah terevisi, pada hakikatnya adalah keluhan dan ketidakpuasan Para Pemohon terhadap pelayanan aparat kepolisian dalam menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor, penerbitan surat izin mengemudi, dan perlindungan keamanan lalu lintas di jalan. Apa yang dikemukakan ini berkaitan langsung dengan penerapan norma undang-undang ke dalam praktik dan bukan menjadi wilayah kewenangan Mahkamah Konstitusi yang kewenangannya adalah untuk menguji konstitusionalitas norma undang-undang yang berlaku terhadap norma Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Oleh karena itu, saya serahkan kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia untuk menilai apakah Para Pemohon dalam perkara ini mempunyai legal standing atau tidak dalam mengajukan permohonan pengujian undangundang ini? Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya muliakan. Hadirin dan Hadirat yang saya muliakan. Norma Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 lahir dalam perubahan kedua Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan latar belakang untuk menegaskan perbedaan dan kemudian pemisahan tugas-tugas antara Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam norma Pasal 34 ayat (4) itu ditegaskan kedudukan, tugas, dan fungsi Kepolisian Negara RI, yakni sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tugas untuk melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Saya yang pada waktu itu mengajukan dan membahas rancangan Undang-Undang Kepolisian Negara RI ini ke DPR RI bersama-sama dengan Alm. Saudara Mathori Abdul Jalil Menteri Pertahanan pada waktu itu, tidaklah merasa ada perbedaan dengan perumusan fungsi kepolisian, sebagaimana dirumuskan dalam norma Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI, yakni menjalankan salah satu 10
fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan, dan ketertiban masyarakat, penegakkan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memang menyebutkan kedudukan Polri sebagai alat negara. Hal yang sama juga dikemukakan dalam norma Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002. Penyebutan fungsi Polri adalah menjalankan salah satu fungsi pemerintahan negara di dalam rumusan norma Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tidaklah terlepas dari konsepsi ketatanegaraan bahwa fungsi kepolisian rumus … yang dirumuskan dalam UndangUndang Dasar Tahun 1945 adalah bagian dari fungsi eksekutif bukan fungsi peradilan, walaupun tugas-tugas Polri terkait dengan penegakkan hukum. Persoalan pokok terkait dengan permohonan pengujian undangundang ini pada hemat saya adalah dengan norma Pasal 15 ayat (2) huruf b dan c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI yang menyatakan bahwa Polri sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang untuk menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor, dan norma Pasal 64 ayat (4) dan Pasal 67 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yang terkait dengan norma pengaturan tentang kewenangan Polri melakukan registrasi kendaraan bermotor melalui sistem manajemen registrasi kendaraan bermotor dan manajemen sistem administrasi manunggal yang dikoordinasikan oleh Polri. Terkait dengan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta kewenangan menerbitkan surat izin mengemudi, masalah ini sudah memasuki ranah administrasi negara yang Undang-Undang Dasar tidak memberikan pengaturan yang spesifik. Dengan demikian kepada instansi mana kewenangan ini akan diberikan? Sepenuhnya adalah pilihan pembentuk undang-undang dengan berbagai pertimbangan, antara lain efektifitas, relevansi, dan sejarah penyelenggaraan administrasi pemerintah sejak zaman kolonial dahulu. Saya berpendapat bahwa dalam hal ini melakukan identifikasi dan registrasi kendaraan bermotor pemberian kewenangan tersebut pada Polri adalah semata-mata didasarkan kepada efektivitas, relevansi, dan akar historis penyelenggaraan pemerintahan di bidang ini. Lebih-lebih jika dilihat dari keadaan sekarang setelah Amandemen Bab VI UndangUndang Dasar yang memberikan penekanan kepada otonomi daerah bahwa registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor pertama-tama haruslah dikaitkan dengan efektifitas sebuah instansi pemerintahan dalam menyelenggarakannya. Kalau registrasi diserahkan kepada Kementerian Perhubungan misalnya, jelaslah hal tersebut tidak akan efektif oleh karena kementerian ini dengan adanya otonomi daerah tidaklah mempunyai 11
aparat yang berada di daerah-daerah. Dinas angkutan lalu lintas jalan di daerah-daerah bukanlah organ Kementerian Perhubungan melainkan aparat pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota. Tidak ada network yang secara efektif yang dapat menghubungkan suatu dinas LLAJ di suatu daerah dengan daerah lainnya, sehingga negara akan mengalami kesulitan memiliki database kendaraan bermotor, apalagi melakukan identifikasi kendaraan bermotor yang tidak jarang terkait dengan kemampuan forensik yang sama sekali bukan keahlian dan kemampuan dinas lalu lintas angkutan jalan, terlebih lagi jika hal itu dikaitkan dengan upaya penegakan hukum dalam mengungkap terjadinya suatu tindak pidana atau kejahatan. Karena itu saya berpendapat, Polri yang tidak terkena otonomi daerah dan tetap sentralistik sampai sekarang, dan bekerja secara struktural dari pusat sampai ke daerah-daerah terpencil, dan memiliki kemampuan melakukan uji forensik kendaraan bermotor dalam kaitannya dengan pengungkapan suatu tindak pidana adalah instansi yang paling relvan untuk diberi kewenangan melakukan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor. Adapun terkait dengan kewenangan memberikan surat izin mengemudi atau SIM yang oleh undang-undang juga diberikan kepada Polri pada hemat saya hal itu adalah sebuah pilihan yang dilakukan oleh pembentuk undang-undang karena Undang-Undang Dasar tidak memberikan pengaturan spesifik mengenai hal itu. Sebagai sebuah pilihan maka tidak ada ruang untuk melakukan uji konstitusionalitas terhadap norma yang mengatur hal tersebut. Namun demikian saya perlu menjelaskan apakah yang dimaksud dengan kata izin dalam Surat Izin Mengemudi tersebut, jika dibandingkan dengan kata misalnya dispensasi yang juga dikenal sebagai istilah dalam tata hukum kita. Kata izin secara hukum haruslah diartikan sebagai bolehnya seseorang melakukan sesuatu yang secara normatif adalah perbuatan yang dilarang. Sementara kata dispensasi diartikan sebagai bolehnya seseorang meninggalkan atau tidak melakukan suatu perbuatan yang oleh hukum adalah suatu kewajiban. Pegawai negeri misalnya wajib masuk kantor pada hari kerja selama delapan jam, namun jika pegawai tersebut sakit maka dia mengajukan permohonan dispensasi bukan mengajukan permohonan izin sebab masuk kerja adalah kewajiban bukan larangan. Sebaliknya mengendarai kendaraan bermotor di jalan umum pada dasarnya adalah perbuatan yang dilarang karena nyata-nyata dapat mengancam keselamatan jiwa dan harta benda. Namun seseorang dapat dibolehkan atau dibebaskan dari larangan itu kalau dia mendapat izin, bukan mendapat dispensasi. Karena itulah maka yang diterbitkan Polri adalah Surat Izin Mengemudi bukan surat dispensasi mengemudi. Karena demikian pemahaman kata izin dalam Surat Izin Mengemudi itu maka pilihannya adalah instansi pemerintahan yang 12
mana yang paling efektif, relevan, dan secara historis terkait dengan penyelenggaraan penerbitan SIM ini. Saya berpendapat yang paling dekat dengan ketiga unsur tersebut memanglah polisi. Kewenangan memberikan izin dalam arti membolehkan suatu larangan menurut hukum, terang bukan kewenangan Kementerian Perhubungan yang tugas pokoknya tidaklah terkait secara langsung dengan penegakan hukum, tetapi lebih relevan dengan tugas Polri. Penerbitan SIM oleh dinas lalu litas angkutan jalan tiap kabupaten dan kota juga menimbulkan persoalan yurisdiksi di wilayah mana sajakah SIM itu berlaku? Karena kewenangan dinas LLAJ satu kabupaten/kota tidak otomatis dapat menjangkau kabupaten/kota yang lain, padahal diantara negara Asean pun ada perjanjian yang sudah diretifikasi bahwa SIM yang diterbitkan oleh satu negara Asean berlaku di semua negara Asean yang lain. Seangkan sekiranya ada SIM dikeluarkan oleh dinas LLAJ Kabupaten Banyumas belum tentu akan berlaku di Kabupaten Bogor dan seterusnya. Jadi akan menimbulkan banyak masalah-masalah pelik terkait dengan yuridiksi. Akhirnya SIM kalau demikian akan bersifat lokal, kabupaten/kota yang tidak efektif untuk digunakan oleh pengemudi. Demikian pula keterkaitannya dengan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, baik pelanggaran atau kejahatan terkait dengan lalu lintas jalan adalah bagian dari tindakan penegakkan hukum yang tidak ada instansi lain yang lebih relevan untuk melaksanakannya kecuali aparat kepolisian. Majelis Hakim yang saya muliakan. Demikianlah keterangan saya terkait pengujian undang-undang dalam perkara ini. Hal-hal lain yang terkait dengan perintah undang-undang yang memberikan kewenangan kepada Kepala Kepolisian Negara RI dalam membuat peraturan pelaksana dari kedua undang-undang yang dimohonkan pengujiannya, tidak perlu saya berikan keterangan rinci karena pengaturan tersebut bersifat sekunder. Dan terkait dengan apakah kewenangan Polri dalam melakukan registrasi dan indentifikasi kendaraan bermotor, serta menerbitkan SIM dinyatakan konstitusional atau tidak oleh Mahkamah Yang Mulia ini? Kalau kewenangan itu konstitusional, maka norma-norma pengaturan yang bersifat sekunder tersebut akan tetap relevan, demikian pula sebaliknya. Demikian keterangan saya. Atas perhatian Majelis Yang Mulia saya ucapkan terima kasih. 48.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih Prof. Yusril Ihza Mahendra. Yang berikutnya, Prof. Marcus, saya persilakan.
