DINAMIKA POLITIK TATA RUANG PERKOTAAN DI JAKARTA: STUDI KASUS PENATAAN PERMUKIMAN WADUK PLUIT 2013-2014 Jamalianuri, Chusnul Mar’iyah Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia jamalianuri@ui,ac,id
ABSTRAK Skripsi ini menjelaskan mengenai politik perkotaan dengan melihat relasi kuasa antara pemerintah provinsi DKI Jakarta dan warga dengan studi kasus penataan permukiman di Waduk Pluit. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif. Penataan Waduk Pluit menjadi program penanganan banjir di DKI Jakarta harus merelokasi warga bantaran Waduk Pluit ke rumah susun yang disediakan pemerintah untuk diubah menjadi ruang terbuka hijau. Penataan Waduk Pluit melibatkan partispasi warga yang bergerak bersama Urban Poor Consortium (UPC) dan Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) untuk melakukan penataan permukiman dengan membangun rumah susun yang dekat dengan Waduk Pluit. Skripsi ini menggunakan teori urban regime untuk menganalisis relasi kuasa antara pemprov dengan warga dan konsep partisipasi warga. Hasil temuan dari skripsi ini adalah pemerintah membuka ruang bagi adanya kerjasama dengan warga dan adanya partisipasi warga dalam tahap desain penataan permukiman di Waduk Pluit. Kata kunci: Politik Perkotaan, Penataan Permukiman di Waduk Pluit, Urban Regime, Partisipasi Warga.
ABSTRACT This undergraduate thesis explains urban politics and power relations between Jakarta government and its citizen, with a case study on settlement planning in Pluit Reservoir. This research uses qualitative methodology. The planning of Pluit Reservoir is one of the government programs to overcome flood and to create open green space. According to that goal, the government relocates the Pluit Reservoir’s residents to the government flats. The planning involves citizens as well as Urban Poor Consortium and Network of Urban Poor People to plan and to build flats near the Pluit Reservoir. This research uses urban regime theory and participation concept to analyze the power relations between the government and the citizen. This research finds that the local government open citizens’ participation and space to work together in the level of settlement planning design in Pluit Reservoir. Key Words: Urban Politics, Settlement Planning in Pluit Reservoir, Urban Regime, Citizen Participation.
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
Pendahuluan Pertumbuhan
penduduk
dan
peningkatan
aktivitas
ekonomi
setiap
waktu
membutuhkan peningkatan kebutuhan akan ruang.1 Namun, pemanfaatan ruang khususnya di perkotaan seringkali menimbulkan konflik, terutama antara kebutuhan akan permukiman, kepentingan komersil, dan ruang publik. Selama puluhan tahun, pembangunan kota Jakarta mengabaikan pentingnya ketersediaan
ruang
publik yang memadai bagi warga. James
Siahaan (2010) menyatakan bahwa kecenderungan terjadinya penurunan kuantitas ruang publik, terutama RTH pada 30 tahun terakhir sangat signifikan.2 Menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang publik dapat berupa RTH atau Ruang Terbuka Non Hijau Publik yang secara institusional harus disediakan oleh pemerintah di dalam peruntukan lahan di kota-kota Indonesia.3 Ruang perkotaan merupakan barang langka dan menjadikan akses warga untuk mendapatkan lahan yang murah di perkotaan menjadi sulit karena harga tanah yang mahal. Akibatnya, banyak warga miskin yang mengisi ruang-ruang yang dianggap tidak terpakai seperti bantaran sungai, waduk, sepanjang jalur kereta api, dan kolong-kolong jalan juga jembatan. Penataan ruang seringkali bersinggungan dengan permasalahan permukiman warga yang harus dikorbankan sehingga hak mereka atas perumahan yang layak menjadi tersingkirkan. Sulitnya akses warga untuk mendapatkan permukiman membuat warga miskin menempati ruang-ruang terbuka di perkotaan. Pergantian kepemimpinan dengan terplihnya Joko Widodo sebagai gubernur Jakarta pada tahun 2012 membawa perubahan yang diharapkan dapat mengubah kebijakan ruang perkotaan di Jakarta. Berbagai kebijakan terkait tata ruang mulai muncul seperti pembenahan sarana dan prasarana transportasi umum, rehabilitasi sungai dan waduk, relokasi pedagang kaki lima, pembenahan taman, pembangunan rumah susun, dan lain-lain. Pada APBD DKI Jakarta 2013, salah satu program unggulan dari pemerintah DKI Jakarta adalah pembangunan dan pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pemerintahan Joko Widodo mulai membangun sejumlah taman sebagai RTH dan daerah resapan air di berbagai titik, seperti di Waduk Pluit. Waduk tersebut menjadi bagian dari proyek 1
Bambang Susantono, Strategi dalam Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah, Jakarta: Kata Hasta Pustaka, 2009, hlm. 81. 2 Roswidyatmoko Dwihatmojo, “Ruang Terbuka Hijau yang Semakin Terpinggirkan”, Badan Informasi Geospasial (BIG), hlm. 1. 3 James Siahaan, “Ruang Publik: Antara Harapan dan Kenyataan”, http://www.penataanruang.net/bulletin/upload/data_artikel/edisi4c.pdf, diakses pada 29 Januari 2014 pukul 15.09 WIB.
