DINAMIKA KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA NOVEL PENGAKUAN EKS PARASIT LAJANG KARYA AYU UTAMI BERDASARKAN PERSPEKTIF JUNG
Khoirun Nisak Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
ABSTRAK: Secara umum, penelitian karya sastra jenis novel ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi secara objektif tentang “dinamika kepribadian tokoh utama berdasarkan perspektif Jung” yang ada dalam novel “Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami” dan secara khusus penelitian ini mengkaji empat aspek dinamika kepribadian, yang bertujuan: (1) memaparkan faktor-faktor internal yang menjadi pendorong dinamika kepribadian tokoh utama, (2) memaparkan faktor-faktor eksternal yang menjadi pendorong dinamika kepribadian tokoh utama, (3) mengkaji progresi dinamika kepribadian tokoh utama, dan (4) mengkaji regresi dinamika kepribadian tokoh utama. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif dengan metode hermeneutik dan peneliti sebagai instrumen kunci dibantu dengan metrik penjaringan data. Data diperoleh dari unit-unit teks yang mencerminkan penggambaraan dinamika kepribadian tokoh utama dalam novel “Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami” yang diterbitkan oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), cetakan kedua: Mei 2013. Kata-kata kunci: kepribadian, dinamika kepribadian, psikologi analistis Jung Sastra adalah tiruan kehidupan (imitation of life), sehingga terdapat kaitan yang erat antara dunia sastra dan realitas kehidupan. Banyak karya sastra yang diangkat dari kehidupan nyata, baik yang dialami sendiri oleh pengarangnya maupun kehidupan orangorang yang ada di lingkungan sekitarnya. Purba (2010:3) mengatakan bahwa sastra merupakan sebuah ciptaan, kreasi, bukan semata-mata imitasi, sebuah cabang seni, sebuah karya imajintif yang berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya. Sesuai dengan hakikatnya sebagai karya seni yang imajintif, karya sastra bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak langsung. Pemahaman tersebut dapat diperoleh melalui usaha membaca
dengan sungguh-sungguh dan mencari makna yang tersembunyi di balik teks sastra. Untuk menggali makna yang terkandung dalam karya sastra diperlukan pengkajian yang mendalam terhadap aspek-aspek tertentu yang dianggap penting untuk diangkat, sehingga tercapai tujuan penulisan karya sastra. Salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian untuk dikaji dalam karya sastra adalah aspek psikologi. Pengkajian aspek psikilogis dalam karya sastra penting dilakukan karena relevansinya dengan problemtika masyarakat modern dewasa ini yang cenderung hanya mementingkan kehidupan duniawi (profan) dan serba materialistis. Ratna (2013:342-343) mengungkapkan bahwa relevansi analisis psikologis diperlukan justru
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 636
pada saat tingkat peradaban mencapai kemajuan, pada saat manusia kehilangan pengendalian psikologis. Kemajuan teknologi mengandung aspek-aspek negatif, misalnya, hilangnya harga diri sebagai akibat hampir keseluruhan harapan dialihkan pada teknologi, pada mesin dengan berbagai mekanismenya. Psikologi, khususnya psikologi analitik, diharapkan mampu untuk menemukan aspek-aspek ketidaksadaran yang diduga merupakan sumber-sumber penyimpangan psikologis sekaligus dengan terapi-terapinnya. Pengkajian terhadap aspek psikologis dalam karya sastra melibatkan unsur intrinsik sastra, khususnya tokoh dan penokohan. Siswanto (1993:24) mengemukakan bahwa tokoh dalam karya sastra adalah manusia, atau dapat juga disebut sebagai sesuatu yang dimanusiakan, yang memiliki kepribadian tertentu. Kepribadian yang diemban oleh tokoh dalam karya sastra itu akan berimpitan dengan hukumhukum atau teori-teori psikologi tertentu. Dengan demikian, sastra sebagai gejala kejiwaan yang mengandung fenomena-fenomena kejiwaan yang tampak dari tingkah laku tokoh-tokohnya dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan psikologi. Dilihat dari proses penciptaan karya sastra, Wellek dan Warren (1995:106) mengungkapkan bahwa terkadang ada teori psikologi tertentu yang dianut oleh pengarang, baik secara sadar atau samarsamar, dan teori tersebut ternyata cocok untuk menjelaskan tokoh-tokoh dan situasi cerita. Eksplorasi teori psikologi dalam penciptaan sastra ini akan menambah nilai artistik karena menunjang koherensi dan kompleksitas karya. Hal ini mengisyaratkan bahwa sebelum melakukan pengkajian aspek psikologis dalam karya sastra diperlukan pencermatan lebih dalam terhadap kemungkinan adanya teori psikologi tertentu yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra itu sendiri.
Ketepatan pemilihan teori psikologi diharapkan memberikan hasil analisis yang lebih tepat terhadap aspek psikologis dalam karya sastra yang dikaji. Salah satu karya sastra kontemporer yang mengandung aspek psikologis adalah novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami. Aspek psikologis dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang tercermin pada kepribadian tokoh utama yang sarat dengan konflik batin. Novel ini menceritakan perjalanan hidup tokoh utama yaitu A yang berontak terhadap nilai-nilai kehidupan. Dia memutuskan untuk melepaskan keperawanannya di usia dua puluh, untuk sekaligus menghapus konsep keperawanan yang baginya tidak adil. Konsep keperawanan yang selalu dijadikan patokan laki-laki dalam menentukan kepantasan baginya untuk menikahi perempuan yang merupakan norma umum di masyarakat. Selama bertahun-tahun ia mencoba melawan nilai-nilai adat, agama, dan hukum yang patriarkal. Patriarkal atau partiarki merupakan sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial (keluarga) namun tidak demikian dengan tokoh A. Dia menginginkan matriarkal lebih diakui di masyarakat. Untuk itu dia buktikan dengan sikapnya terhadap Nik kekasihnya bahwa dia dapat menguasai Nik tanpa harus masuk agama Nik. Tanpa disadari A larut dalam putaran batin yang pelik sampai pada titiknya dia menyadari bahwa patriarkal hanya merupakan kenyataan sejarah. Berdasarkan fenomena psikis tokoh utama tersebut, teori psikologi yang relevan untuk pengkajian dinamika kepribadian tokoh utama novel Pengakuan Eks Parasit Lajang ini adalah psikologi analitis yang dikembangkan oleh Jung. Jung mengemukakan gagasan tentang pentingnya aspek ketidaksadaran, di
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 637
