MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 21/PUU-V/2007 PERKARA NOMOR 22/PUU-V/2007 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR 1945
ACARA MENDENGAR KETERANGAN AHLI DARI PEMOHON DAN PEMERINTAH (V)
JAKARTA RABU, 5 DESEMBER 2007
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 21/PUU-V/2007 PERKARA NOMOR 22/PUU-V/2007 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal terhadap Undang-Undang Dasar 1945 PEMOHON -
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Daipin dkk
ACARA Mendengar Keterangan Ahli dari Pemohon dan Pemerintah (V) Rabu, 5 Desember 2007, Pukul 10.00 – 16.50 WIB Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Prof. Dr. H.M. LAICA MARZUKI, S.H. H. ACHMAD ROESTANDI, S.H. Prof. H.A.S. NATABAYA, S.H., LL.M. Prof. H. ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S. MARUARAR SIAHAAN, S.H. Dr. HARJONO, S.H., M.CL SOEDARSONO, S.H. I DEWA GEDE PALGUNA, S.H., M.H.
Alfius Ngatrin, S.H.
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
1
Pihak yang Hadir: Kuasa Hukum Pemohon Perkara 21/PUU-V/2007: • • •
Johnson Panjaitan, S.H. M. Taufik Mujib, S.H. Ecoline Situmorang, S.H.
Kuasa Hukum Pemohon Perkara 22/PUU-V/2007 • • •
A.Patra M. Zen, S.H., LL.M Zainal Abidin, S.H. Tabrani Abby, S.H.
Pemerintah : • • • • • • • •
Soebagyo (Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Iklim Usaha) Firman M.U. Tamboen (Staf Ahli Menteri Koordinator Perekonomian) Erman Rajagukguk (Asisten Menteri Bidang Hukum dan Perundangan Departemen Perdagangan) Yu’san (Sekretaris Utama BKPM) Hatanto Reksodiputro (Sekjen Dep Perdagangan) Widodo (Kepala Biro Hukum Dep Perdagangan) Mualimin Abdi, S.H., M.H. (Kabag Litigasi Dep Hukum dan HAM) Pratomo Waluyo (Kepala Biro Hukum BKPM)
DPR-RI : • •
Dwi Prihartomo (Tim Biro Hukum Setjen DPR-RI) Tata (Tim Biro Hukum Setjen DPR-RI)
Ahli dari Pemohon : • • • • • •
Dr. Ichsanuddin Noorsy (Ahli Ekonomi Pembangunan) Drs. Revrisond Baswir, MBA (Ahli Ekonomi) Salamudin Daeng, S.E. (Peneliti Institute Global Justice) Dr. Hendri Saparini Jayadi Damanik (Pakar HAM) Prof. Dr. Achmad Sodiki (Ilmu Hukum Agraria)
Ahli dari Pemerintah : • • •
Dr. Asril Noer Prof. Bungaran Saragih (Ahli Pertanian) Dr. Faisal Basri, S.E. M.A. (Ahli Ekonomi) 2
• • • • •
Prof. Ismail Suny (Ahli Hukum Tata Negara) Dr. Felix Untung Soebagyo (Ahli Hukum Penanaman Modal/Investasi) Dr. Kurnia Toha, S.H., LL.M. (Ahli Hukum Agraria Tanah) Dr. Umar Juoro, M.A., MAPE (Ahli Ekonomi) Dr. Chatib Basri (Ahli Ekonomi)
3
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.00 WIB
1.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik Saudara-Saudara, sidang lanjutan Mahkamah Konstitusi untuk pemeriksaan Perkara Nomor 21 dan 22 dengan ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua. Saya persilakan terlebih dahulu perkenalannya mulai dari Pemohon 21 dan dilanjutkan Pemohon 22 siapa saja yang datang? Silakan. 2.
KUASA HUKUM PEMOHON : ECOLINA SITUMORANG, S.H. Baik, terima kasih Majelis. Nama saya Ecoline Situmorang dari Kuasa Hukum Nomor 21
3.
KUASA HUKUM PEMOHON: TAUFIQUL MUJIB, S.H. Saya Muhammad Taufiqul Mujib dari Kuasa Hukum Perkara Nomor 21.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON : A. PATRA M. ZEIN, S.H., LL.M
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Saya Patra M. Zen Kuasa Pemohon Perkara Nomor 22. 5.
KUASA HUKUM PEMOHON : ZAINAL ABIDIN, S.H. Saya Zainal Abidin Kuasa Pemohon Perkara Nomor 22
6.
KUASA HUKUM PEMOHON : TABRANI ABBY Saya Tabrani Abby Kuasa Pemohon Perkara Nomor 22
7.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, selamat datang. 4
Silakan dari Pemerintah siapa saja yang datang? 8.
PEMERINTAH: HATANTO REKSODIPUTRO JENDERAL DEP PERDAGANGAN)
(SEKRETARIS
Selamat pagi, Saya Hatanto Reksodiputro dari Sekretaris Jenderal Departemen Perdagangan Kuasa Hukum Pemerintah. 9.
PEMERINTAH: SOEBAGYO (STAF AHLI MENTERI PERDAGANGAN BID IKLIM USAHA)
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Saya Soebagyo kuasa substitusi Menteri Perdagangan. 10.
PEMERINTAH: YU’SAN (SEKRETARIS UTAMA BKPM) Saya Yu’san kuasa substitusi Kepala BKPM.
11.
PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BID HUKUM DAN PERUNDANGAN DEP. PERDAGANGAN) Saya Erman Perdagangan.
12.
Rajagukguk
kuasa
substitusi
dari
Menteri
PEMERINTAH : PRATOMO WALUJO (KA. BIRO HUKUM BKPM)
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Saya Pratomo Walujo dari Biro Hukum BKPM. 13.
PEMERINTAH : FIRMAN MU TAMBOEN (STAF AHLI MENTERI KOORDINATOR BID. PEREKONOMIAN) Selamat pagi Pak. Saya Firman MU Tamboen dari kantor Menko Perekonomian.
14.
PEMERINTAH : WIDODO (KA. BIRO HUKUM DEP PERDAGANGAN RI)
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Saya Widodo dari Biro Hukum Departemen Perdagangan 15.
PEMERINTAH :MUALIMIN ABDI (KABAG. LITIGASI DEP HUKUM DAN HAM)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
5
Yang Mulia, sedianya Sekjen Departemen Hukum dan HAM akan hadir, karena beliau sedang ada presentasi di KPK sebentar, mungkin agak terlambat. Jadi saya untuk menyampaikan itu. Saya Mualimin Abdi dari Departemen Hukum dan HAM. Terima kasih. 16.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. DPR?
17.
DPR-RI : DWI PRIHARTOMO Terima kasih Majelis Hakim yang mulia. Kami dari Biro Hukum Sekretariat Jendral DPR-RI. Saya Dwi Prihartomo dan rekan saya Tata dan ditugasi untuk mengikuti perkembangan Perkara (Nomor) 21 dan 22. Terima kasih.
18.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, sekarang saya persilakan para Ahli mungkin lebih baik Pemohon saja yang memperkenalkan dan juga Pemerintah siapa saja? Silakan para Ahli, yang memperkenalkan saja dulu, siapa yang datang.
19.
KUASA HUKUM PEMOHON: TAUFIQUL MUJIB, S.H. Terima kasih Majelis Hakim. Kami dari Pemohon Perkara Nomor 21 mengajukan lima orang Ahli, yaitu; pertama, Ichsanuddin Noorsy, kebetulan masih di jalan. Kedua, Revrisond Baswir, juga masih di jalan. Ketiga, Jayadi Danamik sudah ada di persidangan dan yang keempat Ibu Hendri Saparini ini merupakan ahli tambahan, karena sidang-sidang sebelumnya belum hadir dan yang terakhir kami juga mengajukan Bapak Ahmad Sodiki untuk berbicara tentang hukum agraria dan kebetulan beliau masih ada dalam perjalanan. Terima kasih.
20.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, berarti dari lima yang sudah didengar ada empat, akan hadir semua? Masih di jalan, jalannya-jalan mana itu saya tidak tahu itu. Satu sudah hadir, tetapi belum didengar keterangan, nanti pada saatnya kita dengar beri kesempatan untuk sebelumnya juga mengucapkan sumpah tapi sekarang perkenalan saja dulu. Sedangkan Ahli yang diajukan oleh Pemerintah. Silakan diperkenalkan saja, siapa saja yang datang. Maaf dari Pemohon 22 sama ya? 6
21.
KUASA HUKUM PEMOHON : A. PATRA M. ZEIN, S.H., LL.M Sama.
22.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Silakan Pemerintah?
23.
PEMERINTAH : PERDAGANGAN)
HATANTO
REKSODIPUTRO
(SEKJEN
DEP
Terima kasih Yang Mulia. Dari Pemerintah kita menghadirkan tujuh Ahli; pertama, Prof. Ismail Sunny sebagai ahli tata negara, kedua Dr. Umar Juoro sebagai ahli ekonomi, ketiga Dr. Chatib Basri sebagai ahli ekonomi. Kemudian di belakang yang keempat Dr. Felix U. Soebagio sebagai ahli investasi, kelima Prof. Bungaran Saragih sebagai ahli pertanian, keenam Dr. Faisal Basri sebagai ahli ekonomi dan terakhir Dr. Kurnia Toha sebagai ahli hukum tanah. Terima kasih Yang Mulia. 24.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, tujuh yang diajukan. Yang sudah didengar lima ya? Dua belum didengar yaitu Saudara Umar Juoro dan Chatib Basri betul ya? Baik, saya ucapkan selamat datang kepada Saudara-Saudara semua di sidang Mahkamah Konstitusi untuk selanjutnya sebelum kita memberi kesempatan kepada para Ahli untuk memberikan keterangan. Saya persilakan lebih dulu tiga orang, satu yang diajukan Pemohon, dua yang diajukan oleh Pemerintah untuk diambil sumpah. Apakah agamanya sama ini? Ada yang Buddha tidak? Ibu Hendri Sapari, kemudian Pak Umar Juoro masih Islam ya? Kemudian Pak Chatib Basri. Saya persilakan bertiga untuk berdiri? Petugas, silakan!
25.
KUASA PEMOHON: ECOLINE SITUMORANG, S.H. Mohon waktu Pak.
26.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ya.
7
27.
KUASA PEMOHON: ECOLINE SITUMORANG, S.H. Saya ingin mengingatkan persidangan kita mulai dari pertama hingga akhir kemarin, kami dari para Pemohon meminta naskah akademik kepada pihak Pemerintah sampai sekarang kita belum terima itu. Kami minta mohon kepada Majelis bisa meminta itu kepada Pemerintah.
28.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, baik, nanti ya! Nanti pada saatnya. Kita sumpah dulu ini.
29.
KUASA PEMOHON: ECOLINE SITUMORANG, S.H. Ya, terima kasih.
30.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Saya persilakan, Pak Hakim Laica Marzuki?
31.
HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.M. LAICA MARZUKI, S.H Saudara diminta mengikuti lafal sumpah yang bakal dibacakan, “Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya”
32.
AHLI : DR. UMAR JUORO M.A. MAPE, DR. HENDRI SAPARINI, DR. CHATIB BASRI (DISUMPAH) “Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya”.
33.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, ini kita akan mendengar keterangan dari ketiga orang ahli ini, hanya kita atur mana duluan menurut Pemohon, apa Pemohon dulu? Pemohon dulu?
34.
KUASA HUKUM PEMOHON : TAUFIQUL MUJIB, S.H. Kita meminta supaya diperkenankan Pemohon terlebih dahulu?
35.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.
8
Pemohon dulu ya. Baik, nanti Ahli Pemohon Hendri Saparini, kemudian nanti Pemerintah boleh bertanya juga begitu, sebaliknya Ahli yang diajukan oleh Pemerintah boleh ditanya juga oleh Pemohon, kenapa? 36.
PEMERINTAH: HATANTO PERDAGANGAN RI)
REKSODIPUTRO
(SEKJEN
DEP
Mohon izin Yang Mulia. Kami apakah diberi kesempatan juga untuk menyampaikan jawaban Pemerintah atas pertanyaan yang lalu? 37.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ya, sebelum itu kita akan dengarkan dulu beberapa jawaban atau catatan-catatan yang belum disampaikan pada sidang terdahulu, tetapi untuk memudahkan seluruhnya kita mulai dulu, saya persilakan Pemohon untuk menyampaikan catatan sementara begitu dari persidangan sebelumnya. Pemohon 21 dan Pemohon 22 sebentar saja, tidak usah panjang-panjang. Setelah itu saya persilakan Pemerintah sekaligus memberikan tambahan keterangan dari keterangan yang sudah diajukan sebelumnya begitu ya? Kita atur begitu, setelah itu baru Ahli dipersilakan untuk diberi kesempatan untuk memberi keterangan. Sekarang Pemohon 21 dulu.
38.
KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Terima kasih Majelis, Mohon maaf, saya Johnson Panjaitan Kuasa dari Pemohon 21. Yang pertama catatan kami adalah hingga saat ini kami belum melihat dokumen-dokumen yang kami anggap penting yang sudah diminta oleh Majelis yang terhormat untuk dipenuhi di dalam proses persidangan ini karena ini penting untuk kita gunakan sebagai bahan dalam rangka pemeriksaan para saksi-saksi terutama yang menyangkut naskah akademis yang sudah diminta dan pada waktu sidang-sidang yang lalu baik DPR maupun Pemerintah menyatakan kesediaannya. Hal yang kedua bahwa proses persidangan yang lalu berbagai persoalan sudah dimunculkan dan kami dari Pemohon sudah mengajukan beberapa saksi dan bukti-bukti dan kami mohon supaya dari pihak Pemerintah dan saya senang dari pihak Pemerintah sudah menyediakan diri untuk menjawab beberapa pertanyaan yang penting terutama yang menyangkut bagaimana kewajiban negara itu diatur sebagaimana perintah Konstitusi di dalam Undang-Undang Penanaman Modal ini. Majelis yang terhormat, perlu juga kami sampaikan di sini kami meminta naskah akademis dari DPR dan dari Pemerintah karena pada 9
sidang ini kami sudah menemukan naskah akademis yang dibuat oleh World Bank dan kami pada sidang ini akan menyerahkannya kepada Majelis Hakim dan mohon maaf kalau proses ini belum memenuhi persyaratan administrasi karena kami baru saja menemukannya, jika Majelis berkenan kami akan menyerahkannya dan untuk kelengkapan administrasinya kami akan lakukan menyusul. Terima kasih Majelis. 39.
KETUA : Prof.Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, Pemohon kedua, silakan.
40.
KUASA HUKUM PEMOHON : A. PATRA M. ZEN, S.H., LL.M Terima kasih Majelis yang mulia, ada dua catatan kami dari catatan Pemohon 22. Pertama kami sudah membaca keterangan Pemerintah tertulis baik keterangan DPR oleh karenanya pada sidang sebelumnya, kami sudah mendengar keterangan berkaitan dengan Pasal 12 dan Pasal 8. Pada saat itu kami memberikan satu pernyataan bahwa apa keterangan ini belum terungkap mengapa Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1) itu masih memberikan definisi yang disebut dengan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan cabang-cabang produksi yang hajat hidup orang banyak diatur dalam Peraturan Presiden tidak diatur bagi undangundang sebagaimana kami nyatakan dalam permohonan hal ini bertentangan dengan Pasal 33.. Yang kedua catatan kami, pada sidang kali ini kami akan melanjutkan terutama yang berkaitan dengan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 1 ayat (1). Oleh karenanya kami akan memberikan satu catatan dari sidang sebelumnya yakni dokumen-dokumen yang berasal dari World Bank, antara lain yang disebutkan oleh Pemohon perkara 21 dan ada nanti sejumlah dokumen yang nanti akan kami sampaikan di sidang ini, itu saja catatan kami Majelis yang mulia, terima kasih.
41.
KETUA : Prof.Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, jadi nanti hal-hal yang bersifat tambahan kita perlakukan sebagai tambahan bukti nanti dimasukkan melalui Kepaniteraan dan tentu nanti kita bagi juga supaya Pemerintah mendapat satu copy-nya dan nomor dua mengenai permintaan naskah akademis tolong sekalian dijawab karena itu memang sudah seharusnya naskah akademis dan kita sudah minta dalam sidang yang lalu diharapkan juga supaya disampaikan sebagaimana mestinya melalui Kepaniteraan atau kalau sudah ada di sidang ini supaya disampaikan juga, sekaligus menjawab permintaan tadi, begitu ya?
10
Sekarang saya persilakan kepada Pemerintah untuk juga menyampaikan catatan-catatan sekitar perkembangan perkara ini termasuk memberi jawaban atas pertanyaan yang pada sidang yang lalu. Silakan. 42.
PEMERINTAH : PERDAGANGAN)
HATANTO
REKSODIPUTRO
(SEKJEN
DEP
Terima kasih Yang Mulia, Pertama sekali kami mohon izin bahwa jawaban ini kami sampaikan bertiga, bersambung dan yang kedua kami nanti mohon izin ada jawaban untuk Pemohon, terima kasih Yang Mulia. Bapak Ketua dan Anggota Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami muliakan, yang terhormat para Pemohon, wakil DPR, dan Bapak dan Ibu sekalian
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Pertama-tama perkenankanlah kami menyampaikan terima kasih Pemerintah atas kesempatan yang diberikan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi pada persidangan yang lalu. Izinkanlah kami menjawab pertanyaan yang Mulia Hakim Prof. H.A.S. Natabaya, S.H., LL.M. tentang mengapa bidang-bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan diatur dengan Peraturan Presiden sebagai berikut ini. Prinsip-prinsip bagi dibukanya suatu bidang usaha untuk penanaman modal dengan persyaratan telah dicantumkan dalam Pasal 12 UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal baik dalam negeri maupun asing ditentukan berdasarkan kriteria kesehatan, keselamatan, pertahanan dan keamanan, lingkungan hidup dan moral/budaya (K3LM) dan kepentingan nasional lainnya. Sedangkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerjasama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah. Pemerintah berpendapat bidang-bidang usaha yang masuk dalam kriteria tersebut di atas akan dapat berubah sesuai dengan dinamika perkembangan ekonomi dalam dan luar negeri sehingga tidak mungkin menetapkan bidang-bidang usaha tersebut dalam undang-undang. Pemerintah berpendapat bahwa lebih tepat bidang usaha itu dicantumkan dalam Peraturan Presiden, sehingga dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Namun demikian, tidak berarti perubahan itu dapat dilakukan secara mudah karena ada syarat-syarat tertentu untuk membuka atau menutup suatu bidang usaha sebagaimana dicantumkan dalam Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007. 11
Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, izinkanlah Pemerintah menerangkan pedoman tentang penentuan suatu bidang usaha tertutup atau terbuka dengan persyaratan, sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 menyebutkan bahwa suatu bidang usaha dapat dibuka atau ditutup harus berdasarkan prinsip-prinsip; penyederhanaan, kepatuhan terhadap perjanjian atau komitmen internasional, transparansi, kepastian hukum, kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar tunggal. Selanjutnya, hal itu dijabarkan dalam pasal-pasal berikut: a. Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 menyatakan bahwa penentuan bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan harus menganut: • Prinsip penyederhanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 adalah bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan, berlaku secara nasional dan bersifat sederhana serta terbatas pada bidang usaha yang terkait dengan kepentingan nasional sehingga merupakan bagian kecil dari keseluruhan ekonomi dan bagian kecil dari setiap sektor dalam ekonomi. • Prinsip kepatuhan terhadap perjanjian atau komitmen internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 2 adalah bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan tidak boleh bertentangan dengan kewajiban Indonesia yang termuat dalam perjanjian atau komitmen internasional yang telah diratifikasi. • Prinsip transparansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 3 adalah bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan harus jelas, rinci, dapat diukur, dan tidak multi-tafsir serta berdasarkan kriteria tertentu. • Prinsip kepastian hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 adalah bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan tidak dapat diubah kecuali dengan Peraturan Presiden. • Prinsip kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar tunggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 5 adalah bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan tidak menghambat kebebasan arus barang, jasa, modal, sumber daya manusia dan informasi di dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia. Pasal 7 Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 menyatakan bahwa penyusunan kriteria bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: • mekanisme pasar tidak efektif dalam mencapai tujuan; 12
• • •
•
• • • • • • • •
• • • • • •
kepentingan nasional tidak dapat dilindungi dengan lebih baik melalui instrumen kebijakan lain; mekanisme bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan adalah efektif untuk melindungi kepentingan nasional; mekanisme bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan adalah konsisten dengan keperluan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi pengusaha nasional dalam kaitan dengan penanaman modal asing dan/atau masalah yang dihadapi pengusaha kecil dalam kaitan dengan penanaman modal besar secara umum; terakhir, manfaat pelaksanaan mekanisme bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan melebihi biaya yang ditimbulkan bagi ekonomi Indonesia. Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 menyatakan bahwa bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri ditetapkan dengan berdasarkan kriteria kesehatan, keselamatan, pertahanan dan keamanan, lingkungan hidup dan moral/budaya (K3LM) dan kepentingan nasional lainnya. Sedangkan Pasal 9 Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 menyatakan bahwa kriteria K3LM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat dirinci antara lain: memelihara tatanan hidup masyarakat; melindungi keanekaragaman hayati; menjaga keseimbangan ekosistem; memelihara kelestarian hutan alam; mengawasi penggunaan Bahan Berbahaya Beracun; menghindari pemalsuan dan mengawasi peredaran barang dan/atau jasa yang tidak direncanakan; menjaga kedaulatan negara; atau kedelapan menjaga dan memelihara sumber daya terbatas. Pasal 11 Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 menyatakan bahwa kriteria penetapan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah antara lain: perlindungan sumber daya alam; perlindungan dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK); pengawasan produksi dan distribusi; peningkatan kapasitas teknologi; partisipasi modal dalam negeri; dan terakhir kerjasama dengan badan usaha yang ditunjuk oleh Pemerintah. Pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 menyatakan bahwa bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan terdiri dari: 13
•
Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan perlindungan dan pengembangan terhadap UMKMK yang dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan kewajaran dan kelayakan ekonomi untuk melindungi UMKMK. • Bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan yang terdiri atas bidang usaha yang dicadangkan dan bidang usaha yang tidak dicadangkan dengan pertimbangan kelayakan bisnis. • Bidang usaha yang terbuka berdasarkan kepemilikan modal yang memberikan batasan kepemilikan modal bagi penanam modal asing. • Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan lokasi tertentu yang memberikan pembatasan wilayah administratif untuk penanaman modal. • dan bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan perizinan khusus yang dapat berupa rekomendasi dari instansi/lembaga pemerintah atau non pemerintah yang memiliki kewenangan pengawasan terhadap suatu bidang usaha termasuk merujuk ketentuan peraturan perundangan yang menetapkan monopoli atau harus bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara dalam bidang usaha tersebut. Pasal 13 Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 menyatakan bahwa Pemerintah menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK dan bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan. Pasal 14 Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 menyatakan bahwa penentuan bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bidang usaha tersebut adalah bidang-bidang usaha yang merupakan bidangbidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK tanpa diharuskan menjadi bagian dari daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK. Bidang usaha berdasarkan pertimbangan kewajaran dan kelayakan ”economy of small scale” apabila diusahakan oleh UMKMK, menjadi bagian dari daftar bidang usaha terbuka dengan persyaratan bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK. Proses penetapan daftar bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK tersebut, dilaksanakan berdasarkan usulan Menteri teknis yang terkait dengan bidang usaha tersebut, setelah berkoordinasi dengan Kementerian Negara Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, dengan memperhatikan prioritas program pembinaan UMKMK. Pasal 15 Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 menyatakan bahwa bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan merupakan usaha yang dilakukan dalam bentuk kerjasama antara UMKMK dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Bidang usaha yang mewajibkan kemitraan penanam modal berskala besar dengan UMKMK tersebut dapat dilakukan 14
dengan pola inti plasma, subkontraktor, dagang umum, keagenan dan bentuk lainnya, tanpa ada perubahan kepemilikan UMKMK serta dilaksanakan berdasarkan perjanjian tertulis. Perjanjian tertulis tersebut merupakan persyaratan bagi penanam modal skala besar untuk dapat membentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum. Di samping kemitraan dalam bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK tersebut, kemitraan dapat dilakukan oleh penanam modal skala besar dengan UMKMK dalam bidang usaha sesuai dengan izin usahanya sebagai persyaratan perizinan untuk beroperasi/berproduksi komersial. Selanjutnya dalam mekanisme penyusunan bidang-bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan dilakukan melalui mekanisme koordinasi antara departemen dan koordinasi dengan Pemerintah Daerah, yang kemudian penetapan bidang usaha yang disepakati sebagai bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan dituangkan dalam Peraturan Presiden. Adanya kekhawatiran Presiden menyalahgunakan kewenangannya dalam penentuan terbuka atau tertutupnya suatu bidang usaha dapat dihilangkan, dengan adanya rambu-rambu dan mekanisme penetapan bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan tersebut di atas. Terlebih-lebih lagi, dalam pelaksanaannya masih terdapat mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh berbagai pihak antara lain para pemangku kepentingan (stakeholders) di bidang penanaman modal, yaitu DPR, Kadin, asosiasi pengusaha, dan masyarakat dunia usaha lainnya, serta media massa. Penetapan daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan tidak dinyatakan secara rinci dalam undang-undang karena sifat tertutup dan terbukanya bidang usaha sangat dinamis disesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis secara nasional dan global serta kebutuhan pengembangan perekonomian nasional. Oleh karena itu maka penentuan daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan ditetapkan dalam Peraturan Presiden agar lebih fleksibel, namun tidak menyimpang dari rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Perubahan daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan akan ditinjau dalam jangka waktu paling lama tiga tahun. Selanjutnya perkenankanlah kami menjawab pertanyaan berikutnya mengenai Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan, yaitu mengenai kepemilikan modal asing pada pembangkit tenaga listrik sampai 95%, transmisi tenaga listrik 95%. Di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai PLN tidak dikenal unbundling. Produksi, transmisi, dan distributor haruslah dikuasai negara. Perkenankanlah Pemerintah menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan oleh negara dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara yang didirikan 15
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK). Selanjutnya, dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik secara lebih merata dan untuk lebih meningkatkan kemampuan negara dalam hal penyediaan tenaga listrik, baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan sendiri, sepanjang tidak merugikan kepentingan negara, dapat diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada koperasi dan badan usaha lain untuk menyediakan tenaga listrik berdasarkan izin usaha ketenagalistrikan. Pembagian bidang usaha kelistrikan ke dalam pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik di dalam DNI (Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007) tidak berarti usaha penyediaan tenaga listrik menjadi terpisah-pisah, tetap dalam satu kesatuan di bawah PKUK, masing-masing perusahaan yang bergerak di bidang usaha tersebut harus bekerjasama dengan PKUK atau dengan perkataan lain tidak dapat beroperasi tanpa kerjasama dengan PKUK. Selanjutnya, Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bidang kelistrikan harus dikuasai negara, Hakim yang mulia kiranya sependapat dengan kami, bahwa pengertian dikuasai oleh negara itu dapat diartikan dalam lima bentuk: bahwa negara merumuskan kebijakan, melakukan pengaturan, melakukan pengurusan, melakukan pengelolaan dan melakukan pengawasan untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Mengingat adanya keterbatasan keuangan negara dalam menyediakan sarana dan prasarana penyediaan tenaga listrik, sementara sementara kebutuhan masyarakat terhadap tenaga listrik semakin meningkat, maka Pemerintah menetapkan kebijakan dan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden tersebut, dimana dimungkinkan pemilikan modal asing sampai 95%. Selanjutnya mengenai jangka waktu hak atas tanah, izinkanlah Pemerintah mengutip Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria mengenai Hak Guna Usaha. (1) Hak Guna Usaha diberikan untuk paling lama 25 tahun. (2) Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan Hak Guna Usaha untuk waktu paling lama 35 tahun. (3) Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaan jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun. Penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menyatakan bahwa menurut sifat dan tujuannya Hak Guna Usaha adalah hak yang waktu berlakunya terbatas. Jangka waktu 25 atau 35 tahun dengan kemungkinan memperpanjang 25 tahun dipandang sudah cukup lama untuk keperluan pengusahaan tanaman-tanaman yang berumur panjang. Penetapan jangka waktu 35 tahun misalnya mengingat pada tanaman 16
kelapa sawit. Pasal 50 ayat (2) menyatakan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan hak sewa untuk bangunan diatur dengan peraturan perundang-undangan. Kami mohon izin untuk dilanjutkan oleh rekan kami. Terima kasih. 43.
PEMERINTAH : SOEBAGYO (STAF PERDAGANGAN BIDANG IKLIM USAHA)
AHLI
MENTERI
Mohon izin Majelis, Peraturan perundang-undangan yang mengatur Hak Guna Usaha adalah Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang menyebutkan perpanjangan sekaligus di muka tersebut ditafsirkan sebagai suatu jaminan saja bagi investor, bahwa pemberian perpanjangan tersebut hanya berlaku bila ia menggunakan tanah tersebut sebagaimana yang dimohonkan. Prof. Dr. Maria, berpendapat:
”Istilah pembaharuan hak yang tidak didapati dalam UUPA tidak bertentangan dengan UUPA berdasarkan dua alasan. Pertama, UUPA sendiri tidak mengatur apakah yang akan terjadi setelah HGU dan HGB itu berakhir setelah diperpanjang jangka waktunya kecuali menyebutkan bahwa HGU dan HGB akan hapus apabila jangka waktunya berakhir. Logikanya adalah dengan hapusnya HGU dan HGB tersebut, di atas tanah bekas HGU dan HGB yang statusnya kini menjadi tanah negara dapat diberikan sesuatu hak atas tanah, termasuk kemungkinan diberikan HGU atau HGB baru, baik kepada pemohon baru, maupun pemohon yang bekas pemegang hak. Jika pemohonnya adalah bekas pemegang hak yang lama yang masih memenuhi persyaratan, maka istilah yang lebih tepat digunakan adalah pembaharuan hak, mengingat bahwa HGU dan HGB itu tidak dimohon untuk pertama kali, tetapi dimohon menjelang berakhirnya perpanjangan waktu HGU dan HGB tersebut. Kedua, penggunaan istilah pembaharuan hak yang tentunya juga masih membuka kemungkinan untuk diberi perpanjangan apabila syarat-syaratnya dipenuhi adalah sesuai dengan metode interpretasi (dalam hal ini diinterpretasikan ekstensif) terhadap Pasal 29 dan Pasal 35 UUPA sebagai salah satu cara pembangunan hukum dengan jalan penemuan hukum (rechtsvinding) sebagaimana yang disitir oleh Sumardjono, Kompas, 24 September 1993. Perlu diperhatikan bahwa pemberian HGU/HGB sekaligus dengan perpanjangan dan pembaharuannya tidak berarti mengubah ketentuan dalam UUPA. Yang diberikan adalah jaminan untuk diperpanjang dan/atau diperbaharui.”
17
Oleh karena itu Pasal 22 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyatakan, “bahwa pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan sekaligus di muka dan yang dapat diperbaharui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dihentikan atau dibatalkan oleh Pemerintah jika perusahaan penanam modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak atas tanahnya, serta melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. Pasal ini sama substansinya dengan Pasal 34 butir (b), (d), (e) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria mengenai hapusnya Hak Guna Usaha, yaitu: (b) dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir; (c) dicabut untuk kepentingan umum; dan (d) diterlantarkan. Pemerintah berpendapat pelaksanaan penghentian atau pembatalan hak atas tanah yang diberikan tersebut dapat terjadi sewaktu-waktu, tanpa menunggu 60 tahun. Begitu juga mengenai Hak Guna Bangunan yang diberikan untuk 30 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun (sebagaimana Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria) dan Hak Pakai yang diberikan untuk 25 tahun dan diperpanjang 20 tahun, sehingga berjumlah 45 tahun. Pembaharuan ketiga hak atas tanah tersebut tidak berlangsung secara otomatis, harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu. Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyatakan dengan tegas, bahwa hak atas tanah dapat diperbaharui setelah dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak. Dalam kenyataannya selama ini, perkebunan-perkebunan Belanda yang dinasionalisasi Pemerintah Indonesia dan kemudian menjadi Perusahaan Terbatas Perkebunan Negara (PTPN), mendapat pembaharuan Hak Guna Usaha karena tanah tersebut tetap dipergunakan sebagaimana mestinya. Akan tetapi bagi perkebunan yang terlantar, Pemerintah tidak memperbarui Hak Guna Usahanya. Berdasarkan praktik inilah, Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menentukan:
”Hak atas tanah dapat diperbaharui setelah dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak”. Ketentuan Konversi Pasal III (1) menentukan Hak Erfpacht untuk perusahaan kebun besar, yang ada pada mulai berlakunya undangundang ini, sejak saat tersebut menjadi Hak Guna Usaha tersebut dalam Pasal 28 ayat (1) yang akan berlangsung selama sisa waktu hak erfpacht 18
tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun. Dalam praktiknya Hak Guna Usaha tersebut diperbaharui untuk 35 tahun lagi. Selanjutnya perkenankanlah kami beralih kepada pertanyaan Yang Mulia Hakim Maruarar Siahaan, S.H., mengenai apakah bisa ditunjukkan TRIMs—Trade Related Investment Measures melarang negara berdaulat untuk me-reservoir bidang-bidang tertentu, sumber daya alam dikelola oleh bangsa sendiri, karena semua harus national treatment. Pasal-pasal mana dari TRIMs dan juga dari sengketa yang ada di WTO yang menyatakan kita tidak lagi punya sovereignty terhadap sumber daya alam kita, sehingga kita harus membuka 95% seluruhnya. Dalam rangka menjawab pertanyaan di atas, izinkanlah Pemerintah meluruskan terlebih dahulu pemahaman tentang pasal-pasal Trade Related Investment Measures (TRIMs). Article II of TRIMs mengenai National Treatment dan Quantitative Restrictions:
“(1) Without prejudice to other rights and obligations under GATT 1994, no Member shall apply any TRIM that is inconsistent with the provision of Article III or Article XI of GATT 1994. (2) An illustrative list of TRIMs that are inconsistent with the obligation of national treatment provided for in paragraph 4 of Article III of GATT 1994 and the obligation of general elimination of quantitative restrictions provided for in paragraph 1 of Article XI of GATT 1994 is contained in the Annex to this Agreement.” dan “General Elimination of Quantitative Restrictions”. Secara panjang lebar Dr. Mahmul Siregar menerangkan prinsip “National Treatment” dan “General Elimination of Quantitative Restrictions” dalam disertasinya “Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal”. Pertama, prinsip “National Treatment” dalam TRIMs adalah bahwa tidak ada tindakan diskriminasi bagi penanam modal di negara-negara anggota GATT. Herman Mosler, hakim pada Mahkamah Internasional menjelaskan unsur-unsur penting yang terkandung dalam prinsip “National Treatment” adalah: adanya kepentingan lebih dari satu negara; kepentingan tersebut terletak di wilayah dan termasuk yuridiksi suatu negara; negara tuan rumah harus memberikan perlakuan yang sama baik terhadap kepentingannya sendiri maupun terhadap kepentingan negara lain yang berada di wilayahnya; perlakuan tersebut tidak boleh menimbulkan keuntungan bagi negara tuan rumah sendiri dan merugikan kepentingan negara lain. Berkaitan dengan mekanisme perdagangan bebas multilateral, prinsip ini melarang negara-negara anggota GATT/WTO menerapkan kebijakan yang menyebabkan diskriminasi perlakuan antara produk impor dengan produk buatan sendiri. Dengan kata lain negara-negara anggota memiliki TRIMs
a. b. c.
d.
mengandung
prinsip
“National
Treatment”
19
kewajiban untuk tidak memperlakukan produk-produk impor secara berbeda dengan kebijakan terhadap produk-produk yang sama buatan dalam negeri. Ruang lingkup berlakunya prinsip ini juga berlaku terhadap semua diskriminasi yang muncul dari tindakan-tindakan perpajakan dan pungutan-pungutan lainnya. Prinsip ini berlaku pula terhadap perundangundangan, pengaturan dan persyaratan-persyaratan hukum yang dapat mempengaruhi penjualan, pembelian, pengangkutan, distribusi, atau penggunaan produk-produk di pasar dalam negeri. Prinsip ini juga memberikan perlindungan terhadap proteksionisme sebagai akibat upaya-upaya atau kebijakan administratif atau legislatif. Dengan demikian bahwa prinsip “National Treatment” ini menghindari diterapkannya peraturan-peraturan yang menerapkan perlakuan diskriminatif yang ditujukan sebagai alat untuk memberikan proteksi terhadap produk-produk buatan dalam negeri. Tindakan yang demikian ini menyebabkan terganggunya kondisi persaingan antara barang-barang buatan dalam negeri dengan barang impor dan mengarah kepada pengurangan terhadap kesejahteraan ekonomi. Dengan persaingan yang adil antara produk impor dan produk dalam negeri, maka terjadi perbaikan kinerja pada proses produksi dalam negeri untuk lebih efisien sehingga dapat bersaing dengan produk impor, sedangkan bagi konsumen hal ini akan lebih menguntungkan karena memungkinkan konsumen memperoleh barang yang lebih baik dan harga yang lebih wajar. Dalam perspektif lain disebutkan bahwa justru tindakan yang demikian dapat menyebabkan kurangnya minat investor untuk menanamkan modalnya, karena berkurangnya keleluasaan investor untuk mengambil keputusan bisnis yang lebih bebas. Agreement on TRIMs pada Article II pada prinsipnya melarang semua persyaratan penanaman modal yang tidak konsisten dengan Article III GATT 1994 tentang National Treatment. Namun tidak dijelaskan secara tegas bentuk-bentuk persyaratan penanaman modal yang dipandang tidak konsisten dengan prinsip “National Treatment”. Hanya saja dalam Artice II.2 Agreement on TRIMs disebutkan bahwa persyaratan penanaman modal yang dilarang adalah tindakan-tindakan yang melanggar kewajiban negara-negara peserta berdasarkan Article III.4 GATT 1994 yaitu keharusan untuk memberikan perlakuan sama terhadap produk impor. Oleh karena itu tidak diperolehnya suatu kesepakatan tentang bentuk yang pasti dari persyaratan penanaman modal yang dianggap tidak konsisten dengan Article III.4 GATT 1994, Dirjen GATT memberikan illustrative list yang berisi gambaran tentang tindakan persyaratan penanam modal yang dilarang tersebut, sebagai berikut: a. pembelian atau penggunaan produk-produk yang berasal dari dalam negeri atau dari sumber dalam negeri lainnya dirinci menurut produkproduk tertentu, volume atau nilai barang produk, atau menurut perbandingan dari volume atau nilai produksi lokal (local content requirement); atau 20
b. pembelian atau penggunaan produk impor oleh perusahaan dibatasi sampai jumlah tertentu dikaitkan dengan volume atau nilai produksi lokal yang diekspor (trade balancing policy). Dengan demikian terdapat dua ukuran untuk menyatakan apakah suatu persyaratan penanaman modal melanggar ketentuan Article III.4 GATT 1994 yaitu persyaratan penggunaan komponen buatan dalam negeri (local content requirement) dan persyaratan keseimbangan perdagangan (trade balancing requirement). Setidaknya terdapat dua kasus mengenai pelanggaran prinsip “National Treatment” seperti berikut ini: 1. Kanada, Foreign Investment Review Act (FIRA), dituduh melanggar TRIMs National Treatment, karena mewajibkan Penanaman Modal Asing menggunakan barang-barang Kanada tertentu dalam kegiatan produksi (domestic content). 2. Jepang, European Union, dan Amerika Serikat menggugat Indonesia berkenaan dengan program mobil nasional P.T. Timor Putra Nasional. Pemerintah Indonesia akhirnya mencabut ketentuan kemudahan pajak kepada P.T. Timor Putra Nasional dalam impor mobil dari Korea yang tidak diberikan kepada barang impor sejenis dari Amerika Serikat, European Union, dan Jepang.
