1 STUDI PENGARUH KEKUATAN DAN KEKAKUAN DINDING BATA PADA BANGUNAN BERTINGKAT Nama NRP Jurusan Dosen Pembimbing
: Redha Sadhu Leksono : 3107 100 117 : Teknik Sipil FTSP ITS : Data Iranata ST., MT., Ph.D. Ir. Heppy Kristijanto, M.S.
ABSTRAK Dalam mendesain suatu struktur seperti portal, para perencana umumnya tidak memperhitungkan komponen dinding pengisi seperti batu bata sebagai komponen struktural (dianggap sebagai komponen non struktural). Keberadaannya dalam perencanaan sering diasumsikan sebagai beban terbagi rata. Pada kenyataannya, dinding pengisi tersusun atas batu bata dengan mortar yang memiliki kekuatan dan kekakuan tertentu. Dinding pengisi, batu bata, ini juga memilki kecenderungan untuk berinteraksi bersama portal yang ditempatinya, terutama bila terkena gaya lateral (akibat gempa) yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kasus gedung yang terkena gempa, dinding bata mengalami keretakan dengan pola tertentu. Ini menunjukan bahwa terjadi interaksi antara portal dan dinding pengisi. Dalam studi ini akan dianalisa sampai pada tingkat berapakah kekuatan dan kekakuan di nding bata berpengaruh cukup signifikan terhadap suatu struktur gedung bertingkat. Dinding bata dianggap sebagai bracing tekan dan akan dimodelkan dengan batang diagonal yang setara dinding (bata penuh), setengah dinding, lalu akan dibandingkan dengan dinding bata yang dianggap sebagai beban mati terbagi rata (open frame). Banyaknya tingkat gedung yang akan dianalisa juga bervariasi dari 2 tingkat, 3 tingkat, 4 tingkat, 6 tingkat, 8 tingkat, dan 10 tingkat, juga zona gempa yang akan ditinjau adalah zona gempa 4 dan 6. Untuk menganalisa perilaku dinding pengisi, batu bata, terhadap struktur portal gedung bertingkat ini akan digunakan metode Analisa Statik Non-Linier (Pushover) dengan program bantu SAP 2000. Hasil studi ini menunjukkan bahwa struktur open frame memiliki perilaku struktur yang lebih baik daripada struktur dengan bracing tekan, baik pada bangunan gedung tingkat rendah maupun bangunan gedung tingkat tinggi. Hal ini ditunjukkan pada nilai target perpindahan saat performance point, s truktur open frame memiliki nilai yang lebih besar. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa dinding bata dapat mengganggu kinerja struktur utama untuk berdeformasi secara maksimal. Semakin tinggi tingkat lantai suatu gedung, maka tingkat pengaruh kekuatan dan kekakuan dinding bata semakin besar terhadap kinerja struktur utama. Oleh karena hal tersebut, maka pada bangunan gedung bertingkat rendah maupun bangunan gedung bertingkat tinggi harus
memperhatikan kekuatan dan kekakuan dinding bata dalam desain perencanaannya. Kata Kunci : dinding pengisi (batu bata), komponen non struktural, Analisa Statik Non-Linier (Pushover), gedung bertingkat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara geografis, Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng utama dunia. Pertemuan lempeng lempeng ini mengakibatkan aktifitas gunung api dan gempa bumi dengan intensitas yang cukup tinggi. Gempa bumi dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan bahkan keruntuhan pada bangunan. Kerusakan terbanyak akibat gempa di Indonesia terjadi pada bangunan sederhana, mengingat bangunan sipil yang ada di Indonesia sebagian besar adalah bangunan bertingkat rendah seperti rumah sederhana 1 tingkat dan 2 tingkat. Rumah sederhana di Indonesia pada umumnya dibangun tanpa bantuan seorang ahli bangunan dan struktur, sehingga rumah tersebut tidak memiliki kinerja yang memadai dalam menahan beban gempa atau disebut non engineering building. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk bangunan bertingkat tinggi pula. Dari segi struktur, bangunan bertingkat rendah atau non engineering building umumnya terdiri dari kolom praktis, balok, dan dinding bata. Namun, fungsi dinding bata hanya sebagai komponen non struktural (SNI 03-2847 2002) yang mengakibatkan pengaruh kekuatan dan kekakuan dinding bata sering tidak diperhitungkan dalam perencanaan suatu bangunan, sama halnya pa da bangunan bertingkat tinggi yang umumnya terdiri dari kolom utama, kolom praktis, balok induk, balok anak, serta dinding bata. Pada bangunan bertingkat rendah, dimensi balok dan kolom yang tidak begitu besar. Ini mengakibatkan selisih kekuatan dan kekakuan portal tidak berbeda jauh dengan dinding bata. Sehingga kekuatan dan kekakuan dinding bata memiliki pengaruh yang cukup signifikan pada kinerja bangunan bertingkat rendah. Berbeda dengan bangunan bertingkat tinggi yang memiliki dimensi balok dan kolom yang besar, sehingga pengaruh kekuatan dan kekakuan dinding bata tidak begitu signifikan terhadap kinerja struktur bangunan bertingkat tinggi. Meskipun telah dipahami oleh banyak orang bahwa perilaku suatu rangka dengan dinding akan sangat berbeda kalau digoncang gempa dibandingkan dengan perilaku rangka saja (Boen, 2007), kekuatan dinding bata masih saja diabaikan. Hal ini dikarenakan masih belum ada peraturan yang mengatur tentang hal ini. Namun perilaku portal dengan dinding bata terhadap pembebanan lateral telah lama diselidiki. Dari
2 beberapa penelitian yang ada, pemodelan dinding bata sebagai bracing tekan dinilai paling sederhana. Untuk lebih mudah menganalisa perilaku non l iniernya, beberapa peneliti mengusulkan penggunaan Analisa Beban Dorong Statik (static pushover analysis). Karena beberapa program komputer seperti SAP 2000 telah mempunyai kemampuan untuk melakukan analisa static pushover tersebut. (Lumantara B. : 2008). Dari latar belakang tersebut, tugas akhir ini akan menganalisa sampai pada tingkat berapakah pengaruh kekakuan dan kekuatan dinding bata cukup signifikan pada bangunan bertingkat. Akan dianalisa pula perbedaan perilaku dinding bata sebagai beban mati tebagi rata dan sebagai komponen strukural yang ikut menerima beban bersama portal. Studi dilakukan dengan mengasumsikan bangunan terletak pada zona gempa 4 da n 6, da n juga dengan beberapa variasi tingkat bangunan, mulai dari 2 t ingkat, 3 t ingkat, 4 tingkat, 6 t ingkat, 8 t ingkat, dan 10 tingkat. Software bantu analisis menggunakan SAP2000. 1.2. Perumusan Masalah 1. Bagaimana perbedaan perilaku bangunan yang memperhatikan dinding bata sebagai beban mati terbagi rata dan dinding bata sebagai salah satu komponen struktural? 2. Berapa besar pengaruh kekuatan dan k ekakuan dinding bata pada bangunan bertingkat, mulai dari bangunan bertingkat rendah (≤ 4 tingkat), bangunan bertingkat sedang (5 sampai dengan 8 tingkat), dan bangunan bertingkat tinggi (> 8 tingkat)? 3. Sampai pada tingkat berapakah dinding bata berpengaruh cukup signifikan pada bangunan? (dinding bata diperhitungkan sebagai salah satu komponen struktural) 1.3. Tujuan 1. Mengetahui perbedaan perilaku bangunan yang memperhatikan dinding bata sebagai beban mati terbagi rata dan dinding bata sebagai salah satu komponen struktural. 2. Mengetahui berapakah besar pengaruh kekuatan dan kekakuan dinding bata pada bangunan bertingkat, mulai dari bangunan bertingkat rendah (≤ 4 tingkat), bangunan bertingkat sedang (5 sampai dengan 8 tingkat), dan bangunan bertingkat tinggi (> 8 tingkat). 3. Mengetahui sampai pada tingkat berapa dinding bata berpengaruh cukup signifikan pada bangunan jika dinding bata diperhitungkan sebagai salah satu komponen struktural. 1.4. Batasan Masalah 1. Untuk desain elemen – elemen struktur digunakan peraturan perencanaan SNI 03-28472002.
2.
Untuk desain pembebanan gempa menggunakan SNI 1726-2002. 3. Peraturan yang dipakai untuk penentuan tingkatan kinerja gedung memakai Federal Emergency Management Agency (FEMA273/356/440). 4. Analisa perilaku non – liniernya menggunakan Analisa Beban Dorong Statik (Static Pushover Analysis), dengan program bantu SAP 2000. 5. Menggunakan dinding bata standart dengan dimensi 230 x 110 x 50 mm menurut Standar Bata Merah di Indonesia yaitu Y.D.N.I. (Yayasan Dana Normalisasi Indonesia) nomor NI-10. 6. Tingkat bangunan bervariasi mulai dari 2 tingkat, 3 tingkat, 4 t ingkat, 6 t ingkat, 8 t ingkat, dan 10 tingkat. 7. Bangunan terletak pada zona gempa 4 dan 6 dan berada di jenis tanah sedang. 8. Dinding bata diasumsikan sebagai bracing tekan setara setengah tinggi portal dan setara tinggi portal. 9. Dinding bata menggunakan pasangan setengah bata. 10. Luas bangunan 24 m x 24 m, tinggi tiap lantai 3,5 m. 1.5. Manfaat 1. Untuk mengetahui bagaimana perilaku dinding bata pada struktur bangunan bertingkat. 2. Dapat digunakan sebagai referensi dalam merencanakan bangunan gedung bertingkat rendah maupun gedung bertingkat tinggi dengan dinding bata yang tahan terhadap gempa. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Tahan gempa Berdasarkan SNI – 03 - 1726 – 2002, didapatkan pengertian bangunan tahan gempa sebagai berikut: 1. Bila terjadi Gempa Ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non struktural (dinding retak, genting dan langit-langit jatuh, kaca pecah, dsb) maupun pada komponen strukturalnya (kolom dan balok retak, pondasi amblas, dsb). 2. Bila terjadi Gempa Sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non strukturalnya akan tetapi komponen struktural tidak boleh rusak. 3. Bila terjadi Gempa Besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa penghuni bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk keluar/mengungsi ketempat aman.