samping kesadaran, dalam membentuk pribadi yang utuh. (Feist & Feist, 2014:116). Pentingnya penerapan teori psikologi analitis dalam pengkajian aspek psikologis juga diperkuat dengan pendapat Ratna (2013:344-347) yang menegaskan bahwa dalam psikologi sastra, di samping memanfaatkan pengalaman sekarang, yang justru lebih penting adalah pengalaman kolektif dalam kaitannya dengan meterial filogenesis perkembangan evolusi spesies manusia. METODE Menurut Ratna (2013:41) pendekatan dapat disejajarkan dengan bidang ilmu tertentu. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan psikologi dengan mengacu pada teori psikologi analitis Jung. Jung mengemukkan gagasan tentang pentingnya aspek kesadaran, di samping ketidaksadaran, dalam membentuk pribadi yang utuh. Teori ini relevan dengan kondisi kepribadian tokoh utama novel Pengakuan Eks Parasit Lajang yang didominasi aspek kesadaran yaitu munculnya konflik-konflik batin dalam cerita kehidupannya. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif dengan metode hermeneutik. Ratna (2013:46) menggungkapkan bahwa dalam metode hermeneutik analisis data secara keseluruhan memanfaatkan penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Lebih lanjut Santana (2010:189) menjelaskan bahwa deskripsi ialah penggunaan kata-kata untuk merekreasikan sebuah pengalaman, yang membuat pembaca dapat merasakannya (ikut melihat, mendengar, merasakan). Beberapa pendapat yang sifatnya teoritik mesti diuraikan dalam rumusan penjelasan yang definitif, melalui gambaran peristiwa yang dapat dikenali. Sumber data penelitian dalam kajian ini adalah berupa unit-unit teks yang
mencerminkan penggambaraan dinamika kepribadian tokoh utama dalam novel “Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami” terbitan KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), cetakan kedua: Mei 2013. Data dapat diartikan sebagai bahan mentah yang diperoleh peneliti dari penelitiannya, bisa berupa fakta maupun keterangan yang dapat digunakan sebagai dasar analisis. Dalam penelitian ini data yang digunakan berupa unit-unit teks atau kutipan-kutipan hasil dari pembacaan heuristik dan hermenuetika yang dijadikan sebagai ukuran dalam mengembangkan pengertian dan memberikan deskripsi yang benar terhadap unit-unit teks yang mencerminkan penggambaraan dinamika kepribadian tokoh utama dalam novel “Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami”. Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) membaca novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami secara keseluruhan dan berulang-ulang, (2) mengidentifikasi unit-unit teks dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami yang sesuai dengan aspek yang diteliti dan indikatornya masing-masing dengan mengacu pada fokus penelitian, (3) mengklasifikasikan data yang telah ditemukan sesuai dengan kategori aspek dan indikator. Dalam penelitian ini analisis data dilakukan melaui enam tahapan, meliputi: (1) reduksi data, yaitu memilih dan menyederhanakan data, (2) kodifikasi data, yaitu memberi kode pada data yang telah dipilih, (3) klasifikasi data, yaitu mengklasifikasikan data dengan cara mengelompokkan data sesuai dengan kategori aspek dan indikator yang telah ditetapkan, (4) deskripsi data, yaitu menguraikan data dalam rumusan penjelasan yang definitif, dengan gambaran yang mudah dipahami, (5) interpretasi data, yaitu menafsirkan hasil
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 638
deskripsi data dan membandingkannya dengan teori yang relevan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam, dan (6) verifikasi, yaitu menarik kesimpulan dengan cara membuat kesimpulan yang logis dari hasil interpretasi data dengan mengacu pada fokus penelitian. Instrumen yang digunakan dalam peneliti ini berupa instrumen pengumpul data dan instrumen analisis data. Instrumen pengumpul data adalah peneliti sendiri selaku instrumen utama, yaitu dengan cara mendata unit-unit teks yang mencerminkan dinamika kepribadian tokoh utama. Sedangkan instrumen pamandu analisis data berupa tabel pengelompokan unit-unit teks yang menjadi matrik kisi-kisi penjaringan data penelitian. Tabel kodifikasi data “Dinamika Kepribadian Tokoh Utama Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami Berdasarkan Perspektif Jung” yang digunakan sebagai berikut. Prosedur penelitian ni terdiri dari tiga tahapan yaitu: 1) persiapan, 2) pelaksanaan, dan 3) penyelesaian. Tahap persiapan meliputi: a) pemilihan dan pemantapan judul, b) pengadaan studi pustaka, c) penyusunan metodologi penelitian. Tahap pelaksanaan meliputi: a) pengumpulan data, b) menganalisis data, c) menyimpulkan hasil penelitian, dan tahap penyelesaian meliputi: a) penyusunan laporan penelitian, b) pengadaan revisi laporan, c) penggandaan laporan penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini disajikan temuan penelitian dinamika kepribadian tokoh utama novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami berdasarkan perspektif Jung yang meliputi: (1) faktor-faktor internal pendorong dinamika kepribadian tokoh utama, (2) faktor-faktor eksternal pendorong dinamika kepribadian tokoh utama, (3) progresi dinamika kepribadian tokoh
utama, dan (4) regresi kepribadian tokoh utama.
dinamika
Faktor-Faktor Internal Pendorong Dinamika Kepribadian Tokoh Utama 1) Dorongan Ingin Tahu Novel Pengakuan Eks Parasit Lanjang bercerita tentang problema hidup dan konflik batin yang mewarnai dinamika kepribadian tokoh utama selama hidupnya. Masa kecil hingga remaja diceritakan dalam bentuk kilas balik dari ingatan masa lalu yang muncul saat kuliah di Universitas Indonesia jurusan Sastra Indonesia. Problema dan konflik batin tokoh utama A semakin kompleks dimulai pada usia duapuluh tahun karena di usia itulah dia melepas keperawanannya. Dinamika kepribadian tokoh A mengalami pasang surut karena kenyataan hidup tidak sejalan dengan konsep hidupnya terutama dalam hal seksualitas dan spiritualitas. Uraian tersebut berkaitan dengan adanya dorongan dan kemauan dalam diri tokoh A yang dalam psikologi analitis Jung dikategorikan sebagai manifestasi dari energi psikis (libido). Energi psikis tersebut selanjutnya disebut sebagai faktor internal yang menjadi pendorong dinamika kepribadian karena bersumber dari dalam diri individu tokoh utama. Pada tokoh A, faktor internal yang menjadi pendorong dinamika kepribadiannya adalah dua macam energi psikis (libido), yaitu (1) dorongan (drive) dan (2) kemauan (will). Dorongan yang menonjol adalah (1) dorongan ingin tahu, (2) dorongan cinta yang meliputi seks, eros, philia, dan agape, dan (3) dorongan keberagamaan, sedangkan kemauan yang menonjol adalah kehendak untuk menjadi diri sendiri. Adanya beberapa bentuk energi psikis tersebut menguatkan pandangan Jung dalam teori psikologi analitis yang menyebutkan bahwa terdapat banyak potensialitas dan aktivitas sebagai wujud
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 639
