dJp KEKUATAN DAN KEKAKUAN BAMBU BETUNG DENGAN PERLAKUAN PERENDAMAN DALAM AIR MENGALIR SEBAGAI BAHAN ALAT TANGKAP BUBU SUNGAI
GUNAWAN WICAKSONO
DEPARTEMEN PEMANPAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN PAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ABSTRAK GUNAWAN WICAKSONO. Kekuatan dan Kekakuan Bambu Betung dengan Perlakuan Perendaman dalam Air Mengaiir sebagai Bahan Alat Tangkap Bubu Sungai. Dibimbing oleh DINIAH dan NARESWORO NUGROHO. Bubu sungai dioperasikan di perairan sungai yang relatif dangkal dengan posisi mulut bubu menghadang arah aliran sungai. Bubu sungai termasuk alat tangkap pasif, sehingga kekuatan tarik dan kekakuan bubu selain ditentukan oleh karakteristik bambu juga dipengaruhi pula oleh keadaan alimn sungai dan lama perendaman bubu di dalam air. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai mekanis bilah dan bubu bambu berdasarkan posisi batang dan lama perendaman di dalam air mengalir sehingga dapat ditentukan batasan beban yang diperbolehkan diterima oleh bubu, mentukan bagian batang yang paling baik untuk konstruksi bubu dan menduga umur teknis bubu. Jenis bambu yang digunakan sebagai bahan alat tangkap bubu sungai adalah bambu betung (Dendrocalamus asper) yang berumur 4 - 5 tahun. Contoh uji dibedakan berdasarkan posisi batang pangkal, tengab dan ujung, serta adanya buku dan mas pada bilah bambu. Lama perendaman yang digunakan adalah 0,2, 4 d m 6 minggu untuk contoh uji bilah bambu serta 0,4 dan 8 minggu untuk bubu. Data hasil pengujian bilah dibandingkan dengan data hasil pengujian bubu dan memilih hasil yang paling kecil sebagai aplikasi kekuatan bambu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi faktor pembatas kekuatan mekanis bubu adalah kekuatan ikatan dan kekuatan tekan dari rangka badan dan rangka pintu bubu. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa bilah bambu posisi pangkal mempunyai nilai modulus patah tertinggi terhadap periakuan lama perendaman di dalam sungai sehingga lebih baik untuk konstruksi bubu. Bubu dengan bahan konstruksi dari pangkal bambu betung memiliki nilai batas beban maksimum tarik sejajar bubu sungai pada rangka mulut dan rangka pintu bubu sebesar 61 kg, dan batas beban maksimum tekan tegak l u r ~ sbubu sungai sebesar 11,7 kg. Umur teknis bubu yang terbuat dari bahan pangkal bambu adalah 8,63 minggu. Kata Kunci: bubu sungai, bambu betung, batas beban, umur teknis
KEKUATAN DAN KEKAKUAN BAMBU BETUNG DENGAN PERLAKUAN PERENDAMAN DALAM AIR MENGALlR SEBAGAI BAH2W ALAT TANGKAP BUBU SUNGAI
Oleh GUNAWAN WICAKSONO C54104062
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Pakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Sudul Skripsi
:
Kekuatan dan Kekakuan Bambu Betung dengan Perlakuan Perendaman dalam Air Mengalir sebagai Bahan Alat Tangkap Bubu Sungai
Nama Mahasiswa : Gunawan Wicaksono Nomor Pokok
:
C54104062
Program Studi
:
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Disetujui: P e m b i i i g I1
Pembiibiig I ? Z
Dr-Ir. Naresworo Nuproho, M.Si. NIP.131 849 385
Perikanan dan Ilmu Kelautan,
--
-.
@
-
Prof. Dr. Ir. lndra Java, M.Sc NIP.131578799
Tanggal Lulus :2 Desember 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRTPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul "KEKUATAN DAN KEKAKUAN BAMBU BETUNG DENGAN PERLAK7JAN PERENDAMAN DALAM AIR MENGALIR SEBAGAI BAHAN ALAT TANGKAP BUBU SUNGAI " adalah karya saya sendiri dan belum pemah diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2008
Gunawan Wicaksono Nrp. C54104062
KATA PENGANTAR Usaha penangkapan ikan dilakukan di perairan umum juga di perairan Iaut. Usaha penangkapan ikan pada perairan umum diantaranya dilakukan di perairan sungai. Salah satu alat tangkap yang digunakan adalah bubu sungai. Kajian tentang nilai mekanis bubu sungai dan umur teknisnya diangkat dalam skripsi ini. Penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1) Ir. Diniah, M.Si. dan Dr.Ir. Naresworo Nugroho, M S . selaku Komisi Pembimbing dalam penulisan tugas akhir ini;
2) Ir. Moch. Prihatna Sobari, MS. dan Ir. Wazir Mawardi, M.Si. selaku penguji dalam ujian akhir dan Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si. selaku komisi pembimbiig; 3) Staf pegawai Laboratorium Sifat Fisis dan Mekanis yang telah membantu;
4) Papa dan mama tersayang yang selalu mendorong dan membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini agar cepat selesai, serta kakak yang selalu memberi dorongan dan hiburan;
5) Neng, dan teman-teman lainnya yang telah membantu dalam penelitian ini;
6) Keluarga besar Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan yang akan selalu di hati atas doa dan semangatnya kepada penulis selama menempuh p e n d i d i i di lnstitut Pertanian Bogor;
7) Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pihak. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas bimbingan dan bantuan yang telah diberikan. Amien.
Bogor, 2 Desember 2008 Penulis
RIWAYAT D U P Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 Febmari 1987. Penulis mempakan putra ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ahmad Hadjib dan Ibu Nurwati Hadjib. Pada tahun 2004, penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMU Negeri 5 Bogor. Penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2004 dan terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis melakukan penelitian sebagai bahan penyusunan skripsi bejudul "Kekuatan dan Kekakuan Bambu Betung dengan Perlakuan Perendaman dalam Air Mengalir sebagai Bahan Alat Tangkap Bubu Sungai". Penulis diiyatakan lulus dalam Sidang Skripsi yang diselenggarakan oleh Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Ilmu Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 2 Desember 2008.
DAFTAR IS1 Halaman DAFTAR TABEL......................................................................... i DAFTAR GAMBAR..................................................................
ii
... DAFTAR LAMPIRAN............................................................... 111 1 PENDAHULUAN ................................................................. 1 1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang ............................................................. Tujuan ........................................................................... Hipotesis ........................................................................ Manfaat ........................................................................
2 TmJAUAN PUSTAKA ...........................................................
2.1 Alat tangkap bubu sungai .................................................... 2.1 .1 D e f ~ sdi m Klasifikasi .............................................. 2.1.2 Kelengkapan alat penangkapan ikan .............................. 2.2 Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult F ) Backer ex Heyne).. 2.2.1 Sifat mum bambu betung .......................................... 2.2.2 Sifat anatomi bambu betuug ......................................... 2.3 Sifat fisis dan mekanis bambu ............................................... 2.3.1 Sifat fisis bambu ...................................................... 2.3.1.1 BeratJenis ................................................... 2.3.1.2 KadarAir .................................................... 2.3.2 Sifat mekanis bambu ..................................................
1 2 2 2
3 3 3 3 4 5 5 6 6 6 7 7
3 METODOLOGI..................................................................... 10
3.1 Waktu dan tempat penelitian ................................................. 3.2 Bahan dan Alat ................................................................. .. 3.3 Metode Penellhan .............................................................. 3.3.1 Pengambilan contoh uji .............................................. .. 3.3.2 Pembuatan contoh uji ................................................ .. 3.3.3 Perlakuan contoh UJI .................................................. .. .. 3.3.4 Pengqian contoh uj1 ................................................. 3.3.4.1 Kadar air dan berat jenis .................................... 3.3.4.2 Kekuatan lentur statik...................................... 3.3.4.3 Kekuatan tank sejajar serat ................................ .. 3.3.5 Pengujian Bubu........................................................ 3.3.5.1 Uji tarik mulut bubu .......................................... 3.3.5.2 Uji tarik pintu bubu ......................................... , , 3.3.5.3 Uji tekan badan bubu ....................................... 3.3.5.4 Uji tekan rangka pintu bubu ................................. 3.4 Analisis Data ................................................................... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN............................................ 20
4.1 Bilah Bambu ................................................................... 20 4.1.1 Kadar Air ............................................................... 20
Berat Jenis ............................................................. 2 1 Kekakuan bahan (MOE) ............................................. 23 4.1.3.1 Buku .......................................................... 23 4.1.3.2 Ruas 25 .............................................. 4.1.4 Modulus patah (MOR) 28 4.1.4.1 Buku ........................................................... 28 4.1.4.2 Ruas ........................................................... 30 4.1.5 Uji kekuatan tarik ..................................................... 32 4.1.5.1 Buku .......................................................... 32 4.1.5.2 Ruas ........................................................... 34 4.2 Bubu .............................................................................. 36 4.2.1 Kekuatan tarik rangkamuiut bubu ................................... 36 4.2.2 Kekuatan tarik rangka pintu bubu .................................... 38 4.2.3 Kekuatan tekan badan bubu .......................................... 39 4.2.4 Kekuatan tekan rangka pintu bubu .................................. 41 4.3 Aplikasi bambu betung pada bubu ............................................ 43 4.3.1 Bilah ..................................................................... 43 4.3.1.1 Batas Patah ................................................... 43 4.3.1.2 Batas Tarik .................................................. 44 4.3.2 Batas beban aplikasi bambu betung pada bubu .................... 46 4.3.2.1 Tekan bubu maksimum ..................................... 46 4.3.2.2 Tarik bubu maksimum ..................................... 49 4.1.2 4.1.3
5 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................
51
5.1 Kesimpulan .................................................................... 51 5.2 Saran ............................................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 52
DAFTAR TABEL Halaman 1 . Kelas kekuatan kayu Indonesia berdasarkan berat jenis ..................... 8 2 . Rancangan percobaan pengujian bilah .......................................... 13 3. Rancangan percobaan pengujian bubu .......................................... 14 4. Kadar air rata-rata contoh uji bilah bambu .....................................
20
5. Berat jenis rata-rata contoh uji bilah bambu .................................... 22 6 . Nilai kekakuan bahan rata-rata contoh uji bilah bagian buku ............... 24
7. Nilai kekakuan bahan rata-rata contoh uji bilah bagian ruas ................ 26 8. Nilai modulus patah rata-rata contoh uji bilah bagian buku
................. 28
9. Nilai modulus patah rata-rata contoh uji bilah bagian ruas .................. 30 10.Nilai kekuatan tarik rata-rata contoh uji bilah bagian buku .................. 32 11.Nilai kekuatan tarik rata-rata contoh uji bilah bagian mas ................... 34 12.Nilai kekuatan tarik rangka mulut bubu ......................................... 36
13.Nilai kekuatan tarik rangka pintu bubu ......................................... 38 14.Nilai kekuatan tekan badan bubu ................................................ 40 15.Nilai kekuatan tekan rangka pintu buhu ........................................ 41 16.Batas patah bilah bubu bagian buku ............................................. 43
17. Batas patah bilah bubu bagian ruas .............................................. 44 18.Batas tarik bilah buhu bagian buku .............................................. 45
19. Batas tarik bilah bubu bagian ruas ............................................... 46
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bubu sungai tubular trap ......................................................... 3
..
2. Bentuk contoh uji lentur ....................................................... 11 3. Bentuk contoh uji tarik sejajar serat ............................................
. . . . . . . 5. UJI tank plntu bubu ............................................................... .. 6. UJI tekan badan bubu ........................................................... 7. Uji tekan rangka badan bubu ..................................................... 8. Kadar air rata-rata contoh uji bilah bambu ..................................... 9. Berat jenis rata-rata contoh uji bilah bambu .................................... 10.Nilai kekakuan bahan rata-rata contoh uji bilah bagian buku ...............
12
4. UJI tank mulut bubu ......................................................... 16 17 17 18
21 23
25
11.Nilai kekakuan bahan rata-rata contoh uji bilah bagian mas ................ 27 12.Nilai modulus patah rata-rata contoh uji bilah bagian buku ................. 29 13.Nilai modulus patah rata-rata contoh uji bilah bagian ruas .................. 31 14.Nilai kekuatan tarik rata-rata contoh uji bilah bagian buku .................. 33 15.Nilai kekuatan tarik rata-rata contoh uji bilah bagian mas .................. 35 16.Nilai kekuatan tarik rangka mulut bubu ........................................ 37 17.Nilai kekuatan tarik rangka pintu bubu ........................................ 39 18.Niai kekuatan tekan badan bubu ................................................
40
19.Nilai kekuatan tekan rangka pintu bubu ........................................
42
20. Predisi nilai kekuatan tekan bubu maksimum dan umur teknis bubu sungai dari bahan konstruksi bambu posisi pangkal................................... 47 21 . Prediksi nilai kekuatan tekan bubu maksimum dan umur teknis bubu sungai dari bahan konstruksi bambu posisi tengah...................................... 47 22. Prediksi nilai kekuatan tekan bubu maksimum dan umur teknis bubu sungai dari bahan konstruksi bambu posisi ujung.......................................
48
..
1. Lokasi penehhan .........................................................................................
Halaman 56
2 . Mat dan bahan............................................................................................
57
3. Tabel jenis pengujian dan jumlah contob uji ........................................... 59 4. Bentuk dan ukuran bubu sungai.................................................................
..
5. Bentuk contoh UJI
..
60 61
..
6. Penguj~ancontoh UJI .................................................................................... ..
62
7. Kadar air (%) contoh UJI bambu .................................................................
63
8. Uji keragaman kadar air contoh uji bambu ............................................
64
. .
..
9. Berat jerus contoh ujx bambu.....................................................................
65
10. Hasil uji keragaman berat jenis contoh uji bambu ............................. 66 11.Nilai kekakuan bahan contoh uji bilah bambu bagian buku ..................
67
12. Perhitungan regresi kekakuan bahan bilah bambu bagian buku ................. 68 13.Nilai kekakuan bahan contoh uji bilah bambu bagian ruas................... 70 14. Perhitungan regresi kekakuan bahan bilah bambu bagian mas..................
71
15.Hasil uji keragaman kekakuan bahan contoh uji bilal: bambu ............... 72 16.Nilai modulus patah contoh uji bilah bambu bagian buku ................... 73 17.Perhitungan regresi modulus patah bilah bambu bagian buku ................... 74 18.Nilai modulus patah contoh uji bilah bambu bagian mas .................... 75 19. Perhitungan regresi modulus patah bilah bambu bagian ruas.................... 76 20. Hasil uji keragaman modulus patah contoh uji bilah bambu ................ 77 21.Nilai kekuatan tarik contoh uji bilah bambu bagian buku .................... 78 22. Perhitungan regresi kekuatan tarik bilah bambu bagian buku ....................
79
23.Nilai kekuatan tarik contoh uji bilah bambu bagian mas...................... 80 24. Perhitungan regresi kekuatan tarik bilah bambu bagian ruas...................... 81 25. Hasil uji keragaman kekuatan tarik contoh uji bilah bambu ................... 82
..
