SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL POLIMER HIBRIDA SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S-1 pada Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Oleh :
CHEN CHEN NOOR TASWITO F1C1 11 009
PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2015
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘Allaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulisan hasil penelitian yang berjudul ‘Sintesis dan Karakterisasi Material Polimer Hibrida’ dapat terselesaikan. Berbagai kesulitan dan hambatan dalam penyusunan hasil penelitian ini penulis dapatkan, namun kemauan yang keras terutama adanya bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Olehnya dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Amiruddin, S.Si, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Eng. La Agusu, S.Si, M.Si selaku pembimbing II yang telah mengorbankan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan selama mengikuti perkuliahan, pengarahan dan diskusi sejak awal penulisan proposal hingga penyelesaian laporan hasil penelitian ini. Melalui kesempatan ini secara khusus tulus penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua penulis Ayahanda Tasrim dan Ibunda Harmawati atas segala doa, restu, semangat, bimbingan, arahan, nasehat yang memberikan kedamaian hati serta ketabahan dalam mendidik, membesarkan dan menitipkan harapan besar penulis. Penulis juga tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
iii
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S, selaku Rektor Universitas Halu Oleo Kendari. 2. Bapak Dr. Muh. Zamrun F., M.Si, M.Sc, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo. 3. Bapak Dr. La Ode Ahmad Nur Ramadhan, M.Si, selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo. 4. Ibu Dr. Hj. Mashuni, M.Si, selaku Penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis. 5. Bapak Dr. Imran, M.Si, selaku Kepala Laboratorium Kimia yang telah memberikan izin, dorongan dan bantuan kepada penulis selama melaksanakan penelitian. 6. Bapak Drs. Muh. Zakir Muzakkar, M.Si, Ph. D, Bapak Dr. Thamrin Aziz, M.Si, dan Ibu Halimahtussaddiyah R., S.Si. M.Si selaku dewan penguji yang memberikan saran dan arahan yang sangat membantu bagi penulis. 7. Seluruh dosen Jurusan Kimia dan staf di lingkungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam untuk semua pelayanan dan fasilitas yang telah diberikan selama penulis menuntut ilmu. 8. Bapak Prof. Dr. H. Muh. Nurdin, M.Sc., Selaku Ketua Yayasan Semai Cendekia SULTRA yang senantiasa melatih, membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis. 9. Rekan-rekan di Yayasan Semai Cendekia SULTRA, Bang Yoga (Dwi Prayogo Wibowo, S.Si), Bang Santos (Richar Salamba, S.Si), Bang Eka
iv
Saputra, S.Si, yang senantiasa selalu bersama dan kompak dalam mendesain suatu kegiatan. 10. Rekan-rekan penelitian di Laboratorium Kimia Fisika; Kak Ramadhan S.Si, Ardin S.Si, Nalis, Herdianto S.Si, Sartini, Wa Ode Nurtia. Terima kasih atas kerja sama, dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis. 11. Rekan-rekan angkatan 2011 atas dukungan, bantuan, kebersamaan, canda tawa, dan semangatnya. 12. Sahabatku Ainun (Nur Ain RAjiani), Syarfina (Fina), Jupink (Juwita Sari), semoga kekompakan kita akan tetap terjaga. 13. Teman-teman Tim PKM-K Teuku Syahrazi Akbar dan
Sastriani yang
senantiasa memotipasi penulis. 14. Rekan-rekan mahasiswa kimia’08, ‘09, ‘010, ’012, ’013, ’014 yang namanya tidak dapat penulis tuliskan satu persatu atas bantuannya kepada penulis. Sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT, oleh karena itu penulis meminta maaf atas kekurangan dan kekeliruan yang ada dalam skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga khasanah ilmu yang terungkap dalam skripsi ini dapat memberikan banyak manfaat. Amin Yaa Rabbal Alamin.
Kendari, Oktober 2015
v
Sintesis dan Karakterisasi Material Polimer Hibrida Oleh: Chen Chen Noor Taswito F1C1 11 009 INTISARI Pasir besi diekstraksi menggunakan HCl dengan metode kopresipitasi menghasilkan ɣ-Fe2O3. Penelitian ini bertujuan mempelajari perubahan konduktivitas Polianilin terhadap penambahan material magnetik ɣ-Fe2O3 dan dielektrik TiO2, karbon-PEG untuk aplikasinya sebagai material anti radar. Material anti radar dihasilkan berupa Polimer Hibrida menggunakan Polianilin sebagai polimer konduktif yang disintesis dari monomer anilin dengan metode insitu, diperkaya bahan magnetik dan dielektrik yang terpolimerisasi dengan penambahan surfaktan ((NH4)2S2O8). Sumber karbon menggunakan tempurung kelapa yang dikarbonasi selama dua jam. Karbon dilapisi PEG-400 dengan cara dicampur 1:1 membentuk pasta, selanjutnya dipanaskan dengan 350oC. Hasil Karakterisasi FTIR PANI Hibrida menunjukkan adanya gugus aromatik (C=C) yang ditunjukkan pada bilangan gelombang 1570 cm-1. Selanjutnya pada bilangan gelombang 1483 cm-1 menunjukkan adanya gugus imin (C=N). Adanya gugus eter ditunjukkan pada bilangan gelombang 1147 cm-1. Hasil analisis konduktivitas menunjukan komposisi PANI + ɣ-Fe2O3 + TiO2 sebesar 32,3x10-4 S/cm. sedangkan Polimer Hibrida sebesar 19,5x10-4 S/cm. Hasil analisis SEM diketahui ukuran partikel Polimer Hibrida dengan perbesaran 60,000x sebesar 0,2 µm. Adapun analisis XRD menunjukkan sifat polianilin telah mengalami perubahan setelah penambahan ɣ-Fe2O3, TiO2, maupun karbon-PEG. Perubahan tersebut mengindikasikan bahan magnetik maupun dielektrik telah bereaksi secara baik membentuk ikatan polimerisasi Polimer Hibrida. Kata Kunci : Pasir Besi, PANI, ɣ-Fe2O3, Polimer Hibrida, Anti Radar
vi
Synthesis and Characterization of hibride polymer material By: Chen Chen Noor Taswito F1C1 11 009 abstract Iron sand extractted by using HCl with co-presipitation method to produced ɣ-Fe2O3. The research aims to knew conductivity change of Polyaniline on magnetic material ɣ-Fe2O3, dielectric TiO2 and PEG-carbon addition, for anti radar material application. anti radar material which produced was hibride polymer by using Polianiline as conductive polymer which synthesized from aniline monomer with in-situ method, enriched magnetic and dielectric material polymerized with ((NH4)2S2O8) surfactant addition. Carbon source using coconut shell which carbonated for 2 hours. Carbon be coated by PEG-400 with mixed 1:1 formed paste, and heated in low temperature. FTIR characterisation of PANI Hibride showed aromatic group (C=C) on wave number 1570 cm-1. On wave number 1483 cm-1 showed imine group (C=N). ether group showed on wave number 1147 cm-1. Conductivity result showed PANI + ɣ-Fe2O3 + TiO2 composition equal to 32,3x10-4 S/cm. whereas Hibride Polymer equal to 19,5x10-4 S/cm. SEM analysis result showed Hibride polymer particles size with 60,000x magnified equal to 0,2 µm. XRD analysis showed polyaniline characteristic has been changed after ɣ-Fe2O3, TiO2, and PEG-carbon addition. The changed indicated magnetic and dielectric material have reacted nicely formed hibride polymer polymerisation bond. Keywords : iron sand, PANI, ɣ-Fe2O3, Hibride Polymer, Anti Radar
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
iii
INTISARI
vi
ABSTRACT
vii
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
5
C. Tujuan Penelitian
5
D. Manfaat Penelitian
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
6
A. Pasir besi
6
B. Gama-Fe2O3
6
C. Polianilin
7
D. Polimer Hibrida
10
E. Titanium Dioksida (TiO2)
10
F. Karbon
12
G. Polietilen Glikol
13
viii
H. Karakterisasi
14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
18
A. Tempat dan Waktu Penelitian
18
B. Alat dan Bahan
18
1. Alat
18
2. Bahan
18
C. Prosedur Penelitian
19
1. Sintesis Gama-Fe2O3 dari Pasir Besi Lokal SULTRA
19
2. Sintesis Polianilin
19
3. Penyiapan TiO2 Rutil
20
4. Pembuatan Karbon Terlapis PEG
20
5. Sintesis Polimer Hibrida
20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
22
A. Sintesis Gama-Fe2O3 dari Pasir Besi Lokal SULTRA
22
B. Sintesis Polianilin
23
C. Penyiapan TiO2 Rutil
24
D. Pembuatan Karbon Terlapisi PEG
25
E. Sintesis Polimer Hibrida
26
F. Karakterisasi
27
1. Analisa Fourier Transform Infrared (FTIR)
27
2. Analisa Konduktivitas Probe Empat
29
3. Analisa Scanning Electron Micriscopy (SEM)
32
4. Analisa X-Ray Difraction (XRD)
33
ix
BAB V PENUTUP
35
A. Kesimpulan
35
B. Saran
36
DAFTAR PUSTAKA
37
LAMPIRAN
40
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Teks
Halaman
1
Struktur monomer anilin
8
2
Polianilin dalam tiga tingkat keadaan
9
3
Bentuk polianilin salt seteleh di doping asam protonik
9
4
Konduktivitas PANI ketika di dop dengan berbagai dopan
11
5
Bentuk TiO2 Padat
12
6
Struktur TiO2 fasa anatase dan rutil
