Dokumentasi Best Practises Pendidikan (Tentang Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Pemerintahan yang Baik dalam Pengelolaan Pendidikan)
Best Practice :
Sekedar Gerbong dari Lokomotif
Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD) Jl. Tebet Barat Dalam III A no 02 Jakarta 12810, Indonesia Phone: +62-21-83794469 Fax: +62-21-83791270 E-mail:
[email protected]
Sumber: Dokumentasi Best Practises Pendidikan - Unit Fasilitasi Desentralisasi Pendidikan (UFDP)
Clearinghouse YIPD/CLGI
1
SEKEDAR GERBONG DARI LOKOMOTIF
A.
Perjalanan Good Governance di Kendari
Dalam
sistem
terpusat,
penyelenggaraan
pelayanan
umum
tidak
selalu
mengikutsertakan masyarakat untuk berpartisipasi, dan sedikit sekali usaha yang dilakukan yang menunjukkan tranparansi, akuntabilitas dan profesionalisme dalam kegiatan pemerintahan. Tidak ada kepastian hukum yang jelas dan pelayanan yang tersedia tidak tanggap terhadap kebutuhan masyarakat, serta tidak diselenggarakan
dengan
cara
efektif.
Akibatnya,
kepercayaan
masyarakat
terhadap pemerintah sangat rendah. Sejak disahkannya Undang Undang Otonomi daerah tersebut, berbagai lembaga bantuan internasional telah bekerja sarna dengan Departemen Dalam Negeri untuk secara khusus mulai memperkenalkan dan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan tata pemerintahan yang baik. Usaha ini dimulai dengan beberapa kota percontohan. Kota Kendari adalah salah satu dari sedikit kota yang dipilih untuk menjadi kota percontohan. Di bawah program BUILD (Breakthrough Urban Initiatives for Local Development), kerja sarna UNDP (United Nations Development Program), Kendari dan 8 kota lainnya, sejak 1999 mulai memperkenalkan praktek-praktek manajemen yang lebih responsif, partisipatif, transparan dan akuntabel. Usaha-usaha yang dilakukan antara lain adalah dengan merasionalisasi organisasi pemerintahan kota, memodifikasi proses perencanaan dan penyusunan program, memperbaharui pengelolaan anggaran dan finansial. Selain itu juga dilakukan usaha-usaha untuk mendorong organisasi kemasyarakatan lewat media massa untuk lebih terlibat dalam pengelolaan kotanya, yaitu dengan menyuarakan aspirasi mereka dalam proses pengambilan keputusan, menuntut transparansi dalam berbagai prosedur pelayanan, akuntabilitas pemegang kekuasaan dan pemerintah yang responsif terhadap kebutuhan warga. Perlu juga dicatat bahwa, karena berbagai alasan, tidak semua pihak memahami dengan baik pendekatan dan proses yang dilakukan. Sebagian masyarakat, beberapa kalangan pengusaha, maupun dari unsur pemerintah sendiri ada yang menentang proses di atas. Mereka ini adalah kelompok yang selama ini menikmati
Clearinghouse YIPD/CLGI
2
pendekatan dan proses pemerintahan lama, sehingga tidak menginginkan perubahan. Walau demikian, secara bertahap prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik tetap terus digulirkan melalui pertemuan (lokakarya dan seminar), talk show, program radio serta pembentukan forum/dewan dalam masyarakat. Namun lebih penting dari itu semua, adalah praktek penerapan prinsip-prinsip itu sendiri dalam penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari. Usaha-usaha ini sedikit banyak telah berhasil mengikis resistensi di atas. Beberapa hasil konkrit mulai dapat dapat dirasakan oleh masyarakat. Untuk memberikan pelayanan yang lebih efisien, pemerintah Kota Kendari membentuk Unit Pelayanan Terpadu (UPT). Unit kerja ini melayani 13 izin di bawah satu atap, seperti: IMB, Penerbitan KTP, Akte Kelahiran, Surat Ijin Tempat Usaha (SITU), Ijin Perencanaan, Ijin Gangguan, Ijin Trayek, KTP, Ijin Kebersihan dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat hanya perlu datang ke satu tempat saja untuk mengurus segala keperluan adminsitratif di atas. Untuk prinsip partisipasi, pelaksanaan perencanaan tahunan sudah dilakukan secara partisipatif, dan sudah disusun perda untuk menjadikannya mekanisme tahunan. Pemerintah Kota Kendari juga sudah berusaha menjadi semakin transparan dengan menyelenggarakan program rutin talkshow di radio, ataupun mengumumkan program- programnya di tempat-tempat publik. RAPBD Kota Kendari setiap tahun diumumkan ke publik lewat media massa maupun ditempel di papan-papan pengumuman. Hal yang sama juga dilakukan untuk Laporan Pertanggungjawaban Walikota. B.
