PEMBENTUKAN DAN PERBANDINGAN KINERJA PORTOFOLIO OPTIMAL MENGGUNAKAN SINGLE INDEX MODEL DAN CONSTANT CORRELATION MODEL (STUDI KASUS PADA LQ45 PERIODE FEBRUARI 2010-JANUARI 2015) Dhea Ayu Pratiwi1, Irni Yunita2 Prodi S1 Manajemen Bisnis Telekomunikasi dan Informatika, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Telkom 1
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apakah model pembentukan dan pemilihan portofolio optimal, yakni single index model dan constant correlation model menawarkan alternatif investasi yang lebih baik kepada investor. Sampel terpilih merupakan 22 perusahaan bagian dari Indeks LQ45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Harga penutupan mingguan dari 22 saham sampel periode Februari 2010 sampai Januari 2015 dipertimbangkan untuk tujuan perhitungan return dan risiko saham, sedangkan IHSG dijadikan sebagai proxy indeks pasar. Setelah mendapatkan portofolio optimal, kinerja masing-masing portofolio dievaluasi dan dianalisis, baik dari segi return ekspektasi maupun risiko. Pengukuran kinerja tersebut menggunakan risk adjusted methods, yakni Indeks Sharpe, Treynor dan Jensen. Dengan menggunakan single index model, hanya terdapat enam dari 22 saham sampel yang masuk ke dalam portofolio optimal. Sementara portofolio optimal yang dibentuk menggunakan constant correlation model terdiri dari delapan saham. Hasil akhir kemudian menunjukan bahwa portofolio optimal yang dibentuk dengan menggunakan single index model memiliki kinerja yang lebih baik. Ketiga indeks –Sharpe Treynor dan Jensen– memberikan peringkat kinerja yang sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa portofolio yang dibentuk telah terdiversifikasi dengan baik. Kata Kunci:
Portofolio Optimal, Single Index Model, Constant Correlation Model, LQ45
ABSTRACT The purpose of this paper is to test whether or not single index model and constant correlation model of portfolio selection offer better investment alternatives to investors. Sample taken for this research are 22 companies part of LQ45 Index listed in Indonesia Stock Exchange. Weekly prices of 22 sampled stocks for the time period of February 2010 to January 2015 are taken into consideration for the purpose of computing the weekly risk and return of each security, while JSX is taken as the market index. After obtaining the optimal portfolios, the performance of each portfolio is evaluated and analyzed in terms of both their risk and expected return. The risk adjusted methods, which are Sharpe, Treynor and Jensen indexes are used when measuring stock portfolio performance. Using single index model, it is observed that only 6 stocks out of 22 sampled stocks are allowed to be included in the optimal portofolio. While the optimal portofolio constructed by using constant correlation model consists of 8 stocks. Finally, findings shows that the portofolio optimal constructed by using single index model shows better performance. All three indexes –Sharpe Treynor and Jensen– give the same ranking performance, so it can be concluded that portfolios constructed are well diversified. Keywords: Optimal Portofolio, Single Index Model, Constant Correlation Model, LQ45
1.
