ANALISIS KERAGAAN USAHA KESEHATAN SEKOLAH DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN GIZI DI SEKOLAH SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI SISWA SMP NEGERI KOTA DEPOK
DINIARTI PRAYUNI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
i
ABSTRACT DINIARTI PRAYUNI. Analysis of Health Promotion School (UKS), Nutrition Education and There are Correlation with Nutrition Knowledge on Junior High School, Depok Cities. Supervised by SITI MADANIJAH. The health promotion school implementation consist of three main programs, It is called TRIAS UKS (health education, health service, and health school living). Nutrition education can be integrated in health promotion school through health education programs. The aim of this study is to identify health promotion school and nutrition education, and to analyze both correlated with nutrition knowledge. Design of this study is cross sectional study. The result of this study is most of school have good enough health promoting school and nutrition education classified as good. The health promotion school and nutrition education have positive correlation but both have no significantly correlation with nutrition knowledge. This is study suggest to increasing multisectoral effort to optimalyze the school as healthy life habit inciter through health promotion school. Keyword: Health promotion school, nutrition education, nutrition knowledge
ii
RINGKASAN DINIARTI PRAYUNI. Analisis Keragaan Usaha Kesehatan Sekolah dan Penyelenggaraan Pendidikan Gizi di Sekolah serta Hubungannya dengan Tingkat Pengetahuan Gizi Siswa SMP Negeri Kota Depok. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH. Pendidikan dan kesehatan adalah dua faktor penting dalam menentukan terbentuknya SDM yang berkualitas. Keduanya saling terkait satu sama lain. Sekolah adalah salah satu institusi yang dapat membentuk SDM yang berkualitas dengan melibatkan dua faktor tersebut. Sekolah yang berorietasi pada kesehatan (Health Promoting School) adalah sekolah yang telah melaksanakan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), yang dalam pelaksanaannya memiliki program pokok yang dikenal dengan Trias UKS yaitu Pendidikan Kesehatan, Pelayanan Kesehatan dan Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat. Pendidikan kesehatan yang dilakukan di sekolah salah satunya adalah pendidikan gizi. Usaha pendidikan gizi yang dilakukan di sekolah cederung berhasil karena sekolah mampu menjangkau populasi yang lebih banyak secara langsung dibanding lembaga pelayanan kesehatan lainnya. Akan tetapi sayangnya tidak semua sekolah melaksanakan pendidikan gizi dan mengintegrasikannya dalam program UKS. Perlu diketahui bagaimana pelaksanaan UKS dengan melihat keragaannya dan keragaan pendidikan gizi, serta hubungannya dengan tingkat pengetahuan gizi siswa sekolah. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keragaan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan penyelenggaraan pendidikan gizi yang ada di sekolah serta hubungannya dengan tingkat pengetahuan gizi siswa. Adapun tujuan khususnya adalah (1) Mengidentifikasi keragaan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) tingkat SMP Negeri di Kota Depok, (2) Mengidentifikasi penyelenggaraan pendidikan gizi di SMP Negeri Kota Depok, (3) Mengidentifikasi tingkat pengetahuan gizi siswa SMP Negeri Kota Depok, (4) Menganalisis hubungan antara keragaan UKS, penyelenggaraan pendidikan gizi, dan tingkat pengetahuan gizi siswa SMP Negeri Kota Depok. Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Dilaksanakan di Kota Depok, Jawa Barat dengan mengambil sampel Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri. Pemilihan contoh sekolah dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sehingga jumlah yang diambil sebanyak 13 sekolah. Contoh siswa diambil dengan melakukan quota sampling sehingga berjumlah 52 orang, dari siswa kelas 8 yang ditunjuk oleh pihak sekolah/guru dari masing-masing sekolah. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus hingga Oktober 2010. Data sekunder meliputi keadaan umum sekolah dan siswa. Data primer yang dikumpulkan meliputi, kriteria UKS, penyelenggaraan pendidikan gizi, dan pengetahuan gizi siswa. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengamatan/observasi langsung, penggunaan kuesioner, dan wawancara. Pengolahan data melalui proses editing, coding, entri dan analisis data. Program komputer yang digunakan adalah Microsoft Excell dan Statistikal Program for Sosial Science (SPSS) versi 16.0 for Windows. Uji korelasi Pearson digunakan dalam menganalisis hubungan antar variabel. Keragaan UKS dinilai dari pelaksanaan TRIAS UKS yang meliputi pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sehat. Penilaian dilakukan dengan menggunakan kriteria strata UKS Depkes (2007) yang telah dimodifikasi. Di bidang pendidikan kesehatan beberapa kriteria modifikasi belum terpenuhi oleh 80% sekolah, diantaranya guru membuat
iii
rencana pembelajaran pendidikan kesehatan (76,9%), ada buku pegangan guru tentag pendidikan kesehatan (76,9%), ketersediaan buku bacaan pendidikan kesehatan (69,2%), adanya guru pembina UKS yang terlatih (61,5%), memiliki media pendidikan kesehatan (76,9%) serta adanya peran pendidik sebaya (53,8%). Dilihat dari kriteria modifikasi yang ada, pendidikan kesehatan telah dilaksanakan dengan baik (53,8%). Umumnya sekolah terkendala dalam melakukan pendidikan kesehatan secara ekstrakurikuler dan pelibatan peran aktif pendidik sebaya. Sebaran sekolah untuk pelayanan kesehatan relatif merata pada kategori cukup baik, baik, dan sangat baik. Hal ini karena sebagian besar sekolah telah melaksanakan pelayanan kesehatan dasar (kegiatan P3K dan P3P). Sekolah yang terkategori sangat baik (38,5%) telah lebih unggul dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan dan pemantauan status kesehatan siswa, termasuk status gizinya. Pembinaan lingkungan sekolah melibatkan banyak aspek dalam mewujudkan lingkungan sekolah sehat, seperti kondisi halaman, kamar mandi, kantin, dan ruang UKS. Sebagian besar sekolah memiliki kategori baik (61,5%). Sekolah dengan kategori sangat baik (23,1%) telah mengoptimalkan kebun dan kantin sekolah terutama sebagai salah satu sarana pembelajaran siswa. Adapun keragaan UKS yang dinilai dari seluruh program tersebut masih belum optimal, yaitu sebagian besar dengan kategori cukup baik (53,8%). Sekolah yang telah melaksanakan UKS dengan kategori sangat baik telah sangat baik pula melaksanakan TRIAS UKS. Keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi dinilai dari komponen belajar yang meliputi pendidik gizi, metode dan teknik pendidikan gizi, dan alat pendidikan gizi yang digunakan. Pendidikan gizi di sekolah biasa dilakukan oleh Puskesmas (93,2%) yang merupakan pelaksana sekaligus pembina UKS. Pendidik gizi lain di sekolah yang banyak berperan adalah guru (69,2%) dan peer group (61,5%). Teknik pendidikan gizi dengan menggunakan ceramah melalui penyuluhan secara masal adalah yang paling banyak digunakan. Konseling gizi dilakukan oleh 46,2% sekolah, sedangkan praktek langsung berupa berkebun dilakukan di 23,1% sekolah. Buku banyak digunakan di sekolah sebagai alat penyampai informasi gizi kepada siswa. Alat peraga lain seperti slide presentasi (76,9%) dan poster/gambar (61,5%) juga menjadi pilihan pendidik untuk mempermudah dalam penyampaian. Keragaan penyeleggaraan pendidikan gizi di sekolah dilaksanakan dengan baik (61,5%). Presentase terbesar sekolah dengan keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi sangat baik cenderung melibatkan pendidik gizi yang sangat banyak (50%), alat pendidikan yang sangat beragam (20%), namun dengan teknik pendidikan yang beragam (14,3%). Tingkat pengetahuan gizi siswa tergolong sedang (51,9%) dan tinggi (42,3%). Siswa berjenis kelamin perempuan umumnya memiliki tingkat pengetahuan gizi yang lebih baik dibanding laki-laki. Uji korelasi pearson menunjukkan hubungan positif antara keragaan UKS dengan penyelenggaraan pendidikan gizi (p=0,011, r=0,677). Semakin baik keragaan UKS maka semakin baik pula penyelenggaraan pendidikan gizi yang dilakukan. Adapun keduanya dengan tingkat pengetahuan gizi siswa cenderung tidak menunjukkan adanya hubungan. Diperlukan upaya lintas sektor untuk mengoptimalkan peran UKS sebagai peningkat derajat kesehatan siswa. Penelitian ini merupakan langkah awal melihat potensi UKS, sehingga perlu diteliti mengenai faktor yang berpengaruh terhadap pelaksaaan UKS, penyelenggaraan pendidikan gizi, dan tingkat pengetahuan gizi siswa. Selain itu penelitian tentang metode dan teknik pendidikan gizi yang bisa diterapkan di sekolah sangat perlu untuk dilakukan.
iv
ANALISIS KERAGAAN USAHA KESEHATAN SEKOLAH DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN GIZI DI SEKOLAH SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI SISWA SMP NEGERI KOTA DEPOK
DINIARTI PRAYUNI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
v
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Analisis Keragaan Usaha Kesehatan Sekolah dan Penyelenggaraan Pendidikan Gizi di Sekolah serta Hubungannya dengan Tingkat Pengetahuan Gizi Siswa SMP Negeri Kota Depok
Nama
: Diniarti Prayuni
NRP
: I14062738
Menyetujui Dosen Pembimbing Skrpsi
Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS. NIM. 19491130 197603 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIM. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
vi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penelitian skripsi berjudul “Analisis Keragaan Usaha Kesehatan Sekolah dan Penyelenggaraan Pendidikan Gizi di Sekolah serta Hubungannya dengan Tingkat Pengetahuan Gizi Siswa SMP Negeri Kota Depok” merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dan penulisan skripsi ini, dalam penyelesaiannya banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada, 1. Prof. Dr. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran sejak awal penelitian hingga akhir penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini. 3. Keluarga tercinta (Bapak, Ibu, Mbak Iin, Wiwit dan Ajid) atas do’a, semangat, nasihat dan canda tawa selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 4. Seluruh Senior Resident Asrama TPB-IPB dan adik-adik angkatan 45, 46, dan 47 atas semua pelajaran hidup yang diberikan. 5. Seluruh pihak sekolah SMP Negeri Kota Depok, Dinas Pendidikan Kota Depok, Dinas KESBANGPOL dan LIMAS Kota Depok atas izin dan bantuan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian. 6. Teman-teman GM 43, 44, dan 45, kakak kelas GM 42, atas semua kenangan, bantuan dan nasihat yang diberikan. 7. Bongo-Bongo management (Faishal, Firza, Dhia, Triana) atas semua kesempatan, perjuangan, dan pelajaran yang diberikan. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi yang memerlukan. Amin. Bogor, Januari 2011 Penulis
vii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Depok pada tanggal 12 April 1988. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Suharto Sukarjo, AMd, Pd. dan Nining Sunarsih. Pendidikan dasar ditempuh penulis di SDN Pondok Cina II pada tahun 1994 hingga 2000, dan melanjutkan ke pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 1 Depok hingga tahun 2003. Tahun 2006 penulis dinyatakan lulus pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Depok, hingga akhirnya penulis di terima di IPB untuk melanjutkan pendidikannya lewat Undangan Seleksi Masuk (USMI). Selama di IPB penulis diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakutas Ekologi Manusia. Selain aktif sebagai mahasiswa, penulis juga aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Gizi/HIMAGIZI (20072008), Forum Syiar Islam FEMA/FORSIA (2007-2008; 2008-2009), Badan Konsultasi Gizi (BKG) (2007-2008; 2008-2009; 2009-2010). Sejak tahun 2009 penulis berkesempatan untuk menjadi Senior Resident di Asrama TPB-IPB. Program Kewirausahaan Mandiri (PKM) yang diadakan oleh Career Development Alumni (CDA) IPB pernah diikuti penulis dan karenanya penulis mendapat banyak pelatihan dan pengalaman berwirausaha lewat perusahaan Bonggo-Bonggo yang didirikan penulis dan 5 orang teman lainnya. Tahun 2009 penulis melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Sukaluyu, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penulis pernah mengikuti program Internship Dietetika di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita pada tahun 2010. Penulis juga berpengalaman menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada semester genap tahun ajaran 2007-2008 dan tahun ajaran 2008-2009. Analisis Zat Gizi Makro (Program Mayor) pada semester ganjil tahun ajaran 2008-2009, Kulinari dan Gizi (Program Mayor) pada semester genap tahun ajaran 2009-2010, dan Pendidikan Gizi (Program Mayor dan Program Penyelenggaraan Khusus) pada semester genap tahun ajaran 2009-2010.
viii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 Latar Belakang.................................................................................... 1 Tujuan ................................................................................................. 4 Kegunaan Penelitian........................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5 Usaha Kesehatan Sekolah ................................................................ 5 Pengertian UKS ........................................................................... 5 Dasar Pelaksanaan UKS ............................................................. 6 Tujuan Pelaksanaan UKS ............................................................ 8 Sasaran Pelaksanaan UKS ......................................................... 8 Ruang Lingkup Pelaksanaan UKS............................................... 8 Kriteria Strata UKS....................................................................... 11 Pendidikan Gizi ................................................................................... 14 Pengetahuan Gizi ............................................................................... 20 KERANGKA PENELITIAN.............................................................................. 22 METODE PENELITIAN .................................................................................. 24 Desain Tempat dan Waktu ................................................................. 24 Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ................................................... 24 Jenis dan Cara Pengumpulan Data .................................................... 24 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................ 25 Definisi Operasional ............................................................................ 27 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 29 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................... 29 Karakteristik Siswa ............................................................................. 30 Keragaan Usaha Kesehatan Sekolah ................................................. 30 Pendidikan Kesehatan ............................................................ 31
ix
Pelayanan Kesehatan ............................................................. 34 Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat .................................. 37 Keragaan Penyelenggaraan Pendidikan Gizi di Sekolah ................... 44 Pendidik Gizi ........................................................................... 45 Metode dan Teknik Pendidikan Gizi ........................................ 46 Alat Pendidikan Gizi ................................................................ 47 Tingkat Pengetahuan Gizi Siswa ........................................................ 49 Hubungan Antar Variabel ................................................................... 52 Hubungan Keragaan UKS dengan Penyelenggaraan Pendidikan Gizi di Sekolah...................................................... 52 Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi Siswa dengan Keragaan UKS dan Penyelenggaraan Pendidikan Gizi di Sekolah ................................................................................... 52 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 55 Kesimpulan ......................................................................................... 55 Saran .................................................................................................. 56 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 57 LAMPIRAN ..................................................................................................... 60
x
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1
Pengategorian keragaan pendidikan kesehatan berdasarkan kriteria strata Depkes (2007)........................................................ 11
Tabel 2
Pengategorian keragaan pelayanan kesehatan berdasarkan kriteria strata Depkes (2007)........................................................ 12
Tabel 3
Pengategorian keragaan pembinaan lingkungan sekolah sehat berdasarkan kriteria strata Depkes (2007)................................... 13
Tabel 4
Konsep perilaku gizi remaja meliputi pengetahuan, sikap, dan praktek ......................................................................................... 21
Tabel 5
Jenis dan cara pengumpulan data primer .................................... 25
Tabel 6
Kategori jumlah skor pada setiap program pokok UKS (TRIAS UKS) ............................................................................................ 26
Tabel 7
Sebaran siswa berdasarkan karakteristik individu ....................... 30
Tabel 8
Sebaran sekolah dan kriteria penilaian keragaan pendidikan kesehatan setelah dimodifikasi dari kriteria strata Depkes (2007)........................................................................................... 32
Tabel 9
Statistik dan sebaran sekolah berdasarkan kriteria modifikasi pendidikan kesehatan melalui UKS ............................................. 34
Tabel 10 Sebaran sekolah dan kriteria penilaian keragaan pelayanan kesehatan setelah dimodifikasi dari kriteria strata Depkes (2007)........................................................................................... 35 Tabel 11 Statistk dan sebaran sekolah berdasarkan kriteria modifikasi pelayanan kesehatan melalui UKS .............................................. 37 Tabel 12 Sebaran sekolah dan kriteria penilaian keragaan lingkungan sekolah sehat berdasarkan ketersediaan sarana kebersihan setelah dimodifikasi dari kriteria strata Depkes (2007) ................ 39 Tabel 13 Sebaran sekolah dan kriteria penilaian keragaan lingkungan sekolah sehat berdasarkan ketersediaan sarana keindahan setelah dimodifikasi dari kriteria strata Depkes (2007) ................ 40 Tabel 14 Sebaran sekolah dan kriteria penilaian keragaan lingkungan sekolah sehat berdasarkan ketersediaan kantin sekolah setelah dimodifikasi dari kriteria strata Depkes (2007) ............................. 41 Tabel 15 Sebaran sekolah berdasarkan ketersediaan peralatan dan perlengkapan di ruang UKS ......................................................... 42 Tabel 16 Statistik dan sebaran sekolah berdasarkan kriteria modifikasi pembinaan lingkungan sekolah sehat melalui UKS ..................... 43
xi
Tabel 17 Keragaan statistik dan sebaran sekolah berdasarkan keragaan UKS yang meliputi TRIAS UKS ................................................... 43 Tabel 18 Sebaran sekolah berdasarkan keragaan UKS, pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sekolah sehat ............................................................................... 44 Tabel 19 Contoh materi gizi dalam mata pelajaran siswa kelas 8 .............. 45 Tabel 20 Sebaran sekolah berdasarkan pelaksana pendidikan gizi di sekolah......................................................................................... 46 Tabel 21 Sebaran sekolah berdasarkan teknik pendidikan gizi yang digunakan di sekolah ................................................................... 46 Tabel 22 Sebaran sekolah berdasarkan alat pendidikan gizi yang digunakan di sekolah ................................................................... 47 Tabel 23 Statistik dan sebaran sekolah berdasarkan keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi di sekolah ............................... 48 Tabel 24 Sebaran sekolah berdasarkan keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi dan tiga komponen belajar .................................. 49 Tabel 25 Persentase siswa yang menjawab benar terkait konsep perilaku gizi................................................................................................ 50 Tabel 26 Statistik dan sebaran siswa berdasarkan tingkat pengetahuan gizi siswa...................................................................................... 51 Tabel 27 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik dan tingkat pengetahuan gizi siswa................................................................ 51 Tabel 28 Sebaran sekolah berdasarkan keragaan UKS dan keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi di sekolah ............................... 52 Tabel 29 Sebaran sekolah berdasarkan tingkat pengetahuan gizi siswa, keragaan UKS dan keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi di sekolah ..................................................................................... 53
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Komponen pendidikan kesehatan ............................................. 16 Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian analisis keragaan UKS dan pendidikan gizi serta hubungannya dengan tingkat pengetahuan gizi siswa SMP .................................................... 23
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1
Kuesioner penelitian ................................................................ 61
Lampiran 2
Dokumentasi kegiatan penelitian ............................................ 68
xiv
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) berperan sebagai modal dasar dalam pembangunan. Kuantitas SDM yang besar, seperti yang dimiliki Indonesia, merupakan potensi bagi pembangunan yang dilaksanakan bila diikuti dengan kualitas sumber daya yang cukup baik, karena keberhasilan pembangunan bukan hanya dilihat dari kuantitas penduduknya tetapi juga dari kualitasnya. SDM yang berkualitas akan membantu dalam kesuksesan pembangunan suatu bangsa, dan jika sebaliknya akan menjadi beban yang semakin memberatkan sehingga menjadi hambatan dalam pembangunan itu sendiri. Diperlukan suatu upaya di bidang pendidikan dan kesehatan dalam pencapaian peningkatan sumber daya manusia yang secara utuh mencakup aspek jasmani dan rohani disamping aspek spiritual, kepribadian, dan kejuangan (Effendi 2001). Pendidikan dan kesehatan adalah dua faktor penting dalam menentukan terbentuknya SDM yang berkualitas. Keduanya saling terkait satu sama lain. Kesehatan merupakan prasyarat utama agar upaya pendidikan berhasil, sebaliknya pendidikan yang diperoleh akan sangat mendukung tercapainya peningkatan status kesehatan seseorang. Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan
derajat
kesehatan
yang
setinggi-tingginya.
