2- iklan website.indd 2
5/23/2011 9:49:42 PM
Warta BPK
3 - ihps istana.indd 3
MARET I 2011
3
5/23/2011 9:53:59 PM
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan sambutan pada saat penyerahan IHPS II di Istana Negara pada 11 April 2011. Presiden didampingi oleh Wakil Presiden Boediono dan Ketua BPK Hadi Poernomo.
DARI KAMI
PENANGGUNG JAWAB : Bahtiar Arif SUPERVISI PENERBITAN : Gunarwanto Ali Al Basyah Heri Subowo M. Anang Hernandi Yudi Ramadhan KETUA DEWAN REDAKSI : Parwito STAF REDAKSI : Andy Akbar Krisnandy Bambang Dwi Bambang Widodo Dian Rustri Teguh Siswanto KEPALA SEKRETARIAT : Sri Haryati STAF SEKRETARIAT : Sumunar Mahanani Sutriono Rianto Prawoto (fotografer) Enda Nurhenti
ALAMAT REDAKSI: Gedung BPK-RI Jalan Gatot Subroto No. 31 Jakarta Telepon : 021 5704395 – 0215704396 Pesawat 1188/1187 Faksimili : 021-57854096 E-mail :
[email protected]
DITERBITKAN OLEH: SEKRETARIAT JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
4
4 - dari kamii.indd 4
APRIL 2011
Sidang Pembaca Yang Terhormat,
IHPS II Upaya Mengurangi Potensi Kerugian Negara PADA setiap penerbitan Warta BPK selalu didahului dengan sidang redaksi untuk membahas keseluruhan isi majalah. Sidang diikuti oleh seluruh jajaran redaksi beserta kepala sekretariat dan jajarannya yang bertempat di lantai V di gedung baru BPK Jakarta. Perencanaan merupakan proses penting bagi sebuah majalah. Penentuan angle dan narasumber akan memberi bobot pada setiap tulisan. Narasumber yang kami hadirkan diupayakan yang terbaik dan sesuai dengan keahlian dan kompetensinya. Ini tak lain kami ingin memberikan yang terbaik bagi pembaca. Nah, untuk edisi IV bulan April, sidang ingin mengajikan laporan utama yaitu Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester atau dikenal dengan IHPS yang merupakan produk utama BPK. BPK menemukan kelemahan sistem pengendalian internal, terutama pada entitas yang memperoleh opini TW dan TMP, baik pada sistem akuntansi dan pelaporan keuangan, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, maupun pada struktur pengendalian internal.
warta bpk-rianto
PENGARAH : Herman Widyananda Hendar Ristriawan Daeng M. Nazier Nizam Burhanuddin
Tujuan IHPS tak lain mengurangi kerugian atau potensi kerugian dari pengelolaan keuangan negara. Dengan harapan, pada periode berikutnya potensi dan kerugian itu bisa diminimalisir sehingga tidak ada lagi anggaran yang bocor. Untuk laporan khusus, kami ingin membedah pelaksanaan ibadah haji yang merupakan salah satu hasil IHPS. Sayangnya, BPK menilai penyelenggaraan haji pada 2009 belum sepenuhnya efektif. Pembaca yang budiman, untuk kedua topik di atas kami menyajikan narasumber yang sesuai, baik dari BPK maupun lembaga negara terkait lain. Semoga apa yang kami sajikan kali ini bermanfaat bagi pembaca Warta BPK.
Salam Redaksi
Redaksi menerima kiriman artikel, naskah, foto dan materi lain dalam bentuk softcopy atau via email sesuai dengan misi Warta BPK. Naskah diketik satu setengah spasi, huruf times new roman, 11 font maksimal 3 halaman kuarto. Redaksi berhak mengedit naskah sepanjang tidak mengubah isi naskah. ISI MAJALAH INI TIDAK BERARTI SAMA DENGAN PENDIRIAN ATAU PANDANGAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Warta BPK
5/23/2011 9:56:17 PM
DAFTAR ISI
6 - 13
LAPORAN UTAMA:
IHPS Semester II/2010
Masih Ada Kelemahan Pengelolaan Keuangan Negara
14 - 19
32 - 33 AKSENTUASI: Profesi Akuntan Publik dilindungi UU
AGENDA: Sepakat Untuk Memperkuat Integrasi Nasional
34 - 39 PANTAU: Ada ‘Tangan-tangan Gelap’ Tilep Anggaran
42 - 43 KOLOM: Konflik Kepentingan Kepengurusan Sepakbola
20 - 27
LAPORAN KHUSUS: Penyelenggaraan Haji Belum Optimal
44 - 46 ROAD to WTP:
Opini WTP, Sasaran Antara yang Strategis
47 - 52 BPK DAERAH: BPK Perwakilan Provinsi Papua
28 - 29
ANTAR LEMBAGA : Berhemat demi Optimalkan Anggaran
Hambatan Tak Surutkan Tugas
53 - 55 TEMPO DOELOE: Perintah Rahasia Pindahkan kantor BPK dari Magelang ke Yogya
56 - 58 REFORMASI BIROKRASI:
30 - 31 PROFESI : Menata Ulang Profesi Akuntan Publik
Menuju Remunerasi BPK yang Komprehensif
59 - 63 HUKUM: Berkas Menumpuk di Meja Presiden, Salah Siapa?