Kedua, persyaratan Penanaman Modal yang bertentangan dengan Prinsip General Prohibition on Quantitative Restriction. Prinsip “General Prohibition on Quantitative Restriction” diatur dalam Article XI GATT 1994. Pada dasarnya prinsip ini tidak membenarkan adanya larangan atau hambatan perdagangan lainnya kecuali melalui tarif. Dapat disimpulkan bahwa maksud dari Article XI.1 ini adalah melarang penggunaan hambatan non-tarif dalam kebijakan perdagangan seperti kuota, lisensi ekspor atau impor, pembatasan ekspor secara sukarela dan bentuk-bentuk perintah pengaturan pasar lainnya. Praktik pembatasan kuantitatif dilarang dalam Agreement on TRIMs apabila pembatasan kuantitatif tersebut menjadi syarat untuk mendapatkan fasilitas penanaman modal. Paragraf 2 illustrative list dari Agreement on TRIMs dalam pelarangan quantitative restriction hanya mengacu pada Article XI.1. GATT 1994. Dalam kaitannya dengan kegiatan penanaman modal, paragraf 2 mengidentifikasi tiga bentuk kegiatan yang dipandang tidak konsisten dengan Article IX.1 GATT, yakni apabila untuk memperoleh fasilitas penanaman modal dipersyaratkan hal-hal berikut: a. pembatasan impor produk-produk yang dipakai dalam proses produksi atau terkait dengan produksi lokalnya secara umum atau senilai produk yang diekspor oleh perusahaan yang bersangkutan; b. pembatasan impor produk-produk yang dipakai dalam atau terkait produksi lokal dengan membatasi aksesnya terhadap devisa luar negeri sampai jumlah yang terkait dengan devisa yang dimasukkan oleh perusahaan yang bersangkutan; 21
c. pembatasan ekspor atau penjualan untuk ekspor apakah dirinci menurut produk-produk khusus, menurut volume atau nilai produkproduk atau menurut perbandingan volume atau nilai dari produksi lokal perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian Agreement on TRIMs menjabarkan larangan Article XI.1 GATT dalam tiga bentuk kegiatan, yakni trade balancing policies, foreign exchange restriction dan export restriction. Namun demikian, TRIMs juga memberikan kekecualian dalam penerapan ketentuan “National Treatment” dan “General Prohibition of Quantitative Restrictions” tersebut. Tidak ada satupun pasal-pasal dalam WTO apalagi TRIMs yang melarang negara-negara anggota menetapkan kebijakan bidang-bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Oleh karenanya Pemerintah tidak pernah mengkaitkan prinsip “National Treatment” TRIMs dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengenai Bidang Usaha, Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan persyaratan di bidang Penanaman Modal dan Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Bidang Usaha Tertutup dan Terbuka dengan persyaratan. Akhirnya, perkenankanlah kami menjawab pertanyaan Yang Mulia Hakim Dr. Harjono, S.H., M.C.L., tentang Pasal 39 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang berbunyi:
“Semua Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan penanaman modal wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada undang-undang ini”. Berdasarkan pasal ini, tentu bila ada, umpamanya, pembaharuan Undang-Undang Pokok Agraria atau Undang-Undang Perkebunan, sepanjang mengenai penanaman modal langsung (direct investment) harus menyesuaikan dengan undang-undang ini. Hak Guna Usaha dalam Undang-Undang Pokok Agraria, jangka waktunya tidak berbeda dengan Hak Guna Usaha dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Prinsipnya juga sama, yaitu dapat diperpanjang. Pertanyaannya, apakah bisa diperbaharui? Undang-Undang Pokok Agraria memang berniat untuk mengeliminir modal asing sesuai dengan kebijakan Pemerintah pada waktu itu. Pemerintah dewasa ini mempunyai kebijakan mengundang modal asing. Kedua, mengenai apakah Hak Guna Usaha itu 60 tahun atau 95 tahun tergantung dari sudut mana kita memandang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menyatakan:
“Menurut sifat dan tujuannya Hak Guna Usaha adalah hak yang waktu berlakunya terbatas. Jangka waktu 25 tahun dan 35 tahun dengan kemungkinan diperpanjang 25 tahun dipandang sudah cukup lama untuk 22
keperluan perusahaan tanaman-tanaman yang berumur panjang. Penetapan jangka waktu 35 tahun misalnya mengingat pada tanaman kelapa sawit.” Masalah perpanjangan Hak Guna Usaha, tidak ada perbedaan prinsip antara Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu diberikan 35 tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun. Hanya saja Undang-Undang Penanaman Modal menyatakan, perpanjangan tersebut dapat diberikan di muka, merupakan “jaminan perpanjangan” atau suatu insentif bagi penanaman modal. Tidak perlu ada kekhawatiran tentang perpanjangan di muka ini, karena hak atas tanah tersebut tetap dapat dihentikan atau dibatalkan sewaktu-waktu, jika tanah ditelantarkan, merugikan kepentingan umum, tanah digunakan tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak atas tanah tersebut, serta melanggar ketentuan peraturan perundangundangan di bidang pertanahan. Masalah hak atas tanah tersebut dapat diperbaharui, berdasarkan Pasal 34 dan Pasal 40 Undang-Undang Pokok Agraria Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 juncto Pasal 17, Pasal 36, dan Pasal 56 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah yang dinyatakan apabila memenuhi syarat sebagai berikut: a. tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak atas tanah; b. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; c. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak; Akhirnya mengenai pertanyaan kapan tanah tersebut kembali kepada negara? Yaitu apabila Hak Guna Bangunan atas tanah negara hapus, maka mengakibatkan tanah tersebut menjadi tanah negara. Hak Guna Bangunan tersebut hapus apabila: a. jangka waktunya berakhir; b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi; c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; d. dicabut untuk kepentingan umum; e. ditelantarkan; f. tanahnya musnah; g. tidak memenuhi lagi sebagai subyek hak. Dengan terjadinya kondisi tersebut di atas, maka tanah itu kembali menjadi tanah negara dan bisa dibagikan kepada rakyat dalam suatu program land reform. Jadi tidak ”gone with the wind”. Mohon izin untuk diteruskan kepada rekan kami.
23
44.
PEMERINTAH: YU’SAN (SEKRETARIS UTAMA BKPM)
Kami meneruskan pembacaan Pemerintah, Sebagai penutup perkenankanlah Pemerintah menyampaikan: a. Kepatuhan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal terhadap Pasal 33 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Banyak pendapat yang memberatkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dalam kaitan dengan kepatuhannya terhadap Pasal 33 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menanggapi pendapat-pendapat tersebut di atas dikemukakan hal-hal sebagai berikut: 1). Dalam mengundangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pemerintah justru bermaksud untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana diamanatkan dalam penjelasan umum atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. 2). Pemerintah sudah mempelajari keputusan-keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Migas dan Undang-Undang Kelistrikan yang memuat tafsir tentang penguasaan negara atas sumber-sumber ekonomi secara umum dan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak secara khusus. Pemerintah menghormati tafsir itu dan bertindak sedemikian sehingga satu atau lebih moda penguasaan dilakukan terlepas dari pemilikan perusahaan yang menjalankan kegiatan ekonomi. 3). Ekonomi yang tumbuh di mana pun juga mengalami perubahan struktur. Alat-alat yang tersedia bagi rakyat untuk memenuhi kebutuhannya bertambah keragamannya. Ketergantungan kepada alat tertentu berkurang untuk memuaskan kebutuhan tertentu, sementara ketergantungan pada alat lain meningkat. Dahulu yang dominan dalam pembangkitan tenaga listrik adalah tenaga air, tetapi sekarang ada tenaga uap, tenaga surya, tenaga angin, dan di banyak tempat tenaga nuklir. Dahulu teknologi pembangkitan tenaga dirancang untuk pelayanan yang bertumpu atas satu perusahaan pembangkit saja, tetapi kini macam-macam teknologi tersedia di pasar dan dapat dipilih sesuai kebutuhan. Dahulu teknologi pembangkit adalah teknologi tak terbagi (indivisible technology) tetapi teknologi pembangkit zaman sekarang adalah teknologi yang terbagi (divisible). Untuk kebutuhan kecil ada pembangkit kecil dan untuk kebutuhan besar ada pembangkit besar. 4). Ekonomi Indonesia juga adalah ekonomi yang tumbuh. Strukturnya berubah terus. Alat-alat yang tersedia bagi suatu rumah tangga untuk memuaskan kebutuhannya semakin beragam. Keragaman seperti itu bahkan adalah suatu tanda perbaikan kesejahteraan. Karena itu komposisi cabang-cabang produksi yang penting bagi 24
negara dan cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak juga berubah. Kalau yang dibicarakan adalah angkutan umum, kini pengguna jasa itu dapat memilih satu atau gabungan dari macam-macam moda: angkutan bis, angkutan darat kereta api, angkutan laut, dan angkutan udara. Di bawah keragaman seperti itu rakyat tidak tergantung pada setiap alat pemenuh kebutuhan karena saling dapat diganti dengan alat-alat lain. Sejauh mana suatu barang atau jasa perlu diperlakukan sebagai barang atau jasa yang penting untuk dikuasai negara, bagi negara sangatlah tergantung dari kelangkaan barang atau jasa itu yang pada gilirannya tergantung dari besarnya permintaan dibanding besarnya penawaran. Barang atau jasa yang dahulu langka dan karena itu perlu dikuasai oleh negara dapat saja sudah melimpah dan karena itu cukup dipercayakan kepada interaksi antara konsumen dan produsen atau pasar. Barang yang dahulu tampak seperti barang mewah seperti literasi digital dapat berubah menjadi kebutuhan pokok dan karena itu perlu dipacu penawarannya lewat kebijakan yang mendukung. 5). Dalam ekonomi yang semakin kompleks pembuatan keputusan tentang investasi juga menjadi semakin kompleks. Dengan kompleksitas yang semakin tinggi kehandalan perencanaan terpusat pun menurun dalam pengalokasian sumber-sumber. Salah satu penyebab dari kebangkrutan sosialisme terpusat adalah ketidakcocokan keputusan yang terpusat dengan kenyataan ekonomi yang semakin kompleks. Investasi dalam ekonomi yang kompleks memerlukan mekanisme yang kompleks juga, yaitu yang semakin bersandar pada keputusan desentral oleh masing-masing pelaku ekonomi, terutama perusahaan-perusahaan. Perusahaan negara memang dapat bertindak desentral. Namun demikian pemimpinpemimpin perusahaan negara sering tidak dapat bertindak lain kecuali mematuhi suatu perintah, biarpun perintah itu bersifat informal dari seorang pejabat tinggi negara. 6). Pendapat yang berkembang juga sering disangkutpautkan dengan perlakuan nasional yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal kepada perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Dalam kaitan ini harus digarisbawahi bahwa perlakuan nasional berlaku sesudah pendirian perusahaan, yaitu sebagai PT yang diwajibkan bagi perusahaan asing. Untuk disahkan menjadi PT di Indonesia perusahaan asing harus melewati saringan perbatasan, yaitu Daftar Negatif Investasi (DNI). Pada saringan perbatasan inilah perusahaan asing dibedakan dari perusahaan nasional. 7). Pertanyaan tentang dipertimbangkannya kewajiban-kewajiban internasional dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanamana Modal dapat ditanggapi sebagai berikut, disebut atau tidak secara eksplisit kewajiban-kewajiban internasional memang harus dipertimbangkan dalam undang-undang karena kewajiban25
kewajiban itu adalah bagian terpadu dari jati diri Republik Indonesia sebagai republik yang beradab dan bercita-cita memajukan perdamaian antar bangsa. Ke dalam kewajiban itu termasuk TRIMs sepanjang sudah diakui oleh Indonesia. Perlu dicatat dalam kaitan ini bahwa komitmen TRIMs dapat berbeda dari satu negara ke negara yang lain. Komitmen TRIMs Indonesia tidak mencakup persyaratan pemilikan. 8). Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bukanlah satu-satunya bagian Undang-Undang Dasar 1945 yang relevan bagi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Salah satu niat pokok Pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 adalah percepatan pembukaan lapangan kerja sesuai dengan Pasal 27 Undang-Undang Dasar ayat (2). Para ahli dan Hakim-Hakim Mahkamah Konstitusi yang mulia tentu setuju bahwa pekerjaan adalah hak konsititusional warga negara dan bahwa penyediaannya adalah kewajiban konstitusional Pemerintah. Sayangnya dewasa ini lebih dari 10% angkatan kerja Indonesia adalah menganggur. Di antara yang bekerja hanya sekitar 1/3 yang bekerja dengan pekerja tetap atau menjadi pekerja tetap. Sisanya adalah mereka yang bekerja tanpa bantuan orang lain, pekerja keluarga, dan pekerja lepas. Dalam ekonomi yang maju, warga yang menjadi pengusaha dengan pekerja tetap dan warga yang menjadi pekerja tetap dengan gaji dan upah adalah bagian terbesar dari angkatan kerja. Pembukaan lapangan kerja sangat tergantung dari penanaman modal baru oleh perusahaan yang sudah ada dan perusahaan yang baru. Urgensi pembukaan lapangan kerjalah yang mendorong Pemerintah menyesuaikan undang-undang dan peraturan penanaman modal dengan praktik-praktik terbaik di dunia seperti praktik di Cina, Vietnam, Malaysia, dan Thailand. Lewat pertumbuhan investasi permintaan akan tenaga kerja akan naik. Menurunnya pengangguran suatu waktu akan diikuti oleh kenaikan upah yang progresif kalau investasi masih terus naik. Sekuensi seperti itu dialami Korea Selatan dalam tahun 1980-an dan 1990-an dan oleh Cina dalam 2000-an sekarang. 9). Pertanyaan tentang globalisasi juga sangat penting untuk ditanggapi. Sebenarnya globalisasi bukanlah hal baru, para antropolog sudah menunjukkan bahwa umat manusia bermigrasi dari tempat asalnya (mungkin di Afrika) ke seluruh penjuru dunia. Bersama migrasi itu mereka membawa serta teknologinya dan adat istiadatnya. Perdagangan pun mucul dan berkembang menjadi sarana penyebaran kesejahteraan. Lewat perdagangan rakyat dimana-mana dimampukan untuk memahami jasad dan kehidupan di dalamnya dengan lebih baik, membaca karya-karya tulis akbar, karya musik akbar, menikmati vaksin, obat kepala, dan obat jantung seraya memperpanjang harapan hidup pada tingkat kesejahteraan yang 26
membaik, menguasai komputer, telekomunikasi dan gabungannya untuk memajukan kesejahteraan. Lewat keterbukaan banyak bangsa sudah mencatat sukses yang berkelanjutan. Di Asia Timur pun patut dicatat sukses Jepang, Korea Selatan, Singapura, Cina Taipei, dan Hong Kong masuk ke kelompok negara maju dengan bertumpu antara lain atas keterbukaan ekonomi. Di belakang mereka sudah berbaris Malaysia, Thailand, Indonesia, Cina dan Vietnam sebagai aspiran-aspiran baru negara industri. Singkatnya, umat manusia sudah memetik banyak sekali manfaat dari globalisasi. 10). Di pihak lain, globalisasi juga mempunyai sisi-sisi yang problematik. Kepincangan antar bangsa dan kepincangan antar daerah dan antar warga di dalam masing-masing negara ternyata susah sekali diatasi. Secara umum ia bahkan dianggap memburuk dalam perjalanan waktu. Berkali-kali PBB sudah mencanangkan dasawarsa pembangunan, tetapi kemiskinan masih saja membelenggu bagian yang sangat besar dari penduduk dunia. Sisi lain yang problematik dari globalisasi berkaitan dengan biaya eksternal yang timbul karena pertumbuhan ekonomi. Ke dalamnya termasuk pengurasan sumbersumber alam yang tidak terbarukan, ancaman kepunahan terhadap banyak spesies, dan pemanasan global yang sudah menimbulkan banyak masalah di banyak tempat. Lebih dari itu, dalam menghadapi persoalan-persoalan lama danpersoalan-persoalan baru umat manusia bertumpu atas orde atau tata ekonomi dunia yang dirancang pada akhir Perang Dunia II ketika Amerika Serikat tampil menjadi ekonomi terbesar dunia menggeser Inggris. Orde atau tata ekonomi ini sudah lama sekali dirasa tidak memadai untuk menjamin pertumbuhan yang terbagi. Pentadbiran (governance) lembaga-lembaga ekonomi dunia; IMF, Bank Dunia, dan WTO tidak mencerminkan dengan memadai pergeseran dalam perimbangan ekonomi dunia yang bergeser kuat ke Asia Timur dalam 25 tahun terakhir. Ketika krisis keuangan terjadi berturut-turut dalam dekade terakhir abad ke-20, Konsensus Washington yang berintikan lalu lintas liberal antar perbatasan dan resep kebijakan makro yang sangat ketat, pro-siklus, terbukti tidak ampuh. Upaya perubahan yang berkalikali belum juga dapat merubah tata ekonomi dunia itu, arsitektur baru masih dicari terus. Sisi-sisi problematik itulah yang menjadi sasaran kritik Joseph Stiglitz, bukan globalisasi secara umum. Reformasi orde ekonomi dunialah yang dianjurkan oleh Joseph Stiglitz, bukan pembalikannya. Joseph Stiglitz juga menggarisbawahi bahwa globalisasi yang diperbaharui (reformed) memberi kesempatan emas bagi negara-negara sedang berkembang untuk emansipasi yang berkelanjutan. Globalisasi itu sendiri tampaknya adalah inheren dalam peradaban. Setiap desain yang unggul selalu menemukan jalan untuk menyebar ke seluruh dunia. Desain seperti itu akan bermunculan terus, baik sebagai perangkat keras maupun sebagai perangkat lunak, seraya 27
membuat globalisasi menjadi proses yang perlu, biarpun bukan proses yang cukup untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Satu atau beberapa negara dapat saja menutup diri suatu ketika, tetapi dalam perjalanan waktu akan menemukan jalan kembali ke ekonomi terbuka. Cina, India, dan Vietnam bukanlah negara terakhir yang melesat dalam pembangunan ekonomi di bawah kebijakan terbuka. Indonesia pun mempunyai kesempatan untuk mengalaminya. Tetapi keterbukaan saja memang tidak cukup untuk menghasilkan pertumbuhan yang adil dan berkelanjutan. Pelaku-pelaku ekonomi di dalam negeri harus diberdayakan untuk dapat memetik manfaat dari keterbukaan. Pemberdayaan itu perlu mengambil bentuk dalam pemupukan yang progresif dalam modal manusia seperti pendidikan, pelatihan, dan kesehatan. Semua negara Asia Timur yang berhasil dalam transformasi ekonomi adalah kampiun penanaman modal manusia. Dalam modal manusia itu termasuk juga etika kerja keras, kegigihan, ketuntasan, kemauan keras, perhatian tinggi tentang hal-hal rinci, dan pentadbiran yang baik dalam partai politik, perwakilan rakyat, pemerintahan pusat dan daerah, sistem legal, masyarakat bisnis, dan masyarakat kewargaan (civil societies). Hanya dengan pemberdayaan seperti itu globalisasi yang menghasilkan pertumbuhan adil yang berkelanjutan. b. Undang-undang Yang Baik dan Realisme Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang harus dipatuhi oleh setiap undang-undang sepanjang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 belum diubah. Tidak ada undang-undang atau produk legal lain yang boleh menyimpang darinya. Namun demikian dalam penyusunan undang-undang juga harus diperhatikan perubahan-perubahan dalam lingkungan domestik dan lingkungan eksternal. Ekonomi dunia abad ke-21 yang sangat dan semakin padat ilmu pengetahuan ditandai oleh banyak perubahanperubahan besar. Salah satu dari perubahan tersebut adalah peran yang semakin kuat dari perusahaan-perusahaan sebagai pelaku penelitian dan pengembangan dasar dan terapan. Akses suatu negara ke kemajuan ilmu dan teknologi kini semakin tergantung dari aksesnya ke perusahaan-perusahaan yang padat ilmu pengetahuan dan teknologi. Di antara mereka terdapat jumlah yang semakin banyak yang mempunyai komitmen kuat terhadap pemecahan masalah-masalah dasar kemanusiaan yang belakangan ini dikenal sebagai perusahaanperusahaan yang berkomitmen tinggi terhadap kewajiban sosial korporat (corporate social responsibility). Salah satu niat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah perbaikan daya tarik Indonesia sebagai lokasi bagi perusahaan-perusahaan yang terkemuka dalam riset dan pengembangan dasar dan terapan dan dalam pemenuhan kewajiban sosial korporat. c. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Dirancang dan Diundangkan Sebagai Upaya Konstitusional
28
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal belum sempurna walaupun Pemerintah dan DPR sudah bekerja keras untuk membuat sesempurna mungkin. Namun dengan kendala waktu dan sumber manusia dan keuangan kiranya dalam bentuknya yang sekarangpun undang-undang ini adalah undang-undang yang baik yang tentu terbuka untuk diperbaiki dalam perjalanan waktu. Kiranya tidak satupun unsur ketidaksempurnaan undang-undang ini yang melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara umum dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 secara khusus. Justru ia dirancang dan diundangkan sebagai bagian dari upaya Pemerintah untuk memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk membuka lapangan kerja bagi sebanyak-banyaknya Warga Negara Republik Indonesia dan dengan demikian memelihara tempat terhormat bagi Indonesia dalam pergaulan antar bangsa. Demikianlah Ketua dan para Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami muliakan. Pemerintah menyampaikan terima kasih atas kesabaran Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami muliakan dan para Pemohon untuk mendengarkan jawaban kami atas pertanyaanpertanyaan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Bersama ini Pemerintah menyampaikan jawaban atas pertanyaan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang telah dipersiapkan sebanyak dua belas eksemplar untuk disampaikan pada persidangan Pleno Mahkamah Konstitusi pada hari ini Rabu, tanggal 5 Desember 2007, yang merupakan bagian tak terpisahkan dengan keterangan lisan yang disampaikan Pemerintah terdahulu. Sekian dan terima kasih, wassalamu’alaikum Wr. Wb. 45.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.
Sudah siap dua belas itunya? Ada? Silakan petugas! 46.
PEMERINTAH : HATANTO PERDAGANGANAN)
REKSODIPUTRO
(SEKJEN
DEP
Kami mohon bertanya Yang Mulia? 47.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, masih ada lagi mau diteruskan?
29
48.
PEMERINTAH : HATANTO REKSODIPUTRO : SEKJEN DEP PERDAGANGANAN) Apakah kami bisa melanjutkan dengan menjawab pertanyaan Pemohon?
49.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Silakan.
50.
KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Interupsi Majelis.
51.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Dilanjutkan dulu pertanyaan yang tadi, oh yang kemarin. Diteruskan dulu.
52.
KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Interupsi dulu Majelis, sehubungan dengan dinamika persidangan Pemerintah telah tiga kali persidangan diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban dan cukup banyak memakan waktu sesuai dengan jadwal yang kita tetapkan pada sidang yang lalu padahal prioritas lebih kita utamakan pada saksi-saksi ahli. Saya khawatir kalau ini diperpanjang lagi maka hak dari saksi ahli yang kita handalkan untuk pembuktian ini semakin sedikit dan seperti sidang yang lalu jadi terpotong-potong. Dengan segala hormat saya pada Pemerintah saya kira kalau ada yang ingin disampaikan sebaiknya dibuat secara tertulis dan diserahkan saja dan tidak perlu lagi diuraikan secara lisan apa lagi dibacakan dengan memakan waktu yang cukup banyak. Terima kasih Majelis.
53.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Tidak apa-apa, maksudnya untuk meyakinkan. Nanti Saudara juga kalau perlu waktu cukup kita kasih juga dan nanti pada saatnya ahli dari kedua belah pihak juga kita beri waktu, bila perlu nanti sampai sore. Sekiranya cukup sidang ini kami anggap sudah cukup banyak informasi keterangan yang diberikan tapi seandainya nanti belum cukup, perlu buka sidang sekali lagi boleh juga. Jadi tidak perlu khawatir ya? Nah, sekarang kita dengar dulu ada pertanyaan yang diajukan oleh Pemohon dalam sidang yang lalu dan termasuk pertanyaan barusan saya kira baik dijawab sekarang. Tapi betul juga tadi jangan terlalu panjang. 30
54.
PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BID HUKUM DAN PERUNDANGAN DEP. PERDAGANGAN) Baik, Yang Mulia Ketua dan para Anggota Hakim Konstitusi yang terhormat, para Pemohon dan hadirin sekalian. Pemohon pada sidang yang lalu dan tadi bertanya tentang Pasal 1 ayat (1), Pasal 4 ayat (2), Pasal 8 ayat (2), Pasal 12 ayat (1) tentang bidang usaha dan mengapa badan untuk usaha tersebut diatur oleh Peraturan Presiden, Pemerintah berpendapat bahwa pertanyaanpertanyaan itu sudah dijawab pada hari pertama persidangan yaitu Pasal 4 ayat (2) di halaman 13. Pasal 1 ayat (1) di halaman 23 dan seterusnya. Pasal 8 ayat (2) di halaman 38 dan seterusnya dan Pasal 12 ayat (1) di halaman 47 dan seterusnya. Pemerintah tidak akan membacakan lagi untuk menghemat waktu jawaban-jawaban Pemerintah tersebut.
55.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ya, saya rasa begini pertanyaan menyangkut substansi tidak usah, karena begini, Pemerintah itu bukan pihak yang diadili di dalam perkara Mahkamah Konstitusi ini. Jadi karena itu biasanya kami menghindar ada dialog antara Pemohon dengan Pemerintah, tetapi kalau ada hal-hal yang sifatnya prosedural iyakan? Atau ada sifatnya itu soal bukti seperti tadi ditanyakan mengenai draft akademik, itu boleh itu dijawab, tetapi subsatansi permohonan tetapi saya rasa memang tidak usah.
56.
PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BID HUKUM DAN PERUNDANGAN) Tetapi mohon izin satu pertanyaan yang amat menarik.
57.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ya, silakan.
58.
PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BID HUKUM DAN PERUNDANGAN) Apakah Pemerintah—kata Pemohon—memperhatikan dissenting opinion dari Yang Mulia Hakim Maruarar Siahaan. Perkenankanlah Pemerintah mengutip artikel singkat yang ditulis seperempat abad yang lalu di bulan Desember juga, dimuat dalam Fokus bulan Desember 1982 tentang voting dalam pengadilan kita. Artikel ini mengatakan berkenaan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang baru pada waktu itu. Pasal 182 ayat (6) A menyebutkan, “bahwa jika terdapat kesatuan, tidak terdapat kesatuan pendapat di antara para hakim, maka putusan diambil dengan suara terbanyak”. Sayangnya 31
KUHAP seakan-akan mengambil over Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Nomor 14 Tahun 1970 pada waktu itu. Menjadikan rahasia dan catatan-catatan proses pengambilan putusan tersebut sehingga perbedaan pendapat menjadi tertututp sifatnya. Menurut artikel ini, karena voting entah dimungkinkan dalam suatu pengambilan putusan, maka pertimbangan-pertimbangan yang lebih baik yang dimuat dalam putusan dalam pengadilan tersebut. Pemuatan pendapat yang setuju dan yang tidak setuju dalam suatu putusan dapat memberikan gambaran seberapa jauh kekuatan pemikiran yang melahirkan keputusan tersebut. Keputusan yang diambil dengan perbandingan suara enam lawan satu (6:1) tentu lebih kuat dari keputusan yang diambil dengan perbandingan suara 4:3. Dari perbandingan suara tersebut dapat diperkirakan ke arah mana perkembangan hukum mengenai perkara itu di masa yang akan datang. Kembali kepada KUHAP yang memungkinkan voting dalam pengambilan putusan pidana, mudah-mudahan ketentuan ini dapat menerobos sikap paternalistik dalam masyarakat kita. Hakim junior yang sungkan terhadap hakim senior atau hakim anggota yang sungkan terhadap hakim ketua. Perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik atau keretakan, apalagi suatu perlawanan. Pada sisi lain hal itu bahkan membawa kemajuan yang tidak ada salahnya pendapat yang setuju dan tidak setuju beserta pertimbangan-pertimbangan hukumnya dimuat secara bersama-sama dalam suatu putusan. Atas dasar artikel ini Pemerintah memperhatikan dengan amat sungguh-sungguh dissenting opinion dalam setiap keputusan Mahkamah Konstitusi. Karena hal itu memperluas cakrawala pemikiran kita. Terima kasih. 59.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ya. Baik, jadi itu tambahan. Kemudian mengenai DIM dan RUU tetapi yang ditanyakan ini draft akademis. Bagaimana?
60.
KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Sebenarnya kami itu satu paket Majelis yang dibutuhkan, bahkan sampai notulensi Rapat Panja dan notulensi rapat Tim Khusus. Dimana itu selain di Panja ada Tim Khusus di situ yang dokumennya semua komprehensif supaya bisa digunakan dalam persidangan ini. Terima kasih Majelis.
61.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, jadi yang sudah diterimakan adalah DIM kemudian RUU-nya sedangkan yang lain, ini baik kepada Pemohon 21 dan Pemohon 22 sudah dapat ini. Kemudian risalah-risalah apakah itu bisa, di DPR itu ada 32
ya? 62.
DPR-RI : DWI PRIHARTOMO Kami akan usahakan nanti.
63.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ya, kalau dulu, zaman dulu ya, biasanya itukan risalah itu tidak dicatat atau draft misalnya, draft satu, draft sepuluh berubah setiap hari itu tidak ada lagi file-nya, sehingga tidak bisa ditelusuri perkembangan ide-ide. Nah, setelah ada Mahkamah Konstitusi ada keperluan itu untuk meng-file semua yang draft-draft yang berubah, itu termasuk juga di DPR. Itu sudah ada itu sekarang, sudah empat tahun masak tidak ada, begitu bukan? Jadi nanti diharapkan melalui Kepaniteraan tolong disediakan ya! Dikirim nanti supaya Pemohon dapat semua lengkapi apa yang sudah diterimakan? Begitu ya?
64.
KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Majelis mohon kata “diusahakan itu”, itu karena kita terikat pada waktu. Diusahakan bisa saja nanti setelah lewat sidang ini baru diadakan. Dengan segala hormat kepada Majelis saya berharap DPR bisa membantu kita di dalam proses persidangan.
65.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, kita kasih waktu saja, berapa? Tujuh hari dari sekarang, paling lambat tujuh hari dari sekarang sudah disampaikan kepada Kepaniteraan, supaya bisa dikirim segera oleh Kepaniteraan kepada Pemohon. Baik, kalau demikian sudah selesai ini proses klarifikasi. Sekarang kita dengarkan keterangan Ahli yang pertama yang diajukan oleh Pemohon dulu dan yang kedua nanti diajukan oleh Pemerintah dua orang. Supaya gampang karena Saudara Ahli tentu sudah mempelajari dengan seksama substansi permohonan ini bukan? Jadi saya berikan kesempatan kepada Ibu Hendri Saparini untuk bicara menyampaikan pendapatnya mengenai substansi permohonan ini. Kemudian setelah itu dilanjutkan saja dengan Ahli yang diajukan oleh Pemerintah, diurut misalnya Pak Chatib Basri, kemudian Pak Umar Juoro. Sesudah itu tiga selesai, saya persilakan Pemohon mengajukan pertanyaan, mendalami lagi baik kepada Ahli yang diajukan maupun yang diajukan oleh Pemerintah. Selanjutnya Pemerintah juga begitu. Bagaimana?
