DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MINIMUM ESSENTIAL FORCE DALAM UPAYA INDONESIA MENJADI LEADER STATE DI ASIA TENGGARA (2004-2014) Dedy Wardhana Lubis Abstract Indonesia is the largest country in Southeast Asia, both in terms of area and population. Indonesia is also seen as important and strategic from the standpoint of the interests of countries, both at the regional and global level. With various major assets it has, Indonesia emerges confidently as a leader in the Southeast Asia region by becoming a leader state in the region. One of Indonesia’s efforts is defence diplomacy with China and the development of the Minimum Essential Force (MEF) policy. Within this research, some approaches that will be used are liberalism, the theory of Hegemony, Defence Diplomacy and National Interest concept, and Collective Security theory. This research uses explanative type of research, which explains the corelation between two or more variables. The primary data resource was collected from Indonesia’s Defence White Paper 2008, Republic of Indonesia’s Acts, Decrees of Indonesian President, and the Formal Regulations of Ministry of Defence of Indonesia. The other data resources were collected by doing literature review that obtained in the printed and electronic media. The data collection was completed by doing library research, documentation and non-participant observation technique. The result of this research is Indonesia defence diplomacy with China and the development of Minimum Essential Force policy as Indonesia’s efforts of becoming a leader state in the Southeast Asia region, as well as a part of Indonesia’s national interests in defence sector. Nevertheless, to become a leader state in Southeast Asia, Indonesia’s effort is not enough by only doing defence diplomacy with China, but also by doing a strong cooperation with the other major countries. Keywords: Leader State, Defence Diplomacy, Republic of Indonesia, Minimum Essential Force, Collective Security, National Interest, People’s Republic of China
Pendahuluan Indonesia adalah negara terbesar di kawasan Asia Tenggara, baik dari segi luas wilayah maupun jumlah populasi. Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang di ujung Pulau Sumatera hingga ke Merauke di Pulau Papua, yang terdiri dari beribu pulau, menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Dari segi jumlah populasi, Indonesia turut pula mengungguli negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Bahkan untuk tingkat Asia, Indonesia menempati posisi ketiga sebagai negara dengan populasi terbanyak setelah China dan India. Dari sudut pandang kepentingan negara-negara baik di tingkat regional maupun global, Indonesia dipandang strategis dan penting. Penilaian demikian bukan semata karena jumlah populasi yang mencapai hampir 250 juta penduduk yang menjadikannya potensial dari aspek ekonomi bagi kepentingan negara-negara besar, namun mencakup pula dari aspek politik dan keamanan. Lebih lanjut, Indonesia merupakan negara yang kuat di kawasan. Secara geografis, Indonesia memiliki 2/3 perairan di Asia Tenggara dan berada di jalur perdagangan internasional atau Sea Lanes of Trade (SLOT) dan jalur komunikasi internasional atau Sea Lanes of Communication (SLOC) yang 1
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF menghubungkan dua samudra besar, Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Di tingkat regional Asia Tenggara, Indonesia juga memainkan peran penting, termasuk peran kepemimpinan de facto Indonesia dalam ASEAN. Dari segi ekonomi, Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang baik dan positif sekaligus merupakan pasar yang potensial dengan jumlah penduduk yang besar. Sementara dalam bidang keamanan, Indonesia memiliki jalur-jalur strategis pertahanan dan keamanan serta perdagangan. Sebagai pemimpin ASEAN, Indonesia telah berkali-kali dipercaya untuk memimpin pelbagai pertemuan dan forum yang digelar negara-negara ASEAN. Sebagai contoh, Indonesia memimpin Pertemuan Menteri Pertahanan Negara-negara ASEAN 2011 (ASEAN Defence Ministerial Meeting/ADMM 2011) yang diselenggarakan sekali setahun,1 memimpin negara ASEAN dalam pertemuan para Menteri Lingkungan Hidup (Informal ASEAN Ministerial Meeting on Environment/IAMME) yang diselenggarakan pada tahun 2013, pemimpin ASEAN Ministerial Meeting, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT ASEAN), Southeast Asian Nuclear-Weapon-Free Zone (SEANWFZ) dan ASEAN Regional Forum (ARF). Politik luar negeri bebas aktif yang dipegang teguh oleh Indonesia turut pula meningkatkan kepercayaan dari negara-negara ASEAN untuk menjadikan Indonesia sebagai penengah konflik yang terjadi antar anggota di kawasan. Kepercayaan terhadap Indonesia bahkan dipercaya hingga ke tingkat regional Asia Pasifik, dimana Indonesia berperan sebagai penengah ketegangan yang terjadi antara dua kekuatan besar, China dan Amerika Serikat di Laut China Selatan. Sementara konflik yang pernah terjadi di kawasan Asia Tenggara seperti konflik antara Thailand dan Kamboja akibat sengketa perbatasan terhadap Kuil Preah Vihear, Indonesia sukses sebagai mediator ketika Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, mampu mendamaikan kedua negara di PBB pada 14 Februari 2011.2 Pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menjabat selama dua periode sebagai Presiden Indonesia (2004-2014), Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menjadi leader state di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Upaya Indonesia menjadi leader state ini tentunya tetap sejalan dengan prinsip fundamental yang dipegang oleh Indonesia yaitu pelaksaanaan politik luar negeri bebas aktif. Dalam pelaksanaannya, Indonesia juga menaati kesepakatan dalam Deklarasi Bangkok bahwa negara-negara ASEAN sepakat untuk membangun kerjasama memajukan kesejahteraan ekonomi, sosial dan budaya yang dituangkan dalam prinsip ASEAN yaitu kerjasama, persahabatan, dan non-intervensi.3 Di samping itu, Indonesia juga aktif mendorong negara-negara kawasan untuk bersama menjaga stabilitas dan keamanan kawasan Asia Tenggara. Setiap konflik dan perselisihan yang terjadi harus diselesaikan dengan cara damai tanpa melibatkan penggunaan kekuatan militer (hard power). Hal ini sejalan pula dengan kepentingan nasional Indonesia yang terus mengupayakan agar tercapai keseimbangan dinamis (dynamic equilibrium), yaitu kondisi dimana tidak ada dominan tunggal di kawasan dan berbagai negara berinteraksi secara damai dan menguntungkan.4 Secara spesifik di bidang pertahanan, Indonesia mengupayakan pelbagai kerjasama termasuk dengan melakukan diplomasi pertahanan dengan China dan merumuskan kebijakan pertahanan yang disebut dengan Kebijakan Kekuatan Pokok Minimum/Minimum Essential Force (MEF).
1
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Defence Media Center/PPID, “Kemhan Selenggarakan ASEAN Defense Senior Officials Meeting-Working Group.” 2 Nugraha, Pepih, “Penyelesaian Konflik Thailand-Kamboja.” 3 Ibid. 4 Suryanto, “Indonesia Prioritaskan Tiga Hal Saat Pimpin ASEAN.”
2
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF
Kebijakan Pertahanan Indonesia dalam Upaya Menjadi Leader State di Kawasan Asia Tenggara Hakikat pertahanan negara bagi Indonesia merupakan segala upaya pertahanan bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat.5 Sementara pertahanan negara Indonesia bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. Tujuan pertahanan negara dalam menjaga kedaulatan negara mencakup upaya untuk menjaga sistem ideologi negara dan sistem politik negara.6 Dalam rangka mewujudkan tujuan pertahanan negara sebagaimana yang tercantum dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia, Indonesia menetapkan pelbagai kebijakan pertahanan guna mencapai tujuan tersebut. Kebijakan Pertahanan yang diterapkan Indonesia tetap berpegang pada prinsip bebas aktif.