13
7
Struktur polietilen glikol
14
8
Skema pengukuran konduktivitas listrik dengan metode probe 4
15
9
Skema Instrumen Spektrofotometer Inframerah
17
10
Skema instrumen X-Ray Difraction
19
11
Serbuk ɣ-Fe2O3
25
12
Serbuk PANI Sintesis
26
13
Serbuk TiO2 Rutil
27
14
Serbuk Karbon-PEG 400
28
15
Serbuk PANI Hibrida
29
16
Grafik FTIR PANI Hibrida, PANI Sintesis, dan PANI + ɣFe2O3 + TiO2
30
17
Konduktivitas PANI
31
18
Konduktivitas ɣ-Fe2O3
32
19
Konduktivitas TiO2
32
20
Konduktivitas PANI+ ɣ-Fe2O3 + TiO2
33
xi
21
Konduktivitas PANI Hibrida
34
22
Analisis SEM PANI Hibrida
34
23
Anaalisis
XRD
PANI
Sintesis,
PANI+CPEG+TiO2
xii
PANI
Hibrida,
35
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1
Diagram Alir Prosedur Penelitian
41
2
Diagram Alir Pembuatan Larutan dan Perhitungan
42
3
Sintesis nano ɣ-Fe2O3 dari pasir besi lokal Sulawesi Tenggara
43
4
Sintesis polianilin
44
5
Penyiapan TiO2 Rutil
45
6
Pembuatan Karbon dari Tempurung Kelapa
45
7
Sintesis
46
Polimer
Hibrida
dari
Polianilin/ɣ-Fe2O3/Karbon-
PEG/TiO2 8
Dokumentasi penelitian
47
9
Gambar grafik FTIR PANI Hibrida, PANI Sintesis, PANI+ɣ-
52
Fe2O3 +TiO2 10
Gambar grafik Konduktivitas PANI Hibrida, PANI Sintesis, ɣ-
53
Fe2O3, TiO2 11
Gambar SEM PANI Hibrida perbesaran 40.000x dan 60.000x
55
12
Gambar
56
Grafik
XRD
PANI
PANI+CPEG, PANI+Fe2O3+TiO2
xiii
Sintesis,
PANI
Hibrida,
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN Lambang/Singkatan
Arti Lambang dan Keterangan
XRD
X-Ray Difraction
XRF
X-Ray Fluoresence
α
Alpa
β
Beta
ɣ
Gama
ε
Epsilon
PEG
Polietilen glikol
dB
Desi bell
PP
Polipropilen
NCF
Nicel Carbon Fiber
MWCNT
multi-walled carbon nanotube
CB
Carbon Black
FTIR
Fourier Transform Infrared
PANI
Polianilin
S/m
Siemen per meter
PTSA
para-toluene sulfonic acid
CSA
camphour sulfonic acid
σ
Konduktivitas listrik
I
Arus listrik
V
Tegangan
SEM
Scanning Electron Microscopy
xiv
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Pasir besi merupakan bahan alam yang tersedia sangat melimpah di
Indonesia. Pasir biasa dimanfaatkan untuk bahan bangunan sebagai campuran semen dalam pembuatan tembok sebagai pelapis batu bata. Pasir besi mempunyai komposisi utama besi oksida (Fe3O4 dan Fe2O3), silikon oksida (SiO2), serta senyawa-senyawa lain dengan kadar yang lebih rendah. Komposisi kandungan pasir dapat diketahui setelah dilakukan pengujian, misalnya dengan menggunakan XRD (X-Ray Difraction) atau XRF (X-Ray Flouresence). Pasir besi umumnya ditambang di areal sungai/dasar sungai atau tambang pasir (quarry) di pegunungan, tetapi hanya beberapa saja pegunungan di indonesia yang banyak mengandung pasir besi. Transportasi di pegunungan juga sulit, karena medannya yang terjal dan berliku-liku. Hal ini yang menyebabkan penambang pasir besi lebih memilih di areal sungai dari pada di pegunungan, karena lebih mudah dijangkau (Anwar, 2007). Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi pasir besi yang sangat besar, menurut data Pusat Sumber Daya Geologi pada tahun 2008 sumber daya pasir besi di Sulawesi Tenggara mencapai 40% dari sumber daya pasir besi indonesia. Melimpahnya pasir besi di Sulawesi Tenggara, khususnya di kecamatan tapunggaeya,
kabupaten
konawe
utara
merupakan
potensi
yang
harus
dikembangkan, karena oleh masyarakat dan pemerintah daerah belum termanfaatkan dengan baik, padahal material ini sangat potensil untuk dikembangkang mengingat kebutuhan akan biji besi terhadap pelaku industri baja 1
2
bagi negara berkembang maupun negara maju saat ini setiap tahunya mengalami peningkatan. Dalam hal penelitian ini, pasir besi yang di peroleh dari Kecamatan Tapunggaeya Konawe Utara di ekstraksi untuk diperoleh ɣ-Fe2O3 sebagai bahan magnetik dalam mensintesis material anti radar. Bahan anti radar konvensional seperti logam dan bahan magnetik menunjukkan sifat mekanik dan kamuflase yang bagus tetapi mempunyai kelemahan yaitu berat, berkarat, dan susah dibentuk. Polimer konduktif cocok untuk aplikasi bahan anti radar karena mempunyai konduktivitas tinggi, ringan, lentur, mudah dibentuk, tidak berkarat, dan murah. Polianilin adalah salah satu polimer konduktif yang paling serba guna, karena mempunyai stabilitas termal dan kimiawi yang baik, konduktivitasnya dapat diatur, dan mempunyai konduktivitas tinggi pada rentang mikrowave. Bahan anti radar yang tipis dan mempunyai daya serap tinggi dapat diwujudkan dengan menggunakan bahan dengan sifat dielektrik dan kemagnetan yang tinggi. Salah satu strategi yang menjanjikan adalah menggunakan bahan polimer hibrida. Polimer hibrida dapat dibuat dengan memperkaya/mengisi polimer konduktif dengan bahan dielektrik dan magnetik. Polimer konduktif menjadi penghubung antar bahan pengisi yang biasanya dalam ukuran nanometer sehingga dapat memperbaiki konduktivitas keseluruhan bahan dalam hal ini pengembangkan komposit polimer hibrida berbasis polianilin, TiO2, karbon-PEG, dan γ-Fe2O3 yang disintesis dari pasir besi lokal Sulawesi Tenggara.
3
Terminologi hibrida di sini berhubungan dengan kombinasi antara bahan magnetik (Fe2O3) dan bahan dielektrik (polianilin dan karbon-PEG) dalam ukuran nanometer. Komposit hibrida mempunyai kelebihan dibanding bahan magnetik atau bahan dielektrik saja yakni memungkinkan untuk menghasilkan bahan anti radar tipis dengan koefisien refleksi gelombang elektromagnetik kecil dan pita serapan (bandwidth) yang lebar. Karbon, TiO2, dan γ-Fe2O3 terbukti dapat menyerap gelombang elektromagnetik. Ketiga bahan tersebut jika digunakan bersama dapat meningkatkan nilai konstanta permitivitas dan permeabilitas bahan. Karbon bertindak sebagai penyumbang sifat dielektrik sementara TiO2 dan γ-Fe2O3 bertindak sebagai penyumbang sifat magnetik. Ketiga bahan tersebut merupakan kandidat yang baik untuk membuat bahan polimer hibrida. Singh, dkk. (2010) mensintensis polimer hibrida dari polianilin diperkaya dengan TiO2 dan γ-Fe2O3 melalui metode insitu polimerisasi emulsi. Butir nano γFe2O3 disintesis dengan metode kopresitipasi dalam amonium hidroksida, sementara TiO2 dipersiapkan dengan ball mill selama 6 jam. Komposit polimer hibrida yang dihasilkan mempunyai efektifitas tameng radiasi elektromagnetik sebesar 45 dB. Park, dkk. (2013) mensintesis polimer hibrida dari polipropilen (PP) diperkaya dengan bahan konduktif seperti nikel dilapisi karbon fiber (NCF), multi-walled carbon nanotube (MWCNT), karbon hitam (CB), dan TiO2. Kombinasi PP/NCF/TiO2 menjukkan nilai konduktivitas dan proteksi lebih baik dari pada PP/NCF/MWCNT dan PP/NCF/CB.
4
Dalam rangka menjelaskan kebaruan penelitian ini, perlu diuraikan state of the art topik penelitian yang diteliti. Phang, dkk. (2008) menyelidiki daya absorpsi polianilin diperkaya dengan bulir nano TiO2. Polianilin didoping dengan asam heksanoik dan dopan amonium peroksidisulfat. Proses polimerisasi pada suhu ruang 25oC dan suhu rendah 0oC. Pengukuran absorpsi gelombang elektromagnetik menghasilkan serapan sampai di atas 99% pada frekuensi 12-14 GHz. Qin (2012) mengkaji sifat elektromagnetik Fe yang dilapisi TiO2 dan juga Fe yang dilapisi SiO2. Proses pelapisan secara kimiawi dengan metoda sol-gel. Khasim,
dkk.
(2011)
mensintesis
komposit
polyaniline/γ-Fe2O3
menggunakan teknik insitu deposisi dengan menempatkan butir halus γ-Fe2O3 ke dalam campuran polimerisasi anilin. Polianilin disintesis dengan dopan HCl 1 M dan oksidan amonium peroxidisulfat 0,1 M pada suhu 0-5oC. Kandungan γ-Fe2O3 sampai dengan 20% berat menunjukkan peningkatan konduktivitas dan untuk komposisi lebih dari 20% konduktivitas cenderung mengalami penurunan. Wang, dkk. (2008) juga memperkaya polianilin dengan γ-Fe2O3 dan melakukan pengukuran koefisien refleksi gelombang elektromagnetik pada frekuensi 7-18 GHz. Absorpsi maksimum terjadi pada frekuensi 16 GHz dengan lebar serapan 4,13 GHz untuk 10% kandungan γ-Fe2O3. Penelitian yang akan di lakukan merupakan pengembangan ide Singh, dkk. (2010) dan Park, dkk. (2013). Pada Singh, dkk. (2010) polianilin hanya dicampur dengan TiO2 dan γ-Fe2O3 saja tidak dengan karbon. γ-Fe2O3 pada penelitian tersebut disintesis dari bahan sintetik bukan dari pasir besi seperti yang akan dilakukan pada penelitian ini.
5
Sejauh ini belum ada penelitian yang membuat polimer hibrida dari polianilin yang diperkaya γ-Fe2O3, TiO2, karbon-PEG, dengan menggunakan pasir besi sebagai sumber γ-Fe2O3 dan tempurung kelapa sebagai sumber karbon untuk aplikasi bahan anti radar. B.
Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana mensintesis Polimer Hibrida PANI/γ-Fe2O3/TiO2/karbon-PEG, PANI/γ-Fe2O3/TiO2, dan PANI/TiO2/karbon-PEG ? 2. Bagaimana karakteristik polimer hibrida ? C.
Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
1. Mensintesis mensintesis Polimer Hibrida PANI/γ-Fe2O3/TiO2/karbon-PEG, PANI/γ-Fe2O3/TiO2, dan PANI/TiO2/karbon-PEG. 2. Mengetahui karakteristik material polimer hibrida sebagai bahan anti radar. D.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu :
1. Menghasilkan material Polimer Hibrida berbasis bahan alam untuk aplikasi bahan anti radar. 2. Meletakkan dasar bagi pembangunan kemandirian dalam riset pertahanan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pasir Besi Pasir besi pada umumnya mempunyai komposisi utama besi oksida (Fe2O3 dan Fe3O4) dan silikon oksida (SiO2) (Sholihah, 2010). Maghemite (Fe2O3) yang terkandung dalam pasir besi dapat diekstraksi dengan proses hydrothermal oksidation dilakukan dengan cara melarutkan pasir besi dengan bahan katalis asam pada suhu 90oC sampai larutan mengering. Kemudian dilanjutkan dengan proses oksidasi yaitu pemanasan pada suhu tinggi. Katalis asam yang biasa digunakan adalah HCl, H2SO4, dan HNO3. Setiyoko (2009) telah membandingkan ketiga penggunaan katalis tersebut untuk pemurnian Fe2O3 dari pantai Bambang Lumajang, dan asam klorida yang paling efektif meningkatkan kemurnian kandungan Fe2O3 dari 60,64% menjadi 73,13% (Bijaksana, 2002). B. Gama-Fe2O3 Fe2O3 termasuk dalam besi oksida. Maghemite (Fe2O3) mempunyai struktur kristal yang sama dengan magnetite (Fe3O4) dan juga termasuk ferit spinel serta bagian dari feromagnetik. Fe2O3 terdiri dari empat fasa, yaitu fasa alpha (α-Fe2O3), beta (β-Fe2O3), gamma (γ-Fe2O3), dan fasa epsilon (ε-Fe2O3). Perbedaan dari empat fasa tersebut yaitu bentuk struktur dari masing-masing fasa (Taufiq, dkk., 2008). Untuk sintesis γ-Fe2O3, Jeong, dkk. (2004) mensintesis γ-Fe2O3 menggunakan metode kopresitipasi. Pada kedua penelitian tersebut sesungguhnya Fe3O4 dihasilkan dahulu kemudian dikalsinasi pada suhu 300oC untuk
6
7
menghasilkan γ-Fe2O3. Pada Layek, dkk. (2010), γ-Fe2O3 disintesis dengan menggunakan FeCl3 dan FeCl2 dengan rasio molar 2:1 yang dilarutkan dalam HCl 2 M dan menggunakan pengendap NaOH γ-Fe2O3 dihasilkan setelah proses kalsinasi Fe3O4 selama 5 jam pada suhu 400oC. Keseluruhan proses yang telah dijelaskan, γ-Fe2O3 dihasilkan dari bahanbahan sintesis dengan tingkat kemurnian tinggi. γ-Fe2O3 secara alamiah terdapat dalam pasir besi, hanya saja tingkat kemurniannya rendah karena disamping mengandung pengotor lain seperti Ti, juga terdapat bentuk lain oksida besi seperti FeO dan Fe3O4. Untuk itu menghasilkan γ-Fe2O3 dengan tingkat kemurnian tinggi dan dalam bentuk nano dari pasir besi sangatlah mungkin karena dengan metode ko-presitipasi Fe3O4 dapat dihasilkan langsung dari pasir besi, dan kemudian γ-Fe2O3 dapat dihasilkan dengan proses sintering pada suhu tinggi. C. Polianilin (PANI) 1. Struktur polianilin (PANI) Polianilin (PANI) merupakan salah satu jenis polimer konduktif yang dihasilkan dari proses polimerisasi monomer anilin (C6H5NH2) dalam suasana asam (Mihardi, 2008). Gugus tereduksi terdiri dari molekul yang berbentuk cincin benzoid dan dua gugus amina, sedangkan pada gugus teroksidasi salah satu cincin benzoid berubah menjadi cincin quinoid dan gugus amin menjadi imin. Berikut adalah gambar struktur anilin dan polianilin (Lin, dkk., 2000).
Gambar 1. struktur anilin
8
Gabungan anilin dalam proses polimerisasi menghasilkan polianilin. Polianilin memiliki tiga keadaan, yaitu emeraldine base, perignaldine dan leucomeraldine seperti pada gambar berikut ini (Purwaningtyas dkk., 2010):
Gambar 2. Polianilin dalam tiga tingkat keadaan Bentuk konduktif polianilin yaitu jika Emeraldine base terprotonasi dengan asam protonik seperti HCl membentuk Emereldine salt seperti pada Gambar 3, dimana proton-proton ditambahkan ke situs-situs –N=, sementara jumlah elektron pada rantai tetap. Emereldin salt inilah yang memberikan konduktivitas yang tinggi (Maddu, 2007).
Gambar 3. Bentuk polianilin salt seteleh di doping asam protonik 2. Sifat polianilin (PANI) Polianilin (PANI) merupakan salah satu bahan polimer konduktif yang paling banyak dikaji pada dua dekade terakhir karena memiliki sifat fisika dan kimia yang khas. Tidak seperti material terkonjugasi lainnya, polianilin memiliki sifat kimia doping/dedoping melalui reaksi asam dan basa yang sederhana dan
9
dapat balik yang memungkinkan untuk mengontrol solubilitas, konduktivitas listrik dan optiknya. (Huang, 2006). Konduktivitas bahan polimer konduktif dapat ditingkatkan beberapa kali lipat dengan mendopingnya dengan agen-agen oksidatif/reduktif atau radikalradikal donor/akseptor. Doping adalah proses dimana polimer yang berupa isolator atau semikonduktor diekspose dengan agen transfer muatan (dopant) dalam fasa gas atau larutan melalui oksidasi atau reduksi elektrokimia yang sesuai. Proses ini akan meningkatkan kemampuan polimer menghantarkan listrik akibat peningkatan konsentrasi pembawa muatan di dalam polimer (Ansari, dkk., 2006). Polianilin murni dalam keadaan tak terdoping, merupakan semikonduktor lemah (poor semiconductor) dengan konduktivitas sekitar 10-8 S/m. Namun demikian, ketika didoping konduktivitasnya dapat meningkat jauh bergantung pada tingkat doping yang diberikan. Doping dengan asam tertentu dapat meningkatkan konduktivitas karena doping membentuk struktur polaron/bipolaron yang akan meningkatkan muatan polianilin akibat relokalisasi yang meningkat. Hubber, dkk. (2003) telah membandingkan konduktivitas PANI untuk beberapa jenis dopan seperti pada Gambar 4. Dopan HCl dan para-toluene sulfonic acid (PTSA) memberikan konduktivitas tertinggi dibandingkan dengan yang lainnya.
10
Gambar 4. Konduktivitas PANI ketika di dop dengan berbagai dopan D. Polimer Hibrida Kamchi, dkk. (2013) mensintesis polimer hibrida dengan metode insitu polimerisasi yakni polianilin yang diperkaya dengan karbon dilapisi cobal (CCo) dan nano ferronikel (FeNi). CCo dan FeNi dilarutkan dalam poliuretan kemudian dicampurkan dalam anilin yang didop dengan camphour sulfonic acid (CSA). Komposit dengan konduktivitas 104 S/m dan efektifitas proteksi gelombang elektromagnetik sebesar 90 dB pada frekuensi 8–18 GHz dihasilkan untuk struktur multilapis. Keseluruhan referensi di atas, dalam rangka membentuk polimer hibrida polianilin dicampur dengan bahan magnetik saja atau dengan dielektrik saja, belum menggabungkan polianilin dengan bahan magnetik dan dielektrik. Pencampuran polianilin dengan bahan magnetik sekaligus bahan dielektrik ditunjukkan pada Singh, dkk. (2010) dan Park, dkk. (2013). E. Titanium Dioksida Titanium dioksida (TiO2), merupakan salah satu senyawa oksida semikonduktor yang banyak diaplikasikan secara luas di berbagai bidang karena
11
memiliki kelebihan sebagai iner terhadap asam dan basa, non korosif, dan non toksik. Selain itu TiO2 juga dapat berfungsi sebagai katalis karena memiliki kereaktifan terhadap sinar, porositas yang tinggi dengan luas permukaan yang besar (Rilda dkk, 2013). Titanium dioksida (TiO2) atau bisa disebut Titania atau Titanium (IV) oksida merupakan bentuk oksida dari titanium. Senyawa TiO2 bersifat amfoter, larut secara lambat dalam H2SO4(aq) pekat. Sifat senyawa TiO2 adalah tidak tembus cahaya, mempunyai warna putih, tidak beracun, dan harganya relatif murah. Senyawa ini dimanfaatkan secara luas dalam bentuk kristal anatase sebagai pigmen, bakterisida, pasta gigi, fotokatalis dan elektroda dalam sel surya (Carp dkk., 2004). Tampilan fisik dari katalis TiO2 dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Bentuk TiO2 Padat (http://wikipedia.org) Menurut Gunlazuardi (2001), titanium dioksida memiliki tiga struktur Kristal, yaitu rutil, anatase, dan brukit. Namun hanya bentuk rutil dan anatase yang cukup stabil keberadaannya. Selain itu juga bisa digunakan sebagai fotokatalis, dengan struktur terlihat pada Gambar 6. Perbedaan struktur kristal yang terlihat pada gambar tersebut mengakibatkan perbedaan tingkat energi struktur pada pita elektroniknya.
12
Gambar. 6 struktur TiO2 fasa anatase dan rutil Penyediaan titania telah dilakukan dengan berbagai metoda sintesis, seperti metoda hidrotermal, solid state, dan sol-gel. Metoda sol-gel untuk sintesis oksida logam disamping peralatannya sederhana, tingkat homogen distribusi partikel cukup baik. Untuk mengontrol tekstur pembentukan kristal dari titania diawali dari pembentukan xerogel, sehingga diperlukan penambahan suatu senyawa tertentu untuk proses modifikasi tekstur titania (Rilda dkk, 2013). F. Karbon Karbon adalah unsur kimia nonmental yang disimbolkan dengan huruf C. Karbon berada didalam bentuk karbon murni (seperti berlian dan grafit) dan karbon terikat secara kimia dalam senyawa alam yang dapat berbentuk kristal murni seperti berlian dan grafit. Karbon umumnya berada dalam senyawa ikatan kimia dengan unsur lain yang juga dapat berbentuk senyawa organik (seperti batubara dan petroleum) atau senyawa anorganik ( seperti gamping dan bubuk pengembang kue ), terlepas dari persebaran yang cukup luas, karbon hanya berjumlah 0,19% dari kerak bumi.
13
Tempurung kelapa kebanyakan hanya dianggap sebagai limbah industri pengolahan
kelapa,
ketersediaannya
yang
melimpah
dianggap
masalah
lingkungan. Padahal arang tempurung kelapa ini masih dapat diolah lagi menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yaitu sebagai karbon aktif atau arang aktif. Industri pembuatan karbon aktif di Indonesia telah mengalami kemajuan yang cukup pesat. Hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya permintaan pasar, baik di dalam negeri maupun untuk diekspor ke luar negeri (Samar, 2012). Pembuatan karbon aktif ini merupakan proses gabungan antara kimia dan fisika dengan perendaman dengan aktivator dan pemanasan dengan injeksi nitrogen pada suhu tinggi yang bertujuan memperbanyak pori dan membuat porositas baru sehingga karbon aktif mempunyai daya serap tinggi (Sinaga, 2003). G. Poliethilen Glikol (PEG) Secara definisi PEG adalah suatu polimer yang terdiri dari beberapa ikatan monomer. Mononer itu sendiri secara bahasa adalah suatu senyawa yang dapat dipolimerisasi. Struktur Polietilen glikol dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Struktur polietilen glikol Polietilen glikol 400 adalah polimer etilen oksida dan air, dinyatakan dengan rumus H(O-CH2CH2)nOH, dengan harga rata-rata n antara 8,2 dan 9,1. PEG 400 larut dalam air, etanol, aseton, glikol lain, hidrokarbon aromatik, dan tidak larut dalam eter dan hidrokarbon alifatik (Voigt, 1994). Polietilen glikol
14
(PEG) memiliki sifat bakterisida sehingga walaupun disimpan dalam waktu yang lama tidak akan diserang oleh bakteri (Allen, 2002). H. Karakterisasi 1. Kondukivitas Listrik (σ) Konduktivitas adalah kemampuan suatu bahan untuk mengalirkan arus listrik. Konduktivitas merupakan sifat suatu bahan tidak tergantung kepada temperatur dan contoh bahannya (Taswa, dkk., 2006). Konduktivitas listrik dapat diukur dengan menggunakan metode probe dua atau probe 4. Pada penelitian ini, konduktivitas sampel diukur dengan menggunakan probe 4 karena sampel berbentuk lapisan. Skema pengukuran seperti terlihat pada gambar 8, yakni arus input I pada sampel melalui elektroda arus kemudian tegangan V diukur. Jarak antara elektroda arus dan tegangan misalnya second (s). Untuk kasus ketebalan sampel jauh lebih besar dari s, konduktivitas sampel adalah : 1
1
ς = ρ = 2πsΔVΔI
(1)
Dengan nilai Δ𝑉/Δ𝐼 diperoleh dari kemiringan grafik hubungan linear antara V dan I.
