PGM 2010. 33(1): 83-92
Hubungangangguan grIianak balitaberdasarkananlmpomeln
Yekti W, dkk
HUBUNGAN GANGGUAN GlZl ANAK BALITA BERDASARKAN INDEKS ANTROPOMETRI TUNGGAL DAN KOMBlNASl DENGAN MORBIDITAS DAN IMPLIKASINYA (THE RELATIONSHIP BETWEEN SINGLE AND COMBINATION ANTHROPOMETRY INDICES WITH MORBIDITY AMONG CHILDREN OF UNDER FIVE AND ITS IMPLICATION) Yekti ~idodo',Sri ~ u l ~ and a l iHeryudarini ~ h'arahap' ABSTRACT Background: Under weight, stunting and wasting are single anthropometry index that are not enough to predict prevalence of under nutrition. Using underweight as indicator to calculate prevalence of under nutrition can be under estimate or over estimate because of underweight is the result of stunting and wasting, not because of the sum of stunting and wasting. Objectives: The aim of this data analysis was to compare the relationship of prevalence of children under five under nutrition with morbidity between single and composite indices. Methods: The source of data from Health Research Basic (Riset Kesehatan Dasar) 200712008, Under five year nutritional sta2tus was analysis with WHO Anthro 2009 software. The statistically analysis conducted with x statistical test. Results: The prevalence of severe malnutrition (z-score c-3 SD, WHO-2005) based on single anthropometry index for underweight (weightiage) was 4.8%. stunting (heightiage) was 18.8%, and wasting (weightiheight) was 6.2%, however based on combination indices, the prevalence of severe malnutrition was 25.5%. The severe and moderate malnutrition (z-score <-2 SD, WHO-2005) based on single anthropometry indices was 19.0%. stunting was 37.0%. and wasting was 14.4%, whereas based on combination indeces the prevalence of severe malnutrition and mild malnutrition was 50.1%. The risk of upper respiratory infection, diarrhea, and measles was higher (odd ratio: 1.1 - 1.4) on children with combination indices than single anthropometry indices. Conclusions: Composite anthropometry analyses could explain under five children that severely and totally malnourished. Based on combination indices one out of four under five children was severely malnourished and one out of two children was malnutrition. The morbidity was higher on children with composite indices than single anthropometry indices. [Penel Gizi Makan 2010,33(1): 83-92] Keywords: composite indices, anthropometry, severe-malnourished prevalence PENDAHULUAN
P
enentuan prevalensi gangguan gizi (malnutrition) menggunakan indikator konvensional indeks antropometri tunggal dianggap belum cukup. lndeks antropomeri tunggal adaiah penilaian status gizi berdasarkan pada salah satu indeks antropometri saja, yaitu underweight (berat badan menurut umur rendah), stunting (tinggi badan menurut umur rendah), dan wasting (berat badan menurut tinggi badan rendah).' Khususnya penggunaan gizi kurang sebagai indikator untuk mengukur prevalensi gangguan gizi secara menyeluruh dan sebagai acuan program intervensi gizi. Disamping itu penggunaan indeks antropometri tunggal dapat menyebabkan terjadinya tumpang
' Puslitbang Gizi dan Makanan. Badan Litbang Kerehatan. Kernenkes RI
tindih (overlap), diatas taksiran (overestimate), atau dibawah taksiran (underestimate) karena gizi kurang merupakan hasil dari pendek dan kurus, bukan merupakan hasil penjumlahan pendek dengan kurus. Hal i n i akan menghilangkan anak balita kuranq gizi yang hanya pendek dan hanya kurus. Upaya untuk menghindari terjadinya overlap, overestimate, atau underestimate diperlukan indikator gabungan (kombinasi) sehingga dapat mencakup semua anak yang mengalami kurang gizi, baik kurus, pendek, maupun gizi kurang. Gabungan indeks tersebut disebut indeks gangguan antr0~0metrikkombinasi.
PGM 2010,33(1): 83-92
Hubungan gangguan gizianak balita berdasarkan anhopomefd
lndeks antropometri kombinasi adalah penilaian status gizi berdasarkan satu dan gabungan dua atau tiga indeks antropometri, sehingga tidak terjadi overlap, overestimate, atau underestimate. Disamping indeks antropometri kombinasi gangguan gizi pada anak balita perlu dikaitkan dengan kejadian penyakit infeksi pada setiap kategori gangguan gizi bendasarkan indeks antropometri kornbinasi.' TUJUAN Membandingkan prevalensi gangguan gizi pada anak balita berdasarkan indeks antropometri tunggal dan kombinasi dihubungkan dengan morbiditas anak balita dan implikasinya terhadap program intervensi.
