DINAMIKA INTERAKSI ANTARA VARIABEL MONETER DAN PASAR MODAL SYARIAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
Oleh: ISTIQOMAH H14080004
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN ISTIQOMAH. Dinamika Interaksi antara Variabel Moneter dan Pasar Modal Syariah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. (dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK).
Pasar modal sangat berperan dalam memajukan perekonomian, terutama bagi negara-negara yang menganut open market operation. Saat ini, negara-negara berkembang berupaya mengurangi ketergantungan terhadap negara maju dengan mengembangakan pasar modal. Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, berpotensi besar dalam upaya mengembangkan industri keuangan syariah terutama pasar modal syariah. Perkembangan pasar modal syariah di Indonesia ditandai dengan beberapa indikator yang salah satunya adalah semakin bertambahnya para pelaku pasar modal syariah yang mengeluarkan efek-efek syariah selain saham-saham dalam Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) dan Jakarta Islamic Index (JII). Dalam perjalanan perkembangan pasar modal syariah Indonesia terdapat Fatwa DSNMUI yang berkaitan dengan industri pasar modal. Fatwa-fatwa tersebut antara lain: Fatwa No.05 Tahun 2000 tentang Jual Beli Saham, No.20 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah, No.32 Tahun 2002 tentang Obligasi Syariah, No.33 Tahun 2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah, No.40 Tahun 2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip syariah di Bidang Pasar Modal, dan yang terakhir fatwa No.41 Tahun 2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah, dan No.80 Tahun 2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek. Dengan diterbitkannya fatwa-fatwa yang berkaitan dengan pasar modal, telah memberikan dorongan untuk mengembangkan alternatif sumber pembiayaan yang sekaligus menambah alternatif instrumen investasi halal. Ekonomi Moneter merupakan salah satu instrumen penting dalam perekonomian modern. Salah satu tujuan ekonomi moneter adalah menjaga kestabilan harga. Ekonomi moneter memiliki peranan sebagai ilmu yang mempelajari tentang peranan uang dalam mempengaruhi tingkat harga-harga dan tingkat kegiatan ekonomi dalam suatu negara. Aktivitas ini tentunya akan memengaruhi kondisi perekonomian negara. Berdasarkan laporan IMF, World Economic Outlook yang baru digolongkan menjadi berbagai jenis, seperti currency crisis, banking crisis, sistemic financial crisis, dan foreign debt crisis. Laporan ini menggambarkan bahwa pada dasarnya krisis yang terjadi merupakan akibat dari gejolak finansial atau ekonomi dalam perekonomian yang mengidap kerawanan. Kerawanan perekonomian bisa terjadi karena unsur-unsur yang pada dasarnya bersifat internal, seperti kebijakan moneter dalam makroekonomi yang tidak sustainable, lemahnya atau hilangnya kepercayaan terhadap mata uang dan lembaga keuangan, serta ketidakstabilan politik, atau yang berasal dari faktor eksternal, seperti kondisi keuangan global yang berubah, misalignment dari nilai tukar mata uang dunia, atau perubahan cepat dari sentimen pasar yang meluas karena herd instinct
dari pelaku dunia usaha. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel moneter mudah mengalami shock terutama saat terjadi dinamika ekonomi global. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin melihat keterkaitan antara pasar modal syariah yang terus berkembang dengan variabel-variabel moneter yang mudah mengalami guncangan. Indonesia yang memiliki potensi besar dalam mengembangkan pasar modal syariah akan memunculkan respon tertentu dalam monetary policy di Indonesia. Seperti yang telah diinformasikan bahwa produkproduk pasar modal syariah seperti reksa dana syariah dan sukuk mulai berkembang dengan cukup signifikan 5 (lima) tahun terakhir ini. Maka dari itu Kementrian Keuangan Republik Indonesia dalam institusi Bapepam meluncurkan Master Plan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non-Bank 2010-2014. Ini bukti perhatian pemerintah terhadap progress dari kinerja pasar modal di Indonesia. Pada penelitian ini, untuk melihat aktivitas pasar modal syariah dengan variabel moneter dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia digunakan analisis VAR-VECM dengan estimasi IRF dan FEVD. Data yang digunakan adalah data sekunder dari tahun 2007-2011. Variabel moneter yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: SBI, SBIS, pertumbuhan uang, dan Exchange Rate. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan pasar modal syariah yang ditinjau melalui Jakarta Islamic Index menunjukkan kondisi yang mudah stabil walaupun terjadi shock pada variabel moneter. Selain itu, Keberadaan pasar modal syariah mampu melakukan economic recovery lebih cepat dibandingkan dengan pasar modal konvensional. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil metode Impulse Response Function. Menurut hasil peramalan dalam metode ini, indikator yang paling berperan terhadap GDP adalah nilai perdagangan saham syariah, SBIS, dan broad money (M2). Pasar modal syariah Indonesia terbukti tahan terhadap krisis padahal beberapa negara maju seperti Eropa mengalami financial crisis. Hal ini dikarenakan prinsip syariah yang melarang adanya riba serta melarang adanya unsur gharar dan maysir. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa keberadaan pasar modal syariah perlu ditingkatkan dan masyarakat perlu merespon untuk bertransaksi dalam meningkatkan aktivitas industri keuangan syariah tersebut. Kata Kunci: Kebijakan Moneter, Jakarta Islamic Index (JII), Broad Money, Impulse Response Function (IRF), Forecast Error Variance Decomposition (FEVD).
DINAMIKA INTERAKSI ANTARA VARIABEL MONETER DAN PASAR MODAL SYARIAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA
Oleh: ISTIQOMAH H14080004
Skripsi Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
:
Istiqomah
Nomor Registrasi Pokok
:
H14080004
Program Studi
:
Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
:
Dinamika Interaksi antara Variabel Moneter dan Pasar Modal Syariah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Irfan Syauqi Beik, M.Sc NIP. 19790422 200604 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “DINAMIKA INTERAKSI ANTARA VARIABEL MONETER DAN PASAR MODAL SYARIAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA” BELUM PERNAH DIAJUKAN
PADA
PERGURUAN
TINGGI
LAIN
ATAU
LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN.
Bogor, Mei 2012
Istiqomah H14080004
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Istiqomah lahir pada tanggal 1 Februari 1990 di Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Amin Suudy dan Herlina. Jenjang pendidikan penulis yang dilalui bermula dari TK Darunnajah dan lulus pada tahun 1996, penulis menamatkan sekolah dasar pada Madrasah Ibtidaiyah Darunnajah Jakarta dan lulus pada tahun 2002, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 177 Bintaro dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 90 Jakarta dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga sumber daya yang berguna bagi tanah air Indonesia. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selain menjadi mahasiswi, penulis aktif di beberapa organisasi seperti UKM Gentra Kaheman pada periode 2008-2009, BEM FEM sebagai bendahara departemen politik pada periode 2009-2010, UKM Century sebagai ketua divisi akademik pada periode 2010-2011 dan menjabat sebagai dewan komisaris pada periode 2011-2012, dan tergabung dalam AIESEC IPB Expansion. Kepanitiaan yang pernah diikuti penulis antara lain: Politik Ceria 2009 sebagai sekretaris, Simbis Java 2010 sebagai ketua divisi acara, Seminar Kewirausahaan UKM Century 2010 sebagai penanggung jawab, dan Bogor Art Festival 2011 sebagai ketua divisi humas. Tahun 2012 penulis melakukan penelitian dengan judul “Dinamika Interaksi antara Variabel Moneter dan Pasar Modal Syariah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia” untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Dinamika Interaksi antara Variabel Moneter dan Pasar Modal Syariah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk melakukan penelitian pada Program Sarjana, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberi bantuan, bimbingan, dan dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, antara lain kepada: 1.
Bapak Dr. Irfan Syauqi Beik, M.Sc, Ketua Program Studi Ekonomi Syariah dan juga selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan.
2.
Bapak Dr. Idqan Fahmi, M.Ec, selaku penguji utama, atas semua saran dan kritik yang membangun merupakan hal berharga dalam perbaikan skripsi ini.
3.
Bapak Deni Lubis, MA, selaku komisi pendidikan atas saran dan kritik dalam perbaikan skripsi ini.
4.
Kedua orang tua penulis, Amin Suudy M.S dan Herlina yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan bimbingan bagi penulis selama pembuatan skripsi ini. Kemudian kepada adik-adik penulis, Annisa dan Fitrah Amiluddin, serta seluruh saudara/i penulis atas semangat dan motivasi
yang sangat berharga selama proses pembuatan skripsi ini
hingga selesai. 5.
Seluruh civitas Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
6.
Pihak Bank Indonesia, Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Bursa Efek Indonesia, LK-Bapepam, dan Badan Pusat Statistik atas bantuan sumber data yang diperlukan dalam penyelesaian skripsi ini.
7.
Pihak pemberi beasiswa BUMN dan PPA yang telah memberikan bantuan financial, sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah di IPB.
8.
Teman satu perjuangan, Masyitha Mutiara, Mustika Rini, Sylviana Dewi, dan Kasyfurrahman Ali atas motivasi, diskusi, dan semangat yang luar biasa.
9.
Sahabat-sahabat terhebat, Irwan Nur Solih, Risa Sondari, Aisyah Noor Rafi’ah, Puspasari Aisyah, Dewi Regina, Erma Tristanti, Sheila Aldila, Nurazizah Inayah, Fauzia Seftyandra, Chrisgerson Rudolf, Risma Amelia, Ryanti Suganda, Hilman, Hafzhia, Riska Dwi Octaviani, dan Qoiman Bilqisti atas motivasi dan semangat yang begitu berarti.
10. Keluarga besar Griya Putih Asri atas saran dan dukungannya. 11. Rekan-rekan Ilmu Ekonomi 43, 44, 45, 46, dan 47 atas saran, diskusi, motivasi, dan dukungannya. 12. Keluarga besar UKM Century IPB, BEM FEM, tim ekspansi AIESEC LC IPB atas motivasi yang luar biasa. 13. Kak Irfan dan Kak Rina atas bimbingan dan motivasi saat penulis merasa kesulitan. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih terdapat kekurangan. Segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Oleh sebab itu, penulis memohon maaf atas segala kesalahan kata dan kekurangan dari skripsi ini. Penulis juga mengharapkan kritik dan masukan untuk perbaikan yang akan datang. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2012
Istiqomah H14080004
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... i v DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................v DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii I. PENDAHULUAN ..............................................................................................1 1.1.
Latar Belakang.........................................................................................1
1.2.
Perumusan Masalah .................................................................................7
1.3.
Tujuan Penelitian .....................................................................................9
1.4.
Manfaat Penelitian .................................................................................10
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian .....................................................................10
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .......................12 2.1.
Sistem Ekonomi Islam .......................................................................... 12
2.2.
Pasar Modal Syariah ..............................................................................13 2.2.1.
Pengertian Pasar Modal Syariah ..............................................13
2.2.2.
Instrumen Pasar Modal Syariah ..............................................15
2.2.3.
Jakarta Islamic Index (JII) ......................................................18
2.3.
Teori Investasi .......................................................................................19
2.4.
Teori Pertumbuhan Uang.......................................................................21
2.5.
Kebijakan Moneter dan Pasar Modal ....................................................22
2.6.
Pertumbuhan Ekonomi ..........................................................................24 2.6.1.
Hubungan antara Pasar Modal Syariah dengan Pertumbuhan Ekonomi............................................................. 26
2.6.2.
Hubungan antara SBI dan SBIS dengan Pertumbuhan Ekonomi ................................................................................... 29
ii
2.6.3.
Hubungan antara Money Supply dengan Pertumbuhan Ekonomi ................................................................................... 30
2.6.4.
Hubungan antara Exchange Rate dan Pasar modal dengan Pertumbuhan Ekonomi ................................................ 31
2.7.
Penelitian Terdahulu ..............................................................................35
2.8.
Kerangka Pemikiran ..............................................................................40
III. METODE PENELITIAN .............................................................................43 3.1.
Jenis dan Sumber Data ..........................................................................43
3.2.
Metode Interpolasi ................................................................................ 43
3.3.
Metode Analisis .................................................................................... 44
3.4.
3.3.1.
Variabel dan Definisi Operasional ......................................... 45
3.3.2.
Metode Granger Causality ( Kausalitas Granger) ..................46
3.3.3.
Model Vector Auto Regression (VAR) ...................................47
3.3.4.
Vector Error Correction Model (VECM) ...............................50
Analisis Perilaku Data .......................................................................... 51 3.4.1.
Uji Stasioneritas ..................................................................... 51
3.4.2.
Uji Lag Optimum ................................................................... 52
3.4.3.
Uji Kointegrasi (Cointegration Approach) ............................ 53
3.4.4.
Impulse Respon Function (IRF) ............................................. 54
3.4.5.
Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ................ 55
IV. GAMBARAN UMUM ...................................................................................56 4.1.
Struktur Organisasi dan Pelaku Pasar Modal di Indonesia....................56
4.2.
Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia ................................57
4.3.
4.2.1.
Potensi Jakarta Islamic Index ................................................ 58
4.2.2.
Kapitalisasi Saham Pasar Modal Syariah ............................... 62
Kondisi Moneter Indonesia ...................................................................62 4.3.1.
Perkembangan Nilai Sertifikat Bank Indonesia ..................... 62
4.3.2.
Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah ................. 63
iii
4.4.
4.3.3.
Perkembangan Money Supply ................................................ 66
4.3.4.
Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap USD ...................... 68
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia..........................................................70
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................72 5.1.
Pengujian Pra Estimasi ..........................................................................72 5.1.1.
Uji Kestasioneran Data ........................................................... 72
5.1.2.
Uji Stabilitas Vector Auto Regression .................................... 74
5.1.3.
Pengujian Lag Optimal ........................................................... 75
5.2.
Uji Kointegrasi ......................................................................................76
5.3.
Hasil Uji Kausalitas Granger .................................................................77
5.4.
Hasil Penelitian ......................................................................................77 5.4.1.
Hasil Estimasi Pengaruh Adanya Aktivitas Moneter dan Pasar Modal Syariah terhadap GDP di Indonesia .................... 79
5.4.2.
Analisis Respon antara Pasar Modal Syariah dan Aktivitas Moneter Indonesia .................................................... 82 5.4.2.1. Respon Dinamis Guncangan JII terhadap GDP dan Kebijakan Moneter di Indonesia ...........................83 5.4.2.2. Respon Dinamis Guncangan Variabel Moneter di Indonesia ..................................................................85
5.4.3.
Analisis Kontribusi Keragaman Variabel terhadap JII dan GDP ................................................................................. 89
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................94 6.1. Kesimpulan ............................................................................................94 6.2. Saran ......................................................................................................96 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................97 LAMPIRAN ........................................................................................................100
iv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1. Emisi Saham dan Obligasi pada Pasar Modal .......................................2 Tabel 1.2. IHSG dan Kapitalisasi Pasar Tahun 2010-2011 ....................................3 Tabel 1.3. Perkembangan Jumlah Saham Syariah dalam DES ..............................4 Tabel 2.1. Perbandingan Sistem Ekonomi Kapitalis, Marxisme, dan Islam ....... 12 Tabel 5.1. Uji Akar Unit ...................................................................................... 73 Tabel 5.2. Uji Optimum Lag ............................................................................... 75 Tabel 5.3. Hasil Uji Kointegrasi .......................................................................... 77 Tabel 5.4. Uji Kausalitas Granger Untuk Model Penelitian................................ 78 Tabel 5.5. Hasil Estimasi VECM ........................................................................ 80 Tabel 5.6. Variance Decomposition of JII .......................................................... 91
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.1. Kapitalisasi Pasar dan Nilai Perdagangan Saham Syariah .................5 Gambar 2.1. Fungsi Investasi ............................................................................... 20 Gambar 2.2. Model Solow .................................................................................... 28 Gambar 2.3. Mekanisme Transmisi Moneter dalam Sistem Moneter Ganda ....... 29 Gambar 2.4. Pertumbuhan Uang .......................................................................... 30 Gambar 2.5. Model Mundell-Fleming dalam Perekonomian Terbuka.................32 Gambar 2.6. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 41 Gambar 4.1. Struktur Pasar Modal Indonesia ....................................................... 56 Gambar 4.2. Perkembangan Saham Syariah ........................................................ 58 Gambar 4.3. Perkembangan Kapitalisasi dan Nilai Perdagangan Saham pada Pasar Modal Syariah................................................................ 61 Gambar 4.4. Perkembangan SBI dan SBIS ......................................................... 65 Gambar 4.5. Pergerakan Money Supply di Indonesia .......................................... 67 Gambar 4.6. Pergerakan Exchange Rate Rupiah terhadap USD .......................... 68 Gambar 4.7. Perkembangan Belanja Modal dan Investasi Pemerintah ................ 70 Gambar 5.1. Uji Stabilitas VAR ........................................................................... 74 Gambar 5.2. Respon GDP dan Variabel Moneter terhadap Guncangan JII ........ 84 Gambar 5.3. Respon JII terhadap Guncangan GDP dan Variabel Moneter ......... 86 Gambar 5.4. Respon IHSG terhadap Guncangan GDP dan Variabel Moneter .... 88
vi
Gambar 5.5. Variance Decomposition of JII ........................................................ 90 Gambar 5.6. Variance Decomposition of GDP ..................................................... 93
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Hasil Uji Akar Unit ......................................................................101
Lampiran 2.
Uji Stabilitas VAR........................................................................111
Lampiran 3.
Uji Optimum Lag .........................................................................112
Lampiran 4.
Uji Kointegrasi .............................................................................113
Lampiran 5.
Uji Kausalitas Granger .................................................................114
Lampiran 6.
Hasil Estimasi VECM ..................................................................116
Lampiran 7.
Impulse Response Function terhadap Shock JII ...........................118
Lampiran 8.
Impulse Response Function terhadap Shock Variabel-Variabel moneter .........................................................................................120
Lampiran 9.
Impulse Response Function IHSG terhadap Shock VariabelVariabel moneter ..........................................................................121
Lampiran 10. Dekomposisi Varian pada JII .......................................................123 Lampiran 11. Dekomposisi Varian pada GDP....................................................125
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim yaitu
sebesar 85 persen dari penduduk Indonesia, merupakan pasar yang sangat besar untuk pengembangan industri keuangan syariah. Perkembangan industri keuangan syariah dapat ditinjau melalui perbankan syariah, asuransi syariah, dan pasar modal syariah. Pasar modal syariah mempunyai peranan yang cukup penting untuk dapat meningkatkan perekonomian negara. Meskipun perkembangannya relatif baru dibandingkan dengan perbankan syariah, keberadaan pasar modal syariah di Indonesia terus mengalami perkembangan. Kondisi ini dapat dilihat baik dari segi jumlah emiten maupun jumlah produk,yang beredar sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. Beik (2003) mengemukakan bahwa secara faktual, pasar modal telah menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi modern. Setiap hari terjadi transaksi triliunan rupiah melalui institusi ini. Kebijakan pengembangan terhadap pasar modal dipercaya dapat menstimulus pertumbuhan
ekonomi.
Sudah
banyak
negara-negara
berkembang
yang
melakukan pengembangan usaha dalam pasar modal. Hal ini dimanfaatkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap negara-negara maju. Saat ini, kondisi iklim investasi di Indonesia meningkat cukup pesat yang ditandai dengan membaiknya berbagai indeks yang terkait dengan daya saing Indonesia baik IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan), JII (Jakarta Islamic Index), ISSI (Indeks Saham Syariah Indonesia), bahkan LQ45. Keberadaan pasar
2 modal yang terus berkembang di Indonesia, dipercaya mampu menstimulus perekonomian. Hal ini dikarenakan aliran modal yang masuk dapat digunakan untuk perbaikan pembangunan ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan informasi dalam Bursa Efek Indonesia (BEI), kontribusi pasar modal Indonesia sebesar 35,9 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Tabel 1.1 menggambarkan kondisi perkembangan pasar modal di Indonesia selama peiode bulan Desember 2007 sampai dengan Desember 2011, dimana emisi saham dan obligasi diukur berdasarkan pernyataan efektif untuk penawaran umum saham. Data saham yang tersedia merupakan data komulatif termasuk delisting. Posisi akhir obligasi adalah nilai obligasi yang belum jatuh tempo. Tabel 1.1. Emisi Saham dan Obligasi pada Pasar Modal 2007 2008 No. Keterangan Dec Dec 1 Saham 2 Jumlah Emiten 468 485 Emisi Saham (miliar 3 1,125 8,399 lembar) 4 Nilai Emisi (triliun Rp) 328 407 5 Obligasi 6 Jumlah emiten 175 178 7 Nilai Emisi (triliun Rp) 134 148 8 Posisi Akhir (triliun Rp) 85 73
2009 Dec 497
2010 Dec 521
2011 Dec 546
8,423
8,680
8,758
420 183 175 88
495 189 215 -
555 199 261 -
Sumber : Statistik Pasar Modal LK-Bapepam (2012)
Kondisi pasar modal Indonesia pada tahun 2011 mampu menunjukkan kepada investor global maupun domestik betapa tingginya resilience pasar modal Indonesia terhadap krisis global yang dipicu oleh kondisi ekonomi negara-negara Eropa. Indonesia telah memperoleh status sebagai investment grade. Status ini diberikan kepada suatu negara yang memiliki fundamental ekonomi kuat, stabilitas politik dalam jangka panjang solid, dan memiliki manajemen anggaran
3 pemerintah serta kebijakan moneter yang prudential. Pada level ini, perhatian terhadap Indonesia akan semakin terbuka terutama dari kalangan-kalangan investor. Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Muliaman D Hadad, mengatakan bahwa status Investment Grade yang diraih Indonesia diharapkan akan memacu perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia. Tabel 1.2. IHSG dan Kapitalisasi Pasar Tahun 2010 dan 2011 Tahun 2010 2011
IHSG 3.703,512 3.808,772
Kapitalisasi Pasar (Rp Triliun) 3.247,10 3.524,48
Sumber: Bursa Efek Indonesia
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai kapitalisasi pasar saham Bursa Efek Indonesia (BEI) masih mengalami peningkatan. IHSG meningkat 2,84 persen ke level 3.808,772 pada tanggal 29 Desember 2011 dari posisi penutupan akhir tahun 2010 sebesar 3.703,512. IHSG BEI pernah mencapai titik tertinggi pada tingkat 4.193,441 pada 1 Agustus 2011 namun kemudian menurun. Hal ini juga dialami indeks saham dari negara lain akibat krisis ekonomi di negara-negara zona Eropa. Nilai kapitalisasi pasar saham meningkat 8,54 persen menjadi Rp 3.524,48 triliun pada 29 Desember 2011 dari Rp 3.247,10 triliun pada akhir Desember 2010. Achsien (2000) menyatakan bahwa pengembangan pertama indeks syariah dan equity fund seperti Reksa Dana adalah Amerika Serikat, setelah The Amana Fund diluncurkan The North American Islamic Trust sebagai equity fund pertama di dunia tahun 1986, tiga tahun kemudian Dow Jones Index meluncurkan Dow Jones Islamic Market Index (DJIM). Hal ini mengindikasikan bahwa negara maju seperti Amerika sudah lebih awal melakukan aktivitas dalam pasar modal syariah.
4 Pasar modal syariah di Indonesia memiliki indeks yang dikenal dengan Jakarta Islamic Index (JII) terdiri dari 30 saham syariah yang go public tercatat di BEI. Daftar Efek Syariah (DES) yang terdapat di pasar modal syariah Indonesia berjumlah 238 pada bulan November 2011. Saham syariah yang masuk ke dalam DES sering kali mengalami perubahan dikarenakan ketentuan, prinsip dan kriteria syariah yang masih belum sesuai. Saham syariah yang masuk dalam DES diseleksi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Tabel 1.3. Perkembangan Jumlah Saham Syariah dalam DES Periode Tanggal Terbit Saham Syariah I 30 Nov 2007 164 II 30 Mei 2008 180 III 28 Nov 2008 185 IV 29 Mei 2009 177 V 30 Nov 2009 186 VI 27 Mei 2010 194 VII 29 Nov 2010 209 VIII 31 Mei 2011 221 IX 30 Nov 2011 238 Sumber: Bursa Efek Indonesia
Keberadaan pasar modal syariah di Indonesia telah memberikan kontribusi terhadap perekonomian negara di berbagai sektor. Banyak perusahaan-perusahaan dari berbagai sektor, seperti: pertanian, pertambangan, properti, real estate dan lain sebagainya menerbitkan saham syariah. Adapun nilai kapitalisasi saham tercatat dalam BEI dari periode 2008-2011 mengalami penurunan pada Oktober 2008 hal ini dikarenakan adanya penutupan perdagangan bursa. Pasca krisis yang terjadi di 2008 nilai kapitalisasi pasar saham syariah terus mengalami peningkatan. Pada Gambar 1.1 akan mengkondisikan perkembangan kapitalisasi saham dan nilai perdagangan saham syariah yang ada di Indonesia sejak tahun 2008 hingga 2011.
5
1,400,000.00 Miliar RP
1,200,000.00 1,000,000.00 800,000.00 600,000.00 400,000.00 200,000.00
Kapitalisasi saham
Oct-11
Jul-11
Apr-11
Jan-11
Oct-10
Jul-10
Apr-10
Jan-10
Oct-09
Jul-09
Apr-09
Jan-09
Oct-08
Jul-08
Apr-08
-
Nilai Perdagangan Saham
Sumber: Bursa Efek Indonesia (2012)
Gambar 1.1. Kapitalisasi Pasar dan Nilai Perdagangan Saham Syariah Ditinjau dari segi moneter dan keuangan negara, pasar modal syariah telah menciptakan suatu sistem moneter yang lebih lengkap dan terpadu. Dalam teori makroekonomi variabel-variabel makroekonomi yang berpengaruh secara signifikan terhadap pasar modal khususnya saham antara lain: 1.
Gross Domestic Product (GDP)
2.
Inflasi
3.
Tingkat pengangguran
4.
Suku bunga
5.
Nilai tukar
6.
Transaksi berjalan
7.
Defisit anggaran Variabel di atas juga berkaitan dengan kebijakan moneter yang akan
dijadikan acuan oleh Bank sentral dalam menjaga stabilitas ekonomi. Dalam teori kebijakan moneter menunjukkan bahwa kebijakan moneter dapat memengaruhi
6 sektor riil melalui jalur harga aset, kebijakan moneter ekspansif maupun kontraktif akan mempengaruhi jumlah uang beredar dan kemudian melalui mekanisme tersebut sejumlah uang akan terserap ataupun keluar dalam pasar saham. Taylor (2007) menyatakan bahwa kebijakan moneter yang ekspansif menyebabkan jumlah likuiditas yang ada di masyarakat meningkat, besarnya jumlah likuiditas ini akan menyebabkan meningkatnya harga aset apabila likuiditas yang disediakan terlalu banyak akan menyebabkan asset price bubble. Pasar modal syariah memberikan kontribusi terhadap sektor riil baik secara langsung maupun tidak langsung. Transmisi kebijakan moneter secara spesifik merupakan kebijakan jalur harga aset adalah suatu mekanisme dimana Bank sentral berusaha untuk memengaruhi sektor riil melalui kebijakan yang ditetapkan. Mekanisme tersebut akan memengaruhi harga aset dan kekayaan masyarakat yang selanjutnya akan berpengaruh pada pengeluaran investasi dan konsumsi (Warjiyo,2004). Dalam melaksanakan operasi pasar terbuka (open market operation), sarana pengendali moneter dapat dilakukan melalui Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan surat berharga pasar uang (SBPU). SBI dan SBIS digunakan untuk kontraksi moneter, sedangkan SBPU untuk ekspansi moneter. Seberapa besar keterkaitan perkembangan pasar modal syariah dengan instrument moneter Indonesia dalam menciptakan peranannya terhadap pertumbuhan ekonomi (GDP). Penelitian mengenai dinamika interaksi antara variabel moneter dengan pasar modal syariah di Indonesia perlu dilakukan. Dalam ekonomi global saat ini perkembangan pasar modal akan terus berjalan, termasuk pasar modal syariah di
7 Indonesia. Tentunya kita semua berharap perekonomian Indonesia dapat berkembang ke arah yang positif. Dengan melihat hubungan dari variabel moneter dengan pasar modal syariah kita akan mengkaji lebih lanjut mengenai keterkaitan yang muncul akibat respon yang terjadi dalam penelitian ini.