2
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
pengendalian banjir dan penghijauan kota. Waduk Pluit terletak di Penjaringan, Jakarta Utara. Insiden banjir besar di kawasan Pluit pada Januari 2013 membuat pemerintah provinsi DKI Jakarta memutuskan dan bertindak tegas untuk menata Waduk Pluit agar waduk dapat berfungsi sebagai penampung air. Selain itu, Waduk Pluit merupakan salah satu waduk terbesar di Jakarta yang memiliki luas mencapai 80 hektar. Namun, luasan waduk tersebut berkurang menjadi sekitar 65 hektar karena adanya okupasi oleh warga dengan mendirikan permukiman. Untuk melakukan penataan terhadap Waduk Pluit, maka pemerintah provinsi DKI Jakarta melakukan upaya untuk melakukan pembebasan lahan dan merelokasi warga yang tinggal di bantaran waduk. Kebijakan menggeser warga Waduk Pluit dan merelokasi warga ke rumah susun dapat memicu konflik yang besar jika tidak disertai dengan solusi yang menguntungkan bagi warga. Terkait penataan tersebut, terdapat warga yang bergerak bersama Urban Poor Consortium (UPC) dan Jaringan Masyarakat Miskin Kota (JRMK), bekerjasama dengan Ruang Jakarta Center for Urban Studies (RCUS), arsitek UI, dan arsitek komunitas Jogja, yang menolak kebijakan untuk merelokasi warga ke rumah susun yang jauh dari tempat mereka selama ini tinggal. Menurut mereka, hal tersebut tidak menyelesaikan persoalan sampai ke akar masalah. Maka, mereka menawarkan konsep alternatif dalam melakukan penataan permukiman di Waduk Pluit dengan membangun permukiman warga yang sesuai dengan keinginan warga di Waduk Pluit yaitu dengan membangun rumah susun yang dekat dengan tempat tinggal mereka selama ini dan menggunakan desain yang berasal dari partisipasi warga. Jurnal ini merupakan naskah ringkas dari skripsi penulis dengan judul ‘Dinamika Politik Tata Ruang Perkotaan di Jakarta Pada Masa Pemerintahan Joko Widodo: Studi Kasus Penataan Permukiman di Waduk Pluit (2013-2014)’. Penelitian ini bermaksud untuk melihat proses politik yang terjadi selama pemerintahan Joko Widodo terkait penataan permukiman di Waduk Pluit, khususnya terkait proses yang dilakukan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta bersama warga dan UPC-JRMK. Penelitian ini ingin melihat bagaimana kepentingan pemerintah provinsi dan warga bisa disatukan ketika terjadi adanya peluang dan kesempatan untuk bekerja sama dalam membangun permukiman warga warga miskin kota yang tinggal di bantaran Waduk Pluit. Penelitian ini ingin menjawab bagaimana dinamika politik dan relasi kuasa antara pemerintah provinsi DKI Jakarta dengan warga dalam penataan permmukiman di Waduk Pluit. 3
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
Urban Regime
Teori Rejim muncul menjadi bagian dari studi perkotaan pada pertengahan tahun
1980an.4 Teori ini melihat hubungan yang terjadi antara aktor pemerintah dan aktor non pemerintah yang ada di perkotaan. Teori Rejim yang mensyaratkan hadirnya sebuah interaksi kerjasama antara pemerintah dan elemen non-pemerintahan dalam setiap wacana pembangunan perkotaan, menjadi sebuah acuan bagi keluarnya sebuah kebijakan perkotaan yang dikeluarkan oleh pemerintah kota agar mampu mengakomodasi segala kepentingan yang ada.5 Stone percaya bahwa bisnis merupakan kepentingan privat yang paling penting yang harus dijadikan pemerintah sebagai partner rejim.6 Namun, rejim merupakan suatu bentuk kerjasama informal yang saling bekerjasama antara kepentingan privat dan kepentingan pemerintah dalam proses membuat dan mengimplementasi kebijakan. Menurut teori ini, pemerintah membuat kebijakan berupa kepedulian yang bisa jadi sangat memihak warga namun di sisi lain juga bisa memihak pada kepentingan ekonomi. Rejim perkotaan yang efektif harus menggabungkan kapasitas antara aktor pemerintah yang biasanya berasal dari partai-partai politik dengan aktor non pemerintah dengan tujuan pemberdayaan. Menurut Stone, rejim bisa diartikan sebagai kelompok informal yang stabil yang memiliki akses pada sumberdaya lembaga dan memungkinkannya untuk memiliki peran dalam pembuatan keputusan pemerintah. Analisis rejim lebih mengedepankan kerjasama yang terjaga keberlangsungannya dan menjaga hubungan solidaritas, loyalitas, kepercayaan, dan saling mendukung dibandingkan dengan daya tawar hirarkis. Teori rejim perkotaan seringkali dikaitkan dengan aktor informal berupa kelompok bisnis dengan aktor formal yaitu pemerintah. Namun, penggunaan teori rejim ini tidak harus berkaitan dengan aktor bisnis namun juga bisa berupa aktor-aktor informal lainnya yang tidak memiliki latar belakang bisnis. Hal ini disampaikan oleh Gerry Stoker For actors to be effective regime partners two characteristics seem especially appropriate: first possession of strategis knowledge of social transactions and a capacity to act on that knowledge; and second, control of resources that make on an attractive coalition partner.7 4
David Judge et all. Theories of Urban Politics. London: Sage Pubication, 1998, hlm. 54 Allan Darmawan, Konstalasi Politik Kota Dalam Kebijakan Reklame di Surabaya, Surabaya: FISIP UNAIR. 6 Ronal K. Vogel (ed), Handbook of Research on Urban Politics and Policy in the United States, London: Greenwood Press, 1997, hlm. 7. 7 Clarence N. Stone, “Looking Back to Look Forward: Reflection on Urban Regime Analysis”, Urban Affair Review, Vol. 40 No. 3 January 2005, 309-341, hlm. 313, http://uar.sagepub.com/content/40/3/309, diakses pada 05 Mei 2014 pukul 19. 58 WIB. 5
4
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
[Bagi aktor-aktor yang menginkan terjadinya rejim partner yang efektif, terdapat dua karakteristik yang tepat: pertama adalah memiliki pengetahuan strategis akan transaksi sosial dan kapasitas untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan tersebut; dan kedua, kontrol dari sumberdaya yang membuat terjadinya partner koalisi yang menarik.] Analisis rejim menekankan pada kelompok apapun, baik bisnis maupun bukan, menjadi partner koalisi dalam pemerintahan. Stone melihat bahwa rejim terjadi ketika ada kesempatan untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan yang diinginkan dicapai melalui adanya agenda setting dan menjaga agenda tersebut. Framing dari agenda dapat menciptakan dan mempertajam jaringan, namun jaringan tersebut juga dapat menciptakan keadaan lain.8 Artinya, tujuan tidak statis dan dapat menjadi dinamis. Partisipasi Warga Arnstein menjelaskan bahwa partisipasi warga merupakan kategori dari kekuasaan warga.9 Partisipasi warga, khususnya di perkotaan, dapat menjadikan warga-warga yang tereksklusi seperti warga miskin kota, dapat memberikan pengetahuan dan informasi yang mereka miliki kepada pemerintah kota. Menurut