3 Stretcher bond : tan θ =
2.2. Komponen Bangunan Bangunan adalah suatu struktur yang memiliki sebuah atap dan dinding dan berdiri lebih atau kurang secara permanen di satu tempat. Komponen bangunan secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu Komponen Struktural dan Komponen non S truktural. (http://matakuliahteknik.blogspot.com/2010/04/kompo nen-bangunan.html). Dimana komponen struktural merupakan komponen pendukung utama berdirinya bangunan, sedangkan komponen non struktural ialah komponen yang tidak mendukung berdirinya suatu bangunan, atau biasa disebut komponen tambahan.
1. Dinding batu bata dengan 4 pembatas
Hb , V = Tb (Wb ⋅ τ f + H b ⋅ α ⋅ f mbt ) Wb n Hb untuk tan θ < , Wb Vn = Tb [Wb ⋅ τ f + H 1 ⋅ αf mbt + 0.5(H b' − H 1 )(α ⋅ f mbt + β ⋅ f bt )] untuk tan θ ≥
2.3. Dinding Bata Dinding bata adalah susunan batu bata yang digunakan dalam konstruksi, biasanya diletakan dengan menggunakan mortar membentuk dinding. Dinding bata diatur dalam SNI sebagai dinding non struktural. Menurut Wiryanto (2005), meskipun dikategorikan sebagai komponen non struktural, tetapi dinding bata memiliki kecenderungan berinteraksi dengan portal yang ditempatinya terutama bila ada beban lateral akibat gempa yang besar. Pemodelan dinding pengisi batamenurut Siregar (2010), terdapat dua metode; Diagonal Compression Strut serta Continuum model.
+
P
Δ
2
Ld = Wb + H b
5 4
2
3
3 Wb 7 H 3 H + 2 + ν b + 2 + ν b3 2 Hb 4 Wb 2 Wb
Dimana Ld adalah panjang dari dinding bata (mm), Tb adalah ketebalan dinding bata (mm), ν diambil sebagai 0,15, Hb adalah tinggi dinding bata (mm), dan Wb adalah lebar dinding bata (mm), yaitu
H 0.5 ≤ b Wb
≤ 2.0 .
H 1 = Wb tan θ
H 2 = 0.5 ⋅ Wb tan θ ≤ H b
τ f = 0.0258( f mc )0.885 + (0.654 + 0.00515 f mc ) f mbt = 0.232( f mc )
N Ad
0.338
f bt = 0.22 f bc
Δ
Gambar 1. Perilaku dinding non struktural pada portal beton (Tu et al. 2006).
λ = + ν
H b' = min( H b ,Wb )
=
Δ
Hb Wb
dimana:
P
+
φ = tan −1
Vn = Tb (Wb ⋅ τ f + H 2 ⋅ α ⋅ f mbt )
Portal beton + dinding + interaksi dinding dan portal
Dinding + interaksi dinding dan portal
P
2. Dinding batu bata dengan 3 pembatas
=
Portal beton
2(h + g h ) l + gv
2.4. Pushover Analysis Pushover Analysis adalah suatu cara analisis statik 2 dimensi atau 3 dimensi linier dan non linier, di mana pengaruh Gempa Rencana terhadap struktur gedung dianggap sebagai beban-beban statik yang menangkap pada pusat massa masing-masing lantai, yang nilainya ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan yang menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di dalam struktur gedung, kemudian dengan peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk elasto-plastis yang besar sampai mencapai kondisi di ambang keruntuhan. (SNI – 03 - 1726 – 2002) Menurut Lumantarna (2008), Analisis Beban Dorong Statis Non linier (Non Linear Static Pushover Analysis) adalah dimana struktur didorong secara bertahap ditingkatkan dengan faktor pengali hingga beberapa komponen struktur mengalami leleh dan berdeformasi inelastis dan satu target perpindahan lateral dari suatu titik acuan tercapai. Analisa pushover menghasilkan kurva pushover. Kurva yang menggambarkan hubungan antara gaya geser dasar (V) versus perpindahan titik acuan pada atap (D) Analisa pushover dapat digunakan sebagai alat bantu untuk perencanaan tahan gempa, asalkan
4 menyesuaikan dengan keterbatasan yang ada, yaitu (Wiryanto 2005) : Hasil analisa pushover masih berupa suatu pendekatan, karena bagaimanapun perilaku gempa yang sebenarnya adalah bersifat bolak-balik melalui suatu siklus tertentu, sedangkan sifat pembebanan pada analisa pushover adalah statik monotonik. Pemilihan pola beban lateral yang digunakan dalam analisa adalah sangat penting. Untuk membuat model analisa non linier akan lebih rumit dibanding model analisa linier. Model tersebut harus memperhitungkan karakteristik inelastik beban-deformasi dari elemen-elemen yang penting dan efek P-Δ. Tahapan Utama dalam Analisa Pushover (Wiryanto, 2005) Tahapan utama dalam analisa pushover adalah : 1. Menentukan titik kontrol untuk memonitor besarnya perpindahan struktur. Rekaman besarnya perpindahan titik kontrol dan gaya geser dasar digunakan untuk menyusun kurva pushover. 2. Membuat kurva pushover berdasarkan berbagai macam pola distribusi gaya lateral terutama yang ekivalen dengan distribusi dari gaya inertia, sehingga diharapkan deformasi yang terjadi hampir sama atau mendekati deformasi yang terjadi akibat gempa. Oleh karena sifat gempa adalah tidak pasti, maka perlu dibuat beberapa pola pembebanan lateral yang berbeda untuk mendapatkan kondisi yang paling menentukan. 3. Estimasi besarnya perpindahan lateral saat gempa rencana (target perpindahan). Titik kontrol didorong sampai taraf perpindahan tersebut, yang mencerminkan perpindahan maksimum yang diakibatkan oleh intensitas gempa rencana yang ditentukan. 4. Mengevaluasi level kinerja struktur ketika titik kontrol tepat berada pada target perpindahan: merupakan hal utama dari perencanaan barbasis kinerja. Komponen struktur dan aksi perilakunya dapat dianggap memuaskan jika memenuhi kriteria yang dari awal sudah ditetapkan, baik terhadap persyaratan deformasi maupun kekuatan. Kurva pushover dapat digambarkan secara kualitatif kondisi kerusakan yang terjadi pada level kinerja yang ditetapkan agar awam mempunyai bayangan seberapa besar kerusakan itu terjadi. Selain itu dapat juga dikorelasikan dibawahnya berapa prosentase biaya dan waktu yang diperlukan untuk perbaikan. Informasi itu tentunya sekedar gambaran perkiraan, meskipun demikian sudah mencukupi untuk mengambil keputusan apa yang sebaiknya harus dilakukan terhadap hasil analisis bangunan tersebut (Wiryanto, 2005).
BAB III METODOLOGI 3.1. Bagan Alir Tugas Akhir
Gambar 3. Bagan Alir
5 BAB IV PEMBEBANAN DAN PERMODELAN STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG PADA SAP2000 4.1. Umum
Terdapat 2 tipe gedung beton bertulang yang akan dimodelkan pada SAP2000, yaitu gedung dengan dinding bata setara tinggi portal dan gedung dengan dinding bata setara setengah tinggi portal. Setiap tipe tipe gedung tersebut akan dimodelkan menjadi dinding bata sebagai beban mati terbagi rata (opened frame) dan dinding bata sebagai salah satu komponen struktural yang ikut bekerja bersama portal (bracing tekan). Gedung yang akan direncanakan memiliki berbagai tingkat variasi lantai, yaitu gedung 2 lantai, 4 lantai, 6 lantai, 8 lantai, dan 10 lantai. Struktur akan diberi pembebanan yang bertujuan untuk menentukan dan menghitung beban – beban luar yang akan diberikan kepada struktur agar dapat dianalisa atau dihitung lebih lanjut dengan bantuan program. Terdapat 2 macam pembebanan yang dihitung, yaitu pembebanan gravitasi yang berasal dari beban mati dan beban hidup serta pembebanan horizontal yang berasal dari beban gempa. Gaya – gaya dalam yang didapatkan kemudian digunakan untuk mendesain ukuran penampang dan detailing tulangan baik longitudinal maupun transversal dari tiap – tiap elemen struktur. Konfigurasi yang dihasilkan nantinya digunakan untuk memodelkan portal dinding bata yang akan dianalisa lebih lanjut.
Tabel 4.2 Rekapitulasi Dimensi Gedung pada Zona Gempa 6 Tingkat Gedung Balok (cm) Pelat (cm) Kolom (cm) 35 x 50 2 Lantai 12 50 x 50 40 x 60 60 x 60 4 Lantai 12 50 x 70 70 x 70 6 Lantai 12 55 x 80 80 x 80 8 Lantai 12 60 x 90 90 x 90 10 Lantai 12
4.3. Pembebanan
Bangunan gedung diperhitungkan untuk memikul beban gravitasi dan beban gempa. Beban gravitasi terdiri dari beban mati (DL) dan beban hidup (LL). Beban mati (DL) didapatkan dari spesifikasi beban dalam gedung tersebut berdasarkan PPIUG 1983 tabel 2.1 dan beban hidup berdasarkan PPIUG 1983 tabel 3.1. Sedangakan perencanaan dan perhitungan struktur terhadap gempa dilakukan berdasarkan SNI 03-17262002 untuk zona gempa 4 dan 6.
4.3.1. Beban Gravitasi Pelat Lantai • Beban Mati (DL) Beban mati balok terdiri dari berat sendiri balok ditambah beban mati pelat. Beban mati pelat berupa beban ekuivalen terdiri dari berat sendiri pelat, berat plafon, penggantung plafon, finishing, tegel, dan dinding bata. Beban ekuivalen adalah transformasi beban segitiga dari beban plat menjadi beban merata di balok.
