DIVERSITAS DAN DISTRIBUSI HOLOTHUROIDEA DI PERAIRAN DANGKAL TAMAN NASIONAL BALURAN
ARIF MOHAMMAD SIDDIQ
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Diversitas dan Distribusi Holothuroidea di Perairan Dangkal Taman Nasional Baluran adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2016 Arif Mohammad Siddiq G352140041
RINGKASAN ARIF MOHAMMAD SIDDIQ. Diversitas dan Distribusi Holothuroidea di Perairan Dangkal Taman Nasional Baluran. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan IBNUL QAYIM. Holothuroidea (timun laut) merupakan anggota dari Echinodermata yang tersebar luas dari perairan dangkal sampai laut dalam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur diversitas, distribusi, dan mempelajari korelasi antara faktor lingkungan dan Holothuroidea, serta habitatnya di perairan dangkal Taman Nasional Baluran (TNB), Jawa Timur. Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Desember 2015. Pengambilan sampel dilakukan di tiga lokasi pantai, yaitu Bama, Air Karang, dan Bilik. Metode yang digunakan untuk observasi Holothuroidea yaitu jelajah (road sampling) pada kondisi surut di area intertidal. Analisis diversitas spesies Holothuroidea dan korelasinya terhadap faktor lingkungan serta lokasi menggunakan program PAST 2.17c. Pola distribusi spasial ditampilkan menggunakan program ArcGIS 10.1. Diversitas spesies Holothuroidea di perairan dangkal TNB masih tergolong tinggi. Dua puluh satu spesies Holothuroidea yang termasuk dalam dua ordo (Aspidochirotida dan Apodia), empat famili, dan delapan genus telah ditemukan di penelitian ini. Famili yang mendominasi adalah Holothuriidae (16 spesies), diikuti oleh Stichopodidae (2 spesies) dan Synaptidae (2 spesies), dan Chiridotidae (1 spesies). Empat spesies (Holothuria olivacea, H. verrucosa, Labidodemas rugosum, dan Chiridota smirnovi) merupakan catatan baru di perairan Jawa dan satu spesies (H. papillifera) merupakan catatan baru di perairan Indonesia. Jumlah spesies Holothuroidea tertinggi ditemukan di habitat bawah batu sekitar karang (15 spesies), sedangkan jumlah individu tertinggi ditemukan di area lamun (5457 individu). Spesies Holothuroidea di perairan dangkal TNB lebih menyukai substrat yang keras, antara lain batu dan karang mati untuk pergerakan mereka. Berdasarkan penelitian ini, sekitar 71.4% spesies Holothuroidea ditemukan hidup di habitat bawah batu sekitar karang. Indeks keanekaragaman tertinggi ditemukan di Bilik (S= 15, H’= 1.335, J’=0.506), diikuti oleh Air Karang (S=13, H’=0.666, J’=0.259), dan Bama (S=9, H’=0.146, J’=0.066). Sebaliknya, indeks dominansi tertinggi ditemukan di Bama (D=0.951), diikuti oleh Air Karang (D=0.761), dan Bilik (D=0.404). Berdasarkan Canonical Correspondence Analysis (CCA) menunjukkan bahwa setiap spesies Holothuroidea dipengaruhi oleh faktor yang berbeda (suhu air, salinitas, pH, dan kandungan oksigen). Di tiga lokasi pengambilan sampel juga ditemukan spesies spesifik, diantaranya H. erinaceus di Bama, H. fuscocinerea, H. olivacea, H. verrucosa, Stichopus quadrifasciatus di Air Karang, dan Actinopyga echinites, C. smirnovi, H. aff. macroperona, H. papillifera, L. rugosum di Bilik. Spesies H. atra merupakan spesies yang memiliki distribusi habitat luas, antara lain di lamun, makroalga, terumbu karang, karang mati, pasir, dan bawah batu. Kata kunci: distribusi, diversitas, Holothuroidea, perairan dangkal, Taman Nasional Baluran
SUMMARY ARIF MOHAMMAD SIDDIQ. The Diversity and Distribution of Holothuroidea in Shallow waters of Baluran National Park. Supervised by TRI ATMOWIDI and IBNUL QAYIM. Holothuroidea (sea cucumber) is member of Echinodermata that widely distributed from shallow waters to the deep sea. The aims of the study were to measure the diversity, distribution, and describe the correlation of environmental factors and existence of Holothuroidea, as well as their habitats in shallow waters of Baluran National Park (BNP), East Java. The study was conducted from July to December 2015. Samplings of Holothuroidea were taken in three locations, i.e. Bama, Air Karang, and Bilik. The method used to observe Holothuroidea in each location was road sampling at low tide condition in intertidal area. Diversity of Holothuroidea and environmental factors as well as locations was analyzed using PAST software version 2.17c. Spatial distribution pattern of Holothuroidea was constructed by ArcGIS software version 10.1. The diversity of Holothuroidea in shallow waters of BNP was relatively high. Twenty one species of Holothuroidea belongs to two orders (Aspidochirotida and Apodida), four families, and eight genera were found in this study. The family of Holothuriidae (16 species) has highest species richness, followed by Stichopodidae (2 species), Synaptidae (2 species), and Chiridotidae (1 species), respectively. Four species (Holothuria olivacea, H. verrucosa, Labidodemas rugosum, and Chiridota smirnovi) are new records for Java waters and one species (H. papillifera) is a new record for Indonesian waters. The highest abundance species of Holothuroidea was found at under rock around the reef (15 species), whereas the highest number of individuals was found in seagrass areas (5457 individuals). Species of Holothuroidea prefer harder substrate, such as rocks and dead coral related to their locomotion. Based on t his study, approximately 71.4% species of Holothuroidea was found under rocks around the reef. The highest diversity of Holothuroidea was found in Bilik (S=15, H’=1.335, J’=0.506), followed by Air Karang (S=13, H’=0.666, J’=0.259) and Bama (S= 9, H’=0.146, J’=0.066), respectively. In contrast, the highest dominance was found in Bama (D= 0.951), followed by Air Karang (D= 0.761), and Bilik (D= 0.404). Based on C anonical Correspondence Analysis (CCA), it showed that some species of Holothuroidea were influenced by different environmental factors (water temperature, salinity, pH, and dissolved oxygen). In three sampling sites was also found specific species, such H. erinaceus in Bama, H. fuscocinerea, H. olivacea, H. verrucosa, Stichopus quadrifasciatus in Air Karang, and Actinopyga echinites, C. smirnovi, H. aff. macroperona, H. papillifera, L. rugosum in Bilik. H. atra has extensive habitat distribution, such as seagrass, macroalgae, coral reef, dead coral, sand, and under rock. Keywords: distribution, diversity, Holothuroidea, shallow waters, Baluran National Park
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DIVERSITAS DAN DISTRIBUSI HOLOTHUROIDEA DI PERAIRAN DANGKAL TAMAN NASIONAL BALURAN
ARIF MOHAMMAD SIDDIQ
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biosains Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi :
Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc
Judul Tesis
: Diversitas dan Distribusi Holothuroidea di Perairan Dangkal Taman Nasional Baluran
Nama
: Arif Mohammad Siddiq
NIM
: G352140041
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
/
Dr Tri
Dr Ir Ibnul Qayim Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Biosains Hewan
Dr Ir RR Dyah Perwitasari, MSc
Dr lr Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian: 21 April2016
Tanggal Lulus:
2 0 MAY 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Diversitas dan Distribusi Holothuroidea di Perairan Dangkal Taman Nasional Baluran. Penelitian ini berlangsung dari bulan Juli sampai Desember 2015. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Tri Atmowidi dan Bapak Dr Ir Ibnul Qayim selaku pembimbing yang telah banyak memberikan nasihat, serta Bapak Dr Ir Fredinan Yulianda selaku penguji luar komisi pada ujian tesis atas saran dan masukan untuk tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Ir. Emy Endah Suwarni beserta staf Balai Taman Nasional Baluran, dan juga Tim Biologi yang telah membantu selama pengumpulan data di lapangan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Ismiliana Wirawati beserta staf Pusat Penelitian Oseanografi (P20) Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) atas segala ilmu dan bantuannya dalam proses identifikasi morfologi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak dan ibu pengajar Biosains Hewan (BSH) atas semua ilmu, bimbingan, pengalaman, dan nasihat selama ini. Ucapan terima kasih untuk teman-teman BSH 2014 dan Zoocorner atas kebersamaan, semangat, persahabatan dan keceriaan yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih yang luar biasa, penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, semangat, dukungan dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2016 Arif Mohammad Siddiq
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 1 2
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Holothuroidea Taksonomi dan ekologi Holothuroidea
2 2 3
METODE Waktu dan lokasi Pemetaan persebaran Holothuroidea Pengukuran faktor lingkungan Identifikasi Holothuroidea, lamun, dan makroalga Analisis data
4 4 5 5 6 6
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi perairan dangkal TNB Diversitas Holothuroidea Taksonomi Holothuroidea Distribusi spasial Holothuroidea Preferensi habitat Holothuroidea Pembahasan
7 7 7 9 10 24 26 28
SIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
32
RIWAYAT HIDUP
35
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Pengukuran faktor lingkungan Jumlah individu dan spesies Holothuroidea di perairan dangkal TNB Status konservasi spesies Holothuroidea di TNB Spesies makroalga dan lamun di perairan dangkal TNB Hasil pengukuran parameter lingkungan
6 10 23 27 27
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Struktur tubuh Holothuroidea Thyone briareus Peta lokasi penelitian Skema metode Road Sampling di perairan dangkal TNB Kondisi Pantai Air Karang Kondisi Pantai Bama Kondisi Pantai Bilik Morfologi dan spikula A. ehinites, B. marmorata, B. similis, dan H. erinaceus Morfologi dan spikula H. atra, H. hilla, H. leucospilota, dan H. papillifera Morfologi dan spikula H. impatiens, H. aff. macroperona, H. fuscocinerea, dan H. olivacea Morfologi dan spikula H. pardalis, H. verrucosa, H. scabra, dan L. rugosum Morfologi dan spikula S. cf. monotuberculatus, S. quadrifasciatus, O. grisea, Sy. maculata Morfologi dan spikula C. smirnovi Distribusi spasial famili Holothuroidea di Pantai Air Karang Distribusi spasial famili Holothuroidea di Pantai Bama Distribusi spasial famili Holothuroidea di Pantai Bilik Jumlah individu dan spesies Holothuroidea yang ditemukan di TNB Canonical Correspondence Analysis (CCA)
2 4 5 7 8 9 18 19 20 21 22 23 24 25 25 26 28
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Holothuroidea (timun laut) merupakan salah satu anggota dari Echinodermata yang ditemukan hidup di berbagai substrat dan kedalaman (Sluiter 1901; Samyn et al. 2006). Sekitar 1500 spesies Holothuroidea telah dideskripsi dari seluruh perairan dunia (Clark dan Rowe 1971; Cherbonnier 1988; Massin 1999; O’Loughlin et al. 2011). Di perairan dangkal sampai perairan dalam Indonesia dilaporkan terdapat sekitar 300 spesies Holothuroidea (Purwati dan Wirawati 2012). Keberadaan Holothuroidea di ekosistem laut sangat penting, karena secara ekologi Holothuroidea berfungsi membantu proses dekomposisi zat organik dalam sedimen, serta melepaskan nutrisi ke dalam rantai makanan (Bakus 1973). Beberapa spesies Holothuroidea juga memiliki fungsi ekonomi (disebut sebagai teripang). Di perairan Asia, Actinopyga, Bohadschia, Holothuria, dan Stichopus merupakan spesies yang sering dieksploitasi sebagai bahan makanan dan obatobatan (Conand dan Muthiga 2007). Eksploitasi yang berlebihan menyebabkan populasi Holothuroidea di alam menurun setiap tahunnya, termasuk di perairan Indonesia (Purwati 2005; Setyastuti dan Purwati 2015). Kondisi tersebut menyebabkan beberapa spesies Holothuroidea masuk ke dalam Appendix II CITES (Convention on the International Trade in Endangered Spesies) (Polidoro et al. 2011). Publikasi mengenai keberadaan, diversitas, dan distribusi Holothuroidea serta hubungannya dengan karakter mikrohabitatnya di perairan Indonesia sangat diperlukan. Beberapa laporan tentang Holothuroidea didominasi dari perairan timur Indonesia, termasuk ekspedisi internasional (Sluiter 1901; Massin 1996; Massin 1999). Laporan tentang Holothuroidea dari perairan Jawa masih terbatas, diantaranya di area Kepulauan Seribu, Karimun Jawa, dan Teluk Prigi (Wirawati et al. 2007; Purwati dan Wirawati 2012). Perairan Jawa memiliki potensi diversitas Holothuroidea yang tinggi, salah satunya di perairan dangkal Taman Nasional Baluran. Taman Nasional Baluran (TNB) adalah daerah konservasi yang terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur (Balai Taman Nasional Baluran 2010). Secara geografis, TNB berbatasan langsung dengan Selat Bali dan Selat Madura. Perairan TNB ini merupakan pantai utara Jawa yang memiliki diversitas substrat dan ekosistem, diantaranya pasir, lumpur, batu, lamun, makroalga, karang mati, dan terumbu karang. Kondisi perairan tersebut merupakan habitat yang mendukung eksistensi dari Holothuroidea. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengukur diversitas dan pola distribusi spesies Holothuroidea di perairan dangkal TNB. Penelitian ini juga untuk mempelajari hubungan antara faktor lingkungan terhadap keberadan Holothuroidea, serta karakteristik habitat Holothuroidea.