33
66.
KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Melengkapi apa yang dikatakan oleh Ketua Majelis, kami dari Pemohon memohon setelah Mbak Hendri, dua saksi ahli kami melengkapi apa yang menjadi pokok-pokok yang belum disampaikan akibat dari dinamika persidangan yang lalu, baru setelah itu kita beralih kepada Pemerintah dan baru ke pertanyaan sebagaimana yang dikemukakan oleh Majelis. Terima kasih.
67.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, baik, kalau begitu, boleh. Jadi sesudah itu Ibu Hendri kemudian Daeng ya, saya sebut Daeng, oh Pak Dr. Jayadi. Saya persilakan apakah mau duduk di sana atau mau berdiri boleh. Kalau mau meyakinkan boleh berdiri di situ. Bagaimana? Terserah!
68.
PEMERINTAH : MUALIMIN ABDI, S.H., M.H. (KABAG LITIGASI DEP HUKUM DAN HAM) Yang Mulia? Interupsi Yang Mulia?
69.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Siapa?
70.
PEMERINTAH : MUALIMIN ABDI, S.H., M.H. (KABAG LITIGASI DEP HUKUM DAN HAM) Saya, Mualimin Abdi Prof, di sini? Baik saya setuju, saya mohon izin Yang Mulia setelah Ahli yang pertama dari Pemohon, mohon kiranya diteruskan dengan Ahli dari Pemerintah Pak Umar Juoro, karena yang bersangkutan ada acara yang lain itu kira-kira jam satu Yang Mulia. Jadi minta dipertimbangkan ulang agar ahli yang sudah hadir nanti itu tidak mubazir. Kemudian Pak Chotib Basri juga barangkali juga sampai jam tiga, mohon dipertimbangkan Yang Mulia.
71.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Laris sekali ahli ini. Jadi bagaimana? Jadi sesudah Ibu Hendri, Pak Umar dulu ya? Nanti ditambah selang-seling, tidak apa-apa, begitu ya? Oke. Silakan, Ibu Hendri!
34
72.
AHLI DARI PEMOHON : DR. HENDRI SAPARINI Baik, terima kasih Yang Mulia.
Bismillahirrahmanirrahim, asssalamu’alaikum wr. wb. Bapak Ketua dan para Anggota Majelis Mahkamah Konstitusi yang kami muliakan. Terima kasih kami ucapkan atas kesempatan yang diberikan untuk menyampaikan pandangan kami terhadap UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal lahir pada saat angka pengangguran meningkat cukup tinggi dan kinerja investasi nasional, baik domestik maupun asing sedang turun. Anjloknya investasi nasional dan tidak diliriknya lagi Indonesia sebagian negara sebagai tujuan investasi seolah-olah menjadi pembenaran terhadap perlunya segera memiliki undang-undang yang sangat terbuka dan berbagi insentif bagi asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, mungkin bisa dilihat slide yang kami sampaikan. Baik, sambil saya lanjutkan, spirit dari Undang-Undang Penanaman Modal ini akhirnya adalah keterbukaan yang sebesarbesarnya untuk mengundang investasi asing. Semangat ini sampaisampai harus dicantumkan sebagai kebijakan dasar penanaman modal seperti tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) A, yaitu memberikan perlakuan yang sama bagi penanaman modal dalam negeri dan penanam modal asing, walaupun kemudian ditambah dengan embel-embel dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. Oleh karenanya, Undang-Undang tentang Penanaman Modal hanya semakin menempatkan Indonesia sebagai subordinasi atau kepanjangan tangan dari kepentingan global dan bukan turunan strategi dari visi kepentingan nasional, yaitu (tidak terekam). Bapak Majelis Hakim yang terhormat (...) 73.
KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Majelis, mohon dengan sangat walaupun ini sangat teknis, menyangkut data-data yang begitu penting karena sidang ini terbuka supaya kami dibantu agar data itu bisa kita tampilkan Majelis, terima kasih.
74.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Sambil jalan saja, jadi cara ngomong-nya Saudara pelan-pelan temponya, kalau ini tidak bisa kita kontrol ini, karena teknologinya dari Jepang soalnya, silakan.
35
75.
AHLI DARI PEMOHON : DR. HENDRI SAPARINI Baik, banyak sekali faktor yang menyebabkan anjloknya investasi nasional. Salah satu alasan utamanya adalah karena rendahnya kredibilitas Pemerintah di mata investor dalam membenahi masalah yang menghambat investasi seperti infrastruktur, energi, dan hambatan birokrasi. Janji Pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur misalnya tidak terwujud. Proyek jalan tol yang dalam Infrastructure Summit 2005, dijanjikan sebesar 1.500 km selama lima tahun dari 2005 sampai 2009 ternyata sampai dengan 4 Desember 2007 atau selama tiga tahun pertama hanya terealisasi 47,83 km atau 5,3% dari target. Hal yang sama terjadi pada masalah energi. Bagaimana mungkin berharap ada investor baru, kalau pasok energi untuk memenuhi kebutuhan industri yang ada saat ini saja belum mencukupi sehingga harus dilakukan beberapa pemadaman listrik secara bergilir. Demikian juga bagaimana mungkin akan terjadi pembangunan pabrik baru kalau kebutuhan gas yang ada saja tidak terpenuhi? Promosi investasi besar-besaran juga tidak akan berguna kalau orang yang sudah mau melakukan investasi saja masih dipersulit dalam perizinan. Memang benar, secara resmi biaya dan waktu proses perizinan lebih murah dan cepat, namun faktanya pengurusan perizinan yang jumlahnya sangat banyak masih susah dan memerlukan biaya tinggi. Hal tersebut terjadi pada pengurusan SIUPP, Surat Izin Domisili, PDP, HO, SK Kehakiman, UPL, NPWP, Izin Lokasi, IMB, dan banyak lagi surat administrasi khusus seperti izin usaha industri, tanda daftar rekanan, dan lain-lain. Bapak Majelis yang terhormat, rendahnya kredibilitas Pemerintah dan ketidakmampuan menciptakan birokrasi efektif, bersih, dan progresif ternyata hanya dijawab dengan pembuatan undang-undang yang sangat liberal. Model buka-bukaan ala Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ini bagaikan seorang gadis yang memilih untuk mengikat pria dengan buka-bukaan secara vulgar ketimbang memperbaiki kecantikan dan inner beauty-nya. Oleh karenanya jangan berharap akan masuk investor berkualitas, yang tertarik hanyalah para pengejar rente ekonomi di sektor sumber daya alam, mereka yang ingin memanfaatkan besarnya pasar domestik serta mereka yang memanfaatkan privilege birokrasi. Bapak Majelis Hakim yang terhormat, Undang-Undang Penanaman Modal seharusnya memiliki fungsi regulasi atau pengaturan, namun Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah mencampuradukkan antara fungsi regulasi dan promosi. Semangat buka-bukaan untuk mendatangkan investor asing sangat kuat dalam Undang-Undang Penanaman Modal ini. Hal tersebut sebagai wujud kepanikan Pemerintah terhadap penurunan kualitas pertumbuhan ekonomi dan keputusasaan birokrasi Pemerintah yang efektif, bersih, dan progresif. Bapak yang terhormat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah sebuah produk undang-undang yang 36
lahir sangat prematur. Undang-undang investasi pada dasarnya hanyalah salah satu bentuk regulasi yang diperlukan untuk mendukung strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi. Sebelum undang-undang ini disusun, maka harus ada terlebih dahulu strategi industri dan perdagangan nasional. Demikian juga strategi pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah. Untuk itu semestinya Pemerintah mendahulukan menyusun undang-undang pengembangan industri atau sekarang yang diajukan ke DPR disebut RUU Pengembangan Industri dan revisi undang-undang usaha kecil, yaitu RUU UMKM, namun hingga saat ini kedua RUU tersebut bahkan belum selesai dibahas di DPR. Akibat tidak adanya strategi industri dan perdagangan yang menjadi acuan dalam pengaturan investasi maka pada akhirnya menyebabkan tidak jelasnya peraturan-peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang tentang Penanaman Modal ini. Dalam penetapan bidang usaha yang tertutup atau terbuka dengan persyaratan, penetapannya tidak didasarkan pada pertimbangan apakah bidang tersebut strategis dan menyangkut kepentingan nasional atau tidak? Sebagai contoh, sektor minyak dan gas, sektor keuangan dan perbankan, sektor pertanian strategis tidak dibatasi kepemilikannya asingnya, tetapi sektor yang tidak strategis seperti rumah makan, gedung pertunjukan, dan lain-lain justru kepemilikan asingnya dibatasi. Bapak Majelis yang terhormat, model pembangunan ekonomi Indonesia selama ini menganut paham Konsensus Washington yang menekankan pada disiplin anggaran, liberalisasi suku bunga dan nilai tukar, liberalisasi perdagangan, liberalisasi investasi asing, privatisasi, dan penurunan peran Pemerintah. Model pembangunan ekonomi ala Konsensus Washington tersebut telah menyebabkan kesenjangan sosial ekonomi yang serius. Di satu sisi ada 37,2 juta orang yang harus cukup dengan biaya hidup sebesar 5.000 orang perhari. Pengeluaran ini termasuk sandang, pangan, papan, dan transportasi, kesehatan, dan sebagainya. Di sisi lain ada sekelompok kecil individu yang menguasai sebagian besar ekonomi nasional. Sebagai ilustrasi sebuah media cetak mengungkapkan bahwa 150 orang terkaya Indonesia menguasai aset lebih dari 400 triliun yang ini value-nya lebih dari separuh APBN tahun 2007. Semestinya kami siapkan beberapa slide untuk memperjelas. Demikian juga telah terjadi kesenjangan antar wilayah yang cukup lebar, ada wilayah yang memiliki pendapatan perkapita dan pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi di sisi lain ada wilayah yang selama bertahun-tahun tergolong daerah terbelakang dengan pendapatan perkapita rendah dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah pula. Kecenderungan lain yang sangat mengkhawatirkan adalah terjadinya peningkatan kepemilikan asing dalam ekonomi nasional. Bila sebelum krisis terjadi kesenjangan antara konglomerat dan usaha kecil, maka setelah krisis terjadi kesenjangan antara kepemilikan asing dan domestik.
37
Saat ini sektor-sektor strategis utama telah dikuasai asing seperti telekomunikasi, perbankan, minyak dan gas, barang tambang, air, dan lain-lain. Model pembangunan ekonomi selama ini juga telah menciptakan struktur industri yang dangkal dan memiliki ketergantungan impor yang sangat tinggi. Hal tersebut semestinya juga merupakan fakta penting yang mendasari penyusunan baik Undang-Undang Pengembangan Industri maupun Undang-Undang Investasi. Demikian juga konsentrasi industri yang selama ini selalu terpusat di Jawa-Bali akan dipertimbangkan dalam pengaturan investasi, ada aturan dan insentif yang jelas dalam pengaturan investasi yang akan mendorong penyelesaian berbagai masalah tersebut. Namun Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ternyata tidak mempertimbangkan berbagai permasalahan seperti di atas karena sekali lagi hanya syarat oleh semangat buka-bukaan. Bapak Majelis yang terhormat, model pembangunan ekonomi ala Konsensus Washington juga telah menyebabkan struktur ekonomi nasional piramida. Bagian atas piramida diisi oleh segelintir usaha besar baik konglomerat maupun perusahaan multinasional dengan struktur yang kuasi monopolistik atau oligopolistik serta memiliki hambatan masuk yang sangat tinggi, baik akibat modal, privilege, lisensi, dan lainlain. Kondisi demikian sudah barang tentu menyebabkan margin keuntungannya sangat tinggi dan akumulasi modal berlangsung dengan cepat. Sedangkan bagian bawah piramida terdiri dari jutaan usaha mikro, kecil, dan menengah dengan struktur yang sangat kompetitif dan memiliki hambatan masuk yang sangat rendah, dimana semua orang bisa dengan mudah masuk ke wilayah usaha tersebut. Dengan struktur yang sangat kompetitif margin keuntungan pengusaha menengah dan kecil menjadi sangat tipis sehingga akumulasi modalnya sangat lambat dan drop out rate-nya atau tingkat muncul matinya sangat tinggi. Struktur ekonomi piramida tersebut selain tidak efisien juga tidak adil dan dapat meningkatkan kesenjangan sosial ekonomi, namun sekali lagi, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal tidak mempertimbangkan masalah ini. Bapak Majelis Hakim yang saya hormati, hubungan yang terjadi antara usaha besar di bagian atas piramida dengan usaha kecil di bagian bawah piramida tidak merupakan hubungan yang adil dimana pengusaha besar dengan bargaining power-nya yang besar dengan kekuatan modal maupun kepemilikan lisensi telah mengeksploitasi usaha kecil menengah di bawahnya. Premis bahwa apabila usaha besar maju maka secara otomatis usaha kecil juga ikut berkembang adalah pendapat umum yang tidak sesuai fakta. Tingginya tingkat entry dan exit kelompok usaha kecil menengah menunjukkan adanya tingkat kompetisi dan eksploitasi pada pengusaha kecil yang sangat tinggi. Majelis Hakim yang terhormat, model pembangunan ekonomi yang dipilih selama ini juga tidak mampu menyelesaikan masalah pengangguran dan kemiskinan. Pada dasarnya, pengangguran dan 38
kemiskinan terkait dengan kebijakan perdagangan, industri, dan pengaturan investasi. Seperti telah kami sampaikan sebelumnya, saat ini tingkat pengangguran dan kemiskinan masih sangat tinggi. Pemerintah berasumsi bahwa masuknya investasi akan menyelesaikan masalah pengangguran dan kemiskinan. Seperti diketahui fakta menunjukkan bahwa saat ini porsi penganggur yang tidak terdidik, hanya memiliki tingkat pendidikan maksimal sekolah menengah pertama, jumlahnya lebih dari 54 persen. Sementara fakta lain menunjukkan bahwa tingkat penerapan tenaga kerja pada investasi besar dan asing relatif rendah, ini terjadi karena investasi dilakukan adalah investasi padat modal dan padat teknologi. Oleh karenanya strategi buka diri yang berlebihan pada UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal tidak menjamin akan menyelesaikan masalah pengangguran. Hal yang sama terjadi pada masalah tingkat kemiskinan Indonesia yang kronis. Kegagalan dalam menyelesaikan masalah kemiskinan harus kita akui tidak hanya diakibatkan oleh terbatasnya anggaran pengentasan kemiskinan. Sebagaimana diketahui, anggaran kemiskinan sejak tahun 2005-2007 bahkan nantinya tahun 2008 terus meningkat tajam. Tahun 2005 hanya sebesar 23 triliun, tahun 2007 hanya 51 triliun, dan tahun 2008 direncanakan 79 triliun. Namun, dalam waktu bersamaan tingkat kemiskinan juga meningkat, jumlah orang miskin meningkat sehingga pada saat ini berjumlah 37 juta orang. Ini terjadi karena tidak adanya strategi pengentasan kemiskinan yang efektif dengan dukungan kebijakan yang komprehensif. Pengentasan kemiskinan tidak akan berhasil bila pada saat bersamaan diberlakukan kebijakan perdangan dan industri yang liberal. Sebagai contoh, masuknya berbagai produk industri dengan teknologi dan nilai tambah rendah telah merampas pangsa pasar usaha mikro, kecil, dan menengah. Dengan demikian kebijakan liberal akan kontraproduktif terhadap upaya penyelesaian pengangguran dan kemiskinan. Bila dengan pilihan kebijakan saat ini dijalankan saja ternyata dampaknya sudah sangat negatif terhadap pengentasan kemiskinan dan pengangguran, apalagi bila Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang justru melegalisasi semangat liberal diimplementasikan. Karena itu Bapak Majelis Hakim yang terhormat, kami menganggap bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ini tidak akan mampu menjawab permasalahan sosial ekonomi Indonesia, bahkan dikhawatirkan dapat memperparah permasalahan yang terjadi saat ini. Seperti yang dikatakan tadi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal memang tidak sempurna dan sangat banyak kekurangan. Lebih jauh, undang-undang ini berpotensi menjadikan ekonomi nasional hanya sebagai subordinasi dari kepentingan asing dan Indonesia hanya akan menjadi korban globalisasi.
39
Demikian yang bisa saya sampaikan, semestinya ada banyak klarifikasi yang akan kami perjelas dengan berbagai data, mungkin dalam kesempatan lain apabila diperlukan akan kami sampaikan. Terima kasih.
Assalamu'alaikum wr. wb. 76.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.
Wa’alaikumsalam, berarti ini bagaimana Pak Umar? Jadi Pak Umar dulu setelah itu Pak Chatib. Apa betul ini buka-bukaan ini? Dan nanti kalau misalnya ada waktu nanti bisa ditayangkan lagi sambil dicek ini perkembangannya dan nampaknya kita sidang sampai sore ini karena ini sampai pukul duabelas kita selesaikan dua ini nanti setelah itu harus istirahat kita baru mungkin tanya jawabnya sudah masuk kembali, begitu ya? Saya persilakan dulu Pak Umar. 77.
AHLI DARI PEMERINTAH : DR. UMAR JUORO, S.E., M.A., MAPE Terima kasih Ketua dan Hakim Anggota Mahkamah Konstitusi yang terhormat, para Pemohon Wakil Pemerintah, wakil DPR, para Ahli, dan hadirin sekalian.
Assalammu’alaikum wr. wb. Sebagaimana sumpah yang telah kami sampaikan tadi kami berusaha untuk menyampaikan pandangan ini adalah seobjektif mungkin berdasarkan kepada data-data maupun studi terutama akademik yang telah dilakukan berkaitan dengan masalah investasi dan kaitannya dengan pembangunan. Kami melihat bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 ini adalah dalam rangka untuk memfasilitasi perkembangan investasi baik investasi dalam negeri maupun investasi dari luar negeri. Betul yang dikatakan oleh banyak pihak dan juga dinyatakan di dalam satu studi yang dilakukan oleh lembaga PBB atau UNCTAD Indonesia mempunyai performa atau kinerja dalam investasi yang sangat rendah bahkan studi dari UNCTAD ini membagi negara-negara terutama yang anggota PBB di dalam prestasi atau kinerja PMA yang tinggi dan kinerja yang rendah dimana sebenarnya kalau bisa ditayangkan lebih bagus lagi. Dimana kinerja yang tinggi itu adalah dibagi lagi yang disebut sebagai front runners yang paling unggul itu adalah pelari terdepan adalah seperti negara Chili, Cina, dan Singapura dan kita tahu bahwa Cina ini adalah bukan negara kapitalis tetapi sosialis komunis sedangkan yang potensial adalah Vietnam. Indonesia tergolong sebagai under performance menurut laporan UNCTAD bersama-sama dengan Bangladesh, Myanmar, Nepal, dan Philipina. Jadi dalam rangka untuk mendorong perkembangan investasi, perbaikan kebijakan, maupun undang-undang itu perlu dilakukan untuk memberikan kepastian kebijakan investasi. Karena 40
perkembangan investasi ini dari pengalaman Indonesia maupun juga pengalaman negara-negara lain terutama di Asia menunjukkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi melalui kegiatan yang berorientasi ekspor, menciptakan kesempatan kerja, dan juga dalam alih kemampuan manajemen dan teknologi. Tapi tentu kami perlu tegaskan di sini adalah bahwa peran dari investasi khususnya modal asing ini adalah salah satu sarana tidak segala-galanya di dalam mendukung pertumbuhan, kesempatan kerja, maupun alih kemampuan manajemen dan teknologi. Majelis Hakim yang kami hormati, dari studi PBB tersebut juga menunjukkan bahwa dari responden investor yang berkeinginan untuk melakukan investasi di negara maju maupun negara berkembang seperti yang kita duga adalah Cina menempati urutan pertama, 52 responden menginginkan ini investasi di Cina, nomor dua adalah India yang mengalahkan keinginan untuk investasi di AS dan Indonesia adalah tentu jauh di bawah 5% dari minat untuk menanamkan investasi, ini adalah keadaan yang serius. Kalau kita lihat di halaman 5—langsung saja, ini kalau di halaman 5 menunjukkan bahwa tertinggal Indonesia di dalam menarik investasi ada perbaikan tapi hanya sampai mencapai lima miliar US dolar pada tahun 2006 dan kita lihat adalah investasi itu adalah masuk semuanya ke Cina. Jadi Cina mencapai 68 miliar US dolar, Hongkong mencapai 70 itu kalau sudah digabungkan sudah 140-an miliar US dolar kurang lebih dimana sekitar 200 miliar US dolar investasi asing itu adalah masuk ke Asia. Selanjutnya, Majelis Hakim yang kami hormati ini kalau kita lihat PMA Indonesia relatif terhadap negara lain mungkin agak kecil gambarnya tapi saya sebutkan saja. Kalau kita lihat secara ekonomi sebetulnya data-data ekonomi yang makro sifatnya dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia atau bahkan dengan Cina, Indonesia adalah tidak dapat dikatakan telah dikuasai oleh modal asing. Kalau kita lihat pada data itu pada yang baris yang pertama ini adalah data dari PBB UNCTAD, mereka yang mengkompilasi data ini karena menganggap pentingnya aliran modal ke negara-negara berkembang kita lihat bahwa pada tahun 2006 itu untuk inward atau modal asing yang masuk ke Indonesia itu adalah 6,4%--paling pojok kanan di atas, dari 6,4% dari total pembentukan modal di Indonesia. Kalau kita lihat sampai dengan tahun 1990-2000 adalah kolom satu, dua, tiga, atau empat, dari kanan itu hanya 1,9%, jadi ada peningkatan sebetulnya. Kalau kita bandingkan dengan Cina itu adalah persentase modal asing PMA atau foreign direct investment itu adalah 8% dari pembentukan total modalnya yang ada di Cina. Jadi Cina lebih besar peran modal asing dalam totalitas ekonominya dibanding di Indonesia. Kalau kita bandingkan dengan Malaysia tahun 2006 di baris ketiga itu adalah bahwa 20% dari total pembentukan modal di Malaysia itu adalah berasal dari PMA atau foreign direct investment dibandingkan dengan Indonesia yang hanya 6,4%. Kalau kita bandingkan dengan 41
negara-negara Asia Tenggara itu adalah 20,9% dari pembentukan modalnya itu adalah berasal dari FDI atau PMA atau modal asing dibandingkan Indonesia yang hanya 6,4 %. Hal yang perlu kita perhatikan di sini adalah bahwa tentu masih ada keterbukaan bagi kita dan perlu untuk memperbaiki, baik itu kebijakan lalu peraturan-peraturan yang lain yang intinya adalah kredibilitas tanpa harus terlalu khawatir bahwa perekonomian kita sudah dikuasai oleh asing menurut data-data makro yang saya kutip dari UNCTAD ini. Dalam hal yang mengkhawatirkan, sebetulnya adalah kalau kita lihat kembali pada Indonesia di situ, pada tahun 2006, 3,9 dari persentase pembentukan modal hal itu adalah keluar dari Indonesia. Jadi karena lingkungan yang tidak menarik itu adalah modal asing masuk, tapi juga modal Indonesia keluar dan dugaan kami—nanti kami akan berusaha mencari data-data itu—adalah lari ke Cina untuk investasi di sana. Jadi ini yang saya kira juga kita perhatikan di dalam masalah investasi, bukan saja investasi yang masuk ke Indonesia tapi investasi yang ke luar negeri. Kalau kita perhatikan dari tahun 1990-2000 itu hanya 1,4% dari pembentukan modal itu lari keluar. Tahun 2006 3,9%, 4% mengalami peningkatan itu adalah kalau kita lihat dari segi flow atau aliran modal masuk atau keluar. Kalau kita perhatikan data stock itu adalah bagian kedua—itu stock artinya apa yang ada dalam bentuk bangunan, dalam bentuk permesinan, dan lain-lain, kalau flow itu yang mengalir atau keluar masuknya. Kalau kita lihat secara stock, PMA di Indonesia atau foreign direct investment itu adalah 5,2% tahun 2006, ini kembali ini data dari PBB dari persentase PDB kita. Jadi PDB, kalau yang tadi adalah persentase dari pembentukan modal, ini adalah PDB jadi kemampuan kita menghasilkan ekonomi. Itu modal asingnya 5,2% dari gross domestic product dari PDB kita. Kalau kita lihat di China itu adalah bahwa FDI stock, stok dari modal asing itu adalah 11,1% dari total PDBnya jadi dua kali lipat dari Indonesia. Kalau kita lihat dari Malaysia adalah lebih dari 1/3, 36% dari PDB-nya itu—maksud saya adalah stok dari PMA di Malaysia itu adalah 36% dari PDB-nya. Jadi kalau mau dilihat di sini Indonesia masih jauh relatif aman dibandingkan Malaysia atau bahkan Cina dalam peran modal asing relatif terhadap kemampuan kita memproduksi ekonomi. Kalau kita lihat di negara-negara Asia Tenggara itu adalah persentasenya adalah stok PMA, stok modal PMA atau FDI stock itu adalah 39,5%. Jadi 40% itu adalah bentuk FDI dari total PDBnya kembali untuk Indonesia hanya 5,2%. Yang justru mengkhawatirkan kita itu adalah kalau kita lihat dari outward-nya, jadi stock modal yang pindah dari Indonesia tentu saja ini adalah banyak milik Indonesia itu adalah 4,8%. Jadi kalau kita lihat dari stock-nya itu data ini menunjukkan bahwa kurang lebih sama stock yang masuk dengan stock yang keluar. Inilah masalah serius yang harus kita hadapi dalam memfasilitasi investasi di Indonesia. Jadi kalau mau dilihat dari angkaangka makro ini sebetulnya dibandingkan dengan Malaysia, 42
dibandingkan Cina, dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, dan negara-negara berkembang lainnya Indonesia adalah tidak di dalam kondisi yang berbahaya dalam pengertian penguasaan modal asing. Majelis Hakim yang kami hormati, selanjutnya kalau kita lihat apakah betul bahwa modal asing itu adalah salah satu sarana bukan segalanya karena kami akan menjelaskan selanjutnya nantinya adalah bahwa tanpa ada partisipasi dari modal dalam negeri atau perusahaan dalam negeri itu tidak akan banyak menghasilkan hal yang optimal. Kalau kita lihat di sini korelasi antara modal asing dan pertumbuhan di 47 negara, baik negara maju atau negara berkembang itu menunjukkan bahwa korelasinya itu memang berbeda-beda di setiap negara. Pada umumnya negara-negara di Afrika itu adalah pertumbuhan ekonominya relatif rendah dan juga kemampuan dalam mendatangkan modal dari luar itu relatif rendah juga. Negara-negara di Asia termasuk di Indonesia ini adalah data sampai dengan tahun 1991, studi selanjutnya bisa mengupdate mengenai data ini Indonesia adalah pada relatif lebih di kanan dimana pertumbuhan ekonomi dan masuknya modal asing bisa sejalan. Langsung saja ke halaman yang berikutnya lagi, di industri inilah yang sebetulnya dari studi yang dilakukan di Harvard Business School menunjukkan bahwa korelasi yang kuat antara pertumbuhan ekonomi dengan modal asing atau foreign direct investment terutama di industri manufaktur, karena apa? Karena dia akumulasi modalnya bisa berjalan lalu kemudian juga penyerapan tenaga kerja dibandingkan dengan sektor primer maupun sektor sekunder. Langsung saja ke tayangan berikutnya di nomor 11, nah ini kalau kita lihat dari berbagai studi—ini maaf karena masalah waktu jadi kami langsung mengambil saja hasil studi—itu baris ketiga itu studi yang di tahun 1996 itu menunjukkan bahwa perusahaan yang dimiliki oleh modal asing itu membayar tenaga kerja baik itu tenaga kerja blue collar atau tenaga kerja yang tidak berketrampilan, itu adalah 12% lebih tinggi. Ini salah satu studi tentu ada studi yang lainnya juga daripada perusahaan lainnya itu, lalu kemudian untuk white collar atau pekerja-pekerja profesional itu adalah lebih tinggi 22%, studi ini juga terjadi di negara-negara apakah itu di Latin Amerika bahkan juga di Afrika dimana sebetulnya kemampuan dari institusi pemerintahannya relatif rendah. Jadi pada umumnya itu adalah perusahaan asing bisa lebih membayar upah yang lebih tinggi dari perusahaan-perusahaan yang lainnya, ini yang korelasi antara upah kesempatan kerja dengan modal asing. Yang selanjutnya adalah kalau kita lihat di dalam apakah benar bahwa modal asing bisa menciptakan research and development, di halaman yang selanjutnya, tayangan selanjutnya, ini menunjukkan studi yang telah dipublikasi di dalam jurnal Economic Development and Cultural Change pada tahun 1994-1996 studi itu dilakukan pada waktu PMA relatif tinggi di Indonesia itu adalah pada umumnya industri-industri yang dari modal luar negeri ini melakukan kegiatan research and development. Jadi ada kegiatan yang mentransfer teknologi. Tentu saja 43
berbeda-beda antara satu industri dengan industri lain, misalnya dalam industri makanan itu adalah 35% lebih, hampir 36% melakukan research and development dari 35% dari keseluruhan perusahaan asing. Juga di dalam industri sepatu misalnya, lalu kemudian juga di dalam industri kimia, itu mereka yang melakukan research and development dan biasanya adalah kegiatan ini menyebar kepada industri-industri kecil dan menengah, itulah yang disebut sebagai multiplier effect atau spill over dari research and development. Studi ini menunjukkan bahwa spill over bisa terjadi—tentu saja ini pengalaman Indonesia—semakin tinggi, semakin baik, semakin kredibel kebijakan Pemerintah baik dalam industri maupun investasi ekonomi pada umumnya spill over yang telah terjadi ini pengalaman Indonesia ini tentu bisa ditingkatkan kembali dalam berbagai jenis industri dan kalau kita lihat dalam kesempatan kerja tentu saja seperti juga tadi disampaikan terdahulu dalam laporan Pemerintah bahwa 1/3 pekerja itu adalah yang bekerja di sektor formal, relatif tentu pekerja kita adalah sebagian besar bekerja di sektor informal. Mengapa studi PBB ini menekankan pentingnya aliran modal dari luar? Itu adalah dalam rangka untuk menciptakan kesempatan kerja yang berupah tinggi dan juga meningkatkan keterampilan serta menciptakan spill over dalam teknologi. Jadi dengan kata lain adalah semakin baik memfasilitasi aliran modal ini dan juga semakin kredibilitas kebijakan Pemerintah semakin tinggi, maka semakin banyak pekerja yang akan bisa masuk ke sektor yang berupah tinggi dan juga mempunyai keterampilan, tapi kembali inilah tidak taken for granted. Harus dilakukan upaya-upaya lebih lanjut. Kalau kita lihat contoh analisis di dalam industri ekstraktif terutama adalah pertambangan, minyak dan gas pada tayangan nomor 15, itu memang bisa kita lihat ini adalah kerangka analisa yang dilakukan oleh PBB, karena apa? Karena menyadari bahwa peranan dari modal asing itu adalah kalau dikelola dengan baik itu akan menimbulkan effect yang lebih banyak positifnya daripada negatifnya. Kerangka analisa yang dilakukan adalah mencakup kalau kita lihat TNC ini ialah Trans National Corporation itu adalah economic impact-nya, pengaruh ekonominya, apakah pengaruh langsung itu dalam bentuk kesempatan kerja, dalam bentuk misalnya penerimaan pajak dan royalti ke Pemerintah. Pengaruh tidak langsung dalam pengertian misalnya transfer teknologi. Lalu kemudian menyebar dalam kegiatan industri domestik dan kemudian kita lihat juga pengaruh secara langsung di dalam ekonomi makro yang tadi antara lain saya sebutkan seperti pajak, royalti, deviden. Tapi juga perlu diperhatikan terutama dalam industri ekstraktif ini pengaruh lingkungan. Ini yang menjadi perhatian banyak dari negara-negara tidak saja negara berkembang tapi juga negara maju karena persyaratan- persyaratan lingkungan perlu diperhatikan. Yang berikutnya juga memperhatikan mengenai sosial dan pengaruh politik, apakah itu berkaitan dengan kesehatan, keselamatan, pengaruh sosial terhadap komunitas lokal, lalu kemudian berkaitan 44
dengan hak asasi manusia, lalu kemudian berkaitan dengan korupsi dan implikasi politik lainnya. Apa yang ingin kami sampaikan di sini adalah bahwa studi ini menyadari bahwa ada dua sisi, satu sisi positif, ada sisi negatifnya. Hal yang paling penting dari konklusi studi ini ini yang sebetulnya ada di website dari UNCTAD menunjukkan bahwa negaranegara yang mempunyai kerangka hukum yang jelas dan dilaksanakan dengan baik, kredibilitas kebijakan Pemerintah baik, itu mendapatkan net benefit atau keuntungan netto yang lebih besar daripada kerugiannya, ini yang harus diperhatikan. Dan kelihatan bahwa dari studi PBB ini menunjukkan negara-negara di Asia pada umumnya adalah lebih mampu untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar dari aliran modal ini ketimbang di negara-negara Latin Amerika dan juga di Afrika, ini adalah studi yang konklusif, tetapi kembali menekankan bahwa apakah modal ini berkaitan dengan bagaimana pengentasan kemiskinan, bagaimana dengan ketimpangan, itu sangat tergantung kepada kredibilitas kebijakan Pemerintah. Karena kalau kita lihat tentu saja upah yang lebih tinggi di industri yang modern dan besar bisa menciptakan ketimpangan, tapi kalau kebijakan Pemerintah bisa mengatasi masalah ini maka efekefek negatifnya bisa dikurangi. Kalau kita lihat di halaman 16 misalnya, ini terlihat bahwa sekalipun kalau dilihat dari negatifnya kesempatan kerja dari perusahaan-perusahaan PMA di sektor ekstraktif yaitu pertambangan minyak dan gas, hanya satu persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia karena ini tahun 1996, jumlah tenaga kerja Indonesia itu 85 juta, tapi kalau kita lihat Indonesia adalah relatif bagus 0,9% dibanding Malaysia yang hanya 0,5% dari total tenaga kerjanya yang sebesar 6,4 juta tenaga kerja. Apalagi dibandingkan dengan Tanzania yang hanya 0,2, Vietnam pun hanya 0,3. Jadi yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa kalau kita bisa mengelola dengan baik berdasarkan pengalaman kita sendiri juga berdasarkan pengalaman dari negara lain maka manfaat dari aliran modal ini adalah lebih besar daripada kerugiannya, tapi pengalaman dari negara-negara Afrika yang banyak diuraikan sangat rinci oleh studi dari UNCTAD ini menunjukkan bahwa kalau modal asing masuk sementara kemampuan tidak memadai, itu seperti yang kita lihat pada kasus Tanzania, Kenya, atau Nigeria tidak memberikan manfaat yang optimal kepada masyarakat. Jadi kembali adalah sangat bergantung kepada kemampuan Pemerintah tuan rumah di dalam mendapatkan manfaat yang optimal dari masuknya modal ini. Majelis Hakim yang kami muliakan tantangan kita—di halaman 19, jadi jelas sekali—halaman 18, bahwa aliran modal asing ke negaranegara Asia Timur tahun 2006 saja itu mencapai 200 miliar, mereka akan pergi kemana negara atau perekonomian yang sangat menarik, seperti yang saya sampaikan tadi adalah lebih dari setengah persen responden yang akan menanamkan modalnya itu akan lari ke Cina dan menyedihkannya adalah kemungkinan lebih besar lagi kalau kita tidak melakukan langkah-langkah yang menurut kami adalah antara lain dilakukan di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 ini, maka 45
modal Indonesiapun ikut mengalir ke Cina, inilah yang perlu kita lakukan. Betul bahwa kita harus memperbaiki birokrasi, kita harus memperbaiki lembaga peradilan kita yang berkaitan dengan investasi dan perdagangan dan kita harus memperbaiki aspek-aspek lain, inilah realitas yang harus kita hadapi. Kerangka kelembagaan dan peraturan yang dikelola Pemerintah yang akuntabel sangat penting, karena Pemerintah inikan lima tahun berganti, tapi kita harapkan Pemerintah inilah akuntabel juga bisa kredibel di dalam bernegosiasi, di dalam mengelola investasi yang datang ke Indonesia. Tentu saja investor yang bertanggung jawab juga menjadi penting, ini adalah interaksi kedua belah pihak, karena itu mengapa negara seperti Cina dan India itu, terutama Cina, belakangan adalah Vietnam itu sangat percaya diri di dalam menghadapi para investor. Kalau kita kredibel, institusi-institusi kita, peradilan, pemerintahan, birokrasi termasuk pemerintah daerah adalah kuat dan terus mengalami perbaikan maka posisi tawar kita akan sangat tinggi karena potensi Indonesia yang sangat tinggi juga. Perlu kami tegaskan lagi sebagai penutup adalah bahwa jumlah penerimaan bersih atau net revenue dari pendapatan yang kita peroleh dari masuknya modal ini adalah sangat bergantung kepada bagaimana nilai tersebut dibagikan antara tuan rumah, pihak tuan rumah, baik itu adalah Pemerintah maupun pelaku usaha dalam negeri dengan faktor produksinya modal dan tenaga kerja, tentu saja juga memperhitungkan biaya lingkungan dan sosial yang diperhitungkan. Perlu kami tambahkan di sini bahwa kegiatan modal besar atau PMA maupun juga PMDN yang pada tayangan terakhir, kalau kita mampu memperbaiki kebijakan dan mengarahkan apa yang telah dilakukan sekarang misalnya adalah pada industri kendaraan bermotor, adanya subkontrak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri, maupun seperti perusahaan Jepang itu bisa dilakukan, sekalipun tadi dijelaskan bahwa peraturanperturan yang kita tandatangani di GATT itu tidak lagi memungkinkan adanya local content, tapi bagaimanapun supply industry atau supplier atau subcontracting industries itu akan lebih efisien, lebih murah, bagi industri besarnya kalau itu berada di negara yang bersangkutan, inilah yang dilakukan oleh negara lain terutama di Cina. Begitu pula kalau kita lihat di perbankan, misalnya perbankan yang untuk mendapatkan keuntungan mereka pun masuk kepada kegiatan dana simpan pinjam, misalnya dilakukan oleh bank tertentu yang sebetulnya adalah mengembangkan kegiatan ekonomi mikro. Jadi dalam ekonomi yang relatif terbuka, interaksi dalam pengertian bisnis dan ekonomi itu dimungkinkan antara yang besar dengan yang kecil, tapi tidak taken for granted. Butuh upaya dari Pemerintah maupun dari dunia usaha itu sendiri, karena kegiatan yang mikro sifatnya, UKM sifatnya, itu juga memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak. Begitupula PMA dapat berperan di dalam community development, karena sekarang ada Kyoto Protocol untuk masalah lingkungan, ada 46
corporate social responsibilities, perusahaan-perusahaan yang besar kalau dia tidak memperhatikan ini maka dalam perekonomian yang terbuka sekarang ini pasti akan dirugikan paling tidak dalam kaca mata image mereka di tingkat pasaran dunia. Inilah yang kami sampaikan Majelis Hakim yang terhormat, jadi kembali bahwa upaya-upaya sangat perlu kita lakukan dan UndangUndang Nomor 25 ini adalah sebagai salah satu upaya untuk memberikan kepastian investasi, baik itu yang masuk atau mencegah terlalu banyak investasi yang keluar, tetapi kembali yang kami tekankan bahwa pekerjaan rumah demikian masih besar, itulah yang harus dilakukan oleh baik Pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat secara keseluruhannya. Karena nilai bersih dari kegiatan penanaman modal ini adalah sangat bergantung bagaimana stakeholders, tidak hanya Pemerintah tetapi masyarakat termasuk LSM ikut terlibat di dalam menentukan prioritas mana yang memberikan keuntungan terbesar bagi negara dan bangsa Indonesia ini. Terima kasih, wassalamu’alaikum wr. wb. 78.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.