Keberhasilan
pembangunan kesehatan ditandai dengan terciptanya masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata (Depkes 2004 dalam Julistia 2006), sehingga tercipta manusia yang sehat, cerdas, produktif. Dalam upaya pencapaian tujuan tersebut diperlukan upaya pendidikan dan kesehatan baik melalui jalur sekolah maupun di luar sekolah. Sekolah adalah salah satu institusi yang dapat membentuk SDM yang berkualitas dengan melibatkan dua faktor tersebut. Sekolah dapat berperan sebagai pemelihara sekaligus pembentuk budaya hidup sehat yang diharapkan menjadi budaya bangsa di kemudian hari. Anak usia sekolah merupakan salah satu kelompok usia yang rentan. Pada periode anak sekolah lanjutan terutama, akan memasuki usia remaja dimana terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik fisik, psikologis, maupun intelektual. Gangguan pada tahap ini, seperti sakit, kurang
2
gizi atau masalah kelebihan gizi akan mempengaruhi proses belajar sehingga mempengaruhi prestasi belajar yang akhirnya berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Data riskesdas (2007) menyebutkan prevalensi nasional anak usia sekolah kurus 13,3% (laki-laki) dan 10,9% (perempuan), sedangkan prevalensi nasional anak usia sekolah gemuk laki-laki adalah 9,5% dan perempuan 6,4%. Sebanyak lebih dari 15 provinsi masih memiliki angka prevalensi diatas prevalensi nasional tersebut. Selain itu masalah kesehatan dan gizi pada usia remaja sangat berhubungan dengan perilaku yang berisiko (Depkes 2007). Pola makan yang salah dan pengaruh lingkungan banyak menjadi penyebab masalah gizi pada puncak pertumbuhan remaja. Berdasarkan SKRT (2001) menyebutkan 30% remaja putri usia 10-19 tahun menderita anemia. Sepertiga total penduduk diperkirakan anak usia sekolah dan dua pertiga diantaranya adalah anak sekolah. Susenas (2007) menyebutkan bahwa tingkat partisipasi sekolah anak sekolah lanjutan, baik laki-laki maupun perempuan, sebesar 65,4% (Depkes 2007). Hal ini menunjukkan beberapa potensi sekolah sebagai sarana pembinaan, baik di bidang pendidikan maupun kesehatan. Pembinaan kesehatan di sekolah merupakan strategi yang tepat mengingat sebagian besar waktu anak sekolah dihabiskan di sekolah (Santoso 2010). Sekolah sebagai tempat belajar tidak hanya memerlukan lingkungan bersih dan sehat yang mendukung berlangsungnya proses belajar mengajar yang baik. Namun juga diharapkan mampu membentuk siswa yang memiliki derajat kesehatan yang lebih baik, dikarenakan proses pendidikan di sekolah dapat menumbuhkembangkan kesadaran dan kepedulian terhadap kesehatan dan pentingnya hidup sehat, serta dapat membentuk nilai-nilai tentang cara hidup yang sehat. Hal inilah yang menyebabkan sekolah memiliki peran penting sebagai pembangkit budaya sehat. Oleh karena itu sekolah harus terlebih dahulu memiliki orientasi terhadap kesehatan. WHO tahun 2000 memperkenalkan pendekatan Health Promoting School dimana sekolah yang mempromosikan kesehatan sebagai tempat semua masyarakat sekolah bekerjasama memberikan pengalaman dan menyediakan struktur pembelajaran yang terintegrasi dan positif, yang mempromosikan dan memberikan perlindungan kesehatan kepada siswa. Hal ini meliputi pendidikan kesehatan intra dan ekstra kurikuler, penciptaan lingkungan yang aman dan sehat, penyediaan layanan kesehatan dan penyertaan keluarga dan masyarakat
3
dalam upaya promosi kesehatan. Prinsipnya sekolah yang mempromosikan kesehatan adalah sekolah yang melaksanakan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), yang merupakan bagian dari program kesehatan untuk anak usia 6-21 tahun (http://tutorialkuliah.blogspot.com). Sebagai salah satu program yang langsung berhubungan dengan anak sekolah, UKS sudah dirintis sejak tahun 1970 dan diperkuat tahun 1984 dengan diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) empat Menteri yang diperbaharui tahun 2003 (Depkes 2007). Pelaksanaan UKS, terutama di tingkat sekolah lanjutan, menjadi sangat strategis dalam upaya memenuhi kebutuhan hak anak dalam meningkatkan kualitas hidup melalui sektor pendidikan dan kesehatan. Program kesehatan di sekolah melalui UKS dapat memberikan daya ungkit yang nyata, dikarenakan UKS melibatkan banyak orang seperti jumlah siswa yang banyak di setiap sekolah sebagai sasaran. Selain itu sasaran program UKS ini mudah dicapai karena terorganisir dengan baik dan sangat cepat menerima informasi (Effendi dkk 1993). UKS dalam pelaksanaannya memiliki program pokok yang dikenal dengan Trias UKS yang meliputi Pendidikan Kesehatan, Pelayanan Kesehatan dan Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat. Pendidikan kesehatan yang dilakukan di sekolah salah satunya adalah pendidikan gizi. Umumnya pendidikan gizi di sekolah dilakukan melalui program intrakurikuler yang dimasukkan ke dalam mata pelajaran sekolah maupun ekstrakurikuler. Usaha pendidikan gizi yang dilakukan di sekolah cederung berhasil karena sekolah mampu menjangkau populasi yang lebih banyak secara langsung dibanding lembaga pelayanan kesehatan lainnya. Selain itu siswa sekolah adalah individu yang peka terhadap informasi baru, sehingga siswa akan lebih terbuka dalam menerima informasi yang akan diberikan (Syarief dkk 1988). Akan tetapi sayangnya tidak semua sekolah melaksanakan pendidikan gizi dan mengintegrasikannya dalam program UKS. Hal tersebut perlu diteliti untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kegiatan UKS melalui program pokoknya, dengan melihat keragaan UKS khususnya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Kota Depok, serta keragaan pendidikan gizi yang dilakukan. Selain itu penelitian ini dirasa perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar hubungannya dengan tingkat pengetahuan siswa sekolah, terutama terkait dengan gizi yang merupakan unsur penting pembentuk perilaku atau kebiasaan hidup sehat pada siswa sebagai modal dasar pembentukan sumber daya yang berkualitas di kemudian hari.
4
Tujuan Tujuan Umum : Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengidentifikasi
keragaan
Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS) dan penyelenggaraan pendidikan gizi yang ada di sekolah serta hubungannya dengan tingkat pengetahuan gizi siswa. Tujuan Khusus : Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah, 1. Mengidentifikasi keragaan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) tingkat SMP Negeri di Kota Depok. 2. Mengidentifikasi penyelenggaraan pendidikan gizi di SMP Negeri Kota Depok. 3. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan gizi siswa SMP Negeri Kota Depok. 4. Menganalisis
hubungan
antara
keragaan
UKS,
penyelenggaraan
pendidikan gizi, dan tingkat pengetahuan gizi siswa SMP Negeri Kota Depok. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi terkait keragaan UKS dan penyelenggaraan pendidikan gizi, khususnya di wilayah Kota Depok. Dengan demikian dapat terlihat seberapa besar program pokok UKS, yang pendidikan gizi terintegrasi di dalamnya, berjalan dan memberi masukan khususnya bagi pemerintah setempat. Hasil yang didapat juga diharapkan menambah informasi akan hubungannya dengan tingkat pengetahuan gizi, sehingga dapat terlihat seberapa penting pelaksanaan program UKS dan pendidikan gizi di sekolah dalam meningkatkan derajat kesehatan siswanya, melalui peningkatan pengetahuan yang salah satunya terkait gizi. Oleh karenanya sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan dapat lebih terpacu menjalankan perannya dalam menumbuhkan budaya hidup sehat pada siswanya dengan salah satu caranya yaitu memanfaatkan sumber daya yang ada di sekolah, UKS.
5
TINJAUAN PUSTAKA Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Menurut Hasbullah (1997), sekolah merupakan lembaga pendidikan kedua setelah pendidikan keluarga. Sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarganya. Sekolah sebagai wiyata mandala perlu memiliki lingkungan kehidupan yang menjamin adanya proses belajar mengajar serta menciptakan kondisi yang mendukung tercapainya hidup sehat. Hal tersebut akan tercipta apabila sekolah dan lingkungannya dibina dan dikembangkan melalui upaya kegiatan lintas program dan lintas sektoral terkait dalam program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) (Effendi 2001). Pengertian UKS Depkes (2003) mendefinisikan UKS sebagai wahana belajar mengajar untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan selanjutnya membentuk perilaku hidup sehat anak usia sekolah yang berada di sekolah. Ditinjau dari sudut pembangunan di bidang kesehatan, UKS adalah stategi untuk mencapai kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan dan menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan, yang selanjutnya akan menghasilkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. UKS merupakan salah satu program yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan secara terpadu, sadar, berencana, terarah dan bertanggung jawab dalam menanamkan, menumbuhkan, mengembangkan
dan membimbing untuk
menghayati, menyenangi dan
melaksanakan prinsip hidup sehat dalam kehidupan siswa sehari-hari. Menurut WHO ada enam ciri utama sekolah yang melaksanakan UKS (Ali 2009), yaitu: 1. Melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan masalah kesehatan sekolah, seperti siswa, orang tua, dan para tokoh masyarakat maupun organisasi-organisasi di masyarakat. 2. Berusaha keras untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan aman, meliputi sanitasi dan air yang cukup, bebas dari segala macam bentuk kekerasan, bebas dari pengaruh negatif dan penyalahgunaan zat-zat berbahaya, suasana yang mempedulikan pola asuh, rasa hormat dan percaya. Diciptakannya pekarangan sekolah yang aman, adanya dukungan masyarakat sepenuhnya.
6
3. Memberikan pendidikan kesehatan dengan mengembangkan kurikulum yang mampu meningkatkan sikap dan perilaku peserta didik yang positif terhadap kesehatan, serta dapat mengembangkan berbagai keterampailan hidup yang mendukung kesehatan fisik, mental dan sosial. Selain itu, memperhatikan pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk guru maupun orang tua. 4. Memberikan akses untuk dilaksanakannya pelayanan kesehatan di sekolah, yaitu penjaringan, diagnosa dini, pemantauan dan perkembangan, imunisasi, serta pengobatan sederhana. Selain itu, mengadakan kerja sama dengan puskesmas setempat, dan mengadakan program-program makanan bergizi dengan memperhatikan keamanan makanan. 5. Menerapkan kebijakan-kebijakan dan upaya-upaya di sekolah untuk mempromosikan atau meningkatkan kesehatan, yaitu kebijakan yang didukung
oleh
seluruh
staf
sekolah
termasuk
mewujudkan
proses
pembelajaran yang dapat menciptakan lingkungan psikososial yang sehat bagi seluruh masyarakat sekolah. Kebijakan berikutnya memberikan pelayanan yang ada untuk seluruh peserta didik. Terakhir, kebijakankebijakan dalam penggunaan rokok, penyalahgunaan narkotika termasuk alkohol serta pencegahan segala bentuk kekerasan/pelecehan. 6. Bekerja keras untuk ikut atau berperan serta meningkatkan kesehatan masyarakat, dengan cara memperhatikan masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat. Cara lainnya berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kesehatan masyarakat. Dasar Pelaksanaan UKS Berbagai faktor mendasari pentingnya pelaksanaan UKS di berbagai jenjang sekolah yang dimulai dari sekolah dasar hingga sekolah lanjutan (Taylor 1991 dalam Muflihati 2005), yaitu: 1. Kebanyakan orang bersekolah. Golongan masyarakat usia sekolah (6-18 tahun) merupakan bagian yang besar dari penduduk Indonesia (± 29%), diperkirakan 50% dari jumlah tersebut adalah anak-anak yang menempuh pendidikan di bangku sekolah (Effendi dkk 1993). 2. Populasi sekolah adalah anak muda, sehingga bisa diintervensi sebelum anak mengembangkan kebiasaan kesehatan yang buruk. Selain itu ketika anak-anak muda diajari perilaku kesehatan yang baik sejak awal, perilaku ini bisa menjadi kebiasaan dan bertahan sepanjang hidup mereka.
7
3. Sekolah mempunyai sarana intervensi yang alami, yaitu kelas yang banyak. Intervensi kesehatan dapat diterapkan dalam format ini. 4. Sanksi
tertentu
dapat
diterapkan
di
lingkungan
sekolah
untuk
mempromosikan perilaku yang sehat. Masyarakat sekolah yang terdiri atas siswa, guru serta orang tua siswa juga merupakan masyarakat yang paling peka (sensitif) terhadap pengaruh modernisasi dan tersebar merata di seluruh Indonesia. Pendidikan kesehatan melalui masyarakat sekolah ternyata paling efektif diantara usaha-usaha yang ada untuk mencapai kebiasaan hidup sehat dari masyarakat pada umumnya, karena masyarakat sekolah memiliki persentase yang tinggi dan terorganisir sehingga lebih mudah dicapai. Masyarakat sekolah juga peka terhadap pendidikan kesehatan dan pembaharuan serta dinilai dapat menyebarkan modernisasi. Pembinaan kesehatan pada anak sekolah baik secara jasmani, rohani, dan sosial, merupakan suatu investasi dalam bidang man power dalam Negara dan Bangsa Indonesia (Effendi dkk 1993). Pembinaan kesehatan anak usia sekolah, baik sekolah dasar maupun lanjutan, melalui program UKS adalah salah satu strategi yang ditempuh dalam pembangunan di bidang kesehatan, seperti yang dinyatakan dalam UndangUndang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dalam Bab V bagian ke tiga belas pasal 45 ayat 1 yang berbunyi : Kesehatan Sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat, sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. UKS juga merupakan upaya terpadu secara lintas program dan lintas sektor yang didasari oleh Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri yaitu Menteri Pendidikan Nasional (No. 1/U/SKB/2003), Menteri Kesehatan (No. 1067/Menkes/SKB/VII/2003), Menteri Agama (No. MA/230A/2003) dan Menteri Dalam Negeri (No. 26 Tahun 2003) tentang kebijakan, pembinaan dan pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah, untuk mengoptimalkan proses edukasi kesehatan dan gizi di sekolah. SKB tersebut terlaksana dengan adanya tim pembina UKS mulai dari jenjang pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan hingga di jenjang sekolah. Oleh karenanya pemerintah daerah juga berperan penting dalam kesuksesan pelaksanaan UKS. Pemerintah daerah diberikan wewenang untuk menjalankan UKS yang disesuaikan dengan keadaan dan
8
kemampuan daerah setempat sesuai dengan usaha mewujudkan desentralisasi dan otonomi daerah dalam usaha-usaha di bidang kesehatan. Secara fungsional, Kementerian Pendidikan Nasional menentukan arah, tujuan, dan dasar-dasar upaya pendidikan, sedangkan Kementerian Kesehatan menentukan arah, tujuan, dan dasar-dasar upaya kesehatan. Hal ini dikarenakan UKS pada dasarnya merupakan program dengan dua intervensi pokok, yaitu upaya pendidikan dan upaya kesehatan. Selain itu dalam mencapai tujuan UKS ada
hubungan
pendidikan
dan
interaksi, upaya
interrelasi, kesehatan.
dan
interdependensi
Kementerian
Agama
antara juga
upaya
berperan
mendorong pelaksanaan UKS di lembaga pendidikan seperti pesantren. Tujuan Pelaksanaan UKS UKS memiliki tujuan umum untuk mempertinggi nilai kesehatan, mencegah penyakit serta rehabilitasi anak-anak sekolah dan lingkungannya sehingga didapatkan anak-anak yang sehat jasmani, rohani, dan sosialnya (Effendi dkk 1993). Lebih jauh tujuan khusus dari UKS adalah mencapai keadaan kesehatan anak-anak sekolah dan lingkungannya sehingga dapat memberikan kesempatan tumbuh kembang secara harmonis serta belajar secara efisien dan optimal. Hal ini selaras dengan tujuan umum UKS yang disampaikan Depkes (2003), yaitu meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik serta menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukkan manusia Indonesia seutuhnya. Sasaran Pelaksanaan UKS Menurut Purnomo dkk (1991) dalam Effendi (2001), UKS adalah usaha kesehatan masyarakat yang dijalankan di sekolah-sekolah dengan anak didik serta lingkungan hidupnya sebagai sasaran utama. Effendi dkk (1993) menambahkan bahwa UKS merupakan usaha kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada masyarakat sekolah, yaitu anak didik, guru, dan karyawan sekolah lainnya, yang dimulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Lanjutan Atas (SLA). Ruang Lingkup Pelaksanaan UKS Tujuan pelaksanaan UKS kemudian teraplikasi dalam ruang lingkup atau program yang dijalankan UKS yang dikenal dengan TRIAS UKS atau Tri
9
Program UKS, yang meliputi pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat. a. Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses menyampaikan informasi dan pengalaman belajar tentang kesehatan yang bertujuan agar individu atau kelompok mampu mengambil keputusan yang berkaitan dengan kesehatan berdasarkan informasi yang diterimanya, sehingga terjadi perubahan perilaku yang kondusif bagi kesehatan (perilaku yang sehat). Perubahan perilaku ini harus dilakukan secara sukarela dan dilandasi oleh partisipasi sukarela dalam menentukan praktek kesehatannya (Green 1980 dalam Muflihati 2005). Pendidikan kesehatan dilakukan baik melalui kegiatan intrakurikuler, yakni pada jam pelajaran yang sesuai ketentuan yang berlaku untuk tingkat sekolah dasar sampai dengan tingkat sekolah menengah atas, maupun ekstrakurikuler, yang dilaksanakan di luar jam pelajaran biasa yang dapat dilakukan di dalam ataupun di luar sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler tersebut dapat berupa kegiatan oleh peserta didik dan guru, seperti kerja bakti sosial, lomba terkait kesehatan, aktivitas kader kesehatan sekolah, piket sekolah dan sebagainya. Kegiatan penyuluhan kesehatan dan latihan keterampilan serta bimbingan hidup bersih dan sehat juga merupakan pendidikan kesehatan yang dapat dilaksanakan secara ektrakurikuler di sekolah (Depkes 2003). Pendidikan
kesehatan
yang
dilakukan
melalui
UKS
meliputi
pendidikan tentang kesehatan perorangan dan lingkungan, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, makanan sehat dan hidup teratur, sikap baik dan kebiasaan-kebiasaan yang rapih dan pencegahan kecelakaan (Effendi dkk 1993). b. Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan merupakan kegiatan yang komprehensif, meliputi usaha promotif, preventif serta kuratif dan rehabilitatif. Kegiatan promotif berupa penyuluhan kesehatan dan latihan keterampilan dalam rangka
pelayanan
kesehatan.