64 - 67 INTERNASIONAL: BPK Pimpin Penyusunan
Modul Pemeriksaan Kehutanan Warta BPK
5 -daftar isi.indd 5
APRIL 2011
5
5/24/2011 1:27:33 AM
warta bpk-rianto
LAPORAN UTAMA
Hadi Poernomo
IHPS Semester II/2010
Masih Ada Kelemahan Pengelolaan Keuangan Negara Meski ada kemajuan, akan tetapi hasil pemeriksaan BPK semester II/2010 menunjukkan adanya berbagai kelemahan dalam pengelolaan keuangan negara. Ini dibuktikan dengan banyaknya temuan BPK yang sampai merugikan negara sebesar Rp3,87 triliun.
6
APRIL 2011
6 - 13 laporan utama.indd 6
A
DA agenda penting pada Rapat Paripurna DPR pada 5 April 2011. Ketua BPK Hadi Poernomo menyampaikan laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II/ 2010 (IHPS), pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan tahun sebelumnya, dan pemantauan penyelesaian ganti kerugian daerah. Pada semester II/2010, BPK melakukan pemeriksaan keuangan sebanyak 734 objek dengan perincian pemeriksaan keuangan sebanyak 159 objek, pemeriksaan kinerja 147 objek , dan 428 objek pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDDT). BPK menemukan sebanyak 6.355 kasus senilai Rp6,46 triliun. Juga ditemukan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan yang mengakibatkan kerugian negara sebanyak 3.760 kasus senilai Rp3,87 triliun. “Namun senilai Rp104,01 miliar telah ditindaklanjuti oleh instansi yang Warta BPK
5/23/2011 10:23:49 PM
diperiksa dengan penyetoran ke kas negara selama proses pemeriksaan,” kata Hadi Poernomo.
Pemeriksaan keuangan
istimewa
Adapun, pemeriksaan keuangan dilakukan terhadap 151 laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) untuk 2009 dan dua LKPD tahun 2008, dua laporan keuangan (LK) BUMN/D, dan empat badan lainnya. Hasil pemeriksaan keuangan tersebut menunjukkan opini “Wajar Tanpa Pengecualian” (WTP) atas LK dua entitas, opini “Wajar Dengan Pengecualian” (WDP) atas 73 LK, opini Tidak Wajar (TW) atas 18 LK, dan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atas 66 LK (tabel terlampir). BPK juga menemukan kelemahan sistem pengendalian internal, terutama pada entitas yang memperoleh opini TW dan TMP, baik pada sistem akuntansi dan pelaporan keuangan, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, maupun pada struktur pengendalian internal. Juga terdapat 2.411 kasus ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian negara/daerah senilai Rp566,48 miliar, potensi kerugian negara/daerah senilai Rp461,79 miliar, kekurangan penerimaan senilai Rp249,54 miliar (lihat tabel II IHPS II
2010). Akibat ketidakpatuhan pada hasil pemeriksaan LKPD Tahun 2009 terdapat kerugian senilai Rp1,43 triliun. Dalam proses pemeriksaan LKPD ketidakpatuhan telah ditindaklanjuti dengan penyetoran ke kas daerah senilai Rp21,87 miliar.