Wa’alaikumsalam. Baiklah dua-duanya masuk akal ini. Nah nanti saya persilakan keterangan tertulis, data-data tadi ya ditambahkan melalui Pemohon dan melalui Pemerintah untuk dilengkapi termasuk kalau mau ditambah lagi dengan data-data yang belum dibawa, sekarang saya persilakan. Dan pada saatnya nanti Ibu Hendri Anda akan mempunyai kesempatan untuk menayangkan datanya, supaya jangan dianggap ini kok berpihak ini, ITnya ini, ya bukan? Tapi kita selesaikan dulu satu Pak Basri, Chatib Basri, sebelum kita istirahat. Silakan. 79.
AHLI DARI PEMERINTAH : DR. CHATIB BASRI Baik, terima kasih. Yang Mulia kalau diizinkan mungkin saya bicara di depan? Yang Mulia Ketua dan Anggota Hakim Mahkamah Konstitusi, yang terhormat para Pemohon, Wakil DPR RI, para Ahli, dan Hadirin sekalian, Assalamualaikum wr. wb., salam sejahtera bagi kita semua. Pertama-pertama izinkan kami menyampaikan terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada kami sebagai ahli Pemerintah dan di sini kami akan menyampaikan pandangan objektif kami mengenai isu ini, ini sambil menunggu teknologinya. Ada beberapa hal yang ingin kami sampaikan di sini Yang Mulia. Yang pertama adalah dari Ahli Pemohon kalau kita mendengarkan presentasinya, isu yang paling penting dan saya kira kita semua yang ada di dalam ruangan ini sepakat bahwa tujuan akhir dari pembangunan 47
pada akhirnya ialah untuk kesejahteraan masyarakat, untuk pengentasan kemiskinan. Ketika kita berbicara mengenai penciptaan lapangan kerja, ketika kita bicara masalah pertumbuhan ekonomi yang kita bicarakan sebetulnya adalah masalah bagaimana mengentaskan kemiskinan, karena itu adalah tujuan yang pada akhirnya kita mencoba mensejahterakan masyarakat kita. Ketika kita bicara mengenai kemiskinan tadi Ahli dari Pemohon sudah menyampaikan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia itu masih relatif tinggi dan saya kira kita sepakat dengan ini walaupun ada suatu klarifikasi bahwa tahun 2007 angka kemiskinan itu lebih rendah dibandingkan dengan 2006. Kalau kita ingin lihat persentasenya 17,75% turun menjadi 16,67%, nanti akan saya tampilkan datanya. Tetapi satu hal yang ingin saya sampaikan di sini Yang Mulia, berkaitan dengan angka kemiskinan adalah mengapa angka kemiskinan di tahun 2007 menurun dibandingkan dengan 2006? Karena kemiskinan di Indonesia itu sangat sensitif kepada harga. Jadi ketika Pemerintah bisa mengontrol harga, mengendalikan harga terutama harga beras maka persentase penduduk miskin itu akan menurun, tetapi ada persoalan di sini, saya kira ini angka yang dikutip dimana-mana. Kalau kita menggunakan garis kemiskinan satu dolar per hari, ini adalah angka yang digunakan oleh Bank Dunia sebagai patokan untuk tahun 2006, maka persentase penduduk miskin kita hanya 4,8%, satu dolar per hari. Tetapi kalau garis kemiskinan ini digunakan dua dolar per hari maka presentase penduduk miskin akan naik 45,4%, apa artinya?Artinya bahwa sebagian besar penduduk Indonesia itu hidup di sekitar garis kemiskinan. Artinya pula kenaikan harga yang sedikit sekali tidak dalam garis kemiskinan akan membuat penduduk miskin bertambah. Karena itu kebijakan harga adalah kebijakan yang bersifat temporer. Salah satu cara untuk menolong orang miskin adalah menciptakan lapangan kerja. Ini adalah solusi jangka panjang, kita tidak bisa terus menerus menolong orang miskin hanya dengan membuat harga beras menjadi lebih murah, hanya dengan membuat inflasi bisa dikendalikan tetapi ada yang jauh lebih penting adalah bagaimana orang miskin bisa keluar dari kemiskinan dengan cara mereka mendapatkan pekerjaan. Isu dari pekerjaan inilah yang menjadi sangat penting Yang Mulia yang kemudian kita harus lihat. Di dalam konteks ini, saya ingin menyampaikan beberapa data sambil nanti di dalam proses apa sumber dari penciptaan lapangan kerja di Indonesia? Kalau kita menggunakan data input-output table yang terakhir adalah tahun 2002, angka ini dari BPS lebih dari 40%. Ini adalah datanya Yang Mulia, ini yang saya sampaikan tadi bahwa kalau dengan satu dolar itu hanya 4,8%, tapi kalau naik ke atas itu kemudian menjadi tinggi sekali, yang ingin saya sampaikan juga adalah bahwa untuk menciptakan lapangan kerja yang dibutuhkan adalah investasi. Di sini saya akan tampilkan datanya bahwa berdasarkan data dari input output tahun 2002 dari data BPS itu ada sekitar lebih dari 47% itu datangnya dari investasi. Ketika saya berbicara 48
mengenai investasi maka kita tidak membedakan investasi kecil, asing, maupun domestik. Dan saya kira isu di dalam undang-Undang Penanaman Modal ini tidak hanya terbatas isu mengenai asing, domestik, besar, atau kecil secara khusus, tetapi kita membicarakan mengenai undang-undang investasi di Indonesia. Mengapa isu investasi ini menjadi penting? Jika kita melihat bahwa penciptaan lapangan kerja yang banyak sekali terjadi itu sebetulnya diciptakan oleh UKM Yang Mulia. Kalau kita melihat bahwa perusahaan yang di sektor formal itu penciptaan lapangan pekerjaannya terbatas, tapi kalau UKM yang perusahaan kecil menengah itu penciptaannya lapangan kerjanya banyak, sayangnya mereka yang bekerja di bawah sektor menengah gajinya itu relatif kecil, di dalam grafik ini bisa dilihat. Ini adalah grafik dari upah sektor formal, ini adalah informal banyak sekali UKM ini di dalam informal, artinya apa? Mereka bekerja tetapi tidak keluar dari kemiskinan. Tujuan utama orang bekerja bukanlah untuk mencari pekerjaan tetapi mencari uang, orang tidak bekerja mencari kerja tapi mencari uang. Karena itu kita harus lihat kemudian tingkat upahnya. Bisa dilihat dari sini bahwa upah dari sektor formal, itu meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan sektor informal. Siapa yang ada di sektor informal ini itu adalah perempuan dan anak-anak, mereka yang sama sekali tidak terproteksi. Kenapa saya katakan seperti ini? Saya bisa tunjukkan datanya. Tadi Ahli dari Pemohon mengatakan bahwa persentase terbesar dari pengangguran kita adalah tidak terdidik. Saya kira kalau kita menggunakan data BPS mungkin bisa diklarifikasi lagi. 60% dari penganggur kita pendidikannya adalah SLTA ke atas dan ini ada logikanya Yang Mulia, karena begini, di Indonesia kita tidak punya yang namanya tunjangan sosial, social security, ini berbeda dengan negara lain di Eropa, di Amerika, di Australia orang kalau menganggur itu mendapatkan tunjangan Pemerintah akibatnya mereka mampu untuk menganggur, tetapi di Indonesia kalau orang betul-betul miskin maka dia harus kerja, kalau tidak dia akan mati, hanya mereka yang kaya yang mampu untuk menganggur. Itu sebabnya mahasiswa saya di Fakultas Ekonomi mampu untuk menjadi penganggur selama dua tahun sambil mencari pekerjaan yang lebih baik. Kalau pekerjaan gajinya tidak cukup, tidak memadai, kurang menyenangkan maka dia akan memilih untuk menjadi penganggur, ini yang disebut sebagai search of unemployment, apa yang terjadi? Ini adalah levelnya dimana tingkat persentase penganggurnya adalah SLA ke atas, implikasinya apa? Bayangkan kalau penganggur ini harus bekerja di sektor UKM, sektor informal, apakah mereka bersedia untuk bekerja di sektor itu? Jawabannya tidak, karena bayangkan, tamatan universitas dipaksa untuk menjadi tukang batu atau construction worker akan sangat sulit penyesuaian yang mereka harus lakukan, karena itu solusi yang harus diberikan adalah bagaimana membuat sektor formal ini berjalan. Jadi logikanya adalah persoalan kemiskinan, kemiskinan bisa diatasi kalau ada penciptaan lapangan kerja, penciptaan lapangan kerja hanya bisa menolong kalau upahnya 49
tinggi, upahnya tinggi hanya bisa terjadi pada sektor formal. Di dalam logika sektor formal kita lihat, apa yang terjadi pada industri manufaktur di Indonesia? Sebelum krisis Indonesia adalah salah satu negara dengan pertumbuhan manufaktur tertinggi di Asia, di sebelah sini. Tetapi sayangnya setelah krisis Indonesia adalah salah satu negara dengan pertumbuhan manufaktur terendah di Asia. Yang menarik adalah Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang memiliki pertumbuhan manufaktur yang menurun. Hal yang sama terjadi pada Korea, pada Jepang, dan juga pada Malaysia. Kalau hal ini terjadi di beberapa negara maka penjelasannya tidak bisa unik hanya kepada Indonesia, maka saya masuk kepada data yang berikut apa yang bisa menjelaskan? Coba lihat di dalam data ini, ini terlihat rasio investasi terhadap PDB di Indonesia, Malaysia, Thailand, Korea, dan Jepang mengalami penurunan. Berarti sumber dari penurunan industri manufaktur adalah datangnya dari investasi. Negara dengan rasio dari investasi per PDB yang mengalami peningkatan di sini itu hanya tiga itu adalah India, Vietnam, dan Cina. Jadi ini konsisten menunjukkan bahwa peran dari investasi ini menjadi sangat penting, kalau kemudian kita neglect mengenai investasi, maka persoalannya adalah industri manufakturnya tidak bisa bergerak, tidak bisa menyerap tenaga kerja maka isu dari persoalan kemiskinan tidak bisa diselesaikan. Apa pola dari investasi? Tadi Ahli dari Pemohon menyatakan bahwa yang masuk ke Indonesia hanya ingin mencari rente dari sumber daya alam. Sebetulnya ada tiga pola dari investasi. Tahun 1970-an investasi masuk ke berbagai negara di Asia mencari sumber daya alam, fenomena yang terjadi pada tahun 1970 di Asia itu pasarnya besar, mereka datang untuk mencari pasar yang besar. Tetapi fenomena yang ketiga investasi masuk karena memanfaatkan yang disebut sebagai bilateral trade atau multilateral trade seperti AFTA. Itu yang menjelaskan mengapa investasi di Cina di dalam sektor ekspor sebagian besar dalam bentuk foreign direct investment. Saya kira Faisal Basri di dalam pandangannya, di persidangan yang sebelumnya sudah menyampaikan bahwa di Cina persentase terbesar pendorong daripada ekspornya dari foreign direct investment, itu adalah fenomena ketiga dimana investasi datang dari sektor ekspor. Kalau memang logikanya seperti itu berarti peran dari investasi menjadi sasaran penting. Nah, saya akan masuk pertanyaan berikut adalah apakah ini kemudian kita harus dikotomikan antara besar, kecil, asing, dan domestik? Saya khawatir bahwa cara melihat seperti ini hanya akan menimbulkan sebuah diskusi tanpa sebuah solusi. Saya akan mengambil contoh sebuah studi kasus ditulis Haris Sandi ini terbit dalam buku kebetulan saya edit dengan Vier Van der Eng mengenai studi kasus furnitur di Jepara. Ini adalah datanya, mengenai jumlah perusahaan di Jepara, jumlah pekerjanya, nilai ekspornya. Jepara adalah kasus yang menarik Yang Mulia, karena apa? Yang pertama adalah ada dua tipe pembeli di dalam furnitur Jepara. Yang pertama adalah pembeli global. Siapa ini pembeli global? Pembeli global adalah perusahaan-perusahaan 50
yang memiliki toko furnitur atau pabrik besar di Eropa, di Amerika, dan di Australia. Di Australia tepatnya itu di Adelaide, kemudian juga di Perth. Apa yang terjadi? Mereka datang ke Jepara, kemudian mereka datang dengan desain, mereka datang dengan sumber uang, mereka berbicara dengan rekan-rekan Saudara-Saudara kita di Jepara untuk membuat produk furniture sesuai dengan permintaan mereka, sehingga di-subcontract. Kemudian karena mempunyai channel distribution, maka produk dari furniture ini bisa masuk di berbagai negara yang kami sebutkan. Penjualan furniture di Jepara sampai dengan 2002 angkanya sangat mengejutkan, 80% pertumbuhannya. Tipe yang kedua adalah pembeli khusus. Yang datang ke Jepara tinggal di sana, beberapa dari mereka menikah dengan orang Jepara, kemudian membuat factory, membuat pabrik di sana. Ini kemudian mereka dengan channel distribution mencoba membuat connection atau network dengan negara-negara asal mereka. Kalau kita bicara mengenai contoh ini, apakah kita berbicara mengenai kepemilikan modal asing besar yang kemudian yang membahayakan masyarakat? Jawabannya adalah bahkan pemodal asing bisa datang dalam bentuk yang relatif kecil dan sedang dan bisa bersinergi dengan masyarakat. Kita bisa kemudian tunjukkan di Jepara. Contoh lain kira bisa dilihat di industri otomotif, bagaimana sebuah industri memiliki support dari industri menengah dan kecil, mungkin jumlahnya sampai 2000-an perusahaan. Bayangkan kalau industri otomotif itu ditutup, maka yang ada adalah perusahaan menengah dan kecil yang selalu kita bicarakan ingin ditolong, itu kemudian tidak bisa dibantu. Ini adalah sekedar anekdot tool evidence sebetulnya, bagaimana sebetulnya antara asing dengan kecil atau besar dengan kecil sehingga menurut saya bahwa mungkin tidak untuk mendikotomikan mengenai hal ini. Contoh yang kedua, bukti yang kedua, data ini adalah data rasio upah buruh di perusahaan multinasional dibagi dengan upah buruh di perusahaan lokal. Jadi saya minta maaf ada kecenderungan ekonom untuk bicara dalam yang tidak dimengerti orang dan kalau orang tidak mengerti maka dia makin bagus sebagai ekonom. Yang Mulia, hari ini saya akan bicara dalam bahasa manusia biasa. Yang kami tampilkan dalam grafik ini adalah rasio upah buruh di perusahaan multinasional dibagi lokal. Artinya, kalau lebih besar dari satu, itu artinya upah buruh di perusahaan multinasional lebih besar dibandingkan di perusahaan lokal. Yang menarik adalah dari data yang kita lihat di grafik ini, rasio upah buruh di perusahaan multinasional lebih besar daripada satu. Artinya tingkat upah buruh di perusahaan multinasional lebih tinggi dari upah buruh di perusahaan lokal. Penjelasannya sederhana sekali, kita tidak perlu menjadi terlalu pandai, karena memang dengan skala perusahaan yang besar maka gaji yang diberikan juga menjadi lebih tinggi. Siapa sebenarnya yang diuntungkan dengan adanya modal asing yang masuk? Jelas buruh, kenapa resistensi dari domestik datang begitu kuat? Sebetulnya yang paling menolak masuknya perusahaan asing 51
bukanlah buruh, tetapi kapitalis domestik. Sehingga pertanyaannya adalah haruskah kita terlibat di dalam pertarungan antara kapitalis domestik dengan kapitalis asing? Pada saat yang sama buruh memiliki rasio upah lebih tinggi di perusahaan multinasional dibandingkan di perusahaan lokal. Jadi ketika kita membicarakan mengenai globalisasi, tadi Saudara Umar Juoro sudah menyampaikan mengenai pola-pola yang terjadi di beberapa negara dan di dalam keterangan Pemerintah juga dijelaskan dikutip Joseph Stiglitz. Izinkan kami menyampaikan satu kasus Yang Mulia, mengenai globalisasi. Kita selalu berbicara bahwa pasar terbuka, integrasi di dalam pasar global itu buruk. Izinkan kami berbicara mengenai kemungkinan sehingga pasar tenaga kerja dibuka, di negara lain juga dibuka. Apakah kita bisa membayangkan bahwa pekerja dari Singapura datang ke sini untuk bekerja ke sini sebagai construction worker? Apakah kita bisa membayangkan orang Amerika bekerja ke sini sebagai buruh di perusahaan tekstil? Jawabannya tidak, sederhana sekali. Karena tingkat upah di sini lebih rendah daripada di Singapura. Tetapi bisakah kita membayangkan pekerja buruh di Indonesia kerja di Malaysia dan Singapura, sudah terjadi. Artinya siapa dengan pasar tenaga kerja yang terbuka? Sebetulnya adalah buruh kecil. Tetapi siapa yang dirugikan dengan ini? Saya dan Pak Umar Juoro, karena saya harus berkompetisi dengan orang Filipina, saya harus kompetisi dengan orang Singapura, saya harus kompetisi dengan orang Malaysia. Jadi atas nama kepentingan kelas menengah saya dan Pak Umar Juoro kemudian mengatakan bahwa pasar tenaga kerja sebaiknya harus ditutup. Sebetulnya saya tidak berbicara untuk kepentingan rakyat miskin, saya berbicara untuk kepentingan saya sendiri atas nama kelas menengah. Saya kira logika-logika semacam ini kita perlu lihat, perhatikan dengan hati-hati. Tentu ketika kita bicara tentang migrant worker ada tugas yang harus dilakukan Pemerintah, proteksi. Kita tidak bisa membiarkan buruh kita diperlakukan semena-mena di Malaysia, di Singapura. Ini adalah tugas Pemerintah. Tetapi dengan adanya kasus ini bukan berarti pasar tenaga kerja terbuka itu buruk. Yang harus dilakukan adalah bagaimana membuat pasar global itu bisa bekerja dengan bantuan supporting institusi dan hukum. Yang salah bukan globalisasi tetapi yang salah adalah perangkatnya untuk membuat ini menjadi lebih bermanfaat bagi kita semua. Di dalam kasus tenaga kerja, pasar yang terbuka. Jepang itu akan mengalami sebuah problema di tahun 2020 dengan yang namanya aging dimana pennduduk yang usia tua itu akan meningkat, pada saat itu mereka tidak mempunyai pekerja. Maka pekerja yang harus datang itu adalah dari Indonesia, karena kebetulan kita punya bonus demografi pada saat itu. Kalau itu yang terjadi maka pasar tenaga kerja yang terbuka akan sangat membantu kita untuk kemudian menyelesaikan persoalan kita, saya hanya memberikan contoh mengenai bagaimana kita melihat mengenai globalisasi. 52
Saya lanjutkan Yang Mulia, ini karena ada persoalan sedikit dengan teknologinya, tapi saya akan lanjutkan lagi dengan mengenai peran dari investasi ini. Saya akan lanjutkan dengan kontribusi terhadap PMA terhadap penciptaan lapangan kerja relatif besar dan bertahan dalam periode krisis. Satu hal yang ingin saya sampaikan sebetulnya di dalam tabel ini, yang menarik adalah bahwa ketika kita bicara ekspor maka sumber dari ekspor itu datang dari mana? Kalau kita lihat dari data, maka data menunjukkan bahwa persentase nilai tambah yang diberikan dibandingkan dengan perusahaan domestik itu sebetulnya relatif tinggi untuk ekspor. Yang menarik juga adalah bahwa daya penciptaan lapangan kerja—in tem of growth di dalam penciptaan pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2000 itu terlihat bahwa 59% dari pertumbuhan penciptaan lapangan kerja itu diciptakan oleh FDI, oleh foreign direct investment. Tetapi kita tidak berbicara mengenai kecepatan di dalam krisis karena waktu itu yang sangat bertahan adalah UKM, tetapi sayangnya dengan tingkat upah yang relatif rendah. Jika kita ingin membantu menyelesaikan persoalan maka yang kita butuhkan adalah bagaimana memacu ini dengan tingkat upah yang relatif tinggi. Satu hal terakhir yang ingin saya sampaikan Yang Mulia, apakah kalau kita membuka investasi kita kepada asing, kepada yang besar maka Pemerintah akan kehilangan kedaulatannya? Saya kira hal ini sangat berbeda, karena apa yang terjadi belakangan ini menunjukkan pemerintah tetap bisa melakukan kontrol dengan perusahaan besar sekalipun, dengan segala kontroversi dan terlepas dari persoalan apa yang terjadi di KPPU dengan penyelesaian kasus Singtel, Temasek menunjukkan bahwa Pemerintah in kontrol setiap negara bahwa ada setiap pelanggaran maka hal itu selalu bisa dilakukan. Di dalam kasus yang sama kita juga bisa menyaksikan bagaimana misalnya dalam kasus yang besar dan kecil dalam kasus Indomaret misalnya di dalam retail KPPU bisa menyelesaikan persoalannya kalau itu bahwa sebetulnya dengan membiarkan investasi menjadi lebih terbuka baik ke semua pihak tidak hanya asing maupun domestik. Itu berarti negara kehilangan kontrol, sama sekali tidak karena peran negara bisa dipertahankan di sini melalui mekanisme pengaturan isu. Yang terakhir adalah apakah isu menguasai hidup orang banyak harus dipenuhi oleh negara? Kita harus mengerti menguasai hajat hidup orang banyak ini dalam arti yang dinamis, pendidikan adalah sektor yang sangat penting di dalam menguasai hajat hidup orang banyak. Tetapi saya kira mungkin banyak ahli dari Pemohon saya kira banyak juga menjadi dosen di lembaga tinggi swasta, sesuatu yang sebetulnya tidak perlu sepenuhnya ditangani oleh negara, apakah kemudian kalau lembaga tinggi di tangani swasta itu menjadi sesuatu yang buruk? Tetapi di dalam proses kita harus melihat ini sebagai sesuatu yang dinamis. Ada sektor-sektor yang tetap harus dipegang oleh negara, harus dikendalikan di dalam cara pengendaliannya, tetapi seiring dengan berjalannya waktu maka kita
53
juga harus melihat ini dalam sesuatu bentuk yang dinamis dan tidak permanen. Kami kira demikianlah pendapat kami lebih kurangnya mohon maaf Yang mulia.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb. 80.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.
Wa’alaikum salam Wr.Wb. Baik, jadi Saudara-Saudara sekalian, kita sudah dengar keterangan 3 ahli nanti dalam tanya jawab tentu bisa ditambahkan lagi data-data termasuk juga penayangan tabel atau angka-angka dan nanti kita masuk lagi pukul 14.00. Jadi ada kesempatan untuk istirahat dan waktu kita masuk lagi, bagus sekali kalau baik Saudara Chatib Basri maupun Saudara Umar Juoro tetap di sini, sebab nanti ada mungkin nanti ada yang mau bertanya, tetapi sekiranya dia harus pergi ya apa boleh buat. Hanya jangan menyesal nanti kalau gara-gara Saudara pulang undang-undang ini terpaksa dibatalkan ya begitu saja. Saya tidak tahu apa ya begitu penting yang harus Saudara urus, tapi begitulah kita istirahat dulu pukul 14.00 kita masuk lagi dengan ini sidang saya skors. KETUK PALU 1 X
SIDANG DISKORS PUKUL 12.41 WIB
SKORSING DICABUT PUKUL 14.00 WIB
81.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baiklah Saudara-Saudara skorsing saya cabut, KETUK PALU 1X
Assalamu’alaikum wr. wb. Dengan ini sidang kita buka lagi dan tadi sudah kita mendengarkan keterangan tiga orang Ahli, satu yang diajukan Pemohon dua yang diajukan oleh Pemerintah. Sekarang saya ingin memberi kesempatan pada Saudara Pemohon 21 dan giliran saja nanti Pemohon Perkara 22, pertama mengajukan pertanyaan kepada Ahli yang Saudara 54
ajukan, mana? Hendri? Ada dia? Nah, mungkin karena tadi Saudara ingin Ahli ini juga yang selainnya Bapak Daeng sama Bapak Jayadi juga memberikan keterangan, jadi dengan pertanyaan saja. Jadi diajukan pertanyaan apa yang perlu disampaikan oleh Ahli dipersilakan, nanti sesudah itu Saudara boleh juga mengajukan pertanyaan kepada Ahli yang diajukan Pemerintah, begitu. Sebaliknya Pemerintah akan diberi kesempatan juga, saya kira begitu silakan. 82.
KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Baik Majelis, jadi kali ini Ahli yang ada saja dulu karena Mbak Hendri, saya kira pertama saya ke Saudara Jayadi dulu, silakan Saudara Jayadi pada sidang yang lalu ada beberapa pertanyaan yang dikeluarkan oleh Majelis dan juga ada beberapa hal kami juga tanyakan karena Anda sudah menyiapkan, silakan Anda kemukakan dulu menjawab beberapa pertanyaan dari Majelis!
83.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Silakan!
84.
AHLI DARI PEMOHON : JAYADI DAMANIK Terima kasih Majelis Hakim Konstitusi yang saya hormati, Dua minggu yang lalu ada salah satu pertanyaan yang disampaikan kepada saya yaitu yang berkaitan dengan apakah hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya diberikan negara setelah negara ada tidak seperti halnya hak-hak sipil dan politik? Yang ditanyakan oleh Anggota Majelis Hakim yang mulia Achmad Roestandi. Pertanyaan ini ditanyakan berkaitan dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya khususnya berkaitan dengan hak atas tanah the right to land yang menjadi salah satu materi muatan di Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 di Pasal 22 dan seterusnya itu. Saya sudah menyiapkan suatu naskah tertulis, saya ingin merujuk ke situ. Namun demikian sebelum saya memasuki hal ini izinkan saya menyampaikan satu dua hal, pertama oleh karena saya disumpah dua minggu yang lalu maka saya tentu akan mengatakan apa yang sebenarnya karena saya takut masuk neraka, itu yang pertama. Yang kedua, di belakang saya itu tidak ada pemodal apalagi kapitalis domestik. Yang ketiga, saya datang ke sini bekerja bukan untuk uang tapi untuk hak asasi manusia. Demikian tiga catatan awal yang kiranya ingin saya sampaikan kepada Majelis Hakim yang terhormat. Saya ingin awali menjawab pertanyaan dua minggu yang lalu ketika saya menjelaskan persoalan apakah negara mempunyai hak dalam hal ini hak atas tanah, kemudian disewakan kepada pemodal. Dua minggu yang lalu saya sudah jawab bahwa negara tidak punya hak. Oleh 55
karena itu maka apakah kemudian hak atas tanah itu diberikan negara setelah negara ada? Saya ingin awali bahwa meski terdapat penggolongan hak asasi manusia ke dalam hak-hak sipil dan politik di satu pihak dan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya di lain pihak tetapi kesemuanya itu bersifat kodrati sebagai karunia Tuhan. Selain itu hak asasi manusia baik yang sipil, politik, maupun ekonomi, sosial, dan budaya itu bersifat inalienable artinya tidak dapat direnggutkan, tidak seorang pun dapat merampas hak asasi manusia sesamanya kecuali dalam kondisi tertentu misalnya hak dan kebebasan dapat dibatasi jika seseorag dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Hak asasi manusia baik yang sipil, politik, dan ekonomi, sosial, dan budaya juga indivisible, artinya tidak dapat dipisahkan, bersifat utuh karena tidak cukup jika hanya menghargai sebagian dari hak asasi manusia sementara hak-hak yang lainnya diabaikan. Baik hak-hak sipil, politik, maupun hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya juga interpedently artinya saling terkait atau saling tergantung. Oleh karena itu tidaklah benar pendapat yang menyatakan bahwa hanya hak-hak yang tergolong sebagai sipil politik saja yang kodrati sedangkan hak-hak yang tergolong sebagai Ekosob yaitu ekonomi, sosial, dan budaya dalam hal ini hak atas tanah antara lain hak atas tanah yang sebutkan tadi tidak kodrati. Kiranya perlu ditegaskan di sini tadi baik hak-hak Sipol maupun hak-hak Ekosob sebagaimana yang telah ditegaskan sebelumnya bukanlah pemberian negara melainkan bersifat kodrati yaitu melekat dalam diri kemanusiaan manusia sebagai manusia ciptaan Tuhan. Benar bahwa hak-hak sipil politik sering disebut sebagai negative rights dan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya disebut positive rights, tetapi hakhak Ekosob antara lain hak atas tanah sebagai positive rights tidaklah berarti bahwa hak-hak itu sebagai diberikan oleh negara kepada warga negaranya setelah negara ada. Sebagaimana yang ditanyakan oleh Yang Mulia Anggota Majelis Hakim Achmad Roestandi dalam persidangan sebelumnya 20 November 2007. Pengertian positive rights lebih pada penekanan bahwa negara c.q. Pemerintah berkewajiban untuk memastikan agar hak-hak Ekosob itu terpenuhi dengan cara melakukan berbagai upaya sehingga secara bertahap hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya itu terpenuhi termasuk dengan melakukan affirmative action. Sekali lagi saya garis bawahi di sini adalah pengertian positive rights itu adalah penekanan bahwa negara berkewajiban. Dua minggu lalu saya tegaskan bahwa negara itu dalam posisi state obligation. Oleh karena itu obligation dari negara itu tidak bisa diserahkan, dilimpahkan kepada pemodal. Dan dalam Undang-Undang Dasar 1945 kita secara jelas dalam Pasal 28I ayat (4) itu kalau saya tidak salah ingat, bahwa itu adalah menjadi kewajiban dari negara utamanya oleh Pemerintah, tidak bisa diserahkan. Undang-Undang Dasar 1945 kita tidak pernah mengatakan bahwa itu diserahkan kepada pemodal. Ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf D dan Pasal 4 ayat (2) huruf A misalnya dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tidak sesuai dengan prinsip affirmative action ini 56
yang dianut dalam hukum hak asasi manusia. Oleh karena prinsip yang seharusnya adalah equal treatment of equals and unequal treatment of unequals in proportion to the inequality. Dalam persidangan tadi pagi ada kesan saya seolah-olah yang dimaksud dengan non diskriminasi itu adalah perlakuan yang sama, titik. Padahal sesungguhnya kalau kita lihat pengertian non diskriminasi secara utuh, perlakuan yang sama terhadap mereka yang sama dan perlakuan yang tidak sama terhadap mereka yang tidak sama sesuai dengan proporsi ketidaksamaan itu. Oleh karena itu saya ingin meminjam istilah Ibu dari Saksi Ahli sebelumnya, dari Pemohon, ada semacam kesan untuk telanjang beneran begitu. Saya rasa bahwa sesungguhnya persoalan non diskriminasi ini harus dipahami dalam pengertian yang utuh, tidak hanya bisa pengertian perlakuan yang sama an sich. Justru pada waktu kita melakukan perlakuan yang sama terhadap mereka yang tidak sama terjadi pelanggaran hak asasi manusia. Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, yang saya hormati. Memperlakukan yang sama penanam modal dalam negeri dan luar negeri bila merujuk pada prinsip tersebut di atas yang saya jelaskan di atas tadi dapat digolongkan sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Seharusnyalah penanam modal dalam negeri yang notabene lebih lemah atau lebih rentan diperlakukan berbeda berdasarkan prinsip affirmative action yang dianut dalam hukum hak asasi manusia bukan saya bermaksud untuk membela pemodal dalam negeri atau kapitalisme domestik tapi ini adalah prinsip hak asasi manusia. Lebih dari itu pemberian fasilitas yang berlebihan kepada pemodal antara lain berupa pengalihan aset, transfer dan repatriasi dengan segala aspeknya, pajak dan fasilitas lain sebagainya yang kalau bisa kita lihat Pasal 8, Pasal 18, Pasal 19 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 juga dapat digolongkan sebagai pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana tadi telah diuraikan. Sebaliknya Majelis Hakim Konstitusi yang saya hormati, berbeda dengan pengertian positive rights tadi, pengertian negative rights yang menunjuk pada hak-hak di bidang politik lebih penekanan pada bahwa negara c.q. Pemerintah berkewajiban untuk memastikan agar hak-hak sipil dan politik itu dihormati dengan cara menahan diri untuk tidak mencampuri atau tidak melakukan sesuatu sehingga dapat dipastikan hak-hak tersebut dihormati. Majelis Hakim Konstitusi yang saya hormati, itulah respons saya untuk yang pertama kepada pertanyaan yang ditujukan kepada saya oleh Anggota Majelis Hakim Achmad Roestandi. Selanjutnya saya ingin memberikan tambahan terhadap penjelasan saya dua minggu lalu, menyangkut persoalan Hak Guna Usaha. Dalam pembahasan tadi pagi terungkap bahwa seolah-olah konversi Hak Erpak menjadi Hak Guna Usaha itu dilupakan bukan sesuatu yang terbatas. Kemudian saya menangkap pula bahwa hak guna usaha itu adalah milik negara yang kemudian disewakan kepada pemodal. Kemudian setelah itu berakhir maka ada pula pernyataan tadi 57
tanah itu kembali sebagai tanah negara. Dari sudut pandang hak asasi manusia hak atas tanah tidak bisa dikenal sebagaimana yang telah saya jelaskan tadi, tidak dapat dikategorikan sebagai tanah negara. Oleh karena itu kalau tadi sebelumnya ada pemahaman yang demikian maka saya meluruskan bahwa tidak bisa dari sudut pandang hak asasi manusia negara itu punya tanah, hanya sebatas dia kalau kita merujuk kepada Undang-Undang Pokok Agraria dia hanya memberikan surat-surat tanda bukti hak bukan berarti dia pemilik hak, dia melakukan pendaftaran hak-hak atas tanah bukan dia berarti pemilik hak. Dia melakukan pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah bukan berarti dia pemilik tanah. Oleh karena itu Majelis Hakim yang saya hormati, saya ingin menggarisbawahi kembali bila pemahamannya demikian maka ketentuan-ketentuan yang saya sebut tadi dapat dikategorikan melanggar hak asasi manusia oleh karena sebagaimana yang sudah saya sampaikan dua minggu yang lalu bahwa undang-undang itu dapat melanggar hak asasi manusia. Oleh karena pasal-pasal yang saya sebutkan sebelumnya itu adalah masuk kategori pelanggaran manusia maka tentu saya berpendapat bahwa beberapa pasal yang saya sebut tadi bertentangan dengan hak asasi manusia, terima kasih Majelis Hakim yang saya hormati. 85.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik.
