. 289
DlPERLUKAN UNDANG-UNDANG HUKUM PERDA.TA INTERNASIQNALUNTUKINDONESIA 1--_ _ _ _ _ _ _ _ _
Oleh: S. Gautama _ _ _ _ _ _ _ _ __
Dengan bertambahnya perkara-perkara yang mengandung unsur-unsur luar negeri, maka Hakim Indonesia perlu lebih memperhatikan masalahmasalah Hukum Perdata yang bersifat "Internasional". Karena bertambahnya titik-titik pertemuan antara sistem-sistem hukum luar negeri dan sistem hukum negara Indonesia dalam transaksi-transaksi dagang sehari-hari maupun kehidupan lainnya di Indonesia, sangat diperlukan suatu Undang-Undang khusus yang mengatur soal-soal pokok Hukum Perdata Internasional sebagai pegangan bagi para Hakim . Seperti diketahui maka dalam perkara-perkara yang mempunyai unsurunsur luar negeri ini,- karenanya dinamakan masalah-masalah Hukum Perdata Internasional - Hakim di Indonesia hams memberi jawaban atas pertanyaan: Hukum mana yang hams diperlakukan? Hukum dari negara Indonesia atau hukum dari negara pihak asing bersangkutan. Kehamsan untuk mengadakan pilihan hukum ini adalah tujuan utama dari pada Ilmu Hukum Perdata Internasional (HPI).
Persoalan HPI seringkali tidak dilihat Hingga kini, walaupun sudah banyak perkara-perkara bersifat Int6rnasional yang diajukan di muka Penga-
dilan di negara kita, para hakim pada umumnya kurang melihat adanya persoalan-persoalan ini. Mereka biasa untuk selalu memakai Hukum Negara Indonesia sendiri. Mereka tidak melihat bah wa ada unsur-unsur asingnya, unsur-unsur luar negeri dan titik-titik taut dengan sistem hukum dari luar • negen. Misalnya telah dibuat suatu kontrak dagang atau kontrak mengenai Penanaman M~dal mengenai kerjasama ' 1 dalam pembuatan suatu pabrik di Indonesia an tara pemsahaan J epang dan warga negara Indonesia. Dalam hal ini maka perlu ditanyakan apakah hukum yang harus dipakai itu harus Hukum Perdata Indonesia at au Hukum Perdata Jepang. Kedua sistem hukum ini merupakan hukum yang untuk masing-masing pihak mempakan hukum perdatanya sehari-hari. Dalam mengadili petkara ini, Hakim harus menjawab pertanyaan hukum mana yang hams dipakai. Hukum Indonesia atau hukum Jepang. Umumnya dalam persoalan demikian itu hakim di Indonesia kurang memperhatikan akan hukum yang hams dipakai. Mereka hanya memakai hukum Perdata Indonesia yang telah dikenalnya. Dipakai hukum Kitab Undang-undang • Hukum Perdata at au Hukum Kitab Un dang-Un dang Hukum Dagang yang sebenarnya menurut ketentuan pembuat Undang-undang di Indonesia sendiri hanya berlaku untuk golongan hukum tertentu.
