Diskursus Pasar Modal Syari’ah Nofrianto Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Abstrak: Islamic capital market has become one of the pillars for the development of world economy. However, its existence is still contested by many among scholars of Islamic economics. Occurence discourses about the extent to which stock trading practices in the capital market in accordance with the ethical Shariah. There are suspicions about some of quarters that the theory and practice of trading shares in the capital markets are still duplication of the mechanism of conventional stock. This occurs because the strength of hegemony and dominance of the conventional economic system, in this case the conventional capital market. Keywords: pasar modal syari’ah, saham, diskursus
I. Pendahuluan Perkembangan pemikiran dan gagasan mengenai konsep ekonomi syari’ah di dunia Islam kontemporer dalam aplikasinya telah diwu judkan lewat operasional lembaga perbankan keuangan syari’ah. Akselerasi dan akumulasi gagasan mengenai konsep ekonomi syari’ah dalam lingkup dunia internasional sejak dasawarsa 70-an, ditandai antara lain dengan lahirnya International Development Bank (IDB) pada tahun 1975. Sejak itu pula, perkembangan kebutuhan akan lembaga perbankan Islami semakin menguat, terutama ketika pertama kali diselenggarakan konferensi internasional tentang ekonomi Islam di Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
303
Nofrianto
Mekah pada tahun 1976.1 Saat ini industri keuangan syari’ah (Islamic economic and finance) tidak bisa lagi dikesampingkan dalam percaturan ekonomi global, pertumbuhan dan perkembangannya2 sudah melejit bagaikan bola meteor yang tidak hanya berlangsung di negara Muslim tapi juga merambah ke negara yang mayoritas non Muslim.3 Istilah ekonomi dan keuangan syari’ah sudah menjadi industri yang mapan dan kuat (robust industry). Namun demikian, dalam kenyatannya ekonomi dan keuangan syari’ah dalam tataran teori dan praktek masih sering mendapat kritikan dari sebagian kalangan, baik yang pro maupun yang kontra terhadap penerapan ekonomi dan keuangan Islam tersebut, bahkan menggugat eksistensi dari sistem ekonomi Non-Ribawi, termasuk dalam hal ini saham syari’ah yang sering mendapat kritikan dari berbagai kalangan, bik menyangkut eksistensi saham itu sendiri maupun mekanisme tradingnya.
II. Diskursus Investasi Keuangan Syari’ah Global Sangat menarik penelitian yang dilakukan oleh Seif El-Din I Taj dalam Towards an Islamic Model of Stock Market yang menjelaskan bahwa sebenarnya masih terdapat unsur gharar dan jahalah dalam transaksi stock Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), 1-2. 2 Kajian mengenai perkembangan pemikiran ekonomi syariah dan lembaga keuangan syariah di Dunia Islam kontemporer dapat dilihat dalam Kurshid Ahmad, Studies in Islamic Economic (United Kingdom: The Islamic Fondations, 1981), 23. Munawar Iqbal, “Introduction” dalam Islamic Banking and Finance: Current Developments in Theory and Practice (The Islamic Foundation, Markfield Conference Centre, Ratby Lane, Markfield, Lecester, United Kingdom, 2001); Mei Phang LEE dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking and Finance Law (Petaling Jaya Selangor: Pearson Malaysia SDN, 2007), 17. Rodney Wilson, “Islamic Development Finance in Malaysia”, dalam Saad Al-Harran, (ed.), Leading Issues in Islamic Banking and Finance (Kuala Lumpur: Pelanduk Publications, 1995), 12. Rodney Wilson, Bisnis Islam Teori dan Praktik (Jakarta: PT Intermasa, t.th.); dan M. Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, (Ciputat: Kholam Publishing, 2008).16. 3 Saw Swee Hock, Introduction to Islamic Finance (Singapore: Saw Centre for Financial Studies, 2008), 1. 4 Seif El-Din I Taj El-D, Towards an Islamic Model of Stock Marke, J.KAU: 1
304
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Diskursus Pasar Modal Syari’ah
market (baik syari’ah) apalagi pasar modal konvensional. Karenanya diperlukan regulasi dan aturan yang bisa meminimalisir unsur gharar dan jahalah tersebut, karena bagaimanapun juga akan sangat sulit menghilangkan secara keseluruhan unsur gharar dan jahalah dalam transaksi saham.4 Zamir Iqbal yang beranggapaan bahwa meskipun ada unsur gharar transaksi saham di pasar modal,tapi itu dapat diterima karena menurit Iqbal semua transaksi itu didasarkan kepada analisis fundamental variable-variabel ekonomi dan merupakan subjek level ketidakpastian yang dapat diterima, bukan spekulasi murni.5 Banyak kalangan yang menganggap eksistensi lembaga keuangan syari’ah tidak lain adalah kepanjangan tangan dari sistem kapitalis atau bahkan lebih kapitalis dari bank konvensional. Dengan kata lain lembaga keuangan syari’ah (Bank Syari’ah) adalah Kapitalis berjilbab yang hanya memakai kedok agama Islam untuk menutupi kebusukannya. Kritikan pedas seperti di atas sering terlontar terutama dari kalangan Islam Liberal. Selain datang dari kalangan Islam Liberal,6 kritikan terhadap Bank Syari’ah juga muncul dari kalangan Muslim Fundamentalis yang selalu menginginkan penerapan syari’ah secara penuh dalam setiap aspek kehidupan. Berbeda dengan kritikan dari kalangan Islam Liberal, kritikan yang dilontarkan oleh kalangan fundamentalis ini biasanya lebih kepada kelemahan Bank Syari’ah dari segi kepatuhan nya terhadap syari’ah. Di mana menurut mereka Bank Syari’ah yang ada saat ini masih tidak 100% bebas dari sistem ribawi yang selama ini menguasai perekonomian dunia. Di mana Bank Syari’ah sampai saat ini masih menggunakan uang kertas yang menurut mereka adalah sumber ribawidalam perekonomian. Salah satu tokoh dari kalangan ini yang cukup terkenal adalah Zaim Zaidi yang menulis buku berjudul Islamic Econ., Vol. 14, pp. 3-29 (1422 A.H / 2002 A.D), h.25-26 Zamir Iqbal, An Inroduction to Islamic Finance:Theory and Practice, (Jhon Wiley & Sons, Singapore, 2007), h.68 6 Sebuah aliran pemikiran islam yang berusaha memisahkan aspek agama dari kehidupan sehari-hari 7 Fiqh Afriadi, Refleksi Perjalana 17 Tahuan Bank Syari’ah DI Indonesia, dalam http://kseiprogres.blogspot.com/2010/05/refleksi-perjalanan-18305 Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011 5