13
49.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT: MARCUS PRIYO GUNARTO Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Yang Mulia Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, yang terhormat Para Pemohon, Pemerintah, dan Pihak Terkait. Perkenakanlah saya menyampaikan pendapat hukum Permohonan Pengujian Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia serta Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2), dan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Terhadap Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Yang oleh Pemohon dianggap bertentangan dengan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dengan alasan bahwa kewenangan Polri di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta penerbitan Surat Izin Mengemudi sebagaimana diatur di dalam Pasal-Pasal UndangUndang Polri dan Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan hanyalah perluasan atau penyimpangan kewenangan Polri di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Bahwa terjadinya perluasan kewenangan dimaksud telah menyebabkan berkurangnya perhatian atau tidak maksimalnya Polri dalam melaksanakan kewenangan di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat. Dan selanjutnya bahwa berkurangnya perhatian Polri dalam melaksanakan kewenangan bidang keamanan dan ketertiban masyarakat telah menyebabkan munculnya potensi kerugian bagi masyarakat khususnya bagi diri Para Pemohon. Permasalahan yang akan dibahas. Berdasarkan alasan pengujian yang diajukan oleh Pemohon tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas adalah apakah kewenangan Polri di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta penerbitan Surat Izin Mengemudi sebagaimana diatur di dalam pasal-pasal Undang-Undang Polri dan Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan akan mendukung tugas Polri ataukah justru menyebabkan berkurangnya perhatian atau tidak maksimalnya Polri dalam melaksanakan kewenangan di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat? Pembahasan. Bahwa berdasarkan statistik kriminal, kendaraan bermotor merupakan objek dari kejahatan pencurian dan kerap kali juga sebagai alat untuk melakukan kejahatan. Data di beberapa kota besar menunjukkan pencurian kendaraan bermotor menduduki peringkat atas di antara kejahatan pencurian lain yang dilaporkan. Salah satu contoh, di DKI sepanjang tahun 2014 kasus pencurian kendaraan bermotor atau curanmor menduduki peringkat kedua sejumlah 3.162 kasus setelah
14
pencurian dengan pemberatan atau curat sejumlah 3.515 kasus. Dan pencurian dengan kekerasan atau curas sebesar 904 kasus. Demikian pula di Polrestabes Surabaya, sepanjang tahun 2014 curanmor juga menduduki peringkat kedua 324 kasus setelah pencurian dengan pemberatan 520 kasus, selanjutnya baru diikuti curas serta kejahatan lain. Data tersebut menunjukkan bahwa di DKI pada tahun 2014, rata-rata setiap hari terjadi delapan samapai dengan sembilan curanmor. Dan di Polrestaber Surabaya, pada tahun yang sama, ratarata terjadi satu curanmor untuk setiap harinya. Daya statistik kriminal itu belum sepenuhnya menjelaskan realitas kejahatan. Karena banyak kasus yang tidak dilaporkan, sehingga data curanmor bisa lebih besar dari yang tergambar di dalam statistik kriminal. Kendaraan sebagai alat untuk melakukan kejahatan, banyak terjadi dalam kasus penjambretan, tabrak lari, bahkan dalam kasus bom Bali dipakai sebagai alat untuk membawa bahan peledak untuk melakukan teror. Bahwa kenyataan sosial yang menunjukkan banyaknya kasus pencurian bermotor dan penggunaan kendaraan bermotor untuk melakukan kejahatan harus disikapi melalui kebijakan pemberian wewenang yang mendukung penegakan hukum yang menjadi tugas Polri melalui keputusan politik untuk mempercepat, mengefektifkan, dan mengefisienkan tugas penyelidikan dan penyidikan. Hal ini berkesesuaian dengan prinsip open legislative policy yang dianut oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945, ya. Dengan prinsip tersebut, pembentuk konstitusi telah mendelegasikan secara atributif kepada Presiden dan DPR untuk mengatur lebih lanjut mengenai penjabaran tugas keamanan, dan ketertiban masyarakat, dan penegakan hukum. Di antara wujud penjabarannya adalah kewenangan regident ranmor dan penerbitan SIM kepada Polri. Bahwa di bidang penyelidikan, Polri selaku penyelidik bertugas mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Dan selanjutnya di bidang penyidikan, Polri selaku penyidik akan mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi. Dan guna menentukan tersangkanya, perlu didukung dengan kemudahan untuk mendapatkan alat bukti. Dalam hal ada dugaan kejahatan terkait dengan kendaraan bermotor, data regident ranmor maupun SIM berfungsi sebagai data forensik kepolisian. Data ini akan lebih mudah diperoleh penyidik apabila Polri diberi kewenangan mengelola data regident ranmor dan SIM. Bahwa kendaraan bermotor pada hakikatnya adalah alat untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, sehingga kendaraan bermotor juga untuk … juga alat untuk melarikan diri dari satu ke tempat … dari satu tempat ke tempat yang lain. Dalam perspektif penegakan hukum, penggunaan data regident akan lebih efektif apabila penggunaan 15
data itu dikelola oleh satuan organisasi yang mempunyai kesatuan komando, seperti kepolisian dibandingkan dengan kementerian atau lembaga lainnya. Karena setiap anggota polisi yang bertugas penegakan hukum akan lebih mudah mengakses data yang diperlukan melalui pangkal … pangkalan data, termasuk untuk melakukan pelacakan pemilik apabila terkait dengan pencurian kendaraan bermotor dibandingkan apabila data itu dikelola oleh kementerian atau lembaga lainnya. Bahwa selain untuk kepentingan forensik kepolisian, manakala terkait dengan kejahatan, data regident ranmor justru akan memberikan perlindungan dan pengayoman terhadap kepemilikan kendaraan bermotor. Karena dengan regident, terdapat kepastian, kejelasan, hubungan hukum, kepemilikan antara seseorang dengan kendaraan bermotor, termasuk perubahan kepemilikan yang terekam dalam pangkalan data kendaraan bermotor yang dikelola oleh Polri. Selanjutnya, kewenangan pemberian SIM. Dalam perspektif hukum pidana dan kriminologi, mengendarai kendaraan bermotor itu berpotensi viktimogen atau penimbulan korban dalam bentuk membahayakan orang lain atau diri sendiri yang dapat mengarah pada perbuatan pidana. Sehubungan dengan hal tersebut, maka orang yang mengendarai kendaraan bermotor harus benar-benar mahir dan dibuktikan dengan lulus ujian yang memberikan kompetensi kemampuan mengemudi di jalan agar tidak membayakan dirinya maupun pemakai jalan lainnya dari kecelakaan lalu lintas. Oleh karena penegakan hukum di jalan juga merupakan tugas kepolisian, maka tugas penegakan hukum itu akan sangat didukung apabila data forensik kepolisian yang menyangkut data pengendara kendaraan bermotor maupun penyelenggaraan uji kemampuan mengemudi kendaraan bermotor dikelola dan diselenggarakan oleh Polri. Bahwa pengelolaan data regident kendaraan bermotor dan SIM akan berdaya guna dan bermanfaat apabila dikelola oleh kepolisian. Fakta ini telah terbukti dalam pengungkapan Kasus Bom Bali. Kasus Bom Bali yang semula diragukan, dapat terungkap karena nomor rangka dan nomor mesin kendaraan yang digunakan telah dirusak. Dalam waktu yang relatif cepat, dapat diketahui pelakunya oleh Polri, berhasil mengungkap nomor rangka dan nomor mesin yang telah dirusik … yang telah dirusak dengan cairan kimia melalui metode penimbulan kembali. Selanjutnya, Polri dengan memanfaatkan data regident, dapat dengan cepat menelusuri siapa pemilik terakhir dari kendaraan bermotor tersebut, sehingga orang yang menggunakan orang yang menggunakan kendaraan bermotor itu dapat diketahui. Bahwa kewenangan melakukan regident dan memberikan SIM yang dalam penegakan hukum merupakan bagian dari data forensik kepolisian telah diberikan oleh pembentuk undang-undang untuk mendukung tugas penyelidikan dan penyidikan yang karenanya Polri 16
sudah mengembangkan sarana dan prasarana teknologi sumber daya manusia untuk melaksanakan tugas tersebut dan apabila dipindahkan kewenangannya ke tempat lain justru akan menimbulkan pemborosan dan permasalahan lainnya. Kesimpulan. Dalam perspektif tugas penegakan hukum penyelidikan dan penyidikan, pemberian kewenangan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan surat izin mengemudi kepada Polri. 1. Justru menjadi faktor penguat dan bagian integral terhadap pelaksanaan kewenangan Polri dibidang keamanan dan ketertiban masyarakat. Bukan sebaliknya menyebabkan berkurangnya perhatian atau tidaknya … tidak maksimalnya Polri dalam melaksanakan kewenangan di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat. 2. Dengan regident ranmor dan penerbit SIM sebagai faktor penguat dalam melaksanakan tugas penegakan hukum tidak mungkin bertentangan dengan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena keduanya merupakan penjabaran dari ketentuan tersebut. Dengan kesimpulan ini, maka menurut Ahli, pemberian kewenangan kepada kepolisian melakukan registrasi dan indentifikasi kendaraan bermotor dan penerbitan izin mengemudi kendaraan bermotor sudah tepat. 50.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Prof. Marcus. Berikutnya Prof. Gede Pantja Astawa saya persilakan.
51.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT: I GEDE PANTJA ASTAWA Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya muliakan. Demikian juga saya ingin menyapa Pihak Terkait yang hadir, Bapak Kadivkum yang saya hormati, Bapak Kakorlantas, serta Jajaran, Pihak Pemerintah yang diwakili maupun yang mewakili, dan Saudara saya dari Pihak Pemohon. Walaupun sudah saya tuangkan pendapat saya secara tertulis di sini, kalau saya baca agak lama. Jadi saya akan mempersingkat, bisa jadi nanti banyak hal-hal yang tidak perlu disampaikan di sini. Silakan Yang Mulia nanti bisa baca keterangan saya tertulis, termasuk saya tidak akan mengulangi lagi pasal-pasal yang dimohonkan oleh Pihak Pemohon termasuk alasan-alasannya. Namun yang hendak saya katakan bahwa esensi atau substansi dari permohonan Pemohon ini dengan merujuk norma-norma hukum yang terkandung dalam Undang-Undang Lalu Lintas maupun Undang-Undang … maaf, Undang-Undang Kepolisian maupun Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan terhadap UndangUndang Dasar Tahun 1945 sebetulnya bermuara pada persoalan 17
kewenangan. Bevoegheid. Sayangnya ketika Pemohon menyampaikan alasan-alasan atau argumentasinya yang saya tangkap kesan, Pemohon tidak didasari oleh pemahaman yang komprehensif terhadap seluk beluk tentang kewenangan, kemudian sumber-sumber kewenangan, dan terutama yang menyangkut tentang esensi kewenangan kepolisian yang diatur di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Karena itu kalau saya bertitik tolak dari esensi kewenangan kepolisian yang ada dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 hanya satu pasal yang kita jumpai, yaitu Pasal 30 ayat 4 dan Pasal 30 ayat 5 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Satu Pasal yang berisi dua ayat ini mengusik saya untuk mau menimbulkan pertanyaan, yang pertama apa makna yang terkandung sebetulnya? Dalam rumusan ketentuan Pasal 30 ayat 4 khususnya frasa
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum.