•
290
Resepsi hukum Barat sesungguhnya menurut ketentuan per-Undang-undangan, untuk mayoritas daripada warganegara Indonesia tidak berlaku ketentuan dalam Hukum Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang ini. Kitab-kitab ini adalah Kitab-kitab Import yang oleh pembuat Un dang-un dang Hindia Belanda telah dinyatakan berlaku hanya untuk golongan rakyat tertentu, yaitu mereka yang disebut dengan "golongan rakyat Eropah" dan "golongan rakyat Timur Asing". Untuk mayoritas yang termasuk golongan rakyat Bumiputra (kini dikedepankan dengan istilah "Pribumi") berlakulah dalam kehidupan sehari-hari, Hukum Perdata Adat mereka. Tetapi menurut kenyataannya, Pengadilan-pengadilan Negeri terbanyak, terutama dalam transaksi-transaksi dagang ini, tidak memperhatikan lagi bahwa menurut ketentuan Undang undang, Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang ini, tidak berlaku untuk mayoritas golongan rakyat Pribumi. Menurut kenyataan , Kna sakSlkan telah terjadi suiltu resepsi dari hukum Barat ke arah Kitab-kitab Hukum yang telah diimpor di Indonesia ini. Konstruksi hukumnya yang dipakai adalah bahwa orang-orang pribumi yang biasanya sehari-hari hidup di bawah hukum adat ini, jika membuat transaksi-transaksi dagang, misalnya mendirikan P.T. dihadapan Notaris atau memuuar pt:rjanjian Patungan mengenai Penanaman Modal, telah melakukan perbuatanperbuatan yang khusus d (ke nal di dalam Hukum Perdata Barat dalam Ki• tab Undang-undnag Hukum Dagang dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) ini. Oleh karena itu maka mereka ini telah dianggap telah menundukkan diri kepada
I
Hukum dan Pembangunan
sistem hukum barat. Perubahan haluan yang kita lihat ke arah resepsi daripada hukum barat ini telah berjalan dalam kenyataan praktek hukum sehari-hari. Jika diperiksa putusan-putusan daripada Pengadilan Negeri di kota-kota besar seluruh Indonesia, maka yang umumnya dipakai adalah ketentuanketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indone• • • sla illl.
Tidak disertai pertimbangan hukum Tanpa diberikan suatu pertimbangan lebih lanjut mengapa telah dipakai hukum yang diimport ini dan bukan hukum adat yang sesungguhnya berlaku sehari-hari untuk pedagang golongan pribumi. Jika pergi ke seorang notaris dan mem buat akta, maka sudah dianggap bahwa sistem hukum baratlah dan ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-undang import ini adalah yang berlaku. Tidak lagi Olpersoalkan nal tersAbut . Tidak lagi kita saksikan , seperti beberapa tahun yang lalu , bahwa masih ada kadang-kadang Notaris yang hati-hati. Apabila membuat akte di mana orang-orang pribumi mendirikan suatu P .T. ditambahkan suatu klausule " bahwa yang bersangkutan dianggap untuk perbuatan hukum ini telah menundukan diri secara sukarela pada hukum perdata barat"! . Berlakunya hukum perdata barat ini , menurut konstruksi hukum yang dipakai adalah karena lembaga Penundukan Sukarela kepada ketentuan-Ketentuan hukum perdata Eropah (Staatsblad 1917 no. 12, pasal 29). Jadi Hakim kita di Indonesia tidak lagi mempermasalahkan mengenai adanya aneka ragam hukum yang sesungguhnya berlaku ini. Mereka hanya memakai Hukum Perdata yang tertulis.
I
•
I Hukum Perdata Intemasional