Nofrianto
“Tidak Islamnya Bank Syari’ah”.7 Ada yang beranggapan bahwa produk-produk yang dikeluar kan oleh lembaga keuangan syari’ah saat ini belum bisa dikatakan murni syari’ah karena masih banyak yang merupakan duplikat dan mencerminkan produk-produk dan spirit lembaga keuangan konvensional, apakah itu dalam dunia perbankan syari’ah8 (islamic banking) asuransi syari’ah (islamic insurance)9, atau pun pasar modal syari’ah (islamic capital market). Abdullah Saed menjelaskan bahwa penggunaan konsep penetapan harga jual dan keuntungan seperti yang digunakan oleh bank konvensional, secara teknis matematis juga digunakan oleh bank syari’ah. Hanya saja bank syari’ah tidak mengenal bunga dalam mekanisme penetapan harga jual dan keuntungan baik untuk bank maupun nasabahnya. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan adalah risiko bisnis, jumlah dana dan aktiva yang ditanamkan. Saeed menegaskan bahawa faktor-faktor yang mempengaruhi suku mark-up adalah kebutuhan bank untuk memperoleh keuntungan ril, inflasi, suku bunga berjalan, kebijakan moneter dan bahkan suku bunga luar negeri.serta marketabilitas barang-barang sukuk itu. Ringkasnya, ini tahun-bank.html.Akses19 Januari 2010. 8 Maulana Taqi Usmani mengemukakan ada beberapa isu Kontraversial yang berhubungan dengan teori dan praktek murabahah di pelbagi perbankan Islam, yaitu:1)Different Pricing for Cash and Credit Sales, 2)The use of interest Rate as a Benchmark,3)Promise to purchase, 4)Securities against murabahah price, 5)Guaranteeing the murabahah, 6)Penalty of default, 7)No roll over in murabahah, 8)Rebate on earlier payment,9)Calculation of cost in murabahah, 10)Subject Matter of murabahah, 11)Rescheduling of the payment in murabahah,12) Securization of the murabahah. Maulana Taqi Utsmani, “Murabahah,” Journal of Accountancy(Juni 2007):.9-27. 9 Menurut DSN yang dimaksud dengan asuransi syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. DSN-MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Edisi Revisi 2006 (Jakarta: DSN-MUI, 2006), 127. 10 Abdullah Saed, Menyoal Bank Syari’ah: Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum New Revivalis (Jakarta: Paramadina, 2006), 129. 306
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Diskursus Pasar Modal Syari’ah
berarti bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi suku bunga adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mark-up dalam murabahah.10 Di Indonesia, praktek ekonomi dan keuangan syari’ah juga tidak jarang mendapat kritikan dari sebagai kalangan. Ulil Abshar Abdala misalnya yang beranggapakan bahwa ekonomi Syari’ah adalah kapitalisme yang diarabkan (arabized capitalism), artinya kapitalisme yang menggunakan label Arab. Ia mengatakan bahwasanya akad-akad yang digunakan dalam Bank Syari’ah tidak lain adalah Arabisasi dari transaksi-transaksi yang sudah berlaku.11 Argumentasinya bertumpu pada pengadopsian ekonomi syari’ah terhadap struktur institusi keuangan modern yang lahir da ri rahim kapitalisme contohnya bank, lebih lanjut dia mengatakan bahwa kontrak-kontrak yang dipakai dalam keuangan Islam tidak ada hubungannya dengan Islam, kontrak tersebut adalah jenis kontrak. Istilah margin adalah bentuk lain dari bunga yang ada dalam sistem konvensional, karenanya tidak ada perbedaan yang mendasar antara margin dan bunga. Untuk tujuan penentuan harga jual, bank konvensional memerlukan persentase mark-up yang diinginkan untuk menentukan tingkat suku bunga (interest rate) sedangkan bank syari’ah memerlukan persentase mark-up untuk menentukan suku margin. Tingkat persentase mark-up bagi kedua jenis bank tersebut sangat penting, karena didalam persentase mark-up tersebut diperhitungkan seluruh beban yang akan terjadi sehingga harga yang dibebankan kepada kreditur/nasabah tersebut bisa memberikan keuntungan (spread) yang diharapkan bank.
III. Diskursus Pasar Modal Syari’ah Isu dan perkebangan pasar modal syari’ah bagaimanapun juga tidak bisa dilepaskan dari issue dan perkebangan pasar modal konvensio Yudi Ahmad Faisal, Surat Untuk Ulil Abshar Abdala, dalam http:// www.mail-rchive.com/
[email protected]/msg05154.html, 3 November 2009.Akses 19 Januari 2010. 12 Salman Syed Ali, “Islamic Capital Market Produc:Developments and Chalengges,” IRTI Occasional Papers No 9 (2005): 1. 13 Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance (Jakarta: Gramedia, 11
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
307
Nofrianto
nal. 12 Pasar modal merupakan salah satu pilar penting dalam perekonomian dunia saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya. Pasar modal syari’ah dikembangkan dalam rangka mengakomo dir kebutuhan umat Islam yang ingin melakukan investasi di produkproduk pasar modal yang sesuai dengan prinsip dasar syari’ah. Dengan semakin beragamnya sarana dan produk investasi, diharapkan masyarakat akan memiliki alternatif berinvestasi yang dianggap sesuai dengan keinginannya, disamping investasi yang selama ini sudah dikenal dan berkembang di sektor perbankan. Salah satu kritik yangdikemukakan oleh Muhammad Ayub dalam kontek pasar modal syari’ah (Islam) bahwa masih adanya keterlibatan bank investasi Islami dalam penerbitan saham perdana, dimana tidak simetrisnya informasi di antara para investor dan promo ter dalam tahap pendirian perusahaan. Perdagangan derivative juga melibatkan gharar dan oleh karenanya berada dalam daerah abu-abu bagi bank Islami.13 Dalam kontek pasar modal islami, Ibrahim Warde mengemuka kan bahwa salah satu persoalan inti pasar modal adalah potensi bagi tindakan yang spekulatif yang menghadapkan penentangan ekonomi dan agama. Meski dari sudut pandangan ilmu ekonomi (pandangan Keynes14) para spekulan tidak terlalu membahayakan layaknya gelembung di atas stabil perusahaan. Namun, posisinya akan menjadi serius ketika perusahaan menjadi gelembung dalam pusaran spekulasi.”15 Kondisi lain adalah di mana model formal pasar saham yang sesuai dengan prinsip Islam belum lagi diformulasikan, meski telah ada upaya un
