Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Distribusi Total Organic Carbon (TOC) Pada Data Seismik Studi Kasus: Formasi Warukin – Cekungan Barito Syafriyono1, Nanda Natasia2, dan Febriwan Mohamad3 Teknik Geologi Unpad, Jl. Raya Bandung – Sumedang KM 21, Jatinangor 45363 Email :
[email protected]
Abstrak Batuan induk yang mengandung hidrokarbon ditentukan oleh keberadaan Total Organic Carbon (TOC) pada batuan tersebut. TOC biasanya banyak terdapat pada shale sebagai batuan induk atau tempat terbentuknya hidrokarbon. Lokasi penelitian berada di Cekungan Barito, difokuskan pada Formasi Warukin yang didominasi oleh shale, lapisan tipis batupasir kuarsa dan batubara yang tidak saling berhubungan. Penelitian ini bersifat eksperimental yang menghubungkan data seismik dengan TOC. Data seismik yang digunakan adalah hasil dari inversi seismik dalam domain time, sedangkan data TOC diprediksi menggunakan wireline log yaitu sonic dan resistivitas. Namun, tantangan dalam penelitian ini adalah minimnya data TOC yang terdapat pada daerah penelitian. Untuk melengkapi kekurangan data TOC, maka dilakukan pendekatan menggunakan data log sumur untuk menghasilkan nilai . Hasil perhitugan digunakan untuk memprediksi nilai TOC pada sumur penelitian yang nantinya akan didistribusikan pada data seismik menggunakan metode multiatribut. Metode multiatribut merupakan salah satu metode statistik menggunakan banyak atribut seismik untuk memprediksi properti fisik batuan. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai LOM 11 yang berarti interval penelitian pada Formasi Warukin menunjukkan batuan induk yang sudah matang. Sedangkan prediksi nilai TOC empat sumur penelitian berkisar antara 1.8 – 4.4 wt%. Setelah nilai TOC sumur diperoleh, maka dapat didistribusikan pada data seismik untuk memprediksi nilai TOC disekitar sumur. Hasil distribusi TOC pada data seismik menggunakan metode multiatribut menunjukkan korelasi cukup baik yaitu 0.97. Jadi, metode ini dapat digunakan untuk memprediksi nilai TOC yang berada di sekitar sumur penelitian. Kata Kunci: TOC,
, Multiatribut Seismik.
Pendahuluan Hidrokarbon terbentuk pada batuan induk yang memiliki kandungan organik. Besarnya kandungan organik pada batuan induk biasanya tercermin dalam nilai Total Organic Carbon (TOC). Untuk mengetahui nilai Total Organic Carbon (TOC) pada batuan induk dilakukan dengan uji
laboratorium menggunakan sampel batuan inti (sampel core). Namun, pada penelitian ini dihadapkan pada data yang tidak memiliki sampel batuan inti untuk dilakukan uji laboratorium. Dengan keterbatasan data yang dimiliki pada daerah penelitian, diupayakan untuk memaksimalkan data sumur yang ada dan data seismik yang nantinya digunakan
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
dalam mendistribusikan nilai Total Organic Carbon (TOC) di sekitar daerah penelitian. Sehingga, hasil penelitian ini diharapkan dapat memprediksi nilai Total Organic Carbon (TOC) yang berada disekitar sumur menggunakan data seismik. Kondisi Geologi Cekungan Barito termasuk dalam Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, tepatnya berada di sebelah Tenggara Pulau Kalimantan. Cekungan ini menempati tepi Timur – Tenggara Schwaner Core dan di pisahkan dari Cekungan Kutai di bagian Utara oleh Sesar Adang (Gambar 1). Sementara di sebelah Timur terdapat Tinggian Meratus yang berperan memisahkan Cekungan Barito dengan Cekungan Asem-Asem. Konfigurasi cekungan ini disusun oleh fore-deep di Timur dan paparan di Barat, terbentuk dari tabrakan keping Paternoster dengan Sunda Shield Baratdaya pada kala Kapur Akhir.