Arnstein, partisipasi warga merupakan bentuk dari redistribusi kekuasaan dan menjadi strategi bagi warga miskin untuk ikut serta dalam mempengaruhi kebijakan yang akan dikeluarkan. Arnstein membagi tipe partisipasi dan “nonpartisipasi” dengan delapan tingkatan partisipasi yaitu: manipulasi dan terapi yang masuk ke dalam tipe non partisipasi; informasi, konsultasi, dan placation yang masuk ke dalam tipe tingkatan dari tokenism; kemitraan, delegasi kekuasaan, dan kontrol dari warga yang merupakan tingkatan tertingi bagi kekuasaan warga. Pada tingkatan kekuasaan warga, kekuasaan dapat terdistribusi antara warga dengan pemegang kekuasaan dan setuju untuk membagi tanggung jawab perencanaan dan pengambilan keputusan melalui adanya struktur seperti pembentukan badan, komite, dan mekanisme untuk memecahkan kebuntuan.10 Adanya kemitraan antara pemerintah dengan warga dapat efektif jika terdapat organisasi yang berbasis komunitas dan terdapat pemerintahan kota yang akuntabel; ketika kelompok warga memiliki sumberdaya finansial; dan ketika kelompok tersebut memiliki sumberdaya untuk menyewa dan (memecat) teknisi, pengacara, atau organisator komunitas.11 8
Ibid., hlm. 321. Sherry R. Arnstein, “A Ladder of Citizen Participation”, Journal of The American Institute of Planners, 1969, Vol. 35, No.4, July, hlm. 216, http://www.planning.org/pas/memo/2007/mar/pdf/JAPA35No4.pdf , diakses pada 14 Mei 2014 pukul 11.24 WIB 10 Ibid., hlm. 221. 11 Ibid., 9
5
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
Martinez menjelaskan bahwa istilah ‘partisipasi warga’ merupakan sekumpulan tindakan oleh ‘masyarakat sipil’, yaitu sekumpulan populasi yang tidak memerintah atau tergabung dalam kelompok elit sosial, namun dapat menggunakan kapasitasnya untuk mengintervensi kehidupan kolektif.12 Sehingga, partisipasi warga merupakan kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah dan kemampuan untuk mengontrol distribusi sumberdaya. Partisipasi warga juga memungkinkan adanya akses terhadap institusi. Warga juga dapat menegosiasikan konflik dan kepentingan yang terjadi di antara para aktor. Partisipasi merupakan bagian dari agenda pembangunan dan demokratisasi, yaitu dengan adanya keterlibatan warga secara inklusif dalam pemerintahan. Menurut Cornwall dan Coelho, melibatkan warga secara langsung dalah proses pemerintahan menghasilkan warga yang lebih baik, keputusan yang lebih baik, dan pemerintahan yang lebih baik.13 Selain itu, partisipasi membuka adanya komunikasi dan negosiasi di antara negara dan warga yang dapat memperkuat demokrasi, menciptakan bentuk baru dan kewarganegaraan, dan meningkatkan efektivitas dan kesetaraan dalam kebijakan publik.14 Partisipasi berkontribusi bagi adanya akses bagi warga miskin. Terkait hal tersebut, warga siap untuk berpartisipasi dan mengutarakan agenda politik mereka dengan para birokrat selama mereka diberikan kesempatan yang layak dan para birokrat memiliki kemauan untuk mendengarkan dan merespon.15 Metode Penelitan Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif mengharuskan peneliti untuk terlibat langsung dengan masyarakat yang ditelitinya.16 Penelitian ini menggunakan metode kualitatis eksplanasi yang memiliki tujuan agar peneliti mengetahui mengapa suatu fenomena dapat terjadi.17 Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu pengambilan data sekunder dan data primer. Pengambilan data sekunder dilakukan dengan studi pustaka dengan mencari data mengenai politik perkotaan di Jakarta melalui buku dan sumber-sumber lain yang ada di Perpustakaan UI, Perpustakaan Rujak, sumber-sumber jurnal online, aturan perundang 12
Miguel Martinez,” The Citizen Participation of Urban Movements in Spatial Planning: A Comparison between Vigo and Porto”, Journal Compilation by Blackwell Publishing, 2010, hlm. 8. 13 Andrea Cornwall dan Vera Schattan P. Coelho, “Spaces for Change? The Politics of Participation in New Democratic Arena”, hlm. 4-5. 14 Ibid., hlm. 5. 15 Ibid., 16 Prasetya Irawan, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Depok: DIA FISIP UI, 2006, hlm. 9. 17 Jane Ritchie dan Jane Lewis, Qualitative Research Practice, London: Sage, 2003, hlm. 28.
6
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
undangan, surat kabar, berita online, siaran TV, artikel majalah, artikel koran, dan data-data dari berbagai dinas di DKI Jakarta. Sedangkan untuk data primer, penulis melakukan wawancara langsung dengan informan yang berasal dari pihak-pihak yang berhubungan dengan kebijakan penataan Waduk Pluit.
Hal ini dilakukan agar penulis dapat mendapatkan informan yang memiliki
pengetahuan,
mampu
menyediakan
informasi,
dan
memiliki
pemahaman
tentang
permasalahan yang penulis teliti. Aspirasi dan Partisipasi Warga bersama Jaringan Masyarakat Miskin Kota (JRMK) dan Urban Poor Consortium (UPC) dalam Penataan Waduk Pluit Insiden banjir besar di kawasan Pluit pada tanggal 17 Januari 2013 mengakibatkan Pemerintah provinsi DKI Jakarta melakukan langkah untuk segera melakukan penataan Waduk Pluit. Pada saat terjadi banjir besar di kawasan Pluit, warga yang paling terkena dampaknya adalah warga-warga yang tinggal di bantaran Waduk Pluit, Muara Baru. Pemerintah provinsi DKI Jakarta kemudian memberikan keputusan bahwa warga yang tinggal di bantaran waduk tidak boleh lagi tinggal di tempat tersebut dan harus direlokasi ke rumah susun. Kawasan Waduk Pluit menjadi salah satu proyek yang dikerjakan oleh pemerintahan Joko Widodo sebagai bagian dari upaya menangani masalah banjir dan menjadikan bantaran waduk sebagai RTH. Terkait penataan Waduk Pluit, warga bersama UPC-JRMK menawarkan solusi alternatif untuk menata pemukiman yang ada di Waduk Pluit, khususnya yang berada di Muara Baru. Mereka memberikan usulan kepada Gubernur, yaitu Joko Widodo, dengan memberikan konsep penataan kampung. Warga bekerjasama dengan arsitek UI, arsitek komunitas Jogja, dan Rujak Center, membuat konsep penataan kampung versi warga, bukan versi pemerintah. Konsep rumah susun yang dibuat ini mempertimbangkan aspek ekonomi dan aspek sosial warga Muara Baru. Terkait dengan hal tersebut, Edi Saidi mengatakan: “Orang bukan cuma kayak burung yang dipindahin dari kandang satu ke kandang yang lain, tetapi juga bagaimana orang dibangun partisipasi dan rasa memiliki terhadap bangunan itu. Makanya warga diajak diskusi untuk membahas desain, mensurvei di mana lahan yang cocok untuk tempat tinggal mereka, dan seterusnya. Nah Jokowinya setuju.”18 Konsep penataan pemukiman di Waduk Pluit yang ditawarkan oleh warga pada dasarnya menginginkan adanya pelibatan dan partisipasi warga. Sehingga, untuk menata 18
Wawancara dengan Edi Saidi, 22 Maret 2014..