2
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai diversitas spesies Holothuroidea dan pola distribusi dengan mengetahui pemetaan lokal spesies Holothuroidea dan mikrohabitatnya di perairan TNB. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai data penunjang untuk konservasi Holothuroidea. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Holothuroidea Holothuroidea merupakan anggota dari filum Echinodermata yang memiliki karakteristik tubuh lunak dan elastis dengan bentuk bervariasi (Gambar 1), mulut terletak di ujung anterior, sedangkan anus di ujung posterior. Panjang tubuh bervariasi berdasarkan spesies dan umur, yaitu berkisar antara 3 - 150 cm. Bentuk tubuh merupakan ciri taksonomik pada tingkat famili, khususnya dari ordo Aspidochirotida (Canon dan Silver 1986). Holothuroidea memiliki kaki tabung di bagian ventral yang berfungsi untuk pergerakan dan di bagian dorsal terdapat papilla sebagai alat sensor (Hyman 1955). Tentakel merupakan modifikasi kaki tabung di sekitar mulut yang berfungsi untuk memasukkan makanan (Pechenik 2010). Jumlah tentakel Holothuroidea bervariasi antara 10-30. Bentuk tentakel Holothuroidea bervariasi, yaitu peltate, dendritic, pinnate, dan digitate (Brusca dan Brusca 2003). Holothuroidea memiliki endoskeleton mikroskopis berupa spikula pada dinding tubuhnya (Pechenik 2010). Spikula berfungsi untuk memperkokoh tubuh Holothuroidea dan menjadi bagian penting untuk identifikasi sampai tingkat spesies (Clark dan Rowe 1971).
Gambar 1 Struktur tubuh Holothuroidea Thyone briareus (Pechenik 2010)
3
Taksonomi dan Ekologi Holothuroidea Kelas Holothuroidea terdiri atas enam ordo (Clark dan Rowe 1971; Cannon dan Silver 1986; Massin 1999; Brusca dan Brusca 2003). Deskripsi enam ordo tersebut sebagai berikut: a) Ordo Dactylochirotida Anggota ordo ini memiliki tipe tentakel sederhana, pohon pernafasan, tubuhnya berbentuk seperti huruf U dan dinding tubuh yang kaku serta diliputi kaki tabung yang fleksibel. Ordo Dactylochirotida ini terbagi dalam tiga famili yang hanya ditemukan hidup di laut dalam, yaitu Ypsilothuriidae, Vaneyellidae, dan Rhopalodinida (Cannon dan Silver 1986; Brusca dan Brusca 2003). b) Ordo Dendrochirotida Anggota ordo ini memiliki tipe tentakel dendritic, pohon pernafasan dan kaki tabung berada dibagian ventral, serta dinding tubuh yang keras. Ordo Dendrochirotida memiliki tujuh famili yang tersebar di perairan dangkal, diantaranya Placothuriidae, Paracucumidae, Psolidae, Heterothyonidae, Phyllophoridae, Scelerodactylidae, dan Cucumaridae (Brusca dan Brusca 2003). c) Ordo Aspidochirotida Anggota ordo ini memiliki tipe tentakel peltate, pohon pernafasan dan kaki tabung yang terkadang membentuk alas yang tebal, serta memiliki ukuran tubuh yang relatif besar. Ordo Aspidochirotida memiliki dua famili yang ditemukan hidup di perairan dangkal, yaitu Holothuriidae dan Stichopodidae. Satu famili ditemukan di perairan dalam, yaitu Synallactidae (Brusca dan Brusca 2003). d) Ordo Elasipodida Anggota ordo ini memiliki tipe tentakel peltate, pohon pernafasan, dan bentuk segi empat dengan kaki tabung besar berbentuk kerucut, serta dinding tubuh yang halus dan berlendir. Ordo Elasipodida terdiri dalam lima famili yang semuanya ditemukan hidup di laut dalam, yaitu Deimatidae, Leatmogonidae, Psychropotidae, Elpidiidae, dan Pelagothuriidae (Brusca dan Brusca 2003). e) Ordo Molpadida Anggota ordo ini memiliki tipe tentakel sederhana, pohon pernafasan, kaki tabung serta dinding tubuh yang halus dan lentur, sedangkan bagian posterior tubuh menyempit seperti ekor. Ordo Molpadida terdiri dalam empat famili yang ditemukan hidup di perairan dangkal dan laut dalam, yaitu Molpadiidae, Caudinidae, Gephyrothuriidae, dan Eupyrgidae (Brusca dan Brusca 2003). f) Ordo Apodida Anggota ordo ini memiliki tentakel yang berbentuk digitate atau pinnate, tidak memiliki pohon pernafasan dan kaki tabung, dan memiliki bentuk memanjang seperti ular, serta dinding tubuh tipis dan transparan. Ordo Apodida terbagi dalam tiga famili yang ditemukan hidup di perairan dangkal dan laut dalam, yaitu Chiridotidae, Synaptidae, dan Myriotrochidae (Cannon dan Silver 1986; Brusca dan Brusca 2003).
4
Holothuroidea tersebar luas di perairan laut, dari perairan dangkal sampai laut dalam (Nontji 1987). Holothuroidea banyak ditemukan hidup di paparan terumbu karang, lamun dan pantai berbatu atau berpasir (Darsono 2003). Spesies Holothuroidea hidup berkelompok dan ada yang hidup soliter (Martoyo dan Winanto 1994). Makanan Holothuroidea berupa detritus dan beberapa spesies memakan plankton (Cannon dan Silver 1986). Holothuroidea memiliki respon terhadap gangguan. Pertahanan pertama yang dilakukan Holothuroidea saat merasa terganggu adalah mengerutkan badannya (Castillo 2006). Jika gangguan terus berlangsung, Holothuroidea akan mengeluarkan tubulus cuvier (Cuvier tubules) yang lengket bahkan beracun (Bakus 1973). Holothuroidea akan melakukan eviserasi (evisceration) yaitu mengeluarkan organ pencernaan, respiratory tree, dan gonadnya melalui anus saat gangguan tidak juga berhenti (Pechenik 2010). METODE Waktu dan lokasi Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2015. Penelitian dilakukan pada saat air laut mencapai surut maksimal di zona intertidal Pantai Bama (100,000 m2, 7o50'S, 114o27'E), Pantai Air Karang (112,000 m2, 7o47'S, 114o25''E), dan Pantai Bilik (60,000 m2, 7o45'S, 114o22'E) (Gambar 2). Verifikasi dan identifikasi sampai tingkat spesies Holothuroidea dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI Jakarta. Analisis data dilakukan di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, FMIPA, IPBBogor.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian: Bama (1), Air Karang (2), Bilik (3)
5
Pemetaan Persebaran Holothuroidea Metode pemetaan persebaran Holothuroidea yang digunakan adalah metode jelajah (road sampling) (Bookhout 1996). Pengamatan menggunakan transek sistematik dengan jarak antar transek 2 m (Gambar 3). Pemberian tanda posisi koordinat ditemukannya spesies Holothuroidea dengan Global Positioning System (GPS), kemudian dicatat nama spesies, jumlah individu, dan karakter mikrohabitat. Untuk keperluan identifikasi, dilakukan pengambilan beberapa spesimen Holothuroidea yang mewakili tiap spesies dan kemudian merendamnya ke dalam larutan MgCl2 7% selama ± 15 menit yang bertujuan untuk membius spesimen Holothuroidea tersebut sampai spesimen dalam keadaan relaks, dan tentakel, papilla, maupun kaki tabung tetap terjulur. Selanjutnya, preservasi menggunakan larutan alkohol 70%. Spesimen lamun dan makroalga juga dikoleksi untuk keperluan identifikasi. Spesimen lamun dan makroalga langsung dipreservasi menggunakan alkohol 70%.
Keterangan: : Garis pantai : Arah sampling Gambar 3 Skema metode Road Sampling di perairan dangkal TNB Metode ini telah diterapkan pada Holothuroidea di perairan Lombok Barat (Purwati dan Syahailatua 2008) dan Ophiuroidea di perairan Pancur Taman Nasional Alas Purwo (Setiawan 2014). Keuntungan menggunakan metode jelajah yaitu tidak mengulang penghitungan individu yang sama, mengetahui distribusi lokal setiap spesies, dan memberi batasan habitat setiap spesies. Pengukuran Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang diukur pada penelitian ini adalah faktor fisik dan kimia (Tabel 1). Data fisik yang diamati antara lain kondisi substrat dan suhu. Pengamatan substrat dilakukan secara visual kemudian diambil gambarnya menggunakan kamera. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer batang. Pengukuran data kimia meliputi DO, pH dan salinitas air laut. Pengukuran DO menggunakan alat DO meter. Pengukuran pH menggunakan pH meter dan salinitas menggunakan refraktometer. Pengukuran faktor abiotik tersebut dilakukan pengulangan tiga kali pada setiap lokasi pengamatan.