1.2.
Perumusan Masalah Indonesia telah memasuki level Investmen Grade oleh lembaga
pemeringkat Fitch Rating. Kondisi ini memungkinkan adanya peningkatan aktivitas pasar modal baik pasar modal konvensional maupun pasar modal syariah. Pada umumnya, pasar modal mampu memberikan kontribusi sebesar 40 persen terhadap pertumbuhan ekonomi negara, namun Indonesia masih sebesar 35,9 persen. Negara-negara berkembang di Asia saat ini sudah mampu memberikan 50 persen kepada pertumbuhan ekonomi negaranya yang ditinjau dari aktivitas pasar modal. Bahkan rasio kapitalisasi pasar saham Malaysia terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) sebesar 150 persen, sedangkan Singapura rasio kapitalisasi pasar saham terhadap PDB sebesar 260 persen, dan Hongkong sebesar 1.080 persen. Berbeda dengan Indonesia yang masih 50 persen. Hal ini menggambarkan kondisi rendahnya peminat pasar modal di Indonesia. Pasar modal syariah memiliki peluang yang sangat besar untuk berkembang di Indonesia. Selain karena Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, instrumen investasi berbasis syariah masih belum memiliki banyak variansnya di Indonesia. Di negara lain yang penduduk muslimnya minoritas, kini mulai agresif dalam mengembangkan
8 instrument investasi berbasis syariah. Prinsip pasar modal syariah tentunya berbeda dengan pasar modal konvensional. Namun, masih banyak kalangan masyarakat yang meragukan keberadaan pasar modal syariah ini. Terjadinya krisis global tahun 2008 yang dipicu oleh jatuhnya Subprime mortgage membawa dampak spillover secara signifikan bagi negara-negara maju. Meskipun Indonesia tidak terlalu terpengaruh pada krisis global 2008, akan tetapi derasnya modal asing yang masuk ke Indonesia sebagai hot money sangat rentan terhadap sentimen dan gejolak di pasar modal asing menimbulkan kekhawatiran akan penarikan dana secara besar-besaran dan mendadak akan memberikan guncangan hebat bagi pasar modal domestik. Krisis keuangan yang dipicu oleh kredit subprime di Amerika Serikat (AS) telah memengaruhi banyak negara di dunia termasuk Indonesia. Hal ini mengakibatkan kondisi keuangan yang semakin memburuk dalam beberapa bulan terakhir. Penelitian ini berupaya untuk menganalisis pasar bursa syariah di Indonesia yaitu Jakarta Islamic Index (JII) sebagai investasi halal yang mampu memberikan efek positif bagi Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk mengkaji sejauh mana hubungan antara dinamika pasar modal syariah dengan variabel-variabel moneter. Selain itu, penelitian ini dilakukan untuk memperluas riset ekonomi di bidang pasar modal syariah. Berikut merupakan perumusan masalah yang penulis ajukan dalam skripsi ini, antara lain: 1.
Bagaimana hubungan jangka panjang dan jangka pendek dari variabelvariabel moneter dan pasar modal syariah dalam kaitannya terhadap perekonomian Indonesia?
9 2.
Bagaimana respon pasar modal syariah saat terjadi guncangan pada variabelvariabel moneter di Indonesia?
3.
Bagaimana respon variabel-variabel moneter saat terjadi guncangan pada Jakarta Islamic Index?
4.
Seberapa besar peranan pasar modal syariah dan kebijakan moneter dalam meningkatkan perekonomian Indonesia?
5.
Apakah keberadaan pasar modal syariah sangat tahan terhadap krisis global yang kini melanda di berbagai negara maju ?
1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperkaya penelitian dalam bidang pasar
modal syariah. Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan yang diangkat dalam penelitian, tujuan penelitian ini, antara lain: 1.
Mengkaji kebijakan moneter dan pasar modal syariah dalam memainkan peranannya untuk memicu perekonomian Indonesia.
2.
Menganalisis hubungan terkait antara kebijakan moneter dan pasar modal syariah terhadap perekonomian.
3.
Menganalisis pengaruh shock JII terhadap kondisi moneter dan GDP di Indonesia.
4.
Menganalisis pengaruh shock variabel-variabel moneter terhadap kondisi pasar modal syariah dan GDP di Indonesia.
5.
Mengkaji ketahanan pasar modal syariah yang ditinjau dari nilai Jakarta Islamic Index terhadap adanya krisis global yang mengakibatkan dinamika pada variabel moneter.
10 1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini berguna untuk menganalisis respon dari kebijakan moneter
terhadap perkembangan pasar modal syariah akibat terjadinya dinamika ekonomi makro. Selain itu, variabel-variabel moneter apa saja yang dapat memberikan kontribusi kepada perkembangan pasar modal syariah di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pengambil kebijakan (khususnya Pemerintah), masyarakat yang akan bertindak sebagai investor, dan bagi penelitian-penelitian selanjutnya dalam menganalisa pasar modal syariah di Indonesia.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencangkup analisis perkembangan pasar modal syariah
yang diukur berdasarkan Jakarta Islamic Index (JII), kapitalisasi saham pada JII dan nilai perdagangan saham syariah, kemudian direspon melalui kebijakan moneter dalam beberapa variabel. Ruang lingkup indeks syariah yang digunakan adalah JII karena Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) baru diluncurkan pada bulan MEI 2011. Sehingga data ISSI yang dapat digunakan dalam bentuk data harian. Namun kondisi ini tidak didukung dengan variabel lain yang digunakan. Maka dari itu, indeks saham syariah yang digunakan adalah JII. JII itu sendiri merupakan 30 besar the best saham syariah yang go public, sehingga dapat mewakili dalam mengukur perkembangan pasar modal syariah. Variabel moneter yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), money supply (M2), dan nilai tukar Rupiah (Exchange Rate). Variabel lain yang
11 digunakan adalah IHSG. Penelitian ini akan menghasilkan suatu bentuk responsivitas dari sisi pasar modal syariah dan monetary policy dalam mencapai perekonomian negara yang lebih baik lagi ditinjau dari GDP (Gross Domestic Product) dan tingkat pengangguran. Periode waktu yang digunakan dimulai bulan Januari 2007 sampai Desember 2011. Analisis yang digunakan pada skripsi ini adalah metode kuantitatif dengan menggunakan ekonometrika. Faktor-faktor eksternal seperti kondisi politik, hukum, dan lainnya yang dianggap akan memengaruhi analisis dalam skripsi ini dianggap konstan.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1.
Sistem Ekonomi Islam Paham-paham ekonomi yang berkembang di dunia ada empat yaitu
kapitalisme, sosialisme, komunisme, dan Islam (Karim, 2004). Perbedaan sistem ekonomi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1. Perbandingan Sistem Ekonomi Kapitalis, Marxisme, dan Islam Aspek yang Konvensional Islam Dibandingkan Kapitalis Marxisme Laissez Faire yang Perjuangan kelas Untuk mencari Filosofi dalam menjelaskan dan kontradiksi ridho Allah produksi, kebebasan berbuat antar kelas distribusi, dan dan invisible hand konsumsi Kepemilikan Kepemilikan oleh Hak penggunaan Prinsip yang mutlak dan pasar pemerintah atau bukan berlaku dalam bebas penguasa kepemilikan kepemilikan dan sehingga akses (hanya sampai akses untuk terbatas dengan bertransaksi meninggal) serta keseimbangan dan keadilan Operasional
Bebas dalam kompetisi sempurna atau bebas menentukan harga dalam pasar monopolistic
Kerja iteration dan kerja kolektivitas
Adanya instrument zakat dan wakaf, pelarangan riba dan Qirad Mudharabah
Sumber: Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan (2010)
Sistem ekonomi kapitalis adalah penganut ekonomi bebas yang didominasi oleh capital. Aktivitas ekonomi yang dilakukan kaum kapitalis ini berupa pencarian keuntungan yang sebesar-besarnya. Karakteristik sistem kapitalis yaitu tidak diberlakukannya sentralisasi perencanaan ekonomi (individual action). Sedangkan pada sistem sosialisme, karakteristik yang dominan adalah social service motive. Diberlakukannya central planning of the economy pada sistem
13 ekonomi sosialis menunjukkan bahwa adanya distribusi pendapatan serta pengakuan kepemilikan aset untuk publik. Sistem ekonomi marxisme seringkali menyampingkan aspek agama. Marxisme merupakan bentuk komunisme yang menekankan pada pendidikan dan program sosial ditujukan untuk kebahagiaan kolektif. Sitem ekonomi Islam dapat dilakukan dengan aktivitas investasi seperti mudharabah dan musyarakah dan aktivitas jual beli seperti murabahah, ijarah, istisna’, salam, dan rahn. Instrumen lain yang ada dalam mekanisme ekonomi Islam, seperti aktivitas sosial (infaq, shadaqah, hadiah,dan hibah) dan aktivitas regulasi (zakat,warisan, kharaj, dan jizyah). Secara umum, dapat dikatakan bahwa sistem ekonomi Islam berdasarkan syariah adalah sistem yang menggunakan pendekatan zakat, melarang adanya riba. Investasi tersebut dapat dilakukan melalui peranan pasar modal syariah.
2.2.
Pasar Modal Syariah
2.2.1. Pengertian Pasar Modal Syariah Pasar modal pada umumnya memiliki arti sebagai pelengkap sektor keuangan terhadap dua lembaga lainnya yaitu bank dan lembaga pembiayaan. Pasar modal menjembatani hubungan antara pemilik modal dalam hal ini disebut sebagai pemodal (investor) dengan peminjam dana dalam hal ini disebut emiten (perusahaan yang go public) (Setiawan, 2004). Dalam arti sempit pasar modal adalah tempat pasar terorganisir yang memperdagangkan saham-saham dan obligasi-obligasi dengan memakai jasa makelar, komisioner, dan para underwriter. Pengertian lain tentang pasar modal ialah semua pasar yang
14 terorganisir dan lembaga-lembaga yang memperdagangkan warkat-warkat kredit (biasanya berjangka lebih dari 1 tahun) termasuk saham-saham, obligasi-obligasi, pinjaman berjangka hipotik dan tabungan serta deposito berjangka. Pasar modal merupakan perdagangan instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang, antara lain: dalam bentuk modal sendiri (stock) maupun hutang (bonds), baik yang diterbitkan oleh pemerintah (public authorities) maupun oleh perusahaan swasta (private sector). Sedangkan pasar modal syariah merupakan tempat atau sarana bertemunya penjual dan pembeli instrumen keuangan syariah, dalam bertransaksi berpedoman pada ajaran Islam dan menjauhi hal-hal yang dilarang, seperti penipuan dan penggelapan. Pasar modal syariah adalah kegiatan yang berhubungan dengan perdagangan efek syariah perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga profesi yang berkaitan dengannya, dimana semua produk dan mekanisme operasionalnya berjalan tidak bertentangan dengan hukum muamalat Islamiyah. Perbedaan mendasar antara bursa efek konvensional dengan bursa efek syariah adalah indeks dari konvensional memasukkan seluruh saham yang tercatat dibursa dengan mengabaikan aspek halal haram, yang penting saham emiten yang terdaftar (listing) sudah sesuai aturan yang berlaku. Dasar hukum pasar modal syariah dijelaskan pada QS. Al-Baqarah:275 yang artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Selain itu, Hadits Riwayat Muslim, Tirmidzi, An-Nasa’I, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Abu Hurairah, menyebutkan bahwa Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung gharar. Hal ini mengindikasikan bahwa jual beli saham dalam pasar modal syariah dihalalkan.
15 Tinjauan pasar modal menurut konsep Islam sangat sesuai dengan hipotesis pasar efisien. Pasar efisien merupakan suatu pasar yang harganya senantiasa mencerminkan sepenuhnya informasi yang tersedia ada. Dalam pasar efisien, tidak ada seorangpun yang boleh mendapat keuntungan diharapkan yang lebih tinggi daripada rata-rata pasar walaupun dia mempunyai suatu informasi yang tertentu (Fama, 1970).
2.2.2. Instrumen Pasar Modal Syariah Sektor keuangan yang berkembang dengan baik dapat mendorong perekonomian, akumulasi capital, dan peningkatan produktivitas. Di bawah ini merupakan produk-produk yang tergolong sebagai instrument pasar modal syariah, antara lain: a) Saham Syariah Produk investsi berupa saham pada prinsipnya sudah sesuai dengan ajaran Islam. Dalam teori percampuran, Islam mengenal akad syirkah atau musyarakah yaitu suatu kerjasama antara dua atau lebih pihak untuk melakukan usaha dimana masing-masing pihak menyetorkan sejumlah dana, barang atau jasa. Saham merupakan sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan status perusahaan, dan pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan. Adapun jenis-jenis syirkah yang dikenal dalam ilmu fikih yaitu: mufawadhah, wujuh, abdan, dan mudharabah. Pembagian tersebut didasarkan pada jenis setoran masing-masing pihak dan siapa diantara pihak tersebut yang mengelola kegiatan usaha tersebut. Fatwa di atas telah menentukan bagaimana memilih saham-saham yang sesuai dengan ajaran Islam.
16 Dalam kumpulan fatwa Dewan Syariah Nasional Saudi Arabia yang diketui oleh Syekh Abdul Aziz Ibn Abdillah Ibn Baz jilid 13 bab jual beli (JH9) halaman 320-321 fatwa nomor 4016 dan 5149 dalam Huda dan Edwin (2007) tentang hukum jual beli saham dinyatakan sebagai berikut: “Jika saham yang diperjualbelikan tidak serupa dengan uang secara utuh apa adanya, akan tetapi hanya representasi dari sebuah aset seperti tanah, mobil, pabrik, dan yang sejenisnya, dan hal tersebut merupakan sesuatu yang telah diketahui oleh penjual dan pembeli, maka dibolehkan hukumnya untuk diperjualbelikan dengan harga tunai ataupun tangguh, yang dibayarkan secara kontan ataupun beberapa kali pembayaran, berdasarkan keumuman dalil tentang bolehnya jual beli.” Dalam perkembangannya telah banyak negara-negara yang telah menentukan batasan suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah. Misalnya Malaysia melalui Kuala Lumpur Composite Index, serta Amerika serikat melaui Dow Jones Islamic Index. b) Obligasi Syariah (Sukuk) Obligasi berdasarkan definisinya adalah suatu surat berharga jangka panjang yang bersifat hutang yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi dengan kewajiban membayar bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo kepada pemegang obligasi. Berdasarkan definisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa obligasi adalah suatu produk yang tidak sesuai ajaran Islam. Menurut ajaran Islam maka suatu hutang piutang termasuk kegiatan tabaru (kebajikan), sehingga diharamkan untuk mendapatkan sesuatu dari kegiatan tersebut.
17 Berdasarkan DSN melalui fatwa Nomor: 32/DSN-MUI/IX/2002 tanggal 14 September 2002 tentang Obligasi Syariah telah melakukan redifinisi dari pengertian obligasi. Pengertian obligasi syariah dalam fatwa tersebut adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/ margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Dalam mengembangkan sistem ekonomi syariah, penggunaan akad-akad menjadi prinsip yang membedakan antara ekonomi konvensional dengan ekonomi syariah. Akad-akad yang digunakan dalam penerbitan obligasi syariah, antara lain: 1.
Mudharabah, yaitu akad kerjasama antara dua pihak atau lebih, dimana satu pihak sebagai penyedia modal dan pihak lain sebagai penyedia tenaga dan keahlian, keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disetujui sebelumnya, sedangkan kerugian yang terjadi akan ditanggung oleh pemilik modal sepenuhnya, kecuali adanya kelalaian yang dilakukan oleh penyedia tenaga.
2.
Murabahah, yaitu akad atau perjanjian jual-beli atas suatu barang dimana harga dan keuntungannya (profit margin) disetujui oleh semua pihak yang terlibat. Pembayarannya dapat dilakukan secara tunai, cicil atau tangguh, sedangkan penyerahan barang dilakukan di awal pada saat dilakukannya transaksi.
3.
Salam, yaitu pemesanan barang dengan pembayaran dimuka, dengan spesifikasi tertentu dan penyerahan barang dikemudian hari. Rasulullah bersabda “Barang siapa melakukan salam, hendaknya ia melakukan dengan
18 takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.” (HR. Bukhari Muslim). Hadits tersebut menjadi dasar yang kuat adanya transaksi salam. 4.
Istishna’, yaitu akad jual beli aset berupa obyek pembiayaan antara para pihak dimana spesifikasi, cara dan jangka waktu penyerahan, serta harga aset tersebut ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak.
5.
Ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang atau jasa itu sendiri.
c) Reksa Dana Syariah Reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Fatwa DSN Nomor: 20/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 18 April 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah telah mendefiniskan tentang reksa dana syariah adalah reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai milik harta (shahib al-mal/rabbal-maal) dengan manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi. Berdasarkan hal tersebut maka batasan untuk produk-produkyang dapat dijadikan portofolio bagi reksa dana syariah adalah produk-produk investasi sesuai dengan ajaran Islam.
2.2.3. Jakarta Islamic Index (JII) Perkembangan pasar modal syariah
menunjukkan kemajuan seiring
dengan meningkatnya indeks yang ditunjukkan dalam Jakarta Islamic Index (JII).
19 Peningkatan indeks pada JII walaupun nilainya tidak sebesar pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tetapi kenaikan secara prosentase indeks pada JII lebih besar dari IHSG. Hal ini dikarenakan adanya konsep halal, berkah dan bertambah pada pasar modal syariah yang memperdagangkan saham syariah. Pasar modal syariah menggunakan prinsip, prosedur, asumsi, instrumentasi, dan aplikasi bersumber dari nilai epistemologi Islam. Jakarta Islamic Index (JII) dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia. Tujuan pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada saham berbasis syariah dan memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syariah Islam untuk melakukan investasi di Bursa. JII juga diharapkan dapat mendukung proses transparansi dan akuntabilitas saham berbasis syariah di Indonesia. Anggota JII terdiri dari 30 saham yang mewakili dan 42 persen dari kapitalisasi pasar di BEI. Anggota JII akan ditinjau kembali setiap enam bulan sekali, tepatnya bulan Januari dan bulan Juni pada tiap-tiap tahunnya.
2.3.
Teori Investasi Investasi merupakan suatu penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva
yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang. Investasi dapat dilakukan baik di pasar uang maupun di pasar modal ataupun ditempatkan sebagai kredit pada masyarakat yang membutuhkan (Sunariyah, 2000). Investasi adalah penempatan dana dengan harapan dapat memelihara atau menaikkan nilai dan atau memberikan hasil (return) yang positif (Reilly, 1989). Menurut Lypsey (1997),
20 investasi adalah pengeluaran barang yang tidak dikonsumsi saat ini dimana berdasarkan periode waktunya, investasi dapat terbagi menjadi tiga diantaranya: investasi jangka pendek, investasi jangka menengah dan investasi jangka panjang. Husnan (2001) mendefinisikan investasi sebagai penggunaan uang dengan maksud memperoleh penghasilan. Tingkat bunga riil, r
Fungsi investasi, I (r)
Kuantitas investasi, I Sumber: N. Gregory Mankiw
Gambar 2.1. Fungsi Investasi Investasi menurut Mankiw didefinisikan sebagai barang-barang yang dibeli oleh individu ataupun perusahaan untuk menambah persediaan modal mereka. Fungsi investasi mengaitkan jumlah investasi/pada tingkat bunga riil. Investasi bergantung pada tingkat bunga riil karena tingkat bunga adalah biaya pinjaman. Tingkat bunga riil merupakan tingkat bunga nominal yang dikoreksi untuk menghilangkan pengaruh inflasi. Ketika tingkat bunga naik semakin sedikit proyek investasi yang menguntungkan. Teori Harrod-Domar melihat pengaruh Investasi (I) dalam perspektif waktu yang lebih panjang. Menurut Harrord-Domar, pengeluaran Investasi (I) tidak hanya berpengaruh (lewat proses multiplier) terhadap permintaan agregat
21 (Z), tetapi juga pada penawaran agregat (S) melaui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Dalam perspektif yang panjang, peningkatan investasi akan menambah stok kapital dan mampu meningkatkan produktivitas masyarakat.
2.4.
Teori Pertumbuhan Uang Uang adalah permintaan aset yang dapat dengan segera digunakan untuk
melakukan transaksi. Fungsi uang, yaitu sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran. Jumlah uang yang tersedia disebut dengan jumlah uang beredar (money supply). Lembaga yang mengontrol jumlah uang beredar adalah bank sentral. Lembaga ini berdiri secara independen dalam suatu negara. Menurut Bank Indonesia, di Indonesia saat ini hanya mengenal dua macam uang beredar saja, yaitu : 1. Uang beredar dalam arti sempit (narrow money), yang sering disebut M1, didefinisikan sebagai kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik yang terdiri dari uang kartal (C) dan uang giral (D). 2. Uang beredar dalam arti luas (broad money), yang disimbolkan M2, didefinisikan sebagai kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik yang terdiri dari uang kartal, uang giral, dan uang kuasi. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa M2 adalah M1 ditambah dengan tabungan dan simpanan berjangka lain yang jaraknya lebih pendek (uang kuasi), termasuk rekening pasar uang dan pinjaman semalam antar bank. Uang kartal merupakan uang kertas ataupun logam yang dikeluarkan oleh bank sentral. Sedangkan uang giral merupakan bentuk dari cek dan giro yang dikeluarkan oleh bank-bank umum.
22 Menurut Ibnu Taimiyah dalam Karim (2004), uang adalah standar nilai (mi’yar al-amwal) dan merupakan alat tukar, selain itu uang tidak pernah dimaksudkan untuk dikonsumsi. Uang itu digunakan untuk mendapatkan barang lain (alat tukar) dan tidak untuk diperdagangkan. Beliau mengemukakan tentang konsep volume fulus (uang) haruslah proporsional dengan volume transaksi dimana tingkat harga ditentukan, dan konsep ini dalam teori konvensional disebut sebagai quantity theory of money. Sedangkan menurut Ibnu Khaldun dalam Karim (2004), uang adalah standar pengukuran dan juga merupakan store of value (penyimpan nilai). Menurut Ibnu Khaldun emas dan perak merupakan bentuk uang yang tidak mudah berfluktuasi yang relatif stabil. Setelah kita mengetahui konsep uang dalam Islam maka menurut Karim (2007) kita perlu mengetahui konsep bank sentral dan kebijakan moneter yang berdasarkan prinsip syariah. Tujuan kebijakan moneter dalam Islam adalah tercapainya kondisi full employment dimana seluruh faktor produksi dapat dioptimalkan penggunaannya, menjamin stabilitas nilai mata uang dan stabilitas harga (mengendalikan inflasi) dan alat redistribusi kekayaan dimana harta disinergiskan antara sektor keuangan dan sektor riil. Sementara itu fungsi bank sentral adalah mengatur peredaran uang dan mengendalikan money supply, sebagai regulator financial market dan menjamin kejujuran laporan keuntungan dan kerugian sektor perbankan dan melaksanakan audit secara reguler.
2.5.
Kebijakan Moneter dan Pasar Modal Kebijakan moneter adalah semua upaya atau tindakan Bank Sentral dalam
mempengaruhi perkembangan variabel moneter (uang beredar, suku bunga, kredit
23 dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu (Mishkin, 2004). Sebagai bagian dari kebijakan ekonomi makro, maka tujuan kebijakan moneter adalah untuk
mencapai
sasaran-sasaran
kebijakan
makroekonomi
antara
lain:
pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, stabilitas harga dan keseimbangan neraca pembayaran. Keempat sasaran tersebut merupakan tujuan akhir kebijakan moneter. Stabilitas pasar modal mempunyai peranan sangat penting dalam menunjang peran bank sentral dalam suatu perekonomian. Sebagaimana dijelaskan bahwa pasar modal adalah titik pertemuan antara penawaran dengan permintaan surat berharga, dimana individu-individu atau badan usaha yang mempunyai kelebihan dana (surplus funds) berinvestasi dalam perusahaanperusahaan (entities) yang membutuhkan dana. Dalam beberapa dasawarsa belakangan ini, peran pasar modal dalam pembiayaan investasi memang mengalami peningkatan yang signifikan. Krisis perbankan yang terjadi di beberapa negara, termasuk Indonesia pada waktu krisis ekonomi di Asia, membuktikan bahwa ketergantungan terhadap perbankan menyulitkan pemulihan ekonomi (economic recovery) negara tersebut pasca krisis. Banyak diantara negara berkembang (emerging countries) yang mencoba mengurangi ketergantungan tersebut dengan mendorong pengembangan pasar modal, sehingga peran pasar modal dalam perekonomian menjadi penting. Dalam penelitiannya, Broome and Moorley (2004) menyimpulkan bahwa harga saham menjadi salah satu leading indicator yang signifikan untuk krisis ekonomi di negara-negara Asia tahun 1997-1998. Temuan tersebut mengindikasikan pentingnya peran pasar modal dalam perekonomian suatu negara.
24 Kebijakan moneter dapat memengaruhi harga saham (market value) 1 melalui dua jalur. Pertama, kontraksi moneter yang menyebabkan berkurangnya jumlah uang beredar akan mendorong masyarakat mengurangi pengeluaran konsumsinya sehingga permintaan terhadap produk perusahaan menurun. Di sisi lain, kontraksi moneter yang mendorong peningkatan suku bunga menambah cost of capital bagi perusahaan. Kedua faktor tersebut menurunkan profitabilitas perusahaan yang kemudian berdampak pada penurunan harga saham. Ketiga, peningkatan suku bunga membuat nilai imbal hasil dari deposito dan obligasi menjadi lebih menarik, sehingga banyak investor pasar modal yang mengalihkan portofolio sahamnya. Meningkatnya aksi jual dan minimnya permintaan akan menurunkan harga saham. Dengan demikian, kontraksi moneter akan menurunkan harga saham (market value) yang selanjutnya menurunkan nilai kuantitas dan investasi. Selain mempengaruhi harga saham, kebijakan moneter juga dipercayai dapat berdampak pada volatilitas di pasar saham. Volatilitas merupakan salah satu faktor penting yang diperhatikan oleh para investor dalam menentukan portofolio investasi.
2.6.
Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi/perkembangan ekonomi pada negara berkembang
pada umumnya menggunakan Gross Domestic Product (GDP) berbeda dengan negara maju yang menggunakan
Gross National Product
(GNP). Tujuan
penggunaan perhitungan GDP adalah agar dapat menghitung pendapatan 1 Harga saham merupakan cerminan present value dari aset perusahaan dan pendapatan deviden (future income).