METODE Disain penelitian ini adalah cross sectional (potong lintang) yang merupakan penelitian kesehatan masyarakat berbasis komunitas. Sampel penelitian ini adalah seluruh anak balita yang menjadi sampel Riskesdas 200712008. Kriteria inklusi sampel adalah seluruh anak balita sarnpel Riskesdas 200712008 yang mempunyai data berat badan, tinggi badanlpanjang badan dan tanggal lahirlumur. Kriteria eksklusi sampel adalah seluruh anak balita yang mempunyai nilai cut-off z-score salah satu dari tiga indeks antropometri berikut : BBIU kurang dari -6 dan lebih dari +5. TBIU kurang dari -6 dan lebih dari +6, atau BBiTB kurang dari -5 dan lebih dari +5. Variabel analisis meliputi : data pengenalan tempat identitas sampel, tanggal lahir atau umur, jenis kelamin, data penyakit anak balita yang meliputi : diare, ISPA, campak, pneumonia, serta data pengukuran berat badan dan tinggi badanlpanjang badan anak balita. Analisis untuk menentukan nilai zscore dilakukan menggunakan program analisis antropometri WHO 2009 (WHO Antro 2009). Analisis univariat untuk mengetahui prevalensi masing-masing indeks antropometri tunggal maupun
Yekti W. dkk
kombinasi. Analisis bivariat menggunakan uji statistik x2 untuk menguji adanya hubungan (perbedaan) antara klasifikasi gangguan antropometrik dengan morbiditas anak balita.
Jumlah Sampel Analisis Jumlah sampel anak balita Riskesdas 2007-2008 adalah 95.686 anak balita, tetapi tidak semua sampel datanya dapat dianalisis karena tidak memenuhi kriteria. Jumlah sampel analisis lanjut data status gizi anak balita Risksedas 200712008 yang memenuhi kriteria adalah 78.071anak balita. Jadi ada 17.615 sampel datanya tidak dapat dianalisis karena tidak ada data berat badan atau tingg badan dan nilai z-score di atas atau di bawah nilai ambang batas. Setelah dilakukan pembobotan (weighted) pada saat analisis data, jumlah sampelnya menjadi 77.721 anak balita. Gangguan Gizi Balita Berdasarkan lndeks Antropometri Tunggal dan Kombinasi Penilaian status gizi pada anak balita dilakukan menggunakan tiga nilai z-score indeks antropornetri, yaitu : (1) berat badan menurut urnur (BBIU), (2) berat badan menurut tinggi badan (BBTTB), dan (3) tinggi badan rnenurut umur (TBIU) berdasarkan standar WHO-2005.~ Pada analisis lanjut ini penilaian gangguan gizi (malnutrition) anak balita dan penyajian data dilakukan berdasarkan indeks antropornetri tunggal dan kombinasi. Gangguan gizi anak balita dikelompokkan menjadi . dua, yaitu: gangguan gizi berat dan gangguan gizi total. Gangguan gizi berat adalah anak balita yang mempunyai nilai z-score <-3 SD WHO-2005. Gangguan gizi total adalah anak balita yang yang mempunyai nilai zscore <-2 SD WHO-2005. Hasil analisis gangguan gizi berat anak balita dengan <-3 SD WHO-2005 nilai z-score berdasarkan indeks antropometri tunggal dan kornbinasi disajikan pada Tabel 1.
PGM 2010.33(1): 8592
Hubungan gangguan gizi anak balila berdasarkan anhopomeln
YeMi W, dkk
Tabel 1 Prevalensi Gangguan Gizi Berat Anak Balita Berdasarkan lndeks Antropometri Tunggal dan Kombinasi Riskesdas 200712008 No.
Kategori Gangguan Gizi Berat
n
O h
lndeks antropometri tunggal Gizi buruk Sangat kurus Sangat pendek lndeks antropometri kombinasi Gizi buruk saja Sangat kurus saja Sangat pendek saja Gizi buruk dan sangat kurus Gizi buruk dan sangat pendek Gizi buruk, sangat kurus dan sangat pendek Total gangguan gizi berat (1
- 6)
Data Tabel 1 menunjukkan bahwa berdasarkan indeks antropometri tunggal prevalensi balita gizi buruk (4,8%), sangat pendek (18,8%) sangat kurus (6,2%). Hasil analisis gangguan gizi berat anak balita berdasarkan indeks antropometri tunggal menunjukkan bahwa prevalensi balita gangguan gizi berat lebih rendah daripada sangat kurus. Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa sebagian besar anak balita yang sangat kurus tidak menderita gizi buruk.