6
Tabel 1 Pengukuran faktor lingkungan Faktor lingkungan Satuan 0 Suhu air C 0 Salinitas /00 -pH air Kadar Oksigen mg/l Jenis Substrat --
Alat Termometer Refraktometer pH meter DO meter --
Lokasi Insitu Insitu Insitu Insitu Insitu
Identifikasi Holothuroidea, Lamun, dan Makroalga Identifikasi Holothuroidea sampai tingkat spesies memerlukan pengamatan berbagai bentuk (features). Secara eksternal diamati bentuk tubuh, tipe dan jumlah tentakel, sebaran kaki tabung dan papilla, serta posisi mulut dan anus. Secara internal diamati tipe spikula menggunakan mikroskop Leica DMRBE. Berbagai referensi taksonomi Holothuroidea digunakan sebagai acuan identifikasi, antara lain Clark (1938), Cherbonnier (1952), Clark dan Rowe (1971), Cherbonnier (1988), Massin (1996), Massin (1999), Samyn dan Massin (2003). Teknik pengamatan spikula mengikuti Purcell et al. (2012), sedangkan untuk lamun dan makroalga diidentifikasi berdasarkan Phillips dan Menez (1988), Atmadja et al. (1997), serta Azkab (1999). Analisis Data Jumlah spesies dan jumlah individu Holothuroidea yang ditemukan, dianalisis menggunakan Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), evenness (J’), dan dominansi (D) dalam program PAST versi 2.17c. Formula yang digunakan sebagai berikut: Keterangan: H’: Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener : pi : Peluang kepentingan untuk setiap spesies ni : Jumlah individu i spesies N : Total individu Keterangan: J’ : Indeks kemerataan S : Total spesies Keterangan: Ds : Indeks dominansi
( (
) )
7
Pola distribusi Holothuroidea dianalisis menggunakan program ArcGIS versi 10.1 dengan cara memasukkan data koordinat spesies Holothuroidea dan habitatnya. Titik koordinat spesies Holothuroidea dan habitat terluar di gambarkan menggunakan garis sebaran (line), sehingga terbentuk pemetaan lokal spesies Holothuroidea dan jenis habitatnya. Peta dasar menggunakan Peta Rupa Bumi dari Badan Informasi Geospasial. Faktor lingkungan, lokasi, dan keberadaan Holothuroidea dianalisis menggunakan pendekatan Cannonical Corespondence Analysis (CCA) dalam program PAST versi 2.17c. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Kondisi Perairan Dangkal TNB Taman Nasional Baluran memiliki luas perairan sekitar 1063 Ha dan termasuk dalam zona rimba (Balai Taman Nasional Baluran 2010). Kondisi perairan yang terletak disebelah utara pulau Jawa, menyebabkan kondisi ombak di perairan ini relatif tenang. Perairan dangkal TNB memiliki topografi, tipe substrat, faktor lingkungan, dan keragaman organisme yang bervariasi. Pantai Air Karang Pantai Air Karang (Gambar 4) memiliki garis pantai sekitar 800 m dengan lebar (tubir) mencapai sekitar 140 m. Pantai ini terletak dibelakang pemukiman warga Desa Labuhan Merak yang berada dalam kawasan TNB.
(a) a)
(
(b) b)
(
(c) (d) ( Gambar 4 Kondisi Pantai Air Karang: area makroalga (a), substrat (pasir dan batu c) karang (c), dan area lamun dengan Holothuroidea d) (b), terumbu (d).
8
Disekitar garis pantai memiliki substrat pasir dan lumpur yang ditumbuhi oleh lamun dan makroalga. Substrat batu ditemukan dibeberapa titik pengamatan dengan posisi yang membentuk garis vertikal menghadap tubir. Pantai ini lebih didominasi oleh terumbu karang, baik koloni karang hidup ataupun karang mati. Ekosistem terumbu karang memiliki substrat beting karang dan pasir, yang ditemukan dibagian tengah sampai batas tubir zona intertidal. Pantai Bama Pantai Bama (Gambar 5) memiliki panjang garis pantai yang berkisar 500 m dan lebar (tubir) sekitar 200 m. Pantai ini merupakan tempat wisata, sehingga paling sering berhubungan langsung dengan aktivitas manusia. Ekosistem mangrove ditemukan hidup di bagian utara dan selatan dari pantai ini. Sedangkan area garis pantai sampai tengah didominasi oleh lamun dan makroalga dengan substrat lumpur dan pasir. Zona rataan terumbu ditemukan hidup di area dekat tubir. Substrat batu juga ditemukan di area utara pantai ini.
(a) a)
(
(b) b)
(
(c) ( (d) ( Gambar 5 Kondisi d) karang (b), area c) Pantai Bama: zona batuan (a), koloni pertumbuhan makroalga (c), dan area lamun dengan Holothuroidea (d). Pantai Bilik Pantai Bilik (Gambar 6) memiliki garis pantai sekitar 400 m dan lebar (tubir) 150 m. Akses yang sulit membuat pantai ini masih terjaga dari aktivitas manusia. Ekosistem laut khususnya di zona intertidal pantai ini masih sangat baik. Disekitar garis pantai ditumbuhi oleh lamun dan makroalga yang bersubstrat pasir sampai lumpur. Substrat batu ditemukan dibagian barat pantai yang berbatasan langsung dengan ekosistem mangrove. Substrat karang mati ditemukan didekat tubir dan berdampingan langsung dengan koloni karang hidup yang lebih banyak ditemukan dibagian timur pantai.
9
(a) a)
(b)
(
b)
(
(c) (d) ( pertumbuhan ( Gambar 6 Kondisi Pantai Bilik: area lamun bersubstrat pasir (a), d) c) alga (b), terumbu karang (c), dan beting karang dengan Holothuroidea (d). Diversitas Holothuroidea Dua puluh satu spesies Holothuroidea yang termasuk dalam dua ordo, yaitu Aspidochirotida dan Apodida, empat famili, dan delapan genus ditemukan di perairan dangkal TNB. Famili Holothuriidae (16 spesies) merupakan famili yang memiliki jumlah spesies paling tinggi, diikuti oleh Stichopodidae (2 spesies) dan Synaptidae (2 spesies), serta Chiridotidae (1 spesies). Spesies Holothuria atra (9935 individu) merupakan spesies dengan jumlah terbanyak di perairan dangkal TNB. Spesies ini ditemukan di berbagai habitat, antara lain lamun, makroalga, karang mati, terumbu karang, bawah batu, dan pasir. Sebaliknya, Chiridota smirnovi (satu individu) merupakan spesies yang ditemukan dengan jumlah paling sedikit. Spesies ini terbatas pada satu habitat, yaitu bawah batu sekitar karang. Di Bama, spesies yang dominan adalah H. atra (9875 individu), sedangkan di Air Karang dan Bilik adalah Opheodesoma grisea (835 dan 198 individu). Indeks keanekaragaman tertinggi ditemukan di Bilik (S=15, H’=1.335, J’=0.506), diikuti oleh Air Karang (S=13, H’=0.666, J’=0.259), dan Bama (S=9, H’=0.146, J’=0.066). Sebaliknya, indeks dominansi tertinggi ditemukan di Bama (D=0.951), diikuti oleh Air Karang (D=0.761), dan Bilik (D=0.404) (Tabel 2).
10
Tabel 2 Jumlah individu dan spesies Holothuroidea di perairan dangkal TNB Ordo: Famili Spesies Aspidochirotida: Holothuriidae Actinopyga echinites Jaeger, 1833 Bohadschia marmorata Jaeger, 1833 B. similis Semper, 1868 Holothuria (Selekonthuria) erinaceus Semper, 1868 H. (Halodeima) atra Jaeger, 1833 H. (Mertensiothuria) hilla Lesson, 1830 H. (Mertensiothuria) leucospilota Brandt, 1835 H. (Mertensiothuria) papillifera Heding inMortensen, 1938 H. (Thymiosycia) impatiens Forskal, 1775 H. (Thymiosycia) aff. Macroperona Clark, 1938 H. (Stauropora) fuscocinerea Jaeger, 1833 H. (Stauropora) olivacea Ludwig, 1835 H. (Lessonothuria) pardalis Salenka, 1867 H. (Lessonothuria) verrucosa Salenka, 1867 H. (Metriatyla) scabra Jaeger, 1833 Labidodemas rugosum Ludwig, 1875 Aspidochirotida: Stichopodidae Stichopus cf. Monotuberculatus Quoy & Gaimard, 1833 S. quadrifasciatus Massin, 1999 Apodida: Synaptidae Opheodesoma grisea Semper, 1868 Synapta maculata Chamisso & Eisenhardt, 1821 Apodida:Chiridotidae Chiridota smirnovi Massin, 1996
Jumlah individu AK BM BL
Total
0 0 2 0 15
0 2 0 3 9875
3 2 2 0 45
3 4 4 3 9935
4 14 0 26 0 10 8 0 4 7 0
0 16 0 2 0 0 0 4 0 4 0
39 8 2 1 7 0 0 3 0 0 4
43 38 2 29 7 10 8 7 4 11 4
KM, LN TK, KM, MA KM, MA, LN BB TK, KM, MA, PS, LN, BB LN, BB KM, BB BB BB KM, BB KM, BB BB PS, BB BB PS, LN BB
4 2
0 0
5 0
9 2
KM, BB KM, BB
835 28
121 102
198 6
1154 136
0
0
1
1
Total individu 959 10129 326 11414 Jumlah spesies 13 9 15 Indeks Shannon-wiener (H’) 0.666 0.146 1.335 Indeks kemerataan (J’) 0.259 0.066 0.506 Indeks Dominansi (D) 0.761 0.951 0.404 Referensi: Clark (1938); Cherbonnier (1952, 1988); Massin (1996, 1999); Samyn dan Massin (2003). Catatan: AK=Air Karang, BM=Bama, BL=Bilik, TK=terumbu karang, KM=karang mati, MA=makroalga, LN=lamun, PS=pasir, BB=bawah batu.
Taksonomi Holothuroidea Ordo Aspidochirotida Grube, 1840 Famili Holothuriidae Ludwig, 1894 Genus Actinopyga Broon, 1860 Actinopyga echinites (Jaeger, 1833) Spesimen: E.H.708, area lamun, pantai Bilik TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh bulat memanjang dengan panjang 13–15 cm. Warna pada bagian dorsal yaitu coklat dengan corak coklat gelap melintang, sedangkan bagian ventral lebih pucat. Papilla dan kaki tabung tersebar tidak beraturan. Mulut terletak di ujung anterior bagian ventral dengan tentakel perisai (peltate) berjumlah 20. Anus berada di ujung posterior. Memiliki gigi anal berjumlah lima. Tipe spikula pada bagian dorsal dan ventral adalah rod dan rosettes, sedangkan untuk tentakel yaitu rod (Gambar 7A).