25 perkapitanya dengan mengetahui data mengenai jumlah penduduk pada tahun yang sama dengan pendapatan nasional. Gross Domestic Product (GDP) atau disebut juga dengan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah pendapatan nasional yang diukur menurut pendekatan output; sama dengan jumlah semua nilai tambah pada perekonomian, atau sama dengan nilai semua barang jadi yang dihasilkan pada perekonomian. Perhitungan dari sisi pengeluaran adalah jumlah pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor-impor (Lipsey, 1995). Gross Domestic Product dikategorikan menjadi dua, yaitu nominal dan riil. Dikatakan GDP nominal apabila GDP total yang dinilai pada harga-harga sekarang. Gross Domestic Product yang dinilai pada harga-harga periode dasarnya disebut GDP riil yang sering disebut sebagai pendapatan nasional riil. Ukuran kemakmuran ekonomi yang lebih baik akan menghitung output barang dan jasa perekonomian dan tidak akan dipengaruhi oleh perubahan harga. Konsep GDP riil yaitu nilai barang dan jasa diukur dengan menggunakan harga konstan. Gross Domestic Product riil menunjukkan apa yang akan terjadi terhadap pengeluaran atas output jika jumlah berubah tetapi harga tidak. Salah satu indikator yang digunakan untuk menganalisis pembangunan ekonomi di suatu negara adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi juga didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan output per kapita jangka panjang yang terjadi apabila ada kecenderungan output perkapita naik yang bersumber dari kekuatan yang berada dalam perekonomian itu sendiri (Boediono, 1989). Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses dimana Produk Domestik Bruto (PDB) riil meningkat secara terus menerus melalui kenaikan produktivitas
26 per kapita. Peningkatan ini dilihat dalam bentuk kenaikan produksi riil perkapita dan taraf hidup yang ditempuh melalui penyediaan dan pengerahan berbagai sumber produksi (Salvatore, 1997). Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada
penduduknya.
Kenaikan
kapasitas
itu
sendiri
ditentukan
atau
dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro dan Michael P, 2003).
2.6.1. Hubungan antara Pasar Modal Syariah dengan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula tingkat kemakmuran penduduknya. Tingkat kemakmuran yang lebih tinggi ini umumnya ditandai dengan adanya kenaikan
tingkat
pendapatan masyarakatnya. Dengan adanya peningkatan pendapatan tersebut, maka akan semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana, kelebihan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk disimpan dalam bentuk tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan dalam pasar modal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh King dan Levine dalam Levine dan Zervos (1998), menyatakan bahwa pengaruh sektor keuangan terhadap perekonomian tidak hanya melibatkan perbankan, tetapi mencakup peran pasar modal. Bahkan pendapat dari Demirgue dan Kunt (1994) bahwa pasar modal memberikan kontribusi yang tinggi terhadap perekonomian.
27 Untuk mengukur kinerja perdagangan saham pada BEI digunakan indikator indeks. Indeks dibuat untuk bisa menjadi tolok ukur dalam memantau kecenderungan
pasar dan
perkembangan
tingkat
harga
saham
yang
diperdagangkan. Indeks yang digunakan pada penelitian ini adalah Jakarta Islamic Index (JII). Menurut Levine dan Zervos (1996) serta Demirguc-Kunt, perkembangan pasar modal dapat terlihat dari indeks saham pasarnya. Rumus dasar perhitungan indeks: Indeks = Nilai pasar x 100 Nilai dasar Tujuan pasar modal diantaranya mempercepat proses ikut sertanya masyarakat dalam kepemilikan saham perusahaan swasta menuju pemerataan pendapatan masyarakat, dan menggairahkan partisipasi masyarakat dalam pergerakan dana dan penggunaannya secara produktif untuk pembiayaan pembangunan nasional. Fungsi bursa efek antara lain: 1.
Menciptakan pasar secara terus menerus bagi efek yang telah ditawarkan kepada masyarakat (efek yang telah dimiliki umum)
2.
Untuk menciptakan harga yang wajar bagi efek yang bersangkutan melalui mekanisme penawaran dan permintaan
3.
Untuk membantu pembelanjaan dunia usaha. Peranan utama mengapa sistem keuangan yang efisien menjadi sangat
penting di dalam perekonomian adalah karena keberadaan informasi dan biaya transaksi. Asymmetric information dapat membuat adverse selection dan moral hazard, yang menyebabkan biaya transaksi yang cukup tinggi, sehingga pada akhirnya
menyebabkan
inefisiensi.
Dengan
mengkhususkan
diri
pada
28 pengumpulan informasi, mengevaluasi proyek, membagi risiko, dan memberikan kemudahan serta likuiditas transaksi, sistem keuangan yang efisien akan meningkatkan tabungan dan dapat memperbaiki alokasi dana pada berbagai kemungkinan investasi. Pertumbuhan ekonomi mendorong perkembangan sektor keuangan. Pendapat ini menekankan pada peranan pasif dari sistem keuangan, dimana perkembangan sektor keuangan merupakan dampak dari aktivitas ekonomi secara keseluruhan. Ekspansi ekonomi secara terus menerus akan membutuhkan dukungan jasa sektor keuangan dengan instrumen-instrumen baru. Sistem keuangan kemudian mengadaptasi dalam upaya memenuhi permintaan pasar, terutama sektor riil. Pemikirian ini didukung oleh Gurley dan Shaw (1967), serta Goldsmith (1969). Investasi dan Penyusutan Penyusutan, k Output, f(k) Investasi, s2f(k) Investasi,s1f(k)
k1
k2
Modal per Pekerja,k
Sumber: Mankiw, 2003
Gambar 2.2. Model Solow Berdasarkan Gambar 2.2, ketika ada modal masuk yang diperoleh dari perkembangan pasar modal akan pembentukan modal tetap dalam negeri
29 meningkat dari k1 ke k2 (diasumsikan perkembangan pasar modal disebabkan oleh peningkatan penawaran saham baru). Peningkatan modal ini tentunya akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk berinvestasi lebih besar pada sektorsektor yang produktif sehingga terjadi efek yang positif pada pembangunan perekonomian dalam negeri. Peningkatan pada pembangunan ekonomi tentunya akan meningkatkan output nasional, dan peningkatan output tentunya akan mendorong pertumbuhan ekonomi (Mankiw, 2000).
2.6.2. Hubungan antara SBI dan SBIS dengan Pertumbuhan Ekonomi Mekanisme transmisi moneter di Indonesia menganut sistem moneter ganda. Sistem moneter ganda merupakan suatu sistem ekonomi yang menerapkan sistem konvensional dan sistem ekonomi syariah secara bersamaan. Alur mekanisme transmisi moneter dalam sistem moneter ganda seperti gambar 2.4 di bawah ini.
SBI
PUAB
INT
LOAN
SBIS
PUAS
PLS
FIN
INF/GDP Sumber : Ascarya (2009)
Gambar 2.3. Mekanisme Transmisi Moneter dalam Sistem Moneter Ganda Berdasarkan alur mekanisme transmisi moneter, kebijakan moneter dibagi menjadi dua jakur, yaitu SBI (jalur kebijakan moneter konvensional) dan SBIS (jalur kebijakan moneter syariah). SBI dan SBIS akan memengaruhi pasar uang
30 antar bank pada perbankan konvensional (PUAB) dan juga pada perbankan syariah (PUAS). Hal ini yang akan menimbulkan pengaruh pada tingkat suku bunga perbankan konvensional dan juga tingkat pengembalian syariah pada perbankan syariah. Kondisi ini akan mempengaruhi nilai nominal kredit dan pembiayaan yang akan disalurkan. Sehingga, kredit dan pembiayaan perbankan akan memengaruhi sasaran GDP (pertumbuhan ekonomi) dan inflasi.
2.6.3. Hubungan Antara Money Supply dengan Pertumbuhan Ekonomi Teori kuantitas uang menurut Ricardo adalah kuat lemahnya nilai suatu mata uang sangat bergantung pada jumlah uang beredar. Gambar di bawah ini menjelaskan hubungan antara jumlah uang beredar dengan pergeseran suku bunga bank.
MS1 r1
MS2
r2
MS1 MS2
MS,MD
Sumber: Mishkin, 2001
Gambar 2.4. Pertumbuhan Uang Pada Gambar 2.4. terlihat bahwa adanya kenaikan jumlah uang beredar menyebabkan kurva Money Supply (MS) bergeser ke kanan bawah menjadi MS2 Pergeseran kurva MS ini menyebabkan suku bunga (r) menurun menjadi r2. Dalam hal ini diasumsikan bahwa money demand (MD) adalah tetap. Sehingga
31 dengan adanya kenaikan MS, MD tidak mengalami perubahan. Penurunan suku bunga menyebabkan investasi meningkat. Dalam hal ini investasi di sektor perbankan menurun karena suku bunga yang rendah sehingga investor menginvestasikan dananya pada pasar modal. Kenaikan aktivitas investasi dalam pasar modal ini, akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena aliran modal yang mengalir digunakan untuk pembangunan ekonomi yang lebih baik lagi. .
2.6.4. Hubungan antara Exchange Rate dan Pasar Modal dengan Pertumbuhan Ekonomi Penentuan sistem nilai tukar merupakan suatu hal penting bagi perekonomian suatu negara karena hal tersebut merupakan satu alat yang dapat digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengisolasikan perekonomian suatu negara dari gejolak perekonomian global. Pada sistem nilai tukar tetap, besarnya nilai mata uang suatu negara ditentukan nilainya secara tetap terhadap alat tukar lain yang dianggap kuat. Sistem nilai yang disepakati di dalam perjanjian, yang kemudian dikenal menjadi sistem Bretton Woods, adalah penentuan nilai tukar mata uang negara secara tetap kepada mata uang kuat (Dollar US) dengan suatu mekanisme penyesuaian. Sistem nilai tukar Bretton Woods disusun untuk dua tujuan. Di satu pihak untuk menghindarkan diri dari kemungkinan terlalu berfluktuasinya nilai tukar mata uang negara yang menganut sistem mengambang bebas. Di lain pihak, sistem ini juga disusun untuk menghindarkan diri dari kemungkinan negara-negara melakukan devaluasi nilai mata uangnya untuk menyelesaikan masalah ketidakseimbangan neraca pembayaran yang dihadapinya.
32 Nilai tukar mempunyai peran dalam menyeimbangkan permintaan dan penawaran asset. Dalam teori ekonomi klasik (Dornbusch dan Fisher, 1980) dijelaskan bahwa pergerakan nilai tukar akan berdampak pada international competitiveness dan neraca perdagangan serta kepada real output dari suatu negara, yang selanjutnya akan berdampak pada cashflow dari perusahaan dan harga saham dari perusahaan tersebut. Kenaikan harga saham domestik mendorong individu untuk membeli lebih banyak aset domestik. Investor lokal yang ingin membeli lebih banyak aset domestik akan menjual aset asing yang menyebabkan mata uang mengalami apresiasi. Kenaikan kesejahteraan akibat kenaikan harga aset domestik akan mendorong investor meningkatkan permintaan uang yang pada gilirannya akan meningkatkan tingkat bunga domestik. R
LM BP1
B R׳
BP
R0 *
IS1
A
Y
Y׳
IS
Y Y1 Gambar 2.5. Model Mundell-Fleming dalam Perekonomian Terbuka Kurva BP menunjukkan identitas akuntansi neraca pembayaran. Ini merupakan mekanisme yang menyeimbangkan pasar modal dan keuangan internasional. Negara yang memiliki current account negatif, akan meminjam uang dari luar negeri. Kurva BP yang berslope slightly upward mengikuti asumsi
33 imperfect capital mobility. Kurva LM menggambarkan tingkat pendapatan (Y) dan tingkat bunga (R) keseimbangan yang mungkin tercapai dalam pasar uang domestik. Keseimbangan pasar uang akan konsisten lebih tinggi jika bank sentral melakukan penawaran uang tetap. Sehingga kurva LM mempunyai slope upward. Kurva IS mencerminkan keseimbangan antara tabungan dan investasi dalam perekonomian. Perusahaan akan meminjam lebih banyak ketika tingkat bunga rendah (lebih murah) sehingga pengeluaran (output) dalam keseimbangan menjadi lebih tinggi. Kenaikan harga-harga saham akan meningkat tingkat pengeluaran pada tingkat bunga tertentu (Kurva IS bergeser ke kanan IS1). Kurva LM tidak terpengaruh perubahan harga-harga saham. Sehingga, pegaruh positif kenaikan harga-harga saham adalah keseimbangan baru dengan output dan tingkat bunga yang lebih tinggi di titik B. Keseimbangan baru yang berada di atas kurva BP menegaskan bahwa untuk setiap output tertentu tingkat bunga yang terjadi adalah lebih tinggi dari sebelumnya. Tingkat bunga yang lebih tinggi ini menarik aliran modal asing masuk (R > R*). Meningkatnya aliran modal asing yang masuk akan menghasilkan nilai surplus pada neraca pembayaran (BP > 0). Penyesuaian neraca modal dapat berlangsung cepat dalam pasar yang mempunyai mobilitas tinggi. Keseimbangan baru di titik B juga mempunyai tingkat pendapatan (Y) lebih tinggi. Hal ini konsisten dengan pengeluaran yang lebih tinggi dari perekonomian domestik dan luar negeri yang berakibat kenaikan impor dan memburuknya current account. Meski impor tidak segera menyesuaikan diri secepat pasar modal dalam jangka pendek. Dengan demikian, pengaruh surplus neraca modal lebih besar daripada pengaruh defisit, sehingga secara keseluruhan
34 neraca pembayaran adalah surplus. Ini merupakan alasan kenapa titik B di atas kurva B. Untuk mencapai keseimbangan pasar internasional, penyesuaian neraca pembayaran memerlukan jalur nilai tukar ketika harga tetap. Kenaikan nilai tukar (depresiasi mata uang) menyebabkan memburuknya current account dan neraca pembayaran kembali ke nol. Kenaikan nilai tukar sejalan dengan pergeseran kurva BP ke atas (BP ke BP1). Keseimbangan akhir semua pasar tercapai pada titik B (R1,Y1). Keseimbangan baru ini konsisten dengan tingkat pengeluaran, tingkat bunga, nilai tukar domestik, dan harga-harga saham yang lebih tinggi. Posisi BOP (Balance of Payment) akan sangat berpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing. BOP mencerminkan arus uang masuk dan keluar dari suatu negara. BOP surplus mencerminkan adanya aliran valuta asing yang masuk dalam perekonomian negara tersebut baik melalui transaksi barang dan jasa maupun asset, sehingga menyebabkan bertambahnya valuta asing dinegara tersebut dan mengakibatkan terjadinya apresiasi mata uang domestik terhadap mata uang asing. Sedangkan BOP yang defisit menandakan telah terjadinya aliran dana keluar neto keluar negeri sehingga terjadi exsess demand terhadap valuta asing dan hal inilah yang mengakibatkan melemahnya mata uang domestik. Mishkin (2001) menjelaskan pengaruh kenaikan harga-harga saham terhadap pengeluaran. Pengaruh ini berawal ketika kenaikan harga saham meningkatkan investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Nilai equiti perusahaan meningkat dengan adanya kenaikan harga saham, sedangkan dalam jangka pendek harga-harga equipment tidak berubah. Akibatnya investasi menjadi lebih murah
35 dan perusahaan terdorong melakukan investasi lebih banyak lagi. Dengan demikian, investasi merupakan fungsi dari harga saham: I = f(R,SP)
(2.1)
SP = f(Y,INF,E)
(2.2)
Dimana: I
: investasi
SP
: harga-harga saham
R
: tingkat bunga pinjaman
Y
: output
INF
: inflasi
E
: nilai tukar
Dari fungsi tersebut, dijelaskan bahwa harga saham memiliki pengaruh positif terhadap investasi. Sedangkan tingkat bunga pinjaman berpengaruh negative terhadap investasi. Berdasarkan persamaan 2.1, dijelaskan bahwa output nasional berpengaruh positif terhadap harga saham. Sedangkan inflasi dan nilai tukar berpengaruh negatif terhadap harga saham.
2.7.
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu telah mengkaji berbagai hubungan antara
perkembangan pasar modal dengan kebijakan moneter serta pertumbuhan ekonomi negara. Diantaranya dalam jurnal ekonomi pembangunan (Hardianto, 2006) disebutkan bahwa variabel ekonomi moneter sebaiknya menjadi perhatian kalangan industri properti agar dapat lebih memahami dengan tepat dinamika
36 harga saham properti di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa adanya respon yang muncul antara pergerakan harga saham dengan variabel moneter. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Edi Sumanto (2006) yang berjudul “Analisis Pengaruh Perkembangan Pasar Modal terhadap Perekonomian Indonesia”. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa kapitalisasi saham
pasar
modal merupakan salah satu sumber pembiayaan yang dapat memacu produktivitas investasi dalam perekonomian dan berpengaruh positif terhadap perekonomian nasional. Koefsien parameter dugaan yang digunakan dalam menunjukkan kapitalisasi pasar modal, yaitu: exchange-rate, IHSG, nilai kapitalisasi saham, dan dummy crisis. Dalam Maisya Natassyari (2006) dengan judul “Analisis Hubungan Pasar Modal dengan Nilai Tukar, Cadangan Devisa dan Ekspor Bersih”, menganalisis hubungan pasar modal yang diukur melalui perubahan indeks harga saham gabungan (IHSG) dengan nilai tukar, cadangan devisa dan ekspor bersih. Jika terjadi peningkatan pada nilai tukar nominal maka nilai tukar riil akan terdepresiasi. Depresiasi nilai tukar ini akan mengakibatkan meningkatnya daya saing barang-barang domestik di pasar internasional. Peningkatan daya saing barang-barang
domestik
terhadap
barang-barang
luar
negeri
ini
akan
meningkatkan ekspor, meningkatkan cadangan devisa dan menyebabkan surplus neraca pembayaran. Hasil estimasi VECM, dalam jangka pendek nilai tukar mempunyai hubungan positif dengan IHSG, sedangkan cadangan devisa dan ekspor bersih mempunyai hubungan negatif. Dalam jangka panjang terdapat hubungan positif antara IHSG dengan nilai tukar, cadangan devisa, dan ekspor bersih. Variabel yang paling berpengaruh terhadap IHSG adalah ekspor bersih.
37 Penelitian Gilman Pradana Nugraha (2007) yang berjudul “Analisis Pengaruh
Perkembangan
Pasar
Modal
terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi
Indonesia”. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa dalam jangka pendek, kapitalisasi pasar saham (KAP) signifikan berpengaruh terhadap investasi riil (INVR) dan produk domestik bruto riil (GDPR). Hal ini mengindikasikan perkembangan pasar modal dalam jangka pendek mampu mempengaruhi perilaku investasi riil dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk estimasi jangka panjang, penelitian tersebut menunjukkan bahwa seluruh variabel ekonomi yang digunakan (INVR, IHSG, NSP, RER) signifikan mempengaruhi pertumbuhn ekonomi pada jangka panjang. Selain itu pada investasi riil, seluruh variabel yang digunakan (GDPR, KAP, IHSG, NSP, RER) signifikan mempengaruhi investasi riil Indonesia jangka panjang. Hasil estimasi VECM yang digunakan menunjukkan adanya trade-off antara perkembangan pasar modal dengan perkembangan investasi riil danpertumbuhan ekonomi. Penelitian Mario Dwi Putra (2009) yang berjudul “Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap Volatilitas Return di Pasar Saham Bursa Efek Indonesia”, melihat adanya dinamika dari suku bunga dan jumlah uang beredar. Penelitian tersebut menunujukkan bahwa pada indeks harga saham gabungan sebagai indikator di pasar saham dipengaruhi oleh jumlah uang beredar dan suku bunga. Pada analisis tiap sektor di pasar saham, sektor industri barang konsumsi, pertanian dan pertambangan dipengaruhi suku bunga dan jumlah uang beredar. Pada sektor industri dasar, keuangan dan properti hanya jumlah uang beredar yang mempunyai pengaruh, sedangkan suku bunga tidak berpengaruh. Suku bunga dan jumlah uang beredar mempunyai pengaruh yang berbeda pada tiap sektor, selain
38 itu jumlah uang beredar lebih dominan mempengaruhi volatilitas return di pasar saham. Hal ini dapat dilihat dari pengaruhnya terhadap beberapa sektor, dimana jumlah uang beredar lebih banyak mempengaruhi volatilitas return sektor-sektor di pasar saham bila dibandingkan dengan suku bunga. Penelitian Adji Subekti (2009) mengenai dampak krisis finansial terhadap variabel makroekonomi. Bermula dari krisis kredit macet perumahan dengan resiko tinggi (subprime mortgage) di Amerika pada semester akhir 2007 mengakibatkan krisis finansial global. Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya moral hazard yang menyebabkan terjadinya deregulasi finansial yang kurang mengindahkan faktor keamanan sektor keuangan dalam jangka panjang. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa otoritas moneter perlu berhati-hati dalam melakukan intervensi karena kebijakan moneter lebih responsif dibandingkan dengan kebijakan fiskal. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang positif antara IHSG dengan pendapatan nasional. Krisis finansial global dengan jalur finansial, mengakibatkan penarikan modal asing, sehingga saham domestic berada dalam kondisi kontraksi. Kontraksi ini mengakibatkan depresiasi rupiah. Akibat lebih jauh dari kontraksi pasar modal adalah penurunan pendapatan nasional. Penelitian Muhammad Anditia Putra Pratama (2011) dengan judul, “Analisis Pengaruh Suku Bunga dan Nilai Tukar Terhadap Volatilitas dan Return pada Indeks Saham Sektoral Di Bursa Efek Indonesia”, melalui metode ARCH/GARCH. Penelitian tersebut membahas analisis pengaruh nilai tukar US$/Rupiah dan tingkat suku bunga terhadap return dan volatilitas Indeks Harga Saham Gabungan dan tiap sektor di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian
39 tersebut ditemukan bahwa perubahan tingkat suku bunga signifikan negatif mempengaruhi return beberapa indeks saham (indeks gabungan, keuangan, perdagangan, pertambangan, dan properti). Hal tersebut berarti jika ada kenaikan tingkat suku bunga yield maka investor mengalihkan dananya ke pasar uang (obligasi pemerintah) yang lebih menguntungkan. Penelitian oleh Novia Handayani Syukma pada tahun 2011 yang menganalisis faktor-faktor makroekonomi yang memengaruhi return saham syariah batu bara yang terdaftar dalam JII. Dengan metode ARCH/GARCH. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Customer Price Index (CPI), nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, Industrial Production Index (IPI) dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpengaruh terhadap return saham BUMI dan PTBA. Sedangkan jumlah uang beredar (M2) dan suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap return BUMI dan PTBA. Penelitian oleh Irfan Syauqi Beik pada tahun 2011 dalam jurnal ekonomi, yang menunjukkan bahwa JII paling stabil diantara indeks saham lainnya seperti yang ada di Amerika dan Malaysia. Metode yang digunakan adalah VAR-VECM. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa krisis keuangan yang dipicu oleh kredit subprime di Amerika telah memengaruhi banyak negara di dunia termasuk Indonesia. Hal ini mengakibatkan kondisi keuangan yang semakin memburuk dalam beberapa bulan terakhir. Penelitian ini berupaya untuk menganalisis pasar bursa syariah di Indonesia yaitu Jakarta Islamic Index (JII) dalam kaitannya dengan bursa syariah dan konvensional yang ada di Malaysia dan Amerika Serikat (AS). Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan jangka panjang antara pasar modal Indonesia dengan Malaysia dan AS. Kondisi ini akan memberikan
40 alternatif investasi bagi para investor. Sedangkan dalam perspektif Indonesia, kondisi ini harus menjadi kesempatan untuk mempromosikan pasar modal sebagai tujuan potensi investasi yang menguntungkan. Dalam jangka pendek, JII adalah yang paling berpengaruh terhadap shock yang terjadi di pasar lain. Selain itu, JII merupakan pasar modal yang paling stabil. Penelitian oleh Gozali Maskie (2012) Program Pascasarjana Universitas Brawijaya mengenai analisis pengaruh kebebasan ekonomi dan variabel moneter terhadap harga saham di lima negara ASEAN. Hasil penelitian menunjukkan ada sembilan variabel yang memiliki pengaruh terhadap harga saham di ASEAN, lima variabel berpengaruh positif yaitu ukuran pemerintah, kebebasan fiskal, kebebasan finansial, kebebasan moneter, dan kebebasan perdagangan, empat variabel berpengaruh negatif yaitu kebebasan bisnis, hak kepemilikan, suku bunga dan inflasi. Sedangkan kebebasan dari korupsi,kebebasan investasi, nilai tukar, dan jumlah uang beredar tidak berpengaruh terhadap harga saham. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara aspek institusional suatu negara dengan harga saham di negara tersebut. Ini ditunjukkan oleh keterkaitan antara kebebasan ekonomi dengan harga saham di lima negara ASEAN. Fenomena moneter juga tidak bisa dilepaskan dari perkembangan harga saham dimana suku bunga dan inflasi yang tinggi akan menyebabkan penurunan dalam harga saham.
2.8.
Kerangka Pemikiran Pemulihan ekonomi global yang disertai dengan perbaikan persepsi risiko
memicu optimisme di pasar finansial dan pasar komoditas. Pertumbuhan ekonomi yang baik di suatu negara mencerminkan adanya perbaikan financial yang dapat
41 kita lihat dari aktivitas pasar modal. Dalam era globalisasi saat ini, kinerja pasar modal telah menjadi bagian penting dari perekonomian di suatu negara. Pasar modal merupakan pasar sekuritas jangka panjang yang dapat menstimulus perekonomian. Berkembangnya pasar modal syariah dapat diukur dari indeks harga saham dan volume transaksinya (Utami dan Rahayu, 2003). Berdasarkan teori-teori yang digunakan maka dapat dilihat hubungan antara pasar modal dengan variabel-variabel moneter tersebut. Dengan acuan beberapa penelitian terdahulu tersebut, penulis membuat kerangka pemikiran sebagai berikut: Kapitalisasi Pasar Saham Syariah
Nilai Perdagangan Saham Syariah
JII
Perkembangan Pasar Modal Syariah Indonesia
GDP
Variabel Moneter
SBI
SBIS
M2
XR
Gambar 2.6. Kerangka Pemikiran Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, penelitian ini difokuskan untuk menganalisis dinamika interaksi antara variabel moneter dan pasar modal syariah
42 terhadap pertumbuhan ekonomi (GDP). Perkembangan pasar modal syariah diukur melalui kapitalisasi saham syariah, Jakarta Islamic Index (JII), dan nilai perdagangan saham syariah. Perubahan dari variabel-variabel tersebut akan berpengaruh pada stabilitas perekonomian maupun stabilitas politik dan keamanan Indonesia yang merefleksikan tingkat kepercayaan pelaku ekonomi terhadap kondisi domestik. Perkembangan pasar modal akan berpengaruh pada variabelvariabel moneter seperti SBI, SBIS, pertumbuhan uang (M2), dan exchange rate (XR).