Hasil analisis berdasarkan indeks antropometri kombinasi dapat diketahui bahwa besarnya anak balita yang mengalami gangguan gizi berat adalah 25.5%. Data prevalensi anak balita yang mengalami gangguan gizi berat berdasarkan hasil analisis indeks antropometri kombinasi ternyata cukup tinggi. Hasil analisis gangguan gizi total anak balita dengan nilai z-score <-2 SD WHO-2005 berdasarkan indeks antropometri tunggal dan kombinasi disajikan pada Tabel 2.
PGM 2010, 33(1):8392
~ubungangangguan gzianak balia berda&kan antmpmetri
Yekti W, dkk
Tabel 2 Prevalensi Gangguan Gizi Total Anak Balita Berdasarkan lndeks Antropometri Tunggal dan kombinasi Riskesdas 200712008 No.
Kategori Gangguan Gizi Total
N
%
lndeks antropometri tunggal Gizi kurang Kurus Pendek lndeks antropometri kombinasi Gizi kurang saja Kurus saja Pendek saja Gizi kurang dan kurus Gizi kurang dan pendek Gizi kurang, kurus dan pendek Total Gangguan Gizi (1 - 6) Status gizi baik (normal)
Hasil analisis gangguan gizi total balita data Riskesdas 2007/2008 berdasarkan indeks antropometri tunggal (Tabel 2) menunjukkan bahwa prevalensi balita gizi kurang 19,0%), kurus 14.4%) dan pendek 37.0%). Hasil analisis gangguan gizi balita berdasarkan indeks antropometri tunggal menunjukkan bahwa prevalensi balita gizi kurang lebih tinggi daripada kurus. Hasil analisis berdasarkan indeks antropometri kombinasi dapat diketahui bahwa besarnya anak balita yang mengalami gangguan gizi adalah 50.1%. Data prevalensi anak balita yang mengalami gangguan gizi berdasarkan hasil analisis indeks antropometri kombinasi ternyata sangat tinggi. Korelasi Penilaian Gangguan Gizi Berdasarkan lndeks Antropometri Tunggal dan Kombinasi dengan Penyakit ISPA, Diare, dan Campak Penyebab iangsung gangguan gizi (malnutrition) adalah rendahnya asupan zat gizi dan adanya penyakit infeksi. diantaranya adalah ISPA, diare, dan campak. Korelasi atau hubungan antara gangguan gizi dengan penyakit infeksi
bersifat timbal b a l k 4 Disain Riskesdas adalah adalah cross sectional oleh karena itu untuk mengetahui adanya korelasi atau hubungan antara gangguan gizi dengan penyakit infeksi yaitu ISPA, diare dan campak diiakukan analisis menggunakan uji statistik x2 dan untuk memprediksi risiko anak balita yang mengalami gangguan gizi terhadap penyakit ISPA, diare dan carnpak ditentukan nilai odds ratio. Hasil analisis adanya korelasi antara gangguan gizi dengan ketiga penyakit tersebut disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3 menyajikan nilai odds ratio anak balita yang mengalami gangguan gizi berat dengan nilai z-score <-3 SD WHO-2005 berdasarkan indeks antropometri tunggal dan kombinasi. Tabel 4 menyajikan nilai odds ratio anak balita yang mengalami gangguan gizi berat dan ringan dengan c-2 SD WHO-2005 nilai z-score berdasarkan indeks antropometri tunggal dan kombinasi. Pada Tabel 3 tampak bahwa berdasarkan indeks antropometri tunggal anak balita dengan nilai z-score BB/U <-3 SD WHO-2005 mempunyai risiko menderita ISPA 1,l dan diare 1,3 kali lebih
PGM 2010, 33(1): 83-92
Hubungangangguan gizianak batfa berdasarkanantmpome~
Yekti W. dkk
balita dengan nilai z-score TBIU >-3 SD WHO-2005. Sedangkan pada anak balita dengan nilai z-score BBrrB <-3 SD WHO2005 mempunyai risiko yang sama menderita ISPA, diare dan campak.
tinggi daripada anak balita dengan nilai zscore BBIU >-3 SD WHO-2005. Pada anak balita dengan nilai z-score TBlU <-3 SD WHO-2005 mempunyai risiko menderita diare 1.2 kali lebih tinggi daripada anak
.
Nilai Odds Ratio Penyakit ISPA, Diare, dan Campak Anak Balita dengan Gangguan Gizi Berat Berdasarkan lndeks Antropometri Tunggal dan Kombinasi. Odds Ratio dan Confidence Interval No. Kategori Gangguan Gizi Berat A.
lndeks Antropometri Tunggal
1.