Peraturan tertulis dibutuhkan Ini merupakan suatu bukti bahwa para hakim sangat membutuhkan suatu ketentuan yang tertulis dalam memberikan putusan-putusan perkara perdata yang dibawa kehadapan mereka. Satu contoh bagaimana diperlukan pegangan secara tertulis ini. Walaupun dalam masa Orde Lama telah dinyatakan oahwa Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) tidak Zagi mempunyai kekuatan sebagai melainkan Kitab Undang-undang, hanya harus dip an dang se bagai "suatu pedoman, atau "guide line " untuk menerapkan hukum itu. Oleh almarhum Dr. Sahardjo tatkala menjabat sebagai Menteri Kehakiman telah dikemukakan gagasan ini. Kemudian kita saksikan pendirian ini telah diperlunak, an tara lain dengan Sirkuler Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa hanya beberapa pasaZ yang dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip Kemerdekaan dan Pancasila yang dianggap tidak berlaku lagi (Sirkuler Mahkamah Agung 1963 No.3). Dalam praktek hukum sesuai dengan interpretasi dari Mahkamah Agung dalam berbagai keputusan, tidak dianggap semua ketentuan-ketentuan BW ini sebagai tidak berlaku lagi. Hanya pasalpasal tertentu dari BW ini yang dip andang dapat diuji dan dianggap bertentangan dengan iklim Kemerdekaan .atau azas-azas Pancasila, dianggap ti· dak berlaku lagi. J adi produk-produk legislatif daripada pem buat U ndangundang Hindia Belanda berlainan dati pada produk legislatif dalam iklim nasional, dapat diuji oleh Hakim. Bagaimanapun pendapat ten tang pendirian sedemikian ini, kenyataannya adalah bahwa Pengadilan-pengadilan Negeri diwaktu sekarang ini tanpa memberikan suatu alasan lagi telah kembali m empergunakan ke ten tuan -keten tuan
•
. 291
dalam BW dan juga ketentuan-ketentuan dalam Kitab Un dang-un dang Hukum Dagang dengan menyebut pasalpasalnya secara jelas. Tanpa dirasakan perlu lagi untuk seperti dalam masa Sahardjo itu mengikut sertakan katakata "Bdgk" (Bandingkan) atau "Cfm" (Confollll) jika menyebut pasal-pasal daripada Kitab Un dang-un dang ini. Memang dalam praktek kit a saksl kan Hakim membutuhkan suatu pegangan berupa peraturan yang tertulis dalam melaksanakun tugasnya untuk 'llemberikan keputusan. Adanya pegangan tertulis ini sangat memudahkan pekeriaan sang Hakim .
Keragu-raguan jika menghadapi hukum tak tertulis. Kita saksikan bahwa apabila menghadapi ketentuan-ketentuan yang tidak tertulis, maka seringkali dalam prakte'k tim bul keragu-raguan. Misalnya jika harus memakai ketentuanketentuan dalam Hukum Adat. Scringkali Pengadilan Negeri kita merasa ragu-ragu. Oleh karena hukum adat pada umumnya masih merupakan hukum yang tidak tertulis. Badan Pembinaan Hukuni Nasional dalam tugasnya sekarang sedang mempersiapkan pembaharuan hukum perdata yang hendak didasarkan atas ketentuan-ketentuan hukum adat . Usaha terse but hingga kini masih belum berhasil. Sementara ini hukum perdataOadat masih tetap tidak tertulis. Jika kita menghadapi perkara warisan atau perkara mengenai harta antara suami isteri dalam perkawinan setelah bercerai, selalu timbul keragu-raguan mengenai bagaimana sebenarnya hukum adat mengenai persoalan-persoalan bersangkutan ini! Perlu didengar pendirian dari para ahli, para expert dalam hukum adat yang seringkali bertentangan pendapatnya mengenai masalah-masalah tertentu. Juli 1983
292 Juga perlu diperhatikan tulisan dan para sarjana, pendapat dari para ahli hukum (Communis Opinio Doctorum). Yang seringkali bertentangan itu. MisaInya pada waktu sebelum perang dunia kedua Dr. Mochtar, seorang dokter perusahaan BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij) telah meninggaI dunia. Perlu ditentukan ketentuan-ketentuan hukum mana yang harus dipakai berkenaan dengan warisan yang telah ditinggaIkannya dan testamen yang telah dibuat. Mengenai isi daripada hukum adat ini dan seberapa jauh pengaruh dari ketentuan hukum Islam, terdapat perbedaan faham. . Dua Gurubesar yang masing-masing terkenaI daIam bidangnya dan mengajar pada Rechts Hogeschool dahulu telah didengar pendapatnya. Dan keauanya ini mempunyai pendapat yang . . berbeda ten tang isi dan makna daripada hukum warisan menurut hukum ldat yang telah dinyatakan berlaku.
