Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN KEWIRAUSAHAAN (Pada Pengusaha Mikro Industri Garmen Di Kelurahan Sukawana Kabupaten Serang Provinsi Banten) Dirlanudin ABSTRAK Permasalahan eksternal pengusaha mikro adalah keterbatasan akses ke bank dan distorsisi pasar yang disebabkan oleh kebijakan-kebijakan yang tidak kondusif. Sedangkan permasalahan internal adalah masih kurang mampu menjalin jaringan dengan pihak-pihak terkait, kurang mampu berkreativitas produk, dan kurang mampu membaca peluang pasar. Hasil produksi usaha mikro industri garmen berupa baju dan celana sehari-hari, seragam sekolah dan karyawan, kaos, celana olah raga dan jaket biasa. Nilai aset rata-rata di bawah Rp. 50 juta, rata-rata memiliki karyawan antara 2-5 orang. Perencanaan program penyuluhan kewirausahaan bagi pengusaha mikro industri garmen di Kelurahan Sukawana Serang meliputi: situasi dan rumusan masalah; pemecahan masalah dan sasaran; perencanaan pengajaran dan pelatihan; evaluasi serta rekonsiderasi. Tujuan penyuluhan kewirausahaan adalah mengubah perilaku para pengusaha mikro industri garmen, melipiti: 1) pengetahuan wirausaha; 2) sikap mental yang mengarah pada semangat wirausaha; 3) keterampilan dalam mengelola usaha bisnis garmen, dan 4) peningkatan pendapatan. I. PENDAHULUAN Pelaksanaan pembangunan di Indonesia salah satunya diarahkan untuk mengentaskan kemiskinan, sehingga berbagai upaya mendasar ditujukan pada penanganan pengangguran. Upaya penanganan pengangguran tidak bisa seluruhnya ditangani melalui rekruitmen pegawai negeri sipil, tetapi melalui pengembangan sektor swasta, sehingga masyarakat perlu ditumbuhkembangkan agar mampu menggali potensi yang ada pada
dirinya, yang pada gilirannya mereka lebih berdaya dan mandiri. Melalui berbagai kebijakan Pemerintah telah dilakukan upaya peningkatan keterampilan masyarakat untuk berwirausaha. Hal ini dilakukan dengan memberikan penyuluhan tentang “kewirausahaan” kepada para pengusaha mikro dan masyarakat pada umumnya, sehingga mereka termotivasi berwirausaha sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Kenyataan menunjukkan bahwa sektor usaha mikro selama ini dapat menyerap tenaga kerja dan bahkan 81
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 di beberapa daerah di Indonesia dapat menjadi penyangga dari hantaman krisis ekonomi dan moneter. Namun demikian seperti halnya di negara-negara lain, menurut Tambunan (2002), bahwa perkembangan usaha kecil di Indonesia tidak lepas dari berbagai masalah yang dihadapi oleh pengusaha kecil antara lain keterbatasan modal kerja/investasi, kesulitan mendapatkan bahan baku dengan kualitas yang baik dan harga yang terjangkau, keterbatasan teknologi, keterbatasan SDM dengan kualitas yang baik (terutama manajemen dan teknisi produksi), informasi mengenai pasar, dan kesulitan dalam pemasaran (termasuk distribusi). Dengan demikian masalahmasalah yang dihadapi pengusaha mikro bersifat multidimensi. Secara alami ada beberapa permasalahan yang bersifat lebih internal (sumbernya di dalam perusahaan), sedangkan yang lainnya lebih bersifat eksternal (sumbernya di luar perusahaan). Dua masalah eksternal yang oleh beberapa pengusaha mikro dianggap paling serius adalah keterbatasan akses ke bank dan distorsisi pasar (output maupun input) yang disebabkan oleh kebijakan-kebijakan atau peraturanperaturan Pemerintah yang tidak kondusif, yang disengaja maupun yang tidak disengaja lebih menguntungkan pengusaha besar, termasuk investor asing (PMA). 82
Hal tersebut bila dikaji secara mendalam terutama disebabkan oleh permasalahan intelektual yang dimiliki, kurang mampu menjalin jaringan dan relationship dengan pihak pemerintah, pengusaha menengah dan besar, perbankkan dan pemasok bahan baku lainnya, sehingga kurang mampu dalam mengakses ke pihak pengambil kebijakan, lembaga-lembaga keuangan dan pemasok. Penyebab lainnya adalah kurang mampu membuat kreativitas produk dengan kualitas baru serta kurang mampu mencari kiat dalam membaca peluang pasar, mengakses dan persaingannya. Memperhatikan gejala di atas, maka kegiatan penyuluhan tentang “kewirausahaan” oleh aparat Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Serang perlu terus dilakukan secara intensif, baik dilakukan secara masal, kelompok maupun interpersonal (individu), yang dalam hal ini terutama ditujukan bagi pengusaha mikro industri garmen di Kelurahan Sukawana Serang Banten. II. KAJIAN TEORI A. Pengertian Perencanaan Program Penyuluhan Sebelum memberikan definisi tentang perencanaan program penyuluhan, terlebih dahulu dikemukakan definisi masing-masing istilah, sebagai berikut:
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 1. Perencanaan Perencanaan menurut Wiriaatmadja (1978) menyebutkan sebagai penentuan jalan dan macam kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Sedangkan rencana adalah jalan dan macam kegiatan-kegiatan yang telah ditentukan atau diproyeksikan lebih dahulu untuk menimbulkan atau untuk mencapai suatu keadaan tertentu yang diinginkan. Perencanaan disini menyangkut dua golongan yaitu kelayan dan penyuluh, yang masing-masing mempunyai perencanaan sendiri, kemudian dipadukan. Masyarakat harus mempunyai perencanaan sendiri mengenai apa dan caranya mencapai yang diinginkannya. Dalam pembuatan rencana, masyarakat dapat dibantu oleh perbagai pihak, seperti instansiinstansi pemerintahan yang bersangkutan, tokoh-tokoh masyarakat setempat dan penasihat-penasihat ahli. Proses perencanaan demikian adalah yang diinginkan, sehingga ada sinkronisasi antara pihak yang berkepentingan (masyarakat), penyuluh dan yang berwenang mengatur (pemerintah). Dalam prakteknya sering kali masyarakat tidak mempunyai program maupun rencana kerja serta kalender kerja, sehingga tidak jarang instansiinstansi pemerintah ataupun penyuluh membuat program, rencana kerja dan kalender kerja
menurut perkiraan-perkiraan apa yang dibutuhkan masyarakat. 2. Program Adalah suatu pernyataan yang dikeluarkan untuk menimbulkan pengertian dan perhatian mengenai suatu kegiatan. Dalam penyataan ini terdapat : situasi di mana orang itu berada, masalah-masalah yang merupakan suatu bagian dari situasi itu, tujuan-tujuan yang ingin dicapai bersangkutan dengan masalahmasalah tersebut, rekomendasi cara-cara pencapaian tujuan itu, secara jangka panjang maupun secara jangka pendek. 3. Rencana kerja Adalah suatu cara kegiatankegiatan yang disusun sedemikian rupa sehingga memungkikan pelaksanaan program efisien. Jadi menyangkut soal-soal bagaimana, kapan, di mana, dan oleh siapa pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan, yang ditetapkan dalam program itu. 4. Kalender kerja Adalah suatu rencana kerja yang disusun menurut urutan waktu kegiatan, dapat dibuat untuk satu tahun dalam garis besarnya dan untuk satu triwulan atau satu bulan dalam detailnya. 5. Penyuluhan Penyuluhan hakekatnya sebagai proses komunikasi dan pendidikan 83