4.2. Preliminary Design
Struktur beton bertulang yang akan dipelajari perilaku dinding pengisinya adalah struktur pada bangunan mulai bertingkat rendah sampai dengan bangunan bertingkat tinggi. Sebelum menghitung pembebanan, terlebih dahulu diperkirakan dimensi balok dan kolom tersebut, lalu di cek stabilitas struktur dengan menggunakan SAP2000. Berikut adalah rekapitulasi dimensi bangunan gedung yang akan dianalisa. Tabel 4.1 Rekapitulasi Dimensi Gedung pada Zona Gempa 4 Tingkat Gedung 2 Lantai 4 Lantai 6 Lantai 8 Lantai 10 Lantai
Balok (cm)
30 x 40 35 x 50 40 x 60 50 x 70 55 x 80
Pelat (cm) 12 12 12 12 12
Kolom (cm)
40 x 40 50 x 50 60 x 60 70 x 70 80 x 80
Ly = 6000 mm
Lx = 6000 mm
Gambar 4.1. Beban Segitiga pada Pelat Lantai Berat sendiri plat = 0,12 x 24 = 2,88 kN/m2 Berat plafon = 0,11 = 0,11 kN/m2 Berat penggantung = 0,07 = 0,07 kN/m2 Spesi (2cm) = 0,02 x 0,21 = 0,0042 kN/m2 Berat Keramik = 0,01 x 0,24 = 0,0024 kN/m2 Pas. Setengah Bata = 2,5 x 3,5 = 8,75 kN/m2 qD =11,8166 kN/m2 1 − berat mati plat = × 11,8166 × 6 = 23,6332 kN / m segitiga 3 − berat sendiri balok = 0,35 × 0,5 × 24 = 4,2 kN / m
− beban terpusat kolom praktis = 0,15 × 0,15 × 4 × 24 = 2,16 k
6 • qL
Beban Hidup (LL)
= 2,5 kN/m2
− beban hidup plat
segitiga
=
1 3
× 2,5 × 6 = 5 kN / m
Pelat Atap • Beban Mati (DL) Beban mati balok terdiri dari berat sendiri balok ditambah beban mati pelat. Beban mati pelat berupa beban ekuivalen terdiri dari berat sendiri pelat, berat plafon, dan penggantung plafon. Beban ekuivalen adalah transformasi beban segitiga dari beban plat menjadi beban merata di balok.
Ly = 6000 mm
Lx = 6000 mm
Gambar 4.2. Beban Segitiga pada Pelat Atap Berat sendiri plat = 0,12 x 24 Berat plafon = 0,11 Berat penggantung = 0,07 qD − berat mati plat
= = = =
2,88 0,11 0,07 3,06
kN/m2 kN/m2 kN/m2 kN/m2
1
× 3,06 × 3 = 6,12 kN / m 3 − berat sendiri balok = 0,35 × 0,5 × 24 = 4,2 kN / m
• qL
segitiga
=
Beban Hidup (LL)
= 1,00 kN/m2
− beban hidup plat
segitiga
=
1 3
× 1,00 × 6 = 2,00 kN / m
4.3.2. Perhitungan Beban Gempa
Gambar 4.4. Respon Spectrum Gempa Wilayah 6 Berikut adalah contoh perhitungan beban gempa pada bangunan gedung 2 l antai pada zona gempa 6 dan zona gempa 4. Terlebih dahulu mencari berat total bangunan yang akan dianalisa. Contoh perhitungan berat total bangunan 2 lantai pada zona gempa 6. • Beban mati (DL) - Beban mati lantai 2 Kolom utama 25 bh = 525 Balok induk 10 bh = 1008 Kolom Praktis = 75,6 Pelat 16 bh = 1658,88 Dinding Bata = 2100 Plafon + Penggantung = 103,68 Keramik + Spesi = 259,2 Jumlah = 5730,36
KN KN KN KN KN KN KN KN
- Beban mati lantai 1 Kolom utama 25 bh Balok induk 10 bh Kolom Praktis Pelat 16 bh Dinding Bata Plafon + Penggantung Keramik + Spesi Jumlah
= 525 = 1008 = 75,6 = 1658,88 = 2100 = 103,68 = 259,2 = 5730,36
KN KN KN KN KN KN KN KN
- Beban hidup lantai 2 Koefisien reduksi Beban hidup atap Jumlah
= 0,3 = 576 = 172,8
KN KN
= 0,3 = 1440 = 432
KN KN
- Beban hidup lantai 1
Koefisien reduksi Beban hidup Jumlah
Gambar 4.3. Respon Spectrum Gempa Wilayah 4
Berat total bangunan 2 lantai adalah W tot = 5730,36 + 5730,36 + 172,8 + 432 = 12065,52 KN
7 Dengan cara yang sama maka didapatkan berat total tiap bangunan gedung bertingkat, baik bangunan gedung dengan dinding bata setara tinggi portal dan bangunan gedung dengan dinding bata setara setengah tinggi portal.
Tabel 4.3. Rekapitulasi Berat Bangunan Gedung dengan Dinding Bata Setara Tinggi Portal pada Zona Gempa 6 Tingkat Lantai Wtot (KN) 2 12065,52 4 24390,24 6 40347,36 8 61135,68 10 84818,40 Tabel 4.4. Rekapitulasi Berat Bangunan Gedung dengan Dinding Bata Setara Tinggi Portal pada Zona Gempa 4 Tingkat Lantai Wtot (KN) 2 11053,92 4 24390,24 6 40347,36 8 61135,68 10 84818,40 Tabel 4.5. Rekapitulasi Berat Bangunan Gedung dengan Dinding Bata Setara Setengah Tinggi Portal pada Zona Gempa 6 Tingkat Lantai Wtot (KN) 2 9889,92 4 22460,64 6 39260,16 8 59100,48 10 83270,40
Tabel 4.6. Rekapitulasi Berat Bangunan Gedung dengan Dinding Bata Setara Setengah Tinggi Portal pada Zona Gempa 4 Tingkat Lantai Wtot (KN) 2 73940,40 4 52433,28 6 33820,56 8 20039,04 10 8878,32
Menghitung Waktu Getar Alami Struktur (T) dan Koefisien C Waktu getar alami struktur (T) berdasarkan SNI 03-1726-2003: Untuk bangunan gedung 2 lantai, tinggi total bangunan (H) adalah 7 m T = ς × H3/4 T = 0,0731 × (7)3/4 = 0,315 detik
•
Pada zona gempa 4
Kontrol pembatasan T , menurut SNI 03-1726-2002 pasal 5.6
T=ςxn
= 0,17 x 2 = 0,34 < T empiris = 0,315
Sehingga digunakan T = 0,315 detik. Dengan melihat grafik respon spektrum pada gambar 4.1., didapat nilai C = 0,7, tanah sedang. Menghitung Gaya Geser Gempa Dasar : R = 8,5 untuk rangka terbuka beton bertulang.
V =
0,7 × 1 × 11053,92 = 910,3228 KN 8,5
Menghitung Gaya Geser Tiap Lantai : Menurut SNI 03-1726-2003 beban geser dasar nominal V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur bangunan gedung menjadi beban-beban Gempa Nominal statik ekuivalen F i yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan:
Tabel 4.7. Gaya Geser pada Gedung 2 Tingkat di Zona Gempa 4 Lantai hi (m) wi (KN) wi x hi Fi (KN) 2 7 5397,36 37781,52 597,32 1 3,5 5656,56 19797,96 313,00 jumlah 11053,92 57579,48 • Pada zona gempa 6 Kontrol pembatasan T , menurut SNI 03-1726-2002 pasal 5.6 T=ςxn = 0,15 x 2 = 0,3 < T empiris = 0,315 Sehingga digunakan T = 0,3 detik. Dengan melihat grafik respon spektrum pada gambar 4.2, didapat nilai C = 0,9 Menghitung Gaya Geser Gempa Dasar : R = 8,5 untuk rangka terbuka beton bertulang.
