Edisi 5, Juli 2014
Si Muka Seram itu Ternyata
Dogania suplana! Keanekaragaman Herpetofauna di Resort Salak 1 (Loji) TNGHS, Bogor
Herping Kali Ini Menguji Adrenalinku Kenali Dulu Baru Bisa Lindungi
Trimeresurus puniceus. © Aristyawan Cahyo Adi
DAFTAR ISI
Pembimbing Ketua Departemen Biologi FMIPA USU Konsultan Kontribusi Mistar Kamsi, Giyanto, Munawar Kholis, Joko Guntoro Penanggung Jawab Herclus Tampubolon Pemimpin Redaksi Akhmad Junaedi Siregar Editor Chairunas Adha Putra Administrasi Desy Hikmatullah, Siska Handayani Kontributor Khairul Umri, Tengku Gilang Pradana, Herclus Tampubolon, Trisi Sanjaya Disainer Herpetologer Mania Diterbitkan oleh Herpetologer Mania Didukung oleh Biologi Pecinta Alam dan Studi Lingkungan Hidup (BIOPALAS) Departemen Biologi FMIPA USU Redaksi menerima tulisan & foto dengan mengirimkannya ke e-mail
[email protected].
2
Hal. 6 Si Muka Seram itu Ternyata Dogania suplana! 10 Keanekaragaman Herpetofauna di Resort Salak 1 (Loji) TNGHS, Bogor 14 Taman Reptil Balekambang 16 Herping Kali Ini Menguji Adrenalinku 20 Hari Jadi Herpetologer Mania Ke-2, Herclus: Mari Susun Agenda ke Depan 22 Kenali Dulu Baru Bisa Lindungi *Foto kover: kecebong Megophrys montana di TWA/CA Telaga Warna, Jawa Barat, Indonesia. Copyright: Desy Hikmatullah
SALAM REDAKSI Pembaca yang budiman, kami hadir lagi di hadapan Anda. Hal pertama yang ingin kami sampaikan adalah ucapan terima kasih kepada pembaca yang menghidupkan semangat segenap redaksi majalah digital Herpetologer Mania untuk tetap eksis sampai saat ini. Pada saat yang sama kami ingin mengingatkan bahwa majalah digital ini telah berumur dua tahun dengan empat edisi terbit. Yang di hadapan Anda adalah edisi kelima dengan penyegaran konten seperlunya.
E
disi kelima ini diwarnai dengan berbagai kegiatan Sahabat Herpetologer dari berbagai tempat di Nusantara. Beberapa di antaranya adalah ekspedisi yang dilakukan oleh Sahabat Herpetologer ke Desa Sei Musam, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Perjalanan seperti ini adalah kegiatan yang sudah jarang dilakukan kalangan muda. Oleh karena itu, kami sangat mengapresiasi kegiatan-kegiatan yang sejenis yang tentunya kami anggap sebagai perjalanan yang sehat, bernilai edukasi dan bermanfaat konservasi. Teman-teman di Jawa juga kelihatan cukup banyak yang memiliki ketertarikan tentang amfibi dan reptil. Kami bisa memahaminya dari keterlibatan teman-teman dari Jawa setiap edisi ke edisi majalah ini. Pada kesempatan ini, Sahabat Herpetologer, Arystiawan Cahyo Adi menyumbangkan artikelnya seusai mengunjungi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) tepatnya di Resort Salak 1(Loji). Sahabat Herpetologer, kita semua pasti sudah menyadari bahwa herpetofauna bukanlah sesuatu yang jauh dari kehidupan manusia. Mereka ada di sekitar kita. Ketika kita menjumpai satu jenis saja di mana saja, pasti kita memiliki cerita tersendiri. Bahkan ketika sedang berwisata ke mana saja, kemungkinan-kemungkinannya kita akan mendapatkan cerita yang bisa dibagikan kepada Sahabat Herpetologer yang lain. Barangkali inilah yang dilakukan oleh Arfah Nasution ketika berkunjung ke Solo. Beliau menceritakan sedikit tentang apa yang dilihatnya di Taman Reptil Balekambang. Lebih lagi, kita juga pantas berbahagia, Arfah juga masih memiliki cerita yang lain tentang bagaimana perasaannya yang bergelayut ketika menemukan Dogania suplana untuk pertama kalinya.
Pembaca yang kami hormati, kami ingin mengajak Anda pergi ke tempat yang asing. Jauh dari dunia saat ini, ke tempat di mana kita bisa memandangi dunia dan diri kita sendiri beraktifitas di dalamnya. Maka kita dapat melihat perubahan yang nyata pada beberapa puluh tahun terakhir. Teknologi tidak lagi berjalan kaki, ilmu pengetahuan sudah berlari sedemikian kencang. Hingga-hingga pada beberapa kesempatan kita tidak bisa mengikutinya lagi dari belakang. Ketika kita sudah berada di tempat asing ini, kita akan dapat melihat perubahan-perubahan yang sangat mengkhawatirkan. Kita dapat melihat bumi telah “diperkosa”. Sumber daya alam digerus sedemikian rupa untuk memenuhi standar hidup manusia yang semakin hari semakin tinggi. Satu keluarga tidak lagi memerlukan sepetak rumah dan sebidang sawah seperti masa silam, tetapi satu keluarga kecil saat ini rata-rata memerlukan kulkas, TV, AC, mesin cuci, kosmetik, penanak nasi, alat mandi, minuman kaleng, dan seterusnya yang dioperasikan dengan energi yang membebani bumi untuk memenuhinya.
