11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Partisipasi
Pengertian pattisipasi adalah ikut sertanya suatu kesatilm mtuk mengambil bagian dalarn aktivitas yang dilaksanakan oleh susunan kesatuan yang lebih besar (Poerbakawatja, 1980). Kelompok kajian Bank Dunia menjelaskan bahwa partisipasi adalah sebagai suatu proses para pemilik kepentingan (stakeholders) mempengaruhi dari berbagai pengawasan atas insiatif dan keputusan pembangunan serta sumber daya yang berdarnpak pada mereka (Lewis dan Waker, 2001). Berdasarkan sudut pandang tersebut, dapat dilihat dari tataran konsultasi atau pengambilan keputusan dalam semua siklus tahapan proyek, dan evaluasi kebutuhan sampai penilaian, implementasi, pemantauan dan evaluasi (Lewis dan Waker, 2001). M i e l s e n (2001) memaparkan pengertian partisipasi adalah sebagai berikut:
1. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang tahu kelompok yang terkait, mengambil inisiatif clan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu. 2. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditemukannya sendiri.
3. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka, Beberapa kriteria yang dijadikan acuan dalam penggunaan istilah partisipasi menurut Pamuji (1997) adalah sebaga berikut:
a. Partisipasi mengacu kepada adanya beberapa subjek yang berinteraksi, ialah individu @erorangan) yang berada dalam suatu unit masyarakat (kelompok), organisasi, perekonomian, pemerintahan, bangsa, dmana masing-masing mempunyai keleluasaan untuk mengambil keputusannya sendiri-sendiri, tetapi terikat dalam suatu ikatan solidaritas tertentu untuk mewujudkan kepentingan atau rencana bersama.
b. Terdapat kerelaan dan kesadaran dari individu untuk menjalankan peranan yang diberikan oleh kelompoknya secara ikhlas, Keikutsertaan anggota tidak ditimbulkan oleh kekuasaan yang dipunyai oleh pemimpin. Dengan demikian, mobilisasi bukan masuk kategori partisipasi. c. Partisipasi berkonotasi kepada keterlibatan anggota perorangan dalam proses pengelolaan sesuatu kegiatan (pengambilan keputusan bersama, pengerahan sumber daya, pengawasan, dan penyesuaian). a. Kelompok sasaran dan partisipasi adalah rakyat banyak, Berdasarkan pengertian partisipasi clan berbagai pendapat, maka apabila dihubungkan dengan pendidikan, yang dimaksud partisipasi adalah peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari tahap penyusunan program pendidikan sekolah, pelaksanaan sampai tahap pengawasan pelaksanaan kegiatan sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
2.2.
Jenis-Jenis Partisipasi Masyarakat Menurut Madrie (1986) jenis-jenis partisipasi berdasatkan proses
pembangunan suatu program dapat dielompokkan dalam bentuk kesediaan (1) menerima dan memberi, (2) menyumbangkan pemikiran, (3) merencanakan suatu kegiatan, (4) pelaksanaan pekerjaan. (5) menerima hasil pembangunan, dan (6) menilai pembangunan. Jenis-jenis partisipasi apabila dikaitkan dengan pendidikan, terdapat jenis partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat, ~LU-U,pengurus komite sekolah dan pihak lainnya, yaitu : partisipasi perencanaan dalam penyusunan program, pelaksanaan dan pengawasan pendidian. Menurut Direktorat Jenderal Pendidian Dasar dan Menengah (2001) jenis partisipasi orang tua (masyamkat) dalam peningkatan mutu pendidian, terdii atas: 1. Partisipasi dalam Menyusun Rencana dan Program Peningkatan Mutu. Unsur-unsur sekolah, guni orang tua (masyarakat), komite sekolah dan pihak lainnya membuat rencana untuk jangka pendek, menengah dan panjang beserta
program-programnya untuk
merealisasikan rencana
(Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2001).
