Rahmawati, Dinamika Kepribadian Tokoh Utama Novel Hubbu ... 207
Dinamika Kepribadian Tokoh Utama Novel Hubbu Karya Mashuri Berdasarkan Perspektif Jung
Dian Lufia Rahmawati Pendidikan Bahasa Indonesia-Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang. Email:
[email protected] Abstrak: Fokus penelitian ini adalah (1) faktor-faktor internal apa saja yang menjadi pendorong dinamika kepribadian tokoh utama, (2) faktor-faktor eksternal apa saja yang menjadi pendorong dinamika kepribadian tokoh utama, (3) bagaimana progresi kepribadian tokoh utama, dan (4) bagaimana regresi kepribadian tokoh utama. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologis dan rancangan penelitian kualitatif dengan metode hermeneutika. Hasil penelitian adalah (1) faktor internal yang menjadi pendorong dinamika kepribadian tokoh utama adalah energi psikis berupa dorongan dan kemauan yang bersifat dinamis dan bekerja secara simultan menuju keutuhan pribadi, (2) faktor eksternal yang menjadi pendorong dinamika kepribadian tokoh utama adalah (a) lingkungan sosial di pesantren yang meliputi figur keluarga dan kondisi sosial budaya pesantren dan (b) lingkungan sosial di luar pesantren yang meliputi budaya Jawa (kejawen) dan budaya modern; (3) progresi kepribadian tokoh utama menampilkan dua tipe kepribadian yang dominan, yaitu perasa ekstraver dan perasa introver; dan (4) regresi kepribadian tokoh utama tampak dari aktifnya ketidaksadaran personal berupa kompleks yang berisi ingatan masa lalu dan ketidaksadaran kolektif berupa manifestasi dari arketipe dalam bentuk fantasi dan mimpi teleologis. Kata kunci: dinamika kepribadian, jung, hubbu
Sastra adalah tiruan kehidupan, sehingga terdapat kaitan yang erat antara dunia sastra dan realitas kehidupan. Sesuai dengan hakikatnya sebagai karya seni yang imajinatif, karya sastra bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak langsung, yaitu melalui usaha membaca dengan sungguh-sungguh dan mencari makna yang tersembunyi di balik teks sastra. Salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian untuk dikaji dalam karya sastra adalah aspek psikologis. Kajian aspek psikologis dalam karya sastra berkaitan erat dengan pendidikan. Dalam sistem pendidikan nasional yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam implementasinya dikembangkan sistem pendidikan berbasis karakter sebagai usaha memberikan pandangan kepada anak didik mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepe-
dulian, tanggung jawab, kebenaran, keindahan, kebaikan, dan keimanan. Pendidikan berbasis karakter dapat mengintegrasikan informasi yang diperoleh selama pendidikan untuk dijadikan pandangan hidup yang berguna bagi upaya penanggulangan problematika kehidupan. Pendidikan karakter berkenaan dengan psikis individu, di antaranya aspek keinginan atau nafsu, motif, dan dorongan berbuat yang kesemuanya dipelajari dalam psikologi. Kajian tentang dinamika kepribadian tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra menghasilkan pengetahuan tentang kepribadian individu yang khas dan dinamis yang berguna untuk membuka wawasan bagi para pelaku pendidikan berbasis karakter. Manfaat yang lain adalah sebagai pelajaran berharga bagi pengembangan kepribadian seseorang. METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologis dan rancangan penelitian kualitatif dengan metode hermeneutika, di mana analisis data dilakukan dengan cara penafsiran dan disajikan dalam bentuk deskripsi. 207
