8
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perbuatan korupsi merupakan penyakit universal dalam tatanan politik semua Negara didunia ini. Berbagai strategi dan upaya dilakukan oleh pemerintah untuk memberantasnya. Kalaupun tidak bisa memberantasnya paling tidak dapat mengurangi volumenya. Karena korupsi dapat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa. Sebagaimana yang kita ketahui sendiri, bahwa jatuhnya bangsa Indonesia ke dalam jurang multidimensional berawal dari banyaknya korupsi di setiap lembaga pemerintahan, bahkan Departemen Agama sekalipun, sebuah departemen yang membawahi pembenahan moral bagi warga Negara yang sudah ditetapkan undang-undang. Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana-mana, sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara dihadapkan pada masalah korupsi. Dalam bahasa Indonesia kata korupsi adalah perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang dan sebagainya. Indonesia termasuk dalam peringkat yang paling tinggi dalam hal urusan korupsi, sebuah prestasi yang sebenarnya sangat memalukan sebagai Negara yang mempunyai nilai-nilai religius yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
9
1
Berbicara fenomena mengenai korupsi Jhonson BS Rajagukguk dalam Samuel P Huntigton menyatakan dalam bukunya, “Political Order In Changing Societies” bahwa korupsi adalah : “behavior of public official which deviates from accepted norms in order to serve private ends” yang artinya adalah perlakuan menyimpang “public official” atau para pegawai dari norma-norma yang diterima dan dianut oleh suatu masyarakat. Tujuan penyimpangan adalah untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi.1 Terjadinya perbuatan korupsi dalam suatu Negara adalah lemahnya sistem, merupakan salah satu tidak dapat disangkal maksudnya sistem mengenai pencegahan korupsi itu sendiri karena sudah merupakan budaya. Lemahnya mekanisme di berbagi sektor birokrasi dewasa ini, seperti dikeluhkan oleh masyarakat, juga para pengusaha nasional termasuk pengusaha kecil maupun pengusaha asing, karena banyaknya administrasi yang harus mereka lalui untuk memperoleh suatu izin atau fasilitas. Keadaan yang kurang menggembirakan ini menyebabkan suburnya suapmenyuap dan pemberian komisi sebagai salah satu perbuatan korupsi, bahkan tanpa tersembunyi korupsi yang jenis ini masih saja terus berlangsung dengan berbagai sistem yang terjadi. Makin maraknya tindak pidana korupsi yang terjadi dan makin gencarnya pemberantasan korupsi dikarenakan sudah makin terpuruknya keadaan keuangan 1 Jhonson BS Rajagukguk, Reformasi Mentalitas Budaya Politik Menuju Pemberantasan Korupsi, Sinar Indonesia baru, Jumat 15 Juli 2005, hal 13.
Universitas Sumatera Utara
10
Negara yang disebabkan oleh kecurangan yang dilakukan oleh pejabat yang diberikan kekuasaan untuk memperkaya dirinya. Korupsi merupakn fenomena yang terjadi dalam suatu Negara yang mana merupakan kelemahan pada suatu bangsa yang merembes kesemua tingkat pelayanan umum, korupsi melemahkan garis kehidupan masyarakat dan membuat tidak adanya pemerataan kesehahteraan dalam kehidupan. Makin maraknya tindak pidana korupsi dewasa ini, sehingga dianggap perlu adanya pengaturan terhadap tindak pidana korupsi, mengingat juga sifat dari tindak pidana korupsi yang merupakan “extraordinary crime”. Oleh karena itu pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh hakim antara lain dengan instrument hukum yang luar biasa trsebut tidak bertentangan dengan standar hukum secara universal. Pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh hakim di pengadilan yang saat ini sangat gencar dilakukan merupakan langkah nyata menuju kehidupan bernegara yang lebih baik. Namun kesemuanya pemberantasan yang dilakukan oleh hakim memiliki kendala maupun hambatan dimana seorang hakim harus secara teliti mengkaji mengenai alat bukti yang diajukan kehadapan sidang karena merupakan tindak pidana khusus yang diatur secara tersendiri oleh Undang-undang No. 21 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini. Korupsi berkembang dan tumbuh subur di Indonesia yang terdapat disegala bidang pemerintahan dan sektor kehidupan. Rakyat kecil yang tidak
Universitas Sumatera Utara
11
memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan sanksi, pada umumnya sifat acuh tak acuh. Disatu sisi mereka merasa terhormat dan takjub akan kemewahan dan cara hidup golongan “jet set” dan para koruptor. Namun disisi lain mereka merasa jengkel terhadap tingkah laku mereka yang berlebihan. Selanjutnya sikap rakyat menjadi semakin apatis dengan semakin meluasnya praktek-praktek korupsi oleh beberapa pejabat lokal, regional, maupun nasional yang ada diberbagai instansi tesebut. Sebaliknya mahasiswa menanggapi korupsi dengan emosi yang meluapluap dan protes terbuka, mereka sangat sensitif terhadap perbuatan korupsi, juga menuntut perbuatan yang merugikan bangsa dan Negara. Oleh aspirasi sosialnya yang sehat dan tidak memililki vested interest, tidak henti-hentinya mereka melontarkan kritik, lalu memberikan sugesti-sugesti kepada pemerintah untuk melakukan tindakan korektif tegas terhadap perbuatan korupsi. Oleh pengaruh edukatif yang intensif, muncullah kesadaran politik pada mereka, dan timbul pula aspirasi politik. Mereka mampu melihat secara kritis dan mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulative dan koruptif dari banyak pejabat terhadap instansi yang ada. Berdasarkan banyaknya kerugian yang dialami oleh Negara akibat pelaku korupsi inilah yang memberikan tanggapan pemerintah terhadap korupsi inilah yang memberikan tanggapan pemerintah terhadap korupsi secara serius. Sejak
Universitas Sumatera Utara
12
tahun 60-an dilancarkan team-team pemberantasan korupsi, undang-undang korupsi, komisi empat dan OPSTIB (operasi tertib) pusat dan daerah2. Secara marathon OPSTIB memeriksa peristiwa-peristiwa korupsi, baik yang berlangsung di daerah maupun di pusat pemerintahan. Dan hampir setiap hari Koran-koran memuat-memuat berita hasil pemberantasan korupsi seperti yang dimuat di Sinar Indonesia baru yang mana memuat berita “Presiden Telah Setujui Periksa 57 Pejabat Negara kasus Korupsi RP 1 sampai 56 Milyar, yang menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani izin pemeriksaan terhadap tujuh pejabat Negara, sehingga secara keseluruhan presiden telah menyetujui pemeriksaan 57 pejabat Negara yang disampaikan juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng”.3 Perkembangan sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan yang baru memang memberikan banyak celah untuk berlangsungnya tindak korupsi, terutama korups materiil dari kelas-kelas sosial menengah dan tinggi. Namun jelas bagi kita bahwa korupsi itu menjadi tanda pengukur bagi: 1. Tidak adanya perkembangan politik yang efektif. 2. Tidak adanya partisipasi politik dari sebagian besar rakyat Indonesia khususnya rakyat miskin dan masyarakat di daerah pendesaan. 3. Tidak adanya badan hukum dan sanksi yang mempunyai kekuatan riil.4
2
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I, Presiden telah setuju periksa 57 Pejabat Negara Kasus Korupsi RP1-56 4 Kartini Kartono,Op. Cit Hal 130 3
Universitas Sumatera Utara
13
Adanya penyelewengan-penyelewengan itu bukannya membuat kita mencapai hasil yang diharapkan, tetapi mendatangkan malapetaka karena adanya korupsi dan pembangunan pun akan dijalankan asal-asalan, sekedarnya dan tidak sesuai dengan kelayakan dan kewajaran dalam standar nilai yang dituntut. Korupsi merupakan gambaran yang menunjukkan pada kita betapa lemahnya pengawasan sebagi faktor pengaman dari pembangunan yang dapat dimanipulasi serta direkayasa guna kepentingan pribadi untuk memperkaya diri. Korupsi telah banyak merugikan pembangunan dan terjadinya pembodohan publik guna menutupi kebobrokan dari para koruptor. Pembangunan yang merata tidak akan tercapai dengan baik apabila pembangunan itu tidak dilengkapi dengan pengawasan pembangunan guna melindungi aset-aset Negara yang akan dirongrong oleh para koruptor. Tanpa adanya pengawasan pembangunan akan banyak terjadi kebocoran-kebocoran dan kebocoran itu pada akhirnya mampu menggagalkan pembangunan. Maka seiring dengan lajunya pembangunan, pengawasan pun harus terus berlangsung. Semakin meningkat
pembangunan,
pengawasan
semakin
tidak
boleh
surut
dan
menyesuaikan keadaan tersebut. Pengawasan adalah sesuatu yang bersifat kodrati yang diperlukan dalam kehidupan manusia dan dalam kehidupan organisasi. Dalam kehidupan manusia
Universitas Sumatera Utara
14
saja perlu kewaspadaan apalagi dalam kehidupan untuk sebuah Negara yang menyangkutkan hidup orang banyak di dalamnya.
