1
DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi)
Oleh: MADA SANJAYA WS G74103018
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
2
ABSTRAK Mada Sanjaya WS. Dinamika Orde Pertama Sistem Nonlinier Terkopel dengan Relasi Predasi, Mutual, dan Siklik (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi). Dibimbing oleh Husin Alatas. Pengontrolan terhadap populasi suatu spesies tertentu diperlukan untuk menghindari berbagai bencana seperti kekurangan pangan, ledakan hama, dan kepunahan suatu spesies. Penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari sebuah model dinamika mangsa pemangsa menggunakan persamaan Lotka-Volterra termodifikasi melalui analisis numerik dan semi analitik. Model yang diajukan dalam penelitian ini yaitu model mutualisme antara dua spesies dengan kehadiran pemangsa, model dua mangsa satu pemangsa, dan model rantai makanan siklik serta aplikasi model dinamik pengendalian hama pertanian. Telah ditemukan bahwa model dinamika dua spesies hierarki dua tingkat dengan pendekatan persamaan Lotka-Volterra menunjukkan suatu kemiripan dengan data pengamatan fluktuasi populasi kelinci dan Lynx di mana populasi mangsa dan pemangsa berfluktuasi membentuk suatu siklus. Pada model dinamika tiga spesies ini menunjukkan banyak fenomena menarik mengenai keterkaitan antara parameter model dengan fluktuasi populasi ketiga spesies. Hipotesis yang diajukan adalah bahwa pada parameter kritis tertentu diagram fase sistem dinamika tiga spesies akan mengalami bifurkasi yang bisa menunjukan fluktuasi spesies tertentu ke arah kepunahan sementara yang lainya akan mengalami booming hingga akan mencapai keseimbangan kembali. Melalui analisis optimasi dan bifurkasi keterkaitan antara parameter-parameter sistem seperti laju kelahiran dan efektivitas serta produktivitas pemangsa terhadap populasi spesies lainya dapat ditentukan. Titik kritis terjadinya kepunahan dapat diprediksi sehingga pengontrolan bagi ahli biologi untuk memverifikasi sejauh mana kesesuaiannya dengan ekosistem tertentu dan pada akhirnya dapat membantu kita mengatasi atau setidaknya memahami proses kepunahan suatu spesies tertentu.
3
DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Oleh : MADA SANJAYA WS G74103018
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
4
Judul : Dinamika Orde Pertama Sistem Nonlinier Terkopel dengan Relasi Predasi, Mutual, dan Siklik (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi). Nama : Mada Sanjaya WS NIM : G74103018
Menyetujui :
Pembimbing I
Dr. Husin Alatas, M.Si NIP 132206234
Mengetahui : Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS. NIP 131473999
Tanggal Lulus:
5
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cirebon, pada tanggal 11 Oktober 1985 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Waryano Sunaryo dan Eti. Penulis menyelesaikan studinya di SMU Negeri 1 Lemah Abang-Cirebon pada tahun 2003 dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama duduk di bangku kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan (kepanitiaan) dan organisasi intra kampus seperti menjadi anggota DKM Al Hurriyyah IPB pada tahun 2003-2004, Departemen Kerohanian Himpunan Mahasiswa Fisika (HiMaFi) IPB pada tahun 2003-2004, staff Departemen kerohanian BEM FMIPA pada tahun 2004-2005, staff Departemen Kebijakan Nasional BEM KM IPB pada tahun 2005 serta aktif sebagai ketua Rohis OMDA Cirebon pada tahun 2005. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisika Dasar I dan II 2004-2006, penulis juga aktif mengajar private di kota Bogor, menjadi staff pengajar A-Project, Physics Challange dan Best Student Program pada tahun 2004–2006. Serta menjadi tutor di Bimbingan Belajar Bintang Pelajar Regional Bogor pada tahun 2006 sampai sekarang.
6
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “Dinamika Orde Pertama Sistem Nonlinier Terkopel dengan Relasi Predasi, Mutual, dan Siklik (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi).”, yang dilakukan dalam rangka tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Husin Alatas atas segala bimbingan dan motivasinya yang diberikan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini, juga kepada Bapak Irzaman dan Bapak Kiagus Dahlan selaku penguji dari skripsi ini. Kepada orangtua dan seluruh sanak keluarga penulis, juga kepada “Dinda yang selalu berada di hatiku”, seluruh staff dan dosen Fisika khususnya, dan IPB pada umumnya. Serta seluruh pihak yang telah membantu penulis yang tak mungkin disebutkan satu-persatu, juga kepada semua teman-teman seperjuangan Fisika. Penulis memahami bahwa tiada gading yang tak retak. Oleh karena itu, segala macam saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Semoga apa yang disampaikan oleh penulis akan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Bogor, Maret 2007
Penulis
7
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR........................................................................................................................... DAFTAR ISI......................................................................................................................................... DAFTAR GAMBAR............................................................................................................................ DAFTAR TABEL................................................................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................................................... PENDAHULUAN................................................................................................................................ . Latar Belakang............................................................................................................................... Tujuan............................................................................................................................................ TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................................... Persamaan Differensial Orde Pertama........................................................................................... Model Dinamik untuk Interaksi Multispesies............................................................................... Titik Kritis (critical point)............................................................................................................. Kontruksi Matrik Jacobi................................................................................................................ Vektor Eigen dan Nilai Eigen....................................................................................................... Model Dinamik Lotka-Volterra Dua Spesies................................................................................ Analisis Model Dinamik untuk Interaksi Dua Spesies................................................................... Kontruksi Matriks Jacobi ...................................................................................................... Analisis Kestabilan Titik Kritis............................................................................................. Titik Kritis T1 ........................................................................................................................ 3 Titik Kritis T2 ........................................................................................................................ Orbit dan Kestabilan Sistem.................................................................................................. Kesesuaian Model dengan Hasil Pengamatan Lapangan...................................................... METODOLOGI PENELITIAN........................................................................................................... Waktu dan Tempat Penelitian....................................................................................................... Peralatan ....................................................................................................................................... Studi Pustaka ................................................................................................................................ Pembuatan Program...................................................................................................................... Analisis Output……………………………………………………………….......................…... HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………….........................……… PEMODELAN…………………………………………………………......................….…… … Model Dinamik untuk Interaksi Dua Spesies Mutualistik…………….............................……… Model Dinamik untuk Interaksi Dua Spesies Mutualistik dengan Kehadiran Pemangsa……………………………………………………………………......... .............. Model Dinamik Dua mangsa Satu Pemangsa tanpa Kompetisi Intraspesifik........................ Model Dinamik Dua mangsa Satu Pemangsa dengan Kompetisi Intraspesifik.................... Model Dinamik Rantai Makanan Siklik……………………………………........................ ANALISIS MODEL…………………………………………………………......................…… Model Dinamik untuk Interaksi Dua Spesies Mutualistik………………….....................… Penentuan Titik Kritis………………………………………………....................……. Kontruksi Matriks Jacobi................................................................................................ Analisis Kestabilan Titik Kritis...................................................................................... Titik Kritis T1....................................................................................................... Titik Kritis T2....................................................................................................... Titik Kritis T3....................................................................................................... Titik Kritis T4....................................................................................................... Orbit dan Kestabilan Sistem................................................................................. Model Dinamik untuk Interaksi Dua Spesies Mutualistik dengan Kehadiran Pemangsa................................................................................................................. ..............
i ii iv vi vii 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3
3 3 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
5 5 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 8 8
10
8
Penentuan Titik Kritis..................................................................................................... Kontruksi Matriks Jacobi............................................................................................... Analisis Kestabilan Titik Kritis...................................................................................... Titik Kritis T1....................................................................................................... Titik Kritis T2....................................................................................................... Titik Kritis T3....................................................................................................... Titik Kritis T4....................................................................................................... Titik Kritis T5....................................................................................................... Titik Kritis T6....................................................................................................... Model Dinamik Dua mangsa Satu Pemangsa tanpa Kompetisi Intraspesifik....................... Penentuan Titik Kritis.................................................................................................... Kontruksi Matriks Jacobi............................................................................................... Analisis Kestabilan Titik Kritis...................................................................................... Titik Kritis T1....................................................................................................... Titik Kritis T2....................................................................................................... Titik Kritis T3....................................................................................................... Hasil Numerik................................................................................................................ Kasus ad = bc………………………………………………..................….…… Kasus ad > bc…………………………………………………………..….…… Kasus ad < bc...................................................................................................... Model Dinamik Dua mangsa Satu Pemangsa dengan Kompetisi Intraspesifik..................... Penentuan Titik Kritis..................................................................................................... Kontruksi Matriks Jacobi................................................................................................ Analisis Kestabilan Titik Kritis...................................................................................... Titik Kritis T1....................................................................................................... Titik Kritis T2....................................................................................................... Titik Kritis T3....................................................................................................... Titik Kritis T4....................................................................................................... Titik Kritis T5....................................................................................................... Titik Kritis T6....................................................................................................... Titik Kritis T7....................................................................................................... Hasil Numerik................................................................................................................. Parameter 1……………………………………………...................…………... Parameter 2…………………………………………...................……………... Parameter 3........................................................................................................... Attractor Model Dinamik Dua Mangsa Satu Pemangsa………..................…………… Hasil Eksperimen Lapangan........................................................................................... Model Dinamik Rantai Makanan Siklik................................................................................ Penentuan Titik Kritis..................................................................................................... Kontruksi Matriks Jacobi............................................................................................... Analisis Kestabilan Titik Kritis...................................................................................... Hasil Numerik................................................................................................................. Kasus beh = fic.................................................................................................... Kasus beh > fic.................................................................................................... Aplikasi Model Dinamik Pengendalian Hama pertanian...................................................... Analisis Model Dinamik Pengendalian Hama pertanian...................................................... Penentuan Titik Kritis.................................................................................................... Kontruksi Matriks Jacobi............................................................................................... Analisis Kestabilan Titik Kritis..................................................................................... Hasil Numerik................................................................................................................ Kasus ag = fb...................................................................................................... Kasus ag > fb...................................................................................................... Kasus ag < fb...................................................................................................... SIMPULAN DAN SARAN................................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................
DAFTAR GAMBAR
10 10 11 11 11 11 11 12 16 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 21 24 24 24 24 24 24 25 25 25 25 26 26 26 26 26 29 30 32 32 32 35 35 35 36 38 39 39 39 40 40 40 41 42 43 43
Kas
9
Gambar 1. Dinamika populasi dua spesies...................................................................................... Gambar 2. Orbit kestabilan mangsa pemangsa dua spesies............................................................ Gambar 3. Dinamika Populasi Hare dan Lynx oleh Hudson Bay Company.................................. Gambar 4. Orbit Kestabilan Populasi Hare’s dan Lynx oleh Hudson Bay Company………………………………………………………………........... .............. Gambar 5. (a) Grafik ruang phasa bidang xy dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1 (b) Grafik laju populasi dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1................................................................ Gambar 6. Grafik kestabilan titik kritis T4 saat ad > bc (a) ruang phasa bidang xy dengan memvariasikan kondisi awal dan t = 100 (a) laju populasi kondisi awal x = 2 dan y = 2 (b) laju populasi kondisi awal, x = 1 dan y = 2, dan (c) laju populasi kondisi awal x = 2 dan y = 1..................................................................................................... Gambar 7. (a) Grafik ruang phasa bidang xy dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1 dan (b) grafik laju perubahan populasi dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1...................................... Gambar 8. Grafik ruang phasa titik kritis T4 dengan kondisi awal x = 1, y = 1, z = 1, t = 1000 dan parameter a = 2.5, b = 1, c = 1, dan d = 2.5........................................................... Gambar 9. Grafik ruang phasa dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1............................................... Gambar 10. Grafik ruang phasa titik kritis T4 dengan kondisi awal x = 1, y = 1, z = 1, t = 1000 dan parameter a = 0.5, b = 1, c = 1 dan d = 0.5................................................................... Gambar 11. Grafik ruang phasa dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1.............................................. Gambar 12. Bifurkasi yang terjadi pada titik kritis T5 dengan t = 1000 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter d = 1.5 dan l = 1.5 (b) parameter d = 1.2 dan l = 1.2 (c) parameter d =1 dan l = 1 (d) parameter d = 0.7 dan l = 0.7 (e) parameter d = 0.5 dan l = 0.5 serta (f) parameter d = 0.3 dan l = 0.3…………….. Gambar 13. Grafik Laju Perubahan Populasi pada Titik Kritis T5 dengan beberapa parameter, (a) parameter d = 1.5 dan l = 1.5 (b) parameter d = 1.2 dan l = 1.2 (c) parameter d = 1 dan l = 1 (d) parameter d = 0.7 dan l = 0.7 (e) parameter d = 0.5 dan l = 0.5 serta (f) parameter d = 0.3 dan l = 0.3………………………………………………… Gambar 14. Bifurkasi yang terjadi pada titik kritis T6 dengan t = 1000 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter b = 0.1 dan c = 0.1 (b) parameter b = 0.5 dan c = 0.5 (c) parameter b = 0.8, c = 0.8 (d) parameter b = 1 dan c = 1 (e) parameter b = 1.1 dan c = 1.1 serta (f) parameter b = 1.2 dan c = 1.2……………………………. Gambar 15. Grafik Laju Perubahan Populasi pada Titik Kritis T6 dengan beberapa parameter, (a) parameter b = 0.1 dan c = 0.1 (b) parameter b = 0.5 dan c = 0.5 (c) parameter b = 0.8 , c = 0.8 (d) parameter b = 1 dan c = 1 (e) parameter b = 1.1 dan c = 1.1 serta (f) parameter b = 1.2 dan c = 1.2……………………………………………….. Gambar 16. Bifurkasi yang terjadi pada model dua mangsa satu predator dengan t= 500 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter a = 1, b = 1, c = 1 dan d = 1 (b) parameter a = 2, b = 1, c = 1 dan d = 2 (c) parameter a = 20, b = 1, c = 1 dan d = 20 (e) parameter a = 1, b = 2, c = 2 dan d = 1 (f) parameter a = 1, b = 20, c = 20, dan d = 1……………………………………………………………………… Gambar 17. Grafik Laju Perubahan Populasi pada model dua mangsa satu predator dengan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter a = 1, b = 1, c = 1 dan d = 1 (b) parameter a = 2, b = 1, c = 1 dan d = 2 (c)
3 4 4
4
8
9
10
11 12
12 12
14
15
17
18
22
10
Gambar 18.
parameter a = 20, b = 1, c = 1 dan d = 20 (e) parameter a = 1, b = 2, c = 2 dan d =1 (f) parameter a = 1, b = 20, c = 20 dan d = 1.............................................................................................................. Bifurkasi yang terjadi pada titik kritis T7 dengan t = 1000 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) bersifat periodik dengan c = 0.003 (b) bersifat periodik dengan c = 0.004 (c) bersifat periodik dengan c = 0.005 (d) bersifat periodik dengan c = 0.006 (e) bersifat periodik dengan c = 0.007 serta (f) bersifat chaotik dengan c = 0.008..........................................................................................................
Laju Perubahan populasi yang terjadi pada titik kritis T7 dengan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) laju populasi tiga spesies dengan c = 0.003 (b) populasi tiga spesies dengan c = 0.005 (c) populasi tiga spesies dengan c = 0.008 (d) Plot x dan z terhadap waktu t dengan c = 0.003 bersifat periodik (e) Plot x dan z terhadap waktu t dengan c = 0.005 bersifat periodik (f) Plot x dan z terhadap waktu t dengan c = 0.008 bersifat chaotik................................................................................... Gambar 20. Attractor model dinamik dua mangsa satu pemangsa dengan kondisi awal populasi predator divariasikan z0 = 2, z0 = 2.1 dan z0 = 2.2 sedangkan parameter c = 0.01 (a) ruang fase tiga spesies t = 3000, (b) laju populasi mangsa x, (c) laju populasi mangsa y dan (d) laju populasi pemangsa z…………………………………………... Gambar 21. Attractor model dinamik dua mangsa satu pemangsa saat kondisi awal populasi predator divariasikan z0 = 2, z0 = 2.1 dan z0 = 2.2 sedangkan parameter c = 0.01 (a) ruang fase tiga spesies, t = 3000 (b) ruang fase bidang xy, (c) ruang fase bidang yz dan (d) ruang fase bidang xz..................................................................................... Gambar 22. Hasil Experimental Dinamika Populasi sistem chemostat bacteria– ciliate.................. Gambar 23. Bifurkasi ruang phasa pada model siklik dengan t = 10 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter c =0.6 (b) parameter c = 0.8 (c) parameter c = 0.96 (d) parameter c =1. 2 (e) parameter c = 1.35 (f) parameter c = 1.6…………………... Gambar24. Laju perubahan populasi pada model siklik dengan memvariasikan parameter yang digunakan ,(a) parameter c = 0.6 (b) parameter c = 0.8 (c) parameter c = 0.96 (d) parameter c = 1. 2 (e) parameter c = 1.35 (f) parameter c = 1.6…………………. Gambar 25. Skema daur hidup hama ulat buah (Helicoverpa armigera) yang merusak tanaman kapas beserta musuh alaminya....................................................................................... Gambar 26. Diagram rantai makanan pada tanaman kapas............................................................... Gambar 27. Orbit kestabilan pada bidang 3-dimensi kasus ag = fb.................................................. Gambar 28. Dinamika populasi tiga spesies dengan nilai awal x = 1, y = 1, z = 1.5 dan t = 20 kasus ag = fb.................................................................................................................. Gambar 29. Orbit kestabilan pada bidang 3-dimensi kasus ag > fb.................................................. Gambar 30. Dinamika populasi tiga spesies dengan nilai awal x = 2, y = 2, z = 1 dan t = 20 kasus ag > fb....................................................................................................................... .... Gambar 31. Orbit Kestabilan pada bidang 3-dimensi kasus ag < fb................................................. Gambar 32. Dinamika populasi tiga spesies dengan nilai awal x = 2 , y = 2, z = 1 dan t = 20 kasus ag < fb....................................................................................................................... .....