Habitat
KM, MA, LN LN, MA BB
11
Catatan: A. echinites merupakan spesies yang tidak memiliki variasi morfologi dan tipe spikula yang mencolok. Distribusi: Tersebar luas di sebelah barat Indo-Pasifik tropis, mulai dari Laut merah sampai Jepang, Guam, dan Kaledonia baru (Massin 1996). Genus Bohadschia Jaeger, 1833 Bohadschia marmorata Jaeger, 1833 Spesimen: E.H.712, terumbu karang, pantai Bilik TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh bulat memanjang dengan panjang 28–30 cm. Warna pada bagian dorsal yaitu kuning kecoklatan, sedangkan pada bagian ventral lebih pucat. Papilla dan kaki tabung tersebar tidak beraturan. Mulut terletak di ujung anterior bagian ventral dengan tentakel perisai (peltate) berjumlah 20. Anus berada di ujung posterior. Tipe spikula rosettes terdapat pada bagian dorsal dan ventral, tipe grain terdapat dibagian ventral. Sedangkan tipe rod terdapat pada tentakel (Gambar 7B). Catatan: B. marmorata memiliki ukuran relatif besar dan spesimen E.H.712 memiliki warna morfologi yang mirip dengan B. vitiensis (Rowe dan Gates 1995). Distribusi: Tersebar luas di sebelah barat Indo-Pasifik tropis, mulai dari Laut Merah dan Pantai Timur Afrika, sampai ke Jepang, Filipina, Indonesia dan Australia (Massin 1996). Bohadschia similis (Semper, 1868) Spesimen: E.H.702, area lamun, pantai Bilik TNB; E.H.719, karang mati, pantai Air Karang TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh bulat memanjang dengan panjang 11–15 cm. Warna pada bagian dorsal yaitu coklat dengan motif hitam khas, sedangkan pada bagian ventral berwarna putih. Papilla dan kaki tabung tersebar tidak beraturan. Mulut terletak di ujung anterior bagian ventral dengan tentakel perisai (peltate) berjumlah 20. Anus berada di ujung posterior. Tipe spikula pada bagian dorsal yaitu rosettes, pada bagian ventral yaitu rosettes dan grain. Sedangkan pada tentakel yaitu rod (Gambar 7C). Catatan: B. similis yang ditemukan di perairan TNB memiliki variasi morfologi; spesimen E.H.702 memiliki ukuran tubuh lebih besar, warna tubuh coklat polos dengan motif hitam membulat, dan ditemukan di area lamun, sedangkan E.H.719 berukuran lebih kecil, warna bagian dorsal coklat terdapat motif hitam melintang, dan ditemukan di area makroalga dan karang mati. Distribusi: Tersebar dari Mauritius, Filipina, Kaledonia Baru, Tahiti, dan Indonesia (Massin 1996). Genus Holothuria Linnaeus, 1767 Holothuria (Selekonthuria) erinaceus Semper, 1868 Spesimen: E.H.724, bawah batu, pantai Bama TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh silindris dengan panjang 13–15 cm. Warna tubuh coklat kehijauan menyeluruh, baik dorsal maupun ventral. Papilla dan kaki tabung tersebar tidak beraturan. Mulut terletak di ujung anterior bagian ventral dengan tentakel perisai (peltate). Anus berada di ujung posterior. Tipe spikula pada bagian dorsal, ventral, dan tentakel yaitu rod (Gambar 7D).
12
Catatan: H. erinaceus yang ditemukan di perairan TNB tidak memiliki variasi morfologi, tapi H. erinaceus di perairan Lombok Barat memiliki dua variasi bentuk tubuh (Purwati dan Wirawati 2009). Distribusi: Tersebar dari Madagascar, Indonesia, Filipina, Australia bagian utara, China dan Jepang (Cherbonnier 1988). Holothuria (Halodeima) atra Jaeger, 1833 Spesimen: E.H.723, area lamun, pantai Bama TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh silindris dengan panjang 15–30 cm. Warna tubuh yaitu hitam keseluruhan, baik bagian dorsal maupun ventral. Papilla dan kaki tabung tersebar tidak beraturan. Mulut terletak di ujung anterior bagian ventral dengan tentakel perisai (peltate) berjumlah 20. Anus berada di ujung posterior. Tipe spikula pada bagian dorsal yaitu table dan rosettes, pada bagian ventral yaitu table, rosettes, dan pseudo-plates, sedangkan untuk tentakel tidak terdapat spikula (Gambar 8A). Catatan: H. atra yang ditemukan di perairan TNB memiliki morfologi yang identik, dan sering ditemukan dengan butiran pasir halus yang menempel pada tubuhnya. Distribusi: Tersebar luas di sebelah barat Indo-Pasifik tropis, mulai dari Laut merah sampai Kepulauan Hawai dan Tahiti (Massin 1996). Holothuria (Mertensiothuria) hilla Lesson, 1830 Spesimen: E.H.707 dan E.H.711, bawah batu, pantai Bilik TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh silindris dengan panjang 5–20 cm. Warna pada bagian dorsal yaitu coklat dengan papilla kuning, sedangkan pada bagian ventral lebih pucat. Papilla dan kaki tabung tersebar tidak beraturan. Mulut terletak di ujung anterior bagian ventral dengan tentakel perisai (peltate) berjumlah 20. Anus berada di ujung posterior. Tipe spikula pada bagian dorsal yaitu table dan button, pada bagian ventral yaitu table, button dan perforated plate, sedangkan pada tentakel yaitu rod (Gambar 8B). Catatan: H. hilla yang ditemukan di perairan TNB memiliki ciri morfologi yang khas, tapi spesimen E.H.711 memiliki morfologi yang berbeda, yaitu warna bagian dorsal lebih coklat, kaki tabung panjang dan rapat serta berwarna putih, tentakel lebih panjang dan berwarna lebih gelap. Distribusi: Tersebar luas di sebelah barat Indo-Pasifik tropis, mulai dari Laut Merah sampai Jepang, Kepulauan Hawaii, dan Kaledonia Baru (Massin 1996). Holothuria (Mertensiothuria) leucospilota Brandt, 1835 Spesimen: E.H.704, bawah batu, pantai Bilik TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh silindris dengan panjang 15–30 cm. Warna tubuh hitam keseluruhan, baik bagian dorsal maupun ventral. Papilla dan kaki tabung tersebar tidak beraturan. Mulut terletak di ujung anterior bagian ventral dengan tentakel perisai (peltate) berjumlah 20. Anus berada di ujung posterior. Tipe spikula pada bagian dorsal yaitu table dan button, pada bagian ventral yaitu table, button dan perforated plates, sedangkan pada tentakel tidak terdapat spikula (Gambar 8C). Catatan: H. leucospilota tidak memiliki variasi morfologi. Spesies ini memiliki tubuh yang bisa memanjang dua sampai tiga kali lipat ukuran aslinya.
13
Distribusi: Tersebar luas di sebelah barat Indo-Pasifik tropis, mulai dari Laut Merah sampai Taiwan, Papua Nugini, dan Kaledonia Baru (Massin 1999). Holothuria (Mertensiothuria) papillifera Heding inMortensen, 1938 Spesimen: E.H.699, bawah batu, pantai Bilik TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk seperti kerucut, dengan bagian anterior kecil dan membesar ke bagian posterior. Memiliki panjang tubuh 8–10 cm. Warna pada bagian dorsal yaitu coklat gelap, sedangkan ventral lebih pucat. Papilla dan kaki tabung tersebar tidak beraturan. Mulut terletak di ujung anterior bagian ventral dengan tentakel perisai (peltate). Anus berada di ujung posterior. Tipe spikula pada bagian dorsal yaitu table dan button, pada bagian ventral yaitu table, button dan perforated plates, sedangkan pada tentakel yaitu rod (Gambar 8D). Catatan: H. papilifera tidak memiliki variasi morfologi. Spesies ini masih sedikit dilaporkan keberadaannya, dan baru ditemukan di perairan Indonesia (perairan TNB). Distribusi: Ditemukan di Laut Merah (Gardaqha, Abu Sadaf, dan Abu Fanadir), dan Indonesia (Samyn dan Massin 2003). Holothuria (Thymiosycia) impatiens (Forskal, 1775) Spesimen: E.H.710, bawah batu, pantai Bilik TNB; E.H.717, bawah batu, pantai Bilik TNB; E.H.725, bawah batu, pantai Bama TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh silindris dengan panjang 10–22 cm. Warna bagian dorsal yaitu coklat kehijauan dengan corak hitam melintang, sedangkan pada bagian ventral lebih pucat. Papilla dan kaki tabung tersebar tidak beraturan. Mulut terletak di ujung anterior dengan tentakel perisai (peltate) berjumlah 20. Anus berada di ujung posterior. Tipe spikula pada bagian dorsal yaitu table dan button, pada bagian ventral yaitu table, button dan rod, sedangkan pada tentakel yaitu rod (Gambar 9A). Catatan: H. impatiens yang ditemukan di perairan TNB memiliki variasi morfologi; spesimen E.H.710 berukuran kecil dan berwarna lebih terang serta warna tentakel putih transparan, sedangkan spesimen E.H.717 dan E.H.725 berukuran lebih besar dan berwarna lebih gelap serta warna tentakel coklat gelap. Distribusi: Tersebar luas di sebelah barat Indo-Pasifik tropis, mulai dari Laut Merah sampai Amerika Tengah, Kepulauan Galapagos, Laut Mediteranian. (Massin 1996). Holothuria (Thymiosycia) aff. macroperona Clark, 1938 Spesimen: E.H.700, bawah batu, pantai Bilik TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh menggembung pada bagian dorsal dengan panjang 4–5 cm. Warna pada bagian dorsal yaitu coklat muda, sedangkan pada bagian ventral lebih pucat. Papilla dan kaki tabung tersebar beraturan. Mulut terletak di ujung anterior bagian ventral dengan tentakel perisai (peltate). Anus berada di ujung posterior. Tipe spikula pada bagian dorsal yaitu table dan button, pada bagian ventral yaitu table, button, perforated plates dan rod, sedangkan pada tentakel yaitu rod (Gambar 9B). Catatan: Spesies ini memiliki bentuk spikula yang mirip dengan H. macroperona (Clark 1938). Tapi terdapat perbedaan, spesimen E.H.700 berwarna lebih
14
transparan dan spikula table memiliki tepi yang bergerigi, serta rod memiliki tepi yang halus. Distribusi: Holothuria macroperona tersebar di Australia bagian barat (Clark 1938). Holothuria (Stauropora) fuscocinerea Jaeger, 1833 Spesimen: E.H.716, bawah batu, pantai Air Karang TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh silindris dengan panjang 13–15 cm. Warna pada bagian dorsal yaitu coklat keabuan dengan motif coklat gelap berjumlah empat, sedangkan ventral lebih pucat. Papilla dan kaki tabung tersebar beraturan. Mulut terletak di ujung anterior bagian ventral dengan tentakel perisai (peltate) berjumlah 17. Anus berada di ujung posterior. Tipe spikula pada bagian dorsal yaitu table, button, dan perforated rods, pada bagian ventral yaitu table, button dan perforated plates, sedangkan pada tentakel rod (Gambar 9C). Catatan: H. fuscocinerea memiliki warna morfologi yang mirip dengan H. pervicax. Spesies ini ditemukan di habitat bawah batu, tapi di beberapa tempat spesies ini ditemukan di area lamun (Cherbonnier 1988; Purwati dan Wirawati 2009). Distribusi: Tersebar luas mulai dari Laut Merah, Madagascar, India, Myanmar, Indonesia, China, Taiwan, Jepang, Filipina, Australia dan Kaledonia Baru (Massin 1999). Holothuria (Stauropora) olivacea Ludwig, 1835 Spesimen: E.H.714, bawah batu, pantai Air Karang TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh bulat memanjang dengan panjang 5–8 cm. Warna pada bagian dorsal yaitu coklat kehijauan, sedangkan pada bagian ventral lebih pucat. Papilla dan kaki tabung tersebar beraturan. Mulut terletak di ujung anterior bagian ventral dengan tentakel perisai (peltate) berjumlah 15. Anus berada di ujung posterior. Tipe spikula pada bagian dorsal yaitu table dan button, pada bagian ventral yaitu table, button dan perforated plates, sedangkan pada tentakel rod (Gambar 9D). Catatan: H. olivacea memiliki tipe spikula yang identik, button pada dorsal dan ventral terdapat bercak yang tersebar tidak beraturan (Cherbonnier 1988). Distribusi: Tersebar luas di sebelah barat Indo-Pasifik tropis, mulai dari Laut Merah, Madagascar, Indonesia, China, Australia, Kepulauan Solomon, dan Hawaii (Massin 1999). Holothuria (Lessonothuria) pardalis Salenka, 1867 Spesimen: E.H.701, pasir terbuka, pantai Bilik TNB; E.H.722 dan E.H.726, bawah batu, pantai Bama TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh silindris dengan panjang 9–13 cm. Warna pada bagian dorsal yaitu putih dengan corak hitam teratur, sedangkan pada bagian ventral putih pucat. Papilla dan kaki tabung tersebar tidak beraturan. Mulut terletak di ujung anterior dengan tentakel perisai (peltate) berjumlah 15. Anus berada di ujung posterior. Tipe spikula pada bagian dorsal yaitu table dan button, pada bagian ventral yaitu table, irregular button, perforated plate, dan rod. Sedangkan pada tentakel yaitu rod (Gambar 10A).
