2
2.1
Tinjauan Pustaka
Tinjauan Umum Genus Artocarpus
Moraceae adalah salah satu famili tumbuhan tingkat tinggi yang relatif besar, terdiri dari 60 genus dan kurang lebih 1600 spesies (Heyne, 1987). Moraceae adalah salah satu famili tumbuhan tingkat tinggi yang mempunyai nilai ekonomi dan kegunaan sebagai obat tradisional. Di Indonesia terdapat 17 genus dan 80 spesies tumbuhan berguna yang termasuk dalam famili Moraceae (Heyne, 1987). Genus utama dari famili ini yaitu Morus, Ficus,dan Artocarpus. Genus Artocarpus yang terdiri dari kurang lebih 50 spesies, adalah tumbuhan tropika yang terdistribusi mulai dari India, Sri Langka, hingga kepulauan Salomon, dan keanekaragaman terbesar terdapat di wilayah Indonesia (Verheij,1992). Artocarpus dikenal oleh masyarakat luas sebagai nangkanangkaan.Tumbuhan Artocarpus memiliki ciri-ciri antara lain pohonnya tinggi sekitar 20-30 m, bergetah putih, daunnya tersusun berselang-seling, buahnya berdaging dari ukuran kecil sampai besar, kayu berukuran besar dan berakar tunggang. Di Indonesia, Artocarpus banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, buahnya dijadikan sebagai bahan pangan, kayunya dapat dijadikan sebagai bahan bangunan, peralatan rumah tangga, dan bahan perahu. Selain itu, bagian-bagian dari pohonnya seperti bunga, daun, akar juga dapat digunakan sebagai obat tradisional, antara lain akar dari tumbuhan A. heterophyllus (nangka) dapat digunakan untuk menyembuhkan demam (Heyne, 1987). Selain itu, daun dari A. altilis (sukun) yang telah kuning dapat dijadikan minuman untuk obat penyakit tekanan darah tinggi dan kencing manis (Koswara, 2006).
4
2.2
Kandungan Senyawa Kimia Tumbuhan Genus Artocarpus
Senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam Artocarpus tergolong dalam senyawa fenolik dan non fenolik. Senyawa-senyawa fenolik dalam genus ini adalah flavonoid, 2arilbenzofuran, stilben, dan senyawa-senyawa adduct Diels-Alder. Artocarpus merupakan penghasil senyawa flavanoid yang khas yang memiliki pola gugus fungsi oksigen pada C2’,C-4’ atau C-2’,C-4’/C-5’ di cincin B, dan terdapat gugus isoprenil pada posisi C-3 atau C3, C-6, C-8 dari kerangka flavon (Venkataraman, 1971). Sedangkan senyawa-senyawa nonfenoliknya adalah terpenoid dan steroid. Senyawa-senyawa flavonoid yang diisolasi dari genus ini dapat diklasifikasikan ke dalam jenis calkon, flavanon, flavan-3-ol, serta flavon terisoprenilasi sederhana (Gambar 2.1). Sementara itu kerangka flavonoid termodifikasi yaitu oksepinoflavon, piranoflavon, dihidrobenzosanton, furanodihidrobenzosanton, piranodihidrobenzosanton (Gambar 2.2). Selain itu, senyawa turunan santon adalah kuinonodihidrosanton, siklopenteno-santon, dihidrosanton dan santonolida (Gambar 2.3) (Ahmad, 1999).
HO
OH HO
HO
OH
O
HO HO
OH O
OH O Calkon
Flavon
OH
OH HO
O
O
OH O
Flavanon
HO
OH
O
OH OH Favan-3-ol
OH O 3-Prenilflavon
Gambar 2.1 Kerangka dasar kelompok flavonoid
5
OH HO
HO
O
HO
O
O
OH
OH O
OH O
Oksepinoflavon
Piranoflavon
HO HO
O
OH
O OOH
OH O
HO
OH
HO
OH
O
Dihidrobenzosanton
HO
O
OH
O
O OH
OH O
OH O Furanodihidrobenzosanton
Piranodihidrobenzosanton
Gambar 2.2 Kelompok senyawa flavonoid termodifikasi O HO
O
OH
O
O
HO
CO2CH3 OH
O
O O HO
O O OH O
OH O
OH O Kuinonosanton
Siklopentenosanton
Santonolida
O HO
O
OH O Dihidrosanton
Gambar 2.3 Kelompok senyawa turunan santon
2.2.1 Senyawa fenolik 2.2.1.1 Senyawa flavonoid Senyawa flavonoid merupakan kelompok metabolit sekunder utama dalam genus Artocarpus ini. Kerangka dasar senyawa flavonoid terdiri dari 15 atom karbon. Dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6 seperti pada Gambar 2.4.