Kebijakan Pertahanan Indonesia 2004-2009: Diplomasi Pertahanan Indonesia dalam Bentuk Kerjasama Pertahanan Indonesia−China melalui “Joint Declaration on Strategic Partnership 2005” dan Upaya Pengembangan Industri Pertahanan Domestik Republik Rakyat China merupakan salah satu mitra strategis Indonesia. Kedua negara telah menjalin hubungan diplomatik sejak 13 April 1950,7 dan kedua negara telah melakukan kerjasama di pelbagai bidang, mulai dari bidang politik, hukum, keamanan, ekonomi, sosial budaya, hingga sektor pertahanan. Akan tetapi, hubungan kedua negara sempat dibekukan pada masa Orde Baru, tepatnya pada 30 Oktober 1967, dikarenakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pernah menjadi penghancur persatuan bangsa Indonesia, diduga memiliki keterkaitan dengan China dalam menyediakan dana dan dukungan politik bagi PKI.8 Setelah lebih dari dua dekade, hubungan diplomatik Indonesia dan China secara resmi kembali dilanjutkan pada tanggal 8 Agustus 1990 dengan ditandatanganinya MoU on the Resumption of Diplomatic Relations Republik Indonesia- Republik Rakyat China di Jakarta.9 Indonesia memilih langkah ini setelah Presiden Suharto mengeluarkan keputusan pada Februari 1989 untuk merestorasi hubungan diplomatik dengan China, dalam pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri China, Qian Qichen di Tokyo, saat kedua negara turut menghadiri upacara pemakaman Kaisar Hirohito.10 Tahun 2005 merupakan tahun yang penting bagi kedua negara. Dimana pada 25 April 2005, Indonesia dan China menandatangani Deklarasi Bersama tentang pembinaan kemitraan strategis (Strategic Partnership) antara kedua negara, yang menjadi penunjuk arah bagi perkembangan hubungan kedua negara.11 Perjanjian ini ditandatangani langsung oleh kepala negara Indonesia dan China, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Hu Jintao di Jakarta, dalam kunjungan kenegaraan Presiden Hu Jintao ke Indonesia. Dalam kurun waktu tidak sampai empat bulan sejak penandatanganan kerjasama, Juli 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengadakan kunjungan resmi ke China sebagai kunjungan balasan Presiden Hu Jintao ke Indonesia. Upaya kerjasama yang dijalin oleh
5
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, hlm. 43. Ibid., hlm. 44. 7 China Radio International, “Catatan Peristiwa Penting dalam Hubungan Bilateral China-Indonesia.” 8 Sukma, Rizal, The Rise of China: Response from Southeast Asia and Japan in Chapter 5-Indonesia’s Response to the Rise of China: Growing Comfort amid Uncertainties, hlm. 140. 9 Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, “Profil Negara dan Kerjasama: China.” 10 Sukma, Rizal, op.cit., hlm. 142. 11 Wawancara Khusus Wartawan China Radio International dengan Duta Besar Republik Rakyat China untuk Indonesia, Lan Lijun pada 1 Januari 2006, tentang Hubungan China-Indonesia tahun 2005, dimuat dalam Ministry of Foreign Affairs of the People’s Republic of China, “Hubungan China-Indonesia Tahun 2005.” 6
3
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF Indonesia dengan China, merupakan salah satu jalan yang ditempuh Indonesia dalam mencapai kepentingan nasional, selain untuk mempererat hubungan kedua negara. Kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke negeri China dapat diartikan melalui tiga makna khusus.12 Pertama, sebagai sesama negara Asia, yang mengutamakan prinsip anti-penjajahan, maka keinginan kedua negara untuk membebaskan dunia dan segala bentuk penjajahan bisa lebih mudah diwujudkan. Terkait hal ini, China memiliki hak veto di PBB. Kedua, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sedang berupaya dengan giat dalam memberantas korupsi, bisa belajar banyak dari bangsa China. Negeri komunis tersebut tidak segan menghukum mati walikota dan pejabat tinggi yang terbukti melakukan korupsi. Ketiga, di bidang pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM), Indonesia bisa belajar juga dari China. Pelbagai produk China yang terdapat di Indonesia, tidak sedikit yang merupakan hasil kerja industri rumah tangga dari China. Kunjungan timbal balik yang dilakukan oleh kedua negara telah memberikan dorongan penting bagi kemajuan hubungan Indonesia dan China, membangun rasa saling percaya di antara kedua belah pihak (confidence building), sekaligus sebagai penanda bahwa Indonesia dan China telah memasuki masa perkembangan yang baru. Deklarasi kemitraan strategis yang secara resmi ditandatangani oleh masing-masing kepala negara memfokuskan kerjasama di pelbagai sektor. Salah satu sektor yang menjadi fokus utama kedua negara adalah sektor pertahanan. Kesepakatan kerjasama pertahanan ini merupakan salah satu dari sembilan kesepakatan kerjasama yang dibuat pada pertemuan bilateral antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Hu Jintao pada April 2005. Sebagai bukti keseriusan kerjasama kedua negara di sektor pertahanan, pada Juli 2006 di Jakarta, dilangsungkan RI-PRC Bilateral Defense Dialogue, yang membahas pelbagai isu keamanan kawasan.13 Langkah ini dilanjutkan dengan Indonesia dan China menandatangani kerjasama pertahanan lainnya yang dilakukan oleh Menteri Pertahanan Republik Indonesia Juwono Sudarsono dan Menteri Pertahanan Republik Rakyat China (saat itu) Cao Gangchuan, di Beijing, pada 7 November 2007.14 Kerjasama ini mencakup kerjasama di bidang kelembagaan, kerjasama di bidang pertukaran dan alih teknologi, pembelian senjata, serta bidang pendidikan (pertukaran siswa militer) dan pelatihan. Pada tahun yang sama, sebuah Forum Konsultasi Pertahanan (Defence Consultation Forum) dibentuk oleh kedua negara.15 Pertemuan tingkat tinggi para pejabat militer kedua negara mulai meningkat sejak forum tersebut dibentuk. Terkait dengan kerjasama pertahanan yang dilakukan oleh Indonesia dan China, Menteri Pertahanan Indonesia menegaskan bahwa negara Indonesia tidak bermaksud membentuk pakta atau aliansi pertahanan dengan China menyusul ditandatanganinya naskah kerjasama kedua negara.16 Jakarta tetap menganut politik luar negeri bebas aktif. Kerjasama yang dilakukan semata-mata untuk meningkatkan kerjasama pertahanan kedua negara. Kerjasama ini juga tidak mengartikan bahwa Indonesia telah mengubah arah kiblatnya ke China, Indonesia akan tetap menganut prinsip bebas aktif. Kerjasama yang dilakukan adalah saling menguntungkan kedua belah pihak dan sesuai dengan hukum internasional yang berlaku. Sebagai upaya memperlancar kerjasama pertahanan kedua negara, Indonesia dan China membentuk komite bersama. Pihak Indonesia dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan dan dari China dipimpin oleh Kepala Staf Umum Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA). Dengan adanya kerjasama pertahanan dengan China, membuat Indonesia tidak selalu bergantung pada satu negara saja, terutama negara Amerika Serikat, yang selama ini dikenal sebagai eksportir alat utama sistem persenjataan (alutsista) terbesar di dunia. Berbicara tentang ketergantungan pada satu negara, 12
Maszudi, Eddy, “Makna Kunjungan SBY ke China.” Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, hlm. 148. 14 Ibid. 15 Hamilton-Hart, Natasha, and Dave McRae, Indonesia: Balancing the United States and China, Aiming for Independence, hlm. 8. 16 Suryanto, “Indonesia Tidak Bentuk Pakta Pertahanan dengan China.” 13
4
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF peristiwa pada masa Orde Baru bisa dijadikan sebagai pelajaran penting bagi Indonesia. Saat itu Amerika Serikat melakukan embargo terhadap Indonesia, dikarenakan adanya kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Hal itu menyulitkan Indonesia dalam memperoleh suku cadang dan perlengkapan militer yang baru. Dalam membeli alutsista dari luar negeri, Indonesia tidak hanya membuka diri dengan negaranegara tertentu saja. Akan tetapi, atas dasar kepentingan nasional, Indonesia menerapkan sistem pembelian dengan memasok alutsista dari pelbagai negara, baik negara Barat maupun Timur. Langkah ini, menurut Sudarsono, didasarkan pada pertimbangan akan dua hal, yaitu dalam hal citra sebagai negara yang berimbang (tidak condong ke Barat atau Timur) dan efisiensi. Persenjataan dari Barat cenderung lebih efisien karena usia pakai dan mesinnya lebih lama, yaitu hingga 30-40 tahun. Sementara peralatan yang dibeli dari Timur (China dan Rusia), walaupun gelagar suaranya lebih meyakinkan, cenderung baik untuk pemakaian jangka pendek, yakni 5-10 tahun. Mesin pesawat tempur Sukhoi setelah pemakaian selama 500 jam harus diganti atau diperbaiki, sementara mesin pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat bisa mencapai 15.000 jam.17 Indonesia telah membeli peralatan militer dari Amerika Serikat sebanyak 34% (berupa hardware) dan 10% dari Rusia.18 Kerjasama pertahanan Indonesia dengan China terus berlanjut hingga pada tahun 2009, Indonesia menyambut ajakan China untuk kerjasama teknologi militer yang antara lain mencakup pembuatan perlengkapan militer serta pemasarannya.19 Menurut Indonesia, teknologi militer China terus mengalami perkembangan dan telah memasuki tahap “maju”. Indonesia menilai kemajuan teknologi militer yang dicapai China dapat menjadi penyeimbang kemajuan teknologi militer negaranegara Barat.20 Hal ini sekaligus merupakan salah satu upaya Indonesia dalam menyeimbangkan politik luar negerinya agar tidak terlalu condong ke Barat, sebagai wujud implementasi politik luar negeri bebas aktif. Hubungan kerjasama pertahanan Indonesia dan China telah berjalan baik. Hal ini ditandai dengan kunjungan pejabat tinggi militer kedua negara dan Menteri Pertahanan telah beberapa kali saling mengadakan kunjungan luar negeri dan melakukan pembicaraan. Pada peringatan 60 tahun Angkatan Laut China, Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno dan Kepala Staf Angkatan Laut China Laksamana Wu Shenghi, mengadakan pertemuan di sela-sela acara peringatan tersebut, di Qingdao, Provinsi Shandong, akhir April 2009.21 Pertemuan kali itu membahas tentang upaya konsisten kedua negara dalam meningkatkan kerjasama pertahanan. Kerjasama yang terjalin antara Indonesia dengan China juga dikembangkan dalam kerjasama di sektor industri pertahanan Indonesia. Menteri Pertahanan Indonesia saat itu, Juwono Sudarsono, menyatakan bahwa China menawarkan kepada Indonesia untuk memberi dana pembangunan galangan kapal dan menghidupkan kembali PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia dan PT PAL.22 Kebijakan kerjasama ini merupakan salah satu upaya China untuk mencapai kepentingan nasional mereka. China mengaku bahwa mereka ingin membangun kemampuan pertahanan yang layak di Indonesia supaya jalur minyak ke China bisa terjamin. Akan tetapi, kerjasama ini tidak hanya menguntungkan pihak China saja. Indonesia juga turut mendapatkan keuntungan dengan kerjasama ini berupa bantuan dana untuk memajukan industri pertahanan dalam negeri. Hal ini menjadi salah satu tujuan kerjasama
17
Wawancara dengan J. Sudarsono, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, Kebijakan Pertahanan Indonesia 1998-2010 dalam Merespon Dinamika Lingkungan Strategis di Asia Tenggara, hlm. 91. 18 East Asian Strategic Review 2007, hlm. 159, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, Ibid. 19 Kompas, “Indonesia Melirik Teknologi Militer China”, loc. cit. 20 Ibid., pernyataan ini dinyatakan langsung oleh Atase Pertahanan (Athan) Republik Indonesia-China, Kolonel Infantri Yayat Sudrajat, di Beijing, Sabtu, 9 Mei 2009. 21 Ibid. 22 Khoiriyah, Ruisa, “China Ingin Ikut Mendanai Industri Senjata Indonesia.”