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 terhadap orang dewasa guna mengubah sikap dan pola pikir mereka. Menurut Asngari (2001), penyuluhan adalah sistem pendidikan non-formal untuk mengubah perilaku SDM-klien sesuai dengan yang dikehendaki atau direncanakan. Tujuan jangka pendeknya adalah mengubah perilaku SDM-klien, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap mentalnya. Tujuan jangka panjangnya adalah meningkatkan pendapatan SDM-klien. Dengan pendapatan yang meningkat SDMklien dapat hidup lebih baik dan lebih sejahtera. Selain itu, masyarakat juga dapat menikmati hasil penyuluhan, sebab produsen dapat menurunkan harga jual produknya berkat efisiensi usaha yang dilakukan sebagai hasil penyuluhan. Selanjutnya Asngari (2001) mengemukakan bahwa kegiatan penyuluhan adalah kegiatan mendidik, bukannya memaksa terjadinya perubahan perilaku SDMklien. Karena itu, agen pembaruan perlu menguasai ilmu mendidik, baik pada pedagogi maupun andragogi. Kegiatn tersebut termasuk pula membangunkan SDM-klien: yang belum “bangun” dibangunkan, dan yang sudah “bangun” lebih “bangun” lagi. Kegiatan mendidik itu termasuk pula: merangsang SDMklien untuk melakukan perubahan, memberi arah akan perubahan, dan mengajarkan IPTEK dan lain-lain sebagai sarana perubahan itu. 84
Ada tiga peranan penyuluhan yang penting yakni: a. memberikan informasi pada SDM-klien tentang IPTEK baru dan lain-lain yang cocok bagi SDM-klien, b. merangsang adanya kebutuhan SDM-klien akan informasi, c. menyediakan/memfasilitasi informasi dengan mengajarkannya untuk melakukan tindakan, yakni meningkatkan efisiensi kegiatan bisnis SDM-klien yang bersangkutan. 6. Perencanaan program Menurut Martinez dalam Mardikanto (1993), a) Perencanaan program merupakan upaya perumusan, pengembangan dan pelaksanaan program-program; b) Perencanaan program merupakan proses berkelanjutan, melalui mana warga masyarakat merumuskan kegiatan-kegiatan yang berupa serangkaian aktivitas yang diarahkan untuk tercapainya tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan masyarakat setempat. Jadi perencanaan program adalah suatu proses berkelanjutan, melalui seluruh warga masyarakat secara bersama-sama mempertimbangkan upaya pembangunan masyarakatnya dengan menggunakan segala sumberdaya yang mungkin dapat dimanfaatkan. 7. Perencanaan program penyuluhan
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 Lucie Setiana (2005), berpendapat bahwa perencanaan program penyuluhan adalah sesustu yang harus dilakukan, karena untuk mencapai keberhasilan dari program maka fakta-fakta di lapangan perlu diketahui, dihubung-hubungkan dan ditarik asumsi-asumsi. Perencanaan program adalah perumusan, pengembangan, dan pelaksanaan program itu sendiri. Perencanaan program harus merupakan perencanaan tertulis tentang kegiatan yang akan dikembngkan secara bersama-sama oleh masyarakat, penyuluh, pembina, spesialis, dan para petugas lapangan lainnya. B. Pendekatan Penyuluhan Partisipasi Masyarakat
2.
3.
4.
5.
dan
Upaya pencapaian sasaran pembangunan melalui kegiatan penyuluhan, maka perlu ditentukan pendekatan-pendekatan yang tepat, dengan memperhatikan karakteristik sasaran penyuluhan serta target pembangunan yang ingin dicapainya. Hubeis (1995), berpendapat bahwa pendekatam penyuluhan merupakan satu komponen konsep penyuluhan untuk mempercepat pencapaian tujuan pembangunan. Beberapa pendekatan penyuluhan yang dikenal di Indonesia, yakni: 1. Pendekatan umum: pendekatan penyuluhan ini diterapkan pada peningkatan produksi prioritas nasional, antara lain pada peningkatan produksi
6.
padi,jagung, kedelai, dan ayam buras. Pendekatan komoditi: pelaksanaan pendekatan ini antara lain melalui pola PIR-BUN dan perikanan. Pendekatan latihan dan kunjungan (LAKU: penyelenggaraan pendekatan ini terutama pada upaya peningkatan produksi tanaman padi dalam program Bimas. Pendekatan ini sudah berjalan sejak Repelita II. Pendekatan partisipasif: diterapkan pada petani kecil, wanita tani, dan proyek P4K. Pendekatan proyek : penyelenggaraannya antara lain pada usaha tani lahan kering, usahatani konservasi, dan pengembangan ternak. Pendekatan sistem usahatani : antara lain dilakukan pada usahatani lahan kering dan usahatani konservasi. Semua pendekatan itu, menggunakan metode pendekatan kelompok.
Selanjutnya Hubeis (1995), mengemukakan pengertian partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah keikutsertaan masyarakat baik dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan. Keikutsertaan tersebut terbentuk sebagai akibat terjadinya interaksi sosial antara individu atau kelompok masyarakat lain di dalam pembangunan. Sebagai bentuk kegiatan, partisipasi masyarakat 85
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 dalam pembangunan mencakup partisipasi dalam pembuatan keputusan, perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi kegiatan, serta pemanfaatan hasil pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional, idealnya, harus tampak dan bergairah setiap waktu. Wujud partisipasi itu sendiri sebenarnya terungkap pada sikap, tanggapan, dan pemikiran terhadap gejalagejala dalam kehidupan suatu bangsa yang bernegara. Yang menjadi persoalan adalah, bagaimana menghidupkan partisipasi positif bagi pembangunan tersebut, di mana rakyat tanpa merasa terpaksa dan dipaksa, menjadi pendorong sekaligus pelaksana dari keputusan-keputusan dan kebijaksanaan pembangunan nasional, sementara pemerintah menyalurkan aspirasi rakyat dalam wujud pembangunan. Dengan demikian partisipasi masyarakat sebenarnya suatu akibat dari komunikasi timbal-balik yang positif. Dalam komunikasi itu diperlukan prasarana, dan profesionalisme penyuluhan memegang peranan penting. Menekankan peran utama penyuluhan, maka partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional merupakan sasaran yang ingin dicapai oleh profesionalisme penyuluhan. C. Tipe-tipe Program
86
Tipe program dalam pembangunan digunakan untuk menentukan ukuran keberhasilan yang akan dicapai suatu program. Boyle (1981), mengemukakan ada tiga tipe program dalam pembangunan, yaitu: 1. Tipe program development. Tipe program ini mengidentifikasi masalah-masalah pokok kelayan, masyarakat atau segmen masyarakat. Program pendidikan yang mampu menolong orang lain dapat dikembangkan, menyangkut: pengetahuan, keterampilan dan sikap yang merupakan alat pendukung pemecahan masalah, semuanya diprogramkan dan kesuksesan program diukur dari keberhasilan memecahkan masalah. 2. Tipe program institusional. Tipe program ini berfokus pada pengembangan dan peningkatan kemampuan dasar seseorang. Kemampuan ini meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap. Adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap merupakan kriteria utama keberhasilan program. 3. Tipe program informasional. Tipe program ini berupa pertukaran informasi antara pendidik atau perencana dan warga belajar. Fokusnya pada pengidentifikasian infornasi baru yang harus disebarkan. Jadi keberhasilan program dapat diukur dari adanya pertambahan informasi baru berkenaan dengan
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 pengetahuan, keterampilan dan sikap dari warga belajar. Dengan demikian ketika akan melakukan penyusunan suatu program pembangunan tidak dapat dilakukan dengan hanya mengeneralisasikan semua kegiatan, tetapi harus dipilah-pilah sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik situasi yang berkembang di masyarakat sasaran pembangunan.
4.
5.
