ANALISIS GEJALA DAN FAKTOR PEMICU DEPRESI KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN (WOMAN TRAFFICKING) STUDI KASUS KLIEN COUNTER TRAFFICKING UNIT INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION (CTU IOM) RS. POLRI SUKANTO
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos.I)
Disusun oleh: Agustino Riyawati 103054128819 KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M
ANALISIS GEJALA DAN FAKTOR PEMICU DEPRESI KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN (WOMEN TRAFFICKING) STUDI KASUS KLIEN COUNTER TRAFFICKING UNIT INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION (CTU IOM) RS. POLRI SUKANTO
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos.I)
Disusun oleh: Agustino Riyawati 103054128819 KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat, 10 Maret 2008
Agustino Riyawati
ANALISIS GEJALA DAN FAKTOR PEMICU DEPRESI KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN (WOMEN TRAFFICKING) STUDI KASUS KLIEN COUNTER TRAFFICKING UNIT INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION (CTU IOM) RS. POLRI SUKANTO
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Dakwah & Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam
Oleh : Agustino Riyawati NIM : 103054128819
Di Bawah Bimbingan
Ismet Firdaus, M. Si NIP :
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 / 2008
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "Analisis Gejala dan Faktor Pemicu Depresi Korban Perdagangan Perempuan (Women Trafficking); Studi Kasus Klien Counter Trafficking Unit International Organization for Migration (CTU IOM) RS. POLRI Sukanto" telah diujikan dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Maret 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat meraih Strata Satu (S-1) Sarjana Ilmu Sosial Islam pada Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam. Jakarta, 24 Maret 2008 Panitia Ujian Munaqosyah
Ketua
Sekretaris
Dr..Murodi, M A
Rubiyanah, MA
NIP. 150254102
NIP. 150286373
Penguji I
Penguji II
Dra. Hj. Elidar Husein, MA
Nurul Hidayati, S. Ag, M. Pd
NIP. 150102402
NIP. 150277649
Pembimbing,
Ismet Firdaus, M.Si NIP.
KATA PENGANTAR
Segala puji serta rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan segala karunia besar-Nya kepada kita semua, penggenggam setiap kejadian, pengangkat setiap kemuliaan, dan penyempurna kebahagiaan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, sebagai hamba pilihan yang membimbing umatnya untuk menemui jalan Tuhan-nya, dan seluruh keluarga, sahabat serta umat-Nya sepanjang zaman. Dengan rasa puji syukur penulis panjatkan ke hadirat-Nya dengan sifat Rahman, Rahim-Nya serta meyakini bahwa Allah SWT memiliki kuasa di atas keinginan hamba-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan selesainya skripsi ini, penulis ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, memberikan dorongan serta motivasinya, diantaranya : 1. Alhamdulillah, syukur kupanjatkan karena dilahirkan dari rahim yang terkasih Ibunda Suti Rahayu dan Ayahanda Kuncoro, Terima kasih atas darah, keringat serta untaian doa-doa kebaikan kala siang maupun malam untuk anakmu ini. Hanya Allah yang dapat membalas dengan sebaik-baiknya balasan (Syurga). 2. Adik-adikku tersayang Yudha Andilla dan Yusuf Wicaksono yang telah banyak memberikan dukungan moril maupun materil juga semangatnya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak DR. H. Murodi, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah & Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Drs. Helmi Rustandi, MA, selaku Ketua Konsentrasi Kesejahteraan Sosial atas arahan dan petunjuk dalam skripsi ini. 5. Bpk Ismet Firdaus, M.Si, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, pikiran dan tenaganya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan petunjuknya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu Dosen Penguji yaitu Dra. Hj. Elidar Husein, MA, Dra. Nurul Hidayati, M.Pd, Rubiyanah, MA. Terima kasih atas petunjuk, saran dan nasihatnya atas skripsi ini.
7. Para Dosen dan juga staf akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan kepada penulis selama di kampus tercinta ini. Tak lupa kepada Kak Ari yang telah memberikan bantuan arahan demi kelancaran sidang skripsi ini. 8. dr. Teresa Zakaria, selaku pimpinan Counter Trafficking Unit International Organization for Migration (CTU IOM) RS. POLRI Sukanto. Terima kasih atas dukungan, kesempatan juga pengalaman yang telah diberikan kepada penulis selama berada di CTU IOM RS. POLRI Sukanto. 9. Ibu Suryantini selaku psikolog CTU IOM yang telah membantu memberikan dukungan, arahan, informasi dan data yang dibutuhkan oleh penulis. 10. Mba Eka Lenggang Dianasari, S. Sos, M.Si, Mba Ana Sakreti, M.Si, Mbak Ribka Pittaria, Mas Yeremias Wutun selaku pekerja sosial di Counter Trafficking Unit IOM juga Mba Nura yang telah banyak membantu juga memberikan semangat kepada penulis. Terima kasih atas dukungan, kesempatan juga pengalaman yang telah diberikan kepada penulis selama berada di CTU IOM RS. POLRI Sukanto. 11. Seluruh rekan Volunteer CTU IOM RS. POLRI Sukanto khususnya Mba Mia, Uq, Sarah, Mba Diandini, Mba Lulu, Mba Umi, Mba Nia juga Mba Rina. Terima kasih atas persaudaraannya. Semoga tali silaturahmi ini akan tetap terjaga. 12. Seluruh staf, perawat juga security CTU IOM RS. POLRI Sukanto khususnya Mba Nur, Mba Ani, Mba Ida juga Mba Hani. Terima kasih karena sudah menerima penulis dengan sangat baik. 13. FRIENDSHIP is Forgive, Respect, Invest, Encourage, Nurture, Depend on, Share with, Help for, Inspire and Pray for Each Other. Sahabat dan temanteman terbaikku di Kessos '03 (Q_SOS Community) yaitu Sarah, Amer, Yuni, Imeh, Tika, Tajun, Wiwi, Nia, Nun, Sri, Suudi, Syakur, Hamdy, Husen, Bang Acen, Yoga, Aan, Bang Iwan, Izul, Erik, Yudi, Heru, Marzuki, Ilman, Dede, Itba, Surya, Abi, Jarwo, Ayik (Makar Community). Atas dukungan, semangat dan juga kesempatan menjadi rekan seperjuangan sejak awal masa perkuliahan hingga akhir masa penulisan skripsi ini. That's What Friends Are For? Thank U Friends ☺. Selamat Berjuang. Semangat !! ^^.
14. Mas Akhsin Muamar yang dengan kesabaran juga perhatiannya senantiasa mendukung penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. 15. Asti Nuryandani atas diskusi, buku-buku juga semangat yang ditularkan kepada penulis dan kepada Azra yang telah membantu kelancaran sidang skripsi ini. Terima kasih atas silaturahmi yang baik ini semoga tetap terjaga. Amin.... 16. Kepada seluruh sahabat, kerabat dan pihak yang namanya belum tercantum dengan tidak mengurangi rasa hormat dan terimakasih penulis memohon maaf atas segala salah dan khilaf diri selama ini baik lahir maupun batin. Hanya harapan dan doa semoga pihak yang telah berjasa dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan yang terbaik dari Allah SWT. Dan harapan penulis, semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan ilmiah bagi siapa saja yang membutuhkan dan bermanfaat bagi semua pembacanya. Semoga rahmat, kasih sayang dan hidayah Allah SWT senantiasa kita dapatkan. Amin….. Ciputat, 24 Maret 2008
Agustino Riyawati
DAFTAR ISI
Lembar Pernyataan Skripsi ..................................................................... i Lembar Pengesahan Pembimbing............................................................. ii Lembar Pengesahan Ujian........................................................................ iii Kata Pengantar......................................................................................... iv Daftar Isi.................................................................................................. viii Abstrak .................................................................................................... x BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.............................................. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................... C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................... D. Sistematika Penulisan..................................................
1 9 11 13
BAB II
LANDASAN TEORI A. Depresi............................................................................ 15 1. Definisi Depresi ........................................................ 17 2. Gejala Depresi........................................................... 18 3. Teori Pemicu Depresi................................................ 20 4. Derajat Depresi ......................................................... 22 B. Perdagangan Manusia 1. Definisi Perdagangan Manusia .................................. 23 2. Tahapan Utama Pengalaman Trafiking ..................... 25 3. Faktor Dibelakang Perdagangan Perempuan & Anak 30 4. Daerah Sumber, Transit dan Penerima....................... 31 5. Faktor-faktor Perdagangan Manusia .......................... 31 6. Pelaku Perdagangan Manusia (Trafficker) ................ 32 7. Pengguna .................................................................. 35 8. Teknik Pelaku Perdagangan Manusia ........................ 36 9. Eksploitasi Perdagangan Manusia & Tenaga Kerja.... 36 C. Penelitian Sebelumnya .................................................... 38 D. Diagram Alur Kerangka Penelitian.................................. 39
BAB III
METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................... B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ..................................... C. Teknik Pencatatan Data.................................................. D. Subyek Penelitian .......................................................... E. Teknik Pemilihan Informan............................................ F. Alat Bantu Pengumpulan Data ....................................... G. Teknik Analisis Data...................................................... H. Tinjauan Pustaka............................................................
40 40 42 45 47 48 48 49
BAB IV
PROFIL LEMBAGA A. Profil IOM, CTU IOM RS POLRI Sukanto 1. Latar Belakang ........................................................ 2. Falsafah Lembaga ................................................... 3. Wilayah (Letak Geografis) ....................................... 4. Sponsor (Funding / Donor ........................................ 5. Struktur dan Pembagian Tugas ................................. 6. Pola dan Pendanaan ................................................. 7. Peranan Lembaga..................................................... 8. Hubungan Lembaga dengan Masyarakat .................. 9. Kedudukan Lembaga dalam Jaringan Lembaga........ 10. Perangkat Pendukung............................................... 11. Program IOM di Indonesia ....................................... 12. Sorotan Historis Tentang Operasi IOM di Indonesia.
50 52 52 52 53 55 56 61 61 63 63 65
BAB V
TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Klien dan Sampling Kasus ........................... 69 B. Analisis Data 1. Analisis Data dan Pemicu Depresi Intra Kasus.......... 71 a. Gambaran Kasus Ani…………………………. 72 b. Gambaran Kasus Ijah…………………………. 79 c. Gambaran Kasus Ica…………………………... 87 2. Analisis Data dan Pemicu Depresi Antar Kasus…….. 92
BAB VI
PENUTUP A. Kesimpulan……………………………………………. 104 B. Saran…………………………………………….. ……. 109
DAFTAR PUSTAKA…............................................................................... 111 DAFTAR GAMBAR Gambar 1: Diagram Alur Kerangka Penelitian ......................................... 39 Gambar 2: Grafik Persentase HRS-D ....................................................... 71 DAFTAR TABEL Tabel 1: Lokasi Kerawanan Pekerja Migran............................................. Tabel 2: Kerawanan Pada Saat Proses Bekerja ......................................... Tabel 3: Tabel Kerangka dan Jumlah Informan ........................................ Tabel 4: Sorotan Histori Tentang Operasi IOM di Indonesia ................... Tabel 5: Data Hamilton Rating Scale for Depression (HRS-D) ................ Tabel 6: Gambaran Umum Klien ............................................................. LAMPIRAN
37 38 47 65 70 72
ABSTRAK Agustino Riyawati Analisis Faktor Pemicu Depresi Pada Korban Perdagangan Perempuan di CTU IOM RS. POLRI Sukanto Trafiking manusia tengah muncul dalam agenda global, banyak organisasi internasional, lembaga pemerintah dan LSM yang mengambil peran dalam memerangi ini. Banyak upaya diberikan bagi masalah kesehatan mental dan kesehatan masyarakat terkait dengan trafiking. Begitu banyak aspek kesehatan mental yang dialami oleh korban yang diakibatkan trauma psikologis selama mengalami trafiking. Penghayatan seseorang terhadap pengalaman pahit juga eksploitasi yang diterima, tidak hanya akan menganggu psikologis seseorang, namun juga keberfungsian sosial orang tersebut di kehidupan selanjutnya dalam masyarakat. Penelitian ini membahas tentang gejala dan faktor pemicu timbulnya gangguan depresi pada korban perdagangan perempuan dan menjelaskan pola langkah penanganannya di Counter Trafficking Unit International Organization for Migration (CTU IOM) RS. POLRI Sukanto.Prosedur pemilihan informan kali ini menggunakan purposive sampling. Adapun karakteristik informan dalam penelitian ini adalah perempuan korban perdagangan manusia (Women Trafficking) yang pernah bekerja di wilayah Malaysia serta mengalami eksploitasi fisik maupun seksual dan teridentifikasi mengalami depresi. Informan dalam penelitian ini berjumlah 3 orang yang merupakan klien CTU IOM RS. POLRI Sukanto.) Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah informan yang mengalami depresi bergantung pada berbagai faktor, terutama riwayat personal individual, sejumlah kejadian di masa lampau dan tekanan yang berhubungan dengan proses trafiking. Yang perlu dipertimbangkan yaitu bahwa tidak sedikit orang yang mengalami trafiking telah mengalami pengalaman traumatis dan kejam sebelum mereka mengalami trafiking, yang seringkali terjadi di dalam keluarga atau dalam hubungannya dengan teman lelaki. CTU IOM RS. POLRI sebagai salah satu One Stop Crisis Center yang memberikan pelayanan secara integratif kepada korban trafiking berupa pelayanan medis, sosial maupun psikososial mulai dari taraf pemulihan hingga taraf pemulangan dan reintegrasi klien turut membantu pemulihan kondisi fisik, psikis juga psikososial mereka. Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam menangani kliennya, lembaga ini menerapkan pola kerja tim (team work) yang terdiri dari ahli profesional (multidisiplin keilmuan) sesuai dengan wewenang dan kapasitasnya.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perdagangan manusia sudah lama terjadi dalam kehidupan. Dalam al Qur`an surah Yusuf/12: 20, Allah SWT menyitir tentang hal ini: 1
ٍ َ َِ ُْوَََو . َ "!اهِِی# ٍَْ دَرَاهَِ ﻡَُْودَةٍ وَآَُا ِِ ﻡِ َ ا Artinya: "Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu
beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.".2
Selama ribuan tahun, anak-anak, remaja, perempuan dan lelaki telah menjadi korban trafiking untuk kepentingan seks dan sejumlah tujuan lain. Sekarang ini, trafiking internasional terhadap manusia menjadi sebuah fenomena yang berkembang. Yang mengejutkan, banyak praktek trafiking sekarang ini yang mengikuti jalur trafiking abad pertengahan atau masa Renaissance ketika kaum perempuan dan anak-anak Eropa Timur dimanfaatkan di pasar-pasar budak Eropa Barat. 3
1 M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 6, h. 416-417. 2 Ketika mereka sampai di Mesir, mereka membawanya ke pasar dan pembeli pun mereka temukan. Setelah tawar menawar dan akhirnya mereka menjualnya dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham yang dapat dihitung dengan jari, yakni sangat murah dan mereka bukanlah orang-orang yang tertarik hatinya kepada Yusuf. Mereka menjualnya dengan harga murah, khawatir orangtuanya/ tuannya menemukannya atau para pembelinya menampakkan ketidaktertarikan agar harga jualnya dapat lebih murah dari yang ditawarkan. Kata (bakhs/murah) pada mulanya berarti kekurangan akibat kecurangan atau penipuan. 3 IOM - International Organization for Migration Budapest, Pedoman Pelatihan Aspek-Aspek Kesehatan Mental Dalam Trafiking Manusia, (Budapest: IOM Publishing, 2004), h. 5-6.
Tahap trafiking yang diketahui pertama terjadi pada abad pertengahan. Setiap tahun, ribuan perempuan maupun anak-anak dari Prussia (Jerman) Timur, kawasan Ceko, Polandia, Lithuania, Estonia dan Latvia di jual di pasar-pasar budak di Italia dan Prancis Selatan. Begitu pula perempuan dan anak-anak Eropa Timur mengalami trafiking, terutama dari Rusia dan Ukraina, yang dijual di Italia dan Timur Tengah. Selain itu, ada pula yang berasal dari Bosnia, Albania dan Pegunungan Kaukasus. Mereka mengakhiri hari-hari mereka sebagai budak di Italia dan Prancis. Jalur trafiking ke Eropa Barat berhenti saat Kesultanan Ustmaniyah (Ottoman) menaklukkan Konstantinopel (Ibukota Romawi Timur). Negara-negara Eropa Barat kemudian mengalihkan perhatian mereka ke Afrika Barat sebagai sumber budak. Pada awal abad dua puluh, perhatian tertuju pada perempuan Inggris, yang dipaksa melacur di benua Eropa yang terkenal dengan sebutan "perbudakan kaum kulit putih". Fenomena ini menjadi suatu isu politik pada awal tahun 1900-an. Pada tahun 1902, dibuat rancangan International Agreement for the Suppression of the White Slam Traffic. Tujuannya adalah mencegah penyediaan kaum perempuan dan anak-anak perempuan untuk keperluan tindak asusila di luar negeri. Tindakan trafiking adalah tindak percaloan/menjadi pialang yang dilakukan pelaku dengan manusia sebagai komoditas. Untuk memenuhi permintaan tenaga kerja murah dan layanan seksual, jaringan-jaringan kejahatan internasional yang terorganisir sibuk menanam modal dalam industri trafiking, Lingkaran kejahatan ini, dengan ditunjang hubungan internasional yang kuat,
mampu mengekspor dan mengeksploitasi barang-barang yang hidup.4. Perempuan dan anak-anak adalah golongan yang paling rentan. Mereka dibeli, dijual, dan diangkut untuk dijual kembali, sebagai pemuas seks dan juga buruh. Sebagian kecil dari mereka, masuk kedalam kegiatan seperti pengemisan, kenakalan, jeratan hutang, kawin palsu, adopsi paksa, atau sebagai korban dari perdagangan organ manusia.5 Allah SWT berfirman dalam al-Qur`an pada surah an-Nuur/24: 33 mengenai hal ini :6
َ !(ِی#ِِ وَا2ْ3َ ْ ِ!ُ ﻡ2#ُُ ا/َِ0ْ1ُ ی.!&َ, ً,َ-ِ ََ یَ*ُِون# َ !(ِی#ِ ا$ِ%َْ&ْ'َْ#َو ِْ ﺥًَْا/ِ ُْ&ْ ِ2َ: ُْهُْ إِن4َِﺕ-َ ُْ-َُ ْْ أَی6َ-َ2َِ&َبَ ﻡِ ! ﻡ-ْ#ُنَ ا1َ&ْ4َی َْءِ إِن1ِ4ْ# ا.َ2َ: ُْ-ِِْهُا َ&ََﺕ-َُ ﺕ#َ!(ِي ءَاﺕَآُْ و#!ِ ا2#وَءَاﺕُهُْ ﻡِ ْ ﻡَلِ ا ْ ِ!َ ﻡ2#ِن! اCَ ! ?ِْه-ُ?َْ وَﻡَ ْ ی#ََةِ اAْ#ََضَ ا: ُا1َ&ْ4َ&ِ# ً0?@َAَأَرَدْنَ ﺕ ِ,َُرٌ ر%َE ! ِ/ِ َِْ إِآَْاه Artinya: "Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan budak-budsak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakanNya kepadamu dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, Karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. dan barangsiapa yang memaksa mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu." 7
4
Bezpalcha, R, "Helping Survivors of Human Trafficking", (Ukraina: Winrock International, 2003), dalam IOM - International Organization for Migration Budapest, Pedoman Pelatihan Aspek-Aspek Kesehatan Mental Dalam Trafiking Manusia, (Budapest: IOM Publishing, 2004). h. 24. 5 IOM Council Document MC/INF 270, 11 November 2003, (TT: IOM, 2003), h. 270. 6 M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati), 2002, Vol. 9, h. 338-342. 7 Upaya untuk bekerja memerdekakan diri dapat ditempuh dengan berbagai cara, tapi bukan dengan cara yang haram. Karena itu ayat ini telah memerintahkan untuk membantu para budak, dan melanjutkan dengan larangan yaitu, dan janganlah kamu paksa budak-budak kamu..(dst)
Trafiking telah menjadi suatu usaha kriminal yang paling menguntungkan, kerena memiliki hubungan erat dengan sejumlah kegiatan ilegal, seperti pencucian uang, perdagangan obat terlarang, pemalsuan dokumen, dan penyelundupan.8 Departemen Kehakiman AS memperkirakan bahwa setiap tahun, sekitar 700.000 perempuan dan anak-anak dibeli, dijual, diangkut dan dan terperangkap dalam perbudakan guna eksploitasi seks dan eksploitasi tenaga kerja.9 Perdagangan manusia (Trafficking) berarti pengerahan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang dengan menggunakan berbagai ancaman atau paksaan, atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, muslihat, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, juga berupa pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mendapatkan izin dari orang yang memiliki kendali atas orang lain untuk tujuan eksploitasi.10 Trafiking, menurut ICMC/ACIL tidak hanya merampas hak asasi tapi juga membuat mereka rentan terhadap pemukulan, penyakit, trauma dan bahkan kematian. Pelaku trafiking menipu, mengancam, mengintimidasi dan melakukan tindak kekerasan untuk menjerumuskan korban ke dalam prostitusi. Pelaku trafiking menggunakan berbagai teknik untuk menanamkan rasa takut pada korban supaya bisa terus diperbudak oleh mereka. 11
8
UNICEF, Trafficking in Human Beings in Southeastern Europe, (Geneva: Juni 2002), h. 8. Release of 2002 Trafficking in Persons Report Washington, Juni 2002. 10 Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Person, Especially Women and Children (Trafficking Protocol), supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime, 2000 (juga di kenal sebagai Konvensi Palermo). 11 Misra & Rosenberg, "Bentuk-Bentuk Perdagangan Manusia di Indonesia", 2003. dalam Rosenberg, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia. (Jakarta: American Centre for International Labor Solidarity (ACILS), 2003), h. 41-62. 9
Indonesia merupakan negara penghasil dan juga negara transit dalam jaringan perdagangan manusia internasional. Korban perdagangan manusia asal Indonesia biasanya diperdagangkan ke Malaysia, Saudi Arabia, Kuwait, Uni Emirat Arab, Hongkong, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Singapura dan Australia. Dalam sejumlah kecil kasus, Indonesia adalah negara tujuan perempuanperempuan dari RRC, Thailand, Taiwan, Uzbekistan, Belanda, Polandia, Rusia, Venezuela, Spanyol dan Ukraina yang diperdagangkan sebagai pelacur. Di Indonesia sendiri terdapat arus perdagangan manusia yang sangat besar dari desa ke kota dalam rangka seks komersial atau sebagai pekerja kasar yang lain seperti pembantu rumah tangga. Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia mengajukan tekanan-tekanan hukum untuk melawan perdagangan manusia dan membantu korban-korban di luar negeri, termasuk Tenaga Kerja Indonesia/ Tenaga Kerja Wanita (TKI/TKW) yang diperdagangkan. Di sejumlah propinsi di Indonesia, Pemerintah Daerah setempat membuat rancangan peraturan baru berikut anggarannya dalam program anti perdagangan manusia. Pada tahun 2004, pemerintah melaporkan 141 investigasi kasus terkait trafiking, 51 penuntutan hukum dan 45 dakwaan.12 Banyak kasus trafficking diderita para TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Hal itu terlihat nyata seperti sejumlah korban yang terdapat di Rumah Sakit Kepolisian Pusat Soekanto, Kramat Jati, Jakarta Timur. Dalam statusnya sebagai imigran, para korban perdagangan manusia (trafficking) mempunyai resiko mengalami gangguan psikologi lebih besar dibandingkan dengan penduduk asli sebuah negara.
12
http://anak.i2.co.id/beritabaru/berita.asp?id=193, diakses pada Maret 2007 pukul 10.00 WIB
Dengan meningkatnya feminisasi migrasi sepanjang dasawarsa lalu, kaum perempuan menjadi sangat rentan terhadap trafiking. Bukan saja karena tereksploitasi, namun karena mereka dipertahankan dan diperlakukan dengan kejam dalam kondisi-kondisi yang mendatangkan risiko-risiko besar terhadap kesehatan reproduksi, fisik dan mental. Mereka juga kekurangan informasi tentang bagaimana melindungi diri mereka sendiri terhadap faktor-faktor risiko berikutnya dan memiliki akses yang sangat kecil bahkan tidak memiliki akses sama sekali terhadap pelayanan perawatan kesehatan. Akibat pengalaman trafiking bersifat sangat merugikan kaum muda. Penyimpangan kronis dapat mempengaruhi perkembangan psikologis seorang anak serta dapat menyebabkan perkembangan kepribadian yang patologis. Pengalaman trafficking tersebut memiliki dampak yang mendatangkan malapetaka potensial atas kapasitas masa depan mereka untuk membangun hubunganhubungan yang sehat atas dasar rasa saling percaya dan keintiman.13 Westermeyer, Vang dan Neider (1983) menyatakan bahwa sebagian symptom
psikiatrik
seperti
depression
(depresi),
anxiety
(kecemasan),
permusuhan, paranoid dan gangguan somatik yang dialami imigran dipengaruhi faktor kebudayaan asal mereka. Menurut mereka variabel pasca imigrasi (post immigration) seperti pengangguran dan jarak yang jauh dengan negara asal mereka berkorelasi yang signifikan dengan masalah-masalah emosional.14
13 Zimmerman,C,Watts,C, 2003, dalam IOM Counter-Trafficking Handbook, Bab 4: Kesehatan (Health), (New York: IOM, 2003), h. 214-216. 14 Westermeyer,J, dkk, " Migration and Mental Health Among Hmong Refugees: Association of Pre And Post Migration Factors With Self Rating Scale ", (Journal of Nervous and Mental Disease, 1983), 171, 92-96. dalam Adi Fahrudin, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial: Konsepsi dan Strategi,: Bab Kesehatan Mental Imigran, (Penerbit: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI, 2000), h. 304.
