DILEMA KEPRIBADIAN DAN TUNTUTAN SOSIAL
NURUL ISTIKA (071511433050)
DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA 2016
UNPUBLISHED
2
Copyright © 2016 by (Nurul Istika)
Penulis Nurul Istika Website : nurul-istika-fisip15.web.unair.ac.id Email :
[email protected]
Desain Sampul & Gambar: Nurul Istika
UNPUBLISHED
3
Untuk ibu dan kakak yang selalu membunyikan tawaku Untuk Mbak Ariqa yang mengajariku bermetamorfosa Pak Gito, guru terhebat yang sabar menghadapi diamku
Juga untuk seorang dosen yang tak mau disebutkan namanya, yang membuat pengaruh sehingga buku ini ada. Terimakasih, anda membuat revolusi pemikiran dalam diri saya
Dan semua orang yang pernah hadir dalam setiap langkahku.
Ketika dimulai, terdengar suara keputusasaan di setiap kalimat dalam buku ini, namun semakin aku menyelam, kalian mengajariku optimis
4
DAFTAR ISI Pengantar Penulis........................................................................ 6 Mind Map .................................................................................... 11 Prolog ........................................................................................... 13 Bagian 1........................................................................................ 15 Dilema .................................................................................... 16 Kepribadian ............................................................................ 19 Tuntutan Sosial ....................................................................... 23 Kognisi Sosial ......................................................................... 27 Bagian 2........................................................................................ 33 Katakan, Hai! Pada Dunia ....................................................... 34 Bagian 3........................................................................................ 39 Hidupku, Ceritaku ................................................................... 40 Motamorfosis Dimulai ............................................................ 45 English Version ............................................................................. 50 Introduction ................................................................................. 51 Prologue ....................................................................................... 56 Part 1 ............................................................................................ 58 Dilemma ................................................................................. 59 Personality .............................................................................. 62 Social Demands ...................................................................... 65 Social Cognition ..................................................................... 69 Part 2 ............................................................................................ 74 Say, Hi! To the World ............................................................. 75 Part 3 ............................................................................................ 79 My Live, My Story ................................................................. 80 Metamorphic Began ................................................................ 84 Daftar Pustaka............................................................................. 88 Tentang Penulis ........................................................................... 89
5
PENGANTAR PENULIS
Terkadang di dalam kebebasan itu perlu ada yang dipaksakan. Seperti terciptanya buku ini. Dipaksakan secara waktu, tenaga, dan pikiran, sehingga ku butuhkan seribu ampun atas kecacatan tulisan ini. Jika tidak dipaksakan, tulisan ini tidak akan pernah ada, dan aku tak ubahnya seperti pembalak liar yang hanya tahu menebang pohon tanpa pernah menanamnya. Menelan ilmu pengetahuan tanpa pernah merangkai sendiri sebuah pengetahuan. Awal mula terciptanya ide penulisan buku ini adalah atas hasil diskusi dengan kelompok belajar, dan selanjutnya tiap mahasiswa
akan
menjalankan
tulisannya
masing-masing.
Awalnya kami ingin menggabungkan pengetahuan sosial politik kami dengan ilmu psikologi, sebab ini adalah mata kuliah psikologi sosial, dan kami mahasiswa dari Fakultas Ilmu Sosial
6
dan Ilmu Politik. Namun, untuk pertemuan berikutnya kami baru memahami bahwa ini merupakan tugas eksplorasi diri, sehingga apa yang kami tulis nanti adalah tentang hal yang mana kami juga terlibat di dalamnya, namun tentu saja bukan hal yang bersifat fiktif dan spekulatif sebab akan ada sebuah teori sebagai bahan analisisnya. Dari sini kita dibuat sadar bahwa sesungguhnya di dunia ini banyak sekali hal yang perlu dikaji. Kebanyakan dari kita memandang jauh ke depan untuk mencari persoalan sebagai bahan kajian dan melupakan persoalan paling dekat yang sungguh juga perlu untuk dikaji, dan itu adalah diri kita sendiri. Maka, kami
mengambil
tema
organisasi. Ketika
kebanyakan dari kami menyetujui hal itu, aku sedikit ragu sebab sejauh ini dalam posisiku sebagai mahasiswa aku belum memutuskan untuk berkeinginan bergabung dengan organisasi apapun. Hal ini dilatarbelakangi oleh lemahnya kemampuanku membaur dalam proses sosial. Ketika terdengar kata organisasi, seperti itulah gambaran terdangkal yang muncul dalam pemikiran kebanyakan orang, organisasi tergambarkan seperti sekelompok orang yang disatukan di bawah nama yang bekerjasama untuk tujuan bersama.Namun
sesungguhnya
gambaran
dangkal
itu
merupakan definisi yang dalam, sedangkan definisi yang
7
dangkal dari organisasi cukup diartikan dengan dua kata kunci, kerjasama dan tujuan. Dapat berupa kelompok belajar yang ingin menyelesaikan tugas, atau juga kelompok bermain yang ingin memperoleh kenyamanan dan kerukunan, menjadi anak dan orang tua yang baik untuk menjadi keluarga harmonis, menjadi masyarakat yang baik untuk lingkungan yang tertib, menjadi warga negara yang baik negeri yang makmur. Singkatnya, menjadi bagian dalam kelompok juga merupakan kehidupan organisasi, meski tuntutan-tuntutannya tak se-intens organisasi yang dibingkai ke dalam nama, atau dalam kata lain perbedaannya adalah secara laten dan manifest. Aku tak membahas keduanya, organisasi dalam arti yang luas atau sempit, laten atau manifest, karena seperti yang kukatakan di awal tadi, kemampuanku untuk membaur dalam situasi sosial lemah. Maka yang akan ku bahas dalam tulisan ini adalah sebagaimana judul yang kupilih, “Dilema Kepribadian dan
Tuntutan
Sosial”.
Bagaimana
aku
harus
melawan
kegelisahan dalam kepribadianku untuk memenuhi tuntutantuntutan sosial agar tercipta keseimbangan dalam proses sosial. Pengajar dalam mata kuliah ini berpesan kepada para mahasiswa di kelas itu agar hanya menggunakan satu saja bahan analisis, dan itu adalah sebuah handbook. Personality and Social Psychology. Kami tercengang awalnya. Mampukah kami? Kira-
8
kira seperti itu pertanyaan yang bermunculan dalam kepala mahasiswa di kelas yang didominasi oleh mahasiswa semester 2. Namun sekali lagi kami dibuat sadar, kami tidak sedang ditugaskan menulis skripsi yang membutuhkan puluhan literatur, tapi tugas kami adalah menulis tentang eksplorasi diri. Keterbatasan literatur yang diijinkan sama sekali tidak membatasi pemikiran kami, namun justru memperluas daya berpikir kami. Tentang plagiarisme yang menjadi penyakit mahasiswa, jika kami diberi kebebasan literatur, bisa jadi beberapa mahasiswa akan memperpanjang masalah ini lagi, dan tugas hanya menjadi omong kosong meski sangat tebal. Awal ketika buku ini mulai ku tulis, aku menggunakan teori Emotion, Affect, And Mood In Social Judgments, namun semakin jauh, semakin aku tahu apa yang kubutuhkan untuk menyelesaikan buku ini, maka demi hasil yang lebih baik, ku putuskan untuk menyelesaikan pembahasan dengan teori social cognition, sebab bagiku, bahwa yang dilakukan oleh manusia sesungguhnya adalah karena manusia lain merupakan hal umum namun selalu menarik untuk dikaji. Seperti ketika seseorang gagal dalam ujian, tak jarang dari mereka mengalami depresi hingga bunuh diri, dan sebagian lagi memilih untuk menempuh kecurangan untuk memperoleh
9
keberhasilan. Semua itu mereka lakukan karena ketakutan mereka akan reaksi dari orang lain yang tak diinginkan. Psikologi sosial merupakan mata kuliah wajib untuk mahasiswa sosiologi semester 2 di kampus kami. Sebab kami mempelajari tentang masyarakat, dan sosiologi berkeyakinan bahwa “dunia bukanlah sebagaimana nampaknya”, tetapi dunia yang sebenarnya baru bisa dipahami jika dikaji secara mendalam. Demikianlah yang dikatakan Berger dan Kellner. Dan kajian yang semakin dalam dari suatu masyarakat akan sampai pada kajian individu. Hal ini menjadi penting sebab dari sekumpulan individu itulah sebuah masyarakat terbentuk. Sekali lagi karena keterbatan, waktu, tenaga, dan pikiran, kalian akan menemukan kecacatan yang tercecer dimana-mana dalam tulisan ini. Juga karena ini merupakan buku unpublished, dengan berat hati aku berani membukukannya dalam keadaan seperti ini. Namun jika Tuhan berkehendak, sehingga buku ini bisa dipublikasikan, aku kan berusaha keras melakukan perbaikan.