6
B 3 A
2 1
Gambar 2.4 Kerangka dasar flavonoid
Flavonoid yang ditemukan dalam genus ini memiliki pola oksigenasi yang khas pada cincin B. Pola oksigenasinya adalah monooksigenasi pada C-4’, dioksigenasi pada C-2’, C-4’, atau trioksigenasi pada C-2’, C-4’, C-5’, atau C-2’, C-4’, C-6’ pada cincin B. Pada cincin A, pola oksigenasi yang terjadi berselang-seling, karena jalur pembentukan cincin A suatu flavonoid berasal dari jalur biosintesis poliketida. Selain pola oksigenasi pada cincin A dan B, keragaman flavonoid disebabkan adanya substituen isoprenil atau geranil pada posisi C-3. Adanya pola ini, memungkinkan terjadinya reaksi sekunder siklisasi membentuk kerangka yang lebih kompleks, seperti piranoflavon, oksepinoflavon, dihidrobenzosanton, furanodihidrobenzosanton, dan turunan santon lainnya.
a. Senyawa flavon Senyawa flavon yang biasa ditemukan pada tumbuhan genus Artocarpus dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan kerangka karbonnya, yaitu flavon sederhana dan flavon terisoprenilasi pada posisi C-3. Senyawa flavon ini memiliki struktur 2-fenilbenzopiran-4-on.
Flavon sederhana Senyawa flavon sederhana yang pernah ditemukan dalam genus Artocarpus antara lain norartokarpetin (1) yang diisolasi dari tumbuhan A. heterophyllus (Lin,1995). HO H3CO
OH
O
OH
O (1)
Flavon terisoprenilasi sederhana Senyawa-senyawa flavon yang ditemukan pada tumbuhan Artocarpus mempunyai ciri khas dengan adanya substituen isoprenil pada posisi C-3 atau C-6. Beberapa senyawa dari
7
kelompok ini diperoleh dari A. champeden adalah artoindonesianin Q (2), artoindonesianin R (3) (Syah, 2002), kudraflavon C (4) (Hakim, 2005), heterofilin (5) (Hano, 1990), dan artoindonesianin U (6) (Syah, 2004).
HO H3CO
OCH3
O
H3CO HO
OH
OH O
O
OH
OH O
(2)
(3) HO
HO
OCH3
OH
HO
O
O
OH O
OH
O
OH
OH O
(4)
(5)
HO O
OH
O
OH
OH O (6)
Selain itu juga, mulberin (7) diisolasi dari A.fretessi Hassk (Soekamto, 2003), artokarpin (8) dari A. heterophyllus (Lin, 1995), dan artelasticin (9) dari A. lanceifolius (Hakim et al., 2006). HO HO
O
OH O
(7)
HO
OH
H3CO
OH
O
OH O (8)
8
HO HO
OH
O
OH O (9)
Turunan piranoflavon Kerangka piranoflavon dihasilkan dari reaksi siklisasi antara gugus hidroksil pada atom C-2’ yang terdapat pada cincin B dengan substituen isoprenil yang terikat pada C-3. Biogenesis pembentukan kerangka piranoflavon ditunjukkan pada Gambar 2.5. OH
OH HO
.. O ..
HO O
.. O .. O
H OH O
OH O H
OH HO
O
OH HO
O
+
O OH O
O OH O
-
piranoflavon
Gambar 2.5 Siklisasi 3-isoprenilflavon membentuk piranoflavon (Hakim et al., 2006)
Senyawa turunan piranoflavon dari Artocarpus antara lain siklocampedol (10) dari A. champeden (Achmad, 1996), sikloartokarpin A (11) dari A. heterophyllus (Lu, 1994), siklomulberin (12) dari A. communis (Lu, 1992), sikloartokarpin (13) dari A. maingyii King (Hakim, 1999d), dan artelastokromen (14) dari A. lanceifolius (Hakim, 1999).