Pendahuluan Teori investasi menyebutkan bahwa pengambilan keputusan investasi tak cukup hanya didasarkan pada tingkat return ekspektasian saja namun juga harus mempertimbangkan tingkat risiko. “Baik return maupun risiko merupakan dua hal yang tidak terpisah, karena pertimbangan suatu investasi merupakan trade off keduanya. Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin besar risiko yang harus ditanggung, semakin besar return yang harus dikompensasikan”[4]. Risk and Return trade off ini kemudian menjadi sebuah dilema dalam membuat keputusan investasi bagi investor. Pada kenyataannya, secara umum risiko mungkin dapat dikurangi dengan menggabungkan beberapa sekuritas tunggal ke dalam bentuk portofolio[4]. Dalam keuangan, konsep ini dikenal sebagai diversifikasi portofolio. Diversifikasi ini penting, karena “Studies indicate that diversification can help insulate one’s investment against market and management risks without much sacrificing the desired level of return” [6]. Bagian risiko yang dapat dihilangkan dengan membentuk portofolio yang well-diversified adalah risiko yang tidak sistematik (unsystematic risk). Risiko ini unik untuk suatu perusahaan, sehingga hal yang buruk terjadi disuatu perusahaan dapat diimbangi dengan dengan hal yang baik terjadi di perusahaan lain[4]. Kemudian, dalam membentuk portofolionya investor akan dihadapkan pada berbagai pilihan kombinasi aktiva berisiko maupun bebas risiko yang dapat dimasukan kedalam portofolionya. Seluruh kemungkinan portofolio yang dapat dibentuk tersebut jumlahnya bisa sangat besar dan bahkan tak terbatas. Jika investor adalah rasional, maka mereka akan memilih portofolio yang optimal, yakni “portfolio dengan kombinasi return ekspektasian dan risiko yang terbaik”[4]. Perhitungan untuk menentukan portofolio optimal akan sangat dimudahkan jika hanya didasarkan pada sebuah angka yang dapat menentukan apakah suatu sekuritas dapat dimasukan ke dalam portofolio optimal tersebut[4]. Teknik penentuan efficient frontier yang sederhana untuk tujuan pembentukan portofolio optimal seperti itu diformulasikan oleh Elton dan Gruber. Model tersebut dapat digunakan selama asumsi single index model ataupun constant correlation model mengenai struktur kovarian return diantara sekuritasnya diterima (kedua asumsi dijelaskan dibagian selanjutnya). Kedua model ini nantinya akan dapat menentukan apakah suatu saham masuk ke dalam portofolio optimal atau tidak menggunakan suatu kriteria ranking yang unik. Saham akan diurutkan berdasarkan kinerja yang diukur menggunakan suatu rasio ekses return terhadap risiko, sehingga jika suatu saham masuk ke dalam portofolio optimal, maka saham dengan ranking yang lebih tinggi juga akan masuk ke dalam portofolio. Kathy Kam (2006) melakukan penelitian menggunakan single index model, constant correlation model, multi group dan multi index model untuk pemilihan portofolio optimalnya. Hasil future forecasting menunjukan bahwa single index model dan constant correlation model memberikan varian (risiko) portofolio paling rendah, namun begitu multi index model menawarkan return terbesar[5]. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan Eko Umanto (2008) menunjukan bahwa portofolio optimal yang dibentuk menggunakan constant correlation model memiliki kinerja yang lebih baik jika dibandingkan single index model [1]. Setelah mendapatkan portofolio optimal, penting untuk mengukur kinerja masing-masing portofolio. Indeks Sharpe, Treynor dan Jensen merupakan beberapa ukuran kinerja portofolio yang sudah memasukan faktor return maupun risiko. Indeks Sharpe dan Treynor merupakan suatu rasio kompensasi terhadap risiko[7]. Perbedaanya adalah pengukur risiko indeks Sharpe merupakan total risiko, sedangkan indeks Treynor merupakan risiko sistematis. Indeks Jensen merupakan indeks yang menunjukan perbedaan antara tingkat return aktual yang diperoleh portofolio dengan tingkat return harapan jika portofolio tersebut berada pada garis pasar modal[7]. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membentuk portofolio optimal yang berisikan saham indeks LQ45 menggunakan single index model dan constant correlation model beserta analisis kinerjanya menggunakan pendekatan risk adjusted performance, yakni indeks Sharpe, Treynor dan Jensen. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Sampel penelitian merupakan 22 saham bagian LQ45 yang dipilih menggunakan teknik sampling purposive. Kriteria pemilihan saham adalah saham konsisten berada pada LQ45 selama periode Februari 2010-Januari 2015. Data yang diambil berupa data sekunder, seperti harga saham penutupan mingguan yang telah disesuaikan, IHSG sebagai indeks pasar, dan SBI sebagai proxy risk free rate untuk periode pengamatan Februari 2010-Januari 2015. 2. Dasar Teori dan Metodologi 2.1 Single Index Model Single index model memiliki asumsi bahwa, “that one reason security returns might be correlated is because of a common response to market changes” [2]. Hal ini berangkat dari pengamatan bahwa harga dari sekuritas berfluktuasi searah dengan harga pasar[4]. Dengan dasar ini, maka return dari sekuritas dan return dari indeks pasar secara umum dapat dituliskan sebagai hubungan: (1)
