MASUKAN KANTOR KONSULTAN JAMINAN SOSIAL MARTABAT:
Disampaikan untuk Peserta Seminar POKSI IX FPKS DPR RI “MENCARI BENTUK IDEAL BPJS: TUNGGAL ATAU MULTI?”
Oleh: ASIH EKA PUTRI A. A. OKA MAHENDRA
Ruang KK 2, Gedung Bundar DPR RI 9 Juni 2010 Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
Hal 1
I.
Pokok-pokok pikiran terkait UU SJSN: a. UU SJSN membuka peluang sangat mendasar dan luas untuk membangun solidaritas sosial nasinal dengan berbagi tanggung jawab antar pemangku kepentingan; b. UU SJSN dapat memperkuat kesatuan dan persatuan masyarakat sepanjang UU SJSN dilaksanakan secara konsisten. c. UU SJSN masih menyimpan banyak masalah karena: i. UU SJSN tidak tegas menetapkan kedudukan peraturan perundangan terkait penyelenggaraan jaminan sosial yang telah berlaku efektif sebelum UU SJSN ditetapkan; ii. Banyak pasal UU SJSN yang tidak jelas definisi operasionalnya dan substansi masih sangat umum; iii. Peraturan pelaksanaan UU SJSN tersebar mulai UU hingga peraturan yang lebih rendah dari UU, bahkan ada yang diatur dalam peraturan perundangan lain di luar UU SJSN. iv. Putusan MK atas perkara No. 007/PUU-III/2005 mempersulit transformasi jaminan sosial karena menuntut keseimbangan relasi antara otonomi daerah dan homogenitas sistem jaminan sosial. v. Putusan MK mempertegas keterlibatan Pemerintah Daerah dalam pembangunan jaminan sosial, namun mekanisme untuk menjaga standar penyelenggaraan jaminan sosial dan solidaritas nasional tidak diatur dengan tegas. vi. Implementasi UU SJSN menuntut tersedianya administrasi publik, administrasi jaminan sosial dan masyarakat yang berfungsi aktif dan efektif. d. TRANSFORMASI penyelenggaraan jaminan sosial dari 4 BUMN Persero menuju badan publik nir laba belum diatur dengan rinci dalam UU SJSN.
Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
Hal 2
II.
UU (RUU) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial : a. Dasar hukum pembentukannya adalah UU SJSN Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 52 ayat (2); b. Tujuan dan sasaran UU BPJS hendaknya untuk: i. Melaksanakan perintah Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 52 ayat (2); ii. Melaksanakan Keputusan MK atas Perkara No. 007/PUU-III/2005 untuk membuka peluang Pemerintah Daerah mengembangkan sistem jaminan sosial iii. Menyesuaikan kondisi pengaturan program jaminan sosial sesuai dengan prinsip-prinsip jaminan sosial (Pasal 4 UU SJSN) iv. Memberikan kepastian hukum penyelenggaraan jaminan sosial nasional v. Menyusun kembali penyelenggaraan program-program jaminan sosial oleh badan penyelenggara sesuai dengan standar kompetensi dan profesionalitas agar mampu memperluas kepesertaan, manfaat dan kualitas program untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyat yang layak vi. Menyesuaikan struktur, organisasi, tata kerja, mekanisme, dan manajemen pengelolaan dana jaminan sosial sesuai dengan prinsip tata kelola publik yang baik. c. Ruang lingkup pengaturan UU BPJS hendaknya mencakup: i. Pengaturan pembentukan, tugas pokok, fungsi, organisasi dan mekanisme kerja BPJS sebagai pengelola dana amanah publik; ii. Pengahiran empat BUMN Persero dari kewajiban mengelola dana jaminan sosial sebagai kekayaan negara yang dipisahkan sebagaimana kekayaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN iii. Pengaturan norma standar pembentukan BPJS termasuk badan penyelenggara yang dapat dibentuk dengan Peraturan Daerah dengan memenuhi ketentuan: 1.
Pasal 23A UUD 1945 yang menentukan pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan UU;
Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
Hal 3
2. Pasal 5 UU SJSN yang mengatur BPJS 3. Pasal 157 huruf a angka 3 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah untuk memastikan bahwa dana amanah tidak dapat dikatagorikan dalam pendapatan asli daerah yang berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah uang dipisahkan. d. Arah Pengaturan UU BPJS hendaknya untuk : i. MENTRANSFORMASIKAN 4 BUMN menjadi BPJS tingkat Nasional (BPJSN) 1.