15
Catatan: H. pardalis yang ditemukan di perairan TNB memiliki tiga variasi warna; spesimen E.H.701 berwarna abu abu, habitat di pasir terbuka, sedangkan E.H.722 berwarna coklat, habitat di bawah batu dan E.H.725 berwarna coklat kehijauan, juga ditemukan di habitat bawah batu. Tapi motif bercak hitam yang berada dibagian dorsal ditemukan diketiga spesimen. Distribusi: Tersebar luas di sebelah barat Indo-Pasifik tropis, mulai dari Laut Merah sampai Jepang dan Kepulauan Hawaii, (Massin 1996). Holothuria (Lessonothuria) verrucosa Salenka, 1867 Spesimen: E.H.718, bawah batu, pantai Air Karang TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh silindris dengan panjang 13–15 cm. Warna pada bagian dorsal yaitu coklat dengan corak hitam teratur, sedangkan pada bagian ventral lebih pucat. Papilla dan kaki tabung tersebar tidak beraturan. Mulut terletak di ujung anterior dengan tentakel perisai (peltate) berjumlah 25. Anus berada di ujung posterior. Tipe spikula pada bagian dorsal yaitu table dan button, pada bagian ventral yaitu table, irregular button, perforated plates, dan rod. Sedangkan pada tentakel yaitu rod (Gambar 10B). Catatan: H. verrucosa memiliki ciri morfologi yang mirip dengan H. impatiens, tapi yang identik dari H. verrucosa adalah warna biru pada ujung papilla. Distribusi: Tersebar luas, dimulai dari Madagascar, Indonesia, Australia bagian utara, Filipina, dan Hawaii (Cherbonnier 1988). Holothuria (Metriatyla) scabra Jaeger, 1833 Spesimen: E.H.715, area lamun, pantai Air Karang TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh silindris dengan panjang tubuh 1015 cm. Warna pada bagian dorsal yaitu coklat keabuan dengan garis hitam melintang tidak beraturan, sedangkan pada bagian ventral berwarna coklat lebih pucat. Papilla dan kaki tabung tersebar tidak beraturan. Mulut terletak di ujung anterior bagian ventral dengan tentakel perisai (peltate) berjumlah 20. Anus berada di ujung posterior. Tipe spikula pada bagian dorsal yaitu table dan button, pada bagian ventral yaitu table, button, dan rod, sedangkan pada tentakel memiliki rod (Gambar 10C). Catatan: H. scabra yang ditemukan di perairan TNB memiliki warna morfologi yang identik, tetapi dibeberapa tempat ditemukan adanya variasi warna (Purwati dan Wirawati 2009; Massin 1999). Tidak ada variasi pada bentuk dan komposisi spikula. Distribusi: Tersebar luas di sebelah barat Indo-Pasifik tropis, mulai dari Laut Merah, Jepang dan Kaledonia Baru (Massin 1996). Genus Labidodemas Salenka, 1867 Labidodemas rugosum (Ludwig, 1875) Spesimen: E.H.705, bawah batu, pantai Bilik TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh silindris dengan panjang tubuh 1116 cm. Warna tubuh yaitu putih keseluruhan, baik dorsal maupun ventral. Papilla dan kaki tabung tersebar beraturan. Mulut terletak di ujung anterior dengan tentakel perisai (peltate) berjumlah 20. Anus berada di ujung posterior. Tipe spikula pada bagian dorsal yaitu table dan button, pada bagian ventral yaitu table,
16
button, dan perforated plates, sedangkan pada tentakel tidak memiliki spikula (Gambar 10D). Catatan: L. rugosum memiliki sedikit variasi pada tipe dan komposisi spikula. Spesimen E.H.705 memiliki table dan button yang irregular, seperti yang ditemukan di Ambon oleh Massin (1999). Distribusi: Tersebar luas diantaranya, Madagascar, Pulau Maldive, India, Indonesia, dan Australia (Massin 1999). Famili Stichopodidae Haeckel, 1886 Genus Stichopus Brdant, 1835 Stichopus cf. monotuberculatus Quoy & Gaimard, 1833 Spesimen: E.H.703, bawah batu, pantai Bilik TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh ventral datar dan dorsal cembung dengan panjang tubuh 17–20 cm. Warna pada bagian dorsal yaitu coklat dengan motif hitam melintang, sedangkan pada bagian ventral berwarna coklat pucat. Papilla dan kaki tabung tersebar beraturan. Mulut terletak di ujung anterior bagian ventral dengan tentakel perisai (peltate) berjumlah 20. Anus berada di ujung posterior. Tipe spikula pada bagian dorsal yaitu table, rosettes, dan C-shaped rods pada bagian ventral yaitu table, rosettes, perforated plates dan C-shaped rods, sedangkan pada tentakel rod (Gambar 11A). Catatan: Spesies ini memiliki bentuk dan komposisi spikula yang mirip dengan S. monotuberculatus (Cherbonnier 1952). Tapi terdapat perbedaan dari warna morfologi tubuh (spesies ini terdapat corak hitam melintang berjumlah empat). Beberapa tipe spikula juga berbeda, yaitu rosettes berduri, crown pada table besar, kotak, dan berduri. C-shaped juga berduri. Rod (central process) memiliki dua sisi lubang besar. Distribusi: Stichopus monotuberculatus tersebar luas di wilayah Indo Pasific Barat (Massin 2002). Stichopus quadrifasciatus Massin, 1999 Spesimen: E.H.713, bawah batu, pantai Air Karang TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh ventral datar dan dorsal cembung dengan panjang tubuh 8–10 cm. Warna pada bagian dorsal yaitu coklat kehijauan dengan motif hitam melintang, sedangkan pada bagian ventral berwarna coklat pucat. Papilla tersebar tidak beraturan, sedangkan kaki tabung beraturan. Mulut terletak di ujung anterior bagian ventral dengan tentakel perisai (peltate) berjumlah 20. Anus berada di ujung posterior. Tipe spikula pada bagian dorsal yaitu table, rosettes, dan C-shaped rods pada bagian ventral yaitu table, rod, dan perforated plates, sedangkan pada tentakel rod (Gambar 11B). Catatan: S. quadrifasciatus dari perairan TNB berukuran kecil, berdinding tipis, dan kemungkinan merupakan juvenile. Tipe spikula mirip dengan yang dewasa, seperti yang ditemukan di Teluk Kombal, Lombok Barat (Wirawati et al. 2007). Distribusi: Ditemukan pertama kali di Indonesia (Sulawesi) (Massin 1999).
17
Ordo Apodida Brdant, 1835 Famili Synaptidae Burmeister, 1837 Genus Opheodesoma Fisher, 1907 Opheodesoma grisea (Semper, 1868) Spesimen: E.H.709, area lamun, pantai Bilik TNB; E.H.720 dan E.H.727, area lamun, pantai Bama TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh seperti cacing dengan panjang tubuh bervariasi, mulai 25–55 cm. Ditemukan dengan tiga variasi warna, yaitu merah, coklat, dan hijau kekuningan. Mulut terletak di ujung anterior dengan tentakel menyirip (pinnate) berjumlah 15. Anus berada di ujung posterior. Spesies ini tidak memiliki Papilla dan kaki tabung. Tipe spikula pada bagian anterior dan posterior yaitu anchor, anchor plates yang cenderung berbentuk persegi empat (quadrangular), dan granules, sedangkan untuk tentakel hanya ditemukan granules (Gambar 11C). Catatan: O. grisea yang ditemukan di perairan TNB memiliki tiga variasi warna; spesimen E.H.709 berwarna merah, sedangkan E.H.720 berwarna coklat, dan E.H.727 berwarna hijau kekuningan. Ketiga spesimen ini ditemukan di habitat lamun dan area pertumbuhan makroalga. Distribusi: Tersebar luas di sebelah barat Indo-Pasifik tropis, mulai dari Laut Merah dan Madagascar sampai Taiwan, Hawaii, dan Australia bagian timur (Massin 1996). Genus Synapta Eschcholtz, 1829 Synapta maculata (Chamisso & Eisenhardt, 1821) Spesimen: E.H.721, area lamun, pantai Bama TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh seperti cacing dengan panjang tubuh 50–200 cm. Warna tubuh yaitu coklat kehijauan dengan garis hitam melintang. Mulut terletak di ujung anterior dengan tentakel menyirip (pinnate) berjumlah 15. Anus berada di ujung posterior. Spesies ini tidak memiliki Papilla dan kaki tabung. Tipe spikula pada bagian anterior dan posterior yaitu anchor, anchor plates, granules, sedangkan untuk tentakel hanya ditemukan granules (Gambar 11D). Catatan: S. maculata memiliki warna morfologi yang identik. Spesies ini memiliki panjang tubuh sampai 300 cm. Distribusi: Tersebar luas di sebelah barat Indo-Pasifik tropis, mulai dari Laut Merah dan Madagascar sampai Jepang, Hawaii, dan Kaledonia baru (Massin 1996). Famili Chiridotidae Oestergren, 1898 Genus Chiridota Eschcholtz, 1829 Chiridota smirnovi Massin, 1996 Spesimen: E.H.706, bawah batu, pantai Bilik TNB Diagnosis: Spesies ini memiliki bentuk tubuh seperti cacing dengan panjang tubuh 6 cm. Warna tubuh yaitu merah muda dengan bintil putih teratur. Mulut terletak di ujung anterior dengan tentakel bergigi (digitate) berjumlah 10. Anus berada di ujung posterior. Spesies ini tidak memiliki Papilla dan kaki tabung. Tipe spikula pada bagian anterior dan posterior yaitu wheels, dan C-shaped rods, sedangkan untuk tentakel rod (Gambar 12).
18
Catatan: Chiridota smirnovi memiliki tipe spikula yang identik, yaitu C-shaped rods yang halus dan ada yang berbentuk seperti huruf O. Distribusi: Ditemukan pertama kali di Indonesia (Sulawesi) (Massin 1996).
(A)
(C)
(B)
(D) Gambar 7 Morfologi dan spikula A. echinites (A): rossetes dari dorsal (a), rossetes dari ventral (b), rod dari tentakel (c); B. marmorata (B): rossetes dari dorsal (a), grain dari ventral (b), rossetes dari ventral (c), rod dari tentakel (d); B. similis (C): rossetes dari dorsal (a), grain dan rosset dari ventral (b), rod dari ventral (c), rod dari tentakel (d); H. erinaceus (D): rod dari dorsal (a), rod dari ventral (b), rod dari tentakel (c).