Para imigran mengalami kesulitan dalam percobaan untuk mengatasi masalah bahasa dan kebudayaan semasa proses acculturation. Faktor-faktor ini saling terkait dan menghasilkan berbagai gangguan dan masalah sosial. Apabila budaya imigran dengan budaya negara baru memiliki perbedaan yang amat nyata, imigran yang bersangkutan akan mengalami stres yang serius dan beban mental yang berat.15 Korban perdagangan perempuan (woman trafficking) seringkali mengalami trauma yang sangat mendalam dari penderitaan yang dialaminya. Untuk itu perlu kesabaran yang sangat tinggi dalam memberikan penyembuhan terhadap mereka. Bukan hal mudah memberikan terapi dan penyembuhan terhadap si pasien yang menjadi korban trafficking, karena pada umumnya mereka merasa takut untuk didekati, khususnya ketika ditanyakan perihal penyebab kondisi mereka saat ini. Menurut data statistik yang dikeluarkan oleh CTU IOM RS. POLRI Sukanto, jumlah korban perdagangan manusia yang mengalami gangguan kesehatan mental khususnya depresi adalah 87 % dari total korban yang ditangani oleh lembaga ini.16 Organisasi sosial dapat menjadi one stop services center (layanan terpusat) yang memberikan berbagai jenis pelayanan, informasi, rujukan, manajemen kasus, konseling, kesehatan fisik dan mental, perlindungan dan pelayanan vokasional.. CTU IOM RS. POLRI Sukanto, sebagai salah satu lembaga
sosial
internasional,
memberikan
perhatian
khusus
terhadap
permasalahan perdagangan manusia dan berperan aktif memberikan pelayanan kepada korban.
15
Ibid, Rogler, Dharma & Malgady, 1991, h. 304. Statistik CTU IOM Jakarta, Psychological Assessments among Victims of Trafficking, June 2005 - April 2007 (Jakarta: IOM, 2007). 16
CTU IOM menyediakan one stop crisis center dengan memberikan pelayanan secara integratif, baik berupa pelayanan medis, sosial maupun psikososial hingga tahap pemulangan dan reintegrasi klien. Para pekerja sosial yang bekerja di badan sosial seperti ini, selain harus mempunyai kompetensi multikultural yang akan mempermudah dalam bekerja dengan berbagai klien yang berasal dari latar belakang etnik yang berbeda, mereka pun harus memiliki kemampuan intervensi pada level makro, mezzo maupun mikro yang sejalan dengan program dan pelayanan organisasi di samping itu, dalam menangani klien, organisasi sosial biasanya menerapkan pola kerja tim (team work) bersama orangorang dari multi-disiplin keilmuan sesuai dengan wewenang dan kapasitasnya. 17 Orang-orang yang mengalami trafiking, baik trafiking untuk eksploitasi tenaga kerja, seksual atau bentuk-bentuk eksploitasi lainnya berhadapan dengan sejumlah masalah kesehatan. Selama disekap, mereka mengalami kekerasan fisik, eksploitasi seksual, pelecehan psikologis, kondisi hidup yang buruk dan menderita sejumlah penyakit, yang menimbulkan sejumlah akibat yang berlangsung lama terhadap kesehatan fisik mereka, terutama kesehatan reproduktif, dan kesehatan mental. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul ”Analisis Gejala dan Faktor Pemicu Depresi Pada Korban Perdagangan Perempuan (Women Trafficking) Studi Kasus Counter Trafficking Unit International Organization for Migration (CTU IOM) RS.POLRI Sukanto”
17
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), h. 179.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Para korban perdagangan perempuan (women trafficking) di antaranya menderita trauma fisik, tekanan jiwa, trauma psikis yang dialami seperti depresi dan anxietas/kecemasan, gangguan tidur, disempowerment/rasa ketidakberdayaan, gangguan makan, ide-ide bunuh diri, gangguan stres paska trauma, schizophrenia, gangguan penggunaan obat/bahan atau mungkin kehilangan pegangan hidup. Depresi adalah penyakit atau gangguan mental yang sering dijumpai di masyarakat. Penyakit ini menyerang siapa saja tanpa memandang usia, ras atau golongan, maupun jenis kelamin. Namun dalam kenyataannya depresi lebih banyak mengenai perempuan daripada laki-laki dengan rasio 1 : 2.18 Perempuan yang bekerja di sektor domestik, paling rawan untuk mendapatkan perlakuan semena mena. Penyiksaan, pelecehan seksual, dan perkosaan terhadap pembantu rumah tangga. Perempuan dan anak korban trafiking adalah kelompok yang paling rawan mengalami berbagai bentuk penganiayaan, baik secara fisik, emosional maupun seksual. Seringkali mereka tidak mampu keluar dari siklus kekerasan yang menjebaknya. Penelitian terhadap TKW yang pulang dari bekerja di luar negeri dan di rawat di RS Polri Sukanto, memperlihatkan angka kejadian gangguan jiwa yang cukup tinggi, yaitu; Psikotik 31,7%, Depresi 26,7%, PTSD (Post Traumatic Syndrom Disorder) 11,7%, Anxietas Panik 5% dan Agorafobia 1,7%.19.
18
Kaplan HI, Sadock BJ, Mood Disorder. In Synopsis of Psychiatry. (Baltimore USA: William and Wilkins, 1988), h. 288-303. 19 Yap, dalam Suryo Dharmono, Presentasi Aspek Psikiatrik Pada Korban Trafiking, (Pusat Kajian Bencana & Tindak Kekerasan, Departemen Psikiatri FKUI / RSCM, 2005), h. 8.
Penelitian tersebut juga memperlihatkan kurangnya pengetahuan pekerja migran (korban trafiking) tentang tatacara bermasyarakat dan adat istiadat negeri tujuan kerja, hal ini juga berkorelasi dengan kejadian gangguan jiwa. Hal inilah yang menjadikan mereka sebagai obyek bisnis bagi para pedagang manusia. 20 Sedangkan menurut data
statistik CTU IOM pada bulan Maret 2005
hingga Januari 2007, disebutkan bahwa kebanyakan dari korban trafficking mengalami gangguan depresi yakni mencapai 75,5 % lalu disusul dengan gangguan kecemasan (Anxiety) 45 %, perubahan perilaku 21 %, PSTD 18,2 % dan gangguan psikiatrik 14 % (data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran). Data statistik CTU IOM Maret 2005 sampai dengan Januari 2007 menunjukkan bahwa mayoritas bentuk eksploitasi yang diterima korban perdagangan manusia adalah eksploitasi tenaga kerja yakni dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga/ PRT (domestic worker) atau biasa dikenal sebagai buruh migran yang jumlahnya mencapai 51 % dari korban perdagangan manusia yang ditangani lembaga ini. Dalam statistik ini juga disebutkan bahwa korban trafficking ini mayoritas berjenis kelamin perempuan (woman trafficking) yang mencapai persentase sebesar 89 %. Selain itu karakteristik lain dari subyek penelitian ini adalah perempuan buruh migran/ PRT (domestic worker) yang dipekerjakan di Malaysia yang disebutkan jumlahnya mencapai 1405 orang dalam periode ini. Dalam skripsi ini, penulis hanya akan mengamati faktor pemicu depresi dan akibat perdagangan perempuan.
20
Ibid, h. 8.
Penulis akan melakukan pengamatan dari mulai ciri-ciri / gejala depresi, faktor pemicu depresi, dan sekilas tentang langkah penanganan pada korban. Lebih lanjut, penulis hanya akan melakukan pengamatan pada korban perdagangan perempuan (woman trafficking) di Counter Trafficking Unit International Organization for Migration (CTU IOM) RS. POLRI dalam rentang waktu antara Juni 2006 sampai dengan Oktober 2007. 2. Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah dalam skripsi ini adalah: 1. Bagaimana gambaran CTU IOM RS. POLRI Sukanto dan kliennya ? 2. Bagaimana gambaran kasus depresi ringan, sedang dan berat pada klien CTU IOM RS. POLRI Sukanto yang bekerja sebagai buruh migran di Malaysia? 3. Bagaimana analisis faktor pemicu dan ciri-ciri (gejala) depresi pada klien korban perdagangan perempuan (Woman Trafficking) yang dieksploitasi dan dipekerjakan sebagai (domestic worker) di Malaysia yang di tangani CTU IOM RS. POLRI Sukanto?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang akan dicapai adalah sebagai berikut : a. Mendeskripsikan gangguan depresi yang dialami korban perdagangan perempuan dan menguraikan singkat tentang langkah penanganannya di CTU IOM RS. POLRI Sukanto.
b. Menjelaskan bagaimana ciri-ciri (gejala) gambaran kasus depresi ringan, sedang dan berat pada klien CTU IOM RS. POLRI Sukanto yang bekerja sebagai buruh migran di Malaysia. c. Mendeskripsikan faktor pemicu dan juga gejala timbulnya gangguan depresi pada korban perdagangan perempuan (Woman Trafficking) yang bekerja sebagai buruh migran di Malaysia. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Praktis
Memberikan tambahan pengetahuan mengenai depresi dan juga faktor pemicunya pada korban pedagangan perempuan (Woman Trafficking), ciri-ciri (gejala) gangguan depresinya dan juga pola pelayanan bagi korban perdagangan perempuan di Counter Trafficking Unit International Organization for Migration (CTU IOM) RS. POLRI Sukanto.
b. Manfaat Akademis
Secara akademis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
kepada
Konsentrasi
Kesejahteraan
Sosial,
khususnya
mengenai topik yang berkenaan dengan perdagangan perempuan (woman trafficking) dan juga mata kuliah perlindungan anak dan perempuan. c. Manfaat Sosial
Secara sosial hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kepekaan dan kepedulian sosial (Social Awareness) terhadap masalah perdagangan perempuan (woman trafficking) bagi civitas akademik kesejahteraan sosial dan pada umumnya bagi yang membaca skripsi ini.
Selain itu dari penelitian ini diharapkan semakin mengembangkan semangat kepekaan dan kepedulian sosial terlebih khusus bagi kita sebagai umat Islam (rahmatan lil â`lamin).
E. SISTEMATIKA PENULISAN Penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu tentang pendahuluan, kerangka pemikiran, profil lembaga, analisa kasus dan penutup. Secara garis besar isi dari tiap bab adalah sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian. Pada bab ini juga berisi sistematika penulisan.
BAB II
Landasan Teori, berisi tentang pengertian depresi, teori pemicu depresi, penyebab depresi, gejala depresi, derajat depresi dan juga penanganan depresi. Pengertian perdagangan manusia (Trafficking) Unsur-unsur dalam perdagangan manusia, faktor-faktor perdagangan manusia (sisi permintaan dan penawaran), kelompok rentan, daerah sumber, transit dan penerima, faktor pendorong dan penarik dalam perdagangan manusia, pelaku (trafficker), pengguna.
BAB III
Metode Penelitian yang terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, teknik pengumpulan data, subyek penelitian yang mencakup teknik pemilihan subyek, karakteristik subyek, jumlah subyek dan juga pemilihan informan (narasumber), alat bantu pengumpulan data, pencatatan data dan yang terakhir adalah analisis data.
BAB IV
Gambaran IOM dan CTU IOM RS. POLRI Sukanto, berisi latar belakang berdirinya lembaga, letak dan kedudukan, klasifikasi, peran dan fungsi lembaga, falsafah lembaga, struktur organisasi dan pembagian tugas, jaringan kerjasama, program-program pelayanan.
BAB V
Analisis Kasus, berisi beberapa gambaran kasus klien yang mengalami depresi, beserta gejala dan juga faktor pemicunya yang dijadikan dasar pada penelitian ini. Pada bab ini dijelaskan analisis intra kasus (intra analysis) / perkasus dan juga analisis antar kasus (cross cases analysis).
BAB VI
Penutup, berisi kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilaksanakan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DEPRESI Kasus TKW yang nekat bunuh diri, atau sebaliknya membunuh majikannya, merupakan fenomena puncak gunung es dari kebutuhan kesehatan jiwa yang terabaikan. Salah satu bentuk gangguan kejiwaan yang cukup tinggi pada korban trafiking adalah Depresi. Depresi sering berkomorbid dengan gangguan stres pasca trauma.21 Depresi yang berakibat pada rasa bahwa “hidup gelap dan sempit” adalah akibat ketidakmampuan orang-orang yang lemah imannya untuk menaati nilainilai akhlak yang diajarkan oleh agama. Ilmu kedokteran menyatakan bahwa jiwa yang tenang dan damai melindungi dari pengaruh penyakit ini. Al Qur’an menyatakan bahwa Allah akan memberikan “ketenangan” dalam diri orang-orang beriman. Allah SWT berfirman dalam al-Qur`an, surah Thâhâ/20: 124; sebagai berikut22
َ َْ:َوَﻡَ ْ أ ِGََِﻡKْ#ُُُ یَْمَ اHْAًََ و-ْ0ًَ ﺽGَHََُِ ﻡ# !ِنCَ َ ْ ذِآِْي: ض .َ ْ:َأ Artinya: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit 23 dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." 21
Suryo Dharmono, Presentasi Aspek Psikiatrik Pada Korban Trafiking. (Pusat Kajian Bencana & Tindak Kekerasan: Departemen Psikiatri FKUI / RSCM, 2005), h. 7. 22 M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 8, h. 392-393. 23 Kata ً-ْ0Mَ ﺽdhankan adalah kata jadian dari kata Dhanka yang berarti sempit. Kehidupan yang sempit adalah kehidupan yang sulit dihadapi baik secara lahir maupun batin.kehidupan yang demikian menjadikan seseorang tidak pernah merasa puas dan selalu gelisah. Hal ini dikarenakan dia tidak memperdulikan hal-hal yang bersifat ruhaniah. Tidak merasakan kenikmatan ruhani karena mata hatinya buta dan jiwanya terbelenggu oleh hal-hal yang bersifat material.
Dalam firmannya yang lain Allah mengatakan bahwa kehidupan yang baik bukan berarti bahwa kehidupan itu selalu luput dari ujian dan cobaan. Seperti yang tertulis dalam al-Qur`an surah an Nahl/16: 97 yang berbunyi:24
ًGَ4QَR ًََة, ُ!0َِْAُ0َ2َ ٌ ِْﻡPُ وَهَُ ﻡ.ًَُْ ﻡِ ْ ذَآٍَ أَوْ أAِ#ََ ﺹNِ َ: ْ َﻡ َُن2َ َْْ'َ ِ ﻡَ آَُا ی,َTِ ُُْْ أَﺝَْه/!0ََ*ْ"ِی0َ#َو " Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." Kata Hayâtan thoyyibatan / kehidupan yang baik itu bukan berarti bahwa kehidupan yang diliputi kemewahan dan luput dari ujian, melainkan kehidupan yang diliputi oleh rasa lega, kerelaan serta kesabaran dalam menerima cobaan dan rasa syukur atas nikmat Allah. Dengan demikian yang bersangkutan tidak merasakan takut yang mencekam ataupun kesedihan yang melampaui batas. Hal ini dikarenakan adanya kesadaran bahwa Allah telah menyediakan ganjaran dari semua perbuatan. Setelah berbagai ujian dan cobaan, Allah akan mengaruniakan perasaan tenang pada orang yang beriman. Dalam hal ini Allah berfirman dalam al-Qur`an surah al Fath/48: 4 yang berbunyi:25
Wَ ََِ"ْدَادُوا إِی ًَ ﻡ# َ ِ0ِْﻡPُ ْ#ُبِ ا2ُV Uِ َGَ0ِ-!'#!(ِي أَْ"َلَ ا#هَُ ا ً ِ-َ, ً ِ2َ: ُ!2#َرْضِ وَآَنَ اTْ#'! ََاتِ وَا#ُدُ ا0ُ!ِ ﺝ2ِ#َِْ و/َِ إِی Artinya: " Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada) dan kepunyaan Allah-lah tentara 24 M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 13, h. 178-180. 25 Sakinah itu adalah ketenangan di hati yang dirasakan setelah terjadi situasi yang mencekam / karena bahaya yang mengancam jiwa atau yang disebabkan oleh sesuatu yang mengeruhkan pikiran baik yang berasal dari masa kini maupun masa lalu. Allah menurunkan sakinah (ketenangan) atas mereka sehingga mereka tidak merasa putus asa dan tidak juga bersedih hati karena ditimpa kehilangan/kekurangan.
langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana."
1. Definisi Depresi Depresi telah lama dikenal sejak zaman Yunani, yang oleh Hippocrates disebut melancholi. Hal yang menonjol adalah gejala somatiknya, misalnya sakit kepala, sakit pada saluran pencernaan, mulut kering, perut terasa kembung, nyeri ulu hati, dan perut kejang.
6
Depresi adalah suatu perasaan kesedihan yang
psikopatologis, berupa kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang berakibat mudah lelah setelah bekerja walaupun sedikit, dan berkurangnya aktivitas.7 Depresi dapat merupakan suatu gejala, atau kumpulan gejala (sindroma), dan dapat pula suatu kesatuan penyakit nosologik. 8 Ciri lain adalah perubahan kemampuan kognitif, bicara, dan fungsi vegetatif (tidur, selera makan, aktifitas seksual dan ritme biologis lainnya). Ini menyebabkan masalah dalam hubungan interpersonal, sosial, serta pekerjaan.9 Hal ini juga berkaitan dengan gangguan psikologis lainnya seperti serangan panik, penyalahgunaan obat, gangguan seksual, serta gangguan kepribadian.10 Menurut Philip L. Rice (1999), depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, 6 Citra Julita Tarigan, Perbedaan Depresi Pada Pasien Dispepsia Fungsional dan Dispepsia Organik, (Bagian Psikiatri: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Digitized by USU digital library, 2003), h. 3. 7 Departemen Kesehatan RI. Direktorat Pelayanan Medik, Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, Cet. Pertama, (Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1993), h. 140– 153. 8 Kusumanto R. Iskandar Y. Depresi, Suatu problema Diagnosa dan Terapi pada praktek umum, (Jakarta: Yayasan Dharma Graha, 1981), h. 9–16. 9 Kaplan, dkk, " Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences Clinical Psychiatry, 7 th ed " (Baltimore: William & Wilkins, 1994) dalam Fausiah, Julianti Widury ; editor, Augustine Sukarlan Basri. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press, 2005), h. 104. 10 Davidson & Neale, Abnormal Psychology. 8 th ed (New York: John Wiley & Sons, 2001), h. 113-114.
berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan11. 2. Gejala Depresi Gejala yang sering ditemui pada perempuan korban perdagangan manusia (trafficking) biasa dikenal sebagai "Trias Depresi", yaitu : a. Suasana perasaan murung b. Kehilangan minat terhadap aktifitas sehari hari c. Kehilangan energi / kelelahan kronis Dapat juga disertai dengan gejala tambahan lain yaitu: 12 a. Pesimis terhadap masa depan b. Perasaan tidak mampu c. Putus asa, pikiran bunuh diri d. Perasaan bersalah/berdosa e. Gangguan selera makan f. Gangguan tidur. Adapun gejala tersebut jika diuraikan lebih lanjut akan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) gejala umum yang dapat diamati seperti gejala fisik, psikis maupun sosial korban. Gejala tersebut adalah sebagai berikut:
a. Gejala Fisik 1. Gangguan pola tidur (sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit) 11
Phillip. L. Rice, "Stress and Health". (Pacific Grove, CA: Brooks/ Cole Publishing Company, 1999) dalam http://www.e-psikologi.com/masalah/depresi-1.htm. Diakses pada 19 September 2007. 12 Suryo Dharmono, Presentasi Aspek Psikiatrik Pada Korban Trafiking. (Pusat Kajian Bencana & Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI / RSCM, 2005), h. 16-17.
2. Menurunnya tingkat aktivitas. 3. Menurunnya efisiensi kerja. 4. Menurunnya produktivitas kerja. 5. Mudah merasa letih dan sakit. b. Gejala Psikis 1. Kehilangan rasa percaya diri. 2. Sensitif. 3. Merasa diri tidak berguna. 4. Perasaan bersalah 5. Perasaan terbebani. c. Gejala Sosial Masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada akhirnya mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan (atau aktivitas rutin lainnya). Karena perlu juga diketahui bahwa lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi tersebut yang pada umumnya negatif (mudah marah, tersinggung, menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah sakit). Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah interaksi dengan orang lain. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, tapi juga seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada di antara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal. Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan. 13 3. Teori Pemicu Depresi
13
http://www.e-psikologi.com/masalah/depresi-1.htm. diakses 19 sept 2007.
Pada orang dewasa, mayoritas pengalaman/ peristiwa hidup yang tidak menyenangkan, menyakitkan ataupun menyedihkan yang mereka alami dapat memicu seseorang mengalami depresi. Adapun beberapa faktor pemicunya dapat diuraikan antara lain sebagai berikut: a. Kematian seseorang yang dicintai b. Mengidap penyakit kronis14 c. Terpisah dari lingkungan sosial dan merasa kesepian. d. Perceraian/ berpisah berpisah dan juga hubungan yang disertai kekerasan. e. Ekonomi dan tekanan hidup lainnya (stres). f. Komorbiditas (gabungan ) dengan penyakit lain. g. Hubungan keluarga yang renggang. h. Penurunan (retardasi) dalam hal kemampuan telah dimiliki. i. Perpindahan atau adanya perubahan gaya hidup, budaya, dll. Ketika seseorang menganggap bahwa tidak ada yang dapat menolong keadaan tersebut (tidak ada yang dapat dilakukan) dan menganggap bahwa dirinya tidak sanggup/mampu untuk melakukan aktivitas seperti bekerja, menyupir, berolahraga, dll, dengan kata lain mereka merasa tidak berdaya. Mereka akan kehilangan waktu-waktu terbaiknya dan tidak memiliki semangat untuk hidup. Kondisi ini dalam bahasan klinis disebut dengan apatis dan hal ini akan semakin parah jika tidak ditangani secara serius.15 Faktor pemicu depresi lainnya adalah lamanya waktu rawat di Rumah Sakit. Penelitian ini mengacu pada Stephen MS dkk (1991) menyatakan bahwa 14
Parker G, Kalucy, Megan. Depression comorbid with physical illness. (Australia: Lippincott Williams & Wilkins,Inc.,1999;12,1), h. 87-92. 15 Rita L. Calderon, LCSW-R, Depression - How Social Workers Help: Caregiving: Depression in the Elderly, diakses dari http://www.socialworkers.org/profession/default.asp. National Association Of Social Worker (NASW). 5 Maret 2008 pukul 10.00 WIB.
lama rawat di rumah sakit berpengaruh terhadap terjadinya depresi.16 Pendapat ini diperkuat dengan penelitian Aldwin (2000) yang menyatakan bahwa sikap tenaga profesional rumah sakit, kurangnya dukungan keluarga dan teman dekat mempengaruhi kesehatan usia lanjut yang mengakibatkan perpanjangan lama perawatan di rumah sakit.17 1) Sudut Pandang Kognitif Teori Beck memiliki tesis utama bahwa individu merasa depresi karena pemikiran mereka dibiaskan pada interpretasi negatif. Menurut Beck, skema negatif yakni kecenderungan memandang dunia secara negatif muncul karena adanya peristiwa tidak menyenangkan pada masa kanak-kanak atau remaja. Skemata ini akan diaktifkan apabila mereka menghadapi situasi yang mirip. Hal ini kemudian mempengaruhi bias kognitif dan kemudian memperkuat apa yang disebut Beck sebagai triad negative, yaitu pandangan negatif tentang diri, dunia, dan masa depan yang seolah jauh dan tidak terjangkau. Beck pun mengemukakan revisi dari teori Triad negativenya yang dinamakan Teori Hopelessness.