Penulisan hukum adat Tidak mengherankan karenanya bahwa sangat dirasakan perlunya suatu pegangan yang khusus mengenai bagaimana sebenarnya hukum yang tidak tertulis itu. Maka Departement van Justitie (Departemen Kehakiman) _dari Zaman Belanda telah diperkembangkan research daripada hukum adat ini. Untuk Jawa Barat aImarhum Prof. Supomo telah menerbitkan buku deskriptip, hasil research tentang apa yang berlaku dalam Hukum Adat Jawa Barat. Untuk Jawa Tengah dan Jawa Timurpun ada research tersendiri yang diprakarsai oleh ahli-ahli Hukum Adat, Djojodiguno dan Tirtawinata. Semua usaha ini diadakan untuk sedapat mungkin memberikan suatu pegangan · kepada para hakim. Tanpa perlu lagi menyelami karya-karya dari. para ahli Hukum Adat, penulis Antropologi Kebudayaan, Pandecten, Van Vollenhoven,
Hukum dan Pembangunan
Ter Haar dan sebagainya atau karyakarya ilmiah. WaIaupun karya hasil research ini telah tertulis, tetapi bukan merupakan lUatu "Kitab" Undang-undang Hukum Perdata Adat. Hanya dapat diibaratkan sebagai buku yang berikan pedoman atau "Guide Lines", "cermin hukum" (Rechtspiegel) atau dapat disamakan dengan apa yang di Amerika dikenaI dengan istilah "Restatement of the Law". Di Amerika Serikat ini tidak ada kitab Undang-undang Hukum Perdata yang tertulis, mereka hanya menyusun "Restatement of the law on the conflicts of law" untuk menghadapi . masaIah-masaIah HPI. Restatement ini bukan bersifat sebagai Kitab Undang-undang, tetapi hanya sebagai suatu "pedoman" yang menunjukan bagaimana masalah-masaIah tertentu diselesaikan daIam praktek hukum. PengaIaman mengenai hukum yang tidak tertulis ini dapaf dipakai untuk menentukan sikap mengenai persoaIan apakah kita memerlukan pula suatu Undang-undang tersendiri yang berfungsi sebagai Kitab Undang-Undang untuk masaIah-masaIah HPI. Menurut hemat kami sudah tiba waktunya kita sebagai negara-negara yang Merdeka mempunyai suatu per-Undang-undangan tersendiri yang mengatur bagaimana para hakim dapat menyelesaikan persoaIan-persoaIan Hukum Perdata yang mengandung unsur-unsur luar negeri. Bagaimana adaIah hukum yang harus dipergunakan jika daIam suatu perkara di Indonesia terdapat pertautan dengan sistem hukum dari luar negeri, misaInya dari Jepang, Jerman atau negara-negara bagian Amerika Serikat.
Dalam negara yang merdeka dan berdaulat lebih terasa perlunya peraturan mengenai masalah HPJ. Mungkin pada waktu negara kita •
Hukum Perdata Intemasional
belum menjadi suatu negara tersendiri yang merdeka dan berdaulat, persoalannya tidak begitu akut. Pada waktu itu soal-soal yang mempunyai hubungan internasional ditentukan oleh negara Penjajah sendiri. Fihak "Moederland" yang dianggap sebagai kompetent dalam menghadapi soal-soal yang mempunyai unsur-unsur dengan luar •• • negen In!.
293 Bank ini untuk masalah-masalah Penanaman Modal, Konvensi mengenai penyelesaian sengketa antara negara-negara dan warganegara daripada negaranegara lain dalarn rangka penanarnan modal (Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of other States) telah pula terima dan menjadi undang undang untuk Indonesia (Undang-undang No.5 tahun 1968). , Di dalam rangka usaha PBB ke arah persiapan daripada Karya-karya Internasional untuk mewujudkan Unifikasi dan Harmonisasi hukum · perdata dan dagang, karya dalarn UNCITRAL (United Nations Commission of International Trade Law) Republik Indonesiapun telah turut serta se bagai anggota. Demikian pula secara aktif negara R.I. telah turut serta dalam karya.karya daripada Asian African Legal Consultative Committee yang tiap tahun bersidang dan bekeIja sarna untuk merintis jalan persiapan bagi konferensi-konferensi internasional dalarn forum PBB mengenai masalah-masalah yang menyangkut perdagl!Ilgan internasional dan kepentingan-kepentingan daripada negara-negara Dunia III. (Asia Afrika, Kelompok 77., Negara Selatan dalam hubungan Utara-Selatan dan sebagainya).