2009), 117. 14 Jhon Maynar Keynes (1883-1946) adalah salah satu maestro ekonomi pemimpin aliran Cambridge Baru dengan bukunya yang terkenal The General Theory of Employment, Interest and Money), dalam salah satu ajarannya Keynes mengajarkan bahwa kapitalisme pada dasarnya tidak stabil dan tidak bekecendrungan kearah full employment, Mark Skousen: Sang Maestro TeoriTeori Ekonomi Modern, (Jakarta: Prenada, 2006), 397. 15 Ibrahim Warde. Islamic Finance in the Global Economy,(terj), Andriyaldi Ramli. Keuangan Islam dalam Perekonomian Global (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 376. 308
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Diskursus Pasar Modal Syari’ah tuk mengidentifikasi berbagai isu yang membedakan pasar saham Islam dari pasar saham konvensional.16 Bahkan Zamir Iqbal memaparkan bahwa, pada dasarnya konsep pasar saham sudah sesuai dengan syari’ah, sayangnya tidak semua bisnis yang terdaftar pada pasar saham sepenuhnya sesuai dengan syari’ah. Masalah ini menghadirkan tantangan bagi perkembangan pasar modal Islam.17
Di Indonesia, dalam UUPM tidak membedakan apakah kegiatan pasar modal dilakukan dengan prinsip-prinsip syari’ah atau tidak. Dengan demikian, berdasarkan UUPM kegiatan pasar modal Indonesia dapat dilakukan dengan prinsip-prinsip syari’ah dan dapat dilakukan tidak sesuai dengan prinsip syari’ah (konvensional).18 Hal yang sama dikemukan oleh Tjiptono Darmadji yang menyatakan bah wa dalam hal transaksi atau mekanisme perdagangan tidak terdapat perbedaan antara efek syari’ah atau efek lainnya. Sebagai contoh, mekanisme transaksi antara obligasi konvensional dengan obligasi syari’ah sama persis, tidak membedakan mekanisme perdagangan antara saham yang masuk JII dengan yang tidak masuk JII. Hal yang sama juga berlaku untuk reksadana.19 Indikator lain yang menunjukkan bahwa belum murninya pemberlakuan kriteria syari’ah dalam mekanisme transaksi perusahaan yang masuk dalam JII adalah dimana masih ditemukan di kebanyakan perusahaan atau emiten yang menggunakan bank konvensional dalam mencari sumber pembiayaan usahanya dimana bank konvensional tersebut masih mempraktekkan ribawi /bunga dalam manajemen keuangannya, dan ini dapat diasumsikan masih adanya gharar atau ketidak terbukaan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Sehingga 16 Zamir Iqbal, An Introduction To Islamic Finance: Theory and Practice (Singapore: Jhon Wiley & Sons, 2007), 173. 17 Zamir Iqbal, An Introduction To Islamic Finance: Theory and Practice (Singapore: Jhon Wiley & Sons, 2007), 173. 18 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana, 2006), 303. 19 Tjiptono Darmadji, Pasar Modal di Indonesia: Pendekatan Tanya Jawab (Jakarta: Salemba Empat, 2006), 239. 20 Di antara ulama yang mengharamkan transaksi saham itu Taqiyuddin al-Nabhani dan Yusuf as-Sabatin, dimana kesemuanya berpendapat bahwa seorang sebelum melihat bidang usahanya, seharusnya yang dilihat terlebih
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
309
Nofrianto
tidak mengherankan masih banyak ulama20 yang mengharamkan transaksi saham tersebut. Menurut Yusuf al-Sabatin, yang menegaskan adanya kekeliruan logika hukum yang digunakan sebagian orang yang memperbolehkan transakasi saham dengan menggunakan nalar maslahah, Sabtin menegaskan bahwa dalam masalah transaksi saham ini tidak tepat menggunakan pendekatan analisis al-masalih al-mursalah.21 Berbeda dengan berapa pendapat di atas, Sami Al-Suwailem mengemukakan bahwa dalam pasar modal (syari’ah) sudah sesuai dengan nilai-nilai syari’ah. Lebih lanjut Sami menjelaskan bahwa transaksi dalam pasar modal syari’ah (Islamic capital market) berbeda dengan permainan lotre/judi yang mengandung unsur spekulatif, dalam permainan lotre kemungkinan menang para pihak/kedua belah pihak yang bermain adalah mustahil (impossible), karena ia merupakan a zero sum game, dimana yang menang adalah satu pihak dan yang lain dirugikan, sedangkan dalam stock market, semua partisipan mempunyai peluang yang sama untuk menang.22 Di antara isu-isu struktural yang sering mendapat sorotan dalam pasar modal syari’ah yang masih menimbulkan perdebatan dikalangan akademik dan praktisi ekonomi Islam adalah, persoalan liabilitas terbatas, struktur kontraktual saham ekuitas, praktik account margin, perdagangan spekulatif, transaksi short selling23 dan transaksi derivative. Transkasi short seling merupakan penjualan sekuritas yang tidak dimiliki investor tetapi dipinjam terlebih dahulu oleh broker, dengan tujuan mengestimasi dan berharap harga sekuritas akan turun.24 Dadahulu adalah badan usahanya memenuhi syarat sebagai perusahaan Islami atau tidak, Taqiyuddin al-Nabhani, al-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam (Beirut:Dar el Ummah, 2004) cet VI, 2. 21 Yussuf al-Sabatin, al-Buyu’ al-qadimah wa al-Mu’asirah wa al-Bursat alMahalliyah wa al-Duwaliyyah (Beirut: Dar el-Bayariq, 2002), 53. 22 Sami Al-Suwailem, “Towards Objective Measure of Gharar in Exchange,” Islamic Economic Studies, Vol.7.Nos.1 dan 2 (April 2000): 80. 23 Zamir Iqbal, An Introduction To Islamic Finance: Theory and Practice (Singapore: Jhon Wiley & Sons, 2007), 171. 24 Muhammad Nafik HR, Bursa Efek dan Investasi Syari’ah (Jakarta: Serambi, 2008), 20. 25 Asyraf Wajdi Dasuki, “Fiqh Issues in Short Selling as Implemented in 310 Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Diskursus Pasar Modal Syari’ah