bekerja regim tektonik transtensional berupa sesar mendatar dekstral yang menghasilkan rifting berarah Baratlaut – Tenggara. Rift yang terbentuk merupakan hasil splay dari Sesar Adang – Lupar yang bergerak dengan mekanisme sasar mendatar dekstral serta pengaruh splay oblique collision di Timur Meratus. Pada rift ini diendapkan kipas alluvium hingga sedimen danau Formasi Tanjung bagian bawah. Sebuah siklus transgresi dimulai pada kala Eosen Awal menyebabkan perubahan fasies sedimen ke fluvio–deltaic dari Formasi Tanjung bagian tengah. Transgresi ini terus berlanjut hingga kala Eosen Akhir pada saat sedimen serpih laut dari Formasi Tanjung bagian atas diendapkan. Fase berikutnya adalah fase tenang (sag basin), pada saat itu berkembang karbonat paparan di bagian barat dan berubah menjadi karbonat klastik pada bagian timur cekungan. Endapan batugamping inilah yang disebut sebagai Formasi Berai yang berumur Oligosen Akhir. Regresi masih berlanjut hingga kala Miosen Awal saat terendapkan endapan deltaic Formasi Warukin. Metodologi Perhitungan TOC pada tiap sumur menggunakan data log Gamma ray, resistivitas dan sonic dengan menggunakan pendekatan nilai ∆ (Passey, 1990) yaitu sebuah kurva yang menunjukkan separasi pengukuran nilai resistivitas dan sonic. ∆ dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut: ∆
Gambar 1. Geologi Regional Pulau Kalimantan (Hall dan Nichols, 2012)
Pembentukan Cekungan Barito diawali oleh rifting pada Paleogen, saat itu
=
− ∆
)
+ 0.02
(∆
dimana: = nilai pengukuran resistivitas (ohmm) ∆ = nilai pengukuran log sonic (us/ft)
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
= nilai resistivitas pada baseline interval ∆ = nilai sonic pada baseline interval Baseline interval merupakan zona dengan litologi berbutir halus namun tidak berpotensi sebagai batuan induk dimana nilai resistivitas dan sonic nya tidak memiliki separasi (Gambar 2). Selanjutnya nilai dari ∆ dapat di transformasi secara linear jika tingkat kematangan (LOM) dapat ditentukan. Hal ini dikarenakan TOC merupakan fungsi dari ∆ dan LOM (Hood dkk, 1975). Nilai LOM ditentukan berdasarkan kurva plot silang antara nilai ∆ dan nilai TOC dari sampel batuan inti (Gambar 3). Perlu diperhatikan bahwa penentuan nilai LOM ini harus dilakukan dengan baik dan tepat karena sangat berpengaruh terhadap perhitungan nilai TOC. Persamaan empiris untuk menghitung nilai TOC berdasarkan ∆ dan LOM, yaitu: = (∆
) 10(
.
.
)
dimana: TOC = Total Organic Carbon (wt %) LOM = Tingkat kematangan Hubungan TOC dengan data seismik dapat dilihat pada plot silang antara Akustik Impedansi (AI) dengan TOC. Menurut Sondergeld dkk (2010), densitas dari kerogen bernilai sangat rendah pada batuan induk minyak dan gas yang sudah matang dan memiliki porositas kerogen internal sebesar 50%. Sehingga, kandungan organik dapat dikatakan mempengaruhi respon dari gelombang seismik yang dideskripsikan melalui Akustik Impedansi (produk dari compressional velocity dan densitas): compressional velocity (Vp), shear velocity (Vs), densitas bulk, anisotropi dan atenuasi (Loseth, 2011).