dari energi psikis (Kartono, 1996:145). Hal ini jelas menunjukkan perbedaan mendasar bila dibandingkan dengan teori psikoanalitis ortodoks Freud yang menjabarkan teori psikologinya terutama dari satu dorongan saja, yaitu dorongan seks. Energi psikis itu sendiri bersifat dinamis dan bekerja secara simultan dalam mempengaruhi perkembangan kepribadian A menuju keutuhan pribadi atau realisasi diri. Sifat dinamis dari energi psikis tersebut mengakibatkan timbulnya dinamika kepribadian A sepanjang hidupnya. Adanya dinamika energi psikis yang mempengaruhi dinamika kepribadian A sesuai dengan teori psikologi analitis Jung tentang kepribadian yang mengatakan bahwa adanya energi psikis mengakibatkan kepribadian tidak berhenti atau statis, tetapi selalu dinamis dan terus aktif (Kartono, 1996:145). Dorongan ingin tahu dalam diri A berupa desakan alami untuk memuaskan keinginannya yang besar terhadap hal yang baru dan menarik hatinya. Dorongan ingin tahu menimbulkan hasrat A untuk membuktikan tubuh mudanya itu cukup menarik dengan bertanya pendapat Nik meskipun pertanyaan itu dikemas tanpa kegenitan. Seperti kutipan berikut. Dan usiaku duapuluh. Usia tatkala manusia baru saja memiliki tubuh mudanya dan penuh dorongan untuk mencoba tubuh yang baru itu.Aku bertanya, tidak dengan genit, kepada Nik: apakah ia mau melakukan itu sebelum menikah. Aku memang betul-betul ingin tahu pendapatnya secara umum, bukan mau mengajaknya sekarang. Untuk urusan itu tak perlu ajak-mengajak. Sebaliknya malah, jika kita tidak menahan diri hal itu pasti akan terjadi dengan sendirinya. Lagipula aku punya banyak waktu lain untuk
genit. Dan tanpa genit pun aku tahu tubuh baruku ini menarik. (FI/DIT.4/PEPL/ 31) Kutipan tersebut menunjukkan betapa besar dorongan ingin tahu A terhadap pendapat Nik tentang tubuh mudanya yang menarik, tubuh muda di usia dua puluh yang menurut A Nik pasti tergoda dan mau melakukan persetubuhan dengannya karena kemenarikan tubuhnya. Keingintahuan A terjawab bahwa Nik tidak akan bersetubuh sebelum menikah dan itu dosa. A juga mulai tahu Nik yang besar dalam keluarga yang konservatif mempunyai pertarungan batin yang hampir sama dengan A tentang persetubuhan. Terbukti pada kutipan berikut. Nik menjawab dengan yakin: "Tidak akan." Ia bilang dengan mantap, ia tidak akan bersetubuh sebelum menikah meskipun ia sangat suka perempuannya. Ia tidak mau berzinah. Itu dosa. Tapi beberapa saat kemudian aku melihat wajahnya menampakkan keraguan. Aku telah mulai tahu. Anak muda yang datang dari keluarga kelas menengah dengan nilai-nilai konservatif punya per tarungan batin yang kurang lebih sama. Nilai-nilai mereka melarang, tetapi tubuh mereka menginginkan. (FI/DIT.5/PEPL/ 31-32) Dinamika kepribadian A juga dipengaruhi oleh kegairahan membaca Alkitab. Hasrat membaca Alkitab yang sangat besar pada diri A telah berubah menjadi kecenderungan untuk selalu membaca Alkitab ketika dalam kegamangan batin yang tanpa dia tahu Alkitab telah membentuk dunianya. Apabila mengacu pada klasifikasi kecenderungan menurut Paulhan (dalam Kartono, 1996:102-103), maka adanya kecenderungan yang bersifat “rakus” terhadap pengetahuan baru yang berasal dari Alkitab dan “lahap” dalam
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 640
membaca Alkitab dalam diri A dapat dikategorikan sebagai kecenderungan vital. Tampak dalam kutipan berikut. AKU SUKA membaca Alkitab. Buku itu menyediakan ceritacerita fantastis. Kata-kata kunonya mengandung rahasia sihir purba. Jika bergairah pada buku, aku merasakan sedikit mulas yang mendebarkan begitu terhirup bau kertasnya. Tapi kitab itu juga tebal sekali. Aku akan membolak-balik mencari kisah yang seru dan meninggalkan bagian yang membosankan. Aku tak suka membaca nasihat atau hukum. Aku suka cerita. Pelanpelan, tanpa kutahu, Alkitab membentuk duniaku. (FI/DIT.7/PEPL/117) 2) Dorongan Cinta Setiap manusia yang hidup bermasyarakat selalu berkembang dan akan mengejar ketertinggalan diri terhadap kemajuan yang terjadi. Perkembangan kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam kelangsungan hidup dalam bermasyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan tersebut adalah adanya dorongan cinta dalam diri seseorang. Seperti pemaparan Walgito (2010:16) memaparkan tentang teori dorongan, bahwa setiap organisme memiliki dorongan-dorongan tertentu yang berkaitan dengan kebutuhankebutuhan organisme dan mendorong organisme berperilaku. Bila organisme memiliki kebutuhan dan ingin memenuhi kebutuhannya maka akan terjadi ketegangan dalam diri organisme itu. Bila organisme berperilaku dan dapat memenuhi kebutuhunnya, maka akan terjadi pengurangan atau reduksi dari dorongan-dorongan tersebut. Salah satu dorongan yang berkaitan dengan kebutuhan tokoh A yang membuat cerita dalam novel Pengakuaan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami dari awal sampai akhir
menjadi sangat menarik adalah dorongan cinta. Dorongan cinta yang terjadi pada tokoh A ada empat jenis, yaitu seks, eros, philia, dan agape. Jenisjenis dorongan cinta dalam kepribadian tokoh A tersebut sesuai dengan pendapat May, seorang ahli psikologi eksistensial, cinta dapat dikelompokkan ke dalam empat macam, yaitu seks. eros, philia, dan agape (Feist & Feist, 2011b:58-59). Seks adalah fungsi biologis yang dapat dipuaskan melalui hubungan seksual atau cara melepaskan tekanan seksual lainnya. Seks menjadi kekuatan untuk menghasilkan keturunan, dorongan yang dapat mengabadikan suatu ras, sumber kenikmatan paling intens dari manusia sekaligus kecemasan yang paling meresap. Eros adalah hasrat psikologis yang mencari untuk menghasilkan keturunan atau kreasi lewat persatuan dengan seseorang yang dicintai. Eros adalah bercinta, sedangkan seks adalah memanipulasi organ-organ. Eros adalah berharap untuk mengukuhkan suatu persatuan yang bertahan lama, sedangkan seks adalah hasrat untuk merasakan kenikmatan. Eros dibangun atas kepedulian dan kelembutan. Oleh karena spesies manusia tidak dapat bertahan tanpa adanya hasrat untuk suatu persatuan yang bertahan lama, maka eros dianggap sebagai penyelamat dari seks. Philia adalah hubungan pertemanan yang intim di antara dua orang, namun nonseksual. Eros dibangun dengan landasan philia. Philia membutuhkan waktu untuk tumbuh, berkembang, dan mengakar. Philia tidak menuntut kita untuk berbuat apa-apa pada orang yang kita cintai, selain menerimanya, mendampinginya, dan menikmati bersamanya. Bentuk cinta yang terakhir adalah agape, yaitu penghargaan untuk orang lain atau kepedulian atas kesejahteraan orang lain yang melebihi keuntungan apa pun yang dapat diperoleh seseorang dari hal tersebut. Agape adalah cinta yang tidak
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 641