26.Kerusakan contoh ujx bubu.......................................................................... 83 27. Hasil uji keragaman kekuatan tarik mulut bubu ......................................... 84 28.Hasil uji keragaman kekuatan tarik pintu bubu ........................................ 85 29.Hasil uji keragaman kekuatan tekan badan bubu ........................................ 86 30.Hasil uji keragaman kekuatan tekan pintu bubu ......................................... 87
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bambu adalah salah satu bahan organik yang banyak digunakan sebagai bahan alat penangkapan ikan. Bahan bambu memiliki kelebihan, antara lain bisa diperbahami, memiliki kekuatan yang lebih besar dibandiigkan kayu solid, memiliki kelenturan yang tinggi, mudah dibentuk dalam proses pembuatan aiat d m kemudahan dalam mendapatkan bahan tersebut. Penggunaan bambu sebagai bahan alat penangkapan ikan sudah banyak dilakukan. Alat penangkapan ikan dengan bahan bambu antara lain pancing, sero, bubu dan lain-lain. Penggunaan bambu disesuaikan dengan konstruksi alat tangkap, daerah dan metode penangkapan serta jenis tangkapan. Salah satu alat penangkapan ikan dari bambu adalah bubu sungai. Bubu sungai dioperasikan di perairan sungai yang relatif dangkal dengan mulut bubu menghadang arah aliran sungai. &an masuk ke dalam bubu karena tertarik umpan yang dipasang dalam bubu, atau karena terjebak ketika memasuki wilayah perairan dengan kecepatan arus rendah sebagai tempat pengoperasian bubu. Hasil tangkapan diambil melalui pintu setelah bubu diangkat ke atas. Cara pengoperasian bubu ini membutuhkan bahan yang ringan, lentur dan h t . Kriteria tersebut ada pada bambu, sehingga bambu digunakan sebagai bahan pembentuk bubu sungai. Penggunaan bahan bambu pada alat tangkap ini dalam keadaan belah. Pemilihan bubu sungai sebagai alat yang akan diteliti karena belum pernah ada yang melakukannya. Umur teknis bubu sungai belum diketahui. Oleh karena bubu sungai dioperasikan secara pasif, maka umur teknis bubu sungai bergantung pada kondisi sungai dan lama bubu diiendam dalam air sungai. Pengujian bubu sungai diperlukan agar mengetahui batasan umur teknisnya. Pada penelitian ini dipilih bambu betung, karena tersedia banyak di dam, diantaranya di tepian sungai. Bambu betung juga terkenal dengan kekuatan yang lebih baik dibandingkan dengan jenis bambu lain. Ukuran bambu betung yang lebih besar dibandingkan dengan jenis bambu lain, sehingga dapat dibuat lebih banyak bilah dari satu batang bambu. Pemilihan bambu sebagai bahan alat bubu
sungai memerlukan pengujian mekanis, sehingga dapat diketahui batasan kekuatan dan beban yang dapat diberikan pada bubu tersebut. Penelitian tentang sifat mekanis bambu pemah dilakukan oleh Yuliati (2005), Ramadhan (2006), Damayanti (2006) dan Saptiono (2005). Nanun dari keempat penelitian tersebut belum ada pemberian perlakuan dengan perendarnan contoh uji dalam air mengalir. Bubu sungai umurnnya dioperasikan dalam air mengalir. Oleh karena itu, perlakuan yang akan digunakan adalah perendarnan bambu dan bubu di dalam air mengalir.
1.2 Tujuan Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut 1) Menentukan nilai mekanis bilah dan bubu bambu berdasarkan posisi batang dan lama perendaman di daiam air mengalir; 2) Menentukan bagian batang bambu yang paling baik digunakan sebagai bahan pembentuk bubu sungai berdasarkan perlakuan lama perendaman di dalam air mengalir;
3) Menduga umur teknis dari bubu sungai. 1.3 Hipotesis Penelitian ini memakai hipotesis sebagai berikut a) Lama perendaman bambu dalam air mengalir tidak akan mempengaruhi sifat mekanisnya, seperti kekuatan dan kekakuan; b) Bagian bambu - pangkal, tengah atau ujung - yang digunakan sebagai bahan pembentuk bubu tidak berpengaruh terhadap sifat mekanisnya.
1.4 Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberi informasi tentang bagian batang barnbu betung yang paling baik untuk digunakan sebagai bahan pembentuk bubu sungai, serta umur teknis bubu berdasarkan lama perendaman dalam air mengali kepada nelayan pemakai bubu sungai.
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat tangkap bubu sungai 2.1.1 Definisi dan Klasifikasi
Bubu adalah alat penangkapan ikan yang dioperasikan dengan cara menjebak ikan pada bagian badan bubu yang dibuat sedemikian rupa agar ikan tidak dapat keluar lagi. Banyak nelayan yang memilih bubu karena biaya pembuatannya yang relatif murah dan mudah dalam pengoperasiannya, sehingga sangat membantu nelayan skala kecil (Mawardi, 2001). Bubu sungai adalah bubu yang terbuat dari bambu, dipasang menetap di dalam air dan digunakan untuk menangkap ikan di sungai. Berdasarkan klasifikasinya, bubu sungai termasuk ke dalam kelompok alat tangkap perangkap atau trap (Subani dan Barus, 1989). Salah satu bubu sungai berbentuk tubular trap, biasa digunakan oleh nelayan di sungai dengan kecepatan air mengalir yang rendah (Gambar 1). Alat tangkap ini dipasang dengan mulut bubu menghadang arah ikan berenang yang melawan arus (von Brandt, 2005).
Gambar 1. Bubu sungai tzrbular trap. Sumber : von Brandt, 2005
2.1.2 Kelengkapan alat penangkapan ikan
Bubu sungai secara keseluruhan terbuat dari bambu yang dianyam sedemikian rupa, berbentuk bulat seperti botol dengan ukuran besar, mempunyai panjang kira-kira satu meter (Subani dan Barus, 1989). Selain bentuk bubu yang seperti botol, ada juga bentuk bubu sungai lainnya, yaitu thorn-lined trap dan tubular traps (von Brandt, 2005). Konshuksi bubu sungai terdiri atas :
1) Badan Bubu Badan bubu mempakan bagian utama dari bubu, yaitu bempa rongga atau mangan yang digunakan sebagai tempat berkurnpulnya ikan pada saat terkurung. Badan bubu terbuat dari bambu yang dirancang khusus dengan cara diiangkai dan dihubungkan ke rangka yang berbentuk bulat dengan tali atau kulit bambu. 2) Mulut Bubu Mulut bubu mempakan lubang atau corong yang memudahkan ikan memasuki badan bubu dan menyulitkannya untuk keluar. Corong bubu ada dua, satu corong terletak pada bagian ujung bubu yang berukuran besar dan satu corong lagi di bagian tengah badan bubu. Bentuk mulut bubu mempakan salah satu faktor yang berpengamh dalam keberhasilan usaha penangkapan ikan. Mulut bubu juga menentukan ukuran ikan yang masuk ke dalam bubu.
3) Pintu bubu Pintu bubu merupakan tempat pengambilan hasil tangkapan. Pintu bubu berbentuk l i i a r a n dan dilengkapi dengan penutup. Pintu bubu terletak pada bagian ujung bubu yang mengecil. Parameter utama dari alat tangkap bubu adalah lama perendaman bubu di dasar air, karena semakin lama bubu direndam maka hasil tangkapan akan semakin banyak. Parameter lainnya adalah iuas bukaan mulut bubu. Semakin besar luas bukaan mulut bubu, semakin banyak hasil tangkapan yang didapat (Subani dan Barus, 1989).
2.2 Bambu Betung (Detzdrocalamus asper (Schult F)Backer ex Heyne) Bambu dengan nama botani Dendrocalamus asper (Schult F ) Backer ex Heyne di Indonesia dikenal dengan nama Bambu Betung. Di berbagai daerah, bambu yang termasuk jenis ini dikenal dengan nama buluh ketong, buluh swanggi, bambu batueng, tering betung, betong, bulalotung, awi beitung, jajang betung, pring petung, pereng petong, tiing petung, au petung, bulo paturig dan awo petung. Bambu betung termasuk dalam famili Graminae dan banyak terdapat di Asia tropika (PPHH, 2000).
Jenis bambu betung dapat tumbuh dengan baik di tempat mulai dataran rendah sampai daerah dataran dengan ketinggian 2000 m di atas permukaan iaut (dpl). Jenis ini dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan tanah yang cukup subur, terutama di daerah yang beriklim tidak terlalu kering (PPHH, 2000). Perbanyakan bambu betung umumnya dilakukan dengan pemotongan pembuluh atan rantingnya, jarang sekali diperbanyak dengan potongan rimpangnya. Hal ini disebabkan pemotongan rimpang dapat memsak rurnpunnya. Perbanyakan dengan biji belum pemah dilakukan, karena jenis ini jarang sekali menghasilkan biji (PPHH, 2000).
2.2.1 Sifat umum bambu betung Bambu betung mempunyai pertumbuhan cukup baik khususnya daerah yang tidak terlalu kering. Wama kulit batang hijau kekuning-kuningan, batang dapat mencapai panjang 10-14 m, panjang mas berkisar antara 40-60 cm dengan diameter 6-15 cm, tebal d i i i g 10-15 cm. Umur masa tebang untuk bambu ini yaitu berusia minimal tiga tahun (Morisco, 2005) Menurut Rahayu dan Berliana (1995) dikutip oleh Widianto (2006), bambu betung diienal bersifat keras dan baik untuk bahan bangunan karena seratnya besar-besar dan mas-ruasnya panjang. Bambu betung dapat diianfaatkan sebagai saluran air, penampungan air aren yang disadap, diiding rumah yang dianyam dan berbagai jenis barang kerajinan. Barnbu mempunyai bentuk tidak prismatis, ukuran diameter serta jarak mas tidak seragam sepanjang batang, sehingga hal ini menjadikan bambn sangat unik dan artistik, tetapi a p l i i i bambu sebagai batang struktural menjadi sulit.
2.2.2 Sifat auatomi bambu betung Buluh bambu betung terdiri dari atas sekitar 50% parenkim, 40% serat, 10% sel penghubung (pembuluh dan sievetubes) (Dransfield dan Widjaja, 1995 dikutip oleh PPHH, 2000). Parenkirn dan sel penghubung lebii banyak ditemukan pada bagian dalam dari kolom, sedangkan serat lebih banyak ditemukan pada bagian luar, sedangkan susunan serat pada mas penghubung antar buku memiliki
kecenderungan bertambah besar dari bawah ke atas sementara parenkirnnya berkurang. Struktur anatomis bambu lebih mendekati kelompok monokotil. Ciri khas
dari bambu yakni adanya ikatan pembuluh yang sangat menonjol pada penampang melintang, serta sel tersusun aksial tanpa adanya sel radial seperti bentukan jarijari pada kayu (Priyatna, 1984 dikutip oleh Sulistijo, 1988)
2.3 Sifat fisis dan mekanis bambu 2.3.1 Sifat fisis bambu Sifat fisis adalah sifat-sifat yang berhubungan dengan keadaan fisik suatu benda, misalnya kadar air, berat jenis, penyusutan. Sifat fisis bambu sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis. Oleh sebab itu, seringkali sifat fisis seperti berat jenis dan kadar air dikaitkan dengan kekuatan bambu (Sulthoni, 1989 dikutip oleh Yuliati, 2005).
23.1.1 Berat Jenis Berat jenis (BJ) mempaican perbandigan antara berat bambu pada kering tanur dengan berat air yang dipindahkan oleh bambu tersebut pada temperatur air 4°C mempunyai kerapatan sebesar 1 gram per cm3. Pembahan kerapatan air relatif kecil oleh pembahan suhq sehingga pe~bahannya dapat diabaikan jika pengukurannya diakukan pada temperatur kamar. Sunardi (1976) dikutip oleh Syafii (1984) menyatakan bahwa berat jenis bambu harus didasarkan pada berat kering tanur bambu, kecuali dinyatakan lain. Kemungkinan volume banbu yang dipakai dalam menentukan berat jenis adalah 1) Volume basali, yaitu bila dindig sel sama sekali jenuh dengan air, yaitu pada titik jenuh serat atau di atasnya.
2) Volume pada sembarang kadar air di bawah titik jenuh serat
3) Volume kering tanw Menurut Tamolang et al. (1980) dikutip oleh Yuliati (2005) berat jenis bambu cenderung naik ke arah bagian ujung, di bagian yang kadar airnya menurun. Menurut Shanna dan Mehra (1970) dikutip oleh Syafii (1984), dinding
bambu bagian l u x mempunyai berat jenis yang lebih besar dibandingkan dengan bagian daIamnya. 2.3.1.2 Kadar air Seperti halnya kayu, bambu juga bersifat higroskopis, yaitu jtunlah air yang terkandung di dalam sel bergantung pada subu dan kelembaban udara di sekitarnya. Penambahan air atau cairan polar lainnya pada dinding sel menyebabkan jaringan monofibril meluas sesuai dengan proporsi jumlah cairan yang ditempatkan diantara daerah amorf dan mikrofibril selulosa. Penambahan air selanjutnya pada bambu tidak menyebabkan perubahan volume zat dmding sel karena penambahan air di atas tingkat titik jenuh serat akan terkonsentrasi pada lumen (Syafii, 1984). Kadar air bambu menunjukkan banyaknya air yang terdapat pada bambu dan dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Kadar air dalam suatu batang bambu berubah-ubah menurut tinggi dari bambu tersebut. Bagian bawah batang selalu mengandung lebih banyak air daripada bagian atasnya. Perbedaan ini dapat mencapai 50% atau lebih. Bambu muda yang belum dewasa tidak memperlihatkan perbedaan ini (Yap, 1967 dikutip oleh Sulistijo, 1988) Selain perbedaan tinggi, kadar air bambu juga dipengaruhi oleh perbedaan umumya. Menurut Yap (1967) dikutip oleh Sulistijo (1988), bambu yang lebih tua (6-9 tahun) mengandung lebii sedikit air daripada bambu yang muda (3-4 tahun). Batang-batang yang termuda (6 bulan
-
1 tahun) memperlihatkan kadar air
tertinggi. Bagian dalam batang bambu mengandung lebii banyak air daripada bagian luar. Buku-buku mengandung kira-kira 10% lebiih sedikit air daripada ruasruasnya. 2.3.2 Sifat mekanis bambu Sifat mekanis adalah sifat-sifat yang berhubungan dengan kekuatan bahan, merupakan ukuran kemampuan bahan untuk menahan beban yang bekerja padanya dan cenderung untuk mengubah bentuk dan ukurannya. Wangaard (1950) dikutip oleh Syafii (1984) merinci sifat-sifat mekanis yang digunakan untuk menilai kekuatan kayu, yaitu meliputi : Keteguhan lentur statik (static bending
strength), keteguhan tekan (compressive strength), keteguhan tarik (tensile strength), keteguhan geser (shearing strength), sifat kekakuan (stzyness), sifat keuletan (thoughness), sifat kekerasan (hardness) dan sifat ketahanan belah
(cleavage resistance). Di Indonesia dalam menduga kekuatan kayu diadakan sistem klasifikasi keteguhan berdasarkan berat jenis. Sistem ini sering mengalami kesulitan dalam memasukkan jenis tertentu dalam suatu kelas keteguhan. Tabel 1 menunjukkan contoh tabel kekuatan kayu Indonesia berdasarkan berat jenis (Syafii, 1984). Tabel 1 Tabel kelas kekuatan kayu Indonesia berdasarkan berat jenis >0,90
Keteguhan lentur mutlak (kgIcm3 >I100
Keteguhan lentur tekan (kg/cm3 >650
I1
0,90-0,60
1100-725
650-425
111
0,60-0,40
725-500
425-300
IV
0,40-0,30
500-360
300-215
V
<0,30
a60
Kelas kuat
Bemtjenis
1
Q15
Sumber : Seng (1964) dikutfp oleh Syafii (1984) Sifat-sifat mekanis bambu dipengaruhi oleh jenis, umur, tempat tumbuh dan posisi dalam batang. Keteguhan lentur, tekan dan tarik dari dinding barnbu bagian luar lebii besar daripada pada bagian dalam (Syafii, 1984). Janssen (1981) dikutip oleh Sulistijo (1988) menyatakan bahwa keteguhan tekan bambu dipengaruhi oleh persentase sel-sel schlerenchma, kadar air dan posisi pada batang. Keteguhan lentur bambu dipengaruhi oleh tebal batang dan ada tidaknya buku. Keteguhan lentur diartikan sebagai ukuran kemampuan bahan untuk menahan beban yang bekerja tegak lums sumbu memanjang serat di tengah balok yang disangga kedua ujungnya. Tegangan patah terjadi pada saat bahan tersebut patah atau ~ s a k .Sifat ini biasanya dinyatakan dengan besaran Modulus of
Rupture NOR), mempakan ukuran kekuatan bahan yang merupakan sifat kritis dari bahan tersebut. Kekakuan suatu bahan mempakan ukuran kemampuan bahan untuk menahan lenturan tanpa terjadi pembahan bentuk yang tetap. Pada kayu dengan
beban lenturan, penambahan lenturan akan sebanding dengan penambahan beban sampai saat mencapai batas proporsi beban yang dapat diberikan. Nilai yang menyatakan kekakuan kayu biasa dinyatakan dalam bentuk Modulus of Elasticity
(MOE). Nilai ini menyatakan kekakuan bukan mempakan kekuatannya. Kekuatan tekan sejajar serat merupakan kemampuan benda untuk menahan gaya luar yang datang pada arah sejajar serat yang cendemng memperpendek atau menekan bagian-bagian benda secara bersama-sama Apabila gaya tersebut bekerja pada benda yang berbentuk tiang dengan ukuran panjang yang relatif besar dibandingkan penampangnya, maka akan menyebabkan lengkungan sebelum terjadi kemsakan atau sebelum mencapai keteguhan tekan sejajar serat secara maksimum. Dalam keadaan dernikian tegangan tekan terjadi pada bagian dalam yang cekung dan pada bagian luar yang cembung terjadi tegangan tarik (Yuliati, 2005). Kekuatan tekan maksimum merupakan contoh uji untuk menahan beban yang diberikan padanya secara pelan-pelan yang semakin lama semakin membesar sampai terjadinya kemsakan (Mardikanto, 1979). Kekuatan tarik mempakan kekuatan bahan untuk menahan gaya luar bempa gaya tarik yang bekerja pada beban tersebut. Adanya gaya luar akan menyebabkan terjadinya pembahan bentuk, yaitu bempa perpanjangan dan perenggangan yang sesuai dengan arah gaya luar yang bekerja. Kekuatan tarik sejajar serat mempunyai nilai kekuatan yang paling besar dibandingkan dengan arah lainnya. Kekuatan tarik sejajar serat bergantung pada kekuatan seratnya dan tidak hanya dipengaruhi oleh ukuran atau dimensi, melainkan dipengaruhi pula oleh susunan serat-serat tersebut ( M a r d i i t o , 1979).