Menegaskan pembentukan BPJS tingkat Nasional;
2. Menetapkan status BPJN sebagai badan hukum publik yang bersifat nirlaba untuk menyelenggarakan jaminan sosial dalam memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta; 3. Mengatur kembali penyelenggaraan program oleh BPJSN 4. Mengatur kembali pengelolaan dana jaminan sosial untuk memenuhi mandat publik untuk mengelola dana amanat milik seluruh peserta yang dihimpun dari iuran peserta dan hasil pengembangannya untuk: a. Pembayaran manfaat kepada peserta b. Pembayaran manajemen penyelenggaraan program jaminan sosial 5. Membangun kembali struktur organisasi BPJSN yang ramping dan kaya fungsi serta standar penyelenggaraan dan prosedur kerja BPJS yang sesuai dengan tata kelola publik yang baik. ii. MEMBERI KEPASTIAN HUKUM untuk proses transformasi dari penyelenggaraan jaminan sosial oleh BUMN menuju penyelenggaraan berbasis dana amanah; iii. MEMBANGUN AKUNTABILITAS SISTEM dengan mengikutsertakan seluruh tingkat pemerintahan, DJSN, BPJS di tingkat nasional dan daerah;
Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
Hal 4
iv. MEMBERI ARAH PENDIRIAN BPJS TINGKAT DAERAH sebagai pelaksanaan Putusan MK atas perkara No. 007/PUU-III/2005 1.
Pendirian Badan Penyelenggra Jaminan Sosial Tingkat Daerah dengan Peraturan Daerah
2. Ruang lingkup program dibatasi untuk penyelenggaraan program jaminan sosial untuk masyarakat yang iurannya dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 3. Norma, standar dan prosedur pendirian BPJSD untuk memenuhi prinsip-prinsip jamina sosial 4. Organ BPJSD 5. Hubungan kelembagaan dengan Pemerintah, DJSN, Pemerintah Daerah dan BPJS Nasional 6. Pendirian Asosiasi BPJSD v. MENETAPKAN MEKANISME PENGAWASAN pelaksanaan program jaminan sosial dengan memberikan peranan kepada Pemerintah Daerah melalui Sekretariat DJSN di Daerah vi. MEMBANGUN SISTEM MANAJEMEN INFORMASI BPJSN dan BPJSD vii. MEMBANGUN SISTEM PENYELESAIAN KELUHAN DAN SENGKETA dalam penyelenggaraan program jaminan sosial.
Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
Hal 5
III. OPSI-OPSI BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL NASIONAL (BPJSN) a. TUJUAN merumuskan opsi-opsi BPJSN adalah untuk memberikan pertimbangan dalam mentransformasikan keempat BUMN Persero penyelenggara jaminan sosial menuju BPJSN berikut cakupan peserta dan cakupan program b. PENGERTIAN BPJSN adalah badan hukum bersifat nirlaba yang harus dibentuk dengan undang-undang untuk menyelenggarakan program jaminan sosial bagi seluruh penduduk di wilayah NKRI. c. PENGERITAN BPJS Tingkat Daerah, adalah subsistem penyelenggaraan jaminan sosial di tingkat daerah berdasarkan UU SJSN pasca Putusan MK atas perkara No. 007/PUU-III/2005 d. OPSI-OPSI TRANSFORMASI BPJSN: OPSI yang disarankan adalah penyelenggaraan oleh beberapa badan penyelenggara (multi social insurance administering instituitions) SELURUH OPSI memiliki kesamaan yaitu pengalihan BUMN Persero menjadi Badan Publik Nirlaba, perbedaan terletak pada program dan kelopok warga negara yang dikelola. i. Transformasi OPTIMUM, 1.
Ciri: a. Mentransformasi BUMN Persero menjadi BPJS nirlaba b. menyusun kembali penyelenggaraan program untuk seluruh kelompok warga negara dengan membentuk SATU BPJS untuk MENYELENGGARAKAN SATU PROGRAM; c. Perluasan jangkauan kepesertaan mencapai seluruh warga negara dan bahkan penduduk; d. Penyamaan manfaat program bagi seluruh warga negara bahkan penduduk; e. Tentara Aktif dan POLRI Aktif tidak diikutsertakan dalam Program Jaminan Kesehatan dan Jaminan
Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
Hal 6
Kecelakaan Kerja, dikelola mandiri oleh Mabes ABRI/POLRI. 2. Dibentuk Empat BPJSN terdiri dari: a. BPJS Jaminan Kesehatan, untuk seluruh penduduk kecuali PN TNI Aktif dan POLRI Aktif b. BPJS Jaminan Kecelakaan Kerja, untuk seluruh penduduk kecuali PN TNI Aktif dan POLRI Aktif c. BPJS Jaminan Pensiun, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kematian untuk seluruh penduduk kecuali PNS, TNI dan POLRI d. BPJS Jaminan Pensiun, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kematian untuk PNS, TNI dan POLRI
ii. Transformasi EVOLUSIONER, 1.