Gambar 8. Skema pengukuran konduktivitas listrik dengan metode probe 4
15
Proses serapan gelombang elektromagnetik oleh bahan dapat dijelaskan secara kualitatif yakni bahwa gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh radar mengenai bahan, kemudian oleh keberadaan bahan konduktif memunculkan arus eddy sehingga energi gelombang diubah menjadi panas. Akibatnya sebagian energi gelombang terserap oleh bahan. Secara kuantitatif besarnya serapan berhubungan dengan nilai tangent loss elektrik, tan(ε"/ε′), dan tangent loss magnetic, tan(μ"/μ′). ε dan μ adalah konstanta kompleks permitivitas listrik dan permeabilitas magnetik bahan. Bahan dengan nilai tangent loss yang besar diharapkan dapat dihasilkan pada penelitian ini dengan pengukuran konduktivitas listrik bahan sebab konduktivitas listrik dapat dihubungkan dengan permitivitas listrik dan frekuensi melalui : ς = ωε"
(2)
Ini berarti bahwa bahan dengan konduktivitas listrik yang tinggi berpotensi untuk mempunyai nilai serapan yang tinggi terhadap gelombang elektromagnetik. 2. Spektrofotometri FTIR (Fourier Transform Infrared) Daerah spektrum elektromagnetik inframerah terletak pada panjang gelombang yang lebih panjang bila dibandingkan dengan daerah sinar tampak, yang terletak dari panjang gelombang 400 nm hingga 800 nm (1 nm = 10-9 m), tetapi lebih pendek daripada panjang gelombang mikro yang mempunyai panjang gelombang lebih besar dari 1 nm (Sastrohamidjojo, 1992). Tujuan dari analisis FTIR adalah untuk mengetahui adanya gugus-gugus fungsi yang terdapat dalam suatu senyawa. Analisis sampel dengan menggunakan
16
FTIR memiliki beberapa keuntungan, yaitu spektrum yang terdapat dalam sampel dapat dideteksi dalam waktu singkat, sensitifitasnya lebih baik, spektrum dari pelarut atau pengotor dapat dihilangkan dari spektrum sampel yang dianalisis dan sejumlah kecil sampel dapat menghasilkan spektrum dengan menambahkan informasi dari beberapa hasil scan untuk menghasilkan spektrum tunggal (Faust, 1998). Jika suatu molekul menyerap sinar inframerah, maka dalam molekul itu akan terjadi perubahan tingkat energy vibrasi dan perubahan energy rotasi. Skema instrument Spektrofotometer Inframerah ditunjukkan pada Gambar 9.
Gambar 9. Skema Instrumen Spektrofotometer Inframerah 3. Scanning electrom microscopy (SEM) SEM merupakan alat untuk melihat benda yang sangat kecil dalam bentuk stereo dengan skala pembesaran tinggi. Alat tersebut menggunakan sinar elektron berenergi tinggi untuk melihat objeknya yang sangat kecil (Nuwaiir, 2009). Analisa mikroskop payaran (SEM) digunakan untuk melihat permukaan penampang melintang dan membujur specimen secara mikroskopis, sehingga topografi, tonjolan, lekukan dan pori-pori pada permukaan dapat terlihat (Daulay, 2005). Sebelum dianalisis dengan SEM, sample harus dipreparasi terlebih dahulu. Hal-hal yang harus dipenuhi untuk menyiapkan sampel, yaitu menghilangkan
17
seluruh pelarut, air, atau bahan lain yang dapat menguap ketika di dalam vakum dan menipiskan sampel yang akan dianalisis (Nuwaiir, 2009). 4. X-Ray Difraction (XRD) Sinar-X merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 0,1-200 A. Sinar-X juga menunjukkan sifat dualisme dimana sifat partikel dibuktikan dengan peristiwa penghamburan ionisasi sedangkan sifat gelombang dibuktikan dengan sifat difraksi. Difraksi sinar-X (XRD) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengkarakterisasi zat padat. Tujuan dari analisis XRD adalah untuk menentukan morfologi polimer, antara lain derajat kristanilitas polimer. Prinsip kerja dari difraksi sinar-X adalah elektron ditembakkan pada sampel polimer dan intensitas yang dihamburkan oleh sinar-X ditentukan sebagai fungsi dari sudut difraksi. Secara skematis teknik ini ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Skema instrumen X-Ray Difraction
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai Juni 2015. Penelitian ini merupakan kombinasi kegiatan lapangan dan laboratorium. Kegiatan lapangan berupa pengambilan sampel pasir besi di Tapunggaeya dan tempurung kelapa di Wawolesea Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Selanjutnya dibawa ke Laboratorium Kimia Jurusan Kimia FMIPA Universitas Halu Oleo untuk dianalisis. B. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu statif klem, termometer, pH meter, timbangan analitik (Acis), Oven (Memmert), alat gelas, hot plate stirrer, furnace 1300, XRD (X-Ray Difraction), SEM (Scanning electrom microscopy), FTIR (Fourier Transform Infrared), dan konduktometer probe 4.
2. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel pasir besi yang di peroleh dari Tapunggaeyah dan tempurung kelapa dari wawolesea, Kabupaten Konawe Utara, HCl pekat (PA), NH3 25 % (p.a), anilin, alkohol 70 %, TiO2, tempurung kelapa, polietilen glikol (PEG-400), ammonium peroxidisulfat ((NH4)S2O8) dan aquabides.
18
19
C. Metode Penelitian 1. Sintesis Gama-Fe2O3 dari Pasir Besi Lokal Sulawesi Tenggara ɣ-Fe2O3 tidak disintesis secara langsung tetapi melalui sintesis Fe3O4 dengan metode kopresitipasi. ɣ-Fe2O3 kemudian dihasilkan melalui proses kalsinasi. Serbuk besi dipisahkan dari pasir dengan medan magnet permanen. Kemudian serbuk besi dibersihkan dari pengotor organik berturut-turut dengan akuades dan aseton. Serbuk besi dilarutkan dalam HCl 12 M pada suhu 60oC sambil diaduk dengan magnet stirrer. Larutan pengendap NH4OH 6,5 M disiapkan dan ditambahkan secara perlahan pada larutan besi HCl dengan konsentrasi 12 M dan terus diaduk pada suhu konstan. Reaksi dipertahankan selama 30 menit pada pH 8. Produk endapan hitam yang dihasilkan yakni nano Fe3O4 dicuci dengan akuades. Selanjutnya dikeringkan pada suhu 60oC selama 24 jam. Produk Fe3O4 dipanaskan dalam tanur listrik pada suhu 500oC selama 3 jam untuk menghasilkan ɣ-Fe2O3. 2. Sintesis Polianilin Larutan anilin 1 M dan HCl 1 M dicampurkan masing-masing 25 mL membentuk larutan campuran 50 mL dalam erlenmeyer. Secara terpisah larutan (NH4)2S2O8 1 M disiapkan. (NH4)2S2O8 ditimbang sebanyak 22,82 gram dan dilarutkan dengan akuades sebanyak 100 ml. Larutan campuran anilin HCL di stirrer selama 2 jam pada suhu ruang, setelah itu ditambahkan larutan (NH4)2S2O8 1 M sebanyak 25 mL dan di strirrer pada suhu 0-5oC selama 1 jam. Selanjutnya larutan disaring, dan dicuci 3 kali dengan HCl 1 M. Bubuk polianilin kemudian
20
dikeringkan pada suhu 60oC selama 8 jam. Proses karakterisasi dilakukan dengan FTIR dan pengukuran konduktivitas. 3. Penyiapan TiO2 Rutil TiO2 yang di pakai adalah TiO2 (p.a). Untuk menghasilkan fase rutil dari TiO2, bubuk tersebut kemudian dikalsinasi pada suhu 1000oC selama 3 jam. Selanjutnya dikarakterisasi menggunakan XRD. 4. Pembuatan Karbon Terlapisi PEG Tempurung kelapa dibersihkan dari serabutnya dan dijemur di bawah panas matahari selama 2 hari. Tempurung kelapa dipotong kecil-kecil kemudian dimasukkan dalam kaleng untuk dikarbonasi selama 2 jam. Karbon yang sudah terbentuk dihaluskan menggunakan mortal dan disaring dengan ayakan 180 mesh. Untuk mendapatkan serbuk karbon yang homogen dan halus, polietilen glikol (PEG-400) digunakan sebagai template. Bubuk karbon dicampurkan dalam PEG400 berbentuk cair membentuk pasta dengan perbandingan berat karbon dan PEG400 1:1. Pasta tersebut kemudian dipanaskan dalam tanur listrik pada suhu 350oC selama 3 jam sehingga diperoleh bubuk karbon yang lebih halus dan homogen. Hasilnya diayak lagi menggunakan ayakan 180 mesh. 5. Sintesis Polimer Hibrida Komposit hibrida berupa campuran polianilin, ɣ-Fe2O3, TiO2, dan karbon disintesis dengan metode insitu polimerisasi. Perbandingan berat anilin, ɣ-Fe2O3, TiO2, dan Karbon-PEG 1:1:1. Anilin 1 M dipersiapkan dengan melarutkan monomer anilin 9,2 mL dalam 100 mL alkohol. Larutan anilin dan HCl 1 M, masing-masing dipipet 25 mL dan dicampur, selanjutnya campuran larutan di
21