3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan data dilaksanakan pada bulan April 2008 sampai dengan bulan Juni 2008. Perendaman dilakukan di bagian tepi Sungai Ciapus, Desa Cangkurawok, Dramaga, Bogor. Pengujian bambu dilakukan di Laboratorum Sifat Fisis dan Mekanis, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Bogor. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu betung
Dendrocalamus asper (Schult F ) Backer ex Heyne berurnur sekitar 4-5 tahun sebanyak 10 batang. Bambu diambil dari rurnpun barnbu betung di Fakultas Kehutanan IPB. Bahan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 2. Peralatan yang digunakan antara lain : 1) Alat pemotong bambu, yaitu mesin gergaji pita dan gergaji statis 2) Alat pengukur dimensi contoh uji, yaitu jangka sorong, mistar dan meteran guluns 3) Bor untuk melubangi bambu 4) Timbangan digital, oven dan desikator
5 ) Alat uji mekanis universal testing machine merk Shimadzu model UH-100 A, kapasitas 30 ton.
3.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang dipakai adalah metode eksperimental. Tahap penelitian yang dilakukan adalah pengambilan contoh uji, pembuatan contoh uji, perlakuan dan pengujian contoh uji, serta analisis data. Secara rinci tahap penelitian yang dilaksanakan diuraikan lebih lanjut. 3.3.1 Pengambilan contoh uji Contoh uji yang dibuat ada dua jenis, yaitu contoh uji bilah dan contoh uji bubu masing-~iiashigterbuat dari lima batang bambu. Pada tiap batang bambu
dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu pangkal, tengah dan ujung. Hal ini dilakukan karena ketebalan banbu dari pangkal hingga ke ujung berbeda. Pada pembuatan contoh uji bilah, pada bagian-bagian tersebut masing-masing diambil bambu sepanjang tiga meter. Tiap bagian batang bambu tersebut dibelah menjadi bilahbilah, kemudian dikering-udarakan selama satu minggu (7 hari). Pada setiap batang bambu dan setiap posisi bambu dibuat tiga jenis contoh uji untuk pengujian. Pengujian itu adalah 1) uji keteguhan lentur dengan beban pada buku dan mas 2) uji lentur tarik sejajar serat bambu pada buku dan mas 3) Kadar air dan berat jenis pada buku dan ruas Berdasarkan standar pengujian untuk contoh uji kecil bebas cacat modifkasi (American Standart for Testing Material, D 143-94), jarak sangga uji lentur statis adalah 14 kali tebal contoh, sehingga panjang contoh uji adalah 16 kali tinggi. Bentuk dan ukuran contoh uji lentur dan tarik sejajar serat secara sistematis yang disesuaikan dapat dilihat pada Gambar 2 clan 3. Contoh uji yang akan diujikan diambil secara acak dari bagian batang bambu yang sama Tabel untuk jenis dan jumlah contoh uji untuk peneiitian ini terdapat pada Lampiran 3.
i -8 I
2-49
;
a Tampak samping Gambar 2 Bentuk contoh uji lentur.
Pada pembuatan contoh uji bubu, setiap batang bambu dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu pangkal, tengah dan ujung. Setiap bagian dibuat bubu sebanyak satu buah, berlaku untuk semua bagian bambu. Bubu tersebut diberi perlakuan
lama perendaman di dalam sungai. Bentuk dan ukuran bubu dapat dilihat dalam Lampiran 4. Gambar contoh uji bilah dan bubu dapat dilihat pada Lampiran 5.
1
(a) Tampak samping
(b) Tampak atas Gambar 3 Bentuk contoh uji tarik sejajar serat. 3.3.2 Pembuatan contoh uji Pembuatan contoh uji untuk bambu berdasarkan pada standar Amerika yaitu American Standart for Testing Material D 143-94 dengan modifikasi pada dimensi tebal contoh uji, karena belum ada standar pengujian untuk bambu. Contoh uji yang disiapkan adalah
1) Contoh uji bilah untuk uji keteguhan lentur statik berdiiensi 30 cm x 2 cm x tebal bambu, 2) Contoh uji bilah untuk uji keteguhan tarik sejajar serat berdimensi 20 cm x 2 cm x tebal bambu,
3) Contoh uji bilah untuk kerapatan dan kadar air berukuran 1 cm x 1 cm x 2 cm. 4) Contoh uji bubu untuk pengujian tekan badan bubu, tekan pintu bubu, tarik mulut bubu, dan tarik pintu bubu, dengan bentuk dan ukuran seperti terlihat pada Lampiran 4.
3.3.3 Perlakuan contoh uji Perlakuan yang diberikan pada bahan bambu sebelum dibuat contoh uji untuk uji sifat fisis maupun mekanis adalah perendaman dalam air mengalir di sungai pada kedalaman 40-50 cm dari permukaan air dan jarak dari tepi sungai
adalah satu meter. Ballan bambu tersebut berbentuk bilah yang belum dibentuk contoh uji. Lama perendaman bilah-bilah dibedakan untuk waktu no1 minggu, dua minggu, empat rninggu, enam minggu dan delapan minggu. Bilah barnbu dibedakan berdasarkan posisi pada bambu, yaitu pangkal, tengah dan ujung. Pada tiap bilah dibedakan antara buku dan mas. Setiap perlakuan diuji sebanyak tiga ulangan. Tabel 2 adalah tabel rancangan percobaan bilah. Selain dalam bentuk bilah, bambu juga dibuat menjadi bubu. Bubu diberi perlakuan lama perendaman dalam air mengalir di kedalaman 40-50 cm dari permukaan air dengan jarak satu meter dari tepi sungai. Dari setiap contoh bubu dibedakan berdasarkan lama perendaman d m posisi bambu sebagai b
b
pembentuk bubu. Lama perendaman dibedakan untuk waktu no1 minggu, empat minggu dan delapan minggu. Bagian batang bambu sebagai bahan pembentuk dibedakan menjadi bagian pangkal, tengah dan ujung. Pengujian bubu dilakukan sebanyak tiga ulangan dengan rancangan percobaan seperti tercantum dalam Tabel 3.
Bilah dan bubu contoh uji diletakkan di kolom sungai dengan kedalaman 40-50 cm dari permukaan air. Kedalaman sungai dari permukaan hingga dasar adalah 60-75 cm. Perendaman contoh uji di sungai hingga menyentuh dasar sungai. Hal ini bertujuan agar bilah dan bubu contoh uji tidak menerirna kontak langsung dengan udara. Tabel 3 Rancangan percobaan pengujian bubu
3.3.4 Pengujian contoh uji 3.3.4.1 Kadar air dan berat jenis Dalam penentuan kadar air, berat contoh kering tanur dipakai sebagai dasar, karena mempakan petunjuk banyaknya air pada contoh uji. Kadar air dapat dihitung dengan rumus :
KA= BA-BKT ~ 1 0 0 %
BKT
Keterangan : KA BA BKT
= Kadar air (%) = Berat awal
(g)
= Berat kering tanur
(g)
Untuk memperoleh kadar air dan berat jenis dilakukan beberapa tahap pekerjaan sebagai berikut :
1) Contoh uji diukur berat dan volume awalnya kemudian diberi perlakuan 2) Pada waktu tertentu sesuai dengan perlakuan, contoh uji diieluarkan kemudian dikeringkan dengan cara dilap kemudian ditimbang dan diukur volumenya, kemudian contoh uji dirnasukkan ke dalam oven dengan suhu 1023°C sampai beratnya konstan. 3) Kadar air didapatkan dengan membagi berat air dalam contoh terhadap berat kering tanumya.
Berat jenis ditentukan berdasarkan berat contoh dan volume contoh uji pada awal dan setelah perlakuan. Nilai berat jenis didapatkan dengan persamaan :
Poi? Keterangan : BJ Mkt V
Pair
= Berat jenis
= Massa kering tanur contoh uji = Volume contoh uji (cm3) = Kerapatan air (1 g/cm3)
(g)
3.3.4.2 Kekuatan lentnr statik
Pengujian kekuatan lentur statik dimaksudkan untuk mendapatkan nilai kekakuan (MOE) dan nilai modulus patah (MOR). Nilai MOE dapat diketahui dengan mengukur besarnya defleksi setelah pembebanan sampai batas proporsi, sedangkan beban maksimum didefinisikan sebagai beban maksimum yang dapat menyebabkan contoh uji mengalami kemsakan. Besar nilai MOE dan MOR dapat diietahui berdasarkan persamaan (Mardikanto, 1979), yaitu:
3PL MOR = 2btz
dan
P%
MOE = ----4 ~ ~ b t ~
Keterangan : MOR =Modulus of Rupture (kg/cm2) MOE =Modulus of Elasticity (kg/cm2) P = Beban pada batas patah (kg) = Beban pada batas proporsi (kg) P' L = Jarak sangga (cm) = Lebar penampang bilah bambu (cm) b = Tinggi penampang bilah bambu (cm) t = Lenturan maksimum yang terjadi dengan pembebanan P Ay ( 4 3.3.4.3 Kekuatan tarik sejajar serat
Pengujian kekuatan tarik sejajar serat dilakukan dengan langkah berikut : a) Contoh uji diukur dimensi lebar dan tebalnya menggunakan jangka sorong pada bagian terkecil dari contoh uji, b) Melakukan pengujian kekuatan tarik sejajar serat menggunakan Universal
Testing Machine merk Shimadzu. Contoh uji diletakkan pada mesin dengan menjepit kedua ujungnya, yaitu pada kedudukan contoh uji secara vertikal. Contoh uji ditarik secara pelan-pelan sampai terjadi kemsakan dengan beban maksimum.
Kekuatan tarik dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:
Keterangan : o
,
P A,,,,,,
= Kekuatan tarik sejajar serat (kg/cm2) = Beban maksimum (kg) = Luas bidang tarik (cm2)
3.3.5 Pengujian Bubu 3.3.5.1 Uji tarik mulut bubu Pengujian kekuatan tarik mulut bubu dilakukan dengan iangkah berikut: 1) Badan bubu dipotong menjadi dua bagian, yaitu badan bubu dengan jurnlah rangka tiga dan ukuran yang besar,dan bagian yang mengerucut pada pintu bubu, 2) Pada bagian mulut bubu dan bilah bawah disangga dengan besi terbentuk tanda positif (+) seperti terlihat pada Gambar 4, lalu masing-masing besi diiaitkan pada mesin. ?IT Kail
Kail
Gambar 4 Uji tarik mulut bubu. 3) Pengujian kekuatan tarik menggunakan Universal Testing Machine merk Shimadzu. Bubu ditarik secara perlahan sarnpai tejadi kerusakan pada mulut
bubu dengan batas maksinum. Pengujian kekuatan tarik rangka mulut bubu dapat dilihat pada Lampiran 6.
3.3.5.2 Uji tarik pintu bubu Pengujian kekuatan tarik pintu bubu dilakukan dengan langkah berikut:
1) Badan bubu dipotong menjadi dua bagian, yaitu badan bubu dengan tiga buah
rangka berukuran besar, serta bagian yang mengemcut pada pintu bubq 2) Pada bagian pultu bubu dan rangka bilah bawah disangga dengan besi terbentuk tanda positif (+) seperti terlihat pada Gambar 5, lalu masing-masing besi dikaitkan pada mesin.
3) Pengujian kekuatan tarik menggunakan Universal Testing Machine merk Shimadzu. Bubu ditarik secara perlahan sampai terjadi kerusakan pada pintu
bubu dengan batas maksimurn. Pengujian kekuatan tarik pintu bubu dapat dilihat pada Lampiran 6. Rangka pintu bubu
Rangka badan bvbu
Penyangga rangka bubu
l/Kait
Gambar 5 Uji tarik pintu bubu.
3.3.5.3 Uji tekan badan bubu Pengujian kekuatan tekan badan bubu dilakukan dengan iangkah berikut: 1) Badan bubu dipotong menjadi dua bagian, yaitu badan bubu dengan rangka
berukuran besar tiga buah dan bagian yang mengerucut pada bagian pintu bubu, 2) Bagian badan bubu ditekan di bagian tengah dengan posisi horizontal seperti terliiat pada Gambar 6. Rangka badan bubu
Gambar 6 Uji tekan badan bubu.
3) Melakukan pengujian kekuatan tekan rnenggunakan Universal Testing
Machine merk Shimadzu. Bubu ditekan secara perlahan sampai tejadi kerusakan pada badan bubu dengan batas maksimum. Pengujian tekan badan bubu dapat diliiat pada Lampiran 6.