Ciri: a. Mentransformasi BUMN Persero menjadi BPJS nirlaba b. melanjutkan segmentasi program dan segmentasi peserta sesuai dengan kondisi saat ini c. memperluas jangkauan program dengan menambahkan program jaminan pensiun pekerja swasta dan mandiri pada BPJS JAMSOSTEK dan kecelakaan kerja pada BPJS ASKES. d. Memperluas kepesertaan dengan mengikutsertakan kelompok pekerja informal/mandiri pada seluruh program Jamsostek e. Tentara Aktif dan POLRI Aktif tidak diikutsertakan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional dan Jaminan Kecelakaan Kerja Nasional, dikelola mandiri oleh Mabes ABRI/POLRI.
Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
Hal 7
2. Dibentuk Empat BPJSN terdiri dari: a. BPJS ASKES menyelenggarakan i. Jaminan Kesehatan untuk PNS, Pejabat Negara, Pensiunan PNS, Pensiunan Pejabat Negara, Pensiunan TNI, POLRI, Veteran, Istri/Suami TNI POLRI bukan TNI/POLRI Aktif, Anak TNI/POLRI, Penerima Bantuan Iuran Jaminan Sosial (PBIJS) ii. Jaminan Kecelakaan kerja untuk PNS dan Pejabat Negara b. BPJS JAMSOSTEK menyelenggarakan 5 program untuk pekerja swasta formal, informal, i. Jaminan Kesehatan ii. Kecelakaan Kerja iii. Jaminan Hari Tua iv. Jaminan Pensiun v. Jaminan Kematian c. BPJS TASPEN menyelenggarakan tiga program jaminan sosial manfaat jangka panjang untuk PNS i. Jaminan Pensiun ii. Jaminan Hari Tua iii. Jaminan Kematian d. BPJS ASABRI menyelenggarakan tiga program jaminan sosial manfaat jangka panjang untuk TNI dan POLRI: Jaminan Pensiun, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian
Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
Hal 8
iii. Transformasi RASIONAL 1.
Ciri: a. Mentransformasi BUMN Persero menjadi BPJS nirlaba b. Perluasan kepesertaan dan penyeragaman manfaat dengan menyusun kembali penyelenggaraan program untuk seluruh warga negara c. Pembagian kelompok warga negara/penduduk ke dalam dua kelompok yaitu: i. kelompok penduduk yang menerima pembayaran iuran dari pemerintah (APBN/APBD)baik pemerintah sebagai pemberi kerja atau sebagai pengiur PBIJS ii. kelompok penduduk yang tidak mendapatkan subsidi iuran; d. TNI aktif dan POLRI aktif beserta pasangan dan anggota keluarga diikutsertakan dalam program jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja
2. Dibentuk Tiga BPJSN: a. BPJS ASKES mengelola dana peserta bersumber dari APBN/APBD untuk penyelenggaraan: i. Program jaminan kesehatan untuk PNS, TNIPOLRI aktif, Pejabat Negara, Pensiunan PNSTNI-POLRI, Veteran, Penerima Bantuan Iuran JS (PBIJS) ii. Program Jaminan Kecelakaan Kerja untuk PNS, TNI-POLRI, Pejabat Negara b. BPJS TASPEN-ASABRI (merjer) mengelola dana peserta bersumber dari APBN/APBD untuk penyelenggaraan: i. Program Jaminan Pensiun PNS,TNI,POLRI, Pejabat Negara ii. Program Jaminan Hari Tua PNS,TNI,POLRI, Pejabat Negara
Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
Hal 9
iii. Program Jaminan Kematian PNS,TNI,POLRI, Pejabat Negara c. BPJS JAMSOSTEK mengelola dana peserta bersumber mandiri dari pekerja dan pemberi kerja untuk penyelenggaraan: i. Jaminan Kesehatan ii. Kecelakaan Kerja iii. Jaminan Hari Tua iv. Jaminan Pensiun v. Jaminan Kematian
e. KEUNTUNGAN dan KERUGIAN/TANTANGAN MASING-MASING OPSI i. Transformasi OPTIMUM 1.