Yang kedua, saya mencoba nanti mengangkat tentang makna frasa diatur dengan undang-undang. Dalam rumusan ketentuan Pasal 30 ayat (5) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Izinkan saya, Yang Mulia, untuk menyampaikan wethistories kententuan Pasal 30 ayat (4) UndangUndang Dasar Tahun 1945 sekaligus ingin menggambarkan dan menjawab apa yang menjadi keberatan dari Pihak Pemohon. Tanpa bermaksud melakukan interpretasi terhadap ketentuan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945, namun untuk mencari dan menemukan jawaban atas makna frasa alat negara mau tidak mau dan tidak dapat dihindari untuk mengungkap wethistories, ini sejarah atau berlatar belakang pemikiran yang melandasi rumusan ketentuan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945. Dilihat dari sejarah perkembangan pemikiran dan upaya untuk memposisikan kepolisian ke dalam kedudukan yang ideal bukanlah satu pemikiran dan upaya yang singkat melainkan melalui satu proses perjuangan yang panjang dengan kronologis sebagai berikut. 1. Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 11 Tahun 1946 tanggal 1 Juli, ini bertepatan dengan hari yang kemudian diperingati sebagai hari Bhayangkara. Kepolisian ditempatkan di bawah perdana menteri. 2. Sesudah pengakuan kedaulatan, timbul dua persoalan yang saling berkaitan dengan posisi kepolisian, yaitu tentang departemen manakah yang seharusnya berwenang atas institusi kepolisian? Dalam hal ini Departemen Kehakiman dan Departemen Dalam Negeri ingin memasukan kepolisian di bawah wewenangnya masing-masing. Namun pada sisi lain ada beberapa pihak yang mengusulkan agar kepolisian tetap berada di bawah kekuasaan perdana menteri atau dibentuk departemen baru yaitu Departemen Keamanan. Tarikmenarik terjadi karena adanya satu anggapan bahwa membawahi kepolisian akan memperkuat kekuasaan dan prestise departemen yang berhasil memenangkannya. 18
3. Pada masa pemerintahan Orde Baru, kepolisian menjadi bagian Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Bersama-sama dengan matra yang lainnya yaitu angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara. Dimasukannya Polri dalam ABRI menjadikan pengembangan kelembagaan dan personil polisi tidak mandiri karena sering diintervensi dalam menjalankan tugas terutama dalam pelaksanaan tugas sebagai aparat penegak hukum. Demikian pula menempatkan Polri sebagai bagian dari ABRI merupakan satusatunya model di dunia. Di negara mana pun di seluruh dunia institusi kepolisian bersifat mandiri dan tidak menjadi sub ordinat institusi militer dengan sifatnya yang destruktif, defensif, dan ofensif, sementara sifat hakiki dari polisi adalah sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. 4. Mengingat akan peran dan tugas kepolisian sebagai kekuatan keamanan dan ketertiban masyarakat, serta sifat hakiki polisi sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat kemudian muncul keinginan agar Polri dipisahkan dari TNI. Sebagaimana tadi juga sudah disinggung oleh Prof. Yusril. Pemisahan Polri dan TNI dimulai dengan kebijakan pemerintah yang memisahkan Polri dan TNI pada tanggal 1 April 1999. Mulai tanggal tersebut berdasarkan instruksi Presiden Republik Indonesia sistem dalam penyelenggaraan pembinaan kekuatan personal Polri dialihkan ke Departemen Pertahanan dan Keamanan untuk kemudian impres ini menjadi turning point dari perubahan paradigma dalam praksis polisi ke depan. Lewat reformasi ini Polri berdekat untuk melakukan perubahan secara menyeluruh menuju Polri yang profesional dan mandiri menjadi alat negara yang efektif serta tidak mengabaikan kepentingan masyarakat dan seterusnya. 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2000 tentang Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia lebih mempertegas lagi kedudukan Polri yang lepas dari Departemen Pertahanan Republik Indonesia. Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 2000 dinyatakan dengan tegas bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia berkedudukan langsung di bawah Presiden. 6. Untuk lebih memberikan bobot hukum mengenai kedudukan Polri yang baru tersebut selanjutnya dirumuskannya ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, dimana dalam Pasal 1 TAP MPR tersebut ditegaskan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia secara kelembagaan terpisah sesuai dengan peran dan posisinya masing-masing. Sedangkan pada Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa kepolisian negara Republik Indonesia, sekali lagi adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan.
19
7. Untuk lebih memperkuat peran kedua institusi yang sebelumnya pernah menyatu tersebut, MPR kemudian membuat Ketetapan Nomor 7/MPR Tahun 2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. Khusus mengenai peran Polri dinyatakan dalam ketentuan Pasal 6 TAP MPR Nomor 7 tersebut. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan, ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan seterusnya. Dalam TAP MPR tersebut juga diatur tentang susunan kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun khusus yang berkenaan dengan kedudukan Kepolisian Republik Indonesia ketentuan Pasal 7 sekali lagi menegaskan berada di bawah Presiden. 8. Amanat Bangsa Indonesia yang direpresentasikan oleh MPR melalui kedua ketetapan MPR sebagaimana yang saya sebutkan tadi pada waktu bersamaan diperkuat dengan dirumuskannya ketentuan Pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hasil amandemen kedua pada tanggal 18 Agustus Tahun 2000. Dalam konteks Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara ketentuan Pasal 30 lagi-lagi menegaskan bahwa Kepolisian Negera Republik Indonesia adalah alat negara yang menjaga keamanan, ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum. 9. Rumusan ketentuan Pasal 30 ayat (4) sekurang-kurangnya mengandung dua makna, yaitu fungsi yang melekat sebagai alat negara yagn menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan tugas wewenang yang dijalankan sebagai pelaksanaan salah satu fungsi pemerintahan, yaitu melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim MK yang saya hormati. Sebagai alat negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah aparat negara yang berkedudukan di bawah Presiden sebagai kepala negara. Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang berada di bawah Presiden sebagai kepala negara, sekurangkurangnya didasarkan pada dua alasan yang utama. a. Untuk menghindari ataupun mencegah belenggu struktural dan intervensi kelembagaan yang syarat dengan beragam kepentingan apabila kepolisian berada di bawah kelembagaan ataupun kementerian. Adanya belenggu struktural dan intervensi kelembagaan tersebut tidak memungkinkan kepolisian dapat mengembangkan diskresinya dengan baik. Padahal diskresi kepolisian itu sangat penting artinya dalam rangka pelaksanaan tugas kepolisian sebagai pemelihara ketertiban (order maintenance) dan sebagai penegak hukum (law enforcement officers). Itulah sebabnya kepolisian sebagai alat negara berada di bawah Presiden sebagai kepala negara.
20
b. Di dalam teori ketatanegaraan, bagi negara yang menganut sistem pemerintahan presidensiil seperti halnya Undang-Undang Dasar Tahun 1945, negara dipimpin oleh presiden dalam jabatannya selaku kepala negara (head of state) dan kepala pemerintahan (chief of goverment). Dikaitkan dengan makna kepolisian sebagai alat negara, sebagaimana disebut dalam ketentuan Pasal 30 ayat (4), berarti kepolisian dalam menjalankan fungsinya berada di bawah Presiden selaku kepala negara. Dalam pada itu, fungsi kepolisian yang mengemban salah satu fungsi pemerintahan mengandung arti bahwa pemerintahan yang diselenggarakan oleh Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan atau eksekutif (vide Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945) mendelegasikan sebagian kekuasaannya kepada kepolisian, terutama kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum, yaitu kekuasaan menyelenggarakan administrasi negara yang antara lain meliputi. 1. Tugas dan wewenang administrasi di bidang keamanan dan ketertiban umum. 2. Tugas dan wewenang menyelenggarakan administrasi pemerintahan mulai dari surat menyurat sampai kepada dokumen dan lain-lain sebagainya. Dengan uraian atau dengan penjelasan yang saya sampaikan di sini secara tertulis. 3. Tugas dan wewenang administrasi negara di bidang pelayanan umum. Dan yang terakhir, apa makna frasa yang diatur di dalam undangundang dalam ... maaf ... makna frasa diatur dengan undang-undang dalam rumusan ketentuan Pasal 30 ayat (5) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dari 37 pasal dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, relatif banyak pasal yang dalam ketentuannya memerintahkan diatur dengan undang-undang. Satu diantaranya adalah ketentuan Pasal 30 ayat (5) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang dalam konteks kepolisian menyebutkan bahwa susunan dan kedudukan serta kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan undang-undang. Makna dari frasa diatur dengan undang-undang mengandung arti bahwa Undang-Undang Dasar Tahun 1945 secara atributif memberikan kewenangan kepada DPR dan Presiden selaku original legislator untuk membuat ataupun menetapkan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang di dalamnya mengatur tentang susunan dan kedudukan serta kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia termasuk fungsi kepolisian yang mengemban salah satu fungsi pemerintahan. Atas dasar itu kemudian terbit Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang di dalamnya antara lain mengatur tentang fungsi, tugas pokok, dan wewenang, serta 21
susunan kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan lain sebagainya. Perihal fungsi ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 menyebutkan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintah negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Fungsi kepolisian tersebut di-breakdown ke dalam tugas pokok dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dalam ketentuan Pasal 13 yang menyebutkan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah memelihara keamanan, ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Kepolisian Negara Republik Indonesia diberikan wewenang sebagaimana diatur di dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, di antaranya menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta memberikan Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor. Dengan demikian, wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta memberikan Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor adalah sebagai bentuk pelaksanaan dari fungsi kepolisian yang merupakan salah satu fungsi pemerintahan yang bersifat umum, yaitu menyelenggarakan administrasi negara, sebagaimana yang dimaksud dan saya uraikan tadi. Dengan kata lain, ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf b dan c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 adalah sejalan dan tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Demikian pula beberapa ketentuan pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan sebagaimana yang saya uraikan paling depan adalah bentuk harmonisasi dengan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf b dan c UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 adalah juga sejalan dan tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih atas perhatiannya. 52.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Prof. Gede Pantja Astawa. Yang berikutnya Pak Tri Tjahjono saya persilakan.