3.3.5.3 Uji tekan rangka pintu bubu Pengujian kekuatan tekan rangka pintu bubu dilakukan dengan langkah berikut: 1) Badan bubu dipotong menjadi dua bagian, yaitu badan bubu dengan rangka beNkuran besar tiga buah dan bagian yang mengerucut pada bagian pintu bubu, 2) Pada bagian rangka pintu bubu ditekan pada bagian tengah dengan posisi horizontal seperti terlihat pada Gambar 7. Bidang penekan Rangka badan bubu
Bidang deteksi kekuatan
Gambar 7 Uji tekan rangka pintu bubu. 3) Melakukan pengujian kekuatan tekan menggunakan Uiliversal Testing
Machine merk Shimadzu. Bubu ditekan secara perlahan sampai terjadi kerusakan pada rangka pintu bubu dengan batas maksimum. Pengujian tekan rangka pintu bubu dapat dilihat pada Lampiran 6. 3.4 Analisis Data Rancangan percobaan untuk bilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan tiga perlakuan. Perlakuan pertama adalah lama perendaman, terdiri atas no1 minggu, dua minggu, empat minggu, enam minggu dan delapan minggu. Perlakuan kedua adalah
pangkal, tengah dan ujung. Perlakuan ketiga adalah buku dan mas. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah
Keterangan : pengamatan perlakuan lama perendaman barnbu ke-i, posisi batang s dan ulangan ke-1 ke-j, b u k u / ~ a ke-k p = Nilai rata-rata = Pengaruh perlakuan lama perendaman bambu ke-i (0,1,2,3,4) ai pj = Pengaruh posisi batang ke-j (1,2,3) = Pengaruh bukulruas ke-k (1,2) yk a& = Interaksi pengaruh perlakuan lama perendaman bambu ke-i dengan pengaruh posisi batang ke-j = Interaksi pengaruh perlakuan lama perendaman bambu ke-i dengan ayik pengaruh bukuhas ke-k Pyjk = Interaksi pengaruh posisi batang ke-j dengan pengaruh bukulruas ke-k aPyijk = Interaksi pengaruh perlakuan lama perendaman bambu ke-i, interaksi pengaruh posisi batang ke-j, dan pengamh bukulruas ke-k ~ i j k l = Galat percobaan
Yarl
= Nilai
Rancangan percobaan untuk bubu yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua perlakuan. Perlakuan pertama adalah lama perendaman, terdiri atas no1 rninggu, empat minggu dan delapan minggu. Perlakuan kedua adalah faktor posisi batang, yaitu pangkal, tengah dan ujung. Rancangan percobaan dibuat untuk empat pengujian, yaitu uji tarik mulut bubu, uji tarik pintn bubu, uji tekan badan bubu, dan uji tekan rangka pintu bubu. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah:
Keterangan :
YijW p ai ~ijkl
= Nilai
pengamatan perlakuan lama perendaman bubu ke-i, posisi batang ke-j dan ulangan ke-k = Nilai rata-rata = Pengaruh perlakuan lama perendaman bubu ke-i (0,1,2,3,4) = Pengaruh posisi batang ke-j (1,2,3) = Galat percobaan
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bilah Bambu 4.1.1 Kadar Air Hasil perhitungan kadar air contoh uji dengan perlakuan lama perendaman di dalam air mengalir untuk posisi pangkal bilah bambu berkisar antara 16,18% 35,57%, posisi tengah berkisar antara 12,89% - 27,29% dan posisi ujung berkisar antara 13,68% - 27,60%. Hasil uji secara t e ~ c seperti i tercantum dalam Tabel 4 dan Gambar 8, perhitungan kadar air selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
Tabel 4 Kadar air rata-rata contoh uji bilah bambu Lama perendaman di dalam air mengalir
Pada Tabel 4 dan Gambar 8 terlihat bahwa kadar air rata-rata pada tiap bambu terhadap posisi batang dan lama perendaman berbeda dan secara mum tidak terdapat pola yang jelas. Berdasarkan perlakuan lama perendaman, pada waktu perendaman dua minggu merniliki tingkat kadar air yang lebih besar pada
semua posisi batang dibandingkan dengan contoh uji waktu perendaman lainnya. Berdasarkan posisi batang, pada bagian pangkal memiliki kadar air yang lebii besar daripada posisi batang yang lain. Hasil uji keragaman menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman dan posisi batang tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air. Hasil analisis uji keragaman dapat dilihat pada Lampiran 8. Kadar air pada bambu dengan lama perendaman dan posisi batang berbeda memiliki perbedaan yang cukup besar dan berfluktuatif. Nilai kadar air terhadap posisi batang dari pangkal menuju ujung secara mum mengalami penurunan. Hal
ini dikarenakan ikatan pemb~duhdari pangkal menuju ujung semakin rapat, sehingga air yang inasuk pun bergantung pada mang yang ada pada ikatan peinbuluh. Pada tiap posisi batang terhadap lama perendaman, nilai kadar air naik pada lama perendaman 2 minggu, kemudian tumn pada lama perendaman berikutnya. Nilai kadar air pada masa rendaman 2 minggu lebih besar daripada laina perendaman yang lainnya, berlaku untuk semua posisi batang, kemudian mengalami penurunan kadar air pada masa rendainan 4 minggu dan 6 minggu. Berdasarkan teori, apabila bambu diberi perlakuan perendaman, maka bambu akan inemiliki kadar air yang ineningkat berbanding lums dengan lnasa perendaman. Hasil penelitian yang didapat berbeda dengan teori, ha1 ini diduga karena pada saat perendaman dan pengangkatan contoh uji keadaan cuaca tidak sama. Perendainan contoh uji inenyebabkan air menetes ketika pengangkatan, sehingga contoh uji dijenuhkan sampai dengan air tidak menetes dengan cara penjeinuran. Perbedaan kondisi cuaca pada saat penjeinuran menyebabkan pembahan kadar air. Perbedaan cuaca menyebabkan suhu penjemuran berbeda sehingga air yang keluar berbeda.
m 2 Minggu 4 Minggu
I
Pangkal
Tengah
Ujung
Posisi Batang
Gambar 8 KRdar air (%) rata-rata contoh uji. 4.1.2 Berat Jenis
Hasil perhitungan berat jenis contoh uji dengan perlakuan lama perendainan di dalam air mengalir untuk posisi pangkal berhsar antara 0,76-0,82, pada posisi tengah berkisar antara 0,75-0,86 dan pada posisi ujung berkisar antara
0,77-0,89. Secara rinci nilai berat jenis contoh uji bilah bambu seperti terlihat pada Tabel 5 dan Gambar 9, sedangkan perhitungan berat jenis contoh uji selengkapnya dapat diliiat pada Lampiran 9. Tabel 5 Berat jenis rata-rata contoh uji bilah bambu
Pada Tabel 5 dan Gambar 9 terliat bahwa berat jenis rata-rata pada tiap bambu dengan posisi batang dan lama perendaman relatif berbeda. Berdasarkan lama perendaman, lama perendaman kontrol(0 minggu) memiliki nilai berat jenis yang lebih besar dibandingkan dengan lama perendaman laimya Hasil uji keragaman menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap nilai berat jenis untuk semua posisi hatang. Hasil analisis uji keragaman dapat dilihat pada Lampiran 10. Berat jenis dari contoh uji bambu untuk posisi batang dengan perlakuan perendaman dalam perairan mengalir relatif sama Nilai berat jenis di posisi pangkal menuju ujung mengalami kenaikan. Hal ini diduga karena semakin tinggi posisi batang, maka jumlah ikatan vascular semakin menurun, dan kerapatan per satuan luas semakin meningkat mengakibatkan volume rongga udara semakin sempit (Yuliati L 2005). Berdasarkan masa perendaman, pada tiap posisi perendaman memiliki nilai berat jenis yang menurun sejalan dengan masa perendaman yang semakin lama. Hal ini sesuai dengan penelitian Tamolang ef al. (1980) diacu dalam Yuliati L (2005) bahwa berat jenis bambu cenderung naik ke
arah bagian ujung, di bagian yang kadar airnya menurun. Penurunan terjadi
&duga karena ikatan pembuluh yang semakin merenggang karena adanya air yang masuk sehingga perbandingan berat dengan volume semakin berkurang.
n Kontrol 2 Minggu 0 4 Minggu 0 6 Minggu
Tengah
Pangkal
Ujung
Posisi Batang
I
Gambar 9 Berat jenis rata-rata contoh uji. 4.1.3 Kekakuan bahan (MOE) 4.1.3.1 Buku
Hasil perhitungan kekakuan bahan contoh uji dengan perlakuan lama perendaman di dalam air mengalir untuk bagian buku di posisi pangkal berkisar antara 36.493-48.895 kg/cm2, pada bagian buku di posisi tengah berkisar antara 32.001-50.946 kg/cm2 dan pada bagian buku di posisi ujung berkisar antara 29.033-54.533 kg/cm2. Secara rinci nilai kekakuan bahan contoh uji seperti terlihat pada Tabel 6 dan Gambar 10. Hasil perhitungan nilai kekakuan bahan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11. Pada Tabel 6 terlihat bahwa nilai kekakuan bahan rata-rata pada tiap bambu untuk posisi batang dan lama perendaman relatif berbeda. Berdasarkan lama perendaman, pada perendaman control (0 minggu) memiliki nilai kekakuan bahan yang lebih besar dibandingkan dengan lama perendaman lainnya. Pada posisi batang pangkal memiliki kekakuan bahan terhadap lama perendainan persamaan regresi y = 48.895 - 11.680~ + 3.300x2+ 280,4x3dengan nilai koefisien korelasi 50,1%, posisi tengah memiliki persaniaan regresi y
=
50.946 - 18.433~ + 5.413x2- 466,2x3 dengan nilai koefisien korelasi 64,5% dan ~ 9.322x2- 918x3 posisi ujung memiliki persamaan regresi y = 54.533 - 2 7 . 1 3 1 +
dengan nilai koefisien korelasi 63,4% seperti terlihat pada Lampiran 12. Nilai kekakuan bahan rata-rata terhadap posisi batang dari bagian pangkal menuju ujung mengalami kenaikan. Nilai kekakuan bahan rata-rata pada setiap posisi batang terhadap lama perendaman mengalami p e n m a n . Hal ini menunjukkan bahwa pada bagian ujung m e m i l i kekakuan yang lebii tinggi dibandingkan dengan posisi batang yang lain. Ketika diberi perlakuan lama perendaman, kekakuan bahan akan berkurang sebanding dengan lama perendaman. Hal ini diduga karena struktur anatomi contoh uji bambu. Pada bagian buky susunan serabut pendek dan sedikit, sehingga memiliki rongga udara yang banyak. Ketika diberi perlakuan perendaman dalam air mengalir, rongga udara yang ada terisi oleh air. Posisi batang semakin tinggi dari permukaan tanah maka rongga udara yang terdapat pada bambu semakin sediit karena distribusi ikatan pembuluh yang semakin rapat. Penyerapan air pada bambu menyebabkan ikatan antar pembuluh semakin merenggang, sehingga kekuatan bambu semakin berkurang. Pada bagian posisi batang ujung memiliki nilai kekakuan bahan yang lebih tinggi daripada posisi batang yang lain. Hal h i karena semakin tinggi posisi batang, maka jumlah ikatan vascular semakin m e n m , dan kerapatan per satuan luas semakin meningkat mengakibatkan volume rongga udara semakin sempit (Yuliati 2005).
Tabel 6 Nilai kekakuan bahan mta-rata eontoh uji bilah bagian buku
Bertambahnya kadar air menyebabkan p e n m a n kekuatan bambu, salah satunya elastisitas bahan. Hal ini sesuai dengan pemyataan D. N a n d i i J.R. Matangaran, dan I.G.K. Tapa Darma dalam Strategi Penelitian Bambu Indonesia
(1994) sub judul Keawetan dan Pengawetan Bambu, bahwa metode perendaman bambu dalam air tergenang, air mengalir dan lumpur hanya efekhf untuk jenis bambu yang kandungan patinya rendah, waktu yang diperlukan cukup lama dallun beberapa minggu atau beberapa bulan, menyebabkan bambu berbau dan menurunkan kekuatan mekaniknya.
Kontrol ka 2 Minggu 4 Minggu 6 Minggu
7
I
Pangkal
Tengah
Ujung
Posisi Batang
Gambar 10 Nilai kekakuan bahan rata-rata contoh uji bilah bagian buku. 4.1.3.2 Ruas
Hasil perhitungan kekakuan bahan contoh uji bilah bambu dengan perlakuan lama perendaman dalam perairan mengalir untuk posisi pangkal bagian mas berkisar antara 52.702-72.233 kg/cm2, pada posisi tengah bagian ruas berkisar antara 63.000-76.423 kg/cm2 dan pada posisi ujung bagan ruas berhsar antara 50.698-65.837 kg/cm2 seperti terlihat pada Tabel 7 dan Gambar 11. Hasil perhitungan nilai kekakuan bahan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13. Pada Tabel 7 terlihat hahwa nilai kekakuan bahan rata-rata pada tiap bambu terhadap posisi batang dan lama perendaman relatif berbeda. Berdasarkan lama perendaman, pada lama perendaman kontrol (0 minggu) ~nemilikinilai kekakuan bahan yang lehih besar dibandingkan dengan lama perendaman lainnya.
Pada posisi batang pangkal, Nlai kekakuan bahan terhadap lama perendaman memiliki persamaan regresi y
=
72.233 - 23.744~+ 8.707x2 -
858,8x3 dengan nilai koefisien korelasi 37,3%, pada posisi tengah memiliki persamaan regresi y
=
76.423 - 12.331~+ 3.340x2 - 265,3x3 dengan nilai
koefisien korelasi 24,3% dan pada posisi ujung memiliki persamaan regresi y
=
65.837 - 19.638~+ 7.499x2 - 732,5x3 dengan nilai koefisien korelasi 24,1% seperti terliiat pada Lampiran 14. Sama dengan pada bagian buku, Nlai kekakuan bahan rata-rata bagian ruas di setiap posisi batang bambu mengalami penurunan dari lama perendaman 0 hingga 6 minggu. Ketika diberi perlakuan perendaman, kekakuan bahan akan berkurang sebanding dengan lama perendaman, diduga karena sbuktur anatomi contoh uji bambu. Shvktur anatomi bambu di bagian mas, susunan serabut panjang dan beraturan. Semakin tinggi posisi batang, maka rongga udara yang ada semakin sediit, karena distribusi ikatan pembuluh semakin rapat dan rongga udara semakin sempit. Ketika diberi perlakuan perendaman dalam air mengalir, rongga udara yang ada terisi oleh air. Bertambahnya kadar air menyebabkan penurunan kekuatan bambu, termasuk kekakuan bahan (MOE). Hal ini sesuai pemyataan D. Nandika, J.R. Matangaram, dan I.G.K. Tapa Darma dalam Strategi Penelitian Bambu Indonesia (1994) sub judul Keawetan dan Pengawetan Bambq bahwa metode perendaman bambu dalam air tergenang, air mengalir dan lumpur hanya efektif untuk jenis bambu yang kandungan patinya rendah, wah-tu yang diperlukan cukup lama dalarn beberapa minggu hingga beberapa bulan, menyebabkan bambu berbau dan
menurunkan kekuatan mekanik bambu. Selain karena struktur anatominya, penmunan nilai kekakuan bahan dikarenakan adanya aktivitas bakteri yang merusak struktur dindng sel bambu (Saptiono, 2005).
1
Pangkal
Tengah Posisi Batang
Ujung
1
Gambar 11 Nilai kekakuan bahan rata-rata contoh uji bilah bagian ruas. Nilai kekakuan bahan rata-rata terhadap posisi batang relatif berbeda, dengan posisi batang tengah memiliki nilai kekakuan bahan lebih besar dibandingkan dengan posisi batang lainnya Hal ini karena adanya ikatan pembuluh yang kerapatan per satuan luas semalun meningkat inengakibatkan volume rongga udara semakin sempit menuju ke atas (Yuliati, 2005). Pada posisi bagian ujung mengalami penumnan nilai kekakuan dari bagian pangkal dan tengah, diduga karena ikatan pembuluh pada posisi ini inengalami perenggangan sebelun perlakuan yang diakibatkan oleh panas dan air hujan yang diterima selama tumbuh karena posisinya berada paling atas dibandingkan posisi batang lainnya sehmgga tingkat penyerapan air sangat tinggi. Hasil perhitungan analisis keragaman menyatakan bahwa posisi batang dengan lama perendaman tidak berbeda nyata terhadap nilai kekakuan bahan, dan ada tidaknya buku dengan lama perendaman berpengaruh nyata terhadap nilai kekakuan bahan. Hasil analisis keragaman dapat dilihat pada Lampiran 15.
4.1.4 Modulus Patah (MOR) 4.1.4.1 Buku
Hasil perhitungan modulus patah contoh uji dengan perlakuan lama perendaman dalam air mengalir untuk posisi pangkal bagian buku berkisar antai-a 421-505 kg/cm2, pada posisi tengah bagian buku berkisar antara 401-635 kg/cm2 dan pada posisi ujung bagian buku berkisar antara 378-675 kg/cm2seperti terlihat pada Tabel 8 dan Gambar 12. Hasil perhitungan nilai modulus patah selengkapnya dapat diliat pada Lampiran 16. Tabel 8 Nilai modulus patah rata-rata contoh uji bilah bagian buku Posisi batang
Lama perendaman di dalam air mengalir (minggu) 0
Modulus patah rata-rata (kg/cm2)
505 426 454 42 1 635 413 427 401 675 413 452
2
Pangkal
4 6 0
2 4 6 0
Tengah
2
Ujug
4
17X
Pada Tabel 8 terlihat bahwa nilai modulus patah rata-rata pada setiap contoh uji dengan posisi batang d m lama perendaman relatif berbeda. Berdasarkan lama perendaman, pada lama perendaman kontrol (0 minggu) memiliki nilai modulus patah yang lebih besar dibandiigkan dengan waktu lama perendaman laimya. Pada posisi pangkal, nilai modulus patah terhadap lama perendaman memiliki persamaan regresi y dengan nilai koefisien korelasi regresi y
=
634,7 - 215,2x
=
=
504,6 - 93,97x
+ 34,38x2 - 3,5x3
7,5%, pada posisi tengah rnemiliki persamaan
+ 63,61x2 - 5,706x3 dengan nilai koefisien korelasi
54,4% dan pada posisi ujung memiliki persamaan regresi y
=
675
-
275,4x
+
89,38x2 - 8,62x3 dengan nilai koefisien korelasi 48,7% seperti terlihat pada Lampiran 17. Nilai modulus patah rata-rata setiap posisi batang pada lama perendaman yang berbeda mengalami penurunan. Hal ini diduga karena struktur anatomi
bambu. Pada buku, susunan serabut pendek dan sedikit, sehingga memiliki rongga udara yang lebih banyak. Ketika diberi perlakuan perendaman dalam air mengalir, rongga udara yang ada terisi oleh air. Rongga udara yang terdapat pada bambu semalan tinggi posisi batang maka semahn sedikit karena distribusi ikatan pembuluh yang semakin rapat sehngga rongga udara semakin sempit. Penyerapan air pada bambu menyebabkan ikatan antar pembuluh semahn inerenggang sehingga kekuatan bambu semakin berkurang.