Menurut teori ini munculnya depresi dipicu karena adanya peristiwa menyakitkan dan adanya kecenderungan menggeneralisir efek kegagalan/ hasil yang buruk pada kesalahan pribadi yang bersifat global dan menetap atau dapat 16
Stephen MS, Maurice DS, Barbara W, et al. Psychological comor-bidity and length of stay in the general hospital,. (Am J Psychiatry, 1991; 148: 324-9). dalam Suzy yusna dewi, Dkk, Faktor Risiko Yang Berperan Terhadap Terjadinya Depresi Pada Pasien Geriatri Yang Dirawat Di RS dr. Cipto Mangunkusumo, Cermin Dunia Kedokteran No. 156, vol.34 no.3/156 Mei-Juni 2007, http://www.kalbe.co.id/cdk Diakses 10 Oktober 2007. 17 Aldwin. Social support and Health . http://hcd.ucdavis.edu/faculty/ adlwin/support.pdf. Diakses 1 Juni 2004. dalam Suzy yusna dewi, Dkk, Faktor Risiko Yang Berperan Terhadap Terjadinya Depresi Pada Pasien Geriatri Yang Dirawat di RS. dr. Cipto Mangunkusumo, Cermin Dunia Kedokteran No. 156, vol.34 no.3/156 Mei-Juni 2007, http://www.kalbe.co.id/cdk Diakses 10 Oktober 2007.
pula dipicu oleh faktor kognitif lain seperti perasaan tidak ada harapan, tidak ada respon yang memungkinkan untuk mengatasi situasi dan perkiraan bahwa hasil yang diharapkan tidak akan terjadi. 2) Sudut pandang Interpersonal Teori ini mengatakan bahwa individu yang depresi cenderung memiliki hubungan sosial yang kurang baik dan menganggap mereka kurang memberikan dukungan. Sedikitnya dukungan sosial dapat mengurangi kemampuan individu untuk mengatasi peristiwa hidup yang negatif sehingga membuat mereka rentan terhadap depresi. 3) Sudut pandang Biologis Hasil penelitian genetik menunjukkan sekitar 10-25 % keluarga pasien yang bipolar pernah mengalami satu episode gangguan mood. 18 4. Derajat Depresi Depresi dibedakan dalam beberapa tingkatan, yaitu: 19 a. Depresi ringan (mild), jika terdapat sekurang-kurangnya dua dari tiga gejala utama ditambah sekurang-kurangnya dua dari gejala tambahan dan berlangsung sekurang-kurangnya selama dua minggu, dan tidak ada gejala berat di antaranya. Ragu mengenai ada / tidaknya depresi. Skala pengukuran depresi Hamilton (17-24). b. Depresi sedang (moderate), jika terdapat sekurang-kurangnya dua dari tiga gejala utama ditambah sekurang-kurangnya tiga (sebaiknya empat) gejala tambahan. Satu ataupun dua gejala utama muncul, namun pasien pada
18 Gherson, 1990. dalam Fausiah, Julianti Widury; editor, Augustine Sukarlan Basri. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia / UI-Press, 2005), h. 114. 19 Maslim R, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III, Cetakan pertama (PT Nuli Jaya: Jakarta, 2001), h. 103-106.
tahap ini masih dapat mengontrol diri mereka (tidak mengganggu keseharian). Skala pengukuran depresi Hamilton (25-34). c. Depresi berat (severe), jika terdapat tiga gejala utama ditambah sekurangkurangnya empat gejala tambahan, beberapa di antaranya harus berintensitas berat. Pasien pada tahapan ini mengalami kesulitan mengontrol diri mereka sehingga menggangu keseharian mereka, gejalagejala jelas. Skala pengukuran depresi Hamilton (35-51). d. Sangat Berat (More Severe), Gejala-gejala depresi dominan muncul, pasien telah benar-benar mengalami kesulitan mengontrol diri mereka dan mengganggu aktivitas bekerja dan juga keseharian mereka (pasien pada tahap ini memerlukan rujukan ke Psikiater). Skala pengukuran depresi Hamilton (52-68). B. Perdagangan Manusia 1. Definisi perdagangan manusia Definisi yang paling mutakhir dan paling diterima secara luas adalah definisi yang dicantumkan dalam Protokol Palermo tentang Perdagangan manusia (2000) yang berbunyi : Dalam protokol tersebut yang dimaksudkan dengan perdagangan orang adalah: 20
(a) ... the recruitment, transportation, transfer, harboring or receipt of persons, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purposes of exploitation. Exploitation shall include, at a minimum, the 20
Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Person, Especially Women and Children (Trafficking Protocol), supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime, 2000 (juga di kenal sebagai Konvensi Palermo).
exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual exploitation, forced labor or services, slavery or practices similar to slavery, servitude or the removal of organs. (“... rekrutmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan lain, penculikan, pemalsuan, penipuan atau pencurangan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, ataupun penerimaan/pemberian bayaran, atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi, yang secara minimal termasuk ekspolitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang menyerupainya, adopsi ilegal atau pengambilan organ-organ tubuh”). Definisi ini diperluas dengan ketentuan yang berkaitan dengan anak di bawah umur (di bawah 18 tahun), bahwa: The recruitment, transportation, transfer, harbouring or receipt of a child for the purpose of exploitation shall be considered “trafficking in persons” even if this does not involve any of the means set forth in subparagraph (a). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dari perdagangan orang adalah: 21 a. Proses
(Perbuatan):
merekrut,
mengangkut,
memindahkan,
menyembunyikan atau menerima. b. Cara (Sarana): untuk mengendalikan korban: ancaman, penggunaan paksaan, berbagai bentuk kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian/penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban. c. Tujuan: eksploitasi, setidaknya untuk prostitusi atau bentuk ekspoitasi seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan, penghambaan, pengambilan organ tubuh.
21
Ruth Rosernberg editor, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, (Publikasi USAID & ACILS, 2003), h. 51-59.
Saat ini kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang meng-akselerasi terjadinya globalisasi, juga dimanfaatkan oleh hamba kejahatan untuk menyelubungi perbudakan dan penghambaan itu ke dalam bentuknya yang baru yaitu: perdagangan orang (trafficking in persons) atau yang juga dikenal dengan istilah perdagangan manusia (human trafficking). Praktek ini beroperasi secara tertutup dan bergerak di luar hukum.22 Pelaku perdagangan orang atau manusia (trafficker) cepat berkembang menjadi sindikat lintas negara. Mereka menggunakan teknik khusus untuk menjerat mangsanya, setelah itu tanpa disadari korbannya, pelaku kemudian mengeksploitasinya dengan berbagai cara sehingga korban menjadi tidak berdaya, merasa tidak sanggup untuk membebaskan diri dari praktek ini. 2. Tahapan Utama Pengalaman Trafiking Tahap-tahap signifikansi psikologis dalam proses trafiking meliputi: a. Tahap sebelum berangkat, b. Melakukan perjalanan dan transit, c. Tahap tempat tujuan, d. Diselamatkan atau melarikan diri, penahanan dan deportasi, bukti kriminal, e. Pemulangan dan reintegrasi.23 a. Tahap Sebelum Berangkat Tahap
sebelum
berangkat
mencakup
periode
sebelum
individu
bersangkutan masuk ke dalam situasi trafiking.
22 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Penghapusan Perdagangan Orang (Trafficking in Persons) di Indonesia, (Jakarta, 2005), h. 3. 23 Gushulak, B & McPherson, D, 2000, IOM Counter-Trafficking Handbook, (New York: IOM, 2003), h. 218-220.
Secara ringkas, beragam metode perekrutan dipergunakan: 1. Membidik orang-orang yang secara potensial (misalnya, para lelaki /perempuan di bar-bar, kafe-kafe, klub-klub); 2. Jaringan-jaringan informal melalui anggota keluarga dan teman-teman; 3. Iklan-iklan yang menawarkan kesempatan kerja dan kesempatan belajar ke luar negeri; 4. Agen-agen yang menawarkan pekerjaan, belajar, pernikahan atau perjalanan ke luar negeri; 5. Pernikahan palsu yang telah diatur sebelumnya. b. Tahap Perjalanan dan Transit Tahap perjalanan dan transit dimulai pada saat perekrutan dan berakhir pada saat tiba di tempat tujuan pekerjaan. Perekrutan diikuti dengan suatu tahap perpindahan yang tidak didasarkan pada kebebasan dan kemauan sadar dari orang-orang yang diangkut. Kebanyakan orang yang mengalami trafiking belum pernah meninggalkan negeri asal sebelumnya. Sehingga, orang tersebut sepenuhnya bergantung pada para pelaku trafiking. Beberapa orang meninggalkan negeri mereka tanpa paspor internasional, tetapi kebanyakan, meski memiliki paspor, seringkali paspor mereka diambil dan ditahan oleh pelaku trafiking sebagai cara untuk pengamanan. Para pelaku trafiking sering mempergunakan cara-cara transportasi umum, karena lebih murah dan dapat meyakinkan orangorang yang ditrafiking bahwa perjalanannya mempunyai tujuan legal. Namun, orang-orang yang mengalami trafiking dihadapkan pada cara-cara transportasi yang berbahaya (misalnya: car boat) dan/atau penyeberanganpenyeberangan tapal batas yang berisiko tinggi, disertai ancaman, intimidasi, dan
kekerasan, termasuk pemerkosaan dan bentuk penyimpangan seksual lainnya disepanjang perjalanan. Orang yang mengalami trafiking rentan terhadap pelecehan yang dilakukan oleh banyak orang selama dalam tahap perpindahan, termasuk dari agen trafiking, pengantar, pengemudi, petugas perbatasan, dan sebagainya. Selain itu, tidak lazim didapati orang yang mengalami trafiking yang sudah mengalami beberapa siklus perjalanan dan transit dan sudah dijual kembali atau sudah ditrafiking lagi beberapa kali sepanjang perjalanan. Bagi kebanyakan orang yang mengalami trafiking, tahap perpindahan juga merupakan tahap trauma awal sejak aktivitas-aktivitas gelap/haram ini dimulai. Keluar dari rumah dengan cepat akan memicu tingginya stress dan kecemasan bagi hampir semua orang yang sudah direkrut. Bagi sebagian besar orang, hal ini merupakan saat pertama mereka meninggalkan rumah dan memisahkan diri dari keluarga dan terlepas dari mekanisme dukungan sosial. Ketika mereka mulai sadar, ternyata mereka sudah diperdaya, tersesat. Mereka merasa tak berdaya, tak kuasa dan menghadapi suatu masa depan yang suram dan tidak pasti. Dalam situasi-situasi yang berbahaya tanpa sarana untuk melarikan diri, orang yang mengalami trafiking mungkin tidak lagi mampu untuk berkonsentrasi dan berpikir secara rasional. Dalam kebanyakan kasus, orangorang yang mengalami trafiking memiliki ingatan yang kurang bagus untuk mengungkap peristiwa yang telah dialami; bahkan lupa akan sejumlah rincian yang signifikan. Taktik kontrol umum yang dipergunakan oleh para pelaku trafiking mungkin meliputi hal-hal berikut: melakukan teror (menanamkan rasa takut terusmenerus dan tak berbelas-kasihan), menipu dan mengelabui, mempertahankan
kondisi-kondisi yang tidak dapat diduga dan dikontrol (sehingga, para korban tetap bingung dan tidak mampu membuat rencana dan mengantisipasi kejadiankejadian), mengurangi semua keputusan yang menumbuhkan kekuatan, dan manipulasi emosi (seperti ancaman untuk membiarkan keluarga tahu kegiatan yang mereka lakukan).24 c. Tahap Tempat Tujuan Tahap tempat tujuan terjadi ketika orang yang mengalami trafiking ditempatkan untuk bekerja dan tunduk pada suatu kombinasi antara paksaan, kekerasan, tenaga kerja paksa, jeratan hutang atau bentuk-bentuk penyalahgunaan lainnya.. Banyak mekanisme yang berbeda-beda dipergunakan untuk memperoleh kekuasaan guna mengontrol orang yang mengalami trafiking selama dalam tahap eksploitasi. 1. Biasanya paspor dan dokumen-dokumen identitas mereka disita, dan mereka terperangkap dalam suatu lingkungan migrasi ilegal (sehingga mereka menjadi rentan terhadap tuntutan dan deportasi karena melanggar hukum dan peraturan-peraturan, atau pelacuran). 2. Para pelaku trafiking juga mempergunakan kekerasan dan pelecahan seksual: bagi kebanyakan perempuan, pemerkosaan sering menjadi langkah pertama untuk menuju tahap eksploitasi seksual. 3. Pola-pola psikologis normal secara teratur dimanipulasi dalam kadar-kadar tertentu untuk menyiksa dan pencucian otak: pencabutan hak tidur, menderita kelaparan, ruang pribadi dan privasi yang terbatas, ancamanancaman atas kehidupan, kekerasan dan penyiksaan berulang-ulang. 24
Zimmerman, C., Watts, C, IOM Counter-Trafficking Handbook, (New York: IOM, 2003), h. 217-219.
4. Penyiksaan fisik dan mental disertai ancaman-ancaman terhadap keselamatan keluarga mereka, larangan untuk menghubungi seorang anggota keluarga atau teman, sering ada denda uang dan perampasan uang, aset-aset bernilai dan terbatas yang dapat mereka miliki, penggunaan secara paksa atas alkohol dan bahan-bahan lainnya, dan teknik-teknik pemaksaan lainnya untuk menjamin adanya ‘kerjasama’ dan mencegah mereka agar tidak melarikan diri. Tidak mengherankan, orang yang mengalami trafiking pada akhirnya tidak lagi mampu melakukan kehendak bebasnya, dapat menyerah, dan dapat tunduk di bawah kontrol para pelaku trafiking. 5. Jeratan hutang: perbudakan terjadi dengan berpura-pura membayar kembali suatu akumulasi hutang yang meliputi harga yang telah dibayar ‘pemilik’ untuk perjalanan, dokumen palsu dan pembelian orang tersebut. Dalam beberapa contoh, para pelaku trafiking menambah terus hutang para korban dengan membebani ongkos untuk akomodasi, penjualan kembali ke ‘para pemilik’ lain, hukuman-hukuman, biaya makan, biaya penginapan, dan lain sebagainya.
3. Faktor di Belakang Perdagangan Perempuan & Anak a. Sisi Permintaan 1) Permintaan pengusaha akan tenaga kerja murah dan dapat dieksploitasi
2) Permintaan pelayanan dari pengguna sering dipenuhi oleh orang yang diperdagangkan (korban). 3) Diskriminasi gender 4) Informalisasi yang semakin meningkat dalam pasar tenaga kerja 5) Pertumbuhan industri seks dan tempat hiburan 6) Sifat perdagangan manusia yang beresiko rendah dan menguntungkan. 7) Tidak adanya kerangka peraturan yang efektif dan rendahnya penegakan hukum 8) Lemahnya organisasi dan posisi tawar pekerja 9) Praktek-praktek sosio-kultural yang diskriminatif, misalnya dalam perkawinan 10) Pelanggaran hak asasi manusia b. Sisi Suplai 1) Feminisasi kemiskinan 2) Pengangguran kronis dan kurangnya peluang ekonomi 3) Bertumbuhnya materialisme dan keinginan untuk hidup lebih baik 4) Situasi disfungsi keluarga 5) Ketidaksetaraan gender dalam akses terhadap pendidikan dan pelatihan 6) Kurangnya akses informasi 7) Diskriminasi berbasis gender ataupun etnis 8) Konteks budaya, sikap masyarakat dan praktek-praktek yang mentolerir kekerasan terhadap perempuan, Kebijakan migrasi yang selektif terhadap jenis kelamin tertentu (Kerangka peraturan dan hukum yang tidak efektif).
9) Pengungsian dan kekacauan yang diakibatkan oleh bencana alam dan juga bencana buatan manusia.25 4. Daerah Sumber, Transit dan Penerima Di dunia internasional, Indonesia dikenal sebagai daerah sumber dalam perdagangan orang. Berdasarkan berbagai studi, ditengarai bahwa ada beberapa propinsi di Indonesia yang utamanya merupakan daerah sumber namun ada beberapa kabupaten/kota di propinsi itu yang juga diketahui sebagai daerah penerima atau yang berfungsi sebagai daerah transit. 26 5. Faktor-Faktor Perdagangan Manusia Ada sejumlah faktor yang mendorong orang untuk meninggalkan rumah dan menyebabkan mereka menjadi korban perdagangan manusia. a. Faktor pendorong Faktor-faktor pendorong yang paling umum adalah: 1) Kemiskinan keluarga 2) Mencari pekerjaan 3) Meningkatnya materialisme 4) Konflik keluarga atau keluarga berantakan 5) Bencana alam atau perang 6) Buta huruf/ketidakpedulian/kurangnya kesadaran masyarakat 7) Kurangnya jaringan dukungan komuniti 8) Diskriminasi atas dasar gender dan/atau kesukubangsaan
25 GENPROM, Preventing Discrimination, Exploitation and Abuse of Women Migrant Workers: An Information Guide, Booklet 6, Trafficking of Women and Girls, (ILO: Geneva, 2002), h. 24. 26 Ibid, h. 5.
9) Ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan, anak laki dan anak perempuan dalam pendidikan dan pelatihan 10) Kebijakan migrasi yang memilih jenis kelamin tertentu b. Faktor penarik Faktor-faktor penarik yang paling umum adalah: 1) Permintaan akan tenaga kerja murah dan dapat dieksploitasi 2) Transportasi dan komunikasi yang lebih mudah dan mudah diakses 3) Ekonomi informal dan pasar tenaga kerja yang diperluas 4) Meningkatnya permintaan akan gadis remaja dan pemuda remaja di rumah-rumah bordil 5) Sifat perdagangan yang beresiko rendah dan banyak untung 6) Lemahnya penegakan hukum dan korupsi di antara pihak yang berwenang. 6. Pelaku Perdagangan Manusia (Trafficker) Perdagangan orang melibatkan laki-laki, perempuan dan anak-anak bahkan bayi sebagai “korban”, sementara agen, calo, atau sindikat bertindak sebagai yang “memperdagangkan (trafficker)”. Para germo, majikan atau pengelola tempat hiburan adalah “pengguna”. Termasuk dalam kategori pengguna adalah lelaki hidung belang atau pedofil yang mengencani perempuan dan anak yang dipaksa menjadi pelacur, atau penerima donor organ yang berasal dari korban perdagangan orang. Pelaku perdagangan orang (trafficker) tidak saja melibatkan organisasi kejahatan lintas batas tetapi juga melibatkan lembaga, perseorangan dan bahkan tokoh masyarakat yang seringkali tidak menyadari keterlibatannya dalam kegiatan
perdagangan orang.27 Perusahaan perekrut tenaga kerja dengan jaringan agen/calo-calonya di daerah adalah trafficker karena memfasilitasi pemalsuan KTP/Paspor serta secara ilegal menyekap calon pekerja migran di penampungan, dan menempatkan mereka dalam pekerjaan yang berbeda atau secara paksa memasukkannya ke industri seks. a. Agen atau calo-calo bisa orang luar tetapi bisa juga seorang tetangga, teman, atau bahkan kepala desa, yang dianggap trafficker manakala dalam perekrutan mereka menggunakan kebohongan, penipuan, atau pemalsuan dokumen. b. Aparat pemerintah adalah trafficker manakala terlibat dalam pemalsuan dokumen,
membiarkan terjadinya
pelanggaran dan
memfasilitasi penyeberangan melintasi perbatasan secara ilegal. c. Majikan adalah trafficker manakala menempatkan pekerjanya dalam kondisi eksploitatif seperti: tidak membayar gaji, menyekap pekerja, melakukan kekerasan fisik atau seksual, memaksa untuk terus bekerja, atau menjerat pekerja dalam lilitan utang. d. Pemilik atau pengelola rumah bordil, berdasar Pasal 289, 296, dan 506 KUHP, dapat dianggap melanggar hukum terlebih jika mereka memaksa perempuan bekerja di luar kemauannya, menjeratnya dalam libatan utang, menyekap dan membatasi kebebasannya bergerak, tidak membayar gajinya, atau merekrut dan mempekerjakan anak (di bawah 18 tahun).
27
Rosernberg, 2003 dalam Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Penghapusan Perdagangan Orang (Trafficking in Persons) di Indonesia, (Jakarta, 2005), h. 7.
e. Calo pernikahan adalah trafficker manakala pernikahan yang diaturnya telah mengakibatkan pihak isteri terjerumus dalam kondisi serupa perbudakan
dan
eksploitatif
walaupun
mungkin
calo
yang
bersangkutan tidak menyadari sifat eksploitatif pernikahan yang akan dilangsungkan. f. Orang tua dan sanak saudara adalah trafficker manakala mereka secara sadar menjual anak atau saudaranya baik langsung atau melalui calo kepada majikan di sektor industri seks atau lainnya atau jika mereka menerima pembayaran di muka untuk penghasilan yang akan diterima oleh anak mereka nantinya. g. Orang tua menawarkan layanan dari anak mereka guna melunasi utangnya dan menjerat anaknya dalam libatan utang. h. Suami adalah trafficker manakala ia menikahi perempuan tetapi kemudian mengirim isterinya ke tempat lain untuk mengeksploitirnya demi keuntungan ekonomi, menempatkannya dalam status budak, atau memaksanya melakukan prostitusi.
7. Pengguna 28
28
Ibid, h. 8.
a. Germo dan pengelola rumah bordil yang membutuhkan perempuan dan anak-anak untuk dipekerjakan sebagai pelacur. b. Laki-laki hidung belang, pengidap pedofilia dan kelainan seks lainnya serta para pekerja asing (ekspatriat) dan pebisnis internasional yang tinggal sementara di suatu negara. c. Para pengusaha yang membutuhkan pekerja anak yang murah, penurut, mudah diatur dan mudah ditakut-takuti. d. Para pebisnis di bidang pariwisata yang juga menawarkan jasa layanan wisata seks. e. Agen penyalur tenaga kerja yang tidak bertanggung jawab. f. Sindikat narkoba yang memerlukan pengedar baru untuk memperluas jaringannya. g. Keluarga menengah dan atas yang membutuhkan perempuan dan anak untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. h. Keluarga yang ingin mengadopsi anak. i. Laki-laki China dari luar negeri yang menginginkan perempuan “tradisionil” sebagai pengantinnya.
8. Teknik Pelaku Perdagangan Manusia 29 29
Nelien Haspels dan Busakorn Suriyasarn. Meningkatkan Kesetaraan Gender dalam Aksi Penanggulangan Pekerja Anak serta Perdagangan Perempuan dan Anak (Panduan Praktis bagi
a. Berjanji memberikan pekerjaan yang baik b. Perkawinan semu c. Mengunjungi kerabat d. Menjanjikan pendidikan yang lebih baik/tinggi e. Menjanjikan makanan enak/perhiasan dll. f. ancaman g. penculikan h. pembiusan.
9. Eksploitasi Perdagangan Manusia dan Tenaga Kerja Perempuan dan anak-anak diperdagangkan bukan hanya untuk pelacuran, tetapi juga untuk tujuan eksploitasi lainnya seperti : a. Kerja pabrikan b. Kerja domestik c. Kerja pertanian d. Kerja di industri hiburan, termasuk pornografi e. Pekerja hotel/ klub malam. f. Kerja di panti pijat dan bar-bar karaoke g. Kawin paksa
Tabel 1: Lokasi Kerawanan Pekerja Migran Lokasi
Bentuk kerawanan
Organisasi). Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Program Internasional Penghapusan Pekerja Anak (IPEC) Kantor Subregional untuk Asia Timur), h. 175.
Desa
PJTKI
Dalam Bekerja
Saat kembali
Tidak adanya kejelasan informasi mengenai standar perekrutan Para pekerja domestik (buruh migran) biasanya mudah ditipu. Pelecahan seksual Terisolasi: dan mengalami pemaksaan Lamanya waktu menunggu tanpa adanya informasi yang jelas tentang pemberangkatan. Makan tidak bergizi, dan kurangnya air bersih untuk minum. Minimnya fasilitas sanitasi (MCK). Pelecahan seksual. Bekerja tanpa bayaran. Sakit Meninggal dunia Pemaksaan kontrak kerja, bekerja kepada lebih dari satu majikan Gaji ditahan Gaji tidak dibayarkan Membayar makan sendiri (gaji yang dipotong untuk biaya makan). Pelecehan seksual Tidak mendapatkan layanan kesehatan Meninggal dunia Tempat bekerja tidak jelas, diculik, dipaksa kembali oleh majikan, deportasi Dituduh mencuri Tidak adanya akses komunikasi keluar, dikurung, dipenjara Kontrak kerjanya tidak manusiawi Hak milik tidak dikembalikan (barang-barang pribadi) Pulang dengan ongkos sendiri Diperas pada saat di bandara Dipaksa untuk menukarkan mata uang asing dengan kurs rendah Gaji tidak ditransfer Meninggal dunia karena kecelakaan di jalan raya Menanggung aib atas anak hasil perkosaan
Tabel 2: Kerawanan Saat Proses Bekerja Waktu Pagi hari
Kemungkinan Kerawanan Kecelakaan kerja Banyaknya perintah dengan waktu singkat Tidak diperkenankan untuk menjalankan ibadah
Siang hari
Kecelakaan kerja Dirampok ketika majikan tidak di rumah Pelecehan seksual dengan kekerasan Tidak diperkenankan untuk menjalankan ibadah
Malam hari
Eksploitasi kerja Tidak dibayar atas jam kerja yang berlebihan Tidak adanya waktu untuk beristirahat
Hari Libur
Ekploitasi dalam bekerja. 30
C. Penelitian Sebelumnya Berikut ini adalah beberapa penelitian mengenai depresi dan juga trafficking yang pernah dilakukan: 1. Maryanti (1992) dari Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia mengenai Penerapan Relasi Pekerjaan Sosial Dalam Intervensi Terhadap Penderita Depresi (Studi kasus: pasien unit psikiatri RSCM). Penelitian ini membahas tentang penerapan bentuk intervensi pekerjaan sosial yang berkaitan langsung dengan metode-metode pekerjaan sosial seperti casework, group work, dll. 2. Gusnita Syarah (2007) dari Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengenai 30 Publikasi Komnas Perempuan and Solidaritas Perempuan/ CARAM Indonesia, Indonesian Migrant Domestic Workers: Their Vulnerabilities And New Initiatives For The Protection Of Their Rights (Indonesian Country Report to the UN Special Rapporteur on the Human Rights of Migrants, Support of Ford Foundation dan DGIS, 2003), h. 21-22.
“Pelayanan Integratif CTU IOM Kepada Korban Perdagangan Perempuan Yang Dilacurkan”.
Penelitian ini membahas tentang bentuk-bentuk
pelayanan umum yang diberikan CTU IOM terhadap korban perdagangan perempuan yang dilacurkan. Pada penelitian ini, penulis lebih menekankan pada analisa depresi dan pemicu depresi yang ditemukan pada korban perdagangan perempuan (Women Trafficking) di CTU IOM RS.POLRI Sukanto, tekniknya adalah menyoroti pengalaman Trafficking yang dialami dan memperhatikan depresi yang timbul lalu menggangu keberfungsian sosial korban D. Diagram Alur Kerangka Penelitian Gambaran IOM dan CTU RS. POLRI Sukanto
Klien Perempuan korban Trafficking (VoTs)
Gambaran Umum Klien Depresi
Gambaran Kasus: 1. Klien Ani 2. Klien Ijah 3. Klien Ica
Analisis Intra Kasus: 1. Gejala dan Pemicu Depresi Ringan 2. Gejala dan Pemicu Depresi Sedang 3. Gejala dan Pemicu Depresi Berat
Analisis Antar Kasus : 1. Persamaan dan Perbedaan gejala/ ciri. 2. Persamaan dan Perbedaan Pemicu
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Kantor Pusat IOM di 17 Route des Marillon C.P 71, CH-1221, Jenewa 19 Switzerland. Hingga tahun 2002, IOM telah memberikan bantuan dan beraktivitas di 117 negara (175 kota). Di Indonesia, IOM ada di Banda Aceh, Bogor, Jakarta, Kupang, Mataram, Medan, Meulaboh, Nias, Pontianak, Sibolga, Sigli, Simeulue, Sitobondo dan Surabaya. Kantor pusat IOM Indonesia berada di Gedung Surya Lt. 12 A. Jl. MH. Thamrin Kav. 9 Jakarta 10350. Kantor menangani administrasi lembaga. Penulis melakukan penelitian di Counter Trafficking Unit (CTU) milik IOM yang berfungsi sebagai shelter yang berlokasi di Pusat Pelayanan Medis (PPM) dan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) RS POLRI Raden Said Sukanto di Jl. RS. POLRI No. 11 Kramat Jati, Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Agustus 2006 sampai Oktober 2007. B. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang didukung dengan data kuantitatif deskriptif dalam memperoleh informasi tentang hal yang akan diteliti.26 Dalam metode kualitatif, biasanya dilakukan pengolahan data yang sifatnya deskriptif yang telah diperoleh melalui transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya.