8
V =
0,9 × 1 × 12065,52 = 1277,526 KN 8,5
Menghitung Gaya Geser Tiap Lantai : Menurut SNI 03-1726-2003 beban geser dasar nominal V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur bangunan gedung menjadi beban-beban Gempa Nominal statik ekuivalen F i yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan:
Tabel 4.8. Gaya Geser pada Gedung 2 Tingkat di Zona Gempa 6 Lantai hi (m) wi (KN) wi x hi Fi (KN) 2 7 5903,16 41322,12 839,40 1 3,5 6162,36 21568,26 438,13 jumlah 12065,52 62890,38 Dengan cara yang sama, didapatkan gaya geser tiap tingkat lantai dan variasi gedung. Berikut adalah rekapitulasi perhitungan gaya geser tiap lantai. •
Pada zona gempa 4
Tabel 4.9 Rekapitulasi Gaya Geser Tiap Tingkat Lantai Gedung Pada Zona Gempa 4 Lantai hi (m) wi (KN) wi x hi Fi (KN) 2 7 5397,36 37781,52 597,32 1 3,5 5656,56 19797,96 313,00 jumlah 11053,92 57579,48 Lantai 4 3 2 1
hi (m) 14 10,5 7 3,5
jumlah Lantai hi (m) 6 21 5 17,5 4 14 3 10,5 2 7 1 3,5 jumlah
wi (KN) 5903,16 6162,36 6162,36 6162,36
wi x hi 82644,24 64704,78 43136,52 21568,26
Fi (KN) 782,82 612,89 408,60 204,30
24390,24 wi (KN) 8507,76 8507,76 8507,76 8507,76 8507,76 8507,76 51046,56
212053,80 wi x hi 178662,96 148885,80 119108,64 89331,48 59554,32 29777,16 625320,36
Fi (KN) 847,63 706,36 565,09 423,82 282,54 141,27
Lantai hi (m) 8 28 7 24,5 6 21 5 17,5 4 14 3 10,5 2 7 1 3,5 jumlah Lantai hi (m) 10 35 9 31,5 8 28 7 24,5 6 21 5 17,5 4 14 3 10,5 2 7 1 3,5 jumlah
wi (KN) 7415,16 7674,36 7674,36 7674,36 7674,36 7674,36 7674,36 7674,36 61135,68
wi x hi 207624,48 188021,82 161161,56 134301,30 107441,04 80580,78 53720,52 26860,26 959711,76
wi (KN) wi x hi 8248,56 288699,60 8507,76 267994,44 8507,76 238217,28 8507,76 208440,12 8507,76 178662,96 8507,76 148885,80 8507,76 119108,64 8507,76 89331,48 8507,76 59554,32 8507,76 29777,16 68062,08 1071977,76
Fi (KN) 731,33 662,28 567,67 473,06 378,45 283,83 189,22 94,61
Fi (KN) 1.155,58 1.072,70 953,51 834,32 715,14 595,95 476,76 357,57 238,38 119,19
• Pada zona gempa 6 Tabel 4.10 Rekapitulasi Gaya Geser Tiap Tingkat Lantai Gedung Pada Zona Gempa 6 Lantai hi (m) wi (KN) wi x hi Fi (KN) 2 7 5903,16 41322,12 839,40 1 3,5 6162,36 21568,26 438,13 jumlah 12065,52 62890,38 Lantai hi (m) 4 14 3 10,5 2 7 1 3,5 jumlah
wi (KN) 6508,56 6767,76 6767,76 6767,76 26811,84
wi x hi 91119,84 71061,48 47374,32 23687,16 233242,80
Fi (KN) 1.109,06 864,92 576,61 288,31
Lantai hi (m) 6 21 5 17,5 4 14 3 10,5 2 7 1 3,5 jumlah
wi (KN) 7415,16 7674,36 7674,36 7674,36 7674,36 7674,36 45786,96
wi x hi 155718,36 134301,30 107441,04 80580,78 53720,52 26860,26 558622,26
Fi (KN) 1.105,15 953,15 762,52 571,89 381,26 190,63
9 Lantai hi (m) 8 28 7 24,5 6 21 5 17,5 4 14 3 10,5 2 7 1 3,5 jumlah
wi (KN) 8248,56 8507,76 8507,76 8507,76 8507,76 8507,76 8507,76 8507,76 67802,88
wi x hi 230959,68 208440,12 178662,96 148885,80 119108,64 89331,48 59554,32 29777,16 1064720,16
Fi (KN) 1.038,20 936,97 803,12 669,27 535,41 401,56 267,71 133,85
Ld =
(Wb
2
)
+ Hb 2 =
(6000
2
)
+ 3500 2 = 6946,22 mm
Dinding dengan susunan setengah bata Ld × Td
•
Ad =
λ cos 2 φ 7211,1 × 110 4,38 cos 2 33,7
Ad =
Ad = 238843,138 mm 2 = 0,2388 ≈ 0,24 m 2 Lantai hi (m) 10 35 9 31,5 8 28 7 24,5 6 21 5 17,5 4 14 3 10,5 2 7 1 3,5 jumlah
wi (KN) 9181,56 9440,76 9440,76 9440,76 9440,76 9440,76 9440,76 9440,76 9440,76 9440,76 75526,08
wi x hi 321354,60 297383,94 264341,28 231298,62 198255,96 165213,30 132170,64 99127,98 66085,32 33042,66 1189535,76
Fi (KN) 1.428,81 1.322,23 1.175,32 1.028,40 881,49 734,57 587,66 440,74 293,83 146,91
maka,
Ad = 1 π d 2 4
0,24 = 1 π d 2 4 d = 0,5526 m ≈ 0,6 m Dari hasil perhitungan didapat diameter bracing tekan untuk dinding pasangan setengah bata dengan 4 pembatas, bracing tekannya sebesar 0,6 m. Dinding dengan 3 pembatas 3
7 H 3 H 5 3 W λ = + ν b + 2 + ν b + 2 + ν b3 4 Wb 2 Wb 4 2 Hb 5 4
3 2
7 3 1 1750 6000 + 2 + 0,15 + 2 + 0,15 4 2 6 6000 1750
λ = + 0,15
4.4. Perhitungan Dimensi Bracing
Pada penelitian dalam tugas akhir ini, dinding bata dimodelkan sebagai bracing tekan diagonal. Pada bangunan gedung yang akan dianalisa memiliki bentang yang sama yaitu 6 m dengan tinggi 4 m . Berikut ini adalah perhitungan Ad, lalu kemudian nilai Ad tersebut dapat dicari dimensi bracing tekan yang direncanakan berbentuk solid.
λ = 5,77 φ = tan −1 Ld =
Dinding dengan 4 pembatas
Hb 1750 = tan −1 = 16,26 o Wb 6000
(Wb
2
)
+ Hb 2 =
(6000
2
)
+ 1750 2 = 6250 mm
3
7 H 3 H 5 3 W λ = + ν b + 2 + ν b + 2 + ν b3 4 Wb 2 Wb 4 2 Hb Nilai V = 0,15 karena
𝐻𝑏
𝑊𝑏
memenuhi syarat 0,5 ≤
=
𝐻𝑏
𝑊𝑏
3500 6000
Dinding dengan susunan setengah bata Ld × Td Ad = λ cos 2 φ
•
= 0,583
Ad =
≤ 2,00
Ad = 129286,6 mm 2 = 0,1293 ≈ 0,13 m 2
3 7 3 3500 3500 6000 5 3 λ = + 0,15 + 2 + 0,15 + 2 + 0,15 3 4 2 6000 6000 3500 4 2
λ = 4,288
Hb 4000 φ = tan −1 = tan −1 = 30,26 o Wb 6000
6250 × 110 5,77 cos 2 16,26
maka,
Ad = 1 π d 2 4
0,13 = 1 π d 2 4 b = 0,407 m ≈ 0,45 m
10 Dari hasil perhitungan didapat diameter bracing tekan untuk dinding pasangan setengah bata dengan 3 pembatas, bracing tekannya sebesar 0,45 m.
4.5. Rekapitulasi Material Gedung Bertingkat Tabel 4.11. Rekapitulasi Data Material pada Gedung Bertingkat 2 Material Parameter Simbol 2 Tingkat ' fc Kuat Tekan 25 MPa Modulus Ec Beton Elastisitas 23500 MPa
Tulangan Baja
Poisson's Ratio Teg. Leleh Modulus Elastisitas Poisson's Ratio
Dinding Bata
Kuat tekan Mortar Kuat Tekan Batu Bata Modulus Elastisitas Poisson's Ratio
νc
320 Mpa
Es
2 x 105 MPa
Tulangan Baja
Poisson's Ratio
7 Mpa
Eb
2237 Mpa
νb
0,15
Dinding Bata
Kuat tekan Mortar Kuat Tekan Batu Bata Modulus Elastisitas Poisson's Ratio
νc
0,17
fy
320 Mpa
Es
2 x 105 MPa 0,3 10 Mpa
f bc
7 Mpa
Eb
2237 Mpa
νb
0,15
Modulus Elastisitas Poisson's Ratio
Dinding Bata
Kuat tekan Mortar Kuat Tekan Batu Bata Modulus Elastisitas Poisson's Ratio
10 Mpa
f bc
νs f mc
Tulangan Baja
0,3
Tabel 4.12. Rekapitulasi Data Material pada Gedung Bertingkat 4 Material Parameter Simbol 4 Tingkat ' fc Kuat Tekan 25 Mpa Modulus Ec Beton Elastisitas 23500 MPa Poisson's Ratio Teg. Leleh Modulus Elastisitas
Poisson's Ratio Teg. Leleh
0,17
fy
νs f mc
Tabel 4.13. Rekapitulasi Data Material pada Gedung Bertingkat 6 Material Parameter Simbol 6 Tingkat ' fc Kuat Tekan 30 Mpa 25742,96 Ec Beton Modulus Elastisitas MPa
νc
fy
Es
νs f mc
0,17 350 Mpa 2 x 105 MPa 0,3 10 Mpa
f bc
7 Mpa
Eb
2237 Mpa
νb
0,15
Tabel 4.14. Rekapitulasi Data Material pada Gedung Bertingkat 8 Material Parameter Simbol 8 Tingkat ' fc Kuat Tekan 30 Mpa 25742,96 Ec Beton Modulus Elastisitas MPa Poisson's Ratio Teg. Leleh Tulangan Baja
Modulus Elastisitas Poisson's Ratio
Dinding Bata
Kuat tekan Mortar Kuat Tekan Batu Bata Modulus Elastisitas Poisson's Ratio
νc
0,17
fy
400 Mpa
Es
νs f mc
2 x 105 MPa 0,3 10 Mpa
f bc
7 Mpa
Eb
2237 Mpa
νb
0,15
11 Tabel 4.15. Rekapitulasi Data Material pada Gedung Bertingkat 10 Material Parameter Simbo 10 Tingkat l Beton Kuat Tekan 30 Mpa f c' Modulus Elastisitas 25742,96MPa E c
Tulangan Baja
Dinding Bata
Poisson's Ratio
νc
0,17
Teg. Leleh
fy
400 Mpa
Modulus Elastisitas
Es
2 x 105 MPa
Poisson's Ratio
νs f mc
0,3
Kuat tekan Mortar
10 Mpa
Kuat Tekan Batu Bata
f bc
7 Mpa
Modulus Elastisitas
Eb
2237 Mpa
Poisson's Ratio
νb
0,15
BAB V DESAIN BALOK DAN KOLOM 5.1. Umum
Desain penampang dan tulangan pada balok dan juga kolom mengacu pada besarnya gaya gaya dalam suatu struktur. Dalam tugas akhir ini, gaya gaya dalam didapatkan dari analisa pembebanan struktur dengan menggunakan program bantu SAP 2000. Dalam melakukan analisa menggunakan program bantu ini, digunakan beberapa kombinasi pembebanan, antara lain : 1. 1,4 DL 2. 1,2 DL + 1,6 LL 3. 1,2 DL + 1 LL ± 1 E 4. 0,9 DL ± 1 E Dan untuk menentukan nilai maksimum dan minimum, ditambahkan satu kombo lagi, yaitu Envelope. Desain penampang tulangan balok dan kolom disamakan sesuai tingkat lantai masing masing gedung. Penampang tulangan balok dan kolom yang direncanakan adalah kondisi yang paling kritis, yaitu bangunan gedung dengan dinding bata setara tinggi portal yang berada di zona gempa 6.