Kita semua bisa melihat bahwa sebenarnya bumi sudah mulai sampai kepada titik jenuh. Ketidaksanggupan bumi untuk menyokong kebutuhan itu dicerminkan pada kondisi kesejahteraan manusia saat ini. Ada manusia yang terlalu kenyang dan ada manusia yang tak jarang kenyang. Ini menunjukkan ketidakseimbangan biologi dalam lingkup yang lebih kecil. Seperti nasehat orang bijak, janganlah kita melihat seperti penglihatan kutu di bawah karpet. Pelestarian herpetofauna tidak bisa dipandang dengan sudut yang sempit. Pelestarian ini juga bagai jaringjaring makanan yang saling terhubung. Satu kepakan kupu-kupu di kutub utara akan mempengaruhi semua yang ada di bumi. Begitu pulalah setiap fenomena yang terjadi. Diri kita termasuk di dalamnya. Oleh karena itu, diri kita sendiri akan sangat mempengaruhi apa yang akan terjadi terhadap bumi ke depan. Sahabat Herpetologer, kita sedang memasuki bulan Ramadhan yang penuh berkah. Salah satu yang dapat melengkapi ibadah berpuasa adalah kesederhanaan. Sederhana dapat diartikan tidak berlebih-lebihan, tidak juga berkurang-kurangan. Mudahmudahan dengan memenuhi amalan ini bumi mendapat rehat sejenak untuk memulihkan diri. Nah, selamat membuka halaman berikutnya.
Herpetologer Mania
3
SALAM KONSERVASI
B
umi adalah bintik kecil di samudera alam semesta. Dan kita mengakui bahwa bumi adalah butir terpilih di antara semua noda dan gumpalan yang mengapitnya. Di sinilah semua menjadi hidup. Kehidupan yang sudah terjadi jutaan tahun ini telah membentuk keseimbangankeseimbangan alam, mulai dari keseimbangan partikel di dalam atom hingga keseimbangan yang lebih luas yang melekat pada biosfer.
Nursahara Pasaribu Ketua Departemen Biologi FMIPA USU
Membicarakan tentang pelestarian keseimbangan alam ini tidak bisa terlepas dengan membicarakan diri sendiri. Kita termasuk di dalam kompartemen penting. Bahkan manusia adalah bahagian yang justru paling menentukan dalam menjaga keseimbangan itu. Sebagai “hewan” yang paling maju perkembangan sistem syarafnya, manusialah yang dianggap sebagai khalifah yang berpotensi merusak atau memperbaiki keseimbangan alam. Menjaga keseimbangan alam barang tentu menjadi prioritas utama konservasi abad sekarang. Dunia yang luas ini tidaklah bisa diubah dengan satu kepala. Ada miliaran juta manusia di bumi yang mempengaruhi. Jika ingin terus menjaga keseimbangan alam diperlukan setidaknya pola pikir yang sama bahwa kita semua berada dalam satu perahu, memiliki laut yang terhubung dan punya satu udara yang selalu berpindah. Setiap ada perubahan di satu daerah berarti juga perubahan akan terjadi di mana dia berpijak. Oleh karena itu, di samping maraknya usaha-usaha konservasi terorganisasi secara internasional saat ini, ada baiknya kita menyadari peran diri kita sendiri terhadap konservasi sebagai satuan yang paling kecil. Kita adalah satu dari 200 miliar “hewan” yang lebih cerdas di antara kelas yang lain di mana kita dapat melakukan sesuatu yang berpengaruh langsung terhadap lingkungan yang paling dekat dengan kita. Misalnya, mematikan rokok kita yang biasanya terbakar. Saya mengucapkan selamat atas terbitnya majalah online Herpetologer Mania Edisi ke-5. Semoga majalah ini menjadi salah satu bagian yang membentuk pribadi-pribadi yang sadar terhadap lingkungan dan pentingnya keseimbangan alam.