19
(A)
(B)
(D) (C) Gambar 8 Morfologi dan spikula Spikula H. atra (A): rossetes dari dorsal (a), rossetes dari ventral (b), table dari dorsal (c), table dari ventral (d), rod dari tentakel (d); H. hilla (B): table dari dorsal dan ventral (a), button dari dorsal (b), button dari ventral (c), rod dari tentakel (d); H. leucospilota (C): table dari dorsal (a), table dari ventral (b), button dari dorsal (c), button dari ventral (d), perforated plates dari ventral (d); H. papillifera (D): table dari dorsal (a), table dari ventral (b), button dari dorsal (c), button dari ventral (d), perforated plates dari dorsal (e), perforated plates dari dorsal.
20
(A)
(B)
(D) (C) Gambar 9 Morfologi dan spikula H. impatiens (A): table dari dorsal (a), table dari ventral (b), button dari dorsal (c), button dari ventral (d), rod dari ventral (e), rod dari tentakel (f); H. aff. macroperona (B): table dari dorsal (a), table dari ventral (b), button dari dorsal (c), button dari ventral (d), rod dan perforated plates dari ventral (e); H. fuscocinerea (C): table dari dorsal (a). table dari ventral (c), button dari dorsal (b), button dari ventral (d), rod dari ventral (e), rod dari tentakel; H. olivacea (D): table dari dorsal (a), table dari ventral (b), button dari dorsal (c), button dari ventral (c), rod dari ventral (e), rod dari tentakel (f).
21
(A)
(B)
(C)
(D)
Gambar 10 Morfologi dan spikula H. pardalis (A): table dari dorsal dan ventral (a), button dari dorsal (b), button dari ventral (c), rod dari ventral (d), rod dari tentakel (e); H. verrucosa (B): table dari dorsal dan ventral (a), button dari dorsal (b), button dari ventral (c), rod dari ventral (d), perforated plates dari ventral (e), rod dari tentakel (e); H. scabra (C): table dari dorsal (a), table dai ventral (b), button dari dorsal (c), button dari ventral (d), rod dari ventral (e), rod dari tentakel (e); L. rugosum (D): table dari dorsal dan ventral (a), button dari dorsal (b), button dari ventral (c), perforated plates dari ventral (d).
22
(A)
(C)
(B)
(D)
Gambar 11 Morfologi dan spikula S. cf. monotuberculatus (A): table dari dorsal (a), table dari ventral (b), rossetes dari dorsal dan ventral (c), Cshaped rods pada dorsal dan ventral (d), perforated plates dari ventral (e), rod dari tentakel (f); S. quadrifasciatus (B): table dari dorsal (a), table dari ventral (b), rossetes dari dorsal (c), C-shaped rods dari ventral (d), perforated plates dan rod dari ventral (e), rod dari tentakel (f); O. grisea (C): anchor dari tubuh (a), anchor plates dari tubuh (b), granules dari tubuh (c), rod dari tentakel (d); Sy. Maculata (D) anchor dari tubuh (a), anchor plates dari tubuh (b), granules dari tubuh dan tentakel (c).
23
Gambar 12 Morfologi dan spikula C. smirnovi: C-shaped rods dari anterior (a), Cshaped rods dari posterior (b), wheels dari anterior dan posterior (c), rod dari tentakel (d). Dua puluh satu spesies Holothuroidea yang ditemukan di perairan TNB memiliki lima status konservasi yang berbeda (Tabel 3). Status least concern ditemukan paling banyak dengan tujuh spesies, diikuti status not evaluated dan data deficient dengan masing–masing enam spesies, kemudian status vulnerable dan Endangered masing-masing satu spesies. Tabel 3 Status konservasi spesies Holothuroidea di TNB Status Konservasi Nama Spesies H. erinaceus, H. aff macroperona, S. cf monotuberculatus, Not Evaluated O. grisea, Sy. Maculata, C. smirnovi H. impatiens, H. papillifera, H. olivacea, B. Data Deficient marmorata, B. similis, S. quadrifasciatus H. atra, H. fuscocinerea, H. hilla, H. leucospilota, Least Concern H. pardalis, H. verrucosa, L. rugosum Vulnerable A. echinites Endangered H. scabra Catatan: IUCN Red List Threatened Species (2016).
2
Distribusi spasial Holothuroidea Distribusi Holothuroidea dipengaruhi oleh komposisi habitat. Di Pantai Air Karang ditemukan tiga famili Holothuroidea (Holothuriidae, Stichopodidae dan Synaptidae) yang menempati lima habitat, yaitu lamun, makroalga, terumbu karang, karang mati, dan area bawah batu (Gambar 13). Di Pantai Bama ditemukan dua famili Holothuroidea (Holothuriidae dan Synaptidae) yang menempati empat habitat, yaitu lamun, makroalga, terumbu karang, dan area bawah batu (Gambar 14). Di Pantai Bilik ditemukan empat famili Holothuroidea (Holothuriidae, Stichopodidae, Synaptidae, dan Chiridotidae) yang menempati lima habitat, yaitu lamun, makroalga, terumbu karang, karang mati, dan area bawah batu (Gambar 15). Di ketiga lokasi penelitian, Famili Holothuriidae mendominasi di semua habitat, antara lain makroalga, lamun, terumbu karang, karang mati, bawah batu, dan pasir. Sebaliknya, Chiridotidae terbatas pada satu habitat, yaitu bawah batu. Sebagian besar anggota Stichopodidae ditemukan di bawah batu, sedangkan Synaptidae hanya ditemukan di lamun dan makroalga. Beberapa individu dari kedua famili ini juga ditemukan hidup di karang mati.
Gambar 13 Distribusi spasial famili Holothuroidea di Pantai Air Karang.
2
Gambar 14 Distribusi spasial famili Holothuroidea di Pantai Bama.
Gambar 15 Distribusi spasial famili Holothuroidea di Pantai Bilik.
2
Preferensi habitat Holothuroidea Dua puluh satu spesies Holothuroidea yang ditemukan di perairan dangkal TNB, tujuh spesies (33%) ditemukan di habitat bawah batu sekitar karang mati. Empat belas spesies (67%) ditemukan di beberapa habitat, antara lain terumbu karang, karang mati, makroalga, lamun, dan pasir. Jumlah spesies Holothuroidea tertinggi ditemukan di bawah batu sekitar karang (15 spesies), diikuti oleh karang mati (10 spesies), pasir (9 spesies), lamun (7 spesies), makroalga (5 spesies), dan terumbu karang (2 spesies). Sebaliknya, jumlah individu Holothuroidea tertinggi ditemukan di lamun (5457 individu), diikuti oleh pasir (2658 individu), terumbu karang (1014 individu), karang mati (998 individu), makroalga (920 individu), dan di bawah batu (194 individu) (Gambar 16). Habitat lamun dengan substrat pasir menjadi habitat yang paling disukai oleh spesies Holothuroidea. 5457
6000 5000
Total individu Holothuroidea
4000 2658
3000 2000
1014
998
1000
920 194
0
(a) 16 14 12 10 8 6 4 2 0
15 10
Total spesies Holothuroidea
9 7 5
2
(b) Gambar 16 Jumlah individu (a) dan spesies (b) Holothuroidea yang ditemukan di TNB.
2
Ditemukan tujuh spesies makroalga dan tujuh spesies lamun yang hidup di dua substrat utama, yaitu pasir dan lumpur. Tetapi ada juga beberapa spesies makroalga yang ditemukan hidup di substrat batu dan terumbu karang (Tabel 4). Tabel 4 Spesies makroalga dan lamun di perairan dangkal TNB Spesies Makroalga Caulerpa lentillifera C. racemosa Gracillaria sp. Halimeda macroloba Padina australis Turbinaria sp. Sargassum duplicatum Lamun Cymodocea rotundata Enhalus acoroides Halodule pinifolia Halophila ovalis H. spinulosa Syringodium isofoelatum Thalassia hempricii Catatan: ada (√), tidak ada (-)
Air Karang
Pantai TN Baluran Bama
Bilik
√ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √
Parameter lingkungan di ketiga pantai menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Suhu air rata-rata di wilayah penelitian ini yaitu 28.6˚C, Salinitas 32.1‰, pH 8.1, dan kandungan oksigen 6.4 mg/l (Tabel 5). Tabel 5 Hasil pengukuran parameter lingkungan TNB Faktor lingkungan Air Karang Bama Suhu air (˚C) (28.77) 28.2 – 29.2 (28.33) 27.3 – 29.1 Salinitas (‰) (32.44) 31 – 34 (32.07) 30 – 34 pH (8.19) 7.8 – 8.5 (8.18) 7.8 – 8.4 DO (mg/l) (6.44) 6.1 – 6.7 (6.41) 6.3 – 6.7
Bilik (28.91) 28.2 – 29.6 (31.88) 30 – 34 (7.99) 7.4 – 8.1 (6.32) 5.9 – 6.7
Berdasarkan Canonical Correspondence Analysis (CCA) memperlihatkan beberapa spesies Holothuroidea dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang berbeda (Gambar 17). beberapa spesies hanya ditemukan di satu lokasi, antara lain Bama (H. erinaceus), Air Karang (H. fuscocinerea, H. olivacea, H. verrucosa, S. quadrifasciatus), dan Bilik (A. echinites, C. smirnovi, H. aff. macroperona, H. papilifera, dan L. rugosum). Suhu air berkorelasi positif dengan A. echinites, C. smirnovi, H. aff. macroperona, H. papillifera, L. rugosum, dan B. marmorata; kandungan oksigen (DO) berkorelasi positif dengan H. scabra; pH berkorelasi positif dengan B. similis dan S. cf. monotuberculatus; salinitas berkorelasi positif dengan H. impatiens, H. fuscocinerea, H. olivacea, H. verrucosa, S. quadrifasciatus.
2
Gambar 17 Canonical Correspondence Analysis (CCA): AE, Actinopyga echinites; BM, B. marmorata; BS, B. similis; CS, C. smirnovi; HA, H. atra; HE, H. erinaceus; HF, H. fuscocinerea; HH, H. hilla; HI, H. impatiens; HL, H. leucospilota; HM, H. aff. Macroperona; HO, H. olivacea; HPF, H. papillifera; HP, H. pardalis; HS, H. scabra; HV, H. verrucosa; LR, L. rugosum; OG, O. grisea; SM; S. cf. monotuberculatus; SMT, S. maculata; SQ, S. quadrifasciatus. Faktor lingkungan: SH, suhu air; SN, salinitas; DO, kandungan oksigen; PH, potensi hidrogen. PEMBAHASAN Kondisi perairan TNB yang terdiri dari variasi substrat dan habitat menyebabkan diversitas Holothuroidea di kawasan ini masih tergolong tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, diversitas Holothuroidea di perairan dangkal TNB lebih tinggi dari Pulau Moti (8 spesies; Yusron 2007), Lombok barat (14 spesies; Purwati dan Wirawati 2009), Teluk Prigi (7 spesies; Purwati dan Wirawati 2012), Minahasa (8 spesies; Yusron 2012), Laut China Selatan, Laut Sulu dan Laut Sulawesi (12 spesies; Woo et al. 2013), tapi lebih rendah dari Moluccas (22 spesies; Selanno et al. 2014), Ambon (53 spesies; Massin 1996) dan Kepulauan Spermonde (56 spesies; Massin 1999). Delapan belas spesies dari ordo Aspidochirotida (A. echinites, B. marmorata, B. similis, H. erinaceus, H. atra, H. hilla, H. leucospilota, H. papillifera, H. impatiens, H. aff. macroperona, H. fuscocinerea, H. olivacea, H. pardalis, H. verrucosa, H. scabra, L. rugosum, S. cf. monotuberculatus, dan S. quadrifasciatus) mendominasi di perairan dangkal TNB. Dominasi ordo Aspidochirotida juga dilaporkan di Samudera Hindia bagian barat dan beberapa di antaranya merupakan spesies yang baru ditemukan di area tersebut (Conand et al. 2010). Ordo Apodida yang ditemukan di TNB hanya tiga spesies (O. grisea, Sy. maculata, dan C. smirnovi).