26
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h.12.
Penelitian kualitatif memiliki desain yang bersifat alamiah. Peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi setting (bentuk) penelitian; melainkan melakukan studi terhadap suatu fenomena dalam situasi di mana fenomena tersebut ada. Penelitian kualitatif memberi penekanan pada dinamika dan proses. Selain itu, penelitian pada konteks alamiah ini lebih fokus pada pengalaman individu maupun kelompok yang berbeda.27 Untuk lebih memahami tentang lingkup pekerjaan sosial yang berkaitan dengan kesehatan jiwa, khususnya mengenai pemicu depresi pada korban perdagangan perempuan (woman trafficking). Untuk kegiatan lapangan dilakukan Studi kasus. Metode ini sangat bermanfaat ketika peneliti merasa perlu memahami suatu kasus khusus, orang-orang tertentu, kelompok dengan karakteristik tertentu ataupun situasi unik secara mendalam. Hal ini menjadikan studi kasus merupakan suatu pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari objek. Data yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari sebagai suatu
keseluruhan
yang
terintegrasi.28
Studi
kasus
digunakan
karena
pendekatannya yang efektif untuk mengumpulkan data observasi yang luas dan terinci, yang didasarkan atas satu atau beberapa subyek saja. Penelitian dengan studi kasus dapat menyoroti kejadian-kejadian dan gejala-gejala sosial dalam kehidupan seorang responden atau dalam suatu kelompok untuk memahami dinamika sosial dari kelompoknya, serta kemungkinan untuk membuka aspekaspek dari kehidupan seseorang yang biasanya lebih banyak tersembunyi.29
27
Patton, M.Q. "Qualitative Evaluation and Research Methods", 1990. dalam E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3): 1998), h. 31. 28 J. Vredenbergt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, (Jakarta, PT Gramedia, 1978), h. 34. 29 Ibid, h. 42-43.
C. Teknik Pencatatan Data Ada tiga jenis hasil data dari penelitian kualitatif yaitu wawancara, observasi dan dokumen. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber data primer berupa data wawancara dengan subyek penelitian (klien) juga informan (psikolog, pekerja sosial, dll). Data ini mencakup kutipan wawancara dengan konteks yang memungkinkan untuk diinterpretasi. Observasi mencakup deskripsi kerja lapangan mengenai aktivitas, perilaku, percakapan, interaksi interpersonal, proses komunitas atau organisasi serta berbagai aspek lain dari pengalaman manusia yang dapat diobservasi. Sedangkan sumber data sekunder berupa dokumen yang mencakup material tertulis dan dokumen lain dari organisasi atau data klinis; laporan dan publikasi resmi; catatan pribadi, surat, pekerjaan artistik, fotografi dan memorabilia; serta respon tertulis terhadap survey terbuka (open-ended).30 Pencatatan data dalam penelitian ini menggunakan: 1. Teknik Wawancara Wawancara merupakan salah satu metode yang sangat penting dalam studi kasus. Menurut Burhan Bungin, wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan dan lain sebagainya yang dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pewawancara dengan yang diwawancara.31
30
Ibid, h. 61-62. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h.108. 31
Sedangkan menurut E. Kristi Poerwandari, wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.32 Dilihat dari sasaran respondennya, jenis wawancara dibagi dua macam, yaitu wawancara perorangan dan wawancara kelompok. Peneliti menggunakan jenis wawancara perorangan, yakni tanya jawab tatap muka langsung antara pewawancara dengan subyek.33 Wawancara dilakukan dengan menggunakan pertanyaan terbuka (open ended) dan juga probing terhadap respon secara mendalam mengenai pengalaman seseorang, persepsi, opini, perasaan dan pengetahuan. Wawancara dalam penelitian kualitatif bersifat fleksibel, dinamis dan tidak terlalu terstruktur.34 Peneliti membatasi waktu yang akan digunakan agar wawancara berjalan efektif dan efisien. Peneliti mengalokasikan waktu wawancara untuk setiap subjek antara 60 sampai 90 menit. Dalam wawancara mendalam (In-Depth Interview) guna mendapatkan informasi membutuhkan antara lain10 pedoman wawancara yang fleksibel, membangun raport (hubungan baik) dengan orang- yang diwawancarai dengan menjalin empati, sehingga memperoleh pemahaman-pemahaman tanpa prasangka (penilaian obyektif) sekaligus menjaga netralitas data.
32
E. Kristi Poerwandari , Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3): 1998), h. 72. 8 Cholid Narbuko dan Drs. H. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001), h. 85. 34 Taylor, S.J., Bogdan. R. Introduction Qualitative Research Methods (3rd ed): A Guidebook and Resource. (New York : John Wiley & Sons. 1998), h. 113. 10 Marshall & Rossman, Designing Qualitative Research, dalam Nani Grace, Penelitian Kuantitatif dan Penelitian Kualitatif ; Perbedaan serta Perpaduannya (London: Sage Publication, 1995), h. 4-5
2. Teknik Observasi dan Pembuatan Catatan Lapangan Dalam penelitian ini, observasi dilakukan sebagai metode pelengkap dari metode wawancara. Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.11 Tujuan dari observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas dan makna kejadian dilihat dari mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. Jenis observasi yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan, dimana peneliti turut ambil bagian atau berada dalam kondisi objek yang diobservasi.12 Meskipun wawancara hanya dilakukan selama satu sampai tiga kali saja terhadap subyek penelitian, namun peneliti melakukan beberapa kali datang untuk menemui subyek. Pertemuan ini dilakukan guna mencatat hal-hal lain yang diamati dari diri subyek, interaksinya dengan lingkungan sekitar dan mengamati situasi tempat pengamatan. Peneliti mengamati klien sejak klien datang ke Counter Trafficking Unit International Organization for Migration (CTU IOM) RS. POLRI Sukanto hingga ditentukannya waktu pemulangan klien ke kampung halamannya. Selain menggunakan mata dan juga telinga dalam mencatat temuan dari lapangan, penulis pun membuat lembar observasi (pengamatan) sederhana. Sedangkan mengenai perilaku-perilaku khusus yang dicatat, peneliti akan mencatat hal-hal khusus yang berkaitan dengan gejala depresi (symptom depression), dan sesuatu yang tampak sebagai ciri dari seorang yang mengalami gangguan kesehatan mental khususnya depresi. 11
Drs. Cholid Narbuko dan Drs. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001), h. 70. 12 Ibid, h. 72.
D. Subyek Penelitian 1. Teknik Pemilihan Subyek Dalam penelitian ini digunakan prosedur pemilihan subjek secara purposive sampling. Prosedur penentuan subjek atau sumber data dalam penelitian kualitatif umumnya dipilih berdasarkan kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian dan tidak diarahkan pada keterwakilan dalam arti jumlah atau peristiwa acak, melainkan pada kekhususan konteks.35 Sebelum melakukan pemilihan subyek, peneliti terlebih dahulu melakukan pemilihan variasi dari derajat (tingkatan) depresi yang dialami klien. Yang tentusaja sudah digolongkan oleh psikolog
Counter Trafficking Unit
International Organization for Migration (CTU IOM) RS. POLRI Sukanto. Adapun derajat (tingkatan) depresi yang dialami klien adalah Mild (Ringan), Moderat (Sedang) dan juga Severe (Berat) yang telah disesuaikan dengan Hamilton Rating Scale of Depression (HRS-D) yang digunakan CTU IOM RS. POLRI Sukanto. 2. Karakteristik Subyek Dalam penelitian ini, pemilihan subyek dilakukan atas dasar informasi yang hendak dicari. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah perempuan yang teridentifikasi sebagai korban perdagangan perempuan (Woman Trafficking) yang ditangani oleh Counter Trafficking Unit International Organization for Migration (CTU IOM) RS. POLRI Sukanto, yang telah terdiagnosis mengalami gangguan depresi. Dalam penelitian ini diambil 3 (tiga) kasus yang memiliki perbedaan tingkat depresi, gejala dan juga pemicunya. 35
Sarantakos, Social Research, (Melbourne: MacMillan Education Australia Pty Ltd, 1993). dalam E.K. Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Depok: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006), h. 53.
Selain itu variasi dari latar belakang keluarga, kondisi dari cara, proses dan juga tujuan dari trafficking juga diperhatikan. Ketiga subyek ini memiliki variasi pendidikan mulai dari SD, SLTP maupun SLTA. Dan ketiganya berada dalam usia produktif yakni 20, 25 dan juga 30 tahun. Data statistik CTU IOM Maret 2005-Januari 2007 menunjukkan bahwa mayoritas bentuk eksploitasi korban perdagangan perempuan adalah eksploitasi tenaga kerja yakni dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga/ PRT (Domestic Worker) atau biasa dikenal dengan sebutan buruh migran yang mencapai 51 % Dalam statistik ini juga disebutkan bahwa korban trafficking (perdagangan manusia) ini mayoritas berjenis kelamin perempuan yang mencapai persentase sebesar 89 %. Karakteristik lain dari objek penelitian ini adalah perempuan buruh migran yang dipekerjakan di Malaysia. Dalam data statistik CTU IOM ini disebutkan jumlahnya mencapai 1405 orang. Penulis menyadari bahwa masingmasing klien adalah unik. Dengan itu diharapkan muncul perbedaan-perbedaan yang menarik, baik dari pemicu depresi, gejala depresi yang ditampilkan klien maupun sekilas tentang cara penanganan di CTU IOM RS. POLRI Sukanto. 3. Jumlah Subyek Dengan fokusnya pada kedalaman dan proses, penelitian kualitatif cenderung dilakukan pada jumlah kasus yang sedikit. Suatu kasus tunggal pun dapat dipakai, bila secara potensial memang sangat sulit bagi peneliti memperoleh kasus lebih banyak dan bila dari kasus tunggal tersebut memang diperlukan sekaligus dapat diungkap informasi yang sangat dalam.36
36
Banister dkk, Qualitative Methods In Psychology, A Research Guide, (Buckingham: Open University Press, 1994) dalam E.K Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Depok: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006), h. 36.
Dalam penelitian ini hanya akan diambil 3 (tiga) subjek berdasarkan ketersediaan subjek yang sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Mengingat ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan studi kasus sehingga dari subjek tersebut diharapkan dapat melihat dinamika yang ada dan dapat memperkaya data yang dibutuhkan serta dapat diperoleh hasil yang lebih akurat dan kuat.
E. Teknik Pemilihan Informan Teknik pemilihan informan yaitu menggunakan teknik purposive sampling, pada teknik ini anggota sampel diperoleh berdasarkan pada tujuan penelitian. Informan dalam penelitian ini yaitu:
Tabel 3: Kerangka dan Jumlah Informan Informasi yang dicari
Informan
Jumlah
Gambaran ciri-ciri depresi, faktor penyebab timbulnya depresi klien (aspek psikologis) dan pola penanganan klien CTU IOM yang mengalami depresi
Psikolog CTU (Counter Trafficking Unit) IOM RS. POLRI Sukanto Psikiater (jika diperlukan).
1 Orang dan 1 Orang (Psikiater)
Gambaran kasus women trafficking (perdagangan perempuan) perklien dan penanganan lanjutan yang akan diberikan berhubungan dengan faktor sosial dan psikososial klien
Pekerja Sosial dalam hal ini yang bertindak sebagai Case Manager (Manajer Kasus) klien yang dijadikan objek penelitian.
1 Orang
F. Alat Bantu Pengumpulan Data Penelitian yang menggunakan metode wawancara memerlukan alat bantu. Pada saat wawancara berlangsung peneliti menggunakan dua alat bantu. Dalam hal ini alat bantu yang digunakan adalah pedoman wawancara yang disusun berdasarkan teori yang relevan dengan masalah yang ingin dijawab juga alat perekam (tape recorder). Penggunaan tape recorder ini pun tentunya atas persetujuan dari subjek. Dalam hal observasi, peneliti membuat catatan mengenai hal-hal khusus yang diamati dari subyek penelitian terkait dengan gejala (symptom) depresi pada korban perdagangan perempuan (woman trafficking) yang diperoleh saat wawancara maupun dari proses pengamatan perilaku keseharian korban selama berada di Counter Trafficking Unit International Organization for Migration (CTU IOM) RS. Polri Sukanto. G. Teknik Analisis Data Penulis akan melakukan analisis terhadap satu demi satu kasus (subyek) terlebih dahulu (intra analysis), kemudian dilanjutkan dengan analisis antar kasus pada masing-masing subyek (cross-cases analysis) untuk melihat perbandingan antar kasus.37 Penulis juga melakukan triangulasi data (guna memeriksa keabsahan data), sehingga diperoleh gambaran yang lebih mendalam dan komprehensif tentang isu yang diteliti.13 Penelitian ini mencoba mengungkap perilaku dan hal-hal dibalik perilaku yang seringkali menyangkut keterlibatan berbagai aspek secara kompleks.
37 E.K Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Depok: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006), h. 108. 13 Dr. Husaini Usman, M.Pd dan Purnomo Setiady Akbar. M.Pd, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), h. 88.
H. Tinjauan Pustaka Pada penelitian ini, penulis lebih menekankan pada faktor pemicu depresi dan juga gejala yang ditemukan pada korban perdagangan perempuan (woman trafficking) di Counter Trafficking Unit International Organization for Migration (CTU IOM) RS. POLRI Sukanto. Studi pustaka dalam penelitian ini diantaranya adalah The IOM Handbook On Direct Assistance for Victims of Trafficking, (Jakarta: IOM, 2007) serta buku-buku lain yang relevan dengan tema skripsi ini seperti Introduction to Social welfare, Fifth Edition, (New Jersey: Prentice Hall Inc, 1980). The Social Services An Introduction, Fourth Edition, (Illinois: Peacock Publishers Inc, 1995), dll.
BAB IV PROFIL LEMBAGA
A. Profil IOM, CTU IOM RS. POLRI Sukanto 1. Latar Belakang Secara global, IOM adalah organisasi internasional yang memimpin dalam bekerjasama dengan pemerintahan untuk melawan trafiking terhadap manusia. Berdiri pada tahun 1951, IOM adalah organisasi antar pemerintah yang mewakili 109 negara anggota dan 29 negara peninjau dengan markas pusat di Genewa, Swiss. IOM memiliki kantor di lebih dari 200 negara, termasuk kantor cabang, di sekeliling dunia. IOM merupakan lembaga internasional di bawah PBB (UN) yang menangani permasalahan trafficking (perdagangan manusia). IOM berdiri di Indonesia sejak tahun 1998, namun saat itu cakupan kliennya belum terlalu luas, baru berfokus pada illegal migran saja. Tahun 2004, IOM kemudian meluaskan cakupan kliennya, yaitu mulai menangani korban trafficking. Di Indonesia, IOM memiliki kantor cabang di Jakarta, Pontianak, Situbondo, Mataram, Kupang, Banda Aceh, Medan, dan Meulaboh. IOM beranggotakan 129 negara dan mempunyai 25 negara donor, namun untuk bidang penanganan trafiking, Negara donor IOM adalah Amerika, Jepang dan New Zealand. Sampai saat ini IOM memiliki mitra sebanyak 52 NGO local. Di Indonesia IOM memiliki kantor cabang di Jakarta, Pontianak, Sitobundo, Mataram, Kupang, Banda Aceh, Medan dan Meulaboh.
Pada tahun 2005 didirikanlah Counter Trafficking Unit (CTU) yang bertugas menangani masalah trafiking dan bekerjasama dengan RS. POLRI dalam pembuatan shelter. IOM adalah lembaga antarnegara atau intergovernmental. IOM merupakan satu-satunya NGO di Indonesia yang membantu pemulihan korban trafiking secara menyeluruh mulai dari pengidentifikasian korban sampai dengan kepulangan korban ke tempat asal juga memfasilitasi pemulihan sosial korban. IOM memiliki pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi dalam melawan trafiking terhadap manusia. IOM Indonesia memiliki 3 strategi utama demi upaya pemberantasan tindak kejahatan trafiking tersebut. Adapun ketiga strategi IOM adalah: a. Pencegahan
melalui
peningkatan
kesadaran
publik
dan
aparat
pemerintahan mengenai trafiking. Di dalamnya termasuk : meningkatkan kesadaran (pendidikan dan sensitfitas), riset, kerjasama regional, kampanye informasi, media, seminar-seminar dan juga networking. b. Perlindungan dan reintegrasi melalui penyediaan pendampingan yang luas bagi korban-korban trafiking. Di dalamnya termasuk: penampungan, bantuan medis dan psikologi, pilihan visa, pemulangan dan reintegrasi, keamanan, informasi , juga kerjasama regional. c. Prosekusi dan penghukuman terhadap kejahatan trafiking dengan cara meningkatkan kapasitas aparat hukum Indonesia. Di dalamnya termasuk memperkuat hukum, meningkatkan hukuman, membangun kapasitas, kerjasama dengan LSM dan badan hukum juga kerjasama lintas batas.
2. Falsafah Lembaga IOM berkomitmen terhadap prinsip bahwa perpindahan penduduk secara manusiawi dan tertib membawa keuntungan bagi para migran dan masyarakat. 3. Wilayah (Letak Geografis) Kantor Pusat IOM di 17 Route des Marillon C.P 71, CH-1221, Genewa 19 Switzerland. Hingga tahun 2002, IOM telah memberikan bantuan dan beraktivitas di 117 negara, yang terdiri dari 175 kota di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, IOM hadir di Banda Aceh, Bogor, Jakarta, Kupang, Mataram, Medan, Meulaboh, Nias, Pontianak, Sibolga, Sigli, Simeulue, Sitobondo dan Surabaya. Di Jakarta, kantor pusat IOM Indonesia berlokasi di Gedung Surya Lt. 12 A. Jl. MH. Thamrin Kav. 9 Jakarta 10350. Kantor pusat ini berfungsi untuk menangani administrasi lembaga. Sedangkan CTU (Counter Trafficking Unit) IOM yang berfungsi sebagai shelter beralamat di PPM dan PPT RS. POLRI Sukanto, Jl. RS. POLRI No. 11 Kramat Jati, Jakarta Timur. 4. Sponsor (Funding/ Donor) IOM adalah lembaga antar negara, intergovernmental. Posisi IOM tidak berada di bawah PBB, namun, manajemennya hampir sama dengan PBB. IOM adalah lembaga yang kedudukannya hampir sama dengan kedutaan negara lain di Indonesia. Sumber dana IOM berasal dari hibah sebesar $ 1.200.000 dari Biro Kependudukan, pengungsi dan migrasi, Departement of State, Bureu of Population, Refugees and Migration untuk program perintis bantuan pemulangan dan reintegrasi bagi korban trafficking di Indonesia.
Selain itu sumber dana juga berasal dari RPM (Population, Refugees and Migration), New Zealand Aid, IOM Jepang dan USA untuk korban perdagangan manusia (trafficking) dewasa, untuk anak-anak dari Enable, Save The Children dan DIMA (Departemen Imigrasi and Multikultural Migrant). 5. Struktur dan Pembagian Tugas Pembagian tugas di Pusat Krisis Terpadu (One Stop Crisis Centre) pada shelter CTU IOM Jakarta untuk pengobatan darurat dan pemulihan korban trafiking. Adapun terdapat kolaborasi kerja tim multidisiplin untuk seoptimal mungkin membantu pemulihan dan reintegrasi korban trafiking. Adapun struktur organisasi terlampir berikut dengan pola penanganan dari kerja tim. Masingmasing profesi memiliki peran signifikan yaitu: a. Case Manager / Social Worker (Manajer Kasus / Pekerja Sosial) Adapun tugas dari social worker adalah mengadakan interview untuk konseling pekerja sosial, dimana hasil interview ini kemudian dibuatkan laporan case recordnya yang mencakup identitas korban, kronologis kasusnya, kondisi sosial ekonomi, keinginan klien saat terakhir konseling dan intervensi yang diberikan. Konseling pekerja sosial ini bermanfaat bagi pekerja sosial dalam membantu klien melalui tahapan strategi CTU selanjutnya yaitu pemulangan dan bantuan reintegrasi. Apakah klien akan dipulangkan dan di tempatkan di tempat tinggal yang tepat dan kegiatan rujukan yang tepat setelah klien kembali ke kampung halamannya.
b. Dokter Tugas dokter adalah melakukan pemeriksaan kesehatan sesuai dengan form medical rehabilitation centre for Victims of Trafficking (VoT) CTU IOM Indonesia. c. Psikolog Psikolog bertugas melakukan konseling psikologi. Dalam melakukan konseling psikolgi. IOM menggunakan Hamilton Rating Scale for Depresion dan Hamilton Rating Scale for Anxiety. Adapun skala Hamilton ini digunakan oleh IOM sebagai standarisasi screening terhadap VoT. Skala Hamilton ini dianggap cukup valid untuk mengukur depresi dan kecemasan seseorang. Dimana depresi dan cemas adalah gejala yang umum dialami bagi korban yang teridentifikasi mengalami trafiking. Selain itu IOM juga menggunakan Mini Mental State Examination sebagai tes mini mental yang tujuannya dalah untuk mengetahui tingkat kemampuan mental seseorang. d. Perawat Tugas dari perawat adalah selain bertugas membantu dokter adalah untuk memeriksa keadaan pasien setiap harinya. Termasuk menyediakan kebutuhan makan para pasien dan juga memberikan obat-obatan pada pasien sesuai dengan resep yang dikeluarkan oleh dokter. e. Petugas Security Terdapat 3 orang security yang memiliki tugas menjaga shelter. Khususnya mengawasi pasien untuk tidak keluar masuk shelter. Mengawasi keadaan shelter supaya terhindar dari keributan guna keamanan bagi pasien itu sendiri. Adapun security juga mengawasi keluar masuknya barang-barang
keperluan pasien seperti peralatan mandi, pakaian dalam, sabun cuci termasuk sandal jepit. Sebagai informasi tambahan seluruh petugas keamanan di CTU IOM ini adalah perempuan sesuai dengan klien yang ditangani lembaga ini. Selain tim inti di atas CTU IOM pun memiliki tim ahli dari beberapa profesi pendukung lain sesuai dengan kebutuhan klien yang ditangani yaitu psikiater, psikologi klinis, penasehat hukum, konsultan epidemologis/ penyakit menular, dokter kebidanan, dokter anak, interpreter / translator (penerjemah), manager fasilitas dan staf pendukung teknis lainnya.
6. Pola Pendanaan Pendanaan IOM mengikuti asas desentralisasi, dimana dana dari funding tersebut diberikan pada masing-masing project IOM seperti RPM (Population, Refugees and Migration), New Zealand Aid, IOM Jepang dan USA untuk korban trafiking dewasa. Sedangkan untuk anak-anak dari Enable dan Save The Children dan DMA (Department Imigrasi dan Multikultural Migrant). Metode Proyektisasi digunakan oleh IOM serupa dengan pembebanan biaya berdasarkan kegiatan, dimana pola penggunaan biaya staf dan kantor terkait dengan implementasi sebuah proyek dan melalui sebuah konsep alokasi waktu. Setiap kegiatan IOM diberi sebuah kode proyek tersendiri. Setiap proyek dikelola oleh seorang project manager untuk memastikan proyek-proyek dipantau secara bertanggung jawab, transparan dan efisien.
7. Peranan Lembaga IOM memiliki peran dalam menangani masalah yang berkaitan dengan upaya pemprosesan. Dimulai dari Identifikasi, Pemulihan, Pemulangan, dan Reintegrasi. a. Identifikasi. Pada tahap ini, staf IOM
melakukan screening terhadap
calon klien, setelah klien discreening, dan ternyata klien adalah korban trafficking, maka klien akan ditempatkan di shelter. Di shelter, kemudian klien di interview dan dibuat case recordnya. Jenis bantuan yang diterima klien pada tahap ini adalah: 1.
Pengidentifikasian klien apakah termasuk korban trafiking atau tidak.
2.
Bantuan Transportasi
3.
Akomodasi Sementara.
Bersama dengan organisasi-organisasi non pemerintah/ LSM, organisasi keagamaan, dan staf pemerintahan, IOM akan mengindentifikasi korban-korban trafiking yang mencari bantuan untuk meninggalkan lingkungan eksploitatif mereka. b. Pemulihan. Pemulihan adalah upaya pemberian akomodasi yang menjamin keselamatan, keamanan dan pemberian dukungan bagi klien. Tahap ini klien mendapatkan penanganan peredaan stres yang dilakukan oleh Psikolog dan Pekerja Sosial. Setelah
korban
trafiking
diidentifikasi,
mereka
akan
menjalani
pemeriksaan dan perawatan medis dan psikososial di Pusat Pemulihan Medis (PPM) di Jakarta atau Surabaya, di Pontianak atau tempat lain tergantung pada posisi korban/ daerah asalnya. Di Jakarta PPM dipusatkan di Rumah Sakit
Kepolisian Pusat R.S. Sukanto, Kramat Jati, namun akan menyediakan pelayanan kepada korban trafiking dari segala penjuru Indonesia maupun korban yang dipulangkan dari luar negeri. Korban diberi informasi mengenai kondisi dan pilihan mereka, dan seluruh perawatan akan dilandasi oleh persetujuan mereka. Satu hal yang penting ialah korban dapat memperoleh perawatan medis yang lengkap dan komprehensif. Selama menerima perawatan medis, korban akan tinggal di PPM (Pusat Pelayanan Medis). Instalasi ini akan memiliki ruangan konseling dimana para staf akan melayani terapi konseling baik pribadi maupun kelompok, pendidikan kesehatan reproduksi, dan memfasilitasi korban untuk menyusun rencana masa depan termasuk rencana pekerjaan dan keterampilan apa saja yang dibutuhkan. Jenis bantuan yang diterima klien pada tahap ini adalah; 1.