D. Manfaat Perencanaan Program Perencanaan program dibuat untuk mendapatkan arah pedoman dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi apa sebenarnya manfaat dari perencanaan program tersebut. Hal ini dikemukakan oleh Mardikanto dalam Rejeki (1998), bahwa ada beberapa manfaat perencanaan program, yaitu: 1. Memberi acuan dalam mempertimbangkan secara seksama tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya. Dengan acuan yang sudah dipilih, memudahkan semua pihak untuk mengambil keputusan yang sebaik-baiknya. 2. Menyediakan acuan tertulis yang dapat digunakan oleh masyarakat. Adanya acuan tertulis mencegah terjadinya salah pengertian dan dapat dievaluasi setiap saat, sejak sebelum, selama dan sesudah program tersebut dilaksanakan. 3. Memberi pedoman pengambilan keputusan terhhadap adanya
6.
7.
8.
9.
usul/saran penyempurnaan. Adanya pedoman tertulis dapat dikaji seberapa jauh saran penyempurnaan dapat diterima atau ditolak agar tujuan yang diinginkan tetap tercapai. Memantapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, yang perkembangannya dapat diukur dan dievaluasi. Memberi pengertian yang jelas terhadap pemilihan tentang: a) kepentingan dari masalahmasalah insidental; b) pemantapan dari perubahanperubahan sementara. Mencegah salah pengertian tentang tujuan akhir dan mengembangkan kebutuhankebutuhan yang dirasakan maupun yang tidak dirasakan. Memberikan kelangsungan dalam diri personal, artinya setiap personal yang terlibat dalam pelaksanaan dan evaluasi program selalu merasakan perlunya kesinambungan program hinggga tercapainya tujuan. Membantu mengembangkan kepemimpinan, yaitu menggerakkan semua pihak yang terlibat dan mengunakan sumberdaya yang tersedia serta dapat digunakan untuk tercapainya tujuan yang dikehendaki. Menghindarkan pemborosan sumberdaya, baik tenaga, biaya maupun waktu dan mendorong efisiensi. 87
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 10. Menjamin kelayakan kegiatan yang dilakukan dalam masyarakat dan yang dilaksanakan sendiri oleh masyarakat setempat. Berdasarkan uraikan di atas dapat dikemukakan bahwa manfaat perencanaan program bukan hanya sebagai pedoman dari suatu kegiatan tetapi juga mencegah salah pengertian, memastikan bahwa program itu layak untuk dilaksanakan, mencegah pemborosan dan untuk menggerakan semua pihak yang terlibat dalam kegiatan program pembangunan tersebut. E. Model-model Proses Perencanaan Program Penyuluhan Tahapan proses perencanaan program penyuluhan banyak dikemukakan para ahli dengan berbagai model. Walaupun pendapat-pendapat tersebut terlihat berbeda, tetapi jika dikaji lebih mendalam satu sama lain ada persamaannya. Berikut ini penulis kemukakan pendapat para ahli sebagai berikut: Model KOK dalam Asngari (2007), didasarkan atas kenyataan yang terjadi di lapangan, terdiri atas sembilan tahapan, yaitu : 1. Survei (survey) Survei dilakukan untuk mengumpulkan data yang diperlukan guna memperoleh gambaran mengenai situasi dan 88
kondisi khalayak sasaran, meliputi keadaan sumberdaya, yang terdiri dari sumberdaya alam, sumberdaya manusia,kelembagaan, sarana dan prasarana yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan penyuluhan maupun yang akan dilakukan oleh masyarakat sasaran teknologi yang telah digunakan, dan peraturanperaturan, seperti kebijaksanaan pembangunan regional dan ketetapan-ketetapan khusus yang diberlakukan di tingkat daerah. 2. Analisis Situasi situation)
(analysis
of
Analisis keadaan ini berdasarkan data yang diperoleh dari survei. Analisis keadaan meliputi analisis tentang deskripsi data keadaan, penilaian atas keadaan sumberdaya, teknologi yang telah digunakan, dan peraturan-peraturan, seperti kebijaksanaan pembangunan regional dan ketetapan-ketetapan khusus yang diberlakukan di tingkat daerah. 3. Identifikasi Masalah (identification of problems) Adalah upaya untuk merumuskan hal-hal yang tidak dikehendaki atau faktor-faktor yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan yang dikehendaki. Pada tahap ini dilakukan analisis tentang kesenjangan antara data potensial dan actual, antara keadaan yang sudah dan ingin dicapai, antara teknologi yang perlu dan sudah diterapkan, serta antara peraturan
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 yang harus diberlakukan dan praktek implementasinya.
6. Penyusunan Rencana Kerja (Development of plan of action)
4. Menetapkan Alternatif Pemecahan Masalah (decision on alternative solution)
Ini dilakukan dengan memperhatikan kondisi-kondisi yang ada, seperti besarnya dana, jumlah dan kualitas tenaga yang dipersiapkan, peraturan-peraturan yang perlu ada serta batas waktu yang diperlukan. Hal ini dapat dilakukan dengan metode analisis SWOT, yaitu menyangkut: a. kekuatan-kekuatan yang dimiliki; b. kelemahan-kelemahan yang ada; c. Peluang-peluang yang tersedia; d. ancaman-ancaman yang dihadapi.
Pada tahap ini, masalah-masalah yang diidentifikasi dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu masalah-masalah umum dan masalah-masalah khusus. Langkah yang harus dilakukan adalah: a. pemilihan pemecahan masalah yang benar-benar menyangkut kebutuhan nyata yang dirasakan masyarakat. b. pemilihan masalah yang segera harus diupayakan. c. Pemecahan masalah-masalah strategis yang berkitan dengan banyak hal, yang harus ditangani bersama-sama oleh banyak pihak secara terpadu, serta memiliki pengaruh yang besar demi keberhasilan pembangunan masyarakat 5. Penentuan Tujuan dan Ruang Lingkup Permasalahan (determination of objectives and scope) Dalam penentuan tujuan dan ruang lingkup permasalahan, perlu diperhatikan realitas sasaran, baik dari kemampuan sumberdaya maupun waktu yang tersedia. Hal ini berarti tujuan yang ditetapkan tidak selalu harus dapat memecahkan semua permasalahan sampai tuntas, namun harus dapat menentukan target-target yang realitas.
7. Pelaksanaan Rencana Kerja (execution of plan of work) Pada tahap ini dilaksanakan kegiatan sesuai rencana kerja yang disusun. 8. Evaluasi (evaluation) Tahap ini dilihat efektivitas dari kegiatan yang dilaksanakan, termasuk kesesuaian antara pelaksanaan dan rencana kegiatan 9. Rekonsiderasi (reconsideration) Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mempertimbangkan kembali rumusan perencanaan program yang ada, baik yang dilakukan sebelum maupun selama proses pelaksanaan kegiatan. Selain itu juga dipertimbangkan rumusan perencanaan program yang akan datang. Model Raudabaugh dalam Asngari (2007), perencanaan ini terdiri atas lima tahapan kegiatan yang berupa suatu siklus, yaitu: 89
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 a) Identifikasi masalah (identification problems); b) Penentuan tujuan (determination of objectives); c) Pengembangan rencana kerja (development plan of work); d) Penetapan rencana kerja (follow through plan of work) e) Penetapan kemajuan (determination of progress). Model Pesson dalam Rejeki (1998), disebutkan bahwa model ini dibedakan ke dalam dua area kegiatan, yaitu area perencanaan program, yang terdiri atas empat tahap kegiatan, yakni : 1. 2. 3. 4.
pengumpulan fakta, analisis situasi, identifikasi masalah, penetapan tujuan.
Sedangkan area program, meliputi: 5. 6. 7. 8.
pelaksanaan
penyusunan rencana kerja, pelaksanaan rencana kerja, penentuan kemajuan, rekonsiderasi merupakan tahap antara yang menghubungkan area kegiatan perencanaan dan area kegiatan pelaksanaan program.