208
JURNAL PENDIDIKAN HUMANIORA, HAL 207-212
Teori yang digunakan sebagai acuan analisis adalah psikologi analitis Jung yang mengemukakan gagasan tentang pentingnya aspek ketidaksadaran, di samping kesadaran, dalam membentuk pribadi yang utuh. Teori Jung relevan dengan kondisi psikis tokoh utama novel Hubbu yang didominasi ketidaksadaran yaitu munculnya ingatan masa lalu, fantasi, dan datangnya mimpi-mimpi teleologis. Untuk menunjang pembahasan digunakan teori-teori lain yang relevan yaitu psikologi eksistensial, psikologi agama, dan psikologi Jawa. Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen kunci yang bertindak sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, penganalisis dan penafsir data, sekaligus pelapor hasil penelitian. Sumber datanya adalah novel Hubbu karya Mashuri yang diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama, cetakan pertama, Agustus 2007. Data penelitian berupa unit-unit teks yang terdapat di dalam novel. HASIL & PEMBAHASAN
Faktor Internal yang Menjadi Pendorong Dinamika Kepribadian Tokoh Utama Novel Hubbu bercerita tentang problematika hidup dan konflik batin yang mewarnai dinamika kepribadian Jarot alias Abdullah Sattar, tokoh utama novel, selama hidupnya. Dikisahkan bahwa Jarot mewarisi darah biru para wali di Jawa dari jalur kakeknya, Mbah Adnan, seorang tokoh agama Islam pendiri sebuah pesantren di tanah kelahirannya, desa Alas Abang. Kaum kerabatnya di pesantren menaruh harapan di pundaknya untuk meneruskan kepemimpinan pesantren. Namun demikian, diam-diam Jarot menyimpan obsesi untuk berjuang dengan caranya sendiri. Dengan latar budaya santri yang kuat, tokoh utama menghadapi berbagai konflik batin ketika cinta hadir dan dunia luar terbuka di depan matanya. Pertemuan antara budaya Jawa (kejawen) dengan ajaran Islam pun menambah kompleksitas hidupnya. Pergulatan batin yang intens dalam diri tokoh utama pada akhirnya bermuara pada penemuan jati dirinya hingga menjadi seorang tokoh agama yang disegani karena keluasan ilmunya. Kepribadian Jarot mengalami dinamika dan perkembangan selama perjalanan hidupnya. Faktor internal yang menjadi pendorong dinamika kepribadian Jarot adalah energi psikis (libido) berupa dorongan (drive) dan kemauan (will). Energi psikis itu sendiri bersifat dinamis dan bekerja secara simultan dalam membentuk kepribadian Jarot menuju keutuhan priba-
di atau realisasi diri. Dorongan yang menonjol adalah (1) dorongan ingin tahu, (2) dorongan cinta, dan (3) dorongan keberagamaan, sedangkan kemauan yang menonjol adalah kehendak menjadi diri sendiri. Dorongan ingin tahu menimbulkan hasrat mencari ilmu yang mengarah pada suatu tujuan atau objek konkrit yang menjadi sumber pengetahuan. Jarot berusaha memenuhi hasrat mencari ilmu tersebut dengan cara belajar dari membaca buku, berguru ilmu kejawen pada Wak Tomo, berguru pada lelaki tua misterius, mendapat ilmu secara laduni, dan belajar dari alam. Buah dari belajar berbagai macam ilmu dengan berbagai macam cara tersebut pada akhirnya berujung pada terbentuknya kepribadian yang berpengetahuan luas dan rendah hati karena selalu merasa belum cukup dengan ilmu yang dimilikinya. Dorongan cinta menimbulkan hasrat mencintai yang menggerakkan perilaku mencintai dalam bentuk cinta seks, eros, dan philia pada lawan jenis dan cinta agape pada keluarga, kaum kerabat, sahabat, dan sesama manusia. Dorongan cinta bersifat dinamis, yaitu