86.
PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BID HUKUM DAN PERUNDANGAN DEP. PERDAGANGAN) Majelis yang saya muliakan, bolehkah Pemerintah langsung menyampaikan supaya Ahli Pemerintah bisa menanggapi Ahli dari Pemohon dalam hal yang sama supaya kita tidak loncat-loncat.
87.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Bisa, bisa saja tapi bagaimana sudah selesai? Ini soal tanah.
88.
PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BID HUKUM DAN PERUNDANGAN DEP. PERDAGANGAN) Ya, soal hak asasi manusia.
89.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Jadi pertama kita bicara mengenai kebijakan ekonomi data-data ekonomi para ahli ekonomi sudah bicara. Tentu nanti bisa saja nanti Ibu 58
Hendri memberi respons, kita mau dengar bagaimana setelah Anda dengar keterangan dari Pak Umar, Pak Chatib Basri barangkali ada. Soal kedua adalah soal tanah ketentuan mengenai hukum tanah. Ini jadi salah satu isu pokok di dalam materi permohonan Pemohon the right to land. Barangkali ada yang mau menanggapi dari Pemerintah? Silakan. 90.
PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BID HUKUM DAN PERUNDANGAN DEP. PERDAGANGAN) Pemerintah, Profesor Ismail Sunny mohon untuk memberikan pemikiran-pemikirannya.
91.
KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Majelis mohon maaf, Karena Profesor Ismail Sunny akan memberikan pendapatnya saya ingin mengingatkan beberapa pertanyaan yang tadi agak terlewat. Majelis katakan itu soal state obligation kalau bisa, baik Profesor terima kasih.
92.
AHLI DARI PEMERINTAH : PROF. ISMAIL SUNNY
Assalamu’alaikum wr. wb. 93.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.
Wa’alaikumsalam wr. wb. 94.
AHLI DARI PEMERINTAH : PROF. ISMAIL SUNNY Salam sejahtera bagi kita semuanya. Ketua dan Anggota Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya hormati, para Pemohon, wakil Pemerintah, wakil DPR, para Ahli yang hadir dalam pertemuan ini dan semua hadirin yang saya hormati. Menanggapi Kuasa Pemohon Johnson Panjaitan, S.H. mengenai pasal-pasal hak asasi Undang-Undang Dasar 1945 mengenai Pasal 33 yang termasuk hak asasi manusia bidang ekonomi telah saya jawab pada tanggal 20 November 2007. Pada kesempatan ini saya akan menjawab permintaan Kuasa Pemohon Johnson Panjaitan, S.H. hak asasi manusia di bidang-bidang hukum, politik, sosial, kebudayaan, dan pendidikan. Undang-Undang Dasar 1945 baik sebelum amandemen atau sesudah amandemen mangandung pasal-pasal tentang hak asasi manusia. Sebelum amandemen saya pernah menulis (tidak terdengar ) dari sudut pandang kebebasan-kebebasan sipil dan hak asasi manusia kita akan menemukan lebih banyak di dalamnya dari banyak orang menduga bahwa dia tidak mengandung hak asasi manusia. 59
Saya menulis alinea terakhir dan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 berisi garis besarnya pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam seluruh bidang-bidangnya yaitu hukum, politik, sosial, ekonomi, kultural, dan pendidikan dan saya untuk itu diangkat oleh Pemerintah sebagai guru besar hak asasi manusia di Universitas Indonesia. Saya akan menjawab state obligation yang dikemukakan oleh Saudara Johnson Panjaitan, S.H. dan yang tidak dikemukakannya. Dalam Bab XA dengan sub judul hak asasi manusia Undang-Undang Dasar 1945 mengakui dan menjamin hak asasi manusia yang merupakan state obligation kewajiban negara seperti yang disebut dalam Pasal 28I ayat (4), saya kutip, “perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah”, itu kutipannya. Ayat (5) saya kutip lagi, “untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”, itu kutipan mengenai hak asasi manusia di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pendapat Saudara Johnson Panjaitan, S.H. yang mengatakan state obligation, kewajiban negara terhadap warga negaranya tidak bisa kita serahkan kepada pemodal karena itu kewajiban negara yang harus dipenuhi dan itu perintah Konstitusi adalah ungkapan yang salah atau tidak benar, termasuk yang baru sebentar itu baru disebut Saudara yang sama. Tidak benar itu state obligation tidak bisa diserahkan. Negara melalui Pemerintah. State obligation itu dapat diserahkan oleh negara kepada Pemerintah dan dari Pemerintah kepada pemodal asal saja negara dan Pemerintah dapat meluruskan kebijakan seperti yang diputuskan Mahkamah Konstitusi atau beleid Melakukan pengaturan (regelen daad), melakukan pengurusan (bestuur daad), dan melakukan pengawasan (toezicht houden daad) untuk terlaksananya pasal-pasal hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dengan perkataan lain, hak asasi manusia di bidang pendidikan—Pasal 28C, hak asasi di bidang hukum yang adil dan perlakuan yang sama di hadapan hukum—Pasal 28D, hak asasi di bidang ekonomi hubungan kerja—Pasal 28D, hak asasi di bidang sosial, berhak memperoleh pelayanan kesehatan—Pasal 28H, hak asasi di lapangan politik—Pasal 28I, dapat diserahkan perlindungan dan pelaksanaannya kepada negara, Pemerintah, pemodal, dan masyarakat dengan kontrol yang tepat oleh negara dan Pemerintah. Demikian pendapat saya menjawab Saudara Johnson, barangkali dulu Saudara belajar hak asasi dari saya dan juga Saudara-Saudara yang sebentar ini berbicara, sekian terima kasih. 95.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Saya rasa tidak lagi belajar dari Pak Ismail Suny ini, mungkin 60
belajar dari buku-buku atau malah jadi cucu atau cicit murid, baguslah Saudara diakuilah kalau begitu. Baik, sekarang bagaimana? Masih ada yang mau ditanyakan? 96.
KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Apakah saya boleh memberikan pertanyaan lanjutan kepada Profesor?
97.
KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Boleh, boleh silakan!
98.
KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Profesor, berarti Undang-Undang Nomor 25 ini sebenarnya satu proses dalam ketatanegaraan kita menyerahkan state obligation itu pada pemodal?
99.
AHLI DARI PEMERINTAH : PROF. ISMAIL SUNNY Dengan sendirinya boleh, tetapi tetap ada kontrol. Bukan lepas, itu kesalahan Saudara-Saudara cuma di situ, bisa saja negara, Pemerintah katanya tadi, kemudian kepada penanam modal, kepada masyarakat pun juga. Kalau Saudara memperkerjakan orang melanggar hak asasi manusia umpamanya orang hari Minggu mau kerja padahal itu hari besar, ya orang itu bisa ditangkap dia melanggar undang-undang itu hari libur disekolahkannya. Jadi jelas itukan kalau tidak bisa hanya yang menjalankan negara dan Pemerintah saja itu tidak cukup.
100. KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Begini Profesor (...) 101. AHLI DARI PEMERINTAH : PROF. ISMAIL SUNNY Tidak, keberatan saya kepada pendapat Saudara itu satu. 102. KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Bukan, saya ingin pendapat Profesor lebih jauh, karena saya rasa pendapat Profesor belum lengkap. Negara punya kewajiban, jadi dia punya kewajiban yang harus dipertanggungjawabkan. Profesor bilang itu harus didelegasikan baik ke masyarakat maupun ke korporasi. State-nya sendiri yang punya kewajiban melakukan kontrol. 61
103. AHLI DARI PEMERINTAH : PROF. ISMAIL SUNNY Betul. 104. KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Dia sendiri kapan melaksanakan kewajibannya? Apakah kewajibannya dia itu menyerahkan itu, itu yang dimaksud dengan kewajiban? 105. AHLI DARI PEMERINTAH : PROF. ISMAIL SUNNY Saudara barangkali berpikir, bahwa semua ini harus dilaksanakan oleh negara itu tidak sesuai dengan Pancasila dengan Undang-Undang Dasar 1945, itu negara komunis!! Ingat! Kalau dari pendapat Saudara ini kalau state obligation harus melaksanakan semuanya dia sendiri, Pemerintah sendiri, Saudara tidak sebut negara itu salah. Dia bisa (...) 106. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Saya kira cukup ya? Jadi sesudah mendengar keterangan namanya juga orang bebas berpendapat, Saudara boleh setuju boleh tidak. Saudara menyampaikan pendapat yang mungkin berbeda dan itu tidak apa-apa. 107. AHLI DARI PEMERINTAH : PROF. ISMAIL SUNNY Itu guna adanya Mahkamah Konstitusi yang akan mengadili. 108. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Maksudnya ini adalah untuk meyakinkan yang sembilan orang. Kalau Saudara ngomong-nya benar tapi caranya salah bisa jadi tidak meyakinkan, jadi hati-hati juga soal cara ini penting. Jadi kita sudah bicara sekarang soal sekali lagi ekonomi, data-data. Kedua mengenai right to land, sekarang apa lagi yang menjadi masalah? Silakan! 109. KUASA HUKUM PEMOHON : PATRA M. ZEN, S.H., LL.M. Majelis saya Kuasa Pemohon Nomor 22, izinkan untuk mengajukan pertanyaan kepada Ahli yang kita ajukan karena ini berkaitan dengan Pasal 1, Pasal 12, utamanya Pasal 12 ayat (1), dan Pasal 12 ayat (3). Sebagaimana Profesor Suny tadi bicara bahwa kita ini negara demokratis atau negara dengan paham konstitusionalisme. Oleh 62
karenanya Pemohon dari awal bicara menyampaikan bahwa UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Satu yang kita maknai atau kita setujui dari pendapat Profesor adalah tentu kita harus ikut Konstitusi kita bukan Konstitusi Cina atau Konstitusi apapun. Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 jelas tidak ada perlakuan yang sama seperti diungkapkan sebelumnya, mengapa? Karena Pasal 33 ayat (2) bicara; satu, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara. Dua, cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, bagaimana dikuasai oleh negara? Telah diputuskan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya. Untuk apa? Untuk dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Oleh karena itu pertanyaan kami kepada Ahli, apa betul jika undang-undang ini terutama Pasal 1 yang memberikan perlakuan ataupun asas perlakuan yang sama itu bisa memakmurkan sebesarbesarnya kesejahteraan rakyat? Atau dengan kata lain pertanyaannya, mohon Saudara Ahli Bapak Daeng bisa menjelaskan nanti dengan slide juga dapatkan asas perlakuan yang sama itu diperlakukan bagi perekonomian Indonesia? Tadi sampai Pak Ahli sebelumnya bicara soal Cina dan seterusnya seakan-akan kita ini konstitusinya konstitusi Cina pemerintahnya sepertinya Cina, lalu semua aspek politiknya seperti Cina, lalu kita bisa rujuk. Dan karenanya silakan Ahli dari Pemohon untuk menjelaskan dapatkah asas perlakuan yang sama itu diperlakukan bagi Indonesia dan apakah itu melanggar atau tidak melanggar Pasal 33 utamanya ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945? Terima kasih Majelis atas kesempatannya. 110. PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BID HUKUM DAN PERUNDANGAN) Majelis yang saya muliakan, harus sama dulu persepsi definisi operasional dari persamaan ini. Pemerintah memakai hak yang sama itu berdasarkan TRIMs yaitu bukan dalam rangka filasat yang Saudara katakan itu. 111. KUASA HUKUM PEMOHON : PATRA M. ZEN, S.H., LL.M Mohon maaf Majelis, saya bertanya bukan kepada Pemerintah tetapi saya bertanya dulu kepada Ahli dari Pemohon, kalaupun nanti Pemerintah boleh mengemukakan pendapat itu mungkin terserah Majelis tapi saya mohon kepada Ahli dari Pemohon Pak Daeng untuk bisa memberikan penjelasan terlebih dahulu. Terima kasih.
63
112. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik saya rasa beginilah, ini bukan urusan pribadi kita, ini kepentingan umum jadi tidak usah pakai marah-marah kita ini, biasabiasa sajalah. Jadi santai-santai sajalah. Jadi Pak Erman agak apa begitu, sidang yang lalu dibilang darah tinggi. 113. PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BID HUKUM DAN PERUNDANGAN) Saya tidak marah, cuma orang Batak suka keras suaranya itu, sama itu dengan Johnson itu. 114. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Sama-sama orang Batak ya jadi begini ini, sebetulnya sudah dia selesaikan saja di Tarutung sana semestinya ini. Jadi kita selesaikan saja dulu ini ada pertanyaan penting. Tadi Ibu Hendri juga masih ada kurang tadi ya, saya persilakan menggunakan kesempatan untuk menjawab pertanyaan tadi yang fokusnya adalah untuk melihat soal persamaan itu. Apakah benar persamaan nanti itu persepsinya berbeda dengan Pemerintah, Pemerintah harus jelaskan itu nanti apakah seperti apa yang ditanyakan Pemohon 22 itu memang tepat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar kita. Silakan Anda pergunakan kesempatan dan itu sudah gunakan komputer yang baru? Ya, saya baru dapat jawaban rupanya komputernya ini harus komputer yang baru karena teknologinya yang baru ini. Sementara yang dibawa para Saudara-Saudara Ahli barangkali komputer abad 20, silakan makanya tadi kita agak lambat kita. 115. AHLI DARI PEMOHON : SALAMUDIN DAENG, S.E. Baik, assalamu'alaikum wr. wb. Terima kasih atas kesempatannya Majelis dan Anggota yang terhormat. Saya sepertinya terlebih dahulu harus bagaimana kita punya perspektif yang sama untuk melihat kondisi paling objektif yang kita hadapi. Mohon saya bisa ditampilkan ininya, Oh, iya baik. Ini sekedar memberikan ilustrasi kepada Majelis Hakim bagaimana kondisi objektif dari investasi. 116. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Tidak bisa itu dibesarkan itu angkanya itu?
64
117. AHLI DARI PEMOHON : SALAMUDIN DAENG, S.E. Saya tampilkan yang terakhir saja. Ini data kontrak Migas yang ada di Indonesia, ini luasnya itu sekitar 95 juta hektar. Nanti akan saya serahkan untuk dicek kembali oleh Majelis apakah data-data ini bisa karena Pemerintahpun tidak pernah mengeluarkan data-data seperti ini. Saya ingin mengatakan bahwa investasi di Indonesia ini sudah bertumpuk-tumpuk Majelis, sudah meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia. Jadi angka 95 juta hektar itu sudah lebih dari 70% luas daratan kita. Artinya kalau misalnya ada anggapan bahwa (...) 118. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ini maksudnya tanah ini? 119. AHLI DARI PEMOHON : SALAMUDIN DAENG, S.E. Tanah. 120. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ya, oke. 121. AHLI DARI PEMOHON : SALAMUDIN DAENG, S.E. Tanah yang sudah dialokasikan untuk investasi nanti akan saya jelaskan berapa besar dari komposisi ini adalah investasi asing. Kenapa misalnya ada pendapat yang menyebutkan kita investasi kita tidak terlalu bagus dalam beberapa waktu belakangan bahkan cederung menurun. Karena memang sudah habis wilayah-wilayah kita, potensi-potensi Migas kita, potensi mineral kita sudah ditutupi oleh investasi-investasi sudah diisi oleh mereka dan itu tanpa berpikir pun gampang kita lihat dimana-mana, dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia. Dari Nusa Tenggara Barat sampai Freeport di Papua sampai di Kalimantan dan sebagainya. Seluruh wilayah kita sudah diisi oleh investasi-investasi minyak, tambang, mineral, dan gas. Ini juga untuk menjawab kenapa kekayaan Migas kita yang besar misalnya tapi kita tidak dapat merasakan manfaatnya. Nanti saya akan coba memberikan penjelasan tentang soal itu. Fakta ini penting sekali untuk kita tampilkan untuk melihat bagaimana sebenarnya investasi yang kita bilang menurun padahal sebenarnya sudah banyak dan bertumpuk-tumpuk di atas wilayah negara Republik Indonesia ini. Yang berikutnya saya ingin mengatakan bahwa di sektor Migas berkali-kali saya menyebutkan sebagai satu sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak, kenapa saya menyebutkan begitu? Karena hampir tidak ada satu barang konsumsi baik barang 65
maupun jasa yang kita bisa lepas dari konsumsi terhadap bahan bakar ini di Indonesia. Sehingga Migas itu sudah menyangkut kepentingan mayoritas rakyat Indonesia, sudah melekat pada kehidupan sehari-hari kita sehingga komoditas ini, barang jenis ini harus diletakkan sebagai hajat hidup yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Saya menghitungnya dengan sangat sederhana Majelis, tanpa menggunakan ilmu-ilmu yang terlalu berlebihan. Kita mengecek total konsumsi perkapita masyarakat Indonesia di tahun 2005. Saya menemukan angka bahwa tingkat konsumsi BBM kita itu sudah hampir 72%, hampir setara dibandingkan dengan konsumsi makanan orang Indonesia. Sehingga mau tidak mau ini harus diletakkan urusannya sebagai satu barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak, tetapi apa yang terjadi misalnya? Apa yang terjadi? Satu bentuk privatisasi yang di luar dugaan kita. Tiba-tiba skema kontraktor Migas ini diserahkan melalui skema contract production sharing dan segala macamnya itu dimana negara mensubkontrakkan urusan pemenuhan kebutuhan strategis bangsa ini kepada kontraktor Migas. Lalu apakah kita menerima jaminan terjaga kebutuhan hidup kita dari kenaikan harga dan lain sebagainya? Ternyata Majelis Hakim sudah memberikan penjelasan bahwa harga minyak tidak pernah kita yang bisa atur. Bahkan setiap terjadi kenaikan sedikit saja harga minyak kelimpungan kita, APBN segala macam. Bahkan rakyat bisa jatuh miskin karena sangat tergantung pada kenaikan harga ini seperti penjelasan Saksi Ahli Pemerintah sendiri Bapak Faisal Basri, begitu pentingnya komoditas ini bagi kehidupan kita dan di tempat ini juga terjadi perampokan yang besar-besaran. Saya menyebut perampokan karena jelas terjadi pencurian besar-besaran terhadap kekayaan ini. Saya mendapatkan satu kontrak mungkin nanti bisa saya kasih tapi saya dapatkan kontrak dari P.T. Caltex dengan Pemerintah. Di sini jelas disebutkan apa saja komponen biaya yang harus ditanggung oleh Pemerintah terkait dengan skema ini. Kalau saya menyebutnya mulai dari urusan, maaf, urusan ke kamar kecil segala macam, itu Pemerintah kita yang membiayai untuk bisa mendapatkan Migas dan Pemerintah kita tidak pernah mendapatkan minyak yang didapatkan cuma uang, bagi hasil tadi. Saya mencoba menyebutkan biaya apa saja yang ditanggung oleh Pemerintah? Di dalam kontrak ini bab kedua disebutkan biaya operasional. Definisi, untuk tahun kapanpun dimana terjadi produksi komersil, biaya operasional terdiri dari: a. biaya nonkapital tahun terbaru; b. biaya kapital amortization dan depresiasi; c. tahun terbaru yang diizinkan atas ongkos operasi tahun sebelumnya yang tak pulih. Dua, biaya non kapital. Biaya non kapital adalah biaya operasi yang terjadi yang berhubungan dengan operasi tahun terbaru sebagai tambahan biaya yang hanya berhubungan dengan operasi terbaru, biaya survey biaya yang tak tampak atas eksplorasi, drilling, dan 66
pembangunan yang benar seperti yang digambarkan di atas. Di bawah akan diklasifikasikan berbagai biaya nonkapital. Biaya nonkapital termasuk akan tetapi tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut, jadi yang termasuk biaya non kapital. Satu, buruh, material, dan pelayanan yang dipakai untuk operasi minyak. Operasi fasilitas produksi lapangan minyak, operasi pemulihan sekunder, tersier, pengundangan, handling, transportasi, operasi pengiriman, operasi gas, operasi pengiriman transportasi gas, perlengkapan, dan akselerasi dan aktivitas operasionalnya termasuk reparasi dan pemeliharaan. Yang kedua, biaya kantor, administrasi umum. Pelayanan umum termasuk pelayanan teknis dan berkaitan dengan transportasi sewa mesin peralatan khusus dan berat, sewa area (site), dan sewa lain dalam hal properti dan pelayanan pengeluaran personal (public relations) dan pengeluaran lainnya di luar negeri. Saya cukup membacakan sampai di sini saja nanti akan saya serahkan. Artinya semua biaya-biaya mereka baik itu menyangkut pengeluaran personel mereka, pengeluaran public relations-nya, pengeluaran lainnya di luar negeri itulah yang masuk dalam komponen cost recovery yang kemudian ditanggung Pemerintah yang menanggung biayanya akibat dari skema yang disebut sebagai kontrol negara itu skema yang dibangun negara yang mensubkontraktorkan sumber-sumber bahan yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak semacam ini, ini yang saya sebut. Lalu kemudian apa yang terjadi dengan perekonomian kita? Perekonomian kita, seperti disebutkan tadi, sangat rentan kepada krisis dan sangat tidak punya kemampuan kita untuk mengatur berapa BBM yang harus diterima oleh rakyat harganya? Dan Pemerintah selalu mengeluhkan hal itu, hampir setiap terjadi kenaikan sedikit saja dari harga BBM dunia. 122. AHLI DARI PEMERINTAH : PROF. ISMAIL SUNNY
Rekaman tidak terdengar karena tidak memencet mic 123. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Bisa diteruskan dulu Pak. 124. AHLI DARI PEMERINTAH : PROF. ISMAIL SUNNY
Rekaman tidak terdengar karena tidak memencet mic 125. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Iya, iya. Nanti gantian!
67
126. AHLI DARI PEMERINTAH : PROF. ISMAIL SUNNY
Rekaman tidak terdengar karena tidak memencet mic 127. AHLI DARI PEMOHON : SALAMUDIN DAENG, S.E. Baik, saya hanya menampilkan data saja Majelis. 128. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Begini, jadi yang bertanya (...) 129. AHLI DARI PEMERINTAH : PROF. ISMAIL SUNNY
Rekaman tidak terdengar karena tidak memencet mic 130. KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Majelis, saya keberatan kalau Saksi Ahli dari kami dikatakan tidak adil di dalam proses persidangan ini saya minta perasaannya dihormati. 131. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ya, ya. Jadi Ahli ditanya oleh Pemohon dan juga nanti Pemerintah bertanya juga, bisa bertanya kepada Ahli yang diajukan Pemohon atau juga yang diajukan oleh Pemerintah. Tugasnya Ahli bukan bertanya tapi menjawab, begitu caranya. Bahwa nanti jawabannya itu berbeda pendapatnya, ya tidak apa-apa namanya juga pendapat begitu. Nanti dengan beragam-ragam pendapat itu, itu boleh jadi ada perspektif yang berbeda yang memperkaya kami sendiri untuk memahami perkara ini, begitu kira-kira dan para Ahli saya anjurkan tidak memaksakan diri untuk sama pendapatnya, biar saja berbeda, termasuk juga kalau Ahli sesama Ahli yang diajukan Pemerintah boleh juga berbeda pendapat begitu, sebab yang kita uji sekarang ini kepentingan umum dan Anda disumpah bukan berpihak kepada siapa tetapi berpihak kepada kebenaran, profesional dari keahlian kita itu, itukan begitu saja. Jadi tidak usah saling bertanya Ahli, tapi menjawab saja, jadi bagi tugas kita. Ada tukang tanya dan ada tukang jawab, dan nantipun bisa saya ajukan pertanyaan misalnya saya mau kejar, tata soal tanah yang Anda sebut ini kok lain dengan Pak Bungaran dalam sidang yang lalu, Pak Bungaran boleh juga diberi kesempatan nanti untuk bicara, tapi Saudara selesaikan dulu, silakan.
68
132. AHLI DARI PEMOHON :SALAMUDIN DAENG, S.E. Saya lanjutkan, saya hanya ingin menunjukkan data, aliran dana yang diterima oleh kontraktor Migas alam tahun 2005 saya memperhitungkan seperti saya sajikan di atas. Satu, mereka menerima pembagian dana bagi hasil migas, nanti terserah Pemerintah mau merekonstruksi perhitungannya bagaimana terserah. Kedua, penerimaan asing, penerimaan subkontraktor Migas langsung dari cost recovery yang dikasih oleh Pemerintah dan itu lebih besar dari penerimaan bagi hasilnya yang dia dapat di tahun 2005. Ketiga, aliran dana, saya bicara aliran dana. Revenue export mereka, nilai penjualan ekspor Migas mereka yang diambil dari Indonesia. Empat, impor Migas karena mereka mengimpor kembali ke Indonesia. Dalam skema seperti ini saya pertanyakan semuanya karena ada skema subkontraktor semacam ini melahirkan angka-angka seperti ini. Kelima, Pemerintah menyerahkan subsidi, subsidi harus dibayarkan untuk menebus harga minyak yang besar, angka-angkanya jelas sekali tersebut. Kalau saya lihat ini di atas 500 triliun lebih, hampir setara lebih tinggi dari APBN kita di tahun 2005, artinya aliran-aliran ini akan memunculkan keuntungan, pendapatan bersih, segala macam buat mereka. Hal yang menjadi pertanyaan saya paling mendasar adalah mengapa skema ini diatur seperti ini, dengan skema subkontraktor seperti ini kita sama sekali tidak dapat mengontrol keadaan kenaikan harga BBM dan akan terus naik di Indonesia apalagi dengan kecenderungan kenaikan harga minyak dunia, ini yang penting untuk menurut saya penting untuk dicermati betapa kontrol yang berkali-kali disebut oleh Pemerintah dapat dilakukan ternyata tidak dapat dilakukan di satu barang yang menjadi kebutuhan yang paling strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Selanjutnya saya ke penjelasan apakah perlakuan yang sama itu dapat diberikan? Di penjelasan kami sebelumnya, kami menyebutkan tentang kemampuan dari investasi asing, kemampuan dari UKM dalam menyerap tenaga kerja itu berbanding jauh sekali dan kami sudah sampaikan data itu di penjelasan-penjelasan sebelumnya, lalu kenapa investasi asing yang menjadi prioritas dengan berbagai macam insentif dan kemudahan, kenapa bukan UKM yang diserahkan? Tadi saya mendengarkan secara cermat penjelasan Ahli dari Pemerintah yang menyebutkan bahwa ini ada persoalan dengan upah yang di sektor non formal di Indonesia yang informal yang sebagian besar menyerap tenaga kerja tidak memberikan upah yang signifikan. Kalau masalahnya adalah upah, maka di situlah kontrol Pemerintah, mengatur upah. Bahkan Pemerintah mengatur upah kita sekarang, upah minimum dan lain sebagainya tapi tidak semua orang tidak bisa menjalankan itu karena Pemerintah tidak mengontrolnya dengan benar, tetapi dalam perspektif makro ekonomi bahwa investasi di sektor UKM dan investasi PMDN itu memiliki kemampuan menyerap tenaga kerja 69
yang lebih besar itu sesuatu yang tidak bisa dibantah lagi dibandingkan dengan investasi asing. Tadi juga disebutkan bahwa investasi di sektor tambang itu mengkontribusikan upah yang sangat besar, kalau itu tidak bisa kita bantah, tetapi kalau Majelis melihat lahan tadi yang dalam urusan pertambangan minyak dan gas yang sedemikian besar, maka itu tidak sebanding dengan satu persen tenaga kerja yang dapat diserap oleh sektor tambang itu, hanya satu persen dari total tenaga kerja yang ada di Indonesia, tetapi lahan yang mereka serap saya tambahkan antara tambang mineral dan minyak—mudah-mudahan cepat saya tampilkan, tadi 95 juta hektar. Untuk kontrak karya mineral dan batu bara dalam berbagai bentuknya, data terakhir kami di tahun 2006 yang kami ambil dari berbagai sumber itu mencapai angka 44 juta hektar ditambah dengan 95 juta hektar. Bandingkan dengan luas lahan produksi padi kita yang hanya 11,8 juta hektar, yang kemarin saya berbeda pendapat dengan Pak Bungaran yang menyebut angka 60 juta hektar lahan pertanian, karena itu tidak mungkin sulit sekali, mungkin di luar lahan pertanian padi tapi mayoritas penduduk Indonesia masih bertumpu pada produksi padi, jadi demikian keadaannya. Maka sangat sulit menerima satu bentuk—secara ekonomis saya memberi pandangan, sulit menerima satu bentuk perlakuan yang sama padahal manfaatnya dan apa yang dapat diterima oleh kita oleh masyarakat Indonesia yang kita bersekutu dalam satu organisasi terbesar yang namanya Negara Indonesia tidak menerima manfaat yang sama, kenapa harus diberi perlakuan yang sama? Yang berikutnya saya tergelitik ingin menyampaikan penjelasan kenapa investasi di Indonesia dibilang rendah? Seringkali BKPM kalau di data-data mereka menampilkan bahwa invesatasi ini di luar investasi tambang, minyak, gas, di luar investasi sektor keuangan dan lain-lain sebagainya. Ternyata kalau kita gabung-gabungkan investasi itu tidak kecil, besar di Indonesia dan kami dapat menunjukkan angka-angka itu. Dan investasi yang sudah bertumpuk-tumpuk selama hampir 30 tahun angkanya hampir dapat kita lihat, kalau dari data yang kami dapatkan itu tidak menurun investasi kita, naik. Sampai dengan tahun 2005 kami melihat terus naik investasi kita, tetapi hampir tidak sejalan dengan kenaikan dalam kesejahteraan rakyat bahkan ada data yang ditampilkan tadi bahwa kemiskinan di tahun 2006 itu terus naik hanya 2007 turun sedikit, tapi investasi kita naik terus sampai dengan saat yang ditunjukkan itu. Sehingga sebenarnya tidak ada hubungan korelasi yang terlalu bagus antara berapa besar investasi yang masuk dengan persoalan-persoalan kesejahteraan rakyat, karena ini dengan jelas tergambar bahwa investasi kita naik tetapi kesejahteraan rakyat tidak pernah mengalami penurunan. Satu tambahan sedikit saja dari penjelasan saya adalah Ahli-Ahli kita banyak melupakan bahwa kita negara dengan tingkat hutang yang sangat besar 1300 triliun di tahun 2005 dan sangat besar itu dan apa yang datang melalui hutang sebenarnya manifestasinya tidak bebeda dengan yang datang melalui 70
investasi, semua ditujukan bagi eksploitasi, dua-duanya ditujukan bagi eksploitasi terhadap produktivitas apa yang dapat dihasilkan oleh rakyat Indonesia. Karena kita membayar bunga yang sangat besar untuk urusan itu, tentu masalah kita berbeda dengan Malaysia atau berbeda dengan Vietnam. Kalau investasi digabung dengan hutang kita maka kedudukan asing di dalam wilayah Negara Republik Indonesia ini mampu mengontrol segala-galanya, baik itu sektor minyak, tambang, mineral, keuangan, jasa-jasa, dan perbankan. Yang terakhir, berkali-kali Pemerintah mengatakan soal negative list penanaman modal di Indonesia, tapi ternyata kami menemukan fakta bahwa sektor-sektor strategislah yang diberi kewenangan yang sangat besar. Itu coba saya kumpulkan ada sekitar 57 jenis usaha di beberapa sektor yang nilai investasinya asingnya bersifat mayoritas, artinya dapat mencapai mayoritas mereka berada di atas 55%, itu ada di sektor energi dan sumber daya mineral, sektor kesehatan, ada di sektor keuangan, sektor Bank Indonesia, ada di sektor komunikasi, perdagangan, dan pertanian. Artinya bahwa urusan-urusan yang paling strategis itu diberi keleluasaan kepada asing untuk berada pada posisi mayoritas dibandingkan dengan Indonesia. Kalau secara objektif kita mengakui bahwa kemampuan nasional untuk mengambil mayoritas pada saat diberi kesempatan yang sama terhadap satu sektor maka itu tidak akan pernah terjadi dalam posisi ekonomi Indonesai seperti sekarang ini. Saya kira saya sudah menjelaskan bahwa perlakuan yang sama itu adalah sesuatu yang mustahil terkait dengan kondisi objektif ekonomi Indonesia. Terima kasih
133. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, saya persilakan (...) 134. KUASA HUKUM PEMOHON : A. PATRA M. ZEN, S.H., LL.M Majelis Hakim saya hanya akan menyampaikan sudah ada bahan yang akan diserahkan dua belas copy, pertama dari Pak Daeng dan kedua ini kami sampaikan menjadi bukti baru bahan rapat dengar pendapat Kepala BPN, ini untuk menyebutkan data-data kasus HGU, di sini kita bisa lihat bahwa program Pemerintahpun bisa mandeg kalau Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 itu memang betul-betul dilakukan. 135. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.