Kontrol &s2 Minggu 4 Minggu 6 Minggu
I
Pangkal
Tengah
Ujung
Posisi Batang
Gambar 12 Nilai modulus patah rata-rata contoh uji bilab bagian buku.
Pada posisi ujung memiliki nilai inodulus patah yang lebih tinggi daripada posisi batang yang lain. Hal ini karena selnakin tinggi posisi batang, maka jumlah ikatan pembuluh semakin tinggi dan kerapatan per satuan luas seinakin meningkat mengakibatkan volume rongga udara semakin sempit (Yuliati, 2005). Kerapatan yang tinggi menyebabkan rekatan antar ikatan pembuluh semakin tinggi, sehingga kekuatannya semakin tinggi. Bertambahnya kadar air menyebabkan penmunan kekuatan bambu, termasuk modulus patah bahan (MOR). Hal ini sesuai dengan pernyataan Nandka, Matangaran, dan Tapa Darma dalam Strategi Penelitian Bambu Indonesia (1994) sub judul Keawetan dan Pengawetan Bambu, bahwa inetode perendaman ba~nbudalam air tergenang, air mengalir dan lumpur hanya efektif untuk jenis bambu yang kandungan patinya rendah, waktu yang diperlukan cukup lama dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan, inenyebabkan bambu berbau dan inenurunkan kekuatan mekanik bambu.
4.1.4.2 Ruas Hasil perhitungan modulus patah contoh uji dengan perlakuan lama perendaman dalam air mengalir untuk posisi pangkal bagian mas berkisar antara
599-776 kg/cm2, pada posisi tengah bagian mas berkisar antara 669-857 kg/cm2, dan pada posisi ujung bagian ruas berkisar antara 624-786 kg/cm2seperti terlihat pada Tabel 9 dan Gambar 13. EIasil perhitungan nilai modulus patah selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 18. Pada Tabel 9 terlihat bahwa nilai modulus patah rata-rata relatif berbeda pada setiap posisi batang dengan lama perendaman yang berbeda. Berdasarkan lama perendaman, pada perendaman kontrol (0 minggu) memiliki nilai modulus patah yang lebih besar dibandingkan dengan lama perendaman lainnya Pada posisi pangkal nilai modulus patah terhadap lama perendaman memiliki persamaan regresi y
=
776
-
203,6x
+ 71,3!d - 6,86x3 dengan nilai koefisien
korelasi 26,1%, pada posisi tengah memilii persamaan regresi y = 856,6 - 106,7x
+ 17,94x2- 0,75x3 dengan nilai koefisien korelasi 41,1% dan pada posisi ujung memiliki persamaan regresi y = 786,3 - 190,8x + 68,75x2 - 6,7x3 dengan nilai koefisien korelasi 27,6% seperti terliiat pada Lampiran 19.
Sama seperti pada bagian buku, nilai modulus patah rata-rata pada bagian
ruas setiap posisi batang mengalami p e n m a n dasi lama perendaman 0 rninggu hingga 6 minggu. Nilai modulus patah terhadap posisi batang dari pangkal menuju ujung secara urnurn mengalami kenaikan, namun pada posisi ujung mengalami
penurunan. Ketika diberi perlakt~anperendaman, kekuatan bahan akan berkurang sebanding dengan lama perendaman. Hal ini diduga karena struktur anatorni contoh uji bambu. Hal ini karena semakin tinggi posisi batang, maka kerapatan per satuan luas semakin meningkat mengakibatkan volume rongga udara semalan sempit (Yuliati, 2005). Perlakuan perendaman dalam air mengalir menyebabkan rongga udara terisi oleh air, semakin tinggi posisi batang maka kadar air semakin rendah. Bertambahnya kadar air menyebabkan penurunan kekuatan bambu, tennasuk modulus patah dari bahan (MOR). Hal ini sesuai pernyataan Nandika, Matangaran, dan Tapa Danna dalain Strategi Penelitian Bambu Indonesia (1994) sub judul Keawetan dan Pengawetan Bambu, bahwa metode perendaman bambu dalam air tergenang, air inengalir dan lumpur hanya efektif untuk jenis biunbu yang kandungan patinya rendah, waktu yang diperlukan cukup lama dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan, inenyebabkan bambu berbau dan menurunkan kekuatan mekanik bambu. Selain karena struktur anatominya, penurunan nilai MOE dikarenakan adanya &vitas bakteri yang merusak struktur dinding sel bambu (Saptiono, 2005).
! Kontrol mi 2 Minggu 4 Minggu 6 Minggu
Pangkal
Tengah
Ujung
Posisi Batano
Gambar 13 Nilai modulus patah rata-rata contoh uji bilah bagian ruas. Posisi tengah memiliki nilai modulus patah yang lebih tingg dibandingkan posisi batang yang lain. Posisi ujung mengalami penurunan nilai kekuatan dari bagian pangkal dan tengah, diduga karena ikatan pembuluh inengalami perenggangan sebellun perlakuaii yang diakibatkan oleh panas dan air hujan yang
diterima selama tumbuh. Posisi batang ujung berada paling atas dibandingkan posisi batang lainnya, sehingga tingkat penyerapan air dan penerimaan panas matahari tinggi. Hasil perhitungan analisis keragaman menyatakan bahwa posisi batang dengan lama perendaman berbeda nyata terhadap nilai modulus patah, dan ada tidaknya buku dengan lama perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap nilai modulus patah. Hasil analisis keragaman dapat dilihat pada Lampiran 20.
4.1.5 Uji Kekuatan Tarik 4.1.5.1 Buku Hasil perhitungan kekuatan tarik contoh uji dengan perlakuan lama perendaman dalam air mengaliu untuk posisi pangkal bagian mas berkisar antara 266-292 kg/cm2, pada posisi tengah bagian mas berkisar antara 350-372 kg/cm2, dan pada posisi ujung bagian mas berkisar antara 320-408 kg/cm2 seperti terlihat pada Tabel 10 dan Gambar 14. I-Iasil perhitungan nilai kekuatan tarik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 21. Tabel 10 Nilai kekuatan tarik rata-rata contoh uji bagian buku
Pada Tabel 10 terlihat bahwa nilai kekuatan tarik rata-rata terhadap setiap posisi batang dan lama perendaman relatif berbeda. Berdasarkan lama perendaman, pada posisi pangkal dan tengah, nilai kekuatan tarik relatif tidak berubah. Pada posisi batang ujung mengalami penurunan nilai kekuatan tarik terhadap lama perendaman. Pada posisi pangkal, kekuatan tarik dengan lama
perendaman berbeda memiliki persamaan regresi y = 273,l + 19,43x - 10,44x2+ 1,29x3 dengan nilai koefisien korelasi 1,5%, pada posisi tengah mernilikx persanaan regresi y
=
371,8
+ 13,74x - 9,6x2 + l,2x3 dengan nilai koefisien
korelasi 0,6% dan pada posisi ujung memiliki persamaan regresi y
=
407,7 -
7,19x - 0,22x2 - 0,107x3 dengan nilai koefisien korelasi 8% seperti terlihat pada Lampiran 22.
Pangkal
Tengah
Ujung
Posisi Batang
Gambar 14 Nilai kekuatan tarik rata-rata contoh uji bilah bagian buku. Nilai kekuatan tarik sejajar serat pada bagian buku berdasarkan posisi batang mengalami kenaikan dari pangkal hingga ujung. Hal ini diduga karena kerapatan ikatan pembuluh, semakin t i n g ~posisi batang maka semakin rapat ikatan pembuluhnya, sehingga kekuatannya semakin meningkat. M e n u t Mardikanto (1979), bahwa kekuatan tarik sejajar serat bergantung pada kekuatan serat-seratnya, tidak hanya dipengaruhi oleh ukuran atau dimensi, melainkan dipengaruhi pula oleh susunan serat-serat tersebut. Nilai kekuatan tarik sejajar serat pada bagian buku berdasarkan lama perendaman dalam air mengalir seperti terlihat pada Gambar 14 tidak terlihat pola yang jelas. Berdasarkan teori, semakin tinggi tingkat kadar air karena perendaman di dalam air, maka semakin berkurang kekuatan suatu bahan, termasuk kekuatan tarik. Pada posisi ujung memiliki nilai kekuatan tarik yang semakin berkurang terhadap lama perendaman. Pada posisi pangkal dan tengah memiliki nilai kekuatan tarik yang relatif tidak berubah. Posisi ujung mengalami
p e n m a n kekuatan tarik, diduga karena ikatan pembuluh mengalami perenggangan dan kerusakan secara melintang sebelum perlakuan yang diakibatkan oleh panas dan air hujan yang diterima selama turnbuh. Posisi ujung berada paling atas dibandingkan posisi batang lainnya, sehingga tingkat penyerapan panas matahari sangat tinggi, namun karena berada pada bagian buku maka perenggangan yang tejadi tidak begitu berpengaruh karena bidang l u x yang menghadap lingkungan dari buku sangat kecil. Pada posisi pangkal dan tengah relatif tidak berubah karena memiliki susunan serat yang tidak berpengaruh secara vertikal akibat adanya penyerapan air dari perairan ketika perlakuan. 4.1.5.2. Ruas Hasil perhitungan kekuatan tarik contoh uji bagian ruas dengan perlakuan lama perendaman di dalam air mengalir untuk posisi pangkal berkisar antara 634764 kg/cm2, pada posisi tengah berkisar antara 700-924 kg/cm2, dan pada posisi ujung berkisar antara 710-793 kg/cm2 seperti terlihat pada Tabel 11 dan Gambar 15. Hasil perhitungan nilai kekuatan tarik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 23. Tabel 11 Nilai kekuatan tar& rata-rata contoh uji bilah bagian ruas Lama perendarnan di dalam air rnengalir Kekuatan tan'k 11serat Posisi batang (kg/cm2) (minggu) I n I 7nn .-2 634 Pangkal 743 4 764 6 0 924 2 700 Tengah 4 780
I I
Ujung
6
1
777
L
I
/1u
4 h
723
I
793
Pada Tabel 11 terlihat bahwa nilai kekuatan tarik rata-rata setiap posisi batang bambu pada perlakuan lama perendaman relatif berbeda Berdasarkan lama perendaman, pada posisi pangkal dan ujung nilai kekuatan tarik mengalami
kenaikan. Pada posisi batang tengah nilai kekuatan tarik mengalami p e n m a n . Pada posisi pangkal kekuatan tarik dengan perlakuan lama perendainan meiniliki persamaan regresi y
=
700,2 - 120,3x + 54,65x2 - 5,47x3 dengan nilai koefisien
korelasi 4,5%, posisi tengah memiliki persamaan regresi y
=
924,4
-
253,4x
+
86,84x2- 8,14x3 dengan nilai koefisien korelasi 9,9% dan posisi ujung memiliki
persamaan regresi y
=
714,l + 0,2x
-
2,85x2 + 0,83x3 dengan nilai koefisien
korelasi 2,2% seperti terlihat pada Lampiran 24.
Pangkal
Tengah
Ujung
Posisi Satang
Gambar 15 Nilai kekuatan tarik rata-rata contoh uji bilah bagian ruas. Nilai kekuatan tarik sejajar serat pada bagian buku berdasarkan posisi batang mengalaini kenaikan dari pangkal hingga ujung, namun mengalami p e n m a n kekuatan tarik pada posisi ujung. Hal ini dlduga karena kerapatan ikatan pembuluh yang semakin tinggi posisi batang maka semakin rapat sehingga kekuatannya seinakin meningkat. Menurut Mardikanto (1979), kekuatan tarik sejajar serat bergantung pada kekuatan serat-seratnya, tidak hanya dipengaruhi oleh ukuran atau dimensi, melainkan dipengaruhi pula oleh susunan serat-serat tersebut. Pada posisi ujung mengalami penumnan kekuatan tarik yang besar, ha1 ini diduga karena ikatan pembuluh mengalami perenggangan dan kemsakan secara melintang sebelum perlakuan yang dlakibatkan oleh panas dan air hujan yang diterima selana tumhuh. Posisi ujung berada paling atas dibandingkan posisi batang lainnya sehingga tingkat penyerapan air dan panas matahari sangat tinggi. Berbeda dengan bagian buku, pada bagian ruas meiniliki luas penampang ke luar
lingkungan yang besar sehingga kerusakan yang terjadi besar, dan berpengaruh langsung pada kekuatan tarik. Hasil perhitungan analisis keragaman menyatakan bahwa posisi batang dengan lama perendaman dan ada tidaknya buku dengan lama perendarnan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kekuatan tarik bahan. Hasil analisis keragaman dapat dilihat pada Lampiran 25. 4.2 Bubu
4.2.1 Kekuatan Tarik Rangka Mulut Bubu Pengujian kekuatan tarik bubu dilakukan dengan membandiigkan kekuatan tarik komponen-komponen bubu, salah satunya adalah mulut bubu Hasil perhitungan uji tarik bubu pada komponen mulut bubu dengan perlakuan lama perendaman di dalam air mengalir untuk posisi pangkal berkisar antara 54123 kg, pada posisi tengah berkisar antara 60-112 kg dan pada posisi ujung berkisar antara 52-106 kg seperti terlihat pada Tabel 12 dan Gambar 16.
Tabel 12 NiIai kekuatan tarik rangka mulut bubu Lama perendaman dalam air mengalir Posisi batang (Minggu)
I I
I
Pangkal Tengah
batas tarik mulut bubu (kg)
0 4
I
8
I
127
0
I
60
4
54
63
74
Pada Tabel 12 terlihat bahwa nilai kekuatan tarik pada tiap posisi batang yang dijadikan bubu dengan perlakuan lama perendaman relatif berbeda. Berdasarkan lama perendaman, pada semua posisi batang mengalami kenaikan nilai kekuatan tarik. Kemsakan yang diamati ketika pengujian adalah bilah badan bubu patah karena tarikan, rangka mulut bubu terlepas karena ikatan tidak kuat menahan beban, atau rangka mulut bubu patah. Kemsakan yang terjadi pada saat pengujian bubu adalah rangka mulut bubu terlepas karena ikatan tidak kuat menahan beban. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan bahan bambu sebagai bilah
lebih h a t dibandingkan dengan kekuatan ikatan bubu. Gambar kerusakan yang terjadi dapat dilihat pada Lampiran 26.
cr 4 Minggu
Pangkal
Tengah
Ujung
Posisi Batang
Gambar 16 Nilai kekuatan tarik mulut bubu. Pada posisi pangkal kekuatan tarik terhadap lama perendaman memiliki
+ 8,63x dengan nilai koefisien korelasi 84,6%, pada posisi tengah memiliki persamaan regresi y = 56 + 6,5x dengan nilai koefisien
persanlaan regresi y = 45.5
korelasi 93,4%, pada posisi ujung memiliki persamaan regresi y
=
47,7 + 6,75x
dengan nilai koefisien korelasi 92,8%. Hasil perhitungan analisis keragaman menunjukkan bahwa lama perendaman berpenganrh nyata terhadap nilai kekuatan tarik mulut bubu. Hasil analisis keragaman dapat dilihat pada Lampiran 27. Kekuatan tarik mulut bubu semakin meningkat dengan semakin lama perendaman di dalam air mengalir. Hal ini diduga karena perendaman bambu dalam air mengalir mengakibatkan ukuran bilah barnbu menjadi lebih besar. Peningkatan ukuran bilah bambu ini menyebabkan ikatan tali terhadap bilah bambu rnenja& lebih erat, sehingga seolah-olah bubu menjadi lebih kuat di bagian sambungan atau ikatan ini. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengujian terhadap bahan pengikat atau tali sintesis sebagai bahan pengikat yang digunakan. Oleh karena itu, belum bisa dipastikan bagian mana yang berpengaruh besar terhadap rusaknya konstruksi bubu sungai. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap kekuatan atau sifat mekanik secara umum dari bahan tali sintesis secara parsial dan kombinasi antara bahan tali dan bilah bambu dalam konstruksi bubu sungai.