Pemeriksaan kinerja Selain itu , BPK juga melakukan pemeriksaan kinerja terhadap 147 objek pemeriksaan yang terdiri dari 46 objek pada pemerintah pusat, 89 objek pada pemerintah daerah, tiga objek pada BUMN, dan sembilan objek pada BUMD. Pemeriksan ini meliputi kinerja penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar ne belanja infrasturktur dan pemeriksaan kinerja penyelenggaraan ibadah haji 1430 H. Ketua BPK mengatakan ditemukan ketidakefektivitasan dalam penempatan dan perlindungan TKI. Ini terjadi karena kompleksnya permasalahan. “Seperti penempatan TKI di luar negeri yang tidak didukung dengan kebijakan yang utuh dan transparan untuk melindungi hak-hak dasar TKI. Akibatnya, terjadi penyimpangan baik sejak proses perekrutan sampai
dengan pemulangan TKI ke Tanah Air,” tuturnya. BPK merekomendasikan kepada pemerintah agar melakukan evaluasi menyeluruh terhadap peraturan, kebijakan, sistem dan mekanisme penempatan dan perlidungan TKI di luar negeri. Selain itu, pemerintah juga diminta untuk mengambil tindakan untuk melaksanakan moratorium pengiriman TKI ke negara-negara yang belum memilki peraturan perlindungan TKI . Untuk pemeriksaan kinerja terha infrastruktur, lanjut Hadi Poernomo, BPK menyimpulkan belum sepenuhnya efektif untuk meningkatkan daya serap tenaga kerja dan mengatasi dampak PHK. “Hal tersebut disebabkan adanya kelemahan kebijakan, sistem perencanaan, penganggaran, pemilihan program yang tidak mempertimbangkan tujuan program serta ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,” tegasnya. Sementara untuk pemeriksaan kinerja pengelolaan hutan mangrove di kawasan Selat Malaka, menunjukan masih ada kelemahan kebijakan dan sistem pengendalian internal serta ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang berlaku. “Hal ini mengakibatkan kegiatan rehabilitasi, pemanfaatan, perlindungan dan konversi hutan mangrove belum efektif untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan mangrove sebagai penyangga ekosistem pantai,” paparnya. Atas pemeriksan kinerja penyelengaraan ibadah haji, BPK menemukan berbagai kelemahan dalam penyelenggaraaannya. Akibatnya, pelayanan kepada jamaah belum optimal. Sejumlah permasalahan juga ditemukan mulai dari tahap pendaftaran, pelunasan, sampai pembatalan calon jemaah haji. “Jamaah tidak diberikan informasi tertulis mengenai tahun keberangkatan. Calon haji juga me-
Tenaga Kerja Indonesia
Warta BPK
6 - 13 laporan utama.indd 7
APRIL 2011
7
5/23/2011 10:23:51 PM
LAPORAN UTAMA merlukan waktu yang lama untuk menerima pengembalian dana atas pembatalan haji,” tutur Ketua BPK. BPK juga menemukan permasalahan pada tahap pelayanan di embarkasih, pelayanan transportasi di Arab Saudi , pelayanan pemondokan di Arab Saudi , pelayanan di Arafah, Musdalifah, dan Mina.
Pemeriksan dengan tujuan tertentu BPK juga melaksanakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Ada 428 objek yang diperiksa dengan perincian 117 objek pemeriksaan di lingkungan pemerintah pusat, 250 pemeriksaan di pemda, 16 pemeriksaan di BUMN, 44 di lingkungan BUMD dan satu di lingkungan BHMN/ BLU. Pemeriksaan tersebut meliputi pengelolaan pendapatan negara dan pendapatan daerah, pelaksanaan belanja-- baik di pemerintah pusat maupun daerah--, manajemen aset pemerintah daerah, pengelolaan pertambangan batu bara, pelaksanaa kontrak kerja sama minyak dan gas bumi, pelaksanaan subsidi pemerintah, pemeriksaan operasional pada BUMN, PDAM, RSUD dan bank daerah. Pada pemeriksaan terhadap pengelolalaan pendapatan, lanjut Hadi Poernomo, BPK menemukan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Akibatnya, terjadi kekurangan penetapan dan pemungutan penerima pajak dan PNBP, pihak ketiga wanprestasi dalam pembayaran kontribusi atas pemanfaatan aset negara. Selain itu, BPK juga menemukan adanya penghilangan dan penundaan penetapan hak penerima daerah, pembebasan pajak kepada wajib pajak tertentu oleh kepala daerah serta penerimaan pajak pemerintah pusat yang telah dipungut oleh pemerintah daerah tetapi tidak segera disetor ke kas negara. Untuk pemeriksaan pelaksanaan belanja, BPK juga menemukan beberapa persoalan. Seperti pengadaan
8
APRIL 2011
6 - 13 laporan utama.indd 8
adaan tidak menyelesaikan pekerjaan, kekurangan volume pekerjaan , pemahalan harga alias mark up, penggunaan uang untuk kepentingan pribadi, pembayaran honorarium dan kasi barang dan jasa yang diterima tidak sesuai kontrak dan belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan dan pengembalian pinjaman. Sementara itu, pemeriksaan atas manajemen aset pemerintah daerah, BPK menemukan penggunaan aset tetap belum ditetapkan dengan surat keputusan kepala daerah.