terkecuali, seperti cinta Tuhan pada manusia. Dorongan cinta sangat berpengaruh terhadap dinamika kepribadian A. Cinta dapat dikatakan hampir merangkum keseluruhan gagasan isi novel Pengakuan Eks Parasit Lajang. Inilah nampaknya salah satu alasan pengarang memberi judul tersebut karena cerita yang dipaparkan merupakan pengakuan pengarang tentang dirinya dalam menjalani hidup yang diawali dengan perjalanan cinta A dari dorongan cinta yang sederhana sampai dorongan cinta yang kompleks. Dorongan cinta dalam diri A menimbulkan hasrat mencintai baik terhadap lawan jenis maupun sesama manusia. Hasrat mencintai menggerakkan perilaku mencintai yang berwujud cinta seks, eros, dan philia pada lawan jenis dan cinta agape pada keluarga, kaum kerabat, sahabat, dan sesama manusia. Dorongan cinta tersebut pada akhirnya membentuk kepribadian A yang penuh cinta kasih dan kepedulian pada sesama. Aku mulai merindukan Dan. Perlahan tapi pasti aku jatuh cinta padanya. Aku tidak ingin memanjang-manjangkan cerita romantis, atau meromantisir drama di bagian ini. Pendek kata, dalam tahun kedua persahabatan kami yang intim itu, akhirnya kami bercinta. Dialah satusatunya pria yang dengannya aku bersetubuh setelah menyayanginya. Dengan semua lelaki yang lain, rasa sayang itu baru datang belakangan, setelah kami sering bersetubuh. Tapi, itu juga pertama kalinya aku bercinta dengan suami orang. Itu merupakan titik perubahan besar dalam hidupku…(FI/DC. /PEPL/72) …"Maksudnya?" tanyaku. Sungguh mati, waktu itu aku belum pernah bertemu orang
yang secara terang-terangan mendukung poligami. Aku masih muda dan tidak berpengalaman. Agaknya dialah orang pertama yang kukenal. Aku tak suka jawabannya. Aku merasa ada yang tidak adil dalam pikirannya. Kubilang padanya, "Tuhan kan sangat kuat. Sakit hatinya tak akan seberapa. Tapi kalau kamu menikah lagi, istri kamu yang kamu sakiti secara sah." Kalau aku, aku lebih memilih menyakiti hati pihak yang kuat daripada menyakiti pihak yang lemah. Jika aku melukai yang lemah, itu berarti aku sewenangwenang. (FI/DC. /PEPL/77) Kedua kutipan di atas menunjukkan kepribadian A yang penuh cinta kasih kepada kekasihnya yang bernama Dan dan kepeduliaanya terhadap sesama, para istri yang sah. A tidak menyetujui poligami karena akan menyakiti pihak yang lemah yaitu perempuan. Jika A menyakiti yang lemah berarti dia sewenang-wenang. Dorongan cinta dalam diri A bersifat dinamis, yaitu mengalami pendewasaan seiring bertambahnya usia. Pada awalnya dorongan cinta yang muncul berjenis cinta seks pada lawan jenis pada masa pubertas hingga akhir masa remaja. Bentuk cinta seks berkembang menjadi hubungan yang lebih intim, yaitu cinta jenis philia pada masa-masa kuliah A. Cinta seks akhirnya mencapai bentuk cinta eros setelah A akhirnya menikah, meskipun A merasa pamahamannya tentang eros terlambat kerana sebelumnya telah terjerumus pada zina. Cinta seksual menjadi sumber permasalahan yang dihadapi A dalam perjalanan hidup selanjutnya. Hasrat mencintai secara seksual menampakkan diri dalam bentuk ketertarikan seseorang pada lawan jenis. Hasrat mencintai pada diri A dimulai dari ketertarikannya pada seorang lelaki,
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 642
temannya di masa SMP dan pacar Tri sahabat A waktu di SD. Tetapi hasrat cintanya pada kedua lelaki tersebut ternyata hanyalah “cinta monyet” yang segera disingkirkan oleh hasrat cinta pada lelaki lain yang lebih dewasa seiring dengan perkembangan usia A yang lebih matang. Hasrat mencintai secara seksual A pertama kali tertuju pada Nik anak teknik lelaki pertama yang dia kenal di Universitas Indonesia tempat dia kuliah yang kemudian menjadi pacar A dan menjadi teman persetubuhan A dalam mewujudkan dorongan cinta seks Hasrat cinta A yang mengarah pada eros atau persatuan dengan seseorang yang dicintai tertuju pada Rik. Rik adalah seorang seniman (fotografer) yang memandang perempuan sejajar dengan lelaki dan dia tidak tertarik pada pernikahan meskipun pada akhirnya A dan Rik menikah. Prinsip itulah yang membuat A betah dengan Rik. Rik juga tidak pernah memaksa A untuk menikah seperti Nik yang selalu ingin mengubah imannya. Cinta eros tumbuh dan berkembang karena A merasa Rik berasal dari dongeng yang sama yaitu sama-sama besar dengan membaca Alkitab. Rik juga berasal dari dongeng yang sama. Ia bertumbuh dengan membaca Alkitab. Ia hafal rinci cerita Abraham, Daud dan Hatsyeba, sampai penunggang kuda yang meniup sangkakala dari Apokalips. Sekali lagi, betapa aneh menemukan lelaki seperti itu di Indonesia. A ingat betapa Nik dulu ingin membuatnya berganti iman. Kini A bilang pada Rik: "Baru pertama kali aku melihat burung Kristen." Ia telah melihat burung Muslim, Yahudi, Hindu, Konfusius, dan ateis. Tapi yang Kristen ya baru satu ini. (FI/DE. /PEPL/240-241) Dorongan cinta philia A sangat mempengaruhi kepribadian A dalam
perkembangan dinamika kepribadian dalam hubugannya dengan kualitas kehidupan A. Cinta philia yang pertama tertuju pada Tri sahabat A sejak sekolah dasar sampai A dewasa. Tri juga berperan dalam dinamika kepribadian A, segala persoalan selalu dia katakan pada Tri tidak ada rahasia A yang tidak diketahuinya. Cinta philia yang kedua adalah pada kakak laki-laki A yang selalu menjadi panutan A dalam pergaulan sampai ketika A berpacaran dengan Nik kakaknya jadi cerminan hubungan A dengan Nik. A merasa punya persamaan dengan kakaknya yang sama-sama punya pacar muslim. Cinta philia ketiga A yaitu bibi kurus dan bibi gemuk. A menyukai kedua bibinya dengan cerita-cerita hantu yang menyeramkan. Kedua bibinya sangat baik pada A meskipun pernah memfitnah ibunya tetepi A menganggap mereka sosok yang berperan dalam dinamika kepribadiannya. Cinta agape diperoleh A dari ayah ibunya. Ibu A sangat penyayang begitu juga ayahnya meskipun dalam mencurahkan cinta keduanya berbeda.Cinta agape tersebut dipengaruhi oleh figur ayah dan ibu A yang sangat berbeda sifatnya. Ibu A lemah lembut dan ayahnya keras dan tegas. Ibuku adalah keturunan anak manusia, bahkan keturunan "anak-anak Allah". Ibuku baik sekali, seperti malaikat, seperti Bunda Maria. Sementara itu, ayahku dan saudara-saudaranya adalah keturunan para raksasa, yaitu monster. Ciri-cirinya dapat dilihat pada tabiat dan sedikit raut wajah. Ibuku bermata teduh. Keluarga ayahku bermata tajam. Hidung ibuku bagus. Hidung keluarga ayahku tidak. Lagipula rahang mereka seperti masih membawa ciri makhluk pemakan mangsa. Dari rahang karnivoranya, keluarga itu mengalirkan dongeng seru dan
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 643
ungpekapan beracun. Tabiat mereka lain sekali dari Ibu. Dari rahangnya yang kecil, Ibu tak pernah mengeluarkan kata-kata jahat. (FI/DC.4/PEPL/118) 3) Dorongan Kerja Faktor internal yang menjadi pendorong dinamika kepribadian A selain dorongan cinta yakni dorongan kerja. Dorongan kerja pada tiap-tiap pribadi berbeda-beda. Dorongan kerja pada diri A sangat kuat pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi A dalam perjalanan hidupnya. Keberhasilan kerja A karena dorongan kerja tersebut menimbulkan hasrat bekerja dalam diri A yang aktif dan kreatif. Aku masih kuliah. Tapi aku juga sudah mencoba kerja sebagai sekretaris di sebuah kantor pemasok keperluan angkatan bersenjata, di daerah Krekot Bunder. Aku mencari kerja sebab aku mulai tahu mutu pengetahuan yang kudapat di Jurusan Sastra Rusia Fakultas Sastra Universitas Indonesia masa itu. (FI/DK.1/PEPL/50) Aku hanya berkecimpung sebentar saja di dunia model. Aku merasa tak cocok dengan pergaulan di sana. Tak lama setelah itu, aku menjadi wartawan. Pekerjaan ini lebih mendekatkan aku pada dunia pemikiran. Di dunia baru ini orang-orang mewartakan mereka yang tolol dan miskin pengetahuan. (FI/DK.2/PEPL/62) A bekerja sebagai jurnalis di sebuah majalah berita. Pada masa itu, wartawati belum banyak. Barangkali satu banding empat dengan wartawan. (FI/DK.3/PEPL) Kutipan-kutipan tersebut menunjukkan hasrat kerja A tertuju pada satu tujuan konkrit yaitu terpenuhi kecenderungan