III. 3.1.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder berupa
time series bulanan dari Januari 2007 sampai dengan Desember 2011. Data-data yang digunakan pada penelitian ini yaitu mengenai data pertumbuhan ekonomi (GDP), harga indeks pada JII, nilai kapitalisasi saham syariah, dan nilai perdagangan saham syariah yang kemudian dikaitkan dengan variabel moneter, seperti: SBI (Sertifikat Bank Indonesia), SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah), jumlah uang beredar (M2), dan Exchange Rate (XR). Data tersebut diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI), Statistik Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia (SEKI-BI), Badan Penanaman Modal (Bapepam), Departemen Keuangan Republik Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS), dan instansi-instansi terkait lainnya.
3.2.
Metode Interpolasi Metode interpolasi dapat membantu dalam memperbaiki tingkat kerapatan
suatu data. Dengan metode interpolasi ini, sebuah data dengan kerapatan titik pengamatan yang kurang baik, dapat kita perbaiki sehingga kerapatan titik pengamatan data tersebut menjadi lebih baik, sehingga data menjadi lebih akurat dalam penginterpretasian data. Dalam interpolasi, rumusan dari setiap metode merupakan pendekatan perhitungan dari perbandingan nilai suatu titik terkait dengan nilai titik lainnya pada sebaran data yang sama terhadap jarak antar titik tersebut secara matematis.
44
Artinya, ketika ada perbedaan harga nominal yang dilibatkan pada perhitungan tersebut, maka nilai dari hasil perhitungan tersebut akan berbeda walaupun titik dan metode yang digunakan adalah sama. Penggunaan metode ini dalam penelitian untuk mengasilkan data GDP bulanan. Hal ini dikarenakan data GDP yang diperoleh berupa data triwulan. Metode interpolasi dapat dioperasikankan melalui Eviews 6.
3.3.
Metode Analisis Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisi yang bersifat deskriptif dan kuantitatif dengan menggunakan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Granger Causality (Kausalitas Granger), Vector Auto Regression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM) dalam mengolah beberapa data time series. Penelitian ini fokus pada analisis kecepatan atau time lag dan kekuatan respons suatu variabel terhadap shock variabel lainnya dalam sistem VAR. Sementara itu, hubungan antar variabel dalam model ini merupakan hubungan kausalitas dua arah atau hubungan timbal balik/model resiprokal. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Vector Autoregression (VAR) apabila data yang digunakan telah stasioner pada tingkat level. Namun bila data belum stasioner pada tingkat level, maka analisis yang dilakukan akan disesuaikan yaitu dengan menggunakan metode Vector Error Corection Model (VECM). Hal ini perlu dilakukan karena bila kita meregresikan variabel-variabel yang tidak stasioner maka akan menimbulkan fenomena spurious regression (regresi palsu). Penggunaan metode ini diharapkan dapat
45
merepresentasikan bagaimana pasar modal syariah dan kebijakan moneter di Indonesia dapat memberikan dampak kepada GDP.
3.3.1. Variabel dan Definisi Operasional Untuk melihat bagaimana respon variabel moneter dengan perkembangan pasar modal syariah di Indonesia yang digambarkan melalui kapitalisasi saham syariah dan Jakarta Islamic Index. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
SBI dan SBIS menggambarkan risk free rate dimana yang digunakan dalam penelitian ini tingkat riil berupa data bulanan dan dinyatakan dalam satuan persen.
b.
M2 menunjukkan jumlah uang beredar luas yang terdiri dari uang kartal, uang giral, dan uang kuasi.
c.
XR menunjukkan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS (Rp/USD).
d.
KS merupakan kapitalisasi saham syariah, yaitu nilai rata-rata saham syariah domestik yang tercatat
e.
JII menggambarkan market return dan merupakan cerminan indeks saham syariah.
f.
NPS merupakan nilai perdagangan saham syariah secara keseluruhan dalam data bulanan.
g.
GDP menunjukkan nilai Gross Domestic Product
yang berlaku di
Indonesia. Nilai kapitalisasi saham syariah (KS) memiliki definisi operasional sebagai jumlah seluruh saham yang tercatat maupun yang telah diperdagangkan di pasar
46
modal syariah. Penggunaan kapitalisasi saham syariah pada JII karena penelitian ini menggunakan data dari Januari 2007 hingga Desember 2011, data yang tersedia di BEI adalah data kapitalisasi saham pada JII. Sedangkan indeks harga JII merupakan suatu besaran yang menunjukkan perubahan harga rata-rata saham syariah yang ada di pasar modal dibandingkan dengan harga saham pada saat penawaran perdananya (Initial Public Offering) . Melalu variabel operasional tersebut, bentuk pemodelan dalam penelitian ini, yaitu: GDP
= β0 + β1 JII + β2 KS + β3 NPS + β4 SBI + β5 SBIS + β6 M2 + β7 XR + Ut
(3.1)
3.3.2. Metode Granger Causality (Kausalitas Granger) Studi kausalitas ditujukan untuk mengukur kekuatan hubungan antar variabel dan menunjukkan arah hubungan sebab akibat yaitu X menyebabkan Y, Y menyebabkan X, atau X menyebabkan Y dan Y juga menyebabkan X. Uji kausalitas Granger dipercaya jauh lebih bermakna dari uji korelasi biasa. Penggunaan uji kausalitas Granger dapat mengetahui beberapa hal, sebagai berikut:
Apakah X mendahului Y, apakah Y mendahului X, atau hubungan X dan Y timbal balik.
Suatu variabel X dikatakan menyebabkan variabel lain Y, apabila Y saat ini diprediksi lebih baik dengan menggunakan nilai-nilai masa lalu X.
Asumsi dalam uji ini adalah bahwa X dan Y dianggap sepasang data runtut waktu yang memiliki kovarians linier yang stasioner.
47
Persamaan kausalitas Granger ini secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: Yt
=∑
Yt-1 + ∑
Xt-j + vtiX
Y jika bj > 0
(3.2)
Yt
= ∑ Xt-1 + ∑
Xt-j + utiX
X jika dj < 0
(3.3)
3.3.3. Model Vector Auto Regression (VAR) Christopher Sims (Gujarati, 2003) berpendapat, jika memang terdapat hubungan yang simultan antar variabel yang diamati, variabel tersebut perlu diperlakukan sama, sehingga tidak ada lagi variabel endogen dan eksogen. Berdasarkan pemikiran inilah Sims memperkenalkan konsep yang disebut Vector Auto Regression (VAR). Model VAR mengganggap bahwa semua variabel adalah endogen, secara formulatif dapat ditulis sebagai berikut : ∆ Xt = α + Σ3i=1Ai ∆ Xt-1 + υt, E(υt, υs) = Ω , jika t ≠ s
(3.4)
Dimana Ai matriks kuadrat ; υt menunjukkan rata-rata vektor zero, tidak ada korelasi variabel, dan kesejajaran matriks varian Ω, diasumsikan positif dan simetris ; α adalah 3 x 1 vektor kolom dari parameter-parameter ; vektor Xt adalah variabel-variabel endogen di atas. Setiap metode analisis memiliki kelebihan dan kekurangan. Pertama, kelebihan dari metode ini menurut Gujarati (2003) antara lain sebagai berikut : 1.
Metode sederhana tanpa harus membedakan variabel endogen dan eksogen.
2.
Estimasi sederhana, dimana metode OLS dapat diaplikasikan pada tiap-tiap persamaan secara terpisah.
48
3.
Terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan semu (spurious variable endogenity dan exogenity) dalam model ekonometrika konvensoinal karena bekerja berdasarkan data yang ada. Dengan begitu, metode ini dapat menghindarkan peneliti dari penafsiran yang salah.
4.
Hasil perkiraan (forecast) yang diperoleh dengan metode ini dalam banyak kasus lebih bagus dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan menggunakan model persamaan simultan yang kompleks sekalipun.
5.
Analisis VAR merupakan alat analisis yang sangat berguna dalam memahami adanya hubungan timbal balik (interrelationship) antara variabel-variabel ekonomi dan dalam pembentukan model ekonomi berstruktur. Sementara itu, kelemahan dari metode Vector Auto Regression (VAR)
antara lain sebagai berikut : 1.
Tidak dilandasi teori tentang hubungan antarvariabel (model non struktural).
2.
Tujuan utama model ini untuk peramalan, maka kurang sesuai untuk analisis kebijakan.
3.
Pemilihan banyaknya lag yang diinginkan dalam persamaan dapat menimbulkan permasalahan.
4.
Interpretasi koefisien yang didapat berdasarkan model VAR tidak mudah. Enders (2004) memformulasikan sistem tradisional bivarat order pertama
sebagai berikut: yt = b10 – b12zt + γ11 zt-1 + γ12 zt-1 + εyt
(3.5)
zt = b20 – b21yt + γ21 yt-1 + γ22 yt-1 + εzt
(3.6)
49 Dengan asumsi kedua variabel yt dan zt stasioner, εyt dan εzt merupakan white noise disturbance dengan standar deviasi σy dan σz, serta εyt dan εzt tidak berkorelasi white noise disturbance. Sementara itu, bentuk standar dari persamaan di atas pun dapat ditulis sebagai berikut: yt = a10 – a11yt-1 + a12 zt-1 + eyt
(3.7)
zt = a20 – a21yt-1 + a22 zt-1 + ezt
(3.8)
Dalam analisis VAR terdapat asumsi yang harus dipenuhi, yaitu semua peubah tak bebas harus bersifat stasioner dan semua sisaan harus bersifat white noise, yaitu memiliki rataan nol, ragam konstan dan diantara variabel tak bebas tak ada autokorelasi. Bentuk model penelitian dari berkembangnya pasar modal syariah dan kebijakan moneter yang berlaku dalam memengaruhi perekonomian Indonesia adalah: 11
1
1 31
=
[
]
+
[
[
]
]
[
13
1
1
1
1
1
3
3
3
3
3
-
3 3
33
1
3
1
3
1
3
1
3
1
3
-
+
+
-
]
-
[
-
]
50
3.3.4. Vector Error Correction Model (VECM) Vector Error Correction Model atau VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi (Enders, 2004). Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner pada level, tetapi terkointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. VECM karena itu sering disebut sebagai desain VAR bagi series non-stasioner
yang
memiliki
hubungan
kointegrasi.
Kointegrasi
adalah
terdapatnya kombinasi linear antara variabel yang non stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama (Enders, 2004). Dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan setelah dilakukan pengujian kointegrasi pada model yang digunakan. Data time series biasanya memiliki tingkat stasioneritas pada perbedaan pertama (first difference) atau I(1). Digunakan VECM apabila ternyata data yang digunakan memiliki derajat stasioneritas untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang. Caranya adalah dengan mentransformasi persamaan awal pada level menjadi persamaan baru sebagai berikut : Δyt = b10 + b11Δyt-1 + b12Δzt-1 – λ(yt-1 – a10 – a11 yt-2 – a12 zt-1 ) + εyt
(3.9)
Δzt = b20 + b21Δyt-1 + b22Δzt-1 – λ(yt-1 – a20 – a21 yt-1 – a22 zt-2 ) + εyt
(3.10)
dimana a merupakan koefisien regresi jangka panjang, b merupakan koefisien regresi jangka pendek, λ merupakan parameter koreksi error, dan persamaan dalam tanda kurung menunjukkan kointegrasi di antara variabel y dan z. Ketika dua atau lebih variabel yang terlibat dalam suatu persamaan pada data level tidak stasioner maka kemungkinan terdapat kointegrasi pada persamaan tersebut. Jika setelah dilakukan uji kointegrasi terdapat persamaan kointegrasi
51
dalam model yang digunakan maka dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Kebanyakan data time series stasioner pada perbedaan pertama. Maka untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang dalam penelitian ini akan digunakan model VECM. VECM standar didapat dari model VAR dengan dikurangi xt-1. Adanya hubungan kointegrasi di antara kedua variabel mengisyaratkan bahwa sebuah formulasi error pada metode VAR dapat diestimasi.
3.4.
Analisis Perilaku Data
3.4.1. Uji Stasioneritas Salah satu syarat dalam analisis VAR adalah data yang stasioner. Uji stasioneritas ini perlu dilakukan, karena suatu analisa regresi sebaiknya tidak dilakukan apabila data yang digunakan tidak stasioner. Data yang tidak stasioner akan memunculkan masalah autokorelasi. Analisis regresi data time series menghasilkan R2 padahal koefisien regresi tidak signifikan, masalah ini disebut regresi semu atau spurious regression. Asumsi stasioneritas ini mempunyai konsekuensi penting untuk menterjemahkan data dalam model ekonomi, karena data yang stasioner akan tidak terlalu bervariasi dan cenderung mendekati nilai rata-ratanya
(Gujarati,
2003).
Uji
stasioneritas
data
dilakukan
dengan
menggunakan uji akar-akar unit (unit root test), uji derajat integrasi (integration test), dan Augmented Dicky Fuller test (ADF) test. Data bersifat stasioner apabila nilai
mutlak ADF lebih besar dari nilai kritis (Crtical Value test).Unit root
stochastic process dimulai dengan model berikut: Yt = ρ Yt-1 - Yt-1 + ε t
-1≤ ρ ≤ + 1
(3.11)
52 dimana ɛt adalah white noise error term. Jika ρ = 1 maka disebut unit root artinya nonstasionary stochastic process. Manipulasi (3.11) dengan cara mengurangkan Yt-1 pada kedua sisi menghasilkan persamaan Yt - Yt-1 = ρ Yt-1 - Yt-1 + εt = (ρ-1) Yt-1 + εt ΔYt
= δ Yt-1 + εt
Secara praktis uji hipotesis nol adalah δ = . Jika δ =
(3.12) atau ρ = 1 maka
dapat dinyatakan mengandung unit root, artinya time series adalah non-stasioner. Apabila δ =
atau ρ = 1 maka persamaan (3.12) dapat ditulis menjadi:
Yt - Yt-1 = Yt-1 - Yt-1 + εt ΔYt = εt
(3.13)
merukapan white noise error term menjadi stasioner, artinya stasioner pada kondisi first difference.
3.4.2. Uji Lag Optimum Tahap kedua yang harus dilakukan dalam membentuk model VAR yang baik adalah menentukan panjang lag (ordo) optimal. Penentuan lag optimal dapat diidentifikasi dengan menggunakan Akaike Info Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), Hannan-Quinn Criterion (HQ), dan sebagainya. Penentuan lag optimal dapat juga dilakukan dengan membandingkan Adjusted R2 variabel VAR dari masing-masing kandidat selang. Selang optimal akan dipilih dari sistem VAR dengan selang tertentu yang menghasilkan nilai Adjusted R2 terbesar pada variabel-variabel penting di dalam sistem. Pada metode
53
VAR, lag yang terlalu panjang akan membuang derajat bebas dengan percuma dan lag yang terlalu pendek dapat menyebabkan spesifikasi model yang salah.
3.4.3. Uji Kointegrasi ( Cointegration Approach ) Uji kointegrasi merupakan lanjutan dari uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi. Uji kointegrasi dimaksudkan untuk mengetahui perilaku data dalam jangka panjang antar variabel terkait apakah berkointegrasi atau tidak seperti yang dikehendaki oleh teori ekonomi. Untuk dapat melakukan uji kointegrasi, harus yakin terlebih dahulu bahwa variabel-variabel yang terkait dalam pendekatan ini mempunyai derajat integrasi yang sama atau tidak. Implikasi pentingnya jika dua variabel atau lebih mempunyai derajat integrasi yang berbeda, misal: X=1(1) dan Y=1 (2), maka kedua variabel tersebut tidak dapat berkointegrasi. Cara pengujiannya adalah dengan menguji residualnya berintegrasi atau tidak. Apabila residualnya berintegrasi, berarti data tersebut sudah memenuhi prasyarat dalam pembentukan dan estimasi model dinamis. Untuk melakukan uji kointegrasi dilakukan dengan beberapa macam uji, yaitu: Engle-Granger test (EG), Augmented Engle-Granger (AEG) test , dan Cointegrating Regression Durbin Watson (CRDW). Namun, pada penelitian ini, penulis hanya akan menggunakan Cointegrating Regression Durbin-Watson (CRDW). Caranya adalah dengan meregres variabel dependen dengan variabel independen, setelah nilai DW diketahui, maka DW dibandingkan. Apabila nilai DW hitung lebih besar dari DW tabel maka variabel tersebut telah berkointegrasi, yang artinya antar variabel-variabel tersebut dalam jangka panjang terjadi hubungan yang equilibrium (Gujarati,2003).
54
Dalam penelitian ini untuk menguji apakah kombinasi variabel yang tidak stasioner terkointegrasi dapat diuji dengan menggunakan uji kointegrasi Johansen, yang ditunjukkan oleh persamaan matematis berikut ini : Δyt = β0 + πyt-1 + ∑
i Δyt-1
+ εt
( 3.14 )
Persamaan tersebut terkointegrasi jika trace statistic > critical value. Dengan demikian hipotesis yang terjadi adalah tolak H0 atau terima H1, yang artinya terjadi kointegrasi. Tahapan analisis dilanjutkan dengan analisis Vector Error Correction Model (VECM) setelah jumlah persamaan yang terkointegrasi telah diketahui.
3.4.4. Impulse Response Function (IRF) Estimasi dengan menggunakan VECM untuk lebih lanjut dapat dilihat dari IRF. IRF menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap guncangan dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. Fungsi dari impulse response ini untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap variabel tertentu apabila terjadi guncangan atau shock suatu variabel. Fungsi yang kedua adalah untuk mengetahui besarnya nilai guncangan terhadap variabel yang ada. Analisis fungsi impuls respon (Impulse Response Function) atau disingkat dengan IRF dalam analisis ini dilakukan untuk menilai respon dinamik pasar modal syariah yang ditinjau dari sisi JII terhadap guncangan (shock) variabel jumlah uang beredar (M2), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), GDP, dan exchange rate. Impulse Response Function sementara itu bertujuan untuk mengisolasi suatu guncangan agar lebih spesifik
55
artinya suatu variabel yang dapat dipengaruhi oleh shock atau guncangan tertentu. Shock spesifik tersebut tidak dapat diketahui melainkan shock secara umum apabila suatu variabel tidak dapat dipengaruhi oleh shock.
3.4.5. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya adalah FEVD. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR. Metode ini dapat melihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel dalam memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. Peramalan dekomposisi varian memberikan informasi mengenai persen peran masing-masing guncangan terhadap variabilitas tertentu atau menelaah sumber-sumber fluktuasi pada suatu variabel tertentu. Metode ini merinci ragam dari peramalan galat menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Uji yang dikenal dengan The Cholesky Decomposition ini digunakan untuk menyusun perkiraan error varians suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara error variance sebelum dan sesudah terjadinya shock yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari variabel lain.
IV. 4.1.
GAMBARAN UMUM
Struktur Organisasi dan Pelaku Pasar Modal di Indonesia Berdasarkan bidang tugasnya, pelaku pasar modal dikelompokkan
meanjadi: pengawas, penyelenggara, pelaku utama, dan lembaga profesi penunjang pasar modal.untuk tugas pengawasan, secara resmi dilakukan oleh Bapepam-LK seperti yang tertera pada UU No.8/1995 tentang Pasar Modal. Penyelenggara bursa dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia. Para pelaku utama dari pasar modal antara lain: emiten, investor, underwriter, pialang, manajer investasi, dan penasihat investasi. Secara struktural struktur pasar modal Indonesia ditunjukkan dalam gambar 4.1. Menteri Keuangan Bapepam-LK
Badan Usaha
Reksa Dana
Perusahaan Efek Lembaga Penunjang Pasar Modal
Bursa Efek Indonesia KPEI, KSEI, PEFINDO
Profesi Penunjang
Perusahaan Efek Lembaga Penunjang Pasar Modal Profesi Penunjang Pemodal/ Masyarakat
Agen Penjualan Pasar Perdana Sumber: Kementrian Keuangan RI
Gambar 4.1. Struktur Pasar Modal Indonesia
Agen/ Sub Agen Pasar Sekunder
57
4.2.
Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia Langkah awal perkembangan pasar modal syariah di Indonesia mulai
dengan diterbitkannya reksadana syariah pada 25 Juni 1997 diikuti dengan diterbitkannya obligasi syariah pada akhir tahun 2002 dan pada tanggal 3 Juli 2000 telah hadir Jakarta Islamic Index (JII), dimana saham-saham yang tercantum di dalam indeks ini sudah ditentukan oleh Dewan Syariah. Untuk bisa masuk dalam JII antara lain perusahaan tidak boleh bergerak dibidang tembakau, alkohol, perjudian, pelacuran, pornografi, makanan dan minuman yang diharamkan, lembaga keuangan ribawi dan lain-lain. Secara formal, peluncuran pasar modal dengan prinsip-prinsip syariah Islam dilakukan pada Maret 2003. Pada kesempatan itu ditandatangani Nota kesepahaman antara Bapepam dan Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia (DSN-MUI), yang dilanjutkan dengan nota kesepahaman antara DSNMUI dengan SROs (Self Regulatory Organozations). Bapepam-LK telah menerbitkan Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep-325/BL/2007 tentang Daftar Efek Syariah. Kepetusan tersebut diterbitkan pada tanggal 12 September 2007. Dikeluarkannya keputusan tersebut adalah tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah, lampiran Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep-314/BL/2007. Daftar Efek Syariah sebagaimana termuat dalam keputusan tersebut di atas merupakan panduan investasi bagi reksa dana syariah dalam menempatkan dana kelolaannya. Selain itu, daftar efek syariah ini juga dapat dipergunakan oleh investor yang mempunyai keinginan untuk berinvestasi pada portofolio efek syariah. Pada tanggal 3 Desember 2007, Bapepam-LK kembali
58
menerbitkan Keputusan Ketua Bapepam-LK tentang Daftar Efek Syariah melalui Keputusan
Nomor:
Kep-386/BL/2007
tanggal
30
November
2007.
Dikeluarkannya keputusan tersebut adalah dalam rangka melakukan updating atas Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep-325/BL/2007 tanggal 12 September 2007. 300 250 200 Periode 1
150
Periode 2
100 50 0 2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: Departemen Keuangan RI
Gambar 4.2. Perkembangan Saham Syariah Dari gambar perkembangan saham syariah tersebut menunjukkan bahwa jumlah saham syariah mengalami peninkatan tiap tahunnya. Untuk data Februari 2012, DES yang berlaku adalah DES periode II tahun 2011 yang berjumlah 252 saham. Dari 252 saham syariah tersebut, 250 saham diperoleh dari hasil penelaahan DES periodik per tanggal 30 November 2011
dan dua saham
diperoleh dari hasil penelaahan DES insidentil bersamaan dengan efektifnya pernyataan pendaftaran emiten yang melakukan penawaran umum perdana.
4.2.1. Potensi Jakarta Islamic Index (JII) Selama ini pergerakan Jakarta Islamic Index (JII) yang merupakan representasi pasar modal syariah di Indonesia bersifat pararel dengan Indeks
59
Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merupakan representasi pasar modal konvensional. Tujuan dari pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan investor agar melakukan investasi pada saham berbasis syariah dan memberi manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syariah Islam untuk melakukan investasi di bursa efek. Selain itu JII dapat dijadikan panduan bagi para investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah tanpa takut tercampur dengan dana ribawi. Di sebuah bursa efek tidak hanya terdapat satu saham yang diterbitkan oleh satu perusahaan, tetapi terdapat banyak saham yang diterbitkan oleh banyak perusahaan. Biasanya sebuah bursa efek akan menyediakan sebuah angka indikator untuk melihat kinerja bursa tersebut secara umum. Angka indikator ini berupa indeks saham. Indeks saham adalah harga rata-rata dari harga-harga saham yang terdaftar pada bursa. Di Indonesia, Bursa Efek Indonesia memiliki beberapa jenis indeks saham yang dibagi menjadi beberapa kategori. Indeks saham paling terkenal yang ada di Bursa Efek Indonesia adalah IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) dan LQ45 (Liquidity 45 ). IHSG merupakan tolok ukur dari kinerja seluruh saham. IHSG merupakan rata-rata harga saham dari keseluruhan saham yang terdaftar di BEJ. Sedangkan LQ45 adalah rata-rata harga saham dari 45 saham yang memiliki likuiditas paling tinggi di BEJ atau yang biasa disebut dengan saham blue-chip. Lanskap pasar modal di dunia saat ini dibagi menjadi 3 bagian utama. Amerika, Asia, dan Eropa. Amerika yang merupakan negara dengan pasar modal terbesar di dunia, indeks saham utamanya adalah Dow Jones Industrial Average (DJIA), Nasdaq Composite , dan Standard & Poor 500 . Untuk kawasan
60
Asia, ada beberapa negara yang indeks sahamnya menjadi acuan bagi negara lain seperti Jepang dengan Nikkei 225, Hong Kong dengan Hangseng, Cina dengan Shanghai Composite. Sedangkan untuk kawasan Eropa, Inggris dengan FTSE 100, Jerman dengan Xetra Dax, dan lain-lain. Selama bulan Juni 2011, JII tumbuh seiring dengan penguatan IHSG. Terlihat bahwa pergerakan JII sangatlah sensitif terhadap pergerakan IHSG maupun LQ45. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar saham-saham yang terdapat di dalam JII merupakan saham-saham berkapitalisasi besar yang juga terdapat dalam indeks LQ45. IHSG adalah milik Bursa Efek Indonesia. Bursa Efek Indonesia tidak bertanggung jawab atas produk yang diterbitkan oleh pengguna yang mempergunakan IHSG sebagai acuan (benchmark). Indeks LQ45 merupakan indeks yang terdiri dari 45 saham perusahaan tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Review dan penggantian saham dilakukan setiap 6 (enam) bulan. Dalam perkembangannya, sejak awal tahun 2011 hingga Juli kemarin JII memiliki trend major yang bullish. Namun jatuhnya saham-saham IHSG dimana pada ahir Juli hingga Agustus turun hingga 10 persen diakibatkan oleh sentiment negatif yang diberikan oleh bursa global. Kuatnya fundamental saham-saham JII serta perekonomian Indonesia yang terkontrol, mampu menahan derasnya investasi yang keluar dari bursa saham Indonesia. Secara fundamental, saham-saham yang dominan dalam pergerakan JII adalah saham-saham berkapitalisasi besar dimana market cap mereka berada pada urutan teratas saham-saham di BEI. Seperti saham Astra Group khususnya ASII
61
dan UNTR yang masih mendominasi kapitalisasi indeks syariah tersebut. Selain dengan tingkat investasi yang tinggi, saham-saham tersebut juga masih murah dibandingkan saham-saham di JII lainnya. Pada saat krisis keuangan global pada tahun 2008 lalu, JII sebagaimana IHSG terkoreksi sangat tajam. Hal ini dapat kita lihat pada IDX statistic tahun 2008 yang mencatat penurunan tajam IHSG di level 1.111,390 pada tanggal 28 Oktober 2008. Di mana pada tanggal 11 Januari 2008, IHSG mencapai nilai tertingginya pada level 2.830,263. Kondisi ini juga dialami JII yang turun pada level terendahnya pada tanggal 28 Oktober 2008 yaitu pada level 172,710. Penurunan ini tergolong curam bila dibandingkan level tertingginya pada tanggal 28 Februari 2008 sebesar 517,814. Fakta tersebut menimbukan persepsi yang ada selama ini bahwa sistem keuangan syariah kebal terhadap krisis. Saham-saham pada Jakarta Islamic Index masih dapat memberikan tingkat keuntungan yang tinggi. Selain faktor fundamental masing-masing perusahaan yang terus tumbuh, iklim investasi di Indonesia kedepannya juga masih menjanjikan. Dengan stabilnya pertumbuhan perekonomian Indonesia serta terkontrolnya tingkat inflasi Indonesia mampu menjadi daya tarik bagi para investor, khususnya asing untuk terus menanamkan modalnya di BEI. Bahkan, sejak Indonesia mendapat status negara investment grade, investasi di negara ini menjadi lebih memiliki daya tarik dari sebelumnya. Besarnya peluang penguatan pada JII juga terlihat pada analisa teknikal yang mengambil gambaran perjalanan JII selama tahun 2011 ini. Berada pada level 553 major trend yang masih bullish mencerminkan JII terus tumbuh dikala bursa-bursa regional mengalami pelemahan pada bulan September 2011.