7
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
pemukiman, keputusan yang diambil bukan hanya berasal dari perspektif pemerintah provinsi saja melainkan juga melibatkan warga dan mengakomodasi kebutuhan warga akan permukiman yang warga inginkan. Dengan adanya sumber daya yang dimiliki oleh warga dan juga melibatkan UPC-JRMK, Rujak Center dan kalangan arsitek UI dan Arkom Jogja, maka mereka memiliki daya tawar lebih dan dipertimbangkan oleh pemerintah dalam kebijakan penataan Waduk Pluit. Adanya pelibatan warga pun dijamin oleh UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, yaitu pada pasal 96 tentang peran masyarakat bahwa penyelenggaraan rumah susun dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat. Masyarakat dapat memberikan masukan dari mulai penyusunan pembangunan rusun dan lingkungannya, pelaksanaan
pembangunan
rusun
dan
lingkungannya,
pememanfaatan
rusun
dan
lingkungannya, pemeliharaan dan perbaikan rusun dan lingkungannya, dan pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan rusun dan lingkungannya.19 Pada tanggal 04 Maret 2013, UPC-JRMK mendatangi Balai Kota untuk mendatangi gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Dalam pertemuan tersebut, Nenek Dela mengusulkan agar penataan Waduk Pluit harus juga disertai dengan penataan pemukiman warga yang selama ini tinggal di Waduk Pluit. Bagi Nenek Dela, warga merupakan aset kota dan jika direlokasi jauh dari tempat tinggalnya selama ini, maka kerugian bukan hanya menimpa warga tetapi juga tempat-tempat tempat warga bekerja seperti di Tempat Pelelangan Ikan, dan perusahaan-perusahaan yang berada di Muara Baru yang sebagian pekerjanya merupakan warga Waduk Pluit.20 Gubernur Joko Widodo meminta agar warga memberikan solusi untuk penataan bagi permukiman di Waduk Pluit. Menanggapi usulan warga terkait penolakan akan relokasi ke rumah susun Marunda, Joko Widodo mengatakan: “Ya.. sekarang yang ada di dalam waduk, jelas nggak bisa dibangun rusun atau menata kampung, itu nggak mungkin karena ada berapa ribu kk disitu. Kalau ada di luar waduk, itu kita bisa ditata. Dari segi tata ruang, ya saya ga mau melanggar aturan.”21 Selain itu, untuk melakukan penataan pemukiman, pendataan warga menjadi sangat penting. Hal ini karena tidak ada satu pun pihak yang mengetahui berapa banyak sebenarnya jumlah KK yang ada. Warga mengusulkan kepada pemerintah provinsi agar pendataan tidak hanya dilakukan secara sepihak, yaitu hanya dari kelurahan saja, tetapi pendataan dapat 19
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Notulensi pertemuan warga dan UPC-JRMK dengan Gubernur DKI Jakarta di Balai Kota, 04 Maret 2013. 21 Joko Widodo dalam Pertemuan dengan warga dan UPC-JRMK di Balai Kota pada 05 Februari 2013, http://www.youtube.com/watch?v=L3q1YEe8uBs diakses pada 11 Mei 2014 pukul 21.15 WIB. 20
8
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
dilakukan secara bersama-sama dengan warga dan UPC-JRMK. Terkait hal tersebut, walikota Jakarta Utara mengeluarkan surat agar pendataan dapat dilakukan. Dengan demikian maka dilakukanlah pendataan partisipatoris dengan total warga yang didata berasal dari 28 blok dari rukun tetangga yang ada di Muara Baru. UPC-JRMK mendampingi 1200 KK yang tersebar di RT 16 (blok A, B, C, D), RT 18 (blok A, B, C, D, E, F, G, H), RT 19 (G, F), dan RT 20.22 Dalam melakukan proses pendataan, warga bersama UPC-JRMK juga mendapatkan hambatan. Warga di Waduk Pluit ternyata tidak homogen dan tidak memiliki pandangan yang sama terkait penataan Waduk Pluit. Warga yang menghuni Waduk Pluit setidaknya terbagi menjadi tiga kelompok:23 kelompok pertama adalah kelompok warga yang termasuk orang kaya yaitu warga yang memiliki banyak kontrakan. Kelompok warga ini adalah kelompok warga yang menginginkan adanya ganti rugi berupa uang yang dihitung berdasarkan luas rumah yang mereka miliki. Kelompok warga kedua adalah kelompok warga yang menolak untuk dipindahkan dan ingin tetap bertahan. Kelompok warga ketiga adalah kelompok warga yang memiliki posisi untuk adanya penataan permukiman dan mengusulkan adanya konsep penataan. Warga yang menginginkan adanya penataan adalah warga yang selama ini ruang hidupnya adalah di Muara Baru dan tidak mungkin jika harus dipindahkan dari Muara Baru. Kelompok warga ini merupakan kelompok warga yang paling miskin. Bagan 1 Skema Pendataan Warga Tidak adanya data jumlah total warga yang bermukim di Waduk Pluit
Warga bersama UPC-JRMK dan Rujak menawarkan pendataan bersama Walikota
Walikota mengeluarkan surat untuk melakukan pendataan
1200 Warga yang menginginkan penataan terdata
Adanya penolakan terutama dari warga yang memiliki banyak kontrakan
Melakukan pendataan warga namun tanpa keterlibatan walikota
Sumber: wawancara dengan informan. Diolah oleh penulis.
22 23
Wawancara dengan Edi Saidi, wawancara dilakukan melalui email. Wawancara dengan Dian Tri Irawaty, peneliti RUJAK CENTER, 16 Mei 2014.
9
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
Sebelum menerjemahkan keinginan warga dalam desain gambar, diadakan Focus Group Discussion dengan peserta perwakilan warga, UPC-JRMK, Rujak Center, arsitek UI, dan arsitek komunitas Jogja. FGD ini tidak diadakan sekali namun berkali-kali agar desain dalam gambar tersebut tidak salah tafsir dan berlangsung dari tanggal 18-21 April 2013. Warga Waduk Pluit melakukan partisipasi dengan menghubungi gubernur dan wali kota, dan dinas perumahan, agar desain rumah susun yang dibuat dapat dipresentasikan dan dapat terwujud saat membangun rusun. Partisipasi yang dilakukan adalah dengan adanya pertemuan antara warga dengan pihak pemprov seperti melakukan presentasi desain rusun ke kantor Wali Kota Jakarta Utara, ke Dinas Perumahan, dan ke Balai Kota Jakarta untuk bertemu gubernur. Hasil dari FGD diketahui bahwa warga yang selama ini tinggal dalam bentuk kampung horizontal sulit jika harus dipaksakan dalam bangunan vertikal. Hal ini karena warga tidak memisahkan ruang sosial ekonomi dan rumah sebagai tempat tidur warga. Banyak dari warga yang juga memanfaatkan rumah mereka sebagai tempat usaha seperti berjualan kelontong atau berjualan makanan. Selain itu, hasil FGD juga diketahui bahwa ikatan sosial sesama warga sangat erat sehingga rumah susun dengan desain yang individualis tidak cocok bagi warga. Dari hasil FGD tersebut, maka dibuat desain rusun yang meskipun dalam bentuk vertikal namun tetap bisa mengakomodasi kehidupan kampung. Desain tersebut memungkinkan warga untuk tetap berjualan dan ikatan kekerabatan pun tidak hilang.