23
27
Gambar 19.
28
29
30 31
33
34
38 39 40
41 41
41 42
42
11
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6.
Nilai-nilai parameter Mutualisme................ Nilai-nilai parameter Mutualisme................ Nilai-nilai parameter Mutualisme................ Nilai-nilai parameter pemangsa............ Nilai-nilai parameter Siklik................... Nilai-nilai parameter Kapas................
yang digunakan dalam titik kritis T4 Model 11 yang digunakan dalam titik kritis T5 Model 12 yang digunakan dalam titik kritis T6 Model 16 yang digunakan dalam Model dua mangsa satu 21 yang digunakan dalam Model Rantai Makanan 35 yang digunakan Rantai Makanan pada Tanaman 40
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Titik Kritis Model Spesies............................................................ Lampiran 2. Analisis Nilai Eigen Model Spesies........................................................... Lampiran 3. Sintaks Plot Grafik Dengan 7................................................................. Lampiran 4. Diagram Penelitian……………………………………………….............................
Dinamik
Tiga
Dinamik
Tiga
46 48 Software
Matlab 54 Alir 56
13
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu cabang sains yang sedang berkembang dewasa ini adalah sains nonlinier. Dasar dari ilmu ini berpijak pada fakta bahwa gejala yang terjadi di alam secara umum tidak memenuhi prinsip linieritas, tetapi bersifat nonlinier. Gejala nonlinier pertama kali diprediksi oleh Henri Poincare pada tahun 1880-an, ketika mencoba memecahkan permasalahan stabilitas dari suatu sistem dinamis, seperti gerak tiga benda langit di bawah pengaruh gaya gravitasi (rigid body problem). Pada tahun 1963 Edward Lorenz pertama kali menyelidiki gejala nonlinieritas pada sistem cuaca dengan menyederhanakan sistem cuaca yang kompleks ke bentuk persamaan yang sederhana dan berkelakuan chaotic. Gejala nonlinieritas ini dapat dianalisis melalui pendekatan system dinamik (dynamical system approach). Selain dalam fisika, bidang lain yang terkait dengan gejala nonlinieritas antara lain adalah analisis populasi pada ekologi, analisis keuangan dalam ekonomi, reaksi kimia, ataupun analisis kriminalitas bahkan sifat nonlinieritas ini dapat dipakai juga untuk memprediksi banjir di suatu daerah dengan menggunakan asumsi tertentu. Dalam penelitian ini yang akan dikaji dengan lebih mendalam adalah fenomena nonlinieritas dalam suatu sistem ekologi. Dengan memanfaatkan analisis sistem dinamik maka gejala nonlinieritas pada sistem ekologi dapat dipelajari dan diaplikasikan secara nyata untuk berbagai kepentingan. Pada penelitian ini akan dibahas beberapa model dinamik interaksi antara tiga spesies, yaitu interaksi dua spesies yang saling menguntungkan (Simbiosis Mutualisme) dengan kehadiran pemangsa, model dua mangsa satu pemangsa, dan model rantai makanan serta aplikasinya dalam proses pengendalian hama tanaman pertanian dengan mengembangkan musuh alaminya. Tujuan Penelitian ini bertujuan: 1) Mempelajari model dinamika nonlinier yang berlaku pada sistem simbiosis mutualisme, model dua mangsa satu pemangsa, dan model rantai makanan siklik. 2) Menganalisis kondisi kestabilan pada ketiga model dinamik tersebut. 3) Mengetahui bentuk kestabilan di sekitar titik kritisnya 4) Mengetahui arti fisis dari grafik yang diperoleh. 5) Mengaplikasikan model dinamik dalam pengendalian hama pada tumbuhan dengan mengembangkan musuh alaminya.
TINJAUAN PUSTAKA 1.
Persamaan Differensial Orde Pertama Sistem persamaan differensial orde pertama interaksi dua spesies dapat dinyatakan sebagai: dx = f1 ( x, y ) (1) dt dy = f 2 ( x, y ) dt Sedangkan untuk interaksi tiga spesies dapat dinyatakan sebagai: dx = f1 ( x , y , z ) dt dy (2) = f 2 ( x, y , z ) dt dz = f3 ( x, y , z ) dt
(1) f1 ,f2 dan f3 adalah fungsi kontinu bernilai real dari x dan y, dengan laju perubahan x dan y sendiri dan tidak mengandung t di dalamnya. Sistem persamaan differensial disebut sebagai sistem persamaan differensial mandiri (Autonomous).
14
2.
Model Dinamik untuk Interaksi Multispesies
Generalisasi dari model dinamik Lotka-Voltera klasik dari n-spesies yang berinteraksi dapat dinyatakan dengan n ⎛ ⎞ dxi = xi ⎜ ri + ∑ α ij x j ⎟ , dt j =1 ⎝ ⎠
(3)
i = 1, 2,3..
3.
Titik Kritis (critical point)
Analisis sistem persamaan differensial sistem dua spesies sering digunakan untuk menentukan solusi yang tidak berubah terhadap waktu, yaitu untuk tiap dx / dt = 0, dy / dt = 0 . Titik kritis ( x * , y * ) dari sistem dapat diperoleh dengan menentukan
dx / dt = 0, dy / dt = 0
(4)
Sedangkan untuk interaksi tiga spesies titik kritis ( x* , y* , z ∗ ) dapat diperoleh dengan menentukan (5) dx / dt = 0, dy / dt = 0, dz / dt = 0
4.
Kontruksi Matrik Jacobi
Dengan melakukan pelinieran pada persamaan interaksi dua spesies maka diperoleh matriks Jacobi berikut
⎡ ∂f 1 ⎢ ∂x Ji = ⎢ 1 ⎢ ∂f 2 ⎢⎣ ∂ x1
∂f1 ∂x 2 ∂f 2 ∂x 2
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥⎦
(6)
Sedangkan untuk interaksi tiga spesies diperoleh matrik Jacobi ⎡ ∂f1 ⎢ ⎢ ∂x1 ⎢ ∂f Ji = ⎢ 2 ⎢ ∂x1 ⎢ ∂f 3 ⎢ ⎣ ∂x1
5.
∂f1 ∂x2 ∂f 2 ∂x2 ∂f3 ∂x2
∂f1 ⎤ ⎥ ∂x3 ⎥ ∂f 2 ⎥ ⎥ ∂x3 ⎥ ∂f3 ⎥ ⎥ ∂x3 ⎦
(7)
Vektor Eigen dan Nilai Eigen
Diberikan matrik dengan koefisien konstan J berukuran n × n dan SPD homogen berikut: (8) x& = Jx , x(0) = x 0
Suatu vektor tak nol x dalam ruang ℜ n disebut vektor eigen dari J jika untuk suatu skalar λ berlaku: (9) Jx = λx Nilai skalar λ dinamakan nilai eigen dari J. Untuk mencari nilai eigen λ dari matrik J maka persamaan (9) dapat ditulis kembali sebagai:
15
( J − λI ) x = 0
(10)
Dengan I matrik diagonal satuan. Persamaan (10) mempunyai solusi tak nol jika dan hanya jika p(λ) = det(J − λI ) = J − λI = 0
(11)
Persamaan (11) disebut persamaan karakteristik dari matrik Jacobi. 5. Model Dinamik Lotka-Volterra Untuk Interaksi Dua Spesies
Model mangsa-pemangsa klasik yang telah banyak dikenal adalah model Lotka-Volterra untuk dua spesies, yaitu: dx = ax − bxy (12) dt dy = −cy + dxy dt Keterangan: a: menunjukkan kelahiran rata-rata dari mangsa tanpa adanya pemangsa. b: merupakan jumlah mangsa yang dimangsa oleh pemangsa. c: menunjukkan angka kematian pemangsa secara alami tanpa pengaruh ada atau tidak adanya mangsa. d: menunjukkan jumlah kelahiran dari pemangsa yang dipengaruhi oleh adanya mangsa.
Pada model mangsa-pemangsa dua spesies di atas, misalkan x menyatakan banyaknya spesies sebagai mangsa di level pertama pada waktu t, y menyatakan banyaknya spesies sebagai pemangsa di level dua pada waktu t. Dari persamaan tersebut perubahan laju populasi spesies x dipengaruhi oleh tingkat reproduksi yaitu laju pertumbuhan alami spesies tersebut. Kemudian terjadi proses pemangsaan terhadap spesies x oleh spesies y, sehingga efek yang ditimbulkan dari pemangsaan tersebut akan mempengaruhi laju populasi spesies x. Perubahan laju populasi spesies y dipengaruhi oleh laju kematian alami yang terjadi tanpa kehadiran spesies x sebagai mangsanya. Laju pemangsaan spesies x juga bergantung pada kontak atau bertemunya mangsa dan pemangsa. Ada lima tahap yang dilakukan untuk menganalisis kondisi kastabilan pada model tersebut antara lain: 1. menentukan titk kritis 2. mengkontruksi matrik komunitas (Jacobian) dan mengevaluasinya di titik kritis yang telah diperoleh. matrik komunitas menyatakan efek dari spesies ke-j terhadap spesies ke-i di sekitar titik kritisnya 3. Menentukan nilai eigen dan menganalisis kondisi kestabilan 4. Menentukan orbit kestabilan 5. Menafsirkan secara ekologis.
6. Analisis Model Dinamik untuk Interaksi Dua Spesies Penentuan titik kritis Sesuai persamaan (4) maka untuk interaksi dua spesies diperoleh:
x( a − by ) = 0 y (−c + dx) = 0
(13)
Dari persamaan tersebut diperoleh dua titik kritis sebagai berikut: T1 = (0,0) T2 = (c / d , a / b)
(14)
16
Kontruksi Matriks Jacobi Dengan melakukan pelinieran pada persamaan (1) maka diperoleh matriks Jacobi:
− bx ⎤ ⎡a − by (15) Ji = ⎢ − dy c + dx⎥⎦ ⎣ Matriks komunitas diperoleh dengan mensubstitusikan titik kritis T1 dan T2 yang telah diperoleh ke dalam matriks Ji (15) yaitu: ⎡a 0 ⎤ J1 = ⎢ ⎥ ⎣0 − c⎦ − bc ⎤ ⎡ ⎢0 d ⎥ J2 = ⎢ ⎥ da ⎢ 0 ⎥ ⎣b ⎦
(16) (17)
Analisis Kestabilan Titik kritis Kondisi kestabilan dari setiap titik kritis dapat dianalisis dan dapat dilihat dari nilai eigennya. Berikut beberapa persamaan karakteristik untuk tiap titik kritis: = [a − λ ][− c − λ ] = 0
P1 ( λ ) = det( J 1 − λ I )
(18)
P2 (λ ) = det( J 2 − λI ) = λ2 + ac = 0
(19)
Titik kritis T1 Nilai eigen yang diperoleh dari persamaan (18) yaitu, λ1 = a dan λ 2 = −c . Agar sistem di titik T1 stabil maka harus dipenuhi syarat λ1 < 0, λ2 < 0. diketahui bahwa a dan c positif sehingga mengakibatkan λ1 > 0, λ2 < 0. (dua bilangan real dengan tanda berbeda). Sehingga dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa tipe titik kritis T1 adalah titik sadel. Titik kritis T2 Nilai eigen yang diperoleh dari persamaan (19) yaitu, λ1, 2 = ± aci . Jadi pada titik kritis T2 nilai eigen merupakan konjugat kompleks, karena bagian realnya sama dengan nol maka dapat disimpulkan bahwa tipe titik kritis T2 adalah titik fokus (center point). Orbit dan Kestabilan Sistem Bentuk kestabilan orbit dan laju perubahan populasi dua spesies hasil simulasi model diperoleh:
Gambar 1. Dinamika populasi dua spesies
17
Gambar 2. Orbit kestabilan mangsa pemangsa dua spesies Kesesuaian Model Dengan Hasil Pengamatan Lapangan
Model mangsa Pemangsa Lotka- Volterra memprediksi suatu siklus periodik dengan perbedaan fase kecil antara populasi mangsa dengan pemangsa. Perilaku ini dapat dilihat dari pengamatan terkenal di Hudson bay Company yang mencatat jumlah mangsa kelinci (hare) dan pemangsa (lynx) dari tahun 1845-1935 berikut:
Gambar 3.Dinamika Populasi Hare dan Lynx oleh Hudson Bay Company
Gambar 4.Orbit kestabilan populasi Hare’s dan Lynx Oleh Hudson Bay Company Secara kasar terlihat adanya kemiripan antara grafik model dinamika dua spesies dengan grafik dinamika populasi hasil observasi di alam.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah selesai dilaksanakan di laboratorium Fisika Teori, Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor dimulai dari bulan September 2006 sampai dengan bulan Februari 2007. kegiatannya meliputi penelitian pendahuluan, pembuatan program, analisis output, pengolahan data, dan penyusunan laporan.
18
Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa komputer intel(R)Pentium(R) 4 CPU 3.00 GHz,512 MB of RAM. Software yang digunakan untuk proses komputasi adalah bahasa pemrograman Matlab 7.01 dari Mathwork, Inc.dan bahasa pemrograman Maple 9.5. Untuk mendukung penelitian ini sumber referensi yang digunakan selain buku (literature) juga informasi yang diperoleh dari internet yang dapat diakses dari Laboratorium. Studi Pustaka Studi pustaka diperlukan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan yang telah dicapai dalam bidang yang diteliti. Pembuatan Program Pembuatan program dengan bahasa pemrograman Maple 9.5 dan Matlab 7.01 diperlukan untuk memudahkan perhitungan secara numerik maupun eksak juga memudahkan dalam pembuatan grafik solusi persamaan baik ruang fasenya maupun laju perubahan populasi pada model ekologi yang dibuat. Analisis Output Analisis output diperlukan untuk menguji apakah output yang didapat sesuai dengan teori yang ada dalam literatur. Sistematika penelitian yang lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
PEMODELAN 1.
Model Dinamik untuk Interaksi Dua Spesies Mutualistik
Model ini mengasumsikan bahwa interaksi setiap spesies mendapat keuntungan karena berinteraksi dengan spesies yang lain. Tetapi kelangsungan hidup suatu populasi tidak bergantung pada interaksi itu (mutualisme facultatif). Sedangkan interaksi antar spesies yang sama dapat menurunkan laju pertumbuhan kedua populasi spesies, karena kedua spesies yang sama di dalam populasi berkompetisi untuk mendapatkan keuntungan dari spesies lain yang berbeda. Model tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan logistik berikut: dx = x( j − ax + by ) dt dy = y (k + cx − dy ) dt 0 < j, k < 1,.a, d > 0, b, c ≥ 0 Dengan,
a: b: c: d: j: k: 2.
(20)
besarnya laju penurunan pertumbuhan spesies x akibat spesies x di dalam populasi. besarnya laju peningkatan pertumbuhan spesies x akibat spesies y di dalam populasi. besarnya laju peningkatan pertumbuhan spesies y akibat spesies x di dalam populasi besarnya laju penurunan pertumbuhan spesies y akibat spesies y di dalam populasi laju pertumbuhan intrinsik spesies x. laju pertumbuhan intrinsik spesies y.
bertambahnya satu individu bertambahnya satu individu bertambahnya satu individu bertambahnya satu individu
Model Dinamik untuk Interaksi Dua Spesies Mutualistik dengan kehadiran Pemangsa. Interaksi ini dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan logistik berikut:
19
dx = x( j − ax + by ) dt (21) dy = y (k + cx − dy − ez ) dt dz = z (−l + fy ) dt 0 < j , k , l < 1, a , d , e, f > 0, b, c ≥ 0 Dengan, Dimana a, b, c, d, k dan l memiliki tafsiran seperti pada model (20) e: besarnya laju penurunan spesies y akibat bertambahnya satu individu pemangsa z di dalam populasi. f: besarnya laju peningkatan pertumbuhan pemangsa z akibat bertambahnya satu individu spesies y di dalam populasi. l: laju penurunan intrinsik pemangsa z
3.
Model Dinamik Dua Mangsa Satu Pemangsa tanpa Kompetisi Intraspesifik.