Oh, begitu?
71
136. PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BIDANG HUKUM DAN PERUNDANGAN DEP. PERDAGANGAN) Pemerintah mohon izin agar Ahli Pemerintah boleh memberikan pandangannya untuk merespons Ahli dari Pemohon. 137. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Iya habis ini, tapi saya minta Ibu Hendri dulu setelah itu nanti Ahli Pemerintah termasuk Pak Bungaran, saya kira mungkin Pak Faisal Basri yang sudah bicara di sidang yang lalu kalau masih diperlukan bisa bicara, tapi sekarang Ibu Hendri, silakan. Mungkin difokuskan dalam rangka merespons tadi, dan yang kedua pokok persoalan yang diajukan dalam permohonan inikan soal persamaan, perlakuan sama, kemudian soal right to land dan implikasinya kepada tujuan kemakmuran dan sebagainya itu, kalau Saudara tadi kesannya menganggap bahwa Undang-Undang Penanaman Modal ini tidak berguna, iya bukan? Dan secara ekonomi sebaiknya tidak ada atau setidak-tidaknya jangan dulu sekarang, sebaliknya dari pihak Pemerintah tidak ada masalah dari segi konstitusionalitas undang-undang ini justru diperlukan, ada soal peran FDI, ada soal penyerapan tenaga kerja, dan lain-lain sebagainya tadi, silakan. 138. AHLI DARI PEMOHON : DR. HENDRI SAPARINI Baik, terima kasih Yang Mulia. Saya kembali lagi akan mengemukakan, memang betul saya bukan ahli untuk membuat undang-undang tetapi sepaham saya di dalam kita menyusun sebuah undang-undang ini adalah bagian dari strategi kita, pada saat kita merevisi sebuah regulasi ini pasti kita akan merevisi sebuah kebijakan yang salah. Dengan demikian kalau kita sekarang ini mengajukan Undang-Undang Penamaman Modal yang baru yang menggantikan undang-undang yang sebelumnya, artinya kita yakin bahwa ada sesuatu yang salah yang semestinya bisa kita perbaiki dengan pengajuan undang-undang ini, ini yang pertama. Yang kedua, di dalam menyusun sebuah undang-undang, karena ini bagian dari strategi semestinya semangat dari penyusunan pengaturan ini adalah jelas, artinya kalau tadi kita tahu ada kekurangan, ada masalah maka semestinya di dalam undang-undang ini akan berusaha untuk menyelesaikan dan mencari solusi dari permasalahan yang kita hadapi. Saya coba tampilkan kembali, mungkin slide yang selanjutnya, yang selanjutnya. Majelis yang terhormat, ini bentuk yang saya tadi katakan adanya kesenjangan regional. Yang pertama tadi adalah kesenjangan individu ini adalah kesenjangan regional yang tidak berubah dari tahun 1995 kepada tahun 2005, next slide-nya! Ini kita harus pahami bahwa 72
ini akibat sebuah kebijakan ekonomi yang tidak benar, artinya di dalam kita menyusun sebuah regulasi baru faktor ini harus dimasukkan, apa yang harus kita lakukan agar permasalahan kesenjangan regional ini tidak terjadi kembali? Karena kalau kita hanya meluruskan, melanjutkan kebijakan yang ada maka sudah dipastikan kesenjangan ini akan semakin terjadi, tetapi kembali lagi saya belum mendengar paling tidak hari ini bahwa undang-undang ini memang disusun untuk mencapai sebuah tujuan tertentu, untuk memperbaiki struktur ekonomi kita, memperbaiki kesenjangan dan sebagainya, apakah ada kaitannya? Sangat jelas, negara lain bisa melakukan. Pengaturan investasi yang dikaitkan dengan kesenjangan regional bisa dikaitkan dengan membuat zone, misalnya. Dengan memberlakukan insentif, jadi ada keterkaitan antara kondisi yang ada saat ini dengan regulasi dalam pasal-pasalnya. Kalau ini kemudian tidak ada maka jangan sampai kita melakukan kesia-siaan, ongkosnya terlalu malah. Tadi disampaikan oleh tenaga Ahli dari Pemerintah bahwa undang-undang ini memberikan potensi, tetapi itu sekedar potensi tergantung bagaimana kebijakan Pemerintah sementara permasalahan yang ada tidak terselesaikan. Itu tadi yang saya katakan bahwa kenapa ongkosnya menjadi sedemikian mahal. Saya sudah sampaikan kalau kita tidak memiliki target yang jelas di dalam menata, apakah kita akan menuju ekonomi yang mandiri, kalau kita ingin menuju ekonomi yang mandiri, seperti apa itu ekonomi mandiri? Sehingga dimana itu usaha kecil kita harus tempatkan? Di mana investasi asing harus kita tempatkan? Kalau tidak saya menjadi heran kalau tadi saya kemukakan contohnya mungkin sektor-sektor ditutup dan tidak ditutup. Ada juga yang harus dimitrakan, saya membayangkan hanya sebagai ilustrasi, kalau kita ingin betul-betul mengembangkan UMKM (usaha kecil menengah) kenapa kita tidak pilih sektor yang harus dimitrakan dengan asing adalah sektor yang memiliki forward dan backward linkage yang sangat luar biasa, contohnya peternakan susu, peternakan susu perah ini dia forward linkage-nya banyak backward linkage -nya sangat banyak, tetapi saya tidak temukan di situ ada sektor pertanian yang bahkan saya tidak pernah mendengar sektor itu. Artinya, kenapa kita sia-siakan? Inikan regulasi baru, kenapa kita tidak gunakan untuk menangkap peluang-peluang baru itu? Ini mungkin beberapa hal yang harus kita renungkan kembali, jangan sampai semangat kita yang berlebihan berdasarkan sebuah fakta-fakta yang kemudian tidak mengakar kepada permasalahan kita sendiri, jadi saya rasa ini satu hal. Kemudian yang selanjutnya tadi beberapa kali Saksi Ahli dari Pemerintah mengemukakan antara lain tentang pengentasan kemiskinan, mungkin sebelumnya saya akan tunjukkan struktur usaha di Indonesia mungkin ini yang saya sampaikan bahwa struktur usaha di Indonesia ini seperti piramida, ada yang sangat sedikit tadi saya sampaikan dan dia memiliki berbagai kelebihan dan itu adalah fakta. Tingkat suku bunga kelompok besar bisa memperoleh tingkat suku bunga kredit yang lebih rendah daripada 73
industri kecil, itu juga banyak fakta di lapangan. Apakah kita tidak ingin, apakah kita tidak bercita-cita untuk mengubah struktur ini? Ini adalah struktur usaha yang tidak adil, di bawah mereka berkompetisi sangat kuat sementara di atas kompetisinya sangat ringan, nah ini juga menjadi PR kita semestinya sehingga tidak boleh kita melepaskan penyusunan sebuah undang-undang yang ini adalah turunan dari strategi terlepas dari masalah yang amat sangat mendasar. Jadi ini mungkin beberapa hal yang saya sampaikan dan yang tadi saya akan kembali kepada angka kemiskinan, ini mungkin saya angkanya hanya sampai 2006, memang disampaikan oleh Pemerintah tingkat kemiskinan 2007 adalah 16,58 akan tetapi beberapa kali kami sudah lakukan kajian, Pemerintah memang sudang mengklaim kemiskinan turun. Akan tetapi yang disebut angka kemiskinan atau statistik itu adalah potret dari kondisi lapangan. Yang kedua, yang disebut angka kemiskinan semestinya itu juga akan inline atau didukung dengan data-data yang lain, pada saat dikatakan angka kemiskinan turun kemudian data-data yang lain tidak mendukung adanya angka kemiskinan maka akan menjadi tanda tanya besar. Saya sebenarnya tidak ingin diskusi terlalu banyak, terlalu teknis tetapi paling tidak kalau kemiskinan itu turun berarti ada beberapa data, misalnya nilai tukar petani yang merupakan sebagian besar orang miskin di Indonesia meningkat, itu misalnya. Yang kedua upah riil buruh itu juga mengalami peningkatan, tetapi pada saat Pemerintah mengumumkan angka kemiskinan turun beberapa data yang tadi saya sebutkan ternyata tidak mendukung adanya penurunan kemiskinan. Jadi di sini satu persen atau 0,1% itu bukan masalah yang utama tetapi di belakang 0,1% ada jutaan orang yang tadi bisa dibayangkan dengan bisa dibayangkan dengan lima ribu rupiah sehari sudah termasuk untuk semua pengeluaran. Yang ketiga, sebagaimana Majelis Hakim yang terhormat saya juga tadi terharu dengan Saksi Ahli dari Pemerintah yang sangat terenyuh dengan pasar bebas tenaga kerja dimana kalau kita menolak pasar bebas tenaga kerja maka kesempatan bekerja bagi pasar buruh kita akan tertutup, karena tenaga buruh dari luar tidak akan masuk ke Indonesia. Beliau juga dengan sukarela katanya harus berkompetisi dengan pasar tenaga kerja dari Singapura demi membela kaum buruh. Bapak Majelis Hakim yang terhormat, ada beberapa hal yang harus kita cermati. Banyak di antara kita yang tidak menyadari bahwa kita ini sedang dibodohi oleh negara-negara kuat, karena apa? Faktanya saat ini tidak ada pasar bebas untuk tenaga kerja khususnya blue collar tadi yang disebutkan atau pekerja kasar. Globalisasi dan pasar bebas hanya diperlakukan untuk pasar baik pasar barang, pasar jasa, maupun pasar faktor produksi seperti tenaga kerja dimana mereka kuat tetapi untuk pasar-pasar yang mereka tidak kuat mereka tidak buka, sedangkan untuk pasar dimana mereka lemah seperti tenaga kerja rendah tadi memang tidak ada pasar bebas, karena upah tenaga 74
rendah mereka sudah lebih mahal, pasti kalah bersaing dengan tenagatenaga kasar atau tenaga blue collar dari negara berkembang seperti Indonesia. Ini kita tidak bisa generalisir hal demikian. Untuk fakta yang ini kenapa kita diam saja? Tetapi di dalam undang-undang ini, di dalam kondisi seperti ini kita tidak bisa mendikte untuk memasukkan klausul pasar bebas tenaga kerja pada undang-undang di negara maju seperti halnya mereka melakukan pada Undang-Undang Penanaman Modal kita. Nah, jadi ini kita harus melihat secara lebih fair jangan kita kemudian hanya melihat satu sisi saja. Yang kedua tadi dari grafik Saksi Ahli Pemerintah menunjukkan bahwa bahwa persentase penganggur terdidik lebih tinggi dibanding penganggur dengan pendidikan rendah. Harus kita pahami bahwa fakta tersebut memperlihatkan investasi yang ada di Indonesia lebih berorientasi pada eksploitasi upah buruh rendah atau upah buruh yang tidak terdidik. Bagaimana mau mengharapkan alih teknologi seperti tadi yang dikatakan? Karena yang masuk di kita sebagian besar adalah industri-industri tukang saja, baik di sektor garmen, perakitan, sebagian besar adalah mereka yang memanfaatkan sektor ini. Jadi menurut saya kembali lagi pada saat kita akan merevisi strategi, pada saat kita akan melakukan sebuah kebijakan pasti sudah harus dilatarbelakangi oleh sebuah strategi, sebuah target bahwa ini betul-betul untuk kepentingan nasional yang tidak hanya dalam tataran statement tetapi harus kita pertanggungjawabkan pasal demi pasal apa yang akan bisa kita dapatkan dari itu. Karena itulah yang dilakukan oleh semua negara, jadi saya rasa mungkin sementara itu yang bisa saya sampaikan, terima kasih. 139. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, jadi ini makin sore makin bermutu ini sidang ini, tidak tahu ada banyak wartawan tidak itu? Biasanya mau terima hasilnya saja wartawan ini, semestinya ini perdebatan substantif begini masyarakat harus ikut dengar karena menyangkut kepentingan yang besar. Baik saya persilakan dari Pemerintah siapa yang mau menanggapi ini? Silakan Bapak Faisal kemudian Bapak Chatib Basri, silakan sama-sama Basrinya. 140. AHLI DARI PEMERINTAH : DR. FAISAL BASRI, S.E., M.A. Terima kasih Bapak Ketua Yang Mulia, Sebetulnya dua minggu lalu saya telah menayangkan katakanlah benar apa yang dikatakan oleh Saksi Pelapor sedemikian bobroknya perusahaan asing itu mengeksploitasi kekayaan alam kita, tetapi data cost recovery menunjukkan perusahaan asing itu, Chevron misalnya. Chevron itu terwakili di production sharing contract, untuk mengeluarkan satu barel dari perut bumi Indonesia biayanya hanya 75
9,66 dolar tapi kalau perusahaan negara yang ditugaskan oleh negara untuk mengambil satu barel dari perut bumi biayanya 27,43 dolar, jadi sebetulnya lebih menyejahterakan bangsa ini Chevron ketimbang Pertamina, faktanya. Jadi saya agak takut kalau lagi-lagi pendikotomian yang sebetulnya bukan disebabkan dikotomi atau apa tapi karena negaranya yang tidak concern dengan macam-macam. Luar biasa besar uang yang didapat oleh perusahaan minyak itu tapi jauh lebih besar lagi yang dinikmati oleh Republik dan rakyat seharusnya. Untuk gas, Pertamina cost untuk ekuivalen satu barel 3,31 dolar sementara sejenis Chevron cuma 1,34 dolar, jadi sebenarnya siapa yang bikin sengsara negara ini sebenarnya, ya Pertamina bukan? Nah, kalau kita bisa tekan si Chevron itu cost-nya lima dolar, termasuk untuk ke night club segala macam barangkali masuk di situ, ya bagus. Jadi ini hal-hal seperti ini sudah lama mengganggu kita semua tentu saja dan oleh karena itu walaupun ini tidak kaitannya dengan macam-macam, ada yang lebih berbahaya yang harus kita sikapi sebagai bangsa barangkali, yakni tentang kalau ini ada kerusuhanpun si Chevron tidak bisa membawa ladang minyaknya ke luar, tapi kita tidak peduli terhadap terhadap kedaulatan keuangan, tiba-tiba asing mengeluarkan sahamnya dari Indonesia 10% saja itu sudah rontok bursa efek mungkin perdebatanperdebatan konstitusional di masa yang akan datang bisa juga punya prioritas yang betul-betul sensitif bagi kita dan hal-hal seperti ini justru yang sebetulnya masalahnya banyak pada kita dan bisa kita selesaikan sendiri. Satu hal lagi yang ingin kami share, bahwa akibat penerapan otonomi daerah yang sudah nyata ada perubahan walaupun tidak seperti yang kita harapkan misalnya distribusi kredit. Sebelum Otda tahun 1997, sebelum krisis dengan Juni setelah krisis, Juni 2007 itu tadinya kalau kredit konsentrasinya di Jakarta 62,2%, sekarang hanya 36,2% itu Jakarta, bagus sekali. Sementara eastern part of Indonesia tadinya dia hanya dapat 5,5% dari total kredit, sekarang 12,8%. Kemudian Sumatera mendapat 7,8% sebelum krisis, sekarang 15,6%. Ihwal bahwa itu belum terdistribusi secara baik kita semua sepakat, tapi untuk mengatakan tidak ada perubahan sama sekali rasanya kita tidak bertanggung jawab untuk menafikan begitu saja fakta-fakta ini. Kita ingin lebih baik tentu saja, tapi kita tidak boleh menafikan kelihatan lebih baik, tidak semuanya berbentuk hitam putih, baik-buruk dan buruk semua. Terima kasih. 141. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Pak Chatib, silakan!
76
142. AHLI DARI PEMERINTAH : CHATIB BASRI Terima kasih Yang Mulia. Mungkin ada beberapa hal yang kami coba untuk memberikan tanggapan. Tadi Pak Faisal Basri saya dengar berbicara mengenai bahwa situasinya memang praktis mengalami perbaikan. Saya mungkin sampaikan sedikit pengalaman saya Yang Mulia. Kebetulan pada waktu bulan April tahun ini ada sebuah konferensi mengenai ekonomi di Asia sepuluh tahun setelah krisis pada waktu itu. Saya kebetulan memberikan paper mengenai Indonesia dengan Prof. Iwan Azis dari Cornell, seperti biasa kita bicara mengenai situasi ekonomi Indonesia yang banyak sekali persoalannya dan agak buruk kelihatannya. Tetapi yang menarik adalah salah satu komentar dari ekonom Freddy Sean dan juga Jeffrey Sack. Jeffrey Sack ini bersama Stiglitz dianggap sebagai ekonom yang lead mengenai millennium development goal sekarang. Bagaimana berupaya memperbaiki nasib orang miskin. Ada comment dari Sean dan Jeffrey Sack yang menarik sekali, mereka katakan begini, “tidak adil sebetulnya Anda melihat Indonesia dalam konteks perbandingan dengan beberapa negara di Asia”, ini menarik sekali karena statement ini datang dari mereka, karena tidak ada satu negara di Asiapun yang mengalami perubahan secara drastis di dalam politik dan di dalam sentralisasi menuju desentralisasi dalam satu malam, tidak terjadi di Thailand. Thailand hanya terjadi mengganti perdana menterinya, di Korea hanya hanya mengganti presidennya pada waktu itu, tetapi yang terjadi di Indonesia itu sebetulnya comparable dengan apa yang terjadi di Filipina dan juga di Eropa Timur. Dan kebetulan Jeffrey Sack adalah penasihat ekonomi di 39 negara termasuk di Eropa Timur dia mengatakan, “seandainya saya orang Indonesia maka pertanyaan saya adalah kok ekonominya bisa tumbuh 5-6%? Padahal dalam pengalaman Rusia kita tumbuh delapan tahun negatif”. Dan kalau Indonesia dibandingkan dengan Filipina, maka kinerja Indonesia jauh lebih baik. Saya ingin menempatkan isu ini apa yang dikatakan Pak Faisal tadi dalam konteks yang lebih proporsional, artinya bahwa kita bikin progress sebetulnya, tetapi ini mirip dengan orang yang sakit. Orang yang sakit tidak pernah percaya bahwa dirinya itu membaik, bahwa dirinya sehat. Sehingga setiap kali kita katakan bahwa perubahan tidak pernah terjadi, tetapi kita melihat bahwa sejak Presiden Habibie sampai sekarang, we are making progress. Mahkamah Konstitusi adalah bukti bahwa Republik ini membuat kemajuan, bila tidak maka kita tidak berada pada ruangan ini pada siang hari ini untuk mendiskusikan halhal seperti ini. Ini adalah bukti bahwa kemajuan sudah kita lakukan, itu yang pertama mengenai perubahan. Kemudian, tadi ada pembicaraan mengenai apakah asas perlakuan yang sama bisa digunakan dalam perekonomian Indonesia? Ketika kita berbicara mengenai kemiskinan, ada dua isu harus 77
dibedakan. Tadi Ahli dari Pemohon menyampaikan dengan struktur piramidanya, yang dibicarakan oleh Ahli dari Pemohon adalah inequality, ketidakadilan, dan itu beda dengan kemiskinan. Kemiskinan di setiap negara kaya sekalipun inequality-nya selalu ada. Ada orang kaya, ada kelompok dengan pendapatan yang sangat tinggi, ada orang dengan pendapatan yang sangat rendah. Tetapi kalau kita bicara mengenai poverty absolut, kita bicara mengenai orang di bawah garis kemiskinan. Ini berbeda sekali, ada perbedaan yang mendasar antara poverty dengan inequality. Inequality itu berkaitan dengan keadilan, poverty itu berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pokok. Jadi saya kira ini harus dibedakan secara jelas mengenai apa? Nah, saya akan bicara sekarang mengenai poverty, itu yang tadi saya sampaikan di dalam presentasi saya. Seorang itu menjadi miskin, bukan karena dia tidak punya barang, tetapi karena dia tidak bisa melaksanakan aktivitas ekonomi untuk dia memiliki barang. Jadi kita tidak bisa melihat bahwa seseorang miskin, apakah yang seseorang itu naik mobil, dengan orang lain tidak naik mobil? Itu bukan definisi kemiskinan, itu adalah persoalan inequality, tetapi ketika kita bicara apakah orang yang tidak naik mobil ini punya akses? Memiliki akses untuk kemudian dia bisa naik mobil. Isunya pada masalah kemiskinan adalah pada soal akses, pada soal kesamaan equality dalam right dan ini adalah sebuah perdebatan filsafat sebetulnya. Perdebatan antara Robert Mozick, John Rose dan Amartya Sen yang selalu mempertanyakan apakah yang harus dilakukan, equality dalam right atau equality dalam outcome? Equality dalam right tidak akan menghasilkan equality dalam outcome, tetapi inequality di dalam right akan menghasilkan equality dalam outcome. Ini adalah perdebatan klasik yang sampai sekarang memang persoalan ini belum diselesaikan Yang Mulia, sampai sekarang dan ini bukan hanya fenomena yang terjadi di Indonesia. Jadi yang ingin saya sampaikan di sini adalah apa yang ingin dilakukan adalah bagaimana membuat akses itu tersedia. Saya ambil contoh, di dalam kredit kecil mengapa masyarakat di desa itu lebih cenderung meminjam uang kepada lintah darat? Padahal tingkat bunganya tinggi sekali, kenapa mereka tidak mau ambil koperasi atau BRI? Penjelasannya sederhana, ketika mereka pinjam uang dari lintah darat itu cepat. Satu malam mereka minta uang, uangnya tersedia ketika anaknya sakit. Artinya akses menjadi jauh lebih dominan ketimbang tingkat bunga. Ini menunjukkan bagaimana peran dari akses itu. Nah, perlakuan sama di dalam akses itu adalah hal yang sangat penting dalam aktivitas ekonomi. Mengenai nanti di dalam pelaksanaan Undang-Undang investasi ini bahwa kemudian ada insentif dimana ketika perusahaan asing melakukan kerja sama kemitraan dengan UKM memberikan insentif tertentu, itu tentunya adalah implikasinya, tetapi dia tidak merubah struktur di di dalam undangundang ini. Jadi kami kira bahwa hal ini penting sekali untuk diperhatikan. 78
Kemudian saya dengar tadi dari Ahli Pemohon mengatakan bahwa total konsumsi perkapita BBM sangat besar, 72% angkanya, ini yang saya catat. Angka ini jelas tidak mungkin, kalau konsumsi BBM 72%, konsumsi makanan 72%, maka totalnya adalah 144% itu jelas tidak mungkin dan ini tanpa melihat data kita bisa menggunakan logika sederhana. Orang miskin tidak mungkin mengkonsumsi bensin lebih banyak dibandingkan dengan beras. Kalau kita punya uang seratus ribu rupiah, maka sebagian besar dari uang saya, saya gunakan untuk beli beras kalau cukup. Tidak akan saya gunakan beli bensin. Sehingga proporsi konsumsi dari BBM itu pasti akan dikonsumsi oleh mereka yang relatif kaya, sehingga angka yang 72% ini saya kira mungkin nanti perlu diklarifikasi lebih jauh. Ini hanya sekedar bagaimana kita melihat mengenai data ini mungkin, ada baiknya juga kita memperhatikan dengan hati-hati. Kemudian mengenai informal sektor, Ahli dari Pemohon mengatakan bahwa Pemerintah harus kontrol informal sektor. Dari definisinya saja namanya informal. Bagaimana kita bisa mengkontrol. Ketika dia sudah bisa dikontrol maka dia telah menjadi formal sektor, karena ciri dari informal sektor adalah tidak terdaftar, tidak berbadan hukum. Karena itu informal sektor tidak ada upah minimum jadi ketika tadi Ahli dari Pemohon mengatakan Pemerintah harus mengontrol informal sektor ini adalah sebuah pernyataan yang sangat kontradiktif karena dia sifatnya informal maka kemudian dia tidak bisa dikontrol oleh Pemerintah. Itulah sebabnya yang kita lakukan yang bisa dilakukan oleh Pemerintah adalah bagaimana membuat sektor informal ini menjadi formal, apa yang bisa dilakukan? Insentif dari sektor informal menjadi formal, apa misalnya? Penyerapan tenaga kerja, itulah yang tadi kami presentasikan dalam presentasi kami bagaimana menyerap mereka yang ada di informal sektor, di informal sektor tidak ada perlindungan tenaga kerja tidak ada kontrak tenaga kerja buruh yang ada di sini sama sekali tidak terdeteksi. Kemudian mengenai hutang yang sangat besar, tadi juga disampaikan oleh Ahli dari Pemohon, saya ingin sampaikan data sebagai perbandingan negara dengan hutang terbesar di dunia adalah Amerika dan Jepang di dalam presentase terhadap PDB. Apakah kemudian kita mengatakan bahwa Amerika dan Jepang ini punya persoalan di dalam hutang? Ini mirip dengan kita melakukan pinjaman tergantung dari alokasi hutang ini digunakan untuk apa. Kalau kemudian hilang karena korupsi akan menjadi masalah, tetapi seperti beberapa teman menggunakan credit card itu selama dia bisa melakukan pembayaran minimum maka tidak akan ada masalah dengan itu, tetapi kalau dia sudah tidak bisa melakukan pembayaran minimum maka akan menjadi persoalan. Selama revenue kita dari ekspor masih lebih besar dari tingkat bunga yang harus kita bayar karena bunga cicilan hutang, maka hutang itu tidak akan menjadi persoalan, itu yang terjadi dengan Amerika Serikat, yang terjadi dengan Jepang. 79
Fenomena hutang adalah bukan fenomena yang khas Indonesia bukan fenomena yang sayangnya seringkali kita melihat persoalan bahwa Indonesia ini adalah satu-satunya negara di dunia sehingga kita tidak mau membuat perbandingan dengan negara lain padahal di sana terjadi juga dengan negara lain yang disebut hal biasa saja. Kemudian mengenai pasar tenaga kerja yang bebas, justru poin ini saya kira saya senang sekali karena Ahli dari Pemohon ternyata mendukung ide saya. Dengan logika yang sama saya ingin katakan globalisasi itu bukan persoalan barat dan timur, karena di negara barat sekalipun mereka tidak mau terima globalisasi misalnya dengan membuka pasar kerja. Kita selalu mengatakan bahwa globalisasi ini persoalan asing, ini kepentingan asing, ini persoalan domestik justru yang kita tunjukkan bahwa dengan globalisasi asing sekalipun bisa dirugikan dan Indonesia bisa diuntungkan. Inilah logika apa yang saya sampaikan pasar tenaga kerja tadi Yang Mulia. Saya ingin menunjukkan kalau kita buka tenaga kerja itu bisa terjadi bahwa Indonesia untung dari negara lain dan negara luar itu ternyata bisa dirugikan, jadi ini persoalan bahwa globalisasi bukan hanya menguntungkan asing. Globalisasi has nothing to do dengan asing ataupun domestik, dia berhubungan dengan distribusi atau manfaat yang diperoleh dari kelompok masyarakat dan dalam kaitan ini saya kira bisa juga Indonesia diuntungkan, sehingga yang harus diperjuangkan justru sebetulnya adalah bagaimana pasar tenaga kerja ini bisa dibuka di luar, apakah Pemerintah melakukan? Saya harus sampaikan bahwa ini iya. Contohnya adalah EPA dengan Jepang dimana salah satu klausul di dalam EPA dengan Jepang adalah memungkinkan tenaga kita untuk bekerja di Jepang di dalam proses yang memang masih sangat sederhana dimulai dari nurse, dari suster, perawat. Ini yang sudah dilakukan. Yang ingin saya sampaikan mungkin hanya sekedar respons ada beberapa hal yang disampaikan Ahli dari Pemohon Yang Mulia, mungkin kita harus menempatkan persoalan ini dalam konteks yang benar dan proporsi yang benar bahwa Pemerintah masih mengalami persoalan, masih banyak persoalan yang kita hadapi, kita harus sepakati iya, tetapi ini kemudian tidak mengubah bangun dari apa yang kemudian kita lakukan bersama-sama, terima kasih Yang Mulia. 143. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, 144. PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BIDANG HUKUM DAN PERUNDANGAN DEP. PERDAGANGAN) Yang Mulia, boleh kami bertanya kepada Ahli kami sendiri, karena waktu yang terdesak ini?
80
145. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ya terdesak, silakan. Pak Umar?
146. PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BIDANG HUKUM DAN PERUNDANGAN DEP. PERDAGANGAN) Kami kembali Penanaman Modal ini.
kepada
pasal-pasal
dari
Undang-Undang
147. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Silakan! 148. PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BIDANG HUKUM DAN PERUNDANGAN DEP. PERDAGANGAN) Saudara Chatib Basri bisakah Pemerintah menetapkan bidangbidang usaha yang tertutup dan terbuka itu secara permanen? Ini berkenaan dengan pertanyaan mengapa tidak dibuat di dalam undangundang bidang-bidang usaha tertutup dan terbuka itu? Sebab di dalam penyusunan undang-undang ini Pemerintah berpendapat pada waktu itu bahwa bidang usaha tertutup menyangkut hajat hidup orang banyak itu, bisa berubah-ubah dari waktu ke waktu, mohon penjelasan! 149. AHLI DARI PEMERINTAH : CHATIB BASRI Terima kasih, Yang Mulia. Menurut hemat kami bahwa sangat sulit dan bahkan tidak mungkin menetapkan cabang-cabang dan produksi yang dianggap menguasai hajat hidup orang banyak, berpengaruh kepada masyarakat banyak secara permanen. Saya berikan contohnya, pendidikan adalah sektor yang sangat mempengaruhi hajat hidup orang banyak Yang Mulia. Kalau kita lihat dari sisi ini maka ini harus ditangani Pemerintah tapi kita lihat bahwa faktanya sekarang bahwa itu bisa dilakukan oleh swasta dan banyak sekali sebetulnya bahwa kemudian dilakukan orang dengan tingkat pendidikan kemudian mengalami perbaikan di sana sini, sedangkan kalau kita kembali kepada definisi ini mungkin secara rigid dan interpretasikan bahwa ini harus dikuasai oleh negara. Yang saya khawatirkan adalah kalau dibuat definisi ini permanen, maka kita akan selalu menjadi obsolete, usang. Kegagalan dari ekonomi di Rusia adalah pada waktu ekonomi komando mereka mencoba menetapkan apa yang terjadi di depan dengan kacamata apa yang terjadi sekarang. Jadi ketika kita membuat sektor-sektor yang dianggap 81
menguasai hajat hidup orang banyak permanen, berarti kita lakukan adalah bahwa kita anti perubahan, kita tidak memungkinkan bahwa ada ruang untuk perubahan yang selalu terbuka, terima kasih Yang Mulia. 150. PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BIDANG HUKUM DAN PERUNDANGAN DEP. PERDAGANGAN) Satu klarifikasi dari Pemerintah mengenai perlakuan yang sama, ini ada salah pengertian dari Pemohon Pasal 4 (...) 151. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Supaya tidak diprotes, pendapat Pemerintah saja. 152. PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BIDANG HUKUM DAN PERUNDANGAN DEP. PERDAGANGAN) Pendapat Pemerintah mengatakan perlakuan yang sama ini dalam kerangka national treatment dari TRIMs begitu juga perlakuan yang sama di dalam Pasal 6, ini perlakuan dari asas the most sovereignty principal dari TRIMs. Tetapi apa yang dimasudkan perlakuan yang sama oleh Pemohon, menurut Pemerintah tidak ada perlakuan yang sama, karena di dalam undang-undang ini tidak semua bidang usaha terbuka untuk asing, ada kualifikasinya, ada bidang usaha yang harus bekerjasama dengan UKM, dengan koperasi dalam negeri. Yang kedua, bentuk badan usaha. Asing harus masuk dengan P.T. tapi untuk badan usaha di dalam negeri boleh di dalam badan hukum, boleh tidak berbadan hukum, boleh CV, boleh perorangan, jadi tidak ada yang sama. Terima kasih. 153. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ya, ya. Baik, masih ada yang mau ditanyakan? 154. KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Karena Pemerintah bertanya kepada Ahlinya, saya juga bertanya kepada Ahli saya. Saudara Ichsanuddin Noorsy, Undang-Undang Penanaman Modal yang lalu menyebutkan cabang-cabang produksi yang tertutup dasarnya juga Pasal 33. Sekarang Pemerintah bilang wah susah karena itu dinamis, dinamis jadi susah. Coba Anda mengelaborasi lebih jauh mengenai hal ini di depan Majelis yang terhormat ini apakah cabang-cabang yang menguasai hajat hidup orang banyak itu jelas sektornya terutama? Kalau penguasanya memang yang gede pasti menguasai, silakan. 82
155. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Silakan. 156. AHLI DARI PEMOHON : ICHSANUDDIN NOORSY
Assalamu’alaikum wr. wb. Majelis yang saya hormati saya mencermati betul apa yang disampaikan oleh Pemerintah dan Ahli. Yang pertama pertanyaan dari yang disampaikan oleh Pemerintah, sesungguhnya kalau dilihat dari perbandingan antara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dengan kondisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang sektor-sektor itu terutama pada perubahan sektor nampak sekali bukan hanya pada undang-undang. Struktur perundang-undangan yang pernah terjadi di Indonesia bahkan pernah mengemuka demikian habis-habisan ketika Infrastructure Summit yang dilakukan Pemerintah pada Desember 2005 dan selanjutnya pada kebijakan infrastruktur. Karenanya pada RPJMN Perpres 17 Tahun 2005 tegas-tegas Pemerintah menyatakan seluruh infrastruktur itu terbuka, artinya apakah itu telekomunikasi, apakah itu transportasi, apakah itu energi, itu bebas. Sehingga ketika dia terbit Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dia hanya tinggal menjustifikasi bahwa seluruh sektor terbuka kecuali undang-undang menyatakan soal pertahanan seperti pasal-pasal di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, itu yang pertama. Yang kedua kalau kita elaborasi lebih lanjut bagaimana kita mau melihat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 pada hakikatnya menarik sekali apa yang disampaikan oleh tenaga Ahli dari Pemerintah contoh pendidikan. Saya membawa paper dari Prof Sofyan Effendi yang akan saya serahkan kepada Majelis. Bagaimana Amerika, Inggris, dan Australia menangguk keuntungan dari pasar bebas pendidikan di Indonesia. Terutama ketika Perpres Nomor 77 dan Nomor 76 diterbitkan atas dasar Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Menurut data yang disampaikan oleh Prof Dr. Sofyan Effendi, akibat liberalisasi pendidikan maka Australia menangguk keuntungan hampir-hampir 20 miliar dolar dan itu semakin hari semakin meningkat karena pangsa pasar pendidikan di Indonesia diambil habis. Begitu juga Amerika, begitu juga Inggris, data yang tersedia akan saya sampaikan. Artinya, sesungguhnya pembukaan pasar itu yang terjadi pada sektor pendidikan luar biasa. Sementara kalau kita ambil dalam UndangUndang Penanaman Modal sebelumnya, pendidikan tidak termasuk. Yang kedua soal telekomunikasi, pada yang lama sesungguhnya masih dibatasi. Begitu juga posisinya kalau kita ambil pada konstruksi yang saya pikir harusnya kemudian menjadi tidak dibebaskan bagaimana— dan ini menarik sekali, bagaimana Perpres pelaksanaan tentang sektorsektor atau bidang-bidang yang dibebaskan itu termasuk listrik. 83
Majelis yang saya hormati, Majelis ini pernah membatalkan Undang-Undang Kelistrikan, jelas. Saya ulang, Majelis ini pernah membatalkan Undang-Undang Kelistrikan, tapi kalau kita lihat Perpres bagaimana pelaksanaan Perpres Nomor 25 Tahun 2007 Pemerintah meliberalkan, yang pertama Majelis. Yang kedua, Majelis ini membatalkan Undang-Undang APBN khusus tentang Pendidikan. Pemerintah bersama DPR melanggarnya kembali lewat Undang-Undang APBN 2008. Kenapa sampai seperti itu Majelis? Karena pada hakikatnya kalau kita ambil struktur kelembagaan, satu institusi yang dilahirkan oleh pembuat hukum tapi ternyata pembuat hukum tidak menghormati apa yang dilahirkannya bahkan tidak menghargai keputusan yang dilakukannya, persoalan pokoknya siapa yang dihormati? Siapa yang dihargai atas posisi seperti itu? Yang terakhir sebelum saya membandingkan lebih lanjut, ada cara berpikir yang saya setuju ada beberapa pertanyaan ketika saya baca risalah sidang. Ada hal yang acapkali kita tidak sentuh ke atas. Kalau kita semua duduk hadir di sini, maka pada hakikatnya yang sedang kita perdebatkan istilah Majelis adalah kepentingan umum maka di dalamnya adalah persoalan nilai-nilai. Artinya kalau kita terjemahkan dia paling tidak yang disebut memajukan kesejahteraan umum diterjemahkan ke dalam Pasal 33. Artinya strukturnya ada nilai, ada norma, ada strategi, ada fungsi, ada segmentasi. Undang-undang itu adalah terjemahan dari nilai dan norma. Kalau kita punya tangan maka jari kita tidak boleh bertentangan dengan telapak, tidak boleh bertentangan dengan tangan, tidak boleh bertentangan dengan tujuan otak dan hati, tidak boleh bertentangan dengan norma penggunaan tangan, tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang bertentangan dengan hati dan pikiran. Ketika jari bertentangan dengan tangan, bertentangan dengan otak, dengan hati maka sekaligus dia bertentangan dengan dirinya sendiri. Kita duduk di sini sebetulnya sedang menguji sampai seberapa jauh undang-undang yang diterbitkan lewat kesepakatan Pemerintah dan DPR itu bertentangan tidak dengan nilai-nilai? Melanjutkan apa yang tadi disampaikan oleh Bung Johnson maka kami ingin mengutip beberapa pendapat Bung Hatta di sini. Sekaligus menjawab apa yang pernah disampaikan oleh dari Pemerintah Bung Erman. Satu politik perekonomian yang didasarkan atas inisiatif partikelir hanya akan membuka jalan bagi masuknya kapitalis asing ke Indonesia dan dengan itu sejarah kolonialisme ekonomi berulang kembali, itu disampaikan oleh Mohammad Hatta dalam masalah bantuan perkembangan perekonomian dalam tahun 1967. Lalu saya ingin kutipkan yang dilakukan pada tahun 1985 ketika Semen Gresik. Apabila pemimpin perusahaan yang cakap ini—ini mengadopsi cara berpikir Pemerintah, ini yang terakhir saya kutip. Apabila pimpinan perusahaan yang cakap itu (...)