5
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF bilateral yang ingin dicapai kedua negara, saling menguntungkan (tidak ada yang dirugikan), dan mencapai kepentingan nasional masing-masing. Dari Indonesia sendiri, upaya penguatan postur pertahanan Indonesia 2004-2009, dianggarkan dana sebanyak USD3,7 miliar yang diarahkan pada upaya kemandirian industri pertahanan domestik. Prioritas yang dilakukan oleh Indonesia adalah memenuhi kebutuhan akan alat angkut militer untuk ketiga matra, yaitu Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU).23 Pada tahun 2008, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara. Salah satu isi pokok dalam peraturan presiden tersebut adalah tercantum dalam lampiran, dimana pada butir 11 dinyatakan bahwa pengalokasian anggaran dilaksanakan berdasarkan skala prioritas secara ketat. Yang dimaksudkan dengan prioritas disini dijelaskan pada butir 14, yaitu rencana pengembangan yang mencakup Pengembangan Alat Utama Sistem Senjata, Penataan Ruang Kawasan Pertahanan, Pembangunan Pertahanan Sipil, dan Penataan Struktur Organisasi.24 Selain menerbitkan Peraturan Presiden, dokumen penting lainnya yang diterbitkan oleh pemerintah adalah Buku Putih Pertahanan Republik Indonesia 2008, yang memuat isi jauh lebih lengkap dari yang sebelumnya, Buku Putih Pertahanan 2003. Disusul pada tahun 2009, dokumen penting lainnya juga diterbitkan, yaitu Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Pembinaan Teknologi dan Industri Pertahanan. Dalam peraturan menteri tersebut diatur tentang bagaimana upaya pembinaan industri pertahanan domestik sehingga mampu memproduksi sarana pertahanan, baik untuk memehuni kebutuhan di dalam negeri maupun untuk dipasarkan ke negara lain.25 Pembinaan teknologi dan industri pertahanan juga dikategorikan ke dalam asas prioritas, yaitu pembinaan teknologi dan industri pertahanan, dilaksanakan secara bertahap dan disesuaikan dengan urutan kebutuhan pembangunan kemampuan pertahanan negara, dengan memperhatikan keterbatasan-keterbatasan sumber daya yang ada serta keseimbangan kepentingan pertahanan dan kesejahteraan dalam kurun waktu tertentu.26 Untuk bisa menguasai teknologi, Indonesia memerlukan kerjasama dengan negara lainnya yang menguasai teknologi dengan lebih baik. Dalam hal ini, Indonesia tidak dapat terlepas dari hubungan bilateral yang terjalin dengan negara lainnya demi mencapai kepentingan nasional Indonesia. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 15 Tahun 2009 menyatakan bahwa dalam usaha membangun dan mengembangkan industri pertahanan, ada empat jenis industri pertahanan, yaitu sebagai berikut.27 a. Industri untuk mendukung daya gempur, yaitu industri pertahanan yang dapat memproduksi sarana pertahanan yang dipergunakan untuk memperbesar daya gempur, antara lain senjata, roket, bom, torpedo, peluru kendali, bahan peledak dan amunisi; b. Industri untuk mendukung daya gerak, yaitu industri pertahanan yang dapat memproduksi sarana pertahanan yang dipergunakan untuk memperbesar mobilitas gerakan di darat, laut dan udara, termasuk di dalamnya produksi komponen suku cadang; c. Industri untuk mendukung komando, kendali, komunikasi, komputer, informasi, pengamatan dan pengintaian (K4IPP), yaitu industri nasional yang dapat memproduksi berbagai jenis peralatan elektronik sarana pertahanan antara lain telepon, radio (UHF, VHF), telex, radar, peralatan navigasi, sonar, peralatan avionik, komputer dan data provider (penyelenggaraan sistem jaringan informasi), serta penyelenggaraan sistem
23
WIRA: Media Informasi Departemen Pertahanan, hlm. 41, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, op. cit., hlm. 96. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara. 25 Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Pembinaan Teknologi dan Industri Pertahanan, Pasal 1 ayat 6. 26 Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Pembinaan Teknologi dan Industri Pertahanan, Pasal 3. 27 Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Pembinaan Teknologi dan Industri Pertahanan, Pasal 8 butir a-d. 24
6
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF komunikasi satelit termasuk dukungan perangkat lunaknya pada peralatan terkait; dan sistem pengendalian senjata; dan d. Industri pendukung sarana pertahanan, yaitu industri nasional yang dapat memproduksi kebutuhan bekal untuk kepentingan sarana pertahanan, antara lain perlengkapan perorangan dan satuan lapangan, bekal makanan, obat-obatan, bahan bakar dan pelumas serta jasa lainnya yang diperlukan untuk penyelenggaraan pertahanan negara. Sementara Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan mengamanatkan tentang perlunya meningkatkan kemampuan dan penguasaan teknologi industri pertahanan yang dilakukan melalui penelitian dan perekayasaan melalui sistem nasional.28 Peraturan Presiden, Peraturan Menteri Pertahanan dan penyusunan Buku Putih Pertahanan yang baru, merupakan salah satu wujud keseriusan pemerintah untuk menata postur pertahanan secara lebih terencana dan terarah.
Kebijakan Pertahanan Indonesia 2009-2014: Pembangunan Kebijakan “Kekuatan Pokok Minimum/Minimum Essential Force (MEF)” Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono periode kedua (2009-2014), perkembangan kebijakan pertahanan Indonesia cukup pesat, walaupun terkendala masalah anggaran. Hal ini dapat dilihat dari upaya Indonesia dalam mengembangkan industri pertahanan dalam negeri yang telah dimulai sejak periode pertama kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Guna menyikapi keterbatasan anggaran, Indonesia menetapkan suatu prinsip kebijakan, yang dinamakan MEF. MEF adalah singkatan dari Minimum Essential Force atau Kekuatan Pokok Minimum. Minimum Essential Force (MEF) merupakan amanat pembangunan nasional bidang pertahanan keamanan yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20102014 sesuai Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010. Sedangkan pada tahun 2009 telah dirumuskan Strategic Defence Review (SDR) dan ditetapkan pokok-pokok pikiran serta direkomendasikan langkahlangkah strategis dalam mewujudkan suatu kekuatan pokok minimum yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 2 Tahun 2010 sebagai bagian dari postur ideal pertahanan negara.29 MEF sebagai bagian dari kebijakan pertahanan Indonesia dalam merefleksikan kekuatan yang optimal terhadap pemberdayaan sumber daya nasional yang dimiliki dan dibangun sesuai dengan kemampuan sumber ekonomi nasional. Dalam pelaksanaannya, MEF dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: peningkatan pemeliharaan secara terpadu terhadap alutsista untuk menjaga kesiapan operasional, modifikasi beberapa alutsista lama, penggantian alutsista lama dengan mengutamakan produksi dalam negeri atau semaksimal mungkin melibatkan industri pertahanan nasional baik dalam bentuk joint production maupun transfer of technology untuk pengadaan luar negeri.30 Berdasarkan pelaksanaan kebijakan MEF tersebut, secara umum, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menjalankannya secara rasional. Jika industri pertahanan domestik bisa mengerjakan, maka akan dikerjakan di dalam negeri. Jika tidak, maka Indonesia harus mengimpornya dari negara lain. Selama proses pelaksanaan kebijakan MEF, salah satu langkah yang dipilih Indonesia adalah menjalin kerjasama internasional dengan negara lain di dunia, yang dilaksanakan dalam rangka pembangunan kekuatan maupun pengerahan dan penggunaan kekuatan. Kebijakan kerjasama internasional di bidang pertahanan yang dilakukan Indonesia merupakan bagian dari kebijakan luar negeri yang tetap berpegang teguh pada prinsip politik luar negeri Indonesia, bebas aktif. Prinsip yang 28
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan, Pasal 28 ayat 1. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama. 30 Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Tanggal 15 Agustus 2014, dalam rangka Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-69”, hlm. IX-3. 29
7
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF dipegang oleh Indonesia ini membuat Indonesia tidak condong ke negara-negara Barat atau Timur. Dikarenakan dalam menjalankan kerjasama, Indonesia menjalin kerjasama tidak hanya dengan mitra dari Barat, seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis, dan Inggris Raya, namun juga dengan mitra dari Timur, seperti Rusia, Jepang, India, dan China. Adanya sikap keterbukaan dari Indonesia dalam menjalin kerjasama dari pelbagai negara, merupakan salah satu upaya Indonesia dalam mengimplementasikan kepentingan nasional di level internasional. Salah satu kepentingan nasional Indonesia adalah berupaya menjaga perdamaian dunia yang termasuk di dalamnya menjalin kerjasama dengan mitra strategis dan negara-negara sahabat, dengan mengesampingkan Blok Barat atau Blok Timur yang diikuti suatu negara. Kerjasama internasional yang dilakukan Indonesia, selain untuk mempererat hubungan dan menjaga sikap saling percaya antar negara, juga merupakan bagian dari diplomasi pertahanan Indonesia terhadap negaranegara di dunia. Dalam kebijakan MEF, pengembangan atau modernisasi postur pertahanan negara dijalankan dengan skala kekuatan minimum hingga tahun 2024. Kebijakan MEF dibagi menjadi tiga Rencana Strategis (Renstra), yaitu Renstra I akan dijalankan dari tahun 2009-2014, Renstra II dilaksanakan dari tahun 2014-2019, dan Renstra III dari tahun 2019-2024. Indonesia memiliki lima kerangka kerja kebijakan MEF. Pertama, Indonesia merumuskan rencana strategis pertahanan di tingkat makro dan tahunan dengan mengutamakan keterpaduan TNIAD, AL, dan AU secara efisien. Kedua, sembari melakukan alih teknologi, Indonesia memanfaatkan Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS), guna memadukan antara kebutuhan dan yang sanggup diolah sendiri sebagai bagian dari upaya pemetaan kebutuhan alutsista. Ketiga, Indonesia masih membutuhkan pengadaan alutsista yang berteknologi tinggi dari luar negeri karena belum sanggup membuat sendiri. Keempat, Indonesia melakukan repowering atau retrofit (memperpanjang usia pakai) alutsista. Hal ini dipandang sebagai langkah yang efisien bila dibandingkan dengan pembelian alutsista baru. Kelima, sembari melakukan penyesuaian terhadap perkembangan teknologi, Indonesia hanya melakukan pembelian alutsista baru sebagai pengganti alutsista yang tidak dapat dioperasikan.31 Terkait dengan masalah pembelian alutsista impor, Indonesia perlu mempertimbangkan pula mengenai kelebihan dan kekurangan dari alutsista produksi dalam negeri dan impor. Dalam menyelenggarakan MEF, strategi pencapaian difokuskan pada empat strategi, yaitu Rematerialisasi, Revitalisasi, Relokasi, dan Pengadaan. Menurut isi dalam Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama, definisi dari keempat strategi tersebut dijelaskan satu per satu. Rematerialisasi adalah pemenuhan menuju 100% Tabel Organisasi dan Peralatan (TOP) dan Daftar Susunan Personil dan Peralatan (DSPP) personil dan materiil satuan TNI. Revitalisasi adalah peningkatan strata satuan atau penebalan satuan/materiil setingkat di atasnya yang disesuaikan dengan perkembangan ancaman dalam wilayahnya. Relokasi merupakan pengalihan satuan/personil/materiil dari satu wilayah ke proyeksi wilayah flash point (bagian wilayah Indonesia yang diidentifikasi sebagai daerah yang memiliki potensi tinggi terjadinya ancaman aktual). Pengadaan dimaknai sebagai pembangunan satuan baru berikut personil dan alutsistanya dalam kerangka mewujudkan pembangunan MEF Komponen Utama.32 Dari segi pendanaan pertahanan dalam kebijakan MEF, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia mengembangkan tiga variasi pagu anggaran pertahanan (persentase terhadap Produk Domestik Bruto/PDB) dengan perhitungan anggaran pertahanan divariasikan mulai dari tingkatan ideal, wajar, hingga minimal untuk masing-masing komponen pertahanan negara (lihat tabel 1).