Untuk model dinamik dua mangsa satu pemangsa dapat dibentuk dengan Persamaan LotkaVolterra yang dimodifikasi sebagai berikut: dx = ax − bxz dt dy = cy − dyz dt dz = −ez + fxz + gyz dt
(22)
a,b,c,d,e,f,g >0 Dengan, a: laju pertumbuhan intrinsik spesies x. b: besarnya laju penurunan spesies x akibat bertambahnya satu individu pemangsa z di dalam populasi. c: laju pertumbuhan intrinsik spesies y. d: besarnya laju penurunan spesies x akibat bertambahnya satu individu pemangsa z di dalam populasi. e: laju penurunan intrinsik pemangsa z. f: besarnya laju peningkatan pertumbuhan pemangsa z akibat bertambahnya satu individu spesies x di dalam populasi. g: besarnya laju peningkatan pertumbuhan pemangsa z akibat bertambahnya satu individu spesies y di dalam populasi. 4.
Model Dinamik Dua Mangsa Satu Pemangsa dengan Kompetisi Intraspesifik.
Untuk model dinamik dua mangsa satu pemangsa dapat dibentuk dengan persamaan LotkaVolterra yang dimodifikasi sesuai Model Gilpin (1979) sebagai berikut: dx = jx − ax 2 − bxy − cxz dt dy = ky − dy 2 − exy − fyz dt dz = −lz + gxz + hyz dt
(23)
Dengan, j, k dan l memiliki tafsiran seperti pada model (21) a: besarnya laju penurunan pertumbuhan spesies x akibat bertambahnya satu individu spesies x di dalam populasi. b: besarnya laju penurunan pertumbuhan spesies x akibat bertambahnya satu individu spesies y di dalam populasi. c: besarnya laju penurunan spesies x.
20
d: e: f: g: h:
5.
besarnya laju penurunan pertumbuhan spesies y akibat bertambahnya satu individu spesies y di dalam populasi. besarnya laju penurunan spesies y akibat bertambahnya satu individu spesies x di dalam populasi. besarnya laju penurunan spesies y karena pemangsaan oleh predator z. besarnya laju peningkatan pertumbuhan pemangsa z akibat bertambahnya satu individu spesies x di dalam populasi. besarnya laju peningkatan pertumbuhan pemangsa z akibat bertambahnya satu individu spesies y di dalam populasi. Model Dinamik Rantai Makanan Siklik
Untuk model dinamik rantai makanan siklik dapat dibentuk dengan persamaan Lotka-Volterra yang dimodifikasi sebagai berikut:
dx = ax + bxz − cxy dt dy = dy + exy − fyz dt dz = gz + hyz − ixz dt
(24)
Dengan, a: laju pertumbuhan intrinsik spesies x. b: besarnya laju peningkatan pertumbuhan spesies x akibat bertambahnya satu individu spesies z di dalam populasi. c: besarnya laju penurunan spesies x akibat bertambahnya satu individu spesies y di dalam populasi. d: laju pertumbuhan intrinsik spesies x. e: besarnya laju peningkatan pertumbuhan spesies x akibat bertambahnya satu individu spesies z di dalam populasi. f: besarnya laju penurunan spesies y akibat bertambahnya satu individu spesies z di dalam populasi. g: laju pertumbuhan intrinsik spesies z. h: besarnya laju peningkatan pertumbuhan spesies z akibat bertambahnya satu individu spesies y di dalam populasi i: besarnya laju penurunan spesies z akibat bertambahnya satu individu spesies x di dalam populasi.
ANALISIS MODEL
Ada lima tahap yang dilakukan untuk menganalisis kondisi kastabilan pada kedua model tersebut antara lain: • menentukan titik kritis • mengkontruksi matrik komunitas (Jacobian). • Menentukan nilai eigen dan menganalisis kondisi kestabilan. • Menentukan orbit kestabilan • Menafsirkan secara ekologis. 1. Analisis Model Dinamik untuk Interaksi Dua Spesies Mutualistik 1.1
a. b. c.
Penentuan titik kritis
Dari persamaan (4) diperoleh empat titik kritis sebagai berikut: Pilih x = 0 dan y = 0 sehingga diperoleh titik kritis T1 (0, 0). Pilih j − ax + by = 0 dan y = 0 maka diperoleh titik kritis T2 (j/a, 0) Pilih x = 0 dan k + cx - dy = 0 maka diperoleh titik kritis T3 (0, k/d)
21
d.
j − ax + by = 0 dan k + cx - dy = 0 maka akan diperoleh titik kritis T4 ⎛ dj + bk cj + ak ⎞ , ⎜ ⎟ ⎝ ad − bc ad − bc ⎠
Pilih
1.2
Kontruksi Matrik Jacobi
Dengan melakukan pelinieran pada sistem persamaan (20) maka diperoleh matrik komunitas bx ⎡ j − 2ax + by ⎤ Ji = ⎢ ⎥ cy k + cx − dy 2 ⎣ ⎦
(12)
Matrik komunitas diperoleh dengan mensubstitusikan titik kritis T1,T2,T3 dan T4 yang telah diperoleh ke dalam matrik Ji (11) yaitu:
⎡ j 0⎤ J1 = ⎢ ⎥ ⎣0 k ⎦
(13)
b ⎡ ⎤ j ⎥ ⎢− j a J2 = ⎢ c ⎥ ⎢ 0 k + j⎥ a ⎦ ⎣ b ⎡ ⎤ ⎢j+ d k 0 ⎥ J3 = ⎢ ⎥ c ⎢ k − k⎥ ⎣ d ⎦
⎡A J 4 = ⎢ 11 ⎣ A21
A12 ⎤ A22 ⎥⎦
(14)
(15)
(16)
Dengan,
− a ( dj + bk ) ad − bc b(dj + bk ) A12 = ad − bc c(cj + ak ) A21 = ad − bc − d (cj + ak ) A22 = ad − bc
A11 =
1.3
Analisis kestabilan titik kritis
Melalui persamaan (11) dapat diperoleh persamaan karakteristik pada titik kritis masingmasing, yaitu:
P1 (λ ) = det( J 1 − λI ) = [ j − λ ][k − λ ] =0
P2 (λ ) = det( J 2 − λI ) = [− j − λ ] c ⎡ ⎤ ⎢k + a − λ ⎥ = 0 ⎣ ⎦
b ⎡ ⎤ P3 (λ ) = det( J 3 − λI ) = ⎢ j + k − λ ⎥ d ⎣ ⎦ [− k − λ ] = 0 P4 (λ ) = det( J 4 − λI ) = λ2 − τλ + δ = 0 Dengan,
(17) (18)
(19) (20)
22
τ = tr ( J 4 ) = A11 + A22 ⎡ − a (dj + bk ) ⎤
⎡ − d (cj + ak ) ⎤
+ τ =⎢ ⎣ ad − bc ⎥⎦ ⎢⎣ ad − bc ⎥⎦ δ = det( J 4 ) = A11 A22 − A12 A21
⎡ − a(dj + bk ) ⎤ ⎡ − d (cj + ak ) ⎤
δ =⎢ ⎥ ⎥⎢ ⎣ ad − bc ⎦ ⎣ ad − bc ⎦ ⎡ bdj + b 2 k ⎤ ⎡ c 2 j + ack ⎤ −⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎣ ad − bc ⎦ ⎣ ad − bc ⎦
Titik Kritis T1
Nilai eigen dari persamaan (17) yaitu, λ1 = j dan λ 2 = k Diketahui j dan k positif (0<j<1,0
0 dan b,c ≥ 0 sehingga λ1 > 0, danλ2 > 0 (bilangan real dengan tanda sama). Dari hasil tersebut tipe titik kritis T1 merupakan simpul yang tidak stabil. Titik Kritis T2
Nilai eigen persamaan (18) yaitu: c λ1 = − j , danλ 2 = k + j a Karena (0<j<1,0 0, b , c ≥ 0 mengakibatkan λ1 < 0, danλ2 > 0 (real berbeda dengan tanda berlawanan) maka titik kritis T2 adalah titik sadel yang tak stabil. Titik Kritis T3
Nilai eigen persamaan (19) yaitu: b λ1 = j + k , danλ 2 = −k d Karena ( 0 < j < 1, 0 < k <1) dan a, d > 0, b , c ≥ 0 mengakibatkan λ1 > 0, danλ2 < 0 maka titik kritis T3 merupakan sadel tak stabil.
Titik Kritis T4
Agar titik kritis T4 stabil maka harus memenuhi kriteria kestabilan berikut: τ < 0, danδ > 0 diketahui (0<j<1,0 0 dan b,c ≥ 0 sehingga kondisi τ < 0 terpenuhi jika ad – bc > 0 dan δ > 0 sudah terpenuhi.
1.4
Orbit dan kestabilan sistem
Orbit dan model dapat diperoleh dari dua tipe dinamik, yaitu: kasus ad > bc
Dengan parameter a = 1, d = 1 , b = 0.5, c = 0.5, j = k = 0.8 dan kondisi awal bervariasi, maka diperoleh grafik ruang fase dan grafik laju populasinya sebagai berikut:
23
(a) (b) Gambar 5. (a) Grafik ruang fase bidang xy dengan kondisi awal x = 1, y = 1 dan t = 100 (b) Grafik laju populasi dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1
Gambar 5 memperlihatkan bahwa titik kritis T1 merupakan titik simpul tak stabil, dari Gambar 5 terlihat orbit bergerak menjauhi T1(0,0) dan bergerak menuju titik kritis T4(1.6,1.6), sehingga titik kritis tersebut merupakan titik simpul yang stabil. Kondisi ini diperoleh karena pada saat ad > bc maka akan diperoleh nilai eigen untuk T1 merupakan dua buah nilai real positif λ1 > 0, danλ2 > 0 sedangkan untuk titik kritis T4 saat ad > bc akan diperoleh nilai eigen berupa dua buah real negatif λ1 < 0, danλ2 < 0 . Gambar 6 memperlihatkan ruang fase bidang xy untuk berbagai variasi, dari gambar terlihat bahwa orbit bergerak dari kondisi awal menuju titik kritis T4. Dari gambar 6 (a) terlihat
(a)
lintasan orbit membelok, hal ini terjadi karena adanya titik kritis T2 dan T3 yang merupakan titik sadel yang bersifat tak stabil. Saat kondisi parameter berapapun pada titik kritis T2 dan T3 akan tetap diperoleh dua buah nilai eigen real berlawananan tanda. Gambar 6 memperlihatkan pada kondisi parameter ad > bc semua sistem bergerak menuju kestabilan asimtotik. Pada kondisi ini kedua spesies dapat hidup bersama dan bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu dengan syarat interaksi intraspesifiknya (interaksi antaspesies itu sendiri) harus lebih besar dibandingkan dengan interaksi interspesifiknya (interaksi dengan spesies yang berbeda).
(b)
24
(c) (d) Gambar 6. Grafik kestabilan titik kritis T4 saat ad > bc (a) ruang fase bidang xy dengan memvariasikan kondisi awal dan t = 100 (a) laju populasi kondisi awal x = 2 dan y = 2 (b) laju populasi kondisi awal x = 1 dan y = 2 dan (c) laju populasi kondisi awal x = 2 dan y = 1. (a) kasus ad < bc
Dengan parameter a = d = 0.5 , b = c = 1, j = k = 0.8 dan kondisi awal bervariasi, maka diperoleh grafik ruang fase dan grafik laju populasinya sebagaimana diperlihatkan pada gambar berikut. Gambar 7 memperlihatkan bahwa pada saat parameter ad < bc (interaksi interspesifiknya lebih dominan dari interaksi intraspesifik) maka ruang fase tersebut memperlihatkan perilaku dinamik yang tidak stabil, karena orbit bergerak menjauhi titik kritis T4. Pada kondisi tersebut kedua populasi spesies memperoleh keuntungan yang berlebihan sehingga laju pertumbuhan kedua spesies mengalami peningkatan tanpa batas dan terjadi peledakan populasi.
(b) Gambar 7.(a) grafik ruang fase bidang xy dengan kondisi awal x = 1, y = 1 dan t = 1 (b) grafik laju perubahan populasi dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1
2.
Analisis Model Dinamik Interaksi Dua Spesies Mutualistik dengan kehadiran Pemangsa
2.1 Penentuan titik kritis
Melalui persamaan (5) diperoleh titik kritis sebagai berikut: T1 (0,0,0).
(21)
T2 (j/a,0,0),
(22)
T3 (0,k/d,0),
(23)
25
dj + bk cj + ak ⎞ T4 ⎛⎜ , ,0⎟ ,
(24)
T5 ⎛
(25)
⎝ ad − bc ad − bc
⎠
l − fk + dl ⎞ ⎜ 0, , ⎟ fe ⎠ ⎝ f
fa
A 12 A 13
T6 ⎛ fj + bl , l , afk − adl + cfj + cbl ⎞ ⎜ ⎟
⎝
− a ( bk + dj ) ad − bc b ( bk + dj ) = ad − bc = 0
A 11 =
f
afe
(26)
⎠
c ( jc + ak ) ad − bc − d ( jc + ak ) = ad − bc − e ( jc + ak ) = ad − bc = 0
A 21 = A 22 A 23
2.2 Kontruksi Matriks Jacobi
A 31
Dengan melakukan pelinieran pada persamaan 21, maka diperoleh matriks komunitas sebagai berikut:
bx 0 ⎤ ⎡ j −2ax+by k +cx−2dy−ez −ey ⎥⎥ ⎢ cy ⎢⎣ 0 −l + fy⎥⎦ fz
Ji= ⎢
(27)
Matrik komunitas diperoleh dengan mensubstitusikan titik kritis yang telah diperoleh ke dalam matrik Ji (19) yaitu:
⎡j 0 0 ⎤ J 1 = ⎢⎢0 k 0 ⎥⎥ ⎢⎣0 0 − l ⎥⎦ bj ⎡ ⎢− j a ⎢ cj J2 = ⎢ 0 k + a ⎢ 0 ⎢ 0 ⎢⎣
⎤ 0⎥ ⎥ 0⎥ ⎥ − l⎥ ⎥⎦
bk ⎡ ⎢j+ d ⎢ ck J3 = ⎢ ⎢ d ⎢ 0 ⎢⎣
⎤ ⎥ − ek ⎥ ⎥ d ⎥ fk − l + ⎥⎥ d⎦
⎡ A11 J 4 = ⎢⎢ A21 ⎢⎣ A31 Dengan,
0 −k 0
A12 A22 A32
(28)
⎛ jc + ak ⎞ A 33 = − l + f ⎜ ⎟ ⎝ ad − bc ⎠
bl ⎡ ⎤ 0 0 ⎥ ⎢j+ f ⎢ ⎥ − dl − el ⎥ cl J5 = ⎢ ⎢ f f f ⎥ ⎢ ⎥ fk − dl 0 ⎥ ⎢ 0 e ⎣ ⎦ ⎡ B11 B12 B13 ⎤ J 6 = ⎢⎢ B21 B22 B23 ⎥⎥ ⎣⎢ B31 B32 B33 ⎦⎥
Dengan, (29)
B13
(30)
(31)
− a ( fj + bl ) af b ( fj + bl ) = af =0
B11 = B12
0
A13 ⎤ A23 ⎥⎥ A33 ⎥⎦
A 32 = 0
cl f − dl B 22 = f − el B23 = f B 21 =
B31 = 0 afk − adl + cfj + cbl ae B33 = 0 B32 =
2.3 Analisis kestabilan titik kritis Titik Kritis T1
(32)
(33)
26
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T1 yaitu:
λ1 = j , λ2 = k , λ3 = −l
Sehingga trayektor pada titik tersebut merupakan titik stabil.
(34)
Sehingga, karena pada titik kritis ini nilai eigen terdiri dari dua real positif dan satu real negatif maka trayektor pada titik ini merupakan titik tak stabil. Titik Kritis T2
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T2 yaitu: λ1 = − j , λ 2 =
ka + cj , λ3 = − l a
(35)
Diperoleh bahwa nilai eigen dari titik kritis ini terdiri dari dua nilai real negatif dan satu real positif. Sehingga aliran vektor pada titik kritis ini juga merupakan titik tak stabil.
Gambar 8. Grafik ruang fase titik kritis T4 dengan kondisi awal x = 1, y = 1, z = 1, t = 1000 dan parameter a = 2.5, b = 1, c = 1 dan d = 2.5
Titik Kritis T3
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T3 yaitu: λ1 =
bk + dj fk − dl , λ2 = − k , λ3 = d d
(36)
Dari nilai eigen tersebut dapat diperoleh bahwa pada titik kritis tersebut merupakan titik tak stabil. Titik Kritis T4
Kondisi kestabilan pada T4 terjadi saat pemangsa punah, sehingga analisis dari titik kritis ini sama dengan model interaksi mutualisme dua spesies tanpa kehadiran pemangsa. Untuk menganalisis kondisi kestabilan dari titik kritis T4, maka diperlukan analisis tiap parameter yang digunakan sebagai berikut: Tabel 1. Nilai-nilai parameter yang digunakan dalam titik kritis T4 Model Mutualisme Kasus a b c d ad > bc 2.5 1 1 2.5 ad < bc 0.5 1 1 0.5 Kasus ad > bc
Pada saat ad > bc maka akan diperoleh nilai eigen sebagai berikut:
λ1 = −0.333, λ2 = −1.000, λ3 = −2.333
Gambar 9. Grafik ruang fase dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1 Kasus ad < bc
Pada saat ad < bc maka akan diperoleh nilai eigen sebagai berikut:
λ1 = −3.000, λ2 = −1.000, λ3 = 2.999 Sehingga trayektor pada titik tersebut merupakan titik tak stabil, karena ada satu nilai eigennya yang bernilai real positif.