tersebut
2. Partisipasi dalam Pelaksanaan Peningkatan Mutu. Rencana dan program peningkatan mutu pendidikan yang telah disetujui bersama-sama oleh sekolah, orang tua siswa (masyarakat), diambil langkah proaktif untuk mewujudkan sasaran yang telah ditetapkani
3. Partisipasi dalam Evaluasi Pelaksanaan Program peningkatan mutu pendidikan yang sudah dilaksanakan di evaluasi untuk melihat keberhasilannya. Dalam evaluasi, Komite Sekolah, guru benama-sama orang tua bersama-sama mengevaluasi dan mengawasi pelaksanaan peningkatan mutu pendidiian. Orang tua siswa sebagai
stahholders hams dilibatkan untuk menilai keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Dengan demikian sekolah mengetahui bagaimana sudut pandang pihak luar bila dibandingkan dengan pihak internal, suatu ha1 yang bisa tejadi bahwa orang tua siswa menilai suatu program gagal atau kurang berhasil, walaupun pihak sekolah menanggapinya cukup berhasil, Yang perlu disepakati adalah indikator yang perlu ditetapkan sebelum melakukan evaluasi (Direktorat Jenderal Pendidiian Dasar dan Menengah, 2001). Berdasarkan arahan Ditjen P e n d i d i i Dasar dan Menengah tersebut tampak bahwa partisipasi masyarakat dilaksanakan sejak tahapan perencanaan sampai dengan evaluasi. 2.3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi. Beal (1979) seperti dikutip 01th Sahidu (1998) mengatakan bahwa
partisipasi merupakan suatu bentuk perilaku. Kegiatan berpartisipasi akan dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian tertentu misalnya sikap, kemauan, keterampilan, ambisi dan lain sebagainya. Seperti dikemukakan sebagai berikut:
.... There are many strbtler behaviour patterns intern ofgesrures, attitudes, or
"
manner that constitute participation" (Beal, seperti d i i t i p oleh Sahidu, 1998). Untuk dapat berperilaku tertentu ada dua hal yang mendukungnya (Oppenheim, yang d i i t i p oleh Sahidu, 1998): a. Ada unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu itu pada d i i seseorang
berson inner determinant).
b. Terdapat iklim atau lingkungan (environmenial factors) yang memungkinkan terjadinya perilaku tertentu itu, Pasaribu dan Simanjuntak dikutip oleh Madrie (1986) mengemukakan bahwa untuk menumbuhkan partisipasi diperlukan adanya iklirn tertentu, Iklirn ini ada hubungannya dengan kesempatan untuk berpartisipasi. Pada anggota kelompok ada jaminan d i n g menghormati, ada rasa keadilan, masing-masing anggota mempunyai tenggang rasa, dapat menghargai hak dan kewajiban, bahwa keikutsertaannya terasa mempunyai arti. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi seperti yang dikemukakan Slamet dalam Sahidu (1998) adalah : (1) kemauan, (2) kemampuan, dan (3) kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Apabila dikaitkan dengan partisipasi masyarakat dalam kegiatan sekolah maka partisipasi masyarakat dalam kegiatan penyelengaraan p e n d i d i i di sekolah dipengaruhi oleh faktor-faktor, antara lain; kemauanj kesempatan dan kemampuan masyarakat, 2.4.
Konscp Mutu Pendidiksn. Secara m u , mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari
barang dan jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan. Menurut Suryadi (2001) seperti d i i t i p oleh Witaputra (2003) mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga pendidikan membangun kemampuan siswa untuk belajar (building capacity of students to learn). Dalam konteks pendidikan; pengertian mutu menurut Direktorat Jenderal pendidikan D m dan Menengah (2001), mencakup input, proses dan output pendidikan. Input pendidikan adalah sebagai sesuatu yang h a s tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu proses, Sesuatu yang dimaksud adalah sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-hampan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumber daya manusia (kepala sekolah, g q karyawan, siswa). Input perangkat lunak meliputi: struktur organisasi di sekolah, rencana
kegiataddeskripsi
kegiatan,
program
dan
sebagainya.
Input
harapan-harapan berupa visi dan misi tujuan dan sasaran yang in-& dicapai oleh sekolah Pirektorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2001).
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam skala pendidikan berskala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengelolaan kelembagaan, proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan program, proses belajar-mengajar, dan proses belajar-mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan proses-proses lainnya. Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah, Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektifitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kerjanya dan moral kerjanya (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2001) 2.5.