yang timbul dalam pribadi A. Hasrat kerja A selalu muncul berulang-ulang untuk selalu mencari profesi yang cocok dengan pribadinya. Hasrat dan kecenderungan selalu beriringan untuk menghasilkan kerja yang bagus. Kartono (1996:102-103) Dorongan yang terarah pada satu tujuan atau obyek konkret menimbulkan hasrat misalnya dari dorongan kerja timbul hasrat untuk bekerja. Lawan dari hasrat adalah keengganan. Selanjutnya, hasrat yang selalu muncul berulang kali menghasilkan kecenderungan. Kecenderungan merupakan kesiapan-reaktif yang selalu muncul berulang kali. Kecenderungan adalah sifat watak yang disposisional, yaitu bukan merupakan tingkah laku itu sendiri, akan tetapi merupakan sesuatu yang memungkinkan timbulnya tingkah laku dan mengarahkan pada obyek tertentu. Kecenderungan merupakan cara pengambilan sikap yang relatif konstan, selalu sama dalam situasi yang sama. Kecenderungan sifatnya bukan herediter atau dibawa sejak lahir dan juga tidak mekanistis kaku seperti refleks dan kebiasaan. 4) Kemauan Kemauan dalam diri A berupa kehendak menjadi diri sendiri. Kemauan menggerakkan perilaku yang selalu berusaha untuk mewujudkan obsesinya membangun horminisasi antara kejujuran pribadi dengan kejujuran dalam nilai-nilai agama A serta menggapai tujuan hidupnya yang dibangun dengan teorinya sendiri. Sebagai manusia A memiliki kemauan yang selalu didasari kesadaran pribadi karena dalam novel ini A mewakili pengarang mengungkapkan pengakuan hidup yang telah dijalani selama kurun
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 644
waktu dari masa kecil, masa kuliah sampai ketika A memutuskan keinginan tidak akan menikah kemudian dengan segala pertimbangan akhirnya A menikah meski hanya menikah secara agama. Komitmen tersebut menimbulkan penilaian bermacammacam terhadap A. Ada yang menilai A lesbi dan segala macam penilaian negatif tertuju padanya. A tetap pada kemauannya sendiri yang penting menurut dia apa yang diputuskan dan dijalani tidak menodai kesucian nilai kejujuran agama. Karena itu A menjauh dari agama. Meskipun menjauhi agama A tetap menghormati nilai-nilai agama dan sebagai manusia A juga masih percaya adanya dosa karena bagaimanapun A tumbuh dalam keluarga yang taat beragama. Kemauan A merupakan dorongan kehendak yang terarah pada satu tujuan hidup yaitu ingin jadi diri sendiri dalam merealisasikan prinsip hidupnya yang telah dia pelajari di bangku kuliah juga dari Alkitab yang ikut membentuk dunianya. Berkaitan dengan kemauan A tersebut diperkuat oleh beberapa pendapat yaitu, sebagai anima intelektiva, menurut Aristoteles, manusia di samping memiliki kemampuan seperti tumbuhan dan hewan masih mempunyai kemampuan lain yaitu berpikir dan berkemauan (Walgito, 2010:7). Kemauan (will) atau kehendak adalah fungsi yang terlibat dalam perbuatan yang disadari (Chaplin, 2011:539). Lebih lanjut, Kartono (1996:145) menjelaskan yang dimaksud kemauan (will) adalah dorongan kehendak yang terarah pada tujuantujuan hidup tertentu dan dikendalikan oleh pertimbangan akal budi. Kemauan mengakibatkan timbulnya dinamika dan aktivitas manusia yang diarahkan pada pencapaian tujuan akhir. Kemauan merupakan dorongan pada setiap manusia untuk merealisasikan diri, dalam pengertian mengembangkan
segenap bakat dan kemampuannya serta meningkatkan taraf kehidupan. Jelasnya, dengan kemauan kuat diri sendiri dijadikan "proyek" untuk dibangun dan diselesaikan sesuai dengan gambaran ideal tertentu. Sekarang aku telah memiliki tata moralku yang mandiri, kubangun ulang dari sistem-sistem yang diperkenalkan kepadaku tapi dengan rasa keadilanku yang spesifik. Nik tidak. la masih sepenuhnya menggunakan sistem yang diberikan kepadanya oleh pihak lain. (Tentu saja, sistem itu menguntungkan lelaki. Jadi untuk apa ia berpikir kritis?) (FI/KDS.1/PEPL/37) Aku tidak mau menerima nilai-nilai yang menurutku tidak adil. Tak ada yang bisa menjawabku di mana letak keadilan dalam hal memuliakan dan menuntut keperawanan wanita. Karena itu, pelan-pelan aku mencoret ayat ini dalam tata moralitasku sendiri. Untunglah agama tidak pernah menjadikan keperawanan sebagai syarat perkawinan pertama. (FI/KDS.2/PEPL/35) Kutipan tersebut menunjukkan betapa kuatnya kemauan untuk menjadi diri sendiri dalam diri A. Kemauan tersebut menjadi pendorong dinamika kepribadian A dalam berpikir contohnya A tetap dengan nilai-nilai keadilannya sendiri meskipun Nik pernah ingin mengubah imannya tetapi dia tetap pada imannya walaupun A menicintai Nik. A tidak mau mengorbankan nilai-nilai yang dibangun sendiri hanya demi cinta. Dorongan kemuauan ini menjadikan sosok A kuat tegas dalam mencapai tujuan hidupnya. Ketegasan prinsip terhadap keperawanan A cukup kuat. Berikut kutipannya. Ibunya mengira ia ingin bebas. Tapi bukan kebebasan seperti yang dipikirkan ibunya yang ia inginkan. Ia ingin perempuan
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 645
bebas dari tekanan perkawinan. Bukan hanya dirinya, tapi semua perempuan. Ia ingin perempuan bebas dari ketergantungan terhadap lelaki. Jika itu terjadi, perempuan justru bisa mencintai lelaki sebagai manusia seutuhnya. Ibunya mengira ia tak mau punya komitmen. Tapi ia merasa bahwa ia berkomitmen untuk memperjuangkan hal-hal tadi. (FI/KDS.10/PEPL/187) Dari data-data tersebut apabila dikaitkan dengan tahap perkembangan kepribadian menurut Jung terdapat kesesuian teori Jung dengan apa yang dialami oleh A. Berlawanan dengan Freud yang hanya mempertimbangkan pengaruh masa kecil, Jung menggarisbawahi tahap kedua dari kehidupan yaitu periode usia 35 atau 40-an saat seseorang memiliki kesempatan untuk membawa seluruh aspek kepribadian secara bersama-sama untuk mencapai tahap realisasi diri (Feist & Feist, 2014: 142-146). A mengalami perkembangan pribadi yang pesat dan matang juga pada tahap tersebut. Realisasi diri itu terbukti dengan keputusan A untuk menikah dengan Rik. Faktor-faktor Eksternal Pendorong Dinamika Kepribadian Tokoh Utama Faktor eksternal merupakan faktor yang yang berasal dari luar individu yang mempengaruhi dinamika kepribadian, yaitu lingkungan. Menurut Walgito (2010:55) lingkungan mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan individu. Faktor lingkungan dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu (1) lingkungan fisik yang berupa alam, dan (2) lingkungan sosial atau masyarakat. Di dalam masyarakat terdapat interaksi antara individu yang satu dengan yang lainnya. Lingkungan sosiai itu sendiri dapat dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu (1) lingkungan sosial primer, dimana