27
Gambar 10. Grafik ruang fase titik kritis T4 dengan kondisi awal x = 1, y = 1, z = 1, t = 1000 dan parameter a = 0.5, b = 1, c = 1 dan d = 0.5
fk < dl
1
1
1.5
1.5
fk < dl
1
1
1.2
1.2
fk = dl
1
1
1
1
fk > dl
1
1
0.7
0.7
fk > dl
1
1
0.5
0.5
fk > dl
1
1
0.3
0.3
Dari beberapa parameter tersebut dapat diperoleh grafik ruang fase yang mamperlihatkan gejala bifurkasi pada titik kritis T5 .Gambar 12 memperlihatkan gejala bifurkasi yang terjadi pada titik kritis T5. Gambar 12(a) memperlihatkan orbit kestabilan di sekitar titik kritis T5 yang merupakan titik stabil kemudian dengan mengubah parameter, secara perlahan titik tersebut berubah menjadi spiral yang stabil seperti yang terlihat pada gambar 12(d), 12(e) dan 12(f). Terlihat trayektor memiliki lintasan periodik spiral di sekitar titik kritis yang semakin memenuhi bidang spiral.
Gambar 11. Grafik ruang fase dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1
Gambar 13 memperlihatkan laju perubahan populasi ketika spesies x tetap, dari grafik tersebut terlihat ketika populasi spesies x tetap maka populasi spesies y akan mengalami penurunan secara periodik hingga mencapai keseimbangan populasi, penurunan ini disebabkan karena laju pertumbuhan populasi dipengaruhi secara mutual oleh spesies x sehingga ketika interaksi interspesifiknya berkurang dibandingkan dengan interaksi intraspesifiknya maka populasinya akan mengalami penurunan secara periodik. Dari gambar terlihat pula ketika spesies x dibuat tetap populasi pemangsa z akan mengalami penurunan juga seiring dengan menurunnya spesies y yang menjadi mangsanya sampai pada suatu keseimbangan populasi tertentu.
Titik Kritis T5
Analisis Titik Kritis T5
Untuk menganalisis kondisi kestabilan dari titik kritis T5 maka diperlukan analisis tiap parameter yang digunakan sebagai berikut:
Parameter 1
Tabel 2. Nilai-nilai parameter yang digunakan dalam titik kritis T5 model mutualisme Kasus f k d l
Jika parameter yang dipakai adalah f = 1, k = 1, d = 1.5 dan l = 1.5 maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut:
λ1 = 2.500, λ2 = 0.647,λ3 = -2.897
28
Diperoleh dua buah nilai eigen positif yang bersesuaian dengan bidang tak stabil dan satu nilai eigen real negatif yang bersesuaian dengan garis stabil, sehingga dari nilai eigen tersebut diketahui pada titik kritis tersebut dengan kondisi parameter fk < dl merupakan titik sadel. Parameter 2
Jika parameter yang dipakai adalah f = 1, k = 1, d = 1.2 dan l = 1.2 maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut:
λ1 = 2.200, λ2 = 0.302,λ3 = -1.742 Diperoleh dua buah nilai eigen positif yang bersesuaian dengan bidang tak stabil dan satu nilai eigen real negatif yang bersesuaian dengan garis stabil. Dari nilai eigen tersebut diketahui pada titik kritis tersebut dengan kondisi parameter fk < dl merupakan titik sadel. Parameter 3
Jika parameter yang dipakai adalah f = 1, k = 1, d = 1 dan l = 1, maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut:
λ1 = 2.000, λ2 = 0.000, λ3 = -1.000 Diperoleh sebuah eigen positif yang bersesuaian dengan bidang tak stabil dan satu nilai eigen real negatif yang bersesuaian dengan garis stabil. Sehingga, dari nilai eigen tersebut maka diketahui pada titik kritis tersebut dengan kondisi parameter fk = dl merupakan titik stabil. Parameter 4
Jika parameter yang dipakai adalah f =1, k = 1, d = 0.7 dan l = 0.7 maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut:
λ1 = 1.700, λ2 = -0.245 + 0.544 i λ3 = -0.245-0.544 i
Sehingga diperoleh dua buah nilai eigen kompleks dengan bagian realnya bernilai negatif sehingga orbit yang dihasilkan membentuk sebuah bidang bersifat spiral stabil. Dan sebuah garis tak stabil yang bersesuaian dengan niali eigen real positifnya. Parameter 5
Jika parameter yang dipakai adalah f = 1, k = 1, d = 0.5 dan l = 0.5 maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut:
λ1 = 1.500,λ2 = -0.125 + 0.599 i λ3 = -0.125-0.599 i Sehingga diperoleh dua buah nilai eigen kompleks dengan bagian realnya bernilai negatif sehingga orbit yang dihasilkan membentuk sebuah bidang bersifat spiral stabil. Dan sebuah garis tak stabil yang bersesuaian dengan niali eigen real positifnya.
Parameter 6 Jika parameter yang dipakai adalah f = 1, k = 1, d = 0.3 dan l = 0.3 maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut:
λ1 = 1.300,λ2 = -0.045 + 0.520 i λ3 = -0.045-0.520 i Sehingga diperoleh dua buah nilai eigen kompleks dengan bagian realnya bernilai negatif sehingga orbit yang dihasilkan membentuk spiral stabil. sebuah bidang bersifat Dan sebuah garis tak stabil yang bersesuaian dengan nilai eigen real positifnya.
29
(a)
(c)
(b)
(d)
(e) (f) Gambar 12. Bifurkasi yang terjadi pada titik kritis T5 dengan t =1000 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter d = 1.5 dan l = 1.5 (b) parameter d = 1.2 dan l = 1.2 (c) parameter d = 1 dan l = 1 (d) parameter d = 0.7 dan l = 0.7 (e) parameter d = 0.5 dan l = 0.5 serta (f) parameter d = 0.3 dan l = 0.3.
30
(a)
(c)
(b)
(d)
(e) (f) Gambar 13. Grafik Laju Perubahan Populasi pada Titik Kritis T5 dengan beberapa parameter, (a) parameter d = 1.5 dan l = 1.5 (b) parameter d = 1.2 dan l = 1.2 (c) parameter d = 1 dan l = 1 (d) parameter d = 0.7 dan l = 0.7 (e) parameter d = 0.5 dan l = 0.5 serta (f) parameter d = 0.3 dan l = 0.3.
31
Titik Kritis T6
Kasus ad > bc
Untuk menganalisis kondisi kestabilan dari titik kritis T6 maka diperlukan analisis tiap parameter yang digunakan sebagai berikut:
Jika parameter yang dipakai adalah
Tabel 3. Nilai-nilai parameter yang digunakan dalam titik kritis T6 model mutualisme Kasus a b c d ad > bc 1 0.1 0.1 1 ad > bc 1 0.5 0.5 1 ad > bc 1 0.8 0.8 1 ad = bc 1 1 1 1 ad < bc 1 1.1 1.1 1 ad < bc 1 1.2 1.2 1 Gambar 14. memperlihatkan terjadinya bifurkasi pada titik kritis T6 sesuai dengan perubahan pada parameter yang diberikan. Pada gambar 14(a) dengan parameter b = 0.1 dan c = 0.1, di sekitar titik kritisnya masih bersifat sebagai Simpul Stabil. Sedangkan pada gambar 14(b), 14(c), 14(d), dan 14(e) memperlihatkan bahwa terjadi bifurkasi dari simpul stabil menjadi Spiral Stabil. Jika parameter yang digunakan yaitu b = 1.2 dan c = 1.2 maka orbit di sekitar titik kritis tersebut akan bersifat Spiral Tak Stabil. Sehingga pada titik kritis T6 terjadi tiga kali bifurkasi yang memiliki sifat yang berbeda tergantung pada parameter yang digunakan. Gambar 15 memperlihatkan laju perubahan populasi dengan memvariasikan parameter yang digunakan.pada gambar 15(a), 15(b), 15(c), 15(d), dan 15(e) memperlihatkan adanya kestabilan populasi karena parameter yang digunakan yaitu ad > bc, atau terjadinya interaksi antar spesies itu sendiri lebih besar (intraspesifik) dibandingkan dengan interaksi antar spesies yang berbeda (interspesifik) sehingga populasi ketiga spesies berada pada kondisi stabil. Sedangkan pada gambar 15(f) dengan parameter ad < bc atau interaksi antar spesies berbeda lebih besar dari interaksi antar spesies sejenis maka akan terjadi ketidakstabilan sehingga populasi ketiga spesies akan meningkat secara drastis, dalam hal ini pemangsa merupakan spesies yang paling diuntungkan sehingga populasinya meningkat paling tinggi dibandingkan spesies x dan spesies y.
a = 1,b = 0.1, c = 0.1, d = 1, e = 1, f = 1, g = 1, h = 1, j = 1, k = 1 , l = 1. maka akan di peroleh nilai eigen:
λ1 = -1.145, λ 2 = -0.826,λ 3 = -0.127 Dari nilai eigen yang diperoleh dapat dianalisis bahwa pada kondisi parameter ini maka akan diperoleh orbit di sekitar titik kritis yang bersifat simpul stabil karena nilai eigennya merupakan real negatif. Sehingga, jika interaksi antarspesiesnya lebih diperkecil maka akan diperoleh titik kritis yang bersifat simpul stabil seperti terlihat pada gambar 14(a). Pada gambar 15(a) terlihat laju perubahan populasi menuju suatu kestabilan asimtotik dimana populasi spesies x dan spesies y memiliki populasi tertinggi, sedangkan pemangsa z mengalami populasi terendah yang juga stabil.
Kasus ad = bc Jika parameter yang dipakai adalah a = 1.01, b = 1.01, c = 1, d = 1, e = 1, f = 1, g = 1, h = 1, j = 1, k =1, l = 1. maka akan diperoleh nilai eigen:
λ1 = -2.808,λ2 = -0.100+1.189 i λ3 = -0.100-1.189 i Dari nilai eigen yang diperoleh dapat dianalisis bahwa pada kondisi parameter ini maka akan diperoleh orbit di sekitar titik kritis yang bersifat spiral stabil seperti terlihat pada gambar 14(d). karena nilai eigennya merupakan kompleks dengan bagian realnya bernilai negatif sehingga bersifat stabil. Pada gambar 15(d) terlihat laju perubahan populasi menuju suatu kestabilan asymtotic dimana populasi spesies x dan pemangsa z memiliki populasi tertinggi sedangkan populasi spesies y yang menjadi mangsa dari predator z memiliki populasi yang paling rendah karena adanya pemangsaan dari pemangsa z, sedangkan interaksi interspesifiknya dan interaksi intraspesifiknya sama besar, populasi spesies y inipun menuju suatu kestabilan populasi.
32
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) (f) Gambar 14. Bifurkasi yang terjadi pada titik kritis T6 dengan t = 1000 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter b = 0.1 dan c = 0.1 (b) parameter b = 0.5 dan c = 0.5 (c) parameter b = 0.8, c = 0.8 (d) parameter b = 1 dan c = 1 (e) parameter b = 1.1 dan c = 1.1 serta (f) parameter b = 1.2 dan c = 1.2.
33
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) (f) Gambar 15. Grafik Laju Perubahan Populasi pada Titik Kritis T6 dengan beberapa parameter, (a) parameter b = 0.1 dan c = 0.1 (b) parameter b = 0.5 dan c = 0.5 (c) parameter b = 0.8, c = 0.8 (d) parameter b = 1 dan c = 1 (e) parameter b = 1.1 dan c = 1.1 serta (f) parameter b = 1.2 dan c = 1.2.
34
Kasus ad < bc Jika parameter yang dipakai adalah a = 1, b = 1.2, c = 1.2, d = 1, e = 1, f = 1 , g = 1, h =1, j = 1, k = 1, l = 1.
3.2 Kontruksi Matriks Jacobi
Dengan melakukan pelinieran pada persamaan (22) maka diperoleh matriks komunitas
maka akan di peroleh nilai eigen:
λ1 = -3.237,λ2 = 0. 018+1.339 i λ3 = 0.018-1.339 i Dari nilai eigen yang diperoleh dapat dianalisis bahwa pada kondisi parameter ini maka akan diperoleh orbit di sekitar titik kritis yang bersifat spiral tak stabil sebagaimana diperlihatkan pada gambar 14(f). Karena nilai eigen yang diperoleh merupakan kompleks dengan bagian real bernilai positif sehingga bersifat tak stabil. Gambar 15(f) memeperlihatkan laju perubahan populasi dengan parameter yang digunakan dalam hal ini yaitu ad < bc sehingga interaksi antarspesies yang berbeda lebih besar dibandingkan dengan interaksi antar spesies sejenisnya sehingga menimbulkan pengaruh pada pemangsaan spesies y oleh pemangsa z. Jadi ketika interaksi intraspesifik lebih kecil dari interaksi interspesifiknya maka pengaruh pemangsaan spesies y oleh pemangsa juga akan amat mempengaruhi kestabilan spesies x meski tak terkait secara langsung dengan pemangsa z. Spesies x dan spesies y akan mengalami fluktuasi secara periodik, sedangkan pemangsa z akan mengalami peningkatan populasi secara drastis namun tetap periodik menuju ketidakstabilan populasi.
−bx ⎤ ⎡a −bz 0 Ji = ⎢⎢ 0 c − dz − dy ⎥⎥ ⎢⎣ fz gz − e + fx + gy⎥⎦
(40)
Matrik komunitas diperoleh dengan mensubstitusikan titik kritis yang telah diperoleh ke dalam matrik Ji (29) yaitu: ⎡a 0 0 ⎤ J 1 = ⎢⎢ 0 c 0 ⎥⎥ ⎢⎣ 0 0 − e⎥⎦ ⎡ bc 0 ⎢a − d ⎢ 0 J2 = ⎢ 0 ⎢ ⎢ fc gc ⎢ d ⎣ d
⎡ ⎢ ⎢ J3 = ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣
0 0 fa b
0 da b ga b
c−
(41) ⎤ 0 ⎥ − de ⎥⎥ g ⎥ ⎥ 0 ⎥ ⎦ − be ⎤ f ⎥ ⎥ 0 ⎥ ⎥ ⎥ 0 ⎥ ⎦
(42)
(43)
3.3 Analisis kestabilan titik kritis Titik Kritis T1 Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T1 yaitu:
3.
Analisis Model Dinamik Dua Mangsa Satu Pemangsa tanpa Kompetisi Intraspesifik.
3.1 Penentuan titik kritis Melalui persamaan (5) diperoleh titik kritis sebagai berikut: T1=(0, 0, 0) (37) T2=(0, e/g, c/d) (38) T3=(e/f, 0, a/b) (39)
λ1 = a, λ2 = c, λ3 = −e
(44)
Karena terdapat dua buah nilai eigen bernilai real positif, maka titik kritis T1 bersesuaian dengan bidang tak stabil dan juga terdapat satu nilai eigen bernilai real negatif yang bersesuaian dengan sebuah garis bersifat stabil. Jadi pada titik kritis T1 merupakan titik sadel.
35
Titik Kritis T2 Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T2 yaitu: ad − bc d λ 2 = − ce
λ1 =
(45)
λ3 = − − ce
Dari nilai eigen tersebut terdapat dua buah nilai eigen imajiner murni λ1, 2 = ± cei maka titik kritis ini membentuk sebuah bidang fokus (Center Point). Sedangkan nilai eigen ad − bc akan mevariasikan kondisi λ = 1
pada kondisi parameter ad = bc maka titik kritis T3 akan memiliki dua buah nilai eigen imajiner murni dan semua bagian realnya akan bernilai nol. Gambar 17(a) memperlihatkan grafik laju perubahan populasi ketiga spesies. saat parameter ad = bc maka pertumbuhan dan penurunan karena pemangsaan pada spesies x akan sama besarnya dengan pertumbuhan dan penurunan karena pemangsaan pada spesies y. Sehingga spesies x dan spesies y akan mengalami laju pertumbuhan populasi yang sama. Sedangkan pemangsa z akan memiliki laju pertumbuhan terbesar karena dalam hal ini spesies yang paling diuntungkan adalah spesies pemangsa z. Laju pertumbuhan populasi ketiga spesies akan menuju kestabilan periodik.
d
kestabilan sebuah garis terhadap titik kritisnya. Jika ad > bc maka diperoleh nilai eigen real positif yang bersesuaian dengan titik tak stabil. Jika ad < bc maka diperoleh nilai eigen real negatif yang bersesuaian dengan titik stabil. Sedangkan jika ad = bc maka nilai eigen akan sama dengan nol sehingga sifat titik kritis T2 membentuk titik fokus (Center Point).