Pengelolaan Pendidikan di Era Otonomi Daerah
Sektor pendidikan adalah sektor yang paling penuh
kontroversi dalam era
desentralisasi ini. Sebab Dinas Pendidikan Nasional sekarang berada di bawah pemerintah kota/kabupaten. Artinya gaji seluruh guru, yang jumlahnya mencapai ribuan itu, sekarang pengelolaannya menjadi tanggung jawab pemerintah kota/kabupaten.
Hal
ini
berdampak
sangat
besar
terhadap
pengelolaan
pemerintahan. Sebagai ilustrasi dapat dilihat dari komposisi alokasi anggaran. Lebih dari lima puluh persen APBD kota/kabupaten dialokasikan untuk belanja pegawai. Dan 80% dari 50% APBD tersebut adalah untuk membayar gaji guru. Ini belum
Clearinghouse YIPD/CLGI
3
termasuk biaya pembangunan gedung, rehabilitasi, dan biaya operasional setiap sekolah. Hal
di
atas
kota/kabupaten
menunjukkan di
bidang
betapa
besamya
pengelolaan
tanggungjawab
pendidikan.
Dengan
pemerintah otonomi
ini,
diharapkan daerah dapat mengelola pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerahnya dan tidak ada lagi birokrasi berbelit yang terlalu
panjang
bila
pendidikan langsung diatur dari pusat dalam sebuah sistem yang sentralistis. Namun seringkali yang terjadi memang di luar yang diharapkan, malah sebaliknya, seperti dikutip di bawah ini: Kompas, 17 Desember 2002 Jalan Terjal Menuju Otonomi Pendidikan Lebih parah lagi, di sebuah provinsi di luar Jawa, kecenderungan bupati/walikota berperilaku sebagai 'raja-raja kecil' telah mengangkangi otonomi sekolah. Rentang kendali birokrasi bukannya makin
sederhana, tetapi malah
bertambah
rumit.
Pembayaran gaji dan honor kelebihan jam mengajar sering terlambat dari jadwal karena anggarannya tersangkut pada meja-meja birokrasi di daerah. Pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah telah menimbulkan akses kurang kondusif terhadap pendidikan dasar dan menengah. Pendekatan birokrasi
yang
dulunya
diperankan
oleh
pejabat
Depdiknas
berpindah
ke
bupati/walikota.
Secuil rekaman berita di alas adalah salah satu contoh yang dapat menunjukkan bahwa pengelolaan kabupaten/kota secara keseluruhan sangat berpengaruh pada pengelolaan pendidikan di daerahnya. Artinya, pengelolaan kota yang buruk, yang tidak partisipatif, tidak transparan, dan tidak akuntabel, akan berpengaruh buruk pada pengelolaan pendidikan sehari-hari. C.