2
Beberapa catatan lain yang ditemukan dari penelitian ini, yaitu empat spesies (H. olivacea, H. verrucosa, L. rugosum, dan C. smirnovi) merupakan catatan baru di perairan Jawa. Sebelumnya, ke empat spesies tersebut ditemukan di perairan Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya (Sluiter 1901; Massin 1996; Massin 1999; Purwati dan Wirawati 2011). Satu spesies (H. papillifera) merupakan catatan baru di perairan Indonesia. Spesies ini sebelumnya dilaporkan keberadaannya di Laut Merah (Gardaqha, Abu Sadaf, dan Abu Fanadir) (Samyn dan Massin 2003). Dua morfospesies (H. aff. macroperona dan S. cf. Monotuberculatus) masih perlu dikonfirmasi kembali. Berdasarkan bentuk spikula, H. aff. Macroperona memiliki beberapa kesamaan dengan H. Macroperona. Spesies ini terdistribusi di Australia bagian barat (Clark 1938). Sedangkan S. cf. Monotuberculatus memiliki beberapa kesamaan dengan S. monotuberculatus (Cherbonnier 1952). Spesies ini terdistribusi luas di kawasan Indo-Pasifik bagian barat (Massin et al. 2002). Berdasarkan hasil penelitian, diversitas Holothuroidea di ketiga lokasi TNB dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, antara lain habitat, faktor fisik dan kimia, serta pengaruh aktivitas manusia. Hal serupa juga dilaporkan oleh LampeRamdoo (2014), diversitas, kelimpahan, dan distribusi Holothuroidea di laguna dangkal Mauritius, Perancis dipengaruhi oleh faktor fisik, biologi, dan antropogenik. Tiga lokasi penelitian, yaitu Air Karang, Bama, dan Bilik memiliki diversitas spesies Holothuroidea yang berbeda. Bilik memiliki indeks keragaman yang lebih tinggi (H’=1.335), dibanding Air Karang (H’=0.666) dan Bama (H’=0.146). Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan petugas TNB dan masyarakat sekitar, kawasan perairan TNB merupakan area konservasi dan didalamnya terdapat zona pemanfaatan sebagai objek wisata, yaitu Bama. Secara periodik, beberapa nelayan sengaja mengambil beberapa spesies Holothuroidea yang berada di area TNB, khususnya Air Karang. Sedangkan Bilik merupakan area yang memiliki akses yang sulit, sehingga area ini masih terjaga dari aktivitas manusia. Perairan TNB memiliki kondisi faktor lingkungan bervariasi (Tabel 5). Berdasarkan hasil penelitian, suhu air laut berkisar 27.3ºC – 29.6oC, salinitas 300/00 - 340/00, pH air laut 7.4 – 8.5, serta DO air laut 5.9 mg/l – 7.1 mg/l. Sedangkan jenis substrat yaitu pasir, batu, beting karang, dan lumpur. Kondisi lingkungan tersebut sangat ideal bagi kehidupan Holothuroidea, yaitu Holothuroidea dapat tumbuh dengan baik pada suhu air laut yang berkisar dari 27°C – 31°C (Bakus, 1973). Holothuroidea dapat menyesuaikan diri pada salinitas 300/00 - 370/00 (Pawson 1976). Sedangkan untuk pH masih dalam kisaran normal pH air laut. Radjab (1994) menyatakan kelompok Holothuroidea hidup secara maksimal dengan kisaran pH 7 – 8. Sutaman (1993) melaporkan Holothuroidea dapat hidup maksimal di kisaran DO 4.0 mg/l – 8.0 mg/l. Kondisi substrat, seperti pasir, lumpur, batu ataupun lingkungan terumbu merupakan habitat yang mendukung bagi kehidupan Holothuroidea (Darsono 2007). Analisis Canonical Correspondence Analysis (CCA) menunjukkan bahwa setiap spesies Holothuroidea dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang berbeda. Di Bilik ditemukan lima spesies spesifik yang berkorelasi positif dengan suhu air laut. Di Air Karang ditemukan empat spesies spesifik yang berkorelasi positif dengan salinitas dan kandungan oksigen, sedangkan di Bama ditemukan satu spesies spesifik yang tidak terlalu dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Gambar 17).
Faktor lingkungan yang melebihi ambang batas akan menyebabkan kematian masal Holothuroidea (Bakus 1973). Setiap lokasi pengamatan memiliki tipe dan komposisi habitat serta faktor lingkungan yang berbeda, sehingga menyebabkan perbedaan komposisi spesies. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap adaptasi Holothuroidea (James 1982). Distribusi Holothuroidea dipengaruhi oleh faktor nutrisi dan musim kawin Holothuroidea (Bakus 1973). Makanan dari Holothuroidea adalah detritus dan beberapa spesies diantaranya memakan plankton. Dua puluh satu spesies Holothuroidea yang ditemukan di TNB merupakan pemakan deposit atau detritus (deposit feeder). Jumlah total individu Holothuroidea pada penelitian ini sangat melimpah, yaitu mencapai 11414 individu. Hal ini disebabkan oleh sumber nutrisi Holothuroidea yang tersedia di perairan TNB. Area lamun dan makroalga menjadi habitat yang paling banyak ditemukan individu Holothuroidea, hal tersebut dikarenakan sisa bahan organik banyak tersedia di lokasi ini. Waktu penelitian yang dilakukan tepat pada musim kawin Holothuroidea, yaitu musim panas juga mempengaruhi kelimpahan dan diversitas Holothuroidea. Martoyo et al. (2007), menyatakan bahwa musim panas merupakan musim kawin Holothuroidea, karena induk jantan membutuhkan suhu air laut diatas 27oC untuk mengeluarkan sel sperma dan kemudian diikuti oleh betina mengeluarkan sel telurnya. Mikrohabitat juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap distribusi Holothuroidea. Woodby et al. (2000), menyatakan bahwa beberapa spesies Holothuroidea lebih menyukai substrat yang keras, antara lain batu dan karang mati untuk pergerakan mereka. Berdasarkan penelitian ini, sekitar 71.4% spesies Holothuroidea (famili Chiridotidae, Stichopodidae, dan beberapa spesies Holothuroiidae) ditemukan hidup di habitat bawah batu sekitar karang. Purwati dan Wirawati (2012) juga melaporkan di Teluk Prigi, Jawa Timur, yaitu enam spesies Holothuroidea (H. atra, H. erinaceus, H. mactanensis, Afrocucumis africana, Chiridota sp., dan Polycheira rufescens) ditemukan hidup di habitat bawah batu dan beberapa individu di substrat pasir - batu. Area bawah batu merupakan habitat temporer atau sementara yang memberikan tempat perlindungan bagi spesies Holothuroidea dari predasi (Aziz 1996). Di perairan dangkal TNB, karang mati dan pasir juga merupakan habitat yang disukai Holothuroidea. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Woo et al. (2013), di Laut China Selatan, Laut Sulu, dan Laut Sulawesi, sekitar 83% spesies Holothuroidea yang termasuk famili Holothuriidae, Synaptidae, dan Stichopodidae lebih menyukai habitat karang mati dan pasir. Spesies H. pardalis dan H. scabra sering terlihat membenamkan sebagian tubuhnya di dalam pasir. Kemampuan untuk membenamkan diri ke dalam pasir adalah suatu upaya untuk menghindari kondisi kekeringaan dan sengatan matahari (Aziz 1996). Jumlah individu Holothuroidea tertinggi ditemukan di area lamun, sedangkan terendah ditemukan di bawah batu. H. atra memiliki jumlah individu tertinggi (9935 individu), dan ditemukan di semua habitat, antara lain lamun, makroalga, terumbu karang, karang mati, pasir, serta bawah batu. Spesies ini memiliki densitas sekitar 5-15 individu/m2. Di kawasan tropis, H. atra ditemukan berkelompok sekitar 5-35 individu/m2 (Bakus 1973). Masing-masing spesies Holothuroidea yang ditemukan memiliki jumlah yang berbeda, karena masingmasing spesies tersebut memiliki kemampuan beradaptasi yang berbeda. Pada kondisi surut, H. atra banyak ditemukan dalam keadaan membenamkan diri di
31
pasir dan juga beberapa individu ditemukan dengan butiran pasir halus yang menempel pada tubuhnya. H. atra merupakan spesies yang umum ditemukan di perairan Indonesia (Yusron 2006, 2007, 2009; Purwati dan Wirawati 2009, 2012) dan area Indo-Pasifik (Massin 1999; Jontila et al. 2014). Spesies dengan jumlah individu tertinggi selanjutnya adalah O. grisea (1154 individu) dan Sy. maculata (136 individu). Kedua spesies ini hanya ditemukan di area lamun dan makroalga. Beberapa individu dari O. grisea juga ditemukan di habitat karang mati. Spesies Sy. maculata memiliki habitat spesifik di area lamun (Yusron 2006; Yusron dan Susetiono 2006). Sy. maculata dan O. grisea merupakan anggota dari ordo Apodida yang memiliki dinding tubuh yang tipis dan menyimpan banyak air, yang difungsikan untuk bertahan terhadap lingkungan yang panas, sehingga pada saat kondisi surut kedua spesies ini dapat bertahan hidup. Perbedaan yang mencolok dari kedua spesies ini yaitu variasi warna. Sy. maculata hampir tidak ada variasi warna yang mencolok, sedangkan O. grisea ditemukan memiliki tiga variasi warna. Purwati dan Wirawati (2008) juga melaporkan O. grisea yang berasal dari Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur memiliki tiga variasi warna. Variasi warna tersebut disebabkan oleh tipe sedimen suatu perairan (Massin 1999). Jumlah individu terendah juga berasal dari anggota Apodida, yaitu C. smirnovi. Spesies ini hanya ditemukan satu individu di habitat bawah batu sekitar karang. Sekitar 58 spesies Holothuroidea di dunia terdaftar sebagai teripang (Conand dan Muthiga 2007; Choo 2008; Purcell et al. 2012), dan 27 spesies ditemukan di perairan Indonesia (Purwati 2005; Setyastuti dan Purwati 2015). Beberapa spesies ditemukan dipenelitian ini, antara lain A. echinites, B. marmorata, B. similis, H. atra, H. hilla, H. impatiens, H. leucospilota, H. scabra dan S. quadrifasciatus yang termasuk dalam komoditi perikanan. Conand et al. (2014) menyatakan bahwa populasi H. scabra di alam menurun dan spesies ini termasuk dalam kategori terancam punah di Red List Threatened Spesies (IUCN 2016), termasuk di perairan Indonesia (Ubaidillah et al. 2013). Konservasi dan budidaya untuk beberapa spesies Holothuroidea, seperti H. scabra bisa dilakukan di perairan TNB (Conand dan Muthiga 2007; Leopold et al. 2015). SIMPULAN Holothuroidea yang ditemukan di perairan dangkal TNB berjumlah 21 spesies. Aspidochirotida merupakan ordo dominan dengan 18 spesies, dan ordo Apodida hanya ditemukan tiga spesies. Empat spesies (Holothuria olivacea, H. verrucosa, Labidodemas rugosum, dan Chiridota smirnovi) merupakan catatan baru di perairan Jawa dan satu spesies (H. papillifera) merupakan catatan baru di perairan Inonesia. Holothuroidea di Pantai Bilik memiliki indeks keragaman tertinggi (1.335), diikuti pantai Air Karang (0.666), dan pantai Bama (0.146). Jumlah spesies tertinggi ditemukan di area bawah batu sekitar karang (15 spesies), sedangkan jumlah individu tertinggi ditemukan di area lamun (5457 individu). Spesies H. atra memiliki persebaran habitat paling luas, yaitu area lamun, makroalga, terumbu karang, karang mati, pasir, dan bawah batu.