Namun untuk menghindari korupsi, dalam melakukan pengawasan tidak boleh gegabah, pengawasan yang dilaksanakan tanpa pemikiran yang matang, bukanlah
ikut
memperlancar
pembangunana,
salah-salah
justru
malah
menghambatnya terhadap pelaksanaannya. Mestilah disadari pengawasan pembangunan bukanlah unsur yang berdiri sendiri, tetapi merupakn salah satu unsur dari berbagai pembangunan. Tujuan utama dari pengawasan adalah ikut berusaha memperlancar pembangunan serta mengamankan hasil-hasil pembangunan. Pengawasan diperlukan bukan karena kurang kepercayaan dan bukan untuk mencari-cari kesalahan dan bukan untuk menakuti-nakuti serta membuat orang gelisah, tetapi pengawasan untuk membuat agar segala perencanaan pembangunan berjalan secara lancar dan bersih. Pengawasan pembangunan berupaya agar tidak terjadi penyelewengan dalam pelaksanaan suatu rencana, dan segera mengambil jaln keluar dari kemelut yang mungkin muncul, serta lahirnya mengamankan hasil-hasil yang telah dicapai dan dirasakan oleh semua lapisan. Mengkaitkan antara pengawasan yang dilakukan oleh hakim dalam pembangunan yaitu mengadili perkara korupsi yang diajukan padanya guna
Universitas Sumatera Utara
15
menegakkan Undang-undang No. 20 tahun 2001, seorang hakim yang dapat menjalankan tugas memberantas tindak pidana korupsi, maka hakim itu telah membangun keadilan yang diinginkan masyarakat banyak.
Judul adalah sangat penting keberadaannya dalam suatu karya ilmiah termasuk halnya dengan skripsi. Tanpa adanya judul maka syarat sebuah tulisan dan arah tulisan itu tidak tentu tidak dapat dibuat dan dimengerti. Tulisan tentang judul ini adalah sangat mutlak maka pihak yang terkait di dalam suatu karya ilmiah akan dapat dimengerti secara sepintas tentang isi pembahasan. Judul skripsi ini
adalah
:
PERANAN
HAKIM
DI
PENGADILAN
DALAM
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UU NO. 20 TAHUN 2001. Hakim merupakan orang yang dianggap mampu menyelesaikan perkara korupsi secara jelas, tetapi adakalanya kekuasaan hakim di pengadialn justru dirongrong oleh para pihak yang ingin menyelamatkan dirinya dari sanksi pidana dengan mengiming-imingi hakim tersebut denagn apapun yang dianggap menguntungkan hakim tersebut serta tak jarang seorang hakim diintimidasi oleh para koruptor dengan menganggu kekuasaannya dalam pengadilan dengan mengintimidasi berupa ancaman bagi para hakim yang tidak mau bekerja sama, tetapi juga gangguan tersebut dengan pemberian sejumlah uang agar perkaranya dimenangkan.