mengalami pendewasaan seiring bertambahnya usia. Pada awalnya dorongan cinta yang muncul berjenis cinta seks pada lawan jenis pada masa pubertas hingga akhir masa remaja. Bentuk cinta seks berkembang menjadi hubungan yang lebih intim, yaitu cinta jenis philia pada masa-masa kuliah. Cinta seks akhirnya mencapai bentuk cinta eros setelah menikah. Cinta seksual menjadi sumber permasalahan ketika Jarot terjerumus pada perbuatan zina dengan Agnes. Peristiwa tersebut menimbulkan perasaan berdosa dan bersalah yang sangat mendalam hingga menghancurkan jati dirinya. Jarot menghukum dirinya sendiri dengan cara mengasingkan diri ke Ambon, Maluku, setelah menikahi Agnes. Namun demikian, dalam diri Jarot juga terdapat bentuk cinta yang lebih dewasa, yaitu cinta agape yang mengarah pada sesama. Jenis cinta ini telah bersemayam sejak kecil dan terus memancar hingga usia tuanya. Adanya cinta agape sebagai pancaran dari cintanya Sang Mahacinta pada akhirnya mampu menjadi solusi bagi segala problematika hidup dan berujung pada penemuan jati dirinya kembali. Dorongan cinta pada akhirnya membentuk kepribadian Jarot yang penuh cinta kasih dan kepedulian pada sesama. Dorongan keberagamaan menimbulkan hasrat untuk mengabdi pada Tuhan Yang Mahaesa. Dorongan keberagamaan bersifat dinamis karena adanya pasang surut tingkat keimanan yang tercermin dalam perilaku beribadah. Sejak usia dini hingga remaja, Jarot taat dalam menjalankan ajaran agama, terutama
Volume 1, Nomor 2, Juni 2013
Rahmawati, Dinamika Kepribadian Tokoh Utama Novel Hubbu ... 209
shalat wajib. Namun, saat kuliah ia mulai meremehkan kewajiban tersebut dan hanya melakukannya jika merasa butuh untuk menenangkan batin. Bentuk ketaatan beragama lebih mengarah pada hubungan batin yang tak terputus kepada Sang Pencipta melalui jalan dzikir. Setelah perzinaannya dengan Agnes, dorongan keberagamaan memunculkan rasa berdosa pada Tuhan dan bersalah pada keluarga besar yang sangat dalam dan menghancurkan jati dirinya. Hasrat untuk mengabdi pada Tuhan pada akhirnya mendorongnya untuk segera bertobat (taubat) dan memperbaiki diri sehingga ia berhasil menemukan jati dirinya kembali. Pada usia dewasa wujud ketaatan beragama Jarot semakin matang hingga mencapai tahap berserah diri (tawakkal) pada takdir Tuhan atas jalan hidupnya, menyadari sepenuhnya tanggung jawab yang harus diemban sebagai penerus para wali. Dorongan keberagamaan pada akhirnya membentuk kepribadian Jarot yang memiliki rasa keberagamaan mendalam. Kemauan dalam diri Jarot berupa kehendak untuk menjadi diri sendiri. Kemauan menggerakkan perilaku yang selalu berusaha untuk mewujudkan obsesinya untuk membangun harmonisasi antara ajaran Islam dan budaya Jawa serta menggapai cita-citanya untuk menyampaikan ajaran Islam dengan cara yang sesuai dengan perkembangan zaman tanpa meninggalkan akarnya (budaya Jawa). Ketika terjerumus perbuatan zina, Jarot merasa hancur dan kehilangan motivasi diri. Namum demikian, dengan berbekal ilmu, cinta kasih, kemauan yang keras, dan kepasrahan pada takdir Tuhan akhirnya ia berhasil bangkit setelah diawali dengan penemuan jati dirinya kembali melalui mimpi di usia 33 tahun. Jarot akhirnya berhasil menggapai cita-citanya menjadi seorang tokoh agama yang disegani karena keluasan ilmunya dan memakai nama aslinya, yaitu Dr. Abdullah Sattar. Kemauan menjadi diri sendiri pada akhirnya membentuk kepribadian Jarot yang penuh motivasi pada tujuan hidup.