84
157. PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BIDANG HUKUM DAN PERUNDANGAN DEP. PERDAGANGAN) Ini Mohammad Hatta Saudara? 158. AHLI DARI PEMOHON : ICHSANUDDIN NOORSY Ini pidato Mohammad Hatta. Saya ingin menjawab sekaligus. Silakan lewat Majelis, saya pikir Majelis bisa dihormati. Apabila pimpinan perusahaan yang cakap itu terdapat di antara bangsa kita sendiri, disewa manajer asing dengan syarat bahwa selama ini ia memimpin perusahaan itu dididiknya, gantinya dari orang Indonesia sendiri. Contoh politik perusahaan yang seperti itu sudah pernah kita lakukan dengan perusahaan negara, di Semen Gresik. Dalam bahasa yang sederhana kita tidak menolak asing tetapi tadi yang aneksi struktural tadi, jangan bertentangan dengan sistem nilai yang kita bangun. Pada kutipan yang harus kita lihat pada tahun 1985, dalam pembangunan negara dan masyarakat bagian pekerja dan kapital nasional makin lama makin besar. Bantuan tenaga dan kapital asing sudah sampai pada satu tingkat makin lama makin berkurang. Artinya sesungguhnya yang harus diterapkan dalam konteks itu adalah kedaulatan ekonomi. Ketika masuk dalam perdebatan seperti sekarang, saya masuk sekaligus izinkan apa yang disampaikan oleh Ahli Pemohon soal apa yang disampaikan tadi perbandingan Pertamina dengan Exxon. Saya ingin bertanya, atau tepatnya menjawab sekarang, itu Exxon yang kemudian membuat fasilitas yang biayanya memang biaya murah, contohnya adalah Bojonegoro dan di Aceh. Tapi yang dilakukan oleh Pertamina adalah sumber-sumber yang memang susah. Tidak bisa kita ambil rata-rata, biaya lifting dipukul rata. Pertamina 27, Exxon 19 tidak bisa. Katakan Chevron, apalagi Chevron sudah berkuasa lama di Riau, tidak bisa seperti itu. Soal pertumbuhan pada persidangan 6 Februari saya sudah membuktikan pada Majelis, Jeffrey Sack betul, Stiglitz betul. Tapi lagilagi Jeffrey Sack mestinya tahu dan Stiglitz mestinya juga sadar bahwa pertumbuhan yang tinggi dalam posisi Indonesia justru disumbang besar dan ini saya sampaikan kepada Majelis pada 6 November lalu itu dikontribusi oleh UMKM, bukan sepenuhnya oleh pemilik modal. Lalu soal globalisasi, kalau soal globalisasi pertanyaan paling mendasar kenapa Amerika tetap bertahan pada industri pertaniannya? Kenapa Jepang tidak mau membuka pertaniannya? Khusus tentang Jepang, ketika Menteri Perekonomian Aburizal Bakrie berangkat ketika dia Menko. Teman-teman saya yang ada di sana mengatakan kalian bangun EPA, kami akan membuka pasar tenaga kerja. Pertanyaan mendasar ok dia buka EPA untuk nurse, tapi pada saat yang sama ada
85
masalah. Pertama, Jepang tidak mau diganggu pasar otomotifnya yang 95%. Yang kedua, kemarin kita saksikan ketika Jepang meminta jaminan suplai batubara pada saat yang sama Jepang memaksa Indonesia menandatangani perjanjian PLTN. Dan pada saat yang sama, ketika Menhub datang, Hatta Rajasa ke sana, Jepang memaksa menandatangani 17 US dolar sekedar untuk yang namanya rapid mass transportation dan tendernya tidaknya di Indonesia. Saya buktikan lagi kepada Majelis, sekali lagi saya buktikan, silakan melihat kenapa Jepang terburu-buru menolak likuidasi P.T. Inalum, silakan bongkar. Saya menantang Pemerintah kalau perlu, mari kita lihat kenapa Jepang menolak untuk likuidasi Inalum? Berapa besar Jepang merampok dan itu bukan dibuktikan oleh Ichsanuddin Noorsy, itu dibuktikan oleh mantan menteri Orde Baru bahwa yang namanya Jepang merampok, luar biasa dari segi investasi. Nah, bila saya mengatakan pada persoalan bagaimana kita melihat ketimpangan. Saya ingin menampilkan sesungguhnya Majelis, tadi kalau sahabat saya menampilkan soal ketimpangan seperti itu, saya menyampaikan sesungguhnya beberapa provinsi kaya—datanya tersedia Majelis, saya akan sampaikan pada Majelis melalui Pemohon, bahwa di beberapa provinsi kaya sekalipun ketika namanya investasi Migas kita cabut, ambrol Majelis. Angka ini bukan angkanya Ichsanuddin Noorsy, angka ini angkanya Pemerintah, saya siapkan. Tapi karena saya di belakang, saya tidak sampaikan tapi kepada Pemohon saya sampaikan. Apa intinya? Intinya ketika Pemerintah semakin meliberalkan sektor-sektor hajat hidup orang banyak dan Bung Hatta menyarankan tidak mungkin Anda menyerahkan public utilities pada swasta. Maaf Prof, Prof juga guru besar saya—Ismail Suny. Begitu negara menyerahkan kekuasaannya kepada Pemerintah dan Pemerintah tidak mau bertanggung jawab kepada public utilities, pertanyaan mendasar, menganut apa sesungguhnya negara itu, prinsip negara apa yang dianut di dalamnya? Apakah prinsip negara korporasi atau prinsip negara kesejahteraan atau prinsip yang saya bilang kepada Majelis Hakim negara penjaga malam yang diakhiri dengan dipesuruhi, dipecundangi oleh pemodal. Terima kasih. 159. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. . Baik, Saudara-Saudara sekalian ini sudah mau pukul empat. Kita sudah mendengar keterangan cukup ini, tapi saya ingin memberi kesempatan nanti, tapi sebelum itu sebelah kiri kanan saya mau tanya ini, jadi dua saja dari kanan satu Pak Hakim Harjono yang kedua nanti Pak Hakim Palguna sekaligus nanti ditanggapi, silakan.
86
160. HAKIM KONSTITUSI : Dr. HARJONO, S.H., M.CL. Terima kasih Pak Ketua, Saya ingin tanya kepada Ahli Pemerintah berdua, Pak Umar dan Pak Chatib Basri. Tadi diceritakan persoalan modal asing itu konsentrasinya sektor Migas pertambangan untuk Bapak Umar, lalu Pak Chatib itu manufaktur. Yang diutarakan adalah adanya perpindahan investasi ke Cina dan lain sebagainya sehingga kita turun, apakah perpindahan investasi itu juga mengangkut investasi dalam bidang perkebunan? Karena kalau perkebunan saya kira ini punya karakteristik sendiri, apa perhitungan tadi juga menyangkut persoalan pindahnya investasi perkebunan? Karena di dalam Undang-Undang Nomor 25 juga memberikan insentif tentang panjangnya HGU itu, yang saya mau tanyakan adalah apakah faktor 90 tahun ini, ini faktor yang begitu dominan sehingga reluktanlah? Kalau tidak 90 tahun ataukah faktorfaktor lain yang overhead yang harus ditanggung oleh investor ini, pungutan-pungutan yang masih bisa terjadi dimanapun juga, kemudian persoalan-persoalan yang berhubungan dengan ketidakpastian berusaha. Seberapa jauh sich 90 tahun menjadi suatu insentif, kok sampai jatuh angka 90 tahun? Jadi ini pertanyaan saya karena menyangkut hal persoalan hak tanah dan saya kira kalau ini menyangkut persoalan investasi perkebunan karakteristik climate juga menjadi hal yang sangat menentukan. Apakah mungkin kemudian mengalihkan perkebunan kelapa sawit itu di daerah yang tidak bisa tumbuh kepala sawit? Apa tidak bisa dengan kelebihan naturality kita memang pertahankan kita punya kelebihan tersendiri sehingga tetap tertarik perkebunan kepala sawit untuk masuk, ini saya inginkan pada dua Ahli tersebut. Terima kasih. 161. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, terakhir Pak Palguna, silakan. 162. HAKIM KONSTITUSI : I DEWA GEDE PALGUNA, S.H., M.H. Terima kasih Pak Ketua. Saya ada satu pertanyaan yang mungkin ini bisa jadi ini adalah termasuk satu kunci juga dalam persoalan ini, begini, ada yang berpendapat bahwa Undang-Undang Dasar 1945 itu Pasal 33 itu menganut konsep natural monopoli sementara WTO tidak menganut paham itu, ada yang berpendapat demikian. Tentu yang menjadi pertanyaan sekarang yang berhubungan dengan undang-undang ini adalah saya ingin tanya dari kedua Ahli, tentu kedua Ahli ini sudah mempelajari, saya ingin mendapatkan komposisi perbandingan 87
pemikiran dari kedua Ahli dalam melihat dan memetakan undangundang ini. Bagaimana kedua Ahli, baik dari Pemohon maupun Ahli dari Pemerintah melihat ketika konsep natural monopoli yang ada di Pasal 33 itu ditempatkan di dalam undang-undang yang tadi notabene juga kita tunduk kepada prinsip-prinsip WTO yang juga ternyata tidak menganut konsep natural monopoli itu. Apakah undang-undang ini cukup menjawab, memberikan jawaban antara dua hal yang “tampak” kontradiktif itu. Kemudian pertanyaan saya yang kedua, jika iya bahwa konsep natural monopoli dianut oleh Undang-Undang Dasar 1945, artinya pembentuk undang-undang termasuk Pemerintah berpaham demikian, tetapi pada saat yang sama dia tidak ingin melanggar ketentuan dari WTO satu-satunya kemungkinan atau salah satu kemungkinan untuk ”berkompromi” mengenai dua hal yang bertentangan itu adalah pada persoalan bidang-bidang usaha yang terbuka dan tertutup. Pertanyaannya tentu saja apakah itu menjadi bagian dari yang dipertimbangkan ketika menyusun Perpres Nomor 26 Tahun 2007 yang mengejawantahkan perintah dari undang-undang ini untuk mengatur prinsip terbuka dan tertutup tersebut? Terima kasih, dua pertanyaan itu dari saya. 163. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. . Baik, silakan Pak Umar dulu. 164. AHLI DARI PEMERINTAH : DR. UMAR JUORO, S.E., M.A., MAPE Terima kasih Majelis Hakim yang kami hormati. Saya ingin menjawab yang pertama karena yang kedua berkaitan dengan masalah undang-undang investasi, nanti Ahli yang lain yang akan menjawab. Mengenai apakah PMA ini yang terbesar adalah di pertambangan? Di Indonesia sebetulnya tidak, dari data dan tayangan kami itu adalah dibandingkan dengan negara-negara yang lainnya itu pangsa dari PMA untuk industri ekstraktif itu adalah menyangkut mengenai pertambangan minyak dan gas itu adalah hanya sebesar 15% dari total investasi yang masuk ke Indonesia. Jadi ini juga berbeda dengan pendapat dari Ahli Pemohon. Jadi di Indonesia itu lebih banyak investasi di manufaktur juga di services tetapi kalau di industri ekstraktif data perbandingan dengan negara-negara lain yang kami kutip dari data PBB ini adalah sekitar 15% dari total PMA yang masuk ke Indonesia. Tapi yang perlu kami tekankan di sini itu adalah kalau kita melihat data, jadi data yang diungkapkan ini adalah berbeda dengan data dari Ahli sampaikan pengertiannya. Data kami ini adalah data dari data Bank Indonesia yang kemudian juga dipakai oleh lembaga-lembaga internasional seperti PBB khususnya disini, itu adalah investasi kita itu yang masuk ke Indonesia tahun 2006 itu hanya sekitar 88
enam miliar US dolar, jadi itu dalam pengertian flow-nya, tapi kalau yang tadi dibilang tumpukan dalam pengertian stock-nya itu adalah kalau kita lihat tahun 2006 stock-nya itu sebesar untuk Indonesia itu adalah sebesar 19 miliar US dolar yang kembali bahwa kalau ini dibandingkan dengan negara-negara lain itu adalah relatif kecil, karena stock itu ada depresiasinya, ini yang kita harus lihat di dalam memberikan pengertian seberapa besar yang kita maksudkan dengan modal dalam pengertian disiplin ekonomi, itu adalah modal ini dalam pengertian flow dan stock, jadi kembali bukan mayoritas kepada sektor pertambangan dan besarnya adalah seperti saya katakan tadi. Mengenai apakah investasi perkebunan ada yang pindah? Jawabannya adalah tidak—sejauh yang saya tahu, bahwa yang pindah itu adalah terutama manufaktur. Itu yang terjadi di dalam pengertian yang pindah tadi yang outward, karena ini berkaitan dengan iklim investasi dan ini berkaitan juga dengan jumlah dari investasi kita. Jadi permasalahan pada investasi di sektor primer seperti misalnya perkebunan dan juga pertambangan itu adalah mereka kecenderungannya terutama di pertambangan kembali yang pertama, nanti perkebunan kami persilakan kepada Pak Bungaran Saragih yang lebih memahami. Yang terjadi sebetulnya di pertambangan itu adalah praktis pada tahun yang lalu itu hanya kecil sekali investasi baru pada sektor pertambangan. Jadi bukan pindah kalau di pertambangan tapi adalah besarnya tidak meningkat, terutama di dalam eksplorasi karena banyak permasalahan yang misalnya adalah pertentangan antara Undang-Undang Pertambangan dengan Undang-Undang Perlindungan Hutan misalnya. Lalu kemudian dalam minyak dan gas juga begitu sebetulnya, investasi baru itu kecil sekali dan Indonesia adalah negara yang sangat sedikit mendapatkan investasi dari bidang minyak dan gas dan juga pertambangan. Ini yang menjadi permasalahan kita khususnya di dalam sektor pertambangan dan energi khususnya. Jadi lebih kepada tidak meningkatnya investasi, jadi bukan berlebihan investasi, saya kira itu yang saya sampaikan. Terima kasih. 165. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. .. Baik sekarang pukul empat kurang sepuluh, kalau misalnya bisa selesai pukul empat seperempat bagus, tapi kalau misalnya diperlukan paling lambat setengah lima kita tutup sidang ini. Dengan harapan saya akan memberikan kesempatan, tidak perlu tanya lagi, tapi nanti akan saya ambil beri kesempatan terakhir nanti Pemerintah, begitu juga Pemohon, tapi kita beri kesempatan pada Ahli ini Pak Chatib Basri, Pak Faisal yang tadi sudah menunjuk tangan, Pak Bungaran yang sudah disebut-sebut dan setelah itu tentu saya beri kesempatan lagi Ibu Hendry, barangkali Pak Revrisond dari Yogya jauh-jauh, satu lagi Pak Profesor Sodiki, cuma harus dibatasi, misalnya berapa? Tiga menit, kira89
kira begitu, jangan panjang-panjang. Paling panjang lima menit kita bisa selesaikan tepat waktu. Saya persilakan Pak Chatib. 166. AHLI DARI PEMERINTAH : CHATIB BASRI Terima kasih Yang Mulia, Saya singkat saja karena mungkin ada Ahli lain mengenai undang-undang yang bisa menjelaskan mengenai undang-undang investasi dan tadi juga Pak Umar sudah bicara mengenai investasi asing di beberapa sektor, nanti Pak Bungaran mungkin lebih detil ……..(tidak ada suaranya). Mengapa kemudian persoalan ini menjadi penting. Tentunya tadi seperti saya sampaikan di dalam penjelasan sebelumnya bahwa kita tidak hidup sendirian di dunia ini. Jadi kalau kemudian kita melihat mengenai investasi, kita juga harus melihat Indonesia di dalam konteks perbandingan dengan negara lain. Di dalam negara lain saya ambil contoh mengenai Cina yang paling gampang dimana mereka memberikan berbagai macam insentif termasuk juga untuk pemanfaatan mengenai investasi dalam jangka waktu sekian tahun tertentu. Yang jadi persoalan ini sebetulnya dari Ahli Pemohon juga berkali-kali disampaikan dari segi investasi itu kita tidak kompetitif, bukan hanya sekedar ekonomi biaya tinggi. Tetapi juga aturan-aturan di sini itu membuat kita tidak kompetitif, termasuk misalnya persoalan di dalam berapa waktu tahun investasi yang diizinkan. Di dalam konteks ini kita harus melihat lebih secara komparasi perbandingan dengan negara-negara lain, karena jika tidak maka Indonesia akan ditinggalkan. Betul di dalam konteks perkebunan, itu kebun tidak akan lari, tetapi yang harus kita lihat adalah—tadi Pak Umar menyampaikan—apakah ada investasi baru yang akan masuk? Apakah kemudian orang berminat untuk investasi di sektor situ? Di dalam sektor pertambangan misalnya, salah satu yang menjelaskan kenapa tadi berkali-kali disebut ketika harga minyak ini naik kita selalu limbung, adalah karena produksinya yang sangat terbatas, kita tidak bisa kejar 1,034 juta barel perhari, yang bisa kita peroleh hanya 910.000 barel perhari sampai hari ini, karena proses produksinya tidak terjadi. Kenapa proses produksinya tidak terjadi? Karena insentif untuk melakukan eksplorasi tidak terjadi. Kenapa ini juga tidak terjadi? Karena dianggap bahwa restriksinya masih terlalu besar sehingga kemudian Indonesia adalah negara yang anomali. Ketika harga minyak tinggi sekali, orang masih enggan melakukan eksplorasi. Padahal logika ekonomi selalu menyatakan kalau harga bagus orang semestinya invest di Indonesia karena itu akan sangat menguntungkan. Tetapi kenapa di dalam situasi beberapa tahun terakhir keengganan ini terjadi, ini yang berkaitan tadi dengan persoalan-persoalan mengenai insentif apa yang diberikan. Mungkin dari kami sekian dulu, terima kasih Yang Mulia. 90
167. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.
Pak Faisal? 168. AHLI DARI PEMERINTAH : DR. FAISAL BASRI, S.E., M.A. Terima kasih Bapak Ketua. Saya ingin klarifikasi saja, data yang saya tampilkan tadi, supaya tidak salah interpretasi, itu respons saya terhadap data Chevron tadi dari Saksi Ahli Pelapor. Oleh karena itu saya cari Chevron itu dimana dia ada di production sharing contract sana, PSC. Tidak benar kalau Chevron itu sama Pertamina bertolak belakang karena 93% ladang minyak kita itu sudah tua semua, ini sama-sama tua ini, sudah kempot semua. Jadi minyak itu harus dipompa dari perut bumi itu dengan biaya mahal karena tidak ada insentif tadi maka Chevron tidak mau dia membeli minyak. Jadi ini apple to apple untuk menunjukkan betapa bobroknya, bukan Pertaminanya sebetulnya, tapi Pertamina digerayangi oleh elit politik, interest group, dan macam-macam tapi Chevron tidak ada yang berani gerayangi. Itu saja tambahan saya, jadi ini nothing to do dengan Chevron apa segala macam dan perlu diingat 93% ladang minyak kita itu kontraknya di bawah tahun 90, jadi sudah lama semua dan mengapa oleh karena itu produksinya turun terus. Tahun ini kalau saya tidak salah lifting-nya hanya 910, jadi Ibu Sri Mulyani harus mencari uang delapan triliun kira-kira untuk menutupi itu, mudahmudahan sich dapat, terima kasih. 169. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Pak Bungaran? 170. AHLI DARI PEMERINTAH : BUNGARAN SARAGIH Terima kasih, saya hanya sedikit klarifikasi dari Saudara Ahli, dari Saudara Daeng mengenai statistik, mengenai tanah. Tadi dikatakan memang konsesi untuk pertambangan 95 juta, hanya memang Saudara Ahli tidak menjelaskan apakah yang 95 juta itu yang di darat dan juga termasuk yang di laut? Jadi sebab wilayah kita itu kalau daratnya hanya 195 juta hektar, tetapi kalau wilayah Indonesia adalah tiga kali lebih besar dari pada darat itu. Jadi kalau tadi ada angka 95 juta untuk konsesi pertambangan, saya tidak terkejut mengenai soal itu. Tapi perlu informasi barangkali itu sebagian besar itu adalah di laut. Oleh karena itu konsesi-konsesi itu memang menggunakan sebagian darat, tapi itu belum menjadi penghambat untuk masuknya investasi seperti yang dikatakan tadi bahwa tidak mau lagi datang investasi karena semua sudah dialokasikan lahannya itu. 91
Kalau menurut pendapat saya itu adalah terlalu berlebihan statement yang mengatakan itu, ada soal-soal lain kalau belum dapat tapi bukan karena sudah dialokasikan semuanya itu. Kemudian yang kedua, saya lihat dari debat kita itu terlalu memberikan peranan yang berlebihan kepada Undang-Undang Penanaman Modal untuk memenuhi Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 itu. Menurut pendapat saya Undang-Undang Penanaman Modal ini hanyalah salah satu undang-undang untuk bisa memenuhi itu. Jangan ditumpahkan semuanya ini harus dengan ini, maka tercapai atau tidak tercapailah Pasal 33 itu. Banyak undang-undang yang lain. Di bidang kami sendiri misalnya, ada Undang-Undang Perkebunan, ada UndangUndang Pangan, ada Undang-Undang Perikanan, ada Undang-Undang Kehutanan, barangkali juga ada Undang-Undang Perindustrian, ada juga Perdagangan dan semuanya itu nanti diramu bersama-sama Undang-Undang Penanaman Modal ini untuk mengisi Pasal 33 itu. Kalau semuanya itu diserahkan kepada undang-undang ini, maka menurut pendapat saya berlebihan dan tidak tepat. Dan kalau itu menjadi alasan bahwa ini harus ditolak, saya pikir itu adalah salah cara melihat undang-undang ini. Maka harus dilihat bagaimana undang-undang ini berhubungan dengan undang-undang yang lain. Tadi soal-soal Migas misalnya, sudah ada juga Undang-Undang Migas, itu sudah diatur di sana, bukan di sini. Jangan ini menjadi terhambat karena kita tidak bahas di sana itu. Begitu juga mengenai perkebunan, sudah ada Undang-Undang Perkebunan, jangan nanti di sini dibebankan hanya soal modal saja yang diatur di sini. Soal-soal yang lain mengenai perkebunan lebih banyak diurus di Undang-Undang Perkebunan itu. Begitu juga di pertambangan, begitu juga di kelautan, begitu juga di kehutanan, dan juga di bidang-bidang yang lain. Sebab kalau kita tidak berpikir analitis dan kritis, bisa kita nanti menghukum yang tidak patut dihukum. Hanya itu yang saya ingin menyampaikan kepada Majelis supaya nanti dalam melihat masalah ini, karena dari diskusi itu saya takut seolah-olah kekurangan di tempat lain ditampakkan di yang satu ini. Memang ini tidak bisa menyelesaikan semuanya, tapi tanpa ini tidak komplet labuhan itu, begitu saya pikir kita melihat tempatnya undang-undang ini. Dan juga jangan dikaitkan bahwa kita tidak menilai prestasi Pemerintah di sini, ya memang ada kawan-kawan yang membahas mengenai prestasi pembangunan tapi bukan itu yang menjadi penilaian kita sekarang, yang kita nilai adalah materi daripada undang-undang itu, nanti dengan undang-undang itu bersama-sama dengan undangundang yang lain baru bisa kita pakai nanti menjadi pedoman buat Pemerintah, pedoman buat masyarakat untuk melakukan pembangunan ataupun menilai prestasi pembangunan itu sendiri, terima kasih.
92
171. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Iya, ini semua dicatat di-record dan kemudian itu ditranskrip. Nanti kepada pihak-pihak dapat itu copy-nya dan biasanya bilamana diperlukan kami dengar lagi lisan rekaman dari perdebatan ini. Jadi ini sangat penting berguna sekali bagi kami. Baik, kita lanjutkan ke Ahli dari Pemohon, Bapak Revrisond barangkali sedikit? 172. AHLI DARI PEMOHON : DRS. REVRISOND BASWIR, MBA Terima kasih
Assalamu’alaikum wr. wb. Majelis Hakim yang mulia, terus terang saya agak trenyuh. Saya berpikir dan bertanya keras dalam hati, sebenarnya dalam sidangsidang ini kita sedang mengadili apa? Saya menangkap kesan seolaholah karena demikian dinamisnya perkembangan dunia. Ada WTO, ada globalisasi, ada kompetisi, kesan saya kok kita seperti sedang mengadili Konstitusi, bukan sedang mengadili undang-undang dalam kaitannya dengan Konstitusi. Dan terus terang peristiwa ini mengingatkan saya pada sidang-sidang sebelumnya, termasuk ketika kita mengadili Undang-Undang Kelistrikan. Saya kira Majelis Hakim yang mulia masih ingat ketika itu saya Saksi Ahli dari pihak Pemerintah saya kira jauh lebih jujur menentukan terus terang bahwa upaya mengamandemen Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 telah dilakukan sejak 1966. Hanya saja mereka waktu itu tidak mau membuka kotak pandora karena Undang-Undang Dasar masih disakralkan, tapi saya melompat saja ke kalimat penutup dari Saksi Ahli. Ketika itu beliau mengatakan bahwa bangsa Indonesia tidak mempunyai pilihan lain kecuali menerima kapitalisme kalau kapitalisme kurang enak di kuping mari kita tambahin dengan imbuhan dengan Pancasila. Saya bertanya-tanya apakah hari ini kita kembali mengulang sebenarnya, mempertegas saja bahwa sebenarnya kita memang sudah tidak ingin lagi itu hanya karena terpaksa saja ketika amandemen ayat (1), (2), dan (3) itu masih dipertahankan tetapi sebenarnya kita sudah tidak lagi menghendaki itu? Kita sebenarnya sudah ingin melakukan apa yang disebut sebagai kapitalisme Pancasila itu. Ini mungkin agak sulit untuk diakui tapi itulah kesan yang saya tangkap. Berkaitan dengan itu saya kira ada hal kedua yang kemudian hilang, ini terkait dengan pertanyaan Bapak I Dewa Gede Palguna soal natural monopoli, kenapa isu yang dibahas dalam Pasal 33 dan saya ingin pegang teguh kepada undang-undang itu bahkan dalam konteks historisnya kelahirannya bukan saya karang-karang sendiri soal pengelompokan yaitu memang utamanya bukan soal asing atau domestik, utamanya juga bukan soal besar atau kecil. Secara konteks historisnya sudah jelas, Pasal 33 disusun dalam rangka mengoreksi struktur ekonomi yang berwatak kolonial. Oleh karena itu jawabannya adalah demokrasi ekonomi dan 93
dalam rangka itu dikatakan waktu itu saya kira penjelasan Pasal 33 itu masih harus kita pakai sebagai pegangan. Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi dan seterusnya. Jadi ayat (1), (2), dan (3) itu adalah sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi ekonomi, maka pengelompokan yang sebenarnya harus menjadi perhatian kita kalau bicara mengenai Pasal 33 termasuk dalam melakukan investasi adalah antara sektor-sektor yang dapat diselenggarakan secara privat dengan sektor-sektor yang harus diselenggarakan secara kolektif. Jadi kesalahan terbesar Undang-Undang Penanaman Modal ini adalah dia mengajak kita untuk mengabaikan pengklasifikasian berdasarkan privat dan kolektif itu. Maka terkait dengan itu, terkait dengan pertanyaan yang Mulia Hakim I Dewa Gede Palguna apakah undang-undang ini mencoba bermain antara amanat Undang-Undang Dasar yang ada mengakui natural monopoli dengan WTO? Itu saya kira kita bisa baca di dalam pasal undang-undang ini sendiri dan jelas-jelas dikatakan bahwa penanam modal harus menghindari praktik monopoli, padahal di depan dikatakan penanam modal ini termasuk Negara Republik Indonesia. Berarti di dalam undang-undang ini melucuti hak yang dimiliki oleh negara itu sendiri sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33. Jadi bagi saya terus terang saja undang-undang ini memang lebih pro WTO daripada kepada Pasal 33, begitu tanggapan saya mengenai itu. Terakhir saya ingin menyimpulkan saja kesalahan terbesar dari Undang-Undang Penanaman Modal ini bahwa saya kira pelanggaran Konstitusi yang dilakukan oleh Undang-Undang Penanaman Modal ini tidak hanya kita perlu perhatikan pasal-pasal yang melanggar, kenapa? Karena pelanggaran itu bisa dua hal, bisa karena menyatakan sesuatu tapi juga bisa karena tidak menyatakan sesuatu dan saya agak ngeri pelanggaran konstitusional yang dilakukan oleh undang-undang ini karena justru tidak menyatakan sesuatu. Dengan tidak menyatakan sesuatu, dengan tidak bicara mengenai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara, dengan tidak bicara mengenai sektor publik (public utilities), dengan tidak bicara mengenai pemenuhan hak-hak rakyat melalui penyelenggaraan BUMN dan seterusnya kita terus terang saja memang sedang digiring dan makanya dari pembicaraan kita, saya dua minggu yang lalu undang-undang ini memang sejalan itu dengan semangat privatisasi BUMN. Jadi saya kira itu tambahan dari saya karena waktunya sangat terbatas, saya betul-betul mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya telah diberikan kesempatan mengikuti sidang-sidang, ya walaupun bolak-balik dari Yogya tapi bagi saya sidang-sidang ini sangat berharga dan mudah-mudahan ini merupakan pintu penyelamat bagi kedaulatan kita sebagai sebuah bangsa. Terima kasih, billahi taufiq wal hidayah,
Wassalamu’alaikum wr. wb.
94
173. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.
Wa’alaikumussalam, Bapak Sodiki? 174. AHLI DARI PEMOHON : AHMAD SODIKI Terima kasih, assalamu’alaikum wr. wb. Tentang HGU yang 90 tahun itu, kalau kita komparasikan dengan Penjelasan Pasal 30 HGU, di sana jelas mengatakan bahwa HGU itu waktunya hanya 35 tahun ditambah 25 tahun. Dan di situ dijelaskan itu dinyatakan sudah cukup disertai keterangan untuk perkebunan kelapa sawit. Jadi keterangan normatifnya memang begitu, saya tidak tahu dalil ekonominya, tapi sumber resmi yang belum pernah dicabut itu memang sekian itu sudah cukup. Oleh sebab itu saya menyatakan bahwa itu pertama. Yang kedua saya mulai lagi bahwa akan timbul diskriminasi-diskriminasi terutama dulu sudah saya kemukakan dalam sidang-sidang yang lalu bahwa diskriminasi itu meliputi untuk pemodal itu misalnya HGB akan mendapatkan 80 tahun, tetapi rakyat biasa maksimal hanya akan mendapatkan 50 tahun, sama-sama mencari rumah untuk pemodal mendapat sekian tapi untuk golongan rakyat kecil hanya dapat sekian, apakah tidak terbalik? Ini semestinya kebijakan itu harus lebih menguntungkan mereka memang yang belum beruntung sekali lagi itu mungkin masih diperdebatkan dari dalil Rose memang begitu dan kemudian yang terakhir ialah tentang perlakuan sama antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. Saya kira kalau penanam modal dalam negeri itu saya lebih lanjut menjelaskan termasuk BUMN, BUMD dan sebagainya itu sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah dan itu di dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Ketenagalistrikan sendiri itu sudah memang harus menguasai cabang-cabang produksi yang penting yang menguasai hidup rakyat banyak atau cabang-cabang yang tidak penting tetapi menguasai hajat hidup rakyat banyak atau cabang-cabang yang penting tapi tidak menguasai hidup rakyat banyak, itu memang sudah menjadi yurisprudensi dari Mahkamah Konstitusi dan itu yang kita pegang dan oleh sebab itu maka dari sisi yuridis kami tetap bertahan bahwa memang harus ada keistimewaan sesuatu yang di dalam putusan itu dikatakan harus didahulukan peranan dari negara itu sendiri yang demikian tidak bisa diperlakukan sama dengan yang lain-lain. Saya kira kesimpulan kami keberatannya ada di situ dan ini sejalan dengan keterangan dari Ahli yang tadi memutuskan. Oleh sebab itu saya mengatakan bahwa di sisi lain sekalipun saya bukan ahli ekonomi saya berpikir bahwa pemodal dalam negeri itu mungkin tidak lebih kuat daripada penanam modal asing. Perlakuan yang sama itu bagi kami memberi perlakuan yang sama pada keadaan yang tidak sama, itu sama tidak adilnya dengan memberlakukan sesuatu yang berbeda atas hal yang sama. Memberi perlakuan yang sama pada keadaan yang 95
berbeda, itu sama tidak adilnya memberlakukan sesuatu yang berbeda atas hal-hal yang sama. Saya kira itulah, terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb. 175. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.