Demikian dengan konvensi-konvensi Internasional yang menjalin keIjasarna dalam rangka organisasi-organisasi internasional, semua ditentukan oleh pemerintah Belanda sen diri , apakah hendak diperlakukan untuk Hindia Belanda atau tidak. Pemerintah Hindia Belanda dalarn hal ini tidak mempunyai suara. Tetapi keadaannya berubah pada waktu sekarang. Republik Indonesia adalah suatu negara yang merdeka dan berdaulat. Republik Indonesia secara langsung menjadi anggota dari berbagai organisasi internasional. Turut serta sebagai anggota dari PBB, adalah anggota dari Bank Dunia (World Bank), International Monetary Fund (IMF), bahkan turut serta dalam rangka UNCITRAL (United Nations Commission on International Trade) dan UNCTAD. Indonesia dalam rangka Penanaman Modal juga mengadakan berbagai Konvensikonvensi Internasional, antara lain Peraturan mengenai HPi diperlutelah turut serta· dalam Konvensi dari kan PBB mengenai Pengakuan dan Pelaksanaan Keputusan-keputusan Arbitrase Oleh karena itu maka sebagai neyang dibuat di luar negeri (Convention gara yang merdeka dan berdaulat suon the recognition and enforcement of dah wajar kiranya jika kita juga memforeign arbitral awards, New York punyai suatu per-Undang-undangan Convention 1958) yang telah disah- tersendiri yang tersusun secara nasiokan oleh Keputusan Presiden R.I. nal dan modern untuk mengatur ma1981 no. 34. Demikian pula dalam salah-masalah hukum yang harus dirangka menciptakan suasana yang man- pakai untuk masalah-masalah hukum tap untuk investasi dari luar negeri, perdata yang mempunyai unsur luar maka Republik Indonesia sebagai ang- negeri (Hukum Perdata Internasional). gota dari World Bank, telah turut ser- Maka adalah mengembirakan bahwa ta pula dalam Konvensi ciptaan World Pimpinan dari Badan Pembinaan HuJuli 1983
294
kum Nasional (BPHN) Indonesia telah menganggap penting pula masalah ini. Atas pennintaan dari Pimpinan BPHN ini telah dipersiapkan suatu Rancangan Undang-undang ini se bagai suatu "Academic Draft" telah disampaikan kepada Pimpinan BPHN. Dan mengembirakan pula bahwa RUU ini telah direstui oleh Bapak Presiden R .t sebagai salah satu proyek dari Rancangan Un dangundang yang dapat dipersiapkan dan diajukan di dalam masa Pelita IV ini. Sangat didambakan bahwa RUU Hukum Perdata Internasional ini dapat menjadi kenyataan. Dan mengembirakan bahwa oleh pimpinan negara sekarang inipun telah diJihat pentingnya permasalahan-permasalahan perdata yang mengandung unsur-unsur luar negeri ini. Bukan saja berbagai Konvensi dalam bidang perdata internasional ternyata telah diterima baik oleh negara kita sebagai peIIllulaan dalam pergaulan yang lebih mantap sebagai peserta dalam "family of nations". Negaranegara Asia lainnya juga mempunyai U. U. - HPI sendiri.
Hukum dan Pembangunan
un dang mereka. Tetapi negara Belanda dalam forum negara-negara Benelux telah mempersiapkan suatu per-Un dangundangan khusus untuk masalah-masalah Hukum Perdata Internasional ini (Eenvorr>'lige Wet) dari negara-negara Benelux). Supaya kita tidak lebih ketinggalan, dan agar supaya dapat memberikan pegangan yang lebih man tap bagi para pelaksana hukum, terutama para hakim dan para praktisi hukum, maka kiranya bermanfaat bilamana, dapat diterima suatu Undang-undang Hukum Perdata Internasional untuk Indonesia. Undang-undang yang disetujui ini perlu mengandung ketentuanketentuan utama dalam menghadapi masalah-masalah Hukum Perdata Inter, nasional.