9
OH
OCH3
OH HO
HO
O
O O
O
OH O
OH O
(11)
(10)
OH
OH HO
B H3CO
O
O A
O
O
OH O
OH O
(13)
(12)
HO O
OH
O O OH O (14)
Turunan oksepinoflavon Selain menghasilkan turunan piranoflavon, reaksi antara gugus hidroksi pada C-2’ pada cincin B dengan substituen isoprenil yang terikat pada C-3 juga menghasilkan cincin oksepin melalui siklisasi foto oksidatif. Biogenesis yang disarankan dapat ditunjukkan pada Gambar 2.6.
10
HO O
OH
OH Iradiasi
O
O
O O
OH O
O
.OOH
OH O
O O
O
O O
OH O
OOH .
OH O oksepinoflavon
.OOH
Gambar 2.6 Siklisasi radikal 3-prenilflavon menjadi oksepinoflavon (Hakim et al., 2006)
Senyawa yang termasuk dalam kelompok turunan oksepinoflavon adalah artoindonesianin B (15) dari A. champeden (Hakim, 1999) dan artokomunol CC (16) dari A. communis (Weng, 2006). OH
HO
O
OH
O
O
O OH O
(15)
O
OOH
OH O
(16)
Turunan dihidrobenzosanton Beberapa turunan dihidrobenzosanton juga ditemukan pada genus Artocarpus. Senyawa jenis ini dihasilkan dari reaksi siklisasi oksidatif antara cincin B dengan substituen isoprenil pada posisi C-3. Biogenesis yang disarankan dapat ditunjukkan pada Gambar 2.7.
11
HO O
O
OH .
HO O
OH
OH O
O
OH H2 O H .
OH O
.
OH
-H
HO O
O
OH
HO O
OH
OH O
OH
O
O
OH O
dihidrobenzosanton
furanodihidrobenzosanton
Gambar 2.7 Reaksi pembentukan kerangka dihidrobenzosanton (Hakim et al., 2005)
Senyawa turunan dihidrobenzosanton yang ditemukan dalam Artocarpus antara lain artoindonesianin S (17) (Syah, 2002) dan artonin B (18) (Hano, 1989) dari A. champeden, artobilosanton (19) dari A. lanceifolius (Hakim et al., 2006), dan artocamin E (20) dari A. chama (Wang, 2004).
HO H3CO
O
OCH3
HO O
OH
OH O
O
O
O
OH O (19)
OH
OH O
(17)
HO
OH
(18)
OH OH
HO HO
O
OH OH
OH O (20)
12
Turunan furanodihidrobenzosanton Senyawa-senyawa kelompok ini dihasilkan dari siklisasi senyawa jenis dihidrobenzosanton (Gambar
2.7).
Senyawa
dari
genus
Artocarpus
yang
merupakan
turunan
furanodihidrobenzosanton adalah artoindonesianin A (21) (Hakim, 1999) dan artonin A (22) (Fahriyati, 1998) dari A. champeden, artoindonesianin P (23) (Hakim, 2002), dan sikoartobilosanton (24) (Sultanbawa, 1989) dari A. lanceifolius, artonin F (25) dari A. rigidus (Namdaung, 2006), serta sikloartomunosanton (26) dari A.communis (Shieh, 1991).
HO O
HO
OH
O
O
O
O
(21)
(22)
HO
OH
O
O
HO O
OH O
OH
O
O
OH O
(23) HO O
O
OH O
OH O
HO
OH
(24) HO
OH
O
O
O
OCH3
O
O
OH O
OH O
(26)
(25)
Turunan piranodihidrobenzosanton Salah
satu
senyawa
dari
tumbuhan
Artocarpus
yang
merupakan
turunan
piranodihidrobenzosanton adalah artoindonesianin Z-2 (27) yang diisolasi dari A. lanceifolius (Syah, 2005).
13
HO HO
O
OH O OH
OH O (27)
Turunan kuinonodihidrobenzosanton Artonin O (28) adalah turunan kuinonodihidrobenzosanton yang diisolasi dari A. rotunda yang berasal dari Bengkulu (Hano, 1993).Selanjutnya, artonol D (29) yang ditemukan pada A. atilis (Aida, 1997).