lam pandangan Ashraf Wajdi Dusuki, transaksi short selling dipahami sebagai:” issue of bay‘ ma ‘dum (selling what the seller does not own) and issue of benefiting from a loan contract”.25 Untuk kasus short selling misalanya, sejauh ini masih belum ada kesepakatan dikalangan praktisi maupun lembaga keuangan Islam dalam memberikan status hukum seputar isu halal atau tidaknya transaksi short selling. Di Indonesia, transksi short selling ini telah dinyatakan dilarang oleh Dewan Syari’ah Nasional, melalui Fatwa No:20/DSN-MUI/IV/2001 pasal 9 ayat 2, butir b. Akan tetapi, berbeda dengan Indonesia, the Shari‘ah Advisory Council (SAC) of Malaysian Securities Commission (DSN nya Malaysia) melegalkan praktek short selling dengan alasan dalam upaya untuk lebih memperkuat efisiensi dan meningkatkan daya saing pasar modal,26 di samping tidak adanya nash yang secara khusus melarang, kalaupun ada itu hanya berdekatan dengan transaksi bay al-ma’dum yang masih bersifat debatable dikalangan jurist hukum Islam klasik. Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, belum dapat disimpul kan bahwa pasar saham syari’ah telah mencerminkan suatu sistim yang kaffah yang sesuai dengan ajaran syari’ah. Hal tersebut disebabkan masih banyaknya praktek-praktek non syari’ah yang tercermin dalam transaksi saham di pasar sekunder. Ramainya Bursa Efek dengan unsur-unsur spekulatif menyebabkan harga saham tidak dapat dipastikan, sekalipun dilakukan dengan analisis yang handal. Praktek spekulatif adalah suatu fenomena yang kerap terjadi dalam perdagangan saham di pasar sekunder, sehingga mengakibatkan the Islamic Capital Market in Malaysia,” Jounal of Islamic Economic King Abdul Aziz University, Vol. 21, No. 2, pp: 65-80 (2008 A.D./1429 A.H): 67. 26 Asyraf Wajdi Dasuki, “Issues in Short Selling as Implemented in the Islamic Capital Market in Malaysia,” Jounal Fiqh of Islamic Economic King Abdul Aziz University, Vol. 21, No. 2, pp: 65-80 (2008 A.D./1429 A.H.): 66. 27 Yasso Winarto, Pasar Modal Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1974), 23. 28 Yadi Nuryadi, Pasar Modal Syari’ah: Landasan Hukum, dan Kritik Tas Kinerjanya, http://yadinurhayadi.wordpress.com, accesed 7 Januari 2011. 29 M.H. Khatkhatay dan Shariq Nisar, “Shari’ah Compliant Equity Invesment: An Assesment of Current Screening Norms,” Islamic Economic Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
311
Nofrianto
fluktuasi harga saham yang tidak berkaitan dengan keadaan atau kegiatan ekonomi perusahan yang dimaksud. Di samping unsur spekulatif yang tinggi, terdapat faktor lain yang menguncang harga saham di Bursa Efek, di antaranya faktor insider trading (informasi orang dalam). Kemudian ada lagi faktor cor ner, yaitu sejenis manipulasi pasar dalam bentuk menguasai pasokan saham. Melalui corner ini harga saham biasa direkayasa dengan cara melakukan transaksi fiktif. Kasus ini pernah terjadi pada saham Bank Bikko.27 Dari segi mekanisme taransaksi, dalam transaksi saham-saham syari’ah adalah persis sama dengan mekanisme transaksi sahamsaham non syari’ah yaitu dengan masih berpedoman pada indek dan pergerakan harga saham serta dengan menggunakan analis teknikal dan fundamental. Padahal kalau dikaji analisis teknikal khususnya hanya merupakan seni (art) yang belum/tidak bisa menjamin dan mencerminkan kondisi sebenarnya. Seorang investor/buyer hanya berpedoman pada simbol dan pergerakan harga saham apakh ia berkeinginan untuk buy atau sell. Kondisi ini sebenarnya yang rentan memicu pada unsur gharar dalam menkanisme transaksi saham syari’ah tersebut. Di pasar sekunder, saham dan obligasi dapat diperdagangkan dengan harga di atas nilai nominalnya ataupun di bawah harga nominal. Karenanya keuntungan yang diperoleh para investor tidak saja melalui pembagian deviden dan bunga, tetapi diperoleh dari selisih harga jual dan harga beli. Bahkan inilah tujuan utama aktivitas perdagangan saham di lantai bursa, yakni memperoleh keuntungan dari selisih harga jual dan harga beli.28 Indikator lain yang menunjukkan bahwa masih terdapat unsur gharar dan turunannya dalam transkasi pasar saham adalah masih beragamnya proses penyaringan saham (stock screening process) agar sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah yang dilakukan oleh beberapa Studies, Vol.15, No.1(July 2007): 55. 30 Rodney Wilson, “Screening Criteria for Islamic Equity Funds,” dalam Islamic Asset Management. (London: Euromoney Publisher, 2004), 38. 312
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Diskursus Pasar Modal Syari’ah
lembaga, Dow Jones misalnya mengemukakan beberapa kriteria, yaitu: pertama, penyeleksian atas usaha utama (core business) emiten, yaitu mengeluarkan emiten yang usaha utamanya bertentangan dengan syari’ah, kedua penyeleksian atas rasio keuangan emiten, dimana emiten yang masuk saham syari’ah harus memiliki batas tertentu dalam rasio keuangannya, yaitu rasio hutang terhadap kapitalisasi pasar harus kurang dari 33%, rasio kas ditambah surat berharga yang berbunga terhadap kapitalisasi pasar harus kurang dari 33%, rasio piutang terhadap total aset lebih kecil dari 50%.29 Financial Times Stock Exchange (FTSE) Global Islamic Index mengemukakan beberapa persyaratan: dari aspek bisnis utama persyaratannya sama dengan Dow Jones, Cuma perbedaannya adalah dari rasio keuangan dimana total hutang ribawi terhadap total asset harus kurang dari 33,33%.30 Seleksi yang dilakukan Kuala Lumpur Syari’ah Index (KLSI di mana perbedaannya adalah pada sektor core bisnis, dimana kegiatan emiten yang bersifat campur, antara sesuai dan tidak sesuai syari’ah, dengan memberikan kriteria persepsi masyarakat atas emiten atau perusahaan tersebut, dan aktivitas utama perusahaan adalah penting dan dianggap memberikan mas}lahah bagi masyarakat dan kompo nen yang tidak diperbolehkan menyangkut hal-hal yang sulit untuk dihindarkan ummum al balwa atau kebiasaan (‘urf),31 sedangkan di Indonesia, Jakarta Islamic Index (JII) merupakan Indeks yang terdiri 30 saham yang mengakomodasi investasi syari’ah dalam Islam. Da lam Indeks ini dimasukkan saham-saham yang memenuhi kriteria investasi dalam syariat Islam.32 M.H. Khatkhatay dan Shariq Nisar, “Shari’ah Compliant Equity Invesment:An Assesment of Current Screening Norms,” Journal of Islamic Economic Studies, Vol.15, No.1 (July 2007): 56. 32 Proses screening nya adalah, 1) Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip shari’ah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan (kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar), 2) Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir yang memiliki rasio Kewajiban terhadap Aktiva maksimal sebesar 90%, 3) Memilih 60 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan 31