62
4.2.2. Kapitalisasi Saham Pasar Modal Syariah Kapitalisasi saham merupakan jumlah total dari berbagai macam saham dan obligasi yang berada di pasar modal dimana nilai dari kapitalisasi saham ini merupakan nilai saham sesuai dengan harga penutup regularnya. Nilai dari kapitalisasi saham ini dapat menggambarkan pertumbuhan atau perkembangan dari pasar modal. Nilai kapitalisasi saham syariah yang meningkat secara signifikan terjadi pada awal tahun 2009 hingga awal tahun 2010. Pada tahun selanjutnya kondisi kapitalisasi saham syariah terus meningkat. Hal ini disebabkan kondisi perekonomian yang lebih stabil dan kondusif bagi dunia usaha. Informasi dari Bursa Efek Indonesia menyatakan bahwa hingga Februari 2012 ini nilai kapitalisasi saham syariah mencapai Rp1,504,411.75 Miliar. 1,600,000.00 1,400,000.00 Miliar Rp
1,200,000.00 1,000,000.00 800,000.00
KS
600,000.00
NPS
400,000.00 200,000.00 2006
2008
2009
2010
2012
Gambar 4.3. Perkembangan Kapitalisasi dan Nilai Perdagangan Saham Syariah
4.3.
Kondisi Moneter Indonesia
4.3.1. Perkembangan Nilai Sertifikat Bank Indonesia Keberadaan SBI dimaksudkan sebagai pengendali atau stabilisator perekonomian. SBI berfungsi menyeimbangkan permintaan (demand) dan penawaran (supply) melalui penyesuaian jumlah uang beredar. Jika uang beredar
63
terlalu banyak hingga mendorong perekonomian pada ancaman inflasi, BI akan memperkecil jumlah uang beredar melalui operasi pasar pelelangan SBI dengan tingkat suku bunga yang lebih tinggi dari tingkat inflasi saat itu. Tingkat suku bunga SBI berperan sebagai policy rate. Policy rate ini akan memengaruhi pendanaan dan pembiayaan perbankan melalui pasar uang antarbank konvensional yang akan memengaruhi biaya dana perbankan dalam menyalurkan kredit atau pembiayaannya. Ekspansi kredit dan pembiayaan akan menghasilkan output dan memengaruhi tingkat inflasi. Karena merupakan implementasi BI Rate, tingkat suku bunga SBI menjadi lebih tinggi dari suku bunga komersial. Ukuran bunga komersial mengacu pada tingkat suku bunga deposito. Oleh karena itulah, SBI menjadi lahan bisnis yang sangat menarik bagi bank, karena memberi keuntungan yang cukup memadai. Bank-bank akan menempatkan dananya di SBI selama marjin keuntungan dari bunga SBI dianggap layak oleh perbankan. Sebaliknya, jika perbankan merasa tingkat keuntungan dari penempatan dana di SBI lebih rendah dari penyaluran kredit, maka perbankan tidak menempatkan dananya di SBI. Perlu diketahui bahwa SBI tidak bisa diperdagangkan di pasar sekunder sebagaimana yang diatur dalam PBI (Peraturan Bank Indonesia) No 10/XI/2008. Namun Sertifikat ini dapat diagunkan kepada BI.
4.3.2. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Rendahnya tingkat sertifikat wadiah bank Indonesia (SWBI) dibandingkan tingkat suku bunga SBI menimbulkan keluhan bagi dunia perbankan terutama dalam industry keuangan syariah. Rendahnya SWBI dianggap mendorong
64
perbankan syariah untuk menyalurkan kredit yang mengakibatkan dana kelolaan tidak menarik untuk disimpan terlalu lama. Perkembangan
terakhir
Bank
Indonesia selaku bank sentral telah menerbitkan sertifikat bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai pengganti SWBI yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/ 11 /PBI/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4835). Kehadiran SBIS dimaksudkan untuk mendorong dan meningkatkan pertumbuhan perbankan syariah yang sekian lama masih berkisar 1,7 persen dari total aset perbankan nasional. Maka dari itu, usulan penerbitan SBIS disinyalir dari
adanya
keluhan
bank-bank
syariah.
Perbankan
syariah
menilai return penempatan dana Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) lebih rendah dibanding dengan penempatan dana bank konvensional di SBI. Dalam PBI itu disebutkan SBIS diterbitkan melalui mekanisme lelang. Pihak yang berhak mengikuti lelang adalah Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan pialang yang bertindak untuk dan atas nama BUS atau UUS. Hanya BUS atau UUS baru dapat mengikuti lelang SBIS jika memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio yang ditetapkan. Pada Gambar 4.4 memberikan informasi mengenai perkembangan SBI dan SBIS di Indonesia. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Bank Indonesia, dalam lelang perdana awal bulan April 2008 SBIS 1 bulan (28 hari) menyerap semua penawaran yang masuk dari investor sebesar Rp1,14 triliun. Tingkat imbalan SBIS ini sebesar 7,97 persen. Selain itu, sejak SWBI berubah nama menjadi SBIS, besarnya bonus SBIS sejak 2008 hampir mencapai kisaran SBI.
65
Berbeda dengan tahun sebelumnya, pada tahun 2007 terlihat range yang cukup jauh antara SBI dan SWBI. 12 10 8 6 4
SBI (%)
2
SBIS (%) Sep-11
May-11
Jan-11
Sep-10
May-10
Jan-10
Sep-09
May-09
Jan-09
Sep-08
May-08
Jan-08
Sep-07
May-07
Jan-07
0
Sumber: Bank Indonesia Gambar 4.4. Perkembangan SBI dan SBIS Sebelum April 2008, instrumen syariah yang ada adalah sertifikat wadiah Bank Indonesia (SWBI). Akad yang digunakan dalam SBIS ini adalah ju’alah. Ju’alah menggantikan suku bunga yang diterima bank konvensional saat menanam uangnya di SBI. Bank syariah yang dibenarkan ikut lelang SBIS hanyalah bank-bank syariah yang memiliki FDR sebesar 80 persen. Tujuan pembatasan ini agar fungsi intermediasi bank syariah tetap berjalan secara baik dan tetap melakukan pembiayaan ke sektor riil. SBIS ini sebenarnya lebih dekat sebagai harga di sektor finansial konvensional. Secara
konseptual
dan
mengingat
peran
pentingnya
terutama
pemberdayaan sektor riil, sistem keuangan syariah memang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman serta sudah menjadi kewajiban sejarahnya untuk lahir dan tumbuh menjadi sistem ekonomi dan keuangan alternatif-solutif. Karena sistem keuangan syariah dapat memberikan kontribusi positif dalam memobilisasi dana investasi antar berbagai belahan dunia. Keuangan syariah dapat mendorong
66
wilayah-wilayah yang mengalami kelebihan dana untuk menyalurkan dana ke sejumlah wilayah yang kekurangan dana. Sehingga, kondisi ini dapat mendorong integrasi keuangan regional bahkan pada tataran internasional.
4.3.3. Perkembangan Money Supply Teori yang berdasar pada teori kuantitas uang dan menganggap aktivitas ekonomi riil memerlukan tingkat real money balances (JUB) tertentu yang dapat dikendalikan dan tingkat harga yang dapat dikendalikan oleh money supply. Penjelasannya yaitu dengan jumlah money supply tertentu (bersifat eksogen dan ditetapkan oleh kewenangan moneter) tingkat harga ditetapkan sebagai tingkat harga yang unik dimana akan membuat daya beli money supply setara dengan tingkat jumlah uang beredar yang diinginkan, artinya bank sentral mencoba untuk memastikan jumlah uang dari pelaku yang diperlukan untuk transaksi. Semakin tinggi tingkat pendapatan pada suatu negara akan semakin banyak masyarakat yang secara keseluruhan akan dapat menghabiskan uang pada belanja pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa. Bank sentral yang dipegang oleh Bank Indonesia dengan mudah dapat memainkan peranannya dalam melakukan
penyesuaian
pasokan
uang
yang
dalam
persediaan
untuk
mengakomodasi perubahan dalam pertumbuhan uang berkaitan dengan transaksi bisnis. Hal ini jelas berbeda saat negara memiliki tingkat pengangguran yang tinggi. Akibatnya pendapatan masyarakat cenderung kecil. Kondisi ini akan menyulitkan peranan bank sentral dalam melaksanankan tugas untuk mengatur jumlah uang beredar. Di bawah ini adalah gambar pertumbuhan uang di Indonesia yang diukur berdasarkan narrow money (M1) dan broad money (M2).
Miliar Rp
67
4,000,000 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 -
M2
M1
2004 2005 2006 2007 2009 2010 2011
Gambar 4.5. Pergerakan Money Supply di Indonesia Dari Gambar 4.5. menunjukkan bahwa trend yang muncul terhadap money supply di Indonesia sejak periode 2004 hingga 2011 mengalami kenaikan. Jumlah nominal money supply dapat berubah karena digunakannya seigniorage sebagai sumber utama pembiayaan untuk pengeluaran publik atau sebagai hasil dari operasi pasar terbuka (OPT) dari bank sentral yang membeli utang pemerintah yang berbunga. Transaksi pertumbuhan uang akan sangat berhubungan dengan tingkat aktivitas bisnis negara berkaitan.
4.3.4. Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap USD Nilai tukar Rupiah tidak akan melemah selama capital inflow masih terus terjadi di Indonesia. Nilai tukar Rupiah selama tahun 2011 secara rata-rata mengalami apresiasi 3,56 persen dibandingkan rata-rata 2010. Tekanan depresiasi terjadi pada semester kedua disebabkan oleh persepsi risiko yang memburuk akibat krisis Eropa. Bank Indonesia telah menempuh berbagai langkah kebijakan untuk membatasi tekanan terhadap nilai tukar Rupiah sehingga tetap sejalan dengan fundamental maupun daya saing mata uang di kawasan.
68 XR 9.40 9.35 9.30 9.25 9.20 9.15 9.10 9.05 2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 4.6. Pergerakan Exchange Rate Rupiah terhadap USD Pada Gambar 4.6 menggambarkan kondisi nilai tukar Rupiah terhadap USD. Selama Mei 2011, nilai tukar rupiah melemah 2,42 persen menjadi Rp9.059 per dollar AS dengan volatilitas yang meningkat. Hal tersebut dipicu oleh tingginya permintaan valas di akhir tahun untuk pembiayaan kegiatan impor dan sentimen risiko akibat imbas ketidakpastian ekonomi global. Belum tuntasnya penyelesaian krisis utang dan fiskal kawasan Eropa serta menguatnya indikasi pelemahan ekonomi dunia memengaruhi minat investasi non residen. Secara ratarata, rupiah terdepresiasi sebesar 0,61 persen ke level Rp9.063 per dolar AS. Namun, secara point to point rupiah masih mampu menguat sebesar 0,46 persen dari bulan sebelumnya dan ditutup pada level Rp9.098 per dolar AS. Pelemahan rupiah tersebut sejalan dengan pergerakan nilai tukar kawasan yang secara ratarata juga mengalami koreksi. Adapun tingkat volatilitas rupiah pada bulan laporan menurun menjadi 0,23 persen. Untuk keseluruhan tahun 2011, rata-rata nilai tukar rupiah mengalami apresiasi meski penguatan lebih lanjut tertahan oleh tekanan depresiatif pada
69
semester kedua. Tertahannya tren penguatan rupiah tersebut terkait dengan kebutuhan valas di pasar domestik dan imbas meningkatnya faktor risiko global yang diakumulasi oleh berlarutnya krisis utang Eropa dan perekonomian AS yang masih lemah. Ekses likuiditas global pasca quantitative easing di masa krisis tahun 2008, dan terus berlanjutnya program pembelian aset oleh beberapa bank sentral, serta kebijakan baru penurunan suku bunga dan pembelian surat-surat berharga jangka waktu 3 tahun telah menjadi sumber aliran dana ke negara berkembang. Kebijakan suku bunga rendah di negara maju menyebabkan investor mencari lokasi penempatan dana yang memberikan imbal hasil lebih tinggi. Emerging markets Asia yang tumbuh lebih tinggi menjadi tujuan utama penempatan dana global ini, termasuk Indonesia. Indikator imbal hasil investasi di aset rupiah yang tercermin dari selisih suku bunga dalam negeri dan luar negeri (Uncovered Interest Parity) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa negara di kawasan regional Asia. Bahkan jika memperhitungkan premi risiko, daya tarik investasi dalam rupiah juga masih menarik. Untuk itu, Bank Indonesia terus memonitor perkembangan nilai tukar Rupiah dan memastikan kecukupan likuiditas Rupiah dalam menjaga keseimbangan pasar domestik. Ketidakstabilan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dari waktu ke waktu menyebabkan ketidakstabilan harga saham. Kondisi ini cenderung menimbulkan keragu-raguan bagi investor, sehingga kinerja bursa efek menjadi menurun. Hal ini dapat dilihat dari harga sekuritas atau harga saham yang sedang terjadi, baik indeks harga saham sektoral maupun Indeks Harga Saham Gabungan.
70
4.4.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2011 sebesar 6,5 persen,
didukung oleh konsumsi rumah tangga dan investasi yang masih kuat serta masih terjaganya kinerja ekspor meskipun sedikit melambat. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi 2011 lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 6,1 persen. Dari sisi produksi, sektor-sektor yang diperkirakan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri, sektor transportasi dan komunikasi, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. 350000 300000
Triliun Rp
250000 200000 150000 100000 50000 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
0 Belanja Modal
Pengeluaran Investasi
Sumber: Kementrian Keuangan 2012
Gambar 4.7. Perkembangan Belanja Modal dan Investasi Pemerintah Gambar 4.7 menunjukkan dukungan pemerintah dalam dunia investasi dalam pasar modal. Bagi negara-negara yang menganut sistem ekonomi pasar bebas (terbuka), pasar modal menjadi salah satu sumber kemajuan ekonomi. Dalam perencanaan pembangunan, suatu negara memerlukan investasi yang didasarkan pada perkiraan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pasar modal memiliki fungsi penting bagi negara yaitu untuk dapat menciptakan fasilitas bagi keperluan
71
industri dan keseluruhan entitas dalam memenuhi permintaan dan penawaran pasar modal (Hulwati, 2009). Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I- 2012 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2011 didukung oleh kenaikan investasi. Kenaikan stabilitas investasi tumbuh pada kisaran 6,8 persen - 7,2 persen. Bagaimanapun juga modal telah menjadi komponen yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas pembangunan ekonomi. Pada negara berkembang, kecukupan dana menjadi masalah dalam melakukan ekspansi perusahaan. Tambahan dana yang diperoleh pada umumnya didapat melalui pinjaman kredit pada sektor perbankan. Dengan meningkatnya stabilitas investasi di Indonesia, mampu meningkatkan efektivitas pencarian dana alternatif perusahaan melalui pasar modal. Dengan begitu, perusahaan dapat menerbitkan dan menjual sekuritas pasar modal untuk menjaring dana pada masyarakat.
V.
5.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Pra Estimasi
5.1.1. Uji Kestasioneran Data Langkah awal yang perlu dilakukan dalam data time series adalah uji stasioner, untuk melihat ada atau tidaknya unit root dalam variabel. Apabila data yang digunakan mengandung akar unit maka akan sulit untuk mengestimasi suatu model dengan menggunakan data tersebut karena tren data tersebut cenderung berfluktuasi tidak disekitar nilai rata-ratanya. Maka dapat disimpulkan bahwa data yang stasioner akan cenderung untuk mendekati nilai rata-ratanya dan berfluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya (Gujarati, 2003). Pengujian kestasioneran data perlu dilakukan karena data yang tidak stasioner tidak dapat dimasukkan ke dalam model VAR biasa melainkan harus dimasukan kedalam model VECM (Vektor Error Correction Model). Untuk melihat ada tidaknya unit root yang terkandung di antara variabel mengindikasikan hubungan antar variabel dalam persamaan menjadi valid serta tidak menghasilkan spurious regression (Firdaus, 2011). Kriteria uji dalam ADF ini membandingkan antara nilai statistik dengan nilai kritikal dalam tabel Dickey Fuller. Data bersifat stasioner apabila nilai ADF statistik lebih kecil dari nilai Mc Kinnon Critical Value, sedangkan data bersifat non-stasioner apabila nilai ADF statistik lebih besar dari nilai Mc Kinnon Critical Value. Hipotesis yang diuji adalah: H0 : δ = 0 (data tidak stasioner atau mengandung unit root) H1 : δ < 0 (data stasioner atau tidak mengandung unit root)
73
Dalam uji ADF, tolak H0 menunjukkan bahwa data tidak mengandung unit root yang berarti data stasioner dan sebaliknya. Pemeriksaan kestasioneran data time series pada setiap variabel dalam tingkat level, first difference, second difference dengan mengunakan uji ADF. Pengujian ini menggunakan perangkat lunak Eviews 6. Hasil uji ini dapat dilihat dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1. Uji Akar Unit Variables ADF Value LN_GDP LN_JII LN_KS LN_NPS SBI SBIS LN_M2 LN_XR
-2.104 -1.690 -0.917 -3.201* -2.106 -2.055 -1.213 -1.736
Level Mc Kinnon Critical Value 5% 10% -2.915 -2.595 -2.913 -2.594 -2.912 -2.594 -2.912* -2.594* -2.912 -2.594 -2.912 -2.594 -2.912 -2.594 -2.912 -2.594
First Difference ADF Mc Kinnon Value Critical Value 5% 10% -4.108* -2.915* -2.595* -5.520* -2.913* -2.594* -5.972* -2.912* -2.594* -8.479* -2.912* -2.594* -11.541* -2.912* -2.594* -3.513* -2.912* -2.594* -7.446* -2.912* -2.594* -7.038* -2.912* -2.594*
Sumber: Lampiran 1, data diolah. Catatan: Data yang diberi tanda asterik (*) menunjukkan hasil uji yang stasioner pada taraf significant 1%, 5%, 10%
Uji stasioneritas pada data level berdasarkan hasil dari Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa data GDP, JII, KS, SBI, SBIS, M2, dan XR tidak stasioner pada level karena nilai ADF pada variabel-variabel tersebut lebih besar dari nilai kritis Mc Kinnon untuk tingkat kritis 1%, 5% dan 10%. Kondisi variabel yang tidak stasioner maka perlu dilanjutkan pada uji akar unit pada first difference. Konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada tingkat level atau derajat nol atau I(0) maka akan dilakukan uji derajat integrasi. Data didiferensiasikan pada uji ini dalam derajat tertentu sampai semua data menjadi stasioner pada derajat yang sama. Uji stasioneritas pada data first difference menunjukkan bahwa semua data sudah stasioner. Oleh karena itu, dapat
74
disimpulkan berdasarkan uji ADF tersebut menunjukkan kondisi tolak H0 pada first difference, sehingga seluruh variabel tidak mengandung unit root.
5.1.2. Uji Stabilitas Vector Auto Regression Hasil estimasi sistem persamaan VAR yang telah terbentuk perlu diuji stabilitasnya melalui VAR stability condition check yang berupa roots of characteristic polynomial terhadap seluruh variabel yang digunakan dikalikan jumlah lag dari masing-masing VAR sebelum masuk pada tahapan analisis yang lebih jauh lagi. Persamaan VAR dikategorikan stabil jika modulus dari seluruh roots of characteristic polynomial lebih kecil dari 1.
Sumber: Lampiran 2, data diolah
Gambar 5.1. Uji Stabilitas VAR
75
Dari Gambar 5.1 menunjukkan bahwa charcterstic polynomial yang ditandai dengan titik berwarna biru, mengindikasikan seluruh variabel yang digunakan dalam model VAR ini sudah stabil. Kondisi ini akan menunjukkan bahwa hasil uji IRF dan FEVD menunjukkan hasil yang valid. terhadap VECM setelah sistem persamaan VAR stabil. Jumlah variabel yang digunakan dalam model penelitian sebanyak 8 variabel dengan lag sebanyak 2, maka jumlah root yang diuji sebanyak 8 (8*2=16). Sistem VAR yang digunakan dapat disimpulkan adalah bersifat stabil berdasarkan hasil uji stabilitas VAR. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 16 root yang diuji memiliki modulus dari seluruh
roots of
characteristic polynomial dengan kisaran 0.080759- 0.986749.
5.1.3. Pengujian Lag Optimal Pengujian panjang lag optimal ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Penggunaan lag optimal dengan tujuan permasalahan terkait autokorelasi tidak muncul kembali. Jumlah lag yang optimal dalam penelitian ini didasarkan pada nilai Akaike Information Criteria (AIC) dan Schwarz Information Criterion yang terkecil atau minimum. Hasil penetapan lag optimal model penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Uji Optimum Lag Lag 0 1 2
AIC -1.725987 -15.61034 -20.13865
SC -1.434011 -12.98255 -15.17506*
Sumber: Lampiran 3, data diolah.
Dalam penentuan lag optimal perlu pula diperhatikan adanya trade off. Jika lag yang dipergunakan semakin panjang, maka semakin banyak pula parameter yang harus diestimasi dan semakin sedikit derajat kebebasannya
76
(degrees of freedom). Lag yang terlalu banyak akan menyedot derajat bebas. Berdasarkan perhitungan nilai SC untuk masing-masing lag mengindikasikan bahwa nilai SC yang terkecil pada uji optimum lag ini yaitu -15.17506 terdapat pada lag dua. Karenanya pada analisis VAR akan digunakan lag dua sebagai lag optimumnya.
5.2.
Uji Kointegrasi Uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan apakah variabel-variabel yang
tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Konsep kointegrasi ini dikemukakan oleh Engle dan Granger pada tahun 1987 sebagai fenomena kombinasi linear daru dua atau lebih variabel yang tidak stasioner akan menjadi stasioner. Kombinasi linear ini dikenal dengan istilah persamaan kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang di antara variabel (Firdaus, 2011). Keberadaan variabel yang tidak stasioner meningkatkan potensi adanya hubungan kointegrasi antara variabel. Variabel yang tidak stasioner memenuhi syarat untuk proses kointegrasi, yaitu semua variabel yang stasioner pada derajat yang sama yaitu derajat I(2). Suatu kondisi dinamakan kointegrasi apabila terdapat kombinasi linear antara variabel non-stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama (Enders, 2004). Informasi jangka panjang diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu rank kointegrasi untuk mengetahui berapa sistem persamaan yang dapat menerangkan dari keseluruhan sistem yang ada. Kriteria pengujian kointegrasi pada penelitian ini didasarkan pada trace-statistics. Apabila nilai trace-statistics
77
lebih besar daripada nilai kritis 5 persen maka hipotesis alternatif yang menyatakan jumlah rank kointegrasi dapat diterima. Model GDP yang merupakan efek dari responsivitas aktivitas pasar modal syariah dan kebijakan moneter berdasarkan Tabel 5.3 menunjukkan delapan persamaan yang terkointegrasi. Tabel 5.3. Hasil Uji Kointegrasi Hypothesized Eigenvalue No. of CE(s)
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * 0.744913 159.5297 0.0000 255.6233 At most 1 * 0.553770 125.6154 0.0000 177.7527 At most 2 * 0.493476 95.75366 0.0000 131.7582 At most 3 * 0.410809 69.81889 0.0003 92.98775 At most 4 * 0.311624 47.85613 0.0011 62.83443 At most 5 * 0.245970 29.79707 0.0014 41.54947 At most 6 * 0.222438 15.49471 0.0012 25.45708 At most 7 * 0.177185 3.841466 0.0009 11.11636 Sumber : Lampiran 4, data diolah. Catatan : Cetak tebal menunjukkan bahwa trace statistics > 5 % critical value dan terjadi kointegrasi Restriksi umum (general restriction atau just identifying restriction) dapat dibuat berdasarkan metode Johansen setelah rank kointegrasi diketahui, yaitu dengan membuat matriks identitas berukuran jumlah rank kointegrasi yang terdapat pada model GDP yang merupakan efek dari dinamika interaksi pasar modal syariah dan kebijakan moneter. Restriksi umum pada model VAR dan VECM secara lebih lengkap dapat dilihat dalam lampiran uji kointegrasi.
5.3.
Hasil Uji Kausalitas Granger Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas di
antara variabel-variabel yang ada di dalam model. Hipotesis awal atau H0 diuji adalah tidak adanya hubungan kausalitas, sedangkan hipotesis alternatifnya atau H1 adalah adanya hubungan kausalitas. Penerimaan atau penolakan H0 dilakukan
78
dengan membandingkan nilai probabilitas dengan nilai kritis yang digunakan. H0 ditolak apabila nilai probabilitas lebih kecil dari nilai kritis yang telah ditentukan, sehingga terdapat hubungan kausalitas pada variabel-variabel yang diuji. Hasil dari pengujian kausalitas di dalam model dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Uji Kausalitas Granger untuk Model Penelitian. Peubah Tak Bebas Peubah Bebas Probability KS GDP 0.0674 JII 0.0319 NPS 0.0027 SBI 0.0066 XR 0.0001 M2 GDP 0.0297 SBIS GDP 2 x 10-6 JII 0.0305 KS 0.0465 NPS 0.0356 M2 0.0972 SBI 6 x 10-6 XR 0.0054 JII KS 0.0688 NPS 0.0003 SBI 0.0011 SBIS 0.0294 XR 1 x 10-6 SBI JII 0.0020 KS 0.0080 NPS 0.0012 XR 0.0003 XR NPS 0.0320 SBI 0.0015 SBIS 0.0487 Sumber: Lampiran 5, data diolah Berdasarkan Tabel 5.4 diperoleh hasil bahwa variabel-variabel tersebut signifikan pada taraf nyata 10 persen. Variabel moneter seperti M2, dan SBIS memiliki pengaruh terhadap GDP. Sedangkan variabel pasar modal syariah yang
79
memiliki pengaruh terhadap GDP adalah kapitalisasi saham. Selain adanya pengaruh yang muncul dari variabel moneter dan pasar modal syariah terhadap GDP, data di atas juga menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara variabel moneter dan pasar modal syariah. SBIS akan berpengaruh nyata terhadap JII, kapitalisasi saham, dan nilai perdagangan saham syariah. SBI juga memiliki pengaruh terhadap JII, kapitalisasi saham, dan nilai perdagangan saham syariah. Perubahan yang terjadi pada nilai tukar (Exchange Rate) akan memengaruhi nilai perdagangan saham syariah. Variabel-variabel yang memiliki hubungan kausalitas dua arah antara lain: KS
JII
SBI
XR
KS
SBI
SBIS
JII
Sumber: Lampiran 5, data diolah
5.4.