4.2.2 Kekuatan Tarik Rangka Pintu Bubu
Pengujian kekuatan tarik bubu dilakukan dengan membandingkan kekuatan tarik komponen-komponen bubu, salah satunya adalah pintu bubu. Hasil perhitungan uji tarik komponen pintu bubu dengan perlakuan lama perendaman dalam air mengalir untuk posisi pangkal berkisar antara 52-72 kg, pada posisi tengah berkisar antara 51-71 kg, dan pada posisi ujung berkisar antara 54-61 kg seperti terlihat pada Tabel 13 dan Gambar 17. Tabel 13 Nilai kekuatan tarik rangka pintu bubu Lama perendaman dalam air mengalir Posisi batang (Minggu) I
n "
Pangkal
72 51 71 70 55
4 8 0
54
4 8
Ujw
I' .< ,*
65
4 8 0
Tengah
I
Batas tarik pintu bubu (kg)
61
Pada Tabel 13 teriiiat bahwa nil& kekuatan tarik pada tiap posisi batang yang d i j a d i bubu terhadap lama perendaman relatif berbeda Berdasarkan lama perendaman, pada semua posisi batang mengalami kenaikan nilai kekuatan tarik. Kerusakan yang diamati ketika pengujian adalah bilah badan bubu patah karena tarikan, rangka pintu bubu copot karena ikatan tidak kuat menahan beban, atau rangka pintu bubu patah. Kerusakan yang terjadi adalah rangka pintu bubu terlepas karena ikatan tidak kuat menahan beban. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan bahan bambu sebagai bilah lebih kuat dibandingkan dengan kekuatan ikatan rangka pintu bubu. Gambar kerusakan yang terjadi dapat dilihat pada Lampiran 26. Pada posisi pangkal kekuatan tarik merniliki persamaan regresi y
=
53 +
2,5x dengan nilai koefisien korelasi 97,1%, posisi tengah memiliki persamaan regresi y = 54,5
+ 2,38x dengan nilai koefisien korelasi 71,1% dan posisi ujung
memiliki persamaan regresi y
=
53,7
+ 0,75x
dengan nilai koefisien korelasi
62,8%. Hasil perhitungan analisis keragaman menunjukkan bahwa lama perendaman berpengaruh nyata terhadap nilai kekuatan tarik piotu bubu. HasiI
analisis keragaman dapat dilihat pada Lampiran 28. Kekuatan tarik pintu bubu semakin meningkat terhadap lama perendanan dalam perairan mengalir. Hal ini diduga karena perendaman bambu dalam air mengalir mengakibatkan ukuran bilah bambu menjadi lebih besar. Peningkatan ukuran bilah bambu ini menyebabkan ikatan tali terhadap bilah bambu menjadi lebih erat, sehvngga seolah-olah bubu menjadi lebih kuat di bagian sambungan atau ikatan ini. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengujian terhadap bahan pengikat atau tali sintesis sebagai bahan pengikat yang digunakan. Oleh karena itu, belum bisa dipastikan bagian mana yang berpengaruh besar terhadap rusaknya konstruksi bubu sungai. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap kekuatan atau sifat mekanik secara umum dari bahan tali sintesis secara parsial dan kombinasi antara bahan tali dan bilah bambu dalam konstruksi bubu sungai.
1 0 Minggu
1 4 Minggu 8 Minggu
Pangkal
Tengah
Ujung
Posisi Batang
I I I
Gambar 17 Nilai kekuatan tarik pintu bubu.
4.2.3 Kekuatan tekan badan bubu Pengujian kekuatan tekan bubu dilakukan dengan membandingkan kekuatan tekan komponen-komponen bubu, salah satunya adalah badan bubu. Hasil perhitungan uji tekan bubu bagian badan bubu dengan perlakuan lama perendanan h l a n air mengalir untuk posisi pangkal berkisar antara 9-19 kg, pada posisi tengah berkisar antara 18-22 kg, dan pada posisi ujung berkisar antara 6-18 kg seperti terlihat pada Tabel 14 clan Gambar 18.
Tabel 14 Nilai kekuatan tekan badan bubu Lama perendaman dalam air mengalir Posisi batang
Tengah
Batas tekan badan bubu
(minggu)
fig)
0
18 19 22
4 8
Pada Tabel 14 terlihat bahwa nilai tekan badan bubu pada tiap posisi batang yang dijadikan bubu terhadap lama perendaman relatif berbeda. Pada saat pengujian, kemsakan yang dia~natipada badan bubu adalah bilah badan bubu patah karena lenturan, atau rangka badan bubu patah. Kerusakan yang terjadi adalah rangka badan bubu patah. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan bahan bainbu sebagai bilah lebih besar dibandingkan dengan kekuatan rangka bubu. Berdasarkan lama perendaman, pada semua posisi batang mengalami kenaikan nilai kekuatan tekan
Pangkal
Tengah
Ujung
Posisi Batang
Gambar 18 Nilai kekuatan tekan badan bubu.
Pada posisi pangkal memiliki persamaan regresi kekuatan tekan y = 10,s + 1,13x dengan nilai koefisien korelasi = 66,8%, posisi tengah memilih persamaan regresi kekuatan tekan y = 17,7 + 0,5x dengan nilai koefisien korelasi 51,9% dan
=
nilai koefisien korelasi
analisis keragaman
92,3%.
Hasil perhitungan
7,O
+ 1,5x dengan
posisi ujung memiliki persamaan regresi kekuatan tekan y
menunjukkan bahwa lama perendaman berpengaruh nyata terhadap nilai kekuatan tekan badan bubu. Hasil analisis keragaman dapat dilihat pada Lampiran 29. Nilai kekuatan tekan badan bubu berdasarkan posisi batang tidak terdapat pola yang jelas. Hal ini diduga karena ketebalan tiap rangka berbeda. Kerusakan yang terjadi pada pengujian kekuatan tekan badan buku adalah rangka pada badan bubu patah. Gambar kerusakan yang terjadi dapat dilihat pada Lampiran 26.
4.2.4 Kekuatau Tekan Rangka Pintu Bubu Pengujian kekuatan tekan bubu dilakukan dengan membandingkan kekuatan tekan komponen-komponen bubu, salah satunya adalah rangka pintu bubu. Hasil perhitungan uji tekan komponen bubu bagian pintu bubu terhadap perlakuan lama perendaman pada air mengalir untuk posisi pangkal berkisar antara 12-16 kg, posisi tengah berkisar antara 8-20 kg dan pada posisi ujung berkisar antara 8-9 kg seperti terlihat pada Tabel 15 dan Gambar 8.
Tabel 15 Niai kekuatan tekan rangka pintu bubu
Pada Tabel 15 terlihat bahwa nilai kekuatan tekan pintu bubu pada tiap posisi batang yang dijadikan rangka pintu bubu terhadap lama perendaman relatif berbeda. Berdasxkan lama perendarnan, pada posisi pangkal dan tengah mengalami penurunan nilai kekuatan tekan, sedangkan pada posisi ujung relatif tidak berubah. Kerusakan yang diamati pada saat pengujian bubu adalah rangka pintu bubu patah atau bilah badan bubu patah. Kerusakan yang tejadi pada pengujian kekuatan tekan rangka pintu bubu adalah rangka pada pintu bubu patah.
Hal ini lnenunjukkan bahwa kekuatan bilah lebih besar daripada kekuatan rangka pintu bubu. Gambar kerusakan yang terjadi dapat dilihat pada Lainpiran 26.
rn 4 Minggu
Pangkal
Tengah
Ujung
Posisi Batang
Gambar 19 Nilai kekuatan tekan rangka pintu bubu. Pada posisi pangkal kekuatan tekan memiliki persamaan regresi y = 15,7 0,5x dengan nilai koefisien korelasi = 92,3%, posisi tengah melniliki persainaan regresi y
=
19,3 - 1,5x dengan nilai koefisien korelasi 96,4% dan posisi ujung
memiliki persamaan regresi y
=
7,83 + 0 , 1 2 5 ~dengan nilai koefisien korelasi
75%. Hasil perhitungan analisis keragaman menunjukkan bahwa lama perendainan berpengaruh nyata terhadap nilai kekuatan tekan rmgka pintu bubu. Berdasarkan posisi batang, nilai kekuatan tekan rangka pintu bubu mengalami kenaikan pada tiap posisi batang, kecuali pada posisi ujung. Hasil perhitungan analisis keragaman dapat dilihat pada Lampiran 30. Perbedaan nilai kekuatan pada posisi ujung terhadap posisi batang dan lama perendaman diduga karena ketebalan tiap rangka berbeda, dan kerapatan bahan bambu dari bagian ujung sangat rapat, sehingga ketika dibuat menjadi rangka memiliki ketegangan bahan yang tinggi dan rawan Inengalami kerusakan.
4.3 Aplikasi Bambu Betung pada Bubu 4.3.1 Bilab 43.1.1 Batas Patah Komponen bilah pada bubu berjumlah 45 bilah. Dalam pengaplikasian batas patah bilah bambu pada bubu, maka nilai modulus patah dari contoh uji dikalikan dengan luas penampang bilah pada bagian terlemah (terkecil), yaitu pada bagian pintu bubu dengan ukuran 0,2686 x 0,549 cm2 dan jumlah bilah pada bagian bawah dengan posisi horizontal yaitu 15 bilah.
Tabel 16 Batas patah bilah bubu bagian buku Posisi batang
Pangkal
Tengah
Ujung
Lama perendaman di dalam air mengalir Wi~ggu)
Prediksi batas patah bilah bubu
(kg)
0 2 4 6 0 2
1.116 942 1.005 93 1 1.404 913
4
OA ,2
6 0 2 4 6
887 1.492 912 998 836
.d
Dari Tabel 16 dan 17 terlihat bahwa nilai kekuatan terkecil terdapat pada bagian buku, sehingga data yang digunakan sebagai batas patah bilah bubu adalah pada bagian buku. Batas patah bilah bubu dengan bahan pembuat bubu posisi
+ 76,052 - 7,76x3, untuk bahan pembuat bubu posisi tengah memiliki persamaan regresi y = 1.404 - 476x +
pangkal memiliki persamaan regresi y =1.116
- 207,8x
140,7$ - 12,62x3, dan untuk bahan pembuat bubu posisi ujung memiliki persamaan regresi y = 1.493 - 609,2x + 197,7x2- 19,07x3. Batas patah adalah beban m a k s i i yang diterima sebuah bilah hingga bilah tersebut patah. Gaya yang diterima adalah gaya yang tegak lurus bilah tersebut. Dalam pengaplikasiannya pada bubu, data dari contoh uji bilah dikalikan dengan luas penampang bilah terkecil (terlemah), yaitu 0,2686 x 0,549 cm2 clan dikalikan dengan jumlah bilah yang menerirna gaya, yaitu sepertiga dari jumlah
bilah keseluruhan, sebanyak 15 bilah. Dari perbandingan antara batas patah bilah bubu bagian mas dengan batas patah bilah bubu bagian buku, Nlai kekuatan batas patah bilah bagian buku lebih kecil daripada nilai kekuatan batas patah bilah bagian mas, sehingga yang menjadi batas patah bilah bubu adalah nilai kekuatan batas patah bilah bagian buku.
Tabel 17 Batas patah bilah bubu bagian ruas "--:;i
batang
Lama perendaman di dalam air mengalir (mkwJ)
bahl..h
Prediksi bilah buibu rata-rata
-. Ujung
6 0 2
1.550 1.739 1.384
A
1 <7<
Dan hasil penelitian didapatkan persamaan regresi batas kekuatan patah bilah untuk posisi batang pangkal adalah y = 1.116 - 207,8x posisi tengah adalah y adalah y
=
=
+ 76,05x2- 7,76x3,
1.404 - 476x + 140,7x2 - 12,62x3, dan posisi ujung
1.493 - 609,2x -t 197,7x2 - 19,07x3. Dari ketiga persamaan regresi
tersebut terlihat bahwa bahan bilah posisi ujung m e m i l i Nlai kekuatan batas patah bilah lebih besar d i b a n d i i a n dengan posisi batang yang lain. Berdasarkan keawetan bahan, posisi pangkal memiliki keawetan yang lebih tinggi. Hal ini karena semakin tinggi posisi batang, tingkat penyerapan panas matahari yang menyebabkan kondisi yang ekstrem semakin tinggi, sehingga bahan mengalami kerusakan. 4.3.1.2 Batas Tarik Batas tarik adalah beban maksimum yang diterima sebuah bilah hingga terjadi kerusakan. Gaya yang diterima adalah gaya yang sejajar bilah tersebut. Komponen bilah pada bubu berjumlah 45 bilah. Dalam pengaplikasian batas tarik bilah bambu pada bubu maka nil& kekuatan dari contoh uji dikalikan dengan luas
penampang bilah pada bagian terlemah (terkecil), yaitu pada bagian pintu bubu dengan ukuran 0,2686 x 0,549 crn2 dan jumlah bilah keseluruhan. Dari Tabel 18 dan Tabel 19 terlihat bahwa nilai kekuatan tarik terkecil terdapat pada bagian buku, sehingga data yang digunakan sebagai batas tarik bilah bubu adalah pada bagian buku. Batas tarik bilah untuk bahan bubu dengan posisi pangkal memiliki persamaan regresi y = 1.812 + 128,9x - 69,3x2 + 8,55x3, posisi tengah y = 2.467
+ 91,2x - 63,7x2 + 7,98x3 dan posisi ujung y =2.705 - 47,7x -
l,5x2- 1,13x3. Tabel 18 Batas tarik bilah bubu bagian buku Lama perendaman di dalam air mengalii Posisi batang (minggu)
Tengah
Ujung
Prediksi batas tarik biiah bubu (kg)
2 4
2.458
6 0
2.445 2.705
2
2.594
4
2.418 2.121
6
2.323
Dari perbandingan antara batas tarik bilah bubu bagian rnas dengan batas
tarik bilah bubu bagian buku, nilai kekuatan batas tarik bilah bagian buku lebih kecil dibandmgkan dengan nilai kekuatan batas tarik bilah bagian rnas, sehingga yang menjadi batas tarik bilah bubu adalah nilai kekuatan batas tarik bilah bagian buku. Hal ini dikarenakan batas nilai yang lebih kecil dan lebii cepat msak. Dari h a i l penelitian didapatkan persamaan regresi batas kelcuatan tarik bilah untuk posisi batang pangkal adalah y = 1.812 + 128,9x - 69,3x2 + 8,55x3, posisi tengah y
47,7x
-
=
2.467 + 91,2x
-
63,7x2 + 7,98x3 dan posisi ujung y =2.705 -
1,5x2 - 1,13x3. Dari ketiga persamaan regresi tersebut terlihat bahwa
bahan bilah posisi ujung memilii nilai batas tarik lebih besar dibandingkan dengan posisi batang yang lain, namun keawetannya rendah. Posisi pangkal memiliki tingkat keawetan yang tinggi. Hal ini karena semakin tinggi posisi
batang, tingkat penyerapan panas matahari yang menyebabkan kondisi yang ekstrem semakin tinggi, sehingga bahan mengalami kemsakan.
Tabel 19 Batas tarik biah bubu bagian mas Lama perendaman di dalam air rnengalir Posisi batang (rninggu) I
I
n
Batas tarik bilah bubu (kg)
4.3.2 Batas Beban Apliiasi Bambu Betung pada Bubu 43.2.1 Tekan Bubu Maksimum Dalam pengaplikasian kekuatan bambu betung sebagai bahan pembuat bubu untu,!. posisi pangkal, batas kekuatan tekan bilah lebih tinggi dibandingkan batas kekuatan tekan badan bubu. Oleh karena itu batas kekuatan tekan bubu menggunakan data kekuatan tekan badan bubu. Kekuatan tekan badan bubu memiliki persamaan regresi y
=
10,s
memiliki persarnaan regresi y = 15,7
+ 1,13x dan kekuatan tekan rangka kecil
- 0,50x.