22
53.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT: TRI TJAHJONO Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Konstitusi yang saya hormati. Juga kami hormati Para Pemohon, Pemerintah, dan yang Terkait, dan Hadirin semuanya. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Yang Mulia, saya akan membatasi diri terhadap isu-isu transportasi terkait dari yang diajukan oleh Pemohon kepada Mahkamah Konstitusi. Saya akan memulai dengan membahas pemahaman penyebab kemacetan lalu lintas. Yang Mulia, kemacetan lalu lintas kendaraan di jalan terjadi karena volume lalu lintas telah melebihi kapasitas aktual pengoperasian suatu ruas atas jaringan jalan. Pertumbuhan kendaraan bermotor yang sangat tinggi saat ini menjadi salah satu penyebab utama kenapa di Indonesia banyak sekali kota-kota macet dikarenakan tidak seimbangnya dengan penyediaan infrastruktur jalan dan sebagai pemahaman saya sebagai ahli transportasi, tidak mungkin pertumbuhan lalu lintas hanya diselesaikan dengan pengembangan infrastruktur jalan. Pembangunan jalan baru bukan menyelesaikan solusi untuk menyelesaikan kemacetan di jalan. Di dalam pendekatan transportasi, hal yang terpenting adalah bagaimana mobilitas masyarakat dan angkutan barang lebih penting dibandingkan kelancaran kendaraan pribadi, sehingga kelancaran kendaraan pribadi seyogyanya bukan menjadi prioritas utama. Terkait deengan mobilitas yang berkelanjutan atau sustainable diperlukan sistem angkutan publik yang handal, untuk ini saya mengapresiasi Pemerintah saat ini yang sangat mendukung hal ini dengan mempercepat infrastrukur angkutan massal baik yang berbasis rel seperti Mass Rapid Transit ataupun Light Rapid Transit yang kita sering kenal dengan MRT dan LRT ataupun berbasis jalan yang secara teknis disebut Bus Rapid Transit, tetapi oleh masyarakat, khususnya di Jakarta dikenal sebagai busway. Dengan sistem ini yang diharapkan terkoneksi dengan baik dan terintegrasi dengan tata guna lahan, maka ada konsep berikutnya yang dikenal dengan transit oriented development, pembangunan tata guna lahan harus berorientasi dengan fasilitas penyediaan, bukan saja jaringan jalan, tetapi jaringan sistem transportasi yang mengutamakan mobilitas masyarakat dan bukan kelancaran kendaraan pribadi. Pengembangan yang berorientasi dengan penyediaan angkutan publik yang bersifat massal menjadi suatu soluktif di manapun di dunia. Selanjutnya, Yang Mulia, tantangan yang dihadapi pemangku kepentingan di bidang jalan maupun lalu lintas angkutan jalan, saya menggunakan data BPS tahun 2014 untuk data tahun 2013. Di Indonesia dengan penduduk sebesar 248.000.000 lebih jiwa dan pertumbuhan rata-rata 1,42% memiliki jumlah rumah tangga pada tahun 2013=64.000.000 kepala keluarga dan rata-rata anggota keluarga 3,9 jiwa, sedangkan kalau kita melihat angkatan kerja sebesar 118.000.000 23
jiwa. Kalau kita bandingkan dengan kendaraan bermotor, jumlah kendaraan bermotor pada tahun yang sama, yaitu tahun 2013 sebesar 104.118.000 lebih unit kendaraan, di mana perlu saya garis bawahi jumlah sepeda motor sebesar 85.732.000 atau 82% dari total kendaraan bermotor. Jumlah kendaraan bermotor baru produksi dalam negeri pada tahun 2013 sebesar 8.988.506 unit kendaraan, sekali lagi 86% di antaranya adalah sepeda motor. Hal ini sangat penting untuk melihat (suara tidak terdengar jelas) kenapa jalan di Indonesia tidak terbebaskan dari kemacetan? Perbandingan jumlah sepeda motor dengan kependudukan pada tahun 2013 adalah satu sepeda motor untuk 2,9 penduduk. Lebih jauh kalau kita lihat, satu rumah tangga memiliki 1,3 sepeda motor. Dan kalau kita melihat pada angkatan kerja, satu sepeda motor untuk 1,3 jiwa angkatan kerja di Indonesia. Dengan pertumbuhan dengan tahun yang sama periode 2008-2013 sebesar 9% dibandingkan jumlah penduduk yang hanya 1,42%. Di sini terlihat bahwa dampak dari keberhasilan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi menyebabkan meningkatnya daya beli masyarakat untuk memilih kendaraan bermotor, khususnya sepeda motor. Tentunya dengan kemudahan-kemudahan yang saat ini, seperti kredit dan sebagainya, lebih memudahkan masyarakat memiliki kendaraan bermotor. Melihat dari sini, saya melihat isu regident Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kalau dari transportasi seyogianya apa pun yang kita berikan itu bertujuan untuk bisa melancarkan mobilitas masyarakat dan angkutan barang. Yang Mulia, kepolisian lalu lintas memiliki peran di dalam mengatasi kemacetan lalu lintas, tetapi di posisi hilir, yang dikenal oleh korlantas, yaitu keamanan, keselamatan, dan ketertiban, serta kelancaran lalu lintas atau kanseltiblancar. Kanseltiblancar adalah di posisi hilir dari permasalahan yang ada. Tanpa pendekatan perbaikan kebijakan di hulu yang harus dimulai dari tata guna lahan dan pengutamaan angkutan publik, maka kota-kota besar di Indonesia tidak akan mampu menyelesaikan dan menguraikan kemacetan lalu lintas yang ada. Di skala mikro, Yang Mulia, polisi lalu lintas dapat menyelesaikan kemacetan, seperti akibat pelanggaran yang dapat menimbulkan kemacetan. Antara lain, mengetem angkutan umum, seperti angkot dan bus yang banyak sekali terjadi di kota-kota di Indonesia, dan juga bisa bekerja sama dengan dinas perhubungan kabupaten maupun kota untuk pengaturan parkir dan meniadakan keberadaan terminal bayangan. Di sinilah kemacetan yang utama. Saya tidak masukkan dalam report saya, tapi studi yang dilakukan oleh Jayka, tiga tahun yang lalu dengan memperbaiki sistem ini saja, kemacetan lalu lintas bisa diuraikan hanya sekitar maksimum 10%. Jadi, ketika kemacetan di jalan raya disebabkan oleh jumlah kendaraan yang terlalu banyak beroperasi di jalan raya, maka 24
pengaturan fungsi, pengaturan di jalan raya oleh polisi bahkan dengan mitra semuanya tidak mungkin bisa melancarkan, kecuali satu-satunya secara, yaitu dengan manajemen pembatasan kendaraan. Manajemen pembatasan kendaraan itu sekarang ini sangat acapkali digaungkan oleh ahli-ahli transportasi yang juga dikenal dengan detailnya electronic road pricing, seperti di Singapura, sehingga kendaraan justru harus kita batasi menggunakan jalan agar jalan lebih lancar. Kalau kita masuk ke masalah pembatasan manajemen kendaraan dan sekaligus juga saya titipkan terhadap penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas yang begitu banyak karena jumlah kendaraan begitu besar, maka dibutuhkan dua alat, yaitu satu, electronic road pricing dan yang kedua electronic law enforcement. Di Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 memungkinkan penegakan hukum dengan alat bantu elektronik. Yang menarik dari ERP dan ELE adalah penyelesaian pelanggarannya tidak dapat dilakukan langsung, tetapi harus diidentifikasi melalui kendaraan yang melanggar dan kemudian bukti pelanggaran baru dapat dikeluarkan ke alamat pemilik kendaraan. Bukti pelanggaran ini didapat dari teknologi sensor maupun kamera. Di Jakarta ada dua uji coba sudah dilakukan, pertama di Jalan Jenderal Soedirman dan satu di Jalan Rasuna Said, yang mampu mendeteksi nomor kendaraan bermotor, pelanggar, pelanggaran yang direkam secara elektronik. Di sinilah pentingnya regident untuk mengawali agar ERP maupun ELE dapat sukses dioperasikan, yang hingga saat ini belum dilakukan di Indonesia. Bila peran hulu dapat diselesaikan dengan baik, seperti tata guna lahan, sistem transportasi, penyediaan angkutan publik, maka peran hilir akan lebih ringan apalagi kalau ERP dan ELE bisa dioperasikan di dalam penanganan kelancaran lalu lintas. Sehingga kesuksesan sistem transportasi yang kita sering lihat di negara barat, justru dilihat dari sedikitnya kehadiran polisi di jalan. Kalau kita melihat kehadiran polisi di jalan dan jalan sesuai dengan falsafah kanseltiblancar, artinya justru di sinilah kesuksesan sistem transportasi yang tentunya tidak bisa hanya ditangani oleh hilir saja, baik oleh kepolisian ataupun dinas perhubungan, baik di tingkat kabupaten/kota, maupun provinsi. Itu yang pertama yang kami ingin membawahi untuk mendukung hal yang saat ini terjadi kemacetan di Jakarta dan mungkin juga sekaligus pemikiran untuk mengatasi pelanggaran yang setelah bersifat masif karena besarnya jumlah kendaraan beroperasi di jalan. Sedangkan pe … permasalahan surat izin mengemudi bagi penyandang cacat, Yang Mulia, di sini saya menggarisi bahwa … menggarisi bawah bahwa sebenarnya memang penyandang cacat harusnya diberikan kesamaan, kesetaraan, justru bahkan difabel (different ability) people juga perlu juga diberikan hak yang sama. Tetapi menurut saya, masalah SIM bagi penyandang cacat harus ditentukan
25
oleh ketersediaan teknologi yang ada untuk memodifikasinya kendaraan bermotor yang disesuikan dengan keterbatasan seseorang. Di sini, tidak mungkin seluruh kelompok penyandang cacat dan saya mohon maaf sekali lagi pada rekan-rekan penyandang cacat, dapat mendapat SIM karena di sini ada dua hal. Yang pertama, harus ada merujuk suatu modifikasi kendaraan yang memungkinkan dia mengendarai kendaraan. Dan yang kedua, juga harus memperhatikan aspek keselamatan, baik keselamatan pribadinya, maupun keselamatan waktu … sewaktu mengendarai kendaraan di jalan raya terhadap pengguna jalan lainnya. Yang Mulia, saat ini saya meyakini NSPK yang diamanahkan di Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2008 norma, standar, pedoman, dan kriteria sekolah mengemudi sedang digarap oleh pemerintah. Upaya penyempurnaan SIM juga menjadi bagian dari rencana aksi yang dicanangkan dalam Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) jalan yang telah menjadi Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Dekade Aksi Keselamatan Jalan Tahun 2011-2020. Hal ini sangat penting, kalau norma, standar, pedoman, kriteria ini muncul, seyogianya juga pasti akan muncul bagi saudara-saudara penyandang cacat maupun difabel lainnya, yang tentunya tidak bisa semuanya bisa diakomodir karena memang ada derajat keterbatasan yang mana memungkinkan teknologi bisa menyediakan. Jadi, di sini kami melihat polisi telah melakukan secara berhatihati dengan tidak mengeluarkan begitu banyak SIM. Tentunya saya yakin, SIM oleh pihak kepolisian seharusnya memperhatikan masalah kedua norma tersebut. Yaitu pertama, ada teknologi yang bisa digunakan. Dan kedua, meyakinkan bahwa kalau dia mendapatkan SIM, dia bisa berlaku untuk menjaga keselamatan berlalu lintas di jalan. Kesimpulan, Yang Mulia, dari diskusi saya. Yang pertama, saya kira registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan penerbitan surat izin mengemudi di bawah kepolisian tetap saat ini menguntungkan apabila di bawah kepolisian untuk membantu terwujudnya electronic road pricing, dan electronic law enforcement, juga tugas-tugas lain kepolisian di jalan. Sedangkan mengatasi kemacetan lalu lintas di jalan diperlukan penyelesaian secara komprehensif oleh seluruh pemangku kepentingan yang ada. Kedua. Surat izin mengemudi bagi penyandang cacat hanya dapat dikeluarkan apabila teknologi modifikasi kendaraan bermotor tersedia bagi penyandang cacat tertentu dan di sini diperlukan keyakinan yang kuat bahwa kalau pemerintah mengeluarkan, dalam hal ini kepolisian, mengeluarkan SIM untuk rekan-rekan cacat atau SIM D, harus mampu memberikan keselamatan baik pemilik dari SIM tersebut maupun masyarakat pengguna jalan pada umumnya. Selain itu dari saya, saya dibantu oleh rekan Adi Tanuarto, M.Sc., beliau juga membuat suatu kesaksian ahli yang secara tertulis, di mana 26
untuk memperkuat posisi regident di kepolisian yang ada di … saat ini di tangan kepolisian. Saya kira dari saya hanya singkat seperti ini. Insya Allah ini juga bisa membantu untuk wawasan yang … kita semua di ruang ini untuk suatu pembelajaran bahwasannya kemacetan tidak mungkin diselesaikan oleh satu instansi atau dibalik bahwa karena instansi tersebut tidak bekerja dengan benar, maka terjadi kemacetan, tapi harus diselesaikan secara komprehensif. Kedua juga, saya mengimbau juga kepada kepolisian, SIM seyogianya keluar apabila yakin sebagai kompetensi izin mengendara di jalan raya agar keselamatan berlalu lintas itu bisa terwujud. Akhir kata, Yang Mulia Hakim dan Anggota Mahkamah Konstitusi, saya akhiri penjelasan singkat saya. Waalaikumsalam wr. wb. Salam sejahtera bagi kita semuanya. 54.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Tri Tjahjono. Yang berikutnya, sekarang Pak Kastanya. Tolong Petugas dibawakan mik. Baik, sebelum menyampaikan keterangan, saya tanya dulu. Pak Kastanya, alamat di mana?