Menurut Federal Extension dalam Rejeki (1998), dikemukakan bahwa model ini memiliki delapan tahapan kegiatan, yaitu: 1. pengumpulan fakta, 2. analisis situasi, 3. identifikasi masalah, 4. penetapan fakta, 5. penyusunan rencana kerja, 90
6. pelaksanaan rencana kerja, 7. penentuan kemajuan hasil yang dicapai, dan 8. rekonsiderasi, penentuan kemajuan hasil yang dicapai, dan rekonsiderasi, setiap tahapan kegiatan dengan melibatkan setiap lapisan masyarakat. F. Pengertian Wirausaha dan Jenisjenis Wirausaha 1. Pengertian Wirausaha Kemampuan wirausaha tidak selalu dimiliki setiap orang, banyak orang menjadi warausaha karena tuntutan kebutuhan, kemudian melalui proses yang panjang sehingga perilaku wirausaha sudah menjadi bagian dari kehidupannya, namun demikian perilaku wirausaha sebenarnya dapat dipelajari dan diimplementasikan oleh setiap orang jika orang tersebut ada kemauan atau karena tekanan untuk menjaga eksistensi kehidupannya. Menurut Kuratko dan Hodgetts dalam Manurung (2006), bahwa kewirausahaan merupakan tindakan seseorang untuk membuat organisasi, mengelolanya dan menentukan resiko sebuah bisnis. Selanjutnya Joseph Schumpeter dalam Syahyuti (2006), memperkenalkan konsep modern tentang entrepreneurship is ‘the carrying out of new combinations we call enterprise, and the individuals whose function it is to carry them out we call entrepreneurs’. Menurutnya,
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 entrepreneurship adalah kombinasi dari lima hal mendasar, yaitu: introduksi produk baru, introduksi metode berproduksi yang baru, membuka pasar, dan pencarian sumber baru tentang sumber daya dan menciptakan suatu organisasi yang baru. Kemudian Peter Drucker dalam Syahyuti (2006), memberi tekanan bahwa “entrepreneurship is a practice”. Kuncinya adalah pada “aksi”. Kewirausahaan adalah bukan suatu perencanaan tanpa aksi. Kewirausahaan dimulai dengan aksi, dengan menciptakan organisasi baru. Jika seseorang telah menciptakan organisasi baru, maka ia telah masuk ke dalam paradigma kewirausahaan. 2. Jenis-jenis Wirausaha Jenis-jenis entrepreneur klasifikasi “Landau” dalam Manurung (2006), mengusulkan hubungan resiko yang dibawa (risk bearing) dengan karakteristik inovasi (innovativeness) akan membuat sebuah dasar klasifikasi entrepreneur, sbb: Gambler, merupakan entrepreneur juga, tetapi selalu mempunyai karakteristik inovasi yang rendah dan resiko yang besar. Dreamer adalah entrepreneur yang mempunyai inovasi tinggi, tetapi hanya mau menerima resiko yang rendah.
Consolidator adalah entrepreneur yang hanya bisa menerima resiko yang rendah dan karakteriatik inovasi yang rendah pula. Entrepreneur adalah seorang yang mempunyai karakteristik inovasi yang tinggi dan resiko yang dihadapi atau dibawanya juga cukup tinggi. Dengan demikian sikap wirausaha selalu ingin melakukan perubahan bagi kehidupannya yang lebih baik dengan terlebih dahulu melakukan perhitungan yang matang sebelum memutuskan suatu kegiatan untuk dilaksanakan, sehingga resiko yang selalu dihadapinya dapat ditekan sedemikian rupa. G. Karakteristik Wirausaha
dan
Manfaat
Seorang wirausaha tentu memilik karakteristik yang khas dan berbeda dengan karakteristik profesi lainnya, karakteristik ini bisa dikaji dan dipelajari secara mendalam. Setiap orang yang menekuni kehidupan bisnis dapat dipastikan bahwa sebagian besar atau bahkan seluruhnya memiliki sifat-sifat ini. Beberapa ahli berpendapat tentang karakteristik wirausaha sebagai berikut: Kuratko dan Hodgetts dalam Manurung (2006), Entrepreneur (wirausaha) mempunyai 4 karakteristik: 1. Menjalankan sebuah bisnis yang mempunyai kemungkinan menghasilkan keuntungan; 91
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 2. Berani menanggung dan menerima resiko bisnis tersebut di masa-masa mendatang; 3. Bisnis yang sedang ditekuni akan mempunyai kesempatan bertumbuh; 4. Perusahaan akan membuat inovasi dan terjadi kapitalisasi bisnis tersebut. Sedangkan Zimmerer dan Norman M (2005), menyebutnya dengan istilah profil wirausaha menyangkut aspek-aspek sebagai berikut: 1. Menyukai tanggung jawab; 2. Lebih menyukai resiko menengah; 3. Keyakinan atas kemampuan untuk meraih keberhasilan; 4. Hasrat untuk langsung mendapatkan umpan balik; 5. Tingkat energi yang tinggi; 6. Orientasi ke depan; 7. Keterampilan mengorganisasi; 8. Menilai prestasi lebih tinggi daripada uang; 9. Komeitmen yang tinggi 10. Toleransi terhadap ketidakjelasan (ambiguity) 11. Fleksibilitas; 12. Keuletan. Budaya suatu masyarakat secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan munculnya sikap wirausaha orang-orang dalam masyarakat tersebut. Dalam hal ini Syahyuti (2006), berpendapat tentang kultur kewirausahaan, bahwa ada kaitan yang kuat antara kebudayaan dan lahirnya sifat 92
kewirausahaan. Sebuah sistem kultur telah berkembang melalui waktu yang panjang, karena itulah aspek kultur perlu dipahami untuk meningkatkan sifat kewirausahaan pada satu masyarakat. Dalam konteks ini perlu dipahami bagaimana kecenderungan kewirausahaan di masyarakat tersebut, bagaimana motivasinya, bagaimana mereka menilai gagal dan sukses? Juga, pengetahuan dan keterampilan apa yang mereka butuhkan untuk mempraktikkan kewirausahaan? Kewirausahaan hendaknya jangan dipahami hanya sekadar kemampuan membuka usaha sendiri. Namun lebih dari itu,kewirausahaan haruslah dimaknai sebagai momentum untuk mengubah mentalitas, pola pikir dan perubahan sosial budaya. Prinsipprinsip dasar yang ada dalam kewirausahaan itu, antara lain adalah, bagaimana membangun karakter yang tangguh, kreatif, inovatif, cerdas, mandiri, produktif dan mampu memanfaatkan peluang atau sumber daya yang ada. Konsep David McCleland dalam Syahyuti (2006), misalnya menyebutkan, untuk mencapai prestasi orang mesti mengoptimalkan kadar need of achievement setinggi mungkin dan mengorbankan kadar silaturhmi atau keinginan membangun harmoni sosial (need of affiliation). Padahal mestinya keinginan utuk mandiri dan itikad untuk mencari solusi atas problematika yang ada, adalah
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 bagian dalam perjuangan hidup yang bernilai ibadah. Seorang usahawan perlu mempunyai tujuan yang jelas, kemampuan beradaptasi (flexibilty), menciptakan rule of game baru, serta mampu memaknai perubahan. Kewirausahaan merupakan prinsip,sikap, dan etos. Kewirausahaan juga erat kaitannya dengan pembauran, karena itu dapat menjadi agent of change. Dalam konteks ini, maka perlu dipahami makna tentang daya kejuangan, daya kreativitas, serta sikap kritis, positif,dan realistis. Tingkat kewirausahaan seseorang dapat diukur. Berbagai variabel yang dipakai untuk menentukan skor dan sikap kewirausahaan misalnya: sikap mandiri, keberanian mengambil resiko, ketekunan dan kerja keras, sikap terhadap waktu, keyakinan akan masa depan usaha, ketabahan menghadapi tantangan, sikap dalam menghadapi masalah, kejelasan target dan sasaran usaha, pandangan terhadap ketidakpastian, kebebasan mengambil keputusan, pengembangan usaha, dan peran dalam pengelolaan usaha. Syahyuti (2006), berpendapat bahwa ada empat hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan usaha, yakni : 1. Start. Memulai usaha apa pun bentuknya selalu beresiko gagal, kesulitan dana, dan sebagainya. Agar sukses diperlukan waktu, kesabaran, dan kesiapan.