Titik Kritis T3 Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T3 yaitu: ad − bc b λ 2 = − ae
λ1 =
(46)
λ3 = − − ae Dari nilai eigen tersebut terdapat dua buah nilai eigen imajiner murni λ1, 2 = ± aei maka titik kritis ini membentuk sebuah bidang fokus (Center Point). Sedangkan nilai eigen ad − bc akan mevariasikan kondisi λ1 = b kestabilan sebuah garis terhadap titik kritisnya. Jika ad > bc maka diperoleh nilai eigen real positif yang bersesuaian dengan titik tak stabil. Jika ad < bc maka diperoleh nilai eigen real negatif yang bersesuaian dengan titik stabil. Sedangkan jika ad = bc maka nilai eigen akan sama dengan nol sehingga sifat titik kritis T3 membentuk fokus (Center Point).
kasus ad = bc Gambar 16(a) memperlihatkan sebuah ruang fase yang bersifat titik fokus (center point) pada titik kritis T3. Hal ini terjadi karena
Kasus ad > bc Gambar 16(b) memperlihatkan sebuah ruang fase yang bersifat spiral tak stabil pada titik kritis T3. Hal ini terjadi karena pada kondisi parameter ad > bc maka titik kritis T3 akan memiliki dua buah nilai eigen imajiner murni yang bersesuaian dengan bidang xz yang bersifat spiral stabil sehingga spesies x dan predator z akan mengalami keseimbangan populasi dan pada titik kritis T3 terdapat juga nilai eigen real positif yang bersesuaian dengan sebuah garis sumbu y tak stabil yang artinya spesies y akan mengalami kepunahan. Gambar 17(b) memperlihatkan grafik laju perubahan ketiga spesies. saat parameter ad > bc maka spesies x akan memiliki laju pertumbuhan intrinsik yang lebih besar dari spesies y dan laju penurunan populasi karena pemangsaan oleh pemangsa pun lebih kecil dibandingkan dengan spesies y sehingga dalam kehidupannya spesies x akan mengalami kestabilan secara periodik karena laju pertumbuhan besar sedangkan pemangsaannya kecil. Sedangkan spesies y akan mengalami kepunahan karena laju pertumbuhan intrinsiknya yang kecil tidak sebanding dengan pemangsaan yang dilakukan pemangsa z. Dari gambar terlihat pemangsa z akan memiliki laju pertumbuhan terbesar karena dalam hal ini spesies yang paling diuntungkan adalah spesies pemangsa z. laju pertumbuhan spesies z akan bertambah karena pemangsaanya, dan akan distabilkan dengan adanya kematian alami dari pemangsa z.
36
Kasus ad < bc
Hasil Numerik
Gambar 16(e) memperlihatkan sebuah ruang fase yang bersifat spiral stabil pada titik kritis T3. Hal ini terjadi karena pada kondisi parameter ad < bc maka titik kritis T3 akan memiliki dua buah nilai eigen imajiner murni yang bersesuaian dengan bidang yz yang bersifat spiral stabil, sehingga spesies y dan pemangsa z akan mengalami keseimbangan populasi dan pada titik kritis T3 terdapat juga nilai eigen real positif yang bersesuaian dengan sebuah garis sumbu x tak stabil yang artinya spesies x akan mengalami kepunahan. Gambar 17(e) memperlihatkan grafik laju perubahan populasi ketiga spesies. Saat parameter ad < bc maka spesies y akan memiliki laju pertumbuhan intrinsik yang lebih besar dari spesies x dan laju penurunan populasi karena pemangsaan oleh pemangsapun lebih kecil dibandingkan dengan spesies x, sehinggga dalam kehidupannya spesies y akan mengalami kestabilan secara periodik karena laju pertumbuhan besar, sedangkan pemangsaannya kecil. Sedangkan spesies x akan mengalami kepunahan karena laju pertumbuhan intrinsiknya yang kecil tidak sebanding dengan pemangsaan yang dilakukan pemangsa z. Dari gambar terlihat pemangsa z akan memiliki laju pertumbuhan terbesar karana dalam hal ini spesies yang paling diuntungkan adalah spesies pemangsa z. laju pertumbuhan spesies z akan bertambah karena pemangsaanya dan akan distabilkan dengan adanya kematian alami dari pemangsa z.
Secara numerik diperoleh grafik ruang fase dan laju populasi dengan memvariasikan beberapa parameter yang terkait, sebagai berikut: Tabel 4. Nilai-nilai parameter yang digunakan dalam model dua mangsa satu pemangsa a b c d ad = bc 1 1 1 1 2 1 1 2 ad > bc ad > bc 20 1 1 20 ad > bc 28 1 1 28 ad < bc 1 2 2 1 ad < bc 1 20 20 1 Dalam model interaksi dua spesies mangsa satu pemangsa tidak terdapat hubungan interaksi intraspesifik. dari analisis model terlihat adanya gejala bifurkasi pada ruang phasanya. Saat parameter ad = bc maka ruang fasenya pada titik kritisnya merupakan titik center, sehingga ketiga spesies dapat hidup untuk jangka waktu lama dengan stabil. Saat parameternya ad < bc maka ruang fasenya bersifat spiral tak stabil sehingga saat kondisi ini spesies x mengalami kepunahan, sedangkan spesies y dan pemangsa z memiliki laju populasi stabil periodik. Sedangkan saat ad < bc maka ruang fasenya bersifat spiral stabil.namun dalam kondisi ini spesies y mengalami kepunahan sedangkan spesies x dan pemangsa z memiliki populasi stabil
37
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) (f) Gambar 16. Bifurkasi yang terjadi pada model dua mangsa satu pemangsa dengan t = 500 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter a =1, b = 1, c = 1 dan d = 1 (b) parameter a = 2, b = 1, c = 1 dan d = 2 (c) parameter a = 20, b = 1, c = 1 dan d = 20 (d) parameter a = 28, b = 1, c = 1 dan d = 28 (e) parameter a = 1, b = 2, c = 2 dan d = 1 (f) parameter a = 1, b = 20, c = 20 dan d = 1
38
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) (f) Gambar 17. Grafik Laju Perubahan Populasi pada model dua mangsa satu pemangsa dengan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter a = 1, b = 1, c = 1 dan d = 1 (b) parameter a = 2, b = 1, c = 1 dan d = 2 (c) parameter a = 20, b = 1, c = 1 dan d = 20 (d) parameter a = 28, b = 1, c = 1 dan d = 28 (e) parameter a = 1, b = 2, c = 2 dan d =1 (f) parameter a = 1, b = 20, c = 20 dan d = 1
39
4.
Analisis Model Dinamik Dua Mangsa Satu Pemangsa dengan Kompetisi Intraspesifik
4.1 Penentuan titik kritis Melalui persamaan (5) diperoleh titik kritis sebagai berikut:
T1 = { x = 0, y = 0, z = 0} j ⎧ ⎫ T2 = ⎨ x = , y = 0, z = 0 ⎬ a ⎩ ⎭ k ⎧ ⎫ T3 = ⎨ x = 0, y = , z = 0 ⎬ d ⎩ ⎭
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T1 yaitu:
λ1 = j λ2 = k λ3 = −l
(50)
Jika parameter j = k = l = 1 maka akan diperoleh nilai eigen : (47)
⎧ l dl − kh ⎫ T4 = ⎨ x = 0, y = , z = ⎬ h hf ⎭ ⎩ ⎧ l al − gj ⎫ T5 = ⎨ x = , y = 0, z = ⎬ g gc ⎭ ⎩ bk − jd ak − je ⎧ ⎫ T6 = ⎨ x = − ,y= , z = 0⎬ ad be ad be − − ⎩ ⎭ ⎧ ⎫ − lcd + lfb + hck − hfj ⎪ x = cgd − ceh − fgb + fah ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ cgk − cel + fal − fgj T7 = ⎨ y = ⎬ cgd ceh fgb fah − − + ⎪ ⎪ ⎪ gbk − bel − kha − gjd + jeh + ald ⎪ ⎪z = − ⎪ cgd − ceh − fgb + fah ⎩ ⎭ (48)
λ1 = 1 λ2 = 1 λ3 = −1 Karena terdapat dua buah nilai eigen bernilai real positif maka titik kritis T1 bersesuaian dengan bidang tak stabil dan juga terdapat satu nilai eigen bernilai real negatif yang bersesuaian dengan sebuah garis bersifat stabil. Jadi pada titik kritis T1 merupakan titik Sadel.
Titik Kritis T2
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T2 yaitu:
λ1 = − j − ( − ka + ej ) a ( − la + gj ) λ3 = a
λ2 =
4.2 Kontruksi Matriks Jacobi
Dengan melakukan pelinieran pada persamaan (23) maka diperoleh matriks komunitas −bx −cx ⎤ ⎡j −2ax−by−cz ⎢ Ji =⎢ k−2dy−ex− fz −ey −fy ⎥⎥ ⎢⎣ −l +gx+hy⎥⎦ gz hz
Titik Kritis T1
(49)
4.3 Analisis kestabilan titik kritis
Untuk melihat terjadinya bifurkasi, maka dibuat beberapa parameter yang dianggap tetap yaitu a = 0.001, b = 0.001, d = 0.001, e = 0.0015, f = 0.001, g = 0.005, h = 0.0005, j = 1, k = 1, l = 1 dan memvariasikan variabel c.
(51)
Jika parameter j = k = l = 1 maka akan diperoleh nilai eigen :
λ1 = − 1 − (− a + e) a (− a + g ) λ3 = a
λ2 =
Terdapat tiga kondisi kestabilan pada titik kritis ini, yaitu bisa bersifat titik stabil jika semua parameter menghasilkan nilai eigen real negatif, bersifat titik tak stabil jika semua parameter menghasilkan nilai eigen real positif dan bersifat sadel jika semua parameter menghasilkan real positif dan negatif.
40
Titik Kritis T3
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T3 yaitu: λ1 = − k (52) ( jd − bk ) λ2 = d − ( ld − hk ) λ3 = d Jika parameter j = k = l = 1 maka akan diperoleh nilai eigen : λ1 = − 1 (d − b) d − (d − h) λ3 = d
nol dan dua buah nilai eigen bersifat imajiner murni maka pada titik kritis tersebut bersifat titik fokus (Center Point). Titik Kritis T5
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T5 yaitu: λ1 =
( kgc − elc + fla − fgj ) gc
λ2 = −
λ2 =
λ3 = −
Terdapat tiga kondisi kestabilan pada titik kritis ini, yaitu bisa bersifat titik stabil jika semua parameter menghasilkan nilai eigen real negatif, bersifat titik tak stabil jika semua parameter menghasilkan nilai eigen real positif dan bersifat sadel jika semua parameter menghasilkan real positif dan negatif.
Titik Kritis T4
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T4 yaitu: λ1 =
( jhf − blf + cld − chk ) hf
λ2 = − λ3 = −
ld −
l 2 d 2 + 4 hl 2 d − 4 h 2 lk 2h
ld +
l 2 d 2 + 4 hl 2 d − 4 h 2 lk 2h
(53)
Jika parameter j = k = l = 1 maka akan diperoleh nilai eigen : λ1 =
( hf − bf + cd − ch ) hf
λ2 = − λ3 = −
d −
d 2 + 4 hd − 4 h 2 l 2h
d +
d 2 + 4 hd − 4 h 2 2h
Terdapat tiga kondisi kestabilan pada titik kritis ini, yaitu bisa bersifat spiral stabil jika parameter menghasilkan sebuah nilai eigen real negatif dan terdapat dua buah nilai eigen kompleks, bersifat spiral tak stabil jika parameter menghasilkan sebuah nilai eigen real positif dan terdapat dua buah nilai eigen kompleks, sedangkan jika parameter menghasilkan nilai eigen real sama dengan
la −
l 2 a 2 + 4 gl 2 a − 4 g 2 lj
la +
l a + 4 gl 2 a − 4 g 2 lj
(54)
2g 2
2
2g
Jika parameter j = k = l = 1 maka akan diperoleh nilai eigen : λ1 =
( gc − ec + fa − fg ) gc
λ2 = − λ3 = −
a−
a 2 + 4 ga − 4 g 2
a+
a + 4 ga − 4 g 2
2g 2
2g
Terdapat tiga kondisi kestabilan pada titik kritis ini, yaitu bisa bersifat spiral stabil jika parameter menghasilkan sebuah nilai eigen real negatif dan terdapat dua buah nilai eigen kompleks, bersifat spiral tak stabil jika parameter menghasilkan sebuah nilai eigen real positif dan terdapat dua buah nilai eigen kompleks, sedangkan jika parameter menghasilkan nilai eigen real sama dengan nol dan dua buah nilai eigen bersifat imajiner murni maka pada titik kritis tersebut bersifat titik fokus (Center Point).
Titik Kritis T6
Dari persamaan karakteristik dan parameter j = k = l = 1 maka akan diperoleh nilai eigen: (ad − be − gd + gb − ha + he) (be − ad ) λ 2 = −1
λ1 =
λ3 =
(55)
(ad − ab − de + be) (be − ad )
Terdapat tiga kondisi kestabilan pada titik kritis ini, yaitu bisa bersifat titik stabil jika semua parameter menghasilkan nilai eigen real negatif, bersifat titik tak stabil jika
41
semua parameter menghasilkan nilai eigen real positif dan bersifat sadel jika semua parameter menghasilkan real positif dan negatif.
Parameter 2
Titik Kritis T7
λ 1 = − 0 . 949 , λ 2 = 0 . 012 + 0 . 158 i λ 3 = 0 . 012 − 0 . 158 i
Untuk menganalisis kondisi kestabilan dari titik kritis T7 maka diperlukan analisis tiap parameter yang digunakan sebagai berikut:
Parameter 1
Jika parameter yang dipakai adalah c = 0.003 maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut: λ 1 = − 0 . 916 , λ 2 = 0 . 003 + 0 . 161 i λ 3 = 0 . 003 − 0 . 161 i
Sehingga diperoleh dua buah nilai eigen kompleks sehingga orbit yang dihasilkan membentuk sebuah bidang bersifat spiral stabil. Dan sebuah garis stabil yang bersesuaian dengan nilai eigen real negatifnya.
Jika parameter yang dipakai adalah c = 0.005 maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut:
Sehingga diperoleh dua buah nilai eigen kompleks sehingga orbit yang dihasilkan membentuk sebuah bidang bersifat spiral stabil. Dan sebuah garis stabil yang bersesuaian dengan nilai eigen real negatifnya. Parameter 3
Jika parameter yang dipakai adalah c = 0.008 maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut: λ 1 = − 0 . 962 , λ 2 = 0 . 015 + 0 . 157 i λ 3 = 0 . 015 − 0 . 157 i
Sehingga diperoleh dua buah nilai eigen kompleks sehingga orbit yang dihasilkan membentuk sebuah bidang bersifat spiral stabil. Dan sebuah garis stabil yang bersesuaian dengan nilai eigen real negatifnya.
42
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) (f) Gambar 18. Bifurkasi yang terjadi pada titik kritis T7 dengan t = 1000 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) bersifat periodik dengan c = 0.003 (b) bersifat periodik dengan c = 0.004 (c) bersifat periodik dengan c = 0.005 (d) bersifat periodik dengan c = 0.006 (e) bersifat periodik dengan c = 0.007 serta (f) bersifat chaotik dengan c = 0.008.
43
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) (f) Gambar 19. Laju Perubahan populasi yang terjadi pada titik kritis T7 dengan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) Laju Populasi tiga spesies dengan c = 0.003 (b) Populasi tiga spesies dengan c = 0.005 (c) Populasi tiga spesies dengan c = 0.008 (d) Plot x dan z terhadap waktu t dengan c = 0.003 bersifat peridik (e) Plot x dan z terhadap waktu t dengan c = 0.005 bersifat periodik (f) Plot x dan z terhadap waktu t dengan c = 0.008 bersifat chaotik.
44
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 20. Attractor model dinamik dua mangsa satu pemangsa dengan kondisi awal populasi pemangsa divariasikan z0 = 2, z0 = 2.1dan z0 = 2.2 sedangkan parameter c = 0.01 (a) ruang fase tiga spesies t = 3000, (b) laju populasi mangsa x, (c) laju populasi mangsa y dan (d) laju populasi pemangsa z.
Attractor Model Pemangsa
Dua
Mangsa
Satu
Dalam model sistem dua mangsa satu pemangsa ternyata memiliki kondisi chaotik pada parameter tertentu. Beberapa parameter yang dibuat tetap yaitu a = 0.001, b = 0.001, d = 0.001, e = 0.0015, f = 0.001, g = 0.005, h = 0.0005, j = 1, k = 1, l = 1 dan memvariasikan variabel c. Pada gambar 19(d) memperlihatkan gejala chaotik saat
parameter c yang digunakan adalah c = 0.008. Salah satu sifat gejala chaotik memiliki sifat yang sangat sensitif terhadap perubahan kondisi awal (initial condition) sebagaimana di perlihatkan dalam gambar 20. Dalam hal ini kondisi awal sistem dibuat secara bervariasi terhadap kondisi awal dari populasi pemangsa z (predator) dan membuat parameter c = 0.01.
