1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian Sistem politik, ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan di Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini telah mengalami perubahan-perubahan yang cukup mendasar. Pada tatanan pemerintahan, fenomena yang dapat diamati adalah semakin menguatnya tuntutan masyarakat akan adanya sistem dan tatanan pemerintahan yang baik yang berorientasi pada pelayanan masyarakat yang lebih baik, transparansi publik, dan pola pertanggungjawaban Pemerintah yang lebih akuntabel dan informatif. Tuntutan
yang
sangat
besar
terhadap
praktek
penyelenggaraan
pemerintahan itu telah menyebabkan Pemerintah melakukan upaya-upaya pembenahan transparansi dan akuntabilitas organisasinya. Pemberlakuan Undangundang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah salah satunya dimaksudkan untuk menjawab tuntutan yang berkembang di masyarakat tersebut. Hal-hal mendasar dalam undang-undang ini adalah
kuatnya
upaya
untuk
mendorong
pemberdayaan
masyarakat,
pengembangan prakarsa dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat, dan pengembangan peran dan fungsi DPRD. Dapat dikatakan undang-undang otonomi daerah telah membuka babak baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dalam hal hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah baik secara politis, administratif, maupun desentralisasi fiskal. Salah satu aspek penting yang mencuat dari pemberlakuan paket undangundang
otonomi
daerah
tersebut
adalah
masalah
pelaporan
dan
pertanggungjawaban keuangan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat, dimana pelaporan tersebut harus mencerminkan suatu transparansi. Esensi utama yang dapat dilihat dari aspek pertanggungjawaban keuangan ini adalah bahwa Pemerintah Daerah bertanggungjawab atas integritas, kinerja, dan kepengurusan
2
sumber daya ekonomi yang dikuasainya, serta bagaimana mengelolanya secara ekonomis, efisien, dan efektif sesuai dengan tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat luas selaku stakeholder dari suatu pemerintahan. Menyikapi pentingnya masalah pertanggungjawaban keuangan tersebut maka Pemerintah telah mengeluarkan berbagai paket kebijakan, mulai dari Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, sampai dengan yang terbaru Undang-undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Baik PP maupun UU itu memuat berbagai ketentuan pokok berkaitan dengan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Daerah yang lebih transparan dan akuntabel. Salah satu ketentuan yang utama adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban kinerja keuangan daerah dalam bentuk laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Menurut Mardiasmo (2002 : 18) akuntabilitas adalah : “Pertanggungjawaban pemerintah kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan”. Seiring dengan pemberlakuan UU tersebut maka tuntutan akuntabilitas sektor
publik
lebih
tertuju
kepada
Pemerintah
Daerah.
Laporan
pertanggungjawaban Kepala Daerah pun tampaknya menjadi sangat strategis, lebih-lebih karena DPR Daerah yang sudah semakin sadar akan hak konstitusionalnya. Akan tetapi penyajian laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah tersebut masih sangat sulit disusun. Permasalahan yang muncul kemudian di Daerah adalah bagaimana menyusun sistem akuntansi yang mampu menghasilkan informasi akuntansi yang bermanfaat untuk penyusunan laporan keuangan dimaksud. Pada pasal 35 Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 dinyatakan bahwa sistem akuntansi keuangan Daerah mengacu pada standar akuntansi Pemerintah Daerah. Sayangnya sampai saat ini standar akuntansi keuangan Pemerintah Daerah masih dalam bentuk draft, oleh sebab itu agar setiap daerah dapat menyusun suatu sistem akuntansi yang baik, Pemerintah Pusat melalui Departemen Dalam Negeri telah mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No.29 Tahun 2002 tentang
3
Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri No.29 Tahun 2002 memuat ketentuan-ketentuan teknis pengelolaan keuangan daerah
yang
cukup
rinci
mulai
dari
perencanaan,
pelaksanaan
dan