31 32
Sjamsoeddin, Sjafrie, “Pemenuhan Kebutuhan Kekuatan Pokok Minimum TNI (Minimum Essential Force),” hlm. 87-88. Lampiran dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama, hlm. 6.
8
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF Pagu Anggaran Ideal Wajar Minimal
Utama 1,0% 0,5% 0,25%
Komponen Cadangan 1,5% 1,0% 0,75%
Pendukung 2,5% 1,5% 1,0%
Jumlah 5,0% 3,0% 2,0%
Tabel 1. Variasi Pagu Anggaran Pertahanan Indonesia (% PDB) Sumber: Andi Widjajanto dalam Connie Rahakundini Bakrie 33
Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa untuk mencapai kebutuhan minimal, maka Indonesia harus mengalokasikan dana sebesar 2% dari total PDB, sementara untuk tingkatan wajar, Indonesia memerlukan alokasi dana sebesar 3% dari total PDB Indonesia. Level yang paling tinggi adalah kebutuhan ideal. Pada level ini, dipelukan alokasi dana sebesar 5% dari total PDB Indonesia.34 Penganggaran untuk pencapaian MEF Renstra I 2009-2014 dibutuhkan dana sebesar Rp279.862, 47 miliar (lihat tabel 2).35 Pengalokasian dana tersebut dibagi kepada Kementerian Pertahanan, Mabes TNI, dan ketiga matra beserta dengan unit organisasi di bawahnya. No. 1. 2. 3. 4. 5.
Instansi Kementerian Pertahanan Mabes TNI TNI AD TNI AL TNI AU Jumlah
2010
Alokasi Baseline Program 2011 2012 2013
2014
Jumlah
2.686,30
3.086,30
3.339,31
3.810,32
4.381,33
17.285,56
5.182,61 20.041,38 8.316,06 6.083,79 42.310,14
5.262,61 20.344,34 8.431,89 7.775,86 44.883,00
6.684,78 23.815,55 11.817,05 9.812,89 55.469,58
7.583,65 26.093,35 14.288,80 12.516,25 64.292,37
8.640,84 28.214,13 17.225,00 14.446,09 72.907,39
33.354,49 118.508,74 60.078,80 50.634,88 279.862,47
Tabel 2. Matriks Pendanaan Rencana Strategis Kementerian Pertahanan dan TNI Tahun 2010-2014 (dalam miliar Rupiah) Sumber: Lampiran Rencana Kerja Pertahanan Negara 2012, Berita Negara 585-201136
Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa alokasi dana yang disediakan pemerintah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sejak MEF pertama direalisasikan pada tahun 2010. Diantara ketiga matra TNI, TNI Angkatan Darat (TNI AD) adalah yang paling besar dalam pembagian porsi anggaran. Sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam membangun kebijakan MEF, maka ditambahkan anggaran sebesar Rp150 triliun untuk membantu mempercepat realisasi MEF. Anggaran tersebut akan 33
Widjajanto, A., ‘Sambutan’ dalam Bakrie, C.R., Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal, hlm. xxix, ditampilkan dalam bentuk tabel oleh penulis, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, hlm. 89. 34 Dari tabel yang ditampilkan, terdapat tiga komponen, yaitu komponen Utama, Cadangan, dan Pendukung. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, Pasal 1 pada butir ke5,menyatakan bahwa yang disebut dengan “Komponen Utama” adalah Tentara Nasional Indonesia yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan. Selanjutnya butir ke-6, menyatakan bahwa “Komponen Cadangan” adalah sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan komponen utama. Butir ke-7 menyatakan bahwa yang disebut “Komponen Pendukung” adalah sumber daya nasional yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan. Sumber daya nasional adalah sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan (Butir 8). Lebih lanjut mengenai Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung, dalam Pasal 8 ayat 1 disebutkan bahwa Komponen Cadangan, terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama. Pasal 8 ayat 2 disebutkan bahwa Komponen Pendukung, terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang secara langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan. 35 Lihat Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Perencanaan Pertahanan Negara Tahun 2012 (Berita Negara RI Tahun 2011 Nomor 582), dimuat dalam Luthfi, R. Mokhamad, Implementasi Revolution in Military Affairs (RMA) dalam Kebijakan Pertahanan Indonesia, hlm. 75. 36 Lampiran Rencana Kerja Pertahanan Negara 2012, Berita Negara 585-2011 (diolah kembali oleh R. Mokhamad Luthfi), dimuat dalam Luthfi, R. Mokhamad, Ibid.
9
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF dibagi menjadi tiga porsi anggaran. Pertama, Rp50 triliun dana on top untuk percepatan MEF. Kedua, Rp55 triliun untuk pengadaan alutsista. Ketiga, Rp45 triliun untuk pemeliharaan dan perawatan.37 Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan anggaran pertahanan negara-negara lain, Indonesia masih jauh tertinggal. Karena untuk meningkatkan kemampuan postur pertahanan, anggaran minimal yang harus dialokasikan adalah 2% dari total PDB (lihat kembali tabel 1). Meskipun masih terkendala anggaran, langkah konsisten pemerintah Indonesia untuk membangun kebijakan MEF dapat dilihat dari upaya dalam mewujudkan kemandirian industri pertahanan. Dalam mewujudkan kemandirian industri pertahanan, diperlukan tekad dan kerjasama kolektif dari semua pihak, serta didukung oleh kebijakan pemerintah dalam memberdayakan segenap potensi sumber daya nasional, termasuk dengan menetapkan regulasi baru yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan adalah Undang-Undang yang tercantum dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2010-2014, yang juga merupakan salah satu Undang-Undang yang diprioritaskan dalam daftar Prolegnas tahun 2012. Tujuan pembentukan Undang-Undang tentang Industri Pertahanan ini adalah untuk membangkitkan industri pertahanan nasional, karena sekarang ini kebutuhan Indonesia terhadap produk industri pertahanan sangat tinggi dan diharapkan dapat merevitalisasi kembali industri pertahanan di Indonesia.38 Diterbitkannya Undang-Undang ini merupakan momen yang tepat dikarenakan kehadirannya bersamaan dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sedang berada dalam proses melakukan modernisasi alutsista. Di samping itu TNI juga telah menetapkan Rencana strategis (renstra) modernisasi alutsista dalam tiga tahapan untuk jangka waktu lima belas tahun. Undang-Undang ini merupakan elemen penting bagi masyarakat, stakeholders, maupun pemerintah karena mengatur dasar hukum dalam memenuhi kebutuhan alat pertahanan yang didukung oleh kemampuan industri domestik, teknologi tepat guna, dalam upaya mencapai kepentingan nasional dalam rangka melindungi Tanah Air. Pada interval waktu 2009-2014, pemerintah sedang gencar membeli produk alat utama sistem senjata (alutsista) dari sejumlah negara, seperti tank berat Leopard dari Jerman, Sukhoi dari Rusia, dan pemerintah juga menerima hibah pesawat angkut Hercules dari Australia.39 Langkah pemerintah ini diharapkan dalam pelaksanaannya sekaligus sebagai pilihan yang bijak dalam transfer teknologi yang jelas. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012, mekanisme transfer teknologi dapat diatur dengan jelas. Tanpa adanya regulasi yang jelas, pemerintah bisa dianggap mengambil langkah dualisme kebijakan, yaitu di satu sisi berupaya untuk mendukung dan memajukan industri pertahanan domestik, namun di sisi lain, terus menerus memesan produk alutsista dari luar negeri.