O HO
OH
O
O O
O
OH O
O
O O
OH O (29)
(28)
Turunan siklopentenosanton Turunan siklopentenosanton diperoleh dari penataan ulang Favorskii yang terjadi pada senyawa turunan kuinonodihidrobenzosanton. Artoindonesianin C (30) adalah turunan siklopentenosanton yang diisolasi dari Artocarpus teysmanii (Makmur, 2000). Sedangkan artonin Q (31) dan artonin R (32) adalah turunan siklopentenosanton dari Artocarpus heterophyllus (Aida, 1994). O O
O
CO 2CH3 OH
OH O (30)
14
OOH O
O O
CO 2CH3 OH
O
O
O
CO 2CH3 OH
OH O
OH O
(32)
(31)
Turunan santonolida Senyawa dari kelompok ini dihasilkan dari reaksi oksidatif pada turunan dihidrobenzosanton. Turunan santonolida ini adalah artonol B (33) dari A. lanceifolius (Achmad, 2005), dan A. teysmanii (Makmur, 1999). O O O
O O OH O (33)
Turunan dihidrosanton Turunan
dihidrosanton
diperoleh
dari
reaksi
retro
Diels-Alder
pada
turunan
kuinonodihidrobenzosanton. Artonol A (34) adalah turunan dihidrosanton yang diisolasi dari A. schortecinii (Armin, 1999). O HO
O
OH O (34)
15
b. Senyawa calkon
Turunan calkon Dari tumbuhan A. bracteata yang berasal dari Sumatera Barat telah berhasil ditemukan senyawa turunan calkon yaitu kanzonol C (35) (Hano, 1995) dan artoindonesianin J (36) (Ersam, 2002). OH
O
HO
O
OH O
OH O (36)
(35)
Dari tumbuhan A. communis telah berhasil diisolasi senyawa isobakacalkon (37), moracalkon A (38), gemicalkon B (39) dan gemicalkon C (40) (Han, 2006). OH
OH
O OH OH O
OH O
(37)
(38) OH HO O O
OH O
HO (39)
16
OH HO OH
O O
OH O
HO OCH3 (40)
Turunan dihidrocalkon Beberapa senyawa turunan dihidrocalkon telah ditemukan dalam tumbuhan Artocarpus. Turunan dihidrocalkon adalah senyawa AC-3-1 (41), AC-3-2 (42), dan AC-5-1 (43) yang diisolasi dari A. communis (Nomura, 1998).
O OH
OH
HO
HO
OH O
OH O
(41)
(42)
OH OH HO
OH O (43)
17
c. Senyawa flavan Kelompok senyawa flavonoid yang juga sering ditemukan pada genus Artocarpus adalah flavan. Senyawa flavan ini dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu flavan-3-ol, flavanon, dan flavanonol.
Flavan-3-ol Turunan flavan-3-ol yang telah ditemukan dalam tumbuhan Artocarpus, dua diantara adalah afzelecin (44) dan katecin (45) dari A. reticulatus (Achmad, 1998). OH HO
OH HO
OH
OH
OH
OH
OH
(44)
(45)
Flavanon Pada tumbuhan genus Artocarpus juga ditemukan senyawa-senyawa turunan flavanon, diantaranya yaitu artokarpanon (46) dan artoindonesianin E (47) yang diisolasi dari A. champeden (Hakim, 2001), heteroflavanon A (48) yang diisolasi dari A. heterophyllus (Lu, 1993), serta artomunoflavanon (49) dari A. communis (Weng, 2006). HO H3CO
O
OH
H3CO HO
OCH3
O OCH3
OH O
(46)
OH O
(47)
18
H3CO H3CO
OCH3
HO
O
HO
OCH3
O
OCH3
OCH3
OH O
OH O
(48)
(49)
Flavanonol Salah satu contoh senyawa turunan flavanonol yaitu senyawa dihidromorin (50) yang ditemukan pada A. heterophyllus (Nomura, 1998). OH HO
O OH OH OH O (50)
2.2.1.2 Senyawa stilben Kelompok senyawa stilben sangat jarang ditemukan dalam tumbuhan Artocarpus, berbeda dengan kelompok flavonoid. Beberapa senyawa yang telah diisolasi dari kelompok ini diantaranya adalah oksiresveratrol (51) dari A. gomezianus (Hakim, 2002) dan A. reticulatus (Achmad, 1998), artoindonesianin N (52) dari A. gomezianus (Hakim, 2002), Artocamin F (53) dan artocamin G (54) diperoleh dari A. chama (Wang, 2004), serta artogomezianol (55) ditemukan pada A. gomezianus (Likhitwitayawuid, 2001).