Juni 2016 Penulis
10
MIND MAP
11
12
PROLOG
Ketika aku menjadi diri sendiri, mereka bilang aku egois Namun ketika ku coba berbaur bersama mereka, aku tersiksa
Hari-hari sebelum tugas ini kuterima, aku sedang tidak baik secara psikologis. Entah mengapa, perasaan itu tiba-tiba saja terjadi, dan emosiku menjadi tidak stabil. Bahkan beberapa hari lagi kuputuskan untuk mengunjungi gedung yang berdiri di ujung barat depan fakultasku, tempat orang-orang yang mungkin akan mengerti tentang aku sebagai individu. Mata kuliah ini kuterima dua minggu setelah semester kedua dimulai, dan di pertemuan selanjutnya, tugas ini baru terendus untuk diberikan kepada para mahasiswa di kelas itu.
13
Pikiranku flashback. Seolah ada potongan-potongan cerita yang berusaha meraih ujung-ujung tali kronologi yang terputus-putus entah oleh apa. Mata kuliah Psikologi Sosial ini, emosiku, interaksiku dengan orang-orang, dan semua pikiranpikiran yang mengganggu itu seperti rangkaian poin-poin yang akan membentuk sebuah sekenario. Tak perlu munafik. Bagi mahasiswa, tugas bukanlah sesuatu yang membuatmu melompat di atas tempat tidur seperti yang kau rasakan ketika mendapat nilai A. Apalagi jika tugas itu bukan tugas sekali jadi, melainkan tugas yang berjalan beriringan dengan tugas-tugas lain yang juga menghabiskan episode selama satu semester. Aku merasakan itu, tugas ini baru akan berujung di akhir semester, dan ada dua tugas lainnya yang memiliki tipe serupa. Namun di antara keharusan itu, aku menemukan sebuah kebutuhan. Seperti menemukan sebuah missing link dari jiwa yang terbelah dua untuk mengerjakannya. Semua tulisan ini bukanlah fiksi, melainkan kajian nyata tentang diriku. Sebuah upaya metamorfosa individu invisible untuk berani menghadapi situasi dan proses sosial.
14
BAGIAN 1
15
DILEMA
Segala hal tentang diriku yang terjadi di siang hari akan terefleksi pada layar berukuran besar ketika hari semakin larut. Dan aku dipaksa untuk mempertanggungjawabkannya. Aku tidak sedang beranalogi tentang alam surga dan neraka, tapi itu tentang semua perasaanku, dan ketika kutuliskan kalimat yang baru saja kalian baca di awal paragraf itu, aku merasakan kekacauan lagi seperti yang kurasakan ketika kutuliskan prolog untuk buku ini. Layar itu adalah hati dan pikiranku. Jika siang itu aku melakukan hal baik, maka yang ku dapatkan adalah perasaan senang yang luar biasa. Namun ketika kusadari apa yang kulakukan adalah hal yang kurang baik, berpotensi menyakiti seseorang, maka ingin rasanya aku menghukum diriku hingga
16
rasa sakit yang kualami menutupi rasa sakit orang-orang yang kupikir
telah
kusakiti.
Meski
aku
tahu,
hal
kurang
menyenangkan yang lakukan pada mereka itu akan terhapus dari ingatan mereka seiring tergelincirnya matahari. Dan semua itu harus kulalui setiap hari. Mungkin itu adalah hati nurani yang pernah kupelajari dalam ilmu filsafat. Rasanya seperti surga dan neraka mengawasiku dengan nyata
sepanjang
hari.
Mengendalikan
agar
aku
selalu
memastikan untuk melakukan hal yang baik-baik saja. Dunia ini penuh corak, penuh warna, dan penuh tekstur yang tak jarang membuatku terpicu untuk melakukan hal-hal yang kurang meyenangkan. Entah itu kulakukan sebagai pelaku utama atau hanya sebagai pemberi respon. Pada akhirnya aku memang belum siap untuk mengkoreksinya dalam waktu semalam. Maka inilah aku. Pribadi yang selalu dihantui oleh refleksi diri. Dan ini baru sebagian dari kejanggalan psikologis yang kualami. Jika hal ini terdengar di telinga orang-orang yang pada dasarnya menyimpan perasaan sinis kepadaku, atau kepada orang
orang
yang
hanya
memahami
individu
sampai
permukaannya saja, jujur aku tak pernah siap dan tak akan pernah mau disebut sebagai individu dengan personality disorder. Maka untuk menghindari kenyataan itu, aku juga harus mengindari mereka.
17
Hal ini benar, sejauh aku menghindari aktivitas bersama mereka, akupun tak lagi merasakan kegelisaan sesering dulu. Namun akhir-akhir ini kusadari. Aku terlalu sibuk mencari zona aman untuk ketenangan perasaanku hingga aku hampir lupa bahwa aku adalah individu yang menjadi bagian dari masyarakat. Sering kali aku bertanya tentang apa yang salah denganku, namun ku dapati filsafatku baru menyelam hingga menemukan kepribadian dan lingkungan. Kemudian aku kembali bertanya tentang kepribadian, dan renunganku berkata, barangkali itu sudah jadi anugerah dari Tuhan, dan aku tak berani menghubungkan tali untuk bertanya kearah sana. Lantas ku bertanya tentang lingkungan. Bagaimana aku menghadapi
orang
lain
dan
bagaimana
orang
lain
menghadapiku. Bagaimana aku menilai orang lain dan bagaimana orang lain menilaiku.
18
KEPRIBADIAN
Mustahil suatu konsep hanya memiliki satu variabel, sebab variabel itu sendiri pasti tercipta dari berbagai peristiwa. Begitu pula dengan “Dilema Kepribadian dan Tuntutan Sosial” yang ku pilih sebagai judul. Kepribadian introvertku tercipta bukan oleh satu variabel, bawaan sifat dari lahir, atau yang barangkali sudah menjadi anugerah dari Tuhan, melainkan sebenarnya juga karena tumbuh subur oleh berbagai faktor pemicu yang kutemui dalam proses sosial selama 20 tahun terakhir. Statusku saat ini adalah seorang mahasiswa di Universitas Airlangga, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi S1 Sosiologi, dan aku sadar betul sebagai seorang mahasiswa, apalagi
FISIP,
gudangnya ilmu sosial, adalah mustahil untuk menjadi individu
19
yang terlepas dari aktivitas sosial apalagi aktivitas-aktivitas mahasiswa identik dengan organisasi. Namun kehidupan yang sarat dengan organisasi ini rupanya menjadi dilema bagi ku yang memiliki kepribadian introvert. Kehidupan introvert sesungguhnya sama sekali bukan penghalang bagi individu untuk menjalankan proses sosial. Namun kepribadian introvert yang ku miliki bukan sebagaimana devinisi introvert pada umumnya. Ketika ku memasuki usia remaja, perlahan kusadari bahwa beberapa sifat yang kumiliki itu berbeda dengan individu-individu introvert yang pernah ada dalam proses sosialku. Bahkan aku juga sempat mengalami beberapa ketidakcocokan dan penolakan, meski juga beberapa kali merasakan zona nyaman. Namun pergantian-pergantian yang terjadi
secara-berulang-ulang
antara
zona
nyaman
dan
penolakan itu justru yang menjadi variabel permasalahannya pada usiaku saat ini. Membuatku berasumsi bahwa konflik pasti terjadi jika orang-orang hidup berdampingan. Seorang dokter psikologi dari Swiss, Carl Jung, secara umum menngelompokkan kepribadian manusia menjadi 3, yakni introvert, ekstrovert, dan ambievert.
20
Ilmu psikologi murni mungkin akan mengatakan bahwa kepribadia tercipta dari beberapa variabel. Namun untuk kajian singkat ini, anggaplah kepribadian sebagai anugerah dari Tuhan. Tuhan
menganugerahiku
kepribadian
introvert.
Sebagaimana sifat-sifat yang nampak pada individu introvert lainnya, aku menyukai dunia yang sifatnya sangat internal, kesendirian, kesunyian. Karena terlalu asyik dengan kesunyian, aku menjadi canggung dalam dalam keramaian, dalam situasi yang membawaku berhadapan dengan banyak orang. Aku pendiam, dan pemalu. Tindakan apapun yang akan kulakukan dalam situasi sosial selalu kupikirkan. Maka, semakin banyak situasi sosial yang kuhadapi, semakin banyak pula refleksi yang terjadi secara otomatis dalam diriku. Menguntungkan memang, namun dalam kenyataannya, berefleksi berarti bertpikir, dan kita tahu, jika terlalu lama berpikir, lalu kapan kita akan bertindak? Itulah yang kualami saat aku berhadapan dengan situasi sosial. Bertemu orang-orang baru misalnya, mungkin aku perlu mengatakan “Hi!”, namun bagaimana jika dia tidak merespon? Daripada aku sendiri yang menanggung malu, lebih baik aku diam saja. Contoh lain, dalam kelompok belajar misalnya. Aku tahu
aku harus
mengeluarkan
pemikiranku,
aku harus
mengusulkan pendapat. Namun meskipun konsep berpikir itu
21
sudah tersusun bulat di kepalaku, lagi-lagi kepribadianku punya kekuatan yang lebih dominan dari pada menuruti kebutuhan dalam tuntutan sosial. Barangkali inilah yang yang menjadi penghambat dari seorang introvert dalam menghadapi dunianya.