Hasil Penelitian
5.4.1. Hasil Estimasi Pengaruh Adanya Aktivitas Moneter dan Pasar Modal Syariah terhadap GDP di Indonesia Hasil uji kointegrasi sebelumnya terdapat delapan persamaan yang terkointegrasi. Model VECM GDP Indonesia menunjukkan bahwa persamaan yang terkointegrasi mempunyai dugaan parameter error correction -0.012973 yang secara statistik signifikan sehingga dugaan parameter error correction dapat digunakan untuk mengoreksi persamaan jangka pendek menuju jangka panjang. Tabel 5.5 berikut ini merupakan hasil estimasi VECM pada model GDP dengan adanya aktivitas moneter dan pasar modal syariah di Indonesia. Variabel dependen pada estimasi di dalam model tersebut adalah GDP Indonesia dengan menggunakan cointegration equation pertama, sedangkan variabel independennya
80
adalah JII, kapitalisasi saham pada JII, nilai perdagangan saham syariah, SBI, SBIS, pertumbuhan uang (M2), dan nilai tukar Rupiah terhadap USD Amerika Serikat. Tabel 5.5 Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek Variabel Koefisien D(GDP(-1)) 0.989784 D(SBIS(-1)) 0.001247 Jangka Panjang Variabel Koefisien JII(-1) 0.560732 NPS(-1) 0.134414 M2(-1) -0.060901 SBI -0.078189 SBIS 0.199949 XR(-1) 0.845828
T-Statistik 2.11474 75.4348 T-Statistik 4.93644 3.97230 -3.15893 -7.25361 14.8438 3.30742
Sumber : Lampiran 6, data diolah
Dari Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dalam jangka pendek GDP riil Indonesia dipengaruhi oleh output nasional (GDP) itu sendiri. SBIS berpengaruh positif terhadap GDP baik pada jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan open market operation, kebijakan moneter syariah melalui SBIS sebagai instrumennya menghasilkan proyek pemerintah yang berdampak pada perbaikan sektor riil. Sehingga pengaruh SBIS terhadap GDP secara signifikan memiliki hubungan yang positif. Peningkatan SBIS juga dapat terjadi akibat besarnya bonus yang diberikan akibat adanya penerapan akad ju’alah yang dapat menarik masyarakat dan berbagai kalangan investor untuk berinvestasi dalam bentuk SBIS. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam menjalankan transmisi moneter Indonesia, kehadiran instrumen moneter syariah dalam bentuk SBIS mampu memberikan pengaruh positif terhadap GDP
81
Indonesia. Sesuai dengan peranannya, SBIS berperan dalam menerapkan kontraksi moneter di Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi VECM, keberadaan pasar modal syariah di Indonesia mampu memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Kondisi ini mengindikasi bahwa pasar modal syariah lebih diminati untuk jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yang baik di suatu negara, ditandai dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan masyarakatnya. Dengan adanya peningkatan pendapatan tersebut, maka akan semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana, kelebihan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk disimpan dalam bentuk tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan dalam pasar modal. Berdasarkan hasil estimasi VECM, pertumbuhan uang dari broad money (M2) memiliki hubungan negatif terhadap GDP. Dalam teori Keynesians yang berpendapat bahwa money supply memengaruhi GDP secara tidak langsung dan tidak pasti, hal ini dikarenakan velocity tidak stabil baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Apabila diasumsikan money supply meningkat dalam operasi pasar terbuka (OPT), tetapi kenaikan likuiditas ini tidak dibelanjakan oleh masyarakat, melainkan disimpan di rumah (hoarding). Kondisi ini mengakibatkan GDP Indonesia akan tidak berubah atau bahkan menurun dari nilai sebelumnya. Peningkatan SBI dapat menurunkan GDP, kondisi ini disebabkan karena suku bunga. Tingkat suku bunga SBI yang merupakan realisasi dari BI rate (suku bunga acuan BI), membuat beban bunga SBI yang ditanggung APBN sangat tinggi. Karena merupakan implementasi BI rate, tingkat suku bunga SBI menjadi lebih tinggi dari suku bunga komersial. Semakin tinggi suku bunga, return yang
82
diterima akan tinggi dan berlaku sebaliknya dimana risiko bisnis yang diterima akan besar pula. Nilai tukar rupiah yang meningkat mengakibatkan permintaan rupiah meningkat. Hal ini mengindikasi terjadinya capital inflow. Melalui capital inflow, status Investment Grade mendukung aliran dana investor yang bisa digunakan untuk proses pembangunan dalam negeri. Globalisasi ekonomi mengakibatkan semakin eratnya interaksi dan hubungan timbal balik antara negara yang tergabung didalamnya. Arus barang, modal maupun jasa akan bergerak dengan bebas antar wilayah negara tanpa mengenal batas. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan pada transaksi keuangan. Arus pergerakan mata uang asing semakin deras antar negara. Penguatan nilai Rupiah ini akan meningkatkan iklim perekonomian yang baik terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
5.4.2. Analisis Respon antara Aktivitas Pasar Modal Syariah dan Aktivitas Moneter Indonesia Analisis IRF akan menjelaskan dampak dari guncangan (shock) pada satu variabel terhadap variabel lain, dimana dalam analisis ini tidak hanya dalam waktu pendek tetapi dapat menganalisis untuk beberapa horizon ke depan (kuartal) sebagai infomasi jangka panjang. Dapat dilihat pada analisis ini respon dinamika setiap variabel apabila ada inovasi (shock) tertentu sebesar satu standar error pada setiap persamaan. Sumbu horisontal merupakan periode dalam kuartal, sedangkan sumbu vertikal menunjukkan nilai respon dalam standar deviasi yang dapat dikonversi dalam bentuk persentase. Dinamika interaksi antar variabel akan dipaparkan dalam hasil uji IRF.
83
5.4.2.1.Respon Dinamis Guncangan JII terhadap GDP dan Kebijakan Moneter di Indonesia Berdasarkan estimasi VECM dalam jangka panjang kondisi pasar modal syariah dan monetary policy Indonesia akan berpengaruh signifikan terhadap output nasional. Untuk menindaklanjuti kondisii tersebut, mengingat unsur ketidakpastian dalam dinamika ekonomi modern saat ini butuh gambaran terhadap prediksi kondisi perekonomian selanjutnya. Diasumsikan terjadi guncangan terhadap harga saham syariah. Kondisi ini memunculkan fluktuasi nilai indeks pada JII. Guncangan yang terjadi pada JII akan memengaruhi GDP, M2, SBI, SBIS, dan exchange rate Rupiah terhadap USD. Akibat guncangan tersebut menimbulkan fluktuasi pada GDP. Shock pada JII akan direspon dengan stabil oleh variabel-variabel tersebut pada periode ke-20. Hal ini mengindikasikan bahwa para pelaku pasar modal harus mencari strategi agar tidak terjadi guncangan pada JII. Karena butuh periode yang cukup lama untuk menstabilkan kembali kondisi perekonomian negara. Solusinya adalah adanya kesinergian terhadap supply demand saham syariah agar terjadi keseimbangan pasar yang efektif. Dengan begitu, guncangan terhadap JII dapat dihindari. Berdasarkan Gambar 5.2 adanya dinamika ekonomi pada pasar modal syariah yang dialami oleh JII akan mendapat respon dari variabel-variabel moneter dan juga GDP Indonesia. Respon awal GDP terhadap shock JII adalah meningkat. GDP akan menurun secara signifikan pada periode ke-10 dan mulai stabil pada periode ke-20. Untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, Indonesia membutuhkan investasi dalam jumlah besar terhadap sektor tradeable seperti pertanian, pertambangan, dan industri
84
pengolahan (manufaktur). Perlu penyesuaian untuk menciptakan iklim investasi domestik yang lebih kondusif dan meningkatan daya saing global.
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of GDP to JII
Response of M2 to JII
.012
.10
.008 .05
.004 .000
.00 -.004 -.008
-.05
-.012 -.016
-.10 5
10
15
20
25
30
35
40
45
5
50
10
Response of SBI to JII
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
Response of SBIS to JII
.6
.4 .3
.4
.2 .2 .1 .0 .0 -.2
-.1
-.4
-.2 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
Response of XR to JII .03 .02 .01 .00 -.01 -.02 -.03 5
10
15
20
25
30
35
Sumber: Lampiran 7, data diolah
Gambar 5.2. Respon GDP dan Variabel Moneter terhadap Guncangan JII Respon variabel moneter seperti SBI, SBIS, broad money (M2), exchange rate mengalami peningkatan pada periode awal. Keberadaan investasi pada pasar modal syariah diupayakan untuk berada dalam kondisi yang mampu memperbaiki keadaan sosial ekonomi masyarakat. Berdasarkan penelitian Rahmayanti (2004)
85 dalam Jurnal Eksis (2006) dengan judul “ Analisis Kinerja Portofolio Saham Syariah pada Bursa Efek Jakarta 2001-2002”, membandingkan kinerja saham syariah (JII) dengan saham konvensional (IHSG). Melalui pendekatan Markowitz, sharia screening system menghasilkan portofolio saham yang lebih baik dari saham konvensional. Penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa kinerja pasar modal syariah lebih baik dari pada konvensional. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pasar modal syariah dengan indeks JII tidak akan mudah terguncang.
5.4.2.2.Respon Dinamis Guncangan Variabel Moneter di Indonesia Terjadinya krisis ekonomi secara global, membuat terjadinya dinamika variabel moneter Indonesia. Pada subab ini akan menunjukkan respon pasar modal syariah akibat dinamika moneter Indonesia. Kondisi ini menggambarkan dinamika interaksi bursa syariah yang mampu merespon dengan baik guncangan pada variabel moneter. Variabel moneter yang mengalami guncangan antara lain money supply yang ditinjau melalui broad money, nilai tukar Rupiah terhadap USD, SBI, dan SBIS. Berdasarkan penelitian Beik (2011) dalam Jurnal Ekonomi menyimpulkan bahwa JII adalah pasar paling stabil bila dibandingkan dengan pasar lainnya. Dalam jangka pendek, setiap shock atau gangguan eksternal dari pasar saham di AS dan Malaysia secara signifikan akan memengaruhi JII. IHSG memengaruhi JII selama 2 hari. Demikian juga, Kuala Lumpur Composite Index dan Dow Jones Islamic Index Malaysia memengaruhi JII selama 2 hari, sedangkan Dow Jones Index dan Dow Jones Islamic Index AS memberi efek selama 3 hari pada JII.
86
JII akan membuktikan respon terbaiknya terhadap guncangan pada variabel moneter yang ditunjukkan pada Gambar 5.3.
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of JII to GDP
Response of JII to M2
.08
.08
.04
.04
.00
.00
-.04
-.04
-.08
-.08 1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
10
2
Response of JII to SBI
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of JII to SBIS
.08
.08
.04
.04
.00
.00
-.04
-.04
-.08
-.08 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Response of JII to XR .08
.04
.00
-.04
-.08 1
2
3
4
5
6
7
Sumber: Lampiran 8, data diolah
Gambar 5.3. Respon JII terhadap Guncangan GDP dan Variabel Moneter Berdasarkan Gambar 5.3 merupakan hasil analisis Impulse Response Function yang melibatkan variabel-variabel moneter dan GDP sebagai impuls yang terkena shock akibat pengaruh ekonomi global akan direspon baik oleh JII. Dapat kita lihat bahwa adanya shock pada GDP yang dipengaruhi beragam faktor ekonomi makro maupun mikro, JII mampu merespon dengan stabil dalam kurun
87
waktu 5 bulan. Adanya shock pada pertumbuhan uang yang dicerminkan melalui broad money (M2), akan direspon baik oleh JII dalam waktu 5 bulan. Kestabilan JII pada bulan ke-6 akan terjadi sebagai respon dari shock SBIS dan SBI. Karena, sejak SBIS dengan akad ju’alah dikeluarkan pada tahun 2008, pergerakan SBI dan SBIS tidak jauh berbeda seperti gambar di bawah ini. Sebelum tahun 2008, SBIS adalah SWBI (Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia) yang memiliki akad wadi’ah. Akad wadi’ah merupakan akad titipan dimana salah satu pihak menitipkan sesuatu kepada pihak lain dengan tujuan untuk dijaga. Dengan kata lain, akad ini merupakan akad tabarru’ (tolong-menolong) yang bersifat sosial dan dianjurkan Islam. Sedangkan akad ju’alah adalah suatu akad dimana pihak pertama ber-iltizaam (bertanggung jawab) dalam bentuk janji memberikan upah secara sukarela terhadap orang yang berjasa dalam menjalankan aktivitas SBIS. Adanya prediksi yang diukur selama 10 periode ke depan telah menunjukkan bahwa guncangan variabel moneter akibat krisis global akan direspon baik oleh JII sebagai instrumen pasar modal syariah. Sehingga informasi ini dapat memberikan rekomendasi kepada calon investor yaitu masyarakat untuk meningkatkan ketertarikannya dalam melakukan transaksi investasi yang halal. Berbeda dengan respon pasar modal konvensional yang diukur melalui IHSG dimana variabel tersebut merupakan kumpulan indeks saham konvensional dan syariah. Namun proporsi saham konvensional dalam indeks tersebut sangat besar bila dibandingkan dengan saham syariahnya.
Pada Gambar 5.4 akan
menunjukkan kebenaran bahwa pasar modal syariah lebih baik bila dibandingkan dengan pasar modal konvensional. Karena analisis tersebut mengindikasikan pasar
88
modal syariah memiliki resilience yang lebih baik dalam menghadapi krisis finansial.
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of IHSG to GDP
Response of IHSG to JII
300
300
200
200
100
100
0
0
-100
-100
-200
-200
-300
-300
-400
-400 5
10
15
20
25
30
35
40
45
5
50
Response of IHSG to SBI
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
45
50
Response of IHSG to SBIS
300
300
200
200
100
100
0
0
-100
-100
-200
-200
-300
-300
-400
-400 5
10
15
20
25
30
35
40
45
5
50
Response of IHSG to XR
10
15
20
25
30
35
40
Response of IHSG to M2
300
300
200
200
100
100
0
0
-100
-100
-200
-200
-300
-300
-400
-400 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
Sumber: Lampiran 9, data diolah
Gambar 5.4. Impulse Response Fonction of IHSG
10
15
20
25
30
35
40
89
Gambar 5.4 menjelaskan bahwa butuh waktu yang lama lebih dari 20 periode untuk menjaga kestabilan akibat guncangan variabel moneter. Pasar modal telah menjadi alternative investasi yang menjanjikan dan memiliki prospek baik. Namun, investor perlu berhati-hati untuk menjaga aset yang dimilikinya. Kondisi ini sangat membenarkan bahwa JII merupakan pasar saham paling stabil. Hal ini harus dapat dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi dalam perdagangan pasar modal syariah. Hal ini dapat dilakukan jika para pembuat kebijakan beserta seluruh pelaku yang berkepentingan membuat usaha bisnis yang lebih serius dan terencana.
5.4.3. Analisis Kontribusi Keragaman Variabel terhadap JII dan GDP Struktur dinamis antar variabel dalam VAR dapat dilihat melalui analisis
Forecasting Error of Variance Decomposition (FEVD), dimana pola dari FEVD ini mengindikasikan sifat dari kausalitas multivariat di antara variabel-variabel dalam model VAR. Pengurutan variabel dalam analisis FEVD ini didasarkan pada faktorisasi Cholesky. Fluktuasi setiap variabel akibat terjadinya suatu guncangan (shock) dapat dilakukan dengan menganalisis peranan setiap guncangan dalam menjelaskan fluktuasi variabel-variabel makroekonomi melalui analisis FEVD atau disebut juga sebagai analisis dekomposisi varians. Analisis dekomposisi varian JII model VAR melalui simulasi FEVD. Model ini akan menganalisis kontribusi variabelvaariabel yang akan memengaruhi fluktuasi nilai pada JII. Simulasi pada model dalam Gambar 5.5 sebagai berikut.
90
Variance Decomposition of JII 100 90 80
XR
70
SBIS
60
SBI
50
M2
40
NPS KS
30
JII
20
GDP
10 0 1
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Sumber: Lampiran 10, data diolah
Gambar. 5.5. Variance Decomposition of JII Peramalan dekomposisi varian pada Gambar 5.5 memberikan informasi bahwa yang memiliki kontribusi besar terhadap JII adalah kapitalisasi saham dan SBI. Kapitalisasi saham merupakan jumlah seluruh saham yang tercatat maupun yang telah diperdagangkan di pasar modal syariah. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap pemberlakuan harga saham yang menjadi dasar perhitungan indeks. Sehingga besar kecilnya JII merupakan bentuk kontribusi dari kapitalisasi saham syariah tersebut. Dalam hasil uji Kausalitas Granger, menunjukkan adanya hubungan antara SBI dengan JII. Keberadaan SBI sebenarnya berfungsi sebagai stabilisator perekonomian, yaitu untuk menyeimbangkan permintaan (demand) dan penawaran (supply) melalui penyesuaian jumlah uang beredar. Pelelangan SBI yang dilakukan pemerintah adalah untuk menarik jumlah uang yang beredar di masyarakat. Keberadaan SBI dan pasar modal syariah menjadi alternatif
91
penyimapanan dana masyarakat. Oleh karena itu, SBI memiliki peran besar dalam perkembangan pasar modal syariah yang ditinjau dari nilai JII. Tabel 5.6. Variance Decomposition of JII Periode
GDP
JII
KS
NPS
M2
SBI
SBIS
XR
1
1.274971
98.72503
0
0
0
0
0
0
5
2.614454
65.37667
6.33629
0.350976
3.070148
14.22988
0.813843
7.207746
10
3.281656
36.80927
25.47297
2.288061
4.272078
20.16728
3.187348
4.52134
15
2.790975
33.68247
29.79489
3.053455
3.541806
18.21284
4.080684
4.842884
20
2.910622
35.06746
28.81919
3.236473
3.311155
17.12756
4.309096
5.218451
25
3.775027
34.71509
28.43742
3.245971
3.230905
17.1718
4.301308
5.122475
30
4.571759
33.94493
28.39691
3.220433
3.200678
17.24014
4.240031
5.185111
35
5.02474
33.53133
28.24632
3.233506
3.242322
17.18028
4.222645
5.318861
40
5.259561
33.32366
28.09346
3.278584
3.302708
17.11063
4.246939
5.38446
45
5.403081
33.19783
27.9866
3.326688
3.345415
17.05912
4.282191
5.399081
50
5.514044
33.11188
27.90716
3.363691
3.370131
17.02309
4.310968
5.39903
Sumber: Lampiran 10, data diolah Tabel 5.6 mendeskripsikan berapa persen kontribusi shock pada masingmasing variabel terhadap JII. Pada periode ke-1 JII memberikan kontribusi sebesar 98.72503 persen kepada JII itu sendiri. Pada periode ke-5 kontribusi JII menurun menjadi 63.37667 persen terhadap JII itu sendiri. Kondisi ini pun terus menurun hingga periode ke-50 dengan kontribusi sebesar 33.11188 persen. Penurunan kontribusi JII terjadi karena masih terdapat variabel-variabel lain yang lebih memengaruhi kondisi JII itu sendiri. Kontribusi besar terhadap nilai JII adalah nilai JII itu sendiri bila dibandingkan dengan variabel lain yang digunakan dalam penelitian ini. Guncangan GDP memberikan kontribusi sebesar 1,274971 persen pada periode ke-1 kemudian pada periode selanjutnya mengalami peningkatan kontribusi terhadap JII. Kontribusi terbesar guncangan GDP selama 50 periode ke
92
depan adalah 5.514044 persen. Berdasarkan forecast, adanya shock pada M2 akan memberikan kontribusi yang meningkat dari periode awal hingga di periode ke10. Kontribusi M2 terhadap JII cenderung stabil pada periode ke-15 sampai periode ke-50. Kontribusi terbesar SBIS terhadap JII dalam dekomposisi varian JII sebesar 4.310968 persen pada periode ke-50. Keberadaan SBI sebagai pengendali moneter dalam Operasi Pasar Terbuka memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap JII sebesar 20.16728 persen. Dari peramalan tersebut menunjukkan bahwa, kebijakan moneter dapat berdampak pada volatilitas JII. Volatilitas merupakan salah satu faktor penting yang diperhatikan oleh para investor dalam menentukan portofolio investasi dalam pasar modal syariah. Pasar modal Indonesia memiliki peranan penting dalam perekonomian, yaitu sebagai sumber pembiayaan dan juga pengalokasian sumber daya ekonomi secara optimal. Peranan pasar modal yang tinggi menuntut keputusan investasi dan kebijakan pengembangan pasar modal yang tepat. Adanya respon antara variabel moneter terhadap pergerakan indeks harga JII akan memengaruhi output nasional atau GDP. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian ini bahwa aktivitas dari pasar modal dan kebijakan moneter di Indonesia akan memengaruhi GDP . Bentuk peramalan dalam FEVD dari GDP dapat dilihat pada Gambar 5.6. Pengurutan variabel dalam analisis FEVD ini didasarkan pada faktorisasi Cholesky. Pada dekomposisi varian JII, yang dilihat adalah pengaruh guncangan variabel moneter terhadap JII. Gambar 5.6 menunjukkan bahwa keterkaitan dari aktivitas pasar modal syariah dan kebijakan moneter di Indonesia akan memengaruhi GDP yang diramal selama 50 periode ke depan.
93
Variance Decomposition of GDP 100 90 80
XR 70
SBIS
60
SBI
50
M2 NPS
40
KS 30
JII
20
GDP
10 0 1
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Sumber: Lampiran 11, data diolah Gambar. 5.6. Variance Decomposition of GDP Hasil FEVD GDP menunjukkan dari banyaknya variabel pasar modal syariah dan variabel moneter, yang paling memengaruhi adalah nilai perdagangan saham syariah, broad money, dan SBIS. Pasar modal syariah telah memainkan peran yang cukup baik sebagai penggerak roda perekonomian nasional. Hal tersebut dapat ditinjau dari perannya sebagai industri jasa keuangan yang menyelenggarakan fungsi intermediasi, dan sebagai sarana bagi masyarakat dalam melakukan investasi pada berbagai instrumen keuangan. Keseluruhan kegiatan intermediasi dan investasi tersebut telah mendorong dan menumbuhkan berbagai kegiatan ekonomi yang menciptakan lapangan kerja dan nilai tambah ekonomi serta meningkatkan pendapatan masyarakat dan nilai aset lembaga-lembaga keuangan yang berpartisipasi dalam industri keuangan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil uji VECM, dalam jangka pendek dan jangka panjang,
SBIS secara signifikan memengaruhi GDP Indonesia. Pengaruh variabel moneter ini akan meningkatkan nilai GDP riil di Indonesia. Mengingat transmisi moneter yang diteliti oleh Ascarya (2009), SBIS merupakan penggerak perekonomian pada sektor riil. SBIS sebagai instrumen kebijakn moneter syariah merupakan alat untuk kontraksi moneter. Pengambilan dana dari masyarakat ini, akan dialihkan untuk program pembangunan proyek pemerintah di sektor riil. Oleh karena itu, keberadaan SBIS dapat memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dalam jangka panjang, variabel moneter lain dan pasar modal syariah yang memengaruhi GDP riil Indonesia, antara lain: M2, JII, NPS, dan XR. Hasil yang diperoleh adalah broad money (M2) berpengaruh negatif terhadap GDP. Perubahan M2 akan menurunkan GDP. Apabila diasumsikan money supply meningkat dalam operasi pasar terbuka (OPT), tetapi kenaikan likuiditas ini tidak dibelanjakan oleh masyarakat, melainkan disimpan di rumah (hoarding). Kondisi ini mengakibatkan GDP Indonesia akan tidak berubah atau bahkan menurun dari nilai sebelumnya. Perubahan kenaikan nilai pada indeks JII akan meningkatkan GDP pada jangka panjang. Hubungan antara JII dengan GDP riil adalah positif. Nilai perdagangan saham syariah juga memiliki korelasi yang positif terhadap GDP Indonesia. Seperti yang kita ketahui, bahwa seluruh produk syariah adalah
95
ditujukan untuk perbaikan sektor riil secara langsung. Sehingga investasi pada pasar modal syariah ini mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Fluktuasi nilai pada jumlah uang beredar akan direspon melalui nilai tukar (exchange rate) Rupiah terhadap USD. Peningkatan nilai tukar Rupiah akan meningkatkan nilai GDP Indonesia. Nilai tukar mempunyai peran dalam menyeimbangkan permintaan dan penawaran aset. Pada perekonomian yang terbuka, perkembangan pasar modal yang positif akan direspon oleh investor asing dengan pembelian efek atau saham di bursa sehingga terjadi capital inflow yang membawa nilai tukar pada tahap apresiasi, begitupun sebaliknya. Selain itu perkembangan pasar modal yang meningkat akan membawa perusahaan-perusahaan permodalan yang lebih kuat karena dana yang terhimpun untuk kebutuhan investasi meningkat sehingga pengembangan usaha melalui investasi pada sektor-sektor yang lebih luas dapat meningkat dan hal ini mengindikasikan peningkatan investasi riil. Sebaliknya jika tingkat perkembangan pasar modal tergolong rendah maka akan menurunkan tingkat investasi riil. Peningkatan investasi riil sangat diperlukan dalam usaha meningkatkan output nasional (GDP). Berdasarkan studi “Dinamika Interaksi antara Variabel Moneter dan Pasar Modal Syariah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia” disimpulkan bahwa keberadaan pasar modal syariah di Indonesia mampu mem-back up perekonomian Indonesia. Variabel moneter mudah mengalami guncangan akibat krisis global. Melihat respon JII yang cepat stabil saat terjadi guncangan pada variabel-variabel moneter serta GDP riil, mendukung pasar modal syariah untuk terus
96
dikembangkan. Bahkan pasar modal syariah terbukti tahan terhadap krisis padahal beberapa negara maju seperti Eropa mengalami krisis financial. Hal ini dikarenakan prinsip syariah yang melarang adanya riba serta melarang adanya unsur gharar dan maysir. Variabel moneter memiliki peran tersendiri dalam memengaruhi nilai indeks JII. Berdasarkan hasil Forecast Error Variance Decomposition, variabel moneter yang paling berperan terhadap JII adalah SBI dan exchange rate. Hal ini menunjukkan penetapan kebijakan pada SBI dan exchange rate harus lebih prudential, karena akan memengaruhi JII yang menjadi acuan investor dalam melakukan transaksi dalam perdagangan bursa.
6.2.
Saran Para pelaku pasar modal syariah dan pemerintah perlu meningkatkan
penyebaran dan kualitas keterbukaan informasi agar masyarakat dapat memainkan peranannya dalam melakukan investasi di pasar modal syariah. Adanya dorongan diversifikasi instrumen pasar modal syariah yang dapat meningkatkan minat konsumen untuk berperan dalam menjalankan transaksi di pasar modal syariah. Melihat kondisi JII yang mudah stabil, memberikan rekomendasi kepada para investor untuk menyimpan dananya pada bursa syariah. Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999, secara implisit menunjukkan tujuan utama kebijakan moneter diarahkan untuk menjaga nilai tukar Rupiah dan inflasi. Otoritas moneter harus memiliki mekanisme yang tepat untuk memelihara kestabilan nilai tukar Rupiah. Karena ketidakstabilan nilai tukar akan memicu ketidakstabilan harga saham yang diperdagangkan di bursa.