Gizi buruk
2.
Sangat kurus
3.
Sangat pendek
B.
lndeks Antropometri Kombinasi
1.
Gizi bumk saja
2.
Sangat kurus saja
3.
Sangat pendek saja
4.
Gizi buruk dan sangat kurus
5.
Gizi buruk dan sangat pendek
ISPA OR (CI)
Diare OR (CI)
Campak OR (CI)
1,10* (1,05-1,16)
I,30* (1.15-1.47)
0-94 (0,68-1.31)
1,06 (0,96 - 1,16)
0.92 (0,70- 1,21)
0,77 (0,38 - 154)
l,ll* - II
)
1,42* (1,22 - 1,67)
1,17 (0,79 - 1.73)
0,98 (0.78 - 1.20)
1,51 (0.98 - 1.32)
0.81 (0.21 - 3,25)
1 6.
Gizi buruk, sangat kurus dan sangat pendek
Berdasarkan indeks antropometri kombinasi pada anak balita dengan nilai 2score BBIU c-3 SD WHO-2005 (gizi buruk saja) mempunyai risiko menderita ISPA 1.2 dan diare 1,4 kali lebih tinggi daripada anak balita dengan nilai z-score BBIU >-3 SD WHO-2005. Pada anak balita dengan nilai z-score TBIU <-3 SD WHO-2005 mempunyai risiko menderita diare 1, I kali lebih tinggi daripada anak balita dengan nilai z-score TBIU >-3 SD WHO-2005. Sedangkan pada anak balita dengan yang mengalami gangguan indeks antropometri
ganda yaitu nilai I-score BBIU dan TBIU <3 SD WHO-2005 mempunyai risiko menderita ISPA 1, I dan diare 1,4 kali lebih tinggi daripada anak balita dengan nilai zscore BBlU dan TBlU >-3 SD WHO-2005. Pada Tabel 4 tampak bahwa berdasarkan indeks antropometri tunggal pada anak balita dengan nilai z-score BBIU <-2 SD WHO-2005 mempunyai risiko menderita ISPA 1, I , diare 1.3 dan campak 1.2 kali lebih tinggi daripada anak balita dengan nilai z-score BBIU 2-2 SD WHO2005. Pada anak balita dengan nilai
PGM 2010,33(1): 8>92
Hubungangangguanguianak balih berdasa&an anbopomefii
z-score TBlU <-2 SD WHO-2005 mempunyai risiko menderita ISPA 1,1, dan diare 1,2 kali lebih tinggi daripada anak balita dengan nilai z-score TBlU >-2 SD
Yekti W, dkk
WHO-2005. Sedangkan pada anak balita dengan nilai z-score BBITB <-2 SD WHO2005 mempunyai risiko yang sama menderita ISPA, diare dan cam~ak.
Tabel 4 Nilai Oods Ratio Penyakit ISPA, Diare, dan Campak Anak Balita dengan Gangguan Gizi Total Berdasarkan lndeks Antropometri Tunggal dan Kombinasi
No. Kategori Gangguan Gizi Total
Odds Ratio dan Confidence Interval ISPA Diare Cam~ak OR (CI)
A.
1. 2.
3.
OR (CI)
OR (CI)
lndeks Antropometri Tunggal Gizi kurang Kurus Pendek
B.
lndeks Antropometri Kombinasi
1.
Gizi kurang saja
2.
Kurus saja
3.
Pendek saja
4.
Gizi kurang dan kurus
5.
Gizi kurang dan pendek
6.
Gizi kurang, kurus dan pendek
Berdasarkan indeks antropometri kombinasi pada anak balita dengan nilai Z-score TBIU <-2 SD WHO-2005 (pendek saja) mempunyai risiko menderita diare 1.1 kali lebih tinggi daripada anak balita dengan nilai z-score TBIU >-2 SD WHO2005. Pada anak balita dengan gangguan indeks antropometri ganda, yaitu nilai z-score BBIU dan BBITB >-2 SD WHO2005 mempunyai risiko rnenderita ISPA dan diare 1,l kali lebih tinggi daripada anak balita dengan nilai z-score BBIU dan BBITB >-2 SD WHO-2005.