Umur teknis adalah umur ketahanan
suatu alat penangkapan ikan hingga mencapai kemsakan. Batas beban maksirnum yang bisa diterima bubu ketika ditekan tegak lurus bubu sungai dengan perlakuan perlakuan perendaman selama 2 bulan adalah 11,7 kg. Umur teknis ditentukan dari persamaan regresi dengan cara menentukan nilai x ketika nil& y mencapai 0. Perbandiigan antara persamaan regresi pengujian bubu dengan pengujian bilah bambu di atas didapatkan bahwa nilai x pada persamaan kekuatan aplikasi bambu betung untuk bubu lebih kecil dibandingkan dengan persamaan lainnya. Untuk kekuatan tekan pada bilah bambu memilii nilai x sebesar 8,63 artinya urnur teknis bubu sungai dapat mencapai 8,63 minggu.
Lama perendaman (minggu)
Gambar 20 Prediksi nilai kekuatan tekan bubu maksimum dan umur teknis dari bahan konstruksi bambu posisi pangkal. Pada bahan bilah bambu posisi tengah, batas kekuatan tekan bilah lebih tinggi dibandingkan dengan batas kekuatan tekan badan bubu, sehingga batas kekuatan tekan bubu menggunakan data kekuatan tekan badan bubu. Kekuatan tekan badan bubu memiliki persamaan regresi y
=
tekan rangka kecil memiliki persamaan regresi y
18,2
=
+ 0,375~dan kekuatan
19,3 - 1,SOx. Batas beban
maksimum yang bisa diterima bubu ketika ditekan tegak lurus bubu sungai dengan perlakuan perlakuan perendarnan selama 2 bulan adalah 7,3 kg. Perbandingan antara persamaan regresi pengujian bubu dengan pengujian bilah bambu di atas didapatkan bahwa nilai x pada persamaan kekuatan aplikasi barnbu betung untuk bubu lebih kecil dibandigkan dengan persamaan laimya. Untuk kekuatan tekan pada bilah bambu memiliki nilai x sebesar 8,2 artinya umur teknis b-dbu sungai dapat mencapai 8,2 minggu.
I
Lama prendaman (minggu)
I
Gambar 21 Prediksi nilai kekuatan tekan bubu maksimum dan umur teknis dari bahan konstmksi bambu posisi tengah.
Pada bahan bilah bambu posisi ujung, batas kekuatan tekan bilah lebii tinggi daripada batas kekuatan tekan badan bubu, sehingga batas kekuatan tekan bubu menggunakan data kekuatan tekan badan bubu. Kekuatan tekan badan bubu memiliki regresi y
=
19,O - 1,50x dan kekuatan tekan rangka kecil memiliki
regresi y = 7,83 + 0,125~.Batas beban maksimum yang bisa diterima bubu ketika ditekan tegak lurus bubu sungai dengan perlakuan lama perendaman selama 2 bulan adalah 7 kg. Perbandiigan antara persamaan regresi pengujian bubu dengan pengujian bilah bambu di atas didapatkan bahwa nilai x pada persamaan kekuatan aplikasi bambu betung untuk bubu lebii kecil dibandingkan dengan persamaan lainnya. Untuk kekuatan tekan pada bilah bambu memiliki nilai x sebesar 7,5 artinya umur teknis bubu sungai dapat mencapai 7,5 minggu.
I
Lama perendaman (minggu)
I
Gambar 22 Prediksi nilai kekuatan tekan bubu maksimum dan umur teknis dari bahan konstruksi bambu posisi ujung.
Batas tekan bubu maksimum dibedakan menjadi dua, yaitu batas tekan badan bubu dan batas tekan pintu bubu. Hal ini diiarenakan dalam aplikasinya beban yang diterima oleh badan bubu tidak mencapai pintu bubu, begitu juga sebaliknya. Dari perbandingan persamaan batas kekuatan tekan badan bubu dan persamaan batas kekuatan tekan pintu bubu serta umur teknis dari bubu tersebut, posisi pangkal lebii bagus dibandingkan dengan posisi batang lainnya. Hal ini karena tingkat keawetan barnbu pada posisi pangkal lebii besar dibandingkan keawetan pada posisi lainnya Kadar air meningkat yang disebabkan perendaman yang semakin lama menyebabkan kekuatannya berkurang., namun keawetan meningkat. Posisi pangkal memiliki keawetan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian lain, seperti terlihat pada perhitungan diatas. Posisi pangkal lebih
bagus digunakan sebagai bahan konstruksi alat tangkap bubu sungai dibandingkan dengan posisi batang lainnya. 4.3.2.2 Tarik Bubu Maksimum
Pengaplikasian kekuatan tarik bambu betung sebagai bahan pembuat bubu setiap posisi batang, batas kekuatan tarik bilah lebii tinggi dibandingkan dengan batas kekuatan tarik mulut bubu dan pintu bubu. Oleh karena itu batas kekuatan tarik bubu menggunakan data kekuatan tarik mulut bubu dibandingkan dengan kekuatan tarik pintu bubu. Pada posisi pangkal bambu sebagai bahan konstruksi bubu, perhitungan batasan nilai tarik bubu dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi nilai kekuatan tarik pintu bubu, yaitu y = 53,O + 2,50x. Batas beban maksimum yang bisa diterima bubu ketika ditarik sejajar bubu sungai pada rangka mulut dan rangka pintu bubu dengan perlakuan perlakuan perendaman selama 2 bulan adalah 61 kg. Umur teknis dari kekuatan tarik bubu dengan posisi pangkal sebagai bahan
konstruksi bubu tidak bisa ditentukan karena semakin lama perendaman kekuatanaya semakin bertambah. Hal ini diduga kekuatan bubu dipengaruhi kekuatan ikatan, yang semakin lama semakin kuat karena berada di dalam air. Pada posisi tengah bambu sebagai bahan konstruksi bubu, digunakan persamaan regresi nilai kekuatan tarik pintu bubu digunakan untuk menentukan batasan nilai tarik bubu, yaitu y = 54,5
+ 2,38x. Batas beban maksirnum yang bisa
diterima bubu ketika ditarik sejajar bubu sungai pada rangka mulut dan rangka pintu bubu dengan perlakuan perendaman selama 2 bulan adalah 73,24 kg. Umur
teknis dari kekuatan tarik bubu dengan posisi tengah sebagai bahan konstruksi bubu tidak bisa ditentukan karena semakin lama perendaman maka kekuatan semakin bertambah. Hal ini diduga kekuatan bubu dipengaruhi kekuatan ikatan, yang semakin lama semakin kuat karena berada di dalam air. Pada posisi ujung bambu sebagai bahan konstruksi bubu, digunakan persamaan regresi nilai kekuatan tarik pintu bubu untuk menentukan batasan nil& tarik bubu, yaitu y
=
53,7 + 0,75x. Batas beban m a k s i i yang bisa diterima
bubu ketika ditarik sejajar bubu sungai pada rangka mulut dan rangka pintu bubu dengan perlakuan perendaman selama 2 bulan adalah 59,7 kg. Umur teknis dari kekuatan tarik bubu dengan posisi ujung sebagai bahan konstruksi bubu tidak bisa
ditentukan karena semakin lama perendaman maka kekuatannya semakin bertambah. Hal ini diduga kekuatan bubu dipengardi kekuatan ikatan, yang semakin lama semakin kuat karena berada di dalam air. Kekuatan tarik bubu maksimum adalah batas beban maksirnum sebelum tejadi kerusakan sejajar bubu. Batas tarik bubu maksimtun dibedakan menjadi dua, yaitu batas tarik mulut bubu dan batas tarik pintu bubu, karena dalarn pengaplikasian bubu, batas beban antara kedua bagian tersebut berbeda. Posisi bubu yang memiliki batas lebih kecil menjadi batas tarik bubu maksirnum. Dari perbandiigan antara persamaan batas kekuatan tarik mulut bubu dan persamaan batas kekuatan tarik pintu bubu, didapatkan bahwa persamaan batas tarik kekuatan pintu bubu lebii kecil, sehingga digunakan sebagai batas tarik bubu maksimum. Dari perbandingan batas kekuatan tarik bubu maksimum berdasarkan posisi batang, posisi tengah lebih bagus dibandingkan dengan posisi batang lainnya. Hal ini diduga karena kekuatan tarik dipengaruhi lebih besar oleh kekuatan ikatan dimana ikatan menjadi lebih bagus terhadap lama perendaman dalam air mengalir. Namun posisi batang tidak berpengaruh terhadap batas tarik bubu maksimurn.
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
1) Hasil uji sifat mekanis bilah dan bubu didapatkan bahwa: a) Btrbo dengan bahan konstnlksi dari posisi pangkal bambtr betting dengan perlakoan lama perendaman selama 2 buIan memiliki nilai batas tarik sejajar bubu sungai maksimum yaitu 61 kg dan batas tekan inaksimum tegak lunls bubu sungai yaitu 11,7 kg. Umur telcnis b ~ ~ badalah u 8,63 minggu, b) Bubu dengan bahan konsbuksi clan posisi ten& bambu betung dengan perlakuan lama perendaman selama 2 bulan memiliki nilai batas tank sejajar bubn sumgai maksimum yaitu 73,3 kg dan batas tekan tegak lums bubu sungai maksimum yaitu 7,3 kg. Umur teknis bubu addah 8,2 minggu,
c) Bubu dengan bahan konstnksi dari posisi ujnug bambu betting dengan perlaknan lama perendaman selama 2 bulan memiliki nilai batas tarik sejajar bubu sungai maksimum yaitu 59,7kg dan batas tekan tegak lurus bubu sungai maksimum yaitu 7 kg. Umur teknis bubu adalah 7,5 minggn.
2) Posisi batang bambu betong yang lebih baik digunakan sebagai bahan alat penangkap ikan addah dari posisi pangkaI, 3) Lama perendaman dalam air mengalir selama 2 bulan mempengaruhi kekuatan teknis bambu, 4) Bagan batang - pangkal, tengah atau ujtmg - mempengaruhi kekuatan teknis bambu.
5.2 Saran 1) Posisi batang yang digunakan sebagai ballan pembentuk komponen rangka bubu sebaiknya addah posisi pangkal, kareua rangka bubu rawan meugdami kernsakan,
2) Dalam penanganan contoh uji, setelah perendaman sebaiknya tidak dilakukan penjemulran agar nilai kadar air dan kekuatamya tidak berubah seperti ketika diangkat dari air, 3) Perlunya penelitian lanjutm tentang uji kekuatan dan kelenturan bambtr dengan perlakum lama perendaman bambu dengan waktu perendamau yang Iebih lama, dan 4) Perhrnya penelitian tentang uji bahan pengikat bahan tali untuk mendapatkan nilai kekuatan
dan keawetan daiam suatu perairan.
DAFTAR PUSTAKA Dransfield S. and EA Widjaja. 1995. Bamboos Plant Resources of South-East Asia. 7. Leiden: Backleys Publisher. Page 85 - 87. Dikutip dari PPHH. 2000. Hiipunan Sari Hasil Penelitian Rotan dan Bambu. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. 58 hal. Fadli MT. 2006. Sifat Fisis dan Mekanis Barnbu Lapis dari Bambu Andong (Gigantochloa verticillata (willd) Munro) [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 55 hal. Haygreen JG and Bowyer. 1982. Forest Product and Wood Science, an Introduction. Iowa State University Press. Dikutip dari Saptiono H. 2005. Uji Kekuatan dan Kelenturan Bambu Apus (Gigantochloa apus) Menggunakan Rendaman Aii sebagai Bahan Pembuatan Joran [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Surnberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 76 hal. Janssen JJ. 1981. Bamboo in Building Structures. Dissertatie Drikkerij Wiboo, Helmond. Netherlands : Eindhoven University of Technology. Dikutip dari Sulistijo HDK. 1988. Pengaruh Pengawetan Secara Rendaman dengan Bahan Pengawet Wolmanit CB terhadap Keteguhan Mekanik Bambu Andong (Gigantochloa verticillata Munro) dan Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) [Skripsi]. Bogor: Jumsan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. 84 hal. Klust G. 1973. Netting material for fishing gear. Food Agriculture Organization of the United Nation by Fishing News (Books) Ltd. 23 Rosemore Avenue, West Byfleet. Eng1and:Surrey. hal: 6-25 Mardiianto TR. 1979. Sifat-Sifat Mekanis Kayu. Ringkasan Kuliah Dasar-Dasar Teknologi Kayu. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Hal: 5-8 Mawardi MI. 2001. Pengaruh Penggunaan Jenis Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Karang pada Alat Tangkap Bubu di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 63 hal. Morisco. 2005. Bahan Kuliah Teknologi Bambu. Yogyakarta: Program Magister Teknologi Bahan Bangunan, Universitas Gadjah Mada. 100 hal.
Priyatna H. 1984. Pengamh Pemberian Bahan Pengawet Wolmanit CB dan Borax Ekuivalen pada Banbu Andong (Gigantochloa verticillata Munro) dan Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) terhadap Serangan Rayap Kayu Kering Ciyptotermes Light [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 53 hal. Dikutip dari Sulistijo HDK. 1988. Pengamh Pengawetan Secara Rendaman dengan Bahan Pengawet Wolmanit CB terhadap Keteguhan Mekanik Barnbu Andong (Gigantochloa verficillata Munro) dan Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. 84 hal. [PPHHJ 2000. Hiipunan Sari Hasil Penelitian Rotan dan Bambu. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. 58 hal. Rahayu E dan Nur Berliana VA. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta. Dikufp daTi Widianto H. 2006. Kualitas Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Anyaman Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult F ) Backer ex Heyne) [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 42 hal. Saptiono H. 2005. Uji Kekuatan dan Kelenturan Bambu Apus (Gigantochloa apus) Menggunakan Rendaman Air sebagai Bahan Pembuatan Joran [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Surnberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 76 hal. Sharma SN and MI,Mehra. 1970. Variation of Specific Gravity and Tangential Shrinkage in the Wall Thickness of Bamboo (Dendrocalamus strictus) and its Possible Intluence on the Trend of the Shrinkage Moisture Content Characteristic. Forest Research Institute. Dehra Dun. Dikutip dari Lnkman IS. 1984. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Contoh Kecil Bebas Cacat Beberapa Bambu [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan. 120 hal. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Subani W dan Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 50 Tahun 198811989. Edisi Khusus. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 248 hal. Sulistijo HDK. 1988. Pengaruh Pengawetan Secara Rendaman dengan Bahan Pengawet Wolmanit CB terhadap Keteguhan Mekanik Bambu Andong (Gigantochloa verticillata Munro) dan Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. 84 hal.
Sunardi 1976. Sifat-Sifat Fisika Kayu. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada. Dikutip dari Lukrnan IS. 1984. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Contoh Kecil Bebas Cacat Beberapa Bambu [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. 120 hal. Sulthoni A. 1989. Bamboos Physical Properties, Testing Methods and Means of Preservation. Dalam. Proceedings a Workshop on Design and Manufacture of Bamboo and Rataan Furniture in Jakarta - Indonesia, (Chapter 3). Asia pacific Forest Industries Development Group. Dikutip dari Yuliati L. 2005. Kekuatan Lentur dan Belah Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) untuk Materi Pelataran Bagan Apung [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sya£ii LI. 1984. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Contoh Kecil Bebas Cacat Beberapa Bambu [Skripsi]. Bogor: Jumsan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. 120 hal. Tamolang FN FR Lopez JA Semana RF Casin and ZB Espiloy. 1980. Properties and Utilization of Philippine Erect Bamboos. In G Lessard and A Chuuinard (Eds)., Bamboo Research in Asia, Proceeding of Workshop Held in Singapore, International Development Research Center, Ottawa. Dikutip dari Yuliati L. 2005. Kekuatan Lentur dan Belah Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) untuk Materi Pelataran Bagan Apung [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. von Brandt A. 2005. Fish Catching Methods of the World. Fourt!! Australia: Blackwell Publishing. Page 215 - 251.
edition.