Universitas Sumatera Utara
16
Selayaknya seorang hakim tidak perlu khawatir akan intimidasi yang datang padanya, hanya para koruptorlah yang pantas merasa terintimidasi akan kasus yang ditangani oleh para hakim tersebut karena akan terungkapanya penyimpangan dan penyelewengan yang dilakuknnya dan gelisah menghadapi pengawasan yang dilakukan oleh hakim dipersidangan, Sehingga wajar saja seandainya jika para koruptor berupaya mengintimidasi para hakim tersebut. Dari sinilah pentingnya keterbukaan dan kejujuran seorang hakim dalam mengadili perkara korupsi yang ada ditangannya yang diharapkan dapat membawa perubahan bagi Negara ini juga bagi perkembangan hukum di Indonesia. Keterbukaan dan kejujuran selain mempunyai arti lahiriah tetapi juga mengandung makna batiniah, dengan keterbukaan dan kejujuran seorang hakim akan tercipta penegakkan hukum yang baik seperti yang diharapakan rakyat.
B. Perumusan Masalah Setiap pelaksanaan penelitian penting diuraikan permasalahan yang akan dibahas, karena hal yang demikian akan mudah diketahui pembatasan dari pelaksanaan penelitian serta pembahasan yang akan dilakukan. Adapun yang merupakan permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
17
1. Bagaimana kewenangan hakim dalam usahanya memberantas tindak pidana korupsi menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2001. 2. Bagaimana peranan hakim dalam upayanya memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia. 3. Apakah yang menjadi hambatan bagi hakim dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia. C. Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian di dalam pembahasan skripsi ini ditujukan kepada berbagai pihak terutama : 1. Secara teoritis sebagai perkembangan ilmu pengetahuan ilmu hukum. 2. Secara praktis hasil penelitian sebagia hasil studi yang lebih maju, juga sebagai sumbangsih kepada pemerintah sebagai kebijaksanaan usaha dalam pemberantasan korupsi dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2001. 3. Melalui tulisan ini juga diharapkan dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat dan sebagai sumbangsih ilmu pengetahuan mengenai tindak pidana korupsi.
D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui Apakah hakim sudah berperan secara optimal dalam usahanya memberantas tindak pidana.
Universitas Sumatera Utara
18
2. Untuk
mengetahui
Bagaimana
peranan
hakim
dalam
upayanya
memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia. 3. Untuk mengetahui Apakah yang menjadi hambatan bagi hakim dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.
E. Keaslian Penulisan Dalam proses pembuatan skripsi ini penulis memulainya dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan kewenangan dalam memberantas korupsi, kemudian penulis rangkai sendiri menjadi satu karya ilmiah yang disebut dengan skripsi. Oleh karenanya penulis menyatakan bahan skripsi ini adalah hasil karya penulis dan belum pernah ada sebelumnya skripsi seperti ini.
F. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Korupsi Dalam Ensiklopedia Indonesia disebut ‘korupsi’ (dari bahasa latin : curruptio = penyuapan; curruptore = merusak) gejala dimana para pejabat, badan-badan Negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidak beresan lainnya. Adapun arti harafiah dari korupsi dapat berupa:
Universitas Sumatera Utara
19
a. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran. b. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.5
c.
1) Korup (busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya.