Keterangan: = return sekuritas i = beta yang merupakan koefisien yang mengukur perubahan Ri akibat dari perubahan Rm = tingkat return dari indeks pasar = merupakan nilai ekspektasian (expected value) dari return ekspektasian sekuritas yang independen terhadap return pasar. = adalah kesalahan residu (residual eror), yang merupakan variabel acak dengan nilai ekspektasian sama dengan nol atau ( ) . Apabila asumsi single index model tersebut terpenuhi sebagai deskripsi struktur kovarian antar sekuritas, maka metode pemilihan portofolio optimal yang akan dijelaskan dapat digunakan. 2.2 Prosedur Pembentukan Portofolio Optimal Berdasarkan Single Index Model Perhitungan untuk menentukan portofolio optimal akan sangat dimudahkan jika hanya didasarkan pada sebuah angka yang dapat menentukan apakah suatu sekuritas dapat dimasukan ke dalam portofolio optimal tersebut. Angka tersebut adalah rasio antara ekses return to beta[4]. Excess return to beta ratio (ERB) menunjukan hubungan antara return dan risiko. ERB ini mengukur kelebihan relatif terhadap satu unit risiko yang tidak dapat didiversifikasikan yang diukur dengan beta. ( )
( )
Keterangan: = return aset bebas risiko Portofolio optimal akan berisi aktiva-aktiva dengan nilai rasio rasio ERB yang tinggi. Maka diperlukan sebuah titik pembatas (cut off point) yang menentukan batas nilai ERB berapa yang dikatakan tinggi. Cut off point ini dapat ditentukan dengan langkah berikut: 1. Mengurutkan sekuritas berdasarkan nilai ERB tertinggi ke nilai ERB terkecil 2. Menghitung nilai Ai dan Bi untuk masing-masing sekuritas ke-i. [ (
3.
)
]
dan
(3)
Dimana merupakan varian dari kesalahan residu sekuritas ke-i yang juga merupakan risiko unik atau risiko tidak sistematis. Hitung nilai Ci, yakni nilai C untuk sekuritas ke-i, dihitung berdasarkan rumus berikut: i
Ci
m 2 Aj j 1
i
1 m 2 B j
j 1 (4) dimana: a. Besarnya cut-off point (C*) adalah nilai Ci dimana nilai ERB terakhir kali masih lebih besar dari nilai Ci. b. Sekuritas yang masuk ke dalam portofolio optimal adalah yang memiliki nilai ERB lebih besar atau sama dengan nilai ERB di titik C*.
Untuk menentukan besarnya proporsi masing-masing sekuritas terpilih dalam portofolio optimal bisa dilakukan dengan rumus berikut: (
∑
)
( )
Keterangan: = proporsi sekuritas i = varian dari kesalahan residu sekuritas i Return ekspektasian berdasarkan single index model dapat dihitung menggunakan rumus berikut: (
)
(
)
(6)
Sedangkan varian atau risiko portofolio dapat dihitung menggunakan rumus: (∑
)
( )
2.3 Constant Correlation Model “The constant correlation model assumes the correlation between all pairs of securities is the same. The procedures assuming a constant correlation coefficient exactly parallel those presented for the case of single index model.” [2]. Sehingga nilai koefisien korelasi merupakan rata-rata dari nilai koefisien korelasi diantara sekuritas-sekuritas tersebut. Apabila asumsi constant correlation model tersebut terpenuhi sebagai deskripsi struktur kovarian antar sekuritas, maka prosedur penentuan portofolio optimal yang akan dijelaskan dapat digunakan. 2.4 Prosedur Pembentukan Portofolio Optimal Berdasarkan Constant Correlation Model Prosedur penentuan portofolio optimal menggunakan model ini sama halnya dengan single index model, hanya saja pemilihan sekuritas yang masuk ke dalam portofolio didasarkan pada nilai excess return to standar deviation (ERS). Excess return to standar deviation (ERS) dapat dihitung menggunakan rumus berikut: ( ( )
)
( )
Single index model maupun constant correlation model sama-sama membagi nilai excess return dengan risiko. Hanya saja, dalam constant correlation model, deviasi standar menggantikan beta sebagai pengukur risikonya. Kemudian, nilai Ci yang digunakan untuk menentukan cut off point dihitung berdasarkan rumus berikut: ∑
( )
( )
Keterangan: = koefisien korelasi = risiko total (deviasi standar) Dimana adalah koefisien korelasi yang diasumsikan konstan untuk semua sekuritas. Semua saham atau sekuritas yang memiliki excess return to standar deviation lebih tinggi dari pada C* dimasukan ke dalam portofolio optimal. Besarnya jumah investasi yang optimum untuk setiap sekuritas dihitung sebagai berikut: ( ) [ ] ( ) ( ) ∑ Return ekspektasi portofolio merupakan rata-rata tertimbang dari return ekspektasian masing-masing sekuritas tunggal di dalam portofolio[4]. Return ekspektasi portofolio dihitung sebagai berikut: (
)
∑
( )
(
)
(
)
Kemudian risiko portofolio ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: ∑
∑∑
Keterangan: = varians return portofolio = varians return sekuritas i = kovarians antara return sekuritas i dan j 3. Pembahasan 3.1 Single Index Model Berikut hasil perhitungan untuk menentukan portofolio optimal menggunakan single index model.