derung keras terhadap dirinya sendiri. Figur keluarga yang mempunyai kedekatan batin dengan Jarot adalah Mbah Adnan, kakeknya. Kedekatan emosional dan cinta kasih kakeknya tersebut berdampak pada kepribadian Jarot yang seolah menghidupkan sosok Mbah Adnan dalam dirinya. Kedatangan Mbah Adnan dalam mimpi Jarot bahkan dapat menjadi pedoman hidup dalam menemukan jati dirinya kembali. Figur keluarga yang lain adalah Mas Amin, paman Jarot, yang penuh pengertian dan menjadi tempat berbagi rasa sehingga batin Jarot lebih tenang ketika menghadapi problematika hidup. Kondisi sosial budaya di lingkungan pesantren meliputi (1) sistem pendidikan yang keras dan (2) tradisi pesantren yang mengakibatkan konflik batin. Sistem pendidikan di pesantren yang terkesan keras justru bermanfaat bagi pembentukan kepribadian Jarot untuk menguasai dasar-dasar ilmu agama sejak dini. Penguasaan dasar-dasar ilmu agama ini berpengaruh positif dalam usaha Jarot mencari ilmu pada tahap-tahap selanjutnya. Tradisi pesantren menghendaki takdir Jarot sebagai penerus kepemimpinan pesantren yang bertentangan dengan kemauan Jarot untuk menjadi diri sendiri, berjuang dengan caranya sendiri, sehingga menimbulkan konflik batin dalam diri Jarot. Tradisi pesantren memiliki pandangan anti kejawen yang bertentangan dengan ketertarikan Jarot pada kejawen, sehingga juga menjadi pemicu munculnya konflik batin. Budaya Jawa atau kejawen yang cenderung mistis telah menarik perhatian Jarot, sehingga kepribadiannya terpengaruh oleh mistisisme Jawa dan terobsesi untuk membangun harmonisasi antara ajaran Islam dan budaya Jawa sebagaimana telah dilakukan oleh para wali ketika menyampaikan agama Islam di Jawa. Budaya modern kota metropolitan Surabaya yang penuh tantangan telah membuat Jarot tertantang dan mengakibatkan munculnya kemauan keras untuk mengukur kemampuan diri.
Faktor Eksternal yang Menjadi Pendorong Dinamika Kepribadian Tokoh Utama
Progresi Kepribadian Tokoh Utama
Faktor eksternal yang menjadi pendorong dinamika kepribadian Jarot adalah (1) lingkungan sosial di pesantren yang meliputi figur keluarga dan kondisi sosial budaya pesantren, dan (2) lingkungan sosial di luar pesantren yang meliputi budaya Jawa (kejawen) dan budaya modern. Figur keluarga yang terdekat adalah sosok ayahnya sendiri yang mendidik dengan keras sehingga mengakibatkan kepribadian Jarot cen-
Proses adaptasi terhadap dunia luar pada dasarnya dilakukan dengan cara mengaktifkan alam sadar di dalam struktur kepribadian (psike), merupakan aliran keluar atau gerak maju dari energi psikis yang disebut dengan istilah progresi dalam psikologi analitis Jung. Pembahasan tentang progresi meliputi sikap dan fungsi psike dalam kaitannya dengan proses adaptasi terhadap dunia luar sebagai faktor eksternal dikaitkan dengan faktor internal yang menjadi pendo-
210
JURNAL PENDIDIKAN HUMANIORA, HAL 207-212
rong dinamika kepribadian. Sikap Jarot terhadap dunia luar meliputi ekstraversi dan introversi. Sikap ekstraversi tampak dalam keterbukaan dan ketertarikan Jarot terhadap ilmu pengetahuan dari luar pesantren, termasuk ilmu kejawen, yang dipengaruhi oleh dorongan ingin tahu dan kemauan menjadi diri sendiri. Sikap ekstraversi juga terlihat pada perilakunya yang adaptif dan mudah bergaul selama berinteraksi sosial di luar pesantren, baik saat kuliah di Surabaya maupun saat mengasingkan diri di Maluku, yang dipengaruhi oleh dorongan cinta agape. Sikap introversi Jarot nampak pada sikapnya yang membatasi diri dalam berinteraksi sosial di dalam lingkungan pesantren, karena adanya pertentangan antara tradisi pesantren dan kemauan untuk menjadi diri sendiri. Sikap introversi juga terlihat dari sikap Jarot yang selektif terhadap budaya modern yang negatif karena adanya dorongan keberagamaan dengan menjadikan agama sebagai filter terhadap budaya modern yang negatif. Fungsi psike yang dominan dalam diri Jarot adalah perasaan (feeling). Perasaan Jarot yang dipengaruhi oleh dorongan ingin tahu adalah perasaan intelektual berupa rasa teduh dan damai ketika memperoleh pencerahan dari ilmu pengetahuan yang didapatnya dan perasaan harga diri berupa semangat atau percaya diri ketika mempraktekkan ilmu kejawen. Perasaan Jarot yang dipengaruhi oleh dorongan cinta agape adalah perasaan sosial berupa rasa empati atau kepedulian ketika menjadi tempat berbagi rasa bagi teman-temannya dan ketika menjadi juru damai bagi dua kelompok etnis yang sedang berseteru di Ambon. Perasaan yang dipengaruhi oleh kemauan menjadi diri sendiri adalah rasa bersalah pada diri sendiri ketika putus cinta dengan Istiqomah, menanggapi kematian Puteri dan ketika tidak dapat memenuhi harapan kaum kerabatnya di pesantren. Perasaan yang dipengaruhi oleh dorongan keberagamaan adalah perasaan ketuhanan, berupa rasa berdosa pada Tuhan ketika melakukan zina dengan Agnes dan rasa malu karena dosa ketika dihukum ustad karena menonton wayang waktu masih kelas enam sekolah dasar. Tipe kepribadian Jarot ditentukan dengan membuat kombinasi antara dua sikap psike, yaitu ekstraversi dan introversi, dengan fungsi psike yang dominan, yaitu perasaan, sehingga progresi kepribadian Jarot menampilkan dua tipe kepribadian yang dominan, yaitu perasa ekstraver dan perasa introver.