4
SAHABAT HERPETOLOGER Siska Handayani
S
etiap yang dilaluinya selalu membuat kesan khusus. Bersama rekan-rekan yang lain, Siska Handayani mencoba menaklukkan salah satu pinggiran Bukit Barisan yang terdapat di Taman Nasional Gunung Leuser. Pada satu ekspedisi beberapa bulan yang lalu, tiga tim yang mereka bentuk akan melakukan kegiatan herping di Desa Sei Musam, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Aristyawan Cahyo Adi
S
emenjak duduk di bangku SMA pada tahun 2009, Aristyawan Cahyo Adi yang akrab disapa Aris sudah mulai tertarik dan menekuni berbagai kegiatan yang berhubungan dengan herpetofauna seperti melakukan herping. Saat itu ia menyalurkan minatnya dengan bergabung bersama komunitas pemerhati herpetofauna di Kota Bogor yaitu BSEC (Buitenzorg Snake Enthusiast Community). Ketertarikannya terhadap herpetofauna telah membawanya untuk semakin mencintai dunia kehidupan satwa liar terutama setelah menekuni kegiatan baru di bidang wildlife photography sejak tahun 2012. Saat ini beliau duduk di Program Keahlian Ekowisata diploma IPB. Pria kelahiran 1992 ini sudah menjelajahi dunia satwa liar sejak berkegiatan bersama komunitasnya semasa SMA. Minatnya diteruskan hingga kuliah dengan bergabung bersama Divisi Konservasi Reptil & Amfibi UKF (Uni Konservasi Fauna IPB). Saat ini aktif dan menjadi koordinator wildlife photography wilayah Bogor, yaitu BNWP (Bogor Nature & Wildlife Photography). Beliau sudah mendatangi dan mendokumentasikan temuan herpetofauna dari berbagai daerah. Salah satu lokasi favoritnya adalah Kawasan Loji TNGHS. Simak ceritanya saat herping di TNGHS, tentunya di Herpetologer Mania edisi ini. Salam konservasi E-mail:
[email protected] /
[email protected]
Dalam ekspedisi itu, misi tidak berjalan mulus. Ada pengorbanan khusus menghabiskan tenaga untuk menaklukkan topografi dan akses masuk yang jauh dari kondisi standar perkotaan--di mana Siska menghabiskan waktunya. Ada rasa kepuasan tersendiri ketika dapat mengakhiri pengamatan di hutan yang masih berpenghuni harimau Sumatera itu. Tapi baginya, penelitian kali ini sungguh menguji adrenalinnya. Simak ceritanya pada edisi ini yang ditulis dengan gaya lepas. Selamat menikmati.
Arfah Nasution
B
oleh dikatakan Arfah memiliki daya pengamatan alam yang lebih tinggi daripada teman yang lainnya. Kenapa tidak, Arfah-lah yang menjadi biang keladi sehingga timnya bisa menyaksikan langsung Dogania suplana dari dekat. Keberhasilan pengamatan amfibi dan reptil memang bukan semata-mata tentang keberadaan amfibi dan reptil itu sendiri. Faktor subyek (peneliti) juga sangat menentukan. Itu tergantung terhadap pengalaman dan kepekaan si peneliti itu sendiri. Berkat kepekaan Arfah, tim yang bersamanya bisa menemukan labi-labi yang bersembunyi di dalam pasir.
Pada momen yang berbeda, Arfah juga menyumbangkan sedikit tulisannya ketika mengunjungi Taman Reptil Balekambang di Kota Solo. Taman reptil ini sendiri adalah bagian dari Taman Tanda Cinta Orangtua-Taman Balekambang. Bagi para pecinta reptil, di sudut kiri taman terdapat Taman Reptil yang dinamakan Taman Reptil Balekambang. Untuk melihat koleksi reptil seperti ular, iguana, biawak, kura-kura, dan lain sebagainya, kita perlu merogoh kocek sebesar Rp 5000 per orang. Jika Anda juga sedang singgah ke sana, silahkan Anda lihat dulu foto-fotonya di edisi ini. Selamat menikmati.
Herpetologer Mania
5
EKSPEDISI
Si Muka Seram
Dogania 6
itu Ternyata
suplana! Herpetologer Mania
7
EKSPEDISI Temanku mulai ikutan penasaran. Mereka kemudian bersedia menyekop pasir tempatnya bersembunyi dengan tangan kosong. Bayang-bayang satwa tersebut mulai jelas bentuknya ketika bergerak. Aku berteriak histeris ketika ikutan menangkapnya. Kawan-kawan yang lain tak bergeming ketika melihat aku berusaha menangkapnya dengan kedua tangan. Salah seorang ranger yang cukup berani akhirnya ikut menolongku. Akhirnya terlihatlah bahwa dugaan sebagai kura-kura ternyata tidak. Bentuknya sedikit berbeda dengan kura-kura yang bercangkang keras. Ini adalah labi-labi. Kura-kura memiliki kontruksi karapas yang keras, sedangkan labi-labi memiliki cenderung lunak.
Habitat Dogania suplana.
“Kura-kura!” aku berteriak kegirangan melihat sosok yang bersembunyi di dalam pasir ketika dikeluarkan salah seorang temanku.
S
Teks: Arfah Nasution Foto-foto: Rachmi & Aulia
ebelumnya aku melihat sebentuk kepala runcing muncul dari dalam pasir. Ketika itu aku dan teman tengah menunggu ranger dan teman-teman yang sedang asik dengan kegiatan sampingan di lapangan, menganyam gelang dari tangkai pakupakuan. Misteri sesuatu yang bergerak itu sedikit menunda perjalanan kami kembali ke camp. Ketika satwa itu sadar terlihat, perlahan-lahan dia menarik kepalanya ke dalam pasir. Aku sebenarnya ragu tapi kuyakinkan teman-teman yang mau bergegas bahwa aku melihat sejenis kepala. “Ada kepala!”, aku berteriak dan temanteman menatapku dengan heran, “Ada
8
kepala yang muncul dari pasir, sekarang udah masuk lagi.” “Masa, nanti lindi-lindi (Ichtyophis spp— red)”, selidik temanku. “Bukan, ini lebih besar dan mukanya seram”, jelasku karena sebelumnya tidak pernah melihat sepotong kepala yang aneh itu.
Dogania suplana.