Good Governance Dalam Pengelolaan Pendidikan di Kota Kendari di Era Otonomi Daerah
Paparan berikut ini akan melihat penggabungan antara dua hal di atas di kota Kendari, yaitu antara penerapan prinsip-prinsip good governance dan pelaksanaan otonomi daerah di sektor pendidikan. Lebih jauh paparan di bawah ini ingin melihat bagaimana
prinsip-prinsip
good
governance yang
telah
dipraktekkan
oleh
pemerintah kota Kendari sejak 5 tahun lalu berdampak pada sektor pendidikan di
Clearinghouse YIPD/CLGI
4
era otonomi. Apakah pengelolaan pemerintahan kota yang transparan, partisipatif dan akuntabel, juga akan membuat pengelolaan pendidikan menjadi transparan, partisipatif dan akuntabel. Penelusuran untuk menjawab pertanyaan di atas dilakukan dengan menggunakan instrument penilaian diri (self assestment tool) atas pelaksanaan good governance. Namun karena yang mau dilihat hanya satu sektor saja, maka instrumen penilaian diri ini akan dipakai secara kualitatif. Artinya, pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam instrumen tersebut hanya digunakan sebagai pertanyaan penuntun dalam wawancara dengan aktor- aktor kunci dalam pengelolaan pendidikan. Dalam wawancara dengan pengelola pendidikan, dalam hat ini pihak Dinas Pendidikan Kota Kendari, diperoleh keterangan bahwa prinsip-prinsip good governance telah dilaksanakan dalam kegiatan-kegiatan pengelolaan pendidikan. Misalnya prinsip partisipasi telah dijalankan dengan berbagai bentuk jajak pendapat untuk mendapatkan respon balik dari publik tentang pengelolaan pendidikan. Jajak pendapat ini dilakukan dengan memenuhi undangan RRI Kendari untuk acara talk show tentang masalah pendidikan. Dalam talk show ini, telpon yang masuk dari pendengar lewat telpon, dianggap sebagai masukan dari publik. Sedangkan pembentukan forum publik yang akan berurusan dengan pengelolaan pendidikan
lain
dianggap
telah
terwadahi
dengan
pembentukan
Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah. Untuk prinsip transparansi, Dinas Pendidikan telah menyediakan informasi (rencana program,
anggaran
dll)
tentang
pengelolaan
pendidikan
di
kantor-kantor
kelurahan, kecamatan atau di tempat-tempat publik lain. Penyediaan informasi ini berbarengan dengan informasi dari dinas-dinas lain di lingkungan Pemerintah Kota Kendari. Selain itu, informasi publik lain yang berkaitan dengan pendidikan (biaya siswa baru, anggaran, peraturan) dari Dinas Pendidikan juga masuk dalam informasi umum yang dipublikasikan rutin setiap tahun oleh Pemkot Kendari di koran atau pun yang ditempel di papan pengumuman. Wartawan yang datang ke Kantor Dinas Pendidikan untuk mencari berita juga dilayani dengan baik, dan ini dianggap sebagai bentuk publikasi tentang berbagai kegiatan pendidikan. Dan untuk prinsip akuntabilitas, Dinas Pendidikan juga telah mengikuti mekanisme pelaporan publik sebagaimana dilakukan oleh seluruh jajaran dinas Pemkot
Clearinghouse YIPD/CLGI
5
Kendari. Artinya dinas telah mengirimkan pertanggungjawaban mereka pada pemerintah kota, untuk selanjutnya diteruskan ke publik lewat berbagai saluran. Namun hasil-hasil positif di atas, tidak sepenuhnya mendapat konfirmasi, atau dalam beberapa bagian cenderung dibantah, oleh hasil wawancara dengan penerima layanan pengelolaan pendidikan tersebut, dalam hal ini diwakili oleh anggota komite sekolah dan dewan pendidikan. Bahkan ujung tombak dari pengelolaan pendidikan, seperti guru dan kepala sekolah, juga tidak selalu menyetujui hasil-hasil yang dikemukakan oleh dinas pendidikan di atas. Bahkan
secara
khusus
penerima
layanan
pengelolaan
pendidikan
yang
berhubungan langsung dengan dinas pendidikan, dalam hal ini kepala sekolah dan guru, memberikan catatan khusus berkaitan dengan prinsip profesionalisme. Walaupun dinas menyatakan sudah melakukan uji kecocokan dan kelayakan (fit and
proper
test) dalam
seleksi
pegawai dan
pengisian
jabatan, namun