22
TUNTUTAN SOSIAL
Tak perlu kita bahas lagi apa itu sosial. Seorang awam pun sudah tahu meski kurang mampu mendefinisikannya secara konkrit. “Jika ada tetangga yang kesusahan, ya harusnya kita membantu. Kita harus sosial kepada mereka.” Itulah yang sering dikatakan para awam di lingkunganku. Pada intinya, sosial adalah keterkaitan seorang individu dengan individu lainnya, dan keterkaitan itu akan terjalin sepanjang masa selama raga mereka masih terisi oleh jiwa. Semua orang mengakui, sebab hidup berarti hadir dalam lingkungan sosial, dan saat kau menghirup oksigen di bumi untuk kali pertama, di saat itulah kau mulai mengalir ke dalam proses kehidupan. Bukan hanya kau, tapi juga aku, dan mereka. Kita sama-sama menjalani proses kehidupan, saling bertemu dan saling menghadapi satu
23
sama lain. Masing-masing tersatukan ke dalam proses sosial. Konsep ini, lebih ringkas telah kugambarkan dalam problem map berikut.
Semua dimulai dengan hidup, kemudian berujung dengan kematian. Entah akan sepanjang apa proses itu, karena bukan kau yang menemui ujung, tapi ujung yang akan menemuimu. Namun
selama
ujung
belum
menemuimu,
kau
akan
mempertahankan hidup bersama individu-individu lain yang juga ingin mempertahankan hidup, dan kita tahu bahwa hidup
24
bukan sekedar tetap bernapas, namun ia memiliki definisi yang sangat luas.
Antara satu individu dengan individu lainnya sibuk mengisi proses kehidupannya, dalam kesibukan itu mereka bertemu dalam suatu keadaan yangmana disini kita rumuskan sebagai proses sosial. Di dalam proses sosial, setiap individu melakukan aktivitas-aktivitas yang membuat keberadaan di antara mereka akhirnya terkonsepkan, salah satunya adalah hubungan timbal balik. Hubungan timbal balik itu ada karena adanya tujuan yang 25
ingin dicapai. Masyarakat biasa merumuskan interaksi yang dalam mencapai tujuan dengan istilah „organisasi‟ Sepintas,
ketika
mendengar
kata
organisasi,
yang
tergambar secara otomatis dalam kepala kita adalah seperti himpunan mahasiswa, badan eksekutif mahasiswa, badan legislatif mahasiswa, dan sebagainya. Namun kata kunci dalam organisasi adalah kerjasama dan tujuan. Dapat berupa kelompok belajar yang ingin menyelesaikan tugas, atau juga kelompok bermain yang ingin memperoleh kenyamanan dan kerukunan, menjadi anak dan orang tua yang baik untuk menjadi keluarga harmonis, menjadi masyarakat yang baik untuk lingkungan yang tertib, menjadi warga negara yang baik negeri yang makmur. Organisasi merupakan tuntutan dalam dunia sosial, dan ini merupakan bagian dari proses sosial. Maka, seorang individu selayaknya memiliki kecakapan untuk menghadapi proses sosial ini.
26
KOGNISI SOSIAL
Kognisi sosial mengacu pada struktur kognitif dan proses yang membentuk pemahaman kita tentang situasi sosial dan yang memediasi reaksi perilaku kita kepada mereka. Pada intinya, asumsi dasar penelitian kognisi sosial adalah gagasan bahwa representasi mental internal orang lain dan situasi sosial memainkan peran kausal penting dalam membentuk perilaku. Implikasi utama dari penelitian badan ini adalah bahwa individu akan termotivasi untuk melihat dunia dengan cara yang memenangkan persetujuan penerimaan mereka dan yang membuat mereka merasa seperti anggota yang layak dari kelompok sosial mereka. Perjumpaan-perjumpaan antara individu itu tentunya akan menimbulkan suatu pemikiran, dan melahirkan suatu pendapat
27
dari seorang individu tentang individu lainnya. Lalu apa yang akan terjadi jika pendapat-pendapat itu muncul? Hasil dari penilaian seseorang bisa menimbulkan dua sisi orientasi dari individu yang diamati. Ada individu yang memiliki karakter kuat, da nada pula individu dengan karakter lemah. Individu dengn karakter kuat, ketika ia mendapatkan kritik atau pandangan dari indivu lain, dalam banyak kasus tetap bisa mempertahankan karakternya dan mengesampingkan penilaian-penilaian itu. Sementara individu dengan karakter lemah, ketika menerima penilaian-penilaian dari individu lain, sesegera mungkin ia akan melakukan introspeksi diri, dan tak jarang mereka bahkan mengubah perilaku mereka agar tak ada lagi penilaian-penilaian yang mengganggu mereka. Aku sendiri termasuk individu dengan karakter yang lemah. Bahkan terkadang aku merasa terlalu peka dengan situasi-situasi yang menimbulkan penilaian. Hal ini membuatku canggung karena takut salah tingkah dan akhirnya justru menimbulkan penilaian-penilaian buruk lainnya. Salah satu kasus yang pernah kualami adalah ketika masaku SMA. Aku memiliki seorang guru yang kupandang sebagai guru hebat. Bagaimana tidak, beliau terbilang belum lama mengajar di sekolah kami. Namun beliau bisa menciptakan 28
revolusi pemikiran bagi murid-muridnya. Beliau menjadi pembimbing dalam ekstrakurikuler jurnalistika dan kepenulisan. Di situ beliau membuktikan eksistensinya sebagai seorang pendidik melalui prestasi-prestasi yang berhasil diraih oleh murid-murid didikannya. Siapa yang tak tertarik dengan hal itu, pada suatu kesempatan, aku bergabung dengan ekstrakulikuler itu dengan harapan menjadi murid yang bisa mencetak prestasi melalui revolusi pemikiran yang ditularkannya. Tapi, saat itu aku seperti menyalahkan kepribadian introvertku, kesulitanku dalam melakukan sosialisasi menjadi penghambat bagiku untuk mendapatkan perubahan itu. Mengapa kesulitan bersosialisasi itu ada? Alasannya karena refleksirefleksi yang menghantuiku, yang telah kuceritakan di awal. Saat ini bisa dikatakan, aku merupakan produk gagal. Bukan karena beliau yang tak mampu, melainkan karena kesalahan itu ada pada diriku sendiri. Dalam proses penulisan buku ini ku sempatkan untuk menghubungi guru itu, dan kuberanikan diri untuk menanyakan pandangan beliau tentangku. Apakah sesuai dengan ketakutanku akan penilaian buruk. Berikut adalah yang beliau ungkapkan.
29
Ciptaan Allah yang namanya manusia selalu sempurna, tapi jangan dianggap kesempurnaan yang dimiliki manusia itu tanpa cela. Kesempurnaan manusia disini adalah dimana dia memiliki kekurangan dan kelebihan,
yang nantinya
dengan kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki akan saling mengisi dan saling membantu. Saya akan mencerikan sedikit tentang profile salah satu murid saya, jika sekilas melihat tanpa melihat sisi dalamnya pasti kita akan men-judge kalau anak ini biasa-biasa saja, tapi setelah tau lebih jauh tentang dia maka kita akan tau kalau dia memiliki potensi yang luar biasa. Ada pepatah yang mengatakan air tenang itu menghanyutkan, itulah kata yang pantas untuk dia. Anak ini sedikit bicara bukan berarti tidak mampu berbicara, berbicaranya hanya saat yang penting dan dibutuhkan saja. Dia memiliki potensi yang besar di bidang bahasa baik itu dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan, pemilihan diksi dalam menyampaikan setuatu sudah sangat bagus, kiranya dia sangat pantas untuk jadi reporter, news anchor, host dll, sifatnya yang supel menunjukkan kalau dia tidak sombong, dia selalu menghormati yang muda dan menyayangi yang tua.