Pada anak balita yang mengalami gangguan indeks antropometri ganda yaitu nilai z-score BBIU <-2 SD WHO-2005 dan nilai z-score TBlU <-2 SD WHO-2005 mempunyai risiko menderita ISPA 1,1, diare 1.3 dan campak 1,3 kali lebih tinggi daripada anak balita dengan nilai z-score BBIU dan TBIU >-2 SD WHO-2005. Sedangkan pada anak balita yang mengalami gangguan indeks antropometri ganda yaitu nilai z-score BBIU, TBIU dan BBITB <-2 SD WHO-2005 mempunyai risiko menderita ISPA 1.1, dan diare 1,3 kali lebih tinggi daripada anak balita
PGM 2010. 33(1): 83-92
Hubungan gangguan gizianak baMa berdasarkananhopomem'
Yekli W, dkk
dengan nilai z-score BBIU. TBIU dan BBITB >-2 SD WHO-2005.
pilihan intewensi yang lebih bervasiasi dan lebih tepat sasaran.
lmplikasi lndeks Antropometri Tunggal dan Kombinasi Perencanaan program intewensi biasanya lebih didasarkan pada hasil penilaian status gizi berdasarkan indeks antropometri tunggal yaitu BBIU dan BBITB daripada TBIU. lndeks BBIU dan BBITB lebih banyak digunakan sebagai acuan dalam menyusun program intewensi. Hal ini dikarenakan indeks BBIU dan BBrrB dapat menggambarkan keadaan saat ini dan cukup sensitif untuk mengetahui besarnya masalah gizi pada anak balita yang memerlukan intewensi. Hasil analisis berdasarkan indeks antropometri tunggal (Tabel 1 dan Tabel 2) menunjukkan bahwa prevalensi anak balita dengan nilai z-score <-3 SD WHO-2005, gizi buruk 4,8%, sangat kurus 6,2% sangat pendek 18,8%, dan prevalensi anak balita dengan nilai z-score <-2 SD WHO-2005, gizi kurang 19,0%, kurus 14,4%, pendek 37,0%. Sedangkan analisis berdasarkan indeks antropometri kombinasi (tabel 1 dan tabel 2) menunjukkan bahwa prevalensi anak balita dengan nilai z-score <-3 SD WHO-2005. adalah 25.2% dan prevalensi anak balita dengan nilai z-score <-2 SD WHO-2005 adalah 50,1%. lmplikasi penggunaan indeks antropomerti tunggal dalam menentukan jumlah sasaran program intewensi adalah terjadinya overlap dan ovemstimate jika jumlah sasaran program ditentukan dari total angka prevalensi gangguan gizi berat (29.8%) dan total gangguan gizi 70.4% atau underestimate jika jumlah sasaran ditentukan dari angka prevalensi tertinggi sangat pendek 18.8% atau pendek 37,0%. Overlap dan overestimate atau underestimate tidak akan terjadi jika penentuan jumlah sasaran program intervensi dilakukan berdasarkan hasil analisis gangguan indeks antropometri kombinasi. Anak balita gangguan gizi berat yang menjadi sasaran program intervensi adalah 25.2% dan anak balita dengan gangguan gizi 50,1°h. Jadi implikasi penggunaan indeks antropometri tunggal dan kombinasi terhadap program intewensi yang paling utama adalah dalam menentukan besarnya sasaran program intewensi. Disamping itu hasil analisis status gizi balita berdasarkan indeks antropometri kombinasi dapat memberikan
BAHASAN Hasil analisis status gizi balita berdasarkan indeks antropometri tunggal menunjukkan bahwa prevalensi balita gizi buruk (4.8%) lebih rendah daripada sangat kurus (6,2%). Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa sebagian besar anak balita yang sangat kurus tidak menderita gizi buruk, terbukti bahwa dari 6.2% balita sangat kurus, hanya 1,6% gizi buruk. 1.6% gizi kurang, dan 3.0% gizi baik, bahkan ada yang gizi lebih (3 anak). Sebaliknya dari 4.8% gizi buruk, hanya 1.6% sangat kurus, 1,2% kurus, dan 2.0% normal. Hasil analisis berdasarkan indeks antropometri kombinasi dapat diketahui bahwa besarnya anak balita yang mengalami gangguan gizi berat adalah 25,5% dan gangguan gizi total 50,1%. Data prevalensi anak balita yang mengalami gangguan gizi berat berdasarkan hasil analisis indeks antropometri kombinasi ternyata cukup tinggi. Penggunaan indeks antropometri tunggal dapat menimbulkan underestimate jika prevalensi gangguan gizi berat hanya menggunakan prevalensi tertinggi (sangat pendek = 183%) dan terjadi overestimate jika prevalensi gangguan gizi merupakan penjumlahan dari ketiga indeks gangguan gizi berat (gizi buruk + sangat kurus + sangat pendek = 29,8%). Hal serupa akan terjadi pada prevalensi gangguan gizi total. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada anak balita yang mengalarni gangguan gizi berdasarkan nilai z-score indeks antropometri mempunyai risiko yang berbeda terjangkit penyakit infeksi. Data Tabel 3 menunjukkan bahwa pada anak balita yang mengalami gangguan gizi parah berdasarkan indeks antropometri tunggal, anak balita gizi buruk mempunyai risiko yang lebih tinggi terkena penyakit ISPA dan diare. Pada anak balita sangat pendek mempunyai risiko lebih tinggi terkena diare, sedangkan pada anak balit? sangat kurus risiko terkena penyakit sama. Data Tabel 3 menunjukkan bahwa pada anak balita yang mengalami gangguan gizi berat berdasarkan indeks antropometri kombinasi risiko terkena penyakit ISPA dan diare lebih tinggi pada anak balita gizi buruk saja serta pada balita yang mengalami gangguan gizi parah ganda yaitu gizi buruk dan sangat pendek.