Akomodasi sementara di shelter PPT PPM RS. POLRI Sukanto.
2.
Bantuan Medis, termasuk pemeriksaan medis secara umum seperti ginekologi, psikiatri, gigi, skrining Penyakit Menular Seksual (HIV, Hepatitis B, Syphilis, Chlamydia, Herpes), Vaginal Swab untuk pemeriksaan jamur, trichomonas juga rujukan ke dokter spesialis lainnya. Adapun secara rinci pelayanan yang disediakan adalah: Layanan Kesehatan Jangka Pendek
(Lebih dari 72 Jam atau 2-3
Minggu) a. Mengadakan wawancara, mengumpulkan data klinis dan non klinis penilaian
kesehatan
=
mengumpulkan
informasi,
validasi
(pengecekan), mengorganisir, merekam dan mengkomunikasikan data, Uji medis
b. Manajemen krisis dan stres (tekanan) c. Panduan informasi (semua staf) d. Rujukan (jika dibutuhkan dan memungkinkan) Layanan Kesehatan Jangka Menengah (2 hingga 3 Bulan) a. Mengadakan wawancara
(optional /
pilihan
jika
berbeda
informasi,
validasi
fasilitasnya) b. Penilaian
kesehatan
=
mengumpulkan
(pengecekan), mengorganisir, merekam dan mengkomunikasikan data, uji medis. c. Prosedur diagnosa: Medis, skrining dan diagnosa psikiatrik, tes psikologis, diagnosa perawatan d. Psikoterapi ringan e. Rujukan Layanan Kesehatan Jangka Panjang (Lebih dari 3 Bulan) a. Mengadakan wawancara b. Penilaian kesehatan lanjutan c. Prosedur Diagnosa d. Layanan konseling dan Psikoterapi e. Konseling/ pelatihan keterampilan f. Menciptakan dan mengatur program-program sosial berskala kecil g. Rujukan 2. Konseling Psikologi. 3. Konseling Sosial, baik secara individu ataupun kelompok
4. Penyuluhan (Sosialisasi) dan juga pemutaran film tentang seluk beluk trafficking, penyuluhan tantang kesehatan reproduksi, HIV AIDS, dll. 5. Rekreasi yang dilakukan setiap sebulan sekali yang difasilitasi oleh pekerja sosial. c. Pemulangan. Pada tahap ini klien telah menerima upaya-upaya pemulihan, setelah klien sudah membaik dari segi bio psikososialnya dan juga lingkungan klien pun mau menerima klien kembali, maka klien dipulangkan ke rumahnya, diantar sampai tujuan dengan selamat. Setelah korban dilepaskan dari pusat-pusat pemulihan, mereka akan dipulangkan ke daerah asalnya. Tindakan pemulangan ini bersifat sukarela dan atas persetujuan korban. Apabila korban tidak berkeinginan untuk pulang, IOM akan mengupayakan penyediaan sarana hidup sementara yang dikelola dengan suasana kekeluargaan bekerjasama dengan organisasi non pemerintah/ LSM atau organisasi keagamaan yang tepat. Jenis bantuan yang diberikan untuk klien pada tahap ini adalah: 1. Mendampingi pemulangan korban sampai ke tempat tujuan 2. Akomodasi selama transit di suatu tempat 3. Bantuan transportasi mulai dari shelter sampai dengan klien sampai ke tempat tinggalnya. d. Reintegrasi. Tahap ini tidak sama dengan tahap pemulangan, melainkan pada tahap ini klien dibantu untuk meneruskan hidupnya secara normal. Tahap ini berguna untuk mengantisipasi agar klien tidak tertrafik kembali (menjadi korban trafiking). Pada tahap ini klien dibantu untuk membuat keputusan
sebagai
strategi
pemecahan
masalah.
Keputusan
ini
berhubungan dengan rencana klien setelah kembali ke keluarganya seperti apakah klien ingin melanjutkan sekolah, kursus keterampilan ataupun membuka usaha sendiri. IOM akan membantu klien dalam bidang finansial maupun konseling untuk memperbaiki kehidupan klien. Pada tahap ini staf harus membangun jaringan dengan providers (penyedia layanan sosial) seperti NGO lokal, organisasi keagamaan ataupun pihak-pihak yang dapat membantu proses reintegrasi klien ke lingkungan sosialnya. Karena itu, pada tahap ini, IOM tidak akan melepaskan klien begitu saja, namun klien akan dirujuk kepada NGO lokal yang berada di sekitar tempat tinggal klien. NGO lokal tersebut yang akan melakukan monitoring kegiatan ataupun usaha klien dan juga melaporkan perkembangan klien kepada IOM sehingga proses reintegrasi klien dapat mencapai hasil yang maksimal. Hasil monitoring tersebut akan IOM evaluasi untuk dipertanggung jawabkan. (Adapun bentuk kegiatan Reintegrasi terdapat pada lampiran). Jenis bantuan yang diberikan untuk klien pada tahap ini adalah: 1. Bantuan tampat tinggal 2. Konseling untuk pekerjaan / pendidikan 3. Kursus keterampilan 4. Bantuan hukum untuk masalah-masalah sipil.
8. Hubungan Lembaga Dengan Masyarakat Sekitar IOM bekerja sama dengan masyarakat hingga tingkat internasional untuk membantu memajukan dalam menjawab tantangan-tantangan operasional migrasi; memajukan pemahaman tentang isu-isu migrasi; mendorong pembangunan sosial dan ekonomi melalui migrasi, dan berupaya menciptakan penghormatan yang efektif terhadap martabat kemanusiaan dan kesejahteraan hidup para migran. 9. Kedudukan Lembaga Dalam Jaringan Kerjasama Antar Lembaga Kesejahteraan Sosial. Bekerjasama dengan Rumah Sakit Kepolisian Pusat Sukanto Jakarta, IOM menyediakan bangsal khusus untuk korban trafficking atau buruh migran yang terindikasi kuat menjadi korban trafficking. Ada dua tempat pelayanan korban trafficking oleh IOM Jakarta yaitu di Pusat Polri yang juga merupakan pusat pelayanan bagi korban kekerasan rumah tangga dan perkosaan yang disediakan oleh RS Polri sendiri serta sebuah bangsal yang dirahasiakan. Lembaga yang aktif dalam identifikasi korban adalah Imigrasi, Polisi, Departemen Sosial, LSM dan FBO (Faith Based Organization)/ organisasi keagamaan. Dalam melaksanakan strateginya, selain bekerjasama dengan lembaga diatas, IOM juga bekerjasama dengan NGO internasional lain, yaitu ICMC, yang juga merupakan salah satu NGO internasional yang menangani trafficking, dan NGO Internasional Save The Children, bidang yang menangani permasalahan di bidang anak, salah satunya anak-anak yang terkena korban trafiking.
IOM juga bekerjasama dengan NGO lokal sebagai tempat rujukan klien seperti RPSA (DEPSOS Ciracas), PPSW (Jakarta), Rumah Kita (Cinere), Genta (Surabaya), SBMI, Kasih Puan (Batam) dan NGO lain sesuai dengan wilayah penanganan IOM di seluruh Indonesia. Di samping itu layanan-layanan berikut diberikan kepada korban: a. Transportasi b. Penampungan c. Konseling tentang pekerjaan dan /atau pendidikan dan pelatihan keahlian kerja. d. Pendampingan hukum di bidang perdata (perceraian, pemulihan hak milik, tanggung jawab sipil) e. Konsultasi hukum bagi korban yang berperan sebagai saksi dalam kasus pidana. f. Pemulihan dokumen yang hilang seperti paspor atau KTP. Para pasien yang memilih untuk tidak kembali ke tempat asal mereka ditempatkan di bawah naungan sebuah organisasi unuk membantu mereka memenuhi kebutuhan mata pencaharian hidup mereka. Pusat-pusat pemulihan menawarkan: a. Perawatan medis secara komprehensif b. Konseling psikologis c. Dukungan sosial d. Tempat tinggal sementara e. Program pendidikan tentang kesehatan reproduksi dan tentang perdagangan manusia (human trafficking).
f. Kegiatan rekreasi g. Bantuan reintegrasi (menurut kebutuhan klien). 10. Perangkat Pendukung Ada beberapa perangkat yang digunakan staf CTU IOM dalam menangani klien. Perangkat tersebut antara lain: screening form, case record, formulir psikologi, form aplikasi NGO, form reintegrasi, form monitoring, formulir pemeriksaan medis. Database dengan menggunakan program SPSS, Access, Mimosa. 11. Program IOM di Indonesia antara lain: Bantuan Darurat dan Pemulihan atas bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 dan 28 Maret 2005 di Nanggroe Aceh Darusalam dan Sumatra Utara. Proyek yang merealisasikannya antara lain adalah: a. Sistem logistik dan transportasi untuk distribusi barang dan bantuan b. Proyek bantuan darurat dan stabilisasi c. Penilaian/ assesmen d. Program revitalisasi kesehatan masyarakat e. Prakarsa pembangunan rumah sementara bagi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) f. Memberdayakan masyarakat dalam upaya pencegahan perdagangan manusia (Human Trafficking). g. Dukungan mata pencaharian untuk para pengungsi internal yang terkena bencana alam dan untuk komunitas tuan rumah di NAD. h. Tanggap darurat terhadap bencaca gempa bumi 28 Maret 2005
1. Bantuan Manajemen Imigran Gelap dengan menyediakan transportasi bagi para imigran gelap melalui proyek: a. Perawatan dan pemeliharaan dan bantuan kepada para imigran gelap untuk pulang dengan sukarela. 2. Bantuan Manajemen Perbatasan dan Migrasi, melalui proyek: a. Sistem informasi manajemen perbatasan bagi pemerintah republik indonesia b. Analisa imigrasi dan proyek investigasi (iaip) bagi pemerintah Republik Indonesia. 3. Bantuan Counter Trafficking, melalui proyek: a. Memerangi perdagangan manusia (Human Trafficking) dengan cara penegakan hukum. b. Mengembalikan, merehabilitasi dan mengintegrasikan kembali korban trafficking di Indonesia. c. Pusat krisis satu atap (one stop crisis centre) untuk pengobatan darurat dan pemulihan korban trafficking. d. Proyek penelitian percontohan bagi koleksi data yang ditingkatkan mengenai trafficking di antara negara-negara ASEAN e. Mensosialisasikan masyarakat untuk memerangi perdagangan anak melalui pendidikan (enable). f. Memberdayakan masyarakat dalam upaya pencegahan perdagangan manusia (Human Trafficking).
4. Bantuan Manajemen Pengungsi Internal dan Lintas Batas, melalui proyek: a. Bantuan transportasi transmigrasi lokal bagi para pengungsi TimorTimur. b. Dukungan reintegrasi bagi para pengungsi internal dan komunitas yang terpengaruh melalui pelayanan informasi, konseling dan rujukan dengan dana reintegrasi – start up, koordinasi dan liaison. c. Dukungan reintegrasi bagi para pengungsi internal, mereka yang pulang/ mantan pengungsi, keluarga mereka, dan komunitas setempat di NAD. 5. Pengembangan Kapasitas, melalui proyek: a. Pemantapan polri melalui pengembangan kelembagaan. 6. Demobilisasi, Demiliterisasi, dan Reintegrasi, melalui proyek: a. Sosialisasi nota kesepahaman (MOU) antara GAM dan Pemerintah RI. b. Pengembangan Kelembagaan dan Bantuan Reintegrasi Mantan anggota GAM.
12. Sorotan Historis Tentang Operasi IOM di Indonesia 2002
Bali Process
IOM memfasilitasi sebuah konferensi tingkat menteri regional tentang penyelundupan manusia (trafficking) dan kejahatan transnasional di Bali. Bali Process ini dimaksudkan untuk mengembangkan kapasitas nasional dan regional untuk menangani masalah-masalah trafficking dan penyelundupan manusia.
Kantor IOM di Pontianak dan Situbondo.
IOM membuka kantor cabang Kalimantan Barat untuk Rehabilitasi Tanah dan Pengembangan Kapasitas bagi Proyek Pengungsi Madura (Land Rehabilitation and Capacity Building for Madurese IDPs
Project) Awal Operasi
Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) memulai operasinya di Indonesia melalui pemprosesan para imigran Vietnam di Tanjung Pinang, Riau. Operasi tersebut langsung diikuti oleh suatu operasi utama lainnya berkaitan dengan pemberian perawatan, pemeliharaan dan bantuan kepada para pengungsi Timor Timur yang ingin pulang secara sukarela.
1979
Keanggotaan
Indonesia bergabung secara resmi sebagai Negara Pengamat.
1991
Kesepakatan yang lebih luas dengan Pemerintah RI
IOM dan Pemerintah Indonesia menandatangani Kesepakatan Kerjasama Penanganan Imigran Gelap, Pengungsi Lokal (IDP), Manajemen Perbatasan, dan Imigrasi Umum (Cooperation Agreement on the Handling of Migrants, Internally Displaced Persons, Border Management and General Immigration) Kesepakatan tersebut memberikan kepada IOM kebebasan dan hak-hak yang sama seperti yang diberikan kepada PBB dan perwakilan-perwakilan khususnya serta status hukum untuk beroperasi di Indonesia.
2000- Kantor IOM Mataram 2001
Kesepakatan dengan Pemerintah RI
IOM mendirikan sebuah kantor di Bali untuk lebih jauh mendukung tujuan utamanya yaitu membantu para pengungsi dan imigran gelap untuk transmigrasi. Untuk alasan strategis, IOM memindahkan kantor ini ke Mataram pada akhir tahun. Sebuah Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dengan IOM untuk menangani masalah-masalah berkatan denagn pengungsian penduduk akibat kejadian-kejadian di Timor Timur.
Kantor IOM di Jakarta
IOM mendirikan sebuah kantor penghubung (liaison office) di Jakarta. IOM Indonesia mulai bekerja dengan POLRI dan Imigrasi untuk memastikan agar semua imigran diberikan diberikan hak-hak asasi manusianya yang dasar.
Kantor IOM di Kupang
IOM mendirikan sebuah kantor di Kupang untuk membantu para pengungsi Timor Timur dan Timor Barat dalam pengungsian dan relokasinya.
Sorotan Historis tentang operasi IOM di Indonesia
Kantor IOM Banda Aceh mulai beroperasi untuk membantu para pengungsi lokal akibat konflik internal di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Hak Asasi Manusia
Kerjasama dengan Departemen Keadilan dan HAM dimulai untuk memperbaiki perlindungan terhadap para pengungsi lokal melalui pengembangan kapasitas. IOM juga mendukung didirikannya sebuah perbatasan yang berfungsi penuh antara Timor Timur dan Timor Barat.
2003
Dukungan Bagi Pemilu
IOM memberikan dukungan administratif dan logistik kepada Misi Pemantauan Pemilu dari Uni Eropa (European Union’s Election Observation Mission) selama Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden tahun 2004 di Indonesia.
2004
Bantuan Darurat Tsunami
Operasi IOM di Indonesia berkembang pesat setelah bencana pada tahun 2004. IOM satusatunya Organisasi Internasional yang beroperasi di 15 daerah yang terkena dampak konflik di provinsi NAD pada saat bencana terjadi. Kepakaran IOM dalam memberi bantuan selama bencana dan hubungan kerjanya dengan pemerintah Indonesia serta mitra dari organisasi-organisasi non pemerintah telah memampukan IOM untuk memberikan tanggapan langsung pada krisis
1999
kemanusiaan tersebut.
2005
Proyek Kepolisian
IOM memprakarsai Program Reformasi Kepolisian yang memfasilitasi usaha POLRI untuk mengembangkan suatu lembaga penegak hukum yang didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi, penghormatan pada HAM dan pemerintahan berdasarkan hukum, pelatihan HAM dan kepolisian masyarakat telah diadakan untuk mendukung usaha tersebut.
Counter Trafficking
Sebagai lanjutan dari Bali Process, sebuah program percontohan telah diluncurkan untuk mendukung usaha-usaha penegakan hukum untuk memerangi trafficking manusia. Selain itu, dalam koordinasi dengan Pemerintah RI, IOM meluncurkan program counter trafficking yang lebih luas denagn tujuan untuk mencegah trafficking manusia, khususnya perempuan dan anak. Dalam hal ini klien bekerjasama dengan RS. POLRI.
BAB V TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Deskripsi Klien dan Sampling Kasus Ringan, Sedang, Berat Hidup di tempat asing tanpa jaminan kesejahteraan, kehilangan rasa aman, terjebak dalam siklus kekerasan, adalah bagian dari tekanan kehidupan para korban trafiking. Kegagalan dalam beradaptasi terhadap tekanan kehidupan tersebut akan memicu munculnya berbagai bentuk gangguan kejiwaan. Kesulitan beradaptasi dengan lingkungan barunya, karena para pekerja migran (korban trafiking) memang tidak dipersiapkan dengan baik untuk menjalani kehidupan di negeri tujuan. Perempuan yang bekerja di sektor domestik, paling rawan untuk mendapatkan perlakuan semena mena. Penyiksaan, pelecehan seksual, dan perkosaan terhadap pembantu rumah tangga. Perempuan dan anak korban trafiking adalah kelompok yang paling rawan mengalami berbagai bentuk penganiayaan, baik secara fisik, emosional maupun seksual. Seringkali mereka tidak mampu keluar dari siklus kekerasan yang menjebaknya. Sedangkan menurut data statistik CTU IOM pada bulan Maret 2005 hingga Januari 2007, disebutkan bahwa kebanyakan dari korban trafficking mengalami gangguan depresi yakni mencapai 75,5 % lalu disusul dengan gangguan kecemasan (Anxiety) 45 %, perubahan perilaku 21 %, PSTD 18,2 % dan gangguan psikiatrik 14 % (data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran). Data statistik CTU IOM Maret 2005 sampai dengan Januari 2007 menunjukkan bahwa mayoritas bentuk eksploitasi yang diterima korban perdagangan manusia adalah eksploitasi tenaga kerja yakni dipekerjakan sebagai
pembantu rumah tangga/ PRT (domestic worker) atau biasa dikenal sebagai buruh migran yang jumlahnya mencapai 51 % dari korban perdagangan manusia yang ditangani lembaga ini. Dalam statistik ini juga disebutkan bahwa korban trafficking ini mayoritas berjenis kelamin perempuan (woman trafficking) yang mencapai persentase sebesar 89 %. Selain itu karakteristik lain dari subyek penelitian ini adalah perempuan buruh migran/ PRT (domestic worker) yang dipekerjakan di Malaysia yang disebutkan jumlahnya mencapai 1405 orang dalam periode ini. Tabel 5: Data Hamilton Rating Scale for Depression (HRS-D) Periode Juni 2006-Agustus 2007 Parameter
IOM Jakarta Jumlah
Prosentase
None/ normal
121
48,6%
Mild / Ringan (agak ragu sampai jelas muncul)
83
33,3%
Moderate / Sedang (satu atau lebih satu atau lebih
38
15,3%
7
2,8%
249
100%
symptom muncul, namun klien masih dapat mengontrol diri) Severe / Berat (Klien kesulitan mengontrol symptom depresi dan disertai beberapa ketidak normalan dengan pekerjaan dan kehidupan sehariharinya) Jumlah Total
Grafik Presentase HRS-D
3% 49%
15%
Normal Ringan Sedang Berat
33%
B. Analisis Data 1. Analisis Gejala dan Pemicu Depresi Intra Kasus (Perkasus). Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah perempuan yang teridentifikasi sebagai korban perdagangan manusia (Trafficking) yang sedang menjalani proses pemulihan medis di Counter Trafficking Unit (CTU) International Organization for Migration (IOM) RS POLRI Sukanto, dan terdiagnosis mengalami gangguan depresi. Ketiga Subyek ini pernah bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (buruh migran) di wilayah kerja Malaysia. Dalam penelitian kasus ini dengan sengaja diambil 3 (tiga) kasus yang memiliki perbedaan tingkat depresi, gejala dan juga pemicunya. Selain itu variasi dari latar belakang keluarga, kondisi dari cara, proses dan juga tujuan dari woman trafficking juga diperhatikan. Karena peneliti menyadari bahwasanya masingmasing klien adalah unik. Dengan adanya perbedaan tersebut diharapkan muncul perbedaan-perbedaan yang menarik, baik dari ciri-ciri (gejala) yang ditampilkan klien maupun cara penanganan dan juga hambatannya. Sebagai informasi bahwasanya nama dari masing-masing klien telah disamarkan.
Tabel 6: Gambaran Umum Klien Ani
Ijah
Ica
1. Usia
21 Tahun
30 Tahun
25 Tahun
2. Anak ke..dari..
4 dari 5
4 dari 8
3 dari 5
3. Pendidikan
Tamat SMP
Tamat SD
Tamat SLTA
4. Status
Belum Menikah
Menikah
Menikah
5. Pekerjaan Suami
---
Supir Taksi
Penjual Mainan
6. Jumlah Anak
---
3 Anak
1 Anak
7. Lama klien bekerja
3 Tahun
3 Bulan
2,5 Bulan
8.Pekerjaan Ayah
(Telah Wafat)
(Telah Wafat)
Buruh Tani
9. Pekerjaan Ibu
Buruh Tani
Buruh Tani
(Telah Wafat)
10. Alamat
Pemalang
Tasikmalaya
Cirebon
11. Tingkat Depresi
Berat (Severe)
Sedang (Moderat)
Ringan (Mild)
a. Gambaran Kasus Ani 1) Data Pribadi : Ani 38 Nama
:Ani
Usia
:21 tahun
Agama
:Islam
Anak ke
:4 dari 5 bersaudara
Status Perkawinan
:Belum menikah
Alamat Rumah
: Pemalang
Pendidikan
:SMP
Tingkat Depresi Klien
:Berat (Severe)
38
Hasil wawancara dengan Ani (Bukan nama sebenarnya), VoT (Victim of Trafficking) / Klien, di Ruang Konseling, Gedung Prajagupta, CTU IOM RS.POLRI Sukanto, 5-7 April 2007
2) Latar Belakang Keberangkatan Sejak berhenti sekolah, klien pergi ke Jakarta atas tawaran temannya untuk bekerja sebagai PRT. Klien bekerja melalui seorang makelar yang juga bertempat tinggal
di
daerah
Pademangan
yang
bernama
Nur
Ismiyati.
Dalam
perkembangannya akibat bujuk rayu oleh Nur Ismiyati yang juga menjadi sponsornya. Akhirnya klien setuju untuk bekerja di Malaysia. Alasan klien memutuskan untuk pergi adalah semata-mata untuk membahagiakan keluarganya. Hal ini sesuai dengan pernyataan klien mengenai keputusannya untuk bekerja ke Malaysia. Seperti yang diungkapkannya : "Ya...Mau cari uang mba,....keluargalah begitu."
untuk
membahagiakan
orangtua
3) Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Ayah klien sudah wafat. Ibunya bekerja sebagai buruh tani di desanya. Keluarganya miskin. Kakak-kakaknya tidak pernah lulus SD. Sedangkan klien hanya berpendidikan hingga SMP saja. Adik klien tidak sekolah (DO) pada saat SD. Sejak berhenti sekolah, klien pergi ke Jakarta atas tawaran temannya untuk bekerja sebagai PRT. Klien bekerja melalui seorang makelar yang juga bertempat tinggal
di
daerah
Pademangan
yang
bernama
Nur
Ismiyati.
Dalam
perkembangannya akibat bujuk rayu oleh Nur Ismiyati yang juga menjadi sponsornya, klien setuju untuk bekerja di Malaysia. 4) Tahapan Trafficking (Proses,Cara, Tujuan) Klien berangkat dari Jakarta menuju Medan (di sini klien harus menunggu selama 2 ½ bulan) sambil menjalani beberapa training. Baru kemudian klien
diberangkatkan ke Malaysia (di Malaysia selama 3 hari). Baru mulai bekerja di rumah majikan. Secara rinci tahapan yang dilewati klien adalah : a) Proses :Perekrutan-Pengiriman-Penampungan-Pemindahan-Penerimaan "Belum ke Malaysia dulu mba, Saya berangkat dari Jakarta ditempat kerja saya yang lama trus ke Medan naik kapal, trus disana nunggu sampe 2 1/2 bulanan baru ke Malaysia. Perjalanannya itu lama banget capek pokoknya. Saya udah gak tahu ada dimana." b) Cara
: Penipuan, Kebohongan
" Dia bilang ada kerjaan di Malaysia, gajinya lebih besar daripada kerja di Indonesia. Pokoknya enak deh. Gak usah khawatir cuma 1 tahun aja kerjanya. Dia bilang begitu. Dia gak bilang apa-apa lagi." c) Tujuan : Eksploitasi Tenaga Kerja " Saya kerja disana lumayan lama mba. Kalo dikumpulin sekitar 3 tahunan. Tapi saya gak pernah digaji. Saya juga gak boleh keluar rumah, apalagi menegur orang." 5) Pengalaman Trafficking dan Kondisi Kerja Klien tidak diberitahukan bagaimana kondisi pekerjaannya, hanya diberitahu bahwa ia akan menerima gaji sebesar Rp. 1.500.000,- perbulan dan potongan gaji hanya 2 bulan. Oleh sponsor diberitahukan bahwa ia hanya akan bekerja jangka 1 tahun. Ternyata, gaji diterima sebesar RM 380 dengan potongan 4 bulan dan masa kerja 2 tahun. Agent klien di Medan bernama Aliong. Sedangkan agennya di Malaysia bernama A Mei. Jika dijumlah klien selama di Malaysia sempat berganti majikan hingga 3 kali. Kronologis majikan klien adalah: a) Majikan 1 Klien bekerja di daerah Perak, Taiping. Majikannya orang China. Klien bekerja sejak pukul 5 pagi-2 malam. Klien mengatakan bahwa sang majikan ini baik, tidak pernah dipukul, makanan dan minuman cukup. Majikan ini sering keluar negeri. Klien bekerja sebagai PRT dan juga di kedai,selama 1 bulan.