Penemuan labi-labi ini merupakan bonus dalam ekspedisi Herpetologer Mania, 9-11 Mei lalu di Desa Sei Musam, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Dikatakan bonus karena penemuan ini di luar kegiatan herping yang telah rampung dilakukan di malam sebelumnya. Labilabi ditemukan di tepi Sungai Glugur, yaitu sungai yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Leuser yang berarus cukup deras dengan cadas di kedua sisi pinggiran sungai dengan substrat pasir dan bebatuan kecil. Sungai yang berukuran sedang ini berada di bawah naungan vegetasi yang tumbuh di pinggiran hutan TNGL, tapi kanopi vegetasi yang terletak di bagian kanan dan kiri sungai tidak sepenuhnya menutupi sungai. Ketika memegangnya, labi-labi sangat
agresif. Jika sedikit gegabah, tanganku bisa saja tergigit. Ranger yang sebenarnya sudah cukup mengenalnya menjelaskan bahwa gigitan labi-labi cukup berbahaya. Jika sudah menggigit, labi-labi tak akan mau melepasnya lagi hingga putus. Labi-labi ini teridentifikasi sebagai si pemilik nama latin – Dogania suplana. familinya Trionychidae (suku labi-labi) yang wilayah penyebarannya diketahui sangat luas. Suku labi-labi bersifat agresif dan memiliki gigitan yang menyakitkan, bahkan anakan labi-labi harus ditangani dengan hati-hati agar tidak berisiko. Status konservasi labi-labi hutan (forest softshell turtle) masih belum diketahui secara pasti. Spesies ini tidak masuk dalam daftar satwa yang dilindungi di PP RI no 7 tahun 1999. IUCN dan CITES pun belum memasukkan spesies ini dalam daftar status konservasi mereka. Hal ini kemungkinan dikarenakan karena studi jenisnya belum lengkap dan keberadaannya yang masih sering ditemukan di beberapa wilayah di Indonesia (Sumatera, Jawa dan Kalimantan), Brunei, Sabah, Sarawak, Filipina, Laos, dan bagian selatan Myanmar sampai Semenanjung Malaysia.
dan berkelanjutan akan mengancam keberadaan spesies ini, apalagi sudah diketahui bahwa beberapa masyarakat di daerah tertentu mengonsumsi daging Dogania suplana. Suku asli atau pedalaman diketahui mengonsumsi dagingnya sebagai sumber protein seperti masyarakat Suku Asli di Sarawak, Malaysia (Joycelyn, 2013). Dogania suplana yang kami temukan ini merupakan anakan. Hal ini dapat dilihat dari bercak bulat hitam yang terdapat di sekitar karapas. Ciri ini khusus sebagai penanda jenis juvenile Dogania suplana. Seiring berjalannya waktu dan semakin
dewasa, maka bercak Dogania yang berbentuk bulat ini pun semakin memudar. Dogania suplana memiliki kebiasaan unik, ketika ia merasa terganggu, maka ia akan menguburkan dirinya ke dalam tanah/pasir. Ya, persis seperti saat pertama kali aku menemukan sosoknya. Sumber Rujukan: Joycelyn. 2013. Nutritional Value of Common Edible Reptiles [Thesis]. Sarawak. Universiti Malaysia Sarawak (UNIMAS) Mistar. Panduan Lapangan Amfibi Reptil TWA dan CA Sibolangit [Draft]
Meski Dogania suplana belum memiliki status yang kuat dalam konservasi, namun kelestariannya tidak boleh diabaikan begitu saja. Penangkapan besar-besaran
Dogania suplana tampak bagian ventral. Herpetologer Mania
9
O B S E R VA S I
Keanekaragaman di Resort Salak 1 (Loji) TNGHS, Bogor
Rhacophorus reinwardtii, salah satu jenis katak pohon yang umum ditemukan di Loji. Kawasan Loji merupakan salah satu kawasan wisata alam yang terletak di Resort Salak Satu, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Kawasan ini dapat ditempuh dengan jarak sekitar 30 km dari Kota Bogor dengan estimasi waktu tempuh sekitar 2 jam. Di kawasan Loji ini terdapat daya tarik wisata berupa lokasi camping ground dan Air Terjun Cibadak dengan jarak ± 1 km dari Resort/Information Center. Resort Salak Satu merupakan kawasan yang dulunya berstatus hutan produksi yang dikelola Perhutani dan saat ini telah masuk ke dalam zona pemanfaatan TNGHS. Hal ini terlihat dari banyaknya pohon pinus (Pinus merkusii) yang menjulang tinggi. Kawasan ini terletak pada kaki Gunung Salak dengan ketinggian kurang lebih 780 mdpl dengan udara yang relatif sejuk khas udara daerah pegunungan.