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
313
Nofrianto
Secara umun dalam setiap perundangan yang ada di bursa efek atau pasar modal Indosnesia, belum peraturan ada yang menyebutkan adanya pemisahan antara Pasar Modal Umum dengan Pasar Modal Syari’ah. Implementasi pasar modal di Indonesia dalam hal pasar dalam hal pasar modal syari’ah masuk dalam kategori pasar modal secara umum dengan penerapan syari’ah. Hal ini berakibat kepada bahwa instrumen syari’ah (sukuk misalnya) tunduk pada aturan yang berlaku untuk instrumen konvensional.33 Perlu ditemukan suatu cara agar pasar modal syari’ah bisa mengeliminasi praktek spekulasi. Spekulasi dilarang bukan karena ketidakpastian yang ada dihadapannya, melainkan niat dan cara orang mempergunakan ketidakpastian tersebut. Manakala ia mengeksplor ketidakpastian dengan melanggar hukum syari’ah dan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan semata dari adanya ketidakpastian, itulah yang dilarang dalam konsep gharar dan maysir dalam Islam. Gharar dan maysir sendiri adalah konsep yang sangat berkaitan dengan mudharat, negative result, atau bahaya (hazard). Atas dasar ini tepatlah apa yang dikatakan oleh M.H. Khatkhatay dan Shariq Nasar bahwa gharar, maysir dan ribawi adalah aspek terpenting untuk dijadikan patokan apakah sebuah transaksi itu sesuai syari’ah (haram) atau tidak dan sejauh mana objek bisnis itu bersifat halal.34 Secara teoritik, perbedaan secara umum antara pasar modal rata-rata kapitalisasi pasar terbesar selama satu tahun terakhir, 4) Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata perdagangan regular selama satu tahun terakhir, Heri Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah (Ekonisia: Yogyakarta, 2004), 196. 33 Roichan Mochamad Aziz, “Pemodelan Obligasi Shari’ah Indonesia dan Malaysia dengan Metode System Dynamics,” Doct. Diss, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, 123. 34 M.H. Khatkhatay, “Shari’ah Compliant Equity Investment: An Assesment of Current Screening Norms,” Islamic Economi Studies, Vol. 15. No. 1 (July 2007): 49. 35 Tjiptono Darmadi, Pasar Modal di Indonesia:Pendekatan Tanya Jawab, Jakarta:salemba Empat, 2006), Edisi 4, h.6 36 Irham Fahmi, Teori Portofolio dan Analisis Investais (Bandung: Alfabeta, 2009), 68. 37 Sofyan Rijal, Saham Syariah: Pengertian, Peluang dan Hambatannya di Indonesia, (2007): 10. 314
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Diskursus Pasar Modal Syari’ah
konvensional dengan pasar modal syari’ah dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya, sedangkan perbedaan nilai indeks saham syari’ah dengan nilai indeks saham konvensional terletak pada kriteria saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip dasar syari’ah. Secara umum konsep pasar modal syari’ah dengan pasar modal konvensional tidak jauh berbeda meskipun dalam konsep pasar modal syari’ah disebutkan bahwa saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria syari’ah dan terbebas dari unsur ribawi, serta transaksi saham dilakukan dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi.
IV. Wacana Diskursus Saham Syari’ah Saham (stock atau share) dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perusahaan terbatas. Wujud saham berupa selembar kertas yang menerangkan bahwa pemegang kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan perusahaan tersebut 35 . Pada kepemilikan saham juga melekat hak dan kewajiban yang dijelaskan kepada setiap pemegangnya dan persediaan yang siap untuk dijual.36 Saat ini sistem tanpa warkat sudah mulai dilakukan di pasar modal dunia dimana bentuk kepemilikan tidak lagi berupa lembaran saham yang diberi nama pemiliknya tapi sudah berupa account atas nama pemilik atau saham tanpa warkat. Jadi penyelesaian transaksi akan semakin cepat dan mudah. Di dalam literatur-literatur, tidak terdapat istilah atau pembe daan antara saham yang syari’ah dengan yang non syari’ah. Akan tetapi, saham, sebagai bukti kepemilikan suatu perusahaan, dapat dibedakan menurut kegiatan usaha dan tujuan pembelian saham
38 Abdul Aziz al-Khayyat Al-Ashum Wa As-Sanadat Min Mundzur Islami, (Mesir: Penerbit Darussalam 1979), h. 26-27. 39 Athiyah Fayyad, Suq al-Awraq al-Maliyah fi Nizhami al-Fiqh al-Islami (Mesir:Dar al-Nasar li al-Jami’at, 1998), h. 169. 40 Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, I’lam al-Muwaqi’in ‘an al-Rab al-‘Alamin (Kairo:Maktabah Kulliyah al-Azhariyah, 1968), Jilid IV, h. 239. 41 Al-Mawardi, Kifayatu al-Akhyar, (Semarang: Maktab al-‘Alawiyyah,
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
315
Nofrianto