Kegiatan
preventif
berupa
kegiatan
peningkatan daya tahan tubuh, kegiatan pemutusan rantai penularan penyakit, dan kegiatan penghentian proses penyakit pada tahap dini sebelum timbul kelainan. Kegiatan kuratif dan rehabilitatif berupa kegiatan mencegah
10
komplikasi dan kecacatan akibat proses penyakit atau untuk meningkatkan kemampuan peserta didik yang cedera/cacat agar dapat berfungsi optimal. Selain seluruh kegiatan tersebut, Effendi dkk (1993) menambahkan adanya pelayanan kesehatan gigi dalam usaha pemeliharaan kesehatan di sekolah melalui UKS. c. Pembinaan Lingkungan Sehat Pembinaan lingkungan dilaksanakan dalam rangka menjadikan sekolah sebagai institusi pendidikan yang dapat menjamin berlangsungnya proses
belajar
mengajar
yang
mampu
menumbuhkan
kesadaran,
kesanggupan, dan keterampilan peserta didik untuk menjalankan prinsip hidup sehat. Kegiatan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat mencakup kegiatan bina lingkungan fisik dan kegiatan bina lingkungan mental sosial, sehingga tercipta suasana dan hubungan kekeluargaan yang akrab dan erat antara sesama warga sekolah (Depkes RI 2003). Hal tersebut dapat dijabarkan dengan tersedianya bangunan dan perlengkapan sekolah sehat, kebersihan ruangan dan halaman sekolah, tersedianya kakus dan air yang memenuhi syarat kesehatan serta terjalinnya hubungan yang baik antara guru, murid, dan masyarakat/orang tua murid. Ketiga program tersebut dilaksanakan dengan menggunakan berbagai sumber daya yang ada di sekolah sehingga diharapkan sesuai dengan karakteristik sekolah dan mencapai tujuan yang diharapkan. Akan tetapi berbagai kendala yang berasal dari pengelola program, fasilitas serta kurangnya peran serta anak didik menyebabkan penyelenggaraan TRIAS UKS tersebut kurang optimal. Pelaksanaan UKS mengalami pasang surut, diperkirakan baru sekitar 30 persen sekolah lanjutan di Indonesia yang melaksanakan program UKS (Ahmad 2005). Penelitian di Kota Medan menyatakan pelaksanaan program UKS belum berhasil, karena sebagian besar indikator keberhasilan belum ada yang mencapai hasil 80%. Adapun indikator tersebut antara lain pembinaan dokter kecil sebesar 57,1%; dana sehat dan kantin sekolah sebesar 57,1%; perencanan kegiatan UKS sebesar 71,4%; frekuensi kegiatan UKS sebesar 71,4% dan lain sebagainya (Mursyid 2003). Belum dipahaminya manfaat UKS tersebut oleh pimpinan dan guru-guru dalam mendukung prestasi belajar siswa, juga dapat menyebabkan pelaksanaan UKS yang belum optimal. Sosialisasi kegiatan UKS kepada pimpinan dan guru diharapkan akan meningkatkan pemahaman akan pentingnya UKS sehingga
11
adanya
komitmen
pihak
sekolah
dalam
melaksanakan
UKS
maksimal
(Azrimaidaliza dkk 2009). Koordinasi lintas sektor yang masih lemah juga menjadi salah satu faktor pelaksanaan UKS yang belum efektif (Effendi 2001). Kriteria Strata UKS Depkes (2007) mengategorikan keragaan UKS menjadi beberapa strata, yaitu minimal, standar, optimal dan paripurna. Pengategorian ini dilakukan bertahap dengan melihat kondisi dan kemampuan sekolah dalam menyediakan pelayanan kesehatan. Dalam mencapai strata tertentu sekolah harus memenuhi berbagai kriteria strata tersebut. Adapun pengategorian keragaan pendidikan kesehatan sesuai dengan kriteria stratanya dapat dilihat pada tabel berikut, Tabel 1 Pengategorian keragaan pendidikan kesehatan berdasarkan kriteria strata Depkes (2007) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
17 18 19
Kriteria Strata UKS Dilaksanakan penjaskes secara kurikuler Guru membuat rencana pembelajaran pendidikan kesehatan Ada buku pegangan guru tentang pendidikan kesehatan Ada buku bacaan pendidikan kesehatan Ada guru pendidikan jasmani Dilaksanakan pendidikan jasmani dan kesehatan secara ekstrakurikuler Memiliki guru mata pelajaran pendidikan jasmani dengan ratio 1:24 jam pelajaran dalam seminggu Memiliki media pendidikan kesehatan (poster dan lain-lain) Memiliki guru Bimbingan Konseling (BK)/Bimbingan Penyuluhan (BP) Dilakukan pengukuran dan pencatatan kesegaran jasmani Adanya pendidikan kesehatan remaja (a.l kespro dan napza) dalam ekstrakurikuler Pendidikan kesehatan terintegrasi pada mata pelajaran lain Dilakukan tes kebugaran jasmani Memiliki guru pembina UKS Evaluasi pendidikan kesehatan Adanya peran aktif “pendidik sebaya”/”konselor sebaya” dalam Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) Adanya pendidikan kesehatan remaja (a.l kespro dan napza) yang diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Memiliki guru pembina UKS terlatih dengan jumlah memadai Adanya program kemitraan pendidikan kesehatan dengan instansi terkait (Puskesmas, Kepolisian, PMI, PPL Pertanian dll)
Minimal √
Standar √
Optimal √
Paripurna √
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√ √
√ √
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √ √
√ √ √
√
√
√
√ √ √
12
Adapun pembagian kategori keragaan pelayanan kesehatan sesuai dengan kriteria stratanya dapat dilihat pada Tabel 2. Selain usaha sekolah dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar, kriteria strata ini meliputi usaha sekolah dalam menjaring atau melaksanakan proses skrening terhadap kesehatan siswa, serta pemantauan status kesehatan siswa secara berkala. Tabel 2 Pengategorian keragaan pelayanan kesehatan berdasarkan kriteria strata Depkes (2007) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kriteria Strata UKS Dilaksanakan penyuluhan kesehatan remaja Penjaringan kesehatan Pengukuran BB dan TB Pengawasan terhadap penjaja/penjamah makanan di sekolah Kegiatan P3K dan P3P Pemeriksaan kesehatan berkala tiap 6 bulan termasuk TB dan BB Ada pencatatan hasil pemeriksaan kesehatan dan pengukuran TB dan BB pada buku/KMS remaja Ada rujukan bagi yang memerlukan Ada kader kesehatan remaja (KKR) yang terlatih Pelayanan konseling kesehatan remaja Ada pengawasan penjaja/penjamah makanan di sekitar sekolah Dana sehat/dana UKS Jumlah KKR sudah dilatih <10% Konseling kesehatan remaja oleh “pendidik sebaya”/”konselor sebaya” Ada kegiatan forum komunikasi/diskusi kelompok terarah dari “pendidik sebaya”/”konselor sebaya” Jumlah KKR yang sudah dilatih >10%
Minimal
Standar
Optimal
Paripurna
√
√
√
√
√ √
√ √
√ √
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√ √
√
√ √ √
Pengategorian UKS untuk keragaan pembinaan lingkungan sehat, memiliki kriteria strata yang paling banyak, seperti yang terdapat pada Tabel 3. Dalam pembinaan lingkungan sekolah yang sehat seluruh aspek lingkungan sekolah yang meliputi kebersihan, keindahan, dan kesehatan perlu diperhatikan, seperti pada ruang kelas, kantin, halaman dan lainnya. Lingkungan sekolah selain sebagai pendukung dalam pemeliharaan kesehatan siswa juga dapat menjadi sarana pembelajaran dalam mewujudkan perilaku hidup sehat.
13
Tabel 3 Pengategorian keragaan pembinaan lingkungan berdasarkan kriteria strata Depkes (2007) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
24 25 26 27 28 29 30
Kriteria Strata UKS Ada air bersih Ada tempat cuci tangan Ada WC/jamban yang berfungsi dengan baik Ada tempat sampah Ada saluran pembuangan air kotor yang berfungsi dengan baik Ada halaman/pekarangan/lapangan Ada pojok UKS Ada poster bahaya rokok Ada poster bahaya narkoba Pengawasan terhadap warung/kantin sekolah Melakukan 3 M plus, 1 kali seminggu Memiliki kantin/warung sekolah Memiliki ruang ibadah Adanya pengawasan kantin/warung sekolah secara rutin Memiliki pagar aman Ada penghijauan dan perindangan Memiliki ruang konseling Memiliki ruang UKS dengan peralatan sederhana Lingkungan sekolah bebas jentik Melaksanakan pembinaan kawasan sekolah tanpa rokok, bebas narkoba dan miras Jarak papan tulis dengan bangku terdepan 2,5 m Ada tempat cuci tangan di beberapa tempat dengan air mengalir/kran dan dilengkapi sabun Ada tempat cuci peralatan masak/makan dengan air yang mengalir, petugas kantin/warung sekolah bersih dan sehat Ada tempat sampah di tiap kelas dan tempat penampungan sampah akhir di sekolah Ada jamban/WC siswa dan guru yang memenuhi syarat kesehatan dan kebersihan Ada halaman yang cukup luas untuk upacara dan berolahraga Ada pagar yang aman dan indah Ada taman/kebun sekolah/toga Memiliki ruang UKS tersendiri dengan peralatan yang lengkap Tercipta kawasan sekolah tanpa rokok, bebas narkoba dan miras
sekolah
sehat
Minimal √ √
Standar √ √
Optimal √ √
Paripurna √ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√
√
√
√
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√
√
√
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√ √
√
√
√
√
14
Tabel 3 (Lanjutan) No. 31 32 33 34 35 36
37 38 39
Kriteria Strata UKS Ada menu gizi seimbang di kantin/warung sekolah dan petugas kantin/warung sekolah yang terlatih Ada air bersih yang memenuhi syarat kesehatan Pemisahan sampah organik dan nonorganik Rasio WC : siswa = 1:20 Saluran air limbah yang tertutup dan berfungsi dengan baik, mengalir, dan lancar Ada taman/kebun sekolah yang dimanfaatkan dan diberi label (untuk sarana belajar) dan pengolahan hasil kebun sekolah Ruang kelas memenuhi syarat kesehatan (ventilasi dan pencahayaan cukup Rasio kepadatan siswa 1:1,5-1,75 m2 Memiliki ruang peralatan UKS yang ideal
Minimal
Standar
Optimal
Paripurna √ √ √ √ √
√
√ √ √
Ruang UKS sebagai tempat dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap siswa memiliki beberapa tipe, dengan ketersediaan peralatan dan perlengkapan yang tersedia di ruang tersebut. Tipe ruang UKS sederhana dimiliki sekolah dengan kategori standar yang dilengkapi dengan tempat tidur, timbangan BB, alat ukur TB, snellen chart, kotak P3K dan obat-obatan. Ruang UKS dengan tipe lengkap, selain dilengkapi dengan peralatan seperti ruang UKS sederhana juga ditambah dengan lemari obat, buku rujukan, KMS, poster-poster, struktur organisasi, jadwal piket, tempat cuci tangan/wastafel dan data angka kesakitan murid. Sedangkan ruang UKS tipe ideal dilengkapi dengan peralatan gigi atau unit gigi serta contoh model organ tubuh dan rangka, selain terlengkapinya peralatan UKS tipe lengkap. Pendidikan Gizi Secara sederhana pendidikan diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Arti pendidikan atau paedagogie dalam perkembangannya berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar dia menjadi dewasa (Hasbullah 1997). Pendidikan dalam konteks sosiologis berkaitan dengan perkembangan dan perubahan kelakuan anak didik, bertalian dengan transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspekaspek kelakuan lainnya kepada generasi muda. Nasution (1994) dalam Muflihati
15
(2005) mendefinisikan pendidikan sebagai proses belajar mengajar pola kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan masyarakat. Undang-undang No. 20 tahun 2003 menyebutkan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak
mulia,
serta
keterampilan
yang
diperlukan
dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional, sosial, dan etika. Menurut Pranadji (1989), terdapat beberapa ciri atau unsur umum dalam pendidikan yang dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Pendidikan
mengandung
tujuan
yang
ingin
dicapai,
yaitu
perkembangan kemampuan individu sehingga bermanfaat untuk kepentingan
hidupnya,
baik
sebagai
individu
maupun
warga
masyarakat. b. Perlu dilakukan usaha yang disengaja dan terencana dalam memilih isi (materi), strategi kegiatan dan teknik penilaian yang sesuai, demi tercapainya tujuan. c. Kegiatan pendidikan dapat diselenggarakan dalam suatu lingkungan, baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat dan bersifat formal atau nonformal. Notoatmodjo (2003) mengemukakan bahwa komponen pendidikan terdiri atas perangkat lunak dan perangkat keras yang akan menunjang keberhasilan proses pendidikan sehingga sasaran atau siswa sebagai masukan setelah melalui proses pendidikan diharapkan sebagai keluaran dapat merubah perilakunya. Hal ini seperti yang digambarkan dalam Gambar 1. Adapun Guhardja (1979) menyebutkan setidaknya ada tiga komponen belajar yang meliputi pendidik, teknik dan metode, serta alat pendidikan. Komponen
belajar
ini
sangat
berperan
terhadap
keberhasilan
proses
pembelajaran yang dilakukan. Metode dan teknik harus dipilih sedemikian rupa sehingga orang yang belajar memperoleh pengalaman belajar yang sebaikbaiknya. Pemilihan ini tergantung pada tujuan pendidikan, kemampuan pengajar, kemampuan orang yang belajar, besar atau luasnya sasaran, waktu dan fasilitas yang tersedia.
16
Masukan
Perangkat lunak : Kurikulum Metode Staf pengajar
Proses Pendidikan
Keluaran
Perangkat keras : Gedung Alat pendidikan Ruang Anggaran
Gambar 1 Komponen pendidikan kesehatan Pendidikan gizi dapat didefinisikan sebagai suatu proses belajarmengajar tentang pangan, bagaimana tubuh menggunakan zat gizi dan mengapa zat gizi itu diperlukan untuk kesehatan tubuh. Pendidikan gizi mempunyai tujuan akhir merubah sikap dan tindakan ke arah perbaikan gizi dan kesehatan yang diharapkan. Menurut Khumaidi (1989) pendidikan gizi tidak akan berhasil jika tidak disertai suatu pengetahuan, sikap, kepercayaan dan nilai dari masyarakat yang akan dijadikan sasaran. Contento (2007) menyebutkan beberapa hal yang menyebabkan perlu dilakukannya pendidikan gizi, yaitu:
Pola makan yang belum optimal. Makanan yang dikonsumsi umumnya terdiri dari berbagai jenis, akan tetapi pola makan beragam tersebut belum tentu sehat, sebagai contoh banyaknya orang yang lebih memilih jus buah dibanding buah yang segar. Penelitian di Amerika menyebutkan 74% dewasa memiliki pola makan yang harus ditingkatkan sedangkan 16% lainnya memiliki pola makan yang jelek. Anak-anak cenderung memiliki pola makan yang baik pada awalnya, akan tetapi berubah seiring bertambahnya usia. Pada usia 9 tahun, hanya 12% yang memiliki pola makan yang baik.
Kompleksnya pilihan makanan yang berasal dari lingkungan. Perubahan gaya hidup menyebabkan banyaknya orang mengonsumsi makanan di luar. Walaupun dikonsumsi di dalam rumah, makanan tersebut umumnya
17
dibeli atau dibawa dari tempat lain. Hal ini memunculkan berbagai pertimbangan dalam memilih makanan.
Banyaknya informasi gizi dari lingkungan. Banyaknya pilihan makanan yang tersedia membuat orang lebih selektif. Salah satu cara memilih makanan yang baik untuk dikonsumsi, terutama makanan kemasan adalah dengan melihat label pangan. Survei yang dilakukan melaporkan bahwa 80% orang membaca label pangan sebelum memilih makanan akan tetapi tidak selalu mengerti arti label tersebut. Disinilah pentingnya pendidikan gizi dalam memberikan informasi.
Besarnya
perhatian
masyarakat
terhadap
kesehatan tidak
selalu
diimbangi dengan perilaku yang sehat, ketidaktahuan dapat menjadi salah satu penyebab, contohnya banyak orang mengurangi porsi makanan yang berlemak akan tetapi justru menambah sumber lain makanan berlemak tersebut, seperti dalam es krim. Pendidikan atau penyuluhan gizi dapat dilaksanakan melalui pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu/masyarakat yang diperlukan dalam peningkatan/mempertahankan gizi baik. Khomsan (2000) menyatakan bahwa pendidikan atau penyuluhan gizi selalu dimaksudkan agar anak didik mengubah perilaku konsumsi pangan menuju perilaku yang lebih baik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan isi pendidikan gizi. Pertama adalah informasi yang disampaikan harus mudah dipraktekkan. Kedua, adanya perubahan seminimal mungkin dan yang terakhir adalah saran-saran yang disampaikan harus bermanfaat. Pendidikan gizi merupakan hal penting dan mutlak yang harus dimasukkan sebagai bagian dari kebijakan gizi dalam pembangunan nasional, oleh karenanya harus menjadi bagian integral dari pendidikan formal mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, dan Perguruan Tinggi.
Hal ini dapat
dikarenakan pendidikan gizi di sekolah dapat meningkatkan kesehatan dan perkembangan fisik anak-anak sekolah (Suhardjo 1989). Materi pendidikan gizi yang diberikan harus menyajikan kenyataan yang berlaku dan berkaitan dengan masalah yang dibutuhkan oleh siswa supaya informasi yang disajikan tersebut dapat digunakan secara bijaksana dalam praktek gizi. Syarief dkk (1988) mengatakan bahwa pentingnya pendidikan gizi bagi anak sekolah didasarkan pada dua pertimbangan. Pertama, anak usia sekolah masih mengalami pertumbuhan dengan laju yang cepat, dan anak usia sekolah
18
adalah orang tua masa depan. Oleh karenanya keadaan gizi anak pada usia ini harus mendapat perhatian seksama agar memperoleh generasi masa depan yang berkualitas. Kedua, usia anak sekolah dapat dipandang sebagai agent of change dalam keluarga, sekurang-kurangnya dalam memperlihatkan kebiasaankebiasaan baru, sehingga diharapkan bekal pengetahuan gizi yang diperoleh pada usia sekolah dapat diimbaskan pada anggota keluarga lain. Selain itu pendidikan gizi yang dilakukan di sekolah memiliki beberapa keuntungan yaitu anak-anak memiliki pemikiran yang lebih terbuka dibanding dengan orang dewasa, dan pengetahuan yang diterima dapat merupakan dasar bagi pembinaan kebiasaan makannya. Anak-anak juga memiliki hasrat ingin tahu lebih besar dan mempelajari lebih jauh. Adapun tujuan umum pendidikan gizi di sekolah adalah untuk meningkatkan kesehatan dan perkembangan fisik anak sekolah, menanamkan kebiasaan dan cara-cara makan yang baik, mengembangkan pengetahuan dan sikap tentang peranan makanan yang bergizi bagi kesehatan manusia serta membantu anak dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang produksi, pengolahan, pengawetan, penyimpanan, pemilihan pangan kaitannya dengan konsumsi pangan dan gizi (Suhardjo 2003). Hal yang terpenting dalam melaksanakan pendidikan gizi di sekolah adalah
lingkungan
sekolah
dapat
dikondisikan
sehingga
memberikan
pengetahuan yang dibutuhkan anak untuk membuat keputusan yang baik dalam mengonsumsi makanan dan melakukan aktivitas fisik tidak hanya selama masa kanak-kanak, tetapi juga di sepanjang hidupnya. Lingkungan sekolah juga sangat menentukan pola kebiasaan makanan anak-anak, yaitu melalui pengalaman dari pendidikan gizi di sekolah dan pengetahuan serta sikap terhadap makanan dari guru yang mengajarnya (Suhardjo 1989). Akan tetapi dalam mencapai keberhasilan program pendidikan gizi dan kesehatan ini memiliki beberapa kendala. Pendidikan gizi dan kesehatan yang dilakukan di sekolah seringkali terbentur dengan waktu dan sumberdaya yang ada di sekolah, karena tambahan satu waktu akan mengurangi waktu pokok belajar yang lain. Intervensi penelitian sebelumnya yang memaksakan untuk dilakukan pada waktu yang terbatas menghasilkan hasil yang kurang optimal sehingga para guru pun ragu untuk meluangkan waktu disamping pelajaran pokok yang ada di sekolah. Hal ini juga ditambah dengan beban tugas guru yang banyak. Akan tetapi keterbatasan tersebut dapat ditanggulangi dengan
19
menyelaraskan program pendidikan gizi dan kesehatan dengan sumberdaya dan kurikulum yang ada di sekolah tersebut (Heneman dkk 2008). Selain itu keberhasilan dari program peningkatan kesehatan di sekolah memerlukan kerjasama dari kedua sektor yang saling terkait, yaitu pendidikan dan kesehatan. Diperlukan suatu program yang komprehensif meliputi pelatihan guru, pengembangan kurikulum, partisipasi masyarakat, perubahan kebijakan dan praktek, serta penelitian. Semua komponen ini diperlukan untuk membentuk model program peningkatan kesehatan di sekolah dengan baik. Adapun elemen yang berhubungan dengan keberhasilan program pendidikan gizi yang berbasis sekolah meliputi kebijakan sekolah yang mendukung pola makan sehat (dijadikan percontohan, kurikulum pendidikan kesehatan yang komprehensif termasuk gizi yang
aktif,
menyenangkan
dan
relevan),
koordinasi
antara
pelayanan
penyelenggaraan makanan dengan pendidikan gizi, pelatihan pada staf sekolah, keterlibatan keluarga dan masyarakat serta evaluasi program (Contento dkk 1995; Lytle 1994; Auld dkk 1998 diacu dalam Adhistiana 2009). Materi terkait gizi yang disampaikan dalam proses pendidikan gizi di sekolah, meliputi pengetahuan gizi dasar, pedoman umum gizi seimbang, pengetahuan cara mengetahui gejala kurang gizi secara dini, terutama penyakit anemia. Pengetahuan cara mengisi Kartu Menuju Sehat (KMS) juga dapat dijadikan sarana edukasi siswa dalam memantau status gizinya sendiri. Kantin sekolah dan kebun sekolah selain merupakan aspek lingkungan juga merupakan sarana bagi siswa belajar untuk memilih makanan yang aman dan sehat. Pendidikan gizi dapat berupa suatu proses penyuluhan. Penyuluhan gizi adalah suatu sistem pendidikan di luar sekolah untuk keluarga-keluarga baik di perkotaan maupun di pedesaan. Menurut Baliwati dan Sunarti (1995), sifat pendidikan dalam penyuluhan adalah nonformal maka penyuluhan gizi dapat dilakukan atas dasar : 1. Tidak terbatas pada ruangan tertentu. Mengenai tempat dapat dipilih yang sesuai dengan keinginan sasaran dan dapat dilakukan dimana saja. 2. Tidak mempunyai kurikulum tertentu. Penyebaran isi penyuluhan dan target waktunya ditentukan oleh tingkat kemampuan sasaran. 3. Isi yang disampaikan didasarkan atas kebutuhan sasaran. 4. Sasaran tidak terbatas pada keseragaman umur, tidak mengenal pembagian sasaran atas dasar tingkat umur, seperti halnya pendidikan formal.