K
awasan Resort Salak Satu sebagai bagian dari kawasan konservasi menyimpan keanekaragaman hayati yang tinggi terutama dari jenis herpetofauna. Berbagai tipe habitat yang mendukung seperti perairan berbatu di sungai Cibadak serta semak dan pepohonan yang rimbun memungkinkan berbagai jenis
10
Teks & foto: Aristyawan Cahyo Adi herpetofauna hidup dan berkembang dengan baik. Berdasarkan data yang saya dan rekan-rekan yang pernah pengamatan di kawasan ini sejak tahun 2010 hingga Mei 2014, terdata bahwa jumlah spesies herpetofauna di kawasan ini di antaranya 18 jenis amfibi dan 16 jenis reptil. Tingginya jumlah spesies herpetofauna
terutama amfibi ditunjang oleh keberadaan habitat yang mendukung terutama semak dan sungai. Di kawasan ini mengalir Sungai Cibadak serta terdapat beberapa areal bekas persawahan. Sungai Cibadak merupakan sungai yang berukuran kecil dengan lebar rata-rata 10 meter dan kedalaman rata-rata 0,25 meter. Substrat umumnya berbatu dan
Herpetofauna
Aliran sungai Cibadak.
berpasir dengan arus yang tenang dan hanya di beberapa titik yang berarus deras. Sungai ini merupakan aliran air yang berasal dari mata air Gunung Salak dan mengalir melewati Curug Cibadak. Di sekitar sungai terdapat berbagai vegetasi dan yang paling umum dijumpai yaitu Kecubung (Brugmansia suaveolens). Di sekitar sungai terdapat tebing tanah yang berbatu serta ditumbuhi tanaman paku-pakuan serta tanaman lainnya yang membentuk semak-semak yang menjadi habitat bagi beberapa spesies reptil. Beberapa jenis katak yang umum ditemukan hidup di sekitar sungai di antaranya adalah Fejervarya cancrivora, Fejervaria limnocharis, Huia masonii, Limnonectes macrodon, Limnonectes kuhlii, dan Occidozyga sumatrana. Untuk
Aris (kanan) dan teman”nya mahasiswa Ekowisata IPB. HH ee rr pp ee tt oo ll oo gg ee rr M M aa nn ii aa
11 11
jenis Hylarana chalconota, Hylarana nicobariensis, Nictyxalus margaritifer, Polypedates leucomistax, Rhacophorus margaritifer, dan Rhacophorus reinwardtii dapat ditemukan berada di dedaunan maupun ranting rendah yang berada di sekitar aliran sungai. jenis Odorrana hosii, dan Megophrys montana sering ditemukan berada di celah-celah bebatuan maupun di atas bebatuan yang berada di sekitar sungai. Jenis reptil yang mendominasi di kawasan ini berasal dari golongan ular dengan jumlah sepuluh spesies. Spesies tersebut terdiri dari Family Colubridae, Elapidae dan Viperidae. Untuk jenis Colubridae yang pernah ditemukan di antaranya Aplopeltura boa, Pareas carinatus, Dendrelaphis pictus, Ahaetulla prasina, Asthenodipsas laevis, Xenodermus javanicus, Boiga drapiezii, Ptyas korros. Jenis dari famili Elapidae yaitu Ophiophagus hannah atau lebih dikenal
12
dengan king cobra yang sudah beberapa kali terlihat di sekitar kawasan dekat perairan. Salah satu spesies ular yang cukup menarik perhatian adalah dari famili Viperidae yakni Trimeresurus puniceus. Jenis tersebut umum ditemukan berada di tumbuhan rendah seperti kecubung, paku-pakuan dan kopi yang berada tidak jauh dari kawasan sungai. Keberadaan Trimeresurus puniceus terbilang cukup banyak karena tidak terlalu sulit untuk menjumpainya. Selain ular, jenis reptil yang terdapat di sini adalah kelompok kadal dengan jumlah 6 spesies. Umumnya spesiesspesies dari golongan kadal tersebut dijumpai di sekitar bangunan resort maupun di semak dan pepohonan. Beberapa jenis kelompok kadal yang sering dijumpai di antaranya Takydromus sexlineatus dan Mabuya multifasciata yang sering terlihat berada di semak-semak atau berjemur di bebatuan pada pagi hari. Untuk jenis Draco volans, Broncochela jubata, Cyrtodactylus marmoratus dan Hemidactylus frenatus sering dijumpai berada di pepohonan dan bebatuan di sekitar bangunan resort.
Megophrys montana.
Xenodermus javanicus. Tabel Amfibi SUKU
JENIS
Megophrydae
1. Megophrys montana
Bufonidae
2. Duttaphrynus melanostictus 3. Phrynoidis aspera
Mycrohylidae
4. Microhyla achatina 5. Fejervarya cancrivora 6. Fejervaria limnocharis 7. Huia masonii 8. Hylarana chalconota 9. Hylarana nicobariensis 10. Limnonectes macrodon 11. Limnonectes kuhlii 12. Occidozyga sumatrana 13. Odorrana hosii 14. Nictyxalus margaritifer 15. Polypedates leucomistax 16. Rhacophorus margaritifer 17. Rhacophorus reinwardtii 18. Philautus aurifasciatus
Trimeresurus puniceus. Selain spesies herpetofauna yang telah dijumpai di kawasan Resort Salak Satu masik banyak jenis herpetofauna lainnya yang belum dijumpai. Keberadaan kawasan Resort Salak Satu sebagai kawasan konservasi yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi terutama dari segi herpetofaunanya sangat penting untuk dijaga kealamiannya. Diharapkan ke depannya beragam kajian dan pengamatan oleh berbagai pihak dapat dilakukan dengan intensif untuk mengetahui lebih dalam mengenai keanekaragaman hayati terutama herpetofauna di kawasan Resort Salak Satu TNGHS.