Alasan Indonesia Memilih China dalam Melakukan Diplomasi Pertahanan 1. Mitra Strategis China dan Indonesia telah menjalin hubungan diplomatik sejak tahun 1950. Sebagai mitra strategis, kedua negara telah melakukan pelbagai kerjasama, mulai kerjasama di bidang politik keamanan, ekonomi, sosial budaya hingga pertahanan. Hubungan Indonesia dan China mengalami peningkatan yang signifikan sejak ditandatanganinya Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis pada tahun 2005 oleh presiden kedua negara. Melalui penandatanganan deklarasi ini pula, kedua negara telah menyetujui untuk berkomitmen secara bersama-sama mendorong penyelesaian konflik di kawasan dan bersama menjaga stabilitas kawasan untuk mencapai dynamic equilibrium. Selain itu, melalui diplomasi pertahanan dengan China, 37
Jusuf, Widodo S., “Kemhan Miliki Rp150 Triliun untuk Persenjataan.” Wulansari, Eka Martiana, “Pemberdayaan Industri Pertahanan Nasional dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan,” hlm. 303. 39 Ibid. 38
10
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF Indonesia juga menjadikannya sebagai jalan untuk melakukan upaya-upaya konstruktif ke China agar tidak menyalahgunakan kekuatan militernya. Dengan kata lain, diplomasi pertahanan yang dilakukan Indonesia dapat disebut sebagai upaya untuk saling memperkuat confidence building measure. Kemitraan Strategis yang dijalin Indonesia dan China turut dicantumkan pula dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008. Melalui kemitraan strategis, kedua negara akan memperkuat kerjasama di pelbagai sektor termasuk kerjasama pertahanan. Kerjasama pertahanan yang dilakukan tersebut akan menjadi wadah untuk mengkomunikasikan kepentingan nasional kedua negara, terutama dalam menyamakan pandangan tentang isu-isu keamanan global dan regional, serta bersama-sama mendorong penyelesaian konflik di kawasan Asia Pasifik.40 2. Modernisasi Militer China Kebangkitan China telah membuat banyak negara merasa khawatir dan terancam, termasuk Jepang, Filipina, Korea Selatan, Vietnam, sampai Amerika Serikat, negara adidaya yang mendapat julukan sebagai polisi dunia, yang memiliki kepentingan di kawasan Asia Pasifik. Banyak pihak meyakini bahwa kebangkitan China ini akan semakin memperkuat klaimnya di kawasan, terutama klaim atas Laut China Selatan, sekaligus sebagai reaksi untuk mengimbangi dominasi Amerika Serikat di Asia Pasifik. Akan tetapi pemerintah China menyatakan bahwa negaranya tidak akan menjadi ancaman bagi negara lain. Hal ini sesuai dengan kebijakan kebangkitan China untuk perdamaian (Peaceful Rise Existance) yang merupakan kebijakan pemerintahan Hu Jintao.41 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
USD (miliar) 14,6 17,0 20,0 22,0 24,6 29,9 35,0 45,0
Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
USD (miliar) 57,2 70,7 77,9 91,5 106,4 114,3 132,0 145,0
Tabel 3. Anggaran Pertahanan China (2000-2015) Sumber: Global Security42
Modernisasi Militer China menjadi salah satu alasan penting bagi China dalam meningkatkan anggaran pertahanan. Presiden China, Hu Jintao, mengungkapkan keseriusan China dalam membangun kekuatan militer yang sejalan dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi China. To strenghten national defense and the armed force, occupies an important place in the overall arrangements for the cause socialism with Chinese charateristics. Bearing in mind the overall strategic interests of national security and development, we must take both economic and national security and development, into consideration and make our country prosperous and our armed forces powerful while building a moderately prosperous society in all respects.43 People’s Liberation Army (PLA) merupakan nama untuk angkatan bersenjata China, yang dibentuk pada 1 Agustus 1927 di Nanchang, Provinsi Jiangxi. PLA terdiri dari tiga angkatan bersenjata utama, yaitu Ground Force (Army), Navy, dan Air Force.44 Di luar tiga angkatan utama ini, China juga memiliki Second Artillery Force (Strategic Missile Forces) dan People’s Armed Police. Berdasarkan data dari The Military Balance 2014, China memiliki 2,233 juta personil militer aktif yang terbagi ke 40
Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, hlm. 148. Sihombing, Lisbet, “Peningkatan Kekuatan Militer China,” hlm. 5. 42 Global Security, “China’s Defense Budget.” 43 China Daily, “Hu Jintao’s Report at 17th Party Congress.” 44 China Today, “China Military and Armed Force (People’s Liberation Army, PLA).” 41
11
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF dalam PLA-Ground Force (AD) sebanyak 1.600.000 personil, PLA-Navy (AL) sebanyak 235.000 personil dan PLA-Air Force (AU) yang berjumlah 398.000 personil. Sementara untuk Second Artillery Force berjumlah 100.000 personil dan People’s Armed Police sebanyak 880.000 personil, ditambah paramiliter sebanyak 660.000 dan personil cadangan 510.000 orang.45 Peningkatan mengenai kekuatan militer China, dapat dilihat dari Angkatan bersenjata China. Pada tahun 2013, Angkatan Laut China (People’s Liberation Army Navy/PLAN) mendapat tambahan 14 kapal perang permukaan yang terdiri dari dua kapal perusak Type 052C (dilengkapi perangkat tandingan sistem tempur Aegis46 kebanggaan Amerika Serikat), tiga fregat Type 054A, dan sembilan korvet Type 056.47 Di samping itu, Angkatan Laut China juga menerima satu kapal selam nuklir dan empat kapal selam non-nuklir dari industri pertahanan dalam negeri, melengkapi 100 unit kapal rudal (missile boat) terbaru, menjadikan kekuatan Angkatan Laut China meningkat.48 Kekuatan militer China turut dilengkapi dengan kemandirian industri pertahanan China. Salah satu industri pertahanan China dalam hal produksi ekspor kendaraan tempur lapis baja adalah NORINCO (North Industries Corporations).49 China telah mampu membuat peralatan perang modern seperti kapal induk, kapal selam, pesawat jet tempur, bahkan peluru kendali balistik jarak pendek sampai jarak jauh termasuk sistem rudal anti kapal induk dengan nama Dong Feng 21D (DF-21D).50 Para pengamat militer Amerika Serikat berargumen bahwa China saat ini sedang mengembangkan versi terbaru rudal Dong Feng DF21D. Versi baru ini dapat menembus pertahanan kapal induk Amerika Serikat yang paling kuat dengan jarak tempuh sampai di luar perairan China. Rudal versi baru ini diyakini pula akan mengubah atmosfir keamanan di Asia Pasifik, yang sebelumnya dikuasai oleh Amerika Serikat. Produk industri pertahanan China pada awalnya menjiplak teknologi militer Rusia, namun sekarang China telah mengembangkan produk industri pertahanan domestiknya secara swadaya. 3. Upaya Bersama untuk Menjaga Perdamaian dan Stabilitas Kawasan Komitmen Indonesia untuk menjajaki kerjasama pertahanan dengan China merupakan salah satu upaya untuk mencapai kepentingan nasional. Hal ini telah ditegaskan pula dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 sebagai bukti keseriusan Indonesia dalam melakukan kerjasama pertahanan dengan China melalui diplomasi pertahanan. Melalui penandatanganan Deklarasi Kemitraan Strategis yang langsung ditandatangani presiden Indonesia dan China, kedua negara sepakat untuk bersama menjaga keamanan dan stabilitas kawasan, khususnya Asia Pasifik, dimana Indonesia dan China berada di kawasan tersebut. Kerja sama pertahanan tersebut akan menjadi wadah untuk mengkomunikasikan kepentingan nasional kedua negara, terutama dalam menyamakan pandangan tentang isu-isu keamanan global dan regional, serta bersama-sama mendorong penyelesaian konflik di kawasan Asia Pasifik. (Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008)
45
Global Security, “Military Personnel,” hlm. 247. Sistem Tempur Aegis (Aegis Combat System) adalah sistem persenjataan terpadu yang digunakan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat. Dikembangkan oleh perusahaan elektronik Amerika Serikat, Radio Corporation of America (RCA) pada Divisi Radar dan Rudal. Sekarang ini, Aegis diproduksi oleh Lockheed Martin, perusahaan global asal Amerika Serikat berbasis teknologi canggih yang bergerak di bidang industri dirgantara, pertahanan, dan keamanan. Sistem Tempur Aegis merupakan sistem pertahanan yang sangat canggih dan mumpuni yang ada saat ini. Penggunaannya menggunakan teknologi komputer dan radar untuk melacak dan mengendalikan senjata dengan tujuan menghancurkan musuh. 47 Sontani, Roni, et. al., Majalah Angkasa: Lomba Senjata di Asia Pasifik, hlm. 14. 48 Ibid. 49 Sontani, Roni, loc.cit., hlm. 7. 50 Sumakul, Willy F., “China dan Amerika Serikat di Asia Pasifik: Not A Zero Sum Game? (Bagian 2)”, hlm. 10-13. 46