PGM 2010. 33(1): 83-92
Hubungangangguangizianakbalita berdwkan anbopomebi
Pada anak balita yang mengalami sangat pendek saja mempunyai risiko lebih tinggi terkena diare. Sedangkan pada anak balita sangat kurus saja maupun gabungan sangat kurus dan gizi buruk ataupun gabungan ketiganya mempunyai risiko terkena penyakit sama. Data Tabel 4 menunjukkan bahwa pada anak balita yang mengalami gangguan gizi berat berdasarkan indeks antropometri tunggal, anak balita gizi kurang mempunyai risiko yang lebih tinggi terkena penyakit ISPA, diare dan campak. Pada anak balita pendek mempunyai risiko lebih tinggi terkena ISPA dan diare. sedangkan pada anak balita kurus risiko terkena penyakit sama. Data Tabel 4 menunjukkan bahwa pada anak balita yang mengalami gangguan gizi berat berdasarkan indeks antropometri kombinasi anak balita pendek saja mempunyai risiko terkena diare lebih tinggi. Risiko terkena penyakit lebih tinggi pada balita yang mengalami gangguan gizi ganda. Pada anak balita yang mengalami gangguan gizi ganda yaitu gizi kurang dan pendek serta pada balita gizi kurang, pendek dan kurus mempunyai risiko lebih tinggi terkena ISPA dan diare. Sedangkan pada balita gizi kurang dan pendek mempunyai risiko lebih tinggi terkena ISPA, diare, dan ~ a m p a k . ~ Pola data prevalensi sangat kurus yang lebih tinggi daripada gizi buruk berbeda dengan pola data prevalensi hasil survei lain seperti di lndia yang menunjukkan pola sebaliknya. Demikian juga hasil analisis yang menunjukkan bahwa risiko terkena penyakit ISPA dan diare lebih tinggi pada anak balita yang mengalami gangguan gizi ganda gizi kurang dan pendek daripada anak gizi kurang dan kurus. Temuan ini berbeda dengan temuan pada suwei di lndia yang menunjukkan ~ e b a l i k n ~ a . ~ Pola data prevalensi anak balita dengan gangguan gizi berat hasil Riskesdas 2010712008 tidak seperti pola data pada umumnya, dimana anak balita sangat kurus (BBTTB z-score <-3 SD WHO2005) lebih tinggi daripada anak balita gizi buruk (BBIU z-score <-3 SD WHO-2005). Data Riskesdas menunjukkan bahwa prevalensi balita sangat kurus (marasmus) sebesar 6,2%, sedangkan balita gizi buruk sebesar 4.8%. Secara kasar dapat dinyatakan ada 1,4% anak sangat kurus (marasmus) tidak gizi buruk. Oleh karena
Yekti W, dkk
itu perlu kehati-hatian dalam memanfaatkan data status gizi anak balita hasil Riskesdas 200712008. Analisis data status gizi balita berdasarkan indeks antropometri tunggal dan kombinasi menunjukkan adanya perbedaan. Perbedaan tersebut meliputi prevalensi gangguan gizi dan korelasi gangguan gizi dengan penyakit ISPA, diare dan campak. Oleh karena itu perlu kehatihatian dalam menentukan acuan gangguan gizi sebagai dasar dalam menyusun program intervensi gizi serta harus mempertimbangkanfaktor penyakit infeksi. Penggunaan indeks antropometri tunggal sebagai acuan dalam menentukan sasaran dan jenis program intewensi gizi dapat menyebabkan overlap, overestimate atau underestimate dan dapat menyebabkan hasil tidak optimal. Selain menggunakan indeks antropometri kombinasi harus mempertimbangkan juga faktor penyakit infeksi. Oleh karena itu penggunaan indeks antropometri kombinasi dan mempertimbangkan faktor penyakit infeksi harus mulai diterapkan