Ranidae
Rhacophoridae
Tabel Reptil KATEGORI
SUKU
Colubridae
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Aplopeltura boa Pareas carinatus Dendrelaphis pictus Ahaetulla prasina Asthenodipsas laevis Xenodermus javanicus Boiga drapiezii Ptyas korros
Elapidae
9.
Ophiophagus hannah
Viperidae
10.
Trimeresurus puniceus
Lacertidae
11.
Takydromus sexlineatus
Scincidae
12.
Mabuya multifasciata
Agamidae
13. 14.
Draco volans Broncochela jubata
Gekkonidae
15. 16.
Cyrtodactylus marmoratus Hemidactylus frenatus
Ular
Kadal
Rhacophorus reinwardtii
JENIS
HH ee rr pp ee tt oo ll oo gg ee rr M M aa nn ii aa
13 13
D E S TINA S I H E R P IN G 14
Taman Reptil
Balekambang B Teks & foto: Arfah Nasution
ila Anda berkunjung ke Solo, sisihkan waktu anda untuk singgah ke Taman Tanda Cinta Orangtua-Taman Balekambang. Taman Balekambang yang memiliki nama asli Partini Tuin dan Partinah Bosch merupakan taman kota seluas 9,8 ha yang dibangun pada 26 Oktober 1921 oleh KGPAA Mangkunegoro VII sebagai tanda cinta kepada kedua putrinya (GRAy Partini Husein Djayaningrat dan GRAy Partinah Sukanta). Partini Tuin atau Taman Air Partini terdapat kolam resapan yang luas yang berfungsi sebagi penampungan air. Kolam ini juga bisa digunakan untuk wisata air dengan menggunakan perahu. Sedangkan Partinah Bosch atau Hutan Partinah merupakan area yang dipenuhi dengan berbagai tanaman yang berfungsi sebagai paru-paru kota. Bagi para pecinta reptil, di sudut kiri taman terdapat Taman Reptil yang dinamakan Taman Reptil Balekambang. Untuk melihat koleksi reptil seperti ular, iguana, biawak, kura-kura, dan lain sebagainya, kita cukup merogoh kocek sebesar Rp 5000/ orang. Di taman ini kita dapat melihat beberapa reptil yang sengaja dilepaskan dan wara-wiri di sekitar taman. Tidak perlu takut, karena reptil yang terdapat di taman ini tergolong aman dan tidak begitu berbahaya. Tidak hanya reptil, di taman ini kita juga dapat menemukan hewan non-reptil, seperti burung hantu, kakaktua jambul kuning, siamang, dan beberapa awetan monyet dan ikan. Ingin berfoto dengan ular? Pihak pengelola taman dengan senang hati membantu kita untuk berfoto bersama hewan-hewan yang terdapat di taman ini, tak ada patokan harga, cukup bayar sepantasnya. (Dari berbagai sumber)
14
Herpetologer Mania
15
HH ee rr pp ee tt oo ll oo gg ee rr M M aa nn ii aa
15 15
EKSPEDISI
Herping Kali Ini Menguji Adrenalinku
Lokasi camp tim survei herpetofauna.
Kali ini bendera Herpetologer Mania berkibar di Desa Sei Musam, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat tepatnya berada di pinggiran Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Jarak tempuh dari Medan lebih kurang 7 jam lamanya dan harus melewati beberapa desa serta perkebunan milik masyarakat. Oleh Siska Handayani, foto-foto oleh Zulfan, Inggin, Rahmi, Arfah dan Aulia
M
atahari pun mulai terbenam saat kami, tim Herpetologer Mania baru setengah perjalanan. Kami masih berada di Desa Simpang Rambutan. Angkutan yang kami sewa “mengeluh” karna jalanan rusak dan sepi. Itu di luar dugaan kami. Mendengar keluhan supir angkot yang sudah merengekrengek, kami memutuskan turun di Desa Simpang Rambutan. Kami menunggu anggota HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia) datang menjemput kami. Satu jam menunggu baru jemputan tiba. Sembilan sepeda motor mengantarkan kami menuju lokasi herping. Perjalanan terasa berjam-jam akibat jalanan rusak dan becek, ditambah lagi perut yang keroncongan. Akhirnya tim ini sampai di rumah Kepala Desa Sei Musam. Kami minta izin camping di sekitar desanya. Tim melanjutkan
16
perjalanan menuju lokasi camping yang ternyata kondisi jalannya lebih super parah dari yang sudah dilewati sebelumnya. Becek, licin dan terjal membuat beberapa kali tim harus turun dan mendorong sepeda motor. Sesekali ada yang terjatuh. Ekspedisi ini sungguh menguji adrenalin kami. Pukul 22.30 WIB, tim akhirnya sampai di lokasi dan bergegas menegakkan tenda. Sebagian memasak untuk santapan malam. Di tengah malam yang gelap gulita itu tidak ada kegiatan herping mengingat kondisi fisik yang masih terlalu lelah. Selesai makan, sebagian tim ada yang langsung masuk tenda untuk istirahat dan ada yang masih berceritacerita dengan orang-orang HPI. Aku memutuskan untuk istirahat di dalam tenda, tetapi mata ini entah mengapa tak bisa terpejam.