Tabel 1. Pembentukan Portofolio Optimal (Single Index Model) dengan Rf= 0.117353% dan E(Rm)= 0.3207% No
Kode Emiten
E(R)
1
JSMR
0.6680
0.761
0.424
2
TLKM
0.5927
0.676
3
KLBF
0.9583
4
UNVR
5
∑
∑
0.0618
0.0447
0.0618
0.1917
0.0234
0.0333
0.0681
0.0951
0.2554
0.6544
0.0848
0.1296
0.1529
0.2247
0.3859
13.4850
0.6103
0.0273
0.0448
0.1803
0.2695
0.4087
0.312
14.7843
0.4527
0.0667
0.1474
0.2470
0.4168
0.4197
0.857
0.206
19.4037
0.4246
0.0161
0.0379
0.2630
0.4547
0.4200
0.6609
1.403
0.211
11.8684
0.3874
0.0643
0.1659
0.3273
0.6205
0.4132
BBCA
0.5104
1.066
0.169
5.6818
0.3687
0.0737
0.2000
0.4010
0.8205
0.4042
9
BBRI
0.6018
1.375
0.161
8.4879
0.3523
0.0785
0.2227
0.4795
1.0433
0.3947
10
LPKR
0.5530
1.322
0.129
28.6897
0.3296
0.0201
0.0609
0.4996
1.1042
0.3916
11
INDF
0.4381
1.057
0.099
11.9199
0.3035
0.0284
0.0937
0.5280
1.1979
0.3856
12
BMRI
0.5007
1.483
0.025
7.3340
0.2585
0.0775
0.2999
0.6056
1.4978
0.3627
13
SMGR
0.3905
1.133
0.027
10.8990
0.2411
0.0284
0.1178
0.6340
1.6156
0.3547
14
LSIP
0.2879
0.796
0.032
28.2111
0.2142
0.0048
0.0225
0.6388
1.6380
0.3530
15
INTP
0.3608
1.154
-0.009
10.7226
0.2109
0.0262
0.1242
0.6650
1.7622
0.3439
16
PGAS
0.2943
1.004
-0.028
12.0647
0.1762
0.0147
0.0836
0.6797
1.8458
0.3369
17
AALI
0.2015
0.691
-0.02
25.2593
0.1218
0.0023
0.0189
0.6820
1.8647
0.3349
18
UNTR
0.2237
1.192
-0.159
13.9899
0.0892
0.0091
0.1016
0.6911
1.9662
0.3232
19
BDMN
0.1574
0.867
-0.121
21.6294
0.0462
0.0016
0.0348
0.6927
2.0010
0.3188
20
PTBA
0.0764
1
-0.244
22.0071
-0.0410
21
ITMG
0.0553
0.878
-0.226
24.9296
-0.0707
22 ADRO -0.0528 0.974 Sumber: Data diolah (2015)
-0.365
26.8194
-0.1747
ERB
A
B
9.3645
0.7235
0.0447
0.376
13.7406
0.7032
1.285
0.546
12.7419
0.5915
0.777
0.342
ASII
0.7855
1.476
6
GGRM
0.4812
7
BBNI
8
Ci
Tabel 1 merupakan daftar saham yang diurutkan berdasarkan nilai ERB. Dari tabel dapat dilihat bahwa terdapat 3 saham yang memiliki nilai ERB negatif oleh karena itu ketiga saham tersebut dikeluarkan dari kandidat portofolio optimal. Hal tersebut dikarenakan saham-saham tersebut memiliki memiliki return yang lebih kecil dibandingkan return SBI (risk free rate), padahal saham tersebut merupakan aset berisiko. Investor rasional tentu saja tidak akan memilih untuk berinvestasi pada aset yang berisiko jika tidak bisa mendapatkan kompensasi atas risiko tersebut. Dari tabel juga diketahui bahwa terdapat 12 saham yang memiliki