pertanggungjawaban keuangan daerah. Dalam hal yang berkaitan dengan sistem akuntansi, Kepmendagri No.29 Tahun 2002 memuat dan membahas hal-hal seperti kebijakan akuntansi, bentuk dan susunan kode rekening untuk setiap elemen laporan keuangan, bentuk dan format catatan akuntansi, bentuk dan format penyajian laporan keuangan, serta sistem dan prosedur akuntansi yang dibutuhkan untuk menghasilkan informasi yang bermanfaat dalam penyusunan laporan keuangan. Setelah aturan-aturan telah dibuat maka dibutuhkan partisipasi aktif seluruh unsur di dalam Pemerintah Daerah untuk melaksanakannya. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa belum semua Pemerintah Daerah mampu untuk mengimplementasikan apa yang dibutuhkan untuk mencapai transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan keuangan daerahnya. Sistem Akuntansi yang selama ini diterapkan di Pemerintah Daerah merupakan sistem akuntansi anggaran dimana cenderung hanya mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang telah ditetapkan. Pengembangan sebuah sistem yang dianggap tepat untuk dapat diimplementasikan di daerah menghasilkan suatu Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) yang diharapkan dapat mengganti sistem akuntansi yang selama ini diterapkan di Pemda. Dengan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) diharapkan transparansi dan akuntabilitas yang selama ini diinginkan di dalam pengelolaan keuangan Daerah dapat tercapai dan setiap Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kemampuan untuk menyusun laporan keuangan Daerah yang dapat dipertanggungjawabkan kepada segenap masyarakat. Permasalahan yang telah diuraikan tersebut memberi keyakinan bahwa suatu penyusunan pedoman akuntansi keuangan Daerah sangat diperlukan. Hal
4
tersebut semakin relevan mengingat batas waktu bagi Pemerintah Daerah untuk dapat menyajikan laporan pertanggungjawaban yang berisikan laporan keuangan sudah semakin mendesak. Berdasarkan uraian tersebut
maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dan melakukan analisis yang disajikan dalam skripsi mengenai penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) yang berbasis Keputusan Menteri Dalam Negeri No.29 Tahun 2002 yang transparan dan akuntabel.
1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka penulis menetapkan permasalahan yang akan diidentifikasi adalah bagaimana penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dalam mewujudkan Transparansi dan Akuntabilitas Laporan Keuangan Daerah berdasarkan Kepmendagri No.29 Tahun 2002.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk menganalisis dan memberikan penjelasan mengenai Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dalam mewujudkan Transparansi
dan
Akuntabilitas
Laporan
Keuangan
Daerah
berdasarkan
Kepmendagri No.29 Tahun 2002. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dapat mewujudkan Transparansi dan Akuntabilitas Laporan Keuangan Daerah berdasarkan Kepmendagri No.29 Tahun 2002.
1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut : 1. Bagi Penulis
5
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam bidang akuntansi keuangan Daerah serta meningkatkan kemampuan analisis tentang pengelolaan keuangan Daerah. 2. Bagi Pemerintah Daerah Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam pengelolaan keuangan Daerah sebagai upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan laporan keuangan Daerah. 3. Bagi Pengembangan Ilmu pengetahuan Diharapkan dapat memberi sedikit sumbangan pemikiran bagi Akuntansi Sektor Publik dan sebagai pertimbangan bagi pembaca yang akan atau sedang menyusun skripsi dengan pokok bahasan yang sama terutama terkait dengan akuntansi keuangan Daerah.
1.5. Kerangka Pemikiran Lingkup pemerintahan terdiri atas Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah. Pemerintahan Daerah terbagi menjadi Pemerintahan Propinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota. Akuntansi keuangan Daerah tidaklah sama dengan tata buku yang diterapkan dalam tata usaha keuangan di entitas Pemerintah Daerah selama ini. Perbedaan pokok antara tata buku dan akuntansi terletak pada sistem pencatatan dan asumsi dasar yang digunakan oleh akuntansi. Akuntansi pada dasarnya menggunakan sistem pencatatan berpasangan (double entry) dan asumsi dasar akrual. Tata buku di lain pihak, pada umumnya menggunakan sistem pencatatan tunggal (single entry) dan asumsi dasar kas, namun secara singkat tata buku merupakan bagian dari akuntansi. Dalam rangka pelaksanaan Undang-undang No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dimana tuntutan dasar dari UU dan peraturan tersebut adalah tuntutan akan adanya akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan sumber daya ekonomi yang dimiliki daerah tersebut dalam bentuk sebuah laporan
6
keuangan Daerah maka dipandang perlu untuk melakukan berbagai kegiatan untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut. Pada era pra reformasi Keuangan Daerah, dasar hukum yang digunakan antara lain sebagai berikut : •
Undang-undang No.5 Tahun 1974
•
Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 1975
•
Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 1975
•
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.11 tahun 1975
•