20
5. Tidak bersifat paksaan. 6. Ketentuan sanksi atas sesuatu hal yang tidak berlaku. 7. Sasaran bukan siswa dan bukan bawahan penyuluh. 8. Waktu dan lamanya pendidikan tidak mempunyai ketentuan pasti, selama ada sesuatu yang baru dan perlu disampaikan kepada sasaran, penyuluhan terus berlangsung bahkan tidak pernah berhenti. Pengetahuan Gizi Pengetahuan didefiniskan sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan, atau kesan yang ada dalam pikiran manusia yang merupakan hasil dari penggunaan panca inderanya (Soekanto 2002). Menurut Notoadmojo (2003), pengetahuan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang diketahui. Pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang akan memahami segala sesuatu yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau dari orang lain yang sampai kepada seseorang. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Rogers (1974), mengungkapkan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif akan bersifat lebih tahan lama. Sebaliknya perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo 2003). Gizi sangat tergantung pada kondisi pangan yang dikonsumsinya. Pengetahuan akan makanan yang bergizi akan dapat mempengaruhi pemilihan jenis makanan yang benar, aman serta berkhasiat untuk dikonsumsi. Salah satu sebab penting dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi atau kemampuan untuk meresapkan informasi gizi dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo 1989). Pengetahuan gizi adalah pengetahuan tentang peranan makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman untuk dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana cara hidup sehat. Pengetahuan gizi ini mencakup proses kognitif yang dibutuhkan untuk menggabungkan informasi gizi dengan perilaku makan agar struktur pengetahuan yang baik tentang gizi dan kesehatan dapat dikembangkan (Sutoyo 2010). Remaja adalah kelompok yang berisiko memiliki kesehatan yang rendah. Hal ini sangat merugikan karena beberapa masalah gizi dan kesehatan pada saat dewasa dapat diperbaiki pada saat remaja melalui pemberian pengetahuan
21
dan kesadaran tentang kebiasaan makan dan gaya hidup sehat. Emilia (2008) mengemukakan lima konsep tentang perilaku gizi remaja, yang meliputi pengetahuan, sikap dan praktek (Tabel 4) Tabel 4 Konsep perilaku gizi remaja meliputi pengetahuan, sikap, dan praktek No,
Konsep
Indikator
1
Konsep dasar gizi
2
Hubungan gizi dan penyakit
Kekurangan zat gizi Kelebihan zat gizi
3
Pemilihan makanan
4
Gizi dan kesehatan reproduksi
5
Kebiasaan makan dan gaya hidup
Pemilihan makanan sehat Pemilihan makanan aman Perkembangan fisik dan kematangan seksual Gizi dan kesehatan reproduksi pada masa remaja, hamil dan menyusui Kebiasaan makan remaja Kebiasaan makan tidak baik dan gaya hidup
Pengetahuan
Sikap
Jenis dan sumber zat gizi Fungsi zat gizi
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Praktek
√
√
Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah. Pengetahuan gizi dapat diperoleh dari pendidikan formal, informal, dan nonformal. Pendidikan gizi secara formal melalui sekolah terbukti dapat meningkatkan pengetahuan sebagian besar siswa setelah mendapat materi Pengetahuan Pangan dan Gizi yang diintegrasikan ke dalam kurikulum Sekolah Menengah (Syarief dkk 1988). Sedangkan pengetahuan gizi secara informal menurut Suhardjo (1989) dapat diperoleh masyarakat dengan melihat dan mendengar sendiri atau melalui media komunikasi seperti televisi, majalah, koran atau radio. Adapun secara nonformal dapat diperoleh melalui penyuluhan kesehatan/gizi.
22
KERANGKA PEMIKIRAN SDM yang sehat merupakan modal utama pembangunan bangsa dan untuk mewujudkannya, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menciptakan perilaku hidup sehat sedini mungkin (Effendi 2001). Sekolah adalah salah satu institusi yang dapat membentuk perilaku hidup sehat tersebut melalui kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Upaya pembinaan kesehatan sekolah selama ini telah dijalankan melalui program yang dinamakan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Pelaksanaan UKS adalah kegiatan multisektoral yang dilaksanakan mulai Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah Atas. UKS dalam pelaksanaannya memiliki tiga program pokok, yang dikenal dengan TRIAS UKS, yang terdiri atas pendidikan kesehatan dimana pendidikan gizi terintegrasi ke dalamnya, pelayanan kesehatan, dan penciptaan lingkungan sekolah yang sehat. Ketiganya menjadi kriteria mutu dalam menilai proses berjalannya UKS, sehingga dengan hal tersebut diharapkan dapat mencapai tujuannya yaitu untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat, sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang berkualitas (UU RI No. 23 Tahun 1992). Sekolah sebagai pembentuk nilai-nilai hidup sehat tidak lepas dari proses pendidikan yang dilaksanakan. Pendidikan merupakan suatu proses belajarmengajar dan tidak hanya terfokus pada pembelajaran yang dilakukan di kelas. Akan tetapi proses pembelajaran itu dapat dimodifikasi, terutama dalam komponen belajarnya, yaitu pendidik, teknik dan metode serta sarana, seperti alat pendidikan/alat peraga yang digunakan. Pendidikan kesehatan, yang dalam penelitian ini lebih berfokus pada pendidikan gizi, dilakukan dengan maksud untuk merubah perilaku menjadi perilaku yang diharapkan. Perilaku tersebut terdiri dari tiga aspek, yaitu pengetahuan, sikap, dan praktek, yang dalam hal ini terkait gizi. Akan tetapi aspek sikap dan praktek tidak diteliti dalam penelitian ini. Pengetahuan gizi seseorang selain dipengaruhi oleh pendidikan gizi yang diterima melalui sekolah juga dapat dipengaruhi oleh sarana pendidikan gizi lain yang juga tidak diteliti dalam penelitian ini, seperti media, lingkungan keluarga, ataupun lingkungan masyarakat.
23
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Pendidikan Kesehatan Kegiatan pendidikan kesehatan Pendidik Kemitraan pendidikan kesehatan dengan instansi terkait
Lingkungan Sekolah Sehat Ruang UKS Ruang konseling Kamar mandi Kantin/warung sekolah Halaman/lapangan/kebun sekolah
Pelayanan Kesehatan Konseling kesehatan Pemeriksaan dan pemantauan kesehatan Pengawasan terhadap penjaja/penjamah makanan di dalam/luar sekolah Kegiatan P3K dan P3P Dana sehat/dana UKS
Sarana pendidikan gizi lain Media Lingkungan Keluarga Lingkungan masyarakat
Pendidikan gizi Komponen Belajar 1. Pendidik a. Guru b. Peer group c. Instansi terkait 2. Metode dan teknik pengajaran a. Ceramah b. Diskusi c. Praktek 3. Sarana → alat pendidikan
Pengetahuan gizi Sikap Praktek gizi
Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian analisis keragaan UKS dan pendidikan gizi serta hubungannya dengan tingkat pengetahuan gizi siswa SMP
Keterangan
:
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Hubungan yang dianalisis
Hubungan yang tidak dianalisis
24
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain
penelitian
ini
adalah
cross
sectional
study.
Penelitian
dilaksanakan di Kota Depok, Jawa Barat dengan mengambil sampel Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri. Pemilihan lokasi penelitian ini dengan pertimbangan bahwa seluruh
jenjang sekolah negeri diharuskan untuk
melaksanakan UKS di sekolahnya dan hampir seluruh SMP Negeri Kota Depok telah melaksanakan program UKS. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Agustus hingga Oktober 2010. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang menjadi contoh dalam penelitian ini dipilih secara purposive dengan pertimbangan : 1) merupakan sekolah negeri dan telah memiliki dan menjalankan program pokok UKS yang dikenal dengan TRIAS UKS; 2) mendapat rekomendasi kantor Depdiknas setempat; 3) bersedia untuk dilakukan wawacara dan observasi. Menurut kriteria tersebut maka dari seluruh populasi yang berjumlah 17 sekolah, terdapat 13 sekolah yang telah memenuhi kriteria tersebut sehingga dapat diambil sebagai objek penelitian. Adapun tiga sekolah lainnya belum menjalankan UKS karena merupakan sekolah yang baru didirikan dan terkendala akan sumber daya, sedangkan satu sekolah lain tidak bersedia untuk dilakukan wawancara. Siswa dari masing-masing sekolah juga diambil sebagai contoh untuk diukur tingkat pengetahuannya. Contoh diambil dengan melakukan quota sampling. Setiap sekolah diambil masing-masing minimal tiga orang siswa. Adapun seluruh contoh siswa berjumlah 52 orang. Contoh siswa adalah siswa kelas 8 yang ditunjuk oleh pihak sekolah/guru dari masing-masing sekolah. Pemilihan ini berdasarkan pertimbangan bahwa siswa telah dapat memahami dan mengisi kuesioner dengan baik dan diasumsikan siswa telah lebih mengenal kondisi sekolah, terutama mengenai UKS, dan telah mendapat pendidikan yang cukup mengenai gizi di sekolah. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder meliputi keadaan umum sekolah dan siswa. Data primer yang dikumpulkan meliputi : 1) pelaksanaan kegiatan UKS terutama dengan program pokoknya yang dikenal dengan TRIAS UKS; 2) penyelenggaraan pendidikan gizi
25
yang dilakukan sekolah; dan 3) pengetahuan gizi siswa. Pengumpulan data primer
dilakukan
dengan
pengamatan/observasi
langsung,
penggunaan
kuesioner, dan wawancara. Berikut adalah jenis dan cara pengumpulan data primer yang disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Jenis dan cara pengumpulan data primer Variabel
Keragaan UKS
Keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi
Pengetahuan Gizi
Data yang dikumpulkan Pelaksanaan program pendidikan kesehatan Pelaksanaan program pelayanan kesehatan Pelaksanaan program pembinaan lingkungan sekolah sehat Pendidik Metode dan teknik pendidikan gizi Alat Peraga 20 pertanyaan multiple choice tentang konsep dasar gizi, hubungan gizi dan penyakit, pemilihan makanan, gizi dan kesehatan reproduksi, kebiasaan makan dan gaya hidup
Cara pengumpulan
Responden
Wawancara, observasi, dan pengisian kuesioner
Guru pembina UKS
Wawancara dan pengisian kuesioner
Guru pembina UKS
Pengisian kuesioner
Siswa
Pengolahan dan Analisis Data Data-data yang diperoleh diolah dengan melalui proses editing, coding, entri dan analisis data. Program komputer yang digunakan dalam pengolahan data ini adalah Microsoft Excell dan Statistikal Program for Sosial Science (SPSS) versi 16.0 for Windows. Keragaan UKS dan penyelenggaraan pendidikan gizi dikategorikan menjadi tiga kategori seperti pada penelitian Kwartantiyono (2007), yaitu cukup baik, baik, dan sangat baik. Sebaran sekolah pada tiap kategori didasarkan pada perhitungan statistik yang diawali dengan menentukan lebar kelas, yaitu nilai maksimal dikurangi dengan nilai minimal dibagi dengan banyaknya kelas yang akan dibuat. Selanjutnya ditentukan batas atas dan bawahnya, sehingga setiap sekolah dapat dimasukkan pada setiap kategori berdasarkan skor yang dimiliki (Walpole 1993). Penilaian keragaan UKS dilakukan berdasarkan pelaksanaan program UKS di masing-masing sekolah yang dilihat dari upaya sekolah dalam melaksanakan kriteria strata UKS Depkes (2007) yang telah dimodifikasi. Sekolah yang telah melaksanakan kriteria modifikasi tersebut diberi skor 2
26
sedangkan yang belum melaksanakan diberi skor 1. Setiap skor dijumlahkan dan dipersentasikan berdasarkan setiap program pokok, sehingga akan didapat jumlah skor untuk pelaksanaan pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan sekolah sehat. Jumlah skor ini juga digunakan dalam menentukan kategori cukup baik, baik, dan sangat baik pada tiap program pokok tersebut. Pengategorian jumlah skor pada setiap program pokok dapat dilihat pada tabel di bawah ini, Tabel 6 Kategori jumlah skor pada setiap program pokok UKS (TRIAS UKS) Pengategorian Cukup baik Baik Sangat baik
Pendidikan kesehatan < 81,8 81,8 ≤ x < 90,9 ≥ 90,9
Pelayanan kesehatan < 78,1 78,1 ≤ x < 86,9 ≥ 86,9
Pembinaan lingkungan sekolah < 77,3 77,2 ≤ x < 85,2 ≥ 85,2
Selanjutnya jumlah skor pada variabel pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan sekolah sehat tersebut diakumulasi menjadi skor keragaan UKS secara keseluruhan. Adapun pengategorian keragaan UKS berdasarkan skor akumulatif tersebut adalah sebagai berikut,
Cukup baik, jika skor akumulatif < 82,4
Baik, jika skor akumulatif 82,4 ≤ x < 88,3
Sangat baik, jika skor akumulatif ≥ 88,3 Penilaian
keragaan
penyelenggaraan
pendidikan
gizi
dilakukan
berdasarkan keragaan proses pendidikan gizi yang dilakukan, terkait pendidik, metode dan teknik, serta alat peraga yang digunakan. Sama halnya dengan keragaan
UKS,
setelah
dilakukan
skoring
dan
dijumlahkan,
dilakukan
pengategorian menjadi tiga kategori yaitu,
Cukup baik, jika skor akumulatif < 49,3
Baik, jika skor akumulatif 49,3 ≤ x < 53,1
Sangat baik, jika skor akumulatif ≥ 53,1 Pengetahuan gizi contoh siswa dinilai dari kemampuan mereka menjawab
berbagai pertanyaan yang diajukan. Skor 1 diberikan jika contoh menjawab benar dan skor 0 jika jawaban contoh salah. Kemudian skor dari tiap jawaban dijumlahkan. Total skor digolongkan menjadi tiga kategori berdasarkan presentase jawaban yang benar. Pembagian kategori tersebut menurut Khomsan (2000) adalah sebagai berikut: a) Tingkat pengetahuan gizi baik, jika skor jawaban benar > 80 %. b) Tingkat pengetahuan gizi sedang, jika skor jawaban benar antara 60-80 %.
27
c) Tingkat pengetahuan gizi kurang, jika skor jawaban benar < 60 %. Uji statistik digunakan untuk menguji hubungan antara keragaan UKS dengan keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi. Adapun uji hubungan yang digunakan adalah uji korelasi Pearson. Keterkaitan antara tingkat pengetahuan gizi siswa dengan keragaan UKS dan keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi dilihat dalam tabulasi silang antara ketiganya. Definisi Operasional Sekolah adalah SMP Negeri di Kota Depok, Jawa Barat yang merupakan obyek penelitian dan telah memiliki dan melaksanakan program UKS. Siswa adalah siswa kelas 8 yang dipilih oleh guru sebagai obyek penelitian dari masing-masing sekolah. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah upaya sekolah dalam meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan siswa melalui tiga program pokok (TRIAS UKS), yaitu pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dan penciptaan lingkungan sekolah yang sehat. Keragaan UKS adalah pelaksanaan kriteria UKS modifikasi dari kriteria strata Depkes (2007) yang meliputi TRIAS UKS (pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sekolah sehat) dan dengan perhitungan statistik dapat dikategorikan tiga kategori (cukup baik, baik, dan sangat baik) berdasarkan skor pelaksanaannya. Pendidikan kesehatan adalah program pokok UKS yang meliputi upaya sekolah untuk mengadakan perubahan perilaku kesehatan ke arah yang lebih baik dalam mencapai derajat kesehatan siswa, dimana pelaksanaannya meliputi 11 kriteria modifikasi dari 19 kriteria strata pendidikan kesehatan Depkes (2007). Pelayanan kesehatan adalah program pokok UKS yang meliputi usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam rangka menjamin derajat kesehatan siswa, dimana pelaksanaannya meliputi 12 kriteria modifikasi dari 16 kriteria strata pelayanan kesehatan Depkes (2007). Pembinaan lingkungan sekolah sehat adalah program pokok UKS dalam menjamin berlangsungnya proses belajar mengajar di sekolah yang mampu menumbuhkan kesadaran, kesanggupan dan keterampilan peserta
didik
untuk
menjalankan
prinsip
hidup
sehat,
dimana
pelaksanaannya meliputi 23 kriteria modifikasi dari 39 kriteria strata pembinaan lingkungan sekolah sehat Depkes (2007).
28
Pendidikan gizi adalah proses belajar mengajar dalam menyampaikan materi terkait gizi yang dilakukan sekolah melalui UKS dengan melibatkan seluruh sumber daya baik sekolah maupun instansi terkait. Keragaan pendidikan gizi adalah pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan gizi melalui UKS dengan berbagai modifikasi komponen belajar yang meliputi pendidik, teknik dan metode, serta alat pendidikan yang digunakan. Keragaan pendidikan gizi dikategorikan menjadi tiga kategori (cukup baik, baik, dan sangat baik) berdasarkan skor pelaksanaannya menurut perhitungan statistik. Pengetahuan gizi adalah tingkat pengetahuan siswa yang diukur dari kemampuan siswa menjawab pertanyaan tentang konsep dasar gizi dalam kuesioner yang diberikan.