Relasi Kuasa Antara Warga dan Pemerintah Provinsi Partisipasi yang dilakukan warga bersama dengan UPC-JRMK, Rujak Center, arsitek UI dan arsitek komunitas Jogja
tersebut membentuk proses politik antara warga dan
pemerintah provinsi untuk adanya solusi terbaik bagi kedua belah pihak. Proses ini merupakan bentuk adanya urban regime yang bekerja yaitu untuk menjelaskan bagaimana suatu pemerintahan dilakukan. Stone, dalam penelitiannya di Atlanta, menekankan bahwa suatu regime merupakan sebuah proses negosiasi antara aktor pemerintah dan aktor non pemerintah dan bagaimana mereka dapat berkoalisi untuk mencapai suatu agenda yang dapat menguntungkan kedua belah pihak.24 Relasi kuasa yang terjadi antara aktor pemerintah dan aktor non pemerintah adalah adanya pembagian kerja berdasarkan sumber daya yang masing-masing aktor miliki. Dalam 24
Julien van Ostaaijen, “From Urban Regime Theory to Regime Analysis: Using Regime Analysis for Local and Regional Research”, Paper Presented at the EURA Conference in Enschede, Netherlands, July 2013, hlm. 2
10
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
hal ini, warga bersama UPC-JRMK, Rujak Center, arsitek UI, arsitek komunitas Jogja berpartisipasi dengan memberikan usulan terhadap penataan permukiman di Waduk Pluit dengan mengandalkan sumber daya yang mereka miliki. Dengan pengetahuan yang mereka miliki sebagai warga yang sudah bertahun-tahun tinggal di bantaran Waduk Pluit, UPC yang aktif dalam mengadvokasi isu miskin perkotaan yang memiliki kemampuan berbasis akar rumput dan jaringan yang telah tumbuh selama melakukan aktivitasnya, dan JRMK yang merupakan organisasi warga yang dibentuk oleh warga miskin itu sendiri, mereka paham betul apa yang diinginkan oleh kelompok miskin kota, khususnya bagi warga bantaran Waduk Pluit. JRMK mengetahui secara betul permasalahan sosial, politik, dan ekonomi di Muara Baru dan hal ini dapat membuat mereka memiliki daya tawar terhadap pemerintah provinsi DKI Jakarta. UPC yang selalu aktif dalam isu perkotaan, khususnya permasalahan kota di Jakarta juga memiliki pengetahuan dan sumber daya dalam menghasilkan solusi atas pemukiman perkotaan. Berbekal jaringan dan pengalaman kerja yang selama ini dimiliki, UPC dapat bertindak dan memberikan solusi alternatif yang dapat mereka bawa ke pemerintah provinsi DKI Jakarta. Dengan adanya solusi alternatif terkait penataan pemukiman yang melibatkan partisipasi warga, mereka mampu bernegosiasi dengan pemerintah provinsi dan pemerintah provinsi pun setuju untuk bekerjasama dengan warga yang menginginkan adanya penataan pemukiman di Waduk Pluit. Selain itu, UPC termasuk kelompok masyarakat sipil yang diperhitungkan oleh pemerintah provinsi karena UPC tidak hanya hadir untuk menolak kebijakan namun juga memiliki solusi alternatif. Dalam hubungan antara pemerintah provinsi dengan warga yang menginginkan adanya penataan pemukiman, peran pemerintah provinsi adalah dengan adanya kapasitas atas kepemimpinan politik dan pemegang otoritas atas kebijakan perkotaan yang ingin dihasilkan. Pemerintah provinsi DKI Jakarta yang dipimpin oleh Joko Widodo berperan dalam memimpin jalannya kerjasama antara warga dan pihak pemerintah provinsi sehingga koordinasi dapat dilakukan dengan melibatkan jajaran birokrasi dan dinas-dinas terkait. Untuk melakukan penataan pemukiman di Waduk Pluit, maka pemerintah provinsi DKI Jakarta mengerahkan kelurahan, kecamatan, wali kota, dinas perumahan, dan dinas tata ruang untuk terlibat dan mengetahui adanya gagasan mengenai penataan pemukiman di Waduk Pluit. Pada tanggal 08 Mei 2013, diadakan pertemuan dengan jajaran pemerintah provinsi DKI yang dihadiri oleh perwakilan warga dari setiap RT, departemen arsitek UI, arsitek komunitas Jogja, Rujak Center, UPC, dan pengurus JRMK. Dari pihak pemerintah provinsi 11
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
DKI Jakarta, dihadiri oleh Joko Widodo, sekretaris daerah Wiriyatmoko, kepala dinas tata ruang, kepala dinas Pekerja Umum, wali kota Jakarta Utara, camat Penjaringan, dan lurah Penjaringan. Pertemuan ini membahas mengenai solusi bersama terkait penataan pemukiman Waduk Pluit agar warga tidak selalu menjadi pihak yang dipinggirkan dalam kebijakan penataan ruang perkotaan. Pertemuan antara warga dengan jajaran pemerintah provinsi DKI Jakarta ini tidak dilakukan sekali melainkan juga dilanjutkan pada tanggal 16 Oktober 2013.25 Pertemuan lanjutan mengenai konsep penataan pemukiman ini lalu dilakukan ke tingkat kepala dinas perumahan dan walikota Jakarta Utara pada tahun 2014. Mereka memperjuangkan konsep alternatif yang telah dibuat agar dinas-dinas yang bekerja di bawah pemerintah provinsi DKI Jakarta sebagai pelaksana lapangan mampu mewujudkan keinginan warga tersebut. Di sinilah terjadi adanya relasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan terkait penataan Waduk Pluit. Warga dalam hal ini setuju agar pemukiman mereka ditata namun mereka tidak ingin jika penataan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan warga. Di sisi lain, pemerintah provinsi tetap harus melakukan
penataan Waduk Pluit namun juga harus
melibatkan warga agar kebijakan yang dikeluarkan tidak memarginalisasi warga miskin. Stone menjelaskan bahwa urban regime merupakan adanya rencana di antara pemerintah dan adanya pembangunan rejim dengan melibatkan organisasi-organisasi. Lebih lanjut, kelompok-kelompok informal dapat lebih relatif stabil dan memiliki akses kepada sumberdaya institusional yang dibutuhkan untuk mengeksekusi agenda dari urban regime.26 Adanya hubungan tersebut membentuk apa yang disebut sebagai regime partners. Dari poin yang dikatakan Stone tersebut, maka pemerintah provinsi membutuhkan adanya kapasitas lebih yang tidak hanya didapatkan melalui proses-proses elektoral melainkan dengan harus melibatkan kelompok informal yang dapat bekerjasama. Dalam hal ini, kapasitas akan penataan Waduk Pluit dapat berjalan jika warga dan pemerintah samasama setuju, jika tidak maka kapasitas untuk memerintah pada masa pemerintahan Joko Widodo dapat mendapatkann pertentangan dari warga yang terkena dampak kebijakan. Untuk itu, pemerintahan Joko Widodo memberikan ruang akan adanya partisipasi dari warga dan membuka peluang akan adanya kerjasama yang diharapkan mampu menguntungkan kedua belah pihak. Solusi yang ditawarkan merupakan solusi yang menginkan agar warga yang akan ditata tidak direlokasi ke wilayah yang jauh dari Muara Baru. Selain itu, rumah susun yang 25 26
Wawancara dengan Edi Saisi, wawancara dilakukan melalui email. Ostaijeen, op.cit., hlm. 2.