Akhirnya klien diambil lagi oleh agent dengan alasan klien sering berada sendirian di rumah, dan dicarikan majikan baru. b) Majikan 2 Klien bekerja sebagai PRT. Tugas klien selain di rumah tangga, klien ditugaskan untuk memandikan 3 ekor anjing, selain memandikan anjing-anjing majikan, klien juga diharuskan tidur sekamar dengan 1 anjing majikan. Klien sangat sedih dengan pekerjaanya itu karena bertentangan dengan nilai-agama yang dianutnya. Selain itu klien bertugas untuk membersihkan kantor sang majikan. Klien bekerja sejak pukul 5 pagi-12 malam. Klien bekerja selama 7 bulan. Karena tak tahan akhirnya klien meminta untuk pulang, namun sang agent membujuknya agar mengurungkan niatnya. Sang agent mencarikan majikan baru bagi klien. c) Majikan 3 Klien bekerja sebagai PRT seperti sebelumnya klien pun bertugas untuk memandikan anjing majkannya. Selain itu klien seringkali dibohongi untuk memakan makanan yang ternyata adalah daging babi. Klien bekerja selama 1 bulan. Dari semua majikannya klien tidak mendapatkan gaji, sering dihina dan juga tidak diperkenankan untuk keluar, sering diancam dan dibeberapa majikannya klien tidak mendapatkan makan dan minum yang cukup. Akhirnya, dikarenakan takut kembali ke agen serta tidak tahan dengan kondisi ini klien pun memutuskan untuk melarikan diri. Hal ini sesuai dengan pernyataan klien yang berbunyi: " Iya...kalo dijumlah saya sempet diganti-ganti majikan sampai 3 kali. Majikan saya kali ini sama jahatnya dengan yang kedua, saya jarang dikasih makan, saya sering dibohongi untuk makan tapi ternyata yang mereka kasih adalah daging babi. Mereka suka menghina saya, merendahkan saya, memukul, gak boleh keluar dan saya sering diancam." (Klien kembali menangis)
Klien kabur dari rumah majikan pada jam 10 malam. Klien menuju jalan dan meminta tolong kepada beberapa orang, namun ternyata klien bertemu dengan orang-orang yang memiliki niat jahat. Klien tidak tahu adanya kedutaan Indonesia. Klien sudah divisum dan tinggal 11 bulan di KBRI menunggu kasusnya ke mahkamah. Klien masih trauma dengan laki-laki dan sempat dibawa ke RS jiwa di malaysia selama 2 minggu. 6) Kondisi Psikososial Klien (Saat Wawancara) Klien sering memainkan tangan dan juga celananya. Pada saat awal konseling berlangsung, klien mengatakan bahwa ia tidak suka dengan laki-laki, dan makhluk ini ”laki-laki” perlu diwaspadai. Klien mengatakan bahwa di luar sana banyak sekali laki-laki jahat yang suka menipu perempuan seperti pengalaman yang klien alami sendiri. Klien sangat sedih atas nasib dan kemalangan yang ia alami. Klien sakit hati pada saat bekerja di Malaysia. Hal ini dikarenakan sang majikan sering menghinakannya, memukul, diperintahkan untuk tidur sekamar dengan anjing majikan, memandikan anjing-anjing sampai ditipu untuk memakan babi. Klien bisa berpikiran demikian karena mengalami pemerkosaan. Pemerkosaan ini dilakukan oleh seorang melayu yang dimintai tolong sewaktu kabur dari rumah majikannya. Lelaki melayu tersebut mengaku berasal dari kepolisian migration. Dan akan mengantarkannya ke Kedutaan dan menolongnya. Klien mengatakan sambil menahan air mata bahwa peristiwa ini sama sekali tidak pernah ia inginkan. Klien di culik dan di bawa ke hutan, kemudian dipukuli
kepalanya beberapa kali dengan helm hingga pingsan Akhirnya setelah ia siuman klien hanya mendapati tubuhnya penuh darah dan kepalanya luka. Klien sangat kecewa dan dihinakan, pada saat klien akhirnya ditolong seorang perempuan asal melayu dan diantarkan ke polisi dengan kondisinya yang penuh luka, ternyata klien malah ditertawakan oleh para polisi dan juga dilecehkan harga dirinya. Peristiwa ini belum pernah klien beritahukan kepada kawan-kawannya baik di Kedutaan maupun di CTU IOM ini. Biarlah hal itu klien saja yang mengetahui dan beberapa orang yang memang sudah mengetahuinya. 7) Gejala Depresi (Skala Hamilton) a) Klien mengalami depresi yang berkomorbid (bergabung) dengan Post Traumatic Syndrom (Sindrom Pasca Trauma) akibat peristiwa perkosaan yang dialami. Derajat depresi Ani adalah Severe (Berat)-More Severe. Hal ini sesuai dengan pernyataan Psikolog yang menangani Ani. " Ia mengalami depresi berat yang berkomorbid dengan Post Traumatic, hal ini dikarenakan setelah 3 tahun bekerja klien tidak mendapatkan gaji, klien mengalami perkosaan, proses pengadilan yang lama dan hukuman kepada pelaku pemerkosaan tidak jelas, adanya usaha bunuh diri. Psikiater bernama Dr. Heni melihat masih ada halusinasi relaksasi." 39 Sedangkan Social Worker yang menangani klien ini menambahkan aspek psikososial dari klien: "Orangtua klien menuntut, orangtua kaget karena selama ini klien tidak ada kabar, tetangga yang suka manas-manasi" Sebenarnya saya (Pekerja sosial) sudah merencanakan klien untuk mendapatkan bantuan namun gagal karena klien keburu pergi ke Jakarta." Saya mendapatkan kabar dari NGO lokal bahwa klien setelah 1 minggu pulang ke kampung halamannya klien pergi lagi ke Jakarta." 40
39 Hasil wawancara dengan Suryantini, Psikolog CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Psikolog, 6 November 2007. 40 Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari, Social Worker (Pekerja Sosial, Manajer Kasus) CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Social Worker, 6 November 2007.
b) Klien mengalami ketakutan pada laki-laki (Klien akan segera gemetar dan pucat). Hal ini sesuai dengan pernyataan dan juga observasi yang dilakukan kepada klien. "Saya gak mau ketemu dia...saya lebih suka dengan perempuan seperti mba aja, sama kaya saya." Yah...sama-sama perempuan. Saya klo ketemu ataupun lihat laki-laki saya langsung gemetar, mo nangis trus kadang sering mo pingsan. Pokoknya saya langsung aja keingetan waktu saya dijahati dulu (diperkosa). Saya ngga ngerti." c) Mudah Marah " Trus kalo ada orang ngumpul, saya ngerasa kalo kayanya mereka sedang ngomongin saya. Saya jadi marah. Saya kan gak ganggu mereka. Saya tersinggung. Makanya saya lebih suka sendirian aja. Mereka kan gak kaya saya." d) Beberapa kali pernah melakukan percobaan bunuh diri. " Disana saya sering coba bunuh diri tapi gagal terus. Saya pernah coba mau potong tangan saya, trus waktu di KBRI itu mba, saya kaya denger suara-suara yang suruh saya terjun dari gedung KBRI. e) Sering mendengar suara-suara yang memerintahkannya untuk bunuh diri. " Saya sering denger suara yang suruh saya cari pisau. Ada yang suruh saya tapi cuma kedengaran suaranya aja. f) Merasa tidak berdaya/ tidak ada harapan " Iya mba...doakan saya ya mba, biar mereka gak marah sama saya. Saya bingung pulang gak bawa uang padahal sudah lama di Malaysia. Lama disiksa, kerja gak dibayar, kena musibah....gak da harapan lagi...(Klien mulai menangis). Iya........mba. Saya ngerasa udah gak ada harapan lagi, gimana masa depan saya, trus nanti kalo nikah....suami saya gimana? (Klien menangis)." g) Sering terlihat sendiri h) Mudah menangis i) Kehilangan kepercayaan diri
j) Gangguan tidur " Iya....saya gak tau kenapa mba...tapi saya susah banget tidurnya. Kayanya mata saya, gak ngantuk-ngantuk. Paling-paling bilang ke dokter trus dikasih obat deh itu baru mendingan." k)
Gangguan Makan " Di sini makannya macem-macem mba ada daging, sayur, ayam, ikan,ada buahnya juga. Gak kaya waktu kerja dulu suka dibohongi dan dipaksa makan daging babi. Saya terhina mba. Mana saya gak boleh sembahyang. Waktu saya kerja dulu ih ...badan saya kurus banget...abis mo gimana lagi...udah jarang makan, susah tidur, sering dipukul, disiksa.... Kalo dulu mo makan aja susah. Tapi sekarang saya gak pingin...saya banyak pikiran....Tapi biar begitu di sini saya sudah agak mendingan. Waktu di Malaysia sih kurus banget, gak seperti sekarang."
l) Gangguan penglihatan akibat pukulan benda tumpul pada saat diperkosa. "...tapi saya juga sering minta obat pusing sama dokter. Kayanya ini gara-gara dulu saya dipukul pakai helm dan ditonjok sama laki-laki itu...ini mata saya juga jadi agak lamur (baca: rabun), tadi habis periksa mata trus nanti sore saya disuruh ambil kacamata."
b. Gambaran Kasus Ijah 1) Data Pribadi : Ijah 41 Nama
:Ijah
Usia
:30 tahun
Agama
:Islam
Anak ke
:4 dari 8 bersaudara
Status Perkawinan
:Menikah
Alamat Rumah
:Tasikmalaya
Pendidikan
:SD
Tingkat Depresi Klien
:Sedang (Moderat)
41
Hasil wawancara dengan Ijah (Bukan nama sebenarnya), VoT (Victim of Trafficking) / Klien, di Ruang Konseling, Gedung Prajagupta, CTU IOM RS.POLRI Sukanto, 6-8 Juli 2007
2) Latar Belakang Keberangkatan Klien meninggalkan desa karena sudah tidak tahan atas perilaku kasar sang suami yang sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Klien dimadu 1 tempat tinggal dengan istri muda sang suami. Sang suami mempunyai 6 orang istri sedangkan klien adalah istri pertama. " Saya ngga ngerti mba, coba bayangin aja. Saya di madu sama suami saya di rumah saya sendiri (warisan orangtua). Suami saya suka main perempuan, mana istrinya banyak ada 6, saya istri pertamanya. Suami saya senengnya mabok dan judi. Saya cuma takut anak-anak bakal dia jahatin. Makanya saya titipin ke mertua saya di kampung. Kalo saya tanya malah dipukul, ditendang, pokoknya saya nih sebagai istrinya udah gak ada harganya lagi." Sebelumnya klien pernah bekerja sebagai pembantu rumah tangga selama 1,5 tahun di Malaysia tepatnya pada tahun 2005. Untuk keberangkatannya yang pertamanya ini klien mengatakan bahwa dirinya berhasil. Saat pulang, klien membawa uang hasil kerjanya Rp. 6.600.000. Uang tersebut pada awalnya klien percayakan kepada sang suami untuk ditabungkan di Bank. Namun, ternyata uang tersebut disalahgunakan sang suami untuk menghidupi istri-istri mudanya. "Saya pikir, suami saya pas saya tinggal kerja jadi kasihan sama saya. Jadi berubah. Makanya pas pulang saya gak curiga, saya titipin uang hasil kerja saya 6 juta ke dia. Buat biaya sekolah anakanak. Eh...gak taunya malah dia buat kasih makan istri-istri mudanya. Ya Allah...tega banget." (Klien pun Menangis). Keberangkatan klien yang pertama ini melalui sponsor yang bernama Teni dari kampungnya. Dari sponsornya ini klien di tawari gaji RM 400 dengan potongan 3 bulan. Klien berangkat dari Tasikmalaya menuju Pekanbaru dengan menggunakan mobil. Sesampainya di Pekan baru, klien ditampung di PT (klien lupa namanya) selama 2 bulan. Setelah itu klien barangkat ke Malaysia untuk menjalani masa percobaan kerja selama 1 bulan. Lalu kembali lagi ke Pekan baru
dengan menggunakan kapal laut untuk menunggu visa turun. Setelah 32 hari akhirnya klien diberangkatkan kembali ke Malaysia. Klien bekerja di Kuala Lumpur. Majikan klien bernama Jamrud dan juga Mukhsin. Saat itu klien bekerja sebagai PRT sejak pukul 6 pagi hingga 9 malam. Klien diberi makan teratur oleh sang majikan. Setelah pulang klien bekerja di Jakarta selama 1 bulan. Saat itulah uang hasil jerih payahnya disalah gunakan sang suami. Padahal uang tersebut akan digunakan klien untuk biaya kursus menjahit sang anak yang hanya sempat bersekolah hingga lulus SD saja. Sang suami sering mencari-cari alasan ketika ditanyakan perihal uang tersebut. Malahan sang suami menghina dan juga menuduh klien bekerja sebagai pelacur di Malaysia kepada anak mereka. "Saya banting tulang di negeri orang. Malah dibilang kerja ngga bener lah, jual diri, mengkhianati dia. Astagfirullah...saya dihina dan difitnah sama suami saya sendiri mba. (Klien menangis). Padahal orang-orang juga pada tau kalo yang begitu itu dia sendiri. Dia lagi cari-cari alasan aja. Nyakitin saya terus." Hal tersebut dilakukan suaminya semata-mata adalah untuk menutupi kesalahannya telah menggunakan uang yang dititipi oleh klien. Keadaan tersebut semakin mendorongnya untuk segera bekerja kembali ke Malaysia. ”saya mah nggak takut...meskipun banyak yang bilang TKW suka disiksa...karena saya pikir kemaren saya juga kerja di Malaysia dan majikan saya baik. Jadi...yang ini kan saya juga mau kerja di Malaysia...jadi saya pikir...pasti majikannya juga bakal baik. Pasrah aja.”
3) Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Klien adalah anak ke 4 dari 8 bersaudara. Ayah klien yang bernama Barju telah llama meninggal. Sedangkan ibu klien bekerja sebagai petani di kampungnya di Tasikmalaya. Klien memiliki 3 orang anak yang berusia 13, 7 dan 4 ½ tahun. Saat ini anak-anak klien tinggal bersama sang nenek (mertua klien) di kampung. Suami klien bernama Imang. Menurutnya, sang suami bekerja sebagai supir taksi. Suami klien ini memiliki 6 orang istri. Klien sendiri adalah istri pertama. Klien mengatakan bahwa sang suami sering sekali main perempuan, judi dan juga mabuk-mabukan. Sang suami juga sering sekali melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Seperti menghina klien, memukul, menendang, menampar wajah klien bahkan mengancam klien jika klien meminta cerai. Suaminya ini pun tidak pernah memberikan nafkah kepadanya. Sang suami hanya menghabiskan harta benda klien saja. Tidak hanya dibenci oleh klien, ternyata sang mertua sendiri (orang tua sang suami sudah kewalahan dan juga lepas tangan terhadap anaknya tersebut). Diketahui bahwa sang suamilah yang telah menyebabkan kematian ayah mertua klien. Para saudara, tetangga sering merasa tidak aman dan juga ketakutan dengan perilaku suami klien. Suatu saat mertua klien pernah menyarankan klien agar memakai ilmu hitam ataupun meminta tokoh agama untuk menyadarkan sang suami. "Suami saya memang keterlaluan mba, kata ibunya sendiri (mertua saya) dia juga yang bunuh bapaknya sendiri, saudara-saudara udah pada lepas tangan, tetangga pada gak berani. Suami saya itu kaya preman kelakukannya, malahan ibunya dan saudara-saudara pada nyuruh saya buat pake ilmu hitam buat sadarin dia. Tapi saya gak mau saya pasrah aja sama gusti Allah."
Sebagai informasi tambahan, suami klien pernah dipenjara 5 tahun di LP Tangerang karena kasus pembunuhan. Selain itu suami klien pun juga pernah dipenjara selama 2 minggu dengan kasus yang berbeda yaitu jual beli motor gelap (curanmor). Suami klien tertuduh sebagai seorang penadah. Namun, baru 2 minggu sang suami mengancam untuk segera ditebus oleh klien. Sebelumnya klien memiliki benda warisan dari orangtuanya namun, saat ini sudah habis karena digunakan untuk kepentingan sang suami. Harta warisan tersebut pun habis karena sering digunakan suami untuk main perempuan, mabukmabukan juga berjudi. Sang suami juga yang menghabiskan uang hasil kerja klien selama di Malaysia. Karena terlalu percaya dengan suaminya ini, uang tersebut ternyata disalahgunakan sang suami. Ketika klien minta untuk biaya kursus anak pertama klien ternyata sang suami mengaku kepada sang anak bahwa istrinya tidak pernah menintipkan uang padanya. Ternyata uang tersebut digunakan untuk membiayai ongkos hidup istri-istri mudanya. 4) Tahapan Trafficking (Proses,Cara, Tujuan) Klien memutuskan untuk kembali bekerja ke Malaysia. Klien bekerja atas tawaran sponsor yang bernama Monica Bisri. Klien ditawari pekerjaan sebagai PRT di daerah Kuching dengan iming-iming gaji RM 250 dengan potongan selama 2 bulan. Kali ini klien berangkat pada 10 April 2007 dari Jakarta menuju sebuah PT di daerah Bogor (klien lupa namanya). Disini klien ditampung selama 12 hari. Setelah itu klien berangkat menuju Tanjung Priok dan turun diperbatasan Pontianak.
Selama itu klien selalu saja dikawal oleh Brimob. Lalu klien dijemput oleh Pak Hasyim lalu klien disarankan menginap karena saat itu klien tiba pada pukul 2 dinihari. Namun pada pukul 4 dinihari klien diberangkatkan menuju perbatasan Entikong dan ditampung di sana selama 5 hari di rumah seorang bernama Wati. Lalu klien sampai di Imigrasi dan dijemput oleh agent. Klien memiliki paspor dengan alamat Sponsor namun saat ini paspor tersebut disimpan oleh sang majikan. Klien tidak diperkenankan untuk membaca surat kontrak yang sempat ia tandatangani. Secara rinci tahapan yang dilewati klien adalah : a) Proses : Perekrutan-Penampungan-Pengiriman-Penerimaan b) Cara
: Penipuan, Kebohongan
c) Tujuan : Eksploitasi Tenaga Kerja 5) Pengalaman Trafficking dan Kondisi Kerja Baru 1 bulan klien pulang dari bekerja di Malaysia, klien merasa sudah tidak sanggup lagi menghadapi perilaku sang suami. Klien bekerja di daerah Kuching. Klien tidak mengetahui identitas majkannya kali ini. Klien mulai bekerja pada pukul 5 pagi hingga 12 malam. Klien bekerja sebagai PRT dirumah pada pukul 9 pagi. Setelah itu klien diperintahkan untuk bekerja membersihkan kantor sang majikan. Klien seringkali tidak diberikan makan, sering dipukul dan juga diancam oleh majikannya. ”Saya bingung sama majikan saya ini, beda bener sama saya kerja dulu. Majikan saya kali ini. Ih...Tega bener sama saya. Udah suruh kerja di rumahnya, di kantornya juga. Kayanya kerjaan saya ada...aja. Gak abis-abis."
Suatu saat karena merasa sudah tidak tahan lagi karena sang majikan memerintahkan klien untuk memandikan anjing akhirnya klien memutuskan untuk kabur. "Madam saya seneng banget mukul, sering gak dikasih makan, diancem. Klo saya minta makan malah dia cari-cari alasan kalo saya makan mulu. Padahal pelit banget. Ya udah gak tahan lagi maunya orang disuruh kerja mati-matian tapi males kasih makan mana ada tenaganya. Saya kabur aja, udah gak tahan, dari pada makin parah." Klien kabur pada malam Kamis jam 11 malam dan ditolong oleh tetangga sang majikan. Klien sempat tinggal di rumah orang yang menolongnya selama 3 hari. Setelah itu klien diantarkan ke Konsulat RI dan tinggal di sana selama 16 hari. Selanjutnya klien diberangkatkan menuju Pontianak dan tinggal disana selama 3 hari. Akhirnya pada tanggal 11 Juli 2007, klien tiba di CTU IOM RS. POLRI Sukanto untuk menjalani pemeriksaan medis, konseling dengan psikolog dan juga pekerja sosial untuk akhirnya dipulangkan ke tempat yang ia tuju ataupun kampung halamannya. 6) Kondisi Psikososial Klien (Saat Wawancara) Klien mengalami sedikit retardasi pada saat konseling berlangsung. Saat itu, klien memerlukan pengulangan beberapa kali atas pertanyaan yang diberikan olehnya sebelum akhirnya klien menjawab. Tak berapa lama akhirnya klien mengaku bahwa masalah dirinya sangat rumit. Klien merasa ketakutan jika sang suami mengetahui keberadaannya saat ini. Dari hasil pengkuannya bahwa sang suami sering melakukan kekerasan dalam keluarga. Ternyata selain itu, klien memikirkan kesehatannya. Klien didiagnosis oleh dokter mengalami PMS berat dan sedang dalam masa pemulihan dan pengobatan atas penyakitnya itu. Pada saat konseling berlangsung klien sering
menunjukan perasan ketidakberdayaan atas segala peristiwa yang ia alami. Klien mengaku bahwa sebenarnya sudah tidak tahan dengan ulah sang suami. namun klien mengaku bingung bagaimana seharusnya ia bersikap. Sedangkan sang suami tidak ingin dan mengancam klien jika berani meminta cerai. 7) Gejala Depresi a) Klien
mengalami
depresi
Moderat
(sedang)
selain
dikarenakan
pengalaman trafficking yang ia alami juga dipicu oleh faktor kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suaminya. Hal ini sesuai dengan pernyataan klien. "Saya sudah gak tahan lagi, daripada terus ngadepin suami seperti itu, minta cerai malah dipukulin, ditendang. Makanya saya putusin untuk kembali kerja ke Malaysia" b) Mengenai derajat depresi klien Pekerja Sosial yang menangani klien menyatakan :42 " Klien ini telah didiagnosa mengalami depresi dengan tingkat moderat (sedang) ini dipicu selain oleh pengalaman trafficking, kegagalannya dalam bekerja, tidak bawa uang, juga kecemasankecemasan yang muncul ketika pulang nanti. Ditambah dengan adanya faktor kekerasan dalam keluarga, klien kurang support (dukungan) dari keluarga dalam hal ini suami, klien adalah tulang punggung keluarga jadi semakin merasa tidak berdaya ketika mengalami kegagalan, terus jadi depresi deh" c) Klien merasa takut dan enggan untuk pulang ke kampung halamannya karena telah gagal. d) Merasa khawatir jikalau anak-anaknya akan dicelakai oleh sang suami e) Terjadi retardasi pada saat wawancara berlangsung (observasi) f) Klien mengalami IMS (Infeksi Menular Seksual) berat.
42
Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari Social Worker (Pekerja Sosial), di Ruangan Social Worker, Gedung Prajagupta, CTU IOM RS.POLRI Sukanto, 5 April 2007
g) Hal ini sesuai dengan pernyataan Psikolog yang menangani klien. 43 "Dia itu terkena IMS berat, jadi masih perlu dirawat di sini agak lamaan sampai ia pulih, itu mungkin karena waktu ia kerja dulu dia kurang sempat memperhatikan kebersihannya karena pekerjaan yang banyak." h) Pekerja sosial yang menangani klien pun menambahkan : 44 "Kondisi itu (IMS) juga bisa disebabkan karena klien tertular dari suaminya, mengingat sang suami gemar main perempuan, stres juga bisa berpengaruh dengan timbulnya depresi." i) Merasa tidak berdaya dan tidak ada harapan, mudah menangis meratap. j) Bingung k) Gangguan tidur dan juga makan l) Klien kehilangan berat badannya secara signifikan. c. Gambaran Kasus Ica 1) Data Pribadi : Ica 45 Nama
:Ica
Usia
:25 tahun
Agama
:Islam
Anak ke
:3 dari 5 bersaudara
Status Perkawinan
:Menikah
Alamat Rumah
:Cirebon
Pendidikan
:SLTA
Tingkat Depresi Klien
:Ringan (Mild)
43
Hasil wawancara dengan Suryantini, Psikolog CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Psikolog, 6 November 2007 44 Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari, Social Worker (Pekerja Sosial) CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Psikolog, 6 November 2007 45 Hasil wawancara dengan Ica (Bukan nama sebenarnya), VoT (Victim of Trafficking) / Klien, di Ruang Konseling, Gedung Prajagupta, CTU IOM RS.POLRI Sukanto, 24-26 Februari 2007
2) Latar Belakang Keberangkatan Sebelumnya klien belum pernah berpikir untuk bekerja keluar negeri. Keberangkatan klien ke Malaysia diawali dengan perkenalannya dengan Pak Sandi yang merupakan atasannya ketika klien bekerja sebagai karyawan di pabrik sepatu. Klien diberitahu oleh sekretaris Pak Sandi mengenai tawaran ini. 3) Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Klien merupakan anak ke 3 dari 7 bersaudara. Klien tinggal bersama orangtua, adik dan juga anaknya di kampung halamannya. Sedangkan sang suami yang bernama Bukhori bekerja sebagai penjual mainan di Jakarta. Suaminya ini tinggal bersama orangtuanya dan juga sebagai tulang punggung keluarganya itu. Kakak dari sang suami tidak bekerja sehingga suaminya yang merupakan anak bungsu bertanggung jawab menanggung kehidupan mereka semua di Jakarta. Suami klien hanya pulang menjenguk klien dan juga anaknya setiap 2 bulan sekali. Klien mengatakan bahwa dirinya yang selalu menyusahkan orangtuanya. Jika dibandingkan kondisi sang kakak. Klien merasa belum bisa banyak membantu keluarganya. 4) Tahapan Trafficking (Proses,Cara, Tujuan) Klien ditawari untuk bekerja di pabrik sepatu di daerah Malaysia. Namun menurut sekretaris tadi, Pak Sandi telah menyerahkan urusan ini kepada Pak Riko (orang Pontianak). Lama kelamaan klien baru menyadari bahwa dirinya dijual RM 6500 oleh Pak Sandi. Klien diiming-imingi gaji Rp. 1.750.000,-. Namun dalam kontrak klien tertulis bahwa gaji hanya RM 250 dengan masa kontrak 2 tahun dengan potongan 2 bulan.