Wa’alaikumsalam. Baik, ada yang belum bicara itu? 176. PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BIDANG HUKUM DAN PERUNDANGAN DEP. PERDAGANGAN) Kita ingin menanya satu saja kepada Dr. Felix tentang kebebasan untuk mengalihkan aset, silakan. 177. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Saya juga mau memberi kesempatan kepada dia, silakan. 178. AHLI DARI PEMERINTAH : FELIX U. SOEBAGYO Terima kasih Majelis yang kami hormati. Saya mau mencoba melihat tidak mempertentangkan antara Pasal 33 dengan apa yang terjadi di lapangan, tetapi saya coba akan mensandingkan. Karena kalau kita melihat Pasal 8 ayat (1) di sana dikatakan penanam modal dapat mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak lain yang diinginkan. Ini mengalihkan aset. Kita kalau bicara soal aset, kalau saya ingat belajar di fakultas hukum aset itu apa? Ya termasuk benda, kekayaan, dimana diatur? Di buku kedua BW. Buku kedua BW ini kenapa berlaku di Indonesia? Karena ketentuan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatakan demikian. Jadi berlakunya BW yang barangkali kita bisa lihat dikatakan itu “kapitalis” bukan karena apa-apa, karena UndangUndang Dasar 1945 di dalam ketentuan peralihan itu mengatakan demikian. Bagaimana pengaturan BW tentang benda ini? Benda bisa kalau kita BW saja, benda bisa bergerak, tidak bergerak, kalau ditambahkan dengan peraturan khususnya KUHD ada lagi benda-benda yang khusus yang termasuk dalam pengertian surga, surga di sini yang dimaksud adalah Surat Berharga. Kemudian kita lihat lagi, kalau kita membandingkan penanaman modal itu apa? Kalau undang-undang mengatakan penanaman modal itu adalah kalau dari dalam negeri bisa individu, bisa badan hukum, bisa bukan badan hukum, kalau PMA kecuali diatur lain dalam undangundang, dia harus berbentuk P.T. Kalau kita lihat lagi perubahanperubahan dari BW, kita kemudian benda ini bisa beralih menjadi lebih 96
luas lagi. Ada yang diatur oleh Undang-Undang Pokok Agraria, ini yang mengatur tentang tanah dan bangunan yang ada di atasnya. Ada yang diatur oleh Undang-Undang Perbankan, kita bicara di sana ada surat berharga komersial bank, ada bicara tentang cek, dan bicara tentang wesel, ada bicara tentang bilyet giro, kalau kita bicara tentang UndangUndang P.T., kita bicara tentang saham, kalau kita bicara tentang Undang-Undang Resi Gudang, kita bicara hak kebendaan yang lain. Jadi berdasarkan ketentuan BW yang kemudian diadopsi/diterima oleh kita berdasarkan ketentuan peralihan UndangUndang Dasar 1945, pada dasarnya saya melihat semua benda, semua hak itu dapat dialihkan. Cuma cara peralihannya itu berbeda tergantung bagaimana sifat benda itu. Misalnya apa? Kalau kita melihat benda tidak bergerak, itu sudah diatur di dalam Undang-Undang Pokok Agraria dengan peraturan pelaksanaannya harus ada alas hak, dan berdasarkan alas hak itu baru kemudian bisa dibalik nama. Alasannya apa? Bisa jualbeli, bisa pengalihan, bisa hibah. Yang baru sekarang adalah berdasarkan ketentuan Undang-Undang P.T., alas haknya bisa terjadi karena adanya penggabungan atau peleburan karena hukum. Jadi dengan demikian dialihkannya itu tidak berdasarkan alasan yang lain. Dengan akta penggabungan atau akta peleburan yang dilakukan karena hukum dia bisa langsung dibalik nama, ini kalau kita bicara tentang benda yang tidak bergerak. Bagaimana kalau benda yang bergerak? Pada dasarnya kalau ketentuan BW mengatakan siapa yang memegang itu adalah pemiliknya, kecuali diatur lain. Misalnya apa? Kalau kita bicara mobil harus ada STNK-nya, kalau kita bicara mesin alat-alat berat paling tidak, ini kalau kita lakukan due dilligence harus ada invoice-nya. Bagaimana dengan kapal terbang, apakah itu benda bergerak atau tidak bergerak? Ini umumnya dianggap sebagai benda yang tidak bergerak apabila dia mempunyai syarat-syarat tertentu. Kemudian kita lihat lagi kalau tadi yang termasuk dalam surga, ini bagaimana cara mengalihkannya? Oh itu kalau surganya atas bawah, begitu diserahkan oleh pemiliknya kepada pihak lain, dia bisa langsung diterima, tidak perlu ada dokumen-dokumen yang lain. Kalau surga itu adalah atas pengganti dia harus endorsement dulu, tetapi kalau surga-nya seumpamanya atas rekta dia baru bisa dialihkan kalau dia lakukan dengan memenuhi ketentuan cessie. Jadi saya ingin tekankan di sini adalah tanpa adanya Pasal 8 ayat (1), itu undang-undang kita sudah memungkinkan terjadinya pengalihan dan itu diatur di dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang ada. Jadi undang-undang ini tidak mengatur secara khusus, undang-undang ini mengatakan penanam modal dapat mengalihkan asetnya. Aset itu kalau di akuntansi yang saya ingat, waktu saya baca-baca sedikit waktu saya sarjana hukum, saya baca-baca sedikit dikatakan hanya aset adalah aset yang terlihat di dalam aktiva pada suatu laporan keuangan, neraca laba rugi pada satu tahun buku yang tertentu. Kalau ada di aktiva di sana disebutkan itu adalah aset perusahaan. Aset perusahaan 97
ini kalau bahasa hukumnya adalah itu tadi kekayaan perusahaan, bisa berupa benda tidak bergerak, bisa berupa benda yang bergerak, bisa berupa surga, bisa berupa benda-benda khusus. Apalagi kemudian timbul undang-undang yang lain, UndangUndang Pasar Modal, itu mengatur banyak sekali derivatif, pengalihannyapun kalau itu dimiliki oleh satu PT., PMA atau PT. PMAnya itu tanda petik PM “A” atau PM “DN”, aturannya tidak lagi berdasarkan kepada Undang-Undang Penanaman Modal Tahun 2007, dia akan tunduk kepada kentuan Undang-Undang Pasar Modal. Jadi di sana di antaranya dikatakan sang perbankan itu 100% bisa dibeli oleh asing, ini ketentuan pasar modal. Apa yang ditawarkan di pasar modal sang perbankan itu boleh dibeli oleh asing. Kalau Undang-Undang Perbankannya sendiri mengatakan dari undang-undangnya sendiri mengatakan 99% boleh dibeli oleh asing. Tetapi yang boleh ditawarkan di pasar modal dalam suatu penawaran umum perdana itu adalah 99%. Jadi dengan demikian, saya juga melihat Undang-Undang Dasar 1945 jangan selalu dipertentangkan dengan ketentuan-ketentuan yang lain yang seolah-olah itu menjadi permusuhan. Marilah kita lihat demi bukan hanya kepastian dan bukan hanya rasa keadilan, tetapi juga demi manfaat juga buat kita semua. Apa gunanya “pasti” kalau tidak bermanfaat? Saya berikan contoh, yayasan sebelum ada UndangUndang Yayasan, itu sesuatu yang tidak pasti, apakah itu badan hukum atau bukan badan hukum? Tetapi kenyataannya badan itu banyak dipakai orang, karena apa? Karena memang apa yang dinginkan orang pada waktu itu. Dia dapat melakukan kegiatan hampir di semua lini usaha, dia dapat menerima hiba, dia dapat memberikan kontribusi kepada pendiri yayasan makanya kalau di daerah-daerah, yayasan daerah itu termasuk salah satu unit usaha daerah dikatakan dan dia akan mendapatkan untuk pendapatan asli daerah—PAD, walaupun statusnya tidak jelas. Tetapi apa yang kita lihat sekarang? Begitu Undang-Undang Yayasan sudah lahir statusnya jelas malah sekarang orang enggan menggunakan yayasan, kenapa? Secara legal itu hanya tiga bidang usaha yang dapat dilakukan oleh yayasan. Bidang sosial, bidang keagamaan, dan bidang pendidikan, di luar itu tidak boleh. Di samping itu status pendiri yayasan menjadi terputus, dia tidak boleh menerima manfaat dari kegiatan yayasan. Dia boleh duduk di anggota dewan pembina, dia boleh duduk di anggota dewan pengawas, dia boleh duduk di anggota dewan pengurus, tetapi dia tidak boleh menerima remunerasi dan yang lebih tidak disenangi walaupun itu pasti adalah yayasan sekarang harus bayar pajak sama dengan bidangbidang yang lain dimana pada waktu itu yayasan tidak perlu bayar pajak. Itu kira-kira bisa tambahan dari kami, terima kasih.
98
179. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik terima kasih, barangkali sudah cukup kalau sudah termasuk surga tadi disampaikannya. 180. PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BIDANG HUKUM DAN PERUNDANGAN DEP. PERDAGANGAN) Ini soal penting, soal tanah. 181. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.
Oh, soal tanah. 182. PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BIDANG HUKUM DAN PERUNDANGAN DEP. PERDAGANGAN) Jadi sebelum saya memberikan, mohon pertanyaan dari Ahli Hukum Agraria Bapak Kurnia, ada catatan saya kepada Saksi Ahli Pemohon tadi. Pada sidang yang lalu saya mengatakan bahwa individu Indonesia yang mau membangun rumahnya dia mempunyai hak milik bukan hak guna bangunan. Jadi lebih kuat tapi lupa barangkali Saudara saya ini. Silakan Bapak Kurnia bagaimana tentang jaminan hak atas tanah ini? 183. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Silakan 184. AHLI DARI PEMERINTAH : DR. KURNIA TOHA, S.H., LL.M. Terima kasih Yang Mulia Ketua dan Anggota Hakim Mahkamah Konstitusi. Saya ingin menambahkan apa yang sudah dijelaskan pada sidang dua minggu yang lalu yaitu mengenai jangka waktu hak atas tanah, HGU, HGB, dan Hak Pakai. Kalau kita mau menafsirkan satu peraturan maka kita harus lihat peraturan ini secara keseluruhan. Mengenai HGU, HGB, dan Hak Pakai ini pertama diatur dalam UndangUndang Pokok Agraria kemudian juga diatur di dalam Undang-Undang Perkebunan dan peraturan pelaksananya ada dalam PP Nomor 40 Tahun 1996. Kalau di dalam Undang-Undang Pokok Agraria dikatakan bahwa Hak Guna Usaha itu adalah 35 plus 25 (tahun) sementara Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang Pokok Agraria PP Nomor 40 Tahun 1996 mengatakan bahwa Hak Guna Usaha itu bisa diberikan sekaligus pada waktu permohonan diajukan, baik perpanjangan maupun pembaharuannya. Jadi 35 plus 25 plus 35 lagi, jadi 95 tahun 99
HGU menurut PP 44 Tahun 1996 yang merupakan pelaksanaan dari UUPA sendiri. Sekarang kita lihat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 mengatakan bahwa pemberian dan perpanjangan itu diberikan sekaligus, menjadi 60 tahun, dievaluasi kemudian apakah masih memenuhi persyaratan. Kalau memenuhi persyaratan membawa manfaat bagi masyarakat maka bisa diperbaharui dengan 35 kembali yaitu 95 tahun. Kalau kita lihat semua ketentuan ini maka tidak ada perbedaan dalam jumlah, pada akhirnya itu sama, sama-sama 95 tahun, bedanya apa? Bedanya kalau menurut PP 40 Tahun 1996 itu sekaligus waktu diajukan permohonan. Sementara permohonan ini diajukan dengan menyetor pajak, dengan menyetor pembayaran. Sementara kalau Undang-Undang Nomor 25 diberikan 60 tahun tanpa harus membayar dahulu, nanti kalau perbaharuan baru pembaharuan 35 (tahun) kemudian baru ada pembayaran pada Pemerintah. Jadi letaknya adalah diproses dan uang pembayaran, itu perbedaannya. Kemudian saya ingin mengatakan bahwa UUPA ini sudah diamanatkan oleh TAP MPR Nomor IX Tahun 2001 untuk diubah. Pemerintah sudah mencoba mengubah itu dan sudah pernah sampai kepada DPR, di situ juga terjadi perubahan terhadap hak, dimana salah satunya adalah Hak Pakai pada waktu itu sudah diberikan untuk 50 tahun. Sekarang BPN juga Pemerintah sedang mempersiapkan perubahan-perubahan itu jadi Undang-Undang Nomor 25 ini mengikuti perkembangan-perkembangan ini, namun secara prinsip tidak ada perbedaan antara jumlah jangka waktu daripada pemberian hak ini. Saya ingin meneruskan kepada pertanyaan tadi memang bukan untuk saya tapi ada hubungannya dari Bapak Hakim Dr. Harjono, yaitu apakah 90 tahun itu dominan atau tidak? Jadi sebenarnya bukan 90 tahun, jadi 60 tahun plus 35 tahun. Kalau kita lihat dari sisi teori, property right itu adalah hak asasi dari manusia. Namun hak asasi dari manusia namun hak asasi ini tidak ada artinya kalau tidak ada jaminan, jaminan tertinggi daripada ini hak atas tanah adalah hak milik yang tidak ada jangka waktunya, di bawah itu berarti makin kuat. Hak milik ini bisa ribuan tahun di bawah itu bisa 95 seperti HGU, 80 tahun seperti HGB kalau diperbaharui, mana yang lebih menjamin 95 atau 80? Yang lebih menjamin 95 tahun. Artinya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 lebih menjamin hak atas tanah. Kalau lebih menjamin dilihat dari sisi teori ini lebih melindungi hak asasi daripada para pemegangnya. Lalu bagaimana dengan seseorang yang katakanlah dia memiliki hak guna bangunan di samping hak milik seperti Bapak Erman sampaikan tadi, seseorang yang memiliki tanah hak milik dia mempunyai hak milik tapi yang tidak punya beli BTN tentu dapat 30 plus 20 (tahun) menurut UU PA, ini kurang jaminannya. Jadi Pemerintah akan berikan 50 tahun tapi bayar dahulu perpanjangan. Sementara kalau menurut undang-undang ini tidak perlu bayar, itu lebih menguntungkan masyarakat. Mudah-mudahan UU PA yang akan datang lebih menjamin lagi. 100
Jadi saya kira undang-undang mengenai pasar modal mengatur mengenai orang yang investasi sementara hak-hak individu di luar dari investasi dilindungi oleh UU PA. UU PA ini kalau kurang menjamin diberikan jaminan lagi seperti juga dilihat di dalam rancangan undangundang UU PA. Saya kira itu yang perlu saya sampaikan, lebih kurang saya minta maaf.
Assalamu’alaikum wr. wb. 185. PEMERINTAH : ERMAN RAJAGUKGUK (ASISTEN MENTERI BIDANG HUKUM DAN PERUNDANGAN DEP. PERDAGANGAN) Sedikit saja pertanyaan saya. Kalau saya tadi mempunyai 60 tahun, suka-suka saya di situ? Bisa saya telantarkan tanah itu? Bisa saya menggantikan fungsi itu dalam undang-undang ini? 186. AHLI DARI PEMERINTAH : DR. KURNIA TOHA, S.H., LL.M. Tidak bisa Bapak Erman. Di dalam Pasal 22 ini juga sudah dicatat bahwa Pemerintah sewaktu-waktu bisa mencabut atau menghentikan hak yang diberikan tersebut. Ini juga sudah terbukti pada bulan Maret yang lalu saya baca koran itu di Bengkulu ada 18 HGU yang dicabut oleh Pemerintah. Jadi kalau penggunaannya tidak sesuai lagi dengan apa yang diberikan oleh izin juga si pemegang hak menelantarkan atau bahkan Pemerintah memerlukan. Jadi si pengusaha katakanlah si investor bekerja dengan bagus dia menguntungkan masyarakat tapi Pemerintah bilang buat kepentingan umum, kepentingan rakyat kita perlu mengambil tanah ini maka dia bisa mengambil dengan Perpres Nomor 65 Tahun 2006, Pemerintah bisa mencabut hak dan UndangUndang Nomor 20 Tahun 1961 maka Pemerintah bisa mencabut hak atas tanah daripada masyarakat. Terima kasih Pak 187. KUASA HUKUM PEMOHON : PATRA M. ZEN, S.H., LL.M Yang Mulia mohon saya boleh bertanya kepada Ahli dari Pemerintah yang belakangan? 188. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Karena begini ya, sekarang sudah pukul 16.30. 189. KUASA HUKUM PEMOHON : PATRA M. ZEN, S.H., LL.M Sebentar saja, satu menit Yang Mulia. Karena saya dengar ini Ahli hak asasi manusia juga. Berdasarkan keahlian Saudara memang ada tidak satu hak itu 101
ditentukan oleh jangka waktu? Kata Anda tadi bahwa hak asasi— property right is human right, artinya apa? Right to water semua itu bisa apakah ada memang dalam disiplin Anda, disiplin hak asasi, sebuah hak itu ditentukan oleh waktu? Mohon diberikan penjelasan! 190. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ya, boleh dijawab. 191. AHLI DARI PEMERINTAH : DR. KURNIA TOHA, S.H., LL.M. Terima kasih Yang Mulia. Jadi kita di sini bicara mengenai hak mengenai atas tanah. Seperti saya sampaikan bahwa hak atas tanah itu adalah merupakan hak asasi yang merupakan hak yang sangat penting dan merupakan hak asasi daripada manusia, karenanya dia harus dijamin. Nah, jaminan ini berupa apa? Salah satu aspek dari jaminan adalah waktu, ada waktu yang terkira ada waktu yang terbatas. Namun ini salah satu, khusus untuk hak atas tanah ada tiga indikator bahwa dia memberi jaminan atau tidak? Pertama dari segi waktu, yang kedua dari segi aparat, artinya kalau saya punya hak, begitu ada gangguan aparat harus segera melindungi saya. Yang ketiga adalah dari putusan pengadilan dan putusan arbitrase yang benar. Jadi kalau jelas-jelas hak itu sudah saya peroleh dengan cara-cara yang benar maka pengadilan juga harus jelas bisa diprediksi bahwa hak saya itu akan dilindungi oleh putusan pengadilan, saya kira itu yang bisa saya sampaikan. 192. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.
Oke. 193. AHLI DARI PEMERINTAH : PROF. ISMAIL SUNNY Hak usaha, hak guna usaha, dan hak pakai. Tetapi kalau hak milik sudah di tangan warga negara itu tidak termasuk yang dibicarakan ini. Sekian, terima kasih. 194. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Itu yang ditanyanya mengenai hak asasi. Oh, ini ahli asasi. Tapi waktunya sudah cukup ini, nanti Saudara tambah tertulis saja. Oh, begitu. Kalau begitu Saudara satu lagi.
102
195. AHLI DARI PEMOHON : JAYADI DAMANIK Terima kasih Ketua Majelis Hakim Konstitusi yang saya hormati. Menyangkut pertanyaan dari Kuasa Hukum Pemohon tadi saya ingin katakan bahwa di dalam konsideran menimbang butir b UndangUndang 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mungkin belum dibaca oleh ahli hak asasi manusia yang ada di belakang saya. Saya ingin tegaskan bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang kodrati melekat pada diri manusia bersifat universal dan langgeng tidak ada ukuran, tidak bisa diukur-ukur; 60 tahun, 90 tahun, seribu tahun. Oleh karena sifatnya langgeng maka saya pikir sudah selesai pembicaraan tentang 60 tahun, 70 tahun itu, terima kasih. 196. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ini semua kami catat ya! Nanti tentu kebenaran ilmiah itu ada dasarnya iya bukan? Ada yang bicaranya hanya mengarang saja, ada dasarnya, itukan kelihatan nanti. Tidak apa-apa ada perbedaan pendapat itu, tidak ada masalah itu. Yang penting persidangan kita secara formal sudah selesai dan selanjutnya masih ada waktu untuk membuat tambahan keterangan tertulis, begitu juga dari Pemohon membuat konklusi tertulis, juga dari Pemerintah membuat konklusi tertulis rangkuman dari semua ini menurut versinya Pemerintah tentu saja, dan menurut versinya Pemohon dibuat juga sehingga menggambarkan perdebatan kita selama persidangan-persidangan ini plus ditambah keterangan tertulis yang belum disampaikan dan atas nama Mahkamah ini izinkan saya mengucapkan terima kasih pada semua Ahli, baik yang diajukan oleh Pemohon maupun yang diajukan Pemerintah. Kami sungguh merasa senang begitu menyelenggarakan persidangan perkara ini sangat substansif, semua perspektif terdengar di sini dan Anda semua sudah menggunakan keahlian kewajiban konstitusional masing-masing untuk menjelaskan persoalan yang rumit ini kepada Majelis Mahkamah Konstitusi hari ini dan hari-hari kemarin. Sekali lagi kami ucapkan terima kasih, kami mohon tambahan keterangan tertulisnya termasuk yang tadi yang ditayangkan itu kalau boleh itu di-copy, disampaikan ke Kepaniteraan melalui Pemohon atau melalui Pemerintah. Saya kira demikian dan sebelum saya beri kesempatan pada Pemohon untuk memberikan kesimpulan sementara sebelum tertulis, begitu juga Pemerintah saya ingin mengecek sekaligus mengesahkan yang belum kita sahkan yaitu alat-alat bukti yang dalam sidang-sidang terdahulu sudah ada yang disahkan tapi masih ada yang belum, yang ketinggalan. Pertama saya mau tanya mengenai bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon Nomor 22 dulu, apa ada tambahan sebagaimana tadi disampaikan?
103
197. KUASA HUKUM PEMOHON : A. PATRA M. ZEN, S.H., LL.M Ada Yang Mulia, yaitu dokumen yang dibuat oleh World Bank ini,
the Preparation of New Investment Law and Related Implementing Regulation in Indonesia. Dalam report ini dijelaskan bahwa Pemerintah yang mengikuti logika struktur yang dalam hal ini content and structure dari apa yang disebut investasi ala World Bank, kita akan masukkan sebagai bukti baru, terima kasih. 198. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, itu sudah dua belas ya? Yang dari BPN tadi sudah? 199. KUASA HUKUM PEMOHON : A. PATRA M. ZEN, S.H., LL.M Yang dari BPN dan yang dari Ahli Daeng sudah dua belas, mohon maaf yang dokumen baru tidak dua belas Yang Mulia. Terima kasih. 200. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Tapi bisa ya dibikin dua belas ya? LBH itukan banyak duitnya itu. Baik dengan demikan ada dua bukti tambahan dari Pemohon dua saya sahkan ya? KETUK PALU 1X
Kemudian bukti-bukti dari Pemohon 21. Di dalam daftar ada 23 ya. Saya bacakan yang bukti P-1, photo copy surat pengangkatan para Pemohon 1-10, kewenangan untuk bertindak untuk dan atas nama lembaga, terus dan seterusnya. Bukti P-23, buku terbitan Komnas HAM yang berjudul dari Konflik Agraria Ke Pengharapan Baru, betul ya? Tambahannya apa? Tadi katanya ada tambahan? 201. KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Tambahan itu sebenarnya hampir sama karena kita mengajukan daftar kasus-kasus HGU yang sudah terjadi. Jadi kami sama-sama Majelis. 202. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik kalau begitu tidak usah ada tambahan ya? Itu dianggap 104
otomatis saja. Baik, dengan demikian bukti yang diajukan oleh Pemohon 22 yang diberi kode bukti P-1, P-2, P-3, sampai dengan bukti P-23 dengan ini saya sahkan ya? KETUK PALU 1X
Sahkan bahwa itu sudah masuk tinggal itu penilaiannya oleh Majelis Hakim. Baik, dengan demikian saya persilakan sekarang sebelum menyampaikan konklusi secara tertulis yang kami beri waktu, berapa? Satu minggu atau dua minggu? Dua minggu ya? Jadi sambil menunggu konklusi tertulis plus tambahan-tambahan tertulis dari para Ahli dalam dua minggu, berarti 2X7 hari, saya silakan lebih dulu Pemohon, mulai dari Pemohon Nomor 21 untuk menyampaikan konklusi sementara secara lisan dulu, singkat saja nanti yang lengkapnya tertulis. Silakan. 203. KUASA HUKUM PEMOHON : JOHNSON PANJAITAN, S.H. Terima kasih Majelis, yang pertama bahwa Pasal 33 itu juga napasnya napas Pancasila yang mengandung asas pemerataan yang wujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi bukan untuk orang lain apalagi untuk orang yang di luar Indonesia, bagi seluruh rakyat Indonesia. Yang kedua dari pengalaman kami bersidang pengalaman sidang yang kali ini membuat kami merasa bahwa ada sesuatu yang sangat berbahaya di negara ini, karena kita semua merasa bahwa keberadaan Mahkamah Konstitusi ini adalah sebuah kemajuan dan ada keputusan-keputusan yang dikeluarkan termasuk listrik, minyak, dan gas bumi serta pendidikan. Tetapi dalam proses persidangan ini ternyata putusan yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi tidak ada yang mengontrol eksekusinya, bahkan dalam berbagai pertemuan-pertemuan yang menghasilkan undang-undang termasuk Undang-Undang Penanaman Modal, soal-soal yang sudah diputuskan itu ternyata justru dilanggar dan tidak pernah ada pertanggungjawabannya dan kalaupun ada pertanggungjawabannya karena ini sudah didelegasikan sampai ke korporasi, saya kira kita tidak bisa menuntut sampai pada tingkat pertanggungjawaban Pemerintah, dalam hal ini Presiden dan menteri-menterinya tapi kita juga harus berani memperjuangkan ini sampai pada bosnya yaitu World Bank dan lembaga-lembaga internasional lainnya yang sebenarnya jauh lebih memegang state obligation di Indonesia. Yang berikut Majelis lewat persidangan kali ini kami merasa bahwa hal-hal yang strategis yang seharusnya dipikirkan untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia seharusnya itu yang justru diprioritaskan tetapi lewat proses persidangan ini terlihat dengan sangat 105
jelas bahwa apa yang kita sadari sebagai sebuah persoalan demi kepentingan rakyat banyak justru bukan itu yang dijadikan dasar untuk membuat kebijakan terutama yang menyangkut tentang penanaman modal. Terima kasih Majelis. 204. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Yang kedua silakan! 205. KUASA HUKUM PEMOHON : A. PATRA M. ZEN, S.H., LL.M Terima kasih Yang Mulia. Kami Kuasa Pemohon Perkara Nomor 22 ingin membuat kesimpulan. Kesimpulan sementara saja yaitu dua saja Yang Mulia. Pertama dari sidang ini bisa saksikan dengarkan dan kita tahu sendiri bahwa tidak ada yang disebut perlakuan yang sama itu, karena apa? Memperlakukan hal yang sama terhadap hal yang berbeda, hati-hati kita melakukan suatu pelanggaran. Oleh karenanya itulah yang menjadi kesimpulan, membuka kesempatan seratus persen seluas-luasnya, sebesar-besarnya seperti dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 jelas bertentangan dengan Pasal 33, karena apa? Karena pendiri-pendiri bangsa kita founding leaders, karena ada perempuan dan laki-laki pada waktu itu telah membuat satu kategorisasi dimana cabang-cabang yang penting dan cabang-cabang yang menguasai hajat hidup orang banyak itu harus dikuasai oleh negara. Sebagaimana dikemukakan oleh Ahli Pemerintah yaitu Saudara Chatib Basri yang bicara menyatakan bahwa misalnya beras menguasai hajat hidup orang banyak, karena apa? Karena beras berpengaruh pada jumlah angka kemiskinan, berpengaruh pada hal-hal yang sifatnya menentukan hajat hidup orang banyak. Kalau Pemerintah pada saat itu mau maka yang namanya pertanian strategis tentu dimasukkan di dalam UndangUndang 25 Tahun 2007, tetapi karena yang dipedomani adalah WTO dan World Bank, maka alih-alih tidak dimasukkan ke dalam undangundang, dibilang bahwa yang disebut dengan jenis-jenis kategorisasi itu bersifat dinamis. Padahal kita tahu sendiri, kita tahu juga bahwa undang-undang sifatnya tidak permanen. Kedua, kesimpulan kami adalah demikian halnya dengan apa yang disebut dengan kategori tadi maka kita bisa melihat bangsa lain pun melindunginya, terutama dari Ahli Pemohon telah menyatakan soal pertanian yang seperti Amerika dan Jepang. Oleh karena itu ditutup kesimpulan ini dengan pesan dari Daniel S. Lev bahwa undang-undang itu didasari dari interelasi antar kepentingan, antar kekuasaan institusi negara dengan rakyatnya. Oleh karenanya tidak bisa tidak kita dibatasi oleh Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 dan jangan pernah sekalikali mengikuti satu kerangka, satu ketentuan yang di luar dari 106
Konstitusi kita, terima kasih Yang Mulia. 206. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Mantap pokoknya itu, sekarang saya persilakan Pemerintah kesimpulan sementara. 207. PEMERINTAH : PERDAGANGAN)
HATANTO
REKSODIPUTO
(SEKJEN
DEP
Terima kasih Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Mahkamah Konstitusi. Pertama tentunya karena ini merupakan kesimpulan sementara yang jelas kami tidak akan memberikan tanggapan. Namun ada beberapa hal yang kiranya patut kami sampaikan, utamanya bahwa sampai dengan saat ini dalam proses ini kami telah menyampaikan kesempatan kepada para Ahli untuk menyampaikan pandangannya, jadi bukan hanya Pemerintah. Para Ahli itu berdasarkan disiplinnya kami usahakan memberikan juga disiplin-disiplin yang beraneka ragam yang membuka juga wacana bagi semua yang ada diruangan ini untuk dapat melihat persoalan ini secara jernih insya Allah dan secara objektif. Tentunya yang kedua Pemerintah tetap beranggapan bahwa dalam mengundangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 ini tentang Penanaman Modal, Pemerintah justru bermaksud untuk melaksanakan undang-undang jadi tidak terbalik, justru melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sebagaimana juga yang diamanatkan dalam Penjelasan Umum atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Tadi juga dikemukakan mengenai masalah Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pemerintah juga sudah mempelajari berbagai Putusan Mahkamah Konstitusi selama ini, termasuk juga tentang Undang-Undang Migas dan Undang-Undang Kelistrikan yang memuat berbagai tafsir tentang penguasaan negara atas sumbersumber ekonomi secara umum dan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak secara khusus. Pemerintah menyampaikan sekali lagi bahwa Pemerintah menghormati tafsir itu dan bertindak sedemikian sehingga satu atau lebih moda penguasaan, terlepas dari pembangunan yang dilakukan secara ekonomi. Terakhir, tentunya Pemerintah berharap bahwa proses yang berjalan selama ini akan memberikan hasil yang terbaik bagi bangsa, rakyat, dan negara. Terimakasih.
Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
107
208. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik Saudara-Saudara sekalian, dengan demikian selesai pemeriksaan perkara ini, pemeriksaan persidangan. Kita akan ketemu lagi nanti kami akan menentukan sidang terakhir untuk pembacaaan putusan sesudah kami memperoleh kesimpulan tertulis dan tambahantambahan keterangan dari Saudara-Saudara Ahli dan sesudah itu kami akan tentukan kapan sidang pembacaan putusannya. Sepanjang menyangkut pemeriksaan persidangan ini kami anggap sudah selesai, sudah cukup. Tinggal kami mendalami secara seksama bahan-bahan semuanya, termasuk yang disampaikan oleh para Ahli. Tadi hanya sedikit saya perlu tambahkan, disinggung mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi, sekalian saja ini menjelaskan. Jadi sepanjang menyangkut perkara pengujian undang-undang kalau sudah jadi Putusan Mahkamah Konstitusi sifatnya final dan mengikat. Beda dengan putusan pengadilan biasa yang memerlukan eksekusi. Putusan Mahkamah Konstitusi tidak ada eksekusinya, sama dengan pengesahan undang-undang menurut lembaran negara langsung berlaku, begitu juga Putusan Mahkamah Konstitusi, begitu diketuk palu langsung berlaku. Kalau Putusan Mahkamah Konstitusi itu membatalkan undangundang, undang-undangnya langsung tidak mengikat lagi untuk umum sehingga eksekusinya ialah pada pelaksana undang-undang, dia tidak bisa lagi menggunakan undang-undang yang sudah dinyatakan tidak berlaku mengikat sebagai referensi hukum, sehingga tidak ada eksekusi secara khusus. Kalau misalnya masih ada kebijakan yang diambil berdasarkan undang-undang yang sudah dinyatakan tidak berlaku mengikat tentu bisa menimbulkan masalah hukum di dalam pelaksanaannya. Itu makna putusan final dan mengikat itu dan karena itu tidak perlu dipersoalkan mengenai eksekusinya, begitu kira-kira. Ada beberapa putusan yang dipersoalkan tadi, yaitu kita serahkan. Karena Mahkamah Konstitusi tidak ikut campur dalam implementasi pengambilan kebijakan. Pengadilan ini beda dengan Mahkamah Agung yang terlibat dalam pengadilan pelanggaran terhadap implementasi kebijakan, sedangkan Mahkamah Konstitusi ini hanya terlibat dengan mengadili policy making yang terutama yang dituangkan dalam bentuk undang-undang. Jadi ini supaya clear dan yang kedua Saudara-Saudara dari perdebatan ini saya rasa ada satu catatan bahwa kita ini makin banyak memerlukan forum yang mampu mengintegrasikan ide-ide. Jadi generasi baru sudah tumbuh dengan pikiran cerdas-cerdas, problem kita bagaimana policy making procedure yang memungkinkan ide-ide ini saling diperdebatkan dan diambil yang tepat, bukan benar secara ilmiah di atas kertas, tapi yang tepat untuk dipilih untuk kebijakan yang akan diterapkan untuk kepentingan rakyat kita sekarang, itu yang jadi persoalan. Kita harapkan di masa depan political integrated itu difungsikan di parlemen supaya forum-forum parlemen itu jadi forum perdebatan kebijakan publik, bukan hanya 108
memperdebatkan kasus-kasus tapi begini-begini. Jadi harus diberikan kesempatan participation in decision making itu menjadi satu indikator penting dalam rule of law, jadi ini satu. Sekiranya parlemen kita belum terlalu bisa berfungsi untuk forum perdebatan publik semacam itu, maka kita harapkan di lingkungan eksekutif juga bisa mengambil over. Sehingga semua ide-ide cerdas ini bisa saling diperdengarkan, begitu saran kita. Tentu kalau dua lembaga ini, legislatif dan eksekutif sudah exhausted dimanfaatkan untuk memperdebatkan semua ide-ide cerdas ini baru yang ketiga di sini, di forum Mahkamah Konstitusi ini. Jadi dengan kata lain di masa depan kita semua lini, semua cabang kekuasaan menjalankan fungsinya sehingga kita bisa menentukan pilihan yang paling tepat untuk bangsa dan negara kita ke depan. Saya kira demikian Saudara-Saudara, sidang ini dengan ini saya nyatakan ditutup sampai sidang terakhir pembacaan putusan. KETUK PALU 3X
Assalamu’alaikum wr. Wb. SIDANG DITUTUP PUKUL 16.50 WIB
109