12
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
merupakan bangunan vertikal harus tetap mampu mengakomodasi kehidupan kampung Muara Baru di mana para warga banyak bekerja di sektor informal. Jika melihat perkampungan padat di Jakarta yang dihuni oleh warga miskin kota, warga tidak memisahkan ruang ekonomi dan sosial dengan tempat tinggalnya sehingga sulit jika mereka harus dipaksa tinggal dengan konsep rusun seperti apartemen, di mana rumah hanya dijadikan tempat untuk istirahat dan terpisah dari kegiatan sosial-ekonomi. Usulan awal yang ditawarkan selanjutanya adalah pemukiman warga ditata di bantaran waduk dengan model konsolidasi lahan namun usulan tersebut ditolak karena bantaran Waduk Pluit merupakan area jalur hijau.27 Selain itu, dengan mengubah bantaran waduk menjadi RTH, maka pemukiman kumuh dapat ditata dan kemungkinan warga untuk mendirikan bangunan di bantaran waduk dapat diminimalisasi. Agenda pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam penataan Waduk Pluit dan mengubah bantaran waduk tersebut menjadi RTH tidak ditentang oleh warga yang setuju adanya penataan. Memang, terdapat pihak-pihak yang tidak menyetujui jika harus direlokasi tanpa adanya ganti rugi uang atas bangunan yang akan digusur, untuk itu pemerintah provinsi DKI Jakarta tidak menjadikan mereka sebagai regime partner. Warga yang setuju yaitu yang bergerak bersama UPC-JRMK inilah yang dapat dijadikan regime partner dengan tujuan penataan Waduk Pluit dapat segera terealisasi tanpa adanya pertentangan dan konflik. Kerjasama tersebut dilakukan dengan adanya ide pendataan partisipatoris yang dilakukan bersama antara UPC-JRMK dengan kelurahan Penjaringan. Kerjasama tersebut pun berlanjut dengan respon dari pemerintah provinsi DKI Jakarta yang menunjuk stafnya agar dibuatkan jadwal pertemuan antara UPC-JRMK dengan walikota Jakarta Utara, Kecamatan Penjaringan, dan Kelurahan Penjaringan untuk membahas agenda penataan Waduk Pluit tersebut, terutama terkait penataan permukiman warga bantaran waduk. Hasil dari adanya kerjasama antara pemerintah provinsi sebagai aktor formal dan warga, UPC-JRMK, Rujak Center, arsitek, sebagai aktor informal adalah pemerintah provinsi menyetujui konsep yang ditawarkan oleh warga dan UPC-JRMK. Disetujuinya konsep tersebut diakomodasi oleh gubernur Joko Widodo yang memiliki sumber daya kepemimpinan politik dengan merekomendasikan kepada para kepala dinas untuk menindaklanjuti konsep alternatif atas penataan pemukiman tersebut.28
27 28
Wawancara dengan Edi Saidi, wawancara dilakukan melalui email. Wawancara dengan Edi Saidi, Wawancara dilakukan melalui email.
13
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
Analisis regime yang terjadi antara pemerintah provinsi dengan warga tersebut merupakan apa yang dikatakan Stone sebagai aktor-aktor yang mencari dan memiliki sumberdaya. Sumberdaya tersebut dapat berupa materi atau uang, dan hal-hal lain yang memiliki pembuktian seperti keterampilan, karisma, kapasitas organisasional, dan keahlian teknis.29 Dalam hal ini, pemerintah provinsi memliki sumber daya berupa materi dan kapasitas organisasional selaku penyelenggara negara pada level pemerintahan provinsi. Warga yang bekerjasama dengan arsitek dalam menyediakan konsep rumah susun yang sesuai dengan kebutuhan warga Muara baru memiliki sumber daya berupa pengetahuan akan apa saja yang menjadi kebutuhan warga tersebut dan kalangan arsitek yang memiliki pengetahun dan keterampilan terkait desain rusun yang diingikan oleh warga tersebut. Dalam sebuah urban regime, terdapat koalisi pemerintahan yang dapat berjalan untuk memobilisasi sumberdaya yang setara dengan agenda kebijakan utama. Stoker menyebut hal tersebut sebagai iron law dari sebuah urban regime.30 Menurut penulis, hubungan yang terjadi antara pemerintah provinsi DKI Jakarta dan warga bersama UPC-JRMK merupakan kelompok yang memiliki sumberdaya institusional dan memiliki peran dalam pengambilan keputusan. Hal ini karena mereka bergerak dengan menjangkau birokrasi dan dinas-dinas terkait seperti dinas perumahan untuk mengutarakan keinginan mereka akan pembangunan rumah susun yang sesuai dengan kehendak dan kebutuhan warga. Stone pada 2005 menulis bahwa terdapat empat elemen kunci dalam sebuah urban regime yaitu:31 sebuah agenda untuk menjelaskan sekumpulan permasalahan, sebuah koalisi pemerintahan yang dibentuk melalui adanya agenda yang secara tipikal termasuk anggota dari pemerintah dan non pemerintah, sumberdaya-sumberdaya yang ada digunakan oleh anggotaanggota koalisi pemerintahan, dan adanya skema dari kerjasama yang tiap anggota koalisi berkontribusi pada tugas-tugas dalam pemerintahan. Mengenai sumberdaya yang dimaksud, Stone mengatakan bahwa sumber daya bukan hanya materi namun juga hal lain seperti keterampila, keahliah, koneksi organisasional, hubungan informal, dan level dan jangkauan upaya yang berkontribusi dari setiap partisipan. 32 Dalam
hal ini, koalisi yang terbentuk antara warga dan pemerintah provinsi yaitu
dengan adanya strategi dari UPC-JRMK yang memiliki solusi jangka panjang yang lebih adil untuk semua warga. Dengan prinsip “hilang rumah dapat rumah”, warga bersama UPC 29
Ostaaiijen, op.cit, hlm. 3. Ibid., dalam Sroker, 1995, hlm. 61 31 Stone, op.cit., hlm. 329. 32 Ibid., 30
14
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
JRMK memiliki sumber daya akan adanya pengetahuan akan pemukiman yang dapat menguntungkan bagi warga dan juga dapat menjadi solusi alternatif sebagai bahan masukan untuk pemerintah provinsi DKI Jakarta. Dengan pengatahuan yang dimiliki, warga mengusulkan penyediaan lahan seluas 2, 3 hektar di area lahan JSI untuk dibangun rumah susun dengan konsep warga. Edi mengatakan bahwa konsep rumah susun tersebut, atau mereka sebut sebagai kampung susun, dibuat untuk mengakomodasi kepentingan ruang ekonomi dan sosial warga. Berbekal sumberdaya akan pengetahuan akan lahan mana yang bisa dimanfaatkan di Muara Baru yang bisa digunakan untuk pembangunan rusun tersebut, maka lahan JSI dijadikan lahan untuk membangun rumah susun yang disetujui oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta karena lahan tersebut juga sudah dibeli oleh pemerintah provinsi. Selain itu, warga bersama UPC-JRMK pun melakukan survei di lahan-lahan lain yang memiliki kemungkinan dapat dipergunakan untuk pembangunan rusun. Lahan JSI ini merupakan lahan disamping rumah susun Muara Baru yang sebelumnya sudah dibangun pada periode sebelumnya, namun rumah susun Muara Baru tersebut dibangun bukan dengan usulan dari warga sehingga kurang terawat dengan baik. Kurang terawatnya rusun, ditanggapi Nenek Dela karena warga yang tinggal di sana tidak memiliki rasa memiliki akan rusun tersebut. Warga sebenarnya lebih memilih untuk mendapatkan rumah susun dengan hak milik dibandingkan dengan rumah susun sewa. Namun karena alasan jika rumah susun didapatkan dengan hak milik, maka biaya perawatan rumah susun akan ditanggung oleh masing-masing warga. Sedangkan, rumah susun sewa biaya perawatannya akan dibebankan kepada pemerintah provinsi. Akhirnya, warga mau tidak mau setuju dengan konsep rumah susun sewa karena biaya perawatan yang sangat besar jika dalam bentuk rumah susun milik. Selain itu, pemerintah memberikan keputusan untuk memberikan hak sewa selama lima tahun namun hal tersebut ditolak oleh warga. Hal ini terkait jaminan keamanan atas tempat tinggal untuk warga. Warga mengusulkan agar rumah susun memiliki hak pakai selama dua puluh tahun dan akhirnya kesepakatan tersebut disetujui oleh kedua belah pihak. Sebagai jalan tengah, gubernur menjanjikan adanya peraturan gubernur yang memutuskan bahwa hak sewa jangka panjang rumah susun antara 20-30 tahun yang berlaku tidak hanya untuk rumah susun di Muara Baru namun untuk semua rusun di Jakarta. Peraturan gubernur tersebut sampai tulisan ini dibuat masih dalam proses pembuatan.