2. Simple. Untuk memulai usaha tidak perlu sampai semuanya ada. Manfaatkan yang ada dan lengkapi sambil berjalan. 3. Self. Memulai usaha sering kali perlu bantuan orang lain, seperti dari keluarga, teman, atau bank. Sebelum mendapat dukungan orang lain, kita harus ulai dari diri sendiri. Kita harus yakin bahwa kita akan sukses. 4. Satisfy. Modal utama dari sebuah usaha adalah rasa senang, yaitu senang dan cinta terhadap bisnis yang dikerjakan. Selanjutnya perlu dikemukakan, mengapa seseorang tertarik dalam hidupnya menekuni aktivitas menjadi wirausaha, karena kegiatan wirausaha memberikan manfaat bagi dirinya. Zimmerer dan Norman M (2005), mengemukakan manfaat kewirausahaan, sebagai berikut: 1. Peluang mengendalikan nasib diri sendiri 2. Peluang melakukan perubahan; 3. Peluang untuk mencapai potensi sepenuhnya; 4. Peluang untuk meraih keuntungan tanpa batas; 5. Peluang untuk berperan dalam masyarakat dan mendapatkan pengakuan atas usaha sendiri; 6. Peluang melakukan sesuatu yang kita sukai dan senang dalam mengerjakannya. III. PEMBAHASAN
93
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 A. Gambaran Umum Usaha Mikro Industri Garmen di Kelurahan Sukawana Kab. Serang Banten Kelompok usaha mikro (home industry) garmen ini merupakan salah satu sentra garmen yang ada di Kelurahan Sukawana Kecamatan Serang Kabupaten Serang Banten. Hasil produksinya berupa baju dan celana sehari-hari, seragam sekolah dan karyawan, kaos, celana olah raga dan jaket biasa. Beberapa anggotanya (pengusaha mikro) telah banyak mengikuti berbagai pelatihan tentang manajerial usaha kecil/mikro, akses pemasaran, proses produksi, permodalan dan akses bahan baku, yang diselenggarakan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Serang. Di samping itu kelompok ini pernah mendapat bantuan dana walaupun relatif kecil dari Pemerintah Daerah melalui Dinas tersebut. Para pengusaha mikro ini memiliki aset yang relatif kecil ratarata di bawah Rp. 50 juta. Namun demikian mereka paling tidak telah merekrut tenaga kerja (para pemuda) yang ada di Kelurahan tersebut, yang berarti telah andil dalam mengurangi angka pengangguran yang ada di Kabupaten Serang. Dengan adanya sentra industri ini, keluarga rumah tangga relatif dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Jumlah anggota kelompok ini sebanyak 23 orang pengusaha mikro, yang rata-rata memiliki 94
karyawan antara 2-5 orang dan masih merupakan warga di Kelurahan tersebut. Sebagai usaha bisnis sering mengalami tantangan dan persaingan, baik produk-produk garmen yang datang dari Bandung, Tangerang dan Bekasi yang sering membanjiri Kota Serang khususnya maupun wilayah Banten pada umumnya. Produk garmen dari sentra Sukawana ini memang dari segi kualitas relatif masih terkalahkan oleh produk dari Bandung maupun Tangerang, dan berdasarkan wawancara dengan salah seorang pengurus, terutama disebabkan mesin-mesin yang dipakai sudah ketinggalan zaman. B. Pemberdayaan Usaha Kecil dan Mikro Sejalan dengan perkembangan dunia usaha dan sebagai upaya memperluas lapanngan usaha guna menyerap tenaga kerja, maka upaya menjadikan usaha mikro yang mandiri, berkembang dan mampu bersaing terus dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan iklim usaha yang kondusif dan pemberdayaan terhadap usaha kecil mikro. Undang-undang No. 9 Tahun 1995 pasal 5 menyebutkan bahwa kriteria usaha kecil adalah: 1) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; 2) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 milyar; 3) milik warga negara Indonesia; 4) berdiri
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 sendiri, bukan anak perusahaan/cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langgsung dengan usaha menengah/usaha besar; 5) berbentuk usaha orang peroorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum maupun berbadan hokum termasuk koperasi. Sedangkan pengertian “usaha mikro” menurut Manurung (2006), adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hokum, hasil penjualan bisnisnya paling banyak Rp. 100 juta. Pemberdayaan usaha kecil mikro menurut Iwantono (2003), meliputi: penciptaan iklim usaha melalui pembinaan dan pengembangan. Iklim usaha yaitu kondisi yang diupayakan pemerintah melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar usaha kecil memperoleh kepastian, kesempatan yang sama dan dukungan berusaha seluas-luasnya. Dengan demikian diharapkan usaha kecil mikro dapat berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Iklim usaha yang ditumbuhkan pemerintah tersebut meliputi aspek pendanaan, persaingan, prasarana, informasi, kemitraan, perizinan usaha dan perlindungan. Pembinaan dan pengembangan adalah upaya yang dilakukan
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan bantuan penguatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Pembinaan dan pengembangan dilakukan dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia dan teknologi. Pendanaan adalah upaya yang terdiri atas penyediaan sumber dana, tata cara dan persyaratan untuk pemenuhan kebutuhan dana bagi pemberdayaan usaha kecil. Tiga kebijakan utama pendanaan yaitu: memperluas sumber pendanaan, meningkatkan akses terhadap sumber pendanaan dan memberikan kemudahan dalam pendanaan. Jenis pembiayaan meliputi: kredit perbankan, pinjaman lembaga keungan bukan bank, modal ventura, pinjaman dari dana penyisihan sebagai laba badan usaha milik Negara (BUMN) dan hibah. Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman usaha kecil oleh lembaga penjamin sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pembiayaan dalam rangka memperkuat permodalan. Lembaga penjamin ada yang milik pemerintah (Perum pengembangan keuangan koperasi (Perum PKK) dan PT Askrindo atau swasta. C. Tipe Program bagi Penyuluhan “Kewirausahaan” terhadap Pengusaha Mikro Industri 95
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 Garmen di Kelurahan Sukawana Kab. Serang Banten
Garmen di Kelurahan Sukawana Kab. Serang Banten
Mengacu pendapat dari Boyle tentang tipe-tipe program dalam pembangunan, guna memudahkan dalam menentukan tipe program yang akan digunakan dalam perencanaan program penyuluhan, maka program penyuluhan “kewirausahaan” bagi Pengusaha Mikro Industri Garmen di Kelurahan Sukawana Kab. Serang Banten, sebenarnya tiga-tiganya diterapkan dan dibutuhkan, karena dalam program penyuluhan “kewirausahaan” tersebut ditujukan untuk 1) mengukur keberhasilan pemecahan masalah yang dihadapi para pengusaha mikro industri garmen tersebut; 2) mengukur peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap para pengusaha mikro industri garmen dalam mengelola usahanya; 3) mengukur adanya penambahan informasi baru, pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap yang mengarah pada peningkatan semangat wirausaha dari para pengusaha mikro industri garmen di Kelurahan Sukawana Kabupaten Serang banten.