nilai beta lebih dari 1 sehingga disebut aggressive stocks, yakni saham yang mempunyai risiko yang tinggi. Saham ini akan mengalami kenaikan yang lebih tinggi dari kenaikan pasar dan mengalami penurunan yang lebih tajam bila pasar turun. BMRI memiliki beta terbesar senilai 1.483, artinya perubahan return pasar sebesar 1% akan mengakibatkan perubahan return saham BMRI sebesar 1.483%. Aggressive stocks ini akan lebih disukai oleh investor yang menyukai risiko. Kemudian, 9 saham memiliki nilai beta kurang dari 1. Saham tersebut disebut defensive stock. Saham tersebut memiliki sensitifitas yang lebih kecil terhadap pasar. Hal tersebut dikarenakan bahwa harga saham mungkin bergerak ke arah yang sama dengan pasar hanya saja namun besarnya tak sama (lebih kecil). Saham PTBA memiliki beta bernilai 1, sama besar dengan beta pasar sehingga saham tersebut dikatakan neutral. Kemudian, hasil simulasi cut off point (C*) mensyaratkan bahwa hanya saham dengan nilai ERB≥Ci yang akan dimasukan ke dalam portofolio optimal. Dari 19 sampel hanya terdapat 6 saham yang memiliki nilai ERB lebih besar dari Ci. Oleh karena itu, ke enam saham menjadi kandidat akhir yang masukan ke dalam portofolio optimal. Nilai C* diketahui sebesar 0.42. Besarnya presentase alokasi investasi pada ke enam saham terpilih tersebut adalah sebagai berikut:
ASII, 4.26
UNVR, 14.30
KLBF, 30.84
GGRM, 0.26 JSMR, 32.17
Tabel 2. Return, Risiko dan Beta Portofolio E(Rp) % Risiko % ( ) ( ) 0.7374% 0.9401 2.8437 8.087 Sumber: Data diolah (2015)
TLKM, 18.17
Gambar 1. Alokasi Dana Investasi (%) Sumber: Data diolah (2015) Berdasarkan gambar 1. diketahui bahwa JSMR dan KLBF mendapatkan alokasi dana investasi terbesar, sedangkan GGRM mendapatkan porsi yang sangat kecil, sebesar 0.26%. Berdasarkan tabel 2, portofolio optimal berisi 6 saham ini dapat memberikan tingkat pengembalian portofolio sebesar 0.73736% dihitung secara mingguan, dengan risiko yang dinyatakan dalam deviasi standar sebesar 2.8437%. Besarnya risiko portofolio ini lebih kecil dari risiko saham individu (risiko individu di tabel 3). Hal ini membuktikan bahwa diversifikasi portofolio memang dapat menurunkan risiko portofolio, dengan tetap mempertahankan return portofolio. 3.2 Constant Correlation Model Hasil pehitungan sebagai berikut (tabel 3): Tabel 3. Pembentukan Portofolio Optimal (Constat Correlation Model) dengan
0.3226 (
)
No.