30
Para ustadz mengatakan sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain, amalan ini juga yang mungkin dia pegang sehingga jika ada yang minta bantuan dia selalu mengiyakannya. Tipe anak ini tidak mudah putus asa atau pantan gmenyerah, jadi sehebat apapun rintangan yang menghadang di depan tidak dia pedulikan terus dialewati demi mencapai tujuan. Pekerja keras itulah anak ini, selain itu anak ini selalu ingin belajar hal-hal baru yang belum dia ketahui atau belum dia fahami. Aku tidak bisa nulis yang panjang, karena sedang agak sibuk jadi instruktur kurikulum 2013, o ya sebelum selesai ada satu hal yang perlu di perbaiki dari anak ini. Dia agak susah untuk bersosialisasi, dia kurang terbuka atau anak ini bisa dikatakan sebagai pribadi tertututp. Yang pasti aku sangat yakin kelak anak ini akan jadi orang yang sangat hebat.
Tak dapat dihindari, penilaian yang mengatakan bahwa aku merupakan individu yang sulit bersosialisasi memang tak pernah salah. Namun ada opini-opini yang tak kusangka ternyata ada.
31
Dalam kalimatnya, guruku sempat menyinggung tentang news anchor, jika hal ini ketahui oleh teman-temanku di universitas, aku tidak bisa membayangkan ekspresi mereka. Karena tidak ada kesan pertama tentang kecakapan itu yang bisa mereka tangkap dariku.
32
BAGIAN 2
33
KATAKAN, HI! PADA DUNIA “Melakukan sesuatu tidaklah mudah, tapi untuk mendapatkan kepercayaan lebih tidak mudah lagi. Maka berikan saja yang terbaik atas apapun yang kau lakukan.“
Kesimpulan itulah yang saat ini berusaha kubangun, sebab hidup berarti hadir dalam proses sosial, sedangkan menjadi bagian dari kelompok berarti menyelam lebih dalam kedalam proses sosial. Maka eksistensi mendapatkan peran penting dalam hal ini. Eksistensi menjadi indikator yang dapat mengidentifikasikan bahwa seseorang itu ada. Eksistensi. Satu kata yang tak mudah dipraktekkan dalam kehidupan, bagiku. Orang seringkali menarik kesmipulan dari kesan pertama. Sejak aku menjadi mahasiswa, aku menjadi sedikit gagap saat
34
mempresentasikan hasil pemikiranku, tapi ketahuilah, semua itu karena kekagumanku pada mahasiswa-mahasiswa lain. Aku merasa tak mengetahui apa-apa, sedangkan mereka penuh dengan pengetahuan. Namun apapun alasannya, kesan pertama tentangku yang mereka terima adalah aku tak kompeten, meski pemikiran yang kusampaikan kemungkinan cukup baik. Dalam masa itu, ketika akutak mampu membangun eksistensi selama menjadi bagian dari mereka, maka aku seolah menjadi individu invisible, alias tak terlihat di mata sosial mereka. Dalam beberapa kasus, ini merupakan fase kritis bagi seseorang dalam beradaptasi. Bagi seseorang yang terburu-buru meringkas keadaan ini dalam suatu pernyataan keputusasaan, mereka bisa mengalami depresi, karena merasa terkucilkan. Jangan kira aku tak merasakan hal ini. Tentu aku merasakannya. Namun dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, kali ini aku merasa lebih dewasa dalam menghadapi masalah. Keadaan ini belum apa-apa, dan tentu saja bukan akhir dari segalanya. Selama dua tahun masa kanak-kanak, aku baru bisa beradaptasi pada enam bulan terakhir. Selama enam tahun masa pendidikan sekolah dasar, aku baru bisa menemukan duniaku pada dua tahun terakhir. Ketika masa pendidikan sekolah menengah pertama selama tiga tahun, aku mendapatkan duniaku
35
pada satu tahun terakhir. Sedangkan pada masa pendidikan sekolah tingkat atas, kuanggap suatu peningkatan untuk beradaptasi karena aku bisa menikmati dua tahun terakhir dari waktu total tiga tahun. Kini, di bangku perkuliahan aku harus mampu mengintegrasikan pengalaman-pengalaman sebagai bahan pendewasaan. Memang aku tak pandai membaut kesan pertama. Membangun kesan pertama yang baik memang merupakan awal yang baik, namun kegagalan dalam tahap ini bukan merupakan akhir dari tahap adaptasi. Kesan pertama bukan merupakan unsur utama untuk menjadikannya label bagi seseorang. Kita harus ingat itu. Perjalanan masih sangat panjang. Aku memang sempat gagal membuat kesan pertama, tapi bagaimana kita buat orangorang
yang
menyimpulkan
kesan
itu
membelokkan
perkakataannya bahwa ia telah salah membuat kesan. Sehingga kita sebenarnya lebih baik daripada kesan yang sempat kita buat. Kesan pertamaku adalah sebagaimana yang kuceritakan di awal tadi, tergambarkan seperti mahasiswa yang tak kompeten, karena memang melakukan sesuatu itu tidak mudah, dan memperoleh kepercayaan lebih tidak mudah lagi, maka yang membuatku bertahan adalah memberikan yang terbaik atas apapun yang ku lakukan.
36
Barangkali bukan sesuatu yang amazing menjadi bagian dari kelompok satu, yang notabenenya adalah mahasiswa dengan nilai pengantar sosiologi tertinggi, tapi situasi ini seolah menjadi pintuku untuk mematakhan teori lemahku dari temanteman. Di sini kami melakukan penilitian sosial, sebagaimana seorang sosiolog nanti akan terjun dalam dunianya. Aku berupaya memberikan kinerja terbaikku dalam penelitian itu. Tak terlalu heroik memang, karena pada dasarnya aku tak pandai
berhitung,
ataupun
menghafal,
namun
aku
memperhatikan hal kecil lainnya, seperti datang tepat waktu saat saat berlangsung kerja kelompok, memperhatikan kerapian dan ketelitian,
memperhatikan
instruksi
dari
antar
anggota
kelompok, selalu hadir dalam kerja kelompok, bekerja sesuai deadline. Seperti itulah yang kulakukan. Berusaha memberikan yang terbaik atas apapun yang kulakukan. Hal ini terbukti, aku mrasakan buah manis dari keyakinan itu. Beberapa teman yang sebelumnya tak mengenalku atau bahkan tak tahu bahwa kau ada kini sudah tahu namaku. Akupun bisa bergaul lebih dekat dengan mereka, bergabung dalam belajar kelompok, serta bisa saling bertanya dan menjawab kesulitan yang dihadapi dalam kelas kuliah. Meskipun tentu saja masih ada beberapa yang masih berpandangan kurang baik tentang kompetensiku. Tak mengapa,
37
memang hal itu pasti ada dalam hidup, dan itulah yang menjadi indikator bahwa aku masih jauh dari kata baik, dan tugasku adalah terus melakukan perubahan positif. Kembali kusimpulkan sebagai perkembangan dalam kemampuan adaptasiku, dengan mampu megenal banyak orang, aku lebih optimis untuk mengatakan, hi, pada dunia. Bagaimana dengan refleksi yang biasa menganggu pikiranku? Aku harus mulai melakukan pendewasaan. Refleksi itu sangat perlu dan menguntungkan untukku, karena kini aku mulai menyadari,
intensitas
kemunculan
refleksi
itulah
membangun tutur kata dan karakter polos dalam diriku.