Partisipasi Masyarakat dalarn Usaha Peningkatan Mutu Psndidikan Peningkatan
mum pendidikan sadgat dipengaruhi oleh kualitas smber
daya manusia. Unsur-unsur yang harus terlibat dalam peningkatan mutu pendidikan antara lain: kepemimpinan kepala sekolah, kualitas guru, sarana prasarana, peranan orang tua, peranan masyarakat setempat, peranan pemerintah daerah dan pihak-pihak swasta (Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, 2001). Adanya anggapan bahwa peningkatan kualitas surnber daya manusia merupakan wewenang lembaga pendidikan saja adalah pandangan yang keliru. Peningkatan kualitas tersebut memerlukan partisipasi masyarakat. Partisipasi atau keterlibatan masyarakat sangat penting perannya dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Terdapat korelasi positif yang signifikan antara keterlibatan, kewibawaaan orang tua dalam kegiatan sekolah dan keberhasilan peserta didik (Hobson dalarn Wahjosumidjo, 2002). Oleh karena i t - dalam usaha peningkatan mutu pendid-
maka seluruh
unsur yang terlibat dapat difbgsikan sesuai dengan tugasnya masing-masing. Dengan demikian, peningkatan mutu pendidikan tidak diserahkan kepada sekolah saja. Sekolah merupakan bagian integral dari masyarakat sekitarnya. Tugas dan tanggung jawab pendidikan anak-anak di sekolah adalah tanggungjawab masyarakat disamping sekolah dan pemerintah (Pmanto. 1987)
Adanya UU No 2211999 yang telah perbaharui dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah menyebabkan daerah-daerah berusaha sernaksimal rnungkin rnemenuhi kebutuhan hidup rnasyarakat lokal melalui pembangunan fisik dan nonfisik. Sebelum adanya UU tersebut, pernbangunan bersifat sentralistik sehingga tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat lokal, Pernberdayaan masyarakat dan partisipasi rnerupakan strategi dalam perundingan pembangunan yang berpusat pada rakyat @eople central
developmeni). Pendekatan ini menyadari pentingnya kapasitas rnasyarakat untuk rneningkatkan kemandirian dan kekuatan intemal, melalui kesanggupan untuk rnelakukan kontrol intemal atas surnberdaya rnateri dan maksirnal rnelalui redistribusi modal atau kepemilikan (Kocten dalam Sahiby 1998).
2.6.
Konscp Komite Sckolah
2.6.1. Pengertian Komite Sekolah Kornite sekolah adalah suatu badan rnandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan rnutu, pernerataan, dan efesiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah rnaupun jalur pendidikan luar sekolah (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002). Komite sekolah merupakan badan atau lembaga nonproJil dan nonpolitis, dibentuk berdasarkan musyawarah yang dernokratis oleh para stakeholders pendid'ian pada tingkat satuan pendidikan sebagai representasi dari berbagai unsur yang bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002). Komite Sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan pendidikan yang sama di satu kornpleks yang sama. Nama Komite Sekolah rnerupakan nama generik, artinya, adalah nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis Sekolah, Majelis Madrasah, Kornite TK, atau nama lainnya yang disepakati.
Dengan demikian, organisasi yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran, dan keanggotaannya sesuai dengan panduan ini atau melebur menjadi organisasi baru, yang bemama Komite Sekoah (Direktorat Jenderal Pendidian Dasar dan Menengah, 2002). Peleburan BP3 atau bentuk-bentuk organisasi lain yang ada di sekolah, kewenangannya akan berkembang sesuai kebutuhan dalam wadah Komite Sekolah. 2.6.2. Kodudukan dan Sifat 1) Kedudukan
Menurut Direktorat Jenderal P e n d i d i i Dasar dan Menengah, Departetnen Pendidikan Nasional(2002) Komite Sekolah berkedudukan di satuan pendidikan, baik sekolah maupun luar sekolah. Satuan pendidikan dalam berbagai jenjang, jenis, dan jalur pendidikan, dan mempunyai penyebaran lokasi yang amat beragam. 2) Sifaat
Komite Sekolah merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan yang heararkis dengan sekolah maupun lembaga pemerintah lainnya Komite Sekolah dan sekolah memiliki kemandirian masing-masing, tetapi tetap sebagai mitra yang harus saling bekejasama sejalan dengan konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). 2.6.3. Peran dan Fungsi Komite Sekolah 1) Perm Komite Sekolah
Menurut Direktorat P e n d i d i i Dasar dan Menengah (2001), peran yang dijalankan Komite Sekolah adalah sebagai berikut: a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan. b. Pendukung (supporting agency), baik dalanl wujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
c. Pengontrol (confrolling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelengaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan. d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan sekolah di satuan pendidikan.