“Adanya kelemahan kebijakan, sistem perencanaan, penganggaran, pemilihan program yang tidak mempertimbangkan tujuan program serta ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangundangan,” Selain itu, BPK juga menemukan aset yang diserahkan kepada perusahaan daerah tetapi belum ditetapkan status penyertaannya dan aset tetap yang telah dikuasai pemerintah daerah belum diurus kejelasan status kepemilikannnya. Hasil pemeriksan BPK terhadap pengelolaan pertambangan batu bara pada 2008 sampai semester I/ 2010, BPK menemukan rancangan dan implementasi sistem pengendalian internal terkait pengelolaan tambang batu bara belum mampu secara efektif menjamin pencapaian tujuan optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan kepatuhan atas ketentuan perundang-undangan. Dalam pemeriksaan ini BPK juga menemukan kasus-kasus kekurangan
penerimaan PNBP antara lain kontraktor kurang membayar dana hasil produksi batu bara dan pemegang izin usaha pertambangan kurang membayar royalty. Untuk pemeriksaan atas Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain/BSBL (BA 999.06), BPK menemukan BUMN operator belum sepenuhnya mematuhi ketentuan mengenai penagihan dan penyaluran subsidi BBM, listrik, pupuk dan benih. Hal ini mengakibatkan kelebihan belanja subsidi 2009 senilai Rp1,90 triliun. Adapun, hasil pemeriksaan belanja lain-lain pada 2010, BPK menemukan adanya belanja yang sifatnya berulang dan mendesak. Masalah ini terjadi karena Kementerian Keuangan belum menetapkan kriteria atas kegiatan yang layak dibiayai dari BA tersebut. Terhadap pemeriksaan atas pelaksanaan kontrak bagi hasil dan kontrak kerja sama (KKS) minyak dan gas bumi (cost recovery), BPK menemukan berbagai permasalahan seperti para kontraktor belum sepenuhnya mematuhi klausal KKS dan pedoman tata kerja yang berlaku. Hasil pemeriksaan menemukan sebanyak 17 kasus biaya yang tidak layak dibebankan pada cost recovery senilai US$66,47 juta. Pemantauan tindak lanjut Selama 2009 dan 2010, BPK memberikan sedikitnya 76.722 rekomendasi senilai Rp 114,51 triliun. Rekomendasi ini harus ditindaklanjuti oleh entitas yang diperiksa antara lain dengan melakukan perbaikan Sistem Pengendalian Intern (SPI), tindakan adminitratif dan penyetoran kas. Hasil pemantauan tindak lanjut rekomendasi BPK tersebut menunjukkan sebanyak 28.028 (36,53%) rekomendasi senilai Rp23,53 triliun telah ditindak lanjuti sesuai rekomendasi. Selain itu, sebanyak 18.546 (24,18%) rekomendasi senilai Rp 40,58 triliun ditindaklanjuti tetapi belum sesuai dengan rekomendasi dan sebanyak 30.148 (39,29%) rekomendasi senilai Rp 50,37 triliun beWarta BPK
5/23/2011 10:23:53 PM
dan US$ 228,21 juta. Penyelesaian ganti kerugian negara berupa angsuran terpantau sebanyak 1.362 kasus senilai Rp42,77 miliar serta pelunasan sebanyak 977 kasus senilai Rp65,53 miliar dan US$103.000. Total penyelesaian kerugian negara sebanyak 2.339 kasus senilai Rp108,30 miliar dan US$103.000. Pada 2009 dan 2010, jumlah LHP BPK yang mengungkapkan indikasi tindak pidana dan telah disampaikan ke penegak hukum sebanyak 105 kasus senilai Rp1,11 triliun dan US$ 11,06 juta. Namun, penegak hukum baru menindak lanjuti hanya delapan kasus yakni penyelidikan sebanyak tiga kasus, penyidikan sebanyak dua
kasus, penuntutan satu kasus dan putusan hakim dua kasus. Pada akhir laporan, Hadi Poernomo menyimpulkan meski terdapat berbagai kemajuan dalam pengelolaan keuangan negara, akan tetapi hasil pemeriksaan BPK semester II/ 2010 menggambarkan masih terdapat berbagai kelemahan dalam pengelolaan keuangan. Untuk itu, BPK akan mendorong pemerintah untuk memperbaiki kualitas pengelolaan keuangan negara. “BPK juga akan bekerja sama dengan pemerintah dan DPR dalam rangka mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel, ” tegasnya. bw
warta bpk-rianto