Prinsip manakah yang harus dipakai untuk menentukan status personil (Hukum Kekeluargaan) sese orang? Apakan hukum nasionalnya atau hukum dimana orang ini berdomisili berada secara de facto dalam kehidupan sehari-hari. Sekarang kita saksikan dalam pasal 16 A, B yang masih berKarena negara-negara lain di Asia laku untuk Indonesia bahwa hukum seperti Jepang, Thailand, RRC juga nasional daripada sese orang warganesudah mempunyai Kitab Undang-un- gara Indonesia yang akan dipakai undang Hukum Perdata Internasionalnya tuk menentukan hukum kekeluargaansen diri , kiranya sudah tiba waktunya nya di manapun dia berada. Juga jika agar kita di Indonesia juga mempu- ia telah berada di luar negeri, maka lyai Undang-undang tersendiri menge- hukum nasional Indonesia ini akan tenai Hukum Perdata Internasional ini. tap berlaku. Jika misalnya ia hendak menikah atau hendak bercerai, mengPrinsip-prinsip U.U .-HPI Indone- angkat anak atau harus ditentukan • S13. hubungan antara ayah dan anak dan Pada waktu sekarang memang kita sebagainya. Demikian pula orang-orang memusatkan hanya pada tiga pasal asing yang berada di Indonesia harus tertulis dalam A.B. (Algemene Bepa- ditentukan hukumnya mengenai soallingen van Wetgeving, Staatsblad dati soal kekeluargaan menurut hukum natahun 1848) yang sudah tua dan tidak sional mereka sendiri. Orang Jerman di sempuina. Tiga pasal ini telah diam bil Indonesia tunduk pada hukum Jerman, oper dari Code Civil Perancis yang di- orang Jepang pada hukum Jepang dan wariskan melalui pembuat Undang-un- sebagainya. Ini adalah "Prinsip Nasiodang Belanda yang juga hanya menge- nalitas" yang hingga kini dianut danal 3 pasal utama ini di dalam Undang- lam pasal 16 A, B itu.
I
Hukum Perdata Intemasionai
Apakah prinsip ini wajar untuk dipertahankan ? Apakah tidak Ie bih baik dirubah hingga menjadi prinsip domisili dengan menekankan kepada di mana orang asing bersangkutan itu berdiam. Jika ia telah lama berada di Indonesia dan menetap di sini, apakah tidak sepantasnya bahwa juga hukum nasional Indonesia yang akan berlaku bagi orang asing ini di dalam hal-hal status personalnya itu. Masalah-masalah lain ten tang teoriteori umum hukum perdata internasional juga perlu dicantumkan dalam Undang-un dang Pokok HPI ini. Misalnya berlakunya prinsip ketertiban umum yang tidak membenarkan bahwa , hukum asing ini dipakai dengan merugikan dan membahayakan ketentraman nasional di dalam negara Indonesia sendiri. Prinsip mengenai kwalifikasi manakah yang harus jipakai untuk pengertianpengertian hukum. Apakah para hakim Indonesia berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum Nasional Indonesia harus "mengkotak-kotakan" fakta-fakta yang terjadi dalam pengertian-pengertian atau istilah-istilah hukum (kwalifikasi menurut lex f o ri. hukum sang hakim). Atau harus ki,a pakai pengertian daripada hukum asing bersangkutan yang hendak dipergunakan di dalam peristiwa yang kita hadapi itu (k walif ikasi m enurut lex causae ). Ini adalah pokok-pokok masalah kwalifikasi yang juga tennasuk teori-teori urn urn hukum perdata internasional. Semua ini perlu diatur di dalam Undang-undang Pokok Hukum Perdata Internasional Indonesia yang akan datang itu.
Hukum untuk kontrak-kontrak dagang internasional. Demikian pula untuk kontrak-kontrak Dagang Internasional Hukum mana yang kita harus pakai ? Apakah titik taut yang menntukan adalah hu-
I
295
kum daripada tempat di mana kontrak itu dilakukan (lex loci contractus). Misalnya kontrak mengenai pembangunan suatu gedung hotel taraf internasional di Balikpapan. Apakah harus dipakai hukum Indonesia at au hukum dari kontraktor luar negeri yang telah melaksanakan kontrak ini. Jika di~akai hukum dari temp at di mana kontrak itu dilaksanakan , maka akan dipakailah hukum yang berlaku di Balikpa'pan, yaitu Hukum Indonesia, untuk menentukan segala perselisihan yang timbul mengenai kontrak antara kontraktor asing dan fihak Indonesia ini. .