pengangkatan dan penempatan personil masih dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan atau kecakapan. Kadang pejabat di lingkungan dinas yang diangkat, tidak sesuai dengan latar belakang profesi yang bersangkutan. Silang pemahaman dan ketidaksamaan data ini ketika ditelusuri, didapat penjelasan di bawah ini: Pada kegiatan yang berkaitan dengan prinsip transparansi, pengumuman rencana program, anggaran dll pada publik, ternyata tidak secara khusus dilakukan di sekolah-sekolah, lokasi yang seharusnya menjadi sasaran utama publikasi. Karena itu wajar bila pengelola pendidikan merasa sudah mempublikasikan, dan penerima layanan pengelolaan pendidikan (orang tua murid, siswa, guru dan kepala sekolah) merasa belum mendapatkan informasi. Hal ini disebabkan karena Dinas Pendidikan hanya ikut dalam mekanisme transparansi yang telah dijalankan oleh Pemkot Kendari. Karena itu pengumuman rencana program dan kegiatan dinas pendidikan hanya dapat di temui di kantor kelurahan atau kecamatan saja, sebagai mana pengumuman rencana kegiatan dan anggaran sektor pemerintahan yang lain dari pemerintah kota. Liputan media massa cetak maupun elektronik tentang pengelolaan pendidikan dilakukan bukan atas inisiatif dinas pendidikan. Artinya mereka hanya secara pasif menunggu kalau ada wartawan datang mewawancarai, atau dengan memenuhi
Clearinghouse YIPD/CLGI
6
undangan talkshow dan dialog interaktif di RRI dan TVRI Kendari yang membahas masalah pendidikan. Inilah sebabnya mengapa dinas pendidikan merasa sudah mempublikasikan program, tapi pihak lain melihatnya belum, sebab kegiatankegiatan itu adalah program rutin dari RRI atau TVRI dan bukan kegiatan dinas pendidikan. Yang diharapkan adalah sikap yang lebih aktif dari Dinas Pendidikan, misalnya setiap awal tahun ajaran secara khusus mempublikasikan jumlah bangku di sekolah negeri dan besarnya biaya pendaftaran. Sedangkan kegiatan-kegiatan yang bekaitan dengan prinsip partisipasi dan akuntabilitas, ketidaksesuaian pemahaman ini semakin melebar. Sebabnya kurang lebih sama dengan kegiatan-kegiatan yang berkait dengan prinsip transparansi di atas. Karena sejak proses desentralisasi pengelolaan pendidikan langsung berada di bawah pemerintah daerah, maka seluruh mekanisme yang dijalankan pemerintah Kota Kendari, juga dijalankan oleh Dinas Pendidikan Kota Kendari. Artinya, kalau pemerintah
kota
pembangunan,
melaksanakan
maka
dinas
proses
pendidikan
partisipatif juga
dalam
terlibat
perencanaan
dalam
proses
itu,
sebagaimana dinas-dinas lain dalam lingkup kerja pemerintah kota. Namun hal itu hanya dilakukan secara pasif dengan mengikuti proses lebih besar yang sudah berjalan. Tidak ada inisiatif khusus dari dinas pendidikan dalam meningkatkan partisipasi dan akuntabilitas dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program kerja dan penganggaran mereka di dalam lingkungan kerja mereka. Karena ini pulalah secara khusus ada catatan berkaitan dengan prinsip profesionalisme di atas. Yang disebabkan kurangnya inisiatif dari pihak dinas pendidikan untuk secara khusus meningkatkan kadar transparansi, partisipasi, akuntabilitas dalam pengelolaan pendidikan. Sampai di sini kita melihat, bahwa penerapan prinsip-prinsip Good Governance dalam pemerintahan kota secara umum tidak dengan sendirinya membuat setiap sektor pemerintahan meneruskan penerapannya di lingkungan kerja mereka masing-masing. Kalau diperiksa, program kegiatan dinas pendidikan sudah dijalankan
dan
memenuhi
standar
minimal
transparansi,
partisipasi
dan
akuntabilitas. Tapi itu dalam konteks pemerintahan kota secara umum, artinya di lihat dari atas. Namun apabila dilihat dari perspektif orang tua murid, siswa, guru ataupun kepala sekolah, pelaksanaan prinsip- prinsip good governance itu, masih dirasakan sangat kurang. Artinya, Dinas Pendidikan Kota Kendari hanya ikut sebagai
Clearinghouse YIPD/CLGI
7
gerbong dari lokomotif good governance dari pemerintah kotanya. Artinya masih dipelukan waktu yang relatif panjang agar semua dinas secara aktif melaksanakan prinsip-prinsip good governance di lingkungannya masing-masing. * * *
Clearinghouse YIPD/CLGI
8
Clearinghouse YIPD/CLGI
1