45
(a)
(b)
(c) (c) Gambar 21. Attractor model dinamik dua mangsa satu pemangsa saat kondisi awal populasi pemangsa divariasikan z0 = 2, z0 = 2.1dan z0 = 2.2 sedangkan parameter c = 0.01 (a) ruang fase tiga spesies, t = 3000 (b) ruang fase bidang xy, (c) ruang fase bidang yz dan (d) ruang fase bidang xz. Gambar 20 dan gambar 21 memperlihatkan gejala sifat chaotic ketika salah satu kondisi awalnya dirubah dalam hal ini katika parameter z0 divariasikan. lintasan yang ditempuh oleh atraktor akan sangat berbeda ketika kondisi awalnya divariasikan sedikit saja. Untuk memahami gejala chaotic pada model dinamik perlu analisis lebih lanjut. HASIL EKSPERIMEN LAPANGAN
Hasil eksperimen lapangan terhadap laju perubahan populasi tiga spesies menunjukkan kemiripan dengan hasil simulasi dari model ekologi. Hasil eksperimen lapangan dilakukan terhadap tiga spesies, dengan kondisi dua mangsa satu predator. Dalam eksperimen ini yang menjadi spesies pemangsa adalah Ciliate Tetrahymena
pyriformis sedangkan yang menjadi mangsanya yaitu bakteri Pedobacter dan bakteri Brevundimonas. Dalam eksperimen ini parameter pertumbuhan intrinsik bakteri dan kematian intrinsik Ciliate dapat diatur sehingga dapat divariasikan. (Becks L., F. M. Hilker, H. Malchow, K. Jurgens and H. Arndt: Experimental demonstration of chaos in a microbial foodweb. Nature (435) 12261229 (2005)) Dalam eksperimen tersebut terlihat beberapa kondisi yang dapat terjadi pada sistem dinamik dua mangsa satu pemangsa. Gambar 22(a) dan gambar 22(b) memperlihatkan kondisi ketika spesies mencapai kondisi kestabilan asimtotik. pemangsa dan salah satu mangsa akan bertahan hidup sedangkan spesies mangsa lainya akan mengalami kepunahan.
46
Gambar 22(h) dan gambar 22(i) memperlihatkan kondisi semua spesies menuju sebuah kestabilan periodik. Ketiga spesies akan hidup dalam sebuah keseimbangan dinamik. Sedangkan pada gambar 22(c), 22(d), 22(e), 22(f) dan 22(g)
memperlihatkan adanya gejala chaotik dimana dimana semua spesies akan berlangsung hidup secara tak periodik (chaotic).
Gambar 22. Hasil Experimental dinamika Populasi sistem chemostat bacteria–ciliate. Dengan memvariasikan nilai Dilution: a, 0.90 d21, b, 0.75 d21; c, 0.50 d21; d–g, 0.50 d21; h, i, 0.45 d21 .lingkaran terbuka, Pedobacter (prey); lingkaran hitam, Brevundimonas (prey); bar horizontal, Tetrahymena (predator).
47
5.
Analisis Model Makanan Siklik
Dinamik
Rantai
5.1 Penentuan titik kritis
Melalui persamaan (5) diperoleh titik kritis sebagai berikut: T1=(0,0,0) T2=( g/i,0,-a/b) T3=(-d/e,a/c,0) T4=(0,-g/h,d/f)
− (dbh + fah + fcg ) , (beh − ifc) T5 : − (beg + bid + ifa ) y= , (beh − ifc) − (aeh + ceg + cid ) z= (beh − ifc)
(56) (57) (58) (59)
x=
(60)
⎡ ⎢0 ⎢ ea J3 = ⎢ ⎢c ⎢ ⎢0 ⎢⎣
cd e 0 0
ba ⎤ ⎥ c ⎥ − fa ⎥ ⎥ c ⎥ ha id ⎥ + g+ c e ⎥⎦
bd cg ⎡ ⎢a + f + h ⎢ − eg J4 = ⎢ ⎢ h ⎢ − id ⎢ f ⎣
⎡ A11 J 4 = ⎢⎢ A21 ⎢⎣ A31
A12 A22 A32
0 0 hd f
⎤ 0⎥ ⎥ fg ⎥ h⎥ ⎥ 0⎥ ⎦
A13 ⎤ A23 ⎥⎥ A33 ⎥⎦
Dengan, A11 = 0
5.2 Kontruksi Matriks Jacobi
c(dbh + fah + fcg ) beh − ifc − b(dbh + fah + fcg ) A13 = beh − ifc A12 =
Dengan melakukan pelinieran pada persamaan maka diperoleh matriks Jacobi − cx bx ⎤ ⎡a + bz− cy Ji = ⎢⎢ ey d + ex− fz − fy ⎥⎥ ⎢⎣ −iz hz g + hy−ix⎥⎦
(61)
− e(beg + bid + ifa) beh − ifc A22 = 0 A21 =
A23 = Matrik komunitas Jacobi diperoleh dengan mensubstitusikan titik kritis yang telah diperoleh ke dalam matrik Ji (61) yaitu:
⎡a 0 J1 = ⎢⎢ 0 d ⎢⎣ 0 0 ⎡ ⎢0 ⎢ J2 = ⎢ 0 ⎢ ⎢ ⎢ ia ⎣⎢ b
0⎤ 0 ⎥⎥ g ⎥⎦
−cg i eg fa d+ + i b −ha b
(53) bg ⎤ i ⎥ ⎥ 0⎥ ⎥ ⎥ 0⎥ ⎦⎥
(62)
f (beg + bid + ifa) beh − ifc
i (aeh + ceg + cid ) beh − ifc − h(aeh + ceg + cid ) A32 = beh − ifc A33 = 0 A31 =
(63)
(64)
(65)
48
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) (f) Gambar 23. Bifurkasi ruang fase pada model siklik dengan t = 10 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter c = 0.6 (b) parameter c = 0.8 (c) parameter c = 0.96 (d) parameter c = 1. 2 (e) parameter c = 1.35 (f) parameter c = 1.6
49
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) (f) Gambar 24. Grafik Laju Perubahan Populasi pada model siklik dengan dengan t = 10 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter c = 0.6 (b) parameter c = 0.8 (c) parameter c = 0.96 (d) parameter c = 1.2 (e) parameter c = 1.35 (f) parameter c = 1.6.
50
5.3 Analisis kestabilan titik kritis
Untuk melihat terjadinya bifurkasi maka dibuat beberapa parameter yang dianggap tetap yaitu a = 1, b = 1, d = 1, e = 1, g = 1,dan h = 1. dan beberapa parameter dibuat bervariasi yaitu parameter b, e, dan h. Tabel 5. Nilai-nilai parameter yang di gunakan dalam model rantai makanan siklik Parameter c 1
1
2
0.6
3
1.35
Model interaksi rantai makanan siklik memiliki jumlah populasi yang selalu sama sesuai parameter yang digunakan. Saat parameter beh = fic yaitu laju pertumbuhan dan penurunan spesies seimbang maka ruang fase pada titik kritisnya akan bersifat spiral tak stabil. Hal ini menunjukkan bahwa populasi ketiga spesies secara periodik selalu meningkat menuju ketidakstabilan. Saat parameter beh > fic yaitu laju pertumbuhan lebih besar dari laju penurunan spesies maka ruang fase pada titik kritisnya akan bersifat spiral tak stabil. Secara ekologis, saat pertumbuhan lebih besar dari penurunannya maka populasi akan meledak tak stabil. Sedangkan saat parameter beh < fic yaitu laju pertumbuhan lebih kecil dari laju penurunan spesies maka ruang fase pada titik kritisnya akan bersifat spiral menuju stabil periodik. Secara ekologis, saat pertumbuhan lebih kecil dari penurunannya maka populasi akan menuju kestabilan periodik.
Kasus beh = fic
Jika parameter yang digunakan yaitu beh = fic, maka secara numerik akan diperoleh nilai eigen untuk tiap titik kritis yaitu: Titik Kritis T1
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T1 yaitu:
λ1 = 1.000, λ2 = 1.000, λ3 = 1.000 Karena pada titik kritis ini semua nilai eigen berniali real positif maka pada titik
merupakan titik tak stabil sehingga orbit akan menjauhi titik T1 seperti terlihat pada gambar 23(a) semua trayektor menjauhi titik kritis T1. Titik Kritis T2
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T2 yaitu: λ1 = 1.000, λ2 = −1.000, λ3 = 3.000
Diperoleh bahwa nilai eigen dari titik kritis ini terdiri dari dua nilai real positif dan satu real negatif. Sehingga trayektor pada titik kritis ini juga merupakan titik titik sadel atau merupakan titik belokan dari lintasan orbit. Titik Kritis T3
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T3 yaitu:
λ1 = 1.000, λ2 = −1.000, λ3 = 3.000 Diperoleh bahwa nilai eigen dari titik kritis ini terdiri dari dua nilai real positif dan satu real negatif. Sehingga trayektor pada titik kritis ini juga merupakan titik sadel atau merupakan titik belokan dari lintasan orbit. Titik Kritis T4
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T3 yaitu: λ1 = 1.000, λ2 = −1.000, λ3 = 3.000
Diperoleh bahwa nilai eigen dari titik kritis ini terdiri dari dua nilai real positif dan satu real negatif. Sehingga trayektor pada titik kritis ini juga merupakan titik titik sadel atau merupakan titik belokan dari lintasan orbit. Titik Kritis T5
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T3 yaitu: λ1 = 0.500+522.212 i,λ2 = 0.500-522.212 i λ3 = -1.000
Dari nilai eigen yang diperoleh dapat dianalisis bahwa pada kondisi parameter ini maka akan diperoleh orbit disekitar titik kritis yang bersifat spiral tak stabil seperti terlihat
51
pada gambar 23(c) karena nilai eigennya merupakan kompleks dengan bagian realnya bernilai positif sehingga bersifat tak stabil. Pada gambar 24(c) terlihat semua spesies memiliki laju pertumbuhan populasi yang hampir sama besarnya namun berbeda fase nya. Semua spesies akan berkembang terus secara periodik menuju ketidakstabilan atau populasinya akan meningkat secara periodik sampai tak hingga. Kasus beh > fic
Jika parameter yang digunakan yaitu beh < fic, maka secara numerik akan diperoleh nilai eigen untuk tiap titik kritis yaitu: Titik Kritis T1
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T1 yaitu: λ1 = 1.000, λ2 = 1.000, λ3 = 1.000
Sehingga karena pada titik kritis ini semua nilai eigen berniali real positif maka pada titik merupakan titik titik tak stabil sehingga orbit akan menjauhi titik T1 seperti terlihat pada gambar 23(a) semua trayektor menjauhi titik kritis T1. Titik Kritis T2
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T2 yaitu: λ1 = 1.000, λ2 = -1.000, λ3 = 3.199
Diperoleh bahwa nilai eigen dari titik kritis ini terdiri dari dua nilai real positif dan satu real negatif. Sehingga trayektor pada titik kritis ini juga merupakan titik titik sadel atau merupakan titik belokan dari lintasan orbit.
atau merupakan titik belokan dari lintasan orbit. Titik Kritis T4
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T4 yaitu: λ1 = 1.000, λ2 = -1.000, λ3 = 3.199
Diperoleh bahwa nilai eigen dari titik kritis ini terdiri dari dua nilai real positif dan satu real negatif. Sehingga trayektor pada titik kritis ini juga merupakan titik titik sadel atau merupakan titik belokan dari lintasan orbit. Titik Kritis T5
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T3 yaitu: λ1 = 0.500+3.972 i,λ2 = 0.500-3.972 i λ3 = -1.000
Dari nilai eigen yang diperoleh dapat dianalisis bahwa pada kondisi parameter ini maka akan diperoleh orbit disekitar titik kritis yang bersifat simpul tak stabil seperti terlihat pada gambar 24(a) karena nilai eigennya merupakan kompleks dengan bagian realnya bernilai positif sehingga bersifat tak stabil tapi tidak membentuk spiral karena nilai imajinernya terlalu kecil. Pada gambar 24(a) terlihat semua spesies memiliki laju pertumbuhan populasi yang sama hampir sama besarnya namun berbeda fasenya. Terjadi ledakan populasi yang begitu drastis menuju tak hingga (tak stabil)
Kasus beh < fic
Jika parameter yang digunakan yaitu beh > fic maka, secara numerik akan diperoleh nilai eigen untuk tiap titik kritis yaitu:
Titik Kritis T3
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T3 yaitu:
Titik Kritis T1
λ1 = 1.000, λ2 = -1.000, λ3 = 3.199
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T1 yaitu:
Diperoleh bahwa nilai eigen dari titik kritis ini terdiri dari dua nilai real positif dan satu real negatif. Sehingga trayektor pada titik kritis ini juga merupakan titik titik sadel
λ1 = 1.000, λ2 = 1.000, λ3 = 1.000
Sehingga karena pada titik kritis ini semua nilai eigen bernilai real positif maka
52
pada titik merupakan titik titik tak stabil sehingga orbit akan menjauhi titik T1 seperti terlihat pada gambar 23(e) semua trayektor menjauhi titik kritis T1. Titik Kritis T2
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T2 yaitu: λ1 = 1.000, λ2 = -1.000, λ3 = 3.087
Diperoleh bahwa nilai eigen dari titik kritis ini terdiri dari dua nilai real positif dan satu real negatif. Sehingga trayektor pada titik kritis ini juga merupakan titik titik sadel atau merupakan titik belokan dari lintasan orbit. Titik Kritis T3
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T3 yaitu: λ1 = 1.000, λ2 = -1.000, λ3 = 3.087
Diperoleh bahwa nilai eigen dari titik kritis ini terdiri dari dua nilai real positif dan satu real negatif. Sehingga trayektor pada titik kritis ini juga merupakan titik titik sadel atau merupakan titik belokan dari lintasan orbit. Titik Kritis T4
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T4 yaitu:
λ1 = 1.000, λ2 = -1.000, λ3 = 3.087 Diperoleh bahwa nilai eigen dari titik kritis ini terdiri dari dua nilai real positif dan satu real negatif. Sehingga trayektor pada titik kritis ini juga merupakan titik titik sadel atau merupakan titik belokan dari lintasan orbit. Titik Kritis T5
Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T5 yaitu: λ1 = 0.500+5.930 i,λ2 = 0.500-5.930 i λ3 = -1.000
Dari nilai eigen yang diperoleh dapat dianalisis bahwa pada kondisi parameter ini maka akan diperoleh orbit disekitar titik kritis yang bersifat spiral tak stabil pada awalnya kemudian menuju stabil. Seperti terlihat pada gambar 23(e) karena nilai eigennya merupakan kompleks dengan bagian realnya bernilai positif sehingga bersifat tak stabil. Pada gambar 24(e) terlihat semua spesies memiliki laju pertumbuhan populasi yang sama besarnya. Semua spesies akan berkembang terus secara periodik tak stabil namun pada saat tertentu populasinya akan bergerak secara periodik stabil mencapai sebuah keseimbangan populasi.
53
Gambar 25. Skema daur hidup hama ulat buah (Helicoverpa armigera) yang merusak tanaman kapas beserta musuh alaminya. (Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat Direktorat Proteksi Tanaman Perkebunan, Departemen Kehutanan dan Perkebunan Jakarta, 2000)
54
6.
Aplikasi Model Dinamik Pengendalian Hama Pertanian
Penerapan model dinamik interaksi tiga spesies dapat diterapkan secara langsung untuk mengendalikan hama pada tanaman pertanian dengan mengembangkan musuh alaminya seperti yang terjadi dalam budidaya tanaman kapas. Pada budidaya tanaman kapas terdapat beberapa hama diantaranya yang paling merusak yaitu Ulat buah (Helicoverpa armigera). Ulat buah adalah hama penting pada kapas. Hama ini memakan daun, bunga dan buah kapas. Ia merusak buah kapas dengan melobangi bagian bawah. Buah yang terserang sering menjadi busuk. Selain kapas, ulat buah juga memakan banyak tanaman lain, seperti kacangkacangan (polong yang dimakan), jagung (tongkol), tembakau (kuncup), tomat (buah), kentang. dan juga memakan beberapa jenis gulma. Musuh alami dari ulat buah terdiri dari pemangsa dan parasit. Pemangsa adalah serangga dan laba-laba yang makan serangga lain. Kadang-kadang disebut “predator”. Predator berguna karena memakan hama tanaman. Semua laba laba adalah pemangsa. Parasit adalah serangga yang hidup di dalam serangga lain, dan membunuhnya secara pelan-pelan dari dalam. Parasit berguna karena membunuh hama. Ada banyak jenis tawon kecil yang memarasit hama di kebun kapas. Salah satu pemangsa ulat buah yaitu Laba-laba lompat (Salticidae). Laba laba lompat aktif sepanjang hari Laba laba ini dapat menerkam mangsanya dengan cepat, bahkan dapat menangkap lalat yang terbang cepat. Kaki depannya kuat dan panjang. Laba-laba dapat menangkap mangsa yang lebih besar darinya, seperti ngengat. Laba-laba kecil merupakan pemangsa penting kepik dan hama lain. Laba-laba menusukkan racun yang melumpuhkan mangsa, kemudian mengisap cairannya.
Laba-laba (salticidae)
Ulat buah (Helicoverpa)
Tanaman kapas Gambar 26. Diagram rantai makanan pada tanaman kapas
Model mangsa pemangsa untuk rantai makanan tiga spesies dalam kasus ini dapat dimodelkan seperti pada model yang disusun oleh Chauvet, 2002 sebagai berikut dx = ax − bxy dt dy (66) = −cy + dxy − eyz dt dz = − fz + gyz dt Keterangan : a: menunjukkan kelahiran rata-rata dari tanaman kapas tanpa adanya ulat buah. b: merupakan jumlah tanaman kapas yang dimangsa oleh ulat buah c: menunjukkan angka kematian ulat buah secara alami tanpa pengaruh ada atau tidak adanya tanaman kapas. d: menunjukkan jumlah kelahiran dari ulat buah yang di pengaruhi oleh adanya tanaman kapas. e: merupakan jumlah ulat buah yang dimangsa oleh laba-laba.