terdapat hubungan yang erat antara anggota yang satu dengan anggota lain, sehingga pengaruhnya terhadap perkembangan individu akan lebih mendalam, dan (2) lingkungan sosial sekunder, dimana hubungan antar anggotanya agak longgar, kurang atau tidak saling kenal mengenal. Dalam penelitian ini faktor-faktor eksternal pendorong dinamika kepribadian tokoh utama yang dibahas adalah lingkungan sosial primer yang berhubungan dengan figur keluarga dan figur teman dekat A. Figur Keluarga Hubungan batin dalam keluarga yang paling dekat dengan seorang anak adalah ibu. Ibu merupakan relasi terdekat bagi anak. Segala macam kesulitan pada pribadi anak pada hakekatnya bersumber pada kesulitan orang tua, khususnya kesulitan ibunya. Pribadi A sangat terpengaruh pada kehadiran ibunya, dia bisa lembut penuh kasih pada seseorang karena kedekatan A dengan ibunya yang secara langsung atau tidak relasi ibu dan anak tersebut membuahkan hasil yang baik terhadap A. Sumber kebahagiaan bagi A yang paling berharga dalam keluarga adalah keberadaan ibunya yang penuh cinta kasih yang dapat membuat A tak bisa bernafas bila tak menemukan jejaknya. Semua memori dengan ibunya sangat menyenangkan. Tergambar dalam kutipan berikut. Ibu adalah sumber kebahagiaanku, sampai-sampai aku tak begitu ingat momen-momen paling berkesan dengannya. Aku justru hanya mengingat jelas momenmomen tak menyenangkan ketika aku tak bisa menemukan Ibu. Kelak, setelah dewasa aku ditanya tentang memori paling indah bersama Ibu, dan aku tidak bisa menjawab. Ia seperti rahim dan aku bayi. Aku tak bisa melihatnya tapi ketika terlepas
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 646
darinya aku menjerit mau mati. Ia adalah udara. Aku tak menyadarinya, tapi jika ia tak ada aku tak bisa bernafas. (FE/FK.5/PEPL/118) Selain seorang ibu sosok ayah dalam keluarga juga mempengaruhi perkembangan kepribadian seorang anak. Relasi ayah dan anak dapat membangun jiwa anak menjadi kuat atau lemah, rasional atau tidak rasional, menyenanangkan atau menakutkan. Seorang ayah merupakan kepala keluarga karena itu penanaman nilainilai kehidupan terhadap seorang anak lebih keras dan tegas daripada seorang ibu. Ketegasan itu tanpa disadari kadang menimbulkan ketakutan atau kekaguman pada seorang anak. Relasi A dengan ayahnya membuahkan kesenangan karena A merasa ayahnya berpihak terhadap kemauannya, ayahnya tidak marah ketika A menciumi knalpot mobil hingga hidung A hitam, A juga senang saat ayahnya memberi notes kejaksaan. Aku bisa mengenang beberapa peristiwa di mana aku begitu senang pada Ayah. Misalnya, saat-saat ia menurutiku untuk membasahi saputanganku dengan bensin. Aku suka sekali bau bensin. Ia punya satu jerigen di kamarnya. Aku juga suka bau knalpot, dan Ayah tertawa-tawa saja kalau aku berjongkok dan menciumi knalpot mobil— mobilnya maupun mobil tamu sampai hidungku hitam. Aku juga suka pura-pura tertidur di sofa hanya agar Ayah menggendongku ke kamar. ia tak segera membopongku, padahal aku sudah ketakutan tidur di sofa sendirian. Aku juga ingat saat ia memberiku notes kejaksaan berwarna kuning dengan gambar Ibu Kartini. (FE/FK.6/PEPL/118119)
Kutipan-kutipan tersebut memberikan bukti bahwa terdapat hubungan yang erat antar anggota keluarga dengan yang lain yaitu A dengan ibu, ayah, dan kakaknya, sehingga berpengaruh besar terhadap dinamika kepribadian A. Progresi Dinamika Kepribadian Tokoh Utama Progresi merupakan aliran keluar atau gerak maju dari energi psikis yang mengaktifkan alam sadar (kesadaran) sebagai adaptasi terhadap dunia luar. Dengan kata lain progresi adalah gerak ke arah kesadaran dan berbentuk proses penyesuaian yang terus-menerus terhadap tuntutan-tuntutan kehidupan sadar (Suryabrata, 2012:174). Lebih lanjut Feist & Feist (2014 :136) menyatakan bahwa progresi akan membuat manusia bereaksi secara konsisten terhadap kondisi lingkungan tertentu. Progresi dinamika kepribadian tokoh utama yang dibahas dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami ini sebagai berikut. 1) Sikap Dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami, sikap A terhadap lingkungan sosial secara umum menunjukkan sikap terbuka terhadap hal-hal baru di luar lingkungan keluarga. Proses adaptasi yang dilakukan A terhadap lingkungan atau dunia luar pada dasarnya dilakukan dengan cara mengaktifkan alam bawah sadar di dalam struktur kepribadian (psike), merupakan aliran keluar atau gerak maju dari energi psikis yang disebut progresi dalam psikologi analitis Jung. Progresi yang dibahas meliputi sikap dan fungsi psike dalam kaitannya dengan proses adaptasi terhadap dunia luar sebagai faktor ekternal dihubungkan dengan faktor internal yang menjadi pendorong dinamika kepribadian. Tipe kepribadian A dalam novel ini gabungan dua sikap psike, yaitu
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 647
ekstraversi dan intraversi. Jung mendefinisikan sikap (attitude) sebagai suatu kecenderungan untuk beraksi atau bereaksi dalam sebuah arah karakter (Feist & Feist, 2014:137). Setiap orang memiliki kedua sisi sikap ekstraver dan introver, walaupun hanya satu yang dapat akif pada saat satu sikap lainnya tidak aktif. 5)
Ekstraversi Sikap ekstraversi A tampak dalam keterbukaan dan ketertarikan terhadap ilmu pengetahuan yang dipelajari dari Alkitab dan bangku sekolah. Sikap ekstraversi tersebut dipengaruhi oleh dorongan ingin tahu dan kemauan menjadi diri sendiri, juga terlihat pada perilaku A yang mudah bergaul selama berinteraksi di luar lingkungan keluarga. Aku tidak mau menyebutnya dosa. Aku mau menyebutnya sebagai kesedihan. Ya, mulai hari ini aku mengganti kata "dosa" dengan "kesedihan". Yaitu bahwa kau mengetahui dirimu sendiri dan itu menyebabkan engkau tercerabut dari ketidaktahuanmu yang murni. Inilah kesedihan. Pengetahuan membuat dirimu terkoyak. Pengetahuan membuatmu terpisah, sebagai yang mengetahui, dari yang diketahui. Tapi manusia tidak bisa hidup di bumi ini tanpa pengetahuan. (P/S.3/PEPL/11) MAT MENJADI pacarku. Aku merasa semakin dekat dengannya ketika ayahnya meninggal akibat kecelakaan di jalan tol. Supir taksi yang ditumpanginya ngantuk. Begitu saja nasib manusia bisa ditentukan rasa kantuk orang lain. Itu terjadi tak lama setelah penataran selasai. Peristiwa sedih itu membekas dengan aneh dalam diriku. Seperti sebuah tanda yang terus berulang. Yaitu bahwa aku akan mencintai lelaki yang mengalami