d. 2) Korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang dan sebagainya). e. 3) Koruptor(orang yang korupsi).6 Dengan demikian, secara Harafiah dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungghnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas : a. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang Negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan orng lain. b. Korupsi : busuk, rusak, suka memakai barang atau uang yang dipercayakan kepadanya, dapat disogok (melalui kekuasaan untuk kepentingan pribadi). Adapun menurut Surbekti dan Tjitrosoedibio dalam Kamus Hukum yang dimaksud curruptie adalah korupsi, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan Negara.7 5 6
Poerwadarminta W.J.S Kamus Umum Bahasa Indonesia,Jakarta penerbit Balai Pustaka tahun 1976 hal : 12. Muhammad Ali,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta Penerbit amani Jakarta Tahun 1999 hal:15
Universitas Sumatera Utara
20
Baharuddin Lopa, mengutip pendapat dari David M. Chalmers menguraikan arti istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi dibidang ekonomi dan kepentingan umum.8 Gurnal Myrdal menyebutkan : To include not only all forms of improper or selfish exercise of power and influence attached to be public office or the special position one occupies in the public life but also the activities of the bribers. Korupsi tersebut meliputi kegiatan-kegiatan yang tak patut yang berkaitan dengan kekuasaan, aktivitas-aktivitas pemerintahan, atau usaha-usaha tertentu untuk memperoleh kedudukan secara tidak patut serta kegiatan lainnya seperti penyogokan.9 Edelherz lebih senang menggunakan istilah white collar crime untuk perbuatan korupsi ini. Di dalam bukunya yang berjudul The Investigation 7
Subekti dan Tjitrosodibio,Kamus Hukum,Jakarta Penerbit Pradnya Paraminta tahun 1973 hal 10 Baharuddin Lopa, Kejahatan Korupsi dan Pengadilan Hukum, Jakarta Penerbit Rineka Cipta,tahun 1992 hal 42. 9 Gurnar Myrdal Asia Drama Volume II, New York Penerbit Pantheon, tahun 1968 hal 973. 8
Universitas Sumatera Utara
21
of White Collar Crime A Manual for Law Enforcement Agencies disebutkan sebagai berikut : White collar crime an illegal act or service of illegal acts committed by nonphysical means and by concealment or guile, to obtain money or property, to avoid the payment or loss of money or property, to obtain business or personal or personal advantage. ………..suatu perbuatan atau serentetan perbuatan yang bersifat illegal yang dilakukan secara fisik, tetapi dengan akal bulus/terselubung untuk mendapatkan
uang
atau
kekayaan
serta
menghindari
pembayaran/pengeluaran uang atau kekayaan atau untuk mendapatkan bisnis/keuntungan pribadi.10 Sedangkan secara yuridis-formal pengertian tindak pidana korupsi tidak memberikan defenisi yang jelas mengenai maksud dari tindak pidana korupsi. Akan tetapi di dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hanya memberikan gambaran dari maksud tindak pidana korupsi itu, yaitu dalam pasal 2 yang menyebutkan, bahwa :11 a. Setiap orang yang secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain suatu koperasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan 10
Helbert Edelherz, The Investigation or white collar crime. A Manual For Law Enforcement agencies Amerika, Penerbit Office of Regional Operations, tahun 1977 hal 4. 11 UU No.31 tahun 1999, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Universitas Sumatera Utara
22
paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). b. Dalam hal ini tindak pidana korupsi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Pasal 3 menyebutkan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). 2. Ciri-ciri Korupsi Ciri-ciri korupsi dijelaskan oleh Syed Husein Alatas dalam bukunya Sosiologi Korupsi, sebagai berikut:12 a. Korupsi senatiasa melibatkan lebih dari satu orang. Hal ini tidak sama dengan kasus pencurian atau penipuan. Seorang operator yang korup sesungguhnya tidak ada kasus itu biasanya termasuk dalam pengertianpenggelapan (fraud). Contohnya adalah pernyataan tentang belanja perjalanan atau rekening hotel. Namun, disini seringkali ada pengertian 12
Syed Hussein Alatas Sosiologi Korupsi. Jakarta Penerbit Rineka Cipta tahun 1986 hal 46.