15
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
Tabel 1 Matriks Sikap Warga dan Pemerintah Provinsi No. 1.
Aspek Relokasi Warga
Pemerintah Provinsi Warga direlokasi ke rumah susun yang disediakan oleh pemerintah
2.
Penyediaan permukiman baru
Membangun rumah susun
3. 4.
Penyediaan Lahan Status Rumah Susun
Membeli lahan milik swasta Hak Sewa
5.
Konsep Rusun
Tidak ada konsep rusun spesifik
6.
Proses Pendataan Warga
7.
Sumber daya
Membutuhkan data warga sehingga mengeluarkan surat walikota untuk melakukan proses pendataan Kepemimpinan politik dan birokrasi
8. 9.
Pembangunan Permukiman Ganti rugi
10.
Hasil perundingan
Menggeser dari Waduk Pluit Tidak ada ganti rugi berupa uang -Gubernur setuju adanya desain warga dengan merekomendasikan kepala dinas untuk menindaklanjuti dari segi teknis -Menjanjikan adanya pergub mengenasi hak sewa jangka panjang rusun (20-30 tahun)
Warga Pada awalnya tidak menyetujui adanya relokasi, terutama jika lokasi rusun jauh dari Waduk Pluit Menginkan solusi alternatif ataupun rusun yang dibangun dengan partisipasi warga Membeli lahan milik swasta Pada awalnya menginginkan adanya hak milik namun kemudian menyetujui hak sewa dengan syarat hak sewa jangka panjang (20-30 tahun) Rusun mengakomodasi kehidupan sosial ekonomi warga Menginginkan adanya pendataan partisipatoris yang juga melibatkan pemerintah provinsi Pengetahuan akan permasalahan permukiman perkotaan dan jaringan dengan JRMK, UPC, RUJAK, arsitek UI juga arsitek komunitas. Membangun secara in situ (di tempat) Tidak menginkan ganti rugi. Hilang rumah dapat rumah. Menginkan dibangunnya rusun dengan konsep dan desain warga dan dikeluarkannya pergub yang menjamin hak sewa jangka pangjang untuk rusun (20-30 tahun) yang berlaku untuk semua rusun di Jakarta
Sumber: Diolah oleh penulis.
Dari tabel di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak warga dan pihak pemerintah provinsi memiliki kepentingannya masing-masing. Pemerintah mengingkan adanya penataan dengan memindahkan warga ke rusun yang disediakan dan melakukan pendataan. Warga dan pemerintah provinsi memiliki sikapnya masing-masing yang kemudian 16
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
dapat dirundingkan dengan adanya relasi antara warga dan pemerintah provinsi dalam membahas solusi alternatif penataan permukiman Waduk Pluit yang diharapkan dapat mengakomodasi ruang sosial ekonomi warga Waduk Pluit. Setelah proses panjang pertemuan warga dengan berbagai pihak, namun pada akhirnya konsep desain tersebut tidak dijalankan oleh dinas perumahan. Padahal, gubernur Jokowi sendiri yang mengatakan bahwa warga diberi kesempatan untuk membuat desain dan konsep rumah susun yang sesuai dengan keinginan warga Waduk Pluit. Ternyata, dinas perumahan memiliki konsep dan desain sendiri yang tidak melibatkan warga. Artinya, tidak ada komunikasi yang baik antara gubernur Joko Widodo dengan dinas-dinas yang berada di bawahnya. Lahan untuk pembangunan rumah rusun yang menjadi kesepakatan antara pemerintah provinsi dengan warga ternyata dibangun oleh pihak pengembang di bawah koordinasi dinas perumahan. Partisipasi warga yang telah bergerak dengan bekerjasama dengan UPC-JRMK, Rujak Center, arsitek UI, dan arsitek komunitas terputus dengan dinas perumahan yang juga bergerak di belakang dengan konsep desain yang tidak datang dari warga. Hasil akhir yang menjadi solusi adalah dibangunnya rumah susun di Muara baru yang dekat dengan Waduk Pluit tempat warga selama ini menjalani aktivitasnya sehari-hari. Namun, partisipasi warga dalam desain rumah susun yang disetujui oleh Joko Widodo dengan merekomendasikan para kepala dinas untuk menindaklanjuti desain rumah susun versi warga tidak terwujud di lahan JSI di samping rumah susun Muara Baru yang sudah terbangun. Akibatnya, timbul kekecewaan dari warga yang sudah susah payah merancang desain rumah susun yang mampu mengakomodasi kebutuhan ruang sosial ekonomi warga Waduk Pluit. Desain dan konsep rumah susun partisipatoris dari warga akan menjadi pertimbangan untuk pembangunan rumah susun selanjutnya. Kepala Dinas mengatakan bahwa kepentingan yang mendesak saat ini adalah agar rusun tersebut segera terbangun.33 Konsep alternatif yang menampung kebutuhan sosial ekonomi warga tersebut akhirnya ditunda. Kesimpulan Penelitian ini melihat bahwa terjadi relasi kuasa antara pemerintah provinsi sebagai aktor formal di perkotaan dengan warga Waduk Pluit sebagai aktor informal. Gubernur Joko Widodo setuju dengan usulan warga dan hal ini menciptakan relasi kuasa dengan terbentuknnya ruang partisipasi bagi warga untuk terlibat dalam mempengaruhi keputusan 33
Wawancara dengan Dian Tri Irawaty, 16 Mei 2014.