sterrer pada suhu ruang selama 2 jam. Bulir ɣ-Fe2O3, TiO2, dan Karbon-PEG dengan berat yang sesuai untuk masing-masing sampel dimasukkan dalam larutan anilin-HCl sambil diaduk dengan sterrer magnetik pada suhu 0-5oC. Larutan (NH4)2S2O8 1 M sebanyak 25 mL selanjutnya ditambahkan perlahan-lahan dan akan membentuk endapan kehijauan. Produk kemudian disaring dan dicuci 3 kali dengan HCl 1 M. Bubuk polianilin selanjutnya dikeringkan pada suhu 60oC selama 8 jam. Selanjutnya komposit yang dihasilkan dihaluskan untuk persiapan karakterisasi. Proses karakterisasi dilakukan dengan FTIR, XRD, SEM, dan pengukuran konduktivitas probe empat. Sebagai pembanding disintesis polimer hibrida yang divariasikan dengan komposisi yang berbeda yaitu PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2, dan PANI/ɣFe2O3/Karbon-PEG sebagai pembanding untuk melihat komposisi hibrida yang memiliki daya serap paling tinggi terhadap gelombang radar.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hal pertama yang dilakukan untuk mensintesis material polimer hibrida yaitu mempersiapkan bahan magnetik ɣ-Fe2O3 yang disintesis dari pasir besi, dan bahan dielektrik berupa TiO2 rutil dan karbon terlapisis polietilen glikol. A. Sintesis ɣ-Fe2O3 dari Pasir Besi Lokal Sulawesi Tenggara Dalam mensintesis ɣ-Fe2O3, sampel pasir besi diperoleh dari Kecamatan Tapunggaeyah Kabupaten Konawe Utara Sulawesi Tenggara. ɣ-Fe2O3 disintesis dengan metode kopresitipasi. Sampel pasir besi dilarutkan dengan HCl dan diaduk selama dua jam tujuannya untuk mengekstraksi besi (II) dan besi (III) menjadi FeCl2 dan FeCl3 fasa larutan. Filtrat FeCl2 dan FeCl3 diendapkan dengan cara penambahan NH4OH dengan konsentrasi 6.5 M hingga pH mencapai 8,0. Volume NH4OH yang ditambahkan hingga pH mencapai 8,0 sebanyak 78 mL. Penambahan NH4OH akan merbentuk koloid Fe(OH)2 dan Fe(OH)3. Kemudian koloid Fe(OH)2 dan Fe(OH)3 dipisahkan dari filtratnya. Koloid Fe(OH)2 dan Fe(OH)3 dipanaskan dalam oven selama 24 jam pada suhu 60oC, agar molekul air terlepas dan hanya menyisahkan molekul Fe3O4. Selanjutnya molekul Fe3O4 yang diperoleh dihaluskan menggunakan mortal, untuk menghasilkan Fe3O4 bentuk serbuk. Serbuk Fe3O4 dikalsinasi pada suhu 300oC untuk mengoksidasi Fe3O4 menjadi ɣ-Fe2O3. Bentuk gamma dihasilkan dari proses dehidrasi termal besi(III) hidroksida, atau oksidasi besi(II, III) oksida. ɣ-Fe2O3 yang dihasilkan sebanyak 9 gram. Berikut adalah reaksi antara pasir besi dengan asam kuat:
22
23
Pasir Besi + HCl
FeCl2 + FeCl3
FeCl2 + FeCl3 + NH4OH Fe(OH)2 + Fe(OH)3
Oven
Fe(OH)2 + Fe(OH)3 Fe3O4 + H2O
Kalsinasi
ɣ-Fe2O3
Gambar 11 menunjukan senyawa ɣ-Fe2O3 dalam bentuk serbuk yang berhasil diekstraksi dari pasir besi lokal menggunakan asam klorida dengan metode kopresipitasi.
Gambar 11. Serbuk ɣ-Fe2O3 B. Sintesis Polianilin Polimer konduktif adalah polimer
yang secara intrinsik dapat
menghantarkan arus listrik. Sifat listrik polimer konduktif dapat diatur dengan mengontrol parameter sintesis seperti konsentrasi monomer, konsentrasi elektrolit, tegangan, waktu polimerisasi, dan temperatur polimerisasi (Suryaningsih, 1998). Polianilin adalah salah satu polimer konduktif, yang dihasilkan dari proses polimerisasi monomer anilin (C6H5NH2) dalam suasana asam (Mihardi, 2008). Polimerisasi polianilin dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara elektrokimia dengan menggunakan medan listrik, dan secara kimia yaitu dengan pengadukan. Polimerisasi anilin secara kimia memiliki beberapa kelebihan dibandingkan secara elektrokimia yaitu alat yang digunakan lebih sederhana, biaya yang murah, dan yang tidak kalah penting yaitu dengan metode kimia dapat menghasilkan
24
polianilin dalam jumlah yang besar. Namun, polimerisasi secara kimia membutuhkan tahapan yang lebih panjang dan waktu pengerjaan yang cukup lama (Suryaningsih, 1998). Polianilin disintesis dari monomer anilin pada suhu nol sampai -5oC dalam suatu reaktor. Selain itu polianilin didoping dengan HCl 1 M, dan dipolimerisasi dengan ammonium peroxidisulfat 1 M selama 1 jam. HCl dan ammonium peroxidisulfat bertindak sebagai sumber elektrolit, untuk menghasilkan polianilin dengan konduktivitas tinggi. Selain dari konsentrasi monomer anilin, suhu polimerisasi, maupun lama waktu polimerisasi yang juga berpengaruh terhadap peningkatan konduktivitas. Berikut adalah serbuk polianilin yang telah berhasil disintesis dari monomer anilin
dalam suasana asam seperti ditunjukan pada
Gambar 12.
Gambar 12. Serbuk PANI Sintesis C. Penyiapan TiO2 Rutil Penelitian Titanium dioksida (TiO2) ini berfungsi sebagai bahan dielektrik. TiO2 dikalsinasi pada suhu 1000oC, tujuannya untuk menghasilakn TiO2 fasa rutil dari serbuk TiO2 (p.a). Berikut adalah bentuk serbuk TiO2 rutil seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13.
25
Gambar 13. Serbuk TiO2 Rutil D. Pembuatan Karbon Terlapis PEG Pada penelitian ini, karbon merupakan bahan dielektrik yang sengaja ditambahkan untuk aplikasinya sebagai material anti radar (Park, 2013). Karbon dibuat dari tempurung kelapa yang dikarbonasi selama dua jam. Setelah itu karbon kemudian dihaluskan menggunakan mortal dan diayak menggunakan ayakan 180 µmess. Sehingga diperoleh karbon dengan ukuran partikel maksimal 180 µmess. Selanjutnya karbon tersebut dilapisi dengan polietilen glikol (400) dengan cara karbon dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berisi karbon dengan komposisi perbandingan karbon-PEG (400) 1:1, dan dihasilkan campuran karbonPEG (400) dalam bentuk pasta. Pasta karbon-PEG (400) dikalsinasi dengan tanur jenis 1300 furnace pada suhu 350oC selama 3 jam. Pelapisan karbon dengan Poietilen Glikol (400) dimaksudkan agar karbon memiliki kerekatan dan tekstur yang kuat. Berikut Bentuk karbon terlapisis polietilen glikol ditunjukkan pada Gambar 14.
26
Gambar 14. Serbuk Karbon-PEG 400 E. Sintesis Polimer Hibrida Pada penelitian ini polimer hibrida disintesis untuk aplikasinya sebagai material anti radar. Polimer hibrida disintesis dari jenis polimer konduktif berupa polianilin yang disintesis dari monomer-monomer anilin yang dipolimerisasi pada suhu rendah yaitu nol sampai -5oC. Pada proses polimerisasi, nomoner anilin didoping dengan HCl. Penambahan doping berupa asam dapat meningkatkan nilai konduktivitas dari polianilin (Hammo, 2012).
ɣ-Fe2O3, TiO2 dan karbon-
PEG (400) masing-masing ditambahkan dengan pariasi komposisi 1:1:1 dalam larutan polimerisasi, sehingga diharapkan akan menghasilkan polimer hibrida yaitu PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2/karbon-PEG dengan koduktivitas tinggi dan adsobsi terhadap gelombang radar yang tinggi pula. Dalam proses polimerisasi, larutan anilin disterrer, agar komponen-komponen pengaya yaitu ɣ-Fe2O3, TiO2, dan karbon-PEG (400) dapat terdistribusi secara homogen. Namun pada proses tersebut material-material pengaya belum berikatan dengan polianilin. Dengan penambahan surfaktan berupa ammonium peroxisidisulfat ((NH4)2S2O8), material pengaya seperti ɣ-Fe2O3, TiO2, dan karbon-PEG tersebut akan membentuk ikatan dengan polianilin.
27
Penambahan material magnetik ɣ-Fe2O3 dimaksudkan untuk meningkatkan nilai konduktivitas dari polimer hibrida. Sehingga dengan konduktivitas yang tinggi, maka material polimer hibrida yang dihasilkan diharapkan akan memiliki daya hantar tinggi terhadap gelombang radar. Artinya jika material polimer hibrida dengan konduktivitas tinggi ditembakkan gelombang radio, maka gelombang tersebut akan di serap atau di teruskan. Selain itu disintesis pula polimer
hibrida
dengan
komposis
PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2,
dan
PANI/ɣ-
Fe2O3/Karbon-PEG sebagai pembanding untuk mengetahui komposisi polimer hibrida yang memiliki daya serap paling tinggi terhadap gelombang radar. Berikut adalah serbuk polimer hibrida ditunjukkan pada Gambar 15.
(a)
(b) (c) Gambar 15. Serbuk PANI Hibrida a. PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2/Karbon-PEG b. PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2 c. PANI/TiO2/Karbon-PEG
F. Karakterisasi Polimer Hibrida 1.
Analisa Fourier Transform Infrared (FTIR) Analisis menggunakan FTIR merupakan analisa untuk mengetahui gugus
fungsi PANI Hibrida, dan Polianilin (PANI). Hasil analisa FTIR PANI Hibrida, dan Polianilin sintesis ditunjukan pada Gambar 16.
28
a.
FTIR Polimer Hibrida, dan PANI Sintesis Gugus fungsi dari suatu senyawa miliki daerah serapan khas pada bilangan
gelombang yang berbeda-beda. Grafik FTIR PANI Sintesis dan Polimer Hibrida komposisi PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2/Karbon-PEG pada Gambar 16.a dan 16.b menunjukan adanya gugus aromatik (C=C) yang ditunjukkan pada bilangan gelombang 1570 cm-1. Selanjutnya pada bilangan gelombang 1483 cm-1 menunjukan adanya gugus imin (C=N). Adanya gugus eter ditunjukan pada bilangan gelombang 1147 cm-1. Adapun grafik FTIR Polimer Hibrida untuk komposisi PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2 menunjukkan adanya gugus alkana (C-H) pada bilangan gelombang 2953 cm-1, dan gugus (C=C) aromatik pada bilangan gelombang 1577 cm-1. Sedangkan gugus amina (C-N) ditunjukkan pada bilangan gelombang 1359 cm-1, dan gugus imin (C=N) ditunjukkan pada bilangan gelombang 1502 cm-1.