tersebut. Saham menjadi halal (sesuai syari’ah) jika saham tersebut dikeluarkan oleh perusahaan yang kegiatan usahanya bergerak di bidang yang halal dan/atau dalam niat pembelian saham tersebut adalah untuk investasi, bukan untuk spekulasi (judi). Untuk lebih amannya, saham yang dilisting dalam Jakarta Islamic Index merupakan saham-saham yang sesuai syari’ah.37 Perihal eksistensi pasar modal (konvensional maupun syari’ah), dikalangan ulama telah terjadi perbedaan dan perdebatan seputar eksistensi/kehalalan pasar modal itu sendiri. Sebagian golongan ulama berpendapat tentang kebolehan pasar modal dengan alasan syari’ah membolehkan pengembangan modal dengan cara menggabungkan modal dengan jumlah yang sama atau berbeda seperti yang terdapat dalam saham. Begitu juga penyertaan modal yang sama merupakan hal yang umum. Penyertaan modal dengan tujuan mendapatkan keuntungan dan juga menanggung kerugiannya adalah diperbolehkan. Dan ini adalah hakikat dari pengumpulan modal seperti pada orang-orang yang berserikat. Pengertian modal seperti ini adalah diperbolehkan seperti yang diutarakan oleh. Moh. Yusuf Musa dalam kitabnya al-Islam wa Muskhilatina al-Hadharah. Ulama-ulama yang memperbolehkan penyertaan modal dalam perusahaan (dengan batasan atau tanpa batasan) juga memperboleh kan membeli saham dan menjualnya kembali. Hal ini dinyatakan sebagai sesuatu yang halal tanpa keragu-raguan. pendapat ini disokong juga oleh Syeikh Muhammad Abduh (Mufti Mesir) dan Syeikh Abdul Wahab Khalaf, Syeikh Rasyid Ridla, Syeikh Muhammad Abduh, Syeikh Muhammad Abu Jahroh, Syeikh Muhammad Yusuf Musa, Syeikh Muhammad Kholis, dan Muhammad Baqir Shadr.38 Perdebatan tentang eksisitensi saham dalam khazanah fikih muamalah klasik paling tidak ada beberapa pendapat yang bisa dikemukakan, dimana mayoritas ulama klasik beranggapan bahwa memfriksikan modal usaha menjadi jumlah saham tertentu, bukan menjadi obyek yang dilarang oleh syari’ah. Hal ini berarti mekanisme tt.,), Juz I, 280. 42 Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: BPFE, 316
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Diskursus Pasar Modal Syari’ah
permodalan dalam bentuk saham tidak bertentangan dengan logika syari’ah, hanya saja ini tidak berlaku mutlak, dimana unsur keabsah annya terlebih dahulu harus dikembalikan kepada bidang usaha yang dijalankan oleh badan usaha tersebut. Perspektif ulama klasik, selama bidang usaha yang dijalankan adalah legal maka secara otomatis penerbitan sahamnya adalah sah dan begitu juga sebaliknya, manakala bidang usaha tidak berada dalam format syari’ah maka tentunnya penerbitan sahamnya menjadi tida sah.39 Berkenan dengan ini, Ibn al-Qayyim menegaskan bahwa paling tidak ada kategori bidang usaha yang diharamkan, yaitu (1) minuman yang merusak akal, (2) makanan yang meusak hati, (3) halhal yang dapat merusak agama.40 Jika dilihat dalam praktiknya nilai yang dibayarkan oleh investor untuk memiliki bagian dari kemilikan saham perusahaan, dalam termi nologi fikih mu’amalah klasik disamakan dengan akad musyârakah. Secara bahasa musyârakah yang seringkali disebut juga syirkah berarti ikhtilat (pencampuran) yakni bercampurnya satu harta dengan harta yang lain, yaitu konsep dan mekanisme dasar usaha kerjasama investasi berbagi laba dan rugi, yang dalam kosakata fikih klasik dikenal dengan istilah syirkah, yang secara etimologi berarti percampuran (al-ikhtilat) sedangkan menurut terminologinya adalah “Suatu perumpamaan tentang ketetapan hak kepemilikan bagi dua orang (yang sepakat bekerjasama dalam suatu usaha) untuk mengambil bagian dalam proporsi yang sama sesuai dengan besarnya perbandingan (modal usaha)”.41 Dengan kata lain, musyârakah adalah kerja sama antara dua pi hak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau keterampilan usaha) de ngan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung 2004), 235. 43 Wahbal al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu (Beirut: Dar al-Fikr, 1984), Jilid IV, 797. 44 Ali Ahmad al-Salusi, Mausu’ah al-Qadaya al-Fiqhiyah al-Mu’asirah wa al-Iqtisad al-Islami (Qatar: Dar al-Saqafah, 2006), h. 456. 45 Al-Nawawi, Raudatu al-Talibin (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1998) Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
317
Nofrianto
bersama sesuai kesepakatan.42 Dalam konteks ini bentuk penyertaan modal pada pembeian saham hampir mirip dengan kategori syirkah al-inan dalam terminologi fikih mumalah klasik, dimana dua orang mengabungkan modalnya dalam sbuah bisnis, meskipun jumlah dan persentase modal yang disetorkan tidak sama.43 Dalam prakteknya terdapat perbedaan mekanisme penyertaan modal yang terjadi antara syrkah al inan dengan taransaksi saham, dalam syirkah inan bentuk penyertaan modal dilakukan secara langsung tanpa ada mekanisme yang mengaturnya. Berbeda dengan transaksi saham di mana bentuk penyertaan dilakukan melalui penawaran umum dipasar perdana maupun dipasar sekunder. Namun demikian, bila dikaji lebih jauh, mekanisme pemberlakuan dan praktek syrkah al inan dizaman klasik tidak dalam kontek membatasi mekanisme dan prosedur penyertaan modal tersebut, hal ini tidaklah begitu prisipil karena yang dimaksud adalah bagaiamana esensi utama dari transaksi tersebut apakah sesuai dengan terma syrkah al-inan atau tidak, karena bagaimanapun juga praktek keuangan yang berkembanga saat ini merupakan hasil kreasi dan inovasi terhadap khazanah fikih mu’amalah klasik. Dalam perspektif lain Syeikh Muhammad Syaltut berfatwa saham adalah merupakan penyertaan modal terhadap harta pokok yang pemegangnya akan memperoleh keuntungan pada waktu untung, dan juga akan mendapat kerugian ketika rugi dan ini tidak bertentang dengan syari’ah. Selain golongan ulama yang memperbolehkan juga terdapat golongan ulama lainya yang mengharamkan saham dan perpindahannya dilihat dari saham yang terdiri dari: adanya kesamaan harga saham dalam waktu yang telah ditentukan dan tidak ada kesaman modal dalam perusahaan ketika berkembang, penetapan harga pada tiap lembar saham sehingga hal itu bukan merupakan bagian 114. Muhammad Ibn Ahmad as-Syarbini, Mugni al-Muhtaj ila Ma’rifat al-Alfad al-Minhaj (Damaskus: Dar al-Fikr, 1978), 39 46 Wahbal a-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu,1841. 47 Zamir Iqbal, An Introduction To Islamic Finance: Theory and Practice, 171. 48 Yasso Winarto, Pasar Modal Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 318
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Diskursus Pasar Modal Syari’ah