Dari dalam tenda jelas terdengar suara mereka yang sedang bercerita-cerita karna tempat mereka bercerita pas di depan tendaku. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 02.00 WIB, tetapi mereka masih saja asyik bercerita mengenai pengalaman-pengalamannya. Tak berapa lama kemudian salah seorang ada yang berteriak “aku jenda”, yang dalam bahasa Karo berarti, “aku di sini”. Tak ingin membuat yang lain terbangun dan berusaha tidak panik, aku terdiam sambil menguping apa sebenarnya yang telah terjadi. Tak lama orang tersebut grasak-grusuk. Ternyata mereka mencium bau amis mirip aroma Mbah Belang si Pantera Tigris Sumatrae (Harimau Sumatera) yang sedang lewat. Keesokan harinya kami mulai memeriksa persiapan untuk herping. Headlamp, baterai cadangan, kamera digital dan buku catatan dirasa sudah aman. Tim melanjutkan survei sungai-sungai yang ada sambil mengamati jamur. Ada tiga sungai yang akan dijadikan lokasi herping malam hari nanti. Tipe habitatnya kami rasa cukup mendukung bagi kehidupan amfibi dan reptil seperti sungai yang berbatu serta masih bervegetasi rapat. Tim dibagi menjadi tiga. Tim 1 untuk
Beberapa dokumentasi foto aktifitas di lapangan. ditugaskan meneliti sungai Gelugur, tim 2 untuk sungai Alur Plot dan tim 3 untuk sungai Gerogoh. Jarak sungai Gelugur ke sungai Alur Plot sekitar 300 meter. Dan antara sungai Alur Plot ke sungai Gerogoh sekitar 500 meter. Masing-masing tim didampingi oleh dua orang anggota HPI. Sebelum berangkat menuju sungai, masing-masing melakukan briefing sambil berdoa. Tim 3 harus berangkat lebih awal karena jarak sungainya cukup jauh dari lokasi kamp. Tepat pukul 18.15 WIB, tim 3 berangkat menuju lokasi herping. Aku berada dalam anggota tim 3. Pengamatan dimulai pukul 19.00 s/d sampai 23.00 WIB. Awalnya kami melewati perkebunan sawit dan menjumpai beberapa amfibi umum. Sebelum memasuki sungai, kami melewati jalan setapak yang vegetasinya benar-benar masih rapat. Tetapi tak satupun spesies amfibi ataupun reptil yang kami lihat secara langsung meskipun suaranya ada. Kami merasa dipermainkan oleh suarasuara yang tak terlihat itu.
Tak lama kemudian, kami turun ke sungai. Seperti biasa, terlihat beberapa katak yang sedang bertengger di atas batu dan rantingranting pohon. Katak-katak itu kelihatan gagah dan cool. Kami juga mendapati berbagai jenis reptile. Karena herping itu memuaskan, tak terasa 4,5 jam telah berlalu. Pengamatan pun segera diakhiri karena kami harus kembali ke lokasi camp untuk beristirahat. Tiba di lokasi, tim 1 dan 2 sudah menunggu kedatangan kami sambil menyiapkan segelas teh hangat. Kami mendiskusikan hasil dari sungai masing-masing tim, tentunya sambil menikmati tehnya yang masih hangat. Dari hasil survei yang kami lakukan, diperoleh 21 spesies herpetofauna, yaitu 15 spesies amfibi dan 6 spesies reptil. Kegiatan herping pun berakhir dan terasa sangat singkat. Aku dan teman-teman yang lain berharap ke depannya bisa melakukan survei lanjutan di kawasan TNGL yang terkenal dengan keunikan keanekaragaman hayatinya itu.
Herpetologer Mania
17
EKSPEDISI
Salah satu anggota tim survei, Rahmy sedang mendokumentasikan temuan amfibinya.
Amfleksus Huia sumatrana. List Amfibi & Reptil yang Ditemukan
Kelas Amfibi
Ordo Anura
Family Bufonidae Dicroglossidae
Microhylidae Ranidae
Spesies
II
III
1.
Bufo juxtasfer
+
+
+
2.
Phrynoidis aspera
+
+
+
3.
Fejervarya cancrivora
+
+
+
4.
Fejervarya limnocharis
-
+
+
5.
Limnonectes blythii
-
+
+
6.
Limnonectes kulhii
-
+
+
7.
Limnonectes macrodon
-
-
+
8.
Microhyla achatina
-
+
-
9.