(a)
(b)
(c)
Gambar 16. Grafik FTIR PANI Hibrida, PANI Sintesis a. PANI Sintesis b. PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2/Karbon-PEG c. PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2
29
2.
Analisis Konduktivitas Menggunakan Probe Empat
a.
Konduktivitas PANI Konduktivitas listrik adalah ukuran dari kemampuan suatu bahan untuk
menghantarkan arus listrik. Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 17 menunjukkan nilai konduktivitas listrik ( ) Polianilin yang disintesis dari monomer anilin yang terdoping HCl memiliki konduktivitas sebesar sekitar 26,8x10-4 S/cm. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan PANI yang disintesis oleh Hammo pada tahun 2012, dengan nilai konduktivitas sebesar 4,6x10-7 S/cm.
Gambar 17. Konduktivitas PANI b. Konduktivitas ɣ-Fe2O3 Adapun untuk ɣ-Fe2O3 yang disintesis dari pasir besi lokal Sulawasi Tenggara memiliki nilai konduktivitas sekitas 0,4x10-4 S/cm. seperti terlihat pada Gambar 18.
30
Gambar 18. Konduktivitas ɣ-Fe2O3 c.
Konduktuvitas TiO2 Sedangkan untuk TiO2, pada grafik yang ditunjukkan pada Gambar 19,
terlihat bahwa TiO2 tidak memiliki nilai konduktivias. Hal ini disebabkan karena TiO2 adalah senyawa yang bersifat semikonduktor.
Gambar 19. Konduktivitas TiO2 d. Konduktivitas PANI Hibrida -
PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2 Adapun
nilai
konduktivitas
untuk
PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2
nilai
konduktivitasnya sebesar 32,3x10-4 S/cm seperti yang ditunjukan pada gambar 20. Namun, jika dilihat ternyata konduktivitas PANI dan ɣ-Fe2O3 yang disintesis seperti yang terlihat pada Gambar 17 dan 18, jika diakumulasi hanya akan diperoleh konduktivitas sebesar 27,2x10-4 S/cm. Hal ini disebabkan karena PANI
31
itu sendiri merupakan jenis polimer konduktif yang dipadukan dengan material magnetik ɣ-Fe2O3 yang juga bersifat konduktif, maka percampuran material ɣ-Fe2O3/TiO2 dalam polimerisasi PANI merupakan hal yang tepat seperti ditunjukkan pada Gambar 20.
Gambar 20. Konduktivitas PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2 -
Konduktivitas PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2/Karbon-PEG Berbeda
komposisi
dengan
polimer
komposisi
hibrida
Polimer
Hibrida
PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2,
PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2/Karbon-PEG,
malah
menunjukkan penurunan konduktivitas polianilinin . Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 21 terlihat bahwa nilai konduktivitas listrik ( ) Polimer Hibrida komposisi PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2/Karbon-PEG sebesar 19,5x10-4 S/cm. Terjadi penurunan 12,8x10-4 S/cm dari konduktivitas komposisi PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2, dan 7,3x10-4 S/cm dari PANI sintesis. Hal ini disebabkan karena dalam polimerisasi polimer hibrida komposisi PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2/Karbon-PEG terdapat dua material bersifat semikonduktor yaitu TiO2 dan karbon yang telah dilapisi polietilen glikol (Karbon-PEG 400). Sehingga dalam pengujian konduktivitas probe empat kemungkinan material konduktif PANI maupun ɣ-Fe2O3 terperangkat kedalam
32
material TiO2 dan karbon-PEG. Ketika sampel dikenai energi listrik sebesar 220 volt, tidak maksimal menghantarkan energi listrik.
Gambar 21. Konduktivitas PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2/Karbon-PEG 3.
Analisis Scanning Electrom Microscopy (SEM) SEM merupakan alat untuk melihat benda yang sangat kecil dalam bentuk
stereo dengan skala perbesaran tinggi. Alat tersebut menggunakan sinar elektron berenergi tinggi untuk melihat objeknya yang sangat kecil (Nuwaiir, 2009). Pada penelitian ini analisis SEM dilakukan dengan perbesaran 40.000x dan 60.000x, untuk mengetahui ukuran partikel dari Polimer Hibrida yang telah disintesis. Berdasarkan analisis SEM seperti yang ditunjukan pada Gambar 22 dengan perbesaran 40.000x dan 60.000x secara berturut-turut, menunjukkan ukuran partikel Polimer Hibrida yaitu 0,5 μm dan 0,2 μm. Hal ini disebabkan karena ukuran partikel yang tidak homogen, seperti terlihat pada Gambar 22 menunjukkan masih banyaknya lubang pada permukaan material polimer hibrida.
(a)
(b)
Gambar 22. Analisis SEM PANI Hibrida: (a). Perbesaran 40.000x (b). Perbesaran 60.000x
33
4.
Analisis X-Ray Difraction (XRD) a. PANI Hibrida dan PANI Sintesis
(d)
(c)
(b)
(a)
Gambar 23. Spektrum XRD PANI Sintesis dan Polimer Hibrida a. PANI Sintesis b. PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2/Karbon-PEG c. PANI/TiO2/Karbon-PEG d. PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2 Analisis menggunakan sinar-X difraksi merupakan analisis yang bertujuan untuk mengetahui apakah sifat PANI Sintesis telah mengalami perubahan setelah penambahan material magnetik seperti ɣ-Fe2O3, dan material dielektrik seperti TiO2, maupun karbon yang terlapisis Polietilen glikol dengan melihat apakah terjadi pergeseran 2θ dengan membandingkan 2θ antara PANI Sintesis dan Polimer Hibrida. Berdasarkan grafik XRD, PANI Sintesis yang ditunjukan pada Gambar 23.a terlihat bahwa berada pada kisaran 2θ 23.7632 dengan intensistas 242.88. Setelah penambahan bahan magnetik ɣ-Fe2O3, dan bahan dielektrik seperti TiO2
34
dan Karbon-PEG terjadi perubahan 2θ dan intensistas yang signifikan. Hal ini terlihat pada Gambar 23.b, 23.c, dan 23.d, dengan perubahan 2θ masing-masing berkisar antara 25.6282; 25.4904; 25.3699 2θ, dengan intensitas 530.18; 778.15; dan 955.58. Perubahan tersebut mengindikasikan bahwa bahan magnetik maupun dielektrik tersebut telah bereaksi secara baik dalam proses polimerisasi monomermonomer anilin membentuk produk yang ingin dihasilkan berupa Polimer Hibrida yaitu polianilin yang mengikat molekul ɣ-Fe2O3, TiO2, maupun karbon yang terlapisi polietilen glikol.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa : 1. Polimer Hibrida telah berhasil disintesis dengan komposisi PANI/γFe2O3/TiO2/karbon-PEG, PANI/γ-Fe2O3/TiO2, dan PANI/TiO2/karbonPEG dengan metode in-situ polimerisasi. 2. Hasil karakterisasi yang diperoleh sebagai berikut : a. Analisis FTIR PANI Sintesis dan Polimer Hibrida komposisi PANI/ɣFe2O3/TiO2/Karbon-PEG menunjukan adanya gugus aromatik (C=C) pada bilangan gelombang 1570 cm-1, gugus imin (C=N) pada bilangan gelombang 1483 cm-1, dan gugus eter pada bilangan gelombang 1147 cm-1. Sedangkan komposisi PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2 menunjukkan gugus alkana (C-H) pada bilangan gelombang 2953 cm-1, gugus (C=C) aromatik pada bilangan gelombang 1577 cm-1, gugus amina (C-N) pada bilangan gelombang 1359 cm-1, dan gugus imin (C=N) pada bilangan gelombang 1502cm-1. b.
Hasil analisis konduktivitas diketahui komposisi PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2, memiliki konduktivitas paling tinggi yaitu 32,3x10-4 S/cm, sedangkan komposisi PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2/karbon-PEG 19,5x10-4 S/cm.
c. Hasil analisis SEM dengan perbesaran 60.000x diketahui ukuran partikel Polimer Hibrida sebesar 0,2 µm.
35
36
d. Hasil analisis XRD, menunjukkan terjadi perubahan 2θ dan intensitas yang signifikan antara PANI Sintesis dan Polimer Hibrida. PANI Sintesis berada pada kisaran 2θ 23.7632 dengan intensistas 242.88. Sedangkan Polimer Hibrida masing-masing berada pada kisaran 2θ antara 25.6282; 25.4904; 25.3699 2θ, dengan intensitas 530.18; 778.15; dan 955.58. B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai sintesis material polimer hibrida berbasis polianilin menggunakan metode elektrokimia, dan menganalisis komposisi optimum % berat dari material magnetik dan dielektrik yang ditambahkan untuk aplikasinya sebagai bahan anti radar. 2. Perlu dilakukan analisis Vektor Network Analysis (VNA) untuk mengetahui serapan gelombang radio atau gelombang radar terhadap material polimer hibrida yang dihasilkan terkait aplikasinya sebagai bahan anti radar.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V., 2002. The Art Science and Technology of Pharceutical Compounding, Second Edittion, 287-288, American Pharmaceutical Association, Washington. Ansari R. 2006. Application of Polyaniline and its Composites for Adsorption/Recovery of Chromium (VI) from Aqueous Solutions. Acta Chim. Slov. Hal 88–94. Ansari R. and Keivani M.B. 2006. Polyaniline Conducting Electroactive Polymers: Thermal and Environmental Stability Studies. Journal of Chemistry. Hal 202-217. Anwar, Muhammad. (2007). Sintesis dan Karakterisasi Ferofluida Berbahan Dasar Pasir Besi Peg-400 Sebagai Media Template. Skripsi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember: Surabaya. Bijaksana S. 2002. Analisa Mineral Magnetik dan Masalah Lingkungan. Jurnal Geofisika. Hal 90-201. Carp, W. J., 1989. Sunlight-induced photochemistry of humic substances in natural waters : major reactive species, (Suffet, I.H., and macCarty P, Eds.) in Aquatic humic substances, Influence of Fate and Treatment of Pollutants, Advances in Chemistry Series, American Chemical Society, Washington, DC. Daulay. L.R. 2005. Peranan Anhidrida Maleat Terhadap Kompatibilitas Polietilena Dan Karet Alam SIR 20 Dengan Pengisi Pulp Tandan Kosong Sawit. Jurnal Sains Kimia Hal 16-20. Dhidan, K. Samar. 2012. Removal of Phenolic Compounds from Aqueous Solution by Adsorption on to Activated Carbons Prepared from Date Stones by Chemical Activation with FeCl3. Chemical Engineering DepartmentCollege Of Engineering-University Of Baghdad-Iraq. Faust B. 1998. Modern Chemicals Techniques. London: Royal Society of Chemistry. Fessenden R.J. dan Fessenden J.S. 1995. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Gunlazuardi, J., 2001. Fotokatalisis pada Permukaan TiO2 : Aspek Fundamental dan Aplikasinya, Departemen Kimia F-MIPA, Universitas Indonesia, Jakarta, Makara, Jurnal Penelitian Universitas Indonesia.