12
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF Jika dilihat dari sudut pandang kepentingan nasional, kedua negara baik Indonesia maupun China memiliki kepentingan di kawasan yang membuat kedua negara terus berupaya untuk menjaga keamanan dan stabilitas kawasan. Pembangunan China yang begitu pesat akhir-akhir ini membuat negara tersebut memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap impor energi, khususnya gas dan minyak bumi. Untuk bisa sampai ke China, maka pengiriman dilakukan melalui jalur-jalur yang terdapat di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Jalur tersebut adalah Selat Malaka, Selat Sunda dan Selat Lombok. Selat Malaka merupakan salah satu SLOC paling strategis di dunia dan lalu lintas perdagangan tersibuk di dunia. Kepentingan China yang sangat penting adalah pengamanan jalur perdagangan di selat-selat tersebut hingga sampai ke negaranya. Dikarenakan hal ini menyangkut ekonomi dan keamanannya. Selain untuk pasokan energi, China juga memiliki kepentingan untuk membawa produk China ke Timur Tengah, Afrika dan Eropa, dan sebaliknya. Bagi Indonesia, terjaminnya pelayaran melalui ALKI merupakan kewajiban. Pelayaran tersebut harus dapat dipastikan aman dan tanpa hambatan sebagaimana diatur dalam UNCLOS. Tidak hanya berguna untuk pelayaran internasional, namun juga pelayaran dalam negeri, sipil dan militer yang membuat lalu lintas di jalur ALKI sangat sibuk sehingga kemungkinan terjadinya tubrukan antar kapal sangat mungkin terjadi. Selain itu, dari segi kepentingan politik, adanya instabilitas kawasan akan berimplikasi langsung terhadap Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia ingin menjaga stabilitas kawasan. Sedangkan dari segi kepentingan ekonomi, kepentingan Indonesia di laut adalah sebagai sumber nafkah, perekat Nusantara, sumber pendapatan dari minyak dan gas maupun perikanan serta sebagai media pertahanan.51
Analisa Kepemimpinan Indonesia di Asia Tenggara Indonesia memiliki pengaruh yang kuat di Asia Tenggara. Hal ini didukung dengan kekuatan Indonesia yang bersumber dari geografis Indonesia yang terletak di lokasi strategis yang memiliki jalurjalur strategis komunikasi dan perdagangan dunia. Ditambah pula dengan kepemilikan Indonesia atas 2/3 perairan yang berada di Asia Tenggara. Dari sektor demografi, Indonesia merupakan negara dengan jumlah populasi terbanyak di Asia Tenggara, dengan jumlah penduduk yang hampir mencapai 250 juta jiwa. Secara politik internasional, Indonesia memegang peran penting di kawasan, bahkan Indonesia sering disebut sebagai pemimpin de facto ASEAN. Dari segi ekonomi, Indonesia merupakan salah satu negara di kawasan, bahkan di dunia yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik dan positif, serta pasar yang besar. Berdasarkan laporan dari Morgan Stanley menyatakan bahwa Indonesia seharusnya dimasukkan ke dalam grup BRIC (Brazil, Russia, India and China), yang merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.52 Dalam bidang pertahanan dan keamanan, Indonesia memiliki jalur-jalur strategis pertahanan dan keamanan serta perdagangan. Letak geografis Indonesia menjadikan Indonesia dipandang sebagai negara yang penting dan strategis, oleh negara di kawasan maupun negara-negara di dunia. Letak geografis Indonesia ini terkait dengan lokasi Indonesia yang menjadi jalur komunikasi dan jalur perdagangan dunia. Mulai dari negara-negara besar seperti China dan Amerika Serikat, juga negara lainnya yang terdapat di kawasan senantiasa berkepentingan untuk merangkul Indonesia dan jika memungkinkan menarik perhatian Indonesia untuk condong kepada kepentingan mereka. Selat Malaka sebagai jalur komunikasi dan jalur perdagangan yang penting dan strategis, serta dekat dengan Laut China Selatan, Indonesia memiliki kepentingan untuk melindungi kebebasan maritim di wilayah Laut China Selatan. Konflik teritorial tumpang tindih yang terjadi di Laut China
51
Mangindaan, Robert, “Kepentingan Nasional Indonesia dalam ASEAN Maritime Forum”, dimuat dalam Simatupang, Goldy, Ibid., hlm. 15. 52 Ghosh, Arijit, “BRIC Should Include Indonesia, Morgan Stanley Says.”
13
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF Selatan dapat berimbas secara langsung terhadap teritori Indonesia, seperti Laut Natuna dan Selat Malaka. Meskipun Indonesia tidak termasuk negara yang bersengketa dalam kasus Laut China Selatan, namun Indonesia memiliki kepentingan untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan. Sebagai negara yang menganut prinsip bebas aktif, Indonesia senantiasa berupaya menjadi penengah konflik yang terjadi di kawasan, memfasilitasi dan berpartisipasi melalui upaya kolaboratif demi kepentingan semua pihak dan saling menguntungkan. Terkait hal ini, Menteri Pertahanan Indonesia, Purnomo Yusgiantoro, menegaskan posisi Indonesia untuk benar-benar membangun keamanan laut yang komprehensif, laut harus bebas dari ancaman kekerasan, bebas dari bahaya navigasi, bebas dari kesusahan sumber daya alam dan bebas dari ancaman pelanggaran hukum. Bebas dari ancaman kekerasan berarti bahwa laut bebas dari kelompok orang yang membahayakan dan menganggu aktivitas maritim. Ini dapat mengambil bentuk-bentuk pembajakan, perampokan bersenjata, atau terorisme. Bebas dari bahaya navigasi berarti bahwa laut bebas dari ancaman yang ditimbulkan oleh kondisi geografis yang buruk, atau tidak memadainya alat bantu navigasi, yang dapat membahayakan keselamatan pelayaran. Bebas dari kesusahan sumber daya alam berarti bahwa laut bebas dari ancaman lingkungan seperti pencemaran laut dan bentuk-bentuk perusakan ekosistem laut. Bebas dari ancaman pelanggaran hukum berarti laut bebas dari pelanggaran hukum nasional dan internasional, termasuk penyelundupan, human trafficking, illegal fishing, penebangan liar dan sebagainya.53 Dalam hal ini, Indonesia berusaha menunjukkan kepemimpinan dengan menegaskan posisinya terkait upaya membangun keamanan maritim yang komprehensif, terutama terhadap negara-negara kawasan Asia Tenggara. Sebagai satu-satunya organisasi kawasan yang menjadi wadah aktivitas integrasi regional dalam berbagai aspek, ASEAN tentunya membutuhkan pemimpin yang dapat menjembatani para anggota untuk mencapai kepentingan dan demi keuntungan bersama. Dalam kurun waktu yang cukup lama, negara Indonesia dan mantan Presiden Soeharto dianggap sebagai big brother ASEAN. Pada masa itu, dalam setiap persidangan yang digelar ASEAN, sikap yang diambil Indonesia pada umumnya kemudian diadopsi menjadi sikap bersama ASEAN. Indonesia kemudian menjadi negara yang paling berpengaruh di kawasan, sehingga tercatat dalam sejarah lahirnya APEC, Indonesia kemudian menjadi penentu keberlangsungan gagasan pembentukan organisasi kerja sama perdagangan bebas di kawasan Asia Pasifik tersebut. APEC lahir setelah Indonesia secara eksplisit menyatakan dukungannya, yang kemudian diikuti oleh semua negara anggota ASEAN lain.54 Indonesia telah berkali-kali pula dipercaya untuk menjadi pemimpin dalam pelbagai pertemuan dan forum yang diselenggarakan negara-negara ASEAN. Di samping itu, Indonesia juga sering dipercaya sebagai pihak penengah dalam konflik yang terjadi antar negara-negara kawasan. Citra Indonesia di mata internasional yang dipandang ‘bersahabat’, mild and always in the middle, membuat Indonesia mendapatkan kepercayaan untuk menengahi berbagai ketegangan yang terjadi antar negara. Misalnya, menjadi penengah dalam konflik Laut China Selatan, konflik di Filipina Selatan (peran Indonesia dalam Final Peace Agreement 1996), menjadi fasilitator dalam konflik di Timur Tengah (kasus Irak−Suriah, Israel−Palestina), sampai konflik antar negara Asia Tenggara antara Thailand dan Kamboja dalam sengketa perbatasan terhadap Kuil Preah Vihear. Dalam upaya Indonesia menjadi leader state di Asia Tenggara, selain didukung oleh kondisi geografis yang strategis, pemimpin de facto ASEAN, pertumbuhan ekonomi yang positif, memiliki jalur-jalur strategis pertahanan dan keamanan serta perdagangan, Indonesia turut didukung pula oleh beberapa faktor lainnya. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah figur presiden Susilo Bambang
53 54
Ibid. Dahlan, Ahmad, “Kepemimpinan Indonesia di ASEAN.”