29
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kota Depok, secara geografis berbatasan langsung dengan Kota Jakarta atau berada dalam lingkungan wilayah Jabotabek. Berawal dari sebuah Kecamatan yang berada di lingkungan Kewedanaan (Pembantu Bupati) wilayah Parung Kabupaten Bogor, Kota Depok kemudian berkembang menjadi Kota Administratif Depok pada tahun 1981 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1981, dan terus berkembang hingga menjadi sebuah kota yang mandiri seperti saat ini. Letaknya yang berbatasan langsung dengan Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta menyebabkan pesatnya pembangunan di kota ini. Selain sebagai pusat pemerintahan, Kota Depok juga merupakan wilayah penyangga Ibu Kota Negara yang diarahkan untuk kota pemukiman, pusat pelayanan perdagangan dan jasa, kota pariwisata, kota resapan air dan kota pendidikan. Menyadari perannya sebagai kota pendidikan, pemerintah kota terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan yang dilaksanakan di Kota Depok. Salah satunya dengan memudahkan akses pendidikan, yaitu dengan pendirian sekolah-sekolah
di
tiap
kecamatan
sehingga
memudahkan
jangkauan
masyarakat. Tak kurang dari 11 kecamatan yang berada di kota ini. Jumlah seluruh sekolah lanjutan pertama negeri di Kota Depok 17 sekolah. Adapun 13 sekolah diantaranya merupakan objek penelitian. Dua sekolah terletak di Kecamatan Pancoran Mas yakni SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 2. Kecamatan Sukmajaya yang merupakan kecamatan terluas juga memiliki dua sekolah negeri, yaitu SMP Negeri 3 dan SMP Negeri 4. Kecamatan Cimanggis, lebih banyak memiliki sekolah negeri, yaitu SMP Negeri 7, SMP Negeri 8, SMP Negeri 11 dan SMP Negeri 12. Sedangkan sekolah lainnya tersebar di kecamatan lain, yaitu: Kecamatan Beji (SMP Negeri 5), Kecamatan Cilodong (SMP Negeri 6), Kecamatan Cipayung (SMP Negeri 9) dan Kecamatan Bojongsari (SMP Negeri 10 dan SMP Negeri 14). Beberapa SMP Negeri di Kota Depok tergolong sekolah bertaraf nasional dan bahkan beberapa sekolah ada yang merupakan sekolah rintisan bertaraf internasional. Hal ini mendorong sekolah untuk menyediakan berbagai sarana dan prasarana pendidikan dalam menunjang proses belajar-mengajar. Jumlah guru yang mengajar di tiap sekolah beragam yang berkisar antara 60 sampai 80 orang. Para guru mengajar di tiga jenjang kelas yang berbeda dengan mata
30
pelajaran yang berbeda pula. Jumlah masing-masing jenjang kelas antara 9 sampai 10 rombongan belajar. Adapun jumlah ruang kelas secara keseluruhan berkisar antara 18 sampai 31 ruang kelas. Umumnya sekolah juga dilengkapi dengan sarana perpustakaan dan beberapa laboratorium, seperti laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), bahasa, dan komputer. Ruang multimedia sebagai sarana pelengkap dalam proses pembelajaran, dan sering digunakan sebagai ruang serbaguna juga dilengkapi oleh beberapa sekolah. Karakteristik Siswa Data yang disajikan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa siswa yang berusia 13 tahun memiliki persentase terbesar dibanding siswa yang berusia 12 tahun dan 14 tahun, yaitu sebanyak 84,5%. Rentang usia siswa tersebut tergolong pada usia remaja awal (Monks et al. 1982) yaitu dengan usia yang berkisar antara 12-15 tahun. Masa remaja adalah periode yang penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia (Riyadi 2001). Pertumbuhan cepat, perubahan emosional dan perubahan sosial merupakan ciri yang spesifik. Pada usia remaja, segala sesuatunya cepat berubah dan untuk mengantisipasinya makanan
sehari-hari
menjadi
amat
penting.
Badan
yang
mengalami
pertumbuhan perlu mendapat masukan zat-zat gizi dari makanan yang seimbang. Karakteristik jenis kelamin menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan (75%) mendominasi siswa kelas 8 yang dijadikan objek penelitian dibanding lakilaki. Adapun secara umum, sebaran siswa dengan presentase terbesar adalah siswa berusia 13 tahun dengan jenis kelamin perempuan (63,5%), sedangkan presentasi terkecil adalah berjenis kelamin laki-laki dengan umur 12 tahun dan 14 tahun, masing-masing sebanyak 1,9%. Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik individu Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
12 n 1 6 7
% 1,9 11,5 13,5
Usia (tahun) 13 n % 11 21,2 33 63,5 44 84,6
Total
14 n 1 0 1
% 1,9 0,0 1,9
n 13 39 52
% 25,0 75,0 100,0
Keragaan Usaha Kesehatan Sekolah Depkes (2007) mengategorikan keragaan UKS menjadi beberapa strata, yaitu strata minimal, strata standar, strata optimal dan strata paripurna. Pengategorian ini berdasarkan kondisi dan kemampuan sekolah dalam
31
melaksanakan pelayanan kesehatan bagi warga sekolah. Strata minimal adalah strata yang paling rendah sedangkan keragaan UKS dengan tingkatan paling tinggi dapat digolongkan sebagai strata paripurna. Akan tetapi dalam aplikasinya, pengategorian berdasarkan strata tersebut tidak digunakan sepenuhnya oleh sekolah. Umumnya sekolah tidak memenuhi kriteria strata berdasarkan tahapannya. Sekolah yang telah memenuhi beberapa kriteria strata standar, belum tentu memenuhi seluruh kriteria strata minimal. Adapun sekolah yang telah memenuhi beberapa kriteria strata optimal ternyata tidak semua kriteria strata minimal dan standar terpenuhi, begitu seterusnya. Sehingga dalam penilaian keragaan UKS digunakan suatu kriteria mutu yang merupakan modifikasi dari kriteria strata UKS tersebut. Keragaan UKS merupakan keseluruhan dari pelaksanaan program pokok UKS, yaitu Tri Program UKS (TRIAS UKS) yang meliputi pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan sehat. a. Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan dapat dilaksanakan baik secara kurikuler maupun secara ekstrakurikuer. Secara kurikuler, dilaksanakan melalui mata pelajaran yang diberikan dan termasuk dalam proses pembelajaran di kelas. Secara ekstrakurikuler dapat berupa bimbingan dan penyuluhan kesehatan serta pelaksanaan konseling, pendidikan kader kesehatan remaja dan konseling sebaya. Adapun pengategorian UKS melalui kriteria strata UKS Depkes (2007) dalam bidang pendidikan kesehatan telah diuraikan pada Tabel 1. Kriteria strata tersebut tidak digunakan seluruhnya dalam penilaian keragaan pendidikan kesehatan. Pada kategori stata UKS minimal, kriteria adanya guru penjaskes dan kriteria dilaksanakannya penjaskes secara kurikuler tidak dimasukkan sebagai kriteria modifikasi. Keduanya diasumsikan telah dilaksanakan oleh seluruh sekolah. Begitu pula kriteria tentang pendidikan kesehatan dan pendidikan kesehatan remaja yang diintegrasikan dalam mata pelajaran lain juga diasumsikan pelaksanaannya sama di setiap sekolah. Umumnya materi pendidikan kesehatan secara intrakurikuler diintegrasikan dalam mata pelajaran IPA khususnya biologi, agama, penjaskes dan bimbingan konseling. Keterbatasan
dalam
menggali
informasi
dari
narasumber
yang
merupakan guru UKS di tiap sekolah bersangkutan menyebabkan dua kriteria strata optimal UKS juga tidak disertakan. Kriteria tersebut adalah memiliki guru
32
mata pelajaran pendidikan jasmani dengan ratio 1:24 jam pelajaran dalam seminggu dan kriteria mengenai dilakukannya pengukuran dan pencatatan kesegaran jasmani. Adapun kriteria modifikasi yang digunakan untuk penilaian pendidikan kesehatan melalui UKS, dapat dilihat pada tabel berikut, Tabel 8 Sebaran sekolah dan kriteria penilaian keragaan pendidikan kesehatan setelah dimodifikasi dari kriteria strata Depkes (2007) No. 1
Kriteria modifikasi Guru membuat rencana pembelajaran pendidikan kesehatan
n 10
% 76,9
2
Ada buku pegangan guru tentang pendidikan kesehatan
10
76,9
3
Ada buku bacaan pendidikan kesehatan
9
69,2
4
Pendidikan jasmani dan kesehatan dilaksanakan secara ekstrakurikuler
13
100,0
5
Memiliki guru Bimbingan Konseling (BK)/Bimbingan Penyuluhan (BP)
13
100,0
6
Memiliki guru pembina UKS
13
100,0
7
Memiliki guru pembina UKS terlatih
8
61,5
8
Memiliki media pendidikan kesehatan
10
76,9
9
Adanya pendidikan kesehatan remaja dalam ekstrakurikuler
12
92,3
10
Adanya peran aktif “pendidik sebaya”/”konselor sebaya” dalam pendidikan kesehatan
7
53,8
11
Adanya program kemitraan pendidikan kesehatan dengan instansi terkait
12
92,3
Seluruh sekolah telah melaksanakan pendidikan kesehatan, baik secara intrakurikuler,
yang
biasanya
dilaksanakan
oleh
guru,
maupun
secara
ekstrakurikuler oleh berbagai pihak, dalam dan luar sekolah. Pendidikan kesehatan secara ektrakurikuler, umumnya dilakukan melalui kegiatan ekskul siswa, seperti olahraga dan bela diri, Palang Merah Remaja (PMR), serta peer counselor (PC). Pendidikan
kesehatan
di-76,9%
sekolah
telah
memiliki
rencana
pembelajaran yang dibuat oleh guru. Masing-masing ekskul didamping oleh guru pembina yang membuat rencana pembelajaran tersebut. Guru pembina PMR dan PC, yang umumnya juga merangkap sebagai guru pembina UKS, selain membuat rencana pembelajaran kesehatan yang teraplikasi dalam berbagai kegiatan kedua ekstrakurikuler tersebut, sebagai guru pembina UKS juga membuat rencana pembelajaran untuk kegiatan penyuluhan kesehatan secara masal bagi siswa lain yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Seluruh sekolah memiliki guru pembina UKS yang sebagian besar merangkap sebagai guru pembina ekstrakurikuler PMR. Akan tetapi hanya sebanyak 61,5% sekolah yang memiliki guru pembina UKS yang terlatih. Adapun
33
guru yang belum pernah mengikuti pelatihan dikarenakan merupakan guru pembina yang baru setelah pergantian struktur dari guru pembina sebelumnya. Dalam membantu proses edukasi kesehatan, guru pembina UKS di seluruh sekolah didampingi oleh guru Bimbingan Konseling (BK) yang berperan sebagai pembimbing, khususnya terhadap masalah-masalah remaja yang dihadapi oleh siswa secara lebih personal. Guru BK akan melakukan pemantauan secara berkala terhadap kondisi seluruh siswa di sekolah bersangkutan dan menuliskannya di dalam buku bimbingan konseling yang wajib dimiliki seluruh siswa. Informasi terkait kesehatan remaja, dapat diakses baik oleh guru maupun siswa melalui buku. Sebanyak 76,9% sekolah memiliki buku pegangan tentang pendidikan kesehatan untuk guru yang umumnya didapat dari Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan setempat. Siswa di-69,2% sekolah juga dapat mengakses buku bacaan pendidikan kesehatan melalui perpustakaan sekolah. Media pendidikan kesehatan lain yang digunakan umumnya berupa poster tentang bahaya
rokok
dan
NAPZA
dimiliki
oleh
76,9%
sekolah.
Rokok
dan
penyalahgunaan NAPZA adalah salah satu masalah kesehatan yang banyak dialami oleh anak usia sekolah lanjutan, sehingga titik berat pendidikan kesehatan untuk sekolah lanjutan, salah satunya terkait kedua hal tersebut. Pendidikan kesehatan remaja juga dilakukan oleh 92,3% sekolah melalui penyuluhan yang biasanya diintegrasikan dalam rangkaian Masa Orientasi Siswa (MOS) atau masa perkenalan sekolah kepada siswa baru, yang diadakan di tahun pertama saat siswa masuk sekolah tersebut. Umumnya materi yang disampaikan
mengenai
kesehatan
reproduksi
remaja
dan
bahaya
penyalahgunaan NAPZA. Pelaksanaan penyuluhan ini setahun sekali yang biasa diisi oleh Puskesmas setempat, Lembaga Kepolisian, atau Badan Narkotika Nasional (BNN). Beberapa guru pembina UKS pun mengaku pernah menjadi pembicara di penyuluhan kesehatan di sekolah, namun dengan sasaran terbatas, yakni siswa yang mengikuti ekskul PMR dan PC. Adanya PC atau pendidik sebaya di 53,8% sekolah diakui guru pembina UKS sangat membantu dalam memantau masalah remaja yang dihadapi terutama dari teman-teman sekelas mereka. Selain itu PC merupakan sarana pembelajaran bagi siswa yang mengikutinya dengan berpastisipasi aktif. Keberadaan UKS tidak dapat berdiri sendiri, dukungan kebijakan yang dapat diimplementasikan di sekolah sangat membantu dalam pelaksanaannya,
34
selain itu peran aktif masyarakat juga diperlukan. Adanya program kemitraan dengan instansi terkait akan sangat membantu untuk melaksanakan pendidikan kesehatan. Sebanyak 92,3% sekolah telah menjalin kemitraan, terutama dengan puskesmas setempat dalam menjalankan penyuluhan kesehatan remaja dan penjaringan kesehatan. Berdasarkan kegiatan pendidikan kesehatan yang dilaksanakan melalui UKS sesuai dengan kriteria modifikasi tersebut, setiap sekolah dikategorikan menjadi tiga kategori. Adapun pengategoriannya dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini, Tabel 9 Statistik dan sebaran sekolah berdasarkan kriteria modifikasi pendidikan kesehatan Kategori Cukup Baik Baik Sangat Baik Total Rataan ± simpangan baku
n 1 7 5 13
% 7,7 53,8 38,5 100,0 90,9 ± 6,7
Tabel di atas menunjukkan sebagian besar sekolah telah melaksanakan pendidikan kesehatan dengan baik (53,8%). Sekolah yang melaksanakan pendidikan kesehatan dengan kategori cukup baik (7,7%), umumnya kurang dalam melaksanakan pendidikan kesehatan secara ekstrakurikuler, terutama dalam melibatkan peran aktif pendidik sebaya. Fasilitas penunjang akses siswa dalam mendapatkan informasi kesehatan melalui buku juga belum tersedia. Sebaliknya sekolah yang terkategori telah melakukan pendidikan kesehatan dengan sangat baik (38,5%), sangat aktif dalam melibatkan peran pendidik sebaya dalam membantu menyebarkan informasi kesehatan pada siswa yang lain. b. Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan UKS bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan siswa yang optimal, karenanya dilaksanakan kegiatan yang komprehensif dengan mengutamakan kegiatan promotif dan preventif serta didukung kegiatan kuratif dan rehablitatif. Seluruh kegiatan tersebut dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kondisi sekolah. Depkes (2007) mengategorikan tahapan tersebut melalui strata UKS, seperti telah ditunjukkan pada Tabel 2. Pelaksanaan penyuluhan kesehatan remaja pada strata UKS minimal, selain menjadi kriteria pada program pelayanan kesehatan juga menjadi kriteria dalam program pendidikan kesehatan, sehingga kriteria ini tidak disertakan
35
dalam kriteria modifikasi. Selain itu kriteria jumlah Kader Kesehatan Remaja (KKR) tidak diperhitungkan, sehingga penilaiannya dilakukan secara umum melalui kriteria adanya KKR di sekolah. Hal ini dikarenakan jumlah KKR belum dapat dihitung secara pasti. Di beberapa sekolah, masih berlangsung proses perekrutan siswa baru untuk tergabung dalam KKR. Selain itu terkadang jumlah KKR yang terdaftar tidak sesuai dengan KKR yang ada. Penjaja atau penjamah makanan di seluruh sekolah hanya diperbolehkan melalui kantin sekolah. Sehingga kriteria adanya pengawasan terhadap penjaja atau penjamah makanan di sekitar sekolah tidak dimasukkan, sedangkan kriteria adanya pengawasan penjaja atau penjamah makanan di sekolah dimasukkan dalam bagian pembinaan lingkungan sehat, karena juga merupakan salah satu komponen program tersebut. Adapun penilaian keragaan pelayanan kesehatan yang dilakukan menggunakan kriteria yang telah dimodifikasi dari kriteria di atas dapat ditunjukkan oleh tabel berikut, Tabel 10 Sebaran sekolah dan kriteria penilaian keragaan pelayanan kesehatan setelah dimodifikasi dari kriteria strata Depkes (2007) No. 1
Kegiatan P3K dan P3P
Kriteria modifikasi
n 13
% 100,0
2
Pengukuran BB dan TB
9
69,2
3
Penjaringan/pemeriksaan kesehatan
8
61,5
4
Pemeriksaan kesehatan berkala tiap 6 bulan termasuk TB dan BB
1
7,7
5
Ada pencatatan hasil pemeriksaan kesehatan dan pengukuran TB dan BB pada buku/KMS remaja
5
38,5
6
Ada rujukan bagi yang memerlukan
10
76,9
7
Ada kader kesehatan remaja (KKR)
12
92,3
8
Ada kader kesehatan remaja (KKR) yang terlatih
10
76,9
9
Pelayanan konseling kesehatan remaja
12
92,3
10
Konseling kesehatan remaja oleh “pendidik sebaya”/”konselor sebaya”
7
53,8
11
Ada kegiatan forum komunikasi/diskusi kelompok terarah dari “pendidik sebaya”/”konselor sebaya”
5
38,5
12
Dana sehat/dana UKS
10
76,9
Pelayanan berupa Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) dan kegiatan Pertolongan Pertama Pada Penyakit (P3P) telah dilaksanakan di seluruh sekolah. Sebagai upaya promotif dan preventif, 61,5% sekolah melaksanakan penjaringan kesehatan pada tahun pertama siswa masuk ke sekolah yang bekerjasama dengan puskesmas. Penjaringan kesehatan ini meliputi pemeriksaan keadaan umum kesehatan siswa, seperti tekanan darah,
36
status
gizi
dengan
antropometri,
pemeriksaan
kesehatan
mata
serta
pemeriksaan kesehatan telinga, hidung dan tenggorokan (THT). Penimbangan berat badan (BB) dan pengukuran tinggi badan (TB) juga dilakukan oleh 69,2% sekolah. Akan tetapi hanya 7,7% sekolah yang melakukan hal tersebut secara berkala, yaitu setiap 6 bulan sekali. Hasil pemeriksaan kesehatan dan pengukuran TB dan BB dicatat pada Kartu Menuju Sehat (KMS) remaja oleh 38,5% sekolah. KMS sangat penting peranannya dalam memantau status gizi siswa. Hasil pemeriksaan yang dilakukan akan menunjukkan ada tidaknya masalah kesehatan yang diderita oleh siswa. Bagi siswa yang memiliki kecenderungan
masalah
kesehatan
setelah
penjaringan
kesehatan
dan
pengukuran TB dan BB mendapat rujukan oleh sekolah kepada tenaga kesehatan, biasanya melalui Puskesmas maupun Rumah Sakit terdekat. Hal ini dilakukan oleh 76,9% sekolah. Rujukan ini juga dilakukan bila siswa mengalami kecelakaan atau sakit di sekolah yang tidak bisa ditangani oleh sekolah dan membutuhkan pertolongan medis. Pelayanan kesehatan di sekolah selain dilakukan oleh guru juga dilakukan oleh siswa dengan adanya Kader Kesehatan Remaja (KKR). Sebanyak 92,3% sekolah telah memiliki KKR yang tergabung dalam ekskul PMR atau PC. Akan tetapi baru 76,9% sekolah dengan KKR yang terlatih. Umumnya pelatihan diberikan oleh guru pembina yang bersangkutan, alumni, atau tenaga kesehatan. Pelatihan juga pernah diberikan oleh Dinas Kesehatan setempat. Pelayanan konseling kesehatan remaja sebenarnya dilakukan di 92,3% sekolah baik oleh guru BK, guru pembina UKS maupun KKR. Namun, peran aktif KKR terutama PC dalam memberikan konseling kesehatan remaja hanya terdapat di 53,8% sekolah. Para siswa yang menjadi PC ini terwadahi dalam suatu kegiatan forum komunikasi atau diskusi kelompok. Forum ini dibuat untuk menyampaikan dan mendiskusikan masalah yang mereka temukan baik pada teman-teman sebaya maupun diri mereka sendiri, sehingga dapat ditemukan solusi yang terbaik, terutama bagi masalah atau hal yang tidak dapat mereka pecahkan sendiri. Forum ini baru dibentuk di 38,5% sekolah, sedangkan 61,5% belum melaksanakan forum diskusi ini terkendala pada sumber daya manusia dan waktu. Pentingnya peran UKS dalam mewujudkan sekolah sehat, tak lepas dari kebutuhan finansial untuk menopang seluruh kegiatan yang dilakukan,
37
karenanya ketersediaan dana sehat atau dana UKS merupakan salah satu kriteria strata optimal dari pelaksanaan UKS. Sebanyak 76,9% sekolah telah memiliki dana UKS. Awalnya dana UKS diambil dari uang pembayaran atau SPP siswa akan tetapi perubahan sistem dimana tidak ada lagi pemungutan biaya sekolah kepada siswa yang sebagai gantinya adalah dengan adanya Biaya Operasional Sekolah (BOS) berdampak pula pada pembiayaan kegiatan UKS. Hal inilah yang diakui beberapa orang guru pembina UKS menjadi alasan 23,1% sekolah tidak menyediakan dana UKS tersebut. Sebaran sekolah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan relatif merata pada setiap kategori, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 11. Hal ini dikarenakan kegiatan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di seluruh sekolah relatif seragam. Umumnya seluruh sekolah telah melaksanakan pelayanan kesehatan dasar (kegiatan P3K dan P3P). Akan tetapi banyak sekolah yang terkendala dalam pelaksanaan pemeriksaan kesehatan siswa, seperti melalui kegiatan penjaringan kesehatan dan pemeriksaaan kesehatan secara berkala termasuk pengukuran BB dan TB. Kendala tersebut dihadapi oleh sekolah dengan kategori cukup baik (30,8%). Tabel 11 Statistik dan sebaran pelayanan kesehatan Kategori Cukup Baik Baik Sangat Baik Total Rataan ± simpangan baku
sekolah
berdasarkan n 4 4 5 13
kriteria
modifikasi
% 30,8 30,8 38,5 100,0 84,0 ± 8,3
Beberapa sekolah (38,5%) telah sangat baik dalam menyediakan pelayanan kesehatan bagi siswanya. Umumnya sekolah tersebut selain melaksanakan pelayanan kesehatan dasar dan pemeriksaan kesehatan siswa juga melaksanakan pemantuan status kesehatan siswa dengan pencatatan hasil pemeriksaan dalam KMS remaja. Selain itu pengoptimalan peran pendidik sebaya juga dilakukan dengan membuat suatu forum komunikasi atau diskusi kelompok. c. Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat Pembinaan lingkungan sehat meliputi kegiatan bina lingkungan fisik dan kegiatan bina lingkungan mental sosial, sehingga tercipta suasana dan hubungan kekeluargaan yang akrab dan erat antara sesama warga sekolah (Depkes 2003). Hal ini terkait upaya meningkatkan faktor pelindung, seperti
38
gedung, halaman dan warung sekolah yang memenuhi standar kesehatan, serta upaya memperkecil faktor risiko dengan adanya pagar pengaman, bangunan sekolah yang aman, pengadaan kantin, dan upaya pembebasan sekolah dari rokok maupun NAPZA (Depkes 2007). Pengategorin UKS berdasarkan kriteria pembinaan lingkungan sekolah sehat telah diuraikan pada Tabel 3. Dari kriteria strata UKS yang telah tersebut selanjutnya diambil beberapa kriteria untuk menilai keragaan pembinaan lingkungan sekolah sehat melalui UKS. Beberapa kriteria seperti rasio WC berbanding siswa, adanya saluran pembuangan air kotor yang berfungsi dengan baik, adanya saluran air limbah yang tertutup dan berfungsi dengan baik serta lingkungan sekolah yang bebas jentik tidak diamati selama observasi sehingga tidak dimasukkan dalam kriteria modifikasi. Selain itu kriteria terkait ruang kelas, seperti ruang kelas yang memenuhi syarat kesehatan, jarak papan tulis dengan bangku terdepan dan terbelakang serta rasio kepadatan siswa juga tidak disertakan dalam kriteria modifikasi untuk penilaian karena tidak dilakukan pengamatan. Kriteria pelaksanaan dan pembinaan kawasan sekolah tanpa rokok, bebas narkoba dan miras tidak dapat teramati secara langsung, sehingga penilaian dengan menggunakan kriteria ini tidak dilakukan. Dalam kegiatan bina lingkungan mental dan sosial, seluruh sekolah memiliki sarana keagamaan, berupa masjid untuk siswa muslim menjalankan ibadah. Hal ini dikarenakan sebagian besar siswa beragama Islam. Sedangkan siswa beragama lain bila akan mengadakan kegiatan keagamaan, biasanya menggunakan ruang sekolah atau kelas yang sedang tidak digunakan. Sebagian besar (84,6%) juga memiliki ruang bimbingan konseling yang digunakan oleh guru BK untuk memberikan konsultasi dan atau konseling pada anak yang memiliki masalah tertentu, sebagian besar terkait perilaku kedisiplinan dan masalah psikososial. Penilaian pembinaan lingkungan sekolah sehat dengan melihat sarana kebersihan yang tersedia, menggunakan tujuh kriteria yang telah dimodifikasi. Kriteria ini meliputi fasilitas air bersih, tempat cuci tangan, dan kamar mandi, seperti yang ditampilkan pada Tabel 12. Seluruh sekolah telah menyediakan air bersih yang merupakan kebutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan warganya. Air tersebut harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Fasilitas lain yang tersedia adalah tempat cuci tangan yang
39
memungkinkan setiap guru atau siswa dapat menjaga kebersihan dirinya terutama dengan mencuci tangan. Sebagian besar sekolah (92,3%) telah memiliki tempat cuci tangan di beberapa tempat, terutama di depan setiap ruang kelas. Akan tetapi baru sebagian kecil (23,1%) yang melengkapi beberapa tempat cuci tangannya dengan sabun, terutama di area kamar mandi dan ruang UKS. Keberadaan kamar mandi atau jamban, yang merupakan salah satu sumber agen penyakit, juga harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu tidak berbau, ada ventilasi, cukup penerangan, kedap air, tidak licin, tidak ada genangan air dan tidak ada nyamuk/jentik nyamuk. Seluruh sekolah telah memiliki kamar mandi atau jamban yang berfungsi dengan baik, dan telah memisahkan jamban untuk guru dan siswa. Tabel 12 Sebaran sekolah dan kriteria penilaian keragaan lingkungan sekolah sehat berdasarkan ketersediaan sarana kebersihan setelah dimodifikasi dari kriteria strata Depkes (2007) No. 1
Ada air bersih
Kriteria modifikasi
n 13
% 100,0
2
Ada air bersih yang memenuhi syarat kesehatan
13
100,0
3
Ada tempat cuci tangan
12
92,3
4
Ada tempat cuci tangan di beberapa tempat dengan air mengalir/kran dan dilengkapi sabun
3
23,1
5
Ada WC/jamban yang berfungsi dengan baik
13
100,0
6
Ada jamban/WC siswa dan guru yang memenuhi syarat kesehatan dan kebersihan
13
100,0
7
Melakukan 3 M plus, 1 kali seminggu
12
92,3
Lingkungan sekolah yang sehat juga diharuskan terbebas jentik nyamuk, salah satu cikal agen pembawa penyakit. Kegiatan yang sering dilakukan dalam membebaskan lingkungan dari jentik nyamuk adalah dengan melakukan 3M (Mengubur, Menguras, Membuang) secara berkala. Sebanyak 92,3% sekolah telah melaksanakan kegiatan tersebut setiap minggunya, terutama dilakukan olah penjaga sekolah masing-masing. Lingkungan sekolah yang sehat juga tidak terlepas dari penciptaan lingkungan sekolah yang indah. Hal tersebut dapat tercipta dengan lingkungan sekolah yang asri, dilengkapi dengan bangunan sekolah yang apik, dan ketersediaan fasilitas lain, seperti tempat sampah. Sehingga pembinaan lingkungan sekolah sehat juga dinilai berdasarkan ketersediaan sarana keindahan seperti yang terdapat pada tabel berikut,
40
Tabel 13 Sebaran sekolah dan kriteria penilaian keragaan lingkungan sekolah sehat berdasarkan ketersediaan sarana keindahan setelah dimodifikasi dari kriteria strata Depkes (2007) No. 1
Ada tempat sampah
Kriteria modifikasi
n 13
% 100,0
2
Ada tempat sampah di tiap kelas
13
100,0
3
Pemisahan sampah organik dan non-organik
11
84,6
4
Ada halaman/pekarangan/lapangan
13
100,0
5
Ada halaman yang cukup luas untuk upacara dan berolahraga
13
100,0
6
Memiliki pagar aman
13
100,0
7
Ada penghijauan dan perindangan
12
92,3
8
Ada pagar yang aman dan indah
13
100,0
9
Ada taman/kebun sekolah/toga
7
53,8
10
Ada taman/kebun sekolah yang dimanfaatkan dan diberi label (untuk sarana belajar)
6
46,2
11
Ada pengolahan hasil kebun sekolah
1
7,7
Membiasakan siswa untuk membuang sampah di tempat sampah perlu dilakukan, untuk menciptakan lingkungan sekolah yang bersih dan lingkungan hidup yang bersih di kemudian hari. Hal ini merupakan salah satu perilaku hidup sehat. Seluruh sekolah telah menyediakan tempat sampah di sekitar area sekolah, seperti lapangan, taman, kantin sekolah dan di setiap kelasnya. Pengadaan tempat sampat di luar kelas merupakan tanggung jawab pihak sekolah. Adapun umumnya pengadaan tempat sampah di kelas merupakan swadaya siswa di kelas masing-masing. Pemisahan sampah organik dan nonorganik baru dilakukan oleh 84,6% sekolah. Halaman atau lapangan sekolah juga merupakan unsur fisik dari sekolah sehat, dimana siswa dapat melaksanakan aktivitas fisik, seperti berolahraga dan upacara. Seluruh sekolah telah memiliki lapangan yang cukup luas dan 92,3%nya dilengkapi dengan penghijauan dan perindangan. Area seluruh sekolah juga memiliki pagar yang aman dan indah, untuk menjamin keamanan dan keselamatan siswa dan warga sekolah lainnya. Taman atau kebun sekolah selain berperan dalam penghijauan dan perindangan juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran bagi siswa. Sekolah yang memiliki kebun sekolah atau kebun tanaman obat keluarga (TOGA) ada 53,8% dan sebanyak 46,2% sekolah memanfaatkan fasilitas tersebut sebagai sarana belajar dengan pemberian label pada setiap tanaman. Pemberian label ini berguna agar siswa mengetahui bentuk tanaman dan
41
fungsinya terutama bagi tanaman obat-obatan. Akan tetapi baru sebagian kecil sekolah (7,7%) yang sudah lebih jauh memanfaatkan hasil dari kebun sekolah tersebut dengan proses pengolahan pasca panen, yaitu dengan pembuatan berbagai macam makanan jajanan yang dijual di kantin sekolah. Kantin sekolah juga merupakan bagian dari lingkungan sekolah. Keberadaan kantin sekolah atau penjual makanan di sekolah merupakan suatu kebutuhan yang harus tersedia di lingkungan sekolah. Kantin sekolah bila dikelola dengan baik dapat menjadi salah satu upaya mengatasi masalah kurang gizi pada siswa. Pengelolaannya harus memperhatikan kebersihan, keamanan, serta mempertimbangkan aspek gizi, ekonomi, dan kepraktisan pelaksanaannya. Makanan yang ada di kantin sekolah harus dipersiapkan dengan memperhatikan kebersihan, kesehatan, keamanan makanan, cara pemasakan, penyajian dan penanganan yang sesuai syarat kesehatan dan gizi. Keberadaan kantin sekolah sehat dapat menjadi sarana pembelajaran dan praktek siswa untuk menerapkan pola makan sehat bagi dirinya dan lingkungannya. Kriteria penilaian kantin sekolah berdasarkan kriteria modifikasi dapat ditampilkan pada tabel di bawah ini, Tabel 14 Sebaran sekolah dan kriteria penilaian keragaan lingkungan sekolah sehat berdasarkan ketersediaan kantin sekolah setelah dimodifikasi dari kriteria strata Depkes (2007) No. 1
Kriteria modifikasi Memiliki kantin/warung sekolah
n 13
% 100,0
2
Pengawasan terhadap warung/kantin sekolah
9
69,2
3
Adanya pengawasan kantin/warung sekolah secara rutin
3
23,1
4
Ada tempat cuci peralatan masak/makan dengan air yang mengalir, petugas kantin/warung sekolah bersih dan sehat
9
69,2
5
Ada menu gizi seimbang di kantin/warung sekolah dan petugas kantin/warung sekolah yang terlatih
1
7,7
Seluruh sekolah memiliki kantin sekolah dan hanya 69,2% yang melakukan pengawasan terhadap kantin sekolah. Pengawasan yang dilakukan pihak sekolah berupa pengawasan terhadap jajanan yang dijual sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan dan terkait kebersihan, baik kantin maupun makanan yang dijual. Pengawasan secara rutin terhadap kantin sekolah dilakukan oleh 23,1% sekolah. Makanan yang dijual di kantin sekolah umumnya makanan yang siap saji atau makanan kemasan. Adapun penjajah makanan yang memasak makanannya di tempat disediakan fasilitas tempat mencuci peralatan masak dan
42
makan di 69,2% sekolah. Upaya penyediaan menu gizi seimbang di kantin sekolah baru dilaksanakan oleh 7,7% sekolah. Ruang UKS dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan yang menunjang, khususnya dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Tabel 15 menunjukkan kelengkapan yang tersedia di ruang UKS, Tabel 15 Sebaran sekolah berdasarkan perlengkapan di ruang UKS
ketersediaan
Peralatan/perlengkapan ruang UKS Tempat tidur Timbangan BB Alat ukur TB Kotak P3K dan obat-obatan (cairan antiseptik, oralit, parasetamol) Lemari obat Buku rujukan Poster-poster Struktur organisasi Jadwal piket Tempat cuci tangan/wastafel Data angka kesakitan murid
peralatan n 13 8 8 12 6 7 9 6 5 3 4
dan % 100,0 61,5 61,5 92,3 46,2 53,8 69,2 46,2 38,5 23,1 30,8
Ruang UKS yang sederhana hanya dilengkapi tempat tidur, timbangan BB, alat ukur TB dan kotak P3K. Seluruh sekolah telah melengkapi ruang UKS dengan tempat tidur. Sebagian besar juga memiliki alat ukur BB dan TB (masingmasing 61,5%) dan kotak P3K (92,3%). Tempat cuci tangan di ruang UKS baru tersedia di-23,1% sekolah. Data angka kesakitan murid telah dimiliki 30,8% sekolah. Kriteria tipe UKS ideal yang dilengkapi dengan peralatan peralatan gigi atau unit gigi serta contoh model organ tubuh dan rangka belum dipenuhi oleh seluruh sekolah. Masalah kesehatan pada anak usia sekolah lanjutan erat kaitannya dengan penyalahgunaan NAPZA (Depkes 2007), yang umumnya diawali dengan konsumsi rokok. Sehingga penciptaan lingkungan sekolah yang sehat tidak terlepas dari peran sekolah untuk membebaskan lingkungannya dari berbagai hal yang mengarah pada penyalahgunaan tersebut. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan adanya berbagai poster tentang bahaya rokok dan narkoba. Sebanyak masing-masing 69,2% dan 61,5% sekolah memiliki poster bahaya rokok dan narkoba atau anjuran untuk tidak menggunakannya. Berdasarkan penilaian pembinaan lingkungan sekolah sehat dengan menggunakan kriteria modifikasi dari kriteria Depkes (2007) tersebut maka keragaan pembinaan lingkungan sekolah sehat dapat dikategorikan menjadi tiga.