5.2. Desain Tulangan Balok
Hasil perhitungan tulangan lentur bangunan gedung bertingkat yang akan dianalisa dalam tugas akhir ini akan disajikan dalam tabel berikut :
12 Tabel 5.1a. Rekapitulasi Perhitungan Tulangan Lentur Balok Bangunan Bertingkat Lokasi Ujung kiri 2
Tengah Ujung kanan Ujung kiri
4
Tengah Ujung kanan Ujung kiri
6
Tengah Ujung kanan
(N-mm)
Mn perlu (N-mm)
10.593.418 -208.495.155 74.846.943 44.907.512 -6.333.343 -224.482.000 68.696.449 -277.228.272 78.267.477 47.567.167 52.673.345 -285.770.085 538.275.035 -751.670.282 116.643.738 35.347.842 448.277.396 -752.121.988
13.241.773 -260.618.944 93.558.679 56.134.390 -7.916.679 -280.602.500 85.870.562 -346.535.340 97.834.346 59.458.959 65.841.681 -357.212.606 672.843.794 -939.587.853 145.804.672 44.184.803 560.346.745 -940.152.485
Mu
jumlah dan Ø tulangan 3D20 7D20 3D20 3D20 3D20 8D20 3D20 8D20 3D20 3D20 3D20 8D20 9D22 13D22 4D22 4D22 8D22 13D22
Mn terpasang 123.510.556 269.186.629 123.510.556 123.510.556 123.510.556 302.211.957 154.418.137 388.025.862 154.418.137 154.418.137 154.418.137 388.025.862 706.197.761 984.003.137 327.735.016 327.735.016 633.279.081 984.003.137
Tabel 5.1b. Rekapitulasi Perhitungan Tulangan Lentur Balok Bangunan Bertingkat
Tingkat
Lokasi
Mu (N-m)
Ujung kiri
8
Tengah
Ujung kanan Ujung kiri
10
Tengah
Ujung kanan
Mn perlu (N-m)
874.889.587
1.093.611.984
-1.103.742.049
-1.379.677.561
137.987.339
172.484.173
25.808.791
32.260.989
754.699.665
943.374.581
-1.089.218.944
-1.361.523.680
1.827.283.771
2.284.104.714
-2.116.985.403
-2.646.231.754
171.743.819
214.679.773
9.298.601
11.623.251
1.675.155.955
2.093.944.944
-2.016.960.484
-2.521.200.605
jumlah dan Ø tulangan 11D22 14D22 4D22 4D22 9D22 14D22 16D25 19D25 4D25 4D25 15D25 18D25
Mn terpasang (N-m) 1.149.153.949 1.427.976.270 440.929.697 440.929.697 955.038.282 1.427.976.270 2.348.360.850 2.716.936.628 647.504.428 647.504.428 2.220.467.739 2.596.595.294
13 5.2.2. Desain Tulangan Geser Balok
Tulangan geser balok harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kegagalan getas oleh geser mendahului kegagalan oleh lentur. Biasanya komponen struktur akan terkena beban gempa lebih besar dari beban yang ditentukan oleh peraturan waktu mengalami gempa bumi sesungguhnya, karena itu perencanaan dengan kombinasi beban saja dianggap kurang aman, mengingat tegangan tulangan dapat lebih besar dari f y , sehingga akan timbul gaya geser lebih besar dari hasil perencanaan itu. Maka dari itu, gaya geser balok dihitung berdasarkan momen probabilitas (M Pr ) dimana merupakan momen kapasitas balok dengan tegangan tulangan sebesar f s = 1,25 f y dan φ = 1 ditambah beban gravitasi di balok tersebut. Maksimum Ve harus dicari dari hasil konsideran goyangan struktur ke kiri dan ke kanan. Pada zona gempa 6, bila gaya geser akibat gempa saja (akibat M Pr ) > 0,5 t otal geser (akibat M Pr dan gravitasi) dan gaya aksial tekan berfaktor, Ag × f c' maka termasuk efek gempa kurang dari 20 kontribusi kuat geser beton (Vc) boleh dianggap nol. Tujuan ketentuan tersebut bukan karena menganggap beton tidak memiliki kemampuan memikul geser tapi untuk mendapatkan cukup penulangan untuk menjamin kegagalan lentur terlebih dahulu. Berikut adalah rekapitulasi tulangan lentur pada bangunan gedung bertingkat yang akan dianalisa. Tabel 5.2 Rekapitulasi Jumlah Tulangan Geser Zona Tingkat Lokasi Tulangan Gempa 2 Ø10 Sendi Plastis 2 Diluar Sendi 2 Ø10 Plastis 2 Ø10 Sendi Plastis 4 Diluar Sendi 2 Ø10 Plastis 2 Ø 10 Sendi Plastis 4 6 Diluar Sendi 2 Ø10 Plastis 4 Ø10 Sendi Plastis 8 Diluar Sendi 4 Ø10 Plastis 4 Ø10 Sendi Plastis 10 Diluar Sendi 4 Ø10 Plastis 2 Ø 10 Sendi Plastis 2 Diluar Sendi 2 Ø 10 Plastis 6 2 Ø 10 Sendi Plastis 4 Diluar Sendi 2 Ø 10 Plastis 6 4 Ø10 Sendi Plastis
8 10
Diluar Sendi Plastis Sendi Plastis Diluar Sendi Plastis Sendi Plastis Diluar Sendi Plastis
4 Ø10 4 Ø10 4 Ø10 4 Ø10 4 Ø10
5.2. Desain Tulangan Kolom
Berikut akan ditampilkan contoh perhitungan desain tulangan balok untuk gedung bertingkat 2 dengan dinding bata setara tinggi portal yang berada di zona gempa 6. A nalisa perhitungan variabel gedung yang lainnya akan disajikan dalam tabel. Untuk tulangan kolom pada bangunan gedung 2 tingkat yang berada pada zona gempa 6 memiliki nilai axial sebesar 787,026 kN dan nilai Momen terbesar 305,65 kN.m. Spesifikasi kolom tersebut adalah : Tinggi kolom : 500 mm Lebar kolom : 500 mm Mutu beton : 25 Mpa Mutu baja : 320 Mpa Dengan menggunakan diagram interaksi kolom sesuai data diatas maka di dapat rasio tulangan 1,25%. Maka ukuran dan jumlah tulangan dapat diperhitungkan seperti demikian :
Diameter tulangan = 20 mm As perlu = 0,0125 x 500 mm x 500 mm = 3125 mm2 As perlu 3125 = = 9,95 12 buah ntul = 1 1 2 2 * π * 20 * π * d .tul. 4 4 sehingga : 1 2 Asterpasang = n × × π × Dtul . 4 1 2 Asterpasang = 12 × × π × 20 2 = 3768 mm > As 4 perlu ...OK Perhitungan tulangan kolom bangunan gedung bertingkat yang lain memiliki cara yang sama. Rekapitulasi perhitungan jumlah tulangan kolom pada bangunan gedung bertingkat 4, 6, 8, da n 10 akan disajikan dalam tabel berikut :
14 Tabel 5.3 Rekapitulasi Jumlah Tulangan Kolom Zona
Lantai
6
Ratio
As Perlu
Tulangan
As Terpasang
Kolom (mm)
Tulangan
2
400 x 400
1,30%
2080
12 Ø20
3768
4
500 x 500
1,66%
4150
16 Ø20
5024
6
600 x 600
2,42%
8712
28 Ø22
10638,32
8
700 x 700
2,13%
10437
32 Ø22
12158,08
10
800 x 800
2,35%
15040
36 Ø25
17662,5
2
500 x 500
1,25%
3125
16 Ø20
5024
4
600 x 600
1%
3600
20 Ø20
6280
6
700 x 700
2,00%
9800
28 Ø22
10638,32
8
800 x 800
1,85%
11840
32 Ø22
12158,08
10
900 x 900
2,15%
17415
36 Ø25
17662,5
Gempa
4
Dimensi
mm2
mm2
BAB VI EVALUASI KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN DINDING BATA 6.1. Umum
Agar dapat menggambarkan kinerja struktur sampai dengan perilaku inelastis, diperlukan analisis riwayat waktu non linier (non linear time history analysisNLTHA) untuk mengetahui respon nonlinier struktur akibat gempa. Akan tetapi, metode ini memerlukan proses perhitungan yang rumit dan panjang sehingga kurang praktis untuk diterapkan dalam praktek perencanaan struktur. Salah satu alternatif yang lebih sederhana namun mampu menggambarkan perilaku inelastis secara jelas dan dapat dihandalkan adalah analisis statis non linier yang dinamakan analisis beban dorong statis non linier (non linear static pushover analysis) (Lumantarna 2008). Perilaku keruntuhan dinding bata yang bersifat non linier membutuhkan analisis statik non linier untuk menganalisa perilaku struktur beton bertulang dengan dinding bata sebagai komponen yang menanggung beban lateral. Dari beberapa penelitian mengenai perilaku dinding bata terhadap beban lateral, metode
bracing tekan yang diajukan Saneinejad dan Hobbs (1995) dapat digunakan karena dinilai paling sederhana dan representatif. Metode inilah yang akan digunakan dalam tugas akhir ini untuk mengevaluasi struktur gedung beton bertulang dengan dinding pengisi batu bata. Terdapat beberapa 3 variasi gedung yang telah direncanakan pemodelannya pada bab 4 da n 5, y aitu gedung dengan struktur open frame, gedung dengan bracing tekan setara tinggi portal dan gedung dengan bracing tekan setara setengah tinggi portal. Ketiga variasi ini akan dianalisa dengan metode analisa statis pushover non linier dengan program bantu SAP2000. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dinding bata pada struktur portal beton bertulang mulai dari gedung bertingkat rendah sampai gedung bertingkat tinggi yang telah direncanakan pada bab sebelumnya. Susunan dinding bata merupakan susunan dinding bata setengah bata. Struktur portal beton bertulang pada masing masing tingkat gedung dan zona gempa memiliki spesifikasi mutu dan dimensi yang berbeda.