dalam menentukan sasaran dan jenis program intervensi. Penggunaan indeks antropometri kombinasi dan mempertimbangkan faktor penyakit dalam menentukan sasaran dan jenis intewensi dimaksudkan untuk meningkatkan hasil yang lebih optimal melalui ketepatan sasaran dan jenis intervensi. Sasaran yang lebih parah, lebih rentan terhadap penyakit infeksi dan bersifat akut memerlukan intewensi yang segera dan lebih intensif. Berdasarkan hasil analisis indeks antropometri kombinasi balita anak balita gangguan gizi berat yang memerlukan intervensi segera berupa PMT, pengobatan, micronutrient, edukasi, dan pemberdayaan keluarga adalah balita gizi buruk, sangat kurus dan gangguan gizi berat ganda. Demikina pula anak balita gangguan gizi yang memerlukan intewensi PMT, pengobatan, segera berupa micronutrient, edukasi, dan pemberdayaan keluarga adalah balita gizi kurang, kurus dan gangguan gizi ganda. Pada balita sangat pendek saja dan pendek saja tidak memerlukan intervensi segera karena gangguan gizi tersebut bersifat kronis. Jenis intervensi yang lebih tepat untuk balita sangat pendek saja dan pendek saja adalah edukasi dan pemberdayaan keluarga. Pemberian
PGM 2010, 33(1): 83-92
Hubungan gangguan guianak balita berdasarkananlmpomefd
Makanan Tambahan (PMT) pada anak balita sangat pendek saja dan pendek saja dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko kegemukan pada anak balita. Hal ini dikarenakan berdasarkan BBIU dan BBITU anak balita tersebut masih normal dan dampak PMT lebih cepat tampak pada kenaikkan berat badan daripada pertambahan tinggi badan. lmplikasi analisis indeks antropometri kombinasi data Riskesdas terhadap program intewensi gizi berbeda dengan pernyataan yang selama ini berkembang bahwa penggunaan prevalensi gizi kurang sebagai acuan 'intewensi segera' berupa PMT tidak tepat sasaran karena banyak sasaran intewensi yang mempunyai indeks BBITB normal sehingga akan meningkatkan risiko kegemukan. Disamping itu ada kekhawatiran bahwa intewensi segera berupa PMT pada anak gizi kurang akan mempertinggi prevalensi kegemukan pada anak balita, yang terbukti adanya kecenderungan peningkatan prevalensi kegemukan pada hasil Riskesdas 200712008. Pernyataan bahwa program intewensi segera berupa PMT kepada balita gizi kurang yang tidak kurus dapat meningkatkan risiko kegemukan pada balita masih perlu dibuktikan. Hasil analisis kombinasi data Riskesdas 200712008 menunjukkan bahwa: 1. Pada anak balita gizi buruk saja dan gangguan gizi berat ganda yaitu gizi buruk dan sangat pendek mempunyai risiko lebih tinggi menderita ISPA dan diare. 2. Nilai z-score pada anak balita gizi buruk saja 100% masih <-1.0 dengan modus -2,50 dan gangguan gizi berat ganda yaitu gizi buruk dan sangat pendek 92,2% masih di bawah median dengan modus -1,09 Rata-rata nilai z-score BBITB pada 3. anak balita aizi buruk saia adalah 23478 o'" dan gangguan gizi berat ganda yaitu gizi buruk dan sangat pendek -1.372 i 0.897 4. Pada anak balita gangguan gizi ganda yaitu gizi kurang dan pendek mempunyai risiko lebih tinggi menderita ISPA, diare, dan campak. Nilai z-score pada anak balita gizi 5. kurang saja 100% masih <-0,6 dengan modus -1,61 dan gangguan gizi ganda yaitu gizi kurang dan
*
6.