lum ditindaklanjuti. Khusus rekomendasi BPK terkait dengan penyetoran kas atau penyerahan aset ke negara yang telah ditindak lanjuti entitas yang diperiksa berkisar sebesar Rp1,93 triliun. Hal ini berarti dalam 2 tahun terakhir BPK telah menyelamatkan keuangan negara senilai Rp 1,93 triliun, ditambah yang berhasil disetor selama proses pemeriksaan pada semester II/ 2010 sebesar Rp104,01 miliar dan US$10,50 juta. Hasil pemantauan penyelesaian ganti kerugian negara atau daerah selama kurun waktu 2009 -2010 telah terjadi sebanyak 4.302 kasus kerugian negara senilai Rp908,28 miliar
Ketua BPK RI Hadi Poernomo dan Anggota BPK RI saat memberikan keterangan pers soal IHPS di Gedung DPR
Warta BPK
6 - 13 laporan utama.indd 9
APRIL 2011
9
5/23/2011 10:24:01 PM
LAPORAN UTAMA
10
APRIL 2011
6 - 13 laporan utama.indd 10
Anggota IV BPK, Ali Masykur Musa
“Perlu Koordinasi diantara Kementerian yang Menangani Pengelolaan Batubara”
warta bpk-rianto
Pada semester II/ 2010 BPK telah melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan pertambangan batu bara untuk 2008 sampai semester I/2010 di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan 13 pemerintah kabupaten/kota di provinsi Jambi, Riau, Sumatra Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Cakupan pemeriksaan meliputi perizinan, PNBP, bagi hasil dan pengelolaan pertambangan. BPK juga telah melakukan pemeriksaan kinerja terhadap pengelolaan hutan mangrove yang berada di kawasan Selat Malaka. Pemilihan Selat Malaka dilakukan karena selat ini merupakan perairan yang padat dilalui oleh berbagai macam kapal sehingga berpotensi terhadap pencemaran. Lantas bagaimana hasil pemeriksaan BPK terhadap pengelolaan batu bara dan pengelolaan mangrove tersebut? Berikut petikan wawancara dengan Anggota IV BPK Ali Masykur Musa. BPK telah melakukan pemeriksan dengan tujuan tertentu terhadap pengelolaan batu bara. Apa yang melatarbelakangi pemeriksaan pengelolaan batu bara? Pada semester II/2010 BPK telah melakukan pemeriksaan tujuan tertentu terhadap pengelolaan batu bara. Ini dilakukan karena batu bara sebagai salah satu motor penggerak perekonomian daerah ternyata juga berpotensi sebagai penyumbang kerusakan lingkungan. Karena itu, pemeriksaan terhadap pengelolaan pertambangan batu bara untuk menilai apakah pemberian izin, pengelolaan penerimaan negara bukan pajak, dana bagi hasil dan pengelolaan lingkungan pertambangan batu bara sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagaimana hasil pemeriksaan BPK terhadap pengelolaan batu bara? Salah satu persoalan yang ditemukan BPK adalah tidak adanya koordinasi antara Kementerian ESDM yang mempunyai kewenangan untuk membuat izin dengan Kemen-
terian Kehutanan yang mempunyai lahan. Akibat tidak adanya koordinasi itu, terjadi lahan tumpang tindih antara dua lembaga itu. Sehingga Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dalam pemberian izin tidak tepat. Sudah begitu, di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota dalam memberikan KP tidak memperhatikan aspek penguasaan lahan. Akibatnya, satu kawasan bisa terjadi dua KP. Bagaimana dengan penerimaan negara terkait dengan ketaatan pengusaha batu bara membayar pajak? Dari segi penerimaan negara memang masih banyak para pengusaha yang memiliki PKP2B dan KP itu yang tidak taat membayar pajak. Dengan demikian hak negara pada pemeriksaan tahun lalu kita dapat menye-
lamatakan uang negara sebesar Rp428 miliar. Namun, ada juga perusahaan yang taat membayar pajak sehingga langsung membayar terhadap kekurangan bayar sehingga LKP dikeluarkan mereka sudah membayar. Persoalan lain yang ditemukan BPK? Problem lain dari batu bara adalah tata niaga yang mayoritas masih diekspor itu tidak mempertimbangkan aspek keadilan kebutuhan dalam negeri. Dengan demikian, meskipun kita negara yang kaya batu bara, tetapi pemenuhan kebutuhan dalam negeri juga sangat tersendat. Karena itu, BPK mendukung untuk segera diberlakukan kebijakan Domestik Market Obligation (DMO ). Sehingga pembangkit tenaga listik yang membutuhkan batu bara ada keberlanjutan dan ada kepastian. Warta BPK