6.1.1. Perencanaan gempa berbasis kinerja
Tatacara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah Dan Gedung, (SNI 03-1726-2002), maupun Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Bertulang untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002), masih menggunakan konsep perhitungan berbasis gaya (strength based). Perencanaan berbasis gaya tidak menyatakan dengan jelas kriteria kinerja yang ingin dicapai, tetapi mekanisme keruntuhan yang direncanakan menjamin tidak terjadi keruntuhan total (collapse) terhadap gempa besar. Perencanaan berbasis gaya berhasil mengurangi korban jiwa menjadi kecil tetapi tidak mengurangi kerugian material yang ternyata masih sangat besar. Kinerja suatu struktur dapat tergambar dengan jelas melalui perencanaan tahan gempa berbasis kinerja (performance-based seismic design). Satu kunci dari PBSD adalah kemampuan untuk mengevaluasi tuntutan gempa dan kapasitas dengan derajat kelayakan tertentu, dengan tujuan untuk menghasilkan bangunan dengan performa gempa yang dapat diprediksi. Sasaran kinerja terdiri dari kejadian gempa rencana yang ditentukan (earthquake hazard), dan taraf kerusakan yang diizinkan atau level kinerja (performance level) dari bangunan terhadap kejadian gempa tersebut. FEMA-273 (1997) dapat menjadi acuan klasik bagi perencanaan berbasis kinerja maka kategori level kinerja struktur, adalah : • Segera dapat dipakai (IO = Immediate Occupancy), • Keselamatan penghuni terjamin (LS = Life- Safety), • Terhindar dari keruntuhan total (CP = Collapse Prevention).
15 Gambar 6.1. menjelaskan secara kualitatif level kinerja (performance levels) FEMA 273 yang digambarkan bersama dengan suatu kurva hubungan gaya perpindahan yang menunjukkan perilaku struktur secara menyeluruh (global) terhadap pembebanan lateral. Kurva tersebut dihasilkan dari analisa statik non linier khusus yang dikenal sebagai analisa pushover, sehingga disebut juga sebagai kurva pushover. Sedangkan titik kinerja (performance point) merupakan besarnya perpindahan titik pada atap pada saat mengalami gempa rencana, dapat dicari menggunakan Capacity Spektrum Method atau Metoda Spektrum Kapasitas (FEMA 274 / 440, ATC 40). Capacity spectrum method menyajikan secara grafis dua buah grafik yang disebut spektrum, yaitu spektrum kapasitas (capacity spectrum) yang menggambarkan kapasitas struktur berupa hubungan gaya dorong total (base shear) dan perpindahan lateral struktur (biasanya ditetapkan di puncak bangunan), dan spektrum demand yang menggambarkan besarnya demand (tuntutan kinerja) akibat gempa dengan periode ulang tertentu (Gambar 6.2.) (Ginsar, Lumantarna). Metode tersebut telah built-in dalam program SAP2000, proses konversi kurva pushover ke format ADRS dan kurva respon spektrum yang direduksi dikerjakan otomatis dalam program. Data yang perlu dimasukkan cukup memberikan kurva Respons Spektrum Rencana.
Gambar 6.1. Ilustrasi rekayasa gempa berbasis kinerja (ATC 58)
Gambar 6.2. Spektrum kapasitas ATC 40
6.1.2. Target perpindahan
Gaya dan deformasi setiap komponen/elemen dihitung terhadap “perpindahan tertentu” di titik kontrol yang disebut sebagai “target perpindahan” dengan notasi δ t dan dianggap sebagai perpindahan maksimum yang terjadi saat bangunan mengalami gempa rencana. Untuk mendapatkan perilaku struktur pasca keruntuhan maka perlu dibuat analisa pushover untuk membuat kurva hubungan gaya geser dasar dan perpindahan lateral titik kontrol sampai minimal 150% dari target perpidahan, δt (Wiryanto, 2005). Permintaan membuat kurva pushover sampai minimal 150% target perpindahan adalah agar dapat dilihat perilaku bangunan yang melebihi kondisi rencananya. Perencana harus memahami bahwa target perpindahan hanya merupakan rata-rata nilai dari beban gempa rencana. Perkiraan target perpindahan menjadi kurang benar untuk bangunan yang mempunyai kekuatan lebih rendah dari spektrum elastis rencana. Meskipun tidak didukung oleh data pada saat dokumen FEMA 356 d itulis tetapi diharapkan bahwa 150% target perpindahan adalah perkiraan nilai rata-rata ditambah satu standar deviasi perpindahan dari bangunan dengan kekuatan lateral melebih 25% dari kekuatan spektrum elastis. Analisa pushover dilakukan dengan memberikan beban lateral pada pola tertentu sebagai simulasi beban gempa. Beban lateral harus diberikan pada pusat massa untuk setiap tingkat. FEMA 273 m ensyaratkan minimal harus diberikan dua pola beban yang berbeda sebagai simulasi beban gempa yang bersifat random, sehingga dapat memberikan gambaran pola mana yang pengaruhnya paling jelek. Selanjutnya beban tersebut harus diberikan secara bertahap dalam satu arah (monotonik). Kriteria evaluasi level kinerja kondisi bangunan didasarkan pada gaya dan deformasi yang terjadi ketika perpindahan titik kontrol sama dengan target perpindahan δ t . Jadi parameter target perpindahan sangat penting peranannya bagi perencanaan berbasis kinerja.
16 6.2. Pemodelan Struktur Beton dengan Dinding Bata
Pemodelan struktur beton bertulang dengan dinding bata sebagai salah satu komponen struktural yang ikut menerima beban lateral pada SAP2000 cukup dilakukan secara 2D dengan Static Pushover Analysis, yaitu portal diberi beban gempa secara monotonik. Pemodelannya berbeda dengan pemodelan struktur open frame biasa. Pada struktur open frame, dinding bata dianggap sebagai komponen nonstruktural dan menjadi beban gravitasi di balok. Sedangkan pemodelan dinding bata sebagai salah satu komponen struktural adalah dinding bata dimodelkan sebagai bracing tekan dengan bentuk bulat solid yang memiliki karakteristik material beton dengan berat jenis sebesar 22,72 kN/m3 (setengah bata), f’c = 7 Mpa (dinding bata), E = 2237 Mpa (Essy dalam Yohannes, 2010), dan poisson ratio’s = 0,15 ( Chen 2003) (Gambar 6.3.).
Gambar 6.3. Input properti material dinding bata pada SAP2000 Komponen bracing tekan harus didefinisikan dengan tepat pada SAP2000 untuk merepresentasikan dinding bata sesuai keadaan sebenarnya. Oleh karena itu perlu dicari terlebih dahulu properti mekaniknya seperti dimensi bracing tekan, kekuatan dan deformasi dinding bata, juga sendi plastis aksial.
6.2.1. Dimensi Bracing
Dimensi bracing telah ditentukan pada bab 4, berikut adalah rekapitulasi dimensi bracing. Tabel 6.1. Rekapitulasi Dimensi Bracing Dinding Bata A (m2) D (m) 4 Pembatas 0,28 0,6 3 Pembatas 0,16 0,45
6.2.2. Kekuatan dan Deformasi Dinding Bata
Berikut akan dipaparkan contoh perhitungan untuk nilai kekuatan utama dari dinding bata dengan data material dinding bata yang telah didapatkan dari penelitian di laboratorium (bab 4). Nilai kuat tekan f bc = 7 Mpa , kuat tekan mortar, batu bata,
f mc = 10 Mpa , Modulus elastisitas dinding bata 2237 Mpa (Essy dalam Yohannes, 2010). Untuk mengetahui kekuatan dan deformasi dari dinding bata, harus diketahui besarnya gaya aksial yang terjadi pada bracing, yaitu N. Oleh karena itu, pertama – tama dibuat model struktur portal beton bertulang dengan bracing sebagai dinding pengisi menggunakan software bantu, setelah pembebanan dimasukkan, akan didapatkan gaya aksial pada bracing akibat beban gempa. Berikut disajikan tabel rekapitulasi yang merangkum gaya aksial, untuk digunakan dalam perhitungan kekuatan dan deformasi dinding bata. Tabel 6.2. Rekapitulasi Gaya Aksial pada Bracing Tekan Akibat Gempa Zona Gempa Tipe Dinding Tingkat Lantai N (Newton) 225.342 2 339.970 4 734.781 6 4 Pembatas 6 739.206 8 998.007 10 256.746 2 495.680 4 664.822 4 4 Pembatas 6 674.421 8 1.077.163 10 228.327 2 456.732 4 572.201 6 3 Pembatas 6 612.450 8 732.451 10 204.860 2 438.349 4 504.874 4 3 Pembatas 6 585.227 8 717.515 10 Kekuatan Strut bracing tekan
tan θ =
(
2 h + gh
)
=
2(50 + 65)
= 0,87 setengah bata
230 + 35 l + gv Pemodelan pada gedung 10 lantai, dinding 4 pembatas, zona gempa 6 α and β = 0,45
17 f mbt = 0.232( f mc )
0.338
= 0.232(10 )
0.338
= 0,51 Mpa
f bt = 0.22 f bc = 0.22 × 7 = 1,54 Mpa
T b = 110 mm W b = 6.000 mm H b = 3.500 mm H 1 = Wb tan θ = 6000 × 0,87 = 5220 mm
4 6 8 10
1.450.110 1.643.710 1.973.734 2.262.535
1.406.344 1.599.944 1.929.968 2.218.769
6.2.3. Sendi plastis balok, kolom dan dinding bata
Karena tidak ada data eksperimental atau analisis H 2 = 0.5 ⋅ Wb tan θ = 0.5 ⋅ 6000 × 0,87 = 2610 mm < H b dari perilaku plastifikasi sendi plastis untuk balok dan 998006,96 kolom, maka pendefinisian properti sendi plastisnya 0,85 τ f = 0,0258(10) + (0,654 + 0,051517 ) = 2berdasarkan ,713 Tabel 6.5 dan Tabel 6.6 (FEMA 356 280000 2000) yang sudah built-in dalam program SAP2000. H b / Wb = 3500 / 6000 = 0,58 ≤ tan θ Kriteria penerimaan sendi plastik yang terjadi pada balok beton bertulang berdasarkan FEMA 356 Maka, untuk dinding bata dengan 4 pembatas : 2000 dapat dilihat pada tabel. Dalam hal ini, hanya Vn = Tb Wb ⋅ τ f 1 + H b ⋅ α ⋅ f mbt tabel bagian i saja yang dipakai karena saat gempa besar kolom dikontrol oleh lentur yang besar. Sebagai = 110 6000 ⋅ 2,713 + 3500 ⋅ 0,45 0,51 contoh, apabila kondisi-kondisi di bawah ini terpenuhi: = 1877847 N - rasio P/A g f c ’ < 0.1 Vr = τ f ⋅ Wb ⋅ Tb - tulangan transversal dikonfirmasi atau berlabel “C” (dikonfirmasi artinya spasi sengkang < d/3) = 2,713 ⋅ 6000 ⋅ 110 - rasio V b w d f c' < 3 = 1790316 N
[
]
[
]
Perhitungan kekuatan strut bracing tekan pada variasi tingkat lainnya dan pada zona gempa yang lain memiliki cara yang sama, kecuali perhitungan dinding yang memiliki 3 pembatas yang memiliki rumus perhitungan V n dan V r yang berbeda. Berikut adalah rumus perhitungan V n dan V r untuk dinding bata dengan 3 pembatas.