Yekti W, dkk
pendek 80.0% masih di bawah median dengan modus -1,27 Rata-rata nilai z-score BBITB pada anak balita gizi kurang saja adalah 1,674 f 0.222 dan gangguan gizi ganda yaitu gizi kurang dan pendek 0,688 f 0.901
Berdasarkan data tersebut maka kekhawatiran bahwa intewensi PMT pada anak balita yang gizi kurang saja dan gangguan gizi ganda yaitu gizi kurang dan pendek akan meningkatkan risiko kegemukan masih perlu dibuktikan karena untuk mencapai nilai z-core BBITB > 4 SD WHO-2005 masih terlalu jauh. Disamping itu lebih dari 80% anak balita gizi kurang mempunyai nafsu makan yang tidak baik (sulit makan) dan upaya meningkatkan nafsu makan sangat sulit dilakukan. Selain itu masih perlu dibuktikan bahwa kecenderungan peningkatan prevalensi kegemukan pada data Riskesdas 200712008 sebagai akibat intewensi PMT pada anak gizi kurang saja dan gangguan gizi ganda yaitu gizi kurang dan pendek. Secara lebih spesifik lagi perlu dijawab "Apakah benar bahwa anak balita yang kegemukan adalah matan balita gizi kurang saja atau gangguan gizi ganda yaitu gizi kurang dan pendek?". Anak balita dengan nilai z-score indeks antropometri BBIU, TBlU dan BBITB <-3 SD WHO-2005 dan <-2 SD WHO-2005 semuanya termasuk gangguan gizi yang mempunyai implikasi terhadap status kesehatan dan kecerdasan anak yang akan menentuka kualitas sumberdaya manusia di masa yang akan datang. Oleh karena itu semua balita yang mengalami gangguan gizi harus menjadi sasaran program intewensi dengan jenis intewensi yang sesuai dengan masalah dan kebutuhan di masyarakat.
1.
Analisis gangguan gizi anak balita berdasarkan indeks antropometri ditentukan kombinasi dapat prevalensi (total) anak balita anak balita yang mengalami gangguan gizi berat dan gangguan gizi total. Hasil analisis berdasarkan indeks antropometri kombinasi diketahui bahwa satu dari empat anak balita di Indonesia mengalami gangguan gizi berat dan satu dari dua anak balita di Indonesia mengalami gangguan gizi
PGM 2010.33(1):83-92
2.
Hubungangangguan girianak:balila berdasakan anhopomeM
Pada anak balita dengan gangguan gizi ganda mempunyai risiko lebih tinggi menderita ISPA, diare, dan campak daripada anak balita dengan gangguan gizi tunggal.
2.
3.
SARAN Penyusunan program intervensi kepada anak balita yang mengalami gangguan gizi s e h a ~ s n y a dilakukan berdasarkan analisis indeks antropometri kombinasi serta mempertimbangkan faktor kerentanan terhadap penyakit infeksi dan gangguan gizi yang bersifat akut. Anak balita dengan gangguan gizi berat dan lebih rentan terhadap penyakit infeksi serta gangguan gizi akut memerlukan intervensi yang bersifat segera, terpadu, dan lebih intensif. Pemanfaatan data Riskesdas 200712008 khususnya data prevalensi anak balita dengan gangguan gizi berat perlu dilakukan secara hati-hati. Hal ini dikarenakan data prevalensi balita sangat kurus lebih besar daripada balita gizi buruk, artinya ada anak sangat kurus (marasmus) tidak gizi buruk. Anak balita dengan gangguan gizi berat dan gangguan gizi ganda memerlukan intervensi yang bersifat segera, terpadu, dan lebih intensif berupa PMT, pengobatan, micronutrient, edukasi, dan pemberdayaan dengan menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk memberikan kontribusi tenaga, bahan makanan ataupun uang.
4. 5,
6.
7.
8.
RUJUKAN 1.
World Health Organization. Expert Committee on Nutrition and Physical Status: uses and interpretation of anthropometry. Geneva: WHO. 1995.
Yekti W, dkk
Svedberg, P. Poverty an undernutrition: theory, measurement and policy. New Delhi: Oxford lndia Paperbacks. 2000. World Health Organization. Expert Committee on Nutrition and Physical Status: uses and interpretation of anthropometry. Geneva: WHO, 1995. Jonsson, U. Ethics and child nutrition. Food and Nutrition Bulletin 1995, 16(4): 293-298. Nandy. S. eta/. Poverty, child undernutrition and morbidity: new evidence from India. Bulletin of the World Health Organization 2005.83 (3): Widodo, Y. at.al. 2008. Penanggulangan balita gizi buruk dan gizi kurang berbasis pemberdayaan masyarakat melalui Program Edukasi dan Rehabilitasi Gizi. Laporan hasil pelaksanaan program kerja sama Puslitbang Gizi dan Makanan dengan PT Kaltim Prima Coal dan Dinas Kesehatan Kutai Timur. Bogor: Puslibang Gizi dan Makanan kerjasama Dinas Kesehatan Kutai Timur. 2008. Rice, A. Sacco, L. Hyder. A. and Black, R.E. Malnutrition as an underlying cause of childhood deaths assotiated with infectious diseases in developing countries. Bulletin of the World Health Organitaztion 2000, 78: 1207-1221. Cunha, A. Relationship between acute respiratory infection and malnutrition in children under 5 year of age. Acta Paediatrica 2000, 89: 608-609.