dari bentuk penyertaan modal., dan harga saham yang tidak seragam pada tiap tahunnya, dan selalu berubah harganya. Oleh karena itu maka saham tidak termasuk penyertaan modal yang dibayarkan seperti ketika membentuk suatu perusahaan. Para juris hukum Islam berbeda pendapat jika saham yang diperdagangkan di pasar modal adalah dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha halal, Di antara mereka ada yang mengharamkannya dengan alasan bahwa saham-saham tersebut tercampur riba. Karena Nabi saw telah mencela pemakan riba, pemberinya, penulisnya dan para saksinya. Dengan alasan ini mereka mengharamkan transaksi dengan perusahaan jenis ini dalam bentuk apa pun. Di antara mereka ada yang membolehkan transaksi dengan saham perusahaan-perusahaan tersebut karenaadanya kebutuhan. Syahatah dan Fayyadh berpendapat bahwa menanam saham dalam perusahaan yang bergerak disektor bisnis halal adalah dibenarkan secara shar’i. Namun demikian ada ulama lain yang mengha ramkannya seperti Taqiyuddin al-Nabhani dan Yusuf Sabatin yang menyoroti badan usaha perseroan terbatas yang menurut perspektif mereka sesungguhnya adalah tidak islami. Dalam pandangan mereka, seseorang sebelum melihat perusahaanyya terlebih dahulu harus melihat bentuk badan usahanya. Apakah ia memenuhi syarat sebagai perusahaan islami atau tidak.44 Secara umum kelompok ulama yang memperbolehkan jual beli saham menganalogikan (menyamakannya) dengan akad suf’ah dan ganimah yang banyak terdapat dalam literatur fikih klasik, mislanya pendapat-pendapat hukum yang dikemukan oleh Imam Nawawi dan Imam Syarbini ketika membicarakan persoalan jual beli saham kepemilikan property dan harta rampasan perang.45 Diskursus aspek jahalah yang dijadikan alasan pengharaman transaksi saham dipaparkan oleh Atiyah Fayyad, bahwa jahalah yang dapat ,membatalkan prinsip jual beli adalah manakala ketidaktahuan itu bisa menimbulkan sengketa, sedangkan manakala ketidaktahuan 1997), 425. 49 Netting yaitu mebeli saham pda awal perdagangan dimulai dan Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
319
Nofrianto
tersebut tidak memicu terjadinya sengketa maka jahalah yang seperti itu masih dalam batas toleransi.Untuk menguatkan pendapatnya Fayyadh merujuk pada pendapat yang dikemukan oleh Imam alQurafi dalam kitab al-Furuq menganai toleransi fikih pada kasus-kasus asymetric of information, yang sebada dengan apa yang dikemukakan oleh Wahbah al-Zuhaili yang membenarkan jual beli saham.46 Menurut Iqbal di antara isu-isu struktural yang sering mendapat sorotan dalam pasar modal syari’ah yang masih menimbulkan perdebatan dikalangan akademik dan praktisi ekonomi Islam adalah, struktur kontraktual saham ekuitas, praktik account margin, perda gangan spekulatif, transaksi short selling 47dan transaksi derivative. Hal senada juga dikemukakan oleh Winarto,48 yang memaparkan bahwa pada kenyataanya dilantai bursa (floor trading), sering terjadi permainan harga yang dilakukan oleh para speculator untuk mendapatkan keuntungan(capital gain).Unsur permainan sekuritas dapat dilakukan dengan cara netting49 dan short selling. Meskipun dalam konteks ini terdapat perbedaan dikalangan Islamic Schoolar, Zaimir Iqbal & Abbas Mirakhor misalnya, menya takan spekulasi termasuk gharar, sehingga spekulasi & transasksi derivatif adalah haram.50 Mohd Akbar Ali Khan, Gulam Muntaqua and Mohd Abdul Samad mengatakan dalam analisa mereka didalam “Shariah’s Drive Againts Derivatives” bahwa transaksi derivatif adalah haram.51 Andreas A. Jobst, dari IMF, dalam analisanya menyatakan; (i) tentang adanya perbedaan pendapat antar para ahli fiqh tentang tran saksi derivatif, baik sebagai akibat perbedaan mazhab maupun akibat ketidakpahaman tentang transaksi derivatif (ii) adanya prospek untuk langsung dijual pada hari itu juga dalam posisi yang lebih rendah dari harga jual sehingga penjual mendapat keuntungan tanpa mengeluarkan modal, Yasso Winarto, Pasar Modal Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), 425. 50 Zamir Iqbal & Abbas Mirakhor, An Introduction to Islamic Finance, 175-176. 51 Mohd Akbar Ali Khan, Gulam Muntaqqua and Mohd Abdul Samad, “Shariah’s Drive Against Derivatives”, Paper presented in The International Conference on Islamic Capital Markets, Jakarta, Indonesia (27th-29th August 2007): 88. 320
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Diskursus Pasar Modal Syari’ah
menjadikan transaksi derivatif menjadi sesuai dengan syariah:52 Mengingat potensi gharar yang terdapat didalam transaksi derivatif ditambah dengan adanya prinsip dasar ekonomi Islam yang melarang transaksi spekulatif, maka sampai sejauh ini pasar derivatif belum berjalan di dunia Islam. Bagi kebanyakan ulama dan ekonom Islam, derivatif dipandang hanya melayani nafsu spekulasi dan tidak mendatangkan pencapaian ekonomi serta tidak mendatangkan manfaat yang substantif bagi pemainnya.53 Kritikan juga dikemukakan Ahmad Azhar Syarif, dalam Evalua si Semester Penerbitan Daftar Efek Syari’ah Demi Pengembangan Industri Pasar Modal Syari’ah di Indonesia, ada beberapa hal yang mempengaruhi aktivitas perdagangan di bursa, terutama berkaitan dengan psikologi pasar. Investor rentan terhadap isu-isu yang melanda bursa, sedikit saja ada isu yang kadang kala tidak berkaitan langsung dengan sisi fundamental keuangan emiten, investor sudah panik. Apalagi isu tersebut mengglobal, maka investor sudah bersiap di posisi menjual atau membeli. Selain itu investor cenderung mengekor investor asing yang memiliki modal besar, meski harus mengabaikan faktor fundamental keuangan emiten. Hal ini membuat pasar modal belum bisa berjalan secara wajar dan efisien. Hal ini pastinya juga berimbas ke dalam komposisi Daftar Emiten Syari’ah (DES). Ini berarti saham syari’ah pun tidak bebas dari spekulasi. Padahal spekulasi itu 52 Andreas A.Jobst, Derivates In Islamic Finance, Paper Presented in The International Conference On Islamic Capital market, (2006): 51. 53 Mohd Akbar Ali Khan, Gulam Muntaqqua and Mohd Abdul Samad, Shariah’s Drive Against Derivatives”, Paper presented in The International Conference on Islamic Capital Markets, Jakarta, Indonesia (27th-29th August 2007), h. 92
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
321
Nofrianto
dilarang dalam Islam.