Perencanaan program merupakan bagian yang sangat penting untuk dilaksanakan dalam setiap kegiatan penyuluhan, baik untuk mencapai tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Menurut Asngari (2007) ada 4 (empat) peranan utama perencana dalam pengembangan program: 1. Ahli analisis Ini merupakan dasar keberhasilan agen pembaharu/ perencana harus pandai menganalisis. Menseleksi hal-hal yang terkait dengan tepat, menseleksi kebutuhan kelayan, melakukan kerjasama dengan kelayan. 2. Ahli stimulasi/activator/motivator kelayan. Jadi antusia terhadap program yang disusun. Stimulus dapat menggerakan proses. 3. Ahli fasilitas Perencana harus mampu memfasilitasi pengetahuan yang memang perlu dimiliki kelayan. Memfasilitasi penyediaan lingkungan yang kondusif. 4. Ahli pendorong pembaharuan Perencana harus menjadi peyakin yang handal, baik terhadap individu maupun kelompok. Meyakinkan potensi kelayan dan meyakinkan kebutuhan riil kelayan.
D. Langkah-langkah Proses Perencanaan Program Penyuluhan Kewirausahaan bagi Pengusaha Mikro Industri 96
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 Model perencanaan program penyuluhan banyak dikemukakan para ahli. Namun pada kesempatan ini landasan teori yang penulis gunakan dalam menganalisis perencanaan program penyuluhan “kewirausahaan” terhadap Pengusaha Mikro Industri Garmen di Desa Sukawana Kab. Serang Banten didasarkan pada pendapat Leagans (1955), bahwa terdapat lima langkah dalam proses perencanaan program penyuluhan. Model ini pada hakekatnya berupa model instruksional yang memuat: 1. Situasi dan rumusan masalah. a. Situasi Pengumpulan data situasi merupakan kegiatan pertama kali yang harus dilakukan oleh penyuluh dalam menyusun sebuah program penyuluhan. Pada tahap ini penyuluah melakukan analisis terhadap situasi dan kondisi kelayan, yang menyangkut data tentang minat, kebutuhan, adat kebiasaan, situasi fisik seperti: tipe usahanya, tingkat kesejahteraan, asset usahanya, sarana, produksi dan pemasarannya. Hal ini diperlukan untuk menentukan masalah, tujuan, cara mencapai tujuan dan kegiatan yang akan direncanakan. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan salah seorang pengusaha mikro garmen tersebut dapat diketahui bahwa:
1) Para pengusaha mikro garmen tersebut rata-rata asset usahanya tidak lebih dari 50 juta; 2) Sebagian besar usaha garmen menjadi mata pencaharian pokok untuk menghidupi keluarganya. 3) Kesejahteraan ekonomi mereka relatif masih rendah. 4) Produktivitas hasil industri garmennya termasuk masih rendah. 5) Kualitas jahitan produk garmen masih kurang rapih dibanding dengan produk garmen dari bandung. 6) Peralatan mesin jahit maupun mesin obras masih menggunakan mesin-mesin model lama. 7) Kurang mampu bersaing. 8) Kemampuan manajerial relatif masih kurang. b. Rumusan Masalah Merumuskan masalah harus melibatkan kelayan (para pengusaha mikro garmen) yang ada di Kelurahan Sukawana Serang, hal ini untuk kepentingan psikologis yaitu mereka merasa diikutsertakan, sehingga selain akan diperolah ketepatan informasi dan ketepatan rumusan masalah, juga timbulnya rasa memiliki dan rasa bertanggung jawab atas rumusan masalah yang telah mereka tetapkan sendiri. Sedangkan menurut Asngari (2007), perlunya melibatkan kelayan (para 97
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 pengusaha mikro garmen) adalah untuk: a) menumbuhkan pengertian, tercapai kesepakatan dan keputusan lebih bijak. Dengan demikian penyuluh dan kelayan lebih saling mengenal, “karena kenal maka sayang”; b) mampu memformulasi keputusan yang lebih tepat; c) memperoleh info lebih tepat (kebutuhan, keinginan dan masalah), dapat menghindari misunderstanding dan misconception; d) menjadi wahana meningkatkan struktur kekuatan; e) menjadi alat/jalan legitimasi program; f) menjadi sarana proses belajar mengajar. Secara tidak langsung menghargai kelayan (para pengusaha mikro garmen); g) memobilisasi sumber daya yang dimiliki kelayan; h) menjadi wahana latihan berinisiatif, kreatif dan percaya diri. Adapun rumusan masalah yang merupakan penyebab belum tercapainya tujuan kelayan, sehingga perlu dicari cara yang tepat untuk memperbaiki dan memcahkannya, antara lain meliputi: 1) Bagaimana memberi pengertian kepada para pengusaha mikro garmen agar berubah perilakunya menjadi lebih bersemangat dalam menekuni usahanya ? 2) Bagaimana caranya agar lebih mampu berkreatifitas dan berinovasi dalam memproduksi garmennya ? 98
3) Bagaimana memberi pemahaman agar lebih meningkat kemampuan manajerialnya ? 4) Bagaimana caranya agar lebih memahami dan mampu mengakses pasar secara luas dan lebih mampu bersaing ? 5) Bagaimana agar lebih memahami dan mampu mengakses permodalan ? 6) Bagaimana memberi pengertian agar berubah perilakunya menjadi lebih mau bekerjasama dengan pengusaha mikro sejenis ? 7) Bagaimana memberi pengetahuan agar lebih mampu menjalin kerjasama dengan pemasok ? 8) Bagaimana memberi keterampilan agar hasil produk garmennya lebih berkualitas ? 2. Pemecahan masalah dan sasaran. Setiap masalah yang timbul dapat disebabkan oleh berbagai hal yang berbeda, maka alternatif pemecahan masalah juga dapat beragam. Dalam memilih alternatif pemecahan masalah, yang akan menjadi prioritas pemecahan hendaknya dipertimbangkan kemampuan sumberdaya, teknologi yang tersedia, peraturan yang mendukung, sampai pertimbangan mendesak tidaknya masalah tersebut untuk segera dipecahkan. Berdasarkan rumusan masalah di atas, kemudian dilakukan diskusi lebih dalam dengan para pengusaha mikro garmen di Kelurahan
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 Sukawana Kabupaten serang, maka beberapa alternatih pemecahan masalah yang realistis untuk dicari jalan keluarnya sesuai kebutuhan dan dirasakan oleh mereka adalah: a) Agar para pengusaha mikro garmen berubah perilakunya menjadi lebih bersemangat dalam menekuni usahanya, maka perlu terus diberikan pemahaman dan dorongan oleh penyuluh terutama dari Subdin industri kecil dan Subdin usaha kecil menengah Dinas Perindustrian, perdagangan dan Koperasi Kab. Serang, sehingga berubah pola pikirnnya dan lebih bergairah. b) Agar para pengusaha mikro garmen lebih mampu berkreatifitas dan berinovasi dalam memproduksi garmennya, maka perlu diberi pengetahuan dan ketarampilan tentang memproduksi garmen yang lebih efisien dan berkualitas yaitu dengan memberi pelatihan dan diajak melakukan studi banding ke sentra-sentra industri garmen di Bandung, Purwakarta maupun di Tangerang. c) Agar para pengusaha mikro garmen lebih meningkat kemampuan manajerialnya, perlu diberikan pendidikan dan pelatihan secara intensif oleh para penyuluh dari DISPERINDAGKOP Kabupaten Serang, mengenai pengelolaan usaha dengan lebih efisien, menyusun rencana usaha yang lebih perspektif berpeluang untuk berkembang, mengerakkan