Regresi Kepribadian Tokoh Utama Dalam psikologi analitis Jung, kondisi psike yang mengaktifkan ketidaksadaran disebut dengan regresi, yaitu suatu langkah mundur yang berfungsi sebagai sarana untuk penyesuaian individu terhadap dunia dalam atau batinnya sendiri. Regresi kepribadian Jarot tampak dari aktifnya ketidaksadaran personal berupa kompleks yang berisi ingatan masa lalu dan ketidaksadaran kolektif berupa manifestasi dari arketipe atau bayangan-bayangan leluhur (archaic) dalam bentuk fantasi dan mimpi. Ingatan masa lalu berhamburan keluar akibat munculnya impuls ingatan tentang Sastra Jendra dan mengakibatkan konflik batin akibat rasa bersalah terhadap keluarga dan orang-orang yang dicintainya. Namun demikian, ingatan masa lalu juga dapat digunakan sebagai ajang introspeksi untuk menjadi pelajaran bagi kehidupan yang akan datang. Fantasi Jarot meliputi sosok pangeran ketika mencintai ibu gurunya di SMP, sosok Ratu Laut Selatan dan wayang ketika berwisata ke Parang Tritis, Yogyakarta, serta burung simurg ketika mucul keinginan yang kuat untuk bebas menjadi diri sendiri. Fantasi tentang pangeran berisi arketipe hero yang berfungsi sebagai salah satu cara untuk melepaskan diri dari keadaan yang dihadapinya, yaitu pelepasan dari tekanan seksual akibat cinta yang tak mungkin tergapai pada ibu gurunya. Fantasi Jarot tentang Ratu Laut Selatan dan tokoh-tokoh wayang berfungsi sebagai usaha untuk menjangkau ke depan, yaitu obsesi pada kejawen. Fantasi Jarot tentang burung simurg merupakan usaha untuk menjangkau ke depan, yaitu kemauan untuk bebas menjadi diri sendiri. Mimpi yang dialami Jarot merupakan mimpi teleologis yang mempunyai relevansi dengan kejadian yang akan dialami Jarot di kemudian hari. Mimpi pertama adalah mimpi berisi arketipe wise old man berupa sosok leluhurnya sendiri ketika usia Jarot 19 tahun. Mimpi tersebut mengakibatkan perasaan dikejar-kejar rasa bersalah dan akhirnya terbukti dengan berhamburannya ingatan masa lalu yang dipenuhi rasa bersalah, rasa bersalah akibat putus cinta dengan Istiqomah, rasa bersalah ketika ajal menjemput Puteri, dan mencapai klimaks ketika muncul rasa berdosa akibat melakukan zina dengan Agnes. Mimpi berikutnya berisi pesan sandi dari kepekatan malam, yaitu tanda-tanda datangnya ajal Puteri yang terbukti kebenarannya pada peristiwa kecelakaan yang merenggut nyawa Puteri. Mimpi yang menjadi pedoman hidup adalah mimpi yang berisi arketipe wise old man da-
Volume 1, Nomor 2, Juni 2013
Rahmawati, Dinamika Kepribadian Tokoh Utama Novel Hubbu ... 211
lam wujud orang-orang penting bagi jalan hidupnya, yaitu Mbah Abas dan Gus Hambali, sebagai lambang lepasnya hubungan tradisi tarekat yang semakin memantapkan langkah Jarot untuk memutus masa lalunya dan menjadi diri sendiri. Mimpi teleologis yang berfungsi sebagai alat untuk mencari solusi bagi berbagai masalah yang dihadapi adalah mimpi yang berisi arketipe wise old man dalam wujud Mbah Adnan. Mimpi ini dialami Jarot sebanyak dua kali, pertama, ketika usia 23 tahun di Surabaya merupakan mimpi pelepas rindu yang menentramkan batin dan kedua, pada usia 33 tahun yang menjadi batu pijakan untuk menemukan jati dirinya kembali. SIMPULAN & SARAN