97
DAFTAR PUSTAKA
Achsien, Iggi H. 2000. Investasi Syariah di Pasar Modal : Menggagas Konsep dan Praktek Manajemen Portofolio Syariah. Gramedia, Jakarta. Anoraga, P. dan P.Pakarti. 2006. Pengantar Pasar Modal. Rineka Cipta, Jakarta. Arifin, Zaenal. 2005. Teori Keuangan dan Pasar Modal. Ekonisia, Yogyakarta. Ascarya. 2009c. “Toward Optimum Synergy of Monetary Policy in Dual Financial/Banking System”. Journal of Indonesian Economy and Business, Vol.24, No.1. Ascarya. 2012. “Alur Transmisi dan Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Vol.14, No.3. Ayuniyyah, Qurroh, Noer A. Achsani, and Ascarya. 2010. “Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional terhadap Pertumbuhan Sektor Riil di Indonesia”. Iqtisodia, Republika, August 26. Beik dan Wardhana. 2011. “The Relationship between Jakarta Islamic Index and Other Selected Markets: Evidence from Impulse Response Function”. Artikel Majalah Ekonomi. Billah, Mohd Ma’sum. 2009. Penerapan Pasar Modal Islam. Yusuf Hidayat dan Erman Rajagukguk. Sweet & Maxwell Asia, Selangor. Broome, Simon, Morley. 2004. “Stock Prices as a Leading Indicator of The East Asian Financial Crisis”. Journal of Asian Economics. 15: 189-197. Ebrinda D.G, Ascarya, Jaenal Effendi. 2010. “Analisis Pengaruh Social Values Terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 12:517-548. Enders,W. 2004. Applied Economic Time Series 2nd Edition. John Wiley & Sons, Inc, New York. Fama, Eugene. 1970. “Efficient Capital Markets: A Review of Theory and Empirical Work”. Journal of Finance, 25:383-417. Fama, Eugene F. and French, Kenneth R. 2000. “Testing Tradeoff and Pecking Order Predictionsabout Dividents and Debt”.The Center for Research in Security Price Working Paper, No.506. Firdaus, M. 2010. Teori dan Aplikasi Deret Waktu Banyak Ragam. Hasil Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
98
dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel dan Time Series. PT Penerbit IPB Press, Bogor. Gujarati, D. 2003. Basic Econometrics. Mc Graw-Hill. Singapura. Erlangga, Jakarta. Gustiani, Ascarya, dan Effendi. 2010. “Analisis Pengaruh Social Values terhadap Jumlah Permintaan Uang di Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Vol.12, No.4. Hardianto, Florentinus Nogro. 2006, “Responsivitas Harga Saham Properti Terhadap Dinamika Ekonomi Moneter di Indonesia: Pendekatan Error Correction Model”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, 11:213-226. Huda, Nurul dan Edwin,Mustafa. 2007. Investasi pada Pasar Modal Syariah. Kencana Prenada Media Group: Jakarta. Hulwati. 2009. Ekonomi Islam:Teori dan Praktiknya dalam Perdagangan Obligasi Syariah di Pasar Modal Indonesia dan Malaysia. Ciputat Press Grup, Jakarta. Husnan, S. 2001. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisa Sekuritas. AMP YKPN, Yogyakarta. Jovanovic, M dan Tobias Z. 2008. “Stock Market Uncertainty and Monetary Policy Reaction Function of the Federal Reserve Bank”. Ruhr Economic Papers, No.11. Levine, Ross, dan Zervos. 1998. “Capital Control Liberalization and Stock Market Development”. Policy Research Working Paper Series 1622. The World Bank. Lypsey R.G, P.N. Courant, D.D. Purvis dan P.O. Steiner.1997.Pengantar Makroekonomi. Bina Rupa Aksara, Jakarta. Mankiw, G.N.2003. Teori Makroekonomi Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta. Mishkin, F. S. 2001. The Economics of Money, Banking, and Financial Markets Sixth Edition. Colombia University. Mishkin, F.S, 2004. The Economics of Money, Banking and Financial Markets. Seventh Edition. International Edition, New York: Pearson Addison Wesley Longman.
99
Nopirin.1998. Ekonomi Moneter. BPFE, Yogyakarta. Reilly, F.K. 1989. Investment Analysis and Portofolio Managemen. The Dryden Press. New York. Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional Jilid 2 Edisi 5. Erlangga, Jakarta. Sarwono, Hartadi A. dan Perry Warjiyo, 1998, “Mencari Paradigma Baru Manajemen Moneter dalam Sistem Nilai Tukar Fleksibel: Suatu Pemikiran untuk Penerapannya di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 1:5-23. Sunariyah. 2000. Pengantar Pasar Modal. Edisi kedua. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Taylor, John B. 2007. Housing and Monetary Policy. W.W. Norton, New York. Todaro, Michael P. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Jilid 2. Erlangga, Jakarta. Verbeek, M. 2000. A Guide to Modern Econometrics. John Wiley & Sons, Ltd. New York, USA. Warjiyo, P. 2004. Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia : Sebuah Pengantar. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK), Jakarta. Widoatmodjo, Sawidji. 2009. Pasar Modal Indonesia Pengantar dan Studi Kasus. Ghalia Indonesia, Bogor. Yuliadi, Imamudin. 2008. Ekonomi Moneter. PT Indeks, Jakarta.
LAMPIRAN
101
Lampiran 1. Hasil Uji Akar Unit Null Hypothesis: GDP has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.103851 -3.552666 -2.914517 -2.595033
0.2440
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(GDP) Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 20:37 Sample (adjusted): 2007M05 2011M12 Included observations: 56 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
GDP(-1) D(GDP(-1)) D(GDP(-2)) D(GDP(-3)) C
-0.001382 1.488518 -0.102720 -0.437742 0.034378
0.000657 0.126642 0.244248 0.129810 0.016124
-2.103851 11.75379 -0.420555 -3.372175 2.132030
0.0403 0.0000 0.6758 0.0014 0.0378
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.995974 0.995658 0.000794 3.22E-05 322.8996 3154.340 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.009200 0.012053 -11.35356 -11.17272 -11.28345 2.139800
Null Hypothesis: D(GDP) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(GDP,2) Method: Least Squares
t-Statistic
Prob.*
-4.107532 -3.552666 -2.914517 -2.595033
0.0020
102
Date: 04/24/12 Time: 20:38 Sample (adjusted): 2007M05 2011M12 Included observations: 56 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(GDP(-1)) D(GDP(-1),2) D(GDP(-2),2) C
-0.047686 0.600373 0.432086 0.000456
0.011609 0.123264 0.133989 0.000170
-4.107532 4.870611 3.224774 2.688232
0.0001 0.0000 0.0022 0.0096
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.856393 0.848108 0.000820 3.50E-05 320.5693 103.3667 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.000531 0.002104 -11.30604 -11.16138 -11.24996 2.092970
Null Hypothesis: JII has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.689717 -3.548208 -2.912631 -2.594027
0.4311
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(JII) Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 20:39 Sample (adjusted): 2007M03 2011M12 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
JII(-1) D(JII(-1)) C
-0.068645 0.327659 0.418621
0.040625 0.127209 0.243466
-1.689717 2.575755 1.719424
0.0967 0.0127 0.0912
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.131829 0.100259 0.085146 0.398738 62.11851 4.175772 0.020495
Null Hypothesis: D(JII) has a unit root
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.010517 0.089764 -2.038569 -1.931995 -1.997056 2.033691
103
Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.519982 -3.548208 -2.912631 -2.594027
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(JII,2) Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 20:39 Sample (adjusted): 2007M03 2011M12 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(JII(-1)) C
-0.705291 0.007672
0.127771 0.011431
-5.519982 0.671161
0.0000 0.5049
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.352378 0.340813 0.086544 0.419437 60.65084 30.47020 0.000001
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000862 0.106595 -2.022443 -1.951393 -1.994768 1.999030
Null Hypothesis: KS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.916593 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.7762
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(KS) Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 20:40 Sample (adjusted): 2007M02 2011M12 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
KS(-1)
-0.038742
0.042267
-0.916593
0.3632
104
C R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.542491 0.014525 -0.002764 0.106728 0.649284 49.31058 0.840143 0.363218
0.576306
0.941325
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.3505 0.014407 0.106581 -1.603749 -1.533324 -1.576257 1.524774
Null Hypothesis: D(KS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.971657 -3.548208 -2.912631 -2.594027
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(KS,2) Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 20:43 Sample (adjusted): 2007M03 2011M12 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(KS(-1)) C
-0.784734 0.012081
0.131410 0.014007
-5.971657 0.862481
0.0000 0.3921
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.389051 0.378141 0.105910 0.628148 48.93881 35.66069 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.002069 0.134305 -1.618580 -1.547530 -1.590904 1.985653
Null Hypothesis: NPS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.200914 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.0249
105
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(NPS) Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 20:44 Sample (adjusted): 2007M02 2011M12 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
NPS(-1) C
-0.295270 3.360136
0.092246 1.048796
-3.200914 3.203803
0.0022 0.0022
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.152364 0.137493 0.269974 4.154497 -5.443661 10.24585 0.002241
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.004915 0.290697 0.252327 0.322752 0.279819 1.964901
Null Hypothesis: D(NPS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-8.479185 -3.548208 -2.912631 -2.594027
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(NPS,2) Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 20:44 Sample (adjusted): 2007M03 2011M12 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(NPS(-1)) C
-1.122838 0.007983
0.132423 0.038486
-8.479185 0.207415
0.0000 0.8364
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.562146 0.554327 0.293040 4.808868 -10.08897 71.89657 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.001207 0.438954 0.416861 0.487911 0.444537 2.002070
106
Null Hypothesis: SBI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.105731 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.2432
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(SBI) Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 20:44 Sample (adjusted): 2007M02 2011M12 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
SBI(-1) C
-0.139279 0.930956
0.066143 0.465511
-2.105731 1.999857
0.0396 0.0503
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.072177 0.055899 0.738838 31.11528 -64.84214 4.434102 0.039645
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.028131 0.760397 2.265835 2.336260 2.293326 1.824358
Null Hypothesis: D(SBI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(SBI,2) Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 20:45 Sample (adjusted): 2007M03 2011M12 Included observations: 58 after adjustments
t-Statistic
Prob.*
-11.54140 -3.548208 -2.912631 -2.594027
0.0000
107
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(SBI(-1)) C
-1.186364 0.026633
0.102792 0.078194
-11.54140 0.340602
0.0000 0.7347
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.704023 0.698738 0.595012 19.82617 -51.16867 133.2040 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.063462 1.084060 1.833402 1.904452 1.861078 1.401111
Null Hypothesis: SBIS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.055166 -3.548208 -2.912631 -2.594027
0.2632
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(SBIS) Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 20:45 Sample (adjusted): 2007M03 2011M12 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
SBIS(-1) D(SBIS(-1)) C
-0.049778 0.657278 0.362851
0.024221 0.099336 0.186619
-2.055166 6.616721 1.944343
0.0446 0.0000 0.0570
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.456754 0.437000 0.245538 3.315893 0.691327 23.12164 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.048048 0.327239 0.079609 0.186184 0.121122 1.774148
Null Hypothesis: D(SBIS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level
t-Statistic
Prob.*
-3.512665 -3.548208 -2.912631
0.0110
108
10% level
-2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(SBIS,2) Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 20:48 Sample (adjusted): 2007M03 2011M12 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(SBIS(-1)) C
-0.357850 -0.014767
0.101874 0.033574
-3.512665 -0.439847
0.0009 0.6617
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.180554 0.165921 0.252507 3.570536 -1.454345 12.33882 0.000885
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.003779 0.276483 0.119115 0.190165 0.146791 1.720364
Null Hypothesis: M2 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.213029 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.6633
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(M2) Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 20:51 Sample (adjusted): 2007M02 2011M12 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
M2(-1) C
-0.054304 0.746164
0.044768 0.624876
-1.213029 1.194099
0.2301 0.2374
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic
0.025165 0.008063 0.192074 2.102870 14.64254 1.471440
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.011222 0.192853 -0.428561 -0.358136 -0.401070 1.933296
109
Prob(F-statistic)
0.230122
Null Hypothesis: D(M2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-7.446482 -3.548208 -2.912631 -2.594027
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(M2,2) Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 20:54 Sample (adjusted): 2007M03 2011M12 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(M2(-1)) C
-0.996866 -0.011622
0.133871 0.025824
-7.446482 -0.450055
0.0000 0.6544
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.497533 0.488560 0.196236 2.156470 13.16871 55.45009 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.001128 0.274398 -0.385128 -0.314078 -0.357453 1.996363
Null Hypothesis: XR has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(XR) Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 20:55 Sample (adjusted): 2007M02 2011M12
t-Statistic
Prob.*
-1.736313 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.4081
110
Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
XR(-1) C
-0.100231 0.917665
0.057726 0.528510
-1.736313 1.736325
0.0879 0.0879
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.050234 0.033571 0.035220 0.070704 114.7228 3.014784 0.087911
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
4.08E-05 0.035826 -3.821111 -3.750686 -3.793620 1.789391
Null Hypothesis: D(XR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-7.037986 -3.548208 -2.912631 -2.594027
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(XR,2) Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 20:56 Sample (adjusted): 2007M03 2011M12 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(XR(-1)) C
-0.939165 4.45E-05
0.133442 0.004779
-7.037986 0.009318
0.0000 0.9926
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.469362 0.459886 0.036393 0.074169 110.8954 49.53325 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000136 0.049519 -3.755013 -3.683963 -3.727338 1.988690
111
Lampiran 2. Uji Stabilitas VAR
Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: GDP JII KS NPS M2 SBI SBIS XR Exogenous variables: C Lag specification: 1 2 Date: 04/24/12 Time: 21:01 Root 0.983248 - 0.083047i 0.983248 + 0.083047i 0.923592 - 0.226737i 0.923592 + 0.226737i 0.789108 0.592021 - 0.467534i 0.592021 + 0.467534i 0.655950 - 0.220029i 0.655950 + 0.220029i 0.030602 - 0.553886i 0.030602 + 0.553886i -0.440227 - 0.095832i -0.440227 + 0.095832i -0.014545 - 0.143098i -0.014545 + 0.143098i 0.080759 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.986749 0.986749 0.951016 0.951016 0.789108 0.754372 0.754372 0.691869 0.691869 0.554730 0.554730 0.450537 0.450537 0.143835 0.143835 0.080759
112
Lampiran 3. Uji Optimum Lag VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: GDP JII KS NPS M2 SBI SBIS XR Exogenous variables: C Date: 04/24/12 Time: 21:06 Sample: 2007M01 2011M12 Included observations: 55 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5
55.46465 501.2842 689.8129 771.0363 870.7213 1011.696
NA 745.7346 260.5124 88.60737* 79.74797 71.76888
2.46e-11 2.35e-17 2.93e-19 2.35e-19 1.61e-19 7.11e-20*
-1.725987 -15.61034 -20.13865 -20.76496 -22.06259 -24.86167*
-1.434011 -12.98255 -15.17506* -13.46556 -12.42739 -12.89066
-1.613078 -14.59415 -18.21919 -17.94222 -18.33658 -20.23238*
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
113
Lampiran 4. Uji Kointegrasi Date: 04/24/12 Time: 21:13 Sample (adjusted): 2007M04 2011M12 Included observations: 57 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: GDP JII KS NPS M2 SBI SBIS XR Lags interval (in first differences): 1 to 2 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 * At most 3 * At most 4 * At most 5 * At most 6 * At most 7 *
0.744913 0.553770 0.493476 0.410809 0.311624 0.245970 0.222438 0.177185
255.6233 177.7527 131.7582 92.98775 62.83443 41.54947 25.45708 11.11636
159.5297 125.6154 95.75366 69.81889 47.85613 29.79707 15.49471 3.841466
0.0000 0.0000 0.0000 0.0003 0.0011 0.0014 0.0012 0.0009
Trace test indicates 8 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
114
Lampiran 5. Uji Kausalitas Granger Pairwise Granger Causality Tests Date: 04/24/12 Time: 21:25 Sample: 2007M01 2011M12 Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
JII does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause JII
58
2.05426 0.22458
0.1383 0.7996
KS does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause KS
58
2.83947 0.99496
0.0674 0.3765
NPS does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause NPS
58
0.30574 0.10591
0.7379 0.8997
M2 does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause M2
58
3.76212 2.33881
0.0297 0.1063
SBI does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause SBI
58
2.07405 0.95356
0.1358 0.3919
SBIS does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause SBIS
58
17.1624 1.45547
2.E-06 0.2425
XR does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause XR
58
2.24950 0.29691
0.1154 0.7443
KS does not Granger Cause JII JII does not Granger Cause KS
58
3.67981 2.81707
0.0319 0.0688
NPS does not Granger Cause JII JII does not Granger Cause NPS
58
0.03205 9.51467
0.9685 0.0003
M2 does not Granger Cause JII JII does not Granger Cause M2
58
1.32856 0.56888
0.2735 0.5696
SBI does not Granger Cause JII JII does not Granger Cause SBI
58
7.01887 7.75491
0.0020 0.0011
SBIS does not Granger Cause JII JII does not Granger Cause SBIS
58
3.73077 3.77351
0.0305 0.0294
XR does not Granger Cause JII JII does not Granger Cause XR
58
0.42675 17.5135
0.6548 1.E-06
NPS does not Granger Cause KS KS does not Granger Cause NPS
58
0.60946 6.60718
0.5474 0.0027
M2 does not Granger Cause KS KS does not Granger Cause M2
58
1.03624 1.00811
0.3619 0.3718
SBI does not Granger Cause KS KS does not Granger Cause SBI
58
5.30156 5.53460
0.0080 0.0066
SBIS does not Granger Cause KS
58
3.25375
0.0465
115
KS does not Granger Cause SBIS
1.64683
0.2024
XR does not Granger Cause KS KS does not Granger Cause XR
58
0.72787 10.9267
0.4877 0.0001
M2 does not Granger Cause NPS NPS does not Granger Cause M2
58
1.16742 1.24210
0.3190 0.2970
SBI does not Granger Cause NPS NPS does not Granger Cause SBI
58
7.67634 1.81761
0.0012 0.1724
SBIS does not Granger Cause NPS NPS does not Granger Cause SBIS
58
3.55500 1.40837
0.0356 0.2535
XR does not Granger Cause NPS NPS does not Granger Cause XR
58
3.67382 0.61266
0.0320 0.5457
SBI does not Granger Cause M2 M2 does not Granger Cause SBI
58
0.47178 0.49255
0.6265 0.6138
SBIS does not Granger Cause M2 M2 does not Granger Cause SBIS
58
2.43657 0.77581
0.0972 0.4655
XR does not Granger Cause M2 M2 does not Granger Cause XR
58
0.19771 0.93253
0.8212 0.3999
SBIS does not Granger Cause SBI SBI does not Granger Cause SBIS
58
15.2802 0.84963
6.E-06 0.4333
XR does not Granger Cause SBI SBI does not Granger Cause XR
58
7.39834 9.53569
0.0015 0.0003
XR does not Granger Cause SBIS SBIS does not Granger Cause XR
58
3.20072 5.77426
0.0487 0.0054
116
Lampiran 6. Hasil Estimasi VECM Vector Error Correction Estimates Date: 04/25/12 Time: 06:53 Sample (adjusted): 2007M03 2011M12 Included observations: 58 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
GDP(-1)
1.000000
JII(-1)
0.560732 (0.11359) [ 4.93644]
KS(-1)
-0.392708 (0.10689) [-0.67396]
NPS(-1)
0.134414 (0.03384) [ 3.97230]
M2(-1)
-0.060901 (0.01928) [-3.15893]
SBI(-1)
-0.078189 (0.01078) [-7.25361]
SBIS(-1)
0.199949 (0.01347) [ 14.8438]
XR(-1)
0.845828 (0.25574) [ 3.30742]
C
-31.92320
Error Correction:
D(GDP)
D(JII)
D(KS)
D(NPS)
D(M2)
D(SBI)
D(SBIS)
D(XR)
CointEq1
-0.012973 (0.00110) [-11.7677]
-0.112959 (0.09440) [-1.19656]
-0.063763 (0.11395) [-0.55958]
-0.097047 (0.29894) [-0.32464]
0.398937 (0.20953) [ 1.90400]
-0.643614 (0.55572) [-1.15816]
-0.396989 (0.27045) [-1.46787]
0.002147 (0.03421) [ 0.06274]
D(GDP(-1))
0.989784 (0.01312) [ 75.4348]
-0.732698 (1.12362) [-0.65209]
-1.821177 (1.35625) [-1.34280]
1.714849 (3.55810) [ 0.48196]
-0.365298 (2.49386) [-0.14648]
1.690269 (6.61437) [ 0.25555]
1.336858 (3.21902) [ 0.41530]
0.069777 (0.40720) [ 0.17136]
D(JII(-1))
0.005139 (0.00359) [ 1.43075]
0.280312 (0.30756) [ 0.91140]
0.386744 (0.37124) [ 1.04177]
1.075353 (0.97393) [ 1.10413]
-0.010837 (0.68263) [-0.01588]
-1.281831 (1.81050) [-0.70800]
-0.437981 (0.88112) [-0.49707]
-0.284174 (0.11146) [-2.54955]
D(KS(-1))
-0.003495 (0.00289)
-0.098650 (0.24718)
-0.131407 (0.29836)
-0.082653 (0.78274)
-0.086002 (0.54862)
0.288885 (1.45507)
-0.219698 (0.70814)
0.046951 (0.08958)
117
[-1.21099]
[-0.39910]
[-0.44044]
[-0.10560]
[-0.15676]
[ 0.19854]
[-0.31025]
[ 0.52412]
D(NPS(-1))
0.000705 (0.00052) [ 1.35337]
0.027976 (0.04462) [ 0.62704]
0.060962 (0.05385) [ 1.13201]
-0.222511 (0.14128) [-1.57495]
0.132931 (0.09902) [ 1.34242]
0.293254 (0.26264) [ 1.11658]
0.091944 (0.12782) [ 0.71934]
-0.011938 (0.01617) [-0.73835]
D(M2(-1))
-0.001378 (0.00073) [-1.88429]
0.036359 (0.06265) [ 0.58039]
0.042883 (0.07562) [ 0.56712]
0.132224 (0.19838) [ 0.66654]
-0.013369 (0.13904) [-0.09615]
0.176247 (0.36877) [ 0.47793]
0.084369 (0.17947) [ 0.47010]
-0.004565 (0.02270) [-0.20107]
D(SBI(-1))
-0.000380 (0.00021) [-1.80646]
-0.000187 (0.01800) [-0.01040]
0.003772 (0.02173) [ 0.17360]
0.008951 (0.05701) [ 0.15702]
0.012086 (0.03996) [ 0.30248]
-0.425810 (0.10597) [-4.01807]
0.033064 (0.05157) [ 0.64109]
0.000480 (0.00652) [ 0.07360]
D(SBIS(-1))