karyawan agar lebih produktif, mengendalikan penggunaan sumber-sumber usaha secara tepat dan optimal. d) Agar para pengusaha mikro garmen lebih mampu mengakses pasar, maka perlu diberi pengetahuan tentang tata cara memahami peluang pasar oleh penyuluh dari Subdin Perdagangan Usaha Kecil DISPERINDAGKOP Kabupaten Serang, dengan memfasilitasi pengembangan promosi hasil usaha mikro garmen, menjadi media penghubung dalam menciptakan jejaring usaha dan kemitraan dengan usaha kecil, menengah maupun besar, mengembangkan koperasi pengelola pasar tradisional, menyusun peta pasar garmen dan mengembangkan system informasi peluang pasar serta menciptakan transparansi informasi pengadaan barang/jasa pemerintah kepada para usaha mikro garmen. e) Agar para pengusaha mikro garmen mampu mengakses permodalan, maka penyuluh dari Subdin-subdin yang ada di DISPERINDAGKOP Kabupaten Serang, perlu memberi pengetahuan, tata cara dan prosedur pengajuan kredit usaha mikro, melakukan sosialisasi program sertifikasi tanah bagi pengusaha mikro sebagai dukungan kredit, berperan menjadi media penghubung dan membantu terciptanya kerjasama 99
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 dengan pihak Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BUMN (bantuan dana dari 5 % keuntungan BUMN). f) Agar para pengusaha mikro garmen berubah perilakunya menjadi lebih mau bekerjasama dengan pengusaha mikro sejenis, maka para penyuluh dari Dinas tersebut harus mampu meyakinkan mereka, bahwa para pengusaha mikro garmen yang lain jangan semata-mata dianggap sebagai pesaing, tetapi harus dianggap sebagai mitra yang bisa saling membantu dan saling mengisi melalui kerjasama saling menguntungkan, penyuluh berperan menjadi media di antara kelompok-kelompok usaha garmen yang ada di Kabupaten serang, penyuluh memfasilitasi terbentuknya dan berfungsinya forum asosiasi usaha mikro garmen di Kabupaten Serang. g) Agar lebih mampu menjalin kerjsasama dengan pemasok, maka para penyuluh perlu memberi pengetahuan dan keterampilan cara-cara pendekatan maupun lobby dengan para pemasok, serta berperan menjadi penghubung antara pengusaha mikro industri garmen dengan para pemasok
100
bahan baku, baik yang ada di Serang, Banten maupun di luar Banten, dengan melakukan pertemuan yang difasilitasi oleh DISPERINDAGKOP Kabupaten Serang. h) Agar hasil produk garmennya lebih berkualitas, maka para penyuluh dari DISPERINDAGKOP Kabupaten Serang, perlu berusaha mengajukan proposal kegiatan pelatihan menjahit bagi para karyawan usaha mikro garmen kepada Bapak Bupati melaui Kepala Dinasnya dan mengajukan proposal pemberian bantuan pinjaman mesin jahit dan mesin obras yang lebih baik dengan cara diangsur dalam waktu yang relatif meringankan. 3. Perencanaan pengajaran / pelatihan. Perencanaan pengajaran/pelatihan memuat materi yang perlu diajarkan dan cara mengajar yang tepat untuk diterapkan, sehingga tercipta situasi belajar yang kondusif. Adapun mengenai rencana pengajaran/pelatihan “kewirausahaan” bagi para pengusaha mikro industri garmen di Kelurahan Sukawana Serang, sebagai berikut:
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 Metode Komunikasi (3)
No
Materi
(1)
(2) Semangat/motivasi dan ketekunan berwirausaha Kreatifitas dan inovasi memproduksi garmen
(4) - Diskusi Kelompok/inter kelompok personal - Tanya jawab
Kemampuan manajerial
Kelompok/inter personal
- Diskusi kelompok - Tanya jawab
1
2
3
Teknik
- Diskusi Kelompok/inter kelompok personal - Contoh kasus
4
Kemampuan mengakses pasar
Kelompok
- Diskusi kelompok - Contoh kasus
5
Mengakses permodalan
Kelompok
- Diskusi kelompok - Contoh kasus
6
Kerjasama dengan usaha sejenis
7
Kerjasama dengan pemasok
8
Kualitas produk
9
Studi lapangan (kunjungan ke sentra-sentra garmen yg berhasil
- Diskusi kelompok - Tanya jawab - Diskusi Kelompok/inter kelompok personal - Contoh kasus Kelompok/inter personal
Kelompok/inter personal
- Diskusi kelompok - Demontrasi cara
Kelompok
- Survey dan wawancara - Demontrasi cara
4. Evaluasi. Tahap ini adalah mengevaluasi tindakan mengajar tersebut. Hal ini menjadi penilaian apakah cara yang
Alat (5) OHP & In Fokus Alat peraga, OHP & In Fokus OHP & In Fokus Brosur, Pamflet, OHP & In Fokus Alat peraga, OHP & In Fokus OHP & In Fokus Alat peraga, OHP & In Fokus Alat peraga, Pamflet, OHP & In Fokus Alat peraga, pamphlet
digunakan adalah tepat, jelas dan akurat, serta sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Perencanaan untuk evaluasi perlu dibangun menjadi perencanaan 101
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 kerja selama tahap-tahap sebelumnya. Evaluasi mencoba membandingkan antara standar yang ingin dicapai dengan realisasi yang sebenarnya. Jadi tahap kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui, apakah para penyuluh dari DISPERINDAGKOP Kabupaten Serang benar-benar tepat dalam mengumpulkan data dan menganalisis kondisi riil para pengusaha mikro industri garmen ? Apakah tepat dalam merumuskan masalah dan menetapkan alternatif pemecahan masalahnya. Apakah materi yang diajarkan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi para pengusaha mikro garmen ? apakah cara pengajarannya relevan dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki para kelayan. Semua itu harus dicermati, dikaji dan diniilai dengan benar, karena akan menjadi penilaian terhadap kinerja para penyuluh secara keseluruhan. 5. Rekonsiderasi Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mempertimbangkan kembali rumusan perencanaan program yang ada, baik sebelum maupun selama proses pelaksanaan kegiatan penyuluhan, juga dipertimbangkan rumusan program penyuluhan yang akan datang. Tahap ini mempertimbangkan kembali rencana program penyuluhan “kewirausahaan” yang telah dilaksanakan bagi para pengusaha mikro industri garmen di 102
Kelurahan Sukawana Kabupaten Serang Banten. Jadi tahap ini menggambarkan dan meninjau kembali upaya yang telah dilakukan, hasil-hasil yang menunjukkan situasi baru, maka proses perencanaan program penyuluhan akan dimulai lagi dengan tujuan baru atau modifikasi tujuan yang ada. Situasi baru mungkin akan berbeda, karena para pengusaha mikro industri garmen mungkin sudah ada perubahan, juga terjadi perubahan fisik, ekonomi maupun social. Penyuluh perlu dipersiapkan dengan lebih baik lagi dibanding sebelumnya, penyuluh harus benarbenar menyadari adanya kebutuhan maupun minat baru dari kelayannya. E. Tujuan Penyuluhan Pembangunan bidang “Kewirausahaan” bagi Pengusaha Mikro Industri Garmen di Desa Sukawana Kab. Serang Banten Didasarkan pada pendapat Asngari (2001) dikaitkan dengan pendapat Mosher (1966), maka tujuan jangka pendek dari penyuluhan pembangunan bidang “kewirausahaan” dalam rangka memberdayakan sumber daya kelayan adalah mengubah perilaku sumber daya para pengusaha mikro industri garmen di Kelurahan Sukawana Serang Banten, melipiti: 1) pengetahuan wirausaha; 2) sikap mental yang mengarah pada semangat wirausaha; 3)
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 keterampilan
dalam
mengelola
usaha bisnis garmen.