55
f : g:
7.
menunjukkan angka kematian laba-laba secara alami tanpa pengaruh ada atau tidak adanya ulat buah. menunjukkan jumlah kelahiran laba-laba yang di pengaruhi oleh adanya ulat buah.
Analisis Model Dinamik Pengendalian Hama Tanaman Kapas dengan Kehadiran Musuh Alami.
7.1 Penentuan titik kritis
Sesuai persamaan (5) diperoleh: x(a − by ) = 0
(67)
y (−c + dx − ez ) = 0 z (− f + gy ) = 0
Dari persamaan tersebut diperoleh dua titik kritis sebagai berikut: T1 = (0,0,0)
(68)
T2 = (c / d , a / b,0)
7.2 Kontruksi Matriks Jacobi
Dengan melakukan pelinearan pada persamaan maka diperoleh matriks Jacobi − bx 0 ⎤ ⎡a − by ⎢ (69) Ji = ⎢ dy − c + dx− ez − ey ⎥⎥ ⎢⎣ 0 gz − f + gy⎥⎦ Matriks komunitas diperoleh dengan mensubstitusikan titik kritis T1 dan T2 yang telah diperoleh ke dalam matriks Ji (x) yaitu: 0 ⎤ ⎡a 0 J 1 = ⎢⎢0 − c 0 ⎥⎥ ⎣⎢0 0 − f ⎦⎥ ⎡ ⎢0 ⎢ da J2 = ⎢ ⎢b ⎢0 ⎢⎣
−
bc d 0 0
(70)
⎤ ⎥ ae ⎥ ⎥ − b ⎥ ga − f + ⎥⎥ b ⎦ 0
(71)
56
7.3 Analisis kestabilan titik kritis Titik Kritis T2
Dari persamaan karakteristik dapat diperoleh nilai eigen dari matrik J2 yaitu:
λ 21 = −i ac
(72)
λ 22 = i ac λ23 =
ag − bf b
Untuk ag = bf, dari matrik Jacobi akan diperoleh ketiga nilai eigen bernilai nol pada bagian realnya. Dengan demikian menurut Teorema Manifold Pusat, terdapat manifold pusat 3-dimensi yang bersesuaian dengan ketiga nilai eigen tersebut. Sedangkan untuk ag ≠ bf , menurut Teorema Manifold Pusat bahwa nilai eigen (ag − bf ) bersesuaian dengan kurva invarian 1-dimensi yang b
menyinggung vektor eigennya pada titik kritis (c/d, a/b, 0). Kurva ini stabil jika ag – bf < 0 dan tak stabil ag - bf > 0. Bersesuaian dengan nilai eigen yang bagian realnya bernilai bernilai nol, terdapat manifold pusat 2-dimensi yang bersifat invarian melalui (c/d, a/b, 0) dan menyinggung subruang real 2-dimensi yaitu bidang-xy. Perilaku parameter yang berbeda pada titik kritis T2 ini memberikan pengaruh bagi kestabilan populasi untuk ketiga spesies yang berinteraksi. Sehingga berikutnya akan di bahas perilaku solusi di sekitar titik kritisnya yang dikelompokan menjadi tiga kasus yang berbeda parameternya. Untuk melihat perilaku solusinya kemudian akan diperlihatkan dengan menggambarkan grafik orbit kestabilan dari ketiga spesies tersebut. Dalam hal ini parameter yang akan dibahas yaitu yang berkaitan dengan harga eigennya dengan metode numerik. Dalam hal ini yang divariasikan adalah nilai g nya yang menggambarkan bentuk kestabilan dari tiga tipe tersebut. Tabel 6. nilai-nilai parameter yang digunakan Rantai makanan pada tanaman Kapas a b c d e f g
ag = bf ag > bf ag < bf
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1.05
1
1
1
1
1
1
0.65
Kasus ag = bf
Dengan menggunakan nilai parameter seperti pada tabel 6, di peroleh grafik ruang fase (solusi) dan grafik ruang konfigurasi (dinamika populasi) untuk kasus nilai parameter ag = bf sebagai berikut:
Gambar 27. Orbit Kestabilan pada bidang 3dimensi dengan t = 100.
Pada gambar 27 di atas terlihat bahwa orbit kestabilan 3-dimensi pada kasus ag = bf ini merupakan solusi periodik yang terus menerus berosilasi dan cenderung tertutup. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan populasi pada ketiga spesies tersebut saling proporsional
57
artinya tidak ada populasi suatu spesies yang pertumbuhannya meningkat tajam maupun populasi yang pertumbuhannya menurun drastis. Berdasarkan perilaku parameter yang diamati pada kasus ini laju pertumbuhan alami spesies x sebanding dengan efek pemangsaan terhadap spesies x oleh spesies y. Hal ini akan memberikan pengaruh positif bagi pertumbuhan populasi spesies z pada level paling atas yaitu keseimbangan populasi spesies y sebagai sumber makanan dapat menunjang pertumbuhan populasi spesies z. Maka ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa untuk kasus nilai parameter ag = bf, interaksi pemangsaan antar ketiga spesies menghasilkan siklus rantai makanan yang terus akan berlangsung seimbang sehingga tidak ada spesies yang akan punah. Berikut akan diperlihatkan grafik perubahan dinamika populasi untuk ketiga spesies pada kasus ag = bf.
Gambar 28. Dinamika populasi tiga spesies dengan nilai awal x = 1, y = 1, z = 1.5 dan
t = 20.
Pada gambar 28 diatas dengan nilai awal x(0 )= 1, y(0) = 1,dan z(0) = 1.5 terlihat bahwa secara biologis ketiga spesies dapat bertahan hidup dan mempunyai jumlah populasi yang berubah-ubah secara periodik sepanjang waktu pada periode yang sama. Pada grafik tersebut terlihat pula posisi relatif dari titik stasioner ketiga spesies yaitu puncak tertinggi menyatakan populasi spesies x pada level pertama, di ikuti populasi spesies y pada level kedua dan puncak yang paling rendah menyatakan populasi spesies z pada level yang paling atas. Hal tersebut disebabkan oleh saling bergantungnya spesies pada level berikutnya terhadap jumlah populasi spesies pada level sebelumnya sebagai sumber makanannya. Misalkan kelangsungan hidup spesies y dipengaruhi oleh jumlah populasi x sebagai mangsanya, begitu pula yang terjadi pada kelangsungan hidup spesies z dipengaruhi oleh jumlah populasi spesies y sebagai mangsanya. Kasus ag > bf
Dengan menggunakan nilai parameter yang ada pada tabel 6. di peroleh grafik ruang fase ( solusi ) dan grafik dinamika populasi ( ruang konfigurasi ) untuk kasus nilai parameter ag > bf sebagai berikut :
Gambar 29. Orbit Kestabilan pada bidang 3-dimensi dengan t = 100.
Pada gambar di atas dengan menggunakan nilai awal x(0) = 2, y(0) = 2 dan z(0) = 1 terlihat bahwa orbit kestabilan populasi ketiga spesies berawal dari titik P ( x 0 , y 0 , z 0 ) dengan arah keatas menuju titik Q, sehingga membentuk spiral tak stabil.
58
Sedangkan untuk grafik dinamika populasinya cenderung bersifat divergen. Hal ini menunjukan bahwa terdapat spesies yang populainya cenderung meningkat, yaitu spesies x dan spesies z seperti terlihat pada grafik dinamika populasinya. Berikut akan diperlihatkan grafik perubahan dinamika populasi untuk tiga spesies pada kasus ag > bf.
Gambar 30. Dinamika populasi tiga spesies dengan nilai awal x = 2, y = 2, z = 1 dan t = 20
Pada gambar 30 terlihat dari hasil pengamatan b dan f bahwa spesies z dapat terus bertahan selama populasi spesies x masih ada sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada spesies yang akan punah selama populasi spesies x masih bertahan. Hal ini menyatakan secara tidak langsung bahwa populasi dari spesies x dan z cenderung menuju + ∞ , walaupun secara tidak monoton, saat populasi spesies y melalui fluktuasi yang cukup besar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa spesies y berperan sebagai penyalur makanan atau perantara antara spesies x dan z dalam siklus rantai makanan tersebut. Kasus ag < bf
Dengan menggunakan nilai parameter pada tabel 6. Diperoleh grafik solusi dan grafik dinamika populasi untuk kasus nilai parameter ag < bf sebagai berikut :
Gambar 31. Orbit Kestabilan pada bidang 3-dimensi dengan t = 100.
Pada gambar 31 di atas dengan menggunakan nilai awal x(0) = 2, y(0) = 2 dan z(0) = 1. terlihat bahwa orbit kestabilan populasi ketiga spesies berawal dari titik P ( x0 , y 0 , z 0 ) dengan arah masuk menuju arah osilasi pada bidang xy, kemudian terus menerus berosilasi pada batas titik
59
tertentu. Seperti terlihat pada gambar bahwa orbit tersebut berbentuk spiral dengan arah turun menuju bidang xy dan cenderung ke arah solusi periodik sehingga dapat dikatakan bahwa orbit kestabilannya merupakan spiral stabil. Karena pada kasus ini nilai parameter ag < bf dapat membawa pengaruh yang bersifat negatif bagi kelangsungan hidup spesies z, sehingga untuk nilai z tertentu yaitu pada saat s mendekati nol orbit kestabilannya akan membentuk suatu osilasi pada bidang xy. Hal ini menunjukan bahwa pada dinamika populasinya untuk jangka waktu yang panjang terdapat populasi spesies yang akan mengalami kepunahan yaitu spesies z. pada saat jumlah populasi spesies z mendekati nol atau mendekati kepunahan maka akan terjadi siklus pemangsaan yang seimbang antara spesies x dan spesies y. Berikut akan diperlihatkan grafik dinamika populasi untuk ketiga spoesies pada kasus ag < bf.
Gambar 32. Dinamika populasi tiga spesies dengan nilai awal x =2, y =2, z = 1 dan t = 20
Pada gambar 32 diatas terlihat bahwa pada awal periode ketiga spesies saling berosilasi hingga pada periode waktu tertentu yaitu pada saat t = 15 spesies z berfluktuasi turun hiongga mendekati titik nol, sedangkan spesies x dan y terus berosilsi secara periodik. Secara biologis, hal tersebut menyatakan secara tidak langsung bahwa populasi spesies z sebagai pemangsa pada level atas akan cenderung mendekati kepunahan, saat spesies x dan y cenderung memperlihatkan perilaku periodik dari sistem mangsa pemangsa pada saat ketidakhadiran dari spesies z. berdasarkan perilaku parameter yang diamati yaitu untuk b dan f bahwa pada kasus ketiga ini efek pemangsaan terhadap spesies x oleh spesies y dan laju kematian alami spesies z lebih besar dibandingkan dengan laju efisiensi dan penyebaran spesies z. maka dapat disimpulkan bahwa ilustrasi di atas menyebabkan semakin menurunnya kelangsungan hidup populasi spesies z hingga dapat mengakibatkan kepunahan. Dari model rantai makanan tiga spesies bertingkat tersebut diperoleh bahwa saat pertumbuhan intrinsik tanaman kapas dan pertumbuhan laba-laba karena adanya pemangsaan terhadap ulat buah sama dengan jumlah populasi tanaman kapas yang mati karena ulat buah dan jumlah kematian laba-laba (ag = bf) maka terjadi keseimbangan antara jumlah populasi tanaman kapas, ulat buah dan laba-laba. Namun jika pertumbuhan intrinsik tanaman kapas dan pertumbuhan laba-laba karena adanya pemangsaan terhadap ulat buah lebih besar dari jumlah populasi tanaman kapas yang mati karena ulat buah dan jumlah kematian laba-laba (ag > bf) maka populasi hama ulat buah akan menurun menuju keseimbangan sedangkan tanaman kapas dan laba-laba akan meningkat secara periodik. Sedangkan jika pertumbuhan intrinsik tanaman kapas dan pertumbuhan laba-laba karena adanya pemangsaan terhadap ulat buah lebih kecil dari jumlah populasi tanaman kapas yang mati karena ulat buah dan jumlah kematian laba-laba (ag < bf) maka populasi laba-laba punah sedangkan hama ulat buah dan populasi tanaman kapas akan stabil periodik.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Hasil analisis pada pembahasan di atas menunjukkan bahwa laju perubahan populasi pada sistem dinamik model ekologi interaksi dua spesies maupun tiga spesies sangat tergantung pada kondisi awal dan parameter yang digunakan. Model interaksi saling menguntungkan (mutualisme) anatara dua spesies dengan kehadiran predator dapat diaplikasikan secara nyata pada dua buah spesies mutualis dan satu spesies predator yaitu semut pekerja, benih violet dan hewan pengerat (rodent) yang merupakan predator pada benih bunga violet. tanpa adanya predator maka populasi bunga violet dan semut akan mengalami
60
ledakan populasi yang mengganggu kestabilan ekosistem. Adanya predator dapat berperan menyetabilkan populasi kedua spesies. Interaksi antara dua mangsa dan satu pemangsapun merupakan kasus yang sangat umum yang dapat terjadi bukan hanya ekologi tetapi juga dunia usaha dimana terdapat perusahaan besar yang berperan sebagai predator dan perusahaan kecil yang berperan sebagai mangsanya. Dan model dinamika rantai makanan siklik tiga spesies dapat terjadi dalam siklus reaksi biokimia. Model dinamik interaksi tiga spesies ini dapat diaplikasikan dalam banyak bidang. Model dinamik rantai makanan dapat diaplikasikan dalam pengendalian hama pada tanaman menggunakan musuh alami (Biological Control) sehingga dapat diprediksi parameter apa yang dapat menyebabkan peningkatan hama penyakit serta mengatasinya dengan mengembangkan musuh alami dari hama tersebut. Dari permasalahan ekologi tersebut terlihat jelas bahwa pada sistem tersebut memiliki sifat nolinieritas yang mirip seperti sistem dinamika nonlinier yang terjadi dalam sistem fisika. Sehingga pendekatan sistem dinamika (Dynamical System Approach) dalam fisika juga dapat dipakai untuk menganalisis dan mempelajari gejala yang terjadi di alam secara umum, baik dalam sistem fisis maupun sistem sosial. Saran
Analisis sistem dinamik merupakan alat yang sangat baik dalam menganalisis berbagai permasalahan, baik yang terjadi di alam fisis maupun permasalahan sosial termasuk didalamnya untuk menganalisis laju perubahan populasi dalam ekologi. Masih banyak model yang perlu dikaji dan dianalisis lebih lanjut seperti model dinamik populasi Rozeinwig - Mcarthur yang mengandung variabel saturasi dalam modelnya. Selain itu perlu pengkajian dan analisis lebih mendalam mengenai perilaku chaotik dari model sistem ekologi yang dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Musuh alami dan hama kapas.http://www.mamud.com/Docs/musuh_alami_kapas.pdf. (1 Februari 2007 ).
pada
Arhami, Muhammad. 2004. Pemrograman Matlab. Yogyakarta: Penerbit Andi. Becks L., F. M. Hilker, H. Malchow, K. J¨urgens and H. Arndt: Experimental demonstration of chaos in a microbial foodweb. Nature (435) 1226-1229 (2005) Chauvet E, Paullet JE, Ptevite JP, Walls Z. 2002. A Lotka-Volterra Three Species Food Chain. http://math.bd.psu.edu/faculty/jprevite/mathmag243-255.pdf.. (1 September 2006) Evolutionary Stability of Ecological Cheon, Taksu . 2003. http://www.mech.kochitech.ac.jp/cheon/2/hiera4r.pdf.(5 Desember 2006)
Hierarchy.
Deng, Bo and Gwendolen Hines. 2002. Food chain chaos due to Shilnikov’s orbit. http://www.mathunl.edu/BDeng1/papers/cfcslnkv.pdf. ( 2 Desember 2006) Dudek, Miroslaw.R. 2007. Lotka-Volterra population model of http://arxiv.org/PS_cache/qbio/pdf/0701/0701031.pdf. ( 5 Februari 2007).
geneticEvolution.