kesedihan di awal hubungan kami. Kehadiranku membantu dia (dan pria-pria berikutnya) melalui masa sedih yang mendalam. (P/S.6 /PEPL/16) Kehadiran Nik membuatku meninjau ulang pendapatku sebelum ini yang membikin aku sedih tentang manusia. Rupanya tidak benar bahwa lelaki yang naik mobil akan tampak lebih seksi daripada yang naik motor. Itu bagus. Demi kemanusiaan. Kini aku lebih tertarik pada Nik. Ada banyak unsur pada manusia yang membuat mereka menarik atau tidak. Tentu saja harta adalah salah satunya—dan ini menggelisahkan aku. Sesungguhnya hal-hal lain juga bukannya tak membuatku resah. Ya. Kenapa kita tertarik pada seseorang? Karena ia tampan? Karena tubuhnya bagus? Karena ia pintar? Karena ia kaya? (P/S.9 /PEPL/20) Kutipan tersebut merupakan sikap ektraversi A terhadap ilmu pengetahuan, bahwa manusia tidak bisa hidup di bumi tanpa ilmu pengetahuan. Sikap A terhadap ilmu pengetahuan sangat obyektif sehingga A jadi tahu kata dosa bisa diubah menjadi kesedihan. Dalam pandangan terhadap lelaki, unsur-unsur kemenarikan pada manusia ia ungkap secara obyektif dan selalu menghindari subyektifitas. Contoh A menilai cowok yang naik mobil lebih seksi daripada yang naik motor. Tetapi A bisa menekan subyektifitasnya karena pikiran dan perasaannya tertuju ke dunia luar yaitu pandangan umum. Sikap A sesuai dengan pendapat (Feist & Feist, 2014:137-138) ekstraversi adalah sikap yang menjelaskan aliran psikis ke arah luar sehingga orang yang bersangkutan akan memiliki orientasi objektif dan menjauh dari subjektif. Ekstraver akan lebih mudah untuk dipengaruhi oleh sekelilingnya dibanding oleh kondisi
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 648
dirinya sendiri. Mereka cenderung untuk berfokus pada sikap objektif dan menekan sisi subjektifnya. 6) Introversi Menurut Jung, introversi adalah aliran energi psikis ke arah dalam yang memiliki orientasi subjektif. Introver memiliki pemahaman yang baik terhadap dunia dalam diri mereka, dengan semua bias, fantasi, mimpi, dan persepsi yang bersifat individu. Orangorang introver akan menerima dunia luar dengan sangat selektif dan dengan pandangan subjektif mereka. (Feist & Feist, 2014:137) Berkaitan dengan sikap introversi A mempunyai pendapat sendiri tentang keperawanan. Dinamika kepribadian A juga dibangun ole pikiran dan perasaan subyektif terhadap nilai-nilai keperawanan yang menjadi polemik di masyarakat. A tetap pada pendiriannya bahwa perempuan yang tidak perawan bukan untuk dihina tetapi tetap dihargai. Berikut kutipannya. Hatiku telah mengetahui. la tidak lagi perawan. Tubuhku masih. Tapi aku akan membuka gerbang dan meninggalkan Taman. Aku akan membiarkan diriku menghadapi risiko. Aku telah mengetahui diriku. Dan aku ingin ada lelaki yang juga mengetahuinya. Begitulah, sekali lagi, aku telah memutuskan untuk menutup masa perawanku. Tapi, siapa lelaki itu? (P/S.4/PEPL/11) Tidak hanya dalam prinsip keperawanan sikap introver A juhga tampak dalam penilaian dia terhadap lelaki yang pernah menjalin hubungan dengannya. Menurut A lelaki selalu dengan mudah meninggalkan perempuan begitu saja tanpa rasa apaapa. Kelak aku tahu, jauh setelah peristiwa itu, Nik meninggalkan aku setelah ia melihat kalung salib di dadaku.
Ia terpikat padaku. Tapi aku Kristen. Maka ia pergi dariku. Kelak aku berkata padanya bahwa ia seperti drakula saja, takut pada kalung salib. Bangku di sebelahku tidak lama kosong. Pada hari yang sama, seseorang telah mengisinya. Namanya Mat. Bukan Matius, melaikan Matahari. Bukan nama baptis; Mat datang dari keluarga Islam juga. Tapi dia lebih rileks. Ia tak seperti drakula. Ia tak peduli kalung salib. (P/S.5 /PEPL/14) Tentu saja kegelisahan semacam itu tidak kubicarakan dengan Mat. Kami membahas yang senangsenang saja, selain, tentu saja, bercumbu-cumbu. Meskipun sama-sama masih perawan, aku lebih banyak tahu ini-itu daripada dia. Dan sejak itu pula aku tahu bahwa tak ada yang lebih tahu tentang apa yang aku inginkan dalam percumbuan selain diriku sendiri. Sejak itu dan sampai selamanya aku tahu bahwa tak ada satu lelaki pun yang tahu tentang aku lebih dari diriku sendiri. (P/S.7/PEPL/18) Fungsi Fungsi dalam hubungannya dengan sikap merupakan kombinasi dari sisi introversi dan ekstroversi. Kedua sisi introversi dan ekstroversi dapat dikombinasikan dengan satu atau lebih dari empat fungsi dan membentuk delapan kemungkinan orientasi atau jenis. Empat fungsi-thinking, feeling, sensing, dan intuition-dapat dideskripsikan sebagai berikut: (1) thinking membuat kita dapat mengerti arti sesuatu, (2) feeling membuat manusia mengerti nilai atau seberapa berharganya sesuatu, (3) sensing membuat orang dapat menjelaskan bahwa sesuatu itu benar-benar ada, dan (4) intuition dapat membuat manusia mengetahui sesuatu tanpa mengetahui
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 649
bagaimana caranya (Feist & Feist, 2014:139). A mengagumi keindahan tubuhnya dan mulai menatapi tubuhnya dengan takjub. Baru sekarang kubiarkan rambutku berbentuk, sedikit melebihi bahu. Aku mulai memperhatikan kelebihan dan kekurangan wajahku. Aku mulai menggambar garis alis mata dan alisku. Aku mulai menatapi tubuhku dalam takjub. Baru sekarang aku menyukai lekuk pinggangku, atau menyenangi buahdadaku sambil berharap bahwa keduanya bisa tumbuh lebih besar. (P/FF.1/PEPL/7) A senang pacarnya dari kelasnya sendiri. Dia lebih senang diapeli cowok yang naik mobil daripada naik bis kota. A senang pada cowok yang parlente karena terlihat keren dan seksi. Jadi sekarang aku senang bahwa pacarku parlente. Setidaknya di malam istimewa. Pacarku datang dari kelasku sendiri. Tapi kesenangan itu juga membuatku berpikir-pikir. Yaitu bahwa masyarakat ini bukannya tanpa kelas. Aku tahu aku lebih senang diapeli cowok yang naik mobil daripada yang naik motor atau malah naik bis kota. Meskipun aku tidak menuntut, tapi pasti aku akan melihat pacarku lebih keren dan seksi jika naik mobil bagus. (P/FF.3/PEPL/17-18) Regresi Dinamika Kepribadian Tokoh Utama Regresi dinamika kepribadian tokoh utama yang dibahas dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami ini sebagai berikut. 1) Ingatan Masa Lalu Ingatan masa lalu A menyadarkan dirinya bahwa dulu dia tomboy dengan
bercermin dia mengngat kembali masa lalunya. Bayangkanlah Aku. A namaku, gadis duapuluh tahun. Aku memandang ke dalam cermin. Bertahun-tahun kemudian aku mengenang, itulah usia manalaka aku sangat banyak memandang ke dalam cermin. Sesungguhnya aku terlambat bertumbuh menjadi wanita. Terlalu lama aku menjadi anak-anak. Ada tahuntahun manakala orang tak tahu apakah aku ini anak laki atau perempuan. (R/IML.1/PEPL/ 7) 7) Fantasi Fantasi merupakan representasi psikis dari keidaksadaran insting yang tidak bisa dicampuradukkan dengan fantasi kessadaran yang dimiliki oleh anak-anak dan orang dewasa. Menurut Yatman (dalam Roekhan, 1990:93) psikologi merupakan ilmu yang mempelajari gejala dan kegiatan jiwa, baik yang berupa kesadaran maupun yang berupa ketidaksadaran, sedangkan sastra merupakan ilmu yang mempelajari karya sastra sebagai suatu karya estetis dan imajinatif. Sebagai ilmu, psikologi dan sastra memiliki hubungan lintas yang bersifat tidak langsung, artinya hubungan itu tetap ada karena psikologi dan sastra memiliki dasar ilmu yang sama, yaitu kejiwaan manusia. Di samping itu psikologi dan sastra juga memiliki hubungan fungsional, artinya memiliki fungsi yang sama, yaitu sama-sama berguna sebagai sarana mempelajari kejiwaan manusia. Gejala kejiwaan dalam psikologi berasal dari manusia riil, sedangkan dalam karya sastra berasal dari tokoh-tokoh imajinatif. A berfantasi tentang larangan Tuhan terhadap Adam dan Hawa yang memakan pohon pengetahuan. Aku teringat Pohon Pengetahuan, sebuah pohon di pusat taman surgawi, yang Tuhan melarang Adam dan Hawa mencicipi