V. Kesimpulan Meskipun pasar lembaga keuangan syari’ah (saham/pasar modal syari’ah) sudah menjadi industri yang cukup mapan akan tetapi dalam parakteknya bagaimanapun juga masih banyak bagian (keuangan Islam) yang membutuhkan ijtihad, khususnya dalam hal operasional untuk sekuritas-sekurirtas yang sesuai dengan persyaratan dan kemungkinan adanya beragam produk derivatif dalam keuangan Islami. Dalam kontek trading saham syari’ah adalah suatu kenyaataan yang tidak bias dihindari bahwa dalam mekanisme trading dan disain akad nya masih banyak merupakan duplikasi dari teknik dan mekanisme trading, dan regulasi saham konvensioanal. Kondisi ini terjadi karena pasar modal syari’ah dihadapakan pada suatu kenyaataan masih kuatnya hegemoni dan dominasi dari pasar modal konvensioanal yang sudah establish. Prakteknya tidaka menghaerankan muncuk kritikan beragam dari kalangan sarjana keislaman. Di antara isu-isu utama yang mendapat kiritikan dari kalangan sarjana ekonomi Islam adalah bahwa masih seringnya ditemukan kegiatan sepekulasi dan gharar, yaitu tidak simetrisnya informasi di antara para investor dan promoter dalam tahap pendirian perusahaan dalam kegiatan trading saham dipasar modal syari’ah. Ini terjadi karena ada keyakinan dikalangan para pemain saham bahwa spekulasi adalah ruhnya transakasi saham.
322
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Diskursus Pasar Modal Syari’ah
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
323
Nofrianto
BIBLIOGRAFI A. Hanafi. Mamduh. Manajemen Risiko .Yogyakarta: UPP STIM YKPM. 2009. Edisi II. Cet I. Ahmad. Faisal. Yudi. Surat Untuk Ulil Abshar Abdala. dalam http:// www.mail-rchive.com/
[email protected]/ msg05154.html. 3 November 2009.Akses 19 Januari 2010. Ahmad. Kurshid Studies in Islamic Economic .United Kingdom: The Islamic Fondations. 1981 Al-Suwailem. Sami. “Towards Objective Measure of Gharar in Exchange.” Islamic Economic Studies. Vol. 7. Nos. 1 dan 2. April 2000. Ayub. Muhammad. Understanding Islamic Finance. (Jakarta:Gramedia. 2009. Crouhy. Michael dan Da Galai. Risk Management. New York: Mc Graw Hill. 2000. Darmawi .Herman. Manajemen Risiko. Jakarta: Bumi Aksar. 2006 E. Voge.Frank . Islamic Law and Finance: Religion. Risk and Return .Lon don:Kluwer Law International. 1998. Edwin. Nasution Mustafa. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam .Jakarta: Kencana. 2006. Hornby. AS. Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Oxford: Oxford University Press. 1995. Edisi V. H Achsien Iggi. Investasi Syariah di Pasar Modal (Jakarta: PT Gramedia Pustaka utama. 2003 Iqbal. Zamir An Introduction To Islamic Finance: Theory and Practice. Singapore: Jhon Wiley & Sons. 2007 Iqbal. Munawar. “Introduction” dalam Islamic Banking and Finance: Current Developments in Theory and Practice.The Islamic Foundation. Markfield Conference Centre. Ratby Lane. Markfield. Lecester. United Kingdom. 2001. Khan. Tariqullah “Risk Management: An Analysis of Issues in Islamic Financial Industry.” Occasional Papers N. 5. Jeddah: Saudi Arabia. 2001. M.H.Khatkhatay dan Shariq Nisar. “Shari’ah Compliant Equity Invesment:An Assesment of Current Screening Norms.” Islamic Economic Studies. Vol.15. No.1 (July 2007 Nafik HR. Muhammad. Bursa Efek dan Investasi Syari’ah (Jakarta: Serambi. 2008. 324
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Diskursus Pasar Modal Syari’ah
Philippe. Jorion. Financial Risk Manager Handbook. New Jersey. John Wiley and Sons. Inc: 2005 .Third Edition. 17. Saed.Abdullah.Menyoal Bank Syari’ah: Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum New Revivalis .Jakarta: Paramadina. 2006 Skousen. Mark: Sang Maestro Teori-Teori Ekonomi Modern. Jakarta: Prenada. 2006. Sumitro. Warkum. Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait. Jakarta: Rajawali Pers. 2004 Swee Hock. Saw. Introduction to Islamic Finance (Singapore: Saw Centre for Financial Studies. 2008. Vander. Heidjen Kees. Scenarios:The Art of Strategic Conversation. (New York:John Wiley & Sons. 1996 Wajdi. Dasuki Asyraf. “Fiqh Issues in Short Selling as Implemented in the Islamic Capital Market in Malaysia.” Jounal of Islamic Economic King Abdul Aziz University. Vol. 21. No. 2. pp: 65-80 (2008 A.D./1429 A.H Warde. Ibrahim. Islamic Finance in the Global Economy.(terj). Andriyaldi Ramli. Keuangan Islam dalam Perekonomian Global .Jakarta: Pustaka Pelajar. 2009. Wilson. Rodney. “Islamic Development Finance in Malaysia”. dalam Saad Al-Harran. (ed.). Leading Issues in Islamic Banking and Finance .Kuala Lumpur: Pelanduk Publications. 1995).
Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
325