43
Tabel di bawah ini menunjukkan sebagian besar sekolah (61,5%) telah melaksanakan pembinaan lingkungan sehat dengan baik. Tabel 16 Statistik dan sebaran sekolah berdasarkan kriteria pembinaan lingkungan sekolah sehat melalui UKS Kategori Cukup Baik Baik Sangat Baik Total Rataan ± simpangan baku
Sekolah
(15,4%)
dengan
n 2 8 3 13
modifikasi
% 15,4 61,5 23,1 100,0 82,2 ± 6,0
kategori
cukup
baik,
kurang
dalam
mengoptimalkan kebun sekolah dan kantin sekolah, terutama sebagai sarana pembelajaran siswa. Sedangkan hal tersebut berusaha dilaksanakan oleh sekolah dengan kategori sangat baik. Selain itu tersedianya peralatan dan perlengkapan di ruang UKS, seperti KMS remaja dan buku rujukan menjadikan beberapa sekolah (23,1%) terkategori sangat baik. Dilihat dari pelaksanaan TRIAS UKS tersebut dapat dikategorikan keragaan UKS seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut, Tabel 17 Statistik dan sebaran sekolah berdasarkan keragaan UKS yang meliputi TRIAS UKS Kategori Cukup Baik Baik Sangat Baik Total Rataan ± simpangan baku
n 7 3 3 13
% 53,8 23,1 23,1 100,0 83,9 ± 5,3
Data pada tabel di atas menunjukkan, pelaksanaan UKS di sebagian besar sekolah belum optimal. Sebagian besar sekolah (53,8%) memiliki keragaan UKS yang masih tergolong cukup baik. Besarnya potensi UKS sebagai penumbuh budaya hidup sehat siswa, memiliki tantangan tersendiri dalam pelaksanaannya. Salah satunya, pelibatan berbagai pihak, yang sangat dibutuhkan untuk menyukseskan seluruh kegiatan yang dilaksanakan UKS. Dalam penelitiannya Effendi (2001) menyimpulkan kegiatan program UKS belum dilaksanakan secara efektif, salah satunya disebabkan masih lemahnya koordinasi lintas sektor. Penilaian keragaan UKS yang dilihat dari pelaksanaan TRIAS UKS melibatkan ketiga program pokok. Akan tetapi dalam penerapannya, ketiga program tersebut cenderung dilaksanakan secara terpisah. Berdasarkan pengamatan, program pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan sehat
44
lebih banyak dilaksanakan melalui UKS. Adapun proses pendidikan kesehatan belum dilakukan secara optimal, terutama melalui kegiatan ektrakurikuler. Sekolah yang tergolong melaksanakan keragaan UKS dengan sangat baik, cenderung telah melaksanakan TRIAS UKS dengan sangat baik pula. Persentase terbesar keragaan UKS yang tergolong baik dimiliki oleh sekolah yang juga telah melaksanakan pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan sehat dengan sangat baik, masing-masing sebanyak 40% dan 33,3%. Namun dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan masih tergolong baik (28,6%). Sedangkan persentase terbesar sekolah dengan keragaan UKS cukup baik cenderung melaksanakan TRIAS UKS dengan cukup baik pula, masing-masing sebanyak 100%. Hal tersebut seperti yang ditunjukkan pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran sekolah berdasarkan keragaan UKS, pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sehat TRIAS UKS Keragaan pendidikan kesehatan Cukup baik Baik Sangat baik Keragaan pelayanan kesehatan Cukup baik Baik Sangat baik Keragaan pembinaan lingkungan sekolah sehat Cukup baik Baik Sangat baik
Cukup baik n %
Keragaan UKS Baik n %
Sangat baik n %
Total n
%
1 5 1
100,0 71,4 20,0
0 2 1
0,0 28,6 20,0
0 0 3
0,0 0,0 60,0
1 7 5
100,0 100,0 100,0
4 3 0
100,0 75,0 0,0
0 1 2
0,0 25,0 40,0
0 0 3
0,0 0,0 60,0
4 4 5
100,0 100,0 100,0
2 5 0
100,0 62,5 0,0
0 2 1
0,0 25,0 33,3
0 1 2
0,0 12,5 66,7
2 8 3
100,0 100,0 100,0
Keragaan Penyelenggaraan Pendidikan Gizi di Sekolah Pendidikan gizi melalui UKS merupakan bagian dari pendidikan kesehatan. Secara intrakurikuler, seperti halnya dalam program pendidikan kesehatan, penyampaian materi gizi dilakukan melalui berbagai bidang pelajaran seperti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya Biologi, Agama, Penjaskes dan bimbingan penyuluhan (BP) atau di beberapa sekolah dikenal dengan BK (Depkes 2003). Adapun contoh materi terkait gizi yang disampaikan melalui intrakurikuler di berbagai mata pelajaran tersebut, khususnya untuk siswa kelas 8 dapat ditunjukkan pada Tabel 19. Tabel 19 Contoh materi gizi dalam mata pelajaran siswa kelas 8
45
No. 1
2 3 4
Materi Konsep dasar gizi
Hubungan gizi dan penyakit Pemilihan makanan Kebiasaan makan dan gaya hidup
Mata Pelajaran Biologi
Biologi Agama Bimbingan Konseling
Sub bab Makanan dan kandungan zat yang ada di dalamnya Fungsi makanan dan pentingnya ASI bagi Bayi Pencernaan makanan Kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan Adab makan dan minum Pola hidup sehat Menjalani pola hidup sehat
Secara ekstrakurikuler, selain dilakukan pada organisasi ekstrakurikuler, seperti PMR dan PC, penyampaian materi gizi juga dilakukan dengan adanya penyuluhan secara masal. Materi kesehatan terkait gizi yang disampaikan melalui UKS berupa pengetahuan gizi dasar yang meliputi ilmu gizi, fungsi makanan, dan zat gizi. Selain itu Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang berisi 13 pesan dasar untuk mencapai gizi seimbang juga disampaikan. Pengenalan tanda kurang gizi, seperti pada penyakit anemia gizi besi, dan pemantauan pertumbuhan menggunakan KMS juga merupakan bagian materi pendidikan gizi melalui UKS. Kebun sekolah dan kantin sekolah juga dapat dijadikan sarana pendidikan gizi. Kantin sekolah, selain menjadi pelayanan kesehatan melalui UKS juga dapat menjadi bagian pendidikan gizi, baik untuk siswa maupun warga sekolah lainnya, seperti penjajah makanan (Tim Pembina UKS 2004). Proses pendidikan yang dilakukan beragam berdasarkan pendidik, metode dan teknik, serta sarana atau alat pendidikan yang digunakan. Dengan demikian
dalam
penilaian
keragaan
penyelenggaraan
pendidikan
gizi
menggunakan ketiga komponen belajar tersebut. a. Pendidik Gizi Pelaksana atau pendidik gizi dilakukan oleh berbagai pihak, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 20. Sebagian besar atau 92,3% pendidikan gizi melalui UKS dilaksanakan oleh petugas puskesmas. Depkes (1992) dalam Effendi (2001), menyebutkan bahwa pelaksana sekaligus pembina UKS adalah Puskesmas. Selain melakukan pendidikan gizi melalui UKS, dalam upayanya melakukan perbaikan gizi, puskesmas bertugas memantau gizi makanan dan minuman yang dijual di kantin sekolah, menggalang peran serta warga sekolah dalam membina kantin sekolah, melatih kader kesehatan remaja tentang gizi dan melakukan penilaian status gizi melalui penjaringan kesehatan dan pemeriksaan
46
berkala peserta didik (Depkes 2007). Guru dan peer group atau pendidik sebaya juga banyak berperan sebagai pendidik gizi, masing-masing di 69,2% dan 61,5% sekolah. Tabel 20 Sebaran sekolah berdasarkan pendidik gizi di sekolah Pelaksana pendidikan gizi Guru Peer group/PC Puskesmas Tenaga medis/paramedic Organisasi kepemudaan Kelompok profesi Organisasi sosial lain
n 9 8 12 2 1 2 2
% 69,2 61,5 92,3 15,4 7,7 15,4 15,4
b. Metode dan Teknik Pendidikan Gizi Metode dan teknik yang digunakan dalam pendidikan gizi, terutama secara ekstrakurikuler beragam. Metode adalah cara yang digunakan untuk mendekati atau mengatur orang yang belajar untuk keperluan pendidikan. Sedangkan teknik merupakan cara yang digunakan untuk mempertemukan orang yang akan/sedang belajar dengan materi pelajaran. Keduanya harus dipilih sedemikian rupa sehingga orang yang belajar memperoleh pengalaman belajar yang sebaik-baiknya. Pemilihan ini tergantung pada tujuan pendidikan, kemampuan pengajar, kemampuan orang yang belajar, besar atau luasnya sasaran, waktu dan fasilitas yang tersedia. Metode pengajaran yang dikenal diantaranya: metode per orangan, kelompok, dan masal. Adapun teknik diantaranya: ceramah, diskusi, demonstrasi, role playing dan lainnya (Guhardja 1979). Tabel 21 menunjukkan berbagai teknik pendidikan gizi yang digunakan. Tabel 21 Sebaran sekolah berdasarkan teknik pendidikan gizi yang digunakan di sekolah Teknik pendidikan gizi Ceramah melalui penyuluhan Konseling gizi Praktek langsung
n 13 6 3
% 100,0 46,2 23,1
Ceramah adalah teknik yang paling banyak digunakan oleh sekolah dalam menyampaikan materi pendidikan gizi. Seluruh sekolah menggunakan ceramah sebagai sarana pendidikan gizi. Penelitian Salmah (1995), tentang keefektivan permainan dan ceramah dalam pendidikan kesehatan menyimpulkan bahwa keduanya dapat meningkatkan pengetahuan yang dimiliki. Akan tetapi ceramah lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan terjadinya perubahan sikap. Hal ini mengindikasikan ceramah melalui penyuluhan gizi
47
dengan sasaran yang besar (masal atau kelompok) lebih dipilih untuk mencapai tujuan pendidikan gizi yang dilakukan. Konseling gizi dilakukan di 46,2% sekolah. Kegiatan konseling ini biasa dilakukan oleh guru, terutama guru BK/BP dan pendidik sebaya yang tergabung dalam ekskul PMR atau PC, setelah sebelumnya menerima pelatihan terkait materi gizi. Adapun praktek langsung dengan pemanfaatan kebun sekolah sebagai upaya pendidikan dan perbaikan gizi siswa dilakukan hanya di 23,1% sekolah. Sekolah yang melakukan praktek langsung tersebut melibatkan partisipasi aktif siswa dalam membuat kebun sekolah, sehingga selain siswa belajar menanam juga mengetahui sumber makanan yang baik bagi kesehatan. c. Alat Pendidikan Gizi Alat pendidikan yang dapat berupa alat peraga sebagai sarana penyampaian materi sangat penting sehingga materi yang disampaikan dapat lebih dipahami oleh sasaran. Alat mengajar sendiri didefinisikan sebagai alat untuk membantu memperluas atau mempertinggi efektifitas dari suatu metode dan teknik mengajar. Guhardja (1979) membagi alat mengajar menjadi empat golongan, yaitu alat-alat ilustrasi yang biasa digunakan saat ceramah, alat-alat penyebar, alat-alat lingkungan dan alat-alat praktek. Adapun alat yang digunakan dalam pendidikan gizi melalui UKS dapat ditampilkan dalam Tabel 22 sebagai berikut, Tabel 22 Sebaran sekolah berdasarkan alat pendidikan gizi yang digunakan di sekolah Alat peraga pendidikan gizi Poster/gambar Mading/kording Buku bacaan Kartu menuju sehat (KMS) Power point (PPT) Brosur Film
n 8 2 12 2 10 3 2
% 61,5 15,4 92,3 15,4 76,9 23,1 15,4
Pendidikan gizi dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media atau alat peraga. Buku bacaan merupakan alat yang paling banyak digunakan sekolah untuk menyampaikan materi gizi, yaitu sebanyak 92,3%. Buku merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki sekolah. Proses pendidikan bagi siswa tak lepas dari peranan buku. Heneman dkk (2008) dalam penelitiannya menggunakan metode Reading Across My Pyramid (RAMP). Pendidikan gizi yang dilakukan dengan metode ini disesuaikan dengan kurikulum
48
dan sumber daya yang ada di sekolah, yaitu keharusan siswa untuk membaca atau dengan kata lain menggunakan buku sebagai media pendidikan gizi. Hal ini terbukti
efektif,
walaupun
tidak
terlalu
signifikan,
akan
tetapi
terdapat
kecenderungan meningkatnya pengetahuan siswa terkait dengan konsumsi pangan dan aktivitas fisik yang baik. Penggunaan slide presentasi (PPT) juga dirasa lebih praktis digunakan oleh 76,9% sekolah. Poster atau gambar digunakan sebagai alat peraga di 61,5% sekolah. Berdasarkan ketiga komponen belajar yang telah disebutkan di atas, keragaan penyelenggaraan pendidikan ini dibagi menjadi tiga kategori. Umumnya penyelenggaraan pendidikan gizi yang dilakukan di sekolah tergolong pada kategori baik, yaitu sebesar 61,5% seperti yang ditunjukkan pada Tabel 23. Jumlah skor rata-rata yang kurang dari 60% mengindikasikan belum optimalnya proses pendidikan gizi yang dilakukan di setiap sekolah. Tabel 23 Statistik dan sebaran sekolah berdasarkan keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi di sekolah Kategori Cukup Baik Baik Sangat Baik Total Rataan ± simpangan baku
n 4 8 1 13
% 30,8 61,5 7,7 100,0 50,5 ± 3,5
Sebaran data sekolah yang ditampilkan pada Tabel 24 menunjukkan bahwa sekolah yang menyelenggarakan pendidikan gizi dengan sangat baik cenderung menggunakan teknik pendidikan yang beragam dengan melibatkan sangat banyak pihak sebagai pelaksana pendidikan serta menggunakan alat peraga sebagai alat penyampai pesan gizi yang sangat beragam. Selain itu sekolah dengan keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi yang baik, memiliki persentase terbesar telah menggunakan teknik pendidikan yang sangat beragam (100%) dan menggunakan alat pendidikan gizi yang sangat beragam pula (80%), serta telah melibatkan pendidik dalam kategori jumlah yang banyak (83,3%). Sedangkan sekolah dengan kategori cukup baik, pada komponen belajar yang diterapkan juga masih tergolong cukup. Teknik pendidikan sebagian besar terkategori cukup beragam (40%), dengan pelibatan pendidik gizi yang juga cukup banyak (60%), serta alat pendidikan yang cukup beragam (75%). Tabel 24 Sebaran sekolah berdasarkan keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi dan tiga komponen belajar
49
Komponen belajar Teknik pendidikan gizi Cukup beragam Beragam Sangat beragam Pendidik gizi Cukup banyak Banyak Sangat banyak Alat pendidikan gizi Cukup beragam Beragam Sangat beragam
Penyelenggaraan pendidikan gizi Cukup baik Baik Sangat baik n % n % n %
n
%
2 2 0
40,0 28,6 0,0
3 4 1
60,0 57,1 100,0
0 1 0
0,0 14,3 0,0
5 7 1
100,0 100,0 100,0
3 1 0
60,0 16,7 0,0
2 5 1
40,0 83,3 50,0
0 0 1
0,0 0,0 50,0
5 6 2
100,0 100,0 100,0
3 1 0
75,0 25,0 0,0
1 3 4
25,0 75,0 80,0
0 0 1
0,0 0,0 20,0
4 4 5
100,0 100,0 100,0
Total
Tingkat Pengetahuan Gizi Siswa Pengetahuan gizi adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali kandungan gizi makanan serta kegunaan zat gizi tersebut dalam tubuh. Pengetahuan gizi ini mencakup proses kognitif yang dibutuhkan untuk menggabungkan
informasi
gizi
dengan
perilaku
makan,
agar
struktur
pengetahuan yang baik tentang gizi dan kesehatan dapat dikembangkan. Pengetahuan gizi seseorang juga dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan bisa menggambarkan kemampuan kognitif dan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka semakin luas tingkat pengetahuan seseorang (Emilia 2008). Pengukuran pengetahuan gizi siswa yang dilakukan menggunakan salah satu dari lima konsep perilaku gizi remaja yang dikemukakan oleh Emilia (2008), dimana pertanyaan yang diajukan terkait akan konsep dasar gizi. Pertanyaan yang banyak dijawab salah oleh siswa terkait konsep dasar gizi adalah mengenai makanan sumber zat besi dan jenis vitamin yang larut dalam air. Pertanyaan ini masing-masing dijawab dengan benar sebanyak 38,5% dan 48,1% siswa. Pertanyaan tentang protein sebagai zat gizi yang berperan sebagai zat pembangun dan pengatur hanya dapat dijawab benar oleh 59,6% siswa. Pertanyaan kurangnya zat besi dapat menimbulkan anemia juga dijawab benar dengan persentase rendah (53,8%). Selain itu pertanyaan rentang usia dapat terjadinya gangguan obesitas hanya dijawab benar oleh 53,8% (Tabel 25).
Tabel 25 Persentase siswa yang menjawab benar terkait konsep perilaku gizi No.
Pertanyaan lima konsep perilaku gizi
n
%
50
Konsep dasar Gizi 1 Istilah lain dari gizi
50
96,2
2
Pengertian ilmu gizi
51
98,1
3
Zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh
50
96,2
4
Zat gizi yang berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur
31
59,6
5
Bahan makanan sumber protein hewani
50
96,2
6
Bahan makanan sumber karbohidrat
37
71,2
7
Zat gizi yang dapat digunakan sebagai sumber energi
41
78,8
8
Makanan sumber serat
50
96,2
9
Fungsi vitamin
51
98,1
10
Bahan makanan sumber vitamin
49
94,2
11
Vitamin yang larut air
25
48,1
12
Struktur jaringan tubuh yang diperkuat oleh Vitamin D dan Ca dapat memperkuat
39
75,0
13
Makanan sumber zat besi
20
38,5
14 15 16
Penyakit akibat kekurangan zat besi Susunan menu makanan yang bergizi seimbang Penyakit akibat konsumsi makanan dan minuman yang tidak bersih Periode usia dimana fungsi pertumbuhan masih berlangsung Periode usia dapat terjadinya gangguan obesitas
28 50 51
53,8 96,2 98,1
39 28
75,0 53,8
17 18 19
Penyimpanan zat gizi dalam tubuh akibat konsumsi energi yang berlebihan
39
75,0
20
Banyaknya air yang sebaiknya diminum setiap hari
47
90,4
Hal ini mengindikasikan kurangnya pengetahuan gizi siswa terkait aplikasi pemanfaatan zat gizi dalam tubuh untuk kehidupan keseharian. Rendahnya pengetahuan siswa terkait informasi anemia gizi besi, yang ditunjukkan dengan rendahnya persentase pertanyaan mengenai zat besi dan anemia yang dijawab benar, dapat menjadi salah satu kecenderungan masih banyaknya kasus anemia gizi besi di usia remaja. Depkes (2007) menyebutkan prevalensi anemia defisiensi besi pada anak usia sekolah di Indonesia sebesar 47,5% dan 57,5% terjadi pada anak usia 10-14 tahun yang rata-rata merupakan usia anak sekolah lanjutan tingkat pertama. Anak usia sekolah lanjutan, yang merupakan periode remaja sangat membutuhkan pengetahuan gizi yang baik dalam upaya mencegah terjadinya berbagai masalah gizi dan kesehatan di kemudian hari. Remaja umumnya menyukai sesuatu yang baru dan mudah terpengaruh oleh lingkungannya
51
sehingga cenderung berani mengambil risiko tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang akan dampak yang ditimbulkan bagi kesehatannya. Karenanya pengetahuan yang baik terutama gizi diharapkan menjadi suatu benteng terhadap masalah gizi yang umum diderita oleh remaja, seperti gizi kurang dan gizi lebih. Tingkat pengetahun gizi siswa SMP Kota Depok, relatif berada pada kategori sedang (51,9%) dan tinggi (42,3%), seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut, Tabel 26 Statistik dan sebaran siswa berdasarkan tingkat pengetahuan gizi siswa Kategori
n % 3 5,8 27 51,9 22 42,3 52 100,0 79,4 ± 10,5
Rendah Sedang Tinggi Total Rataan ± simpangan baku
Tabel 27 menunjukkan bahwa, berdasarkan karakteristik siswa menurut jenis kelamin, umumnya siswa berjenis kelamin baik laki laki maupun perempuan memiliki tingkat pengetahuan gizi yang sedang, masing-masing sebanyak 46,2% dan 53,8%. Siswa berjenis kelamin perempuan memiliki skor rata-rata tingkat pengetahuan gizi yang lebih baik dibanding laki-laki. Tabel 27 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik dan tingkat pengetahuan gizi siswa Karakteristik siswa Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Usia (tahun) 12 13 14
Tingkat pengetahuan gizi siswa Rendah Sedang Tinggi n % n % n %
n
%
2 1
15,4 2,6
6 21
46,2 53,8
5 17
38,5 43,6
13 39
100,0 100,0
76,2 ± 14,0 80,5 ± 9,0
0 3 0
0,0 6,8 0,0
3 24 0
42,9 54,5 0,0
4 17 1
57,1 38,6 100,0
7 44 1
100,0 100,0 100,0
82,1 ± 9,1 78,6 ± 10,6 95,0 ± 0,0
Total
Rataan ± simpangan baku
Berdasarkan karakteristik usia, persentase terbesar siswa berusia 12 tahun memiliki tingkat pengetahuan gizi yang tinggi, sebanyak 57,1%. Sedangkan siswa dengan usia 13 tahun umumnya memiliki tingkat pengetahuan gizi yang sedang (54,5%). Adapun sebanyak 100% siswa berusia 14 tahun memiliki tingkat pengetahuan gizi yang tinggi. Skor rata-rata tingkat pengetahuan gizi tertinggi dimiliki oleh kategori siswa berusia 14 tahun sedangkan yang terendah oleh siswa berusia 13 tahun.
52
Hubungan Antar Variabel Hubungan Keragaan UKS dengan Keragaan Penyelenggaraan Pendidikan Gizi di Sekolah Data pada Tabel 28 menunjukkan bahwa sekolah dengan keragaan UKS yang sangat baik telah menyelenggarakan pendidikan gizi dengan sangat baik pula, dengan persentase terbesar yaitu 100%. Sebanyak 75% sekolah yang tergolong memiliki keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi cukup baik, memiliki keragaan UKS yang cenderung cukup baik. Uji korelasi Pearson menunjukkan keragaan UKS dan penyelenggaraan pendidikan gizi memiliki hubungan
yang
signifikan
(p=0,011,
r=0,677).
Semakin
baik
keragaan
penyelenggaraan pendidikan gizi yang dilakukan di sekolah maka cenderung semakin baik pula keragaan UKS yang dilaksanakan. Keeratan hubungan antara keduanya tergolong kuat. Tabel 28 Sebaran sekolah berdasarkan keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi di sekolah Keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi Cukup baik Baik Sangat baik
Cukup baik n % 3 75,0 4 50,0 0 0,0
Keragaan UKS Baik n % 1 25,0 2 25,0 0 0,0
UKS
Sangat baik n % 0 0,0 2 25,0 1 100,0
dan
keragaan Total n 4 8 1
% 100,0 100,0 100,0
Pendidikan gizi adalah salah satu program yang dilaksanakan sekolah melalui UKS yang secara umum merupakan rangkaian dari pendidikan kesehatan, salah satu komponen program pokok UKS (TRIAS UKS). Pendidikan gizi salah satu upaya dalam perbaikan status gizi siswa. Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi Siswa dengan Keragaan UKS dan Keragaan Penyelenggaraan Pendidikan Gizi di Sekolah Tingkat pengetahuan gizi yang tinggi, persentase terbesar dimiliki oleh sekolah dengan keragaan UKS yang cukup baik (54,5%). Sedangkan tingkat pengetahuan gizi siswa yang rendah, terdapat pada sekolah dengan keragaan UKS yang sangat baik (16,7%). Pelaksanaan UKS bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan siswa. Beberapa program tidak secara langsung berhubungan dengan tingkat pengetahuan gizi siswa. Adapun salah satu program yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan gizi siswa adalah dengan pendidikan kesehatan yang dilakukan melalui upaya penyelenggaraan pendidikan gizi di sekolah. Tabel 29 Sebaran sekolah berdasarkan tingkat pengetahuan gizi siswa, keragaan UKS dan keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi di sekolah
53
Keragaan UKS Cukup baik Baik Sangat baik Keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi Cukup baik Baik Sangat baik
Tingkat pengetahuan gizi siswa Rendah Sedang Tinggi n % n % n %
Total
Rataan ± simpangan baku
n
%
1 0 2
3,0 0,0 16,7
14 6 7
42,4 85,7 58,3
18 1 3
54,5 14,3 25,0
33 7 12
100,0 100,0 100,0
81,1 ± 10,5 76,4 ± 5,6 76,7 ± 12,3
1 2 0
5,0 7,4 0,0
9 16 2
45,0 59,3 40,0
10 9 3
50,0 33,3 60,0
20 27 5
100,0 100,0 100,0
81,0 ± 10,1 77,2 ± 11,2 85,0 ± 5,0
Persentase terbesar tingkat pengetahuan gizi siswa yang tinggi, sebesar 60% terdapat pada sekolah dengan keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi yang baik. Adapun tingkat pengetahuan gizi yang rendah, persentase terbesar juga dimiliki oleh sekolah dengan penyelenggaraan pendidikan gizi yang tergolong baik (7,4%). Upaya peningkatan pengetahuan gizi melalui sekolah dapat dicapai dengan proses pendidikan gizi yang berjalan secara efektif. Heneman dkk (2008) melalui penelitiannya berasumsi bahwa pembelajaran kesehatan yang diberikan memerlukan setidaknya 15 jam pertemuan dalam meningkatkan pengetahuan anak. Adapun pendidikan gizi di sekolah yang dilakukan secara ekstrakurikuler hanya diberikan dalam rentang waktu 2 jam. Peningkatan pengetahuan yang lebih besar dan signifikan mungkin dapat dicapai bila intervensi dilakukan secara menyeluruh dengan memberikan seluruh materi yang sesuai dengan kurikulum dan waktu pelaksanaannya. Peningkatan pengetahuan gizi siswa tidak hanya dapat dilakukan melalui pendidikan gizi yang dilakukan di sekolah. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa baik tingkat pengetahuan gizi yang tinggi maupun rendah dimiliki sekolah dengan keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi yang baik, mengindikasikan adanya faktor lain yang memperngaruhi tingkat pengetahuan gizi siswa selain dari proses pendidikan di sekolah. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut. Pada usia remaja tekanan dari teman sebaya lebih mendominasi dalam perilaku gizi (Contento 2007). Akan tetapi lebih kuat dari pada itu, sebenarnya lingkungan keluarga melalui hubungan dengan orang tua, kakak-adik, dan tetangga dapat lebih berpengaruh dan merupakan salah satu faktor yang dapat menambah pengetahuan seseorang (Syarief 1988). Hal ini selaras dengan hasil penelitian Setiawati (2006) tentang peran teman sebaya dalam meningkatkan pengetahuan
siswa,
ternyata
tidak
memiliki
hubungan
yang
signifikan.