17
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
yang dikeluarkan pemerintah provinsi. Warga bersama UPC-JRMK, dengan sumberdaya yang mereka miliki, dapat menjangkau institusi-institusi pemerintahan di Jakarta dengan bertemu gubernur, walikota, dan dinas-dinas terkait untuk mengajukan konsep mereka atas penataan permukiman di Waduk Pluit. Warga bersama UPC-JRMK mengajak kerja sama kalangan akademis yang berasal dari Rujak Center, arsitek UI, dan arsitek komunitas Jogja untuk menawarkan solusi alternatif permukiman di Waduk Pluit yang mempertimbangkan aspek ekonomi dan aspek sosial dan dapat mengakomodasi kehidupan kampung yang horizontal dalam permukiman rumah susun yang vertikal. Relasi kuasa yang terjadi antara warga sebagai aktor informal dengan pemerintah provinsi sebagai aktor formal yang menciptakan urban regime ini dikarenakan adanya agenda bersama yaitu penataan Waduk Pluit. Pemerintah ingin penataan Waduk Pluit berjalan maksimal dengan merelokasi warga yang ada di bantaran Waduk Pluit dan warga memiliki agenda untuk melakukan penataan permukiman di Waduk Pluit. Dengan adanya penataan permukiman di Waduk Pluit, maka penataan Waduk Pluit dapat berjalan dengan maksimal tanpa mengabaikan keinginan dan kebutuhan warga akan permukiman, yaitu dengan membangun rumah susun yang dekat dengan Waduk Pluit. Jika warga tidak diajak berpartisipasi, maka kebijakan yang dikeluarkan pemerintah provinsi dapat menimbulkan konflik dan pertentangan di kalangan warga. Partisipasi ini terwujud karena pemerintah provinsi membuka ruang untuk berdialog dan mendengar aspirasi warga. Seperti yang dikatakan oleh Stone, hubungan kekuasaan urban regime berlangsung dengan adanya kapasitas kepemimpinan yang muncul dari pihak pemerintah. Warga dan pemerintah provinsi mampu untuk duduk bersama dan berbicara mengenai solusi penataan permukiman di Waduk Pluit yang harus menjadi bagian dari penataan Waduk Pluit. Relasi kuasa dalam urban regime merupakan adanya proses negosiasi di antara para aktor pemerintah dan aktor non pemerintah dan bertujuan untuk mencapai suatu agenda yang dapat menguntungkan kedua belah pihak, yaitu solusi penataan permukiman di Waduk Pluit. Partisipasi warga dapat mengurangi ekslusi warga miskin dari kehidupan publik dan meningkatkan akses mereka terhadap rumah yang dekat dari permukiman mereka selama ini dan mengakomodasi kehidupan sehari-hari warga. Dalam kasus penataan permukiman Waduk Pluit, munculnya partisipasi warga dan adanya relasi antara warga dengan pemerintah tercipta karena adanya kebijakan dari 18
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
pemerintahan Joko Widodo untuk membuka ruang partisipasi bagi keterlibatan warga. Namun, ruang partisipasi yang sudah terbuka tersebut terkendala dengan eksekusi desain rumah susun yang tidak sampai ke tingkat dinas perumahan. Artinya, ada ketidaseriusan dari pemerintah provinsi untuk menjalankan desain yang telah warga buat dengan melakukan proses yang panjang. Selain itu, adanya partisipasi dari warga dan menciptakan peluang kerjasama dengan pemerintah provinsi terjadi karena adanya organisasi masyarakat sipil yang cukup kuat dan diperhitungkan yaitu UPC dan JRMK. UPC-JRMK mampu mendampingi warga Waduk Pluit dan merangkul kalangan akademisi yang berasal dari Rujak Center, arsitek UI, dan arsitek komunitas Jogja untuk menghasilkan desain alternatif permukiman Waduk Pluit yang partisipatoris. Daftar Pustaka Sumber Buku Darmawan, Allan. Konstalasi Politik Kota Dalam Kebijakan Reklame di Surabaya. Surabaya: FISIP UNAIR. Dwihatmojo, Roswidyatmoko. “Ruang Terbuka Hijau yang Semakin Terpinggirkan”. Badan Informasi Geospasial (BIG). Irawan, Prasetya. Kualitatif dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Depok: DIA FISIP UI, 2006. Judge, David et all. Theories of Urban Politics. London: Sage Pubication, 1998. Ritchie, Jane dan Jane Lewis. Qualitative Research Practice. London: Sage, 2003. Susantono, Bambang. Strategi dalam Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Kata Hasta Pustaka, 2009. Sumber Jurnal Arnstein, Sherry R. “A Ladder of Citizen Participation”. Journal of The American Institute of Planners, 1969, Vol. 35, No.4, July, http://www.planning.org/pas/memo/2007/mar/pdf/JAPA35No4.pdf , diakses pada 14 Mei 2014 pukul 11.24 WIB. Cornwall, Andrea dan Vera Schattan P. Coelho. “Spaces for Change? The Politics of Participation in New Democratic Arena”. Martinez, Miguel. ” The Citizen Participation of Urban Movements in Spatial Planning: A Comparison between Vigo and Porto”. Journal Compilation by Blackwell Publishing, 2010.
19
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014
Ostaaijen, Julien van. “From Urban Regime Theory to Regime Analysis: Using Regime Analysis for Local and Regional Research”. Paper Presented at the EURA Conference in Enschede, Netherlands, July 2013. Siahaan, James. “Ruang Publik: Antara Harapan dan Kenyataan”, http://www.penataanruang.net/bulletin/upload/data_artikel/edisi4c.pdf, diakses pada 29 Januari 2014 pukul 15.09 WIB. Stone, Clarence N. “Looking Back to Look Forward: Reflection on Urban Regime Analysis”. Urban Affair Review, Vol. 40 No. 3 January 2005, 309-341, http://uar.sagepub.com/content/40/3/309, diakses pada 05 Mei 2014 pukul 19. 58 WIB. Vogel, Ronald K (ed). Handbook of Research on Urban Politics and Policy in the United States. London: Greenwood Press, 1997. Sumber Wawancara Wawancara dengan Edi Saidi, 22 Maret 2014. Wawancara dengan Nenek Dela, 22 Maret 2014. Wawancara dengan Edi Saidi, wawancara dilakukan melalui email. Wawancara dengan Dian Tri Irawati, peneliti Rujak Center, 16 Mei 2014 Sumber Peraturan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Sumber Lain Notulensi pertemuan warga dan UPC-JRMK dengan Gubernur DKI Jakarta di Balai Kota, 04 Maret 2013. Joko Widodo dalam Pertemuan dengan warga dan UPC-JRMK di Balai Kota pada 05 Februari 2013, http://www.youtube.com/watch?v=L3q1YEe8uBs diakses pada 11 Mei 2014 pukul 21.15 WIB. .
20
Dinamika politik tata ruang ..., Jamalianuri, FISIP UI, 2014