Atau harus dipakai suatu titik taut yang lain , misalnya harus dicari apa yang merupakan sistem hukum yang paling cocok (Proper law) untuk kontrak bersangkutan. Dilihat misalnya kewarganegaraan at au kebangsaan daripada para fihak. Dilihat juga bahasa apa yang dipakai. Apakah ada istilahistiiah tertentu di dalam sistem hukum tertentu yang telah dipergunakan. Maka dalam soal pemberian kredit, apakah nasabah Indonesia yang telah mendekati para finansiir bankir Singapore atau sebaliknya para finansir Singapore telah mendekati pengusaha Indonesia yang membutuhkan kredit itu! Dalam hal yang pertama, maka dipakai hukum daripada Singapura. Dalam hal kedua, akan dipakai hukum daripada fihak Indonesia. Sarna seperti halnya dalam keadaan di negeri kita se belum perang dunia kedua, di mana seorang melepas uang di bawah hukum Barat, waktu mendengar bahwa seorang petani di Desa dekat Malang telah membutuhkan uang, telah "masuk ke desa" untuk menawarkan jasa-jasanya memberikan pinjaman. Karenanya dikonstruir bahwa hukum adat yang berlaku di desa itulah yang akan berlaku bagi transaksi ini (Keputusan Landrand Malang yang diberi kiasan oleh Guru besar W.F. Wertheim: Juli 1983
296
Hukum dan Pembal1gunan
"Van Malang begint de Victorie", ",Kemenangan mulai dari Malang!" dari tahun 1938). Atau harus kita perhatikan faktor, misalnya bahwa si petani inilah yang telah "turun ke kota" dan datang pada toko dari fihak "pelepas uang", Dalam hal belakangan ini, hukum yang biasanya berlaku di kota-kota besar, yakni hukum asal impor (hukum Ba:at yang tertulis dalam Kitab Un dangun dang Hukum Perdata dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang, adalah yang berlaku. Semua masalah-masalah seperti ini perlu dijawab Un dang-un dang Pokok mengenai Hukum Perdata Internasional Indonesia yang akan datang ini ! Dengan diterimanya Undang-undang HPI Indonesia ini ldranya para hakim kita akan memperoleh pegangan dan tidak akan perlu ragu-ragu lagi dalam menghadapi dan menyelesaikan hukum yang harus dipakai untuk
masalah yang bersifat Hukum Perdata Internasional ini (mengandung unsur-unsur luar negeri). Ilmu Hukum Perdata Internasional maju dengan pesatnya. Kini diberi tempat sendiri sebagai mata pelajaran wajib dalam kurikulum daripada fakultas-fakultas Hukum hampir semua negara di dunia . Walaupun sejarah Hukum Per data Internasional sendiri sudah lama, tapi seperti juga hukum Internasional Publik, baru akhir-akhir ini HPI memperoleh penghargaannyasetelah dilihat semakin "menyempitnya" Dunia berkat alat-alat komunikasi modern. Tidak mungkin lagi bagi seorang Sarjana Hukum yang hendak berpraktek dalam hubungan-hubungan internasional ini untuk, mengabaikan ketentuan-ketentuan dan azas-azas dari Hukum Perdata Internasional ! Semoga Undang-undang HPI untuk Indonesia akan menjadi realitas dalam waktu dekat .
•
Lebih lama hidup , lebih banyak yang dapat dilihat. (Goethe) Lebih . baik mati daripada hidup tanpa kehormatan. (Sophocles) Kesederhanaan, kesehatan, sukacita, para sahabat dan tugas yang dipilih sendiri adalah biaya-biaya hidup yang paling murah perongkosannya, bahkan sarna sekali tak memerlukan dokter ! (A.D. Alcoh)