" Saya baru tahu kalo yang diomongin ke saya beda sama yang dikontrak. Tapi saat itu saat terlambat taunya. Saya tau baru pas di agent Malaysia. Saya lihat di sana ada perempuan yang dipukulin. Kata anak buah agent itu gara-gara kebanyakan nanya." Klien meninggalkan kampung halamannya pada 5 April 2007. klien berangkat dari Cirebon dengan menggunakan mobil 2 kali untuk menuju stasiun Gambir untuk akhirnya berangkat ke Pontianak dengan menggunakan pesawat. Selanjutnya tibalah klien di Malaysia lalu langsung dipertemukan dengen agent setelah tinggal 1 hari, klien ditawari untuk bekerja di kedai kopi di daerah Sibu, Serawak. Klien menggunakan paspor dengan identitasnya sendiri. Namun tidak dibuatkan visa. Paspor klien disimpan oleh agent. Secara rinci tahapan yang dilewati klien adalah : a) Proses : Perekrutan-Pengiriman-Pemindahan-Penerimaan b) Cara
: Penipuan, Kebohongan
c) Tujuan : Eksploitasi Tenaga Kerja 5) Pengalaman Trafficking dan Kondisi Kerja Klien bekerja di kedai kopi besar sejak pukul 04.15 pagi hingga 07.00 malam. Setelah itu klien melanjutkan bekerja sebagai PRT hingga pukul 10 malam. Di kedai besar itu hanya mempekerjakan 2 orang karyawan saja. Klien hanya diberikan makan 1 kali sehari. Itupun hanya sayur dan juga nasi yang sangat sedikit (majikan yang menakari). Klien sering diancam dan ditakut-takuti oleh sang majikan. Klien pun tidak diperkenankan untuk beribadah. Klien hanya sanggup bertahan selama 3,5 bulan saja. " Saya gak tahan mba, saya di sana diperes banget tenaganya, kerjanya 2 kali, dirumah, di kedai juga. Tapi buat makan aja ditakarin. Yang paling sedih lagi gak boleh sholat, sering ditakuttakuti kalo saya sampai kabur dari rumah majikan akan celaka di Malaysia. Malahan bisa diperkosa trus dibuang di laut. Saya takut."
Klien pun memutuskan untuk melarikan diri pada hari selasa pada jam 03.30 sore pada tanggal 11 Juli 2007. Klien ditolong oleh orang Melayu dan diantarkan ke kedutaan. Klien tinggal di kedutaan ini selama 11 hari. Untuk selanjutnya menunggu pemulangan ke Indonesia. Akhirnya klien tiba di CTU IOM RS.POLRI Sukanto pada tanggal 24 Juli 2007. Klien berada di sini sambil melakukan pemeriksaan kesehatan, konseling dengan
psikolog
dan
pekerja
sosial
guna
menentukan
perencanaan
pemulangannya lebih lanjut. 6) Kondisi Psikososial (Saat Wawancara) Klien terlihat cukup kooperatif pada saat konseling berlangsung. Pada saat itu klien terlihat sangat mengkhawatirkan kondisi keluarganya. Klien sangat mencintai keluarganya. Klien terlihat hampir menangis ketika menceritakan dirinya telah gagal untuk membantu sang suami. Namun klien sering terlihat sebagai sosok yang kurang percaya diri. Klien sering mengatakan bahwa dirinya merasa malu karena merasa selalu saja menyusahkan orangtua dan juga suaminya. Hal ini sesuai dengan pernyataan klien: " Saya malu mba, dari dulu saya selalu aja nyusahin suami dan orangtua saya. Tadinya saya pikir saya kerja akan berhasil. Eh...malahan babak belur kaya gini, gagal. Padahal saya ingin banget bahagiakan mereka. Suami saya pasti capek bener karena dia tulang punggung dalam keluarga, kakaknya gak pada kerja." Sebagai seorang individu klien merupakan sosok yang kuat, sabar dan juga taat beribadah. Namun klien terlihat bukan jenis orang yang mudah putus asa.
7) Gejala Depresi a) Klien mengalami depresi dengan derajat Mild (Ringan). Hal ini sesuai dengan pernyataan Psikolog yang menangani klien: 46 " Klien ini hanya mengalami depresi dengan derajat Mild (Ringan). Pada kasus ini depresi hanya dipicu dari pengalaman trafficking yang telah dialami klien." b) Adapun pekerja sosial menambahkan bahwa : 47 " Untuk kasus klien ini memang ia mengalami depresi dengan tingkatan ringan (Mild). Ica cukup kuat. Meski gejala depresinya terlihat beberapa seperti dia merasa gagal, mengecawakan orang tua dan suaminya. Ica memiliki Insight diri (pemahaman diri) yang baik dan itu berguna baginya untuk segera pulih dari depresi yang ia alami. Tapi perlu juga diketahui bahwa tidak semua VoT mengalami depresi ataupun gila, Hanya saja memang kemungkinan korban trafficking mengalami depresi cukup besar. Namun itu tadi tetap tergantung dari proses, cara, maupun tujuan dari trafficking yang klien alami. Itu juga berkorelasi dengan support keluarga dan peristiwa lain yang telah ada sebelum seseorang menjadi korban trafficking, seperti pengalaman masa lalu yang menyakitkan atau menyedihkan." c) Ketakutan kepada orang asing (khususnya orang Chinese) " Sekarang saya jadi agak takut kalo ketemu orang China. Saya jadi keingetan majikan saya di Malaysia China juga jahat banget." d) Mudah menangis e) Merasa tidak berdaya f) "Saya ngga tau lagi mesti gimana, udah gagal begini" g) Kehilangan Kepercayaan diri h) Merasa tidak berguna " Saya dari dulu selalu nyusahin suami dan orangtua, kayanya belum pernah bahagiain mereka. Belum bisa apa-apa buat ikut bantu mereka." 46 Hasil wawancara dengan Suryantini, Psikolog CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Psikolog, 6 November 2007 47 Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari, Social Worker (Pekerja Sosial) CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Social Worker, 6 November 2007
i) Merasa gagal dan mengecawakan semua orang j) Gangguan makan "Di sini makanan banyak mba, tapi saya gak nafsu, gak pingin aja bawaannya, padahal kalo diinget-inget waktu masih kerja di Malaysia mo makan aja susahnya minta ampun. Majikan pelit." k) Gangguan Tidur " Saya sering susah tidur... nanti pulang gimana, apa kata orang kampung kalo saya gagal. Gak bawa uang ....malah kaya gini." 2. Analisis Gejala dan Pemicu Depresi Antar Kasus (Cross Cases Analysis). Sebagian besar korban woman trafficking berasal dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah dan bertempat tinggal di desa. Kehidupan di desa sepertinya tidak menjanjikan, apalagi jika tidak diimbangi dengan latar belakang pendidikan yang memadai. Oleh karena itu, sebagian besar dari mereka memutuskan untuk bekerja di luar negeri karena tergiur akan iming-iming pihak sponsor, agen, dan juga pihak-pihak lain yang belum jelas kebenarannya. Mereka lupa menanyakan tentang infomasi kondisi pekerjaan, budaya, bahkan gaji / upah atas pekerjaan mereka. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Psikolog CTU IOM RS. POLRI Sukanto: " Umumnya korban perdagangan perempuan mengalami depresi dan juga kecemasan yang tinggi. Mengenai episode depresi itu sudah masuk wilayah (gangguan kejiwaan berat). Depresi parah 14 %, di KBRI para korban umumnya tinggal selama 3-4 bulan. Episode depresi lebih banyak dialami korban ketika mereka berada di penampungan KBRI. Hal ini dikarenakan karena berdekatan dengan waktu terjadinya peristiwa/pengalaman yang membuat para korban shock. Karena CTU IOM merupakan short term shelter jadi mereka saat itu hanya berpatokan pada keterangan dari psikiater/psikolog KBRI yang menerangkan bahwa klien yang ditangani mempunyai riwayat depresi psikotik. Selanjutnya psikolog CTU IOM memperhatikan mereka yang terindikasi mengalami depresi untuk diberikan pelayanan berikutnya" 48 48
Hasil wawancara dengan Suryantini, Psikolog CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Psikolog, 6 November 2007.
Hal senada pun diungkapkan oleh Social Worker (Pekerja Sosial) CTU IOM RS. POLRI Sukanto yang berperan sebagai manajer kasus bagi klien yang sedang diteliti: "Depresi adalah salah satu dampak dari trafiking, banyak faktor yang menyebabkan dia menjadi depresi, tidak serta merta karena satu sebab, biasanya dipengaruhi oleh faktor ketidak berhasilan mereka sebagai TKW , adapun mereka sebelumnya mengalami masalah di keluarganya, baik ekonomi, sosial, personal, dll yang menyebabkan alasan mereka berangkat menjadi TKW. Pada saat di agen, mereka sudah ditipu, mereka merasa dibohongi, bahkan disiksa tetapi tidak bisa keluar karena sudah terjebak di dalamnya. Ketika berada di majikan, ternyata mereka dieksploitasi pekerjaannya, disiksa, diperkosa, tidak dibayar. Ketika mereka pulang, mereka harus menanggung beban, beban rasa malu di keluarga dan lingkungan sekitar, beban dengan permasalahan pada saat dia berangkat yang belum tertuntaskan seperti utang untuk biaya persiapan keberangkatan menjadi TKW atau utang untuk bekal keluarga yang ditinggalkan, ditambah tuntutan keluarga, anak banyak, dia sebagai pencari nafkah utama atau tuntutan keluarga yang menekan dia sehingga dia depresi.…banyak hal, yang akhirnya beban tersebut bertumpuk-tumpuk, akhirnya mereka menjadi depresi, stres, dll." 49 Ketiga dari informan dalam penelitian ini (klien) memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda. Informan Ani sempat mengenyam pendidikan hingga SMP, Ijah hanya sempat mengenyam pendidikan hingga SD. Sedangkan Ica lebih beruntung karena mengenyam pendidikan hingga SLTA. Meskipun latar belakang pendidikan mereka berbeda, namun alasan mereka memutuskan untuk bekerja ke luar negeri beberapa memiliki kesamaan yaitu ingin membahagiakan orangtua / keluarga, membangun rumah dan mencari modal usaha. Hal menarik yang ditemukan pada kasus Ijah adalah adanya alasan lain yaitu faktor ketakutan dan ketidaktahanan terhadap ulah sang suami yang memiliki banyak istri dan gemar melakukan kekerasan dalam rumah tangga ditambah dengan penolakannya untuk dicerai oleh Ijah. 49
Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari, Social Worker (Pekerja Sosial, Manajer Kasus) CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Social Worker, 6 November 2007.
Mengenai hal ini Psikolog mengungkapkan bahwa: " Depresi..., stres sering berhubungan dengan pengalaman masa lalu klien, tergantung individu, usia pun berpengaruh, juga ada / tidaknya dukungan keluarga. Ekonomi jelas berpengaruh karena hal itu yang sering melatarbelakangi mereka akhirnya terjerumus sebagai korban perdagangan perempuan." 50 Sedangkan pekerja sosial yang menangani klien menambahkan bahwa: " Tidak semua VoT jadi depresi atau bahkan gila. Ada yang mengalami depresi tapi kemudian menjadi pulih dengan support dari orang-orang terdekatnya atau sekelilingnya atau bahkan jadi gila karena pada saat dia berangkat jadi TKW dia sudah punya beban yang cukup tinggi dan harapan keberhasilan yang tinggi pula. Ketika ia jadi korban, ia tidak cukup kuat menahan beban dan kurangnya support dari sekelilingnya, menjadi sebab ia depresi. Jika bisa disimpulkan, faktor-faktor yang menyebabkan VoT depresi ada banyak faktor, diantaranya:Faktor kepribadian, yaitu ; kuat/tidaknya jiwa orang tersebut, bisa didukung oleh faktor keimanan. Ada VoT yang permasalahannya luar bisa, tapi ia masih bisa menghadapi dengan keyakinan, semua adalah cobaan dari Tuhan, dan sebaliknya. Faktor keluarga, yaitu; keluarga dapat menjadi pencetus seseorang menjadi depresi." 51 Psikolog menjelaskan beberapa gejala depresi yang biasa muncul pada korban perdagangan perempuan diantaranya adalah: " Umumnya symptom (gejala) yang sering muncul pada korban depresi adalah sedih, putus asa, perasaan bersalah karena tidak membawa uang ketika pulang ke kampung halaman meskipun klien telah bekerja bertahun tahun. Umumnya mereka adalah tulang punggung keluarga. Selain itu korban sering mengalami gangguan tidur. Hal ini ditambah karena kecemasan klien yang berlebihan menghadapi waktu kepulangannya ke kampung halamannya. Mereka pun banyak yang mengalami pelambatan (retardasi) dalam proses berpikir, mereka menjadi pribadi yang mudah tersinggung, korban juga mengalami jadwal menstruasi yang tidak teratur, untuk beberapa klien mengaku sempat melakukan percobaan bunuh diri (munculnya ide-ide bunuh diri), dan hal lain adalah menurunnya kepercayaan diri korban." 52
50
Hasil wawancara dengan Suryantini, Psikolog CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Psikolog, 6 November 2007. 51 Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari, Social Worker (Pekerja Sosial, Manajer Kasus) CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Social Worker, 6 November 2007. 52 Hasil wawancara dengan Suryantini, Psikolog CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Psikolog, 6 November 2007.
Sedangkan Pekerja sosial menjelaskan lebih lanjut mengenai hal ini: "Kondisi korban bermacam-macam, dari tingkat depresi yang ringan, sedang hingga berat. Tetapi meskipun dikatakan ringan, mereka tetap mengalami berbagai perubahan perilaku bentuk copying dari pengalaman yang mereka alami. Contohnya, ketika discreening dan dikategorikan mild, ada hal-hal lain dari perilakunya dan jika digali lebih dalam baru akan muncul. Seperti perubahan orientasi seksual, banyak korban yang mengalami perubahan orientasi seksual dari lawan jenis ke sejenisnya. Hal ini terjadi bukan begitu saja, akan tetapi karena berbagai hal, pengalaman buruk mengenai hubungan dengan lawan jenis, berada di shelter terlalu lama di mana semuanya perempuan dan kebutuhan biologis atau rasa sayang yang kemudian muncul akhirnya dialihkan ke sesamanya. Tapi untuk yang satu ini butuh penelitian khusus." Selanjutnya dengan penjelasan: "Korban yang mengalami depresi berat, biasanya sudah tidak bisa diajak berkomunikasi, tidak nyambung atau ketakutan-ketakutan akan adanya ancaman, halusinasi, waham. Jika tingkat depresi berat akan tetapi tidak mengganggu yang lainnya, korban biasanya masih ditempatkan di PPT, akan tetapi jika sudah mengganggu orang lain dan membahayakan dirinya, seperti ide bunuh diri, maka akan dipindahkan di ruang lain, yaitu di dirabrata (instalasi jiwa)." 53 Dalam menganalisa pemicu depresi, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Beck yaitu teori Triad Negative dan teori Hopelessness yang merupakan teori revisi dari teori sebelumnya. Sedangkan dalam menganalisa tingkat keparahan depresi/ derajat depresi dari subyek penelitian. Penulis mengacu pada pedoman yang digunakan di CTU IOM RS. POLRI Sukanto yaitu Hamilton Rating Scale Depression (HRS-D) / skala depresi Hamilton. Seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya bahawa peneliti tidak menentukan derajat tersebut sendiri. Derajat depresi klien tersebut sebelumnya telah diukur oleh Psikolog CTU IOM.
53
Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari, Social Worker (Pekerja Sosial, Manajer Kasus) CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Social Worker, 6 November 2007.
Kasus Ani pemicu depresinya sesuai dengan teori Hopelessness. Dari kasus ini ditemukan bahwa Ani mengalami depresi yang dipicu oleh pengalaman menyakitkan/ tidak menyenangkan juga trauma yang gagal dikontrol akibat peristiwa perkosaan yang menimpanya.54 Depresinya berkomorbid (bergabung) dengan gangguan stres pasca trauma (Post Traumatic Stress Disorder).
55
Hal
senada pun didapat dari hasil wawancara dengan Psikolog CTU IOM RS. POLRI Sukanto : "Ia mengalami depresi berat yang berkomorbid dengan Post Traumatic, hal ini dikarenakan setelah 3 tahun bekerja klien tidak mendapatkan gaji, klien mengalami perkosaan, proses pengadilan yang lama dan hukuman kepada pelaku pemerkosaan tidak jelas, adanya usaha bunuh diri. Psikiater bernama Dr. Heni melihat masih ada halusinasi relaksasi." 56 Sedangkan Social Worker yang menangani klien ini menambahkan aspek psikososial dari klien: 57 "Orangtua klien menuntut, orangtua kaget karena selama ini klien tidak ada kabar, tetangga yang suka manas-manasi" Sebenarnya saya (Pekerja sosial) sudah merencanakan klien untuk mendapatkan bantuan namun gagal karena klien keburu pergi ke Jakarta." Saya mendapatkan kabar dari NGO lokal bahwa klien setelah 1 minggu pulang ke kampung halamannya klien pergi lagi ke Jakarta." Depresi Ani juga dipicu karena hubungan sosial yang kurang baik dan menganggap masyarakat kurang memberikan dukungan sosial sehingga berefek pada kurangnya kemampuan individu untuk mengatasi peristiwa hidup yang negatif sehingga menjadikannya semakin rentan terkena depresi., diperparah pengalaman trafficking sebelumnya. 54
Fausiah, Julianti Widury ; editor, Augustine Sukarlan Basri. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa -Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press, 2005), h. 113. 55 Suryo Dharmono, Presentasi Aspek Psikiatrik Pada Korban Trafiking. Pusat Kajian Bencana & Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI / RSCM. h. 16-17. 56 Hasil wawancara dengan Suryantini, Psikolog CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Psikolog, 6 November 2007. 57 Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari, Social Worker (Pekerja Sosial, Manajer Kasus) CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Social Worker, 6 November 2007.
Sesuai dengan pandangan pemicu depresi dari sudut pandang interpersonal yang dikemukakan oleh Billings, Cronkite & Moos58, Ani mengalami depresi dengan tingkatan Severe (Berat) karena pada dirinya ditemukan gejala utama dan juga gejala tambahan yang menjadi indikatornya. Pada kasus Ani, ditemukan adanya percobaan untuk bunuh diri. Menurut klien hal ini disebabkan karena halusinasi
yaitu
mendengar
suara-suara
yang
memerintahkannya
untuk
mengakhiri hidupnya. Adapun secara rinci gejala yang timbul pada Ani sebagai korban woman trafficking adalah : Gejala Utama (Trias Depresi): a. Suasana perasaan murung b. Kehilangan minat terhadap aktifitas sehari hari c. Kehilangan energi / kelelahan kronis Dan beberapa gejala depresi lainnya (gejala tambahan), yaitu: d. Pesimis terhadap masa depan e. Perasaan tidak mampu f. Putus asa, pikiran bunuh diri g. Perasaan bersalah/berdosa h. Gangguan selera makan i.
58
Gangguan tidur.
Billings, Cronkite & Moos, 1983. dalam Fausiah, Julianti Widury ; editor, Augustine Sukarlan Basri. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa -Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UIPress), 2005. h. 114.
Hal ini sesuai dengan analisis Brown dkk, terhadap nilai Beck’s Depression Inventory yang menyatakan mendapatkan adanya peningkatan dysphoria, rasa pesimistik terhadap masa yang akan datang, sedih dan gagasan bunuh diri. Terkadang disertai gejala menyalahkan diri sendiri, perasaan gagal dan tersiksa. 11 Dalam kasus Ijah pemicu depresinya sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Beck yaitu Teori Hopelessness. Dalam kasus ini ditemukan bahwa Ijah mengalami depresi yang disebabkan oleh pengalaman menyakitkan / tidak menyenangkan yang ditambah dengan adanya atribusi pada faktor global / faktor kognitif lain yang mengakibatkan munculnya perasaan tidak ada harapan, tidak ada respon yang cukup untuk mengatasi situasi yang dialaminya.59 Depresi yang dialami Ijah ini selain disebabkan oleh pengalamannya sebagai korban woman trafficking juga disebabkan oleh faktor kekerasan dalam keluarga yang dilakukan oleh suaminya. Dalam kasus Ijah, depresi yang dialaminya berkomormid (bergabung) dengan penyakit fisik lainnya yaitu IMS (Infeksi Menular Seksual). Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyebutkan bahwa sekitar 60% orang yang mengalami depresi berkaitan dengan (komorbiditas) adanya penyakit fisik lain yang dideritanya.60
11
Cumming JL. Depression and Parkinson’s disease : A review. (Am J Psychiatry. 1992 ; 149), h. 443-454. 59 Fausiah, Julianti Widury ; editor, Augustine Sukarlan Basri. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa -Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press, 2005), h. 113. 60 Parker G, Kalucy, Megan. Depression comorbid with physical illness. (Australia: Lippincott Williams & Wilkins,Inc.,1999;12,1), h. 87-92.
Hal senada pun didapat dari hasil wawancara dengan Psikolog CTU IOM RS. POLRI Sukanto : " Klien ini telah didiagnosa mengalami depresi dengan tingkat moderat (sedang) ini dipicu selain oleh pengalaman trafficking, kegagalannya dalam bekerja, tidak bawa uang, juga kecemasankecemasan yang muncul ketika pulang nanti. Ditambah dengan adanya faktor kekerasan dalam keluarga, klien kurang support (dukungan) dari keluarga dalam hal ini suaminya sendiri. Klien adalah tulang punggung keluarga jadi semakin merasa tidak berdaya ketika mengalami kegagalan, terus jadi depresi deh" Sedangkan Pekerja Sosial (Social Worker) yang menangani klien menambahkan bahwa: 61 "Kondisi itu (IMS) juga bisa disebabkan karena klien tertular dari suaminya, mengingat sang suami gemar main perempuan, stres juga bisa berpengaruh terhadap timbulnya depresi." Depresi Ijah juga dipicu karena adanya hubungan sosial yang kurang baik dan menganggap masyarakat kurang memberikan dukungan sosial sehingga berefek pada kurangnya kemampuan individu untuk mengatasi peristiwa hidup yang negatif dan menjadikan mereka semakin rentan terkena depresi. Hal ini sesuai dengan pandangan depresi dari sudut pandang interpersonal yang dikemukakan oleh Billings, Cronkite & Moos.62 Yang juga ditemukan pada kasus Ani. Ijah mengalami depresi dengan tingkatan Moderat (Sedang) karena pada diri Ijah ditemukan gejala utama dan juga gejala tambahan yang menjadi indikatornya. Perbedaannya adalah pada kasus Ijah, tidak muncul kecenderungan untuk bunuh diri. Adapun secara rinci gejala yang timbul pada Ijah ( Victim of Trafficking) adalah : 61
Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari, Social Worker (Pekerja Sosial, Manajer Kasus) CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Social Worker, 6 November 2007. 62 Billings, Cronkite & Moos, 1983. dalam Fausiah, Julianti Widury ; editor, Augustine Sukarlan Basri. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa -Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UIPress, 2005), h. 114.