Keuntungan: a. Penerimaan masyarakat diperkirakan akan tinggi terutama dalam jangka panjang setelah memperlihatkan kinerja yang efektif dan berkualitas; b. Penyelenggaraan program berbasis pemisahan pilar/program yang jelas akan menciptakan BPJS yang spesialis dan handal di bidangnya; c. Penyelenggaraan dengan struktur yang jelas akan mendekatkan pada tujuan penyelenggaraan jaminan sosial yang efisien dan efektif; d. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan adekuat dan cermat; e. Terjamin penyelenggaraan program yang seragam dan berskala nasional sehingga terjamin pemenuhan prinsip ekuitas dan portabilitas.
Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
Hal 10
2. Kerugian/Tantangan: a. Mengingat kondisi peraturan perundangan jaminan sosial masih tercerai-berai, tidak lengkap, tumpang tindih dan belum stabil serta kondisi perekonomian yang labil, opsi ini terlalu dini untuk diselenggarakan di Indonesia; b. Memerlukan upaya dan investasi yang besar dalam jangka pendek terutama untuk penyiapan sumber daya dan penggabungan organisasi dan manajemen yang canggih (structural integration); c. Memerlukan pemimpin perubahan yang kuat dan tegas, serta kontrol pemerintah dan publik yang kuat dan ketat; d. Memunculkan bahaya baru dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan akibat adanya kekuatan monopsoni yang akan mendikte dan menyalagunakan kekuatan tawar di sektor pelayanan kesehatan; e. Resistensi dari pemerintah dan BUMN Persero penyelenggara jaminan sosial diperkirakan tinggi terutama karena opsi ini memerlukan pengalihan dan penyesuaian mendasar dalam organisasi, tata kelola dan mekanisme kerja; f. Kepercayaan publik terancam terutama bila proses pembentukan dan pembenahan berlarut-larut; transparansi menjadi taruhan
ii. Transformasi EVOLUSIONER 1.
Keuntungan: a. Proses transformasi relatif lebih mudah dan dapat diimplementasikan karena di tingkat operasional tidak terjadi perubahan manajemen yang mendasar dan tinggal melanjutkan tata kelola dan mekanisme kerja yang sudah berjalan;
Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
Hal 11
b. Proses transformasi dapat dipusatkan pada pengintegrasian fungsi dan tata kelola untuk menyeragamkan manfaat bagi seluruh kelompok penduduk (fungtional integration); c. Proses transformasi kurang traumatik bagi badan penyelenggara; d. Hasil transformasi dapt dicapai lebih cepat dan lebih mudah terutama bagi PT ASKES, TASPEN, ASABRI e. Kepercayaan publik dalam jangka pendek tidak terancam, selanjutnya tergantung kinerja BPJS f. Menjadikan BPJS Jamsostek menjangkau seluruh penduduk untuk seluruh program, kecuali PNS dan TNI POLRI 2. Kerugian/Tantangan: a. BPJS Jamsostek dalam waktu bersamaan dituntut untuk mampu mengubah dan menyesuaikan organisasi dan manajemen menjadi badan publik sekaligus mengelola program baru (jaminan pensiun) dan memperluas jangkauan kepesertaan (pekerja informal dan mandiri); b. BPJS Jamsostek dan BPJS Askes menyelenggarakan program jaminan kesehatan untuk kelompok penduduk berbeda, perlu integrasi fungsional yang adekuat untuk menjamin tercipatanya keadilan dan terselenggaranya kordinasi program jaminan kesehatan.
iii. Transformasi RASIONAL 1.