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 650
buahnya. “Pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu janganlah kau makan buahnya. Sebab engkau memakannya, seketika engkau akan menjadi fana.” (R/F.1/PEPL/ 8) A berangan-angan tentang lelaki ideal yang dia inginkan tetapi dia tidak punya kriteria hingga harus melangkah ke luar taman surgawi. Aku melangkah ke luar taman surgawi. Kututupkan daun-daun gerbangnya yang sunyi. Lalu, ketika aku telah berada di luar, aku berpikir-pikir. Sesungguhnya aku tidak punya gambaran yang nyata tentang lelaki yang kuinginkan. Aku tidak punya kriteria. Aku tidak punya kesadaran apapun mengenai lelaki ideal… (R/F.2/PEPL/ 11) SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan data yang telah dideskripsikan dan dianalisis, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa ditemukan adanya data-data yang mencerminkan dinamika kepribadian tokoh utama dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami yang sesuai dengan perspektif Jung, sebagai berikut. Faktor internal yang menjadi pendorong dinamika kepribadian tokoh utama adalah energi psikis (libido) berupa dorongan (drive) dan kemauan (will) yang bersifat dinamis dan bekerja secara simultan menuju keutuhan pribadi. Dorongan meliputi (1) dorongan ingin tahu yang menimbulkan hasrat mencari ilmu dan membentuk kepribadian yang berpengetahuan luas dan tegas, (2) dorongan cinta yang menimbulkan hasrat untuk mencintai berupa cinta seks, eros, philia, dan agape dan membentuk kepribadian yang
penuh cinta kasih dan kepedulian pada sesama. Sedangkan kemauan berupa kehendak menjadi diri sendiri yang memunculkan obsesi dan membentuk kepribadian yang penuh motivasi pada tujuan hidup. Faktor eksternal yang menjadi pendorong dinamika kepribadian tokoh utama adalah lingkungan sosial tokoh utama terutama faktor lingkungan sosial primer yaitu figur keluarga. Figur keluarga membentuk kepribadian tokoh utama yang cenderung keras, tegas, penuh cinta juga peduli pada sesama dalam menjalani hidup. Kepribadian tokoh utama yang keras dan tegas dipengaruhi dari figur ayah dan kepribadian yang penuh cinta kasih, peduli pada sesama dipengaruh oleh figur ibu. Progresi kepribadian tokoh utama menampilkan dua tipe kepribadian yang dominan pada diri tokoh utama, yaitu perasa ekstraver dan perasa introver. Tipe perasa ekstraver terlihat pada (1) sikap terbuka terhadap ilmu yang dipengaruhi oleh dorongan ingin tahu dan kemauan menjadi diri sendiri dan (2) pergaulan yang luas karena adanya dorongan cinta agape, sedangkan tipe perasa introver terlihat pada prisipprinsip hidup tokoh yang dijabarkan dalam sikap tokoh mengambil kesimpulan dari penilaian-penilaian dirinya terhadap permasalahan di sekitarnya. Misalkan pandangan tokoh utama terhadap penilaian keperawanan perempuan. Regresi kepribadian tokoh utama tampak dari aktifnya ketidaksadaran personal berupa kompleks yang berisi ingatan masa lalu dan ketidaksadaran koleltif berupa manifestasi dari arketipe dalam bentuk fantasi. Ingatan masa lalu menimbulkan konflik batin sekaligus berfungsi sebagai sarana introspeksi diri. Fantasi tokoh utama berfungsi sebagai (1) cara melepaskan diri dari keadaan yang dihadapinya, yaitu pelepasan seksual, dan (2) usaha menjangkau
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 651
kemauan untuk bebas menjadi diri sendiri. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap Dinamika Kepribadian Tokoh Utama Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami Berdasarkan Perspektif Jung, secara umum penulis menyarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang sastra dalam aspek psikologi. Secara khusus juga ditujukan penulis kepada. Hasil penelitian tentang dinamika kepribadian tokoh dalam karya sastra dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan untuk membuka wawasan para pelaku pendidikan berbasis karakter dalam memahami kepribadian individu yang khas dan dinamis. Penelitian ini memberikan gambaran kepada pembaca tentang perubahan kepribadian tokoh setelah mengalami perubahan tingkah laku yang tidak lepas dari pengaruh aspek internal dan eksternal Penelitian ini meneliti proses perubahan kepribadian tokoh utama dalam novel. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan lebih lanjut tentang perubahan-perubahan kepribadian tokoh dalam novel menggunakan ilmu psikologi yang sesuai. DAFTAR RUJUKAN Aminuddin.2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Azies, F. & Hasim, A. 2010. Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia. Chaplin, J.R. 2011. Kamus Lengkap Psikologi. Terjemahan Kartini Kartono. Depok: Rajagrafindo Persada.
Endang. 2013. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Online), (http:// endang965. Wordpress.com/peraturandiknas/uu-sisdiknas), diakses tanggal 17 Maret 2014. Fananie, Z. 2001. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Feist, J. & Feist, G. J. 2014. Teori Kepribadian, Edisi 7 (Buku 1). Terjemahan Handriatno. Jakarta: Salemba Humanika. Kartono, K. 1996. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju. Komar, O. 2013. Pendidikan Berbasis Karakter. (Online). (http://edukasi.kompas. com/read/2010/11/25/11403661/Pe ndidikan Berbasis Karakter),diakses tanggal 17 Maret 2014. Nurgiyantoro, B. 1995. Teori Fengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Purba, A. 2010. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. Ratna, N. K. 2011. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ratna, N. K. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Roekhan. 1990. Kajian Tekstual dalam Psikologi Sastra: Persoalan Teori dan Terapan. Dalam Aminuddin (Ed.), Sekitar Masulah Sastra (him. 88-106). Malang: Yayasan Asih Asah Asuh. Santana, S. 2010. Menulis Ilmiah: Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Siswanto, W. 1993. Psikologi Sastra (Buku I). Malang: IKIP Maiang. Siswanto, W. 1999. Kajian terhadap Novel Rajilus: Sebuah Tinjauan
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 652
Sosio-Psiko-Struktural. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs UM. Sugiarti, 2001. Pengetahuan dan Kajian Prosa Fiksi. Malang: PBSI, UMM. Suryabrata, S. 2012. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers. Tim Penyusun. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Tim Penyusun. 2007. Ensiklopedia Sastra. Bandung : Angkasa. Walgito, B. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset. Wellek, Rene & Warren, A. 1995. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani Budianta. Jakarta: Gramedia
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 653