Simpulan Dari hasil penelitian ini dapat dikemukakan bahwa faktor internal yang menjadi pendorong dinamika kepribadian tokoh utama adalah energi psikis (libido) berupa dorongan (drive) dan kemauan (will) yang bersifat dinamis dan bekerja secara simultan menuju keutuhan pribadi. Dorongan meliputi (1) dorongan ingin tahu yang menimbulkan hasrat mencari ilmu dan membentuk kepribadian yang berpengetahuan luas dan rendah hati, (2) dorongan cinta yang menimbulkan hasrat untuk mencintai berupa cinta seks, eros, philia, dan agape dan membentuk kepribadian yang penuh cinta kasih dan kepedulian, dan (3) dorongan keberagamaan yang menimbulkan hasrat untuk mengabdi pada Tuhan dan membentuk kepribadian yang memiliki rasa keberagamaan mendalam, sedangkan kemauan berupa kehendak menjadi diri sendiri yang memunculkan obsesi dan cita-cita dan membentuk kepribadian yang penuh motivasi pada tujuan hidup. Faktor eksternal yang menjadi pendorong dinamika kepribadian tokoh utama adalah (1) lingkungan sosial di pesantren yang meliputi (a) figur keluarga dan kondisi sosial budaya pesantren, dan (2) lingkungan sosial di luar pesantren yang meliputi budaya Jawa (kejawen) dan budaya modern. Figur keluarga membentuk kepribadian tokoh utama yang cenderung keras pada diri sendiri, menghidupkan sosok kakek dalam diri, dan lebih tenang dalam menghadapi masalah. Kondisi sosial budaya pesantren meliputi (1) sistem pendidikan madrasah yang keras sebagai peletak dasar pendidikan agama, dan (2) tradisi pesantren yang menimbulkan konflik batin karena adanya harapan sebagai penerus dan pandangan anti kejawen yang
bertentangan dengan kemauan tokoh utama. Budaya Jawa atau kejawen mengakibatkan kepribadian tokoh utama yang terpengaruh mistisisme Jawa dan terobsesi untuk membangun harmonisasi Islam dan Jawa, sedangkan budaya modern menjadi tantangan untuk mengukur kemampuan diri. Progresi kepribadian tokoh utama menampilkan dua tipe kepribadian yang dominan pada diri tokoh utama, yaitu perasa ekstraver dan perasa introver. Tipe perasa ekstraver terlihat pada (1) terbuka terhadap ilmu yang dipengaruhi oleh dorongan ingin tahu dan kemauan menjadi diri sendiri dan (2) pergaulan yang luas karena adanya dorongan cinta agape, sedangkan tipe perasa introver terlihat pada (1) sikap membatasi diri dalam berinteraksi sosial di pesantren yang dipengaruhi oleh kemauan menjadi diri sendiri dan (2) sikap selektif terhadap budaya modern yang dipengaruhi dorongan keberagamaan. Regresi kepribadian tokoh utama tampak dari aktifnya ketidaksadaran personal berupa kompleks yang berisi ingatan masa lalu dan ketidaksadaran kolektif berupa manifestasi dari arketipe dalam bentuk fantasi dan mimpi teleologis. Ingatan masa lalu menimbulkan konflik batin sekaligus berfungsi sebagai sarana introspeksi diri. Fantasi tokoh utama berfungsi sebagai (1) cara melepaskan diri dari keadaan yang dihadapinya, yaitu pelepasan tekanan seksual, dan (2) usaha menjangkau ke depan, yaitu obsesi pada kejawen dan kemauan untuk bebas menjadi diri sendiri. Mimpi teleologis meliputi (1) pesan sandi tentang tanda-tanda datangnya ajal seseorang, dan (2) berisi arketipe wise old man yang menjadi isyarat bagi jalan hidup yang akan ditempuh, pedoman untuk memantapkan langkah menjadi