38
yang
BAGIAN 3
39
HIDUPKU, CERITAKU
Bagaimanajuga dan dalam upaya memisahkan diri seperti apapun, seorang individu tidak mungkin lepas dari kodratnya sebagai makhluk sosial, di usiaku yang semakin dewasa ini haruslah aku mampu memanfaatkan pengalamanpengalaman sebagai bahan berbaikan, bukan bahan pemicu kerusakan psikis. Dari penolakan-penolakan yang pernah kualami, kini aku tetap berupaya untukmelakukaninteraksisosial demi memperoleh pengalaman sosial baru. Kali ini pengalaman sosial ini seperti mengalir secara berkesinambungan dengan tugas ini. Tugas ini ku terima, dan aku mulai mencari handbook sebagai bahan analisis. Jumlahnya sangat terbatas, salah satu
40
upaya yang kulakukan untuk berinteraksi aktif dengan temantemanku., dan di sinilah aku merasa bahwa mata kuliah ini memberiku manfaat. Untuk handbook psikologi sosial hanya ada 4 eksemplar di perpustakaan kami, judulnya The Handbook of Social Psychology, Edited by Gardner Linzey and Elliot Aronson, terdiri dari volume 1, 2, 3, 5.Beginilah caraku memanfaatkan kesempatan ini. Kuumumkan kepada temanteman bahwa aku sudah menemukan handbook yang kami butuhkan dalam mata kuliah psikologi sosial melalui grup media sosial dan tak lupa ku foto bagian-bagian yang sepertinya perlu untuk mereka ketahui. Beberapa dari teman-teman yang sedang ada di kampus namun tidak sibuk memutuskan untuk datang sendiri meminjam handbook itu. Dan mereka yang sedang berada di luar kampus tentu saja merasa gelisah karena tak memperolehnya. Maka kuputuskan untuk berbagi. Aku memilih untuk mengambil volume 3, karena chapter yang terkait dengan isu yang kuangkat ada di sana. Sementara untuk volume 1,2, dan 4 diambil oleh temanku yang lain. Kukatakan pada temantemanku di grup sosial media untuk tidak panik karena tak mendapat handbook karena aku akan bersedia memfoto kopikan chapter yang kalian butuhkan di handbook volume 3 yang kupegang. Dan hasilnya tak kusangka. Cukup banyak anak yang membutuhkan
chapter
dari
volume
3,
bahkan
jika
41
diakumulasikan totalnya ada sekitar 2000 copy yang mereka butuhkan. Ini bukan tugas yang mudah, sebab 2000 lembar kertas itu sangat berat bobotnya, maka untuk mengatasi lelah itu, kusiasati untuk menerapkan ilmu yang kuperoleh dari buku yang pernah ku baca, buku tentang Chairul Tanjung. Jika kalian pernah membaca buku ini, kalian pasti tahu bahwa beliau pernah mencari keuntungan dari foto kopi. Hal itu akan kupraktekkan sekarang, di belakang kosku ada tempat foto copy yang mematok harga 110 rupiah per lembar, dan kudengar di tempat mereka harga foto copy per lembar adalah 150 rupiah, maka kuputuskan untuk member mereka harga 130 rupiah per lembar. Mereka pasti tidak akan keberatan jika 20 rupiah yang seharusnya menjadi milik mereka berubah menjadi penghilang rasa lelahku. Silahkan hitung sendiri berapa keuntungan yang aku peroleh. Hal ini lumayan, membuatku lebih banyak bisa bersosialisai dengan mereka. Jadilah mata kuliah ini seperti dua sisi koin. Di satu sisi aku berusaha menerapkan agar diriku akrab dengan interaksi social, dan di sisi lain aku baru saya menerapkan ilmu ekonomi. Di pertemuan selanjutnya, hal yang membuatku geli adalah ketika kami tunjukkan pada dosen kami tentang handbook yang kami pakai untuk bahan analisis. Dan ternyata,
42
beliau menolak handbook itu, sebab handbook itu dibuat tahun 1975. Sekarang sudah tahun 2016! *** Kebiasaan baruku di semester kedua adalah menyendiri di sebuah tempat tempat yang dikunjungi banyak orang namun mereka tak menyadari bahwa aku orang yang kesepian. Tempat itu adalah perpustakaan, dan kupilih tempat duduk di pojok ruangan, dan tidak ada alasan karena aku adalah mahasiswa yang rajin, aku bahkan tau kecerdasan apa yang kumiliki, aku tak pandai mengelolah angka, dan juga tak pandai menghafal. Perbuatan itu merupakan suatu pelampiasan, sebab hari-hari sebelum
itu,
aku
selalu
bersama
teman-teman
hampir
kemanapun kami pergi, dan mereka adalah orang-orang ekstrovert yang sudah mengkonsepkan aktivitas mereka. Maka, setelah mereka memutuskan untuk bergabung dengan suatu organisasi, aku tak boleh egois. Tak mungkin kucegah mereka untuk agar tetap diam bersamaku atau ku bohongi diriku untuk bergabung bersama mereka. Pernah kutawarkan kemampuanku untuk bergabung bersama mereka, dan
aku ditolak, hal itu
membuatku semakin mantap mengatakan “Memang lebih baik aku sendiri”. Ketika mereka mulai sibuk dengan berbagai aktivitas, aku mulai sulit meminta bantuan mereka, entah itu untuk sekedar bermain-main atau menanyakan tugas, disaat
43
inilah pikiranku mulai flashback ke masa ketika aku pernah mengalami penolakan, dan emosiku kacau. Sebelum rencanaku untuk mengunjungi pelayanan psikologis kujalankan, aku bertemu seorang mahasiswa psikologi. Diaadalah orang yang nantinya paling berarti dalam mengenalkanku dengan suatu proses „metamorfosa‟. Hari itu aku mulai menemukan titik terang atas dilema-dilema kepribadianku dalam kehidupan sosial.
44
METAMORFOSA DIMULAI
Makna teman dan koneksi sebenarnya beda tipis dan saling tumpang tindih. Aku bercermin dari pengalamanpengalaman sebelumnya dalam berteman, dan hingga saat ini yang menghantuiku ketika aku bertemu dengan orang-orang baru adalah pertanyaan-pertanyaan tentang apakah kita bisa berhubungan baik, sejauh mana dan sampai kapan kebaikan itu akan terjalin, dan sedekat apa kita akan mengenal. Suatu hari aku diberi tahu seorang teman tentang mahasiswa psikologi yang mencari subyek kajian, mereka berasal dari peminatan psikologi klinis. Seperti yang pernah ku katakan dalam prolog tulisan ini, aku sempat berencana untuk mengunjungi pelayanan psikologis di kampusku, dan sebuah
45
kebetulan munculnya kabar itu. Aku akan mendapatkan konseling gratis dari mahasiswa psikologi semester 6. Melalui personal chat, aku melakukan negosiasi dengan calon konselorku, Ariqa namanya, di situ kami saling berkenalan, dan aku sedikit harus menceritakan keluhanku. Di situ kujelaskan bahwa keluhanku adalah bahwa aku seringkali mengalami kegelisahan saat menghadai banyak orang terutama jika mereka adalah lingkungan asing bagiku, dan satu lagi, aku mengalami kesulitan dalam menceritakan apa yang aku alami. Tidak seperti kebanyakan orang yang anak muda sekarang menyebutnya „curcol‟. Entah itu masalah besar atau masalah kecil, cerita sedih atau bahagia, peristiwa besar atau kecil, aku menyimpan sebuah ketakutan untuk mengungkapkannya.
Aku bertemu dengan Mbak Ariqa, Hari itu, dia mengajakku konseling di sebuah restoran cepat saji. Tujuannya agar aku terbiasa dengan suasana tempat umum, dan kami duduk berhadap-hadapan untuk melemahkan kegelisahanku ketika menghadapi seseorang yang baru ku kenal. Mbak Ariqa adalah pribadi yang hangat, yang sejauh ini belum pernah mencela kepribadianku. Tidak seperti orang-orang yang kujumpai sebelumnya. Walaupun berat untuk mengatakan apa yang kualami, kecakapannya sebagai konselor mampu
46
membuat keluhanku tersimpulkan, salah satunya adalah bahwa selama ini aku tak percaya pertemanan sebab ketika aku mulai merasakan kenyamanan dan mengharapkan kehangatan yang lebih dari orang-orang itu, di saat itu pula mereka pergi. Entah karena apa, dan hal seperti itu terjadi berulang-ulang bahkan hingga saat ini, dan selalu ku salahkan diriku atas hal ini. Barangkali aku tak pernah bisa memberikan kenyamanan untuk mereka, kemudian ketika mereka menemukan seseorang yang baru, mereka menemukan karakter yang senada, sehingga aku terlupakan. Itulah yang selalu ku pikirkan, dan bisa jadi hal itu benar.
Namun
percayalah,
ketika
ada
seseorang
yang
memberiku kebaikan, akan kuusahakan membalas kebaikannya lebih dari apa yang pernah mereka berikan padaku. Namun ketika aku merasa dihianati, sungguh tak perlu aku mengemis untuk memohon kebaikan mereka. Aku lebih memilih untuk menjauh. Orang-orang
yang
kukenal
di
lingkungan
baru
universitas dimulai dengn koneksi, bukan pertemanan. Kau mencari kenalan untuk berbagi informasi karena sama-sama orang baru, bagaimana jika seseorang yang berusaha kau kenal ternyata tak mampu memberimu manfaat dan justru menjadi beban bagimu? Atau bagaimana jika kau cukup mengenal lama dan di kemudian hari kau temukan kelemahannya, ketika kau
47
berada dalam situasi yang berhubungan dengan kelemahannya, dankau sendiri tak mampu menghadapi situasi itu, masihkah kalian bersamanya? Entah seperti apa mereka memandangku, tapi aku selalu peka dengan situasi ini. Dan hariitu ku katakan pada diriku, bahwa aku bukan seorang introvert yang lemah, yang tidak bisa berdiri tanpa berpegangan pada orang-orang ekstrovet, yang tak berani menatap mata seseorang, tidak bisa memulai percakapan, yang selalu gemetar ketika berbicara di hadapan banyak orang. Aktivitasku masih tetap sama, menjadi penghuni pojok di sebuah ruang di perpustakaan, namun ada sebuah kemajuan setelah aku bertemu mahasiswa psikologi itu. Hari-hari sepi di pojok itu kuhabiskan untuk membaca buku biografi tokoh-tokoh muda yang menginspirasi, di antara lembaran-lembaran itu aku bertemu Merry Riana yang menjadi jutawan di usia muda dan Ani Ema Susanti, mahasiswa yang membiayai kuliahnya dengan bekerja sebagai TKW. Nilai yang ku dapat adalah, meski mereka lemah, meski mereka juga memiliki sisi introvert, namun mereka memiliki orangorang yang mendukung dan menyemangati mereka. dan aku belum memiliki orang-orang itu. mungkin itu sebabnya aku begini.Terlebih dahulu akan kubuktikan bahwa aku bisa berdiri dengan kakiku sendiri. Tekad ini akhirnya kujawab dengan
48
dinyatakannya lolos dalam seleksi anggota Lembaga Pers Mahasiswa tingkat universitas. Langkah berikutnya, akan kutemukan orang-orang yang akan mendukung langkahku.