0.001247 (0.00059) [ 2.11474]
-0.052832 (0.05049) [-1.04646]
-0.038383 (0.06094) [-0.62987]
-0.113155 (0.15987) [-0.70779]
-0.070057 (0.11205) [-0.62521]
1.011797 (0.29719) [ 3.40450]
0.581833 (0.14464) [ 4.02275]
-2.79E-05 (0.01830) [-0.00152]
D(XR(-1))
0.004567 (0.00444) [ 1.02924]
0.452201 (0.37999) [ 1.19004]
0.556652 (0.45866) [ 1.21365]
-0.922336 (1.20329) [-0.76651]
0.049343 (0.84338) [ 0.05851]
1.756423 (2.23686) [ 0.78522]
-0.767056 (1.08862) [-0.70461]
-0.174611 (0.13771) [-1.26797]
C
-0.000380 (0.00019) [-1.95551]
0.013857 (0.01662) [ 0.83352]
0.029007 (0.02007) [ 1.44553]
-0.021560 (0.05264) [-0.40955]
-0.011099 (0.03690) [-0.30080]
0.064396 (0.09786) [ 0.65802]
-0.022506 (0.04763) [-0.47255]
0.001509 (0.00602) [ 0.25038]
0.993519 0.992303 5.19E-05 0.001040 817.5226 321.5700 -10.74379 -10.38854 0.009308 0.011853
0.171201 0.015801 0.380654 0.089052 1.101682 63.46445 -1.843602 -1.488353 0.010517 0.089764
0.157482 -0.000490 0.554586 0.107489 0.996901 52.55089 -1.467272 -1.112023 0.014828 0.107463
0.218264 0.071689 3.817028 0.281995 1.489090 -3.390279 0.461734 0.816983 0.007241 0.292681
0.130471 -0.032566 1.875132 0.197649 0.800255 17.22272 -0.249059 0.106189 -0.011662 0.194508
0.371572 0.253742 13.19064 0.524218 3.153457 -39.35130 1.701769 2.057018 0.032418 0.606831
0.488161 0.392191 3.124190 0.255122 5.086611 2.418336 0.261437 0.616686 -0.048048 0.327239
0.328447 0.202531 0.049993 0.032273 2.608460 122.3347 -3.873609 -3.518360 3.86E-05 0.036139
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
2.18E-19 4.79E-20 631.6725 -18.74733 -15.62114
118
Lampiran 7. Impulse Response Function terhadap Shock JII
Period
GDP
M2
SBI
SBIS
XR
1
0.000000 (0.00000) 0.000217 (0.00083) 0.001171 (0.00152) 0.002146 (0.00217) 0.002820 (0.00277) 0.003091 (0.00331) 0.002977 (0.00380) 0.002551 (0.00422) 0.001902 (0.00459) 0.001122 (0.00489) 0.000289 (0.00515) -0.000532 (0.00535) -0.001293 (0.00550) -0.001961 (0.00561) -0.002516 (0.00568) -0.002949 (0.00570) -0.003258 (0.00568) -0.003451 (0.00563) -0.003537 (0.00553) -0.003531 (0.00541) -0.003447 (0.00525) -0.003301 (0.00508) -0.003109 (0.00490) -0.002886 (0.00470) -0.002643 (0.00450) -0.002394 (0.00431) -0.002147 (0.00412) -0.001909 (0.00394) -0.001688 (0.00378) -0.001487
-0.019766 (0.02184) -0.024950 (0.02357) -0.027960 (0.02646) -0.027747 (0.02823) -0.024784 (0.02949) -0.019900 (0.03050) -0.013881 (0.03132) -0.007365 (0.03199) -0.000842 (0.03249) 0.005328 (0.03282) 0.010887 (0.03296) 0.015661 (0.03289) 0.019546 (0.03256) 0.022501 (0.03197) 0.024531 (0.03111) 0.025681 (0.03001) 0.026029 (0.02871) 0.025673 (0.02728) 0.024725 (0.02577) 0.023304 (0.02424) 0.021527 (0.02275) 0.019508 (0.02135) 0.017351 (0.02008) 0.015148 (0.01896) 0.012977 (0.01801) 0.010904 (0.01723) 0.008976 (0.01660) 0.007232 (0.01610) 0.005692 (0.01571) 0.004370
-0.182000 (0.08655) -0.149781 (0.08012) -0.105211 (0.08657) -0.052136 (0.09273) 0.002692 (0.09951) 0.053534 (0.10604) 0.096624 (0.11174) 0.130040 (0.11638) 0.153266 (0.11982) 0.166749 (0.12199) 0.171521 (0.12282) 0.168933 (0.12235) 0.160459 (0.12065) 0.147562 (0.11786) 0.131619 (0.11418) 0.113857 (0.10981) 0.095337 (0.10498) 0.076936 (0.09993) 0.059348 (0.09487) 0.043097 (0.09000) 0.028546 (0.08548) 0.015919 (0.08141) 0.005320 (0.07786) -0.003247 (0.07482) -0.009858 (0.07223) -0.014650 (0.07001) -0.017804 (0.06801) -0.019525 (0.06611) -0.020035 (0.06419) -0.019558
-0.089608 (0.02907) -0.108910 (0.04050) -0.075313 (0.05093) -0.020113 (0.05902) 0.038811 (0.06538) 0.091723 (0.07071) 0.133873 (0.07526) 0.163563 (0.07898) 0.180928 (0.08178) 0.187157 (0.08364) 0.183986 (0.08460) 0.173369 (0.08475) 0.157267 (0.08418) 0.137513 (0.08304) 0.115735 (0.08145) 0.093313 (0.07958) 0.071366 (0.07758) 0.050757 (0.07561) 0.032107 (0.07377) 0.015824 (0.07212) 0.002127 (0.07067) -0.008922 (0.06941) -0.017383 (0.06827) -0.023417 (0.06719) -0.027250 (0.06609) -0.029156 (0.06489) -0.029432 (0.06352) -0.028383 (0.06193) -0.026306 (0.06009) -0.023482
-0.004641 (0.00373) -0.012558 (0.00333) -0.015732 (0.00356) -0.015863 (0.00390) -0.014124 (0.00433) -0.011336 (0.00476) -0.008072 (0.00516) -0.004729 (0.00553) -0.001572 (0.00586) 0.001230 (0.00614) 0.003580 (0.00638) 0.005436 (0.00654) 0.006796 (0.00665) 0.007685 (0.00669) 0.008148 (0.00667) 0.008240 (0.00660) 0.008026 (0.00647) 0.007569 (0.00630) 0.006930 (0.00609) 0.006169 (0.00585) 0.005336 (0.00560) 0.004477 (0.00534) 0.003629 (0.00509) 0.002821 (0.00485) 0.002076 (0.00462) 0.001409 (0.00441) 0.000830 (0.00423) 0.000344 (0.00406) -5.02E-05 (0.00392) -0.000355
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
119
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
(0.00363) -0.001308 (0.00349) -0.001154 (0.00337) -0.001023 (0.00326) -0.000916 (0.00316) -0.000830 (0.00307) -0.000765 (0.00299) -0.000717 (0.00291) -0.000684 (0.00284) -0.000663 (0.00277) -0.000653 (0.00271) -0.000650 (0.00264) -0.000653 (0.00258) -0.000658 (0.00252) -0.000666 (0.00245) -0.000675 (0.00239) -0.000682 (0.00232) -0.000688 (0.00226) -0.000693 (0.00220) -0.000694 (0.00214) -0.000693 (0.00208)
(0.01539) 0.003267 (0.01511) 0.002377 (0.01485) 0.001687 (0.01458) 0.001180 (0.01429) 0.000836 (0.01396) 0.000632 (0.01359) 0.000546 (0.01318) 0.000554 (0.01272) 0.000634 (0.01223) 0.000767 (0.01171) 0.000935 (0.01117) 0.001122 (0.01061) 0.001315 (0.01006) 0.001503 (0.00950) 0.001678 (0.00897) 0.001834 (0.00845) 0.001966 (0.00797) 0.002072 (0.00752) 0.002152 (0.00710) 0.002206 (0.00673)
(0.06214) -0.018311 (0.05989) -0.016496 (0.05738) -0.014298 (0.05461) -0.011880 (0.05159) -0.009380 (0.04834) -0.006913 (0.04493) -0.004568 (0.04142) -0.002414 (0.03788) -0.000496 (0.03439) 0.001156 (0.03102) 0.002530 (0.02784) 0.003627 (0.02492) 0.004458 (0.02228) 0.005041 (0.01997) 0.005402 (0.01799) 0.005568 (0.01633) 0.005571 (0.01495) 0.005439 (0.01380) 0.005204 (0.01284) 0.004892 (0.01201)
(0.05797) -0.020165 (0.05558) -0.016581 (0.05293) -0.012919 (0.05005) -0.009337 (0.04699) -0.005957 (0.04381) -0.002871 (0.04058) -0.000141 (0.03737) 0.002196 (0.03424) 0.004126 (0.03128) 0.005654 (0.02852) 0.006798 (0.02603) 0.007587 (0.02381) 0.008058 (0.02189) 0.008254 (0.02025) 0.008219 (0.01885) 0.007996 (0.01765) 0.007629 (0.01661) 0.007157 (0.01568) 0.006617 (0.01482) 0.006039 (0.01402)
Cholesky Ordering: GDP JII KS NPS M2 SBI SBIS XR Standard Errors: Analytic
(0.00378) -0.000578 (0.00366) -0.000726 (0.00355) -0.000808 (0.00343) -0.000836 (0.00331) -0.000818 (0.00318) -0.000765 (0.00305) -0.000686 (0.00290) -0.000590 (0.00274) -0.000483 (0.00258) -0.000371 (0.00240) -0.000261 (0.00222) -0.000157 (0.00204) -6.03E-05 (0.00187) 2.55E-05 (0.00169) 9.95E-05 (0.00153) 0.000161 (0.00137) 0.000210 (0.00123) 0.000247 (0.00110) 0.000273 (0.00099) 0.000288 (0.00089)
120
Lampiran 8. Impulse Response Function terhadap Shock Variabel-Variabel Moneter
Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
GDP
M2
SBI
SBIS
XR
-0.008429 (0.00969) -0.010998 (0.01063) -0.012355 (0.01163) -0.013409 (0.01247) -0.014283 (0.01318) -0.014856 (0.01378) -0.014982 (0.01429) -0.014570 (0.01472) -0.013598 (0.01506) -0.012104 (0.01530)
0.000000 (0.00000) -0.006555 (0.00649) -0.012717 (0.01052) -0.016933 (0.01309) -0.019079 (0.01461) -0.019496 (0.01541) -0.018635 (0.01583) -0.016918 (0.01610) -0.014701 (0.01632) -0.012267 (0.01654)
0.000000 (0.00000) -0.019840 (0.00869) -0.029824 (0.01252) -0.035191 (0.01424) -0.037990 (0.01497) -0.039033 (0.01540) -0.038685 (0.01588) -0.037165 (0.01646) -0.034668 (0.01708) -0.031394 (0.01761)
0.000000 (0.00000) -0.000866 (0.00439) -0.004315 (0.00700) -0.008263 (0.00863) -0.011794 (0.00964) -0.014562 (0.01027) -0.016488 (0.01071) -0.017620 (0.01107) -0.018055 (0.01141) -0.017911 (0.01173)
0.000000 (0.00000) 0.018621 (0.00753) 0.025130 (0.01158) 0.024690 (0.01373) 0.020503 (0.01486) 0.014558 (0.01555) 0.008098 (0.01611) 0.001905 (0.01660) -0.003550 (0.01699) -0.008003 (0.01725)
Cholesky Ordering: GDP JII KS NPS M2 SBI SBIS XR Standard Errors: Analytic
121
Lampiran 9. Impulse Response Function IHSG terhadap Shock VariabelVariabel Moneter
Period
GDP
JII
SBI
SBIS
XR
M2
1
16.16033 (10.2449) 16.61970 (12.3276) 15.30116 (12.9272) 16.58300 (13.8963) 12.28623 (15.2151) 9.462470 (16.4856) 7.122658 (17.5293) 4.947776 (18.3932) 2.993741 (19.0368) 1.994725 (19.4556) 2.094846 (19.7403) 3.334034 (20.0186) 5.816489 (20.4078) 9.577246 (21.0052) 14.53635 (21.8720) 20.54866 (23.0205) 27.45007 (24.4234) 35.05877 (26.0316) 43.17835 (27.7890) 51.60224 (29.6443) 60.11661 (31.5573) 68.50081 (33.5030) 76.52981 (35.4740) 83.97864 (37.4825) 90.62782
23.69738 (9.89266) 6.686607 (14.3954) 13.79476 (13.7823) 18.66774 (13.3644) 19.03588 (13.2538) 20.25894 (13.3966) 23.14218 (13.6254) 26.30212 (13.9465) 28.22230 (14.5249) 29.24417 (15.2804) 29.41717 (16.1679) 28.71497 (17.1348) 27.13877 (18.1390) 24.82218 (19.1485) 21.85605 (20.1651) 18.29071 (21.2158) 14.17672 (22.3295) 9.587198 (23.5269) 4.616018 (24.8178) -0.623882 (26.2011) -6.002106 (27.6669) -11.37609 (29.2018) -16.59713 (30.7923) -21.51507 (32.4270) -25.98170
0.000000 (0.00000) 4.076351 (7.52134) 1.039764 (9.26840) 3.031262 (10.1415) 2.697864 (11.1801) 1.853779 (12.2119) -0.259406 (13.1531) -2.226381 (13.8550) -4.802959 (14.3974) -7.621881 (14.7684) -10.48273 (14.9711) -13.23325 (15.0429) -15.85169 (15.0349) -18.24998 (14.9917) -20.32044 (14.9554) -21.96610 (14.9732) -23.10142 (15.0993) -23.65174 (15.3971) -23.55848 (15.9357) -22.78411 (16.7788) -21.31128 (17.9701) -19.14183 (19.5230) -16.29652 (21.4179) -12.81516 (23.6064) -8.756609
0.000000 (0.00000) -2.280726 (8.63529) -5.163937 (9.42328) -0.950738 (8.69688) 2.270004 (9.01526) 2.260561 (9.41269) 2.782740 (9.28378) 3.674099 (8.98821) 4.539910 (8.92964) 5.062519 (8.94386) 5.349557 (8.98995) 5.227386 (9.08438) 4.569430 (9.23100) 3.348997 (9.44714) 1.611448 (9.78406) -0.591611 (10.2888) -3.204904 (10.9817) -6.166784 (11.8581) -9.411519 (12.8956) -12.86885 (14.0600) -16.46127 (15.3127) -20.10273 (16.6160) -23.70050 (17.9357) -27.15805 (19.2429) -30.37824
0.000000 (0.00000) 0.885258 (10.4859) -5.934818 (11.0091) -14.16807 (11.5295) -14.24186 (12.7055) -16.39797 (13.4169) -17.84173 (13.6723) -17.71962 (13.6433) -16.50155 (13.5065) -15.16457 (13.2423) -13.93188 (12.9014) -12.91361 (12.5624) -12.27337 (12.2763) -12.04852 (12.0681) -12.16953 (11.9605) -12.53852 (11.9755) -13.07941 (12.1425) -13.73024 (12.5054) -14.44056 (13.1137) -15.16894 (14.0028) -15.87992 (15.1810) -16.54046 (16.6267) -17.11947 (18.2955) -17.58907 (20.1296) -17.92592
0.000000 (0.00000) -2.635528 (11.8138) -12.53052 (14.2819) -9.874016 (14.3439) -9.190922 (13.7977) -11.70683 (13.3085) -13.88204 (12.2799) -15.14576 (11.4764) -16.17416 (11.1963) -16.88724 (11.1395) -17.12862 (11.2055) -16.99838 (11.4012) -16.52630 (11.7091) -15.63142 (12.1517) -14.23131 (12.7861) -12.29457 (13.6547) -9.824870 (14.7703) -6.854592 (16.1218) -3.442770 (17.6804) 0.332107 (19.4056) 4.380510 (21.2522) 8.605770 (23.1736) 12.90495 (25.1231) 17.16942 (27.0547) 21.28613
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
122
26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
(39.5597) 96.26893 (41.7543) 100.7102 (44.1275) 103.7820 (46.7457) 105.3417 (49.6723) 105.2781 (52.9579) 103.5160 (56.6343) 100.0194 (60.7097) 94.79408 (65.1684) 87.88999 (69.9731) 79.40176 (75.0687) 69.46868 (80.3868) 58.27334 (85.8503) 46.03918 (91.3769) 33.02694 (96.8818) 19.52993 (102.281) 5.868370 (107.493) -7.617256 (112.441) -20.57367 (117.059) -32.64297 (121.293) -43.47127 (125.109) -52.71779 (128.504) -60.06399 (131.510) -65.22270 (134.212) -67.94694 (136.754) -68.03814 (139.350)
(34.0986) -29.85398 (35.8046) -32.99754 (37.5482) -35.29034 (39.3383) -36.62654 (41.1890) -36.92025 (43.1187) -36.10891 (45.1476) -34.15612 (47.2960) -31.05382 (49.5811) -26.82370 (52.0145) -21.51786 (54.5991) -15.21880 (57.3277) -8.038600 (60.1816) -0.117338 (63.1310) 8.379146 (66.1361) 17.26229 (69.1493) 26.32451 (72.1190) 35.34351 (74.9936) 44.08717 (77.7267) 52.31891 (80.2831) 59.80337 (82.6451) 66.31237 (84.8191) 71.63094 (86.8421) 75.56338 (88.7870) 77.93904 (90.7653) 78.61792 (92.9258)
(26.0200) -4.198339 (28.5785) 0.764434 (31.1963) 6.020348 (33.7883) 11.44416 (36.2734) 16.89960 (38.5782) 22.24263 (40.6404) 27.32506 (42.4124) 31.99835 (43.8651) 36.11754 (44.9922) 39.54525 (45.8149) 42.15555 (46.3864) 43.83783 (46.7959) 44.50029 (47.1700) 44.07316 (47.6693) 42.51152 (48.4769) 39.79751 (49.7769) 35.94211 (51.7252) 30.98609 (54.4201) 25.00044 (57.8838) 18.08591 (62.0610) 10.37196 (66.8321) 2.014802 (72.0334) -6.805220 (77.4773) -15.88698 (82.9686) -25.01260 (88.3167)
(20.5148) -33.26613 (21.7358) -35.73159 (22.8981) -37.69152 (24.0017) -39.07197 (25.0552) -39.81006 (26.0751) -39.85600 (27.0856) -39.17489 (28.1176) -37.74832 (29.2068) -35.57573 (30.3907) -32.67534 (31.7057) -29.08457 (33.1825) -24.86015 (34.8428) -20.07758 (36.6959) -14.83023 (38.7366) -9.227864 (40.9456) -3.394792 (43.2896) 2.532536 (45.7243) 8.408290 (48.1973) 14.08042 (50.6523) 19.39412 (53.0333) 24.19561 (55.2898) 28.33596 (57.3824) 31.67515 (59.2890) 34.08603 (61.0108) 35.45816 (62.5794)
(22.0668) -18.11186 (24.0456) -18.13408 (26.0084) -17.98504 (27.9031) -17.66232 (29.6839) -17.16845 (31.3121) -16.51094 (32.7566) -15.70230 (33.9945) -14.75997 (35.0121) -13.70608 (35.8056) -12.56710 (36.3816) -11.37314 (36.7579) -10.15726 (36.9627) -8.954499 (37.0345) -7.800969 (37.0200) -6.732800 (36.9711) -5.785143 (36.9410) -4.991166 (36.9789) -4.381098 (37.1238) -3.981332 (37.3996) -3.813617 (37.8108) -3.894355 (38.3416) -4.234010 (38.9572) -4.836659 (39.6082) -5.699682 (40.2363) -6.813609 (40.7808)
Cholesky Ordering: GDP JII IHSG KS NPS SBI SBIS XR M2 Standard Errors: Analytic
(28.9249) 25.13967 (30.6948) 28.61503 (32.3331) 31.60089 (33.8176) 33.99296 (35.1387) 35.69725 (36.3009) 36.63301 (37.3252) 36.73538 (38.2504) 35.95776 (39.1327) 34.27382 (40.0437) 31.67916 (41.0656) 28.19252 (42.2831) 23.85648 (43.7727) 18.73757 (45.5910) 12.92581 (47.7658) 6.533605 (50.2904) -0.306015 (53.1240) -7.441727 (56.1971) -14.70684 (59.4190) -21.92277 (62.6880) -28.90292 (65.8999) -35.45704 (68.9581) -41.39586 (71.7814) -46.53588 (74.3137) -50.70437 (76.5318) -53.74426 (78.4544)
123
Lampiran 10. Dekomposisi Varian Pada JII
Period
S.E.
GDP
JII
KS
NPS
M2
SBI
SBIS
XR
1
0.007876
1.274971
98.72503
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
2
0.013388
1.659435
91.48168
0.064097
0.018278
0.371332
3.402010
0.006486
2.996683
3
0.019051
1.978279
82.87400
0.865293
0.015944
1.174901
7.365123
0.111195
5.615260
4
0.024682
2.298140
74.09507
2.954700
0.106949
2.153436
11.04953
0.384092
6.958089
5
0.030062
2.614454
65.37667
6.336290
0.350976
3.070148
14.22988
0.813843
7.207746
6
0.035038
2.896805
57.16047
10.58149
0.724531
3.770809
16.75067
1.339221
6.776000
7
0.039542
3.114272
49.96741
15.07150
1.160438
4.200017
18.53510
1.885810
6.065457
8
0.043566
3.249330
44.15146
19.24892
1.591412
4.381969
19.61514
2.394125
5.367643
9
0.047147
3.301139
39.80542
22.76107
1.973369
4.382031
20.10806
2.831108
4.837799
10
0.050336
3.281656
36.80927
25.47297
2.288061
4.272078
20.16728
3.187348
4.521340
11
0.053193
3.209657
34.92937
27.40684
2.535354
4.111106
19.94161
3.468268
4.397799
12
0.055772
3.105920
33.90211
28.66977
2.724245
3.939580
19.55428
3.685822
4.418278
13
0.058117
2.990342
33.48245
29.39969
2.866492
3.781284
19.09773
3.853103
4.528908
14
0.060267
2.880499
33.46392
29.73403
2.973200
3.647621
18.63655
3.981676
4.682501
15
0.062249
2.790975
33.68247
29.79489
3.053455
3.541806
18.21284
4.080684
4.842884
16
0.064087
2.732972
34.01342
29.68366
3.114079
3.462147
17.85135
4.156860
4.985512
17
0.065798
2.714039
34.36645
29.48020
3.159902
3.404375
17.56368
4.214950
5.096404
18
0.067397
2.737915
34.68060
29.24382
3.194210
3.363252
17.35158
4.258232
5.170384
19
0.068897
2.804581
34.91962
29.01529
3.219217
3.333636
17.20962
4.289024
5.209018
20
0.070309
2.910622
35.06746
28.81919
3.236473
3.311155
17.12756
4.309096
5.218451
21
0.071642
3.049906
35.12370
28.66683
3.247183
3.292556
17.09255
4.319978
5.207290
22
0.072905
3.214510
35.09882
28.55949
3.252421
3.275794
17.09108
4.323143
5.184735
23
0.074105
3.395744
35.00969
28.49172
3.253244
3.259915
17.11050
4.320083
5.159112
24
0.075247
3.585105
34.87557
28.45442
3.250733
3.244808
17.14012
4.312310
5.136930
25
0.076336
3.775027
34.71509
28.43742
3.245971
3.230905
17.17180
4.301308
5.122475
26
0.077376
3.959349
34.54417
28.43128
3.239995
3.218886
17.20002
4.288464
5.117837
27
0.078367
4.133513
34.37503
28.42841
3.233744
3.209441
17.22160
4.275006
5.123257
28
0.079312
4.294526
34.21602
28.42349
3.228014
3.203105
17.23527
4.261955
5.137623
29
0.080212
4.440774
34.07198
28.41340
3.223430
3.200173
17.24114
4.250108
5.159002
30
0.081068
4.571759
33.94493
28.39691
3.220433
3.200678
17.24014
4.240031
5.185111
31
0.081880
4.687814
33.83488
28.37418
3.219288
3.204413
17.23366
4.232076
5.213684
32
0.082649
4.789833
33.74053
28.34624
3.220101
3.210985
17.22318
4.226407
5.242719
33
0.083375
4.879053
33.65992
28.31459
3.222844
3.219878
17.21006
4.223034
5.270616
34
0.084061
4.956875
33.59088
28.28080
3.227382
3.230517
17.19547
4.221846
5.296233
35
0.084706
5.024740
33.53133
28.24632
3.233506
3.242322
17.18028
4.222645
5.318861
36
0.085314
5.084042
33.47945
28.21231
3.240961
3.254754
17.16513
4.225177
5.338172
37
0.085885
5.136076
33.43376
28.17964
3.249469
3.267345
17.15042
4.229159
5.354138
38
0.086421
5.182009
33.39310
28.14881
3.258749
3.279713
17.13638
4.234299
5.366946
39
0.086924
5.222874
33.35661
28.12007
3.268534
3.291567
17.12310
4.240313
5.376922
40
0.087397
5.259561
33.32366
28.09346
3.278584
3.302708
17.11063
4.246939
5.384460
41
0.087840
5.292834
33.29375
28.06888
3.288690
3.313011
17.09892
4.253942
5.389974
42
0.088257
5.323336
33.26651
28.04612
3.298676
3.322421
17.08796
4.261121
5.393861
124
43
0.088649
5.351600
33.24163
28.02496
3.308403
3.330933
17.07769
4.268307
5.396478
44
0.089017
5.378065
33.21883
28.00518
3.317765
3.338578
17.06809
4.275365
5.398133
45
0.089364
5.403081
33.19783
27.98660
3.326688
3.345415
17.05912
4.282191
5.399081
46
0.089691
5.426926
33.17840
27.96904
3.335122
3.351516
17.05076
4.288710
5.399528
47
0.089999
5.449811
33.16029
27.95239
3.343041
3.356960
17.04300
4.294870
5.399635
48
0.090290
5.471893
33.14329
27.93656
3.350436
3.361828
17.03582
4.300640
5.399528
49
0.090565
5.493280
33.12721
27.92150
3.357314
3.366194
17.02919
4.306006
5.399303
50
0.090825
5.514044
33.11188
27.90716
3.363691
3.370131
17.02309
4.310968
5.399030
Cholesky Ordering: GDP JII KS NPS M2 SBI SBIS XR
125
Lampiran 11. Dekomposisi Varian Pada GDP P Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
S.E.
GDP
JII
KS
NPS
M2
SBI
SBIS
XR
0.007876 0.013388 0.019051 0.024682 0.030062 0.035038 0.039542 0.043566 0.047147 0.050336 0.053193 0.055772 0.058117 0.060267 0.062249 0.064087 0.065798 0.067397 0.068897 0.070309 0.071642 0.072905 0.074105 0.075247 0.076336 0.077376 0.078367 0.079312 0.080212 0.081068 0.081880 0.082649 0.083375 0.084061 0.084706 0.085314 0.085885 0.086421 0.086924 0.087397 0.087840 0.088257 0.088649 0.089017 0.089364 0.089691 0.089999 0.090290 0.090565 0.090825
100.0000 89.06635 78.56608 70.35591 64.23229 59.71128 56.35292 53.82156 51.87636 50.34968 49.12770 48.13510 47.32323 46.66086 46.12727 45.70737 45.38850 45.15866 45.00573 44.91740 44.88139 44.88594 44.92024 44.97477 45.04154 45.11418 45.18787 45.25919 45.32592 45.38681 45.44134 45.48952 45.53166 45.56831 45.60007 45.62760 45.65148 45.67228 45.69048 45.70651 45.72073 45.73345 45.74492 45.75535 45.76493 45.77380 45.78209 45.78990 45.79729 45.80435
0.000000 0.026220 0.390476 0.988697 1.546535 1.916907 2.072139 2.049693 1.912919 1.727823 1.550160 1.419237 1.356481 1.367312 1.444959 1.574947 1.739305 1.919918 2.100825 2.269500 2.417297 2.539299 2.633778 2.701477 2.744842 2.767320 2.772771 2.765030 2.747616 2.723560 2.695346 2.664916 2.633724 2.602812 2.572892 2.544424 2.517681 2.492805 2.469847 2.448795 2.429596 2.412170 2.396416 2.382220 2.369460 2.358008 2.347734 2.338510 2.330210 2.322716
0.000000 1.713845 3.502208 4.426330 4.600224 4.331275 3.868106 3.369633 2.923250 2.566550 2.304877 2.124894 2.004907 1.922263 1.857971 1.798895 1.738057 1.673725 1.607884 1.544579 1.488455 1.443649 1.413108 1.398284 1.399147 1.414407 1.441860 1.478763 1.522190 1.569318 1.617637 1.665070 1.710031 1.751414 1.788551 1.821146 1.849190 1.872891 1.892598 1.908746 1.921802 1.932236 1.940494 1.946982 1.952061 1.956042 1.959188 1.961718 1.963808 1.965599
0.000000 0.092685 1.317622 3.184697 5.026554 6.623521 7.969760 9.112618 10.09646 10.95126 11.69496 12.33839 12.88919 13.35413 13.74022 14.05483 14.30555 14.49986 14.64492 14.74741 14.81348 14.84883 14.85865 14.84773 14.82046 14.78081 14.73233 14.67815 14.62093 14.56291 14.50587 14.45118 14.39984 14.35251 14.30956 14.27112 14.23714 14.20743 14.18170 14.15958 14.14068 14.12459 14.11093 14.09931 14.08940 14.08089 14.07349 14.06699 14.06119 14.05592
0.000000 4.259672 7.595858 9.726789 11.16535 12.23209 13.07952 13.77244 14.33591 14.77970 15.11011 15.33517 15.46599 15.51620 15.50063 15.43384 15.32909 15.19772 15.04897 14.89007 14.72657 14.56260 14.40126 14.24487 14.09515 13.95338 13.82049 13.69710 13.58356 13.47998 13.38625 13.30207 13.22698 13.16040 13.10165 13.04999 13.00466 12.96492 12.93002 12.89928 12.87209 12.84787 12.82613 12.80646 12.78850 12.77194 12.75655 12.74214 12.72855 12.71567
0.000000 2.825036 4.198900 4.533798 4.420966 4.145350 3.828934 3.522837 3.247475 3.009414 2.808900 2.643597 2.510589 2.407395 2.332350 2.284534 2.263464 2.268687 2.299408 2.354219 2.430980 2.526833 2.638336 2.761676 2.892910 3.028212 3.164072 3.297446 3.425853 3.547405 3.660790 3.765224 3.860378 3.946289 4.023281 4.091878 4.152736 4.206584 4.254176 4.296256 4.333532 4.366661 4.396238 4.422794 4.446791 4.468629 4.488649 4.507136 4.524327 4.540414
0.000000 1.906749 3.771509 5.133369 6.142367 6.959419 7.680342 8.351193 8.988614 9.593740 10.16081 10.68232 11.15190 11.56559 11.92207 12.22234 12.46914 12.66633 12.81840 12.93018 13.00654 13.05230 13.07215 13.07054 13.05169 13.01948 12.97747 12.92877 12.87611 12.82177 12.76760 12.71504 12.66517 12.61872 12.57616 12.53769 12.50336 12.47303 12.44648 12.42341 12.40349 12.38636 12.37165 12.35902 12.34814 12.33873 12.33051 12.32327 12.31680 12.31095
0.000000 0.109447 0.657352 1.650414 2.865720 4.080157 5.148281 6.000026 6.619003 7.021834 7.242489 7.321291 7.297720 7.206246 7.074526 6.923237 6.766893 6.615104 6.473859 6.346644 6.235289 6.140552 6.062487 6.000658 5.954261 5.922198 5.903133 5.895551 5.897819 5.908250 5.925173 5.946987 5.972217 5.999544 6.027836 6.056153 6.083751 6.110066 6.134706 6.157420 6.178083 6.196669 6.213227 6.227863 6.240722 6.251969 6.261784 6.270345 6.277823 6.284382
Cholesky Ordering: GDP JII KS NPS M2 SBI SBIS XR
126