diri sendiri, solusi bagi berbagai masalah yang dihadapi, dan sebagai batu pijakan untuk menemukan kembali jati diri. Saran Berdasarkan hasil penelitian disarankan antara lain (1) hasil penelitian tentang dinamika kepribadian tokoh fiksional dalam karya sastra dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan untuk membuka wawasan para pelaku pendidikan berbasis karakter dalam rangka memahami kepribadian individu yang khas dan dinamis, dan (2) pengkajian aspek psikologis terhadap karya sastra Indonesia perlu mempertimbangkan referensi teori-teori asli Indonesia atau teori-teori yang relevan dengan tradisi “Timur” sehingga dapat memberi warna khas dalam kancah sastra dunia.
212
JURNAL PENDIDIKAN HUMANIORA, HAL 207-212
DAFTAR RUJUKAN Mangkunegara IV, 1991. Serat Wedhatama. Semarang: Dahara Prize. Mashuri. 2007. Hubbu. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Mulder, N. 2011. Mistisisme Jawa: Ideologi Indonesia. Yogyakarta: LKiS. Nurdi, H. 2003. Risalah Islam Nusantara. Majalah Islam Sabili Edisi No. 9 Th X 2003. Jakarta: PT. Bina Media Sabili. Nurgiyantoro, B. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Purba, A. 2010. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. Ratna, N. K. 2009. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ratna, H. K. 2011a. Antropologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ratna, N. K. 2011b. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rasyid, M. A. 2012. Glosarium Tematik Al-Qur’an Berdasarkan Abjad. Yogyakarta: Mitra Buku. Raya, A. T. & Mulia, S. M. 2003. Menyelami Seluk-Beluk Ibadah dalam Islam. Jakarta: Prenada Media. Roekhan. 1990. Kajian Tekstual dalam Psikologi Sastra: Persoalan Teori dan Terapan. Dalam Aminuddin (Ed.), Sekitar Masalah Sastra (hlm. 88-106). Malang: Yayasan Asih Asah Asuh. Santana, S. 2010. Menulis Ilmiah: Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Siregar, B. 2009. Legenda di Balik Kawasan Parangtritis: Mengenali Potensi Wisata dan Cerita yang Melegenda. Yogyakarta: AHTRMI Publisher. Siswanto, W. 1993. Psikologi Sastra (Buku I). Malang: IKIP Malang. Siswanto, W. 1999. Kajian terhadap Novel Rafilus: Sebuah Tinjauan Sosio-Psiko-Struktural. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs UM. Siswanto, W. 2003. Memahami Budi Darma dan Karya Sastranya. Disertasi. Malang: PPs UM. Sudjiman, P. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Sudjiman, P. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Sugiarti, 2001. Pengetahuan dan Kajian Prosa Fiksi. Malang: PBSI, UMM. Sukada, M. 1973. Masalah Sistimasi Analisa Cipta Sastra. Denpasar: Lesiba. Sumodihardjo, D. 2010. Sastra Jendra Hayuningrat: Analisa dan Pembahasan. Yogyakarta: Shira Media. Suryabrata, S. 2012. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers. Syamsudduha. 2004. Sejarah Sunan Ampel. Surabaya: Jawa Pos Press. Tim Penyusun. 2007. Ensiklopedia Sastra. Bandung : Angkasa. Walgito, B. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset. Wellek, R. & Warren, A. 1995. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani Budianta. Jakarta: Gramedia. Wirodono, S. 2009. Centhini: 40 Malam Mengintip Sang Pengantin. Yogyakarta: DIVA Press.
Volume 1, Nomor 2, Juni 2013