HO
HO
OH
OH
OCH 3 (51)
OH (52)
19
OH
HO
OH
HO
OH
HO
OCH3
HO (54
(53) OH OH
OH OH HO OH OH HO (55)
2.2.1.3 Senyawa 2-arilbenzofuran Sama halnya dengan senyawa stilben, senyawa turunan 2-arilbenzofuran juga sangat jarang ditemukan dalam Artocarpus. Senyawa kelompok ini yang ditemukan dalam Artocarpus adalah artoindonesianin O (56) dari A. gomezianus (Hakim, 2002), artoindonesianin X (57) yang diisolasi dari A. fretessi (Soekamto, 2003), lakoocin A (58) dan lakoocin B (59) yang diisolasi dari A. lakoocha (Puntumchai, 2004).
OH
OH
O
O
HO
HO
OH
OCH3 (56)
(57)
20
OCH3
HO
OH HO
O
O
OCH3
OH
(58)
(59)
2.2.1.4 Senyawa Adduct Diels-Alder Senyawa adduct Diels-Alder pada Artocarpus diperkirakan sebagai hasil siklisasi intramolekul antara substituen isoprenil sebagai diena dan ikatan α,β tak jenuh kerangka calkon sebagai dienofil. Salah satu contoh senyawa adduct Diels-Alder adalah artonin C (60) dan artonin X (61) yang diisolasi dari A. heterophyllus (Shinomiya, 1995).
HO
OH HO
HO OH
HO
HO
HO OH O
O
O
O
HO OH HO
HO
OH
OH
(60)
O
(61)
21
2.2.2 Senyawa non-fenolik 2.2.2.1 Steroid Senyawa stereoid yang ditemukan dalam Artocarpus adalah β-sitosterol (62) yang diisolasi dari A. chaplasha (Mahato, 1971), stigmasterol (63) dan kamfesterol (64) yang diisolasi dari A. reticulatus (Shieh, 1992).
H H H
H H
H
HO
HO (62)
(63)
HO (64)
2.2.2.2 Terpenoid Senyawa terpenoid yang ditemukan dalam Artocarpus adalah senyawa kelompok triterpen, diantaranya sikloartenon (65), sikloeukalenol (66), dan glutinol (67) yang diisolasi dari A. champeden (Hakim, 2005).
22
H H O
H
O (65)
H (66)
HO (67)
2.3
Tinjauan Umum Spesies Artocarpus elasticus
Di Indonesia, penyebaran tumbuhan Artocarpus elasticus meliputi daerah Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Di daerah Jawa, penduduk setempat menyebut spesies ini sebagai ‘bendo’ atau ‘teureup’. Di daerah Sumatera, Artocarpus elasticus ini dikenal dengan nama lokal ‘torop’, ‘tarok’, atau ‘menko’. Artocarpus elasticus adalah pohonnya yang ketinggiannya mencapai 10-40 m, dan diameter kayunya 45-125 cm. Kayu dari spesies ini bersifat halus atau agak halus, sedikit padat sampai agak padat. Serat kayunya kasar, mengkilat dan berwarna kuning muda, tetapi akhirnya akan menjadi berwarna coklat. Getahnya berwarna putih, berbau manis, namun rasanya pahit. Tumbuhan Artocarpus elasticus memiliki banyak kegunaan. Selain buahnya yang dapat dimakan, bagian-bagian pohon lainnya juga dapat dimanfaatkan. Kayunya dapat digunakan sebagai konstruksi bangunan dan bahan pembuatan perahu. Kulit dari spesies ini dapat digunakan untuk pembuatan tali tambang karena warnanya yang agak putih (Heyne, 1987). Selain itu juga, kulitnya diekspor dari Jawa ke Eropa untuk dijadikan bahan mewah seperti tutup dari pot bunga, dan keranjang bunga. Di Jawa Barat, sobekan kulit bagian dalam yang telah dipukuli dijadikan sabuk untuk mengobati sakit pinggang. Getahnya digunakan untuk menjerat burung dan sebagai obat disentri. Sedangkan daunnya dapat digunakan sebagai obat TBC.