37
38
Hammo, Shamil., M. 2012. Effect of Acidic Dopants properties on the Electrical Conductivity of Poly aniline. Tikrit Journal of Pure Science 17 (2). Huang. J., 2006. Syntheses and Applications of Conducting Polymer Polyaniline Nanofibers. Pure Appl. Chem. Hal 15–27. Hubber. T. H., Saville, P., and Edwards, D. (2003). Investigations Into Polyaniline and Polypyrole Families Of Conducting Polymers For Applications as Radar Absorbing Materials, Defence R & D Canada Technical Memorandum, DRDC Atlantic TM 2003-005. Jeong. J. Y., Lee S. J., Kim J. D., and Shin S. C., 2004. Magnetic Properties Of γFe2O3 Nanoparticles Made by Coprecipitation Method, Physica Status Solidi B, Vol. 241, No. 7, 1593-1596. Kamchi, N. E., Belaabed, B., Wojkiewicz, J. L., Lamouri, S., and Lasri, T, 2013. Hybrid polyaniline/nanomagnetic particles composites: High performance materials for EMI shielding, Journal of Applied Polymer Science, Vol 127, 4426-4432. Khasim, S., Raghavendra, S. C., Revanasiddappa, M., Sajjan, K. C., Lakshmi, M., and Faisal, M., 2011. Synthesis, Characterization and Magnetic Properties Of Polyaniline/γ-Fe2O3 Composites, Bulletin Of Materials Science, Vol. 34, 1557-1561. Lin H.K. and Chen S.A. 2000. Synthesis Of New Water-Soluble Self-Doped Polyaniline. Macromolecules. Hal 8117-8118. Maddu A. 2007. Pengembangan Sensor Serat Optik dengan Cladding Termodifikasi Polianilin Nanostruktur Untuk Mendeteksi Beberapa Uap Kimia. Depok: Universitas Indonesia. Mihardi I. 2008. Karakteristik Optik dan Listrik Polianilin yang di-Doped HCl. Bogor. Departemen Fisika F-MIPA Institut Pertanian Bogor. Nuwaiir. 2009. Kajian impedansi dan kapasitansi listrik pada membran telur ayam ras. Departemen Fisika F-MIPA IPB. Bogor. Park, D. H., Lee, Y. K., Park, S. S., Lee, C. S., Kim, S. H., and Kim, W. N., 2013. Effects Of Hybrid Fillers On The Electrical Conductivity and EMI Shielding Efficiency Of Polypropylene/Conductive Filler Composites, Macromolecular Research, Vol. 21, 905-910. Purwaningtyas D.I. Purnamasari E.S. dan Utami N. 2000. Upaya Pembuatan Bahan Elastis Transparan Konduktif Berbasis Bahan Polianilin (PANi)/Fe. Program Kreativitas Mahasiswa. Universitas Negeri Malang.
39
Phang, S. W., Tadokoro, M., Watanabe, J., and Kumamoto, N., 2008. Microwave Absorption Behaviors Of Polyaniline Nanocomposites Containing Tio2 Nanoparticles, Current Applied Physics, Vol. 8, 391-394. Qin, Z. S., 2012, Study on Electromagnetic Properties Of A Coated Radar Absorbent, Chinese Physics B, Vol. 21, No. 6, 065101. Rilda, Y., Alief Admin., Zulhadjri., Septiani Upita dan Yulita Rina, 2013. Sintesis Biomaterial Kitosan-TiO2 pada Proses Kalsinasi Temperatur rendah, Prosiding Semirata F-MIPA Universitas Lampung, Universitas Andalas, Padang. Sastrohamidjojo H. 1992. Spektroskopi Inframerah. Yogyakarta: Liberty. Sembiring, M. dan Sinaga, T. 2003. Arang Aktif (Pengenalan dan Proses Pembuatannya). Medan: Universitas Sumatera Utara. Setyoko, A. 2009. Peningkatan Prosentase Fe2O3 dari Pasir Besi Sebagai Bahan Baku Magnet Permanen Keramik dengan Metode Hydrothermal Oxidation. Skripsi. Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik Industri ITS, Surabaya. Sholihah, L. K., 2010. Sintesis dan Karakteristik Partikel Nano Fe3O4 yang Berasal Dari Pasir Besi dan Fe3O4 Bahan Komersial (Aldrich). Skripsi. Jurusan Fisika FMIPA ITS. Surabaya. Singh K., Ohlan A., Bakhshi A. K., dan Dhawan S. K., 2010, Synthesis Of Conducting Ferromagnetic Nanocomposite With Improved Microwave Absorption Properties, Materials Chemistry and Physics, Vol. 119, 201207. Suryaningsih, S., Harjo, D. H., Demen, T. A., 1998. Analisis Konduktivitas Bahan Polianilin Sebagai Fungsi Konsentrasi Elektrolit. Tesis. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran. Bandung. Taufiq A., Triwikantoro. Pratap S., dan Darminto. 2008. Sintesis Partikel Nano Fe3-xMnxO4 Berbasis Pasir Besi dan Karakterisasi Struktur serta Kemagnetannya. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi. Hal 67-73. Voigt, R., 1984. Lehrbuch Der Pharmazeutischen Technologie, diterjemahkan oleh Soendani Noerono, 316-343. Universitas Gadjah Mada Prees, Yogyakarta.
40
Wang, Z. Bia, H., Liu, J., Sun, T., dan Wu, X., 2008. Magnetic and Microwave Absorbing Properties Of Polyaniline/γ-Fe2O3 Nanocomposite, Journal Of Magnetism and Magnetic Materials, 320, 2132–2139.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram Alir Prosedur Penelitian
Tempurung Kelapa
Pasir Besi
TiO2
Karbon Fe3O4 PEG-400
Karbon-PEG
ɣ-Fe2O3
TiO2 Rutil
Divariasi komposis 1:1:1 (g)
HCl
anilin
Polimer Hibrida PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2/Karbon-PEG PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2 PANI/ TiO2/Karbon-PEG
Karakterisasi: XRD, SEM, FTIR, Konduktometer 4 Probe
41
(NH4)2S2O8
42
Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Larutan dan Perhitungan 1. Pembuatan larutan HCl 1 M dalam 100 mL Dik: Larutan stok HCl 12 M. M1V1= M2V2 V1
= 1 M x 100 mL 12 M = 8,33 mL
8,33 mL HCL di pipet - Di masukkan dalam labu takar 100 mL - Di encerkan dengan Aquabides hingga tanda tera Larutan HCl 1 M
2. Pembuatan larutan anilin 1 M dalam 100 mL Dik : % anilin = 99.5 Mr anilin = 93.3 g/mol Berat jenis = 1.02 kg M M M M1V1 10.87 V1 V1 V1
= % x berat jenis x 1000 Mr = 99.5 % x 1.02 kg x 1000 93.3 g/mol = 10.87 g/mol = M2V2 = 1 M x 100 mL = 100 10.87 = 9.2 mL
43
9.2 mL anilin di pipet - Di masukkan dalam labu takar 100 mL - Di encerkan dengan alkohol 70 % hingga tanda tera Larutan anilin 1 M
3. Pembuatan larutan ammonium peroxidisulfat 1 M dalam 100 mL Dik : Mr ammoniumperoxidisulfat = 228.19 g/mol 1 M = mol/ 0.1 L mol = 0.1 mol ammonium peroxidisulfat mol=g/Mr g = mol x Mr = 0.1 mol x 228.19 gmol = 22.82 gram 22.82 g (NH4)2S2O8 -
Dibersihkan dari serabutnya Dimasukkan dalam gelas kimia Ditambahkan aquabides 20 mL Diaduk hingga larut Dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL Diencerkan hingga tanda tera
Larutan (NH4)2S2O8 1 M
44
Lampiran 3. Sintesis ɣ-Fe2O3 dari pasir besi lokal Sulawesi Tenggara Sampel pasir besi -
Ditimbang 20 g Dimasukkan dalam gelas kimia Dilarutkan dengan HCl pekat 50 mL Dipanaskan diatas hotplate stirrer pada suhu 6070oC - Diaduk dengan magnet sterrer selama 2 jam - Didinginkan - Disaring menggunakan kertas saring wahtman
filtrat
residu -
filtrat
Diambil Dipanaskan selama 30 menit pada suhu 60-70oC Diaduk menggunakan magnet sterrer Ditetesi NH4OH 6.5 M hingga pH 8 Didinginkan Disaring menggunakan kertas saring wahtman
residu -
Diambil Dicuci dengan etanol Dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC Diserbuk menggunakan mortal
Serbuk Fe3O4 - Dikalsinasi pada suhu 300oC ɣ-Fe2O3
45
Lampiran 4. Sintesis polianilin Larutan anilin 1 M
Larutan HCl 1 M
- Dipipet masing-masing 25 mL - Dimasukkan dalam Erlenmeyer - Disterrer 2 jam pada suhu ruang - Dipindahkan pada reaktor dengan suhu -5oC dan disterrer - Ditambahkan 25 mL larutan (NH4)2S2O8 1 M - Dibiarkan selama 1 jam - Disaring menggunakan kertas saring wathman
filtrat
residu - Diambil - Dicuci dengan etanol - Di keringkan dalam oven pada suhu 60oC - Diserbuk menggunakan mortal Serbuk polianilin
46
Lampiran 5. Penyiapan TiO2 Rutil TiO2 (p.a) - Ditimbang 3 gram - Dimasukkan dalam cawan porselin - Dimasukkan kedalam tanur pada suhu 1000oC selama 3 jam TiO2 fasa rutil
Lampiran 6. Pembuatan Karbon Terlapis PEG
Tempurung kelapa - Ditimbang 5 kg - Dijemur selama 2 hari - Dipecah menjadi bagian-bagian kecil - Dimasukkan dalam kaleng - Dikarbonasi selama 2 jam - Dihaluskan menggunakan mortal - Diayak dengan ayakan 180 mesh Serbuk karbon -
Ditambahkan PEG (400) 1:1 Dikalsinasi pada suhu 350oC selama 3 jam Dihaluskan menggunakan mortal Diayak dengan ayakan 180 mesh