Vn = Tb (Wb ⋅τ f + H 2 ⋅ α ⋅ f mbt )
Vr = τ f ⋅ Tb ⋅ Wb Tabel 6.3. Rekapitulasi Nilai Kekuatan Dinding Bata Zona Tingkat Tipe Vn Vr Dinding Gempa Lantai 2 592.932 505.401 4 783.555 696.024 6 4 Pembatas 6 1.440.112 1.352.581 8 1.447.470 1.359.939 10 1.877.847 1.790.316 2 645.157 557.626 4 1.042.495 954.964 4 4 Pembatas 6 1.323.872 1.236.341 8 1.339.735 1.252.204 10 2.009.481 1.921.950 2 838.906 795.141 4 1.503.608 1.459.842 6 3 Pembatas 6 1.839.644 1.795.879 8 2.066.397 2.022.632 10 2.306.001 2.262.236 4 3 Pembatas 2 770.613 726.847
maka kriteria sendi plastis elemen adalah IO (Immediate Occupancy) jika sudut rotasi plastis yang terbentuk di ujung kolom sebesar 0.005 radian, LS (Life Safety) jika sudut rotasi plastis yang terbentuk diujung kolom sebesar 0.015 radian, CP (collapse prevention) jika sudut rotasi plastis yang terbentuk diujung kolom sebesar 0.02 radian. Dari tabel tersebut dapat kita lihat bahwa pembatasan kriteria penerimaan untuk tipe komponen primer dan sekunder berbeda, dalam hal ini kriteria penerimaan komponen sekunder lebih ringan dari pada struktur primer. Sebagai contoh, untuk balok yang sama seperti tiga kondisi di atas, pada saat rotasi plastis mencapai 0.02 radian, SAP2000 akan mengkategorikan komponen primer dalam kondisi CP, sedangkan komponen sekunder masih dikategorikan sebagai sendi plastis LS. Dari tabel tersebut dapat juga kita lihat bahwa semakin besar gaya aksial yang terjadi pada balok, maka akan semakin ketat persyaratan rotasi plastis yang boleh terjadi pada ujung kolom. Semua proses evaluasi seperti diatas akan dilakukan secara otomotis oleh SAP2000. Sedangkan untuk dinding bata akan diinput parameter – parameter non linier non-default Hinge properties di SAP 2000. S endi plastis akibat beban aksial pada dinding bata dengan empat pembatas mengikuti Tabel 6.5.– 6.14. Khusus untuk dinding bata dengan 3 pembatas memiliki nilai properti sendi plastis yang sama seperti disajikan pada tabel 6.15. Properti sendi plastis untuk dinding bata diberikan pada tengah – tengah bracing tekan.
18 Tabel 6.5. Gaya Aksial Sendi Plastis Gedung 2 Lantai pada Zona Gempa 6 Points Force/SF Displacement/SF A 0 0 B 0,88 0 C 1 1 D 0,852 1,1 E 0,852 10 Tabel 6.6. Gaya Aksial Sendi Plastis Gedung 4 Lantai pada Zona Gempa 6 Points Force/SF Displacement/SF A 0 0 B 0,88 0 C 1 1 D 0,888 1,1 E 0,888 10 Tabel 6.7. Gaya Aksial Sendi Plastis Gedung 6 Lantai pada Zona Gempa 6 Points Force/SF Displacement/SF A 0 0 B 0,88 0 C 1 1 D 0,939 1,1 E 0,939 10 Tabel 6.8. Gaya Aksial Sendi Plastis Gedung 8 Lantai pada Zona Gempa 6 Points Force/SF Displacement/SF A 0 0 B 0,88 0 C 1 1 D 0,94 1,1 E 0,94 10 Tabel 6.9. Gaya Aksial Sendi Plastis Gedung 10 Lantai pada Zona Gempa 6 Points Force/SF Displacement/SF A 0 0 B 0,88 0 C 1 1 D 0,953 1,1 E 0,953 10 Tabel 6.10. Gaya Aksial Sendi Plastis Gedung 2 Lantai pada Zona Gempa 4 Points Force/SF Displacement/SF
A B C D E
0 0,88 1 0,909 0,909
0 0 1 1,1 10
Tabel 6.11. Gaya Aksial Sendi Plastis Gedung 4 Lantai pada Zona Gempa 4 Points Force/SF Displacement/SF A 0 0 B 0,88 0 C 1 1 D 0,947 1,1 E 0,947 10 Tabel 6.12. Gaya Aksial Sendi Plastis Gedung 6 Lantai pada Zona Gempa 4 Points Force/SF Displacement/SF A 0 0 B 0,88 0 C 1 1 D 0,959 1,1 E 0,959 10 Tabel 6.13. Gaya Aksial Sendi Plastis Gedung 8 Lantai pada Zona Gempa 4 Points Force/SF Displacement/SF A 0 0 B 0,88 0 C 1 1 D 0,96 1,1 E 0,96 10 Tabel 6.14. Gaya Aksial Sendi Plastis Gedung 10 Lantai pada Zona Gempa 4 Points Force/SF Displacement/SF A 0 0 B 0,88 0 C 1 1 D 0,974 1,1 E 0,974 10 Tabel 6.15. Gaya Aksial Sendi Plastis Pada Dinding Dengan 3 Pembatas Points Force/SF Displacement/SF A 0 0
19 B C D E
0,88 1 1 1
0 1 1,1 10
6.3. Contoh Analisis Nonlinier Statik Pushover
Struktur beton bertulang telah direncanakan terlebih dahulu dengan metode force based design dan mengacu pada standar SNI 03 – 2847 – 2000 dan SNI 03 – 1726 -2002. Pada Bab 4 juga telah membahas mengenai analisa struktur elastik, dan semua ketentuan untuk perencanaan yang ditetapkan SNI telah terpenuhi. Maka penelitian dapat memasuki analisa selanjutnya yaitu analisa beban dorong statik (static push over analysis) dengan struktur portal 2D yang telah diberi bracing tekan sebagai representasi dari dinding bata. Hal ini dilakukan untuk melihat kinerja sesungguhnya struktur beton bertulang dengan dinding bata yang ikut menanggung beban lateral. Untuk dapat melakukan analisa tersebut secara praktis diperlukan program komputer khusus, dalam hal ini adalah SAP2000. Pada subbab ini akan dipilih untuk menganalisa sebagai contoh pengerjaan adalah gedung bertingkat 6 dengan dinding bata setara tinggi portal dan berada pada wilayah gempa 6. Dan untuk membandingkan kinerja dinding bata tersebut, dipilih gedung dengan spesifikasi yang sama, yaitu gedung bertingkat 6 dan berada pada zona gempa 6.
Gambar 6.6. Step 7, kondisi keruntuhan saat performance point
Struktur Open Frame
∆y
Gambar 6.5. Kurva Spectrum Kapasitas bangunan 6 lantai
∆u
Gambar 6.4. Kurva Pushover bangunan 6 lantai Berdasarkan Gambar 6.4., nilai Δy struktur adalah 0,05 m dan Δu struktur adalah 0,270 m . Maka daktilitas ∆ u 0,270 = = 5,4 Displacement struktur µ ∆ = ∆y 0,05
20 Tabel 6.7. Tabel pushover bangunan 6 lantai
Setelah nilai Ca dan Cv diubah sesuai respon spectrum yang terdapat pada SNI 1726-2002, diketahui dari kurva kapasitas spektrum, target perpindahan (δt) (ATC-40) adalah sebesar 0,116m (Gambar 6.5). Nilai ini digunakan dalam pembacaan tabel pushover (Tabel 6.7) untuk mengetahui kinerjanya. Perpindahan sebesar 0,116 m terlihat pada tabel diatas terjadi diantara step 6 dan step 7. Untuk menganalisa sendi plastis yang terjadi, dilihat pada kondisi yang terparah yaitu pada step 7. T erjadi 40 sendi plastis pada balok dan kolom yang masih berada pada daerah B to IO. Dan juga terjadi 8 sendi plastis pada balok dan kolom yang berada di daerah IO to LS. Kondisi terburuk terjadi pada sendi plastis yang berada di daerah IO to LS, yang berarti struktur masih berada dalam kondisi baik. Sendi plastis yang leleh pada step 8 dapat dilihat pada Gambar 6.6. Kesimpulan untuk struktur bangunan 6 tingkat adalah : Pemodelan struktur bangunan gedung 6 l antai
memiliki daktalitas displacement struktur sebesar 5,4 Analisis pada struktur 6 l antai ini berhenti pada step 16 dan tidak bisa dilanjutkan berdasarkan kontrol perpindahan sebesar 0,5 m. Adapun besarnya perpindahan pada kondisi fail (runtuh) di step 16, δ fail = 0,5 m > 150% δ t = 1,5 (0,116) = 0,174 m, maka dianggap perilakunya masih dapat diterima. Dengan target perpindahan δ t = 0,116 m, terlihat bahwa dalam step 8 kinerja yang diperlihatkan struktur tidak ada yang melewati batas LS (Life Safety). Jadi, kinerja model struktur secara keseluruhan OK.