55.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Jl. Assakinah, Kebagusan, Pak.
56.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Kebagusan, Jakarta, ya?
57.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Jakarta, betul, Pak.
58.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Apakah Pak Kastanya sudah punya SIM D?
59.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Sudah, Pak.
60.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sudah. Ujian di mana? 27
61.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Di Daan Mogot.
62.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Melalui prosedur ujian tertulis, kompetensi tertulis, kemudian juga mengendarai praktik di uji di lapangan begitu?
63.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Betul, Pak.
64.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sekrang sudah berapa lama mengendarai di jalan?
65.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Mengendarai di jalan saya mulai dari tahun 1990, Pak.
66.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, silakan memberikan keterangan apa yang akan disampaikan.
67.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Baik, Pak.
68.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Atau dari Pihak Terkait ada yang akan dituntun pertanyaanpertanyaan apa? Keterangan-keterangan apa yang dibutuhkan? Saya persilakan. Miknya ada itu supaya terekam dengan baik.
69.
PIHAK TERKAIT: Terima kasih, Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi. Ada beberapa yang perlu kami tanyakan terhadap Saksi. Langsung saja kepada Saksi, apakah Saudara Saksi memiliki SIM?
70.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Saya memiliki, Pak.
28
71.
PIHAK TERKAIT: Baik, dan sejak kapan Saudara memiliki SIM dan di mana diterbitkan?
72.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Saya memiliki SIM pertama itu tahun 1990 di Polda Metro Jaya.
73.
PIHAK TERKAIT: Apakah Saudara Saksi selama mengemudikan kendaraannya di jalan raya pernah terjadi kecelakaan?
74.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Tidak pernah, Pak.
75.
PIHAK TERKAIT: Baik. Kemudian pertanyaan selanjutnya, apakah Saudara Saksi di dalam mendapatkan SIM dipersulit oleh petugas?
76.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Secara teknis tidak pernah, Pak.
77.
PIHAK TERKAIT: Dan apakah Saudara Saksi dengan memiliki SIM sudah puas dengan pelayanan dari penerbitan SIM?
78.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Puas sekali, Pak.
79.
PIHAK TERKAIT: Baik, yang terakhir pertanyaan dari saya. Saudara Saksi apakah yang Saudara Saksi sarankan kepada pemerintah terhadap kepemilikan SIM yang diberikan khusus kepada tunadasa atau penyandang cacat?
29
80.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Seandainya saya dimintai saran seperti itu saya inginnya pemerintah menggandeng apa ya ... industri-industri otomotif atau kendaraan bermotor untuk menciptakan teknologi yang bisa kita pergunakan untuk penderita cacat itu sendiri, Pak. Jadi mungkin secara teknis teknologi itu menjadi pabrikan sehingga keamanan di jalan bisa terjamin, Pak. Sementara untuk uji keterampilan itu tergantung individu masing-masing, Pak.
81.
PIHAK TERKAIT: Baik, cukup, Yang Mulia. Terima kasih.
82.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Pak Kastanya selama ini mengendarai sepeda motor yang dimodifikasi?
83.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Saya mobil, Pak.
84.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, individual?
85.
mobil.
Sudah
dimodifikasi
untuk
kepentingan
secara
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Betul, Pak.
86.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih.
87.
PIHAK TERKAIT: Izin, Yang Mulia. Masih ada pertanyaan (...)
88.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, silakan.
30
89.
PIHAK TERKAIT: Terima kasih, Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Assalamualaikum wr. wb. Kami langsung saja kepada Saksi. Sebelum saya melanjutkan saya ingin bertanya dalam ketentuan, dalam undang-undang bahasa di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 adalah penyandang cacat. Saya ingin mendapatkan penjelasan dari Saksi pada dasar sesungguhnya bahasa yang lebih baik itu seperti apa? Dan mohon kalau bisa ada beberapa istilah mungkin yang saya kenal ada tunadaksa, tunanetra, dan sebagainya. Nah, itu tuna-tuna itu karena apa? Kekurangannya karena apa? Mohon dijelaskan.
90.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Memang catatan itu kalau saya lihat adalah lebih general artinya lebih umum, sementara saya lebih ... kita dari forum penderita cacat itu lebih apa ya ... memperjuangkan menggunakan orang dengan kebutuhan khusus. Jadi orang dengan berkebutuhan khusus. Karena kebutuhan khusus itu pun juga beberapa jenis adanya (...)
91.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Spesifik, ya, masing-masing (...)
92.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Ya, spesifik. Jadi ada seperti saya tunadaksa, jadi lebih ke anggota geraknya yang rusak, ya. Lalu ada tunanetra itu penglihatannya yang rusak, tunalaras itu adalah pemikirannya yang hilang. Jadi kecacatan-kecatatan itu akan menentukan, Pak. Jadi layak atau tidaknya nanti.
93.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Untuk diberi SIM, ya?
94.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Betul, Pak.
95.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Saya kira cukup.
31
96.
PIHAK TERKAIT: Izin sedikit lagi.
97.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Apa masih ada yang penting?
98.
PIHAK TERKAIT: Siap. Ada hal yang penting yang menurut kami. Yang pertama tadi Saksi mengatakan bahwa sudah memiliki SIM sejak tahun 1990, apakah itu bisa dibuktikan, artinya supaya ini di sidang yang terhormat ini bukan keterangan yang kosong tetapi memang ada buktinya. Saya ... ada SIM A yang sejak tahun 1990?
99.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Ada.
100. PIHAK TERKAIT: Ya, terima kasih. 101. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, nanti dilampirkan saja, ya. Dikopi ... sudah ada di Pihak Terkait? 102. PIHAK TERKAIT: Kami belum minta, nanti kita mintakan. 103. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, ya, nanti diminta Pihak Terkait ya, bukti fisik dari SIM itu difotokopi, ya. 104. PIHAK TERKAIT: Siap. 105. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Cukup ya, saya kira (…) 32
106. PIHAK TERKAIT: Kami sedikit lagi anu … Pak Ketua. Ini meluruskan saja, kami sudah memegang laporan dari Polres Lumajang, laporan tentang pelayanan SIM D. ini beberapa waktu sidang yang lalu ada keterangan dari Saksi (…) 107. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, nanti dilampirkan menjadi lampiran di kesimpulan. 108. PIHAK TERKAIT: Siap, terima kasih, Yang Mulia. 109. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Baik, sekarang giliran dari Pihak Terkait. Apakah akan ada hal yang ditanyakan atau diperdalam sehubungan dengan keterangan Para Saksi … dari Ahli. Atau sudah cukup? 110. PIHAK TERKAIT: CONDRO KIRONO Mohon izin, Yang Mulia. Apa yang sudah dijelaskan oleh Ahli maupun Saksi dari Pihak Terkait. Kami rasakan cukup. Terima kasih. 111. KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, ya. Terima kasih. Dari Pemohon apakah akan ada yang diperdalam? 112. KUASA PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Ada, Yang Mulia. Langsung? 113. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, sebentar. Kepada Para Ahli tolong di-collection dulu, dijawab setelah seluruh pertanyaan itu diberikan. Silakan. 114. KUASA PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Pertama kepada Prof. Yusril. Salah satu isu dari permohonan dari Para Termohon kami adalah soal sejauh mana kewenangan Polri sebagai 33
regulator dari implementator. Ini yang menurut pandangan Pemohon kami conflict of interest. Nah, apalagi kami juga mendengar bahwa Prof. Yusril sendiri pernah menjadi … mempunyai pengalaman empirik soal ini. Saya minta pandangan Prof. Yusril untuk menjelaskan sejauh mana batas-batas ini? Soalnya karena menurut Pemohon kami karena kewenangan Kepolisian sebagai regulator mengeluarkan SIM dan juga implementator penegakkan hukum. Berpotensi melanggar apa … conflict of interest misalnya, satu hal. Yang kedua, hampir di sidang ini suma kami mendengar permasalahan kebutuhan Polri untuk memegang registrasi kendaraan bermotor dan SIM soal kebutuhan forensik. Nah, forensik ini kemudian diasumsikan, diasosiasikan kemudian dibutuhkan untuk penegakkan hukum. Nah, jika argumentasinya demikian, bagaimana dengan tindak pidana lain? Misalnya banyak sekali masalah tentang kejahatan pertanahan. Nah, kemudian kepolisian mempunyai kewenangan untuk mengurus kejahatan pertanahan. Apakah kepolisian juga diberikan kewenangan untuk mengurus tanah agraria misalnya, perizinan soal tanah misalnya, atau ilegal loging bisa, atau ilegal fishing misalnya. Banyak sekali permasalah tindak pidana demikian. Apakah kita akan melinierkan logika demikian? Satu, itu kepada Prof. Yusril. Yang kedua. Saya mau nanya kepada Prof. Marcus yang terhormat. Hampir sama, hampir argumentasinya soal apa … kepolisian diberikan kewenangan soal forensik. Mempunyai kewenangan untuk mengurus registrasi kendaraan bermotor dan SIM karena untuk tujuan forensik. Nah, saya pikir tidak … apakah di semua negara juga kepolisian juga mempunya kewenangan tapi tidak sejauh itu. Memang kami sepakat bahwa kepolisian harus mempunyai kewenangan tapi hanya untuk mengakses data. Tidak sampai sejauh mana Kepolisian mempunyai kewenangan untuk menerbitkan SIM atau registrasi kendaraan bermotor. Menurut saya hampir sama dengan Prof. Yusril. Bagaimana pandangan Prof. Marcus melihat tindak pidana lain? Misalnya. Yang kedua, apakah logikanya tidak dibalik, Prof. Marcus, misalkan. Prof. Marcus menyatakan bahwa banyak sekali tindak pidana … tindak pidana kendaraan bermotor, ranmor, itu sehingga Kepolisian harus mempunyai kewenangan untuk mengurus registrasi kendaraan bermotor dan SIM misalnya. Bahkan kenapa tidak sebaliknya? Karena banyak sekali permasalahan tindak pidana ranmor, membuat kita harus berpikir tentang kewenangan kepolisian untuk mengurus itu, itu. Yang ketiga, kepada Prof. I Gede Pantja Astawa. Prof. sebenarnya hampir sama misalnya. Hampir semua Ahli di sini bicara tentang politik hukum. Kenapa kepolisian mengurus registrasi kendaraan bermotor dan SIM? Karena itulah kemauan pembentuk undang-undang. Tapi tentu saja di balik undang-undang ada prinsip-prinsip konstitusi yang harus kita 34