5/23/2011 10:24:04 PM
kan agar Kementerian ESDM dan Kementerian Kehutanan untuk melakukan koordinasi sebelum memberikan izin baru atau memperpanjang izin. Untuk pemda termasuk pemerintah kabupaten dan kota serta Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan koordinasi sehingga pemberian izin di KP itu bisa diberlakukan sesuai dengan aturan. Selain batu bara, BPK juga melakukan pemeriksan mangrove. Apa yang melatarbelakangi pemeriksaan ini? Memang kita melakukan pemeriksaan mangrove diilhami atas kejadian tsunami di Aceh. Karena itu tidak ada paru-paru dan penyangga di sekitar pantai sehingga ekosistem rusak yang berdampak hingga ke daratan. Untuk itu, kita melakukan pemeriksaan mangrove. Temuan yang paling penting yakni masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hutan mangrove dalam menjaga ekosistem. Setidaknya ini dibuktikan dengan adanya beberapa kawasan tanaman mangrove
yang masih dijadikan bahan baku untuk membaut arang. Karena itu, tidak imbang antara ekonomi membuat arang dengan kerusakan ekosistem. Temuan kedua, semakin sedikitnya dan semakin berkurangnya hutan mangrove . Kalau tidak salah hutan mangrove itu tinggal 20% yang masih bagus, sementara yang 80% sudah rusak. Di pihak lain, juga ada hutan mangrove yang alih fungsi untuk perkantoran atau pergudangan. Salah satunya, kita temukan di kawasan hutan mangrove di Selat Malaka. Rekomendasi BPK untuk memperbaiki kawasan mangrove? Rekomendasi BPK, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan yang belum mempunyai blue print bagaimana menangani mangrove itu. Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Menteri Kehutanan agar melakukan perbaikan kebijakan dan langkah tindak lanjut atas kelemahan dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi, pemanfaatan, perlindungan, dan konservasi hutan mangrove. bw
warta bpk-rianto
Bagaiaman dengan pembagian royalty antara pemerintah daerah dengan pusat? Menyangkut pembagian royalty antara pemerintah daerah dengan pusat memerlukan penanganan khusus. Sehingga hak-hak daerah di satu sisi dapat terbayar dan di sisi lain daerah tidak menahan hak pusat dulu dengan asumsi kalau diberian ke pusat kembalinya sulit. Oleh karena itu, hubungan pusat dan daerah dalam pengelolaan dan bagi hasil pengelolaan batu bara itu harus diatur dengan baik. Se dan daerah. Bagaimana dengan aspek reklamasi pascatambang? Reklamasi pascatambang juga menjadi problem utama yang ditemukan BPK. Dari aspek dana reklamasi, banyak PKP2B dan PK yang tidak memberikan setoran untuk dana reklamasi tetapi menambang. Di sisi lain, dari pelaksanaannya banyak yang saling lempang tangan. Artinya, kalau sudah demikian yang dirugikan tentu saja ekosistem, lingkungan, dan masyarakat setempat. Dari hasil pemeriksaan BPK tersebut apakah sudah ada yang diindikasikan melakukan tindak pidana? Temuan BPK juga ada beberapa yang berindikasi tindak pidana. Sebab dari pemeriksaan itu, kita juga menemukan beberapa perusahaan yang menambang tetapi tidak mempunyai izin. Temuan adanya unsur pidana sekarang masih dikaji. Artinya, temuan adanya tindak pidana itu apakah akan kita serahkan ke penegak hukum atau akan kita lakukan pemeriksan investigasi lebih lanjut. Jadi ada temuan yang sedang kita kaji untuk tindaklanjutinya. Bagaimana rekomendasi BPK terhadap hasil pemeriksaan batu bara? Rekomendasi BPK salah satunya yang menyangkut keharusan adanya koordinasi antarkementerian yang menangani bidang pengelolaan batu bara tersebut. BPK merekomendasi-
Ali Masykur Musa Warta BPK
6 - 13 laporan utama.indd 11
APRIL 2011
11
5/23/2011 10:24:09 PM
LAPORAN UTAMA Laporan hasil pemeriksaan BPK semester II 2010 memberi kejutan pada anggota dewan, khususnya pada pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Bukan hanya jumlah kasus yang banyak, akan tetapi nilai temuannya juga signifikan yakni Rp4,67 triliun dan US$156,43 juta.
Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara DPR
Ahmad Muzani
Banyak Temuan Serius yang Harus Ditindaklanjuti
“
MENGEJUTKAN dan sangat serius,” ujar Ahmad Muzani, Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan DPR di ruang kerjanya, menanggapi IHPS II 2010, baru baru ini. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, ujarnya, bermaksud untuk mengecek ada tidaknya potensi penyimpangan atas penyelenggaraan keuangan negara. Dan ternyata, BPK dalam pemeriksaannya menemukan hal ini. PDTT dilakukan atas 428 objek pemeriksaan terdiri dari 117 objek pada pemerintah pusat, 250 objek pada pemerintah daerah, 16 objek pada BUMN, 44 objek pada BUMD dan satu objek BHMN/BLU/badan lainnya. Hasil PDTT juga mengungkapkan 1.168 kasus kelemahan SPI (sistem pengendalian intern) dan 3.817 kasus ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian negara/daerah Hal lain yang juga disoroti Muzani adalah masalah penyelenggaraan keuangan ibadah haji. Dia melihat ada masalah serius dalam pengelolaan penyelenggaraan ibadah haji (PIH) karena itu opini yang diberikan BPK pada laporan keuangan penyelenggaraan haji 2009 dan 2008 adalah TMP (tidak memberi pendapat). Terkait hasil evaluasi SPI, misalnya, sebagaimana terungkap dalam IHPS II, pada PIH 2008, saldo utang kepada BP DAU (Badan Pengelola Dana Abadi Umat) senilai Rp16,17 miliar,
12
APRIL 2011
6 - 13 laporan utama.indd 12
Ahmad Muzani
tidak didukung dokumen pendukung yang menjadi dasar perhitungan dan tidak ada proses rekonsiliasi antara BPIH dengan BP-DAU untuk memastikan jumlah piutang yan seharusnya disajikan sehingga saldo utang DAU tidak dapat diyakini kewajarannya. Selain itu, terdapat ketidakpatuhan yang mengakibatkan kekurangan penerimaan PIH, yaitu bunga deposito dana setoran awal dari empat bank penerima setoran (BPS) senilai Rp6,06 miliar dan pendapatan bunga deposito hasil optimalisasi setoran awal biaya PIH biasa pada tiga BPS masuh terhu
ke kas Negara senilai Rp3,61 miliar. “Menurut saya ini serius dan perlu didalami lagi. Ada apa sebenarnya. Jangan-jangan ada beberapa persoalan yang harus diungkap. Oleh karena itu BPK belum bisa memberi pendapat pada laporan keuangan ibadah haji 2009 dan 2008,” tegas politisi asal Partai Gerindra itu. Penyelenggaraan ibadah haji menjadi sorotan karena merupakan satu event yang diselenggarakan setiap tahun, menggerakkan ratusan ribu orang, dan dengan nilai transaksi mencapai puluhan triliun. Di samping itu, tambahnya, hal Warta BPK
5/23/2011 10:24:09 PM
ini menjadi tolok ukur bagi layanan pemerintah kepada rakyatnya dalam hal pelayanan ibadah haji. “Dengan laporan keuangan yang lebih baik, dengan sendirinya akan meningkatkan kinerja penyelenggaraan ibadah haji. Sebab, selama ini kita selalu mengkritik tentang pemondokan, katering, transportasi lokal atau transportasi dari Indonesia ke Arab Saudi, dan sebagainya,” tuturnya. BPK dalam IHPS II 2010 bukan hanya melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan, juga pada kinerja PIH 2009. Yang dalam kesimpulan BPK, PIH 2009 belum sepenuhnya efektif memberikan pelayanan kepada jemaah haji. Lepas dari temuan-temuan di atas, secara keseluruhan Ahmad Muzani menilai LHP BPK Semester II 2010, mencatat sejumlah kemajuan. Dalam artian substansi. Pihaknya mencatat, ada 734 hasil pemeriksaan yang terdiri dari 159 hasil pemeriksaan keuangan, 147 hasil pemeriksaan kinerja dan 428 hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Dengan jumlah total temuan pemeriksaan adalah 6.355 kasus senilai Rp6,46 triliun dan US$156,43 juta. “Dari hasil ini nampak, kualitas pemeriksaan yang disampaikan BPK, jauh meningkat. Temuan-temuan hasil pemeriksaan pun lebih jelas,” paparnya. Misalnya saja dalam pemeriksaan keuangan, BPK menemukan 2.411 kasus ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan yang mengakibatkan terjadinya kerugian negara/daerah senilai Rp566,48 miliar, potensi kerugian negara/daerah senilai Rp461,79 miliar, kekurangan penerimaan senilai Rp249,54 miliar. Akibat ketidakpatuhan itu, pada hasil pemeriksaan LKPD 2009 senilai Rp1,43 triliun. sus cukup banyak mencapai ribuan, dan nilainya cukup besar sampai Rp1 triliun lebih. Itu artinya, BPK telah melakukan fungsi sebagai auditor negara secara benar dan cermat, juga melakukan pemeriksaan keuangan atas penyelenggara keuangan yang lebih ketat, dengan jumlah yang lebih Warta BPK