21 Struktur dengan Bracing Tekan Setara Setengah Tinggi Portal
∆y
Tabel 6.8. Tabel pushover bangunan 6 lantai
∆u
Gambar 6.7. Kurva Pushover bangunan 6 lantai Berdasarkan Gambar 6.7., nilai Δy struktur adalah 0,033 m dan Δu struktur adalah 0,29 m. Maka daktilitas Displacement struktur ∆ 0,29 µ∆ = u = = 8,78 ∆ y 0,033
Setelah nilai Ca dan Cv diubah sesuai respon spectrum yang terdapat pada SNI 1726-2002, diketahui dari kurva kapasitas spektrum, target perpindahan (δt) (ATC-40) adalah sebesar 0,096m (Gambar 6.8). Nilai ini digunakan dalam pembacaan tabel pushover (Tabel 6.8) untuk mengetahui kinerjanya. Perpindahan sebesar 0,096 m terlihat pada tabel diatas terjadi diantara step 3 dan step 4. Untuk menganalisa sendi plastis yang terjadi, dilihat pada kondisi yang terparah yaitu pada step 4. Seluruh sendi plastis yang mengalami leleh berada pada daerah B to IO kecuali 2 sendi plastis pada kolom lantai satu yang berada pada daerah IO to LS. Kondisi terburuk terjadi pada sendi plastis yang berada di daerah IO to LS, yang berarti struktur masih berada dalam kondisi baik. Sendi plastis yang leleh pada step 4 dapat dilihat pada Gambar 6.9. Kesimpulan untuk struktur bangunan 6 tingkat adalah : Pemodelan struktur bangunan gedung 6 l antai
Gambar 6.8. Kurva Spectrum Kapasitas bangunan 6 lantai
Gambar 6.9. Step 4, kondisi keruntuhan saat performance point
memiliki daktalitas displacement struktur sebesar 8,78 Analisis pada struktur 6 l antai ini berhenti pada step 11 dan tidak bisa dilanjutkan berdasarkan kontrol perpindahan sebesar 0,5 m. Adapun besarnya perpindahan pada kondisi fail (runtuh) di step 11, δ fail = 0,323 m > 150% δ t = 1,5 (0,096) = 0,144 m, maka dianggap perilakunya masih dapat diterima. Dengan target perpindahan δ t = 0,096 m, terlihat bahwa dalam step 8 kinerja yang diperlihatkan struktur tidak ada yang melewati batas LS (Life Safety). Jadi, kinerja model struktur secara keseluruhan OK.
22 Struktur dengan Bracing Tekan Setara Tinggi Portal
∆y
Tabel 6.9. Tabel pushover bangunan 6 lantai
∆u
Gambar 6.10. Kurva Pushover bangunan 6 lantai Berdasarkan Gambar 6.10., nilai Δy struktur adalah 0,08 m dan Δu struktur adalah 0,2 m. Maka daktilitas ∆u 0,2 = = 2,5 Displacement struktur µ ∆ = ∆ y 0,08
Gambar 6.11. Kurva Spectrum Kapasitas bangunan 6 lantai
Gambar 6.12. Step 4, kondisi keruntuhan saat performance point
Setelah nilai Ca dan Cv diubah sesuai respon spectrum yang terdapat pada SNI 1726-2002, diketahui dari kurva kapasitas spektrum, target perpindahan (δt) (ATC-40) adalah sebesar 0,062m (Gambar 6.11). Nilai ini digunakan dalam pembacaan tabel pushover (Tabel 6.9) untuk mengetahui kinerjanya. Perpindahan sebesar 0,096 m terlihat pada tabel diatas terjadi diantara step 1 dan step 2. Untuk menganalisa sendi plastis yang terjadi, dilihat pada kondisi yang terparah yaitu pada step 2. Seluruh sendi plastis yang mengalami leleh berada pada daerah B to IO, yang berarti struktur masih berada dalam kondisi baik. Sendi plastis yang leleh pada step 2 dapat dilihat pada Gambar 6.12. Kesimpulan untuk struktur bangunan 6 tingkat adalah : Pemodelan struktur bangunan gedung 6 l antai
memiliki daktalitas displacement struktur sebesar 2,5 Analisis pada struktur 6 l antai ini berhenti pada step 33 dan tidak bisa dilanjutkan berdasarkan kontrol perpindahan sebesar 0,5 m. Adapun besarnya perpindahan pada kondisi fail (runtuh) di step 33, δ fail = 0,5 m > 150% δ t = 1,5 (0,062) = 0,093 m, maka dianggap perilakunya masih dapat diterima. Dengan target perpindahan δ t = 0,062 m, terlihat bahwa dalam step 2 kinerja yang diperlihatkan struktur tidak ada yang melewati batas IO (Immediate Occupancy). Jadi, kinerja model struktur secara keseluruhan OK.
23 6.7 Perbandingan Hasil Kinerja
Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kinerja antara struktur dengan bracing tekan dan struktur open frame. Manakah dari kedua struktur tersebut yang memiliki kinerja lebih baik. Kinerja struktur dapat dilihat melalui kurva kapasitas spektrum dari tiap – tiap model. Jumlah pembatas mempengaruhi kinerja struktur. Agar dapat dilihat dengan jelas perbedaannya, semua hasil yang menunjukkan nilai daktilitas dan kinerja struktur disajikan dalam Tabel 6.48. Dari hasil analisa pushover dapat ditarik beberapa ringkasan sebagai berikut : Hasil kinerja struktur pada saat performance point, baik struktur dengan bracing tekan maupun struktur open frame, tidak ada yang melebihi range Immediete Occupancy – Life Safety. Nilai daktilitas struktur pada struktur dengan bracing tekan setara tinggi portal memiliki nilai yang paling kecil daripada daktalitas struktur pada struktur open frame dan struktur dengan bracing tekan setara setengah tinggi portal. Pada hasil performance point, nilai base shear yang terbesar adalah struktur dengan bracing tekan setara tinggi portal, lalu berikutnya adalah stuktur dengan bracing tekan setara setengah tinggi portal, dan yang terkecil adalah struktur open frame. Pada saat mencapai performance point, base shear yang dihasilkan struktur dengan bracing tekan, nilainya lebih besar dari struktur open frame dengan nilai yang naik hampir dua kali lipatnya. Hal ini menunjukkan bahwa struktur dengan bracing tekan mampu menerima gaya geser dasar lebih baik daripada struktur open frame. Pada hasil performance point, nilai target perpindahan (δt) terbesar adalah struktur open frame, lalu berikutnya adalah stuktur dengan bracing tekan setara setengah tinggi portal, dan yang terkecil adalah struktur dengan bracing tekan setara tinggi portal. Pada saat mencapai performance point, nilai target perpindahan (δt) yang dihasilkan struktur open frame, nilainya lebih besar dari struktur dengan bracing tekan. Hal ini menunjukkan bahwa struktur open frame dapat berdeformasi lebih baik daripada struktur dengan bracing tekan, sehingga kinerja keseluruhan struktur open frame lebih baik.
BAB VII PENUTUP 7.1 KESIMPULAN
Dari hasil perencanaan dan analisa pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa : 1 Hasil studi menunjukan bahwa struktur open frame memiliki perilaku struktur yang lebih baik daripada struktur dengan bracing tekan. Hal ini ditunjukkan pada nilai target perpindahan saat performance point, struktur open frame memiliki nilai yang lebih besar. 2 Hasil studi menunjukkan bahwa pada bangunan bertingkat rendah (2 lantai), base shear yang dihasilkan bangunan dengan bracing tekan dan bangunan struktur open frame memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Namun mulai dari bangunan 4 l antai, nilai base shear yang dihasilkan oleh bangunan dengan bracing tekan memiliki nilai yang jauh lebih besar dengan struktur open frame, nilainya mencapai dua kali lipatnya. 3 Dari hasil studi, dapat ditarik kesimpulan bahwa dinding bata dapat mengganggu kinerja struktur utama untuk berdeformasi secara maksimal. Semakin tinggi tingkat lantai suatu gedung, maka tingkat pengaruh kekuatan dan kekakuan dinding bata semakin besar terhadap kinerja struktur utama.
7.2 SARAN
Saran yang dapat diberikan sesuai dengan tugas akhir ini adalah: 1 Kekuatan dan kekakuan dinding bata perlu diperhatikan dalam proses desain bangunan gedung bertingkat tinggi maupun rendah, karena dari hasil studi membuktikan bahwa dinding bata dapat menggangu kinerja dari struktur utama. 2 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kinerja dinding bata pada bangunan bertingkat dengan analisa non linier pushover 3D dan dengan variasi tingkat gedung dan pemodelan dinding bata yang lebih bervariasi. 3 Dari kesimpulan yang didapat, disarankan
untuk panel penutup atau partisi bangunan gedung menggunakan bahan yang memiliki kekuatan dan kekakuan yang rendah agar tidak menggangu deformasi dan kinerja pada struktur utama.