lakukan. Prof. Panca Astawa mengatakan tadi ada independensi. Menurut kami ada hal yang penting soal conflict of interest itu bicara tentang independensi juga di sana. Nah, menurut Prof. sejauh mana kewenangan kepolisian apa … sejauh mana turunan dari kewenangan kepolisian untuk menjaga keamanan, batas-batas sejauh mana, dan sejauh mana kewenangan kepolisian untuk melakukan penegakkan hukum? Sejauh mana batasnya? Karena ini menjadi polemik, ini salah satu implikasi dari permohonan ini karena banyak sekali sekarang tafsir-tafsir. Baru-baru ini ada RUU Keamanan Negara. Ada satu institusi yang merasa mempunyai kewenangan jauh juga ke sana. Makanya kami agak melihat ada beberapa hal kepolisian mengatakan itu kewenangan mereka. Tapi pada beberapa lain juga, ada juga institusi mengatakan juga kewenangan mereka. Kami ingin meluruskan. Sejauh mana kewenangan KEPOLISIAN untuk apa … yang diberikan konstitusi untuk memelihara keamanan negara dan menegakkan hukum? Yang ketiga Pak … yang keempat, maaf Pak Tri Tjahjono. Salah satu isu dari Pemohon kami meminta kepada konstitusi di sini. Apakah yang disebut permohonan konstitusional atau constitutional complaint, terserah dari Mahkamah Konstitusi. Adalah soal integrasi kebijakan transportasi. Kami tadi Para Pemohon kami mengatakan bahwa dalam banyak hal, implikasinya adalah soal tidak liniernya, tidak terintegrasinya kebijakan publik soal transportasi, banyak sekali kemacetan. Juga Pemohon kami menyatakan menguti beberapa data, 80 orang meninggal tiap hari, tiap tahun 25.000 sampai 40.000 meninggal tiap hari. Ini tentu tragedi nasional. Salah satu isunya soal … sebenarnya kalau Pak Tri Tjahjono kan di hilir, kami lihat ini di hulu ini. Kami melihat di hulu. Ada saat pikir kita dalam melihat kebijakan transportasi ini dan itu dimulai dari Undang-Undang Lalu Lintas dan Undang-Undang Kepolisian. Kita harus berpikir secara konstitusional, jangan-jangan cara kita melihat konstitusi yang salah, sehingga berimplikasi kepada kematian yang tinggi di jalan raya. 40.000 orang meninggal di jalan raya. Tiap hari … per tahun ini adalah sebuah tragedi nasional menurut kami. Dan yang kedua, bahkan argumentasi Pak Tri Tjahjono ini malah memperkuat, membenarkan argumentasi dari Para Pemohon kami, Mas Dahnil Anzar dan Alissa Wahid. Bahwa ya ini ada permasalahan soal … apa … integrasi kebijakan publik soal … soal apa … transportasi. Terima kasih. 115. KETUA: ARIEF HIDAYAT Dari (…)
35
116. KUASA HUKUM PEMOHON: WAHYU NANDANG Mau menambahkan, Pak Ketua, ada lagi. 117. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, tadi di-collec satu orang saja kalau begitu. Silakan. 118. KUASA HUKUM PEMOHON: WAHYU NANDANG Baik. Untuk Saksi, tadi Saksi menyatakan bahwa terhadap pengurusan SIM A dari tahun 1990, itu tidak ada masalah secara teknis dan dianggap sudah puas. Nah, mungkin saya akan menanyakan kepada … apa namanya … Saksi. Bahwa kalau secara teknis itu tidak ada masalah, apakah secara administratif seperti apa? Ada masalah atau tidak? Kemudian, yang kedua adalah bagaimana mungkin Saksi bisa menjelaskan … bagaimana Saksi bisa menjelaskan mengenai proses pengurusan SIM tersebut? Terima kasih. 119. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Cukup, ya? 120. KUASA PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Yang Mulia, ini Pemohon kami juga ada. 121. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, ya sudah. Silakan. Yang ringkas, ya. 122. PEMOHON: HARI KURNIAWAN Terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. 123. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, silakan, dipersingkat. 124. PEMOHON: HARI KURNIAWAN Saya ingin bertanya kepada Pak Tri Tjahjono dan Saudara Saksi. Bagi kami, disabilitas itu adalah sebuah konsep yang berkembang. Jadi, tidak hanya berbicara masalah kerusakan, tapi bagaimana hambatan itu 36
terjadi karena proses lingkungan. Kalau dulu, di era sebelum ada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011, kita bisa berbicara bahwa disabilitas itu kerusakan, dan wajib dikasihani, dan sebagainya, sehingga muncullah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Tapi kemudian, muncul konvensi hak-hak penyandang cacat yang sudah diracik … eh, penyandang disabilitas yang sudah diratifikasi menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011. Ini paradigm kita menjadi berubah, dari medikal model menjadi sosial model. Karena disabilitas adalah konsep yang berkembang. Nah, menarik sekali ketika tadi Ir. Tri Tjahjono mengatakan bahwa harus ada modifikasi. Nah, modifikasi ini kan ada sebut … sebuah bentuk … apa namanya … yang kita harapkan selama ini, gitu kan. Dalam artian, ketika mendapatkan SIM D. Namun, modifikasi seperti apakah? Karena sampai hari ini pun, ternyata teman-teman cerebral palsy di beberapa tempat, seperti di saksi faktual yang kita bawa kemarin tidak bisa mendapatkan itu. Padahal, kendaraannya sudah dimodifikasi dan dia sudah biasa mengendarai kendaraan dari Jember ke Tuban. Dan itu sudah berlangsung di sekitar tiga tahun ini. Modifikasi seperti apa? Kalau berbicara keselamatan, tidak pernah ditabrak, malah … eh, tidak pernah menabrak, malah dia ditabrak dari belakang. Ini … ini … apa … ironis sekali ketika … ketika kemudian teman-teman dari cerebral palsy tidak bida mendapatkan itu. Nah, terus teman-teman tunarungu, misalnya. Ini modifikasinya seperti apa? Di SIM C mereka enggak dapat, di SIM D juga mereka enggak dapat. Pertanyaan juga yang sama kepada Saksi juga seperti itu. Artinya, bahkan di modifikasi itu pun, kemarin, dua minggu yang lalu, Sekretaris DMI Malang ditilang, padahal dia sudah punya SIM D. DMI itu adalah Disable Motorcycle Indonesia. Kata polisi yang menilang karena modifikasinya … karena motornya adalah cc 110 … di atas cc 110 dan seharusnya tidak pakai SIM D. Lah, ini kan sebuah persoalan yang harus kita pecahkan bersama di sini. Itu saja, Majelis. 125. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, terima kasih. Dari Pemerintah, ada yang akan didalami, atau ditanyakan, atau cukup? 126. PEMERINTAH: HENI SUSILA WARDOYO Cukup, Yang Mulia.
37
127. KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup. Dari meja Hakim juga cukup, ya? Kalau begitu, silakan, Para Ahli, atas pertanyaan dari Ahli dan Saksi. Silakan, Prof. Yusril terlebih dahulu. 128. AHLI DARI PIHAK TERKAIT: YUSRIL IHZA MAHENDRA Terima kasih, Yang Mulia. Apa yang dipertanyakan oleh Kuasa Hukum Pemohon, memang sesuatu yang menarik untuk diperdebatkan secara akademik. Tapi, apakah itu menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikannya atau tidak? Di situlah persoalannya. Kewenangan Mahkamah Konstitusi ini adalah menguji undangundang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Apakah konstitusional atau tidak? Kalau tidak konstitusional, ya dibatalkan atau ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi. Persoalan apa yang dikemukakan ini, itu perdebatan apakah lebih efektif polisi, atau yang lain, atau yang lain? Sama sekali bukan persoalan konstitusionalitas yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk mengujinya menurut pendapat saya. Itu semuanya adalah pilihan-pilihan para pembentuk undang-undang yang memang telah diberikan kewenangan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 untuk itu. Bahwa akan terjadi conflict of interest karena polisi bertindak sebagai regulator Kapolri, tapi polisi di bawahan melaksanakan aturan itu. Ini persoalan yang memang tidak akan terselesaikan. Saya teringat ucapan Almarhum Presiden Gusdur mengatakan kepada saya, dia bilang, “Mas Yusril persoalan Bangsa indonesia itu cuman dua?” “Saya bilang apa, Gus?” “Persoalan yang bisa diselesaikan dan persoalan yang tidak bisa diselesaikan.” Jadi ini persoalan yang enggak bisa selesai. Kalau regulatornya Kapolri, terus yang melaksanakan aparat kepolisian. Kalau dikasih kepada Menteri Perhubungan sebagai regulator, yang melaksanakan aparat kementerian perhubungan. Dikasih pada Menteri Hukum HAM, yang melaksanakan aparat Menteri Hukum dan Ham, (suara tidak terdengar jelas) selesai. Itu termasuk persoalan yang tidak bisa diselesaikan yang selamanya akan tetap ada. Kita bisa mengatakan tidak adil kalau polisi yang nindak polisi juga, lebih baik polisi diawasi sama tentara, boleh kita bilang. Tapi orang Malaysia lihat wah tidak adil, tentaranya Tentara Indonesia mengawasi Polisi Indonesia, harusnya orang Malaysia yang mengawasi, orang Malaysia yang mengawasi. Dilihat sama malaikat, ah tidak bisa, orang Malaysia kan manusia juga, manausia kok mengawasi manusia, ya malaikat saja yang mengawasi. Dilihat sama Tuhan, oh tidak bisa, 38