6 - 13 laporan utama.indd 13
massif sehingga ditemukan angka yang !" juga anggota Komisi I DPR. Hal berbeda dilihat Muzani dari hasil pemeriksaan kinerja. Menurut dia, dari temuan 127 kasus ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangundangan dengan nilai Rp99,42 miliar, menandakan ada perbaikan dalam peningkatan kinerja. “Menurut hemat saya, ada peningkatan lebih baik di semua instansi. Juga, nilai temuannya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan pemeriksaan keuangan, juga jumlah kasusnya, pemeriksaaan keuangan mencapai 2.000 lebih, sedang kinerja 127 kasus. Dari sini saya melihat, sebenarnya, dari sisi kinerja sudah mulai menunjukkan peningkatan,” papar Muzani yang berencana mengundurkan diri sebagai Ketua BAKN DPR RI dalam waktu dekat. Ahmad Muzani juga menyoroti tentang perkembangan opini yang diberikan BPK dalam LHPS II 2010. Total jumlah entitas 159 dengan rincian, BPK memberi opini TMP (tidak memberi pendapat) pada 66 entitas dan TW (tidak wajar) pada 18 entitas. Dia menilai angka itu masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan perkembangan 2009, 2008, dan 2007. Artinya, meski terlihat ada perbaikan akan tetapi penurunan opini TMP dan #& “Dari sini terlihat, kalau BPK sebagai auditor negara telah melakukan tugasnya dengan cukup bagus. Namun, di sisi lain belum diimbangi dengan administrasi keuangan yang memadai,” jelasnya. Menurut dia, penyebabnya tak lain salah satunya adalah sumber daya manusia (SDM). Pada sejumlah pemda SDM-nya tidak memadai. Umumnya, mereka bukan orang yang terdidik di bidang keuangan dan akuntansi. “Banyak dari mereka adalah orang orang yang memiliki jasa politik atas naiknya bupati dan gubernur. Orangorang keuangan yang ditempatkan di sana adalah orang-orang yang memiliki kapasitas rendah. Artinya orangorang yang hanya mau menurut apa
kata bos. Itu yang bahaya,” ucapnya. Masalah lainnya yang kerap dikeluhkan pemda adalah seringnya terjadi perubahan regulasi kebijakan keuangan. “Hari ini Menteri Keuangan bilang seperti ini, besok Mendagri bilang begitu. Perubahan regulasi yang cepat menyulitkan pelaksanaan di daerah,” tuturnya. Hal ini, katanya, harus segera diselesaikan. Penyelesaian yang instan adalah masing-masing pemda harus memanfaatkan fungsi pendampingan yang diberikan oleh BPKP dalam hal memperbaiki kinerja keuangan atau meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Namun, Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri harus sepaham dalam melakukan standardisasi keuangan akuntansi negara. “Yang mana akan digunakan? Ini soal penting sehingga tidak menyulitkan kawankawan di daerah,” tandasnya. Masalah lain yang juga menjadi problem di banyak pemerintah daerah adalah soal pendataan dan penggunaan aset. Terutama pada pemerintah kabupaten atau kota pemekaran. Persoalan yang sering terjadi adalah kabupaten pemekaran sering bermasalah dengan kabupaten induknya. Karena kabupaten induk belum melepas aset pemekaran. Akibatnya, kota pemekaran tidak bisa mengklaim, tidak bisa memanfaatkan aset tersebut. “Ini problem serius. Pasalnya kabupaten pemekaran terdata memiliki aset itu, akan tetapi dia tidak bisa memanfaatkan. Lalu apa yang harus dilaporkan, karena tidak bisa melalukan apapun terhadap aset yang belum dilepas itu,” jelasnya. Masalah aset ini bukan hanya monopoli daerah. Pemerintah pusat juga kesulitan. “Bayangkan, pemerintah pusat sendiri pun sekarang ini baru bisa melakukan pendataan aset secara benar sekitar 20%. Sebut contoh, aset dimiliki, tapi bukti kepemilikan (seper ' * dikuasai tapi surat-surat tidak ada. Jadi tidak bisa melakukan klaim. Banyak kasus seperti itu, dan harus diselesaikan.” dr APRIL 2011
13
5/23/2011 10:24:10 PM