Undang-undang No.18 Tahun 1997
Dalam era pra reformasi tersebut, tata buku yang diterapkan mempunyai karakteristik single entri dan cash basis. Laporan yang dihasilkan mencakup perhitungan APBD dan Nota Perhitungan. Proses dan laporan yang dihasilkan seringkali tidak transparan dan tidak akuntabel. Sejalan dengan era reformasi Keuangan Daerah maka dibuat perubahanperubahan dalam sistem akuntansi yang diterapkan dalam Pemerintahan Daerah. Dasar hukum yang menjadi acuan mengalami pembaharuan, antara lain : •
Peraturan Pemerintah No.104 Tahun 2000
•
Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000
•
Peraturan Pemerintah No.107 Tahun 2000
•
Peraturan Pemerintah No.108 Tahun 2000
•
Keputusan Menteri Dalam Negeri No.29 Tahun 2002
•
Undang-undang No.32 Tahun 2004
•
Undang-undang No.33 Tahun 2004
Akuntansi yang diterapkan pada era reformasi Keuangan Daerah mempunyai karakteristik double entry dan modified cash basis dan laporan yang dihasilkan sudah mencakup perhitungan APBD beserta nota perhitungannya, laporan aliran kas dan neraca. Perombakan dasar hukum dan karakteristik akuntansi yang diterapkan dilakukan untuk mendukung pencapaian transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan. Menurut Abdul Halim (2001 : 35) akuntansi keuangan daerah adalah :
7
“Suatu proses identifikasi, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari suatu daerah (Propinsi, Kabupaten, atau Kota) yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang memerlukan.” Sehingga dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) adalah serangkaian prosedur yang saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh yang ditujukan untuk menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang akan digunakan pihak intern dan pihak eksternal Pemda untuk mengambil keputusan ekonomi. Menurut Abdul Halim (2002 : 159) laporan keuangan adalah : “Suatu Laporan yang menggambarkan posisi keuangan dari transaksi-transaksi
yang
dilakukan
oleh
suatu
entitas
yang
merupakan hasil akhir dari proses akuntansi.” Sehingga dapat disimpulkan bahwa Laporan Keuangan Daerah merupakan gambaran posisi keuangan dari transaksi yang dilakukan oleh suatu daerah yang merupakan hasil akhir dari proses akuntansi. Fungsi laporan keuangan adalah untuk mengkomunikasikan informasi keuangan kepada para pemakai. Adapun laporan keuangan yang dihasilkan pemerintah tersebut harus memiliki unsur transparansi dan akuntabilitas. Menurut Ellwood (1993) seperti yang dikutip oleh Mardiasmo (2002 : 21 ) terdapat 5 (lima) dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu : 1.” Akuntabilitas keuangan (financial accountability);” 2.” Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality);” 3. “Akuntabilitas proses (process accountability);” 4.” Akuntabilitas program (program accountability);” 5. “Akuntabilitas kebijakan (policy accountability).” Akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban dalam pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada unit organisasi Pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui laporan keuangan Pemerintah secara periodik. Adapun transparansi merupakan suatu bentuk
8
penyediaan informasi keuangan yang terbuka bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
1.6. Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif menurut Moh. Nazir (1988 : 63) adalah : “Suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu situasi kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.” Penelitian ini rencananya akan dilakukan di kantor Pemerintahan Daerah Kabupaten Muara Enim. Data yang penulis kumpulkan meliputi data primer dan sekunder yang kemudian akan diolah, dianalisis, dan diproses lebih lanjut berdasarkan teori-teori yang telah dipelajari. Untuk melaksanakan penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data primer yaitu data yang diperoleh melalui : a. Pengamatan (observasi), yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mengamati secara langsung objek yang diteliti. b. Wawancara (Interwiew), yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab dengan pimpinan atau pihak yang berwenang atau bagian lain yang berhubungan langsung dengan objek yang penulis teliti. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder yaitu data yang merupakan faktor penunjang yang bersifat teoritis/kepustakaan.
9
1.7. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini penulis lakukan pada Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Muara Enim yang berlokasi di jalan Jendral A.Yani No.16, Kabupaten Muara Enim, Propinsi Sumatra Selatan, waktu penelitian dilaksanakan selama kurang lebih 2 (dua) bulan yaitu mulai bulan Mei 2006 sampai bulan Juni 2006.