mahluk kok mengawasi mahluk, saya yang harus mengawasi. Itu dalam filsafat enggak selesai persoalan ini. Persoalan yang memang enggak pernah ada ujung untuk … bagaimana kita harus escape menjawab soal ini… 129. KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Maaf, Prof., maaf, saya potong. Tapi dalam praktik banyak negara bisa diselesaikan, kenapa dinegara kita tidak? 130. KETUA: ARIEF HIDAYAT Begini, tidak harus antara Pemohon dan Ahli itu sama pandangannya. Itu yang menilai apakah benar Ahli atau yang benar Pemohon adalah Majelis. 131. KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Makanya saya minta pandangan dari Prof. Yusril. 132. KETUA: ARIEF HIDAYAT Jadi tidak ada forum berdebat antara langsung antara Pemohon dan Ahli, ya. 133. KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMA Ya, maaf. 134. AHLI DARI PIHAK TERKAIT: YUSRIL IHZA MAHENDRA Baik, Yang Mulia. Jadi saya singkat saya ingin lanjutkan. Bahwa saya kira dalam filsafat atau dalam teologi persoalannya sama. Tuhan itu menciptakan hukum lalu pertanyaannya apakah Tuhan itu tunduk pada hukum yang Dia ciptakan the Law of nature atau sunatullah? Teologi Yahudi bilang tidak, bisa ya, Tuhan itu bikin hukum alam lalu Dia nonton, istirahat aja. Tapi kan teologi Islam atau teologi Katolik bisa berbeda penafsirannya. Jadi apa Tuhan bikin hukum, Dia bikinkan manusia, lalu Dia juga mengadili kita, ini kamu ini masuk surga masuk neraka. Terus bagaimana persoalannya? Jadi saya sependapat dengan Gusdur, persoalan manusia cuma
dua, persoalan yang bisa diselesaikan dan persoalan yang tidak bisa diselesaikan. Jadi persoalan yang diperdebatkan ini memang persoalan yang enggak ada penyelesaiannya. Kepada siapapun diberikan akan timbul permasalahan yang sama. Dan kita sudah sering dalam praktik
39
kita ini bolak-balik bolak-balik seperti itu. Ya dulu para polisi satu sama TNI, TNI … kemudian kita mau pisahkan, setelah dipisahkan polisi tapi di bawah Presiden. Ada lagi keinginan, oh polisi taruh lagi di bawah kementrian. Nah sekarang ada lagi pikiran-pikiran seperti itu. Saya kira kemanapun kita menempatkan institusi Polri, begitu juga yang lain, itu adalah pilihan-pilihan yang saya kira dalam sistem manapun di dunia ini selalu ada celah, ada kelebihan, dan selalu ada kekurangannya. Jadi kalaupun memberikan registrasi atau membuat registrasi, identifikasi, memberikan SIM itu dicabut dari kewenangan Polri, dikasih pada yang lain, persoalan yang sama akan muncul juga. Tapi saya melihat di antara semua yang … yang kelemahan-kelemahan itu bahwa pada Polri itu akan lebih efektif. Sama juga kita mengatakan bahwa demokrasi itu banyak sekali kelemahan-kelemahan dan kekurangannya. Tapi kita sampai saat ini belum menemukan satu sistem yang lebih baik dari demokrasi itu. Itulah kira-kira gambarannya. Terima kasih. 135. KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan Prof. Marcus. 136. AHLI DARI PIHAK TERKAIT: MARCUS PRIYO GUNARTO Terima kasih. Saya sebelumnya tidak pernah ketemu dengan Prof. Yusril tapi apa yang disampaikan dengan … oleh Prof. Yusril tadi nyambung dengan pemikiran saya. Yaitu bahwa itu akan diberikan pada siapa itu, itu tidak menjadi soal. Tetapi yang menjadi ukuran adalah apakah pemberian kewenangan itu akan mempercepat, akan mengefektifkan, akan mengefisienkan pelaksanaan tugas di dalam penegakan hukum itu? Nah kalau dilihat dari sisi itu kita melihat bahwa tadi kendaraan itu saya katakan itu sebagai obyek untuk melakukan kejahatan atau juga untuk melakukan satu apa … alat ya untuk melakukan kejahatan dan kemudian yang namanya kendaraan itu bisa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Nah maka untuk mengungkapkan untuk bisa mengungkapkan satu tindak pidana yang bisa terjadi di berbagai tempat, itu maka kemudian forensik ya kepolisian yang berkaitan dengan kendaraan bermotor itu menjadi amat sangat penting kalau itu kemudian itu dikelola oleh kepolisian. Karena ini jelas akan mengefisienkan dan mengefektifkan tugas-tugas kepolisian itu, gitu ya. Ini tidak bisa diperbandingkan dengan tanah tadi, kalau tanah ya enggak bisa bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Tapi kalau kendaraan itu bisa ya. Sekarang di Jakarta besok sudah sampai di Denpasar itu bisa. Kalau itu terkait dengan kendaraan bermotor maka yang bisa mengakses data itu adalah organisasi kepolisian yang mempunyai kesatuan komando. Kalau perhubungan misalnya, tadi dicontohkan oleh Prof. 40
Yusril, enggak mungkin itu bisa langsung ya mengakses data itu. Itu harus mengikuti apa … prosedur-prosedur administrasi tertentu karena terkait dengan organisasi pemerintahan di daerah itu. Nah, kalau polisi itu sifatnya nasional, gitu. Di mana pun ya polisi itu berada itu adalah satu kesatuan gitu. Jadi, dalam konteks ini ukurannya menurut pendapat saya adalah pemberian kewenangan itu adalah bisa mengefektifkan, mengefisienkan tugas-tugas di dalam penegakkan hukum itu. Ukurannya itu ya karena di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sama sekali tidak … tidak diatur itu harus dijelaskan harus diberikan kepada siapa, tetapi diatur dengan undang-undang. Nah, kalau diatur dengan undang-undang ya itu urusannya pembentuk undang-undang menurut pendapat saya. Akan diberikan kepada siapa pertimbangan pembentuk itulah yang akan menentukan kewenangan itu diberikan kepada siapa. Dalam konteks ini saya melihat kepolisian itu jauh … akan lebih diberikan pada kepolisian jauh akan lebih mendukung tugas-tugas di dalam penegakkan hukum. Demikian, Yang Mulia. 137. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Prof. Marcus. Berikutnya Prof. Gde. Saya persilakan. 138. AHLI DARI PIHAK TERKAIT: I GEDE PANTJA ASTAWA Baik. Terima kasih. Ada dua … dua hal yang mendasar ditanya. Pertama yang meyangkut tentang legal policy dan soal kemandirian atau independensi. Kalau kita berangkat dari klausul yang ada dalam konstitusi kita Pasal 30 ayat (4) yang berkenaan dengan kepolisian, legal policy-nya sudah jelas di situ. Apa legal policy-nya itu? Legal policy yang digaris-garis itu adalah dalam rangka … kepolisian itu mempunyai kewenangan dalam rangka law and order. Meskipun demikian kepolisian juga diberikan kewenangan untuk melaksanakan fungsi pemerintahan yang lain, tidak hanya law and order. Nah, legal policy inilah yang kemudian oleh konstitusi secara atributif diberikan kewenangan kepada original legislation yang tadi saya katakana. Kepada siapa? Kepada DPR sama Presiden. Seringkali menjadi perdebatan di sini, apakah kepada DPR dan Presiden ketika ada perintah dalam Undang-Undang Dasar diberikan kewenangan untuk membentuk satu undang-undang sebagai pelaksanaan dari perintah salah satu atau beberapa pasal yang dalam Undang-Undang Dasar 1945, apakah itu kepada original legislation itu diberikan cek kosong atau dia tetap konsisten pada legal policy yang digariskan? Perdebatan ini sebetulnya tidak perlu menjadi kekhawatiran kita bersama. Kenapa saya katakan demikian? Kalau pun DPR dan Presiden ketika dia membentuk atau membuat Undang-Undang Dasar … membuat undang-undang sebagai 41
perintah dari Undang-Undang Dasar 1945 keluar dari legal policy yang digariskan untuk itulah ada pranata judicial review, (suara tidak terdengar jelas) review ini. Sama halnya ketika pembentuk undangundang memberikan secara atributif kewenangan kepada pemerintah untuk menerbitkan peraturan pemerintah. Sering orang berdebat di situ. Apakah pada pemerintah diberikan cek kosong atau delegasi blanko atau tidak. Kalau saya tidak … tidak terpaku pada persoalan itu. Apa pun cek yang diisi oleh pemerintah itu sudah diantisipasi dengan adanya sekali lagi adanya pranata judicial review. Kalau dia PP tentu larinya ke Mahkamah Agung. Kalau dia undang-undang enggak usah khawatir. Untuk itulah Anda mengajukan permohonan Undang-Undang Kepolisian kalau Anda menilai bahwa legal policy yang digariskan dalam Pasal 30 ayat (4) ini tidak konsisten diakomodir oleh pembentuk undang-undang. Memang banyak ahli yang berpendapat bahwa open policy di situ ketika DPR sama Presiden membuat undang-undang sebagai perintah dari Pasal 30 ayat (4) ini. Tadi saya sudah sampaikan sepanjang yang berkenaan dengan alat negara maupun kewenangan kepolisian saya tidak melihat ada satu inkonsistensi di situ karena bagaimana pun juga kepolisian ini dalam rangka melaksanakan salah satu fungsi pemerintahan dalam hal ini penyelenggara pemerintahnya bersifat umum. Itu satu. Yang kedua persoalan independensi atau kemandirian. Sering juga menjadi perdebatan. Independensi yang seperti apa yang dipertanyakan di sini. Independensi dalam arti kelembagaan, independency dalam arti personel, independensi dalam arti finansial. Kalau kita berbicara independensi dalam arti sejadinya mesti dia mandiri dalam segala hal. Ada enggak institusi di republik ini yang betul-betul mandiri secara … secara sepenuhnya, gitu lho. Kepolisian diharapkan mandiri tentu saja dalam konteks apa, ketika dia misalnya menjalankan fungsi. Fungsi apa? Law and order. Diantaranya apa? Penegakkan hukum. Ketika dia menyidik di situ diharapkan dia mandiri diharapkan, kan gitu. Nah karena itu makanya perlu ada instrument hukum yang mengatur atau yang memberikan rambu-rambu bagaimana caranya agar kepolisian atau institusi yang lain me-back up atau sekaligus menjamin kemandirian kepolisian kalau itu menyangkut tentang penegakkan hukum, tapi kalau misalnya menyangkut tentang persoalan administratif ini kembali kepada personil kepolisian itu sendiri sejauh mana dia bekerja atau menjalankan kewajiban, atau tugas, wewenang itu secara efektif dan efisien. Itu bagi saya kemandirian atau independensi yang dipertanya kepada ... oleh saya. Terima kasih.