Serbuk karbon-PEG
47
Lampiran 7. Sintesis Polimer Hibrida
Larutan anilin 1 M
Larutan HCl 1 M
- Dipipet masing-masing 25 mL - Dimasukkan dalam erlenmeyer - Distirrer 2 jam pada suhu ruang - Dipindahkan pada reaktor dengan suhu -5oC dan distirrer - Ditambahkan 1 g ɣ-Fe2O3 - Ditambahkan 1 g TiO2 fasa rutil - Ditambahkan Serbuk karbon-PEG - Ditambahkan 25 mL larutan (NH4)2S2O8 1 M - Dibiarkan selama 1 jam - Disaring menggunakan kertas saring wathman
filtrat
residu -
Diambil Dicuci dengan etanol Dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC Diserbuk menggunakan mortal
Serbuk Polimer Hibrida
48
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian
1. Sintesis Gama-Fe2O3
Pelarutan Pasir dengan asam kuat
Filtrat ditetesi NH4OH
Penyaringan untuk memisahkan filtrat residu
Filtrat yang ditetesi NH4OH pH 8
49
Koloid Fe(OH)3
Fe3O4
Serbuk Fe3O4 dikalsinasi 300oC
Fe3O4
Serbuk Fe3O4
Serbuk ɣ-Fe2O3
50
2. Sintesis Polianilin
Larutan Anilin
PANI Sintesis
PANI Sintesis setelah di oven
Anilin+HCl dan di stereer
Anilin+HCl+
((NH4)2S2O8)
PANI Sintesis di saring
di haluskan
Serbuk PANI Sintesis
di cuci dengan etanol
Proses Penghalusan
51
3. Penyiapan TiO2 Rutil
Serbuk TiO2 p.a
Serbuk TiO2 p.a di tanur suhu 10000C
Serbuk TiO2 fasa rutil
52
4. Pembuatan Karbon dari Tempurung Kelapa Terlapisi PEG-400
Proses Karbonasi
Karbon dihaluskan
Serbuk Karbon
Karbon dimasukkan dalam gelas kimia
Karbon+PEG
Karbon+PEG Berbentuk pasta
Serbuk Karbon terlapis PEG
53
5. Sintesis Material Polimer Hibrida
Larutan anilin
Larutan anilin+HCl
Proses polimerisasi PANI + ɣ-Fe2O3
Proses polimerisasi PANI + KPEG
Proses polimerisasi PANI + TiO2
PANI Hibrida
PANI Hibrida disaring
Dicuci dengan etanol
dihaluskan
PANI Hibrida setelah di oven (a)
(b)
Proses penghalusan PANI Hibrida (c)
PANI Hibrida : a. PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2/Karbon-PEG b. PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2 c. PANI/TiO2/Karbon-PEG
54
Lampiran 9. Gambar Grafik FTIR (Fourier Transform Infrared) 1. Grafik FTIR PANI Sintesis 0.60
PANI-Murni
0.55
Transmitan (x100%)
0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
Bilangan Gelombang(cm-1)
3500
613 cm-1
871 cm-1
1037 cm-1
1359 cm-1
1198 cm-1
1577 cm-1 1502 cm-1
2953 cm-1
3120 cm-1
2851 cm-1
2351 cm-1
Transmitan (%)
2. PANI Hibrida a. Grafik FTIR PANI/ɣ-Fe2O3 /TiO2
3000
2500
2000
1500
1000
Bilangan gelombang (cm-1)
b. Grafik FTIR PANI/ɣ-Fe2O3 /TiO2 /karbon-PEG 0.45
PANI Hibrid 0.40
Transmitan (x100%)
811
588
0.35 1242
0.30
1306 1572 1485
0.25 1141
0.20
0.15 4000
3500
3000
2500
2000
1500
Bilangan Gelombang(cm-1)
1000
500
55
Lampiran 10. Gambar grafik Konduktivitas 1. PANI Hibrida
2. Konduktivitas PANI + ɣ-Fe2O3 + TiO2
3. Konduktivitas PANI Sintesis
56
4. Konduktivitas ɣ-Fe2O3
5. Konduktuvitas TiO2
57
Lampiran 11. Gambar SEM (Scanning Electrom Microscopy)PANI Hibrida 1. Perbesaran 40.000x
2. Perbesaran 60.000x
58
Lampiran 12. Gambar grafik XRD (X-Ray Difraction) 1.
PANI Sintesis
Counts PANI Sintesis
200
100
0
30
40
50
60
70
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
Pos. [°2Th.] 22.9498 23.7632 25.2549 26.3252 30.7052 32.9552 33.4635 34.2603 35.8197 40.5226 40.9525 42.3505 48.3346 49.9327 55.6934 63.2083 64.2386 66.5820 71.9416
Height [cts] 19.17 242.88 128.20 229.83 95.16 25.64 32.75 5.77 90.66 28.69 24.79 5.92 73.63 8.06 5.57 5.27 16.46 5.61 2.11
FWHM Left [°2Th.] 0.1338 0.0669 0.1673 0.0836 0.0408 0.1338 0.2676 0.3346 0.0408 0.1004 0.1338 0.0836 0.0612 0.6691 0.8029 0.8029 0.1338 0.2007 0.1004
d-spacing [Å] 3.87526 3.74442 3.52653 3.38553 2.90944 2.71801 2.67788 2.61740 2.50487 2.22620 2.20381 2.13425 1.88152 1.82649 1.65045 1.47112 1.44999 1.40453 1.31252
Rel. Int. [%] 7.89 100.00 52.78 94.63 39.18 10.56 13.48 2.37 37.33 11.81 10.21 2.44 30.32 3.32 2.29 2.17 6.78 2.31 0.87
59
2. PANI Hibrida a.
PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2/Karbon-PEG
Counts PANI HIBRIDA
400
200
0 30
40
50
60
70
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
Pos. [°2Th.] 20.7254 21.4813 23.6977 24.2741 25.6282 26.5880 27.0592 27.5685 28.6127 29.8043 31.8894 32.4242 35.9321 36.8967 37.2870 38.0887 38.8989 40.6985 41.9861 43.4724 44.4646 47.0146 48.3043
Height [cts] 57.24 114.17 80.38 33.70 530.18 126.42 104.15 36.47 33.90 69.17 50.49 31.31 24.16 46.77 30.69 116.77 40.64 15.01 21.57 30.11 10.40 7.24 176.90
FWHM Left [°2Th.] 0.2007 0.1673 0.1673 0.1673 0.1840 0.1338 0.2007 0.2007 0.2007 0.0502 0.1673 0.2676 0.2676 0.1338 0.2007 0.2007 0.1506 0.2007 0.3346 0.0836 0.1338 0.5353 0.0836
d-spacing [Å] 4.28587 4.13674 3.75461 3.66676 3.47600 3.35266 3.29533 3.23561 3.11986 2.99778 2.80637 2.76130 2.49936 2.43621 2.41160 2.36266 2.31530 2.21698 2.15192 2.08174 2.03756 1.93282 1.88419
Rel. Int. [%] 10.80 21.53 15.16 6.36 100.00 23.84 19.64 6.88 6.39 13.05 9.52 5.91 4.56 8.82 5.79 22.02 7.66 2.83 4.07 5.68 1.96 1.37 33.37
60
53.8097 54.1690 55.3376 56.7484 59.5973 62.9339 68.6024 69.0052 70.5684 73.5303 75.2677 76.2943 78.5301
11.54 120.47 100.01 13.25 14.81 66.83 11.61 36.04 33.21 13.42 71.50 19.33 7.21
0.0836 0.1673 0.1338 0.4015 0.2007 0.1004 0.2007 0.1673 0.2676 0.1020 0.0816 0.1338 0.1020
1.70369 1.69323 1.66021 1.62225 1.55133 1.47687 1.36802 1.36101 1.33465 1.28697 1.26152 1.24811 1.21708
2.18 22.72 18.86 2.50 2.79 12.60 2.19 6.80 6.26 2.53 13.49 3.65 1.36
b. PANI/TiO2/Karbon-PEG Counts PANI+Carbon-PEG+TiO2
600
400
200
0 30
40
50
60
70
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
Pos. [°2Th.] 21.8501 25.4904 27.2638 28.8548 33.3659 37.1496 38.0017 38.7601 40.2103 42.5203 43.2404 47.1737 48.2465 53.1059
Height [cts] 13.71 778.15 19.92 35.24 12.28 50.25 164.06 47.17 6.28 24.49 8.13 7.39 235.96 4.71
FWHM Left [°2Th.] 0.0335 0.1506 0.8029 0.0502 0.1673 0.1004 0.0836 0.2676 0.1673 0.0612 0.1338 0.2676 0.1171 0.1632
d-spacing [Å] 4.06774 3.49448 3.27108 3.09423 2.68548 2.42020 2.36787 2.32327 2.24276 2.12436 2.09236 1.92667 1.88631 1.72317
Rel. Int. [%] 1.76 100.00 2.56 4.53 1.58 6.46 21.08 6.06 0.81 3.15 1.04 0.95 30.32 0.60
61
53.3110 54.0966 55.2818 57.3593 60.8233 62.3256 62.8975 68.9686 70.4547 71.3758 74.3002 75.2119 76.2341 77.9357
c.
1.08 153.15 156.29 19.77 4.63 22.78 120.88 45.93 55.94 7.33 5.55 69.70 20.54 1.08
0.1020 0.1224 0.0816 0.0612 0.6528 0.2448 0.1020 0.2448 0.0816 0.1632 0.3264 0.2448 0.5712 0.4896
1.72129 1.69393 1.66038 1.60508 1.52170 1.48858 1.47642 1.36052 1.33542 1.32043 1.27553 1.26231 1.24791 1.22487
0.14 19.68 20.09 2.54 0.60 2.93 15.53 5.90 7.19 0.94 0.71 8.96 2.64 0.14
PANI/ɣ-Fe2O3/TiO2
Counts PANI+YFe2O3+TiO2
800
600
400
200
0 30
40
50
60
70
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
Pos. [°2Th.] 20.5523 24.2358 25.3699 29.1379 32.1935 33.2278 35.7600 36.9929 37.4485 37.8323 38.6096 42.9888 43.6409 48.0798 49.5204
Height [cts] 22.16 32.30 955.58 14.65 17.30 30.59 16.99 52.49 9.51 161.88 41.10 3.90 7.75 182.84 27.92
FWHM Left [°2Th.] 0.2676 0.2676 0.1840 0.2007 0.2007 0.1338 0.4015 0.1004 0.1004 0.0669 0.0836 0.1673 0.1673 0.1004 0.0408
d-spacing [Å] 4.32158 3.67245 3.51081 3.06481 2.78055 2.69633 2.51099 2.43009 2.40157 2.37808 2.33198 2.10403 2.07409 1.89246 1.83921
Rel. Int. [%] 2.32 3.38 100.00 1.53 1.81 3.20 1.78 5.49 1.00 16.94 4.30 0.41 0.81 19.13 2.92
62
53.9203 54.3540 55.1161 55.7731 61.3979 62.7399 64.3506 64.6405 65.4878 68.8263 70.3362 75.0903 76.1842
121.59 22.64 92.34 18.65 30.32 73.11 32.09 11.29 2.49 19.50 32.40 43.08 8.36
0.0836 0.1004 0.0816 0.0816 0.0612 0.1171 0.0612 0.1224 0.2040 0.4080 0.1632 0.1632 0.3264
1.70046 1.68791 1.66498 1.64692 1.50883 1.48097 1.44654 1.44433 1.42415 1.36298 1.33738 1.26406 1.24861
12.72 2.37 9.66 1.95 3.17 7.65 3.36 1.18 0.26 2.04 3.39 4.51 0.88