Gejala Utama (Trias Depresi) a. Suasana perasaan murung b. Kehilangan minat terhadap aktifitas sehari hari c. Kehilangan energi / kelelahan kronis Dan beberapa gejala depresi lainnya (gejala tambahan), yaitu: d. Pesimis terhadap masa depan e. Perasaan tidak mampu f. Gangguan selera makan g. Gangguan tidur. Sedangkan pada kasus terakhir yaitu klien Ica pemicu depresinya sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Beck yang biasa disebut dengan teori triad negatif. Dalam kasus ini ditemukan bahwa Ica mengalami depresi yang disebabkan adanya triad negatif pada diri klien berupa gambaran pesimis tentang diri, dunia dan juga masa depan yang sangat jauh dan sulit untuk dijangkau. Sehingga triad negative inilah yang mempengaruhi penilaian individu tentang kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan. Depresi yang dialami Ijah ini hanya disebabkan oleh pengalaman trafficking yang dialaminya. Hal ini pun didapat dari hasil wawancara dengan Psikolog CTU IOM RS. POLRI Sukanto. Sedangkan Pekerja Sosial (Social Worker) yang menangani klien lebih mengamati pada aspek psikososial Ica. Beliau mengungkapkan bahwa: " Untuk kasus klien ini memang ia mengalami depresi dengan tingkatan ringan (Mild). Ica cukup kuat. Meski gejala depresinya terlihat beberapa seperti dia merasa gagal, mengecewakan orang tua dan suaminya. Ica memiliki Insight diri (pemahaman diri) yang baik dan itu berguna baginya untuk segera pulih dari depresi yang ia alami. Tapi perlu juga diketahui bahwa tidak semua VoT mengalami depresi ataupun gila, Hanya saja memang kemungkinan korban woman trafficking mengalami depresi cukup besar. Namun itu tadi
tetap tergantung dari proses, cara, maupun tujuan dari trafficking yang klien alami. Itu juga berkorelasi dengan support (dukungan) keluarga dan peristiwa lain yang telah ada sebelum seseorang menjadi korban woman trafficking, seperti pengalaman masa lalu yang menyakitkan atau menyedihkan." Ica mengalami depresi dengan tingkatan Mild (Ringan). Secara rinci gejala yang timbul pada Ica ( Victim of Trafficking) adalah ditemukannya gejala depresi utama yaitu perasaan murung. Adapun beberapa gejala depresi lainnya (gejala tambahan), yaitu: a. Pesimis terhadap masa depan b. Perasaan tidak mampu c. Gangguan selera makan dan juga gangguan tidur. Namun dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap klien ini selama beberapa hari. Gejala ini semakin berkurang. Ica pun terlihat mulai beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan barunya di CTU IOM RS. POLRI Sukanto. Ketiga kasus di atas memiliki persamaan dalam hal pemicu depresi pada diri mereka yaitu adanya pengalaman menyakitkan sebagai korban Trafficking. Namun, lika-liku pengalaman sebagai korban woman trafficking yang dialami ketiga klien itu sama sekali berbeda. Pada umumnya mereka mengalami bentuk eksploitasi yang sama yaitu mereka tidak mendapatkan upah dari hasil pekerjaannya. Tidak terpenuhinya hak untuk makan dan beristirahat, jam kerja yang tidak manusiawi, berbagai kekerasan yang dialami ketika bekerja, tidak mendapatkan pelayanan kesehatan meskipun sakit dari majikannya, adanya pemalsuan dokumen, tekanan psikologis dan juga pembatasan kebebasan bergeraknya. Adanya penipuan (tidak sesuai dengan kontrak kerja yang dijanjikan).
Pada umumnya gejala fisik dan juga psikis yang dialami oleh klien yang mengalami depresi sama. Hanya saja semakin tinggi derajat depresi seseorang, akan semakin membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dibandingkan dengan klien yang mengalami depresi dengan derajat / tingkatan ringan. Hal ini pun dipengaruhi dengan insight diri (pemahaman diri) yang baik dari klien. Pemicu depresi yang dipicu pengalaman menyakitkan / tidak menyenangkan yang tragis pada diri klien dapat memicu munculnya depresi berat pada diri klien. Sedangkan gejala sosial pada klien Ani dan Ijah hanya memiliki sedikit perbedaan. Dengan kata lain aspek bio, psiko, sosial dan spiritual klien pun turut mempengaruhi. Pada Ani klien mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan laki-laki. Karena perlu juga diketahui bahwa lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi yang pada umumnya negatif (mudah marah, tersinggung, menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah sakit). Pada awal keberadaannya di CTU IOM, Ani cenderung agresif dan beberapa kali kedapatan melakukuan percobaan bunuh diri. Ia pun sempat dirawat di ruang instalasi jiwa di RS. POLRI. Kemudian klien pun dikembalikan ke shelter CTU IOM. Pada Ijah dan Ica gejala sosial tidak banyak bermasalah, meski demikian masalah bukan hanya berbentuk konflik melainkan masalah lainnya juga seperti perasaan minder, malu, cemas jika klien berada di antara kelompok atau timbulnya perasaan tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal dengan oranglain. Ijah dan Ica cenderung lebih tenang dan keadaan mereka semakin pulih setelah mendapatkan pelayanan dari Counter Trafficking Unit International Organization for Migration (CTU IOM) RS. POLRI Sukanto.
Membahas mengenai depresi dan pemicu depresi pada korban perdagangan perempuan tentulah sangat menarik. Suatu kecenderungan yang muncul dari ketiga subyek penelitian adalah faktor lamanya perawatan di rumah sakit pun dapat menjadi faktor pemicu munculnya depresi pada korban trafficking ini. Selain dipicu pengalaman trafficking yang dialami, kegagalannya dalam bekerja, tidak bawa uang, kecemasan yang muncul menjelang kepulangan klien ke kampung halamannya. Hal ini semakin diperparah dengan kurangnya support (dukungan) dari keluarga dan juga lingkungan, sehingga menjadikan korban semakin rentan mengalami depresi. Ternyata faktor lamanya perawatan di rumah sakit inilah yang kadang terabaikan. Hal ini agaknya dapat dimaklumi, dikarenakan para penyedia layanan (team work) bagi korban perdagangan manusia ini (Victim of Trafficking) ini membutuhkan adanya assessment secara menyeluruh yang akan berguna sebagai pedoman pemberian intervensi yang tepat bagi klien. Team work ini juga yang akan
berkoordinasi
untuk
mengembalikan
keberfungsian
sosial
korban
perdagangan perempuan, terlebih khusus dalam hal ini bagi mereka yang mengalami depresi.
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan Hidup di tempat asing tanpa jaminan kesejahteraan, kehilangan rasa aman, terjebak dalam siklus kekerasan, adalah bagian dari tekanan kehidupan para korban trafiking. Kegagalan dalam beradaptasi terhadap tekanan kehidupan tersebut akan memicu munculnya berbagai bentuk gangguan kejiwaan. Korban perdagangan perempuan (woman trafficking) rawan mengalami masalah kesehatan jiwa. Masalah kesehatan jiwa yang sering muncul adalah depresi. Hal ini memerlukan penanganan dini untuk mengantisipasi efek “bahaya”. Kesulitan beradaptasi dengan lingkungan barunya, karena para pekerja migran (korban trafiking) memang tidak dipersiapkan dengan baik untuk melakoni kehidupan di negeri tujuan. Mereka sekedar obyek bisnis bagi para pelaku perdagangan manusia. Kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang nekat bunuh diri atau membunuh majikannya merupakan fenomena puncak gunung es dari kebutuhan kesehatan jiwa yang terabaikan. Diagnosis depresi ditegakkan apabila terdapat minimal 2 gejala utama disertai 2 gejala tambahan. Pada penanganan korban trafiking dengan gejala depresi, sangat penting untuk mengenali sedini mungkin risiko tindakan bunuh diri. Pemberian obat obat antidepresan disertai terapi kognitif perilaku dan mengupayakan lingkungan yang suportif bermanfaat untuk memulihkan korban dari kondisi depresi.
Pendekatan terapi terhadap korban perdagangan perempuan (woman trafficking) yang mengalami gangguan jiwa khususnya depresi bersifat komprehensif, holistik dan terpadu, yang melibatkan team work yang bekerja dan terkoordinasi secara baik dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Penanganan korban trafiking yang mengalami depresi dapat dilakukan dengan cara menyediakan lingkungan yang kondusif, psikoterapi yang tepat, pemberian psikofarmako (obat) yang sesuai dengan indikasi. Depresi dapat dipicu dari berbagai hal diantaranya karena adanya faktor pengalaman yang menyedihkan/ tidak menyenangkan selama hidup, seperti adanya pengalaman sebagai korban perdagangan manusia (Victim of Trafficking), perkosaan, KDRT. Selain itu depresi pun dapat dipicu adanya penyakit fisik yang diderita seseorang. Depresi yang dialami korban trafiking akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pulih jika dialami oleh klien yang sebelumnya telah memiliki sejarah depresi. Faktor lain yang memicu depresi pada korban “woman Trafficking” adalah faktor ekonomi, kepribadian yang lemah yang berkaitan dengan insight diri klien,
faktor
kurangnya support (dukungan)
dari
lingkungan/keluarga, faktor kuat tidaknya keimanan/spiritual klien pun dapat menjadikan seseorang rentan terkena depresi. Depresi yang berakibat pada rasa bahwa “hidup gelap dan sempit” adalah akibat ketidakmampuan orang-orang yang lemah imannya untuk menaati nilainilai akhlak yang diajarkan oleh agama. Ilmu kedokteran menyatakan bahwa jiwa yang tenang dan damai melindungi dari pengaruh penyakit ini. Al Qur’an menyatakan bahwa Allah akan memberikan “ketenangan” dalam diri orang-orang beriman.
Dalam firmannya Allah mengatakan bahwa kehidupan yang baik bukan berarti bahwa kehidupan itu selalu luput dari ujian dan cobaan. Seperti yang tertulis dalam al-Qur`an surah an Nahl/16: 9763
َ ِ َ: ْ َﻡ ًGَ4QَR ًََة, ُ!0َِْAُ0َ2َ ٌ ِْﻡPُ وَهَُ ﻡ.ًَُْ ﻡِ ْ ذَآٍَ أَوْ أAِ#َ ﺹN َُن2َ َْْ'َ ِ ﻡَ آَُا ی,َTِ ُُْْ أَﺝَْه/!0ََ*ْ"ِی0َ#َو " Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." Kata Hayâtan thoyyibatan / kehidupan yang baik itu bukan berarti bahwa kehidupan yang diliputi kemewahan dan luput dari ujian, melainkan kehidupan yang diliputi oleh rasa lega, kerelaan serta kesabaran dalam menerima cobaan dan rasa syukur atas nikmat Allah. Dengan demikian yang bersangkutan tidak merasakan takut yang mencekam ataupun kesedihan yang melampaui batas. Hal ini dikarenakan adanya kesadaran bahwa Allah telah menyediakan ganjaran dari semua perbuatan. Setelah berbagai ujian dan cobaan, Allah akan mengaruniakan perasaan tenang pada orang yang beriman. Dalam hal ini Allah berfirman dalam al-Qur`an surah Al-Fath/48: 464
Wَ ََِ"ْدَادُوا إِی ًَ ﻡ# َ ِ0ِْﻡPُ ْ#ُبِ ا2ُV Uِ َGَ0ِ-!'#!(ِي أَْ"َلَ ا#هَُ ا ً ِ-َ, ً ِ2َ: ُ!2#َرْضِ وَآَنَ اTْ#'! ََاتِ وَا#ُدُ ا0ُ!ِ ﺝ2ِ#َِْ و/َِ إِی " Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orangorang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping 63 M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 13, h. 178-180. 64 Sakinah itu adalah ketenangan di hati yang dirasakan setelah terjadi situasi yang mencekam / karena bahaya yang mengancam jiwa atau yang disebabkan oleh sesuatu yang mengeruhkan pikiran baik yang berasal dari masa kini maupun masa lalu. Allah menurunkan sakinah (ketenangan) atas mereka sehingga mereka tidak merasa putus asa dan tidak juga bersedih hati karena ditimpa kehilangan/kekurangan.
keimanan mereka (yang telah ada) dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." Hal menarik yang ditemukan dari penelitian ini adalah faktor lamanya perawatan seseorang di rumah sakit pun dapat memicu seseorang mengalami depresi. Karena hal ini dipengaruhi oleh sikap tenaga rumah sakit (penyedia layanan) dan lain sebagainya. Ternyata faktor lamanya perawatan di rumah sakit inilah yang kadang terabaikan. Hal ini agaknya dapat dimaklumi, dikarenakan para penyedia layanan (team work) bagi korban perdagangan manusia ini (Victim of Trafficking) ini perlu melakukan assessment secara menyeluruh yang akan berguna sebagai pedoman pemberian intervensi yang tepat bagi klien. Team work ini juga yang akan berkoordinasi untuk mengembalikan keberfungsian sosial korban perdagangan perempuan, terlebih khusus dalam hal ini bagi mereka yang mengalami depresi.
Ketiga kasus di atas memiliki
persamaan dalam hal pemicu depresi pada diri mereka yaitu adanya pengalaman menyakitkan sebagai korban perdagangan perempuan (Woman Trafficking). Namun, lika-liku pengalaman trafficking yang dialami ketiga klien itu sama sekali berbeda. Pada umumnya mereka mengalami bentuk eksploitasi yang sama yaitu mereka tidak mendapatkan upah dari hasil pekerjaannya. Tidak terpenuhinya hak untuk makan dan beristirahat, jam kerja yang tidak manusiawi, berbagai kekerasan yang dialami ketika bekerja, tidak mendapatkan pelayanan kesehatan meskipun sakit dari majikannya, adanya pemalsuan dokumen, tekanan psikologis dan juga pembatasan kebebasan bergerak. Adanya penipuan (tidak sesuai dengan kontrak kerja yang dijanjikan).
Pada umumnya gejala fisik dan juga psikis yang dialami oleh klien yang mengalami depresi sama. Hanya saja semakin tinggi derajat depresi seseorang, akan semakin membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dibandingkan dengan klien yang mengalami depresi dengan derajat / tingkatan ringan. Hal ini pun dipengaruhi dengan insight diri (pemahaman diri) dari klien. Pemicu depresi yang dipicu pengalaman menyakitkan/tidak menyenangkan yang tragis pada diri klien dapat memicu munculnya depresi berat pada diri klien. Sedangkan gejala sosial pada klien Ani dan Ijah hanya memiliki sedikit perbedaan. Dengan kata lain aspek bio, psiko, sosial dan spiritual klien pun turut mempengaruhi.Pada
awal
keberadaannya
di
Counter
Trafficking
Unit
International Organization for Migration (CTU IOM), Ani cenderung agresif dan beberapa kali kedapatan melakukan percobaan bunuh diri. Ia pun sempat dirawat di ruang instalasi jiwa di RS. POLRI. Kemudian klien pun dikembalikan ke shelter CTU IOM. Pada Ijah dan Ica gejala sosial tidak banyak bermasalah, meski demikian masalah bukan hanya berbentuk konflik melainkan masalah lainnya juga seperti perasaan minder, malu, cemas jika klien berada di antara kelompok atau timbulnya perasaan tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal dengan oranglain. Ijah dan Ica cenderung lebih tenang dan keadaan mereka semakin pulih setelah mendapatkan pelayanan dari CTU IOM RS. POLRI Sukanto ini.
B. Saran 1. Ditujukan untuk penelitian selanjutnya : a. Terkait dengan penelitian ini, peneliti melibatkan 3 obyek penelitian, dimana semua obyek memiliki pengalaman yang berbeda (unik). Dinamika pada masing-masing kasus subjek ini belum tentu sama dengan peristiwa yang dialami oleh mayoritas korban woman trafficking (perdagangan perempuan). Masih terbuka bagi Peneliti lain yang bermaksud menggali informasi yang lebih menyeluruh terutama mengenai aspek fisik, psikis maupun sosial korban. Untuk penelitian korban trafficking berikutnya, akan lebih baik jika memberi fokus yang besar pada kondisi klien ketika berada di PJTKI (agen tenaga kerja), kondisi klien ketika berada di majikan (lingkungan kerja), saat di Kedutaan (aspek bio, psiko, sosial, spiritual). Semua parameter diatas akan menjadi informasi penting tentang berbagai faktor pemicu depresi bagi korban. b. Penelitian lanjutan (advanced) dapat bertujuan menemukan dengan akurat ukuran depresi pada saat klien berada di KBRI, penampungan, transit, pulang, dan pada saat klien kontrol, agar kemungkinan terjadinya depresi dapat terdeteksi lebih baik. c. Pengadaan program reintegrasi klien sesuai dengan minat dan keahliannya seperti bantuan membuka warung, beternak, bertani, dan lain sebagainya agar lebih diperbanyak. Hal ini untuk memulihkan efek depresi yang timbul akibat pengalaman trafiking masa lalu sehingga membangkitkan kembali kepercayaan diri klien.
2. Ditujukan untuk CTU IOM
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, penulis menyarankan beberapa hal yang diharapkan memotivasi CTU IOM dalam memberikan layanan yang terbaik kepada klien. Saran-saran tersebut antara lain: a. Korban Perdagangan Perempuan (Women Trafficking) yang dirawat perlu menjalani screening depresi lebih dini. Diperlukan instrumen screening depresi secara menyeluruh yang dapat diaplikasikan sejak di KBRI, shelter hingga klien dipulangkan ke kampung halamannya. Hal ini berguna untuk memonitor perkembangan klien dari waktu ke waktu. b. Manager kasus perlu menambah frekuensi konseling terhadap klien, sehingga masalah, kebutuhan dan potensi yang dimiliki klien dan keluarganya dapat tergali. NGO lokal juga perlu menggali potensi dan sumber yang ada pada keluarga klien, dengan cara kunjungan ke rumah dan mewawancari keluarga. Apabila mungkin, memberikan intervensi terhadap keluarga klien, baik dengan konseling, diskusi dapat membantu jalannya proses reintegrasi dengan lancar, juga bantuan keuangan atau bekal pengetahuan usaha yang dapat menghidupi klien dan keluarganya sehingga resiko klien ter-trafik kembali menjadi lebih kecil. c. Manajer Kasus bersama dengan pekerja profesional lainnya perlu mengadakan case conference secara rutin dan koordinasi terstruktur lainnya, sehingga dapat memudahkan dalam melakukan pembahasan kasus, mengefektifkan pelayanan, dan meminimalisir informasi yang hilang dari pihak-pihak yang berhubungan dengan pemberian pelayanan klien.
d. Counter Trafficking Unit IOM RS. POLRI Sukanto hendaknya menambahkan program pemanfaatan waktu luang yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas diri klien selama dalam masa pemulihan, agar klien tidak merasa jenuh, cemas dan gelisah dalam menunggu hari-hari kepulangannya ke kampung halaman, juga dapat meringankan efek depresi yang dialami. Melalui kegiatan tersebut, diharapkan klien dapat memandang masalahnya dengan lebih positif sehingga meningkatkan insight diri lebih baik. e. IOM dan Pekerja Sosial NGO lokal melakukan evaluasi terhadap pelayanan yang sudah diberikan dalam rangka memperbaiki kekurangan dalam pelayanan yang ada. f. CTU IOM RS. POLRI Sukanto seyogyanya melakukan kerjasama dengan lebih banyak lembaga pemerintah, swasta maupun internasional sehingga jumlah korban trafficking yang dapat dibantu lebih banyak lagi, khususnya dalam hal program reintegrasi bagi klien. g. Pasien dengan masalah psikososial yang serius (kompleks) sangat penting untuk dievaluasi segera, dirawat sesingkat mungkin dan segera dibantu untuk membuat perencanaan hidup yang lebih baik sehingga resiko tertrafik kembali (menjadi korban perdagangan perempuan) dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
Aldwin,
Social
support
and
Health,
http://hcd.ucdavis.edu/faculty/
adlwin/support.pdf (1 Juni 2004), dalam Suzy Yusna Dewi, dkk, Faktor Risiko Yang Berperan Terhadap Terjadinya Depresi Pada Pasien Geriatri Yang Dirawat di RS.DR Cipto Mangunkusumo, Cermin Dunia Kedokteran http://www.kalbe.co.id/cdk (21 Desember 2007) Banister dkk, Qualitative Methods In Psychology, A Research Guide, (Buckingham: Open University Press, 1994) dalam E.K Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Depok: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006) Bezpalcha, R, Helping Survivors of Human Trafficking (Ukraina: Winrock International, 2003), dalam IOM - International Organization for Migration Budapest, Pedoman Pelatihan Aspek-Aspek Kesehatan Mental Dalam Trafiking Manusia (Budapest: IOM Publisher, 2004) Billings, Cronkite & Moos, dalam Fausiah, Julianti Widury, Ed Augustine Sukarlan Basri. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa -Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2005) Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001) CARAM Indonesia, Indonesian Migrant Domestic Workers: Their Vulnerabilities And New Initiatives For The Protection Of Their Rights (Indonesian Country Report to the UN Special Report on the Human Rights of Migrants, (Jakarta: Ford Foundation: 2003) CTU IOM Jakarta, Data Statistik: Psychological Assessments among Victims of Trafficking, June 2005 - April 2007, (Jakarta: IOM, 2007) Cumming JL. Depression and Parkinson’s disease : A Review (tp: tt, 1992) Davidson & Neale, Abnormal Psychology. 8th Ed, (New York: John Wiley& Sons, 2001)
Dharmono, Suryo, Presentasi Aspek Psikiatrik Pada Korban Trafiking, (Jakarta: Pusat Kajian Bencana & Tindak Kekerasan, Departemen Psikiatri FKUI / RSCM, 2005) Dirjen Pelayanan Medik, DEPKES RI, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III, Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1993) GENPROM, Preventing Discrimination, Exploitation and Abuse of Women Migrant Workers: An Information Guide, Booklet 6, Trafficking of Women and Girls, (Geneva: ILO, 2002) Friedlander, Walter A & Apte Robert Z, Introduction to Social Welfare, 5th Ed, (New York: Prentice Hall Inc, tt) Gushulak, B & McPherson, D, Counter-Trafficking Handbook, (Jakarta: Penerbitan Pers, 2000) Harian Nasional, The Jakarta Post,13 Desember 2002. Haspels, Nelien & Busakorn Suriyasarn,
Meningkatkan Kesetaraan Gender
dalam Aksi Penanggulangan Pekerja Anak serta Perdagangan Perempuan dan Anak (Panduan Praktis bagi Organisasi). (Tanpa Tempat: Organisasi Perburuhan Internasional, Program Internasional Penghapusan Pekerja Anak , Kantor Subregional untuk Asia Timur: tt) International Organization of Migration, The IOM Handbook On Direct Assistance for Victim of Trafficking/ Buku Pedoman IOM Dalam Hal Bantuan Langsung Untuk Korban Perdagangan Manusia, (Italia: IOM dan Ministero Degli Affari Esteri, 2007) International Organization of Migration, IOM Counter-Trafficking Handbook, (Jakarta: tp, 2006) International Organization for Migration Budapest, Pedoman Pelatihan AspekAspek Kesehatan Mental Dalam Trafiking Manusia, (Budapest: IOM, 2004) IOM Council, Document MC/INF 270, 11 November 2003 IOM, Release of 2002 Trafficking in Persons Report Washington, (Washington: tp, 2002) Kaplan, dkk, Kaplan& Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences Clinical Psychiatry, 7thEd. (Baltimore: William& Wilkins, 1994) dalam
Fausiah & Julianti Widury & Augustine Sukarlan Basri, Ed, Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia, 2005) Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Penghapusan Perdagangan Orang (Trafficking in Persons) di Indonesia, (Jakarta: Kementrian Kesra, 2005) Konvensi Palermo, Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Person, Especially Women and Children (Trafficking Protocol), supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (New York: UN Publisher, 2003) Kusumanto, R & Yul Iskandar, Depresi: Suatu problema Diagnosa dan Terapi Pada Praktek Umum, (Jakarta: Yayasan Dharma Graha, 1981) Marshall & Rossman, Designing Qualitative Research, (London: Sage Publication, 1995) dalam Nani Grace, Penelitian Kuantitatif dan Penelitian Kualitatif ;Perbedaan serta Perpaduannya, (USA: Google Journal, 1999) Maslim R, . Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III, (Jakarta: PT Nuli Jaya, 2001) Misra & Rosenberg, Bentuk-Bentuk Pedagangan Manusia di Indonesia, 2003. dalam Rosenberg, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia. (Jakarta: American Centre for International Labor Solidarity (ACILS), 2003) Moleong, Lexy, J, DR, M.A, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosda Karya, 1998) Motes, Nenette, Training of Trainers Medical and Psychosocial Management of Trafficked Persons For the IOM Counter-Trafficking Unit Recovery Team Integrated Health Management of Trafficked Persons, (Jakarta: IOM, 2005) Narbuko, Cholid & Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2001) Parker, Kalucy & Megan. Depression Co Morbid with Physical Illness, (Australia: Lippincott Williams & Wilkins Inc, 1999)
Patton, M.Q. Qualitative Evaluation and Research Methods, 1990, dalam E. Kristi Poerwandari,
Pendekatan
Kualitatif
Dalam
Penelitian
Psikologi,
(Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3): 1998) Poerwandari, E.Kristi,
Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi
(Jakarta: tp, 2006) Rice, Philip S, Stress and Health. (California: Cole Publishing Company, 1999) Rukminto Adi, Isbandi, Drs, MPH, Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial: Dasar-dasar Pemikiran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994) Sarantakos, Social Research, (Melbourne: MacMillan Education Australia Pty Ltd, 1993) dalam E.K. Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Depok: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006) Suharto, Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005) Tarigan, Citra Julita , Perbedaan Depresi Pada Pasien Dispepsia Fungsional dan Dispepsia Organik, (Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2003). Taylor, S.J., Bogdan. R. Introduction Qualitative Research Methods (3rd ed): A Guidebook and Resource. (New York : John Wiley & Sons. 1998) United Nation Organization, Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Person, Especially Women and Children (Trafficking Protocol), supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime, 2000 UNICEF, Trafficking in Human Beings in Southeastern Europe, (Geneva: tp, 2002) Usman, Husaini, DR,
M.Pd,
Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2003) Vredenbergt, J,
Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT
Gramedia, 1978)
Wayne, Johnson, The Social Services An Introduction: Fourth Edition ( tp: Peacock Publishers, 1995) Westermeyer, J, dkk, Migration and Mental Health Among Hmong Refugees: Association of Pre And Post Migration Factors With Self Rating Scale: (Journal of Nervous and Mental Disease, 1983), 171, 92-96 Dalam Adi Fahrudin, PhD, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial: Konsepsi dan Strategi, Bab Kesehatan Mental Imigran, (Jakarta: Penerbit: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI, 1983) Zimmerman, C Watts, IOM Counter-Trafficking Handbook, Bab 4: Kesehatan , (Jakarta: Penerbitan Pers: 2003) http://www.e-psikologi.com/masalah/depresi-1.htm. (19 September 2007) http://anak.i2.co.id/beritabaru/berita.asp?id=193, (Maret 2007, jam 10.00 WIB) http://www.duniatki.com/index.php?fuseaction=home.baca&id=40,
Korban
Traficking Meningkat, Umumnya Mengalami Trauma Mendalam , (9 Desember 2006 - 17:32:46) www.protection-project.org, (20 September 2007)