42
139. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Prof. Pak Tri, saya persilakan. 140. AHLI DARI PIHAK TERKAIT: TRI TJAHJONO Terima kasih, Yang Mulia. Mungkin sebagai Ahli saya tidak akan ada masalah kaitan dengan apakah ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 atau tidak, tapi ini untuk mendalami supaya posisinya apakah ini berjalan atau tidak di dalam konteks yang diajukan, yang khususnya berkaitan dengan transportasi. Perlu digarisbawahi kalau mengenai kemacetan, polisi itu tetap hilir, tapi tadi saya tidak menjelaskan karena saya hanya mengkonsentrasikan pada SIM untuk penyandang cacat kalau melalui undang-undang yang seharusnya saya sepakat dengan Bapak, yaitu harusnya kalau di luar negeri sudah berubah menjadi difabel (different ability people) karena tiap orang bisa ada berbeda suatu abilitasnya. Tetapi kalau di situ, itu polisi hulu, saya setuju. Kalau kenapa polisi di kemacetan ada hilir, pada dasarnya kalau semua sudah diatur dengan baik, justru polisi tidak perlu ada di lapangan, peranannya bisa dismiss apabila public transport jauh lebih baik. Apabila misalnya (suara tidak terdengar jelas) ditata dengan baik, di sinilah peranan stakeholder yang lebih luas perlu dilakukan. Hanya saya tadi menitipkan di salah satu di dalam konteks kalau ada keterbatasan infra struktur harus ada keberanian untuk melakukan pembatasan kendaraan, sehingga yang namanya ERP sangat didukung dengan suatu electronic law enforcement, yang tentunya menguntungkan karena saya enggak berbicara ini posisinya di mana, kita melihat konteks saat ini, menguntungkan karena polisi juga memegang regident, ini konteksnya. Tetapi di konteks keselamatan berbeda, untuk masalah yang berkaitan dengan tadi ditanyakan, memang itu masalahnya bahwa modifikasi seperti apa? Karena harus pemerintah seyogianya dan ini saya kira bukan di ranah ini, ini adalah ranah kita harus mendorong secepatnya muncul norma standar pedoman dan kriteria untuk ini termasuk kelompok difabel gimana terhadap modifikasinya. Tetapi bottom line-nya apabila angkutan umum sudah baik dan angkutan umum seyogianya juga harus ramah dengan difabel. Sebagai contoh Trans Jakarta dengan high risk platform-nya tidak ramah karena semuanya masih ada tangganya. Itu harusnya berapa kelompok difabel yang tidak memungkinkan karena modifikasinya, teknologinya belum ada, itu bisa tetap mobilitasnya terjaga. Saya kira yang paling penting adalah mobilitas yang harus terjaga dan mobilitas tidak boleh dihalangi, tapi jangan melihat bahwa semuanya bisa mendapat min … moda transportasi sesuai dengan keinginannya. 43
Berhubung dengan angkutan umum yang sangat masih lemah, saya masih lihat berapa teman-teman dari penyandang difabel ini terpaksa berkreasi. Nah, sebenarnya kan di sini permasalahannya dan interpretasinya bisa berbeda antara satu dengan yang lain. Justru saya mengapresiasi polisi, beberapa polisi sudah berani menjaminkan dirinya karena mungkin ... bahwa sebagai contoh rekan yang di sebelah kanan saya, alhamdulillah hingga saat ini tidak menyebabkan timbulnya kecelakaan maupun kecelakaan, juga dari Pihak Pemohon juga bisa menunjukan bahwa ada yang seperti itu. Itu alhamdulillah bahwa sebenarnya kelompok difabel tidak bisa diremehkan juga bahwa mereka juga punya hak karena bisa ... ada satu sisi terbukti di sana, tetapi teknologi harus terpenuhi. Di sini kita harus mendorong pemerintah harus menjelaskan bagaimana modifikasinya, di sini ranahnya sudah sangat detail. Kalau keselamatan, sebenarnya pemerintah cukup baik mengantisipasi adanya dekade aksi keselamatan dunia tentang road safety tahun 2011-2020 dengan dibentuknya Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2013. Di sini ada keharusan lima pilar dan semua pemangku kepemimpinan ada di dalamnya, termasuk kepolisian. Di sini sudah sangat klir bahwa kepolisian memang didorong harus juga memperhatikan keselamatan. Justru kalau dikaitkan dengan SIM D, kemungkinan besar karena ada amanah bahwa save road user dikoordinasikan oleh polisi, dalam hal ini pengguna jalan yang berkeselamatan, interpretasinya sangat tergantung pada keyakinannya atau dikeluarkan, atau tidak, atau sama juga bisa terjadi ditilang atau tidak. Kecuali bila kita mampu menerbitkan sesuatu penjelasan, suatu norma standar yang lebih jelas, sehingga Pemohon juga bisa mereferensikan aturan tersebut, polisi juga bisa mereferensikan tersebut, dan kami juga ahli-ahli transportasi bisa juga sebagai penyeimbang untuk melihat dijalankan atau tidak. Saat ini yang bisa saya lakukan minimal saya adalah mendorong adanya terciptanya jalan berkeselamatan karena pemerintah sudah mengeluarkan Inpres Nomor 4 Tahun 2013 beserta rencana-rencana aksi yang harusnya kita kawal dan kami jelaskan secara tertulis, salah satunya menuntut perbaikan mutu SIM dan itu sudah ... saya kira kalau saya lihat di korlantas, kalau tidak salah sudah memulai mengakreditasi para assessor-nya. Sehingga ini yang kita butuhkan, kalau nanti ada aturan-aturan tentang modifikasi itu akan memudahkan kelompokkelompok difabelitas untuk bisa juga memiliki kendaraan secara pribadi, tetapi saya yakin di kelompok difabelitas tidak semuanya bisa kita penuhi, khususnya kalau dia memang ada keterbatasan daya pandang maupun kelemahan melakukan konsentrasi dan ingatan. Saya kira mungkin tanggapan dari saya sekian. Terima kasih, Yang Mulia.
44
141. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Tri. Yang terakhir ada tanggapan dari Pak Kastanya? 142. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Terima kasih, Yang Mulia. Berkaitan dengan pertanyaan Pemohon tentang SIM A di tahun 1990, tidak ada masalah. Saya justru beranggapan bahwa tahun itu pandangan umum pada kaum difabel minim sekali, sehingga untuk menerbitkan … mendapatkan surat izin mengemudi saya harus menunjukkan kepada kepolisian pada saat itu kemampuan saya bisa mengemudi, sehingga saya bisa memperoleh izin mengemudi. Nah, pada saat itu justru kepolisian meragukan karena pandangan umum itu tadi, Pak. Jadi saya harus mendapat ... mereka meminta second opinion, jadi dokter rehabilitasi di Fatmawati jadi saya harus meminta izin prosesnya lebih panjang dibandingkan yang saya dapatkan SIM D kemarin itu, Pak. Seperti itu pandangan saya. Mengenai administrasi proses SIM, mohon maaf, Pak. Proses pengurusan SIM yang mana nih? Tahun 1990 atau yang SIM D? 143. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, bisa dijawab keduanya saja. 144. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Ya, secara umum sih sama. Jadi artinya waktu itu saya melakukan tes kesehatan dulu secara fisik, mata, semua. Lalu mengikuti ujian tertulis ... apa ... ujian teori, lalu setelah tentunya lengkapan data dulu, Pak, ya, KTP segala macam itu, lalu mengikuti teori ... apa ... ujian praktik dengan kendaraan yang saya bawa sendiri, seperti itu. Lalu mengenai dari Bapak yang terakhir (...) 145. KETUA: ARIEF HIDAYAT Prinsipal, Pemohon Prinsipal, ya. 146. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Ya, itu juga tentang modifikasi yang bagaimana yang ditanyakan? Nah, ini lagi kembali lagi karena itu yang tadi saya sebutkan bahwa difabel itu beda-beda. Jadi ada yang putus kaki kanan tentunya remnya harus di sebelah mana, kan begitu. Putus kaki kiri itu beda-beda lagi. Nah, itulah yang tadi saya inginkan pemerintah menunjuk suatu badan 45
tertentu untuk menerbitkan sertifikasi itu ya seperti ... apa ... untuk modifikasi kendaraan bagi kaum difabel, gitu. Yang artinya modifikasinya telah didukung oleh teknologi sehingga lebih safety digunakan di jalan raya. Saat ini karena itu tidak ada jadi kreatifitas kita yang digunakan. Jadi dalam penerbitan SIM itu polisi berkeyakinan dengan melihat kenyataan itu saja, Pak. Seperti itu. Terima kasih, Pak. 147. KETUA: ARIEF HIDAYAT Jadi kalau saya lanjutkan pertanyaanya, pada waktu menerbitkan SIM kepada Pak Kastanya apakah polisi dengan gegabah mengeluarkan SIM atau ada kehati-hatian? Prinsip kehati-hatian, sehingga setelah melakukan check and recheck dan penelitian yang mendalam baru diberikan SIM. 148. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Saya melihatnya justru kehati-hatian sekali karena (...) 149. KETUA: ARIEF HIDAYAT Jadi tidak menerbitkan secara sembrono, ya? 150. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: R. H. KASTANYA Betul. Karena (...) 151. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Jadi sudah selesai seluruhnya rangkaian persidangan ini. 152. KUASA HUKUM PEMOHON: WAHYU NANDANG Yang Mulia, mohon maaf memotong. Kami ada pertanyaan satu kali lagi untuk (...) 153. KETUA: ARIEF HIDAYAT Saya kira sudah cukup, tadi sudah saya beri kesempatan secara utuh dan saya juga sudah memberikan berkali-kali, tidak hanya pada Pemohon I, tapi dua orang Kuasa dan satu orang Prinsipal. Karena waktunya kita akan sidang Pleno kembali, ya.
46
154. KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Terakhir, Yang Mulia. Saya mewakili Kawan-Kawan Kuasa Hukum ingin mengingatkan, Yang Mulia. Bahwa forum yang penting ini bukanlah sebuah proses gugat menggugat. Ini sebuah permohonan ... apa ... perlindungan konstitusional yang diajukan oleh Para Pemohon kami dan kami mewakili Para Pemohon untuk memproses ... apa ... membantu Para Pemohon untuk mendapatkan hak konstitusionalnya. Jadi saya mewakili Kawan-Kawan Kuasa Hukum meminta kepada Mahkamah Konstitusi dengan jelas ... apa ... menjelaskan tentang bagaimana proses pelaporan terhadap ... dari Mahkamah Konstitusi terhadap kepolisian, apakah itu secara kelembagaan atau personal dan laporan tanggal berapa? Karena ini untuk menjelaskan posisi Kuasa Hukum. 155. KETUA: ARIEF HIDAYAT Tidak laporan itu. Jadi itu ditemukan di dalam persidangan dan kita sudah minta (...) 156. KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Saya mewakili Kuasa Hukum meminta hal ini bisa diselesaikan di forum ini, semoga (...) 157. KETUA: ARIEF HIDAYAT Itu bukan urusan di sini. Jadi kita di sini adalah menguji konstitusionalitas norma. 158. KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Karena informasi yang kami dapatkan ini adalah laporan dari Mahkamah Konstitusi kepada pihak kepolisian. 159. KETUA: ARIEF HIDAYAT Bukan, bukan laporan. 160. KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Bukan laporan dari Mahkamah Konstitusi? Bukan? 161. KETUA: ARIEF HIDAYAT Tidak ada laporan dari Mahkamah Konstitusi. 47
162. KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Tidak ada laporan? 163. KETUA: ARIEF HIDAYAT Jadi tidak ada. Jadi itu ditemukan dan muncul di dalam persidangan, bukan laporan, ya. Sekali lagi. Dan itu bukan delik aduan, ya. Sudah. 164. KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Ya, itu saja saya pikir. 165. KETUA: ARIEF HIDAYAT Sudah selesai, ya. Seluruh rangkaian persidangan ini sudah selesai dan Pihak Terkait juga terakhir sudah kita beri kesempatan secara luas untuk mengajukan saksi dan ahli, maka seluruh rangkaian persidangan di dalam undang-undang dalam Perkara Nomor 89 sudah selesai. Yang terakhir, maka Pemohon, Pemerintah, dan Pihak Terkait kita tunggu kesimpulannya paling lambat diserahkan pada Jumat, 30 Oktober 2015, pada pukul 10.00 WIB. Kemudian, tadi juga sudah ada keterangan tertulis dari Ahli yang diajukan oleh Pihak Terkait dan seluruhnya sudah diterima oleh Mahkamah. Sehingga yang sekarang itu tadi, kesimpulan Pemohon, Pemerintah, dan Pihak Terkait, Jumat, 30 Oktober 2015, pada pukul 10.00 WIB. Sudah tidak ada persidangan lagi langsung diserahkan kepada Kepaniteraan Mahkamah. Sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 13.14 WIB Jakarta, 22 Oktober 2015 Kepala Sub Bagian Risalah,
Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004 Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
48