2 ) Fungsi Komite Sokolah
Menurut DireMorat Pendidikan Dasar dan Menengah (2001), Komite sekolah memiliki fungsi sebagai berikut: a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidiian yang bermutu. b. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangadorganisasi/dunia usahaldunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidiian yang diajukan oleh masyarakat. d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai: a) Kebijakan dan program pendidiian b) Rencana Anggaran Pendidiian dan Belanja Sekolah (RAPBS)
c) Kriteria kinerja satuan pendidikan d) Kriteria tenaga kependidikan e) Kriteria fasilitas pendidikan e, Mendorong orang tua dan masyarakat dan berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
f. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidian di satuan pendidikan g. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan. Komite sekolah sesuai dengan peran dan hgsinya, melakukan akuntabilitas sebagai berikut: a. Komite sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah kepada stakeholders secara periodii, baik yang berupa keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran program sekolah. b. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bantuan masyarakat baik berupa materi (dana, barang talc bergerak maupun bergerak), maupun non materi (tenaga, pikiran) kepada masyarakat dan pemerintah setempat.
2.6.4. Perbandingan antara Komite Sekolah dan BP3 Pada tahun 2002, Departemen Pendidiian Nasional Republik Indonesia membuat kebijakan pembentukan wadah Komite Sekolah sebagai pengganti Badan Pembantu Penyelenggara Pendidian (BP3). Keberadaan Komite Sekolah sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 0441UJ2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, maka Komite Sekolah diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk berperan aktif meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Menucut Prishardoyo (2002) terdapat perbedaan mendasar antara Komite sekolah dengan BP3. Secara garis besar BP3 cenderung top down dari proses pembentukan sampai pada pelaksanaan peranannya, sedangkan Komite Sekolah lebih aspiratif dan melibatkan berbagai stakeholders pendidikan di sekolah. Perbedaan antara Kornite Sekolah dengan BP3 dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan antara BP 3 dengan Komite Sekolah NO I
I
Indikator,
I Kepengwusan -
I . ..
.. HP3 . I Komite Sckolah I Hanya mclibalkan I Melibatkan bcrbagai stakeholderssekolah, ,
,
,
om& tua siswa dan pihak sekolah
3
yaitu: p e w M a n orang tua siswa, tokoh masyafakat, alumni, dunia usaha, pakar pendidiian, organisasi profesi pendidikao, penvakilan sisha Hanya berperan Komite b e m a n sebami pemberi dalam keterkaitan pertimbangan dalam Gneituan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan dan sarana dan pendukung, baik yang bcrwujud finansial, prasarana sekolah pemikirm, meslpun tenagk &latam penyelenggaraan p e n d i d i i . Selain ihl, dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyclengarw dan keluaran pendidiian dan mediator antara pemerintah (eksekutif) dan I masyarakat. 1 Peranan Keoala 1 Kepala sekolah 1 Menumt prinsip transparan, akuntabilitas, dan dembkmt'is, kepala sekolah tidak be$m bcsar dan Sekolah memlli! pemn besar d m tori it as kuat, tidak memi!iki otoritas ada pembina, kepala sekolah tidak kuat karena Secara diperbolehkan meqiabat keina atau otomatis meniadi pembina B P ~ mcmimpin komite Masvankat kurane I Komire lnerupskan wadah flanisi~asiselumh Partisipasi diiibatkan dalam pemn masyamkat daGm pendidikan. Masyamkat BP3, peranan F y a n g dib" adalahl dominan dilakukan masyarakatlah yang menjadi pengelola, oleh pihak sekolah penyelenggara, sampai pengontrol sistem endidikan sekolah r: Prishardoyo (200 ) dan Direktorat Jenderal P e n d i d ' i Dasar dan Menengah (2002)
I