Kode Emiten
E(R)
Excess Return
1
KLBF
0.9583
0.8409
4.7284
0.1779
0.3226
0.1779
0.0574
2
JSMR
0.6680
0.5506
3.5695
0.1543
0.2439
0.3321
0.0810
3
ASII
0.7855
0.6681
5.2427
0.1274
0.1961
0.4596
0.0901
4
TLKM
0.5927
0.4754
4.0505
0.1174
0.1639
0.5769
0.0946
5
UNVR
0.5915
0.4742
4.1237
0.1150
0.1408
0.6919
0.0975
6
BBNI
0.6609
0.5435
4.8308
0.1125
0.1235
0.8044
0.0993
7
BBCA
0.5104
0.3931
3.5072
0.1121
0.1099
0.9165
0.1007
8
BBRI
0.6018
0.4845
4.4158
0.1097
0.0990
1.0262
0.1016
∑
ERS
Ci
9
BMRI
0.5007
0.3834
4.4888
0.0854
0.0901
1.1116
0.1001
10
GGRM
0.4812
0.3638
4.8669
0.0748
0.0826
1.1864
0.0980
11
INDF
0.4381
0.3208
4.2935
0.0747
0.0763
1.2611
0.0963
12
LPKR
0.5530
0.4357
6.2352
0.0699
0.0709
1.3310
0.0944
13
SMGR
0.3905
0.2732
4.2867
0.0637
0.0662
1.3947
0.0924
14
INTP
0.3608
0.2434
4.2994
0.0566
0.0621
1.4513
0.0901
15
PGAS
0.2943
0.1770
4.2358
0.0418
0.0585
1.4931
0.0873
16
LSIP
0.2879
0.1705
5.6487
0.0302
0.0552
1.5233
0.0842
17
UNTR
0.2237
0.1064
4.7189
0.0225
0.0524
1.5458
0.0809
18
AALI
0.2015
0.0842
5.2954
0.0159
0.0498
1.5617
0.0777
19
BDMN
0.1574
0.0401
5.1001
0.0079
0.0474
1.5696
0.0744
20
PTBA
0.0764
-0.0410
5.2755
-0.0078
21
ITMG
0.0553
-0.0621
5.4239
-0.0114
22 ADRO -0.0528 -0.1701 Sumber: Data diolah (2015)
5.6870
-0.0299
Dari 22 saham, terdapat 3 saham yang memiliki nilai ERS negatif oleh karena itu ketiga saham tersebut dikeluarkan dari kandidat portofolio optimal. Hal tersebut dikarenakan saham-saham tersebut memiliki memiliki return yang lebih kecil dibandingkan return SBI (risk free rate), padahal saham tersebut merupakan aset berisiko. Constant correlation model memiliki asumsi bahwa setiap pasang saham memiliki korelasi yang konstan. Untuk memenuhi asumsi bahwa koefisien korelasi antar saham konstan, maka nilai yang digunakan merupakan nilai rata-rata dari nilai koefisien korelasi ( ) diantara saham, sebagai berikut: ∑ ∑ Dimana jumla
yang dihitung sebanyak: (
)
Sehingga jumlah koefisien korelasi pada portofolio adalah sebanyak: (
)
Dari simulasi cut off point, diketahui bahwa dari 19 kandidat saham, hanya terdapat 8 saham yang memiliki nilai ERS lebih dari Ci. Oleh karena itu ke delapan saham tersebut menjadi kandidat akhir yang akan di masukan ke dalam portofolio optimal. Nilai C* diketahui sebesar 0.1016. Setelah saham terpilih, maka selanjutnya adalah menghitung presentasi atau proporsi dana investasi untuk masing-masing saham. UNVR, BBNI, 4.51 6.49 TLKM, 7.78
ASII, 9.85
BBCA, BBRI, 5.97 3.67 Tabel 4. Return, Risiko dan Beta Portfolio
KLBF, 32.24
E(Rp) %
Risiko Total %
( ) ( ) 3.0454 9.2746 Sumber: Data diolah (2015) 0.7502%
JSMR, 29.49
1.0645
Gambar 2. Alokasi Dana Investasi (%) Sumber: Data diolah (2015) Dari gambar dapat dilihat bahwa KLBF memiliki presentasi alokasi dana investasi terbesar yakni 32.24%, kemudian diikuti oleh JSMR dengan alokasi dana sebesar 29,48%. Sedangkan BBRI mendapatkan presentase alokasi dana terkecil yakni 3.67%. Besarnya risiko portofolio lebih kecil dari risiko masing-masing saham. Itu artinya, risiko tidak sistematik saham-saham telah dapat dikurangi dengan membentuk portofolio yang well-diversified. Hal itu terjadi karena penurunan pengembalian yang terjadi pada suatu atau beberapa saham dalam portofolio, telah dapat ditutupi dengan kenaikan dari saham yang lain dalam portofolio. 3.3 Perbandingan Kinerja Portofolio Tabel 5 Perbandingan Kinerja Portofolio Optimal Single Index Constant Model Correlation Model 0.2180 0.2078 Sharpe (%) Treynor (%)
0.6595
0.5945
Jensen (%)
0.4288
0.4163
Sumber: Data diolah (2015)
Hasil ketiga indeks pengukur kinerja portofolio menunjukan bahwa portofolio optimal yang dibentuk menggunakan single index model memiliki ranking atau nilai kinerja yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan portofolio yang dibentuk menggunakan constant correlation model. Selain itu, karena ketiga pengukur kinerja tersebut menunjukan ranking kinerja yang sama untuk kedua portofolio, artinya ke dua portofolio sudah welldiversified. Menurut indeks Sharpe, portofolio optimal yang dibentuk oleh single index model akan dapat memberikan kompensasi return portofolio terhadap tiap risiko total sebesar 0.218%. Sedangkan indeks Treynor untuk kompensasi return portofolio terhadap beta adalah sebesar 0.6595%. Dilihat dari indeks Jensen, portofolio yang dibentuk menggunakan single index model mempunyai return yang lebih besar dari return harapan jika portofolio berda pada garis pasar modal sebesar 0.4288%. 4.