Merujuk pada paper Loseth (2011) yang mengidentifikasi batuan induk menggunakan data seismik dengan menganalisis pengaruh kandungan organik pada properti batuan, maka pada penelitian ini dilakukan distribusi TOC pada data seismik 2D menggunakan metode multiatribut. Metode multiatribut merupakan salah satu metode statistik menggunakan lebih dari satu atribut untuk memprediksi beberapa properti fisik dari bumi. Analisis dari metode ini yaitu mencari hubungan antara log dengan data seismik pada lokasi sumur dan hubungan tersebut nantinya digunakan untuk memprediksi atau mengestimasi properti log yang jauh dari sumur. Statistik dalam karakteristik batuan digunakan untuk mengestimasi dan mensimulasikan hubungan spasial variabel pada nilai yang diinginkan pada lokasi yang tidak mempunyai data sampel terukur. Hal ini didasarkan pada kenyataan yang sering terjadi di alam bahwa pengukuran suatu variabel di suatu area akan yang berdekatan adalah sam. Kesamaan antara dua pengukuran tersebut akan menurun seiring dengan bertambahnya jarak pengukuran. Schultz et al (1994) mengidentifikasi tiga sub-kategori utama pada teknik analisis multiatribut geostatistik, yaitu: 1. Perluasan dari co-kriging untuk melibatkan lebih dari satu atribut sekunder untuk memprediksi parameter utama. 2. Metode yang menggunakan matriks kovariansi untuk memprediksi suatu parameter dari atribut input yang telah diberi bobot secara linear. 3. Metode yang menggunakan Artificial Neural Networks (ANNs) atau teknik optimisasi non-linear untuk mengkombinasikan atribut-atribut menjadi perkiraan dari parameter yang diinginkan.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Analisis multiatribut pada penelitian ini menggunakan kategori yang kedua. Prosesnya melibatkan pembuatan dari volume pseudo log yang nantinya akan digunakan untuk memetakan penyebaran shale dan TOC. Pada kasus yang umum, kita mencari sebuah fungsi yang akan mengkonversi m atribut yang berbeda ke dalam properti yang diinginkan, dan dapat ditulis sebagai berikut: ( , , ) = [ ( , , ), … . , ( , , )] dimana: = properti log sebagai fungsi dari koordinat x,y,z. = fungsi yang menyatakan hubungan antara atribut seismik dan properti log. = atribut m, dimana i = 1, …., m. Untuk kasus yang paling sederhana, hubungan antara log properti dan atribut seismik dapat ditunjukkan oleh persamaan jumlah pembobotan linear, yaitu: = + +⋯+ dimana: = nilai bobot dari m + 1, dimana i = 0,..., m Adapun kerangka pengerjaan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil dan Interpretasi Pada penelitian ini, perhitungan nilai TOC dilakukan pada empat sumur yaitu YNF-013, YNF-014, YNF-016 dan YNF-017. Fokus dari penelitian ini berada pada interval F Formasi Warukin. Berdasarkan pengamatan pada sumur YNF-017, baseline interval berada pada kedalaman 490 – 492 m ditunjukkan oleh berimpitnya nilai resistivitas dan sonic yang mengindiikasikan bahwa zona tersebut merupakan zona dengan litologi berbutir halus namun tidak berpotensi sebagai batuan induk (Gambar 5). Kemudian berdasarkan perhitungan nilai ∆ didapat nilai maksimum sebesar
1.605. Mengingat tidak adanya data batuan inti pada lokasi penelitian, sehingga nilai LOM diperoleh dari plot silang antara nilai ∆ tersebut dengan TOC yang di peroleh dari peneliti terdahulu (Rotinsulu dkk, 1993) sebesar (TOC: 1.3 – 4.2 wt %). Hasil plot silang menunjukkan nilai LOM pada interval ini sebesar 11 yang berarti bahwa interval penelitian berada pada kondisi matang. Setelah nilai LOM didefinisikan dengan baik, maka selanjutnya dapat dilakukan perhitungan nilai TOC. Dari perhitungan nilai TOC pada empat sumur, interval penelitian memiliki nilai TOC yang berkisar antara 1.8 – 4.4 wt% (Gambar 6). Untuk melihat korelasi antara seismik (dideskripsikan melalui Akustik Impedansi) dengan TOC maka dilakukan plot silang. Hasilnya menunjukkan bahwa hubungan Akustik Impedansi dan TOC yaitu nonlinear dimana bertambahnya nilai TOC menghasilkan nilai Akustik Impedansi semakin mengecil dan sebaliknya (Gambar 7). Nilai TOC yang dihasilkan pada setiap sumur, didistribusikan ke dalam seismik 2D menggunakan multiatribut seismik. Untuk menentukan atribut mana saja yang akan digunakan dalam prediksi log, dilakukan training terhadap log target dengan beberapa atribut seismik. Proses training ini diperoleh kelompok atribut seismik terbaik yang akan digunakan untuk memprediksi log TOC. Hasil prediksi log TOC dari multiatribut yang diaplikasikan pada data seismik di sekitar lokasi sumur, menunjukkan nilai korelasi sebesar 0.97 yang dapat dilihat pada Gambar 8. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hasil prediksi TOC dengan menggunakan lima atribut cukup baik. Dengan demikian, nilai prediksi log TOC tersebut dapat didistribusikan pada data
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
seismik yang terlihat pada Gambar 9. Hasil tersebut didukung juga oleh inversi seismik dan atribut Vsh yang menunjukkan bahwa sebaran TOC yang tinggi terdapat pada zona shale. Sedangkan pada zona hidrokarbon memiliki nilai TOC yang sangat kecil dan bahkan bernilai 0. Kesimpulan Hasil dari penelitian ini menunjukkan interval F pada Formasi Warukin memiliki nilai LOM 11, berarti interval penelitian berada dalam kondisi matang. Setelah nilai LOM didefinisikan dengan baik maka perhitungan TOC dapat dilakukan. Dari perhitugan nilai TOC pada empat sumur, interval penelitian memiliki nilai TOC yang berkisar antara 1.8 – 4.4 wt%. Untuk mengetahui sebaran nilai TOC yang berada disekitar sumur maka peran dari metode multiatribut menunjukkan korelasi yang cukup baik yaitu sebesar 0.97. Ini berarti bahwa metode multiatribut dapat digunakan untuk memprediksi sebaran nilai TOC pada data seismik yang berada disekitar sumur penelitian.
Passey, Q. R., Creaney, S., Kulla, J. B., Moretti, F.J., and Stroud, J. D., 1990, A Practical Model for Organic Richness from Porosity and Resistivity Logs: The American Association of Petroleum Geologists Bulletin. V. 74. No. 12, P. 1777-1794. 19 Figs., 7 Table. Rotinsulu, L. F., Sardjono, S., Heriyanto, N., 1993, The Hydrocarbon Generation and Trapping Mechanism Within The Northern Part of Barito Basin, South Kalimantan: Proceeding Indonesian Petroleum Association, IPA93-1.3059. Schultz, P. S., Ronen, S., Hattori, M., and Corbett, C., 1994, Seismic Guided Estimation of Log Properties, The Leading Edge, Vol. 13, p. 305-315. Sondergeld, C. H., Ambrose, R. J., Rai, C. S., and Moncrieff, J., 2010, Microstructural studies of gas shales: Society of Petroleum Engineers Unconventional Gas Conference, Pittsburgh, Pennsylvania, February 23-25, paper 131771-MS, 17 p., doi:10.2118/131771-MS.
Daftar Pustaka Loseth, H., Wensaas, L., Gading, M., Kenneth, D., and Springer, M., 2011, Can hydrocarbon source rocks be identified on seismic data?Geological Society of America. Hall, R., Nichols, G., Morley, R., 2012, A new depositional and provenance model for the Tanjung Formation, Barito Basin, SE Kalimantan, Indonesia, Journal of Asian Earth Sciences 56 (2012) 77-104. Hood, A., Gutjahr, C. C. M., and Heacock, R. L., 1975, Organic metamorphism and the generation of petroleum: AAPG Bulletin, v. 59. P. 986-996. “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 2. Overlay sonic/resistivitas menunjukkan separasi ∆ pada interval yang kaya dengan organic. Sonic dan resisvitas yang berimpit dijadikan sebagai Baseling interval (Passey, 1990).
Gambar 3. Penentuan tingkat kematangan (LOM) dari krosplot ∆
dan TOC (Passey, 1990)
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 4. Langkah kerja penelitian.
Gambar 5. Hasil analisis ∆
dan TOC dari log sonic dan resistivitas.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 6. Histogram TOC dari empat sumur penelitian.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 7. Plot silang yang menunjukkan hubungan antara Akustik Impedansi (AI) dan TOC pada salah satu sumur penelitian.
Gambar 8. Korelasi silang antara predicted TOC dan actual TOC.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 9. Hasil distribusi TOC pada salah satu penampang seismik 2D.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”