Universitas Sumatera Utara
23
diam-diam diantara pejabat yang mempraktikan berbagai penipuan agar situasi ini terjadi. Salah satu cara penipuan adalah permintaan uang saku yang berlebihan, hal ini biasanya dilakukan dengan meningkatkan frekuensi perjalanan dalam pelaksanaan tugas. Kasus seperti inilah yang dilakukan oleh para elit politik sekarang yang kemudian mengakibatkan polemik di masyarakat. b. Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu telah merajalela dan begitu dalam sehingga individu yang berkuasa dan mereka yang berada di dalam lingkungannya tidk tergoda untuk menyembunyikan perbuatannya. Namun, walaupun demikian motif korupsi tetap dijaga kerahasiaannya. c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan keuntungan itu tidak selalu berupa uang. d. Mereka yang mempraktikan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung di balik pembenaran hukum. e. Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas dan mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu. f. Setiap perbuatan korupsi menagndung penipuan, biasanya dilakukan oleh badan publik atau umum (masyarakat). g. Setiap bentuk korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. 3. Subjek Delik Korupsi
Universitas Sumatera Utara
24
Dalam Undang-undang No. 31 tahun 1999 ini, maka dikatakan, subjek delik itu adalah : a. Manusia b. Korporasi c. Pegawai negeri
a. Subjek Manusia Manusia berarti dia adalah orang, laki-laki atau wanita. Bukan subjek binatang, sebab antara manusia dan binatang ada perbedaan. Bedanya ialah bahwa manusia mempunyai budaya, sedangkan binatang tidak, dia memiliki insting. Subjek manusia seringkali dengan kata-kata ‘hij’ atau ‘barang siapa’. b. Subjek Korporasi Pertama adalah kumpulan orang yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Contoh : organisasi kemasyarakatan yang bergerak dibidang politik, seperti partai politik. Partai politik adalah organisasi yang terdiri dari kumpulan orang yang memiliki cita-cita tertentu, dengan mempunyai ketua, sekretaris dan bendahara. Kedua, adalah kekayaan yang terorganisir baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Contoh : Yayasan, adalah kumpulan dari harta benda atau kekayaan yang disisihkan untuk tujuan tertentu, misalnya tujuan sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
25
c. Subjek Pegawai Negeri Pengertian Pegawai Negeri pada umumnya, ialah orang yang bekerja pada pemerintah. Dalam Undang-undang No.31 tahun 1999, maka pengertian Pegawai Negeri menurut pasal 1 ayat (2) diperluas meliputi : 1. Pegawai Negeri sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang tentang kepegawaian. 2. Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara atau daerah. Misalnya, karyawan dari sebuah BUMN, karyawan dari BUMD atau juga karyawan perseroan terbatas X yang badan hukum itu menerima fasilitas keuangan dari pusat atau pun daerah. G. Metode Penulisan a . Teknik Analitis Data Sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan penulisan, maka penulisan ini bersifat deskriptif analistis. Deskriptif maksudnya digambarkan atau menelah permasalahan hukum terhadap dampak-dampak tindak pidana korupsi terhadap pereknomian Negara, sedangkan Analistis maksudnya data hasil penelitian terlebih dahulu diolah dan analisa dan kemudian diuraikan secara cermat terhadap dampak tindak pidana korupsi terhadap perekonomian Negara. b. Alat Pengumpulan Data Selain itu juga digunakan metode library research
atau penelitian
kepustakaan, maksudnya adalah penelitian yang dipusatkan kepada studi
Universitas Sumatera Utara
26
kepustakaan untuk mendapatkan data yang relevan dengan penyusunan skripsi ini, yakni melalui buku-buku, surat kabar, yang kesemuanya bertujuan untuk membantu analisa dan sebagai bahan perbandingan antara teori di satu pihak dan praktek di pihak lain.
H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi imi dibagi dalm beberapa tahapan yang disebut dengan BAB, dimana masing-masing bab diuraikan masalahnya secara tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya.
Secara
sistematis
penulis
menempatkan
materi
pembahasan
keseluruhannya ke dalam 5 (lima) bab yang terperinci sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN. Dalam bab ini akan dibahas tentang : Latar Belakang, Perumusan Masalah,
Manfaat
Penelitian,
Tujuan
Penelitian,
Metode
Pengumpulan Data, Serta Sistematika Penulisan. BAB II
SUATU TINJAUAN TENTANG TINDAK PIDANA. Korupsi dalam bab ini akan diuraikan tentang : Tinjauan Tentang Tindak
Pidan
Korupsi,
Pengertian
Korupsi,
Kebijakan
Universitas Sumatera Utara
27
Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Penanganan Tindak Pidana Korupsi. BAB III`
PRAKTEK KORUPSI DI ERA MODERNISASI. Dalam bab ini akan diuraikan tentang : Korupsi dan Modernisasi, Praktek-Praktek Korupsi di Indonesia serta Latar Belakang Masyarakatnya, Korupsi Merupakan yang Tidak Sehat.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas penelitian : Kewenangan Hakim dalam Usahanya Memberantas Tindak Pidana Korupsi Menurut Undangundang No. 20 Tahun 2001, Peranan Hakim Dalam upayanya Memberantas Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibuat kesimpulan dan saran dari pembahasan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara