DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENGARUH STATUS GIZI DAN LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR DI BEBERAPA KELURAHAN, KECAMATAN PASAR MINGGU, JAKARTA SELATAN Oleh : NOVITA F02400100 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Dilahirkan Pada Tanggal 16 November 1980 Di Jakarta Tanggal Lulus :
September 2007
Menyetujui,
Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS Pembimbing I Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen ITP
Dra. Waysima, MSc Pembimbing II
SKRIPSI PENGARUH STATUS GIZI DAN LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR DI BEBERAPA KELURAHAN, KECAMATAN PASAR MINGGU, JAKARTA SELATAN
Oleh : NOVITA F02400100
2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PENGARUH STATUS GIZI DAN LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR DI BEBERAPA KELURAHAN, KECAMATAN PASAR MINGGU, JAKARTA SELATAN
Oleh : NOVITA F02400100
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
NOVITA. F02400100. Pengaruh Status Gizi dan Lingkungan Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di beberapa Kelurahan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Dibawah bimbingan : DEDDY MUCHTADI dan WAYSIMA RINGKASAN Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh status gizi dan lingkungan belajar terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di beberapa Kelurahan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tujuan khusus penelitian ini yaitu, (1) Mengetahui tingkat prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di beberapa Kelurahan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, (2) Mengetahui status gizi dan menganalisa pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di beberapa Kelurahan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, (3) Mengetahui lingkungan belajar di sekolah dan menganalisa pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di beberapa Kelurahan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, (4) Mengetahui lingkungan belajar di rumah dan menganalisa pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di beberapa Kelurahan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, (5) Mengetahui konsumsi pangan dan tingkat kecukupan gizi serta menganalisa pengaruhnya terhadap status gizi siswa Sekolah Dasar di beberapa Kelurahan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei. Tipe penelitian ini tergolong penelitian penjelasan (explanatory research). Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara purposive sampling yang dilakukan di SD favorit dan SD non favorit di Kelurahan Jati Padang yang merupakan daerah dengan SSE (Status Sosial Ekonomi) tertinggi dan pada Kelurahan Kebagusan dengan SSE terendah. Contoh penelitian adalah siswa kelas V Sekolah Dasar. Jumlah contoh dari SDS Pelita sebanyak 30 siswa, SD Jati Padang 05 Pagi sebanyak 25 siswa, SD Kebagusan 03 Pagi sebanyak 30 siswa dan SDS Raudhatul Jannah sebanyak 20 siswa. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer yang diperoleh melalui kuisioner meliputi karakteristik individu, lingkungan belajar di sekolah (persepsi tentang belajar di sekolah, sarana belajar di sekolah dan kedisiplinan terhadap tata tertib di sekolah), lingkungan belajar di rumah (sarana belajar di rumah, suasana belajar di rumah, perhatian orang tua di rumah, lingkungan pergaulan di rumah dan pola belajar di rumah), status gizi dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan serta data konsumsi pangan dengan recall 2x24 jam. Data sekunder meliputi keadaan umum sekolah dan nilai raport dari mata pelajaran matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Data primer dan sekunder yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa secara statistik deskriptif dan statistik inferensia dengan menggunakan program SPSS 12.0 for windows. Data konsumsi pangan yang meliputi konsumsi energi, protein, kalsium, fosfor, besi, seng, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B12, vitamin A dan vitamin C diolah dengan menggunakan program aplikasi komputer program Nutri Survey. Data status gizi diperoleh dengan menggunakan indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB). Data hasil penimbangan berat badan anak dihitung dengan menggunakan rumus Z-Score . Untuk mengetahui hubungan antara variabel lingkungan belajar dengan prestasi belajar, status gizi dengan prestasi belajar dan konsumsi pangan dengan status gizi menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil pengujian validitas kuisioner yang menggunakan metode korelasi Rank Spearman, dari 46 pertanyaan diperoleh 32 pertanyaan yang dinyatakan valid. Hasil yang diperoleh dalam uji reliabilitas kuisioner yang menggunakan rumus Alpha Cronbach diperoleh nilai r = 0.822 . Dengan demikian, kuisioner yang digunakan valid dan reliabel. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 105 siswa (responden), didapat bahwa prestasi belajar sebagian besar siswa (41%) berada dalam kategori baik. Konsumsi energi sebagian besar (59.1%) siswa dan protein pada sebagian besar (41.9%) siswa sudah memenuhi kebutuhan energi protein yang dianjurkan. Sebagian besar siswa berada dalam kategori kurang vitamin B1 (95.2% siswa), vitamin B2 (85.7% siswa) dan vitamin B12 (75.2%). Begitu pula dari hasil penelitian berdasarkan kecukupan mineral, sebagian besar siswa berada dalam kategori kurang kalsium (47.6% siswa), seng (79% siswa) dan besi (71.4% siswa). Sedangkan status gizi sebagian besar siswa berada dalam kategori normal (82.9% siswa pada indikator BB/U, 88.6 % siswa pada indikator TB/U dan 72.4% siswa pada indikator BB/TB). Hasil uji korelasi Rank Spearman antara prestasi belajar dengan status gizi berdasarkan indikator TB/U menunjukkan hubungan yang sangat nyata positif ( p < 0.01; r = 2.55 ). Hal ini berarti semakin baik status gizi responden jika dilihat pada nilai z – skor berdasarkan TB/U menunjukkan responden semakin berprestasi. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang nyata positif antara prestasi belajar dengan lingkungan belajar di sekolah meliputi persepsi tentang belajar di sekolah ( p < 0.01; r = 0.339 ), sarana belajar di sekolah ( p < 0.01; r = 0.395 ) dan kedisiplinan terhadap tata tertib di sekolah ( p < 0.05; r = 0.198 ). Hal ini berarti semakin baik lingkungan belajar di sekolah menunjukkan responden semakin berprestasi. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang nyata positif antara prestasi belajar dengan lingkungan belajar di rumah meliputi perhatian orang tua di rumah ( p < 0.05; r = 0.233 ), sarana belajar di rumah ( p < 0.01; r = 0.306 ), suasana belajar di rumah ( p < 0.01; r = 0.307 ) dan pola blajar di rumah ( p < 0,01; r = 0,458 ). Hal ini berarti semakin baik lingkungan belajar di rumah menunjukkan responden semakin berprestasi. Sedangkan pada hasil uji korelasi Rank Spearman antara lingkungan pergaulan di rumah dengan prestasi belajar menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p < 0.05; r= 0.091 ). Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang sangat nyata positif antara konsumsi energi (p<0.01; r = 0.397), protein (p<0.01; r = 0.366), kalsium (p<0.01; r = 0.661) , besi (p<0.01; r = 0.336), fosfor (p<0.01; r = 0.531), vitamin B12 (p<0.01; r = 0.298) dan vitamin A (p<0.01; r = 0.658) dengan status gizi berdasarkan indikator BB/U. Hal ini berarti bahwa semakin banyak konsumsi energi, protein, kalsium, besi, fosfor, vitamin B12 dan vitamin A maka makin tinggi status gizinya berdasarkan indikator status gizi BB/U.
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Novita dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 November 1980.
Penulis merupakan anak
keempat dari empat bersaudara dari pasangan (alm) Abdul Mufti Hutagalung dan (alm) Darmasih. Jenjang pendidikan formal penulis diawali dari tahun 1986 di TK Mekar Melati, Jakarta Selatan. Pada tahun 1987 hingga tahun 1993 penulis menyelesaikan jenjang sekolah dasar di SD Cipete Utara 01 Pg, Jakarta Selatan. Kemudian masuk menjadi murid Sekolah Lanjut Tingkat Pertama pada tahun 1993 di SMP Negeri 12 yang juga bertempat di Jakarta Selatan. Pada tahun 1996, penulis melanjutkan akademis kejenjang Sekolah Menengah Umum Negeri 34 Jakarta Selatan. Penulis diterima menjadi mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2000 melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama bersekolah baik di jenjang sekolah dasar maupun sekolah lanjutan, penulis aktif dalam kegiatan keorganisasian baik di sekolah maupun di masyarakat.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan
kemahasiswaan dan pada Lembaga Dakwah Kemahasiswaan baik pada Jurusan dan se-IPB. Sekarang, penulis berktifitas sebagai pengajar Bimbingan Belajar dan Private di Jakarta.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT sebagai pencipta seluruh alam ini, syukur kepada-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih dari hati dan jiwa yang paling dalam kepada kedua orang tuaku tercinta dan tersayang, (alm) Abdul Mufti Hutagalung dan (alm) Darmasih, doa ayah dan ibu selalu terasa di dalam hatiku. Terimakasih dengan tulus penulis sampaikan kepada : 1. Yang Terhomat Bapak Prof. Dr. Ir. H. Deddy Muchtadi, MS selaku pembimbing akademik dan pembimbing pertama tugas akhir penulis, yang selalu sabar menunggu dan membimbing penulis sampai akhir. 2. Yang Terhormat Ibu Dra. Waysima, MSc , selaku pembimbing kedua tugas akhir penulis, terimakasih atas nasehat – nasehat dari ibu. 3. Yang Terhormat Ibu Dr. Ir. Hj. Endang Prangdimurti, Msi selaku dosen penguji, terimakasih bu atas kemudahan dan nasehatnya. 4. Yth. Bapak/Ibu Guru serta adik – adik kelas V di SDS Pelita, SDN Jati Padang 05, SDN Kebagusan 03 dan SDS Raudhatul Jannah, belajar yang rajin ya dek! 5. Abang Dani dan Mba Eki (pupu), Uning Ida dan Mas Tri, Kakak Susan dan Bang Wahyu, terimaksih atas doa dan pelajaran hidupnya dan doakan adikmu ini agar selalu tersenyum. 6. Keponakan – keponakan kecilku : Nina, Naufal, Shinta, (alm) Nur dan Syfa, terimakasih ya sayang selalu membuat oncu/makete tersenyum dengan celoteh dan tingkah laku kalian. Belajar yang rajin ya sekolahnya. 7. Saudariku, Ibu Dias Indrasti, STP , terimaksih atas semua bantuannya, semangatnya dan doanya. Jazakillah Khairon Katsiron, hanya Allah yang dapat membalas. 8. ”Teman – teman” FATETA 37 , terimakasih atas doanya walau entah ada dimana sekarang, pasti kalian mendoakan 9. Teman – teman TPG 37, terimakasih atas doanya. Akhirnya Novi bisa. 10. Mas Chairul Arifin dan keluarga, terimaksih atas nasehat dan doanya. 11. Bpk. Sollahuddin dan Ibu Tina, Ditta dan Eq (thanks laptopnya), belajar yang rajin supaya mba tidak pusing dan deg – degan kalau kalian ujian.
Terimakasih setulusnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini. Jazakillah Khairon Katsiron, hanya Allah yang dapat membalas. Jakarta, 27 Agustus 2007 Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................. iv DAFTAR ISI ................................................................................................. v DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1 A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Tujuan Penelitian ............................................................................... 2 C. Manfaat Penelitian ............................................................................. 2 D. Sasaran Penelitian ............................................................................. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4 A. Konsumsi Pangan .............................................................................. 4 B. Status Gizi ......................................................................................... 5 C. Anak Usia Sekolah ............................................................................ 7 D. Belajar ............................................................................................... 8 E. Prestasi Belajar .................................................................................. 9 F. Lingkungan yang Mempengaruhi Belajar ......................................... 10 III. METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 12 A. Kerangka Pendekatan Studi .............................................................. 12 B. Metode Penelitian ............................................................................. 14 C. Metode Penentuan Sampel ................................................................ 14 D. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 17 1. Data Primer ................................................................................. 17 2. Data Sekunder ............................................................................. 18 E. Penyusunan dan Pengujian Kuisioner ............................................... 18 1. Pre – Test .................................................................................... 18 2. Pengujian Validitas Kuisioner..................................................... 19 3. Pengujian Reliabilitas Kuisioner ................................................. 22 F. Pengolahan dan Analisa Data ........................................................... 24
G.
Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 26 A.
Gambaran Umum Responden ..................................................... 26 1. Karakteristik Responden ....................................................... 26 2. Prestasi Belajar ...................................................................... 27 3. Status Gizi ............................................................................. 29 4. Lingkungan Belajar di Sekolah ............................................. 31 a. Persepsi tentang Belajar di Sekolah .................................. 31 b. Sarana Belajar di Sekolah ................................................. 33 c. Kedisiplinan Tata Tertib di Sekolah .................................. 34 5. Lingkungan Belajar di Rumah .............................................. 36 a. Sarana Belajar di Rumah ................................................... 36 b. Perhatian Orang Tua di Rumah ......................................... 37 c. Suasana Belajar di Rumah ................................................. 39 d. Lingkungan Pergaulan di Rumah ...................................... 40 e. Pola Belajar di Rumah....................................................... 41 6. Konsumsi Pangan .................................................................. 42 a. Energi ............................................................................... 42 b. Protein ............................................................................... 43 c. Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B12, Vitamin A, Vitamin C .......................................................................... 44 d. Mineral ( Kalsium, Fosfor, Seng dan Besi )...................... 48
B. Hubungan beberapa Variabel dengan Prestasi Belajar ............... 52 1. Hubungan antara Status Gizi dengan Prestasi Belajar .......... 52 2. Hubungan antara Lingkungan Belajar di Sekolah dengan Prestasi Belajar ........................................................ 53 a. Hubungan antara Persepsi tentang Belajar di Sekolah dengan Prestasi Belajar ................................. 53 b. Hubungan antara Sarana Belajar di Sekolah dengan Prestasi Belajar ................................. 54 c. Hubungan antara Kedisiplinan Tata Tertib di Sekolah dengan Prestasi Belajar ................................ 55
3. Hubungan antara Lingkungan Belajar di Rumah dengan Prestasi Belajar........................................ 56 a. Hubungan antara Sarana Belajar di Rumah dengan Prestasi Belajar .................................................. 56 b. Hubungan antara Perhatian Orang Tua di Rumah dengan Prestasi Belajar.................................. 57 c. Hubungan antara Suasana Belajar di Rumah dengan Prestasi Belajar.................................. 58 d. Hubungan antara Lingkungan Pergaulan di Rumah dengan Prestasi Belajar................................... 58 e. Hubungan antara Pola Belajar di Rumah dengan Prestasi Belajar ................................................... 59 4. Hubungan antara Konsumsi Pangan dengan Status Gizi ............................................................................ 60 V.
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 62 A. Kesimpulan .................................................................................... 62 B. Saran ............................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 64 LAMPIRAN .................................................................................................. 67
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Angka kecukupan gizi rata – rata yang dianjurkan (per orang per hari) pria dan wanita Usia 10 – 12 tahun ............... 5
Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Tabel 21. Tabel 22. Tabel 23. Tabel 24. Tabel 25. Tabel 26.
Sebaran Sekolah Dasar pada wilayah Pasar Minggu ..................... 15 Data sekolah dan jumlah siswa di Kelurahan Jati Padang dan Kelurahan Kebagusan. ............................................................. 17 Hasil uji validitas kuisioner pada seluruh sampel ........................... 20 Sebaran responden berdasarkan asal sekolah.................................. 26 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin................................ 26 Sebaran responden berdasarkan pendidikan terakhir 27 orang tua .......................................................................................... 27 Sebaran responden berdasarkan tingkat prestasi belajar ................. 28 Sebaran responden berdasarkan status gizi menurut tiga indikator (BB/U, TB/U dan BB/TB) ........................................ 30 Sebaran responden berdasarkan persepsi tentang belajar di sekolah .............................................................. 32 Sebaran responden berdasarkan sarana belajar di sekolah.............. 34 Pendapat responden terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah ............................................................................ 35 Sebaran responden berdasarkan penggunaan sarana belajar di rumah ................................................................... 37 Sebaran responden berdasarkan perhatian orang tua di rumah.......................................................... 38 Sebaran responden berdasarkan suasana belajar di rumah ............. 39 Sebaran Responden Berdasarkan lingkungan pergaulan di rumah....................................................... 40 Sebaran responden berdasarkan pola belajar di rumah ................... 41 Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi ................................................. 42 Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan protein ................................................ 44 Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin B1 ......................................... 44 Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin B2 ........................................ 45 Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin B12 ....................................... 46 Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin A ........................................... 47 Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin C ........................................... 47 Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan kalsium.............................................. 48 Sebaran responden berdasarkan
kategori tingkat kecukupan fosfor................................................. 49 Halaman Tabel 27. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan besi ..................................................... 50 Tabel 28. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan seng ................................................... 51 Tabel 29. Tabulasi hubungan antara status gizi ( nilai Z – Score indikator TB/U ) dengan prestasi belajar ............ 53 Tabel 30. Tabulasi hubungan antara persepsi tentang belajar di sekolah dengan prestasi belajar ................................................................... 54 Tabel 31. Tabulasi hubungan antara sarana belajar di sekolah dengan prestasi belajar ................................................................... 55 Tabel 32. Tabulasi hubungan antara kedisiplinan terhadap tata tertib dengan prestasi belajar ................................................................... 56 Tabel 33. Tabulasi hubungan antara perhatian orang tua di rumah dengan prestasi belajar ................................................................... 57 Tabel 34. Tabulasi hubungan antara sarana belajar di rumah dengan prestasi belajar ................................................................... 57 Tabel 35. Tabulasi hubungan antara suasana belajar di rumah dengan prestasi belajar ................................................................... 58 Tabel 36. Tabulasi hubungan antara lingkungan pergaulan di rumah dengan prestasi belajar ................................................................... 59 Tabel 37. Tabulasi hubungan antara pola belajar dengan prestasi belajar ..... 60
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Pendekatan Studi .......................................................... 13
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil uji validitas dengan korelasi Spearman pada 30 Sampel ..... 67 Lampiran 2. Hasil uji validitas kuisioner pada seluruh sampel (105 responden) dengan korelasi Rank Spearman .................................................... 69 Lampiran 3. Hasil uji reliabilitas kuisioner dengan Alpha Cronbach ................ 70 Lampiran 4. Hasil uji beda T-Test antara prestasi belajar siswa laki-laki dan perempuan ..................................................................................... 71 Lampiran 5. Hasil uji beda T-Test antara prestasi belajar siswa SD favorit dan SD non favorit di kelurahan Jati Padang dan Kebagusan ............. 72 Lampiran 6. Hasil uji beda T-Test status gizi siswa laki-laki dan perempuan ..................................................................................... 73 Lampiran 7. Hasil uji korelasi Spearman status gizi (BB/U dan BB/TB) dengan prestasi belajar .................................................................. 74 Lampiran 8. Sebaran responden berdasarkan status gizi dengan prestasi belajar ............................................................................... 75 Lampiran 9. Hasil uji korelasi Rank Spearman antara konsumsi pangan dengan status gizi indikator BB/U ................................................ 76
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa karena mereka merupakan aset negara yang akan melanjutkan pembangunan bangsa ini. Kegagalan dalam memahami kebutuhan anak akan berujung pada kegagalan dalam membantu mereka untuk menjadi manusia berkualitas, yang berarti gagal dalam menyambung sebuah generasi. Pembinaan dan pengembangan anak memerlukan perhatian penting agar tercapai proses tumbuh kembang yang optimal dan menjadi manusia yang berkualitas. Fase
anak-anak
perkembangan
merupakan
seseorang
dimana
fase
yang
terjadi
paling
proses
penting
pertumbuhan
dalam dan
perkembangan yang sangat pesat. Menurut Ismail (1993), fenomena tumbuh kembang terjadi pada fase anak-anak yang berkaitan dengan pertumbuhan anak secara fisik dan perkembangan yang dihubungkan dengan fungsi kematangan organ tersebut. Asupan gizi yang cukup sangat diperlukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Pangan adalah kebutuhan dasar manusia. Karena, begitu pentingnya pangan, dengan sendirinya tingkat konsumsinya ikut menentukan kualitas manusia sebagai suatu sumber daya pembangunan. Dengan konsumsi pangan yang berkualitas dan seimbang, gizi yang diperlukan oleh tubuh dapat tercukupi, sehingga kualitas sumber daya manusia akan lebih baik pula. Faktor yang berperan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang optimal pada anak sekolah antara lain adalah kecukupan konsumsi gizi yang seimbang. Status gizi merupakan salah satu indikator asupan zat gizi dari konsumsi makanan sehari-hari. Hasil survei status gizi pada PSAA (Panti Sosial Anak Asuhan) di wilayah Jakarta, Tangerang dan Bekasi pada tahun 1999 menunjukan 56,7 % anak mengalami Kurang Energi Protein ( KEP ) tingkat ringan sampai tingkat berat (Departemen Kesehatan RI, 2000).
B. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh status gizi dan lingkungan belajar terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di beberapa Kelurahan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tujuan khusus : 1. Mengetahui tingkat prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di beberapa Kelurahan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. 2. Mengetahui status gizi dan menganalisa pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di beberapa Kelurahan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. 3. Mengetahui lingkungan belajar di sekolah dan menganalisa pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di beberapa Kelurahan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. 4. Mengetahui lingkungan belajar di rumah dan menganalisa pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di beberapa Kelurahan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. 5. Mengetahui konsumsi pangan dan tingkat kecukupan gizi serta menganalisa pengaruhnya terhadap status gizi siswa Sekolah Dasar di beberapa Kelurahan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang tingkat konsumsi pangan, status gizi, serta faktor – faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar anak usia sekolah dasar. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada Dinas Pendidikan Sekolah Dasar atau Pemerintah Daerah untuk dapat meningkatkan perhatiannya terhadap sarana dan prasarana yang dapat mendukung prestasi belajar siswa Sekolah Dasar.
D. Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini adalah Anak Usia Sekolah Dasar.
Menurut
Khomsan (2004), mencetak generasi yang sehat dan cerdas harus dimulai sejak anak dalam janin sampai remaja. Berbagai intervensi harus diberikan kepada anak - anak khususnya dalam hal gizi, kesehatan dan pendidikan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsumsi Pangan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi, kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim dan aktifitas fisik (Atmatsier, 2002). Menurut Nasoetion dan Riyadi (1994), untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, tubuh melakukan pemeliharaan dengan mengganti jaringan yang sudah aus ataupun rusak, melakukan kegiatan dan pertumbuhan sebelum mencapai usia dewasa. Agar tubuh dapat menjalankan ketiga fungsi tersebut maka dibutuhkan sejumlah zat gizi yang diperoleh melalui makanan setiap hari. Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu (Madanijah, 2004). Survei konsumsi pangan secara kuantitatif dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu (a) metode recall (mengingat), (b) metode inventaris, (c) metode pendaftaran dan (d) metode penimbangan (Riyadi, 2001). Makanan yang dikonsumsi anak haruslah merupakan sumber zat gizi yang baik dan yang diperlukan. Menurut Judarwanto (2004), berat badan yang kurang karena kurangnya asupan gizi biasanya disertai dengan kekurangan vitamin, mineral dan zat gizi lainnya sehingga mengakibatkan kecerdasan dan daya tahan tubuh berkurang. Makanan yang anak-anak konsumsi sebaiknya mengandung sekurangkurangnya tiga zat gizi. Jumlah makanan yang mereka butuhkan tergantung pada
ukuran tubuh, umur dan aktivitas tubuhnya. Jika anak-anak hanya
menunggu jam makan keluarga, mereka sering merasa lapar. Ada baiknya anak diberi makanan selingan atau memberi makan dengan frekuensi yang lebih sering (Nasution dan Riyadi, 1994).
Nilai kecukupan gizi pada anak laki – laki usia 11 – 12 tahun berbeda dengan anak perempuan dengan usia yang sama.
Angka kecukupan gizi
tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Angka kecukupan gizi rata – rata yang dianjurkan (per orang per hari) pria dan wanita Usia 10 – 12 Tahun Pria
Wanita
BB = 30 kg
BB = 35 kg
TB = 135 cm
TB = 140 kg
Energi ( kkal )
2000
1900
Protein ( g )
45
54
Vitamin A ( RE )
500
500
Vitamin B1 ( mg )
1.0
1.0
Vitamin B2 ( mg )
1.0
1.0
Vitamin B12 ( mg )
1.0
1.0
Vitamin C ( mg )
50
50
Kalsium ( mg )
700
700
Fosfor ( mg )
500
450
Besi ( mg )
14
14
Seng ( mg )
15
15
Variabel
Sumber : Muhilal, et al (1998)
B. Status Gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi) dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status gizi seseorang atau kelompok orang dapat digunakan untuk mengetahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut keadaan gizinya baik atau sebaliknya (Nasoetion dan Riyadi, 1994).
Status gizi pada anak dipengaruhi oleh tiga determinan, yaitu determinan langsung, determinan tidak langsung dan determinan dasar. Determinan langsung merupakan faktor yang terdapat pada tingkat individu. Yang menjadi determinan langsung pada status gizi anak adalah konsumsi makanan dan status kesehatan atau infeksi (Riyadi, 2001). Selanjutnya menurut Riyadi (2001), determinan tidak langsung adalah determinan yang terdapat pada tingkat rumah tangga yaitu ketahanan rumah tangga, perawatan anak, lingkungan kesehatan, termasuk akses terhadap semua determinan tidak langsung adalah kemiskinan. Dampak kemiskinan terhadap malnutrisi tampak jelas. Determinan dasar adalah potensi sumberdaya yang tersedia di suatu negara wilayah dan masyarakat. Sumberdaya ini dibatasi oleh lingkungan alam, akses terhadap teknologi dan juga mutu sumberdaya manusia. Ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk menilai status gizi, diantaranya adalah antropometri. Pengukuran antropometri maksudnya adalah pengukuran yang dilakukan terhadap berat badan, lingkaran bagian-bagian tubuh, serta lapisan kulit (Riyadi, 2001). Penilaian gizi dilakukan sebagai interpretasi informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran konsumsi pangan, biokimia, antropometri dan klinis pada seseorang atau sekelompok orang. Informasi yang diperoleh tersebut digunakan untuk menentukan status kesehatan seseorang atau sekelompok penduduk tertentu (Riyadi, 2001). Antropometri dapat dilakukan dengan beberapa cara pengukuran, yaitu pengukuran terhadap berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan sebagainya. Dari pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, dan lingkar lengan atas sesuai dengan usia adalah yang paling sering dilakukan dalam survei gizi (Soekirman, 1999). Di dalam ilmu gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur berat badan atau tinggi badan secara sendiri - sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator indikator yang dapat merupakan kombinasi ketiganya. Masing-masing indikator memiliki makna tersendiri. Misalnya kombinasi antara berat badan dengan umur membentuk indikator berat badan menurut umur (BB/U),
kombinasi antara tinggi badan dengan umur membentuk tinggi badan menurut umur (TB/U) dan kombinasi antara berat badan dengan tinggi badan membentuk
indikator
berat
badan
menurut
tinggi
badan
(BB/TB)
(Soekirman,1999). C. Anak Usia Sekolah Anak Usia Sekolah (AUS) adalah anak yang berusia 6 – 12 tahun. Menurut Hurlock (1994), masa ini sebagai akhir masa kanak-kanak (late childhood) yang berlangsung dari usia enam tahun sampai tibanya anak menjadi matang secara seksual, yaitu 13 tahun bagi perempuan dan 14 tahun bagi laki-laki, namun
secara umum anak usia sekolah adalah anak yang
masuk sekolah dasar (SD). Anak SD dibagi atas dua bagian, yaitu kelas rendah yang berumur 6 - 9 tahun dan kelas tinggi yang berumur 10 - 12 tahun. Kebutuhan energi AUS lebih besar karena mereka banyak melakukan aktivitas fisik, misalnya olah
raga, bermain atau membantu orang tua.
Kecukupan energi pada usia ini adalah 80 - 90 kkal/kg BB/hari dan kecukupan proteinnya adalah 1 gram/kg BB/hari (Judarwanto, 2004). Kebutuhan energi borongan umur 10 - 12 tahun lebih besar dari pada golongan umur 7 - 9 tahunan, hal ini dikarenakan pertumbuhan mereka lebih cepat, terutama penambahan berat badan. Mulai umur
10 - 12
tahun,
kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik, sehingga memerlukan energi yang lebih banyak dari anak perempuan (As’ad, 2002). AUS biasanya mempunyai banyak perhatian dan aktivitas di luar rumah, sehingga sering melupakan waktu makan. Nafsu makan AUS umumnya lebih baik daripada golongan anak kecil. Makan pagi (sarapan) perlu diperhatikan supaya anak mudah menerima pelajaaran (As’ad, 2002). Menurut Judarwanto (2004), saat sarapan pagi anak harus terpenuhi sebanyak seperempat kebutuhan kalorinya sehari, yaitu sekitar 300 kkal.
Selama tahap anak sekolah dan remaja, pada umumnya kebiasaan makan anak telah terbina. Kebutuhan zat gizi melonjak pada masa pubertas. Pada anak wanita, pubertas mungkin terjadi pada akhir bersekolah SD atau pada awal Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada tahap ini mereka mendapat kesempatan
yang lebih banyak lagi untuk berpetualang
dengan makanan
(Samsudin, 1993). D. Belajar Belajar merupakan suatu aktivitas yang menimbulkan perubahan yang relatif permanen sebagai akibat dari upaya - upaya yang dilakukan seseorang. Belajar merupakan hal sangat mendasar bagi manusia dan merupakan proses yang berkesinambungan yang mengubah seseorang dalam berbagai cara (Suparno, 2001). Masalah belajar di masa anak-anak merupakan hal yang sering dihadapi orang tua dan guru. Keluhan-keluhan yang sering kita dengar adalah anak sukar menangkap pelajaran, cepat lupa bila diajarkan sesuatu, tidak dapat konsentrasi, tidak mengerti huruf, kesukaran dalam membaca, menulis dan berhitung, tidak ada gairah belajar dan sebagainya (Prasetyo, 1993). Menurut Suparno (2001), cara belajar seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang berasal dari dalam diri individu antara lain kesukaran mencerna pelajaran, kehilangan gairah belajar, disiplin diri dalam belajar, tidak bisa konsentrasi, ketekunan, konsep rendah diri dan gangguan emosi. Faktor eksternal yang berasal dari luar diri individu antara lain faktor sosial ekonomi, keadaaan guru, tugas tugas non akademik, dukungan dari orang sekitar dan masyarakat, keadaan lembaga belajar. Kemampuan anak untuk belajar dipengaruhi oleh asupan gizi dan status gizi mereka. Apabila merasa lapar mereka akan mengalami kesulitan belajar, menurunnya kemampuan anak dalam merespon lingkungan, kesulitan konsentrasi dalam menangkap informasi (Miller et al, 1998).
E. Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa. Menurut Atmodiwirjo (1993), intelegensi berperan sebagai kapasitas global dari individu untuk bertindak sesuai dengan tujuan, berfikir secara rasional dan menghadapi lingkungan secara efektif. Dalam hal ini kapasitas global
dimaksudkan bahwa intelegensi terdiri dari berbagai
elemen atau kemampuan yang tidak seluruhnya berdiri sendiri tetapi secara kualitatif dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Untuk mencapai kompetensi intelektual yang optimal diperlukan potensi intelektual
yang
cukup, lingkungan yang positif yang mampu merangsang dan menunjang direalisasikannya potensi yang telah ada serta anak sendiri yang aktif berperan dalam interaksi dengan lingkungan tersebut. Faktor yang dapat mempengaruhi intelegensi seorang anak antara lain faktor keturunan, faktor parental yaitu berhubungan dengan faktor gizi dan penyakit yang diderita ibu hamil, kesulitan dalam proses kelahiran yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan seorang anak serta keadaan sosial ekonomi. Disamping itu juga dipengaruhi oleh penyakit atau cedera otak, serta ketunaan pada alat indra yang mengganggu penerimaan rangsang (sensory input) dari lingkungan sehingga pemprosesan informasi tidak dapat berjalan dengan baik (Atmodiwirjo, 1993). Menurut Khomsan (2004), mencetak generasi yang sehat dan cerdas harus dimulai sejak anak dalam janin sampai remaja. Berbagai intervensi harus diberikan kepada anak-anak khususnya dalam hal gizi, kesehatan dan pendidikan. Banyak siswa yang terhambat perkembangan kecerdasannya karena kurangnya asupan gizi yang berkualitas. Gizi kurang pada anak dapat mempengaruhi perkembangan mental dan kecerdasan anak. Kekurangan zat gizi berupa vitamin, mineral, dan zat gizi lainnya mempengaruhi metabolisme otak, sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan syaraf. Hal ini mengakibatkan terganggunya pertumbuhan sel-sel otak baru terutama pada
usia di bawah tiga tahun sehingga sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak (Judarwanto, 2004). Menurut Judarwanto (2004), kurang gizi pada fase cepat tumbuh otak (di bawah usia 18 bulan)
akan bersifat irreversible (tidak dapat pulih) dan
kecerdasan anak tersebut tidak bisa lagi berkembang secara optimal. Kurang energi dan protein pada masa anak - anak akan menurunkan IQ yang menyebabkan
kemampuan
geometrik
rendah
dan
anak
tidak
bisa
berkonsentrasi secara maksimal. Menurut penelitian Arnelia et al. (1995), rata-rata nilai IQ anak yang pernah menderita gizi buruk sewaktu balita lebih rendah 13,7 point dibandingkan dengan anak yang tidak pernah menderita KEP. Namun IQ yang tinggi tidak selalu menjadi jaminan untuk meraih prestasi belajar di sekolah, tapi harus dibarengi dengan upaya mengasah keterampilan, kerajinan, ketekunan dan kemampuan berfikir. F. Lingkungan yang Mempengaruhi Belajar Lingkungan fisik mempengaruhi kualitas belajar seseorang. Rumah atau sekolah yang bising atau tidak nyaman, sirkulasi udaranya yang kurang baik, sempit bahkan berdesak-desakan dan tidak cukup cahaya menyebabkan seseorang sulit konsentrasi dalam belajar (Suparno, 2001). Menurut Ismail (1993), sangat perlu diciptakan kondisi yang baik untuk belajar. Berbagai kemudahan dapat dimanfaatkan dengan bijaksana, seperti keberadaan televisi sekarang ini. Orang tua sudah sepatutnya mendukung anak dengan cara mendampingi anak belajar. Prasetyo (1993) menambahkan, sikap dari lingkungan sekitar perlu diperhatikan. Sikap lingkungan yang tidak simpatik dapat menanamkan perasaan negatif anak terhadap belajar, yang selanjutnya akan menghambat kelancaran proses belajar anak bila kesiapan belajarnya tercapai. Sarana yang lengkap, baik di sekolah maupun di rumah juga sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Namun ada kalanya sarana yang sudah begitu lengkap tidak ditunjang oleh pelayanan
yang memudahkan siswa
tersebut untuk belajar secara efektif (Suparno, 2001). Menurut Pitriyani et al.
(1999), anak yang memiliki media pendidikan yang lebih lengkap belum tentu memiliki prestasi belajar yang lebih baik dari anak yang media pendidikannya tidak lengkap. Hal tersebut dapat disebabkan karena media pendidikan belum dimanfaatkan secara optimal sehingga belum dapat memberi pengaruh yang besar terhadap pencapaian prestasi belajar.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Pendekatan Studi Anak Usia Sekolah (AUS) adalah anak yang berusia 6 – 12 tahun. Kebutuhan energi 10 - 12 tahun lebih besar dari pada golongan umur 7 - 9 tahunan, hal ini dikarenakan pertumbuhan mereka lebih cepat, terutama penambahan berat badan (As’ad, 2002). Prestasi belajar merupakan hasil penilaian dari proses pembelajaran anak di sekolah dan di lingkungan tempat tinggal mereka. Konsumsi pangan sangat berhubungan dengan status gizi anak. Jika konsumsi pangan anak tercukupi semua kebutuhan energi dan zat gizinya diharapkan akan menghasilkan status gizi yang baik dan terhindar dari masalah kesehatan kurang gizi. Sebaliknya, jika anak tidak tercukupi semua kebutuhan energi dan zat gizinya maka akan menghasilkan status gizi kurang dan rawan terhadap masalah kesehatan kurang gizi. Status gizi akan mempengaruhi tingkat kecerdasan anak dan kemampuan anak dalam menangkap pelajaran di sekolah, sehingga anak yang memiliki status gizi yang kurang, tidak optimal dalam menangkap pelajaran di sekolah. Prestasi belajar juga dipengaruhi oleh lingkungan belajar di sekolah dan di rumah.
Persepsi tentang belajar di sekolah, sarana belajar di sekolah dan
kedisiplinan terhadap tata tertib di sekolah merupakan lingkungan belajar di sekolah yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Lingkungan belajar di rumah yang dapat mempengaruhi prestasi belajar meliputi, sarana dan suasana belajar di rumah, perhatian orang tua di rumah, lingkungan pergaulan serta pola belajar di rumah yang diterapkan oleh anak dalam proses belajar sehari-hari. Perhatian orang tua yang intensif kepada anak akan memacu proses belajar anak untuk berprestasi.
Konsumsi Pangan dan Tingkat Kecukupan Gizi
Status Gizi Pengukuran dengan Antropometrik
Lingkungan belajar di sekolah
Keterangan :
Prestasi Belajar Anak Kelas V SD
: variabel yang diteliti : hubungan yang diteliti
Gambar 1. Kerangka Pendekatan Studi
Lingkungan belajar di rumah
B. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Selain itu juga dilakukan wawancara responden untuk menunjang keakuratan pengisian kuisioner. Tipe penelitian ini tergolong penelitian penjelasan ( explanatory research ) karena penelitian akan menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa ( Singarimbun dan Effendi, 1995 ).
C. Metode Penentuan Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang dianggap mewakili populasi. Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling.
Dalam hal ini sampel dipilih berdasarkan pertimbangan –
pertimbangan tertentu, sedangkan pertimbangan yang diambil itu berdasarkan tujuan penelitian.
Cara pengambilan sampel ini adalah dengan memilih
subgrup dari populasi sedemikian rupa sehingga sampel yang dipilih mempunyai sifat yang sesuai dengan sifat – sifat populasi. Jadi dalam hal ini harus diketahui terlebih dahulu sifat – sifat populasi tersebut, dan sampel yang akan ditarik diusahakan supaya mempunyai sifat – sifat seperti populasi tersebut. Hal ini berarti bahwa purposive sampling tidak akan dilakukan dari populasi yang belum kita kenal sifat – sifatnya, atau yang masih harus dikenal terlebih dahulu (Singarimbun dan Effendi, 1995 ). Pada penelitian ini, yang dimaksud purposive sampling adalah dalam pengambilan kelurahan berdasarkan data status sosial ekonomi yang bersumber dari informasi dikecamatan. Penentuan SSE (Status Sosial Ekonomi) berdasarkan
keadaan tempat tinggal dan pendapatan kepala
keluarga. Pada pemilihan sekolah dasar, SD favorit dan SD non favorit berdasarkan informasi dari tenaga pendidik setempat bahwa SD yang dinyatakan sebagai sekolah favorit adalah Sekolah Dasar yang sebagian besar
( lebih dari 90% ) siswanya dapat memasuki Sekolah Menengah Pertama Negeri setiap tahunnya, dan SD yang dinyatakan sebagai sekolah non favorit adalah Sekolah Dasar yang sebagian kecil ( kurang dari 50 % ) siswanya dapat memasuki Sekolah Menengah Pertama Negeri setiap tahunnya. Serta, jumlah siswa yang menjadi responden dari masing – masing sekolah dasar berdasarkan kesediaan siswa untuk mengisi kuisioner dengan demikian, dapat dikatakan bahwa data yang dipeoroleh dari kuisioner merupakan jawaban yang lebih benar. Menurut Simamora (2002), jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian dihitung dengan menggunakan rumus Slovin : n
Keterangan :
=
N ( 1 + N.e2 )
n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi e = Tingkat kelonggaran
Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), penelitian sosial bersifat sangat dinamis karena berkaitan dengan manusia sebagai subyek penelitian sehingga memungkinkan munculnya kesalahan-kesalahan dalam pengambilan data di lapangan yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti sehingga diperlukan adanya tingkat kelonggaran dalam perhitungan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian. Umumnya tingkat kelonggaran yang digunakan dalam penelitian sosial sebesar 5 % atau 10 %.
Tingkat kelonggaran yang akhirnya digunakan
dalam penelitian ini adalah 10 %.
Hal ini berdasarkan dengan adanya
keterbatasan waktu dan biaya dalam melakukan penelitian yang juga menjadi pertimbangan diperhitungkannya besaran tingkat kelonggaran tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta, jumlah anak kelas V SD di Kecamatan Pasar Minggu sebanyak 3610 siswa dari 71 Sekolah Dasar yang terbagi dalam tujuh Kelurahan. Sebaran Sekolah Dasar pada tujuh Kelurahan di Kecamatan Pasar Minggu dapat dilihat pada Tabel 2. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Slovin, diperoleh nilai
“n” sebesar 97 pada tingkat kelonggaran 10 % dan 360 pada tingkat kelonggaran 5 %. Dengan demikian, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 105 anak kelas V SD.
Angka tersebut sudah
mencukupi jumlah populasi yang ada.
Tabel 2. Sebaran Sekolah Dasar pada wilayah Pasar Minggu Kelurahan
Jumlah Sekolah Dasar Keterangan ( Negeri dan Swasta )
Cilandak Timur
9
-
Jati Padang
8
SSE tertinggi
Kebagusan
6
SSE terendah
Pejaten Barat
12
-
Pejaten Timur
18
-
Pasar Minggu
10
-
Ragunan
8
-
Total
71
Pada penelitian ini, sesuai dengan purposive sampling yang dipakai dalam menentukan sampel maka diambil dua kelurahan di wilayah kecamatan pasar minggu dengan status sosial ekonomi yang berbeda. Berdasarkan informasi dari Kecamatan Pasar Minggu, Kelurahan Jati Padang merupakan wilayah dengan status sosial ekonomi tertinggi, sedangkan Kelurahan Kebagusan merupakan wilayah dengan status sosial ekonomi terendah, dapat dilihat pada Tabel 2. Pada penelitian ini, sesuai dengan purposive sampling yang dipakai dalam menentukan sampel maka diambil sekolah dasar yang termasuk SD favorit dan SD non favorit dari kelurahan Jati Padang dan kelurahan Kebagusan. Dengan demikian, keempat SD yang menjadi sampel adalah Sekolah Dasar dengan kriteria SD paling favorit dan SD paling non favorit (Tabel 2.). Pada penelitian ini, sesuai dengan purposive sampling yang dipakai dalam menentukan sampel maka dari kelurahan Jati Padang didapatkan 30 siswa di
SDS Pelita (SD favorit) dan 25 siswa di SDN Jati Padang 05 (SD non favorit), serta sampel dari kelurahan Kebagusan didapatkan 30 siswa di SD Kebagusan 03 (SD favorit) dan 20 siswa di SDS Raudhatul Jannah (SD non favorit), dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.
Data sekolah dan jumlah siswa di Kelurahan Jati Padang dan Kelurahan Kebagusan.
Kelurahan
No. Nama sekolah 1
Jumlah siswa
SDN Jati Padang 48
Keterangan
Jumlah responden
non favorit
-
non favorit
-
non favorit
-
non favorit
-
SDN Jati Padang 48
non
25
05
favorit*)
SDN Jati Padang 40
non favorit
-
01 2
SDN Jati Padang 42 02
3
SDN Jati Padang 40 03
Jati Padang
4
SDN Jati Padang 38 04
5 6
06
Kebagusan
7
SDS Al Ihsan
96
favorit
-
8
SDS Pelita
96
Favorit*)
30
1
SDN Kebagusan 01 42
non favorit
-
2
SDN Kebagusan 02 40
non favorit
-
3
SDN Kebagusan 03 96
Favorit*)
30
4
SDN Kebagusan 04 42
non favorit
-
5
SDN Kebagusan 05 39
non favorit
-
SDS
non
6
Jannah
Raudhatul
40
*) SD yang terpilih menjadi contoh responden
favorit*)
20
D. Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer Data primer dikumpulkan dengan alat bantu kuesioner dan observasi langsung, yang meliputi : 1. Karakteristik individu meliputi nama, umur tanggal lahir. 2. Keadaan umum sekolah dan tempat tinggal meliputi keadaan fisik diantaranya sarana belajar, sanitasi dan kebersihan lingkungan : keadaan non fisik meliputi lingkungan pergaulan dan perhatian orang tua di rumah. 3. Kedisiplinan terhadap tata tertib yang ada di sekolah dan rumah. 4. Pola belajar yang meliputi rutinitas belajar dalam sehari, lama belajar, frekuensi belajar, kebiasaan belajar yang meliputi suasana belajar, metode belajar dan cara mendalami pelajaran. 5. Status gizi yang diukur dari berat badan dan tinggi badan contoh diperoleh melalui pengukuran secara langsung. Alat yang digunakan untuk mengukur berat badan adalah timbangan injak. 6. Konsumsi pangan yang meliputi jumlah, jenis, frekuensi, waktu makan termasuk makanan jajan. Data konsumsi pangan dikumpulkan dengan metode recalll 2x 24 jam. 2. Data Sekunder Data sekunder terdiri : 1. Keadaan umum sekolah yang diperoleh dari masing-masing anak. 2. Informasi mengenai prestasi belajar anak di sekolah diperoleh dari total nilai raport pada tiga mata pelajaran yaitu Bahasa Indonesia, Bahas Inggris dan Matematika. E. Penyusunan dan Pengujian Kuisioner 1. Pre – Test
Pengujian kuisioner dilakukan terlebih dahulu sebelum penelitian. Pengujian ini meliputi pre – test, uji validitas dan uji reliabilitas kuisioner. Pre-test dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada responden tentang pertanyaan yang kurang dimengerti atau menimbulkan bias, sehingga dapat diperbaiki berdasarkan saran dari responden tersebut. Jumlah responden yang diambil untuk Pre-test tidak ada patokan yang pasti dan sangat tergantung pada homogenitas responden. Dalam pre-test, pada umumnya digunakan sebanyak 30 - 50 kuisioner dan disarankan untuk memilih responden yang keadaannya kurang lebih sama dengan responden yang sesungguhnya akan diteliti (Singarimbun dan Effendi, 1989). Hasil pre–test menunjukkan bahwa tulisan atau huruf yang digunakan dapat terlihat dan jelas terbaca oleh responden. Sebagian besar pertanyaan kuisioner telah dimengerti oleh responden, akan tetapi ada satu pertanyaan yang kurang dimengerti yaitu kata “bising” pada salah satu parameter pertanyaan mengenai suasana belajar di rumah. Oleh karena itu, kata bising dalam pertanyaan tersebut diubah menjadi “ramai”. Setelah pertanyaan tersebut diperbaiki, maka dilakukan uji validitas kuisioner kepada 30 orang responden. Ketepatan pengujian suatu hipotesa tentang hubungan variabel penelitian sangat bergantung pada kualitas data yang dipakai dalam pengujian tersebut. Pengujian hipotesa penelitian tidak akan tepat mengenai sasarannya bila data yang dipakai untuk menguji hipotesa adalah data yang tidak reliabel dan tidak menggambarkan secara tepat konsep yang diukur atau tidak valid
(Singarimbun dan Effendi, 1995)
2. Pengujian Validitas Kuisioner Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kelebihan suatu instrument. Suatu instrument dianggap valid bila mampu mengukur apa yang diukur atau dengan kata lain mampu memperoleh data yang tepat dari variabel yang diteliti. Pertanyaan yang disusun harus disesuaikan
dengan variabel yang ingin diukur. Apabila penyusunan pertanyaan telah sesuai dengan prosedur, maka kuisioner telah memenuhi validitas logis. Validitas logis sangat dipengaruhi oleh kemampuan peneliti dalam memahami masalah penelitian, mengembangkan variable penelitian dan menyusun kuisioner (Singarimbun dan Effendi, 1995). Pengujian validitas kuisioner dilakukan dengan menggunakan metode korelasi Spearman. Setiap skor item pertanyaan diuji korelasinya dengan jumlah total skor pertanyaan kuisioner yang diberikan. Jika salah satu item pertanyaan tersebut korelasi dengan skor total maka soal tersebut dinyatakan valid dan sebaliknya, jika tidak korelasi maka dinyatakan tidak valid. Menurut Singarimbun dan Effendi (1989), sangat disarankan agar jumlah responden untuk uji validitas dan reliabilitas kuisioner minimal 30 orang. Dengan jumlah minimal 30 orang responden tersebut maka distribusi skor ( nilai ) akan lebih mendekati kurva normal. Asumsi kurva normal ini sangat diperlukan di dalam perhitungan statistik. Hasil uji validitas yang diperoleh dari 46 pertanyaan hanya 15 pertanyaan yang dinyatakan valid dengan nilai korelasi
r > 0.521
( Lampiran 1 ), sehingga 30 pertanyaan harus ditiadakan dalam kuisioner. Namun menanggapi bahwa 30 pertanyaan tersebut merupakan parameter penelitian yang harus diteliti maka dilakukan lagi uji validitas kuisioner kepada seluruh sampel ( 105 orang responden ).
Hasil uji validitas
berdasarkan beberapa kelompok parameter dapat dilihat pada Tabel 4 , di bawah ini. Hasil uji validitas kuisioner juga dapat dinyatakan tidak valid karena kurang bervariasinya jawaban yang diberikan dalam kuisioner, sehingga para responden menjawab dengan jawaban yang mendekati jawabannya. Seperti pada kelompok parameter tentang suasana belajar di rumah pada nomer pertanyaan ke-dua, kemungkinan responden memberikan jawaban “ya” karena tidak ada jawaban “agak” atau “sangat”. Tabel 4. Hasil uji validitas kuisioner pada seluruh sampel (105 responden)
Kelompok parameter
No
r-korelasi
Sig.(2 – tailed)
Hasil uji
1
0.365
0.000
Valid
Persepsi tentang cara 1
0.573
0.000
Valid
guru
0.538
0.000
Valid
3
0.437
0.000
Valid
Persepsi tentang cara 1
0.288
0.003
valid
guru
0.328
0.001
valid
3
0.328
0.001
valid
Persepsi tentang cara 1
0.056
0.572
tidak valid
guru
0.141
0.153
tidak valid
3
0.021
0.831
tidak valid
1
-
-
tidak valid
di 2
-
-
tidak valid
3
0.434
0.000
valid
5
0.126
0.200
tidak valid
6
0.358
0.000
valid
Persepsi tentang belajar di sekolah
mengajar 2
pelajaran Matematika
pelajaran
mengajar 2 Bahasa
Indonesia
pelajaran
mengajar 2 Bahasa
Inggris Sarana sekolah
belajar
Tabel 4. Hasil uji validitas pada seluruh sampel (lanjutan) Kelompok
No
r-korelasi
Sig.(2 – tailed)
Hasil uji
1
0.195
0.046
valid
2
0.285
0.003
valid
3
0.293
0.002
valid
4
0.261
0.007
valid
tata 5
0.342
0.000
valid
6
0.183
0.061
valid
7
-
-
8
0.127
0.195
9
0.021
0.831
Sarana belajar di 1
0.291
0.003
valid
rumah
3
0.384
0.000
valid
4
0.572
0.000
valid
1
0.478
0.000
valid
orang 2
0.369
0.000
valid
3
0.424
0.000
valid
4
0.330
0.001
valid
1
0.128
0.192
2
0.095
0.335
3
0.429
0.000
valid
4
0.381
0.000
valid
1
0.057
0.562
2
0.568
0.000
3
0.143
0.144
4
0.215
0.027
5
0.121
0.220
parameter
Kedisiplinan
tertib di sekolah
Perhatian tua di rumah
Suasana
belajar
dirumah
Lingkungan pergaulan rumah
di
tidak valid tidak valid tidak valid
tidak valid tidak valid
tidak valid valid tidak valid valid tidak valid
Berdasarkan Tabel 4 , pada beberapa pertanyaan dalam kuisioner dinyatakan tidak valid.
Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar
responden menjawab pertanyaan dengan jawaban yang sama, seperti pada kelompok parameter persepsi tentang cara guru mengajar pelajaran Bahasa Inggris. Sedangkan pada kelompok parameter pertanyaan tentang sarana belajar di sekolah pada nomor pertanyaan 1, 2 dan 3 dinyatakan tidak valid karena semua responden menjawab dengan jawaban yang sama karena berdasarkan hasil observasi di sekolah pada keempat sekolah tersebut memiliki sarana yang ditanyakan dalam kuisioner dalam hal ini adalah sarana ruang perpustakaan dan para guru pengajar setempat selalu mengingatkan siswa untuk mengunjungi ruang perpustakaan tersebut. Analisis rasional dalam uji validitas jauh lebih penting dari pada analisis empirik.
Setiap instrumen penelitian haruslah memenuhi
persyaratan validitas isi dan konstruk, tetapi tidak ada tuntutan keharusan untuk memenuhi validitas empirik.
Namun, jika kita bermaksud
melengkapinya dengan salah satu jenis validitas empirik tersebut tentu hal itu baik – baik saja. Oleh karena itu, fokus perhatian uji validitas adalah pada analisis rasional, dan bukan analisis kuantitatif yang mempergunakan jasa statistik ( Nurgiyantoro et al, 2004 ). Hasil uji validitas pada seluruh sampel dalam bentuk tabel korelasi Rank – Spearman dapat dilihat pada Lampiran 2. Walau demikian hasil yang diperoleh, beberapa pertanyaan yang tidak valid tetap ada dalam kuisioner penelitian karena pertanyaan tersebut diperlukan untuk mendapatkan data informasi tambahan tetapi tidak dimasukkan nilainya dalam uji reliabilitas. 3. Pengujian Reliabilitas Kuisioner Menurut Singarimbun dan Effendi ( 1995 ), reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau handal. Reliabilitas menunjukan konsistensi suatu alat pengukur dalam mengukur gejala yang sama. Akan tetapi, pengukuran fenomena sosial seperti
persepsi akan sulit mendapatkan hasil yang konsisten karena gejala sosial tidak semantap gejala fisik, sehingga dalam pengukuran gejala sosial selalu diperhitungkan kesalahan pengukuran ( measurement error ). Pada penelitian ini, pengukuran reliabilitas dilakukan dengan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach, dengan rumus : K
Σσi2
K-1
σ2
r=
r = koefisien reliabilitas yang dicari k = jumlah butir pertanyaan ( soal ) σi2 = varians butir – butir pertanyaan ( soal ) σ2 = varians skor tes Varians butir itu sendiri dapat diperoleh dengan rumus :
ΣXi 2
( ΣXi ) 2
σi2 =
N N
σi2 = varians butir pertanyaan ke-n ΣXi = jumlah skor jawaban subyek untuk butir pertanyaan ke-n Menurut Nurgiyantoro et al, ( 2004 ), instrumen yang berupa alat tes atau angket yang dibuat untuk keperluan pengajaran, indeks reliabilitas dinyatakan reliable jika harga r yang diperoleh paling tidak mencapai 0.60. Hasil yang diperoleh dalam uji reliabilitas, nilai korelasi r sebesar 0.822. Nilai tersebut dinyatakan valid karena nilai korelasinya lebih besar
dari nilai tabel yaitu 0.6. Data hasil perhitungan reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 3.
F. Pengolahan dan Analisa Data Analisa data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih muda dibaca dan diinterpretasikan. Pada umumnya, analisis data menggunakan metode statistik. Salah satu fungsi pokok statistik adalah menyederhanakan data penelitian yang amat besar jumlahnya menjadi informasi yang lebih sederhana dan mudah dipahami. Selain itu, metode statistik memungkinkan peneliti dapat membandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil yang terjadi secara kebetulan, sehingga memungkinkan peneliti untuk menguji apakah hubungan yang diamati memang betul terjadi karena adanya hubungan sistematis antara variabel – variabel yang diteliti atau hanya terjadi secara kebetulan ( Singarimbun dan Effendi, 1995 ). Pada kuisioner, pertanyaan yang merupakan jawaban positif diberi skor 2 dan untuk pertanyaan dengan jawaban negatif diberi skor 1. Pertanyaan kuisioner dengan interval jawaban 3 sampai dengan 1, yang paling positif diberi skor 3 dan untuk pertanyaan yang paling negatif diberi skor 1.
Sedangkan pertanyaan
dengan jawaban “ada” diberi skor 2 dan skor 1 untuk jawaban “tidak ada”. Data primer dan sekunder yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa secara statistik deskriptif dan inferesia. Secara deskriptif, data yang diperoleh dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel frekuensi yang bertujuan untuk menganalisa setiap variable yang diteliti dan disusun secara tersendiri serta dilakukan juga uji beda T– test pada beberapa parameter data. Setelah itu secara inferensia, data dianalisa dengan menggunakan program SPSS 12.0 for Windows untuk menggunakan metode korelasi Spearman. Data konsumsi pangan responden yang meliputi konsumsi energi protein, vitamin dan mineral dihitung dengan menggunakan daftar konsumsi
bahan makanan (DKBM) pada program Nutri Survey.
Kemudian tingkat
konsumsi pangan dikelompokan menjadi gizi lebih (Konsumsi > 100% kebutuhan sehari), cukup (konsumsi 70 – 100% kebutuhan sehari) dan kurang (Konsumsi < 70 kebutuhan sehari) ( Aswar, 2004). Data status gizi diperoleh dengan menggunakan indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Data hasil penimbangan berat badan anak dihitung dengan menggunakan simpang baku z-score (Riyadi, 2001), dengan menggunakan rumus :
z-score = Nilai Individu – Nilai Median Nilai Standar Deviasi Nilai z-score yang berada dalam interval –2 sampai dengan 2 tergolong dalam kategori normal. Nilai z-score <-2 tergolong dalam kategori gizi kurang dan nilai z-score >2 tergolong dalam kategori gizi lebih (Riyadi, 2001). Analisa korelasi digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara dua variabel atau lebih serta untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan jika terdapat hubungan yang signifikan antara variable tersebut. Dengan demikian, hubungan antara variabel
persepsi tentang belajar
disekolah, sarana belajar, lingkungan pergaulan, kedisiplinan terhadap tata tertib, pola belajar, konsumsi pangan, status gizi serta prestasi belajar menggunakan uji Spearman Rank Order Correlation.
G. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitan ini dilaksanakan pada empat Sekolah Dasar di Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, yaitu pada SDS Pelita, SDN Jati Padang 05, SDN Kebagusan 03, SDS Raudhatul Jannah.
Kegiatan pengambilan sampel ini
dilakukan selama satu bulan yaitu mulai bulan April – Mei 2007.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Responden 1. Karakteristik Responden Karakteristik responden pada penelitian ini dilihat dari asal sekolah, jenis kelamin dan pendidikan terakhir orang tua. Survai dilakukan oleh 105 orang responden siswa Sekolah Dasar pada usia 11 – 12 tahun. Anak usia sekolah 10 – 12 tahun dinilai sudah cukup mampu memahami instruksi yang diberikan peneliti lewat kuisioner selama pengambilan data, sehingga menunjang tercapainya tujuan penelitian. 105 siswa responden tersebut berasal dari empat Sekolah Dasar di wilayah kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. 30 siswa dari SDS Pelita dan 25 siswa dari SDN Jati Padang 05, yang keduanya berada di kelurahan Jati Padang dengan status sosial ekonomi masyarakatnya tertinggi di kecamatan Pasar Minggu. Sedangkan 30 siswa dari SDN Kebagusan 03 dan 20 siswa dari SDS Raudhatul Jannah, yang keduanya berada di kelurahan Kebagusan Besar dengan status sosial ekonomi masyarakatnya terendah di kecamatan Pasar Minggu. Data sebaran responden berdasarkan asal sekolah dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Sebaran responden berdasarkan asal sekolah Asal sekolah SDS. Pelita SDN. Jati Padang 05 SDN. Kebagusan 03 SDS. Raudhatul Jannah Total
n 30 25 30 20 105
% 28.6 23.8 28.6 19.0 100
Tabel 6. Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total
n 50 55 105
% 47.6 52.4 100
Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir orang tua terbagi menjadi 8 kelompok. Sebagian besar orang tua responden berpendidikan terakhir pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, dengan persentase sebesar 63.8 % pada Bapak dan 56.2 % pada Ibu. Ada beberapa orang tua responden berpendidikan terakhir Sarjana sebesar 16.2 % pada Bapak dan 11 % pada Ibu.
Tabel 7 menyajikan data sebaran pendidikan terakhir orang tua
responden. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang tua responden dalam penelitian ini dinilai cukup mampu mengakses informasi yang diperlukan untuk kelangsungan dan kesejahteraan keluarganya.
Data
pendidikan terakhir orang tua responden diperlukan untuk mengetahui berapa banyak yang dapat memahami bentuk pola asuh dan pola makan yang benar terhadap anaknya. Tabel 7. Sebaran responden berdasarkan pendidikan terakhir orang tua Pendidikan Bapak % Ibu (n) % terakhir (n) 17 16.2 11 10.5
S.I
D.3 SPG STM D.1 SMA SMP SD Total
9 2 1 0 67 7 2 105
8.6 1.9 0.9 0 63.8 6.7 1.9 100
3 4 0 1 59 22 5 105
2.9 3.8 0 0.9 56.2 20.9 4.8 100
2. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan nilai raport dari tiga mata pelajaran, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Berdasarkan Tabel 8 , sebesar 41 % responden berada dalam kategori prestasi belajar yang baik, kemudian 32.4 % responden pada kategori cukup dan 26.6 % pada kategori sangat baik. Manfaat yang diperoleh melalui pengukuran hasil
belajar atau prestasi antara lain untuk mengetahui apakah proses belajar telah berlangsung efektif atau sebaliknya. Tabel 8. Sebaran responden berdasarkan tingkat prestasi belajar Kategori prestasi n % 28 26.6
Sangat baik
Baik Cukup Kurang Total
43 34 0 105
41 32.4 0 100
Berdasarkan hasil perhitungan uji beda T- test prestasi belajar antara siswa laki – laki dan perempuan (Lampiran 4) , menunjukkan bahwa nilai t = -1.129 lebih kecil dari taraf signifikan (2-tailed) yaitu 0.262. Artinya, tidak ada perbedaan yang signifikan prestasi belajar antara siswa laki – laki dan perempuan. Hasil perhitungan uji beda T-test prestasi belajar siswa laki – laki dan perempuan pada SD favorit di Kelurahan Jati Padang dan Kebagusan, menunjukkan bahwa nilai t = -1.426 lebih kecil dari taraf signifikan (2-tailed) yaitu 0.159. Artinya, tidak ada perbedaan yang signifikan prestasi belajar antara siswa laki – laki dan perempuan pada SD favorit di kedua Kelurahan tersebut. Demikian pula pada hasil perhitungan uji beda T-test prestasi belajar siswa laki – laki dan perempuan pada SD non favorit di Kelurahan Jati Padang dan Kebagusan, menunjukkan bahwa nilai t = -0.223 lebih kecil dari taraf signifikan (2-tailed) yaitu 0.825. Artinya, tidak ada perbedaan yang signifikan prestasi belajar antara siswa laki – laki dan perempuan pada SD non favorit di kedua Kelurahan tersebut. Kemampuan prestasi belajar tidak dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin, siswa yang rajin belajar dan sangat memanfaatkan waktunya untuk belajar akan menjadi siswa yang berprestasi. Hasil perhitungan uji beda T-test prestasi belajar antara SD favorit dan SD non favorit di Kelurahan Jati Padang dengan SSE tertinggi menunjukkan bahwa nilai t = 0.970 lebih besar dari taraf signifikan (2tailed) yaitu 0.336. Begitu pula pada SD di Kelurahan Kebagusan dengan
SSE terendah menunjukkan bahwa nilai t = 0.688 lebih besar dari taraf signifikan (2-tailed) yaitu 0.495. Artinya, ada perbedaan yang signifikan prestasi belajar pada SD favorit dan SD non favorit di kedua Kelurahan tersebut, lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil perhitungan uji beda T-test prestasi belajar SD favorit antara Kelurahan Jati Padang dengan Kelurahan Kebagusan menunjukkan bahwa nilai t = 3.049 lebih besar dari taraf signifikan (2tailed) yaitu 0.003. Begitu pula pada SD non favorit antara Kelurahan Jati Padang dengan Kelurahan Kebagusan menunjukkan bahwa nilai t = 1.844 lebih besar dari taraf signifikan (2-tailed) yaitu 0.072.
Artinya, ada
perbedaan yang signifikan prestasi belajar SD favorit antara Kelurahan Jati Padang dengan Kelurahan Kebagusan dan
juga ada perbedaan yang
signifikan prestasi belajar SD non favorit di kedua Kelurahan tersebut, lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Hal ini dapat diartikan bahwa perbedaan SSE (Status Sosial Ekonomi) mempengaruhi prestasi belajar siswa. 3. Status Gizi Berdasarkan Tabel 9, status gizi responden diukur dengan menggunakan tiga indikator status gizi, yaitu BB/U, TB/U, BB/TB. Menurut Soekirman (1999), untuk mengetahui secara tepat status gizi anak sebaiknya menggunakan tiga indikator status gizi tersebut, sehingga dapat disimpulkan secara tepat keadaan gizi anak. Jika dilihat berdasarkan BB/U sebagian besar responden ( 82.9 % ) berstatus gizi normal. Berdasarkan indikator TB/U sebagian besar responden ( 88.6 % ) juga tergolong dalam kategori normal.
Status gizi responden berdasarkan
BB/TB sebagian besar responden ( 72.4% ) berada dalam kategori normal. Berdasarkan indikator status gizi menurut BB/U dan TB/U yang tergolong normal, dapat diartikan bahwa keadaan status gizi sebagian besar responden pada masa kini dan masa lampau tergolong baik. Jika dilihat dari indikator BB/TB yang tergolong normal, maka dapat diartikan bahwa berat badan responden tergolong proporsional dengan tinggi
badannya. Menurut Soekirman (1999), berat badan berkorelasi dengan tinggi badan, artinya dalam keadaan normal berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan tertentu. Tabel 9. Sebaran responden berdasarkan status gizi Variabel n Status gizi (BB/U) Normal 87 Kurang 18 Total 105 Status gizi (TB/U) Normal 93 Kurang 12 Total 105 Status gizi (BB/TB) Normal 77 Lebih 12 Kurang 16 Total 105
% 82.9 17.1 100 88.6 11.4 100 73.3 11.4 15.2 100
Hasil perhitungan uji beda T-test status gizi (BB/U) antara responden laki – laki dan perempuan menunjukkan bahwa nilai t = -0.736 lebih kecil dari taraf signifikan (2-tailed) yaitu 0.464. Pada hasil uji beda T-test status gizi (TB/U) antara responden laki – laki dan perempuan menunjukkan bahwa nilai t = -0.174 lebih kecil dari taraf signifikan (2-tailed) yaitu 0.862. Begitu pula pada hasil uji beda T-test status gizi (BB/TB) antara responden laki – laki dan perempuan menunjukkan bahwa nilai t = -0.281 lebih kecil dari taraf signifikan (2-tailed) yaitu 0.779. Artinya, tidak ada perbedaan yang signifikan status gizi ( BB/U , TB/U dan BB/TB ) antara responden laki – laki dan perempuan (Lampiran 6). Dengan demikian, status gizi dari hasil penelitian ini tidak ditentukan oleh perbedaan jenis kelamin.
4. Lingkungan Belajar di Sekolah a. Persepsi tentang Belajar di Sekolah Berdasarkan pada Tabel 10, hampir semua responden (92.4 %) menyatakan senang belajar di sekolah dengan alasan sebesar 64.9 % responden banyak mendapatkan teman di sekolah. Sedangkan ada 8 siswa atau 7.6 % responden tidak senang belajar di sekolah. Hal ini sebagian besar dikarenakan responden tidak senang dengan cara guru mengajar pada salah satu mata pelajaran. Berdasarkan beberapa mata pelajaran yang
ditanyakan pada
kuisioner, sebesar 73.3 % responden senang belajar Matematika, 78.1 % responden senang dengan cara mengajar guru Matematika, 80 % responden mengerti dengan pelajaran matematika yang diajarkan di kelas. Pada pelajaran Bahasa Indonesia, 90.5 % responden senang belajar Bahasa Indonesia, 93.3 % responden senang dengan cara mengajar guru Bahasa Indonesia, 96.2 % responden mengerti dengan pelajaran matematika yang diajarkan di kelas. Pada pelajaran Bahasa Inggris,
97.1 % responden senang belajar Bahasa Inggris, 96.2 %
responden senang dengan cara mengajar guru Bahasa Inggris, 99 % responden mengerti dengan pelajaran Bahasa Inggris yang diajarkan di kelas. Berdasarkan data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar siswa senang dengan mempelajari mata pelajaran matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, senang dengan cara guru mengajar mata pelajaran matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, serta mengerti dengan cara guru mengajar mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris yang di ajarkan di sekolah.
Tabel 10. Sebaran responden berdasarkan persepsi tentang belajar di sekolah Persepsi tentang belajar di sekolah Kesenangan belajar di sekolah Senang Tidak senang Total Hal-hal yang membuat siswa senang belajar di sekolah Banyak teman Cara guru mengajar Ada tempat olahraga Ada perpustakaan Tidak menjawab Total Hal-hal yang membuat siswa tidak senang belajar di sekolah Cara guru mengajar Total Senang belajar matematika Ya Tidak Total Senang dengan cara guru mengajar matematika Ya Tidak Total Mengerti pelajaran matematika Ya Tidak Total Senang belajar Bahasa Indonesia Ya Tidak Total Senang dengan cara guru mengajar Bahasa Indonesia Ya Tidak Total Mengerti pelajaran Bahasa Indonesia Ya Tidak Total Senang belajar Bahasa Inggris Ya Tidak Total Senang dengan cara guru mengajar Bahasa Inggris Ya Tidak Total Mengerti pelajaran Bahasa Inggris Ya Tidak Total
n
%
97 8 105
92.4 7.6 100
63 24 2 5 3 97
64.9 24.7 2.1 5.2 3.1 100
8 8
8 100
77 28 105
73.3 26.7 100
82 23 105
78.1 21.9 100
84 21 105
80 20 100
95 10 105
90.5 9.5 100
98 7 105
93.3 6.7 100
101 4 105
96.2 3.8 100
102 3 105
97.1 2.9 100
101 4 105
96.2 3.8 100
104 1 105
99 1 100
b. Sarana Belajar di Sekolah Sarana belajar di sekolah yang sangat menunjang prestasi siswa adalah tersedianya ruang perpustakaan. Berdasarkan Tabel 11 , di sekolah terdapat ruang perpustakaan dan semua responden pernah mengunjungi ruang perpustakaan tersebut. Sebagian besar responden (82.9 %)
mengunjungi perpustakaan minimal 2 kali dalam satu
minggu dan 25.8 % responden mengunjungi lebih dari 2 kali dalam satu minggu. Jenis buku yang dibaca di ruang perpustakaan responden adalah buku ilmu pengetahuan umum (61 %), kemudian buku cerita (33.3 %). Pemilihan buku ilmu pengetahuan dan buku cerita yang dibaca responden, dapat dikatakan karena responden tidak mempunyai buku tersebut. Sesuai dengan hasil yang diperoleh, para guru dari keempat sampel
Sekolah
mengunjungi
Dasar
sering
perpustakaan
mengingatkan
sekolah.
Hal
ini
siswanya
untuk
berarti,
sarana
perpustakaan pada keempat sampel Sekolah Dasar sudah digunakan sebaik mungkin. Salah satu fasilitas sekolah lainnya yang sangat mendukung keberhasilan proses belajar dan mengajar di dalam kelas adalah kebersihan
dan kejelasan tulisan di papan tulis.
Sebesar 64.8 %
responden menjawab dapat melihat tulisan di papan tulis dengan baik. Adapun alasan siswa tidak dapat melihat tulisan dengan baik di papan tulis, sebagian besar (56.8%) karena siswa duduk di belakang. Namun, perlu mendapat perhatian khusus bahwa papan tulis yang kotor juga merupakan penyebab siswa tidak dapat melihat tulisan dengan jelas. Tabel 11. Sebaran responden berdasarkan sarana belajar di sekolah Sarana perpustakaan n % Ada ruang perpustakaan Ya Tidak
105 0
100 0
Total 105 100 Tabel 11. Sebaran responden berdasarkan sarana belajar di sekolah (lanjutan) Sarana Perpustakaan n % Pernah ke ruang perpustakaan Ya 105 100 Tidak 0 0 Total 105 100 Frekuensi mengunjungi ruang perpustakaan per minggu 1 kali 18 17.1 2 kali 60 57.1 > 2 kali 27 25.8 Total 105 100 Jenis buku yang dibaca diruang perpustakaan Buku pelajaran 6 5.7 Buku cerita 35 33.3 Buku pengetahuan umum 64 61 Total 105 100 Guru sering menyuruh adik mengunjungi ruang perpustakaan Ya 105 100 Tidak 0 0 Total 105 100 Sarana di Kelas Kemampuan melihat tulisan di papan tulis Dapat melihat Tidak dapat melihat Total Alasan tidak dapat melihat tulisan dipapan tulis Duduk di belakang Tulisan tidak jelas Papan tulis kotor Total
68 37 105
64.8 35.2 100
21 6 10 37
56.8 16.2 27 100
c. Kedisiplinan terhadap Tata Tertib di Sekolah Kedisiplinan terhadap tata tertib di sekolah dapat diperhatikan dari banyaknya siswa yang datang tepat waktu, kedisiplinan guru yang mengajar terhadap waktu mengajar pelajaran, kedisiplinan dalam
menjaga kebersihan sekolah terutama ruang kelas serta sanksi yang di berikan kepada siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Berdasarkan Tabel 12 , sebesar 76.2 % responden menjawab teman sekelas responden datang tepat waktu.
Kedisiplinan guru yang mengajar
masih kurang, dilihat dari banyaknya guru yang kadang – kadang datang terlambat yaitu sebesar 78.1 %. Akan tetapi, keterlambatan guru mengajar masih dapat ditangani oleh guru piket yang bertugas untuk menggantikan sebesar 72.4 % dari responden yang menjawab dan sebagian besar siswa (64.8 %) menjaga kebersihan di sekolah. Tabel 12. Pendapat responden terhadap sekolah Variabel Jumlah siswa datang tepat waktu Banyak Sedikit Total Guru terlambat masuk kelas Sering Kadang-kadang Tidak pernah Total Ketersediaan guru pengganti jika guru terlambat Ada Tidak ada Total Pemberian tugas sebagai pengganti keterlambatan guru Ada Tidak ada Total Jumlah siswa yang menjaga kebersihan sekolah Banyak Sedikit Total
pelaksanaan tata tertib n
%
80 25 105
76.2 23.8 100
5 82 18 105
4.8 78.1 17.1 100
76 29 105
72.4 27.6 100
74 31 105
70.5 29.5 100
68 37 105
64.8 35.2 100
Kepatuhan terhadap kedisiplinan merupakan hal yang penting dalam proses belajar. Mengajar disiplin berarti mengajar anak agar
mau mengikuti kemauan orang lain, mau mengikuti peraturan sesuai dengan aturan lingkungan.
Ini berarti
bahwa ia harus mampu
mengendalikan kemauannya itu demi orang lain.
Kepatuhan dan
disiplin tidak begitu saja dapat di buat dan dipaksakan dalam diri anak, melainkan ia akan berkembang sejajar dengan perkembangan intelektual,
pengertian
sebab
akibat
dan
kemampuan
untuk
mempertimbangkannya (Prasetyo, 1993).
5. Lingkungan Belajar di Rumah a. Sarana Belajar di Rumah Berdasarkan Tabel 13 , dapat dilihat bahwa hanya sedikit siswa (10.5 %) responden yang memiliki tempat belajar khusus. Arti tempat belajar khusus adalah di dalam rumah responden memiliki ruangan yang khusus sebagai tempat belajar. Bagi siswa yang tidak memiliki tempat belajar khusus, sebagian besar (43.8 %) belajar di kamar tidur, belajar di mana saja sebesar 22.9 % responden. Sarana belajar yang baik adalah yang memberikan kenyamanan kepada responden, karena dengan kenyamanan dapat menimbulkan motivasi belajar dan mempermudah dalam memahami pelajaran. Waktu belajar dalam satu hari pada sebagian besar responden ( 93.3 % ), ditempuh selama lebih dari 1 jam, sedangkan sebesar 6.7 % responden hanya belajar kurang dari satu jam. Prestasi siswa tidak ditentukan oleh lamanya waktu belajar dalam satu hari, tetapi lebih ditentukan oleh keefektifan siswa dalam memanfaatkan waktu belajar tersebut. Masalah belajar dimasa anak – anak merupakan hal yang sering di hadapi orang tua dan guru. Keluhan – keluhan yang sering kita dengar adalah anak sukar menangkap pelajaran, cepat lupa jika diajarkan sesuatu, tidak dapat konsentrasi, tidak mengerti huruf,
kesukaran dalam membaca, menulis dan berhitung, tidak ada gairah belajar dan sebagainya (Prasetyo, 1993). Tabel 13. Sebaran responden berdasarkan penggunaan sarana belajar di rumah Variabel n % 11 10.5 Tempat belajar khusus Ruang makan 2 1.9 Kamar tidur 46 43.8 Ruang tamu 12 11.4 Ruang keluarga 10 9.5 Dimana saja 24 22.9 Total 105 100 Lama belajar dalam 1 hari < 1 jam 7 6.7 1 – 2 jam 61 58.1 > 2 jam 37 35.2 Fasilitas belajar Lengkap (buku tulis, buku pelajaran, 82 78.1 alat tulis) Tidak lengkap 23 21.9 Total 105 100
Sarana belajar di rumah juga meliputi kelengkapan alat tulis. Alat tulis yang lengkap dapat lebih menunjang proses keberhasilan belajar di rumah maupun di sekolah. Sebagian besar responden (78.1 %) memilki fasilitas alat tulis yang lengkap (buku pelajaran, buku tulis, pensil/pulpen, penghapus), sedangkan sisanya sebesar 21.9 % responden tidak memiliki alat tulis yang lengkap. b. Perhatian Orang Tua di Rumah Belajar dengan motivasi yang kuat merupakan syarat agar dapat mencapai sukses yang optimal. Pada anak sekolah, motivasi tidak selalu dapat terjadi secara spontan, tetapi juga harus sengaja diupayakan oleh orang tua maupun guru.
Motivasi belajar anak
tersebut mencakup tujuan belajar, motif belajar, frekuensi belajar, cara belajar dan lain – lain (Pritriyani et al. , 1999). Tabel 14.
Sebaran responden berdasarkan perhatian orang tua di rumah Perhatian orang tua n % Bertanya tentang PR Sering 71 67.6 Kadang kadang 34 32.4 Tidak pernah 0 0 Total 105 100 Membantu mengerjakan PR Sering 45 42.9 Kadang- kadang 60 57.1 Tidak pernah 0 0 Total 105 100 Bertanya tentang hasil ujian Sering 76 72.4 Kadang- kadang 29 27.6 Tidak pernah 0 0 Total 105 100 Bertanya tentang aktifitas di sekolah Sering 43 40 Kadang- kadang 44 41.9 Tidak pernah 18 17.1 Total 105 100
Perhatian yang diberikan oleh orang tua terhadap siswa di rumah dapat berupa perhatian terhadap tugas – tugas yang diberikan guru dalam bentuk menanyakannya kepada siswa. Kemudian membantu siwa jika mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Perhatian orang tua dapat juga dalam hal merespon hasil ujian anaknya. Berdasarkan Tabel 14 , sebagian besar orang tua sering menanyakan tugas pekerjaan rumah dari guru ( 67.6 % ) dan hasil ujian ( 72.4 % ). Walaupun orang tua sering menanyakan pekerjaan rumah siswa, namun hanya 42.9 % yang sering membantu mengerjakan PR. Selebihnya menurut siswa hanya kadang – kadang membantu. Hal ini biasanya terjadi pada siswa jika orang tuanya merupakan pekerja yang sibuk sehingga kurang ada waktu untuk membantu anaknya
menyelesaikan pekerjaan rumah, bisa juga dikarenakan orang tua tidak dapat memahami tugas tersebut. Berdasarkan Tabel 14 , dalam hal kegiatan di sekolah, hanya sebagian orang tua siswa yang sering menanyakan kegiatan siswa di sekolah ( 40 % ), namun terdapat 17 % orang tua tidak pernah menanyakan aktivitas anaknya di sekolah. c. Suasana Belajar di Rumah Berdasarkan Tabel 15 , lebih dari separo responden ( 61,9 % ) tinggal pada suasana sekitar rumah yang tidak ramai, akan tetapi sebesar 38.1 % responden tinggal pada suasana rumah yang ramai. Oleh karena itu, sebagian besar responden ( 49.5 % ) merasa terganggu dengan suasana yang ramai tersebut tersebut. Dilihat dari pencahayaan dan kenyamanan belajar, lebih dari separo responden secara berurut 53.3 % dan 55.2 % responden memiliki suasana belajar dengan cahaya yang terang serta nyaman. Tabel 15. Sebaran responden berdasarkan suasana belajar di rumah Suasana belajar di rumah n % Lingkungan ramai Ya 40 38.1 Tidak 65 61.9 Total 105 100 Terganggu dengan lingkungan ramai Ya 52 49.5 Tidak 53 50.5 Total 105 100 Cahaya tempat belajar Terang 56 53.3 Cukup terang 49 46.7 Kurang terang 0 0 Total 105 100 Kenyamanan belajar Nyaman 58 55.2 Cukup nyaman 47 44.8 Tidak nyaman 0 0 Total 105 100
Suasana belajar atau lingkungan fisik mempengaruhi kualitas belajar seseorang. Rumah atau sekolah yang tidak nyaman, bising, dan tidak cukup cahaya menyebabkan seseorang sulit konsentrasi dalam belajar (Suparno, 2001). Pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa para responden sudah memiliki suasana belajar yang cukup baik di rumah.
d. Lingkungan Pergaulan di Rumah Berdasarkan Tabel 16, sebagian besar responden ( 83.8 % ) menjawab sering bermain di rumah. Waktu yang digunakan untuk bermain sebagian siswa ( 52.4 % ) selama 2 – 3 jam dalam satu hari dan sebanyak 40 % responden menggunakan waktu bermain selama kurang dari 2 jam.
Bermain merupakan aktivitas yang sangat
menyenangkan, tetapi jika waktu yang tersita untuk bermain tidak produktif dapat melalaikan waktu belajar siswa. Tabel 16. Sebaran responden berdasarkan lingkungan pergaulan di rumah Lingkungan pergaulan di rumah Frekuensi bermain Sering Jarang Lama bermaindalam satu hari < 2 Jam 2 – 3 Jam > 3 Jam Total Siswa mempunyai kelompok belajar Ya Tidak Total Frekuensi belajar bersama per minggu ( dari 93 responden ) 1 – 2 kali seminggu 3 – 4 kali seminggu > 4 kali seminggu Total
n
%
88 17
83.8 16.2
42 55 8 105
40 52.4 7.6 100
93 12 105
88.6 11.4 100
26 59 8 93
28 63.4 8.6 100
Ajakan teman bermain ketika sedang belajar bersama Ada Tidak ada Total
55 50 105
52.4 47.6 100
Kelompok belajar adalah sekelompok siswa yang melakukan aktivitas menyelesaikan tugas dari guru di sekolah sekaligus sebagai tempat bermain dan berkumpul bersama, ini merupakan salah satu contoh bermain yang produktif. Sebagian besar responden ( 88.6 % ) memiliki kelompok belajar dan 63.4 % responden memiliki frekuensi belajar bersama 3 – 4 kali dalam satu minggu. Responden sebesar 52.4 % menjawab sering diajak bermain oleh temannya ketika sedang belajar bersama. e. Pola Belajar di Rumah Berdasarkan pada data Tabel 17, pola belajar sebagian besar responden adalah membaca pelajaran terlebih dahulu di rumah sebelum diterangkan oleh guru ( 53.3 % ), mengulang kembali di rumah pelajaran yang sudah diterangkan guru di sekolah ( 89.5 % ) dan sering berlatih soal di rumah ( 54.2 % ), mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian beberapa hari sebelumnya ( 59 % ) dan dapat menyelesaikan tugas sesuai waktu yang ditentukan ( 79 % ). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pola belajar siswa dalam penelitian ini adalah baik. Tabel 17. Sebaran responden berdasarkan pola belajar di rumah Pola belajar di rumah Membaca sebelum diterangkan Sering Kadang kadang Tidak pernah Total Mengulang pelajaran dirumah Ya Tidak Total Berlatih soal di rumah Sering
n
%
56 48 1 105
53.3 45.8 0.9 100
94 11 105
89.5 10.5 100
57
54.2
Kadang kadang Tidak pernah Total
48 0 105
45.8 0 100
Tabel 17. Sebaran responden berdasarkan pola belajar di rumah (lanjutan) Pola belajar di rumah Persiapan belajar menghadapi ujian Beberapa minggu sebelum ujian Beberapa hari sebelum ujian Semalam sebelum ujian Total Waktu menyelesaikan tugas Sebelum waktu ditentukan Sesuai waktu ditentukan Tidak tepat waktu ditentukan Total
n
%
23 62 20 105
22 59 19 100
9 83 13 105
8.6 79 12.4 100
6. Konsumsi Pangan a. Energi
Sumber energi berasal dari karbohidrat, protein dan lemak. Tingkat kecukupan energi dari responden yang berada pada kategori cukup sebesar 59.1 % sedangkan sebesar 23.8 % responden masih berada pada kategori kurang (Tabel 18).
Tabel 18.
Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi
Angka Kecukupan Energi, Pria : 2000 kkal (BB=30 kg ;TB=130 cm) dan Wanita : 1900 kkal ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *) n % Ketegori Lebih 18 17.1 Cukup 62 59.1 Kurang 25 23.8
Total *) Sumber : Muhilal, et al. (1998)
105
100
Makanan yang dikonsumsi anak haruslah merupakan sumber gizi yang baik dan yang diperlukan. Asupan energi yang diperoleh dari makanan
harus
seimbang
mempertahankan berat badan.
dengan
pengeluaran
energi
untuk
Menurut Judarwanto (2004),
berat
badan yang kurang karena kurangnya asupan gizi biasanya disertai dengan kekurangan vitamin, mineral dan zat gizi lainnya sehingga mengakibatkan kecerdasan dan daya tahan tubuh berkurang. b. Protein
Berdasarkan Tabel 19, tingkat kecukupan protein dari responden yang diteliti sudah sebagian besar memenuhi tingkat kecukupan yang dianjurkan, yaitu sebesar 41.9 % respoden. Sedangkan sebanyak 12.4 % responden masih tergolong dalam kategori kekurangan protein. Berdasarkan pada hasil penelitian ini, sebesar 75.2% responden memperoleh angka kecukupan protein yang sebagian besar dari sumber protein nabati, sedangkan hanya 24.8% responden yang memperoleh angka kecukupan protein dari makanan hewani. Responden yang mengalami kekurangan protein terutama disebabkan oleh makanan jajanan yang biasa dikonsumsi sedikit mengandung protein tetapi lebih sumber karbohidrat. Makanan jajanan tersebut seperti, kue pancong, mie gelas, donat, bakwan dan lainnya. Menurut Rahayu et al. (1998), anak usia sekolah dasar lebih banyak mengkonsumsi makanan jajanan yang secara umum tinggi karbohidrat dan rendah akan protein, sehingga konsumsi protein
mereka rata – rata rendah. Selain itu, sebanyak 45.7 % responden dikategorikan kelebihan protein. Protein termasuk dalam golongan zat pembangun, zat pengatur dan juga sebagai bahan bakar tubuh. Protein merupakan bahan pembentuk berbagai jaringan tubuh, proses pembentukan ini terjadi mulai lahir sampai dewasa muda. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan jaringan terjadi secara besar – besaran. Pada umumnya protein yang berasal dari hewan lebih tinggi nilainya daripada protein yang berasal dari tumbuh – tumbuhan, karena protein jenis pertama ini mengandung lebih lengkap asam –asam amino esensial dan susunannya lebih mendekati susunan tubuh manusia. Akan tetapi beberapa diantara protein yang berasal dari tumbuh – tumbuhan ada juga yang mempunyai nilai yang sangat tinggi. Tabel 19. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan protein Angka Kecukupan Protein, Pria : 45 g (BB=30 kg ;TB=130 cm) dan Wanita : 54 g ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *) Kategori n % Lebih 48 45.7 Cukup 44 41.9 Kurang 13 12.4 Total 105 100 *) Sumber : Muhilal, et al. (1998)
c. Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B12, Vitamin A dan Vitamin C
Vitamin B1 atau thiamin berperan dalam metabolisme karbohidrat untuk pembentukan energi. Kekurangan vitamin B1 dapat
menimbulkan kurang nafsu makan, cepat merasa lelah, kerusakan vaskular, sel syaraf dan penyakit beri – beri. Berdasarkan Tabel 20 , sebagian besar responden ( 95,2 % ) termasuk dalam kategori kekurangan vitamin B1. Kekurangan vitamin B1 atau thiamin akan menyebabkan polyneuritis, yang disebabkan terganggunya transmisi syaraf, atau jaringan syaraf.. Beri-beri merupakan penyakit kekurangan vitamin B1 (thiamin). Gejala kekurangan thiamin mula-mula adalah lelah, hilang nafsu makan, berat badan menurun, dan gangguan pencernaan (Winarno, 1988). Tabel 20. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin B1 Angka Kecukupan Vitamin B1, Pria: 1.0 mg (BB=30 kg ;TB=130 cm) dan Wanita : 1.0 mg ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *) Kategori n % Lebih 0 0 Cukup 5 4.8 Kurang 100 95.2 Total 105 100 *) Sumber : Muhilal, et al. (1998)
Vitamin B2 atau riboflavin, berperan dalam metabolisme karbohidrat, asam amino dan asam lemak yaitu sebagai koenzim dan flavin enzim. Sebagian besar responden ( 85.7 % ) termasuk dalam kategori kekurangan vitamin B2 , dapat dilihat pada Tabel 21. Defisiensi riboflavin menimbulkan penyakit cheilosis yang ditandai dengan timbulnya rasa pedih dan keringnya bibir, mulut dan lidah. Disamping itu juga dapat menimbulkan kelainan pada mata, yang ditandai dengan rasa gatal, panas serta mata sangat sensitif terhadap cahaya dan cepat lelah (Muchtadi et al., 1993).
Tabel 21. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin B2
Angka Kecukupan Vitamin B2, Pria: 1.0 mg (BB=30 kg ;TB=130 cm) dan Wanita : 1.0 mg ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *) Kategori n % Lebih 3 2.9 Cukup 12 11.4 Kurang 90 85.7 Total 105 100 *)Sumber : Sumber : Muhilal, et al. (1998)
Kekurangan vitamin B1 dan vitamin B2 terjadi karena responden masih kurang memakan makanan yang banyak terkandung didalam kedua vitamin tersebut.
Thiamin Bahan makanan sebagai sumber
vitamin B1 atau thiamin, yaitu biji – bijian, padi – padian, kacang – kacangan dan daging.
Sedangkan bahan makanan sebagai sumber
vitamin B2 atau riboflavin yaitu, hati, telur dan sayur – sayuran. Berdasarkan Tabel 22, sebagian responden ( 75.3 % ) mengalami kekurangan vitamin B12. Kekurangan vitamin B12 biasanya disebabkan karena kurang mengkonsumsi pangan hewani yang merupakan sumber vitamin B12 serta karena kurang baiknya penyerapan dan jarang karena kekurangan dalam makanan yang dikonsumsi. Tetapi bagi masyarakat yang menu sehari-hari hanya dari bahan nabati, biji-bijian, dan umbi-umbian, kekurangan vitamin B12 mungkin dapat terjadi.
Tabel 22. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin B12 Angka Kecukupan Vitamin B12, Pria: 1.0 μg (BB=30 kg;TB=130cm) dan Wanita : 1.0 μg ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *) Variabel n % Kategori Tingkat Kecukupan Vit B12 Lebih 8 7.6 Cukup 18 17.1 Kurang 79 75.3 Total 105 100 *) Sumber : *) Sumber : Muhilal, et al. (1998)
Hati merupakan tempat penyimpanan cadangan vitamin B12 dan dapat mengandung 2.000 sampai 5.000 mcg, suatu simpanan cukup untuk tiga sampai lima tahun. Vitamin B12 berperan dalam menjaga agar sel-sel berfungsi normal terutama sel-sel saluran pencernaan, sistem urat syaraf, dan sumsum tulang ( Winarno, 1988). Vitamin A berguna untuk pertumbuhan, penglihatan, reproduksi, dan pemeliharaan kesehatan sel epitel. Vitamin adalah zat organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang sedikit, tetapi penting untuk mempertahankan gizi yang normal, dan harus didapat dari makanan. Meskipun vitamin ini diperlukan hanya dalam jumlah yang sangat sedikit, sebaliknya jika badan kekurangan zat ini, akan timbul hal – hal yang merugikan (Soedarmo dan Sediaoetama, 1977). Mengingat konsumsi makanan hewani sebagai sumber vitamin A pada umumnya sangat rendah, maka kecukupan didasarkan pada anggapan bahwa sebagian sumbernya adalah sayuran dan buah – buahan. Berbagai sayuran yang berwarna hijau dan buah – buahan yang berwarna kuning atau merah merupakan sumber vitamin A yang baik, seperti wortel, papaya dan sebagainya (Muchtadi et al., 1993). Responden dalam penelitian ini sebagian besar (75.3 %) mengalami kekeurangan vitamin A, dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin A Angka Kecukupan Vitamin A, Pria: 500 RE (BB=30 kg ;TB=130cm) dan Wanita : 500 RE ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *) Kategori n % Lebih 6 5.7
Cukup Kurang Total *)Sumber : Muhilal, et al. (1998)
20 79 105
19.0 75.3 100
Kelebihan vitamin A dalam tubuh dapat disimpan dalam hati. Di hati vitamin A terdapat dalam bentuk retinol. Terlalu banyak konsumsi vitamin A dapat menyebabkan hipervitaminosis, suatu keadaan keracunan yang disebabkan oleh terlalu banyaknya konsumsi vitamin A, yaitu bila mengkosnsumsi 75.000 RE sampai beberapa bulan. Xeroftalmia adalah keadaan bila orang mengalami kekurangan vitamin A, mula-mula konjungtiva mata mengalami keratinisasi, kemudian korneanya juga terpengaruh. Bila tidak diobati, mata akan menjadi buta ( Winarno, 1988). Vitamin C berperan dalam pembentukan substansi antar sel dan berbagai jaringan, serta meningkatkan daya tahan tubuh. Pada anak usia sekolah berumur 11 – 12 tahun, vitamin C sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh karena pada usia tersebut mereka banyak melakukan aktivitas fisik, misalnya olah raga dan bermain. Berdasarkan Tabel 24 , hanya sebanyak 53.4 % responden mendapat kategori cukup vitamin C, sedangkan 37.1 % responden kekurangan vitamin C. Tabel 24. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin C Angka Kecukupan Vitamin C, Pria: 50 mg (BB=30 kg ;TB=130 cm) dan Wanita : 50 mg ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *) n % Kategori Lebih 10 9.5 Cukup 56 53.4 Kurang 39 37.1 Total 105 100 *) Sumber : Muhilal, et al. (1998)
Kelompok vitamin B dan vitamin C larut dalam air, sehingga jika dikonsumsi berlebihan tidak akan membahayakan kesehatan
karena sebagian besar langsung diekresi melalui air kemih. Apabila seseorang mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah banyak, kelebihan vitamin C akan dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin (Muchtadi et al., 1993).
d. Mineral ( Kalsium, Fosfor, Seng dan Besi )
Kalsium ( Ca ) merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Fungsi kalsium dalam tubuh adalah bahan pembentuk tulang dan gigi, dalam proses pembentukan darah, kontraksi dan pelemasan otot – otot. Berdasarkan Tabel 25, sebagaian besar responden ( 47.6 % ) mengalami kekurangan kalsium.
Tabel 25. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan kalsium Angka Kecukupan Kalsium, Pria: 700 mg (BB=30 kg ;TB=130 cm) dan Wanita : 700 mg ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *) Kategori N % Lebih 33 31.4 Cukup 22 21 Kurang 50 47.6 Total 105 100 *) Sumber : Muhilal, et al. (1998)
Peranan kalsium dalam tubuh pada umumnya dapat dibagi dua, yaitu membantu membentuk tulang dan gigi dan mengukur proses biologis dalam tubuh. Keperluan kalsium terbesar pada waktu pertumbuhan, tetapi juga keperluan-keperluan kalsium masih diteruskan
meskipun
sudah
mencapai
usia
dewasa.
Pada
pembentukan tulang, bila tulang baru dibentuk, maka tulang yang tua dihancurkan secara simultan.
Bila konsumsi kalsium menurun dapat terjadi kekurangan kalsium yang menyebabkan osteomalasia, tulang menjadi lunak karena matriksnya kekurangan kalsium. Hal ini disebabkan konsumsi kalsium rendah, absorpsi yang rendah, atau terlalu banyak kalsium yang terbuang bersama urin ( Winarno, 1988). Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak setelah kalsium ( sekitar 22 % dari total mineral ), di mana 85 % diantaranya terdapat pada tulang.
Fosfor terdapat pada hampir semua bahan pangan
sehingga jarang menimbulkan masalah. Efisiensi penyerapan fosfor sangat tergantung kepada sumber dan jumlah konsumsinya. Umumnya hanya 60 – 70 % yang dapat diserap dari makanan (Muchtadi et al., 1993). Tabel 26. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan fosfor Angka Kecukupan Fosfor, Pria: 500 mg (BB=30 kg ;TB=130 cm) dan Wanita : 450 mg ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *) Kategori n % Lebih 94 89.5 Cukup 11 10.5 Kurang 0 0 Total 105 100 *) Sumber : Muhilal, et al. (1998)
Fosfor berfungsi dalam tubuh sebagai bahan pembentuk tulang dan gigi. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar ( 89.5 % ) responden mengalami kelebihan fosfor, dapat dilihat pada Tabel 26. Kurang lebih satu persen berat tubuh kita terdiri dari fosfor. Dengan demikian fosfor merupakan mineral kedua terbanyak setelah kalsium. Peranan fosfor mirip dengan kalsium yaitu untuk pembentukan tulang dan gigi dan penyimpanan dan pengeluaran energi (perubahan antara ATP dengan ADP). Peranan zat besi ( Fe ) pada umumnya berkaitan dengan proses respirasi dalam sel. Zat besi merupakan komponen dari hemoglobin, mioglobin, sitokhrom, dan enzim katalase serta peroksidase.
Persentase banyaknya zat besi yang diserap sangat rendah dan dipengaruhi oleh bentuk besi dalam makanan, dan zat – zat yang menghambat serta zat – zat yang meningkatkan penyerapan tersebut. Fe penting dalam sel – sel jaringan hemoglobin darah sebagai pengangkut oksigen dalam tubuh. Sebagian besar responden (71.4 %) termasuk dalam kategori kekurangan zat besi, dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan besi Angka Kecukupan Besi, Pria: 14 mg (BB=30 kg ;TB=130 cm) Wanita : 14 mg ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *) Kategori n % Lebih 5 4.8 Cukup 25 23.8 Kurang 75 71.4 Total 100 105 *) Sumber : Muhilal, et al. (1998)
Besi dalam badan, sebagian terletak dalam sel-sel darah merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti sebuah atom besi. Anemia gizi dapat diketahui dari kadar hemoglobin seseorang. Kekurangan besi dapat pula terjadi pada pasien yang terserang cacing pita. Cacing ini mengisap darah dari saluran darah di bawah mukosa alat pencernaan penderita (Winarno, 1988). Seng ( Zn ) merupakan zat gizi yang esensial dan telah mendapat perhatian yang cukup besar akhir – akhir ini. Zn berperan untuk bekerjanya lebih dari 70 macam enzim karena perannya dalam sintesa ADN, ARN ( keduanya unsur genetik ), dan protein, maka defisiensi Zn dapat menghambat pembelahan sel, pertumbuhan dan pemulihan jaringan
(Olson et. al., dalam Soedarmo dan
Sediaoetama, 1977).
Ada kemungkinan Zn berinteraksi dengan
defisiensi
vitamin A dalam proses terjadinya buta senja.
Berdasarkan Tabel 28 , sebagian besar responden mengalami kekurangan Zn.
( 79 % ) juga
Tabel 28. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan seng Angka Kecukupan Seng, Pria: 15 mg (BB=30 kg ;TB=130 cm) Wanita : 15 mg ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *) Kategori n % Lebih 3 2.9 Cukup 19 18.1 Kurang 83 79 Total 100 105 *) Sumber : Muhilal, et al. (1998)
Diperkirakan kebutuhan zink adalah 15 mg bagi setiap anak di atas usia 11 tahun. Telah dibuktikan bahwa zink dalam protein nabati kurang tersedia dan lebih sulit digunakan tubuh manusia daripada zink yang terdapat dalam protein hewani. Hal tersebut mungkin disebabkan karena adanya asam fitat yang mampu mengikat ion-ion logam. Menurut Winarno (1988) dan para ahli gizi berpendapat dengan mengkonsumsi sejumlah protein hewani yang dianjurkan kebutuhan tubuh akan zink akan tercukupi. Meskipun zink terdapat pada berbagai bahan pangan, namun yang merupakan sumber utama zink adalah daging, unggas, ikan laut, telur, keju, susu, serta bumbu pecel (peanut butter). Sebagian responden termasuk dalam kategori kekurangan mineral. Pada umumnya zat – zat mineral terdapat cukup didalam makanan sehari – hari untuk memenuhi keperluan tubuh. Sumber bahan makanan yang banyak mengandung mineral antara lain pada biji – bijian, kacang – kacangan dan sayuran. Pada usia anak sekolah sedikit sekali yang sangat gemar memakan sayur – sayuran, walaupun ada yang suka dengan sayur tetapi jumlah yang dikonsumsi masih kurang dari cukup.
B. Hubungan Beberapa Variabel dengan Prestasi Belajar 1. Hubungan antara Status Gizi dengan Prestasi Belajar Uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang tidak nyata antara status gizi, baik berdasarkan indikator BB/U, ataupun BB/TB dengan prestasi belajar ( Lampiran 7 ). Hal ini berarti status gizi kurang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar jika dibandingkan dengan faktor lainnya. Status gizi yang baik jika tidak di dukung oleh usaha yang baik untuk belajar tidak akan memperoleh prestasi yang baik. Menurut Andriani (2003), berdasarkan hasil penelitiannya terhadap status gizi pada siswa Sekolah Dasar di daerah miskin perkotaan di Bogor, serta menurut Cahyaningrum (2005), dari hasil penelitiannya terhadap status gizi berdasarkan indikator BB/U, TB/U dan BB/TB pada anak panti asuhan usia SD, hasil uji korelasi Spearman tidak ada hubungan yang nyata antara status gizi dengan prestasi belajar. Sedangkan pada hasil uji korelasi Rank Spearman berdasarkan indikator TB/U menunjukkan hubungan yang sangat nyata positif ( p < 0.01; r = 2.55 ). Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 29. Hal ini berarti semakin baik status gizi responden jika dilihat pada nilai z – skor berdasarkan TB/U menunjukkan responden semakin berprestasi. Menurut Kusumaningrum (2006), berdasarkan hasil penelitiannya terhadap status gizi pada anak SD yang sibuk di Kota Bogor, terdapat hubungan yang nyata antara status gizi dengan prestasi belajar contoh. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap defisiensi gizi dalam jangka pendek. Pengaruh defisiensi gizi terhadap tinggi badan akan muncul setelah beberapa waktu yang cukup lama. Indikator TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lalu. Indikator ini sangat erat kaitannya dengan masalah sosial ekonomi. Oleh karena itu, indikator TB/U disamping digunakan sebagai indikator status
gizi (stunting), juga dapat di gunakan sebagai indikator perkembangan sosial ekonomi masyarakat (Riyadi, 2001).
Hasil penelitian dari
Kusumaningrum (2006), terdapat hubungan yang nyata antara pendapatan per kapita dengan prestasi belajar.
Pendapatan yang tinggi akan
memenuhi kebutuhan primer dengan baik seperti pangan.
Dengan
konsumsi pangan yang baik maka akan diperoleh status gizi yang baik. Tabel 29. Tabulasi hubungan antara status gizi ( nilai Z – Score indikatorTB/U ) dengan prestasi belajar Prestasi BB/U Spearman's rho Prestasi Correlation 1,000 ,255(**) Coefficient Sig. (2-tailed) . ,009 N 105 105 BB/U Correlation ,255(**) 1,000 Coefficient Sig. (2-tailed) ,009 . N 105 105 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Sebaran responden berdasarkan status gizi BB/U , TB/U dan BB/TB dengan prestasi belajar dapat dilihat pada Lampiran 8. 2. Hubungan antara Lingkungan Belajar di Sekolah dengan Prestasi Belajar a. Hubungan antara Persepsi tentang Belajar di Sekolah dengan Prestasi Belajar Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang sangat nyata positif ( p < 0.01; r = 0.339 ) antara persepsi tentang belajar di sekolah dengan prestasi belajar. Hasil uji tersebut dapat diartikan bahwa semakin baik persepsi responden terhadap terhadap kegiatan belajar dan mengajar di sekolah semakin baik pula prestasi yang di peroleh responden. Hasil uji ini dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30.
Tabulasi hubungan antara persepsi tentang belajar di sekolah dengan prestasi belajar Belajar di Prestasi sekolah Spearman' Belajar di Correlation 1.000 .335(**) s rho sekolah Coefficient Sig. (2-tailed) . .000 N 105 105 Prestasi Correlation .335(**) 1.000 Coefficient Sig. (2-tailed) .000 . N 105 105 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Hal ini juga didasari oleh persepsi responden yang merasa senang belajar di sekolah karena banyak memperoleh teman. Dengan demikian, responden termotivasi untuk belajar dengan giat. b. Hubungan antara Sarana Belajar di Sekolah dengan Prestasi Belajar Sarana belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Sarana belajar yang lengkap memudahkan proses belajar, sehingga prestasi belajar yang diperoleh contoh dapat lebih baik. Apabila sarana yang digunakan kurang lengkap, maka dapat menghambat proses belajar, sehingga tidak berjalan secara efektif, yang berakibat menurunnya prestasi belajar. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang sangat nyata positif ( p < 0.01; r = 0.395 ) antara sarana belajar di sekolah dengan prestasi belajar. Hal ini disebabkan karena sarana belajar sudah digunakan dengan maksimal. Hasil uji ini dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Tabulasi hubungan antara sarana belajar di sekolah dengan prestasi belajar Sarana Belajar Prestasi di Sekolah Spearman' Sarana Correlation s rho Belajar di Coefficient 1.000 .324(**) Sekolah Sig. (2-tailed) . .000 N 105 105 Prestasi Correlation .324(**) 1.000 Coefficient Sig. (2-tailed) .000 . N 105 105 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
c. Hubungan antara Kedisiplinan terhadap Tata Tertib di Sekolah dengan Prestasi Bejalar Hasil uji Rank Spearman menunjukkan hubungan nyata positif ( p < 0.05; r = 0.198 ) antara kedisiplinan terhadap tata tertib dengan prestasi belajar contoh. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 32. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi disiplin contoh terhadap tata tertib yang ada, maka semakin tinggi pula prestasi belajarnya. Menurut Cahyaningrum (2005), hasil uji Rank Spearman
menunjukkan
hubungan nyata positif (p<0.05; r = 0.275) antara kedisiplinan terhadap tata tertib anak panti asuhan usia Sekolah Dasar dengan prestasi belajar. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004), kebiasaan disiplin diri dan waktu yang harus ditanamkan sejak dini juga mendukung kelancaran perkembangan kognitif dan prestasi di sekolah. Menurut Prasetyo (1993), disiplin yang terlalu keras dan kaku atau
sebaliknya,
disiplin
yang
tidak
konsisten,
tidak
akan
menghasilkan kemantapan rasa disiplin dalam diri anak. Menanamkan disiplin dan kepatuhan secara kaku tanpa memberikan anak kesempatan untuk mengolah dan mengintegrasikan dalam dirinya tidak akan memupuk “inner dicipline” dan kemandirian sosial yang baik. Hambatan dalam pengertian akan disiplin serta tata cara belajar
disekolah maupun dirumah, sangat menghambat kelancaran proses belajar. Tabel 32. Tabulasi hubungan antara kedisiplinan terhadap tata tertib dengan prestasi bejalar Kedisiplin Prestasi an Spearman' Kedisiplinan Correlation 1.000 .236(*) s rho Coefficient Sig. (2. .043 tailed) N 105 105 Prestasi Correlation .236(*) 1.000 Coefficient Sig. (2.043 . tailed) N 105 105 * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). 3. Hubungan antara Lingkungan Belajar di Rumah dengan Prestasi Belajar a. Hubungan antara Perhatian Orang Tua di Rumah dengan Prestasi Belajar Uji korelasi Rank Spearman menujukkan hubungan yang nyata positif ( p < 0.05; r = 0.233 ) antara perhatian orang tua di rumah dengan prestasi belajar. Hasil dapat dilihat pada Tabel 33. Hubungan yang nyata ini diduga bahwa motivasi belajar tinggi berdasarkan perhatian dari orang tua. Perhatian orang tua, walaupun hanya sekedar menanyakan tugas pekerjaan rumah dari sekolah sangat memberi arti yang lebih oleh responden ( siswa ).
Tabel 33. Tabulasi hubungan antara perhatian orang tua di rumah dengan prestasi belajar Perhatian Prestasi Orang tua Spearman' C.2 Correlation 1.000 .233(*) s rho Coefficient Sig. (2-tailed) . .017 N 105 105 Prestasi Correlation .233(*) 1.000 Coefficient Sig. (2-tailed) .017 . N 105 105 * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). b. Hubungan antara Sarana Belajar di Rumah dengan Prestasi Belajar Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang sangat nyata positif ( p < 0.01; r = 0.306 ) antara sarana belajar di rumah dengan prestasi belajar. Hal ini disebabkan karena sarana belajar sudah digunakan dengan maksimal. Hasil uji ini dapat dilihat pada Tabel 34. Berdasarkan hasil penelitian Pasaribu (2007), sarana belajar anak panti asuhan usia Sekolah Dasar menunjukkan hubungan yang sangat nyata dengan prestasi belajar (p<0.01). Prestasi belajar anak yang baik didukung oleh sarana belajar yang baik dan cara belajar yang baik pula. Tabel 34. Tabulasi hubungan antara sarana belajar di rumah dengan prestasi belajar Sarana Prestasi Belajar Spearman' Sarana Correlation 1.000 .306(**) s rho belajar Coefficient Sig. (2-tailed) . .001 N 105 105 Prestasi Correlation .306(**) 1.000 Coefficient Sig. (2-tailed) .001 . N 105 105 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
c. Hubungan antara Suasana Belajar di Rumah dengan Prestasi Belajar Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman antara suasana belajar di rumah dengan prestasi belajar menunjukkan hubungan yang nyata positif ( p < 0.01; r = 0.307 ). Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 35. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan suasana belajar yang baik dan nyaman di rumah, membuat responden dapat belajar secara optimal dan memperoleh prestasi belajar yang baik. Tabel 35. Tabulasi hubungan antara suasana belajar di rumah dengan prestasi belajar Suasana prestasi Belajar Spearman's Suasana Correlation 1.000 .307(**) rho Belajar Coefficient Sig. (2-tailed) . .001 N 105 105 prestasi Correlation .307(**) 1.000 Coefficient Sig. (2-tailed) .001 . N 105 105 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
d. Hubungan antara Lingkungan Pergaulan di Rumah dengan Prestasi Belajar Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman antara lingkungan pergaulan di rumah dengan prestasi belajar menunjukkan hubungan yang tidak signifikan. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 36. Hal ini dapat diartikan, walaupun lingkungan pergaulan memberi pengaruh yang buruk, tetapi contoh memilik motivasi yang kuat, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan pergaulan, maka contoh dapat belajar secara optimal dan memperoleh prestasi belajar yang baik. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004), lingkungan pergaulan pada anak sebaya sering memberi pengaruh besar terhadap karakterologis
anak, termasuk doorngan berprestasinya yang bisa tinggi maupun rendah, apalagi kalau anak tidak merasakan kehangatan dalam keluarga. Tabel 36. Tabulasi hubungan antara lingkungan pergaulan di rumah dengan prestasi belajar Lingkungan Prestasi Pergaulan Spearman' Lingkungan Correlation 1.000 .091 s rho Pergaulan Coefficient Sig. (2-tailed) . .356 N 105 105 Prestasi Correlation .091 1.000 Coefficient Sig. (2-tailed) .356 . N 105 105
e. Hubungan antara Pola Belajar di Rumah dengan Prestasi Belajar Hasil uji Rank Spearman menunjukkan hubungan yang sangat nyata positif ( p < 0,01; r = 0,458 ) antara pola belajar dengan prestasi belajar. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 37. Semakin baik pola belajar responden maka prestasi belajar mereka lebih baik. Berdasarkan hasil penelitian Cahyaningrum (2005), hasil uji Rank Spearman menunjukkan hubungan yang nyata positif (p<0.05; r = 0.327) antara pola belajar anak panti asuhan usia SD dengan prestasi belajar. Siswa yang banyak menggunakan waktunya untuk belajar, maka mereka akan berprestasi lebih baik di sekolah. Responden memiliki pola belajar yang baik akan menggunakan waktu belajarnya dengan baik pula sehingga proses belajar dapat berjalan dengan efektif. Menurut Andriani (2003), belajar dapat berjalan dengan efektif jika memiliki konsentrasi yang tinggi sebelum dan saat belajar, mempelajari bahan yang diterima, membaca secara teliti dan bentuk-bentuk bahan yang dipelajari serta menguasai dalam mengerjakan soal-soal. Jika pola belajar baik, responden akan
cenderung mengulangi pelajaran yang diberikan oleh guru disekolah. Hal ini akan memudahkan responden dalam memahami pelajaran. Tabel 37. Tabulasi Hubungan antara Pola Belajar dengan Prestasi Belajar Pola Belajar Spearman's Pola belajar rho
PRESTASI
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
PRESTASI
1.000
.458(**)
. 105
.000 105
.458(**)
1.000
.000 105
. 105
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 4. Hubungan antara Konsumsi Pangan dengan Status Gizi Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang sangat nyata positif antara konsumsi energi (p<0.01; r = 0.397), protein (p<0.01; r = 0.366), kalsium (p<0.01; r = 0.661) , besi (p<0.01; r = 0.336), fosfor (p<0.01; r = 0.531) , vitamin B12 (p<0.01; r = 0.298) dan vitamin A (p<0.01; r = 0.658) dengan status gizi berdasarkan indikator BB/U. Hal ini berarti bahwa semakin banyak konsumsi energi, protein, kalsium, besi, fosfor, vitamin B12 dan vitamin A maka makin tinggi status gizinya berdasarkan indikator status gizi tersebut.
Berdasarkan hasil
penelitian Cahyaningrum (2005), terhadap konsumsi energi anak panti asuhan usia SD tidak ada hubungan yang nyata dengan status gizi baik dalam indikator BB/U, TB/U dan BB/TB. Sedangkan terhadap konsumsi protein anak panti asuhan usia SD terdapat hubungan yang nyata dengan status gizi berdasarkan BB/U (p<0.05; r = 0.287) dan berdasarkan TB/U (p<0.05; r = 0.257). Menurut Riyadi (2001), yang menjadi determinan langsung pada status gizi anak adalah konsumsi makanan dan kesehatan atau infeksi. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara konsumsi energi, protein, kalsium, besi, fosfor, vitamin
B1, vitamin B2, vitamin B12, vitamin C dan vitamin A dengan status gizi berdasarkan indikator TB/U dan BB/TB. Hal ini berarti bahwa semakin banyak konsumsi energi, protein, kalsium, besi, fosfor, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B12, vitamin C dan vitamin A maka tidak akan mempengaruhi status gizinya berdasarkan indikator status gizi BB/U dan BB/TB.
Hasil uji korelasi Rank Spearman antara konsumsi pangan
dengan status gizi indikator BB/U, TB/U dan BB/TB dapat dilihat pada Lampiran 9.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Prestasi belajar sebagian besar responden (41%) berada dalam kategori baik, kemudian kategori cukup sebesar 32.4% responden dan 26.6% responden berada dalam kategori sangat baik. 2. Konsumsi energi dan protein sebagian besar responden sudah memenuhi kecukupan energi yang dianjurkan.
Berdasarkan Tingkat Kecukupan
Energi lebih dari separo responden (59.1%) berada dalam kategori cukup. Tingkat Kecukupan Protein sebagian besar responden (41.9%) berada dalam kategori cukup dan sebanyak 45.7% responden dalam kategori lebih. 3. Pada Tingkat Kecukupan Vitamin, sebagian besar responden berada dalam kategori kurang, yaitu 95.2% responden pada tingkat kecukupan vitamin B1 dan 85.7% responden pada tingkat kecukupan vitamin B2, 75.3% responden pada tingkat kecukupan vitamin B12 dan vitamin A. Sedangkan 53.4% responden cukup pada tingkat kecukupan vitamin C 4. Pada tingkat kecukupan mineral sebagian besar responden berada dalam kategori kurang, yaitu 47.6% responden pada tingkat kecukupan kalsium, 79.0% responden pada tingkat kecukupan seng, 71.4% responden pada tingkat kecukupan besi.
Sedangkan pada tingkat kecukupan fosfor
sebagian besar responden (89.5%) berada dalam kategori lebih. 5. Status gizi sebagian besar responden berada dalam kategori normal baik pada indikator BB/U (82.9%), TB/U (88.6%) dan BB/TB (72.4%). 6. Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman diperoleh hubungan yang nyata antara persepsi tentang lingkungan belajar di sekolah dengan prestasi belajar, sarana belajar di sekolah dengan prestasi belajar, sarana belajar di rumah dengan prestasi belajar, kedisiplinan tata tertib di sekolah dengan prestasi belajar, suasana belajar di rumah dengan prestasi belajar, perhatian orang tua di rumah dengan prestasi belajar, serta pola belajar
62
dengan prestasi belajar, serta terdapat hubungan yang nyata antara indikator status gizi TB/U dengan prestasi belajar. 7. Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman diperoleh hubungan yang nyata antara konsumsi pangan energi, protein, kalsium, fosfor, besi, seng, vitamin B12 dan vitamin A dengan status gizi indikator BB/U. 8. Faktor – faktor yang paling berpengaruh terhadap prestasi belajar responden dengan nilai ( p < 0.01 ) adalah persepsi tentang lingkungan belajar di sekolah, sarana belajar di sekolah dan di rumah, suasana belajar di rumah, serta pola belajar, dan selanjutnya adalah kedisiplinan tata tertib di sekolah dan perhatian orang tua di rumah dengan nilai p < 0.05 .
B. Saran
1. Pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan Dasar untuk memberi perhatian yang lebih terhadap proses belajar mengajar di sekolah, terutama di lingkungan sekolah dengan status sosial ekonomi yang rendah, sehingga murid sekolah tersebut dapat lebih berprestasi. 2. Para orang tua sebaiknya dapat lebih mengupayakan kecukupan konsumsi pangan anaknya dengan cara menyediakan makanan yang cukup nilai gizinya, serta memperhatikan dan mengawasi makanan selingan atau jajanan yang biasa dimakan oleh anaknya setiap hari.
63
DAFTAR PUSTAKA Andriani, S. 2003. Pola Belajar, Status Gizi dan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Daerah Miskin Perkotaan Kota Bogor. Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. As’ad, Suryani. 2002. Gizi Kesehatan Ibu dan Anak. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tertinggi. Departemen Jenderal Pendidikan Nasional. Atmatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Atmodowirjo, E. T. 1993. Stimulasi Terencana sebagai Upaya Peningkatan Kecerdasan Anak. Simposium Peranan Ibu dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Anak. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Cahyaningrum, F. 2005. Konsumsi Pangan, Status Gizi, dan Faktor – faktor yang Berpengaruh terhadap Prestasi Belajar Anak Panti Asuhan. Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Departemen Kesehatan RI. 2000. Pedoman Perbaikan Gizi di Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA). Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. Direktorat Gizi Masyarakat Jakarta. Gunarsa. 1981. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta. BPK Gunung Mulia. Hurlock, E. B. 1994. Psikologi Anak. Jilid 1 (6th ed). Penerbit Erlangga. Jakarta. Ismail, S. 1993. Tumbuh Kembang dan Kecerdasan Anak. Simposium Peranan Ibu dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Anak. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Judarwanto, W. 2004. Mengatasi Kesulitan Makan Anak. Puspa Swara. Jakarta. Khomsan, A. 2004. Peran Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. PT Gramedia. Jakarta. Kusumaningrum, A. 2006. Keragaan Anak – anak Sibuk : Prestasi belajar, Kecerdasan Emosional, Status Gizi dan Status Kesehatan. Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Madanijah, S. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Editor : Y. F. Baliwati, A. Khomsan dan C. M. Dwiriani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Miller, G. D,. T. Forgac, T. Cline, L. D. Mc Bean. 1998. Breakfast Benefit Childern In The US and Abroad. Journal of The America College of Nutrition, Vol. 17, No. 1, 4-6. Http://www.jacn.org/cgi/content/full/17/1/4 Muchtadi, D., N.S. Palupi, dan M. Astawan. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Muhilal, F. Djalal, dan Hardinsyah. 1998. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, LIPI. Jakarta. Nasoetion, A.,H. Riyadi. 1994. Gizi Terapan. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Nurgiyantoro, B., Gunawan dan Marzuki. 2004. Statistika Terapan. Gadjah Mada Universitas Press. Pitriyani, E., S. Guhardja, I. Tanziha. 1999. Prestasi Anak SD yang Bekerja sebagai Pedagang Asongan di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Media Gizi dan Keluarga Vol.XXIII (2) : 28 – 35 Pasaribu, L. J. 2007. Pola Asuh, Tingkat Kecerdasan Emosi dan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar yang Tinggal di Panti Asuhan dan Keluarga. Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Prasetyo, J. 1993. Kendala yang dapat Menghambat Prestasi Belajar pada Anak. Simposium Peranan Ibu dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Anak. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Rahayu, D. Roedjito dan H. Riyadi. 1998. Hubungan Konsumsi Zat Gizi, Status Seng, Status Gizi dan Frekuensi Kejadian Penyakit Infeksi Anak Usia Sekolah Dasar di Kabupaten Indramayu. Media Gizi dan Keluarga. Edisi Juli. XXII (1) : 95 – 103 Riyadi, H. 2001. Metode Penelitian Status Gizi Antropometri. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Samsudin. 1993. Upaya Pemenuhan Gizi dalam Peningkatan Kecerdasan Anak. Simposium Peranan Ibu dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Anak. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Soedarmo, P. dan Sediaoetama, A. D. 1977. Ilmu Gizi. Dian Rakyat. Jakarta.
Soekirman, 1999. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Dinas Pendidikan Nasional. Suparno, A. S. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Pendidikan Tinggi. Dinas Pendidikan Tinggi.
Direktorat Jenderal
Winarno, F. G. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta.
Lampiran 1. Hasil uji validitas dengan korelasi Spearman pada 15 sampel Kelompok parameter Persepsi tentang belajar di sekolah Persepsi tentang cara guru mengajar pelajaran Matematika Persepsi tentang cara guru mengajar pelajaran Bahasa Indonesia Persepsi tentang cara guru mengajar pelajaran Bahasa Inggris Sarana belajar di sekolah
Kedisiplinan tata tertib di sekolah
Sarana belajar di rumah Perhatian orang tua di rumah
Suasana belajar dirumah
Lingkungan pergaulan di rumah
Pola belajar di rumah
Keterangan :
No
r-korelasi
r - tabel
Hasil uji
1
0.504
0.521
tidak valid
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
0.531 0.504 0.504 0.504 0.504 0.504 0.504 0.504 0.504 0.504 0.504 0.370 0.464 0.478 0.571 0.451 0.571 0.705 0.531 0.531 0.504 0.665 0.478 0.142 0.208 0.598 0.665 0.585 0.590 0.330 0.142 0.084 0.237 0.143 0.089 0.685 0.103 0.300 0.071 0.290 0.598 0.544 0.469 0.535
0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521 0.521
Valid tidak valid tidak valid tidak valid tidak valid tidak valid tidak valid tidak valid tidak valid tidak valid tidak valid tidak valid tidak valid tidak valid Valid tidak valid Valid Valid Valid Valid tidak valid Valid tidak valid tidak valid tidak valid Valid Valid Valid Valid tidak valid tidak valid tidak valid tidak valid tidak valid tidak valid Valid tidak valid tidak valid tidak valid tidak valid Valid Valid tidak valid Valid
valid = r korelasi > r tabel Tidak valid = r korelasi < r tabel
67
Contoh perhitungan uji validitas kuisioner pada pertanyaan persepsi tentang Belajar di sekolah, nomor 1. Nilai ganjil Urutan Nilai 1 2 Rumus korelasi Rank Spearman : rs = 1 - 6 b2 2 2 N3 – N 3 2 Cara mencari rank ganjil : 4 2 Nilai 2 1+…+13 = 7 5 2 13 6 2 Nilai 1 14+15 = 14.5 7 2 2 8 2 9 2 10 2 11 2 12 2 13 2 14 1 15 1 Keterangan = nilai ganjil merupakan skor dari salah satu pertanyaan Nilai genap merupakan skor total dari kuisioner Nilai ganjil 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2
Tabel penolong menghitung korelasi Rank Nilai genap Rank ganjil Rank genap b 82 14.5 15 -0.5 92 7 8.5 -1.5 87 7 13.5 -6.5 87 7 13.5 -6.5 91 7 10.5 -3.5 91 7 10.5 -3.5 93 7 6.5 0.5 92 14.5 8.5 6 99 7 1 6 94 7 4.5 2.5 89 7 12 -5 95 7 3 4 97 7 2 5 94 7 4.5 2.5 93 7 6.5 0.5 Total 0
6 b2 N –N rs = 1- 6(262.5) 3360 rs = 0.531 (valid karena r korelasi > r tabel) rs = 1 -
3
68
b2 0.25 2.25 42.25 42.25 12.25 12.25 0.25 36 36 6.25 25 16 25 6.25 0.25 262.5
Lampiran 2. Hasil uji validitas kuisioner pada seluruh sampel (105 responden) dengan korelasi Rank Spearman Kelompok parameter Persepsi tentang belajar di sekolah Persepsi tentang cara guru mengajar pelajaran Matematika Persepsi tentang cara guru mengajar pelajaran Bahasa Indonesia Persepsi tentang cara guru mengajar pelajaran Bahasa Inggris Sarana belajar di sekolah
Kedisiplinan tata tertib di sekolah
Sarana belajar di rumah Perhatian orang tua di rumah
Suasana belajar di rumah
Lingkungan pergaulan di rumah
Pola belajar di rumah
No
Sig. (2-tailed)
Correlation coefficient
1
.000
.365(**)
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
.000 .003 .001 .000 .572 .153 .831 .000 .200 .000 .046 .003 .002 .007 .000 .061 .195 .831 .003 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .192 .335 .000 .000 .562 .000 .144 .027 .220 .000 .009 .000 .000 .000
* Correlation is significant at the 0.05level (2-tailed) ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
69
.573(**) .538(**) .437(**) .288(**) .328(**) .382(**) .056 .141 .021 .434(**) .126 .358(**) .195(*) .285(**) .293(**) .261(**) .342(**) .183 .127 .021 .291(**) .384(**) .572(**) .478(**) .369(**) .424(**) .330(**) .128 .095 .429(**) .381(**) .057 .568(**) .143 .215(*) .121 .536(**) .253(**) .350(**) .417(**) .535(**)
Lampiran 3. Hasil uji reliabilitas kuisioner dengan Alpha Cronbach Kelompok parameter Persepsi tentang belajar di sekolah Persepsi tentang cara guru mengajar pelajaran Matematika Persepsi tentang cara guru mengajar pelajaran Bahasa Indonesia Persepsi tentang cara guru mengajar pelajaran Bahasa Inggris Sarana belajar di sekolah
Kedisiplinan tata tertib di sekolah
Sarana belajar di rumah Perhatian orang tua di rumah
Suasana belajar di rumah
Lingkungan pergaulan Di rumah
Pola belajar di rumah
No
Nilai varians butir pertanyaan ( σi2 )
1
0.070
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
0.196 0.176 0.160 0.086 0.070 0.054 0.278 0.037 0.009 0 0 0.421 0.062 0.238 0.181 0.204 0.199 0.212 0.186 0.228 0 0.129 0.009 0.231 0.337 0.171 0.219 0.199 0.524 0.244 0.252 0.269 0.249 0.247 0.135 0.371 0.101 0.409 0.249 0.268 0.094 0.208 0.409 0.248 6.881
Total
Varians total ( σi2 ) = 37.068 r= K Σσi2 K-1 σ2 r= 105 6.881 104 37.068
r = 0.822 (reliabel karena r > 0.60)
70
Lampiran 4. Hasil uji beda perempuan Jenis SD kelamin Laki - laki Perempuan Favorit Laki - laki Perempuan Laki - laki Non favorit Perempuan
T – Test antara prestasi belajar siswa laki – laki dan N
Mean
50 55 29 31 21 24
22.6080 23.1455 22.6517 23.4677 22.5476 22.7292
71
t
Sig. (2-tailed)
-1.129
.262
-1.426
.159
-.223
.825
Hasil uji Tidak ada beda Tidak ada beda Tidak ada beda
Lampiran 5. Hasil uji beda T – Test antara prestasi belajar siswa SD Favorit dan SD Non favorit di Kelurahan Jati Padang dan Kebagusan Kelurahan SD N Mean t Sig. (2-tailed) Hasil uji Favorit 30 23.8967 Jati Padang .970 .336 Ada beda Non 25 23.3000 favorit Favorit 30 22.3033 Kebagusan .688 .495 Ada beda Non 20 21.8250 favorit Jati Padang 30 23.8967 Favorit 3.049 .003 Ada beda Kebagusan 30 22.2500 25 23.3000 Jati Padang Non 1.844 .072 Ada beda Favorit Kebagusan 20 21.8810
72
Lampiran 6. Hasil uji beda T – Test status gizi siswa laki – laki dan perempuan Jenis N Mean t Sig. (2-tailed) Hasil uji Status gizi kelamin Laki - laki 50 2.6000 Tidak ada BB/U -.736 .464 beda Perempuan 55 2.7091 Laki - laki 50 2.7600 Tidak ada TB/U -.174 .862 beda Perempuan 55 2.7818 Laki - laki 50 2.5400 Tidak ada BB/TB -.281 .779 beda Perempuan 55 2.5818
73
Lampiran 7. Hasil uji korelasi Spearman status gizi ( BB/U dan BB/TB ) dengan prestasi belajar prestasi WAZ Spearman's prestasi Correlation 1,000 ,047 rho Coefficient Sig. (2-tailed) . ,635 N 105 105 WAZ Correlation ,047 1,000 Coefficient Sig. (2-tailed) ,635 . N 105 105 prestasi WHZ Spearman's prestasi Correlation 1,000 ,049 rho Coefficient Sig. (2-tailed) . ,622 N 105 105 WHZ Correlation ,049 1,000 Coefficient Sig. (2-tailed) ,622 . N 105 105
74
Lampiran 8. Sebaran responden berdasarkan status gizi dengan prestasi belajar Status gizi ( BB/U ) Prestasi lebih normal kurang belajar n % n % n % Sangat 0 0 25 28 3 16.7 baik Baik 0 0 31 35.6 12 66.6 Cukup 0 0 31 35.6 3 16.7 kurang 0 0 0 0 0 0 Total 0 0 87 100 18 100 Status Gizi ( TB/U ) Prestasi lebih normal kurang belajar n % n % n % Sangat 0 0 27 29 1 8.3 baik Baik 0 0 37 39.8 6 50 Cukup 0 0 29 31.2 5 41.7 kurang 0 0 0 0 0 0 Total 0 0 93 100 12 100 Status Gizi ( BB/TB ) Prestasi lebih normal kurang belajar n % n % n % Sangat 2 16.7 21 27.6 4 23.5 baik Baik 6 50 32 42.1 7 41.2 Cukup 4 33.3 23 30.3 6 35.3 kurang 0 0 0 0 0 0 Total 12 100 76 100 17 100
75
Lampiran 9. Hasil uji korelasi Rank Spearman antara konsumsi pangan dengan status gizi indikator BB/U Correlation Status gizi Kelompok Sig. (2-tailed) coefficient parameter BB/U Energi .000 .397(**) Protein .000 .366(**) Kalsium .000 .661(**) Besi .000 .336(**) Phospor .000 .513(**) Seng .065 .181 Vitamin B1 .129 .149 Vitamin B2 .207 .124 Vitamin B12 .002 .298(**) Vitamin C .102 .160 Vitamin A .000 .658(**) TB/U Energi .496 .067 Protein .373 .088 Kalsium .418 .080 Besi .065 .181 Phospor .197 .127 Seng .835 -.021 Vitamin B1 .803 .025 Vitamin B2 .302 .102 Vitamin B12 .241 .115 Vitamin C .890 -.014 Vitamin A .665 -.043 BB/TB Energi .351 -.092 Protein .080 -.171 Kalsium .729 -.034 Besi .835 -.021 Phospor .374 -.088 Seng .059 .185 Vitamin B1 .236 -.117 Vitamin B2 .415 .080 Vitamin B12 .520 .063 Vitamin C .316 -.099 Vitamin A .685 -.040 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
76
KUISIONER A. Karakteristik Contoh Nama Sekolah : 1. Nama Lengkap
:
2. Tempat Tanggal/Lahir
:
3. Berat Badan
:
4. Tinggi Badan
:
5. Prestasi di sekolah/umum
:
6. Pendidikan Terakhir Orang Tua a. Bapak
:
b. Ibu
:
B. Lingkungan Belajar di Sekolah B.1. Persepsi tentang Belajar di Sekolah 1. Apakah adik merasa senang belajar di sekolah ? a. Ya
b. Tidak
2. Jika “Ya”, hal – hal apa yang membuat adik senang ? a. senang dengan cara guru mengajar b. di sekolah ada tempat olah raga c. di sekolah ada ruang perpustakaan d. lainnya (sebutkan).......................... 3. Jika “Tidak”, hal – hal apa yang dirasakan kurang senang ? a. tidak senang dengan cara guru mengajar b. di sekolah tidak ada tempat olah raga c. di sekolah tidak ada ruang perpustakaan d. lainnya (sebutkan).......................... B.1.1. Persepsi Tentang Cara Guru Mengajar Pelajaran Matematika 1. Apakah adik senang belajar matematika di sekolah ? a. Ya b. Tidak 2. Apakah adik senang dengan cara mengajar guru matematika di sekolah ? a. Ya b. Tidak 3. Apakah adik dapat mengerti pelajaran matematika yang diberikan guru di sekolah ? a. Ya b. Tidak
B.1.2. Persepsi Tentang Cara Guru Mengajar Pelajaran Bhs. Indonesia 1. Apakah adik senang belajar Bhs. Indonesia di sekolah ? a. Ya b. Tidak 2. Apakah adik senang dengan cara mengajar guru Bhs. Indonesia di sekolah ? a. Ya b. Tidak 3. Apakah adik dapat mengerti pelajaran Bhs. Indonesia yang diberikan guru di sekolah ? a. Ya b. Tidak B.1.3. Persepsi Tentang Cara Guru Mengajar Pelajaran Bhs. Inggris 1. Apakah adik senang belajar Bhs. Inggris di sekolah ? a. Ya b. Tidak 2. Apakah adik senang dengan cara mengajar guru Bhs. Inggris di sekolah ? a. Ya b. Tidak 3. Apakah adik dapat mengerti pelajaran Bhs. Inggris yang diberikan guru di sekolah ? a. Ya b. Tidak B.2. Sarana Belajar di Sekolah 1. Apakah di sekolah adik ada ruang perpustakaan ? a. Ya b. Tidak 2. Jika “Ya” apakah adik pernah ke ruang perpustakaan ? a. Ya b. Tidak 3. Berapa kali dalam 1 minggu adik mengunjungi ruang perpustakaan ? a. 1 kali b. 2 kali c. lebih dari 2 kali 4. Buku jenis apa yang sering adik baca di ruang perpustakaan ? a. Buku pelajaran b. Buku cerita c. Buku pengetahuan umum 5. Apakah Bapak/Ibu guru sering menyuruh adik mengunjungi ruang perpustakaan? a. Ya b. Tidak 6. Apakah adik dapat melihat dengan jelas tulisan yang ada di papan tulis ketika guru sedang mengajar ? a. Ya b. Tidak 7. Jika “Tidak”, hal – hal apa yang membuat adik tidak dapat melihat dengan jelas tulisan yang ada di papan tulis ketika guru sedang mengajar ? a. Duduk di belakang b. Tulisan Bapak/Ibu guru tidak jelas c. Papan tulis tidak bersih/kotor
B.3. Kedisiplinan terhadap Tata Tertib di Sekolah 1. Apakah teman satu kelas adik banyak yang datang tetap waktu ? a. Banyak b. Sedikit 2. Apakah Bapak/Ibu guru sering datang terlambat masuk kelas ? a. Sering b. Kadang – kadang
c. Tidak pernah
3. Jika Bapak/Ibu guru terlambat masuk kelas, apakah ada guru yang menggantikan? a. Ya b. Tidak 4. Jika “Tidak”, apakah siswa diberikan tugas untuk dikerjakan dari guru yang lain ? a. Ya b. Tidak 5. Jika “Tidak”, apakah siswa dibiarkan saja sambil menunggu guru datang ? a. Ya b. Tidak 6. Apakah siswa di sekolah banyak yang menjaga kebersihan sekolah ? a. Banyak b. Sedikit 7. Apakah Bapak/Ibu guru mengingatkan siswa untuk menjaga kebersihan sekolah? a. Ya b. Tidak 8. Apakah siswa harus mengisi surat izin terlebih dahulu jika ingin pulang sekolah lebih awal ? a. Ya b. Tidak 9. Apakah siswa mendapatkan hukuman dari guru jika melanggar peraturan sekolah ? a. Ya b. Tidak C. Lingkungan Belajar di Rumah C.1. Sarana Belajar di Rumah 1. Apakah adik memiliki tempat belajar yang khusus di rumah ? a. Ya b. Tidak 2. Jika “Tidak”, dimana biasanya adik belajar ? a. Ruang makan b. Kamar tidur c. Ruang tamu d. Ruang keluarga e. Dimana saja 3. Berapa lama adik belajar di rumah dalam 1 hari ? a. Lebih dari 1 jam b. 1 sampai 2 jam c. Lebih dari 2 jam 4. Fasilitas belajar di rumah Fasilitas Kelengkapan Alat Tulis Adik : a. Buku pelajaran b. Buku tulis/catatan c. Buku Gambar d. Pensil/pulpen e. Penghapus f. Penggaris
Ada
Tidak Ada
C.2. Perhatian Orang Tua terhadap Siswa di Rumah 1. Apakah Bapak/Ibu sering menanyakan kepada adik tentang pekerjaan rumah (PR) dari guru di rumah ? a. Sering b. Kadang – kadang c. Tidak pernah 2. Apakah Bapak/Ibu sering menanyakan kepada adik tentang hasil ulangan/ujian di sekolah ? a. Sering b. Kadang – kadang c. Tidak pernah 3. Apakah Bapak/Ibu sering menanyakan kepada adik tentang aktivitas/kegiatan di sekolah ? a. Sering b. Kadang – kadang c. Tidak pernah 4. Apakah Bapak/Ibu sering membantu adik mengerjakan pekerjaan rumah (PR) di rumah ? a. Sering b. Kadang – kadang c. Tidak pernah C.3. Suasana Belajar di Rumah 1. Apakah lingkungan rumah adik ramai/bising ? a. Ya b. Tidak 2. Apakah adik merasa terganggu dengan lingkungan rumah yang ramai/bising ? a. Ya b. Tidak 3. Menurut adik bagaimana pencahayaan tempat belajar adik ? a. Terang b. Cukup terang c. Kurang terang 4. Apakah adik merasa nyaman/senang belajar di rumah ? a. Nyaman b. Cukup nyaman c. Kurang nyaman C.4. Lingkungan Pergaulan 1. Apakah dalam keseharian adik sering bermain dengan teman ? a. Ya b. Tidak 2. Berapa jam dalam sehari adik bermain di luar rumah ? a. Kurang dari 2 jam b. 2 sampai 3 jam c. Lebih dari 3 jam 3. Apakah adik mempunyai kelompok belajar ? a. Ya b. Tidak 4. Jika “Ya”, berapa kali dalam 1 minggu adik belajar bersama ? a. 1 sampai 2 kali seminggu b. 3 sampai 4 kali seminggu c. Lebih dari 4 kali seminggu d. 5. Apakah sewaktu adik ingin belajar bersama, ada beberapa teman yang justru mengajak adik bermain? a. Ya b. Tidak
D. Pola Belajar 1. Apakah adik membaca pelajaran yang akan diterangkan guru pada esok harinya ? a. Sering b. Kadang – kadang c. Tidak pernah 2. Apakah di rumah, adik mengulang pelajaran yang sudah diberikan di sekolah ? a. Ya b. Tidak 3. Kapan adik menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru di sekolah ? a. sebelum waktu yang ditentukan b. sesuai waktu yang ditentukan c. tidak tepat waktu 4. Kapan persiapan adik menghadapi ulangan/ujian ? a. Belajar beberapa hari sebelum ulangan b. Belajar beberapa minggu sebelum ulangan c. Belajar semalam sebelum ulangan 5. Apakah adik berlatih soal –soal di rumah untuk menghadapi ulangan/ujian ? a. Sering b. Kadang – kadang c. Tidak pernah
F. Prestasi Belajar
Mata Pelajaran Matematika Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Total
Nilai Raport
G. Recall Konsumsi Pangan Minggu I
Waktu Makan Pagi
Selingan
Siang
Selingan
Malam
II
Pagi
Selingan
Siang
Selingan
Malam
Nama Makanan
Jenis Bahan Makanan
Jumlah URT Gram