Keuntungan: a. Proses transformasi relatif lebih mudah dan langsung diimplementasikan karena di tingkat operasional tidak terjadi perubahan manajemen yang mendasar; b. Efisiensi dalam pengelolaan program jaminan jangka panjang bagi PNS/TNI/POLRI (jaminan pensiun, jaminan hari tua, jaminan kematian) dapat segera diupayakan;
Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
Hal 12
c. Kepercayaan publik dalam jangka pendek tidak terancam, karena intervensi politik dan pemerintah terkait APBN/APBD pada penyelenggaraan jaminan sosial pekerja swasta dapat diminimalkan bahkan ditiadakan. d. Proses transformasi kurang traumatik bagi badan penyelenggara sehingga goncangan sistem dapat diminimalisir; e. Sinkronisasi dan harmonisasi penyelenggaraan program dapat segera dilaksanakan dengan melakukan integrasi fungsi, meliputi penyeragaman mekanisme penyelenggaraan, standar operasional prosedur, standar kualitas, pemantauan dan evaluasi kinerja. 2. Kerugian: a. BPJS Jamsostek dalam waktu bersamaan dituntut untuk mampu mengubah dan menyesuaikan organisasi dan manajemen menjadi badan publik sekaligus mengelola program baru (jaminan pensiun) dan memperluas jangkauan kepesertaan (pekerja informal dan mandiri); b. BPJS Askes mengelola kelompok penduduk beresiko tinggi tanpa ada subsidi silang dari penduduk berpenghasilan lebih tinggi dan memiliki resiko terkena penyakit lebih rendah; perlu kecermatan dan kehatihatian yang tinggi untuk mengelola peserta berpendapatan rendah, peserta dengan resiko terkena penyekit tinggi, serta intervensi agenda politik dan kebijakan pemerintah tinggi. c. Resistensi dari pegawai PT TASPEN dan PT ASABRI untuk penggabungan dan perampingan manajemen TASPEN-ASABRI.
Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
Hal 13
IV.
BPJS DAERAH 1.
2. 3. 4.
5. 6.
V.
UU BPJS harus memuat ketentuan tentang tanggungjawab dan organisasi BPJS di Daerah sebagi pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara no. 007/PUU-III/2005. Pendirian BPJSD wajib memenuhi peraturan yang ditetapkan dalam UU SJSN dan UU BPJS Pendirian BPJSD wajib menjamin terciptanya kesesuaian antara Peraturan Daerah dengan UU SJSN dan UU BPJS Harmonisasi UU SJSN dan UU BPJS terhadap UU NO. 32 Tahun 2004 harus memerhatikan terpenuhinya prinsip-prinsip penyelenggaraan jaminan sosial nasional. BPJSD adalah SUB SISTEM SJSN BPJSD dibatasi untuk mengelola iuran peserta yang dibayarkan dari dana APBD untuk menyelenggarakan manfaat tambahan (suplementer) atau manfaat pelengkap (komplementer) atas manfaat yang telah diberikan oleh BPJSN.
AGENDA TINDAK LANJUT PEMBENTUKAN UU BPJS DAN IMPLEMENTASI UU SJSN Dalam rangka menyelesaikan agenda regulasi, salah satu adalah pembentukan UU BPSJ, Pemerintah perlu menetapkan dua buah peta jalan secara logis dan sistematis. Kedua peta jalan tersebut adalah: 1.
Peta keputusan politik (political roadmap), meliputi keputusan pemerintah atas: a. Agenda dan mekanisme pengimplementasian UU SJSN b. Pelaksanaan tugas dan kewenangan Dewan Jaminan Sosial Nasional, serta evaluasi kinerja DJSN dan Sekretariat DJSN; c. Peran Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah dalam pembangunan SJSN d. Peran pemangku kepentingan dan hubungan kelembagaan antar pemangku kepentingan dalam pembangunan SJSN ; e. Penetapan bentuk badan hukum BPJS dan proses transformasinya f. Penetapan segmentasi program dan segmentasi penduduk dalam penyelenggaraan SJSN g. Penetapan mekanisme pembentukan BPJSD h. Harmonisasi peraturan perundangan terkait jaminan sosial
Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
Hal 14
2. Peta pengaturan teknis operasional (technical roadmap), meliputi seluruh aksi terkait dengan penyiapan teknis penyelenggaraan secara profesional untuk dirumuskan ke dalam peraturan pelaksanaan dan petunjuk teknis pelaksanaan yang komprehensif: a. Penetapan langkah-langkah harmonisasi dan sinkronisasi penyelenggaraan program JK, JKK, JHT, JP, JKM untuk memenuhi prinsip kepesertaan wajib, gotong-royong, portabilitas b. Penetapan langkah-langkah membangun tata kelola Badan penyelenggara untuk memenuhi prinsip nir laba, dana amanat, keterbukaan, akuntabilitas, kehati-hatian; c. Penetapan mekanisme perluasan kepesertaan program JK, JKK, JHT, JP, JKM d. Penetapan besaran iuran dan manfaat program JK, JKK, JHT, JP, JKM e. Penetapan mekanisme pengumpulan iuran (collection) dan pemusatan dana (pooling) program JK, JKK, JHT, JP, JKM f. Penetapan pembangunan jejaring pelayanan kesehatan dan metoda kontrak dan pembayaran fasilitas kesehatan g. Penetapan mekanisme pemantauan, pengawasan dan evaluasi program JK, JKK, JHT, JP, JKM serta organ-organ yang berwewenang dalam pemantauan, pengawasan dan evaluasi kinerja dan evaluasi sistem h. Penetapan sistem manajemen informasi dan institusi yang terlibat dan berwewenang i. Penetapan mekanisme kordinasi manfaat jaminan sosial j. Penetapan mekanisme pengelolaan dana dan formula penetapan biaya administrasi dan cadangan teknis
Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
Hal 15
VI.