23
Taksonomi spesies Artocarpus elasticus adalah sebagai berikut (Heyne, 1987): Kingdom
: Plantae
Division
: Magnoliophyta
Sub Divisio
: Angiospermae
Kelas
: Magnoliopsida
Subkelas
: Hamamelidae
Ordo
: Urticales
Famili
: Moraceae
Genus
: Artocarpus
2.4
Kandungan Senyawa Kimia Artocarpus elasticus
Kayu dari tanaman Artocarpus elasticus mengandung artelastin (68), artelastokromen (69), artelasticin (70), artokarpesin (71) (Kijjoa, 1996), artelastinin (72), artelastofuran (73), siklokomunin (74) (Kijjoa, 1998), artelastokarpin (75), dan karpelastofuran (76) (Cidade, 2001). Dari kulit akarnya telah berhasil diisolasi pula beberapa senyawa, yaitu artelastoheterol (77), artelasticinol (78), sikoartelatosanton (79), artelastosanton (80), sikloartelastosantendiol (81), dan artonol A (82) (Ko, 2005).
OH HO
O
OH O
O
O
O
OH O
OH O
(68)
(69)
24
OH HO
OH
O
HO
O
OH
OH
OH O
OH O
(70)
(71) HO OH OH
HO
O
O
O
O OH O
OH OH O
OH
(73)
(72) OH HO
O O OH O
(74) OH
HO
OH
O
O O
OH O
(75)
H O O
HO OH
OH O
OH
(76)
25
HO O
HO
OH HO
O
O
OH
OH
OH O
OH O
OH
(77)
OH
(78)
HO O
OCH3
HO
OH HO
O
O
O
OH
O OH O
OH O (79)
(80)
OH H3CO
HO HO
OH
O
O
O
O
O OH O
OH O
H
(81)
(82)
Dilihat dari struktur senyawa yang telah berhasil diisolasi dari Artocarpus elasticus, maka senyawa tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam flavon terprenilasi dan santon. Beberapa senyawa flavon terprenilasi mengalami modifikasi membentuk cincin piran ataupun oksepin. Senyawa senyawa yang memiliki cincin piran adalah artelastin (68) dan siklokomunin (74). Sedangkan senyawa yang memiliki cincin oksepin adalah artelastinin (72), artelastokarpin (75), dan karpelastofuran (76). Selain membentuk cincin piran dan oksepin, modifikasi yang terjadi pada flavon terprenilasi menghasilkan senyawa turunan dihidrosanton, seperti artelastosanton
(80),
dan
senyawa
turunan
furanodihidrobenzosanton,
seperti
sikloartelastosanton (79) dan sikloartelastosantendiol (81). Senyawa turunan santon yang termasuk dalam kelompok senyawa dihidrosanton dari Artocarpus elasticus ini adalah artonol A (82).
26
Beberapa senyawa yang telah berhasil diisolasi dari Artocarpus elasticus ini memiliki aktivitas biologi antara lain sifat sitotoksik, antiinflamasi, anti tumor, anti kanker, dan sebagai inhibitor pembentukan spesi oksigen yang reaktif (ROS) dan nitrogen oksida (NO). Artelastin (68) memiliki aktivitas terhadap sel kanker payudara manusia MCF-7 dengan nilai GI50 = 6,0 µM (Pedro, 2005). Selain itu, artelastin (68) memiliki aktivitas sebagai inhibitor pembentukan spesi oksigen yang reaktif (ROS) dan pembentukan NO (Cerqueira, 2008). Pengujiannya dilakukan terhadap polymorphonuclear neutrophils (PMNs) manusia untuk pengukuran aktivitas penghambatan pembentukan ROS dan sel murin makrofag J774 untuk pengukuran aktivitas penghambatan pembentukan NO. Artelastin (68) juga bersifat sitotoksik terhadap sel murin P388 dengan nilai IC50 = 3,0 µg/mL (Hakim et al., 2006). Artokarpesin (71) memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi. Pengujian aktivitasnya dilakukan terhadap mediator proinflamasi dalam lipopolysaccharide (LPS) yang diaktivasi oleh sel murin makrofag RAW 264,7 (Fang, 2008). Sedangkan artonol A (82) memiliki aktivitas sebagai anti kanker. Artonol A (82) bersifat sitotoksik terhadap sel kanker payudara manusia MCF-7 (ED50= 2,7 µg/mL), sel kanker manusia A549 (ED50= 1,1 µg/mL), dan sel kanker HT-29 (ED50= 3,1 µg/mL). Senyawa artonol A (82) ini dikatakan akif terhadap sel kanker tersebut karena memiliki ED50 ≤ 4 µg/mL (Ko, 2005).
27