14
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF Yudhoyono, salah satu founding fathers of ASEAN, satu-satunya negara Asia Tenggara yang tergabung dalam G-20 major economies dan Indonesia sebagai tuan rumah dari kantor sekretariat ASEAN.55 Pertama, figur Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden Yudhoyono merupakan presiden Indonesia yang memiliki latar belakang militer yang juga menyandang gelar akademis tertinggi yang diperoleh melalui jalur program umum pendidikan tingkat doktoral. Perpaduan latar belakang militer dan intelektual tersebut, turut dilengkapi pula dengan gaya pembawaan dan perilaku kepresidenan yang khas serta fasih dalam berkomunikasi menggunakan bahasa internasional yang menjadikan Yudhoyono sebagai figur yang paling tepat untuk tampil sebagai the leader of ASEAN. Kedua, sebagai salah satu pemprakarsa berdirinya ASEAN, Indonesia muncul dengan serangkaian inisiatif baru yang segar dan kreatif yang memicu gerak dinamis ASEAN menuju kematangan sebuah organisasi kawasan. Ide mengenai ASEAN Community yang dicanangkan pada KTT ASEAN 2003 di Bali, secara tidak langsung menjadikan Indonesia kembali pada driving seat ASEAN. Indonesia tercatat selaku negara yang menggagas terbentuknya pilar paling krusial dalam guliran proses ASEAN Community tersebut, yaitu ASEAN Security Community. Ketiga, Indonesia adalah satu-satunya perwakilan Asia Tenggara yang tergabung dalam forum internasional G-20 ekonomi utama, dimana Indonesia dianggap sebagai negara dengan perekonomian terbesar di kawasan ini. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sejak tahun 2010 hingga 2014, nilainya tercatat berada di atas USD800 miliar. Keempat, Indonesia sebagai tuan rumah ASEAN yang memiliki kantor sekretariat di Jakarta secara otomatis akan menjadi tempat dilahirkannya keputusankeputusan penting ASEAN, tak ubahnya dengan New York sebagai kota tempat sekretariat PBB berada. Keuntungan Indonesia dalam meraih kepemimpinan ASEAN, tentunya akan berimbas pada naiknya leverage Indonesia di mata dunia, yang secara tidak langsung pada gilirannya nanti akan membuat Indonesia menjadi negara yang lebih disegani dan dihormati dalam pergaulan internasional. Konsistensi Indonesia untuk menjadi leader state di Asia Tenggara turut diwujudkan pula melalui upaya diplomasi pertahanan dengan China dan pembangunan kebijakan Minimum Essential Force (MEF). Akan tetapi, upaya Indonesia untuk menjadi leader state di Asia Tenggara melalui diplomasi pertahanan dengan China dan pembangunan kebijakan MEF tidak akan sanggup membawa Indonesia sukses menjadi pemimpin di Asia Tenggara. Hal ini dapat ditinjau dari kedua upaya yang dilakukan Indonesia, yaitu diplomasi pertahanan dengan China dan kebijakan MEF. Pertama, diplomasi pertahanan dengan China. Diplomasi pertahanan yang dilakukan Indonesia dengan China mencakup di dalamnya kerjasama pertahanan yang dilakukan kedua negara. Kerjasama pertahanan yang dilakukan kedua negara adalah kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Akan tetapi, satu fakta yang tidak dapat dinafikan adalah hubungan Indonesia dan China, secara spesifik di sektor pertahanan dapat dikatakan masih ‘seumur jagung’. Kedua negara baru menjajaki kerjasama pertahanan pada awal tahun 2000-an, pun itu belum resmi atau belum terikat perjanjian. Hubungan kedua negara di sektor pertahanan baru sekedar kunjungan kenegaraan yang dilakukan Kementerian Pertahanan atau militer masing-masing kedua negara. Menurut analisa penulis, selain menjajaki kerjasama dengan China, Indonesia juga perlu menjalin kerjasama dengan negara lainnya, terutama negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Korea Selatan, Jerman, Inggris Raya dan Prancis. Pasalnya, kerjasama yang dijalin Indonesia dengan negara selain China perlu pula diperhitungkan. Di samping itu, Indonesia perlu pula mempertimbangkan pembelian alutsista dari China. Persenjataan dari Barat cenderung lebih efisien karena usia pakai dan mesinnya lebih lama, yaitu hingga 30-40 tahun. Sementara peralatan yang dibeli dari Timur (China dan Rusia), walaupun gelagar suaranya lebih meyakinkan, cenderung baik untuk pemakaian jangka pendek, yakni 5-10 tahun. Mesin pesawat
55
Ibid.
15
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF tempur Sukhoi setelah pemakaian selama 500 jam harus diganti atau diperbaiki, sementara mesin pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat bisa mencapai 15.000 jam.56 Kedua, pembangunan kebijakan MEF. Pembangunan MEF yang ditargetkan hingga renstra III (2024) baru mencapai renstra I (2009-2014) pada masa rezim SBY. Pembangunan MEF merupakan salah satu upaya Indonesia untuk memodernisasi alutsista TNI. Dalam pelaksanaannya, kebijakan MEF dibangun berdasarkan skala prioritas dan kebutuhan mendesak karena terbatasnya dukungan anggaran. Skala prioritas diatur sebagai berikut: Pertama, penggantian alutsista TNI yang dikategorikan dalam kondisi kritis dan tidak layak pakai sehingga membahayakan keselamatan prajurit. Kedua, pengadaan alutsista TNI yang dipersiapkan untuk menghadapi ancaman aktual terhadap kedaulatan dan keutuhan NKRI dengan mengedepankan sinkronisasi kekuatan ketiga angkatan. Ketiga, pemenuhan alutsista TNI sesuai dengan kebutuhan angkatan di luar prioritas pertama dan kedua.57 Menurut Dirjen Strahan Kemenhan RI, Mayor Jenderal TNI Puguh Santoso, modernisasi alutsista sangat perlu dilakukan dengan pertimbangan antara lain: pertama, dalam rangka menciptakan suatu kekuatan pertahanan negara yang mempunyai perbandingan daya tempur yang dapat diandalkan, kedua, dalam rangka mewujudkan perimbangan kekuatan strategis suatu negara yang memiliki prasyarat kekuatan baik dari segi ekonomi maupun militer, ketiga, sebagai suatu bentuk realisasi dalam rangka mewujudkan Minimum Essential Force/MEF komponen utama dalam rangka melaksanakan fungsi negara di bidang pertahanan yang berdasarkan keputusan politik, keempat, modernisasi alutsista TNI masih jauh tertinggal dengan alutsista negara-negara lain termasuk negara-negara tetangga, sehingga efek tangkal (deterrent effect) Negara Indonesia dirasakan masih perlu ditingkatkan.58 Keseriusan pemerintah dalam pembangunan Kekuatan Pokok Minimum TNI dibuktikan dengan adanya peraturan yang menguatkan pembangunan pokok minimum secara nyata. Dimulai dengan perumusan Strategic Defence Review tahun 2009 untuk menggambarkan ancaman terhadap Negara Indonesia. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 3 Tahun 2010 mengenai Rencana strategis (Renstra) 2010-2014. Peraturan ini berisi tentang pemenuhan alutsista yang mendesak dalam jangka waktu lima tahun antara tahun 2010-2014. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama. Dalam peraturan ini dijelaskan pendanaan terhadap kebutuhan yang harus dipenuhi. Penguatan industri pertahanan dalam negeri yang diselaraskan dengan pembangunan kebutuhan Kekuatan Pokok Minimum TNI.59 Dalam hal capaian MEF, jika dilihat dari masing-masing matra, TNI AD telah dipersenjatai dengan pelbagai macam alutsista seperti MBT Leopard, tank ringan jenis AMX dan Scorpion, kendaraan angkut tempur jenis Anoa, Stormer, Black Fox, Commando Ranger, Saracen, Casspir, dan Barracuda. Sementara TNI AL didukung oleh pelbagai kapal seperti kapal selam Cakra, kapal perang, kapal perang kecil, 11 frigates, kapal patroli, korvet, serta kapal pendukung dan logistik. Adapun TNI AU, Indonesia adalah negara kedua terbanyak yang memiliki pesawat tempur di Asia Tenggara yaitu 209 unit, setelah Thailand 295 unit. Beberapa jenis peswat tempur Indonesia adalah Sukhoi F-5 Tiger, F-16 A dan F-16 B, serta pesawat angkut Hercules, pesawat militer dan ratusan helikopter. Lebih lanjut lagi, di matra darat, Indonesia memiliki 13 komando daerah militer (KODAM) yang tersebar mulai dari Pulau Sumatera hingga Papua. KODAM terbagi lagi dalam beberapa unit di bawahnya yaitu komando
56
Wawancara dengan J. Sudarsono, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, Kebijakan Pertahanan Indonesia 1998-2010 dalam Merespon Dinamika Lingkungan Strategis di Asia Tenggara, hlm. 91. 57 Margono, Among, “Kebijakan Modernisasi Alutsista TNI Dihadapkan pada Tuntutan Tugas”, hlm. 14. 58 Santoso, Puguh, “Strategi Modernisasi Alutsista TNI dalam Mewujudkan Pertahanan Negara yang Tangguh”, hlm. 67. 59 Iskandar, Nanda, “Strategi Modernisasi Militer Indonesia dalam Penyeimbangan Kekuatan Militer dengan Negaranegara di Asia Tenggara Tahun 2008-2014”, hlm. 6.
16
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF resimen militer (KOREM) yang terletak di ibukota provinsi, komando distrik militer (KODIM) terletak di wilayah setingkat kota atau kabupaten dan komando rayon militer (KORAMIL) yang merupakan unit terkecil yang terletak di kecamatan. Untuk matra laut, Indonesia memiliki dua armada wilayah yang terletak di Jakarta dan Surabaya. Adapun TNI AU memiliki empat skuadron tempur. Anggaran pertahanan Indonesia juga mengalami peningkatan sejak MEF mulai diimplementasikan pada tahun 2010. Sejak tahun 2010 hingga tahun 2014, anggaran pertahanan Indonesia mengalami kenaikan dari Rp 42 triliun menjadi Rp 86 triliun. Anggaran pertahanan Indonesia tersebut merupakan alokasi dana sebesar 0,9% dari PDB Indonesia. Untuk mencapai kebutuhan minimal, Indonesia perlu mengalokasikan dana sebesar 2% dari total PDB. Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum Renstra I (2009-2014) belum sanggup menjadikan Indonesia menjadi leader state di kawasan Asia Tenggara. Indonesia masih memiliki misi utama untuk terus mengembangkan dan memperkuat postur pertahanan negara yang salah satunya adalah melalui implementasi MEF Renstra II dan III. Untuk mempercepat dan memaksimalkan realisasi MEF berikutnya, Indonesia perlu pula mengingat bahwa militer Indonesia tidak akan menjadi yang terkuat apabila Indonesia hanya mempererat kerjasama pertahanan dengan China, sebaliknya Indonesia juga harus mempererat kerjasama dengan negara lainnya. Meskipun kebangkitan ekonomi dan modernisasi China telah menambah bargaining power negara tersebut, khususnya di kawasan Asia Pasifik, tidak akan serta-merta membuat militer Indonesia menjadi yang terkuat di Asia Tenggara, sekalipun Indonesia mempererat hubungan melalui diplomasi pertahanan dengan China. Indonesia harus tetap menjaga dan memperkuat hubungan dengan negara lainnya yang memiliki kekuatan pertahanan mumpuni seperti Amerika Serikat, Rusia, Jerman, Prancis dan Inggris Raya.