Seperti
sosiologi
yang mempercayai
bahwa
dunia
bukanlah sebagaimana nampaknya, tapi dunia yang sebenarnya baru bisa dipahami jika dikaji secara mendalam. Seperti paradigma interpretatif yang mempercayai bahwa manusia punya cara untuk mendefinisikan dunianya. Maka kesan pertama dari seseorang bukan unsur utama untuk menjadikannya label. Aku harus yakin. Ini duniaku, maka akan kuceritakan sebagaimana aku ingin mendefinisikan. Hidupku bukan untuk didefinisikan orang lain.
49
DILEMMA OF PERSONALITY AND SOCIAL DEMANDS
NURUL ISTIKA
50
INTRODUCTION OF AUTHOR
Sometimes in the freedom it needs to be enforced. Like the creation of this book. Imposed time, energy, and mind, so I need a thousand forgiveness for this article disability. If not forced, this article would not exist, and I like the illegal loggers who only know to cut down trees without ever planted. Swallowing their knowledge without ever stringing itself a knowledge. Starting point of the idea of this book is the result of discussions with the study group, and then each student will run his writings respectively. Initially we wanted to combine our political and social knowledge with the science of psychology, because this is a social psychology class, and we are students of the Faculty of Social and Political Sciences. However, for the next meeting we just understand that this is the task of self-exploration, so that what we wrote later is about where we are also involved in it,
51
but certainly not something fictitious and speculative because there will be a theory as materials analysis. From here we were made aware that the real world is a lot of things that need to be examined. Most of us look far ahead to look for problems as study materials and forget the issues closest indeed also need to be studied, and it is ourselves. So, we took the theme of the organization. When most of us agree to it, I was a little hesitant because so far in my position as a student I had not decided to join any organization desirous. This is motivated by the lack of ability to blend in the social process. When sounding the organization said, as that's the picture that appears in the shallowest most people thought, the organization portrayed as a group of people who are united under the name of working together for a common goal. But in fact it is a superficial overview of the definition, while the shallow definition of the organization sufficiently defined by two key words, cooperation and purpose. Can form study groups who want to complete a task, or also play groups who wish to gain comfort and harmony, being a child and a good parent to be a harmonious family, into a society that is good for the environment that is orderly, becoming good citizens country prosperous. In short, be part of the group is also the life of the 52
organization, despite demands as not as intense organization framed in the name, or in other words the difference is latent and manifest. I did not discuss the two organizations in a broad or narrow sense, latent or manifest, because as I said at the outset, my ability to blend into the social situation is weak. Then will I discuss in this article is, as the title I chose, "Dilemma of Personality and Social Demands". How do I have to fight the anxiety in my personality to meet social demands in order to create a balance in the social process. Teachers in the subject of this notice to the students in the class to use only one course of analysis, and it is a handbook. Personality and Social Psychology. We were dumbfounded initially. Can we? Something like the question popping up in the heads of students in a class dominated by semester students 2. But once again we were made aware, we do not currently assigned to write a thesis that requires dozens of literature, but our job is to write about self-exploration. Limitations of the literature is allowed in no way limits our thinking, but actually expanding our thinking power. About plagiarism student who becomes a disease, if we were given the freedom of the literature, it could be some students will prolong this issue again, and the only task becomes nonsense, although very thick.
53
Beginning when the book started me writing, I use the theory of Emotion, Affect, And Mood In Social judgments, but the farther away, the more I know what I need to finish this book, then for the sake of better results, I decided to finish the discussion with the theory social cognition, for me, that is done by real human beings is because other human beings are common but it is always interesting to study. Such as when a person fails the test, no less than those experiencing depression to suicide, and some choose to pursue fraud to obtain success. All that they do because of their fear of the reaction of other people are not desired. Social psychology is a compulsory subject for students of sociology second half on our campus. For we learn about the community, and sociology believes that "the world is not as it seems", but the real world can only be understood if studied in depth. Thus says Berger and Kellner. And studies are increasingly in of a society will come to the individual studies. This becomes important because of a collection of individuals that a society is formed. Again, because the limitation of time, energy, and mind, you will find a disability scattered everywhere in this paper. Also because this is an unpublished book, with a heavy heart I dare to
54
booked it in this state. However, if God willing, so that the book could be published, I'm trying hard make improvements.
June 2016 Author
55
PROLOGUE
When I got to be yourself, they say I'm selfish But when I try to mingle with them, I was tormented
Days prior to this assignment I received, I was not well psychologically. Somehow, feeling it suddenly occurred, and emotions become unstable. Even in a few days I decided to visit the building that stands at the west end of the front my department, where people who might know about me as an individual. This subject received two weeks after the second half began, and at the next meeting, the task began to smell to be given to the students in the class.
56
My mind flashback. As if there are pieces of a story that tried to reach the ends of the rope disjointed chronology knows by what. These courses Social Psychology, my emotions, my interactions with people, and all the thoughts that disturb it as a series of points that will form a scenario. There needs to be a hypocrite. For students, the task is not something to jump on the bed as you feel when you got an A. Moreover, if the task was not a task at once, but a task that goes hand in hand with other tasks are also spending episode during one semester. I feel that, this task will culminate at the end of the semester, and there are two other tasks that have similar types. But among this necessity, I find a necessity. Like finding a missing link of the soul are split in half to do it. All this writing is not fiction, but a real assessment of me. A metamorphosis individual efforts invisible to dare to face the situation and social processes.
57
PART 1
58
DILEMMA
Everything about myself that happened during the day will be reflected on the big screen when it's getting late. And I was forced to account for it. I'm not analogous on heaven and hell, but that's about all the feelings, and when I write a sentence you've just read in the beginning of that paragraph, I felt chaos again as I felt when I write the prologue to this book. The screen is the heart and mind. If that day I do something good, then I get is a happy feeling incredible. But when I realize what I'm doing is a bad thing, potentially hurt someone, then I feel like punishing myself up to the pain that I experienced to camouflage the pain of people who I think have hurt me. Though I know, it is less fun to do them it will be 59
erased from their memories as the slipping of the sun. And all of that must I go through every day. Perhaps it is conscience that I had learned in philosophy. It was like heaven and hell real watched me all day. Controlling so I always make sure to do fine. The world is full of shades, colorful, and full of texture that often triggered me to do things that are less pleasant. Whether it was done as a main actor or only as a response. In the end I was not ready to correct it overnight. So here I am. Person who is always haunted by self-reflection. And this is only part of psychological irregularities had. If this sounds in the ears of those who basically kept it cynical to me, or to those people who only understand the individual up to the surface of it, to be honest I was never ready and would never want to be called as an individual with a personality disorder. So to avoid that fact, I also have to avoid them. It is true, as far as I avoid activities with them, I will no longer feel restless as often. But lately realized. I was too busy looking for a safe zone for the peace of my feelings that I almost forgot that I was an individual who becomes part of the community.
60
Often I am asked about what was wrong with me, but I find my philosophy a new dive to find the personality and the environment. Then I again asked about the personality, and the meditation of say, perhaps it has become a gift from God, and I did not dare to ask towards the connecting rope there. Then I asked about the environment. How do I confront others and how others face me. How am I to judge others and how others judge me.