Tujuan Jangka Pendek
SDM pengusaha garmen
SDM pengusaha garmen
Penyuluhan Wirausaha
Ubah perilaku: pengetahuan, sikap mental & keterampilan
Tahu-mau. Mampu memanfaatkan IPTEK
Tu
PENUNJANG
Berbisnis lebih baik
Sarana usaha memadai, iklim usaha kondusif
Pendapatan meningkat
ju a nJ an gk aP an jan g
Hidup lebih baik
Hidup lebih sejahtera
Masyarakat lebih makmur
Sumber : Asngari, 2001 (diolah)
Orientasi penyuluhan “kewirausahaan” tersebut adalah mengubah perilaku kelayan yaitu terjadinya perilalu baru sesuai yang direncanaan dalam program penyuluhan “kewirausahaan” tersebut. Perilaku baru ini sebagai dasar untuk memperbaiki bisnis garmen mereka. Ilmu, ide, teknologi, konsep dan pengalaman baru diperkenalkan dan diajarkan kepada kelayan (para pengusaha mikro industri garmen), agar mereka tahu, mau, sampai mampu menguasainya
untuk dimanfaatkan dalam usaha bisnisnya. Kelayan yang diberi tahu belum tentu dengan sendirinya “mau”. Dalam kondisi demikian perlu dirangsang kemauannya untuk terbuka dengan hal-hal yang baru (ilmu pengtahuan dan teknologi). Orientasi mengubah perilaku kelayan pada ketiga kawasan (kognitif, afektif dan psikomotorik) adalah untuk melakukan efisiensi dan efektifitas pengelolaan bisnisnya, sehingga bisnis garmen tersebut akan mendatangkan 103
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 keuntungan sebesar-besarnya. Jadi kelayan dapat hidup lebih baik/lebih sejahtera. Menggunakan IPTEK yang cocok dimanfaatkan oleh kelayan (para pengusaha mikro industri garmen), maka akan berproduksi lebih baik, berbisnis lebih baik, hasil lebih baik, hidup lebih baik, lebih sejahtera. Untuk itu mosher menambahkan bahwa untuk membangun dan mengembangkan garmen harus ditunjang dengan tersedianya sarana usaha yang memadai dan iklim usaha yang kondusif. Dengan demikian kelayan sebagai pengelola bisnis garmen akan dapat meningkatkan produksi, pendapatan, dan kesejahteraannya. Kondisi tersebut bagi masyarakat konsumen juga dapat diuntungkan, karena bila produsen dapat melaksanakan efisiensi, selain akan memperoleh keuntungan, harga jual produk juga dapat ditekan. Disinilah masyarakat konsumen pengguna garmen dapat turut menikmati harga jual yang lebih rendah. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Perencanaan program penyuluhan merupakan proses pengambilan keputusan yang menghasilkan suatu pernyataan tertulis mengenai situasi, masalah tujuan dan cara mencapai tujuan untuk mengubah perilaku kelayan ke arah kehidupan yang lebih baik. 104
2. Usaha mikro industri garmen ini merupakan sentra garmen yang ada di Kelurahan Sukawana Kecamatan Serang Kabupaten Serang Banten. Hasil produksinya berupa baju dan celana seharihari, seragam sekolah dan karyawan, kaos, celana olah raga dan jaket biasa. Nilai aset rata-rata di bawah Rp. 50 juta, jumlah anggota kelompok ini sebanyak 23 orang pengusaha mikro, yang rata-rata memiliki karyawan antara 2-5 orang. 3. Pemberdayaan usaha mikro adalah upaya pembinaan dan pengembangan iklim usaha oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar usaha kecil memperoleh kepastian, kesempatan yang sama dan dukungan berusaha seluasluasnya, sehingga diharapkan usaha kecil mikro dapat berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. 4. Proses perencanaan program penyuluhan “kewirausahaan” bagi pengusaha mikro industri garmen di Kelurahan Sukawana Kabupaten Serang Banten, meliputi: situasi dan rumusan masalah; pemecahan masalah dan sasaran; perencanaan pengajaran dan pelatihan; evaluasi serta rekonsiderasi. Perencanaan program ini dilakukan oleh para penyuluh yang ada di Dinas Perindustrian,
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Serang Banten 5. Tujuan jangka pendek dari penyuluhan pembangunan bidang “kewirausahaan” dalam memberdayakan sumber daya kelayan adalah mengubah perilaku para pengusaha mikro industri garmen di Kelurahan Sukawana Serang Banten, meliputi: 1) pengetahuan wirausaha; 2) sikap mental yang mengarah pada semangat wirausaha; 3) keterampilan dalam mengelola usaha bisnis garmen. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah peningkatan pendapatan, peningkatan kesejahteraan dan masyarakat menjadi lebih makmur. Namun semua itu masih perlu ditunjang dengan tersedianya sarana usaha industri garmen yang memadai dan iklim usaha yang kondusif. B. Saran 1. Para penyuluh “kewirausahaan” dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Serang, hendaknya harus tetap sabar dalam menghadapi perilaku pengusaha kecil industri garmen, yang terkadang masih konservatif, tuntutan bantuan dari pemerintah daerah yang cenderung kurang realistis. 2. Para penyuluh sebaiknya terus meningkatkan kemampuan menganalisis situasi, kebutuhan dan permasalahan kelayannya,
melalui pendekatan, keuletan dan kerja keras di lapangan, sehingga tidak keliru mendiagnosis kelompok kelayan serta lebih efektif kegiatan penyuluhannya. 3. Penyuluh “kewirausahaan” hendaknya terus berupaya mengajukan usulan yang realistis kepada pemerintah daerah (dinas instansi terkait), menyangkut kegiatan pelatihan bagi usaha mikro industri garmen dan mengusulkan bantuan bergulir peralatan mesin jahit dan mesin obras, karena peralatan mereka sudah ketinggalan, kuang produktif dan hasil jahitan yang kualitasnya kurang memuaskan. DAFTAR PUSTAKA Asngari, Pang. S. 2001. Peranan Agen Pembauran/Penyuluh Dalam Usaha Memberdayakan (Empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola Agribisnis. (Orasi Ilmiah). Bogor: Fakultas Peternakan IPB. Asngari, Pang .S. 2007. Materi Kuliah Perencanaan Program Penyuluhan. Bogor: PPN Pascasarjana IPB. Boyle, Patrick G. 1981. Planning Better Programs. New York: Mc-Graw Hill Book Company. Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kab. Serang, (2006). Buku Materi I. Kegiatan Fasilitasi Peningkatan Akses 105
Jurnal Ilmiah Niagara, Vol 2 No. 1, Januari 2011 Permodalan UMKM, Kab. Serang TA 2006.
APBD
Hubeis, Aida Vitaya Sjafri, dkk. 1995. Penyuluhan Pembangunan Indonesia: Menyongsong Abad XXI. Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Iwantono, Sutrisno. 2003. Kiat Sukses Berwirausaha: Strategi baru mengelola usaha kecil dan menengah. Jakarta: Grasindo. Manurung, Adler Haymans. 2006. Wirausaha: Bisnis UKM. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Mardikanto, Totok. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Rejeki, MC Ninik Sri.1998. Perencanaan Program Penyuluhan (Teori dan Praktek). Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Setiana, Lucie. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor : Ghalia Indonesia. Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. Jakarta: Bina Rena Pariwara. Tambunan, Tulus T.H. 2002. Usaha Kecil dan Menengah Di Indonesia, Beberapa Isu 106
Penting. Empat
Jakarta:
Salemba
Undang-undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Wiriaatmadja, Soekandar. 1978. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. Jakarta: CV. Yasaguna. Zimmerer, Thomas W, dan Scarborough Norman M. 2005. Essentials of Entrepreneurship and small business management ( pengantar kewirausahaan dan manajemen bisnis kecil), alih bahasa Edina Cahyaningsih Tarmidzi. Jakarta: PT. Indeks, Kelompok Gramedia.