Kesimpulan Kebijakan pertahanan melalui diplomasi pertahanan dengan China merupakan wujud kerjasama Indonesia-China melalui Deklarasi Kemitraan Strategis yang ditandatangani kedua negara pada tahun 2005. Melalui pendekatan dan penguatan kerjasama dengan China selaku the new rising superpower, secara spesifik di Asia, Indonesia optimis dapat memaksimalkan hubungan kerjasama tersebut untuk mencapai kepentingan nasional. Adapun alasan Indonesia melakukan diplomasi pertahanan dengan China didasari oleh tiga alasan utama, yaitu mitra strategis, modernisasi militer China dimana Indonesia juga sedang berupaya keras memodernisasi militer dan upaya bersama menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan yang merupakan kepentingan nasional yang ingin dicapai kedua negara. Selain mempererat hubungan melalui kerjasama pertahanan dengan China, Indonesia juga menyusun strategi lainnya melalui pembangunan kebijakan Kekuatan Pokok Minimum/Minimum Essential Force (MEF), yang mulai diimplementasikan sejak tahun 2009, dibagi ke dalam tiga Rencana strategis (Renstra) dan akan dijalankan untuk jangka waktu 15 tahun, yaitu hingga tahun 2024. Kedua strategi/kebijakan pertahanan yang didesain oleh Indonesia tersebut merupakan bagian dari upaya Indonesia untuk mencapai kepentingan nasional yang merupakan bagian dari kebijakan luar negeri Indonesia. Dalam perkembangannya, meskipun Indonesia melakukan diplomasi pertahanan dengan China dan membangun kebijakan MEF, serta didukung dengan modal besar lainnya untuk menjadi pemimpin di kawasan Asia Tenggara, hal tersebut tidak akan sanggup menjadikan Indonesia menjadi negara pemimpin di Asia Tenggara. Dalam menjajaki kerjasama pertahanan demi mencapai kepentingan nasional, Indonesia tidak bisa hanya bekerjasama dengan China, akan tetapi Indonesia perlu pula menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan negara lainnya, terutama dengan negara-negara besar yang memiliki kekuatan pertahanan mumpuni dan tangguh. 17
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF
DAFTAR PUSTAKA Buku Bakrie, C. R., Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2007. Buku Elektronik (online) Sukma, Rizal, The Rise of China: Response from Southeast Asia and Japan in Chapter 5–Indonesia’s Response to the Rise of China: Growing Comfort amid Uncertainties, the National Institute for Defense Studies (NIDS), Tokyo, 2009. Diunduh di laman http://www.nids.go.jp/english/publication/joint_research/series4/pdf/4-5.pdf, 29-03-2016, 22:52 WIB, Surakarta. Jurnal Iskandar, Nanda, “Strategi Modernisasi Militer Indonesia dalam Penyeimbangan Kekuatan Militer dengan Negara-negara di Asia Tenggara Tahun 2008-2014”, Jurnal FISIP UNRI, Vol. 1 No. 2, hlm. 6, Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, Pekanbaru, 2014. Margono, Among, “Kebijakan Modernisasi Alutsista TNI Dihadapkan pada Tuntutan Tugas”, Jurnal Yudhagama, Vol. 32 No. 1, hlm. 14, Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Jakarta, 2012. Santoso, Puguh, “Strategi Modernisasi Alutsista TNI dalam Mewujudkan Pertahanan Negara yang Tangguh”, Jurnal Yudhagama, Vol. 32 No. 1, hlm. 6-7, Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Jakarta, 2012. Sihombing, Lisbet, “Peningkatan Kekuatan Militer China”, Jurnal Hubungan Internasional, Vol. 4 No. 5, hlm. 5, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR-RI, Jakarta, 2012. Simatupang, Goldy Evi Grace, “Kepentingan Indonesia dalam Kerjasama Maritim Indonesia-China”, Quarterdeck, Vol.6 No. 8, hlm. 14, Forum Kajian Pertahanan dan Maritim (FKPM), Jakarta, 2013. Sumakul, Willy F., “China dan Amerika Serikat di Asia Pasifik: Not A Zero Sum Game? (Bagian 2)”, Quarterdeck, Vol. 5 No. 10, hlm. 10-13, Forum Kajian Pertahanan dan Maritim (FKPM), Jakarta, 2012. Wulansari, Eka Martiana, “Pemberdayaan Industri Pertahanan Nasional dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 10 No. 03, hlm. 303, Bagian Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia, Deputi Perundang-undangan, Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Jakarta, 2013. Peraturan dan Perundang-undangan Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pembinaan Teknologi dan Industri Pertahanan. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang Kebijakan Perencanaan Pertahanan Negara Tahun 2012. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama. 18
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Media Internet China Daily, “Hu Jintao’s Report at 17th Party Congress”, http://www.chinadaily.com.cn/china/200710/25/content_6225092_9.htm, 14-03-2016, 14:03 WIB, Surakarta. China Radio International, “Catatan Peristiwa Penting dalam Hubungan Bilateral China-Indonesia”, http://indonesian.cri.cn/481/2009/09/30/1s102390.htm, 29-03-2016, 22:41 WIB, Surakarta. China Today, “China Military and Armed Force (People’s Liberation Army, PLA)”, http://www.chinatoday.com/arm/china-military.htm, 06-04-2016, 08:11 WIB, Surakarta. Dahlan, Ahmad, “Kepemimpinan Indonesia di ASEAN”, http://www.suaramerdeka.com/harian/0710/24/opi04.htm, 20-04-2016, 06:15 WIB, Surakarta. Ghosh, Arijit, “BRIC Should Include Indonesia, Morgan Stanley Says”, http://www.bloomberg.com/apps/news%3Fpid%3Demail_en%26sid%3Da31Sp.fWxG1A, 2604-2016, 04:34 WIB, Surakarta. Global Security, “China’s Defense Budget”, http://www.globalsecurity.org/military/world/china/budget.htm, 14-03-2016, 08:15 WIB, Surakarta. Global Security, “Military Personnel”, http://www.globalsecurity.org/military/world/china/plapersonnel.htm, 06-04-2016, 09:02 WIB, Surakarta. Jusuf, Widodo S., “Kemhan Miliki Rp150 Triliun untuk Persenjataan”, http://www.antaranews.com/berita/293033/kemhan-miliki-rp150-triliun-untuk-persenjataan, 31-03-2016, 14:14 WIB, Surakarta. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, “Profil Negara dan Kerjasama: China”, http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/detail-kerjasama-bilateral.aspx?id=87, 29-03-2016, 23:01 WIB, Surakarta. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Defence Media Center/PPID, “Kemhan Selenggarakan ASEAN Defense Senior Officials Meeting-Working Group”, http://dmc.kemhan.go.id/postkemhan-selenggarakan-asean-defense-senior-officials-meeting-working-group.html, 15-042016, 02:06 WIB, Surakarta. Khoiriyah, Ruisa, “China Ingin Ikut Mendanai Industri Senjata Indonesia”, http://www.krakatausteel.com/?page=viewnews&action=view&id=186, 30-03-2016, 01:12 WIB, Surakarta. Kompas, “Indonesia Melirik Teknologi Militer China”, http://internasional.kompas.com/read/2009/05/09/13105690/indonesia.melirik.teknologi.militer .china, 30-03-2016, 00:53 WIB, Surakarta. Maszudi, Eddy, “Makna Kunjungan SBY ke China”, http://www.suaramerdeka.com/harian/0507/27/opi3.htm, 29-03-2016, 23:46 WIB, Surakarta.
19
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA-CHINA DAN KEBIJAKAN MEF Nugraha, Pepih, “Penyelesaian Konflik Thailand-Kamboja”, http://internasional.kompas.com/read/2011/02/22/17270840/Penyelesaian.Konflik.ThailandKamboja, 15-04-2016, 02:34 WIB, Surakarta. Suryanto, “Indonesia Prioritaskan Tiga Hal Saat Pimpin ASEAN”, http://www.antaranews.com/berita/241559/indonesia-prioritaskan-tiga-hal-saat-pimpin-asean, 15-04-2016, 03:34 WIB, Surakarta. Suryanto, “Indonesia Tidak Bentuk Pakta Pertahanan dengan China”, http://www.antaranews.com/berita/82933/indonesia-tidak-bentuk-pakta-pertahanan-denganchina, 30-03-2016, 00:01 WIB, Surakarta. Artikel Majalah Sontani, Roni, et. al., Majalah Angkasa: Lomba Senjata di Asia Pasifik, Kompas Gramedia, Jakarta, 2014. Dokumen Lembaga Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Naskah Perjanjian Kerjasama Pertahanan IndonesiaChina, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta, 2005. Diunduh di laman http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/download/1758, 29-03-2016, 23:13 WIB, Surakarta. Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Tanggal 15 Agustus 2014, dalam rangka Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-69, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta, 2014. Diunduh di laman http://bappenas.go.id/files/7114/1448/8937/Lampid_2014.pdf, 31-03-2016, 13:16 WIB, Surakarta. Tesis Luthfi, R. Mokhamad, Implementasi Revolution in Military Affairs (RMA) dalam Kebijakan Pertahanan Indonesia, Tesis Universitas Indonesia, Program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Depok, 2012. Sulistyo, Iwan, Kebijakan Pertahanan Indonesia 1998-2010 dalam Merespon Dinamika Lingkungan Strategis di Asia Tenggara, Tesis Universitas Gadjah Mada, Program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Yogyakarta, 2012. Wawancara Wawancara Iwan Sulistyo dengan Juwono Sudarsono, Menteri Pertahanan Republik Indonesia (20042009). Wawancara Khusus Wartawan China Radio International dengan Duta Besar Republik Rakyat China untuk Indonesia, Lan Lijun, 1 Januari 2006. Lain-lain Hamilton-Hart, Natasha, dan Dave McRae, Indonesia: Balancing the United States and China, Aiming for Independence, the United States Studies Centre, the University of Sydney, Sydney, New Southwales, 2015. Sjamsoeddin, Sjafrie, “Pemenuhan Kebutuhan Kekuatan Pokok Minimum TNI (Minimum Essential Force), dalam Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Warta Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Edisi Khusus 2005, 2005. 20