61
PERSONALITY
Odds of a concept has only one variable, because the variable itself must have created a variety of events. Similarly, the "Dilemma of Personality and Social Demands" which I chose as the title. My Introvert personality created not by one variable, the innate nature of birth, or perhaps already a gift of God, but also because it actually thrives by various triggers that met in the social process over the last 20 years. My status is currently a student at Airlangga University, Faculty of Social and Political Science, Sociology Program S1, and I was very aware as a student, let alone FISIP, storehouse of social science, it is impossible to be individuals regardless of social activity especially student activities identical to the organization. But life
62
is loaded with this organization seems to be a dilemma for me who has an introverted personality. Introvert real life was not a barrier for individuals to carry out social processes. But introverted personality that I have not as definition introvert in general. When my teenage years, slowly I realized that I had some properties that differ with individuals introvert who never existed in my social process. In fact I also had experienced some incompatibility and rejection, although also sometimes feel a comfort zone. But the alterations which occur-repeated between comfort zone and rejection that just being a variable current problem at my age. Makes me assume that conflict is inevitable when people live together. A doctor of psychology from Switzerland, Carl Jung, in general categorize human personality into three, namely introvert, extrovert, and ambievert. Pure psychology would probably say that personality created from several variables. But for this brief review, consider the personality as a gift from God. God granted me introverted personality. As the properties that appear in more introverted people, I love the world that are very internal, solitude, silence. Too engrossed with silence, I 63
became awkward in the crowd, in a situation that brought me face to face with a lot of people. I was quiet and shy. Any action that would do in social situations is always thinking. Thus, the more a social situation I was in, the more the reflection that occurs automatically in me. Profitable indeed, but in reality, reflecting means thinking, and we know, if too long to think, then when are we going to act? That is what I experienced when I'm dealing with social situations. Meet new people, for example, maybe I need to say "Hi!", But what if he does not respond? Than I alone bear the shame, I'd better not say anything. Another example, in the study group, for example. I know I have to spend my thinking, I should propose opinions. However, although the concept of thought that was arranged round in my head, again my personality had more dominant force than obey the needs of the social demands. Perhaps this is the inhibiting of an introvert in the face of his world.
64
SOCIAL DEMANDS
We need not discuss again what it is social. A layman knew even less able to define in concrete. "If there is a neighbor in trouble, so we should be helping. We need social to them. "It is often said of the laity in the neighborhood. In essence, an individual is a social relationship with other individuals, and the association will be interwoven throughout the period during their bodies are still occupied by the soul. Everyone recognizes, for life means present in the social environment, and when you breathe in oxygen in the Earth for the very first time, that's when you begin to flow into the process of life. Not just you, but also me, and them. We are both undergoing the process of life, meet each other and mutually facing each other. Each united into
65
social processes. This concept, more concise had I described in the following folder problem.
All begins with life, and then ends with the death. Either would be along what the process was, because you did not see the end, but the end will come to you. However, during the end has not see you, you're going to survive together with other individuals who also want to preserve life, and we know that life is not just keep breathing, but he has a very broad definition.
66
Between one individual to individual busy filling their life processes, in the rush they met in a state to which it here we will formulate a social process. In the social process, each individual doing activities that make the existence among them eventually terkonsepkan, one of which is a reciprocal relationship. The interrelationship that exists because of the goal to be achieved. Ordinary people formulate interaction in achieving its objectives by the term 'organization' At first glance, when you hear the word organization, which is reflected automatically in our heads is like the student 67
body, the executive body of the student, the student legislature, and so forth. But the key word is cooperation in the organization and purpose. Can form study groups who want to complete a task, or also play groups who wish to gain comfort and harmony, being a child and a good parent to be a harmonious family, into a society that is good for the environment that is orderly, becoming good citizens country prosperous. The organization is a demand in the social world, and this is part of the social process. Thus, an individual should have the skills to deal with this social process.
68
SOCIAL COGNITION
Social cognition refers to the cognitive structures and processes that shape our understanding of the social situation and that mediate our behavioral reactions to them. In essence, the basic assumption of social cognition research is the idea that internal mental representation of other people and social situations play an important causal role in shaping behavior. The main implication of this body of research is that people will be motivated to see the world in a way that won the approval of their admission and that makes them feel as worthy members of their social group. Encounters between individuals it will create a thought, and gave birth to an opinion from an individual about another
69
individual. Then what would happen if those opinions come from? The results of the assessment of a person can cause a twosided orientation of individuals observed. There are individuals who have a strong character, da tone is also the individual with a weak character. Individuals with less strong character, when he criticized the views of individual or another, in many cases retaining the character and setting aside the judgments. While individuals with a weak character, when receiving appraisals of other individuals, as soon as possible it will be to look inward, and sometimes they even change their behavior so that no more assessments are bothering them. I myself included individuals with a weak character. In fact, sometimes I feel too sensitive to situations that cause ratings. This makes me awkward for fear of being embarrassed and eventually would lead to other bad judgments. One of the cases I've ever had was when my day in High School. I had a teacher who I looked at as a great teacher. How not, he spelled out recently taught in our schools. However, he could create a revolution of thought to his students. He became a counselor in extracurricular journalistic and authorship. There he prove its existence as an educator through accomplishments that were achieved by his student educated
70
Who would not be interested in that, on one occasion, I join extracurricular it with hopes of becoming a student can score achievements through a revolution of thought that Transmission. But, when I was like blaming my introvert personality, my difficulty in socializing a barrier for me to get that change. Why trouble socializing exist? The reason is because the reflections that haunt me, which I told you in the beginning. Nowadays it can be said, I'm a product fail. Not because he is not capable, but because there was an error on myself. In the process of writing this book I make time to contact the teacher, and try to courage to ask his views about me. Does it fit with my fear of bad ratings. Here's what he revealed.
God's creation of man whose name is always perfect, but should not be considered the perfection of human beings it impeccably. Human perfection here is where he has advantages and disadvantages, which will be the advantages and disadvantages that will complement and help each other. I'll tell you a little about the profile of one of my students, if glimpsed without seeing the inside definitely we are going judge that this child was mediocre, but after knowing more about him then we will know if he has a tremendous potential ,
71
There is a saying that calm water, that's what the appropriate word to him. This boy is a bit of talk does not mean not being able to speak, he talked only when essential and required course. She has a great potential in the field of language both in spoken language and written language, the choice of diction to convey something already very good, would he really deserves to be a reporter, news anchor, host, etc., it is sociable showed that he was not arrogant, he always respect the young and old love. The cleric said the best man is useful for others, this practice also may he held so that if anyone asked for help he always said yes. Type this child does not easily discouraged or give up, so no matter how great the obstacles that lie ahead not he cares kept him pass in order to achieve the goal. Workhorse that this child, other than that this child always wants to learn new things that have not he know or not he is able to understand. I cannot write long, because it was a bit busy so the instructor curriculum in 2013, o yes before the finish there is one thing that needs to be rectified from these children. He's rather difficult to socialize, he was less open or child can be regarded as a person covered. I'm definitely very confident in the future of this child will be the one who was superb.
72
Inevitably, the assessment, saying that I was an individual that is difficult to socialize is never wrong. However, there are opinions that I never thought there was a. In the sentence, the teacher had mentioned about the news anchor, if it is known by my friends at the university, I cannot imagine their expression. Because there is no first impression about the skill they could catch me.
73
PART 2
74
SAY, HI! TO THE WORLD
"Doing something is not easy, but to get more confidence is not easy anymore. Then give it the best of whatever you're doing. "
The conclusion that is currently trying I built, because life means present in the social process, while being part of a group means diving deeper into social processes. So the existence of getting an important role in this regard. The existence of an indicator to identify that someone was there. Existence. One word that is not easily put into practice in life, for me. People often draw conclusion of first impression. Since I was a student, I was a little stutter when presenting the results of my thoughts, but know, all of it because of my admiration for the other students. I feel not knowing anything, whereas they are
75
full of knowledge. But whatever the reason, the first impression they receive about me is I'm not competent, even though the possibility of thought that I am good enough. In those days, when I was not able to establish the existence for a part of them, then I seemed to be a people invisible, alias invisible in the eyes of social development. In some cases, this is a critical phase for someone in adapting. For someone who rush summarize this situation in a desperate statement, they can become depressed, because he felt isolated. Do not think I do not feel it. Of course I did. However, from previous experiences, this time I feel more mature in dealing with problems. This situation has not been anything, and certainly not the end of everything. During the two years of my childhood, I was able to adapt in the past six months. During the six years of primary school education, I can see my world in the last two years. When the first secondary school for three years, I get my world in the past year. While in the past high school education, I consider an improvement to adapt because I could enjoy the last two years of a total of three years. Now, in the lecture bench I should be able to integrate experiences as material maturation. Granted I'm not clever to make first impression. Building a good first impression is a good start, but a failure in this stage
76
is not the end of the stage adaptation. The first impression is not a key element to making labels for someone. We must remember that. The journey is still very long. I really had failed to make a first impression, but how do we make people that conclude an impression deflect the word of impression that he had been wrong to make an impression. So we are actually better than the impression we were able to make. My first impression was, as I told you at the outset, the students portrayed as incompetent, because it does something that is not easy, and gain more trust is not easy anymore, so that keeps me going is providing the best in everything that I do. Perhaps not something amazing to be part of a group, which also introductory sociology students with the highest grades, but this situation seems to be at my door to break my weak theory of friends. Here we do a social research, as a sociologist would later plunge in the world. I'm trying to give my best performance in the study. There are heroic indeed, because basically I'm not good at math, or memorization, but I noticed other little things, like come just in time during a group work, attention to neatness and thoroughness, attention to instructions from among the members of the group, always
77
present in the group work , work according to deadlines. Like I did. Try to give my best to whatever I do. It proved, I taste sweet fruit of that belief. Some friends who previously did not know me or do not even know that you exist now know my name. I also can hang closer to them, joined in the study group, and can mutually ask and answer the difficulties faced in college classes. Though of course there are still some who are still unfavorable view of my competence. Not why, indeed it must exist in life, and that is an indicator that I'm still far from good, and my job is to continue to make positive changes. Back I concluded as developments in adaptation ability, by being able to know many people, I am more optimistic to say, hi, in the world. What about the usual reflections disturb my mind? I should start doing maturation. The reflection is very necessary and advantageous for me, because now I'm starting to realize, the intensity of the emergence of reflection that is build words and plain character in me.