Wangard F.F. 1950. The Mechanical Properties of Wood. New York: John Willey and Sons, Inc. Dikutip dari Lukman IS. 1984. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Contoh Kecil Bebas Cacat Beberapa Bambu [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi I-Iasil Hutan, Fakultas Kehutanan. lnstitut Pertanian Bogor. 120 hal. Widianto H. 2006. Kualitas Papan Komposit dari L i b a h Kayu dan Anyaman Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult F) Backer ex Heyne) [Skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 42 hal.
Yap KHF. 1967. Bambu sebagai Bahan Bangunan. Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan. Departemen Pekejaan Umum. Bandung: Direktorat Jendral Cipta Karya. Dikutip dari Sulistijo HDK. 1988. Pengaruh Pengawetan Secara Rendaman dengan Bahan Pengawet Wolmanit CB terhadap Keteguhan Mekanik Bambu Andong (Gigantochloa verticillata Munro) dan Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. 84 hal. Yuliati L. 2005. Kekuatan Lentur dan Belah Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) untuk Materi Pelataran Bagan Apung [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 134 hal.
nan, Depar Kebutanan
Lokasi perendaman di sung:aiCiapus, desa Cangkurawok
Lokasi pengambilan batang bambu di depan Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kebutanan
Lampiran 2 Alat dm Bahan
Alat uji mekanis r~niversaltesting ittflcltiriemerk Shimadzu model UH-100 A, kapasitas 30 ton.
(a) (b) Alat pemotong contoh uji : (a) Gergaji pita ; (b) Gergaji statis
Desikator
Oven
57
Lilin
Timbangan digital
Penggaris
Statis
Jangka sorong
Deflektometer
Lampiran 3 Tabel jenis pengujim d m jurnlah contoh uji
Keterangan
:
P = Pangkal T = Tengah U = Ujung R = Ruas B = Buku
Lampiran 4 bentulc dan ukuran bubu sungai
Rangka bubu Mulut bubu Badan bubu
Pintu bubu
Ic
Lampiran 5 Bentuk contoh uji
(a)
(b) Contoh uji bilah: (a) uji tarik; (b) uji lentur
Contoh uji bubu
Lampiran 6 Pengujian contoh uji
Pengujian bilah kekuatau tank
Pengujiau bilab kekakuau
Pengujian bubu : (a) Uji tarik mulut bubu; (b) Uji tarik piutu bubu; (c) Uji tekan badan bubu; (d) Uji tekan piutu bubu
Lampiran 7 Kadar air (%) contoh uji bambu
Ujung
Rata-rata
1 2 3 4 5
16,29% 16,46% 18.88% 15,79% 15.03% 16.49%
30,19% 3158% 3138% 2350% 21,16% 27,60%
10.44% 14,68% 14,52% 1464% 14,14% 13,68%
14,48% 14,06% 15,33% 15.74% 14,92% 14,91%
Lampiran 8 Hasil uji keragaman kadar air contoh uji bilah bambu Two-way ANOVA: kadar air versus lama perendaman, posisi batang Source Lama ~ e r e n d a m a n Posisi Batang Interaction Error Total
Waktu Rendam 0 2 4 6
OF 3 2 6 48 59
SS 0.219198 0.026158 0.011433 0.105768 0.362557
P 0.000 0.005 0.528
33.16 5.94 0.86
Individual 95% CIS For Mean Based on Pooled StDev Mean 0.182503 0.301528 0.142477 0.173727
+---------+---------+---------+----------I---*---) (---+---
1
I---*---) (---*--1 +---------+---------+---------+-----------
0.120
Posisi Batang 1 2 3
F
MS 0.0730659 0.0130789 0.0019055 0.0022035
0.180
0.240
0.300
Individual 95% CIS For Mean Based on Pooled StDev Mean 0.229267 0.189208 0.181701
------+---------+---------+---------+--(--------*-------
(--------*-------I I--------*-------)
I
------+---------+---------+---------+---
0.175
0.200
0.225
0.250
Lampiran 9 Berat jenis contoh uji bambu Bagian batang
Pangkal
Ulangan 1 2 3
Perlakuan lama perendaman bambu di dalam air mengalir 0 minggu ( 2 minggu 4 rnhg-gu 6-mjnng~ 0,6338 0,7960 0,6834 0,6818 0,7208 0,7533 0,6983 0,7748 0,6599 0,8126 0,7221 0,7705
I
1
Lampiran 10 Hasil uji keragaman berat jenis contoh uji bambu Two-way ANOVA: Berat Jenis versus Lama perendaman, Posisi Batang Source Lama perendaman P o s i s i Batang Interaction Error Total
Waktu Rendam 0
2 4 6
DF 3 2 6 48 59
SS 0.195821 0.001813 0.024309 0.255138 0.477080
1 2
3
F 12.28 0.17 0.76
P 0.000 0.844 0.603
I n d i v i d u a l 95% CIS F o r Mean Based on P o o l e d StDev M~~~ 0.854952 0.719914 0.711813 0.775129
--------+---------+---------+---------+(-----+ (-----*----(------r--_-_
------)
) )
(---..-*----) --------+---------+---------+--------+-
0.720
Posisi Batang
MS 0.0652736 0.0009063 0.0040515 0.0053154
0.780
0.840
0.900
I n d i v i d u a l 95% CIS F o r Mean Based on P o o l e d StDev M~~~ 0.757865 0.767781 0.770710
-------+---------+---------+---------+-(---------------*--------------(---------------*--------------(---------------*----------------
-------+---------+---------+---------+-0.740 0.760 0.780
)
1 )
0.800
Lampiran 11 Nilai kekakuan bahan contoh uji bilah bambu bagian buku
Lampiran 12 Perhitungan dan perbandingan regresi kekakuan bilah bambu bagian buku
I Pangkal Buku MOE Linear -
I
Pangkal Buku MM Exponensial
I
Gambar regresi kekakuan dari posisi paugkal bagian buku
Tengah Buku MOELinear
E-
arn lmXI
0
b m a Pemnblman
,
2
3 -ma
Tengah Buku M
1
5
6
7
~omndlmm
E Polynomial
Gambar regresi kekakuan bahan dari posisi tengah bagian buku
68
Lampiran 12 (lanjutan) Ujung MOE Buku Linear
1
Ujung MOE Buku Eksponensial
-4-.
2
3
4
5
6
1
urn. Perrndlmrn
Lama Perrndnm."
.
Ujung MOE Buku Polynomial
Gambar regresi kekakuan bahan dari posisi ujung bagian buku
Dari gambar terlihat bahwa persamaan regresi yang memiliki koefisien korelasi tertinggi adalah bagian polynomial, sehingga persamaan yang digunakan dan untuk pengujian-pengujian bilah yang lainnya adalah persamaan polynomial dengan derajat tiga.
Lampiran 13 Nilai kekakuan bahan contoh uji bilah barnbu bagian ruas
Lampiran 14 Perhitungan regresi kekakuan biiah bambu bagian ruas
I
I /-
Tengah MOE Ruas
P a n g k a l m Ruas
/
, - 'Y I
0
.
2
2
4
I
.
I
)
b m r Pemnd."""
Gambar persamaan regresi kekakuan bahan bagian mas
1
Lampiran 15 Hasil uji keragaman kekakuan bahan contoh uji bilah bambu ANOVA: MOE versus Lama perendamanan, Posisi Batang, Bagian Factor Type Levels Values Lama perendamanan fixed 4 0, 2, 4, 6 Posisi Batang fixed 3 Pangkal, Tengah, Ujung Bagian fixed 2 Buku, Ruas Analysis of Variance for MOE Source DF Lama perendamanan 3 Posisi Batang 2 Bagian 1 Lama perendamanan*Posisi Batang 6 Lama perendamanan*Bagian 3 Posisi BatangtBagian 2 Lama perendamanan*Posisi Batang*Bagian 6 Error 336 Total 359 Source Lama perendamanan Posisi Batang Bagian Lama perendamanan*Posisi Batang Lama perendamanan*Bagian Posisi Batang*Bagian Lama perendamanan*Posisi Batang*Bagian Error Total
P 0.000 0.001 0.000 0.406 0.014 0.000 0.011
Lampiran 17 Perhitungan regresi modulus patah bilah bambu bagian buku
1I
PangkalMOR Buku
1
Tengah MOR Buku
0
0
1
2
3
4
5
6
7
Llma Penndamm
0
1
2
3
4
Llm. P . ~ n d r m m
Ujung MOR Buku
Gambar persamaan regresi modulus patah bagian buku
5
6
7
Lampiran 18 Nilai modulus patah contoh uji bilah hambu bagian ruas
Lampiran 19 Perhitungan regresi modulus patah bilah bambu bagian ruas
PangkalMOR Ruas
0
1
2
3
I
I
Tengah MOR Ruas
,
Lama Pmnndrman
-
I
Ujung MOR Ruas
I
11 Lama Pemndamam
Gambar persamaan regresi modulus patah bagian ruas
Lampiran 20 Hasil uji keragaman modulus patah contoh uji bilah bambu
ANOVA: MOR versus Lama perendamanan, Posisi Batang, Bagian Factor Lama perendamanan Posisi Batang Bagian
Type fixed fixed fixed
Levels 4 3
2
Values 0,
2,
4,
6
Pangkal, Tengah, Ujung Buku, Ruas
Analysis of Variance for MOR Source Lama perendamanan Posisi Batang Bagian Lama perendamanan*Posisi Batanq Lama perendamanan*Bagian Posisi Batanq*Baqian . . Lama perendamanan*Posisi Error Total
DF 3 2 1
6
SS
MS
1844328 99591 4885358 157885
614776 49796 4885358 26314
F 53.83 4.36 427.78 2.30
P 0.000 0.014 0.000 0.034
Lampiran 21 Nilai kekuatan tarik contoh uji bilah bagian buku
I
Bagian batang
I I I Ulangan I
Pangkal
1 2 3 4
Rata-rata -
5
Perlakuan lama perendarnan bambu di dalam air I mengalir -0 minggu 2 minggu 4 minggu 6 minggu
472 459 383 773 .-485
414 420 359
429 412 366
451-1
478
488
587
448 383 354 44 5 . .504
371 392 403 380 349 347 4 fi33 444 437 384 --... --5 734 497 441 568 413 Rata-rata 635 401 427 1 452 41 5 917 369 2 402 440 610 341 3 451 398 488 413 Ujung 657 374 Mfi 3fill 4 Tengah
2 3
528 653
Lampiran 22 Perhitungan regresi kekuatan tarik bilah bambu bagian buku
rL
1Pman-~gk
Tengah Tatik Buku
Lnmr Penndnm."
,Am* Penndam."
Ujung Talik Buku
Gambar persamaan regresi kekuatan tarik bagian buku
I
J
Larnpiran 24 Perhitungan regresi kekuatan tarik bilah bambu bagian mas
0
i 0
1
2
3
La""
-.
d
5
5
Lam. Pemodsm."
P.nn&m.n
I
I -
Ujung T a b Ruas
Gambar persamaan regresi kekuatan tarik bagian ruas
--
Larnpiran 25 Hasil uji keragaman kekuatan tarik contoh uji bilah barnbu ANOVA: Tarik versus Lama perendamanan, Posisi Batang, Bagian Factor Lama perendamanan Posisi Batang Bagian
Type fixed fixed fixed
Levels 4 3 2
Values 0,
2,
4,
6
Pangkal, Tengah, Uj~lng Buku, Ruas
Analysis of Variance for Tarik Source Lama perendamanan Posisi Batang Bagian Lama perendamanan*Posisi Batanq Lama perendamanan*Bagian Posisi Batang*Bagian Lama perendamanan*Posisi Error Total
DF 3 2
SS
127261 459655 1 15025828 6 166101
MS 42420 229827 15025828 27684
F 1.21 6.56 428.72 0.79
P 0.306 0.002 0.000 0.578
Lampiran 26 Kerusakan contoh ~ ~ bubu ji
,--7
~ e r u s & a nbubu saat pengujiau: (a) Uji tarik mulut bubu; (b) Uji tarik pintu bubu; (c) Uji tekan badan bubu; (d) Uji tekan pintu bubu
(4
(dl Kerusakan bubu setelah diberi perlakuan perendaman di air mengalir
Lampiran 27 Hasil uji keragaman kekuatan tank muiut bubu Two-way ANOVA: Tarik mulut bubu versus Lama Perendarnan, Posisi Source Lama Perendaman Posisi Error Total
Lama Perendaman 0 4 8
DP 2 2 4 8
SS
MS
5670.89 86.22 161.78 5918.89
2835.44 43.11 40.44
F
P 0.001 0.426
70.11 1.07
I n d i v i d u a l 95% C I S For Mean Based on Pooled StDev M~~~ 55.333 67.667 113.667
-------+---------+---------+---------+-(----
* ----) (----
* ----) (----
-------+---------+---------+--------+--
GO
80
* ---- )
100
120
I n d i v i d u a l 9 5 % C I S For Mean Based on Pooled StDev Posisi Pangkal Tengah Ujung
M~~~ 80.0000 82.0000 74.6667
--------+---------+---------+---------+-
I
(-------------t--------------
(-------------*--------------
(--------------*--------------------+---------+---------+---------+-
70.0
77.0
)
)
84.0
91.0
Lampiran 28 Hasil uji keragaman kekuatan tarik pintu bubu Two-way ANOVA: Tarik pintu bubu versus Lama Perendaman, Posisi Source Lama Perendaman Posisi Error Total
Lama Perendaman 0 4 8
DF 2 2 4 8
SS 357.556 94.889 131.111 583.556
MS 178.778 47.444 32.778
F 5.45 1.45
P 0.072 0.337
I n d i v i d u a l 95% CIS F o r Mean B a s e d o n Pooled StDev Hean 52.6667 63.3333 67.6667
-------+---------+---------+---------+--
1
(---------*--------
(--------*--------(---------*--------
)
1
-------*---------+---------+--------+-50 60 70
80
I n d i v i d u a l 95% CIS F o r Mean Based o n P o o l e d StDev Posisi Panqkal Tengah "jung
&an 63.0000 64.0000 56.6667
--+---------+---------+--------+--------(------------*------------
)
(------------*------------(------------*------------
)
)
--+---------+---------+--------+---------
49.0
56.0
63.0
70.0
Lampiran 29 Hasil uji keragaman kekuatan tekan badan bubu Two-way ANOVA: tekan badan bubu versus Lama Perendaman, Posisi Source OF SS Lama Perendaman 2 8.000 Posisi Error Total 8 216.000
Lama Perendaman 0 4
8
MS 4.0000
F 0.11
P 0.894
Individual 95% CIS For Mean Based on Pooled StDev M~~~ 15.3333 17.3333 15.3333
+---------+---------+---------+---------
I---------------*--------------
1
I---------------*---------------
)
(---------------*--------------
)
+---------+---------+--------f-----------
6.0
12.0
18.0
24.0
Individual 95% CIS For Mean Based on Pooled StDev Posisi Hean -----+---------+---------+---------+---Pangkal 15.3333 I-------------*-----------Tengab 19.6667 (------------*------------"jung 13.0000 (-------------*-----------)
)
I
-----+---------+---------+---------+----
7.0
14.0
21.0
28.0
Lampiran 30 Hasil uji keragaman kekuatan tekan pintu bubu
Two-way ANOVA: tekan pintu bubu versus Lama Perendaman, Posisi Source Lama Perendaman Posisi Error Total
Lama Perendaman 0 4 8
DF 2 2 4 8
SS 40.222 53.556 43.778 137.556
MS
F
20.1111 26.7778 10.3444
1.84 2.45
P 0.272 0.202
Individual 95% CIS For Mean Based on Pooled StDev Hean 14.6667 11.0000 9.6667
I-------------*-----------(-------------*------------
I
I
(------------*------------
)
---------+---------+---------+---------+
8.0
12.0
16.0
20.0
Individual 955 CIS For Mean Based on Pooled StDev Posisi Pangkal Tengah Ujung
M~~~ 13.6667 13.3333 8.3333
--+---------+---------+---------+-------
I------------*------------
)
(------------*------------(------------*------------
)
I
4.0
8.0
12.0
16.0