DAFTAR PUSTAKA Atmadja WS, Kadi A, Sulistijo, Satari R. 1997. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta (ID): Puslitbang Oseanografi LIPI. Aziz A. 1996. Habitat dan Zonasi Fauna Ekhinodermata di Ekosistem Terumbu Karang. Oseana. 21(2): 33 – 43. Azkab MH. 1999. Pedoman inventarisasi lamun. Oseana. 24: 1-16. Bakus GJ. 1973. The biology dan ecology of tropical holothurians. in: Q.A. Jones dan R. Endean (eds). Biology dan geology of coral reefs. Vol. I. London (UK): Academic Press. Balai Taman Nasional Baluran. 2010. Buku Informasi Balai Taman Nasional Baluran. Situbondo (ID): Balai Taman Nasional Baluran. Bookhout TA. 1996. Research Dan Management Techniques For Wildlife and Habitats. Kansas (US): Allen Press Inc. Brusca RC, Brusca GJ. 2003. Invertebrates Second Edition. Sunderland (UK): Sinauer Associates Inc. Cannon LRG, Silver H. 1986. Sea Cucumber of Northern Australia. Qld. Mus Brisbane: 60pp. Cherbonnier G. 1952. Les Holothuries de Quoy et Gaimard. Memorie de l ‘Institut royal des sciences naturelles de Belgique 2 serie. 44: 1-50. Cherbonnier G. 1988. Echinoderm: Holothurdes. Faune de Madagascar. 70: 1292. Choo, PS. 2008. Population status, fisheries and trade of sea cucumbers in Asia. In V. Toral-Granda, A. Lovatelli, M. Vasconcellos (eds). Sea cucumbers. A global review of fisheries and trade. FAO Fish Aquacult Tech. 516: 81118. Clark HL. 1938. Echinoderms from Australia. Cambridge (US): Printed For The Museum. Clark AM, Rowe FWE. 1971. Monograph of shallow-water Indo-West Pacific Echinoderms. London (UK): Trustees of The British Museum Zoology. Conand C, Muthiga NA. 2007. Commercial Sea cucumbers: a review for the Western Indian Ocean. WIOMSA Book Series No. 5: 66 pp. Conand C, Michonneau F, Paulay G, Bruggemann H. 2010. Diversity of the Holothuroidea fauna (Echinodermata) at La Reunion (Western Indian ocean). WIOJMS. 9 (2): 145-151. Conand C, Polidoro B, Mercier A, Gamboa R, Hamel JF, Purcell S. 2014. The IUCN Red List assessment of aspidochirotid sea cucumbers and its implications. SPC Beche-de-mer Info Bull. 35: 3-7. Darsono P. 2003. Sumber Daya Teripang dan Pengelolaannya. Oseana. 28(2): 1-9. Darsono P. 2007. Teripang (Holothuroidea) Kekayaan Alam Dalam Keragaman Biota Laut. Oseana. 32(2): 1 - 10. Hyman L. 1955. The Invertebrates IV, Echinodermata the coelomata bilateria. New York (US): Me Graw-Hill Co. James DB. Ecology of Intertidal Echinoderms of The Indian Seas 1982. J mar bio Ass India. 24 (1&2): 124-129 Jontila JBS, Balisco RAT, Matillano JA. 2014. The Sea cucumbers (Holothuroidea) of Palawan, Philippines. AACL Bioflux 7 (3): 194-206.
33
Lampe-Ramdoo K, Pillay RM, Conand C. 2014. An assessment of holothurian diversity, abundance and distribution in the shallow lagoons of Mauritius. SPC Beche-de-mer Info Bull. 34: 17-24. Leopold M, Ham J, Kaku R, Gereva S, Raubani J, Moenteapo Z. 2015. Spatial sea cucumber management in Vanuatu and New Caledonia. SPC Beche-demer Info Bull. 35: 3-18. Martoyo J, Winanto T. 1994. Budidaya Teripang. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Martoyo J, Aji N, Winanto T. 2007. Budidaya Teripang edisi revisi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Massin C. 1996. Results of the Rumphius Biohistorical Expedition to Ambon (1990). Part 4. The Holothuroidea (Echinodermata) collected during the Rumphius Biohistorical Expedition. Zool Verh. 307: 1-53. Massin C. 1999. Reef dwelling holothurians (Echinodermata) of the Spermonde Archipelago (South-West Sulawesi, Indonesia). Zool Verh. 329:1–144. Massin C, Zulfigar Y, Tan Shau Hwai A, Rizal Boss SZ. 2002. The genus Stichopus (Echinodermata: Hoothuroidea) from the Johor Marine Park (Malaysia) with the description of two new species. Biologie. 72: 73-99. Nontji A. 1987. Laut Nusantara. Jakarta (ID): Djambatan. O’Loughlin PM, Paulay G, Davey N, Michonneau F. 2011. The Antarctic region as a marine biodiversity hotspot for echinoderms: Diversity and diversification of sea cucumbers. Deep-Sea Res II. 58: 264-275. Pawson DL. 1970. The Marine Fauna of New Zealand: Sea Cucumbers (Echinodermata: Holothuroidea). New Zealand (NZ): New Zealand Oceanographic Institute. Pechenik JA. 2010. Biology of the Invertebrates Sixth Edition. Boston (UK): Wm. C. Brown Publishers. Phillips RC, Menez EG. 1988. Seagrasses. Washington (US): Smithsonian Institution Press. Polidoro B, Tognelli M, Harwell H, Elfes C, Cepeda A, Gonzalez-Maya JF, Zarate-Charry DA, Alvarado JJ, Benavides M, Conand C, Ortiz EP, Gamboa R, Hamel JF, Mercier A, Purcell S, Toral-Granda V. 2011. IUCN Red List workshop for sea cucumbers. SPC Beche-de-mer Info Bull. 34: 65. Purcell SW, Samyn Y, Conand C. 2012. Commercially important sea cucumbers of the world. Rome (IT): FAO Species Catalogue for Fishery Purposes. Purwati P. 2005. Teripang Indonesia: Komposisi Jenis dan Sejarah Perikanan. Oseana. 30(2): 11-18. Purwati P, Wirawati I. 2008. Synaptidae (Echinodermata: Apodidae) dari Lamun Elnusa, Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Oldi. 34 (3): 371-384. Purwati P, Syahailatua A. 2008. Timun Laut Lombok Barat. Jakarta (ID): Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia. Purwati P, Wirawati I. 2009. Holothuriidae (Echinodermata, Holothuroidea, Aspidochirotida) di Perairan Dangkal, Lombok Barat Part I. Genus Holothuria. J Oseanologi. 2 (1/2): 1-25. Purwati P, Wirawati I. 2011. Holothuriidae (Echinodermata, Holothuroidea, Aspidochirotida) di Perairan Dangkal, Lombok Barat Part II. Genus Actinopyga, Bohadschia, Labidodemas, Pearsonothuria. J Oseanologi. 3: 1-10.
34
Purwati P, Wirawati I. 2012. Sea Cucumbers Of Teluk Prigi, Southern Coast of Java Province. Oldi. 38 (2): 241-254. Radjab WA. 1994. Teripang di Teluk Un, Pulau Dullah, Maluku Tenggara (Abstrak). Rec.p. 13-15. Rowe FEW, Gates J. 1995. Echinodermata. In: A. Wells (Ed). Zoological catalogue of Australia. 33: 1-13 Samyn YD, Massin C. 2003. The holothurians subgenus Mertensiothuria (Aspidochirotida: Holothuriidae) revisited. J Nat Hist. 37 (20): 24872519. Samyn YD, Vdanenspiegel, Massin C. 2006. A new Indo-West Pacific Spesies of Actinopyga (Holothuroidea: Aspidochirotida, Holothuriidae). Zootaxa 1138: 53-68. Selanno DAJ, Natan YL, Uneputty PrA, Lewerissa YA. 2014. Ecological Study of Sea Cucumber Central Moluccas. IOSR-JAVS. 7(1): 21-28. Setiawan R. 2014. Pilihan Habitat Ophiuroidea di Zona Intertidal Pantai Pancur Taman Nasional Alas Purwo [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Setyastuti A, Purwati P. 2015. Speciest list of Indonesian trepang. SPC Beche-demer Info Bull. 35: 19-25. Sluiter CPh. 1901. Die Holothurien der Siboga Expedition. Siboga Exped. 44: 1142. Sutaman. 1993. Petunjuk Praktis Budidaya Teripang. Yogyakarta (ID): Kanisius. Ubaidillah R, Marwoto RM, Hadiaty RK, Fahmi, Wowor D, Mumpuni, Pratiwi, R, Tjakrawidjaja AH, Mudhiono, Hartati ST, Heryanto, Riyanto A, Mujiono N. 2013. Biota Peraian Terancam Punah di Indonesia. Jakarta (ID): Direktorat Konservasi Kawasan and Jenis Ikan, Ditjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan and Perikanan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Wirawati I, Setyastuti A, Purwati P. 2007. Timun Laut Anggota Famili Stichopodidae (Aspidochirotida, Holothuroidea, Echinodermata) Koleksi Puslit Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jakarta. Oldi. 33: 355-380. Woo SP, Yasin Z. Ismail SH, Tan SH. 2013. The Distribution and Diversity of Sea Cucumbers In The Coral Reefs Of The South China Sea, Sulu Sea, and Sulawesi Sea. Deep-Sea Res II. 96: 13-18. Woodby D, Smiley S, Larson R. 2000. Depth and habitat distribution of Parastichopus californicus near Sitka, Alaska. Alaska Fish Res Bull. 7: 22-32. Yusron E. 2006. Echinodermata di Teluk Saleh, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Oldi. 40: 43-52. Yusron E, Susetiono. 2006. Composition of speceis Echinodermata in Tanjung Pai Padaido waters, Biak Numfor-Papua. J Fish Sci. 8 (27): 282-289. Yusron E. 2007. Sumberdaya Teripang (Holothuroidea) di Pulau Moti, Maluku Utara. Oldi. 33: 111-121. Yusron E. 2009. Keanekaragaman Echinodermata di Teluk Kuta, Nusa Tenggara Barat. Oldi. 13: 45-49. Yusron E. 2012. Biodiversitas Echinodermata di Perairan Talise, Minahasa Utara. Bawal 4(3): 185-193.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banyuwangi, Jawa Timur pada tanggal 1 November 1991 sebagai putra dari pasangan Bapak Ikhwanto dan Ibu Susiana. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Genteng pada tahun 2009. Pendidikan sarjana ditempuh penulis di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember (UNEJ) melalu jalur PMDK dan lulus pada tahun 2014. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan perkuliahan untuk strata S2 di Program Studi Biosains Hewan (BSH), Departemen Biologi pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama menempuh Program Pascasarjana, penulis mendapatkan program Beasiswa Fresh Graduate (FG DIKTI).