78
PART 3
79
MY LIFE, MY STORY
However and the secessionist like anything else, an individual cannot be separated from nature as social beings, at my age that increasingly today I must able to utilize those experiences as a material made up, not material triggers psychic damage. Of rejections I've ever had, now I'm still trying to do social interaction order to obtain a new social experience. This time the social experience is like running an ongoing basis with this task. This task I received, and I began looking for a handbook for analysis. The amount is very limited, one of the efforts I made to interact actively with my friends, and this is where I feel that this course gave me the benefit. To handbook of social psychology there are only 4 copies in our library, called The
80
Handbook of Social Psychology, Edited by Gardner Linzey and Elliot Aronson, consisting of volume 1, 2, 3, 5.Beginilah way I take advantage of this opportunity. I informed to friends that I've found the handbook that we need in the course of social psychology through social media groups and do not forget my photograph parts that seem necessary for them to know. Some of my friends who are in college but not busy decided to go himself borrowed the handbook. And those who were outside the campus certainly feel uneasy because it did not obtain it. So I decided to share. I chose to take the third volume, because the chapter related to the issues I raised there. As for the volume of 1,2, and 4 were taken by my other friends. I told my friends in the social media group not to panic for not getting handbook because I would be willing to photograph copy the chapter that you need in handbook volume 3 in my hands. And the result is never expected. Quite a lot of children who need chapter of volume 3, even if accumulated in total there are about 2000 copies they need. This is not an easy task, since 2000 sheets of paper was very heavy weight, so to overcome the fatigue, I make a strategy to apply the knowledge gained from books I've ever read, a book about Chairul. If you've read this book, you must know that he has been looking for a profit of copies. It will practice now, behind my dorm there is a copy of the set price of
81
110 rupiah per share, and heard in their place a copy of the price per share is 150 rupees, so I decided to gave them the price of 130 rupiah per share. They certainly will not mind if 20 rupiah which could be theirs turned into tired relievers. Please count yourself how much profit I earn. It is passable, made me more able to socialize with them. Be course is like two sides of a coin. On the one hand I try to apply myself to be familiar with social interaction, and on the other hand I apply my new economics. At the next meeting, what amused me was when we pointed out in our faculty about the handbook that we use for materials analysis. And it turns out, he refused handbook, the handbook because it was made in 1975. It is now 2016! *** My new habit in the second half was alone in a place where that is visited by many people, but they do not realize that I was a lonely person. That place is the library, and I chose a seat in the corner, and there is no reason for me is a diligent student, I even know the intelligence of what I have, I'm not good at managing the numbers, and also not good at memorizing. The act is an outlet, because the days before that, I was always with my friends almost everywhere we went, and they are the ones who are already extroverted conceptualize
82
their activity. Then, after they decided to join an organization, I should not be selfish. There was no way they were to help myself to remain silent with me or I lied to myself to join them. Never I offered my ability to join them, and I was rejected, it made me even more firmly saying "It's better myself". When they got busy with various activities, I began a difficult ask for their help, whether it's just for fun, or ask the task, when this is mind started flashback to a time when I had experienced rejection, and my emotions. Before I run my plan to visit psychological services, I met a student of psychology. She is people that will be most significant
in
the
process
of
introducing
me
to
a
'metamorphosis'. That day I began to see the light on the dilemmas of personality in social life.
83
METAMORPHIC BEGINS
Meaning friends and connections is actually a little different and overlapping. I reflect on previous experiences in friends, and to this day that haunts me when I met new people are questions about whether we can relate well, to what extent and for how long the good of it will be established, and how close we would know. One day I told a friend about the psychology student who is looking for the subject matter of, they come from specialization in clinical psychology. As I've said in the prologue of this writing, I had planned to visit the campus psychological services, and an accidental emergence of the news. I'm going to get free counseling from the 6th semester students of psychology.
84
Through personal chat, I'm negotiating with a prospective counselor, Ariqa his name, where we become acquainted, and I had to tell a little bit to my complaints. There I explained that my complaint is that I often experience anxiety when faces a lot of people, especially if they are unfamiliar environment for me, and another one, I have difficulty in communicating what I experienced. Unlike most people that young people now call it 'curcol'. Whether it's a big problem or a small problem, sad or happy stories, big or small event, I kept a fear to express them.
I met with Ms. Ariqa, that day, she asked me to counseling at a fast food restaurant. The goal is that I'm familiar with the general atmosphere of the place, and we sat opposite each other to weaken my nerves when faced with someone new I know. Ma'am Ariqa is a warm personal, which so far have not been denounced personality. Not like the people I've met before. Although hard to say what had happened, his skills as a counselor was able to make my complaint summed up, one of which is that all this time I do not believe in friendship because when I started to feel the comfort and expect warmth over the people, at the same time they go. For whatever reason, and things like that happen over and over again even to this day, and always I blame myself for this. Perhaps I could never give
85
comfort to them, and then when they find someone new, they found a matching character, so I had forgotten. That's what I always thought, and it could be true. But believe me, when someone gives me a favor, I'll try return the favor more than what they've given me. But when I feel betrayed, I really do not need to beg to plead their kindness. I prefer to stay away. The people I knew in the university's new environment begins with less connection, not friendship. You're looking for contacts to share information for both new people, what if someone were trying to you know was not able to give you the benefits and has become a burden to you? Or what if you're pretty familiar with old and later on you find his weakness, when you are in a situation that is associated with weakness, and you unable to deal with this situation, still you you with him? I wonder what they were looking at, but I'm always sensitive to this situation. And that day I say to myself, that I'm not an introvert who is weak, who cannot stand up without holding on extrovert people, who do not dare look someone in the eyes, cannot start a conversation, which was always trembling when speaking in front of many people. My Activity remained the same, became residents at the corner of a room in the library, but there is a progress as I met the psychology students. Lonely days spent in that corner to read
86
a biography of young leaders who inspire, in between the sheets I met Merry Riana becomes a millionaire at a young age and Ani Ema Susanti, student finance his studies by working as a migrant worker. Values that I can is, even though they were weak, although they also have the introverted side, but they have people who support and encourage them. and I do not have those people. maybe that's why I begini.Terlebih will first prove that I can stand with my feet. This determination finally I replied by declaring that qualify in the selection of members of the Student Press Agency university level. The next step, I will find people who will support my tracks.
As sociology who believe that the world is not as it seems, but the real world can only be understood if studied in depth. As interpretive paradigm that believes that humans have a way to define their world. So the first impression of a person is not the main ingredient for making labels. I have to be sure. It's my world, then I'll tell you what I want to define. My life is not to define others.
87
DAFTAR PUSTAKA
Bondenhousen. C.,Neil Macrae,& Kurt Hugenberg (2003) In A Handbook of Psychology. Werner, Irving B. (Chief Ed.) Vol.5, Personality and Social Psychology, Milon, Theodore & Lerner, Malvin J. (Vol Ed.) (John Wiley & Son, Inc, Canada)
88
Tentang Penulis
Nurul Istika, Lahir di Kota Lamongan pada tanggal 27 Maret 1996. Saat ini berstatus sebagai mahasiswa program studi S1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga. Selain berkonsentrasi belajar di ruang kelas, juga bergabung sebagai pengurus divisi artistik di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Mercusuar UNAIR. Ia merupakan perempuan introvert yang memiliki minat di bidang desain grafis. Selain desain grafis, kegiatan tulis menulis menjadi bagian dari minatnya, dan “Dilemma Kepribadian dan Tuntutan Sosial” merupakan karya cetak pertamanya.
89
90