Edelstein, Leah. 1988. Mathematical models in Biology. New York: The Random House. Gilpin.1979. Spiral Chaos in a predator-prey models. The American Naturalist.113.pp. 306-308. Guckenheimer J, Holmes P. 1983. Nonlinear Oscillations, Dynamical Sstems and Bifurcation of vector Fields. Applied Mathematical Sciences, vol. 42. New York: Springer-Verlag. Hardhienata, H. Prediksi Populasi Mangsa Pemangsa dengan Pendekatan teori Chaos. 2002. Huppert, A., Blasius, B., Stone, L., 2002. A model for seasonal phytoplankton blooms. http:// www.elsevier.com/locate/yjtbi . (15 Januari 2007)
61
Idema, Timon. 2005. The behaviour and attractiveness of the Lotka-Volterra equations.http://www.lorentz.leidenuniv.nl/~idema/maththesis.pdf. (25 April 2006) Leon, Steven J. 2001. Aljabar Linear dan Aplikasinya. Jakarta: Erlangga. McGill, Brian. 2005. A mechanistic model of a mutualism and its ecological and evolutionary dynamics. http://www.elsevier.com/locate/ecolmodel (25 Desember 2006) Verhulst F. 1990. Nonlinear Differential Equation and Dynamical Syatems. Heidenberg: SpringerVerlag. Wang, Hao and Yang Kuang. 2007. Alternative models for cyclic Lemming Dynamics. http://www.mbejournal.org. (15 Januari 2007)
62
LAMPIRAN
63
Lampiran 1. Analisis Titik Kritis Model Dinamika
Analisis sistem persamaan differensial sering digunakan untuk menentukan solusi yang tidak berubah terhadap waktu, yaitu untuk tiap dx / dt = 0, dy / dt = 0, dz / dt = 0. Titik kritis ( x * , y * , z * ) dari sistem persamaan dapat diperoleh dengan menentukan dx / dt = 0, dy / dt = 0, dz / dt = 0 , sehingga dengan menggunakan software Maple 9.5 dapat diperoleh titik kritis tiap model dinamik sebagai berikut: 1.
Titik Kritis Model Dinamik Mutualisme dengan Kehadiran Pemangsa
> per1:=x*(j-a*x+b*y);
per1 := x (j - a x + b y) > per2:=y*(k+c*x-d*y-e*z); per2 := y (k + c x - d y - e z) > per3:=z*(-l+f*y);
per3 := z (-l + f y) > solve({per1=0,per2=0,per3=0},{x,y,z}); {x {x {z {y
2.
= = = =
0, z 0, z 0, x l/f,
= = = z
0, y = 0}, {x = 0, z = 0, y = k/d}, -(-fk+dl)/(fe), y = l/f}, {z = 0, y = 0, x = j/a}, (bk+dj)/(-bc+da), y = (jc+ak)/(-bc+da)}, = (afk-adl+cfj+cbl)/(afe), x = (fj+bl)/(fa)}
Titik Kritis Model Dinamik Dua Mangsa Satu Pemangsa Tanpa Kompetisi Intraspesifik
> per1:=a*x-b*x*z;
per1 := a x - b x z > per2:=c*y-d*y*z;
per2 := c y - d y z > per3:=-e*z+f*x*z+g*y*z; per3 := -e z + f x z + g y z > solve({per1=0,per2=0,per3=0},{x,y,z}); {z = 0, x = 0, y = 0}, {x = 0, z = c/d, y = e/g}, {y = 0, x = e/f, z = a/b}
3.
Titik Kritis Model Dinamik Dua Mangsa Satu Pemangsa Dengan Kompetisi Intraspesifik
> per1:=j*x-a*x*x-b*x*y-c*x*z;
per1 := j x - a x 2 - b x y - c x z > per2:=k*y-d*y*y-e*x*y-f*y*z;
per2 := k y - d y 2 - e x y - f y z > per3:=-l*z+g*x*z+h*y*z; per3 := -l z + g x z + h y z > solve({per1=0,per2=0,per3=0},{x,y,z});
64
T1 = { x = 0, y = 0, z = 0} j ⎧ ⎫ T2 = ⎨ x = , y = 0, z = 0 ⎬ a ⎩ ⎭ k ⎧ ⎫ T3 = ⎨ x = 0, y = , z = 0 ⎬ d ⎩ ⎭ ⎧ l dl − kh ⎫ T4 = ⎨ x = 0, y = , z = ⎬ h hf ⎭ ⎩ ⎧ l al − gj ⎫ T5 = ⎨ x = , y = 0, z = ⎬ g gc ⎭ ⎩ bk − jd ak − je ⎧ ⎫ T6 = ⎨ x = − ,y= , z = 0⎬ − − ad be ad be ⎩ ⎭ ⎧ ⎫ − lcd + lfb + hck − hfj ⎪ x = cgd − ceh − fgb + fah ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ cgk − cel + fal − fgj T7 = ⎨ y = ⎬ − − + cgd ceh fgb fah ⎪ ⎪ ⎪ gbk − bel − kha − gjd + jeh + ald ⎪ ⎪z = − ⎪ cgd − ceh − fgb + fah ⎩ ⎭
4.
Titik Kritis Model Dinamik Rantai Makanan Siklik
> per1:=a*x+b*x*z-c*x*y;
per1 := a x + b x z - c x y > per2:=d*y+e*x*y-f*y*z;
per2 := d y + e x y - f y z > per3:=g*z+h*y*z-i*x*z;
per3 := g z + h y z - i x z > solve({per1=0,per2=0,per3=0},{x,y,z}); {x = 0, z = 0, y = 0},{x = 0, y = -g/i, z = d/f}, {y = 0, x = g/h, z = -a/c},{z = 0,x = -d/e,y = a/b}, {x = (fi*+fbg+icd)/(fbh-ice),z=(dbh+eia+ebg)/(fbh-ice), y = (gce+hfa+hcd)/(fbh-ice)}
65
Lampiran 2. Analisis Nilai Eigen Model Dinamik Tiga Spesies
Dengan melakukan pelinearan pada persamaan maka diperoleh matriks Jacobi ⎡ ∂f1 ∂f1 ∂f1 ⎤ ⎢ ⎥ ⎢ ∂x1 ∂x2 ∂x3 ⎥ ⎢ ∂f ∂f 2 ∂f 2 ⎥ Ji = ⎢ 2 ⎥ ∂ ∂ x x2 ∂x3 ⎥ ⎢ 1 ⎢ ∂f 3 ∂f3 ∂f3 ⎥ ⎢ ⎥ ⎣ ∂x1 ∂x2 ∂x3 ⎦ Kondisi kestabilan dari tiap titik kritis dapat diperoleh dengan mengetahui terlebih dahulu nilai eigen. Nilai eigen tersebut dapat diperoleh melalui persamaan karakteristiknya, sebagai berikut: p(λ ) = det( J − λI ) = J − λI = 0
Dengan Menggunakan software Maple 9.5 dapat diperoleh nilai eigen dari tiap titik kritis dari model dinamik tiga spesies sebagai berikut:
1.
Analisis Nilai Eigen Model Dinamik Mutualisme dengan Kehadiran Predator
Dengan melakukan pelinearan pada persamaan maka diperoleh matriks komunitas bx 0 ⎤ ⎡ j −2ax+by Ji = ⎢ cy k +cx−2dy−ez −ey ⎥⎥ ⎢ ⎢⎣ 0 fz −l + fy⎥⎦
Solusi Eksak Nilai Eigen Dengan Maple
Solusi ini di peroleh dengan memvariasikan parameter b dan c sedangkan parameter a,d,e,f,j,k,dan l dianggap tetap bernilai 1. > restart; > with(linalg): Warning, the protected names norm and trace have been redefined and unprotected > a := 1; b := B; c := B;d:=1;e:=1;f:=1;j:=1;k:=1;l:=1; a := 1
b := B
c := B d := 1
e := 1 f := 1 j := 1
k := 1 l := 1
> J:=matrix(3,3,[j-2*a*x+b*y,b*x,0, c*y,k+c*x-2*d*y-e*z,-e*y, 0,f*z,-l+f*y]); J := matrix([[1-2x+By, Bx, 0], [By, 1+Bx-2y-z, -y], [0, z, -1+y]])
66
> y:= 0; z:= 0; x:= 0;
y := 0 z := 0 x := 0 > nilai_e1:=eigenvals(J); nilai_e1 := 1, 1, -1
> y:= 0; z:= 0; x:= j/a;
y := 0 z := 0 x := 1 > nilai_e2:=eigenvals(J); nilai_e2 := -1, -1, 1 + B
> z:= 0; x:= 0; y:= k/d;
z := 0 x := 0 y := 1 > nilai_e3:=eigenvals(J); nilai_e3 := 1 + B, -1, 0
> z:= 0; y:= (a*k+c*j)/(a*d-c*b); x:= (j*d+b*k)/(a*d-c*b); z := 0 y :=
1+B 1-B
x :=
2
1+B 1 - B2
> nilai_e4:=eigenvals(J); nilai_e4 := -
B 1+B , -1, B-1 B-1
> x:= 0; z:= (f*k-d*l)/(f*e); y:= l/f; x := 0
z := 0 y := 1 > nilai_e5:=eigenvals(J); nilai_e5 := 1 + B, -1, 0
> y:= l/f; z:= (a*f*k-a*d*l+c*f*j+c*b*l)/(a*f*e); x:= (f*j+b*l)/(f*a); y := 1
z := B + B
2
x := 1 + B
> nilai_e6:=eigenvals(J); nilai_e6:=1/6*(8-24*B-192*B^2-188*B^3-36*B^4+12*(24*B^2+48*B^3+324*B^4+345*B^6+492*B^5+114*B^7-12*B^93*B^8)^(1/2))^(1/3)-6*(-1/9+2/9*B-1/3*B^3-1/9*B^2)/(8-24*B192*B^2-188*B^3-36*B^4+12*(24*B^2+48*B^3+324*B^4+345*B^6+492*B^5+114*B^7-12*B^93*B^8)^(1/2))^(1/3)-2/3-1/3*B, -1/12*(8-24*B-192*B^2-188*B^3-36*B^4+12*(24*B^2+48*B^3+324*B^4+345*B^6+492*B^5+114*B^7-12*B^9-
67
3*B^8)^(1/2))^(1/3)+3*(-1/9+2/9*B-1/3*B^3-1/9*B^2)/(8-24*B192*B^2-188*B^3-36*B^4+12*(24*B^2+48*B^3+324*B^4+345*B^6+492*B^5+114*B^7-12*B^93*B^8)^(1/2))^(1/3)-2/3-1/3*B+1/2*I*3^(1/2)*(1/6*(8-24*B-192*B^2188*B^3-36*B^4+12*(-24*B^2+48*B^3+324*B^4+345*B^6+492*B^5+114*B^712*B^9-3*B^8)^(1/2))^(1/3)+6*(-1/9+2/9*B-1/3*B^3-1/9*B^2)/(8-24*B192*B^2-188*B^3-36*B^4+12*(24*B^2+48*B^3+324*B^4+345*B^6+492*B^5+114*B^7-12*B^93*B^8)^(1/2))^(1/3)), -1/12*(8-24*B-192*B^2-188*B^3-36*B^4+12*(24*B^2+48*B^3+324*B^4+345*B^6+492*B^5+114*B^7-12*B^93*B^8)^(1/2))^(1/3)+3*(-1/9+2/9*B-1/3*B^3-1/9*B^2)/(8-24*B192*B^2-188*B^3-36*B^4+12*(24*B^2+48*B^3+324*B^4+345*B^6+492*B^5+114*B^7-12*B^93*B^8)^(1/2))^(1/3)-2/3-1/3*B-1/2*I*3^(1/2)*(1/6*(8-24*B-192*B^2188*B^3-36*B^4+12*(-24*B^2+48*B^3+324*B^4+345*B^6+492*B^5+114*B^712*B^9-3*B^8)^(1/2))^(1/3)+6*(-1/9+2/9*B-1/3*B^3-1/9*B^2)/(8-24*B192*B^2-188*B^3-36*B^4+12*(24*B^2+48*B^3+324*B^4+345*B^6+492*B^5+114*B^7-12*B^93*B^8)^(1/2))^(1/3))
2.
Analisis Nilai Eigen Model Dinamik Dua Mangsa Satu Pemangsa
Dengan melakukan pelinearan pada persamaan maka diperoleh matriks komunitas
− bx ⎤ ⎡a − bz 0 Ji = ⎢⎢ 0 c − dz − dy ⎥⎥ ⎢⎣ fz gz − e + fx + gy⎥⎦ Solusi Eksak Nilai Eigen Dengan Maple > restart; > with(linalg): Warning, the protected names norm and trace have been redefined and unprotected > J:=matrix(3,3,[a-b*z,0,-b*x, 0,c-d*z,-d*y, f*z,g*z,-e+f*x+g*y]); J := matrix([[a-bz, 0, -bx], [0, c-dz, -dy], [fz, gz, -e+fx+gy]]) > x:=0;y:=0;z:=0;
x := 0 y := 0
z := 0 > nilai_e1:=eigenvals(J);
nilai_e1 := a, c, -e > x:= 0; y:= e/g; z:= c/d;
x := 0 y :=
e g
z :=
c d
> nilai_e2:=eigenvals(J); nilai_e2 :=
> x:= e/f; y:= 0; z:= a/b;
ad-bc , d
-c e , - -c e
68
x :=
e f
y := 0 z :=
a b
> nilai_e3:=eigenvals(J); ad-bc , -a e , - -a e nilai_e3 := b
3.
Analisis Nilai Eigen Model Dinamik Rantai Makanan Siklik
Dengan melakukan pelinearan pada persamaan maka diperoleh matriks komunitas
− cx bx ⎤ ⎡a + bz− cy ⎢ Ji = ⎢ ey d + ex− fz − fy ⎥⎥ ⎢⎣ −iz hz g + hy−ix⎥⎦ Solusi Eksak Nilai Eigen Dengan Maple > restart; > with(linalg): Warning, the protected names norm and trace have been redefined and unprotected > a := 1; b := A; c := B;d:=1;e:=A;f:=B;g:=1;h:=A;i:=B; a := 1
b := A
c := B d := 1
e := A f := B
g := 1 h := A i := B > J:=matrix(3,3,[a+b*z-c*y,-c*x,b*x, e*y,d+e*x-f*z,-f*y, i*z,h*z,g+h*y-i*x]); J := matrix([[1+Az-By, -Bx, Ax], [Ay, 1+Ax-Bz, -By], [-Bz, Az, 1+Ay-Bx]]) > y:= 0; z:= 0; x:= 0;
y := 0
z := 0 x := 0 > nilai_e1:=eigenvals(J);
nilai_e1 := 1, 1, 1 > y:= 0; z:= -a/b; x:= g/i;
y := 0 z := -
1 A
69
1 B
x := > nilai_e2:=eigenvals(J);
2
nilai_e2 := -1, 1,
BA+A +B
2
BA
> z:= 0; x:= -d/e; y:= a/c;
z := 0
x := -
1 A
y :=
1 B
> nilai_e3:=eigenvals(J); 2
nilai_e3 := -1, 1,
BA+A +B BA
2
> x:= 0; y:= -g/h; z:= d/f;
x := 0
y := -
1 A
z :=
1 B
> nilai_e4:=eigenvals(J); nilai_e4 :=
B A + A2 + B2 , 1, -1 BA
> x:= -(d*b*h+f*a*h+f*c*g)/(b*e*h-i*f*c); y:= (b*e*g+b*i*d+i*f*a)/(b*e*h-i*f*c); z:= (a*e*h+c*e*g+c*i*d)/(b*e*h-i*f*c); 2
x := -
BA+A +B 3
A -B
y := -
3
B A + A2 + B2 A3 - B3 2
z := -
2
BA+A +B 3
A -B
2
3
> nilai_e5:=eigenvals(J); 1 1 1 1 A- B+ I 3 A+ I 2 2 2 2 nilai_e5 := -1, A-B
3 B
1 1 1 1 A- B- I 3 A- I 2 2 2 2 , A-B
3 B
70
Lampiran 3. Sintaks Plot Grafik Dengan Software Matlab 7 % GRAFIK RUANG FASA DUA SPESIES MUTUALISME DENGAN ADANYA PREDATOR % MADA SANJAYA % Departemen Fisika IPB 2006 % Orbit dan Kestabilan system Mutualisme dua spesies. % System mutualisme dua spesies % models System mutualisme dua spesies dapat di bentuk dari persamaan: % y1'=y1( j - a*y1 + b*y2 ) % y2'=y2( k + c*y1 - d*y2-e*y3 ) % y3'=y3(-l + f*y2) % function yp = T6a1(t,y) % yp = ( y1; y2; y3 ) % kondisi pertama:ad-bc<0 % a=1;b=0.11;c=0.11;d=1;e=1; % f=1 % j=k=l=1 % kondisi awal saat t=0,y1=1,y2=1,y3=1 function yp = T6a(t,y) yp = [1*y(1)-1*y(1)*y(1)+0.1*y(1)*y(2);1*y(2)+0.1*y(1)*y(2)1*y(2)*y(2)-1*y(2)*y(3);-1*y(3)+1*y(2)*y(3)]; 1.
Plot Grafik Ruang phasa Mutualisme Dengan Kehadiran Predator
tspan=[0 1000]; y0=[1 1 1]; [t,y]=ode23('T6a',tspan,y0); plot3(y(:,1),y(:,2),y(:,3)) grid on title('Ruang phasa Mutualisme 3 spesies'); xlabel('spesies x'); ylabel('spesies y'); zlabel('predator z'); legend('y_1','y_2','y_3') 2. Plot Grafik Laju Pertubahan Populasi Mutualisme Dengan Kehadiran Predator tspan=[0 100]; y0=[1 1 1]; [t,y]=ode23('T6a',tspan,y0); plot(t,y) title('Ruang konfigurasi prey predator 3 spesies'); xlabel('time t'); ylabel('populasi y'); legend('y_1','y_2','y_3')
71
Grafik yang di hasilkan :
72
Lampiran 4. Diagram Alir Penelitian