Kesimpulan dan Saran Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan beberapa poin utama. Pertama, portofolio optimal yang dibentuk menggunakan single index model berisikan 6 kombinasi saham, sedangkan portofolio optimal menggunakan constant correlation model berisikan 8 saham. JSMR dan KLBF merupakan saham dengan kontribusi terbesar dalam portofolio karena masing-masing mendapatkan porsi dana terbesar (berkisar antara 29%32%). Kedua, besarnya risiko portofolio lebih kecil jika dibandingkan maing-masing risiko individual. Hal tersebut mengindikasikan bahwa risiko tidak sistematik, yakni risiko yang unik terjadi di perusahaan telah berhasil dikurangi dengan jalan membentuk portofolio yang well-diversified. Hal itu terjadi karena penurunan pengembalian yang terjadi pada suatu atau beberapa saham dalam portofolio, telah dapat ditutupi dengan kenaikan dari saham yang lain dalam portofolio. Ketiga, hasil pengukuran kinerja portofolio menggunakan indeks Sharpe, Treynor dan Jensen menunjukan bahwa portofolio yang dibentuk menggunakan single index model memiliki kinerja yang lebih baik. Kemudian, ketiga pengukur kinerja tersebut menunjukan ranking kinerja yang sama untuk kedua portofolio juga memiliki arti bahwa ke dua portofolio sudah well-diversified. Hasil penelitian ini bisa menjadi rujukan dan bahan pertimbangan investasi bagi investor. Dari hasil penelitian, peneliti tentunya menyarankan agar investor hendaknya berinvestasi pada portofolio optimal yang dibentuk menggunakan single index model karena portofolio ini memiliki kinerja yang lebih baik. Untuk penelitan selanjutnya, peneliti menyarankan agar pembentukan portofolio hendaknya menggunakan pendekatan lain seperti model Markowitz, sehingga hasilnya dapat diperbandingkan dengan hasil penelitian ini. Pilihan lain adalah penelitian serupa bisa diterapkan, namun menggunakan objek penelitian yang berbeda seperti indeks JII (Jakarta Islamic Index), indeks sektoral dan indeks saham lainnya. Terakhir, penelitian selanjutnya juga bisa menggunakan proxy yang berbeda untuk mewakili return pasar dan risk free rate, misalnya menggunakan indeks untuk saham-saham yang aktif saja (LQ45) sebagai indeks pasarnya ketimbang menggunakan IHSG. Daftar Pustaka: [1] Eko, Umanto. (2008). Analisis dan Penilaian Kinerja Portofolio Optimal Saham-Saham lQ-45. Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, 15(3). 178-287. [2] Elton, Edwin J., dan Gruber, Martin J. (1987). Modern Portofolio Theory and Investment Analysis (3rd ed.). New York: John Willey & Sons. [3] Elton, Edwin J., Gruber, Martin J dan Padberg, Manfred W. (1978). Simple Criteria for Optimal Portofolio Selection: Tracing Out The Efficient Frontier. The Journal of Finance, 33(1), 296-302. [4] Hartono, Jogiyanto. (2013). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. (Edisi ke delapan). Yogyakarta: BPFEYOGYAKARTA. [5] Kam, Kathy. (2006). Portofolio Selection Methods: An Emprical Investigation. (thesis for the degree master). Los Angeles: University of California. [6] Maheshwari, Yogesh. (2008). Investment Management. New Delhi: PHI Learning Private. [7] Tandelilin, Eduardus. (2010). Portofolio Investasi (edisi pertama). Yogyakarta: KANISIUS.