USULAN MARTABAT 1. Transformasi RASIONAL – dilakukan secara bertahap dan hati-hati.
BPJS Nasional
Ketergantungan pada Iuran Pemerintah Dominan
Program Jangka Pendek
JK
JKK
BPJS ASKES PN Sipil PN Non Sipil (TNI – POLRI) Pejabat Negara/ DPR/MPR Pensiunan PN Sipil, PN Non Sipil Veteran Penerima bantuan iuran JS (PBIJS)
Ketergantungan pada Iuran Pemerintah Minimal/Tidak Ada
Program Jangka Panjang
JHT
JP
JKM
Program Jangka Pendek
JK
BPJS Merger TASPEN- ASABRI PN Sipil PN Non Sipil (TNI – POLRI)
Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
JKK
Program Jangka Panjang
JHT
JP
BPJS JAMSOSTEK Pekerja Swasta dalam hub kerja dan di luar hub kerja/mandiri
Hal 16
JKM
USULAN MARTABAT (lanjutan) 2. Tidak merekomendasikan untuk membentuk BPJS Tunggal dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Proses transformasi sangat rawan dan beresiko gagal karena agenda transformasi sangat padat dan rumit yaitu dalam waktu bersamaan dilakukan perubahan badan hukum, kelembagaan, tata kelola, manajemen, perluasan cakupan program dan perluasan kepesertaan; b. Dalam waktu singkat BPJS Tunggal sulit untuk mengintegrasikan program-program yang tengah berlangsung dengan kepesertaan dan manfaat yang berbeda; c. Memunculkan masalah baru dalam penyelenggaraan jaminan sosial yang disebabkan oleh pemusatan dana publik (240 juta orang) dalam satu organisasi, misalnya rawan penyalahgunaan, intervensi kepentingan-kepentingan non publik, sangat rentan terhadap goncangan finansial dan berdampak langsung kepada seluruh penduduk; d. Proses transisi rawan dan sulit untuk memenuhi kewajiban yang sedang berjalan; e. Proses transisi rawan timbul tumpang-tindih pembiayaan dan pembayaran manfaat yang sedang berjalan karena penyelenggaraan dan peserta yang heterogen. f. Resistensi pemangku kepentingan terutama peserta lama; g. Resistensi dari direksi dan pegawai keempat BUMN Persero 3. BPJSD: a. BPJSD sebagai subsistem SJSN dengan kewenangan terbatas pada penyelenggaraan program komplementer dan suplementer BPJSN dengan pembiyaan dari APBD. b. Skema sistem akuntabilitas penyelenggaraan SJSN oleh BPJSN dan BPJSD ditampilkan pada gambar berikut:
Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
Hal 17
Gambar 1: Skema sistem akuntabilitas penyelenggaraan SJSN oleh BPJSN dan BPJSD
Mekanisme Pelaksanaan SJSN – UU No. 40 Tahun 2004 Pasca Putusan MK
UU No. 32/2004
UU No. 40/2004
PRESIDEN
Anggaran Pemerintah (APBN/APBD)
Iuran peserta
DJSN Sekretariat Pusat BPJS Jamsostek
BPJS Cab Jamsostek
PEMDA
BPJS Askes
BPJS Cab Askes
BPJS Merger Taspen - Asabri
BPJS Cab Merger Taspen - Asabri
Dewan Penasehat Daerah
Sekretariat Cabang Monev Monev UU BPJS
Konsultasi
Regulasi & iuran
PERDA
BPJS Daerah
Monev
Kantor Konsultan Jaminan Sosial MARTABAT Kebayoran Arcade Blok C2 No. 31 Jl. Boulevard Bintaro Jaya, Pusat Kawasan Niaga Bintaro Jaya Sektor 7, Tangerang Selatan Banten – Indonesia 15224 Telp: 62 21 74870811 Fax :62 21 74870811 ext. 401 Email:
[email protected]
Pengutipan dengan menyebut sumbernya KKJS MARTABAT.
Hal 18