Lingkungan keluarga atau orang tua lebih menentukan. Selain itu media
54
komunikasi juga sangat berperan dalam meningkatkan pengetahuan gizi siswa (Suhardjo 1989).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
55
Penelitian terhadap 13 sekolah SMP Negeri Kota Depok diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebanyak 53,8% sekolah memiliki keragaan UKS yang masih tergolong cukup baik. Hal ini menunjukkan pelaksanaan UKS yang belum optimal. Keragaan UKS dinilai dari pelaksanaan tiga program pokok UKS (TRIAS UKS) yang meliputi pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sekolah sehat. Setiap program pokok tersebut dinilai berdasarkan kriteria strata UKS yang telah dimodifikasi. a. Pendidikan kesehatan yang dilaksanakan sebagian besar terkategori baik (53,8%). Umumnya dalam pelaksanaannya, sekolah yang tergolong cukup baik (7,7%) terkendala dalam hal pelaksanaan pendidikan kesehatan secara ekstrakurikuler dan kurangnya pelibatan peran aktif pendidik sebaya sebagai salah satu penyampai informasi kesehatan. b. Pelayanan kesehatan relatif tersebar merata pada masing-masing kategori. Hal ini karena pelayanan kesehatan yang dilakukan di sekolah hampir seragam. Seluruh sekolah telah melaksanakan pelayanan kesehatan dasar (kegiatan P3K dan P3P). Sekolah dengan kategori sangat baik (38,5%) telah lebih unggul dalam melakukan kegiatan pemeriksaan dan pemantauan status kesehatan siswa, termasuk status gizi. c. Pembinaan lingkungan sekolah sehat memiliki kriteria yang paling banyak, umumya telah dilaksanakan dengan baik (61,5%). Sekolah dengan kategori sangat baik (23,1%) telah mengoptimalkan kebun dan kantin sekolah, terutama sebagai salah satu sarana pembelajaran siswa. 2. Pendidikan gizi dinilai dari komponen belajar yang terdiri atas pendidik, metode dan teknik pendidikan, dan alat pendidikan yang digunakan. Pendidik gizi yang banyak berperan dalam melakukan pendidikan gizi di sekolah adalah Puskesmas (92,3%), guru (69,2%), dan peer group (61,5%). Teknik yang paling banyak digunakan adalah ceramah melalui penyuluhan (100%), disamping konseling gizi (46,2%) dan praktek langsung dengan berkebun (23,1%). Adapun alat pendidikan yang sering digunakan
adalah
buku
(92,3%),
slide
presentasi
(76,9%),
dan
poster/gambar (61,5%) untuk mempermudah penyampaian informasi gizi
56
kepada
siswa.
Sekolah
berdasarkan
keragaan
penyelenggaraan
pendidikan gizi, sebagian besar termasuk dalam kategori baik (61,5%). 3. Tingkat pengetahuan gizi siswa terkategori sedang (51,9%) dan tinggi (42,3%). Adapun pengetahuan gizi perempuan lebih baik dibanding lakilaki. 4. Uji hubungan menunjukkan terdapat hubungan positif antara keragaan UKS dengan penyelenggaraan pendidikan gizi (p=0,011, r=0,677). Semakin baik keragaan UKS maka semakin baik pula keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi yang dilakukan. Adapun antara keragaan UKS dan keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi dengan tingkat pengetahuan gizi cenderung tidak menunjukkan adanya hubungan. Saran Pelaksanaan UKS sebagai sarana pembinaan pendidikan dan kesehatan di sekolah merupakan sesuatu yang sangat baik dalam upaya pembentuk budaya hidup sehat siswa, akan tetapi penerapannya belum optimal. Diperlukan suatu
upaya
multisektoral
dengan
pelibatan
berbagai
pihak
untuk
mengoptimalkan peran UKS sebagai peningkat derajat kesehatan siswa. Penelitian ini merupakan langkah awal dalam melihat potensi UKS melalui keragaannya, sehingga perlu diteliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksaaan UKS, penyelenggaraan pendidikan gizi, dan tingkat pengetahuan gizi siswa. Selain itu penelitian tentang penyelenggaraan pendidikan gizi yang mudah dan efektif diterapkan di sekolah sangat perlu untuk dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
57
Adhistiana R. 2009. Studi tentang identifikasi muatan gizi dalam mata pelajaran serta pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi anak sekolah dasar. [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ahmad S. 2005. Menggalakkan kembali usaha kesehata sekolah [terhubung berkala]. http://www.suarakarya-online.com. [11 Desember 2010]. Ali M. 2009. Peningkatan implementasi program usaha kesehatan sekolah di madrasah [terhubung berkala]. http://m-ali.net. [11 Desember 2010]. Anonim. 2009. Tinjauan usaha kesehatan sekolah [terhubung berkala]. http://tutorialkuliah.blogspot.com. [4 Agustus 2010]. Azrimaidaliza, Azkha N, Djafri D, Mangguang MD. 2009. Pembinaan usaha kesehatan sekolah di SMP Negeri 22 Padang tahun 2009 [terhubung berkala]. http://repository.unand.ac.id. [11 Desember 2010]. Baliwati YF dan Sunarti E. 1995. Diktat Penyuluhan Gizi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Contento IR. 2007. Nutrition Education, Linking Research, Theory, and Practice. United States: Jones and Bartlett Publishers. Depkes. 2003. Pedoman untuk Tenaga Kesehatan Usaha Kesehatan Sekolah di Tingkat Sekolah Lanjutan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Depkes. 2007. Pedoman untuk Tenaga Kesehatan Usaha Kesehatan Sekolah di Tingkat Sekolah Lanjutan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Depkes 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Effendi U. 2001. Analisis perencanaan kegiatan program UKS melalui peranan tim pembina UKS Kota Bandung tahun 2000. [tesis]. Depok: Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Effendi YH, Atmojo SM, Subandriyo VU, Rustiawan A. 1993. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Emilia E. 2008. Pengembangan alat ukur pengetahuan. sikap. dan praktek gizi pada remaja. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Guhardja S. 1979. Diktat Pendidikan Gizi. Bogor: Departemen Ilmu Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hasbullah. 1997. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
58
Heneman K, Junge SK, Cherr SZ. 2008. Reading across my pyramid. a nutrition and health education curriculum. increases the health behavior knowledge of lower elementary students. Journal of Child Nutrition & Management. Julistia N. 2006. Pengembangan aplikasi praktis UKS (uji coba di Puskesmas Sukasari Kota Tanggerang). [tesis]. Depok: Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Khumaidi M. 1989. Gizi Masyarakat. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Kwartantiyono AD. 2007. Studi tentang sarana dan prasarana usaha kesehatan sekolah (UKS) di SMP negeri se-kecamatan Singosari. [skripsi]. Malang: Program Studi Pendidikan Jasmani, Jurusan Ilmu Keolahragaan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang. Muflihati A. 2005. Pelaksanaan program pendidikan kesehatan reproduksi remaja berbasis sekolah (studi kasus program penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi remaja di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta). [tesis]. Depok: Program Pascasarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Mursyid H. 2003. Pelaksanaan program usaha kesehatan sekolah di dinas kesehatan pemerintah Kota Medan [terhubung berkala]. http://library.usu.ac.id. [20 Juni 2010] Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Pranadji DK. 1989. Diktat Pendidikan Gizi (Proses Belajar Mengajar). Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi Antrpometri. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Salmah S. 1995. Pengaruh metoda permainan dan ceramah dalam pendidikan kesehatan reproduksi (suatu studi kasus pada siswa SMP Negeri 13 Jakarta tahun 1995). [tesis]. Depok: Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
59
Santoso M. 2010. Program pendidikan dalam mendukung kesehatan. [makalah seminar]. Boyolali: Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga. Setiawati NNE. 2006. Persepsi remaja tentang peran teman sebaya terhadap pengetahuan gizi, preferensi, dan kebiasaan makan serta konsumsi pangan dan status gizi remaja di SMP Negeri 1 Bogor. [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soekanto S. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. Sutoyo IS. 2010. Indikator kualitas remaja dan faktor-faktor mempengaruhinya. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.
yang
Syarief H dkk. 1988. Model Pedidikan Gizi Sekolah Dasar. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [Tim Pembina UKS]. 2004. Pedoman Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) untuk Guru di Jawa Barat. Bandung: Tim Pembina UKS Provinsi Jawa Barat. Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
60
LAMPIRAN
61
Lampiran 1
Kuesioner penelitian
Kuesioner Penelitian Sekolah
ANALISIS KERAGAAN USAHA KESEHATAN SEKOLAH (UKS) DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN GIZI DI SEKOLAH SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI SISWA SMP NEGERI KOTA DEPOK
Nama Sekolah Alamat Sekolah
: ............................................................... : ............................................................... ............................................................... ............................................................... Tanggal Wawancara : ...............................................................
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
62
a. Keragaan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Beri tanda silang (X) pada kolom ”Ada/Tidak” sesuai dengan masingmasing pernyataan yang didapat berdasarkan hasil wawancara atau pengamatan pada UKS di tiap sekolah. Kode A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11
Kode B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13
Pendidikan kesehatan Pernyataan Guru membuat rencana pembelajaran pendidikan kesehatan Ada buku pegangan guru tentang pendidikan kesehatan Ada buku bacaan pendidikan kesehatan Pendidikan jasmani dan kesehatan dilaksanakan secara ekstrakurikuler. Melalui, sebutkan ……… (ex. Ekskul OR, PMR/KKR, OSIS, dll) Memiliki guru BK/BP Memiliki guru Pembina UKS Memiliki guru Pembina UKS terlatih Memiliki media pendidikan kesehatan (poster dan lain-lain) Adanya pendidikan kesehatan remaja (a.l kespro dan napza) dalam ekstrakurikuler Adanya peran aktif “pendidik sebaya”/”konselor sebaya” dalam Pendidikan Kesehatan Adanya program kemitraan pendidikan kesehatan dengan instansi terkait (Puskesmas, Kepolisian, PMI, dll)
Ada
Tidak
Ket
Ada
Tidak
Ket
Pelayanan kesehatan Pernyataan Kegiatan P3K dan P3P Pengukuran BB dan TB Penjaringan/pemeriksaan kesehatan Pemeriksaan kesehatan berkala tiap 6 bulan termasuk TB dan BB Ada pencatatan hasil pemeriksaan kesehatan dan pengukuran TB dan BB pada buku/KMS remaja Ada rujukan bagi yang memerlukan Dilaksanakan penyuluhan kesehatan remaja Ada kader kesehatan remaja (KKR) Ada kader kesehatan remaja (KKR) yang terlatih Pelayanan konseling kesehatan remaja Konseling kesehatan remaja oleh “pendidik sebaya”/”konselor sebaya” Ada kegiatan forum komunikasi/diskusi kelompok terarah dari “pendidik sebaya”/”konselor sebaya” Dana sehat/dana UKS
63
Kode C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11 C12 C13 C14 C15 C16 C17 C18 C19 C20 C21 C22 C23 C24 C25 C26 C27 C28 C29 C30 C31 C32 C33 C34 C35 C36 C37 C38 C39 C40 C41 C42 C43
Pembinaan lingkungan sekolah sehat Pernyataan Ada air bersih Ada air bersih yang memenuhi syarat kesehatan (tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau) Ada tempat cuci tangan Ada tempat cuci tangan di beberapa tempat dengan air mengalir/kran dan dilengkapi sabun Ada WC/jamban yang berfungsi dengan baik Ada jamban/WC siswa dan guru yang memenuhi syarat kesehatan dan kebersihan (tidak berbau, ada ventilasi, cukup penerangan, kedap air, tidak licin, tidak ada genangan air dan tidak ada nyamuk/jentik nyamuk) Melakukan 3 plus, 1 kali seminggu Ada tempat sampah Ada tempat sampah di tiap kelas Pemisahan sampah organik dan non-organik Ada halaman/pekarangan/lapangan Ada halaman yang cukup luas untuk upacara dan berolahraga Memiliki pagar aman Ada penghijauan dan perindangan Ada pagar yang aman dan indah Ada taman/kebun sekolah/toga Ada taman/kebun sekolah yang dimanfaatkan dan diberi label (untuk sarana belajar) Ada pengolahan hasil kebun sekolah Memiliki ruang ibadah Memiliki kantin/warung sekolah Pengawasan terhadap warung/kantin sekolah Adanya pengawasan kantin/warung sekolah secara rutin Ada tempat cuci peralatan masak/makan dengan air yang mengalir, petugas kantin/warung sekolah bersih dan sehat Ada menu gizi seimbang di kantin/warung sekolah dan petugas kantin/warung sekolah yang terlatih Memiliki ruang konseling Ada poster bahaya rokok Ada poster bahaya narkoba Ada pojok UKS Memiliki ruang UKS dengan peralatan : Tempat tidur Timbangan BB Alat ukur TB Snellen chart Kotak P3K dan obat-obatan Lemari obat Buku rujukan Kartu Menuju Sehat (KMS) Poster-poster Jadwal piket Tempat cuci tangan/wastafel Data angka kesakitan murid Peralatan gigi, unit gigi Contoh model organ tubuh, rangka
Ada
Tidak
Ket
64
b. Keragaan Pelaksanaan Pendidikan Gizi Siswa Jawablah pertanyaan dibawah ini berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan. 1. Pendidikan gizi dilaksanakan secara ekstrakurikuler melalui. o Penyuluhan o Konseling gizi o Praktek langsung o Lainnya. sebutkan ……………… Materi :
Pelaksana :
Guru :
Peer group :
Instansi terkait* :
Alat Peraga** :
Keterangan (*) dapat diisi dengan 1. Puskesmas 2. Tenaga medis/paramedis 3. Organisasi kepemudaan 4. Kelompok profesi 5. Organisasi sosial lain (**) dapat diisi dengan 1. Poster/gambar 2. Mading/kording 3. Buku bacaan 4. Flipchart 5. Food model 6. Kartu Menuju Sehat (KMS)
Kuesioner Penelitian Siswa
65
ANALISIS KERAGAAN USAHA KESEHATAN SEKOLAH (UKS) DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN GIZI DI SEKOLAH SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI SISWA SMP NEGERI KOTA DEPOK
Nama Umur Sekolah/Kelas Telepon/Hp Tanggal Pengisian
: ....................................................JK : L/P : ............................................................... : ............................................................... : ............................................................... : ...............................................................
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 Pilih dan berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban A. B. C. atau D. yang anda anggap benar untuk setiap pertanyaan berikut.
66
1. Istilah lain dari gizi adalah … a. Defisiensi b. Nutrisi c. Epilepsi d. Tidak tahu 2. Ilmu gizi adalah … a. Ilmu yang mempelajari tentang makanan yang mengandung unsur-unsur gizi yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia b. Ilmu yang mempelajari tentang segala zat yang dapat dimakan c. Ilmu yang mempelajari 4 sehat 5 sempurna d. Tidak tahu 3. Pada saat pertumbuhan tubuh banyak memerlukan zat gizi. pada usia berapakah fungsi pertumbuhan itu masih berlangsung … a. 0 – 35 tahun b. 0 – 20 tahun c. 0 – 18 tahun d. Tidak tahu 4. Zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh terdiri dari … a. Karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral b. Karbohidrat dan protein c. Vitamin d. Tidak tahu 5. Manakah dari kelompok menu makanan di bawah ini yang merupakan susunan menu yang bergizi … a. Nasi, ikan, sayur asem, buah jeruk b. Burger dan susu c. Nasi, tempe, ayam goreng d. Tidak tahu 6. Zat gizi yang berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur adalah … a. Karbohidrat b. Protein c. Lemak
d. Tidak tahu 7. Manakah jenis makanan yang banyak mengandung zat gizi protein hewani … a. Kacang-kacangan, tempe, tahu b. Daging, ikan, telur, susu c. Bayam, jeruk, apel, susu d. Tidak tahu 8. Bahan makanan yang paling banyak mengandung karbohidrat … a. Beras, daging, kentang b. Jagung, ubi, beras c. Tomat, jagung, sagu d. Tidak tahu 9. Zat gizi yang dapat digunakan sebagai sumber energi adalah … a. Karbohidrat, lemak, mineral b. Protein, lemak, vitamin c. Karbohidrat, lemak, protein d. Tidak tahu 10. Konsumsi energi yang berlebihan akan disimpan dalam bentuk … a. Tenaga b. Energi c. Lemak d. Tidak tahu 11. Gangguan obesitas dapat terjadi pada … a. Balita, remaja b. Remaja, dewasa c. Balita, remaja, dewasa d. Tidak tahu
12. Makanan yang mengandung serat adalah … a. Daging b. Telur c. Buah dan sayur d. Tidak tahu 13. Fungsi vitamin adalah … a. Untuk menetralisir bahan makanan dalam tubuh b. Untuk membuat rasa kenyang
67
c. Untuk mencegah kegemukkan d. Tidak tahu 14. Bahan makanan yang paling banyak mengandung vitamin … a. Sayur-sayuran dan lauk pauk b. Sayur-sayuran dan buahbuahan c. Buah-buahan yang berwarna kuning d. Tidak tahu
20. Makanan dan minuman yang tidak bersih dapat mengakibatkan … a. Malaria b. Diare c. Cacar d. Tidak tahu
15. Vitamin yang larut air adalah … a. A, D, E, K b. B dan C c. B, C, E, K d. Tidak tahu 16. Vitamin D dan Ca dapat memperkuat struktur jaringan tubuh, yaitu … a. Tulang dan jantung b. Tulang dan gigi c. Tulang dan otot d. Tidak tahu 17. Sumber zat besi pada makanan adalah … a. Nasi, singkong b. Daging, telur c. Buah-buahan d. Tidak tahu 18. Bila tubuh mengalami kekurangan zat besi, maka akan timbul penyakit … a. KEP b. Marasmus c. Anemia d. Tidak tahu 19. Berapa banyak air sebaiknya diminum setiap hari … a. 3 gelas b. 5 gelas c. 8 gelas d. Tidak tahu Lampiran 2 Dokumentasi kegiatan penelitian
68
Keadaan lingkungan sekolah
69
Media pendidikan kesehatan
70
Peralatan dan perlengkapan pelayanan kesehatan