Microhyla bedmorei
-
+
-
10. Huia sumaterana
+
-
+
11. Hylarana glandulosa
-
-
+
12. Hylarana picturata
+
-
-
13. Odorrana hosii
+
+
+
-
-
+
Rhacophoridae 14. Polypedates leucomystax Reptil
I
Sesilia
Ichtyophidae
15. Ichtyophis sp.
+
-
-
Squamata
Agamidae
16. Gonocephalus grandis
-
-
+
Colubriidae
17. Ahaetulla prasina
-
+
18. Boiga cynodon
-
-
+
19. Dendrelaphis sp.
-
-
+
Gekkonidae
20. Gekko sp.
-
+
-
Trionychidae
21. Dogania suplana
+
-
-
Keterangan : I = Sungai Gelugur, II = Alut Plot, III = Sungai Gerogoh, + = Ditemukan, - = Tidak ditemukan
18
Dari:
Herpetologer Mania
E V E NT Hari Jadi Herpetologer Mania Ke-2
Herclus: Mari Susun Agenda ke Depan
“Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga…”
I
seperti yang diharapkan. Pendirinya saja yang berdomisili di Kota Medan semuanya dipastikan hadir. Hanya Chairunas Adha Putra sajalah yang tidak bisa memenuhi undangan karena sedang melanjutkan studinya di Bogor. Hadir pula temanteman dari Biologi Pecinta Alam dan Studi Lingkungan Hidup (Biopalas) Dept. Biologi FMIPA USU.
Perayaan kali ini cukup mepet dan instan. Awalnya panitia sedikit pesimis terhadap kemeriahan perayaannya, karena anggota-anggota Herpetologer Mania dinilai tersebar di mana-mana karena kesibukan masing-masing terutama pendiri-pendirinya. Tapi ternyata tidaklah begitu, kekuatan emosional terhadap organisasi mengundang anggotanya untuk berkumpul
Selain tentunya menggelar tiup lilin dan potong kue sebagai ritual perayaan, dilakukan sharing pengalaman dan penyusunan serta penguatan kepengurusan Herpetologer Mania. Musyawarah pada saat itu menyepakati Herclus Tampubolon sebagai ketua Herpetologer Mania yang baru. “Mari kita menyusun agenda ke depan, karena dengan begitu kita bisa melakukan kegiatankegiatan dengan lebih baik lagi”, kata Herclus singkat. (Siska Handayani)
tu adalah nyanyian bersama di bawah sebuah pohon yang rindang di depan Biro Rektor Universitas Sumatera Utara. Segenap anggota Herpetologer Mania berkumpul di pelataran untuk merayakan ulang tahun organisasi pemerhati amfibi dan reptil yang berbasis di Kota Medan untuk yang kedua kalinya. Organisasi tersebut dibentuk pada 27 Mei 2012 lalu.
20
E V E NT
“Kenali Baru Bisa Lindungi” Suasana pelatihan identifikasi reptil.
Tak kenal maka tak sayang. Kata bijak itu sering dipakai untuk menilai kedekatan hubungan dengan orang lain. Tapi istilah itu masih relevan dipakai ke dalam ilmu biologi khususnya taksonomi. Taksonomi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang penamaan suatu jenis organisme. Pengenalan akan menjadi sangat penting ketika ingin berbicara lebih jauh terhadap upaya-upaya konservasi. Pasalnya, bagaimana melakukan pelestarian tanpa mengenal nama obyek konservasi?
H
al tersebut diungkapkan oleh Thasun Amarasinghe, seorang herpetologis dari Srilanka dalam kegiatan pelatihan dasar taksonomi reptil yang diselenggarakan oleh Research Center of Climate Change-Universitas Indonesia (RCCC-UI), pada 26-27 April 2014 lalu. Dalam pemaparannya, beliau banyak menjelaskan secara ditail bagaimana tahapan-tahapan yang perlu dalam taksonomi hewan khususnya reptil. Mulai dari pengamatan lapangan, preparasi, identifikasi, serta preservasi sampel. “Tahapan-tahapan itu cukup penting dalam taksonomi, khususnya dua tahapan terakhir. Jangan sampai obyek yang telah didapatkan di lapangan jadi percuma. Pengerjaan tahapan itu akan sangat bermanfaat sebagai informasi ilmiah untuk beberapa tahun ke depan”, tutur Thasun yang pernah menjadi editorial board of member Herpetotropicus (journal on Tropical Amphibians and Reptiles). Dalam kesempatan itu, Thasun memberi saran kepada seluruh
peserta untuk menjadi seorang ilmuwan yang baik terutama dalam tiga hal. Yang dimaksud adalah baik ketika bekerja di lapangan, di perpustakaan, dan di laboratorium. Jika ketiganya sudah dilakukan dengan baik, bukan tidak mungkin peserta nantinya akan menjadi salah satu ahli taksonomi dunia. ”Taxonomy is not magic. Semua orang bisa mempelajarinya. Bukan hanya orangorang yang ahli saja yang bisa mengambil peran. Untuk menjadi seorang ahli tentu harus mempelajarinya terlebih dahulu, begitu juga untuk melindungi dan melestarikan satwa penting untuk kita mengenalinya terlebih dahulu”, tambah Thasun. Pelatihan ini sekaligus mengajarkan bagaimana cara pengelompokan tipe-tipe spesimen, membuat kode spesimen, mengukur karakter morfologi dan meristik, membaca dan menulis deskripsi serta membuat kunci identifikasi pada reptil. Materi yang disampaikan cukup menarik perhatian berbagai peserta. “Saya semakin antusias akan dunia herpetologi setelah terbius dengan penyampaian Thasun”, kata Muhammad Muhaimin, peserta mahasiswa dari Universitas Indonesia. (Juhardi Sembiring)
Herpetologer Mania
21
SELALU ADA KEMATANGAN DI ATAS PERTAMBAHAN USIA
